perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : PONCO PUTRA NIM : E0007178
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Ponco Putra
NIM
: E0007178
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : STUDI
TENTANG
PENGHAPUSAN
MEREK
TERDAFTAR
DI
DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar saya yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 10 Juli 2012 yang membuat pernyataan,
Ponco Putra NIM. E0007178
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Adat basandi syara’, syara basandi Kitabullah (Minangkabau)
Janganlah tertawa melihat orang jatuh, sebab tidak ada suatu yang jatuh disengaja, tetapi bersyukurlah kepada Tuhan karena kita sendiri tidak jatuh. Di dalam hal jatuh janganlah percaya kepada diri sendiri dan kepada datarnya jalan karena menurut laporan dinas lalu lintas lebih banyak mobil jatuh di tempat datar. Jika dibandingkan dengan yang jatuh di tempat pendakian atau penurunan yang berbelok – belok (Buya Hamka)
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri. (Muhammad Ali)
Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran (James Thurber)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini, akan penulis persembahkan kepada:
·
Bapak dan Ibu penulis tercinta atas doa dan kasih saying yang tak ternilai harganya dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya.
·
Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ponco Putra, E 0007178. 2012. STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penghapusan Merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan akibat hukum penghapusan Merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Data sekunder didukung dengan penelitian terhadap putusan-putusan Pengadilan Niaga mengenai penerapan penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dan gugatan oleh pihak ketiga. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil yang diperoleh dalam penulisan hukum ini, faktor-faktor itu adalah penghapusan Merek terdaftar dapat dilakukan karena Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Akibat hukum bagi Direktorat Merek adalah taat pada putusan pengadilan dan melaksanakan penghapusan Merek. Sedangkan, bagi pemilik yang mereknya dihapuskan akan kehilangan hak perlindungan atas Merek miliknya maka pihak ketiga yang terdaftar memenangkan gugatan penghapusan dapat menikmati Merek miliknya sebagaimana haknya. Kata Kunci : Penghapusan, Merek Terdaftar, Direktorat Jenderal
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
PONCO PUTRA, E 0070178. 2012. A STUDY ON THE REMOVAL OF BRAND ENLISTED IN DIRECTORATE GENERAL OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHT. Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the factors of enlisted brand removal according to the Act Number 15 of 2001 about Brand, and legal consequence of the removal of brand enlisted to the concerned.
This study was a juridical normative research, by studying literature constituting the secondary data. The secondary data was also supported by the studies on Commercial Court’s verdicts about the application bland registration removal on the initiation of Directorate General and the prosecution from the third party. The result of research was analyzed using qualitative method.
The result obtained in this article showed that the factors included: the brand could be removed from the Brand General List on the initiation of Directorate General of Intellectual Property Right because the brand was not used for 3 (three) years consecutively in product and/or service trading since the registration date or final used, unless there was no reason that could be accepted by the Directorate General; or the brand was used for the product and/or service type inconsistent with the product or service filed in the registration, including the use of brand inconsistent with the Brand enlisted. The legal consequences to the Brand Directorate were the compliance with the court’s verdict and the implementation of Brand removal. Meanwhile, the consequence to the holder of removed brand was the loss of protection right for the holder brand, so that the third enlisted party would win the removal prosecution and could enjoy the holder Brand as holder right.
Keywords: Removal, Enlisted Brand, Directorate General
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Berkah, Rahmat dan Hidiayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “STUDI TENTANG
PENGHAPUSAN
MEREK
TERDAFTAR
DI
DIREKTORAT
JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL” ini dengan baik dan lancar. Penulisan hukum disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum (skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik materiil maupun non materiil yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penyusunan penulisan hukum ini. 2. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan nasehat kepada penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Dr. M. Hudi Asrori S, S.H., M.Hum. dan Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membantu,
membimbing, dan mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 4. Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H., selaku selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang sangat membantu penulis dalam memberi masukan terhadap judul penulisan hukum yang penulis ajukan. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Zulfahmi Nurdin dan Ibu Darwita Darwis yaitu kedua orangtua penulis yang tercinta yang selalu berdoa agar anaknya selalu diberi kemudahan dalam menyelesaikan penulisan hukum ini untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, semoga penulis dapat mewujudkan apa yang Papa dan Mama harapkan.
7. Uda Fahrizal David, S.Kom, Uda Doni Vingky, A.Md, Uda Sandi Maulana, dan Uda Ahmad Iqbal, S.Sastra yang telah memberikan do’a dan dukungan moril maupun materiil hingga penulis menyelesaikan penulisan hukum ini, dan untuk adik-adikku tercinta Allan Fitrah semoga bisa cepat bisa mendapatkan gelar S1 juga, begitu pula untuk adikku Apriyadi Tanjung dan Sheila Melianda dapat menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara. 8. Kepada keluarga besar yang ada di Panularan ( Ibu, mbak Fajar Wati), serta di Gedongan (Uda Zainul Asri dan Mbak Nina) penulis ucapkan terima kasih atas kebaikan kalian selama penulis tinggal di kota solo. 9. Saudara-saudaraku di Keluarga Besar Gopala Valentara Agung, Sandi, Binar, Dedi, Surya dan para wanita-wanita tangguh, terima kasih penulis ucapkan atas persahabatan kita selama ini dan selamanya. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan baik langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan hukum ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Surakarta,
April 2012
Ponco Putra
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...
iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………..
iv
MOTTO…………………………………………………………………….
v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………..
vi
ABSTRAK………………………………………………………………….
vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………...
ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….
1
A.
Latar Belakang Masalah………………………………………
1
B.
Perumusan Masalah……………………………………….......
6
C.
Tujuan Penelitian……………………………………………...
7
D.
Manfaat Penelitian…………………………………………….
7
E.
Metode Penelitian……………………………………………..
8
F.
Sistematika Penulisan Hukum………………………………...
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
14
A.
Kerangka Teori…………………………………………………
14
1. Tinjauan Umum Tentang HaKI …………………………...
14
a. Pengertian HaKI……………………………………….
14
b. Pembagian HaKI……………….....................................
15
2. Tinjauan Umum Tentang Merek…………………………...
15
a. Pengertian Merek………………………………………
15
b. Pengertian Hak Atas Merek……………………………
20
c. Jenis Merek…………………………………………….
21
d. Syarat Pendaftaran Merek……………………………..
22
e. Sistem Pendaftaran Merek…………………………….
24
f. Prosedur Pendaftaran Merek…………………………..
26
g. Fungsi Merek…………………………………………..
27
h. Alternatif Penyelesaian Sengketa……………………...
30
3. Penghapusan Merek ………………………………………. commit to user
32
xi
perpustakaan.uns.ac.id
B.
digilib.uns.ac.id
4. Pengalihan Hak Atas Merek……………………………….
34
a. Macam-macam Pengalihan Hak Atas Merek………….
34
b. Lisensi Merek………………………………………….
35
5. Konvensi Internasional Tentang Merek…………………...
38
a. Konvensi Paris…………………………………………
38
b. Perjanjian Madrid……………………………………...
39
c. TRIPs-WTO…………………………………………...
40
Kerangka Pemikiran……………………………………………
42
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………… A.
46
Faktor-faktor Penyebab Penghapusan Merek Terdaftar Menurut Undang-undang
Nomor
15
Tahun
2001
Tentang
Merek…………………………………………………………..
46
1. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Digunakan 3 (Tiga) Tahun Berturut-Turut……………………………..
53
2. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Sesuai dengan Jenis Barang
atau
Jasa
yang
Dimohonkan
Pendaftarannya…………………………………………... B.
68
Akibat Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Terhadap Para Pihak Yang Terkait……………………………………………
71
1. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Prakarsa Direktorat Merek……………………………………………………..
72
2. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pemilik Merek……………………………………………………..
74
3. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pihak Ketiga Berdasarkan Putusan Pengadilan…………………
75
BAB IV PENUTUP………………………………………………………...
78
A. Kesimpulan……………………………………………………..
78
B. Saran……………………………………………………………
79
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
81
LAMPIRAN………………………………………………………………..
84
commit to user
xii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejak dasawarsa terakhir ini, Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Intellectual Property Rights, demikian berkembangnya dan menarik perhatian serta menjadi sangat penting terutama di bidang industri dan perdagangan antar bangsa, HaKi juga dapat memberi warna sendiri. Keadaan demikian, membawa pengaruh terhadap penataan HaKI di tingkat nasional (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009:3). Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya. Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjianperjanjian internasional yang telah di
ratifikasi Indonesia serta
pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 18) sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu undang-undang tentang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Adrian Sutedi, 2009 : 89 - 90). Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat dalam era globalisasi ini, ikut pula mendorong globalisasi HaKI. Suatu barang dan jasa yang hari ini di produksi suatu negara, di saat berikutnya commit to user telah dapat dipasarkan di negara lain. Kehadiran barang dan jasa dalam
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
proses produksinya menggunakan HaKi, memerlukan perlindungan hukum. Sehubungan dengan itu, pemberian perlindungan yang semakin efektif terhadap HaKI perlu lebih ditingkatkan lagi. Dalam dunia perdagangan, merek sebagai salah satu bentuk HaKI telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peranan yang penting karena merek digunakan untuk membedakan asal-usul mengenai produk barang dan jasa. Merek juga digunakan dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial, dan seringkali merek lah yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan perusahaan tersebut (Eddy Damian dkk, 2003 : 131). Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu, gengsi seseorang terletak pada barang yang dipakai atau jasa yang digunakan. Alasan yang sering kali diajukan adalah demi kualitas, bonafiditas, atau investasi. Terkadang merek menjadi gaya hidup. Merek bisa menjadi seseorang percaya diri atau bahkan menentukan kelas sosialnya (Mulyanto, 1994). Memakai barang-barang yang mereknya terkenal merupakan kebanggaan tersendiri bagi konsumen, apalagi bila barang-barang tersebut merupakan produk asli yang sulit didapat dan dijangkau oleh kebanyakan konsumen (Abdul Rahman, 1997 : 29). Beragamnya merek produk yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen menjadikan konsumen dihadapkan oleh berbagai macam pilihan, bergantung pada daya beli atau kemampuan konsumen. Masyarakat menengah ke bawah yang tidak mau ketinggalan menggunakan barang-barang merek terkenal membeli barang palsu, imitasi dan bermutu rendah, tidak menjadi masalah asalkan dapat terbeli. Tahapan sebuah merek dari suatu produk menjadi sebuah merek yang dikenal (well known/famous mark) oleh masyarakat konsumen dan menjadikan merek yang dikenal oleh masyarakat sebagai aset perusahaan commit to user oleh baik produsen maupun adalah tahapan yang sangat diharapkan
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemilik merek. Tahapan ini disebut ekuitas merek. Setelah suatu perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh masyarakat konsumen, dapat menimbulkan terdapat kompetitor yang beritikad tidak baik untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara peniruan, pembajakan. Bahkan, mungkin dengan cara pemalsuan produk (counterfeiting product) bermerek dengan mendapatkan keuntungan dagang dalam waktu singkat. Terkenalnya suatu merek menjadi suatu well known/famous mark, dapat memicu tindakan-tindakan pelanggaran merek baik yang berskala nasional
maupun
internasional.
Merek
terkenal
harus
diberikan
perlindungan baik secara nasional maupun internasional. Pelanggaran merek terkenal tidak saja berskala nasional, tetapi juga internasional. Suatu merek yang sudah terkenal mengalami perluasan perdagangan melintasi batas-batas negara (Julius Rizaldi, 2009 : 3 - 4). Dengan terjadinya pemalsuan merek, perdagangan tentunya tidak akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk citra Indonesia sebagai pelanggar HaKI. Tahun 2004 saja Negara Amerika Serikat (AS) yang selalu memantau penegakan hukum HaKI di Indonesia, menempatkan Indonesia pada peringkat priority watch list karena tingginya tingkat pelanggaran HaKI. Berdasarkan hal inilah sebenarnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar bisa meningkatkan
kepercayaan
para
investor
asing
untuk
mau
menginvestasikan modalnya, yaitu stabilitas politik, keamanan, dan juga penegakan hukum (law enforcement). Penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan bagi manusia, untuk itu hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Untuk itu hukum yang telah dilanggar ini harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009 : 4). Di Indonesia sendiri dengan telah mengubah dan menambah commit to rupa user sejak Undang-Undang Nomor 21 Undang-Undang Merek sedemikian
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Tahun 1961 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, dan kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, dan terakhir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, membuktikan bahwa peranan merek sangat penting. Dibutuhkan adanya pengaturan yang lebih luwes seiring dengan perkembangan dunia usaha yang sangat pesat. Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 yang merupakan Undang-Undang Merek terakhir, disebutkan bahwa merek merupakan tanda yang dapat divisualisasikan melalui gambar, nama, kata, huruf, angka, atau kombinasi dari kesemuanya yang mempunyai ciri khas tersendiri sehingga mempunyai daya pembeda dengan produk merek lain dan digunakan dalam dunia perdagangan barang maupun jasa. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (Undang-Undang tentang Merek Dagang), memulai perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas merek yang pertama. Undang-Undang ini menganut asas first to use system atau stelsel Deklaratif yang artinya siapa yang memakai “pertama kali” suatu merek, dialah yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dari upaya-upaya peniruan suatu merek. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 ini sebenarnya lebih merupakan terjemahan dari Undang-undang Merek Belanda dan fokus Undang-Undang ini lebih mengarah kepada perlindungan konsumen terhadap barang bajakan dari penggunaan merek tanpa izin oleh pihak lain, ataupun mengambil tindakan hukum terhadap pelaku pelanggaran merek (Eddy Damian dkk, 2003 : 69). Pada tanggal 28 Agustus 1992 terbitlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 mulai dianut stelsel Konstitutif atau asas first to file system. Pemilik merek yang dianggap sah adalah pemilik merek yang telah mendaftar ke Direktorat Merek terlebih dahulu, sampai dibuktikan apakah pendaftaran commitbaik to user tersebut dilakukan atas iktikad atau iktikad buruk. Perubahan dan
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyempurnaan dalam sistem merek ini dilakukan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari produk-produk palsu dan untuk melindungi produsen pemilik merek dari penggunaan merek yang tidak berhak (Ahmad Ramli dan Muhammad Amirulloh, 2002). Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 kemudian diubah oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan UndangUndang Nomor 19 Tahun 1992
tentang Merek. Perubahan Undang-
undang Merek pada Tahun 1997 dilakukan karena ketentuan Persetujuan Putaran Uruguay mengenai kesepakatan atas desakan Negara maju (khusunya Uni Eropa) yang menginginkan merek dimasukkan ke dalam pengaturan di bidang Perdagangan Internasional. Indonesia berusaha mematuhi aturan-aturan pokok yang terkandung dalam TRIPs, yaitu kewajiban bagi Negara anggota untuk menyesuaikan peraturan perundangundangan hak milik intelektualnya dengan berbagai konvensi internasional di bidang HaKI (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 8). Era perdagangan yang berkembang demikian pesat ini hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia, diperlukan penyempurnaan Undang-undang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Merek dapat disebut sebagai benda immaterial (Abdulkadir Muhammad, 1994: 75). Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 bagian menimbang butir a, menyatakan bahwa: “Bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi internasional yang telah di ratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam persaingan usaha yang sehat”. Merek dilindungi apabila didaftarkan di Direktorat Merek. Dalam perjanjian TRIPs yang ditandatangani Indonesia dan juga dalam Undangcommit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang Nomor 15 Tahun 2001, pemilik merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga yang tanpa izin dan sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk barang atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu (Sudargo Gautama, 1994: 19). Namun, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar tersebut bukan merupakan jaminan. Ada kalanya apabila terdapat cukup alasan, pendaftaran merek dapat dihapus atau dibatalkan. Menghapuskan merek berarti menghapuskan hak. Apabila suatu merek dihapus oleh pihak-pihak lain selain pemilik merek, masih ada perlindungan hukum dapat dilakukan oleh pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus. Upaya ini dilakukan agar dapat memberikan kepastian hukum, keadilan serta menghargai hak asasi manusia. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik dalam penulisan hukum ini untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul: “STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan agar pembahasan lebih jelas serta mendalam sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan adanya suatu rumusan masalah. Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut ini : 1. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ? 2. Bagaimana akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah antara lain sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. b. Untuk mengetahui akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk melengkapi persyaratan akademis guna mencapai derajat sarjana (strata 1) ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan analisis penulis di bidang ilmu hukum baik dari segi teori maupun praktek dalam hal ini lingkup Hukum Perdata, khususnya Hukum Hak Kekayaan Intelektual. c. Untuk meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.
D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya. b. Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat menambah commit to userpermasalahan yang berhubungan wawasan kepustakaan terkait
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti, melatih mengembangkan pola pikir yang sistematis sekaligus untuk mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. b. Untuk memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan pada masyarakat mengenai faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari penulis dalam perkembangan hukum HaKI pada khususnya hukum Merek dan bermanfaat menjadi referensi sebagai bahan acuan dalam penelitian pada masa yang akan datang.
E. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan
pendapat
berdasarkan
logika
keilmuan
hukum
berdasarkan ilmu hukum itu sendiri sebagai obyeknya, dalam hal ini yaitu peraturan-peraturan hukum (Jhony Ibrahim, 2006 : 57). 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat preskriptif dan commit to userilmu yang bersifat preskriptif terapan. Ilmu hukum sebagai
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 22). 3. Pendekatan Penelitian Penelitian normatif dapat dilakukan
dengan berbagai
pendekatan. Dari pendekatan itu yang akan diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahan hukum yang diajukan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum yaitu : a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach); b. Pendekatan kasus (case approach); c. Pendekatan historis (historical approach); d. Pendekatan perbandingan (comparative approach); e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 93). Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Penggunaan pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian ini karena penulis juga ingin menelaah kasus-kasus yang berkaitan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 94). Sedangkan pendekatan komparatif (comparative approach) yang penulis maksud dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan Undang-Undang Merek yang lama dengan Undang-Undang Merek yang Baru. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum commit to user yang dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer, bahan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, cetakan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tidak resmi yang berkaitan dengan hukum. Publikasi hukum tersebut meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2010: 141). Adapun
bahan-bahan
hukum
yang penulis
pergunakan
meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat antara lain : 1) Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs). 2) Konvensi Paris untuk Hak atas Kekayaan Industri WIPO 1995. 3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, internet, dan makalah. c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan-bahan hukum yang besifat yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. commit to user Sedangkan bahan hukum primer adalah semua bahan hukum yang
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberi penjelasan terhadap hukum primer, meliputi buku-buku teks dibidang hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum pustaka, baik dari media cetak maupun elektronik serta literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang dalam penelitian. 6. Teknik Analisis Data Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian normatif teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola berfikir deduktif. Silogisme yang penulis gunakan adalah menggunakan silogisme pendekatan deduktif yaitu proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus kemudian ditarik kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung kebenaran (Jhony Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan interpretasi atau penafsiran yang digunakan penulis adalah berdasarkan interpretasi perundangundangan yakni merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gambling terkait teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah commit to user B. Perumusan Masalah
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulis BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual 2. Tinjauan Umum Tentang Merek 3. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan Merek 4. Tinjauan Umum Tentang Pengalihan Hak Atas Merek 5. Tinjauan Umum Tentang Konvensi Internasional di Bidang Merek B. Kerangka Pemikiran
BAB III
PEMBAHASAN Pada BAB III penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat dengan menggunakan tinjauan pustaka sebagai pisau analisisnya, dua pokok permasalahan yang diangkat adalah : A. Apakah faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek? B. Bagaimanakah akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait?
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
PENUTUP Pada BAB IV penulis menguraikan dua hal yang berisi antara lain: A. Simpulan dan; B. Saran berdasarkan penulisan hukum
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang HaKI a. Pengertian HaKI Istilah Intellectual property right sebagai terminologi hukum di Indonesia diterjemahkan menjadi beberapa istilah diantaranya
adalah
Hak
Kekayaan
Intelektual,
Hak
Atas
Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, Hak Atas Kekayaan Intelektual. Perbedaan terjemahan terletak pada kata property. Memang dapat diartikan sebagai kekayaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai milik. Para penulis hukum ada yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual, adapula yang menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual (Abdulkadir Muhammad, 2000: 1). Istilah Hak Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan langsung dari Intellectual Property. Selain istilah Intellectual Property juga dikenal dengan istilah intangible property, creative property,
dan
incorporeal
property.
Di
Perancis
orang
menyatakannya sebagai propriete intellectuelle dan propriete industrielle. Di Belanda biasa disebut milik intelektual dan milik perindustrian (Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, 1997: 19). WIPO sebagai organisasi internasional yang mengurus bidang hak milik intelektual memakai istilah Intellectual Property yang mempunyai pengertian luas dan mencakup antara lain karya kesusastraan, artistik maupun ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan oleh para artis, kaset atau penyiaran audio visual, penemuan dalam segala bidang usaha, dan penentuan komersial dan perlindungan terhadap persaingan curang. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia
(Direktorat
Jenderal
Hak
Kekayaan
Intelektual
Departemen Hukum dan HAM :13). Hak kekayaan intelektual muncul dari cipta, rasa, karsa, dan karya manusia, atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaaan yang lahir dari kemampuan intelektualitas manusia. Atas hasil kreasi tersebut, maka individu, kelompok, atau perusahaan yang menciptakan memiliki hak yang dijamin dan dilindungi peraturan yang ada untuk menggunakannya dan mengambil keuntungan atas hasil kreasinya tersebut. b. Pembagian HaKI HaKI dapat dibagi dalam: 1) Hak Cipta (copyright) 2) Hak atas Kekayaan Industri (industrial property right) a) Patent (patent) b) Merek (trade mark) c) Rahasia Dagang (trade secret) d) Desain Industri (industrial design) e) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (layout design of integrated sircuit) (OK. Saidin, 2010 : 13-14)
2. Tinjauan Umum tentang Merek a. Pengertian Merek Secara yuridis pengertian merek tercantum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi : “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna to user atau kombinasicommit dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”. Pengertian merek yang serupa juga ditemui dalam Black Law Dictionary yang menyebutkan: “Trademark is a distinctive mark of authenticity through which the product of particular manufacturers or the rendible commondities of particular merchants may be distinguished from those of others”. (Merek adalah suatu tanda autentisitas khusus/spesifik yang membedakan produk dari pabrik-pabrik tertentu atau komoditas dari pedagang-pedagang tertentu dari produk atau komoditas dari pabrik-pabrik ataupun pedagang-pedagang yang lainnya). Pengertian merek dapat ditemukan dalam beberapa literatur Hak Kekayaan Intelektual, yakni pendapat para sarjana yang coba memberi rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh: 1) R.M. Suryodiningrat, menyatakan bahwa: “Merek adalah Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus pada bungkusnya dibubuhi tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil dari perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan” (Yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik
Indonesia
Nomor
426
PK/Pdt/1994,Tanggal 03 November 1995). 2) H.M.N. Purwo Sutjipto, yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa: “Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis” (H. OK Saidin, 2010 : 343). commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) R. Soekardono, yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa: “Merek
adalah
sebuah
tanda
dengan
mana
dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain” (H. OK Saidin, 2010: 344). 4) OK Saidin, menyatakan di dalam bukunya, bahwa: “Merek
adalah
suatu
tanda
(sign)
untuk
membedakan barang-barang yangsejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan
hukum
dengan
barang-barang
sejenis
yang
dihasilkan oranglain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa” (H. OK Saidin, 2010 : 345). 5) Sudargo Gautama, yang dikutip dari buku Sentosa Sembiring bahwa: “Menurut perumusan pada Paris Convention, maka trademark atau merek pada umumnya di definisikan sebagai usaha tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain” (Sentosa Sembiring, 2002: 32). 6) Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, memberikan rumusan yang dikutip dari buku OK. Saidin bahwa: “Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang sejenis lainnya” (H. OK Saidin, 2010: 344). commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Iur
Soeryatin,
mengemukakan
rumusannya
dengan
meninjau merek dari aspek fungsinya yang dikutip dari buku OK. Saidin, yaitu: “Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang yang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya” (H. OK Saidin, 2010: 344). 8) Essel R. Dillavou, sebagaimana dikutip oleh Pratisius Daritan, merumuskan seraya memberi komentar yang dikutip pula dari buku OK. Saidin, bahwa: No complete definition can be given for a trade mark generally its any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it. Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism (H. OK Saidin, 2010: 344-345). Yang terjemahannya adalah: (Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambing, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakai desain atau trade mark menunjukan keaslian tetapi itu sekarang dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan). 9) Harsono Adisumatro, merumuskan pengertian merek yang dikutip dari buku OK. Saidin bahwa: Merek adalah tanda pengenal yang membedakan commitdengan to user milik orang lain, seperti pada milik seseorang
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat penggembalaan bersama yang luas.
Cap seperti itu
memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan (H. OK Saidin, 2010: 345). 10) Phillip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan pengertian merek yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa: A trade mark is a mark used in conection with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual manufacture of goods, in order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they merely pass through his hand is the course of trade (H. OK Saidin, 2010: 345). Yang terjemahannya adalah: (Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seseorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa
suatu
bentuk
tertentu
dari
barang-barang
kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan). Dari penjelasan tersebut, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa merek adalah tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian secara teoritis konsumen dapat menentukan pilihan mana yang terbaik baginya. Apabila ada beberapa jenis merek untuk satu jenis barang yang sama, maka disini yang menentukan adalah commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kualitas barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen, untuk itulah dirasa perlu adanya perlindungan terhadap merek agar produk yang ada dapat dilindungi. Seperti pada umumnya setiap konsumen yang menginginkan suatu merek misalnya peminat merek “Giordano” dengan alasan prestige (prestise) dan berkualitas, tentu akan mencari barang dengan merek tersebut, dan jika ada pemalsuan atau peniruan terhadap merek ini sehingga konsumen terkecoh, tentu akan sangat merugikan pihak produsen dan konsumen. Di Indonesia acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris, yang menafsirkan secara implisit yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu leih dari 20 (dua puluh) tahun maka dapat dianggap sebagai merek terkenal. Menurut Susy Frankel, menjelaskan di dalam jurnal WIPO : The purposes of trade marks are not such lofty claims as innovation and creativity; rather they are to ensure the origin of and sometimes the quality of goods or services to which the trade mark relates. Within the field of trade mark law the boundaries of protection are contested. Broadly, the contest is over whether the value of trade marks is in the marks themselves as a commodity and not just their value as a badge of origin (Susy Frankel, 2009 : 1). Selain dari itu, untuk menentukan dan mendefenisikan suatu merek adalah merek terkenal atau merek biasa maka diserahkan kepada hakim atau pengadilan untuk memberikan penilaian dalam penyelesaian sengketa merek. b. Pengertian Hak Atas Merek Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan commit to user sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang beritikad baik dan hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu. Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan pengakuannya oleh negara, maka pendaftaran atas mereknya merupakan suatu keharusan apabila ia menghendaki agar menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas merek. Bagi orang yang mendaftarkan mereknya terdapat suatu kepastian hukum bahwa dialah yang berhak atas merek tersebut. Sebaliknya bagi pihak lain yangmencoba akan mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa lainnya yang sejenis oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual tentunya akan ditolak pendaftarannya. c. Jenis Merek Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Merek Tahun 2001 yaitu merek dagang dan merek jasa. Pengertian merek dagang Pasal 1 butir 2 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 merumuskan sebagai berikut: merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan, merek jasa menurut Pasal 1 butir 3 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 diartikan sebagai merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies. Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Soeryatin membedakan dari barang sejenis milik orang lain dengan beberapa jenis merek: 1) Merek lukisan (beel mark) 2) Merek kata (word mark) 3) Merek bentuk (form mark) 4) Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5) Merek judul (title mark) Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks” (H. OK Saidin, 2010: 346). Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yang dikutip dari buku OK. Saidin yaitu : commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya: Good Year, Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda. 2) Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang
tidak
pernah,
setidak-tidaknya
jarang
sekali
dipergunakan. 3) Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya: Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan
wayang
kulit
pendawa
dengan
perkataan
dibawahnya “Pendawa Lima” (H. OK Saidin, 2010: 347). d. Syarat Pendaftaran Merek Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu harus dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup (H. OK Saidin, 2010: 348). Sudargo Gautama, mengemukakan bahwa: Merek ini harus merupakan suatu tanda.Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube, dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek (H. OK Saidin, 2010: 348-349). commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Merek Tahun 2001, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini: 1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2) Tidak memilik daya pembeda; 3) Telah menjadi milik umum; atau 4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaranya. Sedangkan menurut Pasal 6 Undang-Undang Merek Tahun 2001, Direktorat Jenderal harus menolak merek tersebut, apabila: 1) Mempunyai
persamaan
pada
pokoknya
atau
keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; 2) Mempunyai
persamaan
pada
pokoknya
atau
keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis lainnya; 3) Mempunyai
persamaan
pada
pokoknya
atau
keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; 4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; 5) Merupaka tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol atau emblem Negara commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau lembaga nasional maupun lembaga internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; 6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Meskipun
Undang-Undang
sudah
mengatur
ketentuan
pendaftara merek sedemikian rupa, namun pada prakteknya seringkali timbul beberapa masalah dalam pemeriksaan merek. Salah satu yang menonjol adalah berkaitan dengan “persamaan. Bagaimana menentukan ada tidaknya suatu persamaan merek baik persamaan pada pokoknya maupun persamaan pada keseluruhannya seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a hal tidak mudah (Agus Mardiyanto, 2010: 44). e. Sistem Pendaftaran Merek Dalam menentukan siapa yang berhak atas merek tergantung sistem pendaftaran merek yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Sistem pendaftaran merek yang biasanya dikenal adalah sistem konstitutif dan sistem deklaratif. Sistem konstitutif adalah hak atas merek tercipta atau terlahir karena pendaftaran. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem deklaratif adalah hak atas merek tercipta atau lahir karena pemakaian pertama, walaupun tidak didaftarkan. Sistem pendaftaran merek di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif, yaitu hak atas merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, yang berbunyi : Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan commit to user oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan demikian seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yangmemiliki merek, agar merek tersebut mendapat pengakuan dan perlindungan hukum, maka harus mengajukan pendaftaran ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran adalah satu-satunya yang mudah diketahui dan yang dapat dipakai sebagai dasar yang kokoh dan pasti untuk dijadikan dasar pemberian hak atas merek. Jadi, siapa yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, maka dialah yang berhak atas merek tersebut. Sistem ini akan lebih menjamin adanya kepastian hukum. Bentuk jaminan kepastian hukum ini yaitu adanya tanda bukti pendaftaran dalam bentuk sertifikat sebagai bukti hak atas merek sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama merek yang bersangkutan. Karena itu sistem konstitutif ini sangat menguntungkan pemilik merek untuk mendapatkan kepastian hukum apabila terjadi sengketa merek dikemudian hari. f. Prosedur Pendaftaran Merek 1) Umum Permintaan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Surat permintaan pendaftaran merek mencantumkan: a) tanggal, bulan, dan tahun; b) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon; commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) nama lengkap, dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; d) warna-warna
apabila
merek
yang
dimohonkan
pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; e) nama negara tempat tinggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. 2) Dengan Hak Prioritas Setiap orang yang telah mengajukan aplikasi permintaan suatu hak merek kepada suatu negara dari peserta Uni akan memperoleh hak prioritas untuk mengajukan pendaftaran di negara lain ( Pasal 4 A ayat(1) Konvensi Paris revisi Stockholm 1967). Permohonan
pendaftaran
merek
dengan
hak
prioritas diatur dalam Pasal 11 -12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan (filling date) di Negara asal merupakan tanggal prioritas (priority date) di Negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian tersebut. Permohonan dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam kurun waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali diterima di negara lain, yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement commit to userTrade Organization. Permohonan Establishing the World
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan menggunakan hak prioritas wajib dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali menimbulkan hak prioritas tersebut. Bukti hak prioritas tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. g. Fungsi Merek Secara umum, fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen,
pedagang
dan
juga
konsumen.
Produsen
menggunakan mereknya untuk jaminan nilai hasil produksi khususnya kualitas dan pemakainya. Pedagang menggunakan merek untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari
dan
memperluas
pasar,
sedangkan
konsumen
menggunakan merek untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 46). Merek menjadi demikian penting dalam periklanan dan perdagangan karena masyarakat dapat melihat dari merek tertentu tersebut atas nama baik, kualitas, serta reputasi dari barang dan jasa tertentu. Nantinya pun suatu merek bisa menjadi kekayaan komersial yang luar biasa dan sangat berharga dan sering kali nama usaha/merek suatu perusahaan lebih berharga daripada aset perusahaan yang berwujud, missal: tanah, bangunan, mesin-mesin, dan perlengkapan kantor (Suyud Margono, 2002: 146). Merek merupakan suatu tanda pengenal dalamkegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis dansekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat pihak lain. Merek tersebut bisa merek dagang atau bisa juga merek jasa. Merek dagang diperuntukkan sebagai pembeda bagi barang-barang yang sejenis yang dibuat perushaan lain, sedangkan merek jasa user diperuntukkan commit sebagaitopembeda pada perdagangan jasa yang
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sejenis. Dengan melihat, membaca atau mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persis bentuk dan kualitas suatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya (Rachmadi Usman, 2003: 321). Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai
hasil
produksinya,
khususnya
mengenai
kualitas,
kemudahan pemakaiannya, atau hal-hal lain yang pada umumnya berkenaan dengan teknologinya. Sedangkan bagi pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya, guna mencari dan meluaskan pasaran.
Dari
pihak konsumen, merek diperlukan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli (Harsono Adisumarto, 1990: 45). Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh Commercial Advisory Foundation in Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usahausaha industri dalam rangka penanaman modal. Realisasi dari pengaturan merek tersebut juga akan sangat penting bagi kemantapan perkembangan ekonomi jangka panjang. Juga merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam menghadapi mekanisme pasar bebas yang akan dihadapi dalam globalisasi pasar internasional. Pamor Indonesia pun akan bertambah serta dianggap sebagai negara yang sudah cukup dewasa untuk turut serta dalam pergaulan antar bangsa-bangsa (Muhammad Djumhana dan Djubadillah, 1997: 160). Fungsi merek lainnya, antara lain sebagai berikut: 1) Sebagai tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan yang lain (product identity). to user Fungsi ini commit juga menghubungkan barang atau jasa dengan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan. 2) Sebagai sarana promosi untuk berdagang (means of trade promotion). Promosi dilakukan melalui iklan. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan symbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya. 3) Sebagai jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini menguntungkan pemilik merek dan juga memberikan perlindungan jaminan mutu barang atau jasa bagi konsumen. 4) Sebagai penunjukkan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origins). Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkannya dengan produsen atau daerah/Negara asalnya (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 47). Di dalam dunia perdagangan semakin meluas dan global merek seringkali digunakan sebagai salah satu carauntuk menciptakan dan mempertahankan good will dimata konsumen dan sekaligus sebagai sarana untukmemperluas pasaran sesuatu barang atau jasa ke seluruh dunia, karena bagaimana pun merek yang sudah mempunyai reputasi tinggi menjadikan good will bagi pemilik barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu yangtidak ternilai. h. Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
(Alternative
Dispute
Resolution /ADR) Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam bagian pertama bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa sengketa.
melalui arbitrase commit to user
atau
alternatif
penyelesaian
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa telah diatur dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dikenal bebarapa cara penyelesaian sengketa, yaitu: 1) Arbitrase; 2) Konsultasi; 3) Negosiasi; 4) Mediasi; 5) Konsiliasi; atau 6) Penilaian ahli Di antara keenam cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut, hanya penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang menghasilkan putusan memaksa yang dijatuhkan oleh pihak ketiga, yaitu arbiter atau majelis arbiter, sedangkan cara
penyelesaian
lainnya
tergolong
dalam
alternatif
penyelesaian sengketa, penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak, paling tidak hanya mendapat saran dari pihak ketiga yang memfasilitasi perundingan para pihak (Ahmadi Miru, 2007 : 102). Sedangkan menurut David Allen Bernstein, kelemahan Alternatif Penyelesaian Sengketa di bidang merek : there are several disadvantages of using any form of ADR in trademark disputes. One major problem with ADR is that there is usually no direct appellate review. If a party is left dissatisfied, it can bring the case to federal court to be heard denovo, which means many of the costs which were supposed to be avoided are reintroduced (David Allen Bernstein, 2006 : Vol 7 page 139). commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Penghapusan Merek Tentang penghapusan pendaftaran merek ini diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentnag Merek. Ada dua cara untuk penghapusan pendaftaran merek tersebut, yaitu : a. Atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI b. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan. Untuk penghapusan pendaftran merek atas prakarsa sendiri undang-unang tidak menentukan persyaratannya. Tetapi jika dalam perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas menyampingkan adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu dimintakan
sebagai
syarat
kelengkapan
untuk
penghapusan
pendaftaran merek tersebut (OK Saidin, 2010 : 393). Di samping itu pemerintah juga mengenakan biaya untuk pencatatan penghapusan pendaftaran merek tersebut, dan ini akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah (Pasal 75). Penghapusan
pendaftaran
merek
berdasarkan
prakarsa
Direktorat Jenderal HaKI dapat pula diajukkan oleh pihak ketiga. Pengajuan permintaan tersebut dilakukan dengan gugatan melalui Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga. Satu hal yang perlu dicatat bahwa, terhadap putusan Pengadilan Niaga tersebut tidak dapat diajukkan permohonan banding. Apabila gugatan penghapusan pendaftaran merek tersebut diterima dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap maka, Direktorat Jenderal HaKI akan melaksanakan penghapusan merek commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek. Untuk semua penghapusan pendaftaran merek, dilakukan oleh Direktorat Jenderal HaKI dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek, untuk itu harus pula diberikan catatan tentang alasan dan tanggal penghapusan tersebut. Untuk selanjutnya diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya, dengan menyebutkan alasannya dan disertai dengan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek maka Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Penghapusan hanya dapat dilakukan apabila terdapat bukti yang cukup bahwa merek yang bersangkutan (OK Saidin, 2010 : 394) : a. Tidak pakai (non use) berturut-turut selama 3 tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa terhitung sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Namun demikian apabila ada alasan yang kuat, mengapa merek itu tidak digunakan, Direktorat Jenderal HaKI dapat mempertimbangkan untuk tidak dilakukan penghapusan atas merek tersebut. b. Dipakai untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau tidak sesuai dengan merek yang diatur. Permintaan penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan seluruhnya atau sebagian jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu kelas permintaan penghapusan itu diajukkan kepada Direktorat Jenderal HaKI untuk kemudian dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Permintaan penghapusan itu dapat juga terhadap merek yang to userlisensi, tetapi untuk permintaan sudah terikat dengancommit perjanjian
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghapusannya hanya dapat dilakukan dengan adanya persetujuan secara tertulis dari penerima lisensi. Dengan penghapusan pendaftaran merek tersebut maka berakhirlah perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan (OK Saidin, 2010 : 395). 4. Pengalihan Hak Atas Merek a. Macam-macam Pengalihan Hak Atas Merek Hak atas merek merupakan hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek terdaftar (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 56). Karena itu, pihak lain tidak dapat menggunakan merek terdaftar tanpa izin pemiliknya. Pengalihan hak atas merek terdaftar merupakan suatu tindakan pemilik merek mula-mula untuk mengalihkan hak kepemilikannya kepada orang lain. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Merek 2001 menyatakan hak atas merek terdaftar dapat di alihkan karena: 1) Pewarisan; 2) Hibah; 3) Wasiat; 4) Perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Merek. Pengalihan hak atas merek terdaftar wajib dimohonkan pencatatannya pada Ditjen Hak Kekayaan Intelektual dengan disertai dokumen yang mendukung. Jika pencatatan tidak dilakukan, pengalihan hak atas merek tidak berakibat hukum kepada pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan prinsip kekuatan berlaku terhadap pihak ketiga pada umumnya karena pencatatan dalam suatu daftar umum (Sudargo Gautama, 1992: 6). commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 41 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengemukakan bahwa pengalihan hak atas merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi atau lainlainnya yang terkait dengan merek bersangkutan. Dalam Pasal ini menyirat kan bahwa goodwill atau nama baik mempunyai nilai tersendiri untuk dapat dialihkan, dan Pasal 42 Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa Pencatatan pengalihan hak atas merek terdaftar hanya dapat dilakukan disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa atas merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang atau jasa (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 56). b. Lisensi Merek Merek
memainkan
fungsi
yang
bernilai
untuk
mengidentifikasi asal produk dan teknologi. Merek juga diyakini dapat membantu mempererat kesetiaan para pelanggan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa ingatan pelanggan sama efektifnya dengan menarik pelanggan baru (Kamil Idris, Jurnal Wipo: 18). Selain meningkatkan penjualan produk dan mempertahankan kesetiaan
pelanggan,
merek
juga
dapat
digunakan
untuk
memperluas dan mengembangkan pasar modal melalui lisensi (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 57). Orang yang berminat menggunakan merek milik orang lain yang terdaftar harus terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisensi dan mendaftarkannya ke Direktorat Merek. Secara umum, dalam Black’s Law Dictionary, Lisensi diartikan sebagai yang dikutip dari buku Gunawan Widjaya “the permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would not allowable” (Gunawan Widjaja, 2002: 15). commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini mengandung arti bahwa lisensi merupakan bentuk hak untuk melakukan satu maupun serangkaian perbuatan yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Tanpa adanya izin, tindakan atau perbuatan tersebut menjadi terlarang, tidak sah dan melawan hukum. Seseorang memilih pemberian lisensi dalam upaya pengembangan usahanya disebabkan oleh factor-faktor tersebut (Gunawan Widjaja, 2002: 15): 1) Menambah sumber daya pengusaha pemberi lisensi (lisensor) secara tidak langsung. Dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada pada penerima lisensi (lisensee), sesungguhnya pemberian
lisensi
telah
mengoptimalkan
pengembangan
usahanya; 2) Memungkinkan perluasan wilayah secara tidak langsung; 3) Memperluas pasar dari produk hingga dapat menjangkau pasar yang semula berada diluar pangsa pasar lisensor; 4) Mempercepat proses pengembangan usaha bagi industryindustri padat modal dengan menyerahkan sebagia proses melalui teknologi yang dilisensikan; 5) Penyebaran produk juga menjadi lebih mudah dan terfokus pada pasar, karena ada produk-produk tertentu yang akan lebih mudah dipasarkan jika dijual dalam bentuk paket dengan produk lainnya, baik karena sifatnya yang komplementer, suplementer atau pelengkap terhadap suatu produk yang sudah dikenal masyarakat; 6) Pihak
lisensor
dan
lisensee
dapat
mengurangi
tingkat
kompetensi hingga pada suatu batas tertentu; 7) Pihak lisensor maupun lisensee dapat melakukan trade off (barter) teknologi. Ini berarti para pihak mempunyai kesempatan untuk mengurangi biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu teknologi commit yang diperlukan; to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Memberikan keuntungan dalam bentuk nama besar dan goodwill dan lisensor, sehingga pihak penerima lisensi tidak memerlukan biaya yang besar untuk melakukan promosi atau kegiatan usahanya. 9) Pemberian lisensi memungkinkan lisensor untuk sampai pada batas waktu tertentu melakukan control atas pengelolaan jalannya kegiatan usaha yang dilisensikan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek pada Pasal 1 Butir 13 menyatakan bahwa: Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam waktu dan syarat tertentu. Pemberian lisensi terhadap penggunaan merek yang dilisensikan bisa sebagian atau keseluruhan jenis barang dan jasa, dan jangka waktu berlakunya lisensi tidak diperbolehkan lebih lama dari jangka waktu berlakunya pendaftaran merek yang dilisensikan tersebut, sedangkan wilayah berlakunya perjanjian lisensi adalah seluruh Indonesia keceuali hal ini diperjanjikan secara tegas dalam perjanjian. Perjanjian lisensi tidak boleh atau dilarang membuat ketentuan
yang
langsung
maupun
tidak
langsung
dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya. Contohnya, apabila dalam perjanjian lisensi dimuat ketentuan yang melarang lisensee untuk melakukan perbaikancommit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbaikan atas mutu barang (Suyud Margono dan Longginus Hadi, 2002: 77). Perjanjian lisensi tidak menyebabkan pemilik merek terdaftar kehilangan hak untuk menggunakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak lainnya untuk menggunakan merek terdaftar. Pada perjanjian lisensi juga dapat diperjanjikan bahwa penerima lisensi merek terdaftar bisa menberi lisensi lebih lanjut (sub lisensi) kepada pihak lain. Hal ini tercantum pada Pasal 45 Undang-Undang Merek Tahun 2001. Undang-Undang
Merek
Tahun
2001
pun
memberi
perlindungan hukum kepada lisensee yang beritikad baik. Pasal 48 menjelaskan bahwa apabila merek dalam perjanjian lisensi dibatalkan karena sama pada pokoknya atau sama pada keseluruhannya, penerima lisensi tetap berhak menjalankan isi perjanjian lisensi sampai dengan berakhirnya perjanjian lisensi. Konsekuensinya lisensee tidak lagi memberikan royalty kepada lisensor, tetapi memberikan lisensi tersebut kepada pemilik merek yang sah. Apabila lisensor sudah terlebih dahulu menerima royalty secara sekaligus dari lisensee lisensor tersebut wajib menyerahkan bagian daro royalty yang diterimanya kepada pemilik merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian lisensi. 5. Konvensi Internasional Di Bidang Merek a. Konvensi Paris Secara keseluruhan konvensi Internasional di bidang merek dimulai pada tahun 1883 dengan ditanda tanganinya The Paris Convention for the Protection of Industrial Property (selanjutnya commit to user disebut konvensi Paris) yang merupakan salah satu konvensi
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
intelektual pertama dan terpenting. Awalnya konvensi ini ditandatangani oleh 11 negara peserta, kemudian bertambah hingga tahun 1976 berjumlah 82 negara, dan Indonesia termasuk didalamnya. Dalam konvensi Paris, terminologi HKI meliputi (Pasal 1 Konvensi Paris : WIPO), patent, utility model, industrial design, trademarks, service marks, tradenames, indications of source or appellation of origin, dan repression of unfair competition. Salah satu tujuan Konvensi Paris adalah untuk mencapai unifikasi dibidang Perundang-Undangan merek sedapat mungkin, dengan harapan agar tercipta satu macam hukum tentang merek atau cap dagang yang dapat mengatur soal-soal merek secara seragam di seluruh dunia. Ada 3 (tiga) hal penting yang diatur dalam konvensi Paris ini, yaitu national treatment, yang artinya bahwa setiap negara peserta Konvensi Paris bisa mengklaim Negara peserta lainnya, agar ia diperlakukan sama dengan warga negaranya sendiri, dalam hal pemberian perlindungan merek, priority rights, yaitu hak-hak prioritas yang diberikan kepada setiap warga negara peserta konvensi untuk mendaftarkan mereknya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pendaftaran mereknya dinegara peserta konvensi Paris, dan registration
yang
merupakan
harmonisasi
secara
global
sehubungan dengan pendaftaran merek bagi setiap peserta konvensi Paris. b. Perjanjian Madrid Perjanjian Internasional lainnya mengenai merek adalah Perjanjian Madrid (Madrid Agreement) tahun 1891 yang direvisi di Stockholm padatahun 1967. Perjanjian
Madrid
ditentukan
Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 3 bahwa
Perjanjian
Madrid
berhubungan dengan perjanjian hak merek dagang melalui commit to user pendaftaran merek dagang Internasional, yang berdasarkan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendaftaran di negara asal. Pendaftaran Internasional tersebut memungkinkan
diperolehnya
perlindungan
merek
dagang
diseluruh negara anggota peserta Perjanjian Madrid melalui satu pendaftaran saja. Sehingga tujuan yang hendak dicapai dari Perjanjian merek di berbagai negara dan juga menghindarkan pemberitahuan asal barang secara palsu. Negara anggota peserta dalam Perjanjian Madrid ini adalah 29 negara. Indonesia sendiri sampai saat ini belum masuk sebagai anggota Perjanjian Madrid. c. TRIPs-WTO Perjanjian
mengenai
pembentukan
World
Trade
Organization (WTO) ditandatangani tanggal 15 April 1994 di Marrakesh sebagai hasil konkret perundingan putaran Uruguay yang dimulai pada tahun 1986. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan sistem perdagangan Internasional yang lebih bebas dan adil dengan tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan khusus negara berkembang. Salah satu topik yang dibahas dalam putaran Uruguay adalah TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects Of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfiet Goods ) atau aspek dagang yang terkait dengan HKI (Normin Pakpahan, 1998, Vol.3), Sebagai salah satu bagian persetujuan pembentukan WTO, TRIPs telahmemicu perubahan yang sangat fenomenal dalam perkembangan sistem perlindungan HKI di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Persetujuan
TRIPs
menentukan
standar-standar
Internasional tertentu bagi penegakan yang bersifat perintah dan mengharuskan Negara anggota menyediakan perangkat kerja hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak kekayaan intelektual, termasuk didalamnya merek. Setiap negara anggota memiliki kewajiban internasional untuk memasukkan TRIPs kedalam hukum nasional tentang hak kekayaanintelektual. Untuk commit user itu, Indonesia beberapa kalitomengubah, menambah dan melengkapi
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketentuan didalam Undang-Undang Merek sebagai konsekuensi Indonesia meratifikasi TRIPs-WTO. Beberapa ketentuan merek yang diatur dalam persetujuan TRIPs cukup banyak yang telah diadopsi dalam Undang-Undang Merek Indonesia. Diantaranya seperti lisensi dan indikasi geografis. Secara keseluruhan, TRIPs telah mempengaruhi dan membantu terciptanya suatu kecenderungan yang umum ke arah penyempurnaan perundang-undangan merek. TRIPs berguna sebagai suatu kesempatan positif bagi suatu negara untuk menigkatkan pembangunan ekonomi dan nasional.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Merek Terdaftar
Penghapusan
Pembatalan
Alasan:
Alasan:
Pasal 61 ayat
Ps 4, Ps 5, dan Ps 6 UU No. 15/2001
(2) UU No. 15/2001
Sengketa Merek
Penyelesaian Sengketa Merek
Litigasi, melalui Gugatan Ke Pengadilan Niaga
Non-Litigasi, melalui Arbitrase atau Alteranatif Penyelesaian Sengketa
Keterangan: Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang commit to user sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (OK. Saidin, 2010: 345). Merek tersendiri terbagi menjadi merek jasa dan merek dagang. Indonesia memiliki peraturan khusus yang membahas tentang merek. Undang-Undang yang mengatur spesifik tentang Merek di Indonesia ada sejak tahun 1961. Undang-Undang Merek yang terbaru di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Permasalahan yang muncul yang menjadi pertanyaan penulis adalah ketika pihak ketiga yang belum terdaftar akan melakukan penghapusan
terhadap
merek
terdaftar.
Sedangkan,
kewenangan
melakukan Penghapusan terhadap merek terdaftar adalah milik Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Pemilik Merek yang bersangkutan, dan Putusan Hakim berdasarkan gugatan Pihak Ketiga yang memiliki merek terdaftar sama pada pokoknya atau keseluruhannya. Bisa juga merek hapus akibat tidak dilakukannya perpanjangan terhadap Pendaftaran Merek tersebut. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam Pasal 61 ayat (2) menyebutkan alasan Penghapusan pendaftara Merek atas Prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan jika : a. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Selain itu, disini akan menimbulkan permasalahan menyangkut kewenangan pihak ketiga yang belum terdaftar melakukan gugatan terhadap merek terdaftar sangat tidak sesuai dengan sistem konstitutif atau first to file yang dianut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Sedangkan, proses pembatalan merek terdaftar berbeda dengan penghapusan merek terdaftar. Pengaturan mengenai pembatalan merek terdaftar ini dapatditemukan dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Pembatalan merek terdaftar hanya dapat diajukanoleh pihak yang berkepentingan seperti jaksa, yayasan atau lembaga dibidang konsumen dan majelis lembaga keuangan atau juga oleh pemilik merek dengan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga, yang wilayah hukumnya meliputi alamat pemilik merek terdaftar yang akan dibatalkan. Kecuali apabila pemilik merek terdaftar sebagai tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga di Jakarta. Pasal 68 (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa gugatan pembatalan pendaftaran merek diajukan berdasarkan alasan yang terdapat dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. Pasal 4 menyatakan bahwa merek tidak didaftar oleh pemohon beriktikad tidak baik. Pasal 5 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar bila bertentangan dengan Undang-Undang, tidak memiliki daya pembeda, merek menjadi milik umum dan merupakan keterangan yang berkaitan dengan barang ataujasa yang dimohonkan pendaftaran. Dan Pasal 6 menyatakan bahwa permohonan merek ditolak bila mempunyai persamaan dengan merek milik pihak lain, serta dengan indikasi geografis yang sudah terkenal, bendera, lambang Negara, cap resmi Negara kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Tenggang waktu gugatan pembatalan merek terdaftar tercantum dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 adalah 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran. Namun, khusus untuk gugatan pembatalan yang didasarkan atas alasan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum dapat diajukan kapan saja tanpa batas waktu. Seperti yang telah diketahui, gugatan pembatalan merek terdaftar diajukan kepada Pengadilan Niaga, dan terhadap putusan user diajukan kasasi. Setelah putusan Pengadilan Niaga tersebutcommit hanya todapat
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan member catatan tentang alasan dan tanggal pembatalannya serta atau kuasanya. Dengan pembatalan merek terdaftar tersebut,
berakhir
pula
perlindungan
bersangkutan.
commit to user
hukum
atas
merek
yang
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Penyebab Penghapusan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Pengaturan mengenai Penghapusan Merek terdaftar yang berlaku sekarang diatur dalam Bab VIII mengenai Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek dari Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 untuk bagian Penghapusan. Sedangkan, bagian pembatalan mulai dari Pasal 68 sampai dengan Pasal 72. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, disebutkan pula 3 (tiga) pihak yang dapat menghapuskan merek. Merek yang terdaftar pada Direktorat Jenderal HKI dapat dihapus (invalidation) dari Daftar Umum Merek. Menurut Pasal 61 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan. Kemudian Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran Merek dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Jakarta Pusat atau Pengadilan Niaga dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran merek kolektif dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Dengan demikian, berdasarkan Pasal-pasal 61, 63, dan 67 ini, terdapat tiga cara penghapusan merek terdaftar, yaitu: pertama, atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI; kedua, oleh pemilik merek sendiri dan ketiga, adanya gugatan oleh pihak ketiga. Direktorat Jenderal HKI atas prakarsanya sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek terdaftar jika : 1. Merek tidak digunakan (non use) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau commit to user pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Direktorat Jenderal HKI. Pemakaian terakhir adalah penggunaan merek tersebut pada produksi barang atau jasa yang diperdagangkan. Saat pemakaian terakhir tersebut dihitung dari tanggal terakhir pemakaian sekalipun setelah itu barang yang bersangkutan masih beredar di masyarakat, atau 2. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar. Ketidaksesuaian dalam penggunaan meliputi pula ketidaksesuaian dalam bentuk penulisan kata atau huruf atau ketidaksesuaian dalam penggunaan warna yang berbeda. Ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memuat pengecualian terhadap tidak digunakannya merek selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, apabila disebabkan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Terdapatnya larangan impor; 2. Terdapatnya larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara; dan 3. Terdapatnya larangan yang serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Namun, menurut pendapat penulis suatu merek dapat dihapuskan jika suatu merek tersebut melanggar asas hukum khusus. Asas hukum khusus merupakan asas hukum yang ada dalam bidang tertentu saja, maksudnya asas ini belum tentu dapat dicari dalam bidang hukum yang lain. Berikut akan dicari asas hukum khusus mengenai peniruan merek yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek :
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Asas Iktikad Tidak Baik Adanya asas ini memiliki arti bahwa setiap pemohon pendaftaran merek harus mendaftarkan dengan dilandasai iktikad baik. Iktikad baik disini diartikan sebagai ketiadaan niat untuk meniru, membonceng, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya. Asas ini memang telah tampak tersirat secara gamblang pada ketentuan Pasal 4 dengan adanya keharusan pemilik merek untuk memiliki iktikad baik ketika mendaftarkan merek miliknya. Apabila pemohon dinilai tidak memiliki iktikad tidak baik maka mereknya tidak dapat didaftarkan dan menjadi penilai dalam hal ini merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Hukum dan HAM cq. Direktorat Jenderal HKI cq. Direktorat Merek. Asas ini secara tidak langung mengatakan bahwa Direktorat Merek diberi kewenangan untuk menentukan apakah pemohon pendaftar merek mempunyai iktikad baik atau tidak. Apabila pemohon pendaftar merek tidak
mempunyai
iktikad
baik
maka
merek
yang
dimohonkan
pendaftarannya tidak dapat didaftarkan. Dengan demikian merek yang sudah terdaftar di dalam Daftar Umum Merek pada saat didaftarkan dinilai mempunyai iktikad baik oleh Direktorat Merek. 2. Asas Perlindungan Merek Terdaftar Bersumber dari kalimat dapat dilihat bahwa asas ini mengandung makna bahwa merek yang dapat perlindungan secara hukum adalah merek terdaftar. Hal ini sesuai dengan asas dalam pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia yaitu asas konstitutif (first to file). Dalam hal peniruan merek hal ini berarti merek dapat perlindungan dari pihak lain apabila sudah terdaftar sebelumnya. Jika hal ini dikaitkan dengan pengertian merek, dapat dimaknai bahwa perlindungan hukum ini diberikan terbatas pada tanda yang berupa gambar, nama, kata, dan seterusnya yang didaftarkan.
Dengan demikian berlaku sebaliknya,
apabila suatu tanda tidak didaftarkan maka tidak dapat dimintakan commit to user perlindungan secara hukum.
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Perlu diperhatikan bahwa perlindungan merek terdaftar ini diberikan untuk barang dan/atau jasa dalam kategori barang dalam kelas yang sama. Menggunakan kalimat yang berbeda, apabila merek memiliki persamaan dengan merek yang telah terdaftar terlebih dahulu namun berada dalam kelas barang yang berbeda maka merek tersebut masih dimungkinkan untuk didaftarkan. 3. Asas Persamaan dan Ketidaksamaan Berbicara mengenai asas persamaan berarti berbicara mengenai sesuatu yang tidak dikehendaki berkaitan dengan merek. Sebab salah satu unsur dari merek adalah adanya daya pembeda. Artinya merek harus diharuskan memiliki ketidaksamaan dengan merek yang lain. Hal yang demikian adalah kondisi ideal yang diharapkan oleh pembentuk UndangUndang. Namun demikian hal yang ideal ini pada kenyataannya tidak terjadi sehingga muncullah peniruan merek. Berbicara mengenai peniruan merek berarti berbicara mengenai usaha untuk menyamar agar seolah-olah sama dengan merek lain yang sukses dalam pemasaran. Usaha menyamar merupakan usaha agar diri terlihat sama dengan lingkungannya, dalam hal ini dengan merek lain. Pengertian yang demikian menurut UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentan Merek digolongkan dalam memiliki persamaan pada pokoknya. Pengertian pada pokoknya menurut UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah ditulis di atas, menjadi catatan mengenai persamaan pada pokoknya dikaitkan dengan peniruan merek dijelaskan sebagai berikut. Peniruan merek merupakan usaha menyamar agar sama dengan lingkungannya, dengan demikian peniruan merek selalu berlangsung dalam kategori barang dan/atau jasa yang sama. Sementara pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek hanya memungkinkan peniruan dimasukkan dalam pengertian persamaan pada pokoknya. Hal ini mengandung akibat bahwa peniruan merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek jika diterapkan pada merek yang telah terdaftar terlebih commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dahulu atau diterapkan pada merek terkenal pada kategori barang dan/atau jasa sejenis merupakan tindakan melanggar hukum. Asas persamaan dan ketidaksamaan juga mengandung arti bahwa persamaan merek dimungkinkan diterapkan pada merek barang dan/atau jasa yang tidak terkenal. Selain itu juga dimungkin untuk diterapkan pada merek barang dan/atau jasa yang termasuk merek terkenal namun tidak termasuk dalam kategori barang sejenis atau dalam kelas barang yang sama. Hal ini dimungkinkan sebab belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur, dengan demikian terjadi kekosongan hukum sehingga apabila terjadi masalah terkait dalam hal ini hakim harus mengisi kekosongan tersebut. Pemilik merek terdaftar telah mengusahakan mereknya eksis dalam masyarakat melalui berbagai cara dengan investasi dan strategi tertentu. Oleh karena itu pihak tidak mempunyai andil dalam usaha itu tidak berhak untuk menikmati hasil yang didapatkan. Hal ini juga termasuk dalam hal peniruan merek, merek yang sukses dalam pemasaran merupakan tindakan ingin ikut menikmati hasil dalam tuaian dari sesuatu yang ditabur. Menggunakan kacamata Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek,
tindakan
yang
demikian
termasuk
dikategorikan
dalam
tindakannya yang memiliki iktikad tidak baik. Penghapusan pendaftaran merek dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI dengan tidak mengurangi kesempatan bagi pemilik merek yang dihapuskan guna mempertahankan haknya. Pemilik
merek
dapat
mengajukan
keberatan
atas
keputusan
penghapusan pendaftaran merek kepada Pengadilan Niaga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 61 ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pasal 63 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan, bahwa penghapusan pendaftaran merek berdasarkan alasan di commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atas dapat pula diajukan oleh pihak ketiga dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga. Terhadap putusan Pengadilan Niaga dimaksud hanya dapat diajukan kasasi. Panitera pengadilan yang bersangkutan segera menyampaikan isi putusan badan peradilan tersebut kepada Direktorat Jenderal HKI setelah tanggal
putusan
diucapkan.
Direktorat
Jenderal
HKI
hanya
akan
melaksanakan penghapusan merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilannya telah diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI juga dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Keberatan terhadap keputusan penghapusan merek terdaftar ini dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga. Pemilik atau kuasanya dapat pula mengajukan
permohonan
penghapusan pendaftaran merek secara tertulis, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa kepada Direktorat Jenderal HKI. Direktorat Jenderal HKI akan mencatat penghapusan pendaftaran merek dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Tetapi untuk penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa sendiri Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tidak menentukan persyaratannya. Tetapi jika dalam perjanjian lisensi ada suatu klausul yang secara tegas menyampingkan adanya persetujuan tersebut maka persetujuan semacam itu tidak perlu dimintakan sebagai syarat kelengkapan untuk penghapusan pendaftaran merek tersebut. Di samping itu pemerintah juga mengenakan biaya untuk pencatatan penghapusan pendaftaran merek tersebut, dan ini akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 75). Bagaimana cara penghapusan pendaftaran merek, Pasal 65 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa penghapusan pendaftaran commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI dengan cara mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusannya. Selanjutnya, hal itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan penghapusan pendaftaran merek, mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Mengenai penghapusan pendaftaran merek kolektif, Pasal 66 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa Direktorat Jenderal HKI dapat menghapus pendaftaran merek kolektif atas dasar: 1. Permohonan sendiri dari pemilik merek kolektif dengan persetujuan tertulis semua pemakai merek kolektif; 2. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak dipakai selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhir kecuali apabila alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal HKI; 3. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; atau 4. Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan merek kolektif. Berdasarkan salah satu alasan tersebut Direktorat Jenderal HaKI dapat menghapus pendaftaran merek kolektif. Penghapusannya juga dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Di
samping itu, pihak ketiga juga dalam mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga guna menghapus pendaftaran merek kolektif berdasarkan salah satu alasan di atas. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut contoh kasus-kasus yang berkaitan dengan penghapusan pendaftaran merek kepada Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut: 3. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Digunakan 3 (Tiga) Tahun Berturut-Turut. a. Kasus Penghapusan Pendaftaran Merek SINKO Antara Sinko Kogyo Kabushiki Kaisha (Penggugat) Melawan Pemerintah Republik Indonesia Cq. Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Cq. Direktorat Merek (Tergugat) (Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 03/Merek/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 11 Februari 2002 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 K/N/Haki/2002 tanggal 5 Juni 2002 Jo Putusan Peninjauan Kembali No. 02 PK/N/Haki/2002 tanggal 19 Februari 2003). Dalam kasus gugatan penghapusan merek terdaftar Sinko, Sinko Kogyo Kabushiki Kaisha atau Sinko Kogyo Co., Ltd. adalah sebuah perseroan yang didirikan menurut Hukum Jepang yang memproduksi produk Pendingin Udara (Air Conditioner/AC) dengan merek dagang Sinko. Sinko dapat dikatakan sebagai merek terkenal karena selain terdaftar di Jepang, juga telah terdaftar di Australia, Kamboja, Cina, Korea, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan Vietnam (lihat putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 03/Merek/PN/Niaga.JKT.PST.). Di Indonesia, Sinko terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, cq. Direktorat Merek dengan No. 317184 dan mendapat perlindungan selama 10 tahun dalam jangka waktu sampai dengan tanggal 24 November 2002. Namun, karena alasann adanya informasi tidak dipergunakannya merek dagang Sinko di Indonesia tanggal 29 Agustus 2001 merek dagang Sinko dihapus dan dicoret dari Daftar Umum Merek oleh toDirektorat Merek, sehingga dengan commit user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihapusnya pendaftaran merek Sinko dari dalam Daftar Umum Merek sehingga berakhir pula perlindungan hukum atas merek tersebut. Pihak Sinko amat berkeberatan dan dirugikan dengan penghapusan yang dilakukan oleh Direktorat Merek karena pihak Sinko masih menggunakan merek tersebut untuk perdagangan. Atas dasar
itulah,
pihak
Sinko
mengajukan
gugatan
pembatalan
penghapusan merek ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang pada petitumnya antara lain mengabulkan gugatan Penggugat yaitu pihak Sinko dan menghukum Tergugat pihak Direktorat Merek untuk mendaftarkan kembali merek dagang Sinko dalam Daftar Umum Merek. Dalam jawabannya, Direktorat Merek sebagai Tergugat mendalihkan bahwa pertimbangan yang dilakukan oleh Tergugat sampai akhirnya merek tersebut dihapuskan adalah sebagai berikut: 1) Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahuh 2001 tentang Merek, menyebutkan: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Dari pasal ini tersirat bahwa selain mengutamakan kepentingan umum, juga mempertimbangkan sisi perekonomian bangsa. Dengan demikian, walaupun secara hukum suatu merek telah mendapat perlindungan hukum, tetapi tidak dapat meninggalkan nilai ekonomisnya begitu saja dan harus digunakan dalam kegiatan produksi dan perdagangan. 2) Tergugat telah melakukan survey persurat terlebih dahulu dengan commitKantor to user Departemen Perindustrian dan instansi terkait seperti
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perdagangan Kota Jakarta Timur, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika serta ke pemilik merek terdaftar itu sendiri. 3) Tergugat
memberi
waktu
kepada
pihak
Sinko
untuk
memperlihatkan produk barang merek Sinko yang beredar di pasaran, tetapi pihak Sinko hanya dapat memperlihatkan barang bukti berupa surat tanpa dapat menghadirkan barang bukti berupa Air Conditioner dengan merek Sinko. 4) Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, Tergugat sebagai instansi yang melakukan pendaftaran merek, menghapus merek Sinko dari Daftar Umum Merek. Dalam Perkara ini, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan Permohonan Penggugat yaitu pihak Sinko dan menghukum Tergugat untuk mendaftarkan kembali merek dagang Sinko dalam Daftar Umum Merek. Alasan yang dikemukakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara ringkas adalah sebagai berikut: 1) Setelah meneliti data-data yang diminta oleh Tergugat dengan instansi terkait, ternyata tidak menyangkut penggunaan merek Sinko oleh Penggugat dalam perdagangan barang, tetapi lebih menitikberatkan pada izin usaha Penggugat; 2) Memang benar Tergugat secara aktif mencari bukti-bukti sebelum menghapuskan
merek
Sinko,
tetapi
Tergugat
seharusnya
mendengar dan memberi kesempatan kepada Penggugat untuk membela diri; 3) Dalam kurun waktu antara tahun 1966 sampai dengan tahun 2001 Penggugat masih tetap memasarkan barang-barang produksinya di Indonesia, hal ini juga didukung oleh produk AC Sentral sebagai to user produk Penggugat commit di Jepang;
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Terbukti bahwa Penggugat masih menggunakan merek Sinko untuk produknya dalam perdagangan di Indonesia dan juga terbukti bahwa Penggugat masih memproduksi barang-barang berupa AC dengan merek Sinko; 5) Terungkapnya alasan non use yang didalilkan Tergugat disebabkan Penggugat telah memberi lisensi kepada perusahaan di Singapura sebagai pemegang hak tunggal untuk memproduksi dan menjual unit-unit produk merek Sinko untuk wilayah ASEAN, dan Singapura tersebut menyepakati pendirian PT. Sinko Industries Indonesia dengan perusahaan di Indonesia yang berkedudukan di Jakarta. Hal ini berarti tindakan Perusahaan Singapura untuk memohon kepada Tergugat atas investigasi non use merek Penggugat dilandasi keinginan yang lebih baik. Pandangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga itu merupakan hal yang logis. Penggugat juga dapat meyakinkan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta bahwa Penggugat masih memasarkan barang-barang produksinya dengan menggunakan merek Sinko berdasarkan
transaksi
yang
dilakukan
oleh
Penggugat
dan
konsumennya, serta Penggugat juga berhasil memperlihatkan barang bukti berupa AC dan suku cadangnya. Alasan Tergugat yang menyatakan bahwa pendaftaran merek yang sifatnya hanya untuk didaftar tanpa pernah dipergunakan dalam kegiatan produksi dan perdagangan, memang dapat menghalangi iklim tumbuhnya perekonomian bangsa dan secara nyata akan berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia memang tepat. Namun, dalam menghapuskan pendaftaran merek, Direktorat Merek seharusnya memberi kesempatan kepada pemilik merek yang mereknya akan dihapus untuk melakukan hak jawabnya. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari fakta di persidangan terungkap bahwa Penggugat tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk melakukan hak jawabnya. Penggugat juga diketahui mempunyai perjanjian lisensi dengan perusahaan di Singapura sebagai penerima lisensi untuk memproduksi dan menjual unit-unit merek Sinko untuk wilayah ASEAN, yang kemudian oleh perusahaan di Singapura di adakan perjanjian lisensi lebih lanjut kepada perusahaan di Indonesia yaitu PT. Sinko Industries. Walaupun penerima lisensi dapat memberi lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga yang dalam hal ini PT. Sinko Industries Indonesia berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tetapi hal tersebut harus diperjanjikan terlebih dahulu antara lisensor dan lisensee. Karena itu, adanya informasi dari pihak ketiga yang memohon Tergugat untuk melakukan investigasi non use merek Penggugat, dilandasi oleh suatu keinginan dari pihak ketiga untuk menggunakan merek Sinko yang telah terdaftar atas nama Penggugat sebagai barangbarang produksi PT. Sinko Industries Indonesia. Keinginan ini tentu saja didasarkan atas iktikad yang tidak baik. Undang-Undang Merek sendiri tidak melindungi seseorang yang tidak berhak atau yang beritikad tidak baik dalam pendaftaran merek (Imam Sjahputra Dkk, 1997 : 27). Dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 dinyatakan bahwa: “Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukkan oleh pemohon yang beritikad tidak baik”. Pihak Tergugat kemudian mengajukkan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung pada tanggal 21 Februari 2002, tetapi memori kasasi diterima oleh Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 4 Maret 2002 sehingga permohonan commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kasasi telah melampaui jangka waktu ditentukan dalam Pasal 83 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang menyatakan: “Pemohon kasasi telah harus menyampaikan memori kasasi kepada Panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”. Telatnya pengajuan memori kasasi oleh pemohon kasasi bisa dikatakan bahwa permohonan kasasi yang dimohonkan harus disertai dengan dimasukkannya memori kasasi kepada Panitera paling lambat 7 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan. Hal ini memperlihatkan bahwa Kantor Direktorat Merekpun bisa lalai dalam menerapkan undang-undang dari merek itu sendiri. Atas putusan kasasi Mahkamah Agung, Direktorat Merek mengajukkan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Alasan-alasan yang diajukan oleh Direktorat Merek selaku pemohon Peninjauan Kembali pada pokoknya adalah (Lihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 02 PK/N/HaKI/2002) : 1) Majelis Hakim tingkat kasasi telah salah menerapkan hukum yang diberlakukan untuk perhitungan tenggang waktu mengajukan memori kasasi dengan berpedoman pada Pasal 83 ayat (3) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001, karena apabila dicermati, ketentuan Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 sebenarnya tidak mengatur mengenai penghapusan merek terdaftar, tetapi hanya mengatur mengenai gugatan pembatalan merek, sehingga mengenai tata cara pengajuan kasasi dan memori kasasi dalam hal keberatan terhadap penghapusan merek tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Terdapat kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata, karena majelis hakim tingkat kasasi tidak memahami ketentuan hukum tentang penghapusan merek. Majelis hakim tingkat kasasi tidak dapat membenarkan keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi karena tidak terdapatnya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata
dari majelis hakim tingkat
kasasi. Sehingga, permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Direktorat Merek tidak beralasan dan harus ditolak. Penulis tidak sependapat dengan keputusan putusan Peninjauan Kembali yang menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali yaitu pihak Direktorat Merek, karena alasan-alasan yang dikemukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali sungguh sangat jelas tersirat bahwa penerapan Pasal 83 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tentang perhitungan tenggang waktu mengajukan memori kasasi tidak tepat diterapkan pada kasus ini yang merupakan kasus penggugatan pembatalan penghapusan merek seperti yang penulis akan kemukakan kembali sebagai berikut: Pasal 83 ayat (3), berbunyi: “Pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Kembali pada Pasal 83 ayat (1) seperti bunyi perintah ayat (3), berbunyi: “Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal commit to user putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut”. Kembali pada Pasal 82 mengikuti bunyi Pasal 83 ayat (1), berbunyi: “Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (8) hanya dapat diajukan kasasi”. Sedangkan bunyi Pasal 80 ayat (8) seperti bunyi Pasal 82, berbunyi: “Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 (Sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung”. Jelas kenapa Penulis tidak sependapat dengan putusan Peninjauan Kembali No. 02 PK/N/Haki/2002 yang menolak alasan Pemohon Peninjauan Kembali yang beranggapan Majelis Hakim Tingkat Kasasi telah khilaf dan melakukan kekeliruan yang nyata, sehingga Majelis Hakim Tingkat Kasasi sungguh tidak cerdas dalam pemahamam ketentuan tentang penghapusan merek. Untuk kedepan alangkah baiknya jika didalam Undang-Undang Merek terdapat ketentuan yang jelas mengenai jangka waktu hak jawab yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar yang mereknya dicurigai tidak digunakan atau non use, agar sedapat mungkin meminimalisasi adanya gugatan pembatalan penghapusan merek terdaftar yang dilakukan oleh Direktorat Merek. b. Kasus Penghapusan Pendaftaran Merek DAVIDOFF Antara Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH (Penggugat) Melawan NV. Sumatra
Tobacco
Trading Company (Tergugat) (Putusan commit to user Pengadilan Niaga Jakarta No. 54/Merek/2002/PN.Niaga JKT.PST.
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tanggal 28 Januari 2003 Jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 012 K/N/HaKI/2003 Tanggal 13 Juni 2003 Jo Putusan Peninjauan Kembali No. 012 PK/N/HaKI/2003 Tanggal 22 Desember 2003). Dalam kasus gugatan penghapusan merek Davidoff, Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH, adalah sebuah perseroan yang didirikan menurut Undang-undang Negara Jerman merupakan pemegang lisensi merek Davidoff yang memproduksi produk rokok. Davidoff dapat dikatakan sebagai merek terkenal dan sukses di Asia (Lihat Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 54/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST.). Di
Indonesia,
Davidoff
telah
mengajukan
permintaan
pendaftaran merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektua, cq. Direktorat Merek dengan No. Agenda DOO 2002 13092, 13230, No. Agenda DOO 2002 13091 13229 dan No. Agenda DOO 2002 20578 20803, semuanya untuk kelas barang 34. Namun, karena alasan adanya informasi telah dipergunakannya merek dagang Davidoff oleh Tergugat di Indonesia menjadi penghalang untuk pelaksanaan perjanjian lisensi untuk menggunakan merek Davidoff dan kerja sama penanaman modal/investasi sebagai tujuan utama dari Penggugat untuk memperluas bidang usahanya di Indonesia setelah sukses di Asia. Pihak Tergugat diketahui tidak menggunakan merek Davidoff selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan minimal sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Bahwa, apabila merek tidak digunakan dalam perdagangan barang dan/atau jasa, maka merek terdaftar tersebut dapat dihapuskan dari Daftar Umum Merek atar Prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan gugatan pihak ketiga yang berkepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pihak Penggugat dalam hal ini bertindak sebagai pihak ketiga yang memiliki iktikad baik dan kepentingan untuk menggunakan merek Davidoff tersebut yaitu sebagai pemegang lisensi sebagaimana termaksud dalam uraian diatas, dan karenanya berhak untuk mengajukan gugatan penghapusan pendaftaran merek berdasarkan Pasal 63 Jo Pasal 61 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 terhadap merek Davidoff dalam kelas barang 34 di bawah Daftar No. 276068, 304906, 304907 atas nama Tergugat yang telah tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Bahwa Penggugat telah meminta bantuan pihak ketiga (perusahaan NFO Indonesia) sebagai pihak yang netral untuk melakukan penelitian pasar (market survey) diberbagai kota besar di Indonesia untuk memeriksa apakah merek Davidoff untuk jenis barang yang termasuk dalam kelas 34 atas nama Tergugat beredar di Pasaran. NFO Indonesia pun mempunyai hasil dari market survey yang mereka lakukan menunjukan bahwa tidak diketemukannya produk-produk rokok dengan merek Davidoff yang diproduksi oleh Tergugat, namun yang ditemukan adalah merek Davidoff produksi dari Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH/Penggugat. Selain melakukan market survey, NFO Indonesia juga melakukan penelitian grosir (whosaler survey) di 10 (sepuluh) tokotoko grosir di Jakarta dan 10 (sepulu) toko-toko grosir di Medan untuk memeriksa apakah ada rokok-rokok dengan merek Davidoff yang diproduksi oleh Tergugat, namun yang didapat selalu produksi dari Penggugat. Dalam hal ini NFO Indonesia hanyalah sebagai pihak yang netral guna untuk keperluan mendapatkan informasi yang dapat dipercaya bahwa Tergugat telah tidak menggunakan dan/atau menjual produk rokok-rokok dengan merek Davidoff setidak-tidaknya selama 3 commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(tiga) tahun berturut-turut dala perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Selain melakukan market survey dan whosaler survey yang dilakukan
oleh
NFO
Indonesia,
Penggugat
juga
melakukan
penyelidikan (investigation) melalui Mainguard Security Service (S) Pte. Ltd., suatu perusahaan yang berpengalaman untuk melakukan penyelidikan di Pematang Siantar yang merupakan kedudukan hukum dari Tergugat. Penyelidikan tersebut menghasilkan Tergugat tidak menggunakan merek Davidoff untuk barang jenis rokok-rokok. AC Nielsen, suatu perusahaan agensi di bidang penelitian pasar (market survey) yang dikenal secara internasional pun dikerahkan untuk melakukan audit menyatakan bahwa di indonesia dari tahun 1999-2001 tidak ditemukan produk-produk rokok dengan merek Davidoff dipasaran yang diproduksi oleh Tergugat. Bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh semua pihak ketiga sebagai pihak netral menghasilkan kesimpulan bahwa merek Davidoff dan variasinya atas nama Tergugat tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. Di samping itu juga Penggugat mencari informasi di Kantor Bea & Cukai mengenai pembelian pita cukai/bandrol, didapatkan informasi bahwa meskipun telah membayar pita cukai belum dapat dipastikan bahwa perusahaan memproduksi barang-barang tersebut. Pembayaran pita cukai hanyalah pembayaran pajak ke Kantor Bea & Cukai dan bukan jaminan perusahaan memproduksi barang-barang dan/atau menggunakan merek tersebut. Dalam jawabannya, NV. Sumatra Tobacco Trading Company sebagai Tergugat mengajukan Eksepsi dan Rekonpensi untuk mempertahankan Hak Atas Merek Davidoff yang dia miliki. Dalam Eksepsinya Tergugat berdalih: commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Bahwa penggugat mengajukan gugatan ini dalam kedudukannya selaku pemegang lisensi (licensee) dari Davidoff & Cie S.A. selaku pemberi lisensi (licensor); 2) Bahwa menurut Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, perjanjian lisensinya lainnya dapat diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru mengikat pihak ketiga setelah dicatat pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual; 3) Bahwa Davidoff & Cie S.A. tidak memiliki pendaftaran merek Davidoff di Indonesia dan peraturan pelaksanaan mengenai pencatatan perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 belum dikeluarkan, sehingga dapat dipastikan perjanjian lisensi antara Davidoff & Cie S.A. dengan Penggugat belum dicatat pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual; 4) Bahwa dengan demikian, maka yang mempunyai hak penggugat (vorderingsrecht) dalam perkara ini adalah Davidoff dan Cie S.A. Sedangkan dalam Rekonpensi pihak Tergugat menggugat: 1) Tergugat merupakan pemilik atas merek dagang Davidoff yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di bawah No. 276068 (perpanjangan dari No. 146541), 304906 (perpanjangan dari 180556) dan 304907 (perpanjangan dari 174130) untuk jenis barang rokok yang telah dan masih digunakan dalam perdagangan di Indonesia; 2) Bahwa Davidoff & Cie S.A./Zino Davidoff S.A. selaku licensor dari Penggugat telah mengajukaan gugatan pembatalan atas merekmerek tersebut sebanyak 3 (tiga) kali ke Penagdilan Niaga Jakarta yang semuanya telah memperoleh putusan Mahkamah Agung; commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tergugat berhak menuntut agar pemakaian merek Davidoff dinyatakan secara tegas dalam amar putusan Pengadilan dan Penggugat serta licensornya dinyatakan beritikad buruk. Dalam perkara ini, putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 54/Merek/2002/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 28 Januari 2002,
menolak gugatan Penggugat dalam konpensi
sedangkan gugatan dalam rekonpensi dinyatakan tidak dapat diterima. Pihak Penggugat kemudian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Niaga No. 54/Merek/2002/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 28 Januari 2002. Atas putusan kasasi Mahkamah Agung, pihak NV. Sumatra Tobacco Trading Company mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Alasan-alasan yang diajukan oleh pihak Pemohon Peninjauan Kembali pada pokoknya adalah (Lihat Putusan Mahkamah Agung No. 12 K/N/HaKI/2003): 1) Majelis hakim tingkat kasasi telah membatalkan putusan judex facti dan menyatakan judex facti salah menerapkan hukum, namun tanpa menunjuk dimana letak kesalahan penerapan hukumnya. Berpedoman pada Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana sudah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahhun 1985 tentang Mahkamah Agung, karena telah bertindak sebagai judex facti dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo, yakni memeriksan dan menilai surat-surat bukti yang menurut hukum merupakan wewenang judex facti; 2) Majelis hakim tingkat kasasi telah mengambil alih pertimbangan to user judex facti dalamcommit eksepsi, padahal pertimbangan judex facti
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut adalah salah dan melanggar Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu dengan alasan-alasan sebagai berikut a) Menurut Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, suatu perjanjian lisensi hanya dapat diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru mengikat pihak ketiga; b) Pihak Davidoff & Cie S.A. bukan pemilik merek Davidoff yang terdaftar di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaan mengenai perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum dikeluarkan; c) Pihak yang mempunyai hak menggugat (voorderingsrecht) dalam perkara ini adalah Davidoff & Cie. S.A. sendiri selaku pihak yang mengklaim kepemilikan merek-merek yang digugat; d) Pihak Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH tidak mempunyai hak menggugat karena kedudukannya selaku pemegang lisensi belum dicatat pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Mahkamah Agung tidak dapat membenarkan keberatan yang diajukan oleh pemohon Peninjauan Kembali karena tidak terdapatnya kesalahan atau kekhilafan yang nyata dari majelis hakim tingkat kasasi. Sehingga, permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh pihak NV. Sumatra Tobacco Trading Company tidak beralasan dan harus ditolak. Penulis tidak sependapat dengan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung yang menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali, karena alasan-alasan to user Peninjauan Kembali sungguh yang dikemukan commit oleh Pemohon
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat jelas tersirat bahwa pihak Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH selaku pemegang lisensi dari pihak Davidoff & Cie S.A. yang tidak memiliki pendaftaran merek Davidoff di Indonesia dan peraturan mengenai peraturan pelaksanaan pencatatan perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 belum dikeluarkan, sehingga dapat dikatakan perjanjian lisensi antara Davidoff & Cie S.A. dengan Reemtsma
Cigarettenfabriken
GmbH
belum
tercantum
di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian, maka yang mempunyai hak Penggugat dalan perkara ini adalah Davidoff & Cie S.A. selaku pihak yang ingin mengklaim kepemilikan merek Davidoff yang akan digugat. Pada Pasal 43 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, perjanjian lisensinya dapat diberikan oleh pemilik merek yang terdaftar dan baru mengikat pihak ketiga setelah dicatat pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sedangkan, pihak Davidoff & Cie S.A. baru mengajukan pendaftaran
yang belum melalui pemeriksaan
subtantif. Alangkah baiknya di aturan lisensi pada undang-undang merek diperbaiki untuk undang-undang merek selanjutnya, bahwa pihak ketiga apakah harus diatur di undang-undang atau cukup perjanjian antar licensee dengan licensor saja agar jelas pihak mana yang berhak melakukan gugatan sebagai pihak ketiga. Walaupun penulis mengharapkan adanya perbaikan pada aturan lisensi untuk materi Undang-Undang Merek selanjutnya, tidak sepenuhnya bisa disalahkan karena Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang tidak mengatur aturan tentang lisensi merek, tetapi menurut commit to userpenulis hanya pihak yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
mengerti aturan hukum saja masih melakukan pendaftaran terhadap suatu merek walaupun merek tersebut belum sepenuhnya terdaftar didalam Daftar Umum Merek. Menurut penulis, pihak NV. Sumatra Tobacco Trading Company merupakan pihak yang mengerti hukum tetapi mereka memang sengaja mencari celah kesalahan pada aturan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek untuk melakukan suatu kecurangan untuk menyerobot ketenaran merek Davidoff milik Davidoff & Cie S.A. yang sudah dilisensikan pada pihak Remtsma Cigarettenfabriken GmbH walaupun belum dilakukan pendaftaran dan pencatatan atas lisensi merek di Direktorat Merek Direktorat Jenderal HKI, karena undang-undang yang sekarang ini hanya mengintruksikan lisensi hanya dapat dilakukan pencatatan pada pemilik merek yang sudah terdaftar. 4. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Sesuai dengan Jenis Barang atau Jasa yang Dimohonkan Pendaftarannya. Kasus Merek Top 1 + Lukisan Melawan Merek Megatop + 1 + New Formula (Putusan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 02/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST. tanggal 24 Maret 2003 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 16 K/N/HaKI/2003 tanggal 1 September 2003 Jo Putusan Peninjauan Kembali No. 14 PK/N/HaKI/2003 tanggal 6 Januari 2004). Kasus ini berawal dari PT. Topindo Atlas Asia sebagai pemilik merek TOP 1 dan lukisannya yang telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan Nomor 504089 tertanggal 4 April 2002 untuk jenis barang minyak pelumas untuk motor yang masuk dalam kelas 4. Kemudian diketahui pula bahwa telah terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, merek kata MEGATOP yang terdaftar dengan Nomor 411000 tanggal 10 Maret 1998 atas nama PT. Lumasindo Perkasa yang juga commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilindungi untuk jenis barang kelas 4 (empat) jenis pelumas (Lihat Putusan Pengadilan Niaga Jakarta No. 02/Merek/2003/PN.Niaga.JKT.PST). Berdasarkan data-data hasil monitoring dipasaran yang diperoleh pihak PT. Topindo Atlas, diketemukan fakta bahwa PT. Lumasindo Perkasa yang hanya mendaftarkan mereknya dengan kata MEGATOP dengan tulisan kata MEGATOP dalam elips, 1 kata New Formula dalam angka 1 dan lukisan serta menggunakan unsure warna merah dan kuning yang hampir sama dengan merek yang didaftarkan oleh TOP 1. Dengan beredarnya produk oli merek TOP 1 dan MEGATOP yang serupa di pasaran, telah menimbulkan persepsi yang keliru di kalangan konsumen yang beranggapan bahwa oli merek MEGATOP adalah produk TOP 1. Hal ini merupakan upaya pendomplengan merek yang dilakukan PT. Lumasindo Perkasa terhadap merek milik PT. Topindo Atlas. Atas dasar itulah, PT. Topindo Atlas menggugat penghapusan merek MEGATOP yang dalam kegiatan produksi barangnya menambahkan kata 1 dalam elips serta menggunakan unsure merah dan kuning. Atas dasar itulah PT. Topindo Atlas selaku Penggugat menggugat PT. Lumasindo Perkasa selaku Tergugat untuk menghapuskan pendaftaran merek MEGATOP yang tidak sesuai dengan yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek. Hal ini sesuai dengan Pasal 61 ayat (2) huruf b tentang penghapusan pendaftaran merek yang dapat dilakukan apabila merek tersebut digunakan untuk jenis barang yang tidak sesuai dengan jenis barang yang dimohonkan pendaftarannya. Penggugat juga menggugat Direktorat Merek sebagai Turut Tergugat karena Direktorat Merek sebagai instansi yang melaksanakan pendaftaran merek yang dapat menghapus merek dari Daftar Umum Merek. Dalam jawabannya, Tergugat menyatakan bahwa: 1) Logo angka satu berikut kata MEGATOP mempunyai tujuan sebagai tanda kualitas produk juga telah dilindungi secara hukum sebagai logo seni dalam hak cipta; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
2) Tergugat membedakan antara unsur merek dan mana yang menjadi kemasan dan unsur seni logo, dan menyatakan bahwa Penggugat mencampuradukkan antara merek dan kemasan. Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta dalam memutus kasus ini adalah meskipun gugatan yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dapat digabungkan dalam satu gugatan, tetapi dalam perkara ini selain tidak dituntut dalam gugatan juga didasarkan atas Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Pengadilan Niaga baru berwenang mengadili Hak Cipta pada bulan Juli 2003 (vide Pasal 78 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002). Berdasarkan pertimbangan majelis hakim diatas, majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Penggugat yang tidak puas dengan keputusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh, Mahkamah Agung, kasasi Penggugat dikabulkan karena dalam pertimbangan Mahkamah Agung, merek yang digunakan oleh Termohon Kasasi dengan penambahan unsur angka 1 dengan tulisan kata MEGATOP dalam elips dan 1 serta kata New Formula, walaupun sudah terdaftar sebagai jenis ciptaan seni logo, tetapi tidak dapat digunakan oleh Termohon Kasasi pada produk barangnya sehingga merupakan merek dari barang tersebut (Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 16 K/N/HaKI/2003). Penulis sependapat dengan Putusan Mahkamah Agung, karena memang penggunaan kata MEGATOP dengan penambahan angka 1 dengan tulisan kata MEGATOP dalama elips dan angka 1 serta kata New Formula sudah tidak sesuai antara yang terdaftar di Direktorat Merek dengan yang dipergunakan di dalam kegiatan perdagangan. Hal ini tentu saja dapat dijadikan alasan penghapusan merek sesuai dengan Pasal 61 ayat (2) huruf b Undang-Undang commit toNomor user 15 Tahun 2001. Ditambah lagi
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan penambahan angka 1 berbentuk elips pada merek MEGATOP menyerupai merek yang dipergunakan oleh TOP 1 dalam kegiatan perdagangannya.
Dapat
dikatakan
merek
MEGATOP
milik
PT.
Lumasindo Perkasa secara sengaja ingin mendompleng ketenaran merek TOP 1 yang telah dikenal masyarakat, serta hal ini akan berakibat kebingungan dalam masyarakat yang akan beranggapan bahwa antara merek TOP 1 dengan MEGATOP ada suatu hubungan produk. Pada kasus ini pihak PT. Lumasindo Indo Perkasa sebagai pemilik Merek
MEGATOP
menurut
hemat
penulis
terbukti
melakukan
pelanggaran terhadap asas iktikad baik sebagai pelaku usaha yang menginginkan suatu ketenaran merek dengan instan dengan cara mendompleng ketenaran pada merek TOP 1 milik PT. Topindo Atlas Asia. Selain melanggar asas iktikad baik pihak PT. Lumasindo Indo Perkasa juga melakukan pelanggaran terhadap asas siapa yang tidak bekerja maka janganlah dia makan, seolah-olah penulis ibaratkan PT. Lumasindo Indo Perkasa merupakan pihak yang tidak tahu diri karena tidak mau berusaha untuk melakukan pemasaran untuk mereknya agar bisa dikenal masyarakat, tetapi melakukan kecurangan dengan mendompleng ketenaran merek lain sehingga PT. Lumasindo Indo Perkasa tidak layak menikmati atau memakan hasil dari produksi barangnya yang laku dipasaran yang terindikasi tindakan yang curang. B. Akibat Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Terhadap Para Pihak Yang Terkait Suatu merek yang sudah terdaftar dan bersertifikat dilindungi selama 10 tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek. Waktu ini dapat diperpanjang lagi atas permohonan si pemilik selama waktu yang sama selama merek tetap digunakan dalam dunia bisnis. Permohonan perpanjangan diajukan dalam jangka waktu 12 bulan sebelum berakhir jangka waktu perlindungan merek yang sudah terdaftar, apabila selama 3 tahun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
berturut-turut merek tersebut tidak digunakan maka akan mengakibatkan batal. Akibat dari ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang membahas tentang penghapusan merek yang tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yang tidak bersifat imperatif tetapi fakultatif, maka dalam masyarakat pun muncul merekmerek yang terdaftar di Daftar Umum Merek tetapi tidak digunakan dalam perdagangan selama 3 tahun berturut-turut, bahkan tidak dihapuskan yang disebabkan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan penghapusan pendaftaran merek terdaftar dimaksud. Berdasarkan ketentuan penghapusan pendaftaran merek dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, dan Pasal 67 dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) pihak yang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek, yaitu: 1. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Prakarsa Direktorat Merek Direktorat Merek diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan pengawasan represif, yang secara ex-officio dilakukan berdasarkan kuasa yang diberikan Undang-Undang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek. Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, memperingatkan apabila Direktorat Merek hendak mengambil tindakan menghapus pendaftaran merek atas prakarsa sendiri, selain harus berdasarkan alasan yang sah menurut Undang-Undang, juga mesti didukung oleh bukti yang cukup bahwa: a. Merek tidak dipergunakan berturu-turut selama 3 (tiga) tahun atau lebih dalam perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir. b. Merek yang digunakan untuk jenis barang atau jasa tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya. Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Merek sendiri disikapi oleh Direktorat commit Merek to userdengan mencari bukti-bukti atau
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendasarkan pada informasi dari masyarakat guna dijadikan bahan pertimbangan. Pemilik merek diberikan kesempatan untuk melakukan upaya pembelaan untuk dikecualikan dari ketentuan tentang penghapusan ide dengan mengajukan alasan-alasan yang dapat dipertimbangkan oleh Direktorat Merek, misalnya produk makanan dan minuman yang izin peredarannya menjadi kewenangan instansi lain atau keputusan pengadilan yang bersifat sementara mengenai penghentian sementara pemakaian merek selama perkara berlangsung (Sudargo Gautama dan Rizwanto Utama Winata, 1997:175). Apabila didapat bukti yang cukup untuk menghapus pendaftaran merek, penghapusan pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat Merek akan dicoret dalam Daftar Umum Merek dan akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pencoretan merek dari Daftar Umum Merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek tersebut. Jika dilakukan pengamatan pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Direktorat dituntut untuk bekerja aktif untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pemakaian merek terdaftar. Hal ini tentu bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena untuk mendapatkan bukti-bukti penggunaan merek yang menyimpang, tentu saja itu bukan perkara mudah (Gatot Supramono, 1996 : 55). Apabila Direktorat Merek mengambil keputusan yang keliru, Direktorat Merek pun dapat digugat oleh pemilik merek yang mereknya dihapus. Pemilik merek yang ingin membatalkan penghapusan pendaftaran mereknya oleh Direktorat Merek dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimana Direktorat Merek berdomisili di Tangerang sehingga masuk kompetensi relatif Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pemilik Merek Pada prinsipnya, Merek dapat dilakukan pengajukan penghapusan pendaftaran oleh pemilik merek terdaftar bersangkutan. Landasan prinsip ini dapat disimpulkan dari Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menegaskan: “Permohonan penghapusan pendaftaran Merek oleh pemilik Merek atau Kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal”. Permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar oleh pemilik merek ini dapat diajukan sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam satu kelas. Pertimbangan yang diambil pemilik merek itu sendiri dalam hal ini biasanya dikarenakan mereknya sudah dianggap tidak menguntungkan lagi bagi dia. Permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar oleh pemilik merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Merek dengan menyebutkan merek terdaftar dan nomor pendaftaran merek yang bersangkutan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek, Pasal 21 menjelaskan permintaan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut : a. Bukti identitas dari pemilik merek terdaftar yang dimintakan penghapusannya; b. Surat kuasa khusus bagi permintaan penghapusan apabila penghapusan tersebut dilakukan oleh kuasa pemilik merek; c. Surat pernyataan persetujuan tertulis dari penerima lisensi, apabila pendaftaran merek yang dimintakan penghapusan masih terikat perjanjian lisensi; d. Pembayaran biaya dalam rangka permintaan penghapusan pendaftaran merek terdaftar. commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Apabila penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh pemilik merek yang masih terikat dengan perjanjian lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal ini disetujui oleh penerima lisensi, kecuali apabila telah terdapat kesepakatan tertulis dalam perjanjian lisensi dari penerima lisensi (Suyud Margono dan Longginus Hadi, 2002 : 62). Permohonan penghapusan pendaftaran merek terdaftar yang diterima oleh Direktorat Merek akan dilaksanakan dengan cara mencoret merek tersebut dalam Daftar Umum Merek dan diberi catatan tentang alasan tanggal penghapusan. Selanjutnya, diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan diberikan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan merek dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi (OK. Saidin, 2010 : 394). 3. Penghapusan
Pendaftaran
Merek
atas
Permintaan
Pihak
Ketiga
Berdasarkan Putusan Pengadilan Gugatan pihak ketiga merupalan pihak terakhir yang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek terdaftar yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pembuat UndangUndang menghendaki selain pemilik merek dan Direktorat Merek yang dapat melakukan penghapusan pendaftaran merek, kontrol dari masyarakat juga diperlukan tentang pelaksanaan merek yang telah didaftarkan. Penghapusan pendaftaran merek atas permintaan pihak ketiga diatur dalam Pasal 63 Jo Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Undang-undang memberikan hak kepada pihak ketiga mengajukan permintaan penghapusan pendaftaran merek
terdaftar
dengan
cara
mengajukan
gugatan
penghapusan
pendaftaran merek terdaftar ke Pengadilan Niaga. Gugatan penghapusan pendaftaran merek terdaftar tersebut akan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan Hukum Acara Perdata, dalam hal ini HIR ataupun Rbg. commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak secara rinci mengatur siapa aja yang termasuk pihak ketiga, akan tetapi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah pihak selain Direktorat Merek dan pemilik merek yaitu pihak yang mempunyai kepentingan hukum dan kepentingan ekonomi atas merek yang terdaftar namun tidak dipergunakan tesebut. Gugatan penghapusan pendaftaran merek yang dimohonkan oleh pihak ketiga diajukan ke Pengadilan Niaga sesuai dimana kompetensi relatif domisili atau tempat tinggal Tergugat. Hal ini menunjukan kompetensi relatif dari suatu Pengadilan. Terdapat 5 (lima) Pengadilan Niaga di Indonesia, yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Jakarta, Pengadilan Semarang, Pengadilan Niaga Surabaya, dan Pengadilan Niaga Makasar. Pada saat terjadi sengketa penghapusan pendaftaran merek tidak cukup pemilik merek saja yang menjadi Tergugat, tetapi juga harus melibatkan pihak Direktorat Merek sebagai pihak Turut Tergugat. Hal ini dilakukan karena Direktorat Merek sebagai instansi yang melakukan pelaksanaan pendaftaran merek yang dapat mencoret suatu merek dari Daftar Umum Merek sehingga dalam petitum gugatan Penggugat perlu dimintakan agar pihak Direktorat Merek diperintahkan untuk menuruti perintah vonis majelis hakim untuk mencoret merek dari Daftar Umum Merek. Gugatan dalam sengketa penghapusan pendaftaran merek tidak dimungkinkan menggunakan dasar hukum lain, selain alasan tercantum dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Apabila dalil gugatan menyimpang dari itu, akan berakibat gugatan menjadi kabur (obscuur libel) atau tidak mempunyai dasar hukum. Akibat daripada itu adalah gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima. Mengenai tata cara penghapusan pendaftaran merek, Pasal 65 Undang-Undang
Merek
2001
menyatakan
bahwa
penghapusan
pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal HaKI dengan cara commit to user mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberi catatan tentang alasan dan tanggal penghapusannya. Selanjutnya, hal itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan penghapusan pendaftaran merek, mengakibatkan berakhiranya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan (Iswi Hariyani, 2010 : 47).
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, bahwa : 1. Penghapusan terhadap merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah Penghapusan pendaftarn Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat dilakukan : a. Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan /atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal ; atau b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
jenis
barang atau jasa
yang dimohonkan
pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Dari faktor-faktor di atas bahwa penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan. Ternyata selain itu masih ada faktor-faktor yang masih bisa memicu terjadinya penghapusan merek terdaftar, namun di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tidak ditemukan aturan tersebut, yaitu : a. Setelah 10 (sepuluh) tahun setelah tanggal pendaftaran dan tidak dilakukan pembaharuan untuk meneruskan perlindungan atas merek tersebut. b. Di nyatakan hapus dari Daftar Umum Merek oleh Putusan Pengadilan Niaga setelah dilakukan gugatan untuk penghapusan merek yang tidak pernah digunakan. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Penghapusan merek terdaftar akan berdampak kepada pemegang hak akan kehilangan haknya atas merek yang tadinya terdaftar kemudian terjadi penghapusan atas prakarsa Direktorat Jenderal dan / atau gugatan dari pihak ketiga. Sedangkan, bagi Direktorat Merek berakibat hukum menuruti keputusan dan tunduk atas putusan Pengadilan Niaga yang memerintahkan penghapusan tersebut dilakukan oleh Direktorat Merek. Pihak ketiga yang mempunyai kepentingan atau tertarik terhadap merek yang sudah lepas atau bebas dari pemiliknya dapat mendaftarkannya. Upaya penghapusan pendaftaran merek merupakan suatu keuntungan bagi pihak ketiga dikarenakan suatu peluang untuk merebut ketenaran merek pihak lawan yang sudah dikenal oleh masyarakat tetapi tidak mempunyai kreativitas atau inovasi untuk mengembangkan merek tersebut menjadi lebih berharga.
B. Saran Dari kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang perlu penulis perlu sampaikan, antara lain: 1. Untuk melakukan penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan oleh 3 (tiga) para pihak tentunya, salah satunya pihak ketiga yang berkepentingan yang mereknya telah terdaftar di dalam Daftar Umum Merek Direktorat Merek Direktorat Jenderal HKI, Undang-Undang mengatur demikian tetapi pada prakteknya sering terjadi yang namanya pemilik merek baru melakukan pendaftaran dan baru mempunyai Nomor Agenda namun dia belum lolos pemeriksaan substantif pejabat kantor merek, sudah dapat melakukan gugatan penghapusan sebagai pihak ketiga, sehingga menurut penulis kurang fair apabila terjadi demikian karena di dalam aturan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 sudah di atur sedemikian baiknya dan tidak ada klausula mutatis mutandis namun beda pada praktiknya, sehingga commit to userboleh-boleh saja diajukan namun saran penulis agar upaya gugatan
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada praktiknya bermainlah sesuai aturan Undang-Undang yang berlaku sekarang yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 agar tidak menciderai asas fair. 2. Direktorat Merek merupakan pihak yang secara khusus diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan merek oleh pemilik merek dan sekaligus diberi hak untuk melakukan penindakan dengan cara penghapusan suatu merek jika terbukti tidak digunakan pada produksi barang dan jasa. Namun, dengan sekian banyaknya merekmerek yang terdaftar di dalam Daftar Umum Merek, Direktorat Merek beralasan tidak mudah untuk melakukan pengawasan sekaligus penindakan terhadap pelaksanaan penggunaan merek itu sendiri karena kendala sulitnya mencari bukti-bukti yang kuat untuk dilakukan penghapusan. Penulis sangat tidak setuju sekali dengan alasan yang dikemukakan oleh Direktorat Merek bahwa kendala sulitnya mendapatkan bukti. Seharusnya Direktorat Merek bisa melakukan pengawasan dengan melakukan mengkoordinasikan para pegawainya untuk melakukan survey pasar atau berkolaborasi dengan institusi lainnya dibidang perdagangan untuk melakukan pengawasan atau bisa saja Direktorat Merek membuat suatu kotak suara pengaduan masyarakat dan diberikan suatu dana insentif sedikitnya untuk mereka yang ikut andil dalam melakukan pengawasan. Bahwa penulis yakin sekali banyak merek di luar sana yang istilahnya hanya titip nama demi menghambat pihak lain untuk melakukan pendaftaran terhadap suatu merek.
commit to user