STUDI TENTANG PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DENGAN DOSIS YANG BERBEDA DI HUTAN SEKUNDER MUDA POLTANESA
Oleh
MARZUMAH NIM.090500157
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2012
STUDI TENTANG PEMBERIAN KAPUR DOLOMIT DENGAN DOSIS YANG BERBEDA DI HUTAN SEKUNDER MUDA POLTANESA
Oleh
MARZUMAH NIM.090500157
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Studi Tentang Pemberian Kapur Dolomit Dengan Dosis Yang Berbeda Di Hutan Sekunder Poltanesa
Nama
: Marzumah
NIM
: 090500157
Program Studi
: Manajemen Hutan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Noorhamsyah, MP. Ir.aaaaaaaaaaaaaaaaa
Ir. M. Masrudy, MP. Ir. Dadang Suprapto, MP Ir.bbbbbbbbbb bbbbbb NIP. 196405231997031001 NIP. 196008051988031003 NIP.196201011988031003 NIP. 123456789012345678 NIP. 1234567890123 45678
Menyetujui, Ketua Program Studi Manajemen Hutan
Ir. M. Fadjeri, MP NIP. 196108121988031003
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 196308051989031005
Lulus ujian pada tanggal : …………………………………
ABSTRAK MARZUMAH. Studi Tentang Pemberian Kapur Dolomit dengan Dosis Yang Berbeda Di Hutan Sekunder Poltanesa (di bawah bimbingan NOORHAMSYAH). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan nilai pH tanah hutan sekunder setelah dilakukan kegiatan pengapuran dengan dosis sesuai anjuran Lingga (1992) dan dosis rekayasa (di atas dan di bawah anjuran Lingga (1992). Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pelaksana/pengelola lahan pertanian mengenai jangka waktu yang tepat untuk penanaman dengan menggunakan lahan hutan sekunder setelah dilakukan pengapuran dolomit. Penelitian dilaksanakan di Hutan Sekunder Politeknik Pertanian Negeri Samarinda selama 3 bulan. Kegiatan meliputi studi literatur,persiapan penelitian, pembuatan plot penelitian, pengambilan sampel tanah awal dan akhir serta dilanjutkan dengan uji laboratorium. Pembuatan plot penelitian berukuran 2m x 1m sebanyak 4 plot untuk perlakuan dosis dolomit 0,908 kg. 1,382 kg 0,908 dan 1,478 kg sesuai rekomendasi Lingga (1992) dan sebanyak 4 plot untuk perlakuan dosis rekayasa peneliti yaitu 0,5 kg per m 2 sebanyak 2 plot. dan 2 kg per m2 .sebanyak 2 plot. `Untuk mengetahui perkembangan nilai pH tanah setelah dilakukan tindakan pengapuran menggunakan dolomit dianalisa nilai pH awal (sebelum diberi kapur dolomit) dan sesudah dilakukan pengapuran dolomit. Pengamatan (analisa) pH tanah dilakukan secara periodik setiap 2 minggu sekali selama kurun waktu 2 bulan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pemberian kapur dolomit baik dengan dosis rekomondasi Lingga (1992) maupun dosis rekayasa selama kurun waktu 8 minggu dapat menaikkan pH tanah dari kondisi awal masam benar (4,71-5,24)menjadi netral (6,32 – 6,74) Pemberian dosis dolomit sesuai anjuran Lingga (1992) ternyata lebih efisien dibandingkan menggunakan dosis dolomit rekayasa. Selain dapat memperbaiki nilai pH tanah, juga meningkatkan kandungan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Kata kunci : Kapur Dolomit, Hutan Sekunder Muda, pH,Ca,Mg.
RIWAYAT HIDUP
MARZUMAH, Lahir pada tanggal 06 Desember 1963 di Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Abdullah Hadjad dan ibu Wagirah. Pada tahun 1970 memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Petir II, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I. Yogyakarta dan lulus pada tahun 1976, Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama
Muhammadiyah,
Kecamatam
Piyungan,
Kabupaten
Bantul,Propinsi D.I. Yogyakarta dan lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1980 masuk ke Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta lulus pada tahun 1983. Kemudian pada tahun 1990 bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan diangkat sebagai staf Teknisi pada Laboratorium Tanah dan Air, Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada bulan Maret 1991 melangsungkan pernikahan dengan seorang pria bernama Sopian dan sampai saat ini dikaruniai anak sebanyak 3 orang yaitu M Arifin Baswan, M Akbar Baswan, dan Serly Khalimatussa’diyah. Pada tahun 2009 mengikuti pendidikan Program Diploma pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Bidang Studi Manajemen Hutan. Kemudian pada tanggal 01 Maret samapai tanggal 01 Mei 2012 telah mengikuti program Praktik Kerja Lapang (PKL) di Resot Pemangkuan Hutan (RPH) Kali Putih Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jati Lawang Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Hutan Sekunder Politeknik Pertanian Negeri Samarinda,yang dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu dari bulan Januari 2012 sampai dengan Maret 2012. Karya Ilmiah ini merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir dalam mengikuti pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda untuk mendapat sebutan Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dosen Pembimbing, yaitu Bapak Ir. Noorhamsyah, MP. 2. Kepala Laboratorium Tanah, Air dan Udara Poltanesa, yaitu Bapak Ir. Noorhamsyah,MP. 3. Bpk. Ir. M. Masrudy, M.Agr dan Bpk. Ir. Dadang Suprapto,M. Agr sebagai Dosen Penguji I dan Penguji II. 4. Ketua Program Studi Manajemen Hutan, yaitu Bapak Ir. M. Fadjeri, MP. 5. Ketua Jurusan Manajemen Pertanian, yaitu Bapak Ir. Hasanudin, MP. 6. Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, yaitu Bapak Ir. Wartomo, MP. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dan kelemahan dalam
penulisan ini. Akan tetapi penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam Karya Ilmiah ini dapat bermanfa’at bagi pembaca.
Penulis Kampus Sei. Keledang,
Septembere 2012
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
v. vi. vii. viii.
I.
PENDAHULUAN
1.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
3.
A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.
3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 11. 16.
III.
IV.
V.
Pengertian Tanah……………………………………………………. Pembentukan Tanah………………………………………………… Fungsi Tanah…………………………………………………………. Kimia Tanah…………………………………………………………... Kebutuhan Hara Tanaman………………………………………….. pHTanah………………………………………………………………. Pentingnya pH Tanah……………………………………………….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pH Tanah…………………….. Pengapuran Tanah…………………………………………………... Belukar Hutan Sekunder …………………………………………….
BAHAN DAN METODE PENGAMATAN
18
A. B. C. D.
18. 18. 19. 21.
Lokasi dan Waktu Pengamatan…................................................ Alat dan Bahan............................................................................. Prosedur Kerja.............................................................................. Pengolahan Data..........................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
22.
A. B.
22. 26.
Hasil………................................................................................... Pembahasan.................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN
29.
A. B.
29. 29.
Kesimpulan................................................................................... Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
30.
LAMPIRAN………………………………………………………………………
32.
DAFTAR TABEL Nomor 1.
2. 3. 4.
5. 6.
Tubuh Utama
Halaman
Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekomendasi Lingga (1992)……………………………………………………………….
22
Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekayasa………………
23
Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Magnesium Dosis Dolomit Rekomendasi Lingga (1992)……………………………
24
Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Magnesium Dosis Dolomit Rekayasa…………………………………………………………...
24
Hasil Perkembangan Kalsium dengan Dosis Dolomit Rekomendasi Lingga (1992)……………………………………..
25
Hasil Perkembangan Kalsium dengan Dosis Dolomit Rekayasa…………………………………………………………...
25
Lampiran 7.
Kelembaban Udara di Areal Penelitian…………………………
35
8.
Kriteria Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Lembaga Penelitian Bogor (1990)……………………………………………………. ...
37
9.
Data Curah Hujan Bulan Januari 2012………………………….
38
10.
Data Curah Hujan Bulan Pebruari 2012…………………………
39
11.
Data Curah Hujan Bulan Maret 2012…………………………….
40
DAFTAR GAMBAR Nomor Tubuh Utama Halaman 1 Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) Dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekomendasi Lingga…………. 22 2
Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) Dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekayasa……………………….
23
Lampiran 3
Pendangiran Plot Penelitian………………………………………………
33
4
Sampel Tanah Komposit…………………………………………………..
33
5
Pemberian Dolomit pada Plot Penelitian………………………………...
33
6
Pencampuran Dolomit pada Plot Penelitian…………………………….
33
7
Penumbukan Sampel Komposit di Laboratorium Tanah………………
34
8
Penyaringan Sampel Tanah Komposit di Laboratorium Tanah……….
34
9
Penimbangan Sampel Komposit sesuai Keperluan Analisa Laboratorium………………………………………………………………..
34
Pengukuran pH Sampel Komposit dengan Menggunakan pH Meter………………………………………………………………………...
34
10
I. PENDAHULUAN
Dalam rangka usaha meningkatkan produktivitas tanah sering dijumpai berbagai
kendala,
khususnya
masalah
kesuburan
tanahnya,
di
mana
permasalahan kemasaman tanah dan rendahnya unsur hara cukup menonjol. Dalam keadaan demikian maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terbatas.
Kondisi demikian sering dijumpai pada jenis tanah ultisol
(Anonim,1973). Ultisol merupakan jenis tanah yang mendominasi di Kalimantan dengan luas 10,9 juta hektar dan mempunyai potensi untuk pengembangan lahan pertanian mengingat berkurangnya lahan pertanian yang subur (Hakim dkk,1986). Salahsatu sifat tanah ultisol yang membatasi pertumbuhan tanaman adalah kandungan Al dd yang tinggi dan bersifat racun bagi tanaman, di mana Al dd berkorelasi dengan reaksi tanah.
Kondisi tanah di Kalimantan Timur
dijelaskan Anonim (1973), umumnya adalah bersifat masam, N dan P cukup rendah, kapasitas tukar kation rendah serta kandungan besi, Almunium beserta oksidanya cukup tinggi. Berdasarkan kondisi demikian maka dalam pengelolaan tanah diperlukan usaha yang tepat dan sebaik-baiknya agar produktivitas tanah dapat dijaga sehingga tanaman dapat meningkatkan pertumbuhannya (Anonim, 1983). Usaha yang dapat dilakukan antara lain adalah pengapuran. Pengapuran secara umum adalah pemberian bahan-bahan pengapuran dengan maksud untuk menaikkan pH tanah yang bereaksi asam menjadi mendekati netral dengan nilai pH sekitar 6,5–7 ( Soegiman, 1982 dalam Rismunandar , 1984).
Pengapuran juga dimaksudkan untuk menurunkan kejenuhan Al yang tinggi sehingga keracunan akar tanaman dapat ditekan.
Hardjowigeno (1987)
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan dengan cara pengapuran. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan nilai pH tanah hutan sekunder setelah dilakukan kegiatan pengapuran dengan dosis sesuai anjuran Lingga (1992) dan dosis rekayasa (di atas anjuran dan di bawah anjuran Lingga (1992). Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pelaksana/pengelola lahan pertanian mengenai jangka waktu yang tepat untuk penanaman dengan menggunakan lahan hutan sekunder setelah dilakukan pengapuran, artinya pada saat keadaan nilai pH tanah mendekati netral atau setelah mengalami perbaikan nilai pH. .
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tanah Semua manusia di permukaan bumi mengenal wujud tanah. Akan tetapi karena luas penyebarannya dan keanegaragaman sifat serta penggunaannya maka untuk menjawab pertanyaan apa sebenarnya yang dimaksud dengan tanah akan ditemui bermacam-macam jawaban. Bagi seorang geologi, tanah adalah sebagian lapisan bumi yang teratas yang terbentuk dari batu-batuan yang telah mengalami proses pelapukan. Bagi seorang ahli pemetaan, tanah adalah sebagian hasil alam tiga dimensi yang teratur, tersusun secara teratur dalam lapisan-lapisan tertentu dan terdiri dari batuan-batuan baik yang telah lapuk maupun belum lapuk dan bahan-bahan organik. Bagi seorang ahli pertanian, tanah adalah lapisan atas bumi yang terdiri dari bahan-bahan padat, air, udara, dan jasad-jasad hidup yang secara bersamasama, yang merupakan medium pertumbuhan untuk tanaman. Dari segi ini berarti bahwa tanah dipandang sebagai alat produksi untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan untuk manusia maupun ternak dan bahan mentah untuk keperluan industri (Soedijanto,1977). Mula-mula pertama orang menganggap tanah sebagai alat produksi pertanian, sehingga definisinya menyatakan tanah sebagai ”medium alam bagi tumbuhnya vegetasi yang terdapat di permukaan bumi” atau bentuk organik yang ditumbuhi tumbuhan, baik tetap maupun sementara.
Menurut Soedijanto (1986), tanah diartikan sebagai suatu formasi organis dan anorganis yang diwarnai oleh humus dan dihasilkan dari faktor-faktor pembentukan tanah serta proses-proses pembentukan tanah (ganesa tanah). Bremmer (1958) dalam Soedijanto (1986) memberikan definisi bahwa tanah adalah bagian permukaan kulit bumi yang dijadikan oleh pelapukan kimia dan fisika dan kegiatan berbagai tumbuhan dan hewan. Suatu definisi yang sangat berbeda dikemukakan oleh seorang ahli bernama Stebutt (1990) dalam soedijanto (1986), di mana definisi tersebut mencakup semua sifat tanah yang sangat komplek. Selanjutnya dikemukakan bahwa tanah adalah suatu fungsi substrak geologi dengan tenaga luar. Mengingat luasnya pengertian tanah, Darmawijaya(1990) mendefinisikan tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak sebagai bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula. B. Pembentukan Tanah Apabila kita menggali lubang pada tanah, maka kalau kita perhatikan dengan teliti pada masing-masing sisi lubang tersebut akan terlihat lapisanlapisan tanah yang mempunyai sifat berbeda-beda. Lapisan tersebut terbentuk karena dua hal yaitu : 1. Pengendapan yang berulang-ulang oleh pengendapan air Apabila air genangan tersebut masih mengalir dengan kecepatan tinggi maka hanya butiran-butiran kasar seperti pasir, kerikil yang dapat diendapkan. Bila air yang menggenang tidak mengalir lagi maka butiran-butiran halus seperti
liat atau debu mulai diendapkan. Tanah-tanah dengan endapan berlapis-lapis ini umumnya ditemukan di sekitar sungai di daerah-daerah dataran banjir atau teras. 2. Proses pembentukan tanah Proses pembentukan tanah dimulai dari proses pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahanbahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan sebagai proses lain yang dapat menghasilkan horizon-horizon tanah. Horizon tanah adalah lapisan-lapisan tanah yang terbentuk karena hasil dari proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tersebut akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah (Hardjowigeno, 1987). Menurut Darmawijaya (1990), syarat utama terbentuknya tanah ada dua yaitu : 1) Tesedianya bahan asal 2) Adanya faktor yang mempengaruhi bahan asal Bahan asal tanah dalam istilah ilmu tanah dinamakan bahan induk yang berwujud batu-batuan, mineral-mineral dan zat organik. a. Iklim b. Kehidupan c. Bahan induk d. Topografi, dan e. Waktu Dari semua faktor di atas yang terbesar pengaruhnya adalah iklim. Iklim menentukan waktu yang terjadi sebagai contoh, suhu dan curah hujan berpengaruh besar pada kecepatan kimia dan fisika, yaitu proses yang mempengaruhi perkembangan profil. Karena itu jika diberi cukup kesempatan,
pengaruh iklim akhirnya menguasai gambaran pembentukan tanah (Buckman dan Brady, 1982). Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah berbedabeda. Tanah yang berkembang dari batuan yang keras memerlukan waktu yang lebih lama untuk pembentukan tanah dibandingkan dengan bahan yang berasal dari bahan induk yang lunak dan lepas. Dari bahan induk vulkanik lepas seperti abu gunung berapi, dalam waktu kurang dari 100 tahun telah terbentuk tanah muda. Tanah dewasa dapat terbentuk alur waktu 1.000 -10.000 tahun seperti halnya tanah spodosol di Alaska yang berkembang dari bahan induk berpasir( 100 tahun ) dan tanah molisol di Amerika Serikat yang berkembang dari bahan induk berlempung lepas (10.000 tahun). Tanah yang berasal dari abu gunung Krakatau letusan tahun 1883, membentuk horizon setebal 25 cm selama 100 tahun ( 1883-1983 ). Di tempat-tempat yang terjadi erosi ketebalan horizon A hanya mencapai 5 cm atau kurang (Hardjowigeno, 1993). C. Fungsi Tanah Sebagai alat produksi tanah, tanah mempunyai empat peranan yang penting : a. Sebagai tempat penegak tanaman. b. Sebagai gudang air bagi tanaman. c. Menyediakan udara bagi pernafasan akar tanaman. d. Merupakan gudang unsur hara tanaman. Kalau kita mengambil segumpal tanah dan mengamatinya dengan seksama, terlihat bahwa tanah terdiri dari : bahan padat, air, rongga udara dan jasad-jasad hidup. Bahan padat dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan organik dan anorganik. Bahan organik adalah bagian tumbuhan-tumbuhan mati,
jasad-jasad hidup yang mati serta humus. Bahan organik adalah pecahan batuan dan garam-garam mineral. Bahan dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran yang berbeda ukurannya seperti kerikil, pasir, debu dan tanah liat bersama dengan bahan organik tanah terdapat dalam susunan tertentu. Susunan ini membentuk rongga yang terisi air dan sisa udara, keduanya sangat penting bagi tanaman. Liat dan humus adalah kedua komponen tanah yang aktif, memegang peranan penting sebagai gudang penyimpanan dan mengatur pelepasan unsur hara tanaman. Peranan tanah ini tidak mungkin dapat dijalankan tanpa adanya jasadjasad hidup yang membantu melancarkan fungsi tanah tersebut. Biasanya makin subur tanah, makin tinggi populasi, dan makin beranekaragam jahad hidup di dalam tanah ini. Jasad hidup ini dapat menyusun bahan organik baru melepaskan unsur hara dan memperbaiki peredaran udara dalam tanah dengan membuat tanah menjadi gembur. Susunan gizi tanaman sebagian ditentukan oleh kesuburan tanah, sehingga makin baik tanah, maka semakin tinggi susunan gizi tanaman dan dengan demikian juga makin sehat manusia serta ternak yang memakan hasil tanaman ini (Tjwan, 1965 ). D. Kimia Tanah Tanah terdiri dari berbagai macam unsur hara kimia yang baik susunan maupun kandungan berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain sesuai dengan jenis tanah, dan jenis tanah juga mengalami perbedaan baik kandungan maupun susunan unsur kimianya. Kimia tanah juga berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah pada umumnya serta kesuburan tanah pada khususnya.
Unsur-unsur kimia dalam tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman hanya sebagian saja. Unsur-unsur kimia yang diperlukan itu lazim disebut unsur hara. Biasanya jumlah unsur hara dalam tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman adalah terbatas. Adakalanya banyak terdapat dalam tanah akan tetapi tidak dapat diambil oleh akar dan juga tidak semua unsur kimia yang terdapat dalam tanah diperlukan tanaman(Tjwan,1965). E. Kebutuhan Hara Tanaman Tanaman dengan menggunakan tenaga matahari dapat mengubah karbondioksida dari udara dan air tanah menjadi zat gula. Hal ini berlangsung pada proses fotosintesa yaitu suatu proses yang terjadi dalam butiran-butiran hijau tanaman dan berjalan sebagai berikut : 6 CO2+12H2O _____6(CH2O) + 6O 2+ 6H2O Karbondioksida air tenaga matahari gula oksigen air (Meller, 1983). Tanaman tidak hidup hanya dari karbondioksida dan air saja, di samping itu untuk pertumbuhannya diperlukan juga unsur hara yang diambil oleh akar dari tanaman dari tanah. Unsur hara ini meskipun jumlahnya dalam tubuh tanaman hanya sedikit, 2 – 10 % dari berat tanaman, akan tetapi peranannya ragam dan penting sekali. Untuk pertumbuhan yang sehat, tiap tanaman memerlukan paling sedikit 18 unsur hara esensial yaitu oksigen (O), Karbon (C), Hidrogen (H), Pospor (P), Belerang (S), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Boron (B), Clor (CI), Cobal (Co) dan Silisium (Si) (Tisdale dan nelson,1956 ). Unsur-unsur esensial ini harus cukup jumlahnya di dalam tanah. Bila jumlahnya kurang atau dalam keadaan tidak dapat diambil oleh akar tanaman,
maka tanaman tumbuh merana dan lama kelamaan bisa menyebabkan kematian bagi tanaman itu sendiri. F. pH Tanah Menurut Tjwan (1965), pH tanah adalah salah satu ukuran aktivitas ion Hidrogen dalam larutan air tanah dan di pakai sebagai ukuran bagi kemasaman tanah. Harga pH adalah logaritma dari harga kebalikan kosentrasi ion Hidrogen dinyatakan dalam rumus berikut : pH =log [H+] atau – log [H+] Bila konsentrasi H+= OH-, maka dikatakan pH tanah bereaksi netral dan dinyatakan sebagai pH = 7,0. Bila konsentrasi H+ lebih besar, dinyatakan tanah bereaksi masam, tanah ini kaya akan ion Hidrogen dengan pH-nya lebih rendah dari 7,0. Bila konsentrasi OH-lebih tinggi dari ion H+, dikatakan tanah tersebut bereaksi alkalis dengan harga pH-nya diatas 7,0. Kebanyakan tanah, harga pHnya berkisar antara pH 4,0 – 10,0. Reaksi tanah (pH tanah)
dikatakan juga sebagai suatu parameter
petunjuk keaktifan ion H+ dalam suatu larutan yang berkeseimbangan dengan H tidak terdisosiasi dari senyawa-senyawa yang larut dan tidak larut yang ada di dalam sistem (Purwowidodo, 1989). Dalam pedon terdapat kepekatan ion –ion Hidrogen (H+) dan ion-ion Hidroksil (OH-). Jadi pH tanah dapat dikatakan sebagai kepekatan tanah akan ion Hidrogen dan ion Hidroksil. Jika ion H+ lebih besar konsentrasinya dari pada ion OH- maka tanah tersebut masam dan jika ion H+ lebih kecil dari ion OH- maka tanah tersebut basa, sedangkan jika jumlah ion H+ dan ion OH- seimbang maka tanah itu netral (suryatna, 1982).
Menurut Soedijanto (1984), sumber utama ion H ialah humus dan liat, dalam air tanah berdisosiasi membentuk ion-ion Hidrogen (H+) dan Hidroksida (OH-) sebagai berikut : H2O ---- H++ OH Rismunandar (1984), mengungkapkan bahwa derajat kemasaman maupun kebasaan dikenal berdasarkan urutan skalanya sebagai berikut :
?
pH 10 – 9 berarti sangat basa/alkalis
?
pH = 8 berarti alkalis
?
pH = 7 berarti netral
?
pH = 6 berarti sedikit masam
?
pH = 5 berarti masam sedang
?
pH = 4 berarti masam benar
?
pH = 3 berarti sangat masam
G. Pentingnya pH Tanah 1. Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. 2. Menunjukan adanya kemungkinan unsur-unsur beracun. Pada tanah yang masam, unsur unsur mikro mudah larut, sehingga pada tanah yang tersebut ditemukan unsur mikro yang jumlahnya terlalu banyak. Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang sangat kecil. Sehingga menjadi racun kalau terdapat jumlah yang
terlalu besar. Unsur mikro dalam jenis ini antara lain yaitu : Fe, Mn, Zn, Cu dan Co. 3. mempengaruhi perkembangan mikroorganisme ?
bakteri berkembang baik pada pH 5,5 atau lebih.
?
Jamur dapat berkembang dengan baik pada segala tingkat kemasaman tanah, pada pH lebih dari 5,5 jamur harus bersaing dengan bakteri.
?
Bakteri pengikat Nitrogen dari udara dan bakteri nitirifikasi hanya dapat berkembang dengan baik pada pH lebih dari 5,5.
H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pH Tanah Menurut Buckman dan Brady (1982) dalam Hamzah (1982), nilai pH tanah sebenarnya dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang komplit sekali, namun yang paling menonjol antara lain : Kejenuhan Basa, Sifat Koloid dan Macam Kation yang Diserap Untuk tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedangkan pH tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH-nya dengan penambahan belerang. I. Pengapuran Tanah Pengapuran yang dimaksud untuk menaikkan pH tanah dilaksanakan dengan cara memberikan senyawa Kalsium (Ca) ke dalam tanah. Dengan dilaksanakan pengapuran, diharapkan pH tanahnya yang semula asam akan berubah menjadi lebih tinggi sampai mendekati netral. Menurut Hamzah (1982), yang dimaksud dengan kapur adalah setiap bahan yang mengandung Kalsium dan Magnesium yang dapat diberikan kepada tanah guna menaikkan pH tanah.
Hardjowigeno (1987), mengemukakan bahwa pemberian kapur berguna untuk : 1. Menaikan pH tanah 2. Menambah unsur-unsur Ca dan Mg 3. Menambahkan ketersediaan unsur P dan Mo 4. Mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al 5. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintilbintil akar. Menurut Buckman dan Brady (1982), pengapuran berpengaruh terhadap tanah dalam tiga hal : 1. Pengaruh Fisik Pada tanah selalu ada kecenderungan bagi butiran halus bergabung terlalu rapat, keadaan demikian menghambat gerakan air dan udara di dalam tanah, karena itu diperlukan perbutiran. Pengaruh kapur terhadap gaya biotik sangat besar terutama yang mempengaruhi pelapukan bahan organik dan pembentukan humus. 2. Pengaruh Kimia Pengaruh pengapuran pada tanah menyebabkan : 1). Konsentrasi ion-ion H+ akan turun 2). Kelarutan Besi, Alumunium dan Mangan akan turun 3). Ketersediaan Pospor dan Molibdenum akan bertambah 4). Kalsium dan Magnesium yang dapat tertukar akan meningkat 5). Presentase Kejenuhan Basa akan meningkat 6). Ketersediaan Kalsium dapat meningkatkan atau pun menurun tergantung pada keadaan.
3. Pengaruh Biologi Menurut Supardi (1975), pengapuran pada tanah dapat merangsang kegiatan organisme tanah sehingga akan meningkatkan bahan organik. Nitrogen dalam tanah membantu mengurangi hasil perombakan bahan organik yang bersifat racun. Menurut Lingga (1992), untuk menetralkan tanah diperlukan dolomit dengan jumlah seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. berikut : Tabel 1. Jumlah Dolomit yang Diperlukan Untuk Menetralkan pHTanah pH Tanah 4,0 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8 4,9 5,0 5,1 5,2 5,3 5,4 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6,0
Jumlah Dolomit (ton/ha) 10,74 9,76 9,28 8,83 8,34 7,87 7,39 6,91 6,45 5,98 5,44 5,02 4,54 4,08 3,60 3,12 2,65 2,17 1,69 1,23 0,25
Bahan pengapur yang sering digunakan dewasa ini bermacam -macam, bahan yang dimaksud adalah batu kapur (kalsium-karbonat, CaCO3), Kapur bakar (CaO) atau kapur mati Ca(OH) 2). Selain itu dapat pula digunakan bahan pengapuran yang berupa senyawa kalium dan lainnya seperti fosfat (Ca)H2PO4)2), Kalsium-Sulfat (CaSO 4) dan bahan kulit kerang (oyter shells).
Di Indonesia bahan pengapur yang banyak digunakan adalah tepung batu kapur, yang dikenal dengan sebutan batu kapur pertanian (Setyamidjaja, 1986). Hakim, dkk. (1986) mengungkapkan bahwa bahan pengapuran terdiri dari beberapa macam yaitu : a. Kapur Karbonat Kapur ini diperoleh dengan menggiling batu kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(Co3)2) hingga kehalusan tertentu. Reaksinya relatif lambat, karenanya dapat bermanfaat dalam waktu yang relatif lama dan bahan ini banyak dipakai sebagai kapur pertanian. b. Kapur oksida Kapur ini diperoleh dengan membakar batu kapur kalsit dan dolomit, sehingga diperoleh kapur bakar atau kapur sirih (CaO atau MgO). Kemurnian kapur ini berkisar antara 85–95% dan reaksinya jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan kapur giling
sehingga tidak tahan lama dalam tanah.
Proses pembakaran batu kapur ini dapat dilukiskan sebagai berikut : CaCO3+ panas ______ CaO +Co2 CaMg(CO2)2 + panas _________ CaO + MgO + 2 Co2 c. Kapur Hidroksida Bahan ini dikenal sebagai kapur tembok dan diperoleh dengan menambah air pada batu kapur yang sudah dibakar. Reaksi berikut merupakan pembentukan kapur tembok : CaO +MgO + 2H2O________ Ca(OH) 2 + Mg (OH) 2 Kemurnian bahan ini sekitar 95% dan reaksinya dalam tanah juga cepat. d. Senyawa Kalsium lainnya
Senyawa Kalsium Khlorida (CaCl2) dan Kalsium Sulfat ( CaSO4) ternyata tidak dapat digunakan untuk tujuan pengapuran. Biasanya bahan ini digunakan untuk tujuan menambah unsur Ca sebagai hara tanaman dan tidak untuk mengubah pH tanah. Hardjowigeno (1987) menambahkan bahwa bahan pengapur terdiri dari 4 macam : 1). Kapur Kasit (CaCo3) Terdiri dari batu kapur kalsit yang ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu. 2). Kapur Dolomit (CaMg(CO3)2) Terdiri batu kapur dolomit yang ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu 3). Kapur Bakar, Qaick Line (CaO) Merupakan batu kapur yang dibakar sehingga terbentuk CaO CaCo3 + panas __________________ Ca (OH) 2 + panas dibakar
kapur hidrat
Untuk memperoleh hasil yang baik dalam menggunakan bahan pengapuran hendaknya diusahakan agar bahan yang digunakan dapat segera tampak pengaruhnya pada tanah. Untuk maksud tersebut, kapur yang digunakan harus memiliki ukuran yang halus (Setyamidjaja, 1986). Cara pengapuran dengan bahan pengapuran pada lahan pertanian pada umumnya menggunakan dua cara yaitu :
a). Cara disebar Sebulan sebelum dilaksanakan penanaman, bahan pengapur diberikan dengan jalan disebar merata di permukaan tanah. Pada pengolahan tanah terakhir kapur diaduk agar masuk ke dalam lapisan tanah. Cara pemberian kapur dengan disebar biasanya dilaksanakan pada penanaman kedelai, dengan menggunakan dosis 2 – 4 ton kapur mati per hektar. b). Cara disemprotkan Menurut Buckman dan Brady (1982) pemberian Kalsium dapat meningkatkan hasil nyata pada lahan-lahan yang miskin Kalsium. Pada tanaman kacang tanah, berkualitas tinggi. Cukup tersedianya Ca di dalam tanah akan memberikan pertumbuhan vegetatif yang baik, pertumbuhan polong yang optimal, putih dan bersih penuh. Kalsium dapat langsung dihisap oleh polong yang sedang berkembang dan untuk pertumbuhan biji. Cara yang terbaik untuk memberikan Ca pada polong yang sedang berkembang adalah dengan menyemprotkan tepung gipsun halus (CaSO4. 2H2O) sebanyak 300 – 500 kg/ha pada tanaman kacang tanah. Gipsun akan jatuh di sekitar daerah pembentukan polong dan Ca akan tersedia pada saat yang dibutuhkan (Setyamidjaja, 1986). J. Belukar (Hutan Sekunder) Menurut Smith (1990) dalam Hartiningsih ( 2009), belukar merupakan sebuah vegetasi yang terbentuk setelah adanya gangguan dengan tegakan pohon yang masih berukuran kecil dan rapat. Hutan sekunder memiliki komposisi dan struktur vegetasi yang selalu berubah sejalan dengan umur lahan.
Perubahan yang terarah pada komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan dalam rentang waktu tertentu diartikan sebagai suksesi.
III. BAHAN DAN METODE PENGAMATAN
A. Lokasi dan Waktu Pengamatan Tempat dilaksanakan penelitian di hutan sekunder muda kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, Kotamadya Samarinda. Waktu efektif yang diperlukan selama tiga bulan dimulai dengan bulan Januari sampai dengan Maret 2012. B. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan di lapangan meliputi : 1. Parang, digunakan untuk membersihkan lokasi atau plot penelitian. 2. Cangkul, digunakan untuk mendangir plot penelitian atau lahan yang akan dikapur. 3. Ember, digunakan untuk wadah kapur dolomit dan mengaduk sampel komposit 4. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan proses penelitian. 5. Plastik gula, digunakan untuk mengambil sampel tanah komposit untuk analisis di laboratorium. 6. Tali rapia, digunakan untuk batas plot penelitian. 7. Alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat semua data atau kejadian selama penelitian. Adapun bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kapur dolomit yang dibeli dari toko pertanian Gunung Kombeng Samarinda, KCl 1N, Ammonium Asetat 1N dan Aquadesh, sampel tanah untuk analisa pH, Ca, Mg dan Kejenuhan Basa.
C. Prosedur Kerja a. Studi literatur Kegiatan ini adalah mengumpulkan beberapa referensi yang terkait dengan pengapuran menggunakan dolomit dan reaksi pH tanah. b. Persiapan penelitian Kegiatan meliputi orientasi lokasi penelitian, menyiapkan peralatan dan bahan penelitian. c. Pembuatan plot penelitian Plot dibuat sebanyak 8 buah, masing-masing berukuran 2m x 1m. Sebanyak 4 plot untuk perlakuan dosis dolomit menurut Lingga (1992), yaitu menggunakan dosis 0,908 kg/m 2 (plot C), menggunakan 1,382 kg/m 2 (plot G), menggunakan 0,908 kg/m 2 (plot E)dan menggunakan 1,478 kg (plot H). Sebanyak 4 plot untuk
perlakuan dosis rekayasa peneliti yaitu
menggunakan 0,5 kg kg/m 2 (plot A), menggunakan 0,5 kg kg/m 2 (plot B) , menggunakan 2
kg/m 2 (plot F) , dan
menggunakan 2
kg/m 2 (plot D).
Adapun cara penentuan plot untuk masing-masing perlakuan adalah : 1. Membuat nomor undian untuk menentukan plot penelitian, kemudian mengundi plot penelitian sesuai perlakuan 2. Melakukan pengapuran sesuai dosis dan plot terpilih, dilanjutkan dengan pendangiran pada plot agar kapur merata.
Adapun tata letak masing-masing plot adalah seperti gambar berikut ini :
C
B
H D G A
E
F
d. Pengambilan sampel tanah awal dan sampel tanah akhir Pengambilan sampel tanah awal dilakukan sebelum ada perlakuan pengapuran. Pada tahap ini adalah mengambil sampel tanah secara komposit yang diwakili 5 titik
setiap plot pada kedalaman 0 – 30 cm.
Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara periodik setiap 2 minggu sekali setelah dilakukan pengapuran dolomit sampai mencapai pH tanah netral ( nilai pH 6,5 – 7).
e. Uji laboratorium Sampel tanah untuk analisa pH, Ca dan Mg dilakukan di Laboratorium Tanah, Air dan Udara Poltanesa.
D. Pengolahan Data Hasil analisa pH tanah setiap 2 minggunya dihitung nilai rata-ratanya dan dianalisis berdasarkan perubahan nilai pH-nya dengan menggunakan cara grafik dan tabel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan hasil analisa sampel tanah di Laboratorium Tanah, Air dan Udara Politeknik Pertanian Negeri Samarinda tentang perubahan pH tanah dan kandungan Magnesium dan Kalsium setelah dilakukan pengapuran di hutan sekunder Polteknik Pertanian Negeri Samarinda selama penelitian diperoleh hasil seperti yang tersaji pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 1. Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan Menggunakan Dosis Dolomit rekomendasi Lingga (1992) Dosis Dolomit (kg.)
pH Tanah Awal
C
0,908
G
Plot
Minggu ke 2
4
6
8
5,24
5,26
5,61
6.24
6,55
1,382
4,71
5,02
5,76
6,63
6,63
E
0,908
5,16
5,76
5,91
6,32
6,32
H
1,478
4,59
5,08
5,57
6,32
6,74
Adapun hasil analisa pH tanah menggunakan pelarut H2O(pH H2O) dengan menggunakan dosis dolomit rekomendasi Lingga (1992) diperjelas dengan gambar berikut ini. 8 7 6 5
pH Awal
4
Minggu Ke 2
3
Minggu Ke 4 Minggu Ke 6
2
Minggu Ke 8 1 0 Plot C Dosis 0.908 Kg
Plot G Dosis 1.382 Kg
Plot E Dosis 0.908 Kg
Plot H Dosis 1.478 Kg
Gambar 1. Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan ....Menggunakan Dosis Dolomit rekomendasi Lingga (1992).
Tabel 2. .Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekayasa Plot
Dosis Dolomit
pH Tanah
Minggu ke
(Kg.)
Awal
2
4
6
8
A
0,5
5,48
5,49
5,51
5,54
5,69
B
0,5
5,35
5,46
5,57
5,62
5,66
F
2,0
4,75
5,31
5,32
6,38
6,57
D
2,0
5,14
5,33
5,34
6,34
6,63
Keterangan : 0,5 Kg Dosis di bawah anjuran Lingga (1992) 2,0 Kg Dosis di atas anjuran Lingga (1992) Adapun hasil analisa pH tanah menggunakan pelarut H2O(pH H2O) dengan menggunakan dosis dolomit rekayasa di bawah dan di atas rekomendasi lingga (1992) dapat diperjelas dengan gambar 2 berikut. 7
6
5
4
pH Awal Minggu Ke 2
3
Minggu Ke 4 Minggu Ke 6 Minggu Ke 8
2
1
0 Plot A Dosis 0.5 Kg Plot B Dosis 0.5 Kg Plot F Dosis 2.0 KgPlot D Dosis 2.0 Kg
Gambar 2. Hasil Analisa pH Tanah Menggunakan Pelarut H2O (pH H2O) dengan Menggunakan Dosis Dolomit rekayasa di bawah dan di atas rekomendasi lingga (1992).
Tabel 3. Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Magnesium Sampel Tanah dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekomendasi Lingga (1992) Plot
Dosis Dolomit
Kandungan
(Kg.)
Mg Awal
Minggu ke
(me/100g
2
4
6
8
C
0,908
1,0763
-
-
-
2,21180
G
1,382
1,0499
-
-
-
2,04229
E
0,908
1,2557
-
-
-
2,15585
H
1,478
1,2557
-
-
-
2,58537
Tabel 4. Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Magnesium Sampel Tanah dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekayasa Plot
Dosis Dolomit
Kandungan
(Kg.)
Mg Awal
Minggu ke
(me/100g
2
4
6
8
A
0,5
1,380
-
-
-
2,233
B
0,5
0,980
-
-
-
2,233
F
2,0
1,200
-
-
-
2,598
D
2,0
0,46
-
-
-
2,437
Keterangan:
0,5 Kg Dosis di bawah anjuran Lingga (1992) 2,0 Kg Dosis di atas anjuran Lingga (1992)
Tabel 5. Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Kalsium Sampel Tanah ..............dengan Menggunakan Dosis Dolomit Lingga (1992) Plot
Dosis Dolomit
Kandungan
(Kg.)
Ca Awal
Minggu ke
(me/100g
2
4
6
8
C
0,0908
14,4192
-
-
-
14,65170
G
1,382
9,0828
-
-
-
13,41417
E
0,098
10,2216
-
-
-
13,54691
H
1,478
8,0938
-
-
-
15,75648
Tabel 6. Hasil Analisa Perkembangan Kandungan Kalsium Sampel Tanah dengan Menggunakan Dosis Dolomit Rekayasa Plot
Dosis Dolomit
Kandungan
(Kg.)
Ca Awal (me/100g
Minggu ke
2
4
6
8
A
0,5
7,5539
-
-
-
12,26447
B
0,5
6,7146
-
-
-
13,14870
F
2,0
9,3523
-
-
-
18,93912
D
2,0
8,8433
-
-
-
17,78942
Keterangan:
0,5 Kg Dosis dibawah anjuran Lingga (1992) 2,0 Kg Dosis diatas anjuran Lingga (1992)
B. Pembahasan
Pada Tabel 1. terlihat bahwa pH tanah awal berkisar antara 4,71 dan 5,24 dalam kategori kemasaman tanah menurut Rismunandar (1984) termasuk dalam klasifikasi masam sedang sampai masam benar. Setelah dilakukan pengapuran dengan dolomit sesuai anjuran Lingga (1992) terjadi perbaikan nilai pH tanah dari minggu ke minggu. Pada minggu keenam telah mulai membaik yakni mencapai pH 6 (kategori pH netral), tetapi yang paling aman untuk waktu tanam adalah ketika memasuki minggu kedelapan karena hampir mendekati pH= 7. Pada Tabel 2. memperlihatkan perkembangan nilai pH tanah setelah dilakukan pengapuran dolomit dengan dosis rekayasa. Pada Tabel 2. di atas menunjukkan, bahwa dosis dolomit sebanyak 0,5 Kg per m2 (rekayasa di bawah standar Lingga ( 1992 ) ternyata dari minggu ke minggu mengalami perkembangan nilai pH tanah yang sangat perlahan (gradual) dan sampai pada minggu kedelapan belum mencapai pH ideal bagi tanaman. Sedangkan yang menggunakan dosis dolomit 2 Kg per m 2 (rekayasa di atas standar Lingga(1992 ) dari minggu ke minggu mengalami kenaikan lebih besar yang mencapai pH mendekati netral atau sedikit masam pada minggu keenam setelah dilakukan pengapuran, dan mencapai nilai pH tanah yang aman ketika memasuki minggu kedelapan setelah pengapuran. Berdasarkan hasil pada Tabel 1. dan 2. di atas, dapat dikemukakan bahwa dosis dari rekomendasi Lingga (1992) lebih efisien diterapkan untuk memperbaiki pH tanah pada lokasi penelitian dibandingkan dengan dosis rekayasa baik untuk dosis 0,5 Kg/ m 2 maupun 2 Kg/ m2. Lebih efisiennya rekomendasi Lingga (1992) dikarenakan untuk dosis 0,5 Kg/ m2 atau yang di
bawah standar Lingga (1992) perlu waktu yang relatif lama untuk mencapai pH tanah netral sedangkan untuk dosis yang 2 Kg/ m2 atau yang di atas standar Lingga (1992) dipandang lebih boros untuk kenaikan pH tanah yang relatif sama. Penelitian dosis dolomit telah dilakukan Noorhamsyah (2002) di Desa Makroman, dimana pada dosis 1,5 Kg/ m2 telah dapat menaikan pH tanah dari 4,40 menjadi 6,88 selama kurun waktu 4 minggu. Untuk dosis dolomit 2 Kg/ m2 dapat menaikan pH tanah dari 4,35 menjadi 6,97. Hasil penelitian Noorhamsyah (2002) ini memperlihatkan kenaikan pH tanah yang lebih cepat dibandingkan penelitian ini. Perbedaan ini diduga disebabkan karena perbedaan kondisi tanah antara di Desa Makroman dan di lokasi penelitian yang mempengaruhi perkembangan nilai pH tanah. Pendugaan ini didasarkan oleh pendapat Buckman dan Brady (1982) dalam Hamzah (1982) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pH suatu tanah adalah sangat komplit, tetapi yang paling menonjol Kejenuhan Basa, sifat koloid dan macam kation yang diserap. Berdasarkan Tabel 3. di atas terlihat bahwa kandungan unsur Magnesium awal jika dimasukkan ke dalam sifat kimia tanah dari LPT Bogor (1990) tergolong klasifikasi sedang. Dan setelah dilakukan pengapuran dengan dosis Lingga (1992) selama kurun waktu 8 minggu mengalami kenaikan tergolong klasifikasi tinggi. Berdasarkan Tabel 4. di atas terlihat bahwa kandungan unsur Magnesium awal jika dimasukkan ke dalam sifat kimia tanah dari LPT Bogor (1990) tergolong klasifikasi rendah sampai sedang, dan setelah dilakukan pengapuran dengan dosis rekayasa baik dosis 0,5 Kg maupun 2 Kg per m2 selama kurun waktu delapan minggu meningkat dan masuk dalam klasifikasi tinggi.
Berdasarkan Tabel 5. di atas terlihat bahwa kandungan unsur Kalisum awal jika dimasukkan dalam sifat kimia tanah LPT Bogor (1990) termasuk dalam klasifikasi tinggi, dan setelah dilakukan pengapuran dengan dosis Lingga (1992) selama kurun waktu delapan minggu tidak menaikkan kategori atau klasifikasi yaitu tetap pada klasifikasi tinggi.
Pada Tabel 6. terlihat bahwa kandungan unsur kalsium awal jika dimasukkan dalam sifat kimia tanah menurut LPT Bogor (1990) tergolong sedang, dan setelah dilakukan pengapuran dengan dosis 0,5 Kg per m2 maupun 2 Kg per m 2 dapat meningkat menjadi klasifikasi tinggi. Jones (1982) mengemukakan, bahwa pemberian kapur dolomit dapat menambah kation Basa, terutama Ca2+ dan Mg2+. Kation ini akan bereaksi dengan tanah sehingga akan menurunkan kelarutan Al 3+ dan H+ membentuk endapan Gibsit dan CO2. Ditambahkan juga oleh Kussow (1971) dalam hakim, dkk. (1986) bahwa senyawa penting dari kapur yang menetralkan kemasaman adalah CO3+ dan ion OH- yang dihasilkan. Ion CO3+ mempunyai kemampuan dalam menarik ion H+ dari kompleks jerapan sementara ini untuk menyusutkan ion Al 3+ dari kompleks jerapan diperlukan ion OH- membentuk Gibsit (Al(OH) 3) melalui kedua proses tersebut terjadilah netralisasi kemasaman baik yang bersumber dari ion H+ maupun ion Al 3+ .
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pemberian kapur dolomit baik dengan dosis sesuai rekomendasi Lingga (1992) maupun dosis rekayasa selama kurun waktu 8 minggu dapat menaikkan pH tanah dari kondisi awal masam benar menjadi netral. 2. Pemberian dolomit dengan dosis Lingga (1992) adalah yang paling efisien dibandingkan yang menggunakan dosis rekayasa baik yang 0,5 Kg per 2 m2 maupun 2 Kg per 2 m 2. 3. Pemberian dolomit, selain dapat memperbaiki nilai pH tanah juga menambah kandungan unsur hara magnesium dan kalsium. Semakin banyak dosis dolomit yang diberikan maka ada kecenderungan semakin banyak pula peningkatan kandungan unsur hara baik Magnesium maupun Kalsium.
B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengapuran di lokasi yang berbeda, terutama mengenai dosis kapur dolomit yang dapat mempercepat perubahan nilai pH tanah ideal.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIM, 1973. Dasar-dasar Bercocok Tanam I. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. ANONIM, 1990. Sifat-sifat Kimia Tanah. LPT Bogor. BUCKMAN, H.O. dan N. C. BRADY. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. DARMAWIJAYA, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Penelitian Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia, Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. HAKIM, N. DKK. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. HAMZAH, Z. 1982. IlmuTanah Hutan. Diktat Kuliah Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. HARDJOWIGENO, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit PT. Mediatama Sarana Perkasa jakarta. HARDJOWIGENO, S. 1993. Klasifikasi dan Pedogenesia. Akademik Pressindo. Jakarta. HARTININGSIH. 2009. Struktur Komunitas Pohon Pada Tipe Lahan yang Dominan di Desa Lubuk Beringin, Kabupaten Bungo, Jambi. Skripsi Sarjana Biologi. ITB, Bandung LINGGA, P. 1992. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit PT. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta. MELLER, E , C. 1983. Plant Physiologi. Mac Grow Hill CO, N. NOORHAMSYAH. (2002) Penelitian Menggunakan Dosis Dolomit Di Desa Makroman PURWOWIDODO, 1989. Ganesa Tanah; Batuan Pembentukan Tanah. Penerbit CV Rajawali. Jakarta RISMUNANDAR, 1984. Tanah Seluk Beluknya Bagi Pertanian. Penerbit Sinar Baru Bandung. SETYAMIDJAJA, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Penerbit CV. Simple Anggota IKAPI. Jakarta. SOEDIJANTO, 1977. Bercocok Tanam Jilid I. Penerbit CV. Yasa Guna Jakarta.
SOEDIJANTO, 1984. Bercocok Tanam Jilid II. Penerbit CV. Yasa Guna Jakarta. SOEDIJANTO, 1986. Bercocok Tanam Jilid III. Penerbit CV. Yasa Guna Jakarta. SUPARDI, 1975. Sifat dan Ciri Tanah. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. SURYATNA, 1982. Analisa Tanah, Air dan Jaringan Tanaman. Penerbit Rineka Cipta. TISDALE, S. L dan W. L. NELSON, 1956. Soil Fertility and Fertilisiers. The Mac Milan Co, N. Y. TJWAN, K. B. 1965. Pengantar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 9. Data Curah Hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Temindung Samarinda, bulan Januari 2012 No Tanggal Curah Hujan (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1 Januari 2012 2 Januari 2012 3 Januari 2012 4 Januari 2012 5 Januari 2012 6 Januari 2012 7 Januari 2012 8 Januari 2012 9 Januari 2012 10 Januari 2012 11 Januari 2012 12 Januari 2012 13 Januari 2012 14 Januari 2012 15 Januari 2012 16 Januari 2012 17 Januari 2012 18 Januari 2012 19 Januari 2012 20 Januari 2012 21 Januari 2012 22 Januari 2012 23 Januari 2012 24 Januari 2012 25 Januari 2012 26 Januari 2012 27 Januari 2012 28 Januari 2012 29 Januari 2012 30 Januari 2012 31 Januari 2012
TTU 1,2 65,5 44,9 29,1 3,5 TTU 32,0 14,9 TTU TTU 24,0 1,0 8,5 1,9 23,5 12,8 TTU TTU TTU 0,5 35,9 TTU TTU 1,5 26,4 -
Jumlah
327,1
max
65,5
Hari Hujan
26 hh.
Keterangan : TTU -
= Tidak Terukur (< 0,1 mm.) = Tidak ada hujan.
Lampiran 10. Data Curah Hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Temindung Samarinda, bulan Pebruari 2012 No Tanggal Curah Hujan (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1 Pebruari 2012 2 Pebruari 2012 3 Pebruari 2012 4 Pebruari 2012 5 Pebruari 2012 6 Pebruari 2012 7 Pebruari 2012 8 Pebruari 2012 9 Pebruari 2012 10 Pebruari 2012 11 Pebruari 2012 12 Pebruari 2012 13 Pebruari 2012 14 Pebruari 2012 15 Pebruari 2012 16 Pebruari 2012 17 Pebruari 2012 18 Pebruari 2012 19 Pebruari 2012 20 Pebruari 2012 21 Pebruari 2012 22 Pebruari 2012 23 Pebruari 2012 24 Pebruari 2012 25 Pebruari 2012 26 Pebruari 2012 27 Pebruari 2012 28 Pebruari 2012 29 Pebruari 2012
5,0 TTU 0,5 1,0 60,5 4,5 TTU TTU 6,3 0,4 TTU 1,0 2,1 65,5 8,5 3,5 7,5 1,9 16,4 0,7 5,0 TTU 15,0 2,0 13,2 -
Jumlah
220,6
max
65,5
Hari Hujan
25 hh
Keterangan : TTU -
= Tidak Terukur (< 0,1 mm.) = Tidak ada hujan.
Lampiran 11. Data Curah Hujan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Temindung Samarinda, bulan Maret 2012 No Tanggal Curah Hujan (mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
1 Maret 2012 2 Maret 2012 3 Maret 2012 4 Maret 2012 5 Maret 2012 6 Maret 2012 7 Maret 2012 8 Maret 2012 9 Maret 2012 10 Maret 2012 11 Maret 2012 12 Maret 2012 13 Maret 2012 14 Maret 2012 15 Maret 2012 16 Maret 2012 17 Maret 2012 18 Maret 2012 19 Maret 2012 20 Maret 2012 21 Maret 2012 22 Maret 2012 23 Maret 2012 24 Maret 2012 25 Maret 2012 26 Maret 2012 27 Maret 2012 28 Maret 2012 29 Maret 2012 30 Maret 2012 31 Maret 2012
1,8 4,6 1,5 14,1 TTU 23,3 61,0 1,0 6,5 2,0 TTU TTU TTU TTU 26,0 21,3 1,0 64,9 0,8 27,0 0,4
Jumlah
257,2
max
64,9
Hari Hujan
20 hh
Keterangan : TTU -
= Tidak Terukur (< 0,1 mm.) = Tidak ada hujan.
34
Gambar 1. Pendangiran Plot Penelitian
Gambar 2. Sampel Tanah Komposit
Gambar 3. Pemberian Dolomit Pada Plot Penelitian
Gambar 4. Pencampuran Dolomit Pada Plot Penelitian
35
Gambar 5. Penumbukan Sampel Komposit di Laboratorium Tanah dan Air
Gambar 6. Penyaringan Sampel Komposit di Laboratorium Tanah dan Air
Gambar 7. Penimbangan Sampel Komposit Sesuai Keperluan Analisa Laboratorium
Gambar 8. Pengukuran pH Sampel Komposit dengan Menggunakan pH Meter