TEKNOLOGI SISTEM USAHATANI INTEGRASI TANAMAN DAN TERNAK BERBASIS TANAMAN PANGAN DILAHAN KERING
Subiharta, Budi Hartoyo dan Hairil Anwar
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kinerja usahatani lahan kering dataran rendah secara umum kurang optimal dan dihadapkan pada berbagai kendala dan hambatan biofisik yang menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas, tidak tercapai efisiensi input serta terjadi kemunduran kesuburan lahan. Akibat dari kejadian tersebut berdampak pada pendapatan usahatani yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, salah satu pendekatannya dengan sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak. Integrasi tanaman dan ternak dimaksudkan untuk mendukung pertanian berkelanjutan, penggunaan sumber daya alam secara optimal dan efisiensi penggunaan lahan dalam upaya peningkatan pendapatan. Telah kita sadari bersama
bahwa
ternak
memberikan
kontribusi
yang
besar
terhadap
kesejahteraan petani, namun hingga kini peranan ternak tersebut dalam usahatani belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sebagian besar petani. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan hasil ikutan dan sisa hasil pertanian untuk kebutuhan pakannya. Dilain pihak dengan penguasaan lahan antara 0,25 – 0,30 ha (Prasetyo et al, 2001) penggunaan pupuk anorganik semakin berlebihan dalam upaya peningkatan hasil, justru memperburuk kondisi lahan. Dalam keadaan demikian pemberian pupuk kandang menjadi keharusan. Pemberian pupuk kandang selain untuk perbaikan tanah juga efisiensi penggunaan pupuk anorganik yang semakin mahal dan sulit dicari. Dengan membaiknya kondisi fisik lahan dan efisiensi dalam penggunaan pupuk diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Konsep pertanian terpadu atau sistem usahatani integrasi tanaman dan ternak sebenarnya telah dikenal dan diterapkan sejak petani mengenal pertanian namun dalam penerapannya belum memperhatikan untung dan ruginya serta kelestarian lingkungan. Penelitian pertanian terpadu secara sistematis telah
1
dimulai
pada
keberlanjutan
tahun
1980-an.
(sustainable),
Penelitian
secara
sosial
ini
mempertimbangkan
diterima
masyarakat
aspek (socially
acceptable), secara ekonomi layak (economically testable) dan secara politis diterima (politically desirable). Pada dekade tahun 1990-an telah diintensifkannya integrasi tanaman padi denga ternak sapi. Dalam hal ini dioptimalkan pemanfaatan pupuk organik berosal dari kotoran sapi bisa mencapai 40% dari pendapatan (Diwyanto et al, 2001). Bertitik tolak dari hal tersebut, beberopa program peningkatan pendapatan mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak dengan melibatkan ternak (Kusnadi, 2007). 1.2. Sumber Teknologi Teknologi rekomendasi diambil dari hasil kajian BPTP Jawa Tengah pada tahun 2005 dan 2006. Beberopa hasil penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi dan beberopa praktisi swasta maupun perorangan yang telah mengembangkan pertanian terpadu. 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan : -
Memberikan pedoman usahatani integrasi tanaman pangan dan ternak ruminansia bagi petani dan peternak
Manfaat : -
Tumbuh kesadaran petani tentang pentingnya mendukung pertanian berkelanjutan.
-
Meningkatkan pendapatan petani melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang dimiliki secara optimal. II. PENDEKATAN TEKNOLOGI
2.1 Pengertian Integrasi antara tanaman pangan dan ternak ruminansia dimaksudkan adanya saling ketergantungan dan mendukung antara tanaman dan ternak untuk memberikan efek ganda yaitu efisien dan optimal dalam penggunaan bahan lokal yang dimiliki dengan harapan adanya nilai tambah peningkatan pendapatan.
2
2.2 Lokasi Pengkajian Pengkajian dilakukan di desa Tlogowungu, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora pada tahun 2005 sampai dengan 2006 lahan pertanian berupa lahan tadah hujan. Usahatani tergantung pada curah hujan, rata – rata musim hujan (MH) : 5 bulan dan MK 7 bulan. 2.3 Rekomendasi Teknologi Kegiatan integrasi tanaman dan ternak dapat dilakukan di daerah lahan kering maupun lahan irigasi yang potensial untuk usahatani tanaman pangan dan untuk budidaya ternak ruminansia. III. PENERAPAN TEKNOLOGI 3.1 Pola Tanam Pola Tanam dominan di lokasi kajian adalah : padi gogo + jagung – kacang tanah – kacang tunggak / bero. Kacang tunggak ditanam kalau masih ada hujan tapi lebih banyak beronya karena pada akhir – akhir ini curah hujan sangat berkurang. Pada awal musim hujan (MH I yang jatuh pada bulan Nopember- Januari) ditanam padi gogo dan pada MK ditanam kacang tanah (Maret - Mei). 3.2 Introduksi Padi Gogo Teknologi introduksi pada tanaman padi gogo dan jagung melalui pendekatan pola pertanaman tumpangsari dengan implementasi teknologi PTT padi gogo dengan komponen meliputi antara lain : varitas, seed treatment, jumlah benih per lubang, pemupukan organik dan anorganik berimbang tepat waktu, sistem tanam legowo, penggunaan herbibisida pra tumbuh. Komponen teknologi komoditas jagung mengacu pada rekomendasi teknologi Balit Sereal. Adapun komponen teknologi yang akan diuji diuraikan pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Komponen teknologi padi gogo dan jagung No
Uraian
Komoditas Padi gogo
Jagung
1.
Varitas
Situ Bagendit, Towuti, Situ Patenggang, Ciherang
Srikandi Kuning
2.
Perlakuan benih
Regent : 20 ml/1kg benih
Saromil : 1,5 gr/1kg benih
3.
Jumlah benih
2 – 3 butir /lubang
3 biji/lubang, diperjarang menjadi 1 biji pada umur 30 hst
4.
Jarak tanam
Legowo, 2 baris 20 x 10 x 30 cm
40 cm x 300 cm (5 legowo padi gogo - 1 baris jagung)
5.
Cara tanam
Tugal
Tugal
6.
Pupuk organik
2 ton/ha
3 ton/ha
7.
Pupuk an organik (kg/ha)
100 kg Urea, 50 kg ZA, 60 kg SP-36, 50 kg KCl. 10 kg Furadan
350 kg Urea, 150 kg SP36 dan 100 kg KCl + 50 kg Za
Pupuk dasar (1 hst)
50 kg ZA + 60 kg SP-36 + 30 kg KCl 50 kg Urea + 10 kg Furadan 50 kg Urea + 30 kg KCl
100 kg Urea + 150 kg SP-36 + 50 kg KCl 150 kg Urea
Digarit 5 cm dari baris tanaman 1 liter /ha
Ditugal
Pupuk susulan I (4 hst) Pupuk susulan II (7 hst)
8.
Cara pemupukan
9.
Herbisida pra tumbuh
100 kg Urea + 50 kg KCl
3.3 Inroduksi Kacang Tanah Komoditas kacang tanah sebagai tanaman penyusun pada pola tanam tahunan Padi Gogo – Kacang tanah – Bero, ditanam pada musim tanam (MT) II , yaitu pada periode bulan Maret – Juni 2006. Teknologi introduksi pada tanaman kacang tanah antara lain varitas, seed
treatment, jumlah benih per lubang, pemupukan organik dan anorganik berimbang tepat waktu, penggunaan herbibisida pra tumbuh. Adapun komponen teknologi yang diuji diuraikan pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Komponen teknologi kacang tanah No 1
Uraian Varitas
Komoditas Kacang tanah Unggul Nasional : Kancil; Jerapah; Singa; Bison Unggul Lokal : L. Tuban; L. Pati; L. Sidoharjo; dan L. Blora Furadan
2
Perlakuan benih
3
Pengolahan tanah
4
Jumlah benih
Sempurna 1 butir /lubang
5
Jarak tanam
40 x 10 cm atau 20 x 20 cm
6
Cara tanam
Tugal dan caplak
7
Pupuk organik
2 ton/ha
Pupuk anorganik (kg/ha) Pupuk dasar Pupuk susulan (21 hst) Cara pemupukkan
75 kg Urea, 100 kg SP-36, 100 kg KCl per ha. 50 kg Urea + 100 kg SP-36 + 50 kg KCl 25 kg Urea + 50 kg KCl Ditugal atau Digarit 5 cm dari barisan tanaman.
8 9
3.4 Jerami Fermentasi Fermentasi
jerami dimulai pada MT II untuk penyediaan pakan pada
musim kemarau. Teknologi fermentasi jerami untuk sumber pakan ternak sebagai komponen pendukung kegiataan sistem usahatani integrasi tanamanternak adalah sebagai berikut: -
Bahan baku : 1 ton jerami padi, 5 kg urea, probiotik 2,5 kg ( pembuatan 1 ton wafer jerami)
-
Jerami di susun/ditimbun setebal 15 – 20 cm
-
Pada setiap timbunan jerami ditaburi urea 5 kg /ton jerami dan probiotik 2,5 kg/ton jerami
-
Proses tersebut diatas, diulang-ulang hingga timbunan jerami mencapai ketebalan 2 – 3 meter.
-
Diamkan material tersebut selama 3 minggu
-
Proses fermentasi dilakukan pada tempat terlindung
-
Setelah selesai proses fermentasi tersebut, material dibongkar dan dikeringkan di bawah sinar matahari
-
Jerami hasil fermentasi dikemas, disimpan di tempat yang terlindung dari hujan dan siap untuk diberikan pada ternak sapi
-
Tanda-tanda jerami fermentasi yang sudah jadi antara lain :
5
9
Jerami fermentasi tidak bau busuk
9
Jerami tidak kaku dan mudah diputus
9
Warna jerami coklat tua (warna alam)
3.5 Pemanfaatan jerami fermentasi untuk pakan sapi potong dara PO Dalam kajian ini digunakan sapi dara Peranakan Ongole (PO) umur antara 16-18 bulan dengan bobot badan berkisar antara 206-301 kg/ekor. Sapi tersebut milik petani sebanyak 10 ekor, dikelompokkan menjadi dua perlakuan masingmasing
terdiri 5 ekor. Kelompok pertama model petani sebagai kontrol dan
kedua sapi mendapat pakan jerami fermentasi dan konsentrat. Jerami diberikan 5-6 kg/ekor/hari dan konsentrat diberikan 1,5 % dari bobot badan. Konsentrat diberikan pagi sebelum jerami diberikan. Susunan bahan pakan konsentrat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Susunan bahan dan kandungan nutrisi pakan konsentrat sapi potong Bahan Onggok Dedak Padi Bungkil kopra Kulit Kopi Bungkil klengkeng Kapur Garam Jumlah Ket. : BK PK TDN
Harga/kg (Rp.) 400 500 1500 200 1500 250 300
Kand. Gizi Pakan
Komp. Bahan Gr/Kg BK 270 190 150 120 150 20 20 1000
% PK
% TDN
0,7668 1,8924 3,9945 1,3416 2,6245
20,8575 10,5488 11,01 7,15 11,7
0 0 12,2591
0 0 65,2782
: bahan kering : protein kasar : total digestible nutrein
3.6 Perbaikan pakan pada sapi induk PO Digunakan induk sapi potong bunting 7-8 bulan sebanyak 10 ekor, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 4 ekor sapi dipelihara model petani dan 6 ekor sapi mendapat pakan konsentrat pakan konsentrat bobot badan.
diberikan sebanyak 1,5% dari
Bobot badan induk bunting berkisar antara 288 – 383,5 kg.
6
Susunan bahan pakan konsentrat disajikan pada Tabel 3. (sama dengan pakan sapi dara). 3.7 Pembuatan kompos Untuk menunjang kegiatan tersebut dibangun/dibuat tempat pembuatan fermentasi jerami dan kompos. Kotoran akan diolah menjadi pupuk organik (kompos). Teknologi pembuatan kompos yang diterapkan memanfaatkan bioteknologi, yaitu dengan memanfaatkan mikrobia tanah pengurai bahan organik (probiotik). Probiotik yang akan digunakan adalah strardec, dengan pertimbangan bahwa produk tersebut diproduksi di Jawa Tengah sehingga mudah dijangkau. Prosedur pembuatan kompos yang akan diuji adalah sebagai berikut : -
Bahan baku : kotoran sapi (83 %); serbuk gergaji (5%); abu sekam (10%); kalsit (2%) dan stardec (0,25%).
-
Bahan baku berupa kotoran sapi, serbuk gergaji, abu sekam dan kalsit disusun berlapis-lapis dan dicampur merata hingga ketinggian ± 150 cm.
-
Pada setiap lapisan ditaburi stardec (jumlah lapisan menyesuaikan kebutuhan dan tempat pembuatan)
-
Setiap seminggu sekali dilakukan pembalikan dengan cara disisir cangkul dari atas ke bawah
-
Kadar air pada lapisan dipertahankan 60 % untuk memberikan kondisi ideal apabila
(anaerob) bagi tumbuh dan berkembangnya bakteri pengurai, kadar
air
kurang
dari
kebutuhan
ideal
maka
dilakukan
penyiraman. -
Selama proses dekomposisi bahan akan terjadi kenaikan temperatur sampai ± 70o C. Apabila kondisi tersebut tidak terjadi maka aktivitas bakteri pengurai tidak berjalan atau gagal dan perlu diulang kembali
-
Proses pembuatan kompos selesai dalam waktu 5 minggu yang dicirikan dengan warna material menjadi coklat kehitaman, suhu lapisan turun secara alamiah menjadi ± 30o C , kadar air ± 40 %, aroma kotoran tidak berbau dan struktur material remah jika dipegang
7
IV. KERAGAAN HASIL 4.1 Produksi Padi Gogo Salah satu upaya mendukung keberlanjutan kegiatan usahatani padi gogo serta peningkatan produktivitas adalah tersedia dan kecukupan benih yang unggul dan bermutu. Unggul artinya dilihat dari potensi genetik mempunyai kapasitas berproduksi tinggi dan keunggulan lain seperti misal ketahanan terhadap suatu hama atau penyakit tertentu, sedang bermutu dilihat dari bagaimana mekanisme memproduksi benih tersebut secara baik sehingga diperoleh kualifikasi benih yang baik. Dalam percobaan digunakan 2 varitas kontrol yang sering digunakan petani yaitu Ciherang (padi sawah) dan Way Rarem (padi gogo yang telah dilepas beberopa tahun lalu). Hal ini dilakukan karena tidak dikenal varitas padi gogo yang baru. Varietas Ciherang sering gagal pada saat curah hujan berkurang. Hasil pengamatan terhadap komponen pertumbuhan bahwa
menunjukkan
pada parameter tinggi tanaman, galur TB.47-H-MR-10 memberikan
penampilan tinggi tanaman terbaik dan berbeda nyata dengan varitas lain. Untuk jumlah anakan produktif tertinggi
ditunjukkan varitas Ciherang (19,60) tetapi
tidak berbeda nyata dengan varitas Towuti. Jumlah malai per m2 tertinggi dicapai varitas Towuti (384,00) tetapi tidak berbeda dengan varitas Situ Bagendit dan Ciherang (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan produktif per rumpun dan jumlah malai per m2 padi gogo pada uji varitas kegiatan SUT integrasi di desa Tlogowungu, tahun 2005 No
Varitas/Galur
1.
Situ Patenggang
2.
Situ Bagendit
3.
Rata-rata tinggi tanaman (cm)
Rata-rata jumlah anakan produktif
Rata-rata jumlah malai per m2
122,20
10,65
235,67
92,18
16,55
375,00
Towuti
102,75
18,55
384,00
4.
Ciherang (kontrol)
102,73
19,60
322,33
5.
TB.47-H-MR-10
140,15
9,40
204,67
8
Pada pengamatan komponen produksi menunjukkan galur TB.47-H-MR10 sebagai galur harapan yang baik, dilihat dari
jumlah butir isi yang paling
banyak, butir hampa yang paling sedikit serta bobot 1000 butir yang tertinggi dibanding varitas padi gogo lain yang diuji (Tabel 5). Sedangkan untuk penampilan varitas padi gogo, diantara 5 (lima) varitas yang diuji, varitas Situ Patenggang memberikan penampilan yang terbaik pada 3 komponen yang diamati. Tabel 5. Rata-rata jumlah butir isi per malai, butir hampa per malai dan bobot 1000 butir (KA. 14 %) pada uji varitas kegiatan SUT integrasi di desa Tlogowungu, tahun 2005 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Varitas/Galur Situ Patenggang Situ Bagendit Towuti Ciherang (kontrol) TB.47-H-MR-10 WayRarem (kontrol)
Rata-rata jumlah butir isi per malai 82,68 45,51 43,40 49,14 105,22 63,12
Rata-rata jumlah butir hampa per malai 6,40 18,24 18,74 19,76 14,03 4,03
Rata-rata bobot 1000 butir (gr) 27,75 25,55 25,83 24,98 29,82 -
Rata-rata jumlah rumpun yang dipanen dari varitas dan galur yang diuji tidak berbeda, artinya bahwa pada kondisi biofisik dan lingkungan tumbuh yang sama kelima varietas/galur yang diuji tidak berbeda. Dari hasil pengujian ini produksi padi gogo tertinggi dicapai galur TB.47-H-MR-10, yaitu sebesar 4,86 ton/ha GKG tetapi tidak berbeda dengan varitas Situ Patenggang, sedang produksi terendah ditunjukkan varitas Way Rarem (Tabel 6.) Tabel 6. Rata-rata jumlah rumpun dipanen per 25 m2, produksi gabah kering giling (GKG) per ha dan produksi jerami basah per ha pada uji varitas kegiatan SUT integrasi di desa Tlogowungu, tahun 2005 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Varitas/Galur Situ Patenggang Situ Bagendit Towuti Ciherang (kontrol) TB.47-H-MR-10 Way Rarem (ktrl)
Rata-rata jumlah rumpun dipanen per 25m2 242,67 217,00 245,00 262,33 253,33 -
9
Produksi GKG (ton/per ha, Kadar Air 14 %) 4,67 3,71 3,54 3,95 4,86 2,00
Produksi jerami basah (ton/ha) 12,15 11,86 13,47 12,67 14,33 -
4.2 Produksi Kacang Tanah Rata-rata jumlah polong isi tertinggi ditunjukkan varitas Jerapah (18,93) tapi tidak berbeda dengan varitas Lokal Sidoharjo, Kancil, Lokal Pati, lokal Tuban dan Lokal Blora, sedangkan jumlah polong terkecil ditunjukkan varitas Singa, yaitu sebanyak 11,87 (Tabel 7) Tabel 7. Rata-rata jumlah polong isi / tanaman, jumlah polong hampa / tanaman dan bobot 100 butir beberopa varitas kacang tanah pada kajian SUT integrasi di Desa Tlogowungu, Kecamatan Japah Kabupaten Blora .
Varitas
Rata-rata jumlah polong isi per tanaman
Jerapah
Rata-rata jumlah polong hampa per tanaman
Rata-rata bobot 100 butir (gram)
18,93
6,07
38,74
18,27
3,87
49,53
Kancil
16,33
6,93
44,65
Lokal Pati
15,00
5,87
43,47
Lokal Tuban
14,47
4,07
43,79
Lokal Blora
14,20
6,07
39,01
Bison
14,13
5,67
38,06
Singa
11,87
5,87
41,14
Lokal Sidoharjo
Tabel 8. Rata-rata produksi polong dan bobot brangkasan beberopa varitas kacang tanah pada kajian SUT integrasi di Desa Tlogowungu, Kecamatan Japah Kabupaten Blora No
Varitas
Rata-rata produksi polong (kg/ha)
Rata-rata bobot brangkasan (kg/ha)
2
Singa Lokal Sidoharjo
3375 2175
9540 3990
3
Lokal Tuban
1950
5010
4
Kancil
1890
5520
5
Lokal Pati
1875
3600
6
Lokal Blora
1860
3300
7
Jerapah
1725
4845
8
Bison
1620
4170
1
10
Varitas Singa memberikan hasil polong basah tertinggi (3375 kg/ha) dan berbeda nyata dengan varitas lain yang diuji dan hasil polong terendah pada varitas Bison yang hanya mencapai 1620 kg/ha. Demikian pula bobot brangkasan varitas Singa memberikan hasil tertinggi dan berbeda nyata dibanding varitas lain, yaitu sebesar 9540 kg/ha (Tabel 8). 4.3 Jerami Fermentasi Pembuatan dimulai dari pelatihan teori diikuti praktek. Pelatihan diikuti oleh petani kooperator dan non kooperator. Pembuatan jerami fermenetasi merupakan hal baru bagi petani di desa Tlogowungu. Dari hasil pelatihan petani langsung mempraktekkan pembuatan fermentasi jerami di rumah masing-masing (Tabel 10). Pada makalah ini disajikan hasil analisa jerami dan jerami padi fermentasi (Tabel 9).
Hasil analisa menunjukkan bahwa
lemak dan protein
meningkat, sedang kadar serat menurun setelah dilakukan fermentasi. Tabel 9. Kandungan nutrisi jerami padi dan jerami padi fermentasi (%)
Parameter
Jerami padi
Jerami padi fermentasi
Air
9,59
11,34
Abu
14,59
16,21
Lemak
1,41
1,51
Protein
5,07
6,71
30,60
28,94
Serat kasar
11
Tabel 10.
Petani pelaksana dan volume pembuatan jerami fermentasi.
No:
Nama
Volume (ton)
Kooperator : 1
Supardi
8
2 3
Nyomo Sukirno
4 8
4
Suparman
4
5
Rusman
1
Non Kooperator : 1 2
Kesi Dodi
1 1,5
3
Yanti
1
4
Sukur
1
5
Sutrini
1
6 7
Wardi Winarto
1 2
8
Suyat
1
9
Sulis
2
10
Setu
1
11 Gudel 1 12 Suwoto 2 Keterangan : Jumlah jerami fermentasi tergantung pada jumlah sapi yang dimiliki
4.4 Sapi Potong Dara Yang Diberi Pakan Jerami Fermentasi Pertambahan bobot badan sapi potong dara yang mendapat jerami fermentasi dan konsentrat sebesar 0,47 + 0,12 kg/hari/ekor,
ternyata lebih
tinggi dibanding pertambahan bobot badan sapi model petani yaitu 0,24 + 0,16 kg/hari/ekor. Rendahnya pertambahan bobot badan pada model petani karena diduga kekurangan pakan. Peternak hanya memberikan pakan rata-rata (17,5 kg/ekor/hari, yang seharusnya sebanyak 21 kg/ekor/hari,
dan katul diberikan
sebanyak 1,5 kg, tapi tidak tentu). Sedang pada perlakuan perbaikan pakan, rendahnya pertambahan bobot badan pada sapi ulangan 4, karena sapi dipakai untuk bajak sawah terus menerus yang diikuti diare.
12
Tabel
11.
Pertambahan bobot (kg/ekor/hari)
Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
badan
sapi
Model petani (kontrol) 0,28 0,50 0,24 0,06 0,14 0,24
potong
dara
PO
Perbaikan pakan 0,52 0,57 0,50 0,030 0,47
4.5 Perbaikan Pakan Pada Induk Sapi Potong Bunting Tua Salah satu permasalahan yang terjadi pada peternak sapi potong bibit adalah tidak ada perbedaan status pemberian pakan. Pada sapi bunting tua dan menyusui memerlukan gizi yang banyak untuk produksi susu dan pertumbuhan janin. Dari data kajian menunjukkan bahwa dengan perbaikan pakan dapat meningkatkan bobot lahir
dan mempercepat birahi (estrus) kembali setelah
melahirkan (Tabel 12). Tabel 12. Bobot lahir, estrus induk sapi PO
pertambahan bobot badan anak dan status
Perlakuan
Bobot lahir (kg)
Status estrus
Model petani (kontrol) 1. Rusman
20,5
-
2. Yan Pasiman
19,5
+
3. Sutrisno
21,8
-
4. Suparman
20,0
+
Rata-rata
20,45
Perbaikan pakan 1. Sutarno 2. Wakini 3. Untoro 4. Suparman 5. Suli 6. Sujiman Rata-rata Keterangan : - : belum ada data
34
+
33 19 33 20 21,0 26,67
+ + + + +
+ : positif status estrus
13
4.6 Kompos Pembuatan kompos dilakukan oleh petani sendiri – sendiri maupun secara berkelompok (Tabel 13). Pembuatan secara berkelompok dilakukan dengan cara memasok kotoran sapi dan pembuatan secara bersama-sama, setelah selesai, sebagian kompos dijual dan uang hasil penjualan dijadikan kas kelompok dan sebagian kompos dibagikan untuk dipakai sendiri. Tabel 13. Produksi kompos petani kooperator kajian SUT Integrasi Tanaman dan Ternak di Desa Tlogowungu Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
No:
Nama
Volume (ton)
1
Suparman
3
-
sebagian dipakai sendiri untuk memupuk tanaman padi, jagung, kacang tanah dan jahe;
2
Nyomo
4
-
sebagian dijual untuk memupuk semangka dan melon
3
Supardi
10,25
-
petani Supardi membuat kompos setiap bulan sebanyak
Keterangan
Dari tiga petani kooperator, Supardi membuat kompos paling banyak, karena lahan pertanian luas dan pemilikan sapi banyak, dan sebagian kompos untuk dijual. Pengalaman dari petani bahwa dengan pemupukkan kompos dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik antara 25 – 50 % tergantung jenis tanamannya. Sebagai contoh, persemaian padi hanya menggunakan pupuk kompos tanpa pupuk anorganik yang sebelumnya memakai pupuk anorganik tanpa pupuk kandang. Selain untuk tanaman padi,kompos dipakai untuk memupuk jagung, kacang tanah dan tanam jahe. Pada Tabel 14 disajikan petani pembeli kompos. Telah dijual kompos sebanyak
5,9
ton.
Kompos
tersebut
menurut
informasi
dari
dipergunakan untuk memupuk tanaman semangka, melon dan jahe.
14
pembeli
Tabel 14. Pembeli dan penggunaan kompos hasil kajian, di Kecamatan Japah Kabupaten Blora No: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Bambang Sukur Tulus Yono Sojo Parno Sutini Muri Tasi Sudar Suradji Jumlah
Volume (ton) 1,5 1,0 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,6 0,1 0,1 2,0 5,9
Keterangan Melon Semangka Semangka Semangka Semangka Semangka Semangka Semangka Semangka Jahe Jahe
V. ANALISA USAHATANI Salah satu indikator keberhasilan
dalam usahatani integrasi tanaman
dengan ternak adalah seberopa besar kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga petani dari usahatani yang dilakukan, baik dari komponen tanaman, komponen ternak maupun komponen usaha lain yang berkaitan dengan usahatani bersangkutan. Pada makalah ini sesuai dengan output yang diperoleh disampaikan hasil usahatani tanaman dan ternak, sedangkan potensi lain yang sebetulnya sudah dilakukan petani sebagai salah satu kegiatan kajian, seperti pembuatan kompos dan jerami fermentasi serta usaha jasa alsintan belum dianalisis karena belum merupakan usaha komersial. Pada Tabel 15 disajikan analisa pendapatan rumah tangga tani pada kegiatan SUT integrasi tanaman dan ternak. Dari hasil analisa pendapatan pada pola petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp. 1.371.302,- sedangkan pada pola introduksi pendapatan yang diperoleh jauh lebih tinggi dari pendapatan petani yaitu sebesar
Rp. 5.511.700,- yang berorti dengan adanya introduksi
teknologi varietas, pemupukkan dan cara tanam serta pengendalian hama dan penyakit terpadu dapat meningkatkan hasil sebesar Rp. 4.140.398
15
Tabel 15. Analisa pendapatan rumah tangga tani pada kegiatan SUT Integrasi Tanaman dan Ternak Sumber pendapatan - Padi gogo - Kacang tanah - Ternak sapi
Pola petani (Rp)
Pola introduksi (Rp)
137.000
1.665.400
1.152.500
3.017.500
150.480
458.000
-
370.800
- Kompos
Jumlah 1.371.302 5.511.700 Keterangan: - Pada kegiatan kacang tanah, biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan - Pada kegiatan padi gogo varietas yang dipergunakan Situ Patenggang, dan kacang tanah adalah Lokal Sidoharjo - Petani menggunakan varietas padi gogo Way Rarem dan kacang tanah Lokal Blora. VI. PENUTUP Integrasi tanaman dan ternak dengan penggunaan varitas unggul yang diikuti dengan introduksi teknologi pada tanaman padi gogo dan kacang tanah, perbaikan pakan dan pemanfaatan sumber daya lokal dapat menekan biaya dan meningkatkan produksi yang akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Diwyanto, K. Bambang, RP. Dan Darwinsyah, L. 2001. Integrasi Tanaman Ternak Dalam Pengembangan Agribisnis Yang Berdaya Saing Berkelanjutan Dan Berkerakyatan. Disampaikan Pada Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner . Puslitbangnak Bogor. Kusnadi.U. (2007). Inovasi Teknologi Peternakan Dalam Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (SITT) Untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi pengukuhan profesor riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Prasetyo. T, J. Handoyo, D. Pramono dan C. Setyani. (2001). Proceding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak Bogor. Subiharta, B. Hartoyo, R. Widarto, A. Hermawan, H. Anwar, Yuni K.W, dan Suharno (2006). Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Berbasis Tanaman Pangan. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Subiharta, B. Hartoyo, R. Widarto, Yuni K.W, dan Suharno (2005). Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak Berbasis Tanaman Pangan. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
16