STUDY OF SPHERICAL TURBULENT FLAME USING A SINGLE-STEP CHEMICAL REACTION Fandi D. Suprianto Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 142-144, Surabaya 60236
[email protected] Abstract Selama lebih dari 30 tahun terakhir, perkembangan yang cukup signifikan terjadi dalam bidang pemodelan nyala api premixed turbulen. Eksperimen seringkali dilakukan dengan menggunakan bahan bakar yang memilik irangkaian reaksi-reaksi kimia kompleks, sedangkan dalam teori, asumsi yang selalu digunakan adalah bahwa bahan bakar yang digunakan memiliki rangkaian reaksi kimia yang sangat sederhana. Thermal decomposition flame dari di-tert-butyl-peroxide (DTBP) dapat dikarakteristikan sebagai satu tahapan reaksi, sehingga dapat memenuhi asumsi yang digunakan dalam teori. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan fan-stirred spherical combustion vessel yang dilengkapi dengan fan sebagai pembangkit turbulensi. Untuk model numerik, nyala api pre-mixed turbulen dari DTBP dimodelkan dalam koordinat bola satu dimensi. Balance equation diturunkan dalam bentuk progress variable dan analisa numerik dilakukan dengan menggunakan routines dari NAG (Numerical Algorithms Group) Fortran library, sedangkan parameter-parameter yang digunakan adalah diadaptasi dari parameter-parameter yang digunakan dalam eksperimen. Progress variables yang diperoleh diplotkan terhadap radius/jarak dari pusat bola. Hasil yang berbeda dari permodelan numerik dan eksperimen diduga oleh karena adanya asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan source term sehingga mengeliminasi efek dari pengaruh kimia pembakaran. Key words: Turbulent, Flame, Single-step reaction, DTBP
1. PENDAHULUAN Lebih dari 95% energi yang dikonsumsi di dunia diperoleh dari proses pembakaran. Oleh sebab itu adalah hal yang penting untuk memastikan bahwa proses pembakaran berlangsung secara efisien, terutama mengingat bahwa sebagian besar proses pembakaran adalah menggunakan bahan bakar fosil yang merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Fenomena pembakaran timbul dari interaksi antara proses kimia dan fisika. Panas dilepaskan dari reaksireaksi kimia, namun perambatannya melibatkan proses perpindahan panas dan dinamika fluida sehingga interpretasi teoretisnya dapat diturunkan dengan menggunakan pemahaman akan ilmu-ilmu kimia, fisika, mekanika fluida, dan matematika terapan. Pembakaran dapat dibagi menjadi 3 macam berdasarkan jenis bahan bakarnya yaitu gas, cair dan padat, sedangkan nyala api yang dihasilkan dapat digolongkan menjadi nyala api premixed jika bahan bakar dan oksidator bercampur terlebih dahulu sebelum proses pembakaran berlangsung atau nyala api non premixed jika bahan bakar dan oksidator tidak bercampur sebelum proses pembakaran berlangsung. Dalam penelitian ini, hanya nyala api premixed turbulen yang akan diamati.
Selama lebih dari 30 tahun terakhir, perkembangan yang cukup signifikan terjadi dalam bidang pemodelan nyala api pre-mixed turbulen. Ekspansi nyala api dalam medan aliran turbulen tampak dalam aplikasi sehari-hari, misalnya pada motor dengan penyalaan busi/motor bensin [17]. Pada motor bensin, campuran bahan bakar dan oksidator dinyalakan dengan menggunakan sebuah busi. Setelah penyalaan, timbul sebuah inti nyala api yang mula-mula laminar dan kemudian berkembang dengan sangat cepat menjadi ekspansi nyala api turbulen. Eksperimen untuk penelitian ekspansi nyala api ini pada awalnya sudah sering dilakukan pada motor-motor bensin [15] yang kemudian berkembang pada pengamatan ekspansi nyala api speris yang dilakukan dengan menggunakan lorong pembakaran [11], [13] dan kemudian perkembangan terakhir adalah dengan menggunakan bejana pembakaran sebagai ruang bakar. Bejana pembakaran ini seringkali digunakan untuk menentukan kecepatan pembakaran dari beberapa macam bahan bakar pada tekanan dan temperatur awal yang berbeda dan untuk menentukan pengaruh dari peregangan nyala api terhadap kecepatan pembakaran. [1, 5, 7, 8, 9, dan 18]. Eksperimen seringkali dilakukan dengan menggunakan bahan bakar yang memiliki rangkaian
reaksi-reaksi kimia kompleks, sedangkan dalam teori, asumsi yang selalu digunakan adalah bahwa bahan bakar yang digunakan memiliki rangkaian reaksi kimia yang sangat sederhana. Ada beberapa macam bahan bakar dengan rangkaian reaksi kimia sederhana yang sering digunakan dalam eksperimen [4, 10, 14], namun meskipun demikian masih memiliki paling tidak dua tahap reaksi kimia. Prediksi yang lebih baik dari nyala api pre-mixed turbulen akan tercapai apabila reaksi kimia dalam proses pembakaran berlangsung dalam tahapan yang sangat sederhana. Thermal decomposition flame dari di-tert-butyl-peroxide (DTBP) dapat dikarakteristikan sebagai satu tahapan reaksi [6], sehingga dapat memenuhi asumsi yang digunakan dalam teori. Oleh karena pembakaran turbulen adalah fenomena yang sangat kompleks, maka dalam mengkomputasikannya secara numerik dibutuhkan permodelan yang mempertimbangkan proses-proses fisika dan kimia dalam pembakaran. Beberapa model telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir, salah satunya adalah eddy break up model [16] yang menganggap bahwa laju reaksi hanya dikendalikan oleh turbulent eddies atau pencampuran mikro pada peristiwa turbulen dan tidak dipengaruhi oleh kinetik kimia. Pada penelitian ini, pemodelan nyala api pre-mixed spheris dilakukan dengan menggunakan DTBP + N2 sebagai fluida kerja, sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi sifat dari nyala api dengan menggunakan metoda eksperimen dan metoda numerik. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan numerik adalah: - aliran satu dimensi , ke arah r (radial) dari koordinat bola - koefisien difusi (Dt) adalah konstan selama pembakaran berlangsung - angka lewis dan angka schmidt mendekati satu - tidak ada perpindahan panas melalui boundary - reaktan dan oksidan bercampur sempurna sebelum pembakaran berlangsung 2. METODOLOGI PENELITIAN Experimen dilakukan untuk mengamati nyala api speris dari DTBP di dalam sebuah bejana berbentuk bola dengan penyalaan awal di pusat bola dan dilengkapi dengan kipas pembangkit turbulensi udara. Campuran yang digunakan adalah 0.376 DTBP + N2 yang memiliki temperatur nyala api adiabatis sebesar Tad = 799,3K untuk temperatur awal T0 = 350K pada tekanan awal p0 = 1 atm dan parameter pelepasan panas adalah 3,75. Massa jenis pada p0 = 0,704 g/cm2 dan difusivitas massa biner dari campuran ini yang diturunkan pada 350K dan 800K adalah D(350K) = 0.057 cm2/sec, D(800K) = 0.212 cm2/sec, sedangkan difusivitas thermalnya
adalah (350K) = 0.070 cm2/sec and (800K) = 0.537 cm2/sec, sehingga menghasilkan lewis number gas dingin sebesar Le = /D = 1.24. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan fanstirred spherical combustion vessel (bomb) dengan volume 30,1 dm3 atau radius 19,5 cm. Sebuah elemen pemantik diletakkan di pusat bola dan mampu menghasilkan inti api spheris dengan diameter ratarata 0,3 cm. Turbulensi di dalam bejana dibangkitkan dengan menggunakan fan dan alirannya dapat dipastikan mendekati homogen dan isotropis terutama pada bagian tengah dari bejana (combustion device). Turbulent longitudinal length scale lt = 2.0 cm dan kecepatan putaran kipas dapat diatur hingga rms fluktuasi kecepatannya dapat mencapai 10 m/det. Selain menggunakan schlieren photography berkecepatan tinggi untuk memotret propagasi api, data tekanan selama proses ledakan berlangsung juga digunakan untuk menyatakan laju pembakaran massa Utr. Beberapa kali percobaan dilakukan dalam lingkungan turbulen dengan kecepatan rms bervariasi mulai dari 0,5 m/s hingga 2 m/s dengan kelipatan setiap 0,5 m/s. Grafik-grafik dihasilkan baik dari hasil schlieren maupun data tekanan, yaitu radius nyala api sebagai fungsi waktu dan laju pembakaran massa sebagai fungsi dari radius nyala api rata-rata, dan juga sebagai fungsi dari waktu. Untuk metoda numerik, nyala api pre-mixed turbulen dari DTBP dimodelkan dalam koordinat bola satu dimensi (ke arah radial). Balance equation diturunkan dalam bentuk progress variable sedangkan analisa numerik dilakukan dengan menggunakan routines dari NAG (Numerical Algorithms Group) Fortran library, sedangkan parameter-parameter yang digunakan adalah diadaptasi dari parameter-parameter bola yang digunakan dalam eksperimen. Progress variables yang diperoleh diplotkan terhadap radius/jarak dari pusat bola, kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari eksperimen. Balance Equation Pembakaran bukan hanya melibatkan fenomena kimia namun juga fisika dan mekanika transport gas yaitu difusi dan konveksi. Difusi merupakan pergerakan molekular sedangkan konveksi adalah pergerakan dari gas-gas pada skala makroskopik. Dengan mempertimbangkan hukum kekekalan massa dan energi, maka dapat diturunkan sebuah persamaan kesetimbangan terhadap fenomena-fenomena konveksi, difusi dan kimia (reaksi) yang disebut juga dengan persamaan aerothermochemistry. Untuk sebuah volume kontrol tertentu, persamaan kesetimbangan massa pada potongan dengan ketebalan x dapat diturunkan. Perubahan massa terhadap waktu dalam volume ( x S) dipengaruhi oleh konveksi dengan kecepatan u, difusi dan reaksi.
Ketiga fenomena ini dapat matematis sebagai berikut:
dituliskan
secara
∂(∆x S ρ(x) Yi (x)) = ∂t S ( ρ ( x) u ( x) Yi ( x) − ρ ( x + ∆x) u ( x + ∆x) Yi ( x + ∆x)) + (1) S ( j i ( x) − j i ( x + ∆x)) + S ∆x ρ ( x) wi ( x) Dengan membagi semua suku terhadap x dan menganggap bahwa x adalah sangat kecil mendekati 0, maka persamaan kesetimbangan dalam Yi (fraksi massa) menjadi sebuah persamaan turunan parsial: ∂ ∂ ∂ ( ρ Yi ) + ( ρ u Yi ) = ( − j i ) + ρ wi ∂t ∂x ∂x
(2)
Turbulent Balance Equation Aliran turbulen dapat digambarkan sebagai medan aliran yang sangat acak dan hanya dapat dinyatakan secara kuantitas dengan menggunakan statistika. Dalam hal ini statistika digunakan untuk menggambarkan ketidakberaturan aliran. Metoda pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan “rata-rata” aliran turbulen adalah mengikuti prinsip Reynold’s yang menyatakan bahwa dalam berbagai segi, aliran turbulen adalah analog dengan aliran laminer. Kuantitas rata-rata dari kecepatan, energi, konsentrasi, dsb dapat dinyatakan berdasarkan prinsip ini. Rata-rata dari banyak percobaanpercobaan yang identik terhadap parameter g, secara statistik dapat dinyatakan sebagai: g = lim
N →∞
N k =1
g (k ) N
(3)
dimana g(k) adalah nilai g yang diperoleh dari percobaan ke-k. Apabila rata-rata statistik ini diterapkan pada persamaan kesetimbangan, maka variabel u, Y dan
ρ akan menjadi u , Yi , ρ . Namun,
oleh karena variasi dan fluktuasi dari massa jenis, ρ yang seringkali terjadi pada aliran-aliran dengan rentang temperatur yang besar, maka dalam pembelajaran tentang pembakaran turbulen, yang sering dilakukan adalah berubah dari penggunaan definisi klasik dari nilai rata-rata menjadi prinsip nilai rata-rata Favre’s. Apabila prinsip ini diaplikasikan ke persamaan rata-rata umum seperti di atas, maka nilai rata-rata berdasarkan prinsip Favre’s (density weighted mean values) dapat dituliskan sebagai berikut:
1 g~ = lim
N
ρ N → ∞ k =1
ρ (k ) g (k )
N Dan persamaan kesetimbangan menjadi:
(4)
∂ ∂ ∂ ~ ~ ~ ~ ( ρ Yi ) + ( ρ u~ Yi ) = (− ji ) + ρ w i ∂t ∂x ∂x
(5)
dengan memasukkan flux difusi molekuler dan faktor transport turbulen, persamaan kesetimbangan menjadi: ∂ ∂ ~ ~ ( ρ Yi ) + ( ρ u~ Yi ) = ∂t ∂x
∂ ∂Y ∂ ~ Dk ρ k − ρ v' Yi '+ ρ w i ∂x ∂x ∂x
(6)
Suku pertama pada ruas kanan adalah flux difusi molekuler, suku kedua pada ruas kanan adalah faktor ~ adalah rata-rata transport turbulen, sedangkan w i Favre dari sumber reaksi kimia. Pada aliran dengan angka reynold’s tinggi, flux difusi molekuler adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan flux difusi turbulen, sehingga suku pertama pada ruas kanan persamaan kesetimbangan menjadi:
∂ ∂ ∂ ~ ~ ~ ( ρ Yi ) + ( ρ u~ Yi ) = − ρ v' Yi ' + ρ w i ∂t ∂x ∂x
(7)
Agar persamaan kesetimbangan yang baru ini dapat dipecahkan, maka harus dilakukan penurunan persamaan dalam mencari hubungan untuk difusi turbulen dengan cara yang sama seperti penurunan flux difusi molekuler. Sebuah pendekatan adalah dengan menggunakan koefisien difusi turbulen (Dt) diperkenalkan oleh Boussinesq and Reynolds yang menghasilkan korelasi sebagai berikut:
~ ∂Yi v' Yi '= − Dt ∂x
, Dt = υ t / Sct
(8)
Sehingga persamaan kesetimbangan menjadi :
~ ∂Y ∂ ∂ ∂ ~ ~ ~ (9) ( ρ Yi ) + ( ρ u~ Yi ) = ρ Dt i + ρ w i ∂t ∂x ∂x ∂x Dengan pendekatan ini, maka perbedaan antara persamaan kesetimbangan untuk aliran turbulen dan laminer dapat semakin dikurangi, dengan munculnya koefisien t dan Sct. Walaupun koefisien turbulen untuk difusi ini menghasilkan efek yang sama terhadap koefisien difusi molekuler, besarnya tidak diketahui. Yang menciptakan turbulen hanya aliran saja, bukan karena fluida. Dengan kata lain, t , Dt adalah karakteristik dari aliran dan bukan fluida, sehingga tidak bergantung pada jenis zat yang berdifusi.
Persamaan kesetimbangan untuk aliran turbulen satu dimensi ini apabila dituliskan dalam koordinat bola satu dimensi (radius) menjadi: ~ ∂ ∂ 1 ∂ ∂Y ~ ~ ~ ( ρ Y ) + ( ρ u~ Y ) = 2 r 2 ρ Dt +ρ w ∂t ∂r ∂r r ∂r (10) Dari semua suku pada persamaan di atas, masih ada satu suku yang terlalu rumit untuk dipecahkan secara langsung dan juga sebenarnya merupakan permasalahan utama dalam pembakaran turbulen, yaitu faktor reaksi dari sumber pembakaran. Permasalahan dalam memodelkan faktor sumber reaksi adalah disebabkan oleh laju reaksi yang sangat tidak linier, menurut Arrhenius, laju reaksi secara empiris dapat dinyatakan dengan:
r = A Tb exp(-Ea/RT)
(11)
adalah tidak mudah untuk menyatakan faktor sumber reaksi rata-rata sebagai fungsi dari fraksi massa, massa jenis rata-rata, dan temperatur rata-rata. Maka dari itu, faktor sumber reaksi rata-rata ini harus dimodelkan dari analisa fisik. Salah satu pemodelan dan yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah Eddy Break Up model. Oleh karena reaksi kimia berlangsung sangat cepat, maka laju reaksi rata-rata lebih dipengaruhi oleh turbulent mixing time t. medium dapat dianggap hanya terdiri dari gas-gas yang tidak terbakar sama sekali atau gas-gas yang terbakar seluruhnya. Dan pembakaran hanya terjadi pada ketebalan nyala api yang sangat tipis. Untuk sebuah zat kimia, misalnya j, yang ada di dalam campuran gas yang belum terbakar, sebuah variabel c dapat didefinisikan sebagai: 0
c=
Yj − Yj Yj − Yj
(12)
eq
Nilai c ini bervariasi dari 0 untuk gas yang sama sekali belum terbakar dan 1 untuk gas yang telah terbakar sempurna (Yeq menyatakan proporsi dari j pada saat ekuilibrium). Variabel c inilah yang disebut dengan progress variable, yang didefinisikan sebagai ukuran dari selesainya reaksi. Persamaan untuk model Eddy Break Up yang diperoleh setelah dilakukan beberapa kali trial and error, menyatakan laju reaksi rata-rata sebagai fungsi dari rata-rata Favre untuk c:
c~ (1 − c~ ) ~ =C w i EBU
τt
(13)
Di mana CEBU adalah konstanta empiris. Turbulent mixing time,
τt =
k
(14)
ε
Dengan mensubstitusikan persamaan (14) ke dalam persamaan (13), maka persamaan Eddy break up menjadi:
ε~ ~ =C w c (1 − c~ ) i EBU k
(15)
3. HASIL PENELITIAN Dari hasil gambar yang diambil dengan menggunakan schlieren, terlihat bahwa kontur dari permukaan api yang berpropagasi tidak berbentuk bola. Grafik-grafik yang diperoleh dari masingmasing experimen dengan kecepatan rms yang berbeda-beda menunjukkan bahwa propagasi nyala api turbulen adalah unsteady, kecepatan nyala api proporsional terhadap radius/jaraknya dari pusat bola dan laju pembakaran massa meningkat terhadap waktu. Gambar 1 adalah menunjukkan grafik untuk campuran 0.376 DTBP + N2, dan kecepatan rms u’ = 1 m/sec. Sama halnya dengan eksperimen, pemodelan numerik juga dilakukan untuk kecepatan rms yang bervariasi dari 0,5 m/s hingga 2 m/s dengan kenaikan setiap 0,5 m/s. Sehingga sebagai dampaknya, beberapa parameter akan memiliki nilai yang berbeda untuk tiap-tiap kecepatan rms. Adapun parameterparameter tersebut adalah: - koefisien difusi turbulen (Dt) - konstanta untuk suku sumber reaksi pada persamaan kesetimbangan (K1) K1 = C EBU
ε
k
(16)
C EBU = 2 disarankan oleh [12] Dari hasil perhitungan, diperoleh parameterparameter untuk kecepatan rms 0,5, 1, 1,5, dan 2 m/s sebagai berikut: u’ Dt K1 0.5 3.57 6.36 100 1 3.57 12.7 200 1.5 3.57 19.0 300 2 3.57 25.4 400 Tabel 1. Konstanta Panjang sistem yang digunakan dalam pemodelan adalah sama dengan jari-jari bola, yaitu 19,5 cm. Sejumlah grid point didistribusikan secara merata dengan jarak yang sama antara satu titik dengan titik yang lainnya. Jumlah grid point yang sedikit memberikan akurasi yang rendah. Pada pemodelan ini, sejumlah 201 grid point cukup dapat memberikan kurva yang mulus.
Gambar 1. 0.376 DTBP + N2, u’ = 1 m/sec Persamaan kesetimbangan satu dimensi dengan parameter-parameter yang diperoleh dari eksperimen dikondisikan sedemikian rupa agar sesuai dengan format yang tersedia dalam NAG fortran library. NAG library adalah kumpulan dari routine-routine untuk menyelesaikan permasalahan numerik dan statistik. Ada beberapa routine yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam persamaan diferensial parsial, termasuk persamaan diferensial parsial parabolik (non linier) untuk variabel satu dimensi seperti kasus persamaan kesetimbangan ini. Routine D03PFF mengintegrasikan sebuah sistem persamaan konveksi-difusi linier atau non linier dalam satu dimensi, dengan tambahan source term. Berikut ini adalah format dari D03PFF n ∂U j ∂ Pi , j ( x, t , U ) + Fi ( x, t , U ) = ∂t ∂x j =1
C i ( x, t , U )
∂ ∂ Di ( x, t ,U , U x ) + S i ( x, t , U ) ∂x ∂x
dimana i = 1,2,…….,n, a
x
b, t
(17)
t0
Persamaan kesetimbangan yang diperoleh setelah memasukkan model eddy break up adalah:
∂ ∂ 1 ∂ 2 ∂c~ ( ρ c~ ) + ( ρ u~c~ ) = 2 r ρ Dt + ρ K 1c~(1 − c~ ) ∂t ∂r ∂r r ∂r
(18) Massa jenis dapat dianggap sebagai fungsi linier dari c~ , [3]
ρ=
ρu 1 + τ c~
dimana
τ=
(19)
ρu ρb
merupakan koefisien pelepasan
panas, yaitu rasio antara masa jenis gas yang belum terbakar terhadap massa jenis gas yang telah terbakar. Dengan memasukkan hubungan-hubungan tersebut kedalam persamaan kesetimbangan, maka persamaan yang baru menjadi:
∂c~ ∂ u~c~ + = 2 ~ (1 + τ c ) ∂t ∂r 1 + τ c~ Dt ∂ r2 ∂c~ 1 + K1c~ (1 − c~ ) 2 ~ r ∂r (1 + τ c ) ∂r (1 + τ c~ ) 1
(20)
Persamaan (20) ini adalah bentuk persamaan yang sesuai dengan format D03PFF.
Gambar 2. Progress Variable vs Distance, u’ = 0.5 m/s dan u’ = 1 m/s.
u' = 1 m/s
Total mass fraction burnt
250
200
150
100
50
0 0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
time, sec Gambar 3. massa total gas yang terbakar. vs waktu, u’ = 1 m/s. Hasil perhitungan dari NAG library untuk u’ = 0,5 m/s, u’ = 1 m/s, u’ = 1,5 m/s dan u’ = 2 m/s. diplot menjadi sebuah grafik yang menunjukkan progress ~ ) terhadap jarak (x). Gambar 2 adalah variable ( c menunjukkan grafik untuk kecepatan rms u’ = 0.5 m/s dan u’ = 1 m/s.
4. DISKUSI Dari hasil pemodelan numerik ini diperoleh bahwa pada awalnya, nyala api mulai dipicu oleh karena ~ menjadi bernilai 1 proses penyalaan menyebabkan c pada sel nyala api pertama dan kemudian berkembang ke sepanjang jarak (x). Semakin tinggi
kecepatan rms turbulen akan semakin meningkatkan propagasi nyala api yang ditunjukkan oleh perubahan pada progress variable dari 0 ke 1. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa perubahan dari progress variable dari 0 ke 1 (dari massa yang tidak terbakar sama sekali hingga massa yang terbakar sempurna) adalah terjadi pada jarak x yang kecil. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa zona reaksi adalah sangat tipis dan reaksi kimia berlangsung dengan sangat cepat. Perbandingan dengan hasil eksperimen dilakukan dengan cara mengolah data hasil numerik menjadi sebuah grafik yang menyatakan jumlah gas yang terbakar sempurna sebagai fungsi waktu. Laju pembakaran massa dapat diperkirakan dari grafikgrafik ini dan tampak bernilai konstan (gambar 3). Walaupun menunjukkan pola yang hampir sama, namun hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari eksperimen yang memperlihatkan bahwa laju pembakaran massa adalah tidak konstan namun bertambah meningkat secara non linier sejalan dengan waktu (gambar 1). Perbedaan ini diprediksikan terjadi oleh karena adanya asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan source term sehingga mengeliminasi efek dari pengaruh kimia pembakaran. Sebagai contohnya, reaksi-reaksi kimia diasumsikan berlangsung sangat singkat sehingga dapat diabaikan, padahal dalam kenyataannya, reaksi-reaksi kimia tersebut walaupun berlangsung dengan singkat, namun berpengaruh terhadap waktu propagasi nyala api. 5. KESIMPULAN 1.
2.
3.
Kecepatan nyala api meningkat secara proporsional terhadap radius/jaraknya dari pusat bola dan laju pembakaran massa meningkat terhadap waktu. NAG fortran library dapat digunakan secara langsung untuk menyelesaikan persamaanpersamaan konveksi-difusi, termasuk persamaan kesetimbangan untuk proses pembakaran selama tidak melibatkan reaksi-reaksi kimia yang terlalu rumit. Hasil yang berbeda dari permodelan numerik dan eksperimen diduga oleh karena adanya asumsi yang digunakan untuk menyederhanakan source term sehingga mengeliminasi efek dari pengaruh kimia pembakaran.
NOTASI
S
luasan penampang melintang [m2] massa jenis [kg/m3]
Y u j w Dt Sct
fraksi massa kecepatan fluida [m/det] difusi molekuler [kg/m2] laju reaksi kimia spesifik [kg/(kg.det)] difusivitas massa turbulen angka Schmidt untuk aliran turbulen koefisien viskositas turbulen konstanta preexponensial Arrhenius pangkat temperatur konstanta gas universal [J/(mol.K)] energi aktivasi [J/mol] energi kinetik turbulen laju disipasi turbulen koefisien pelepasan panas konstanta eddy break up
ρ
t
A b R
Ea k
CEBU
REFERENSI [1] Bradley, D., Hicks, R.A., Lawes, M., Sheppard, C.G.W. and Wooley, R, The measurement of laminar burning velocities and Markstein numbers for isooctane-air and iso-octane-nheptane-air mixtures at elevated temperatures and pressures in an explosion bomb, Combust. Flame. Vol.115, pp. 126-144, (1998) [2] Borghi, R. and Destraiau, M., Combustion and Flames: Chemical and Physical Pinciples, Edition Technip, (1998) [3] Chomiak, J. and Nisbet, J.R. Modeling variable density effects in turbulent flames—Some basic considerations, Combust. Flame. Vol.102, pp. 371386, (1995) [4] Cramarossa, F., Dixon-Lewis, Combust. Flame. Vol.16, pp. 243
G.
(1971).
[5] Dowdy, D.R., Smith, D.B. and Taylor, S.C. The use of expanding spherical flames to determine burning velocities and stretch effects in hydrogen/air mixtures, Proc. Comb. Inst. Vol.23, pp. 325-332, (1990) [6] Griffiths, J.F. Thermokinetic Interactions in Simple Gaseous Reactions, Ann. Rev. Phys. Chem. Vol.36, pp. 77, (1985) [7] Gu, X.J., Haq, M.Z., Lawes, M. and Wooley, R. Laminar burning velocity and Markstein lengths of methane-air mixtures., ombust. Flame. Vol.121, pp. 41-58, (2000)
[8] Hassan, M.I, Aung, K.T. and Faeth, G.M. Measured and predicted properties of laminar premixed methane/air flames at various pressures, Combust. Flame. Vol.115, pp. 539-550, (1998) [9] Karpov, V.P., Lipatnikov, A.N. and PiotrWolanski. Finding the Markstein number using the measurements of expanding spherical laminar flames, Combust. Flame. Vol.109, pp. 436-448, (1997) [10] Konnov, A.A. and Ruyck, J.D. Kinetic modeling of the decomposition and flames of hydrazine, Combust. Flame. Vol.124, pp. 106-126, (2001) [11] Mickelsen, W.R., Ernstein, N.E. Growth Rates of Turbulent Free Flames, Proc. Comb. Inst. Vol.26, pp. 325-333, (1956) [12] Nicolleau, F. and Mathieu, J. Eddy break-up model and fractal theory: comparisons with experiments, Int. J. Heat and Mass Transfer. Vol.37, pp. 2925-2933, (1994) [13] Palm-Leis, A. and Strehlow, R.A. On the Propagation of Turbulent Flames, Combust. Flame. Vol.13, pp. 111-129, (1969) [14] Rogg, B., Wichman, I.S. Approach to asymptotic analysis of the ozone-decomposition flame, Combust. Flame. Vol. 62, pp. 271-293, (1985) [15] SAE International Congress and Exposition. SAE/SP.1267. Spark Ignition Engine Combustion and Emissions, Society of Automotive Engineers, (1997) [16] Spalding, D.B. Thirteenth Symposium (International) on Combustion, pp. 649–657, The Combustion Institute, Pittsburgh, PA, (1971) [17] Stone, R. Introdution to Combustion Engines, 3rd edition. MacMillan Press, (1999)
Internal London:
[18] Tseng, L.K., Ismail, M.A. and Faeth, G.M. Laminar burning velocities and Markstein numbers of hydrocarbon/air flames, Combust. Flame. Vol.95, pp. 410-426, (1993)