STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH PISANG KARYA LADIONO PERIODE 2007
SKRIPSI
OLEH HERDHA PRASILA NIM 106251400544
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA Juli 2011
STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH PISANG KARYA LADIONO PERIODE 2007
SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Seni Rupa
Oleh HERDHA PRASILA NIM 106251400544
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA Juli 2011
ABSTRAK
Prasila, Herdha. 2011. Studi Tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007. Skripsi, Seni Desain, Sastra, Universitas Negeri Malang. Pembimbing 1: Drs. Mistaram, M.Pd. Pembimbing 2: Ike Ratnawati, S.Pd, M, Pd. Kata kunci: studi, lukisan pelepah pisang, Ladiono Suatu karya seni yang estetik dihasilkan melalui pengalaman–pengalaman, kotemplasi, maupun imajinasi. Dalam menciptakan suatu karya seni tidak lepas dari adanya pengaruh lingkungan. Salah satu pelukis yang penciptaan karya seninya mendapat pengaruh dari lingkungan adalah Ladiono. Ladiono merupakan sosok seniman yang aktif, kreatif, dan berpotensi dalam menghasilkan karya- karya seni dengan bentuk lukisan pelepah pisang yang menonjol seperti relief. Tekstur dan warna yang ditampilkan pada lukisan Ladiono berasal dari media asli pelepah pisang. Selain itu bentuk objek yang ditampilkan Ladiono menggunakan satu atau dua objek utama dengan background yang berupa ruang maya. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan pendekatan kritik holistik. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei di rumah Ladiono di Trenggalek, merupakan seniman pelepah pisang dan sebagai narasumber dengan cara observasi,wawancara langsung dan dokumentasi. Sedangkan untuk pengecekan keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi data dan sumber agar data tersebut dapat dipertanggung- jawabkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kematangan berproses kreatif/ kerja seni, Ladiono dapat memvisualisasikan ide melalui pengalaman melihat (baik secara langsung maupun tidak langsung), mendengar dan merasakan sehingga dapat terwujud lukisan dengan memanfaatkan media dari alam yaitu pelepah pisang dengan bentuk yang cenderung ekspresif dan inovatif. Lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007 menggambarkan tentang realitas kehidupan, perilaku, pengalaman hidup masyarakat masa kini dengan menggunakan figur manusia dan objek hewan sebagai symbol. Lukisan pelepah pisang karya Ladiono mengandung nilai- nilai pesan moral seperti:nilai perdamaian, pentingnya perilaku jujur dalam lembaga tinggi Negara, perlunya istirahat untuk mengembalikan stamina tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan. Ladiono cenderung lebih mengarah pada sebuah sisi kehidupan atau dapat dikatakan sebagai figur seniman humanis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai makna yang terdapat dalam visualisasi dan karakter lukisan Ladiono dengan mengarahkan penelitian pada makna penggunaan tokoh pewayangan periode tahun 2000-2006, Peranan warna pelepah pisang untuk lukisan Ladiono, dan perubahan corak/ gaya pada lukisan pelepah pisang karya Ladiono baik menggunakan kritik holistik maupun dengan kritik formalistik. i
ABSTRACT
Prasila, Herdha. 2011. Study Of Four Pictures about Stem of Banana Bunch by Ladiono in 2007Period. Thesis, art design, Faculty of Letters State University of Malang. Advisors: 1: Drs. Mistaram, M.Pd. Pembimbing 2: Ike Ratnawati, S.Pd, M, Pd. Key words: study, stem of banana bunch picture, Ladiono An art design which had an esthetics could be got through experiencing, contemplation or imagination. In creating an art design, it did not lose from an influence of environment. One of artist who created his art design with influencing of environment was Ladiono. Ladiono was an active artist, creative, and had a skill in creating art design with stem of banana bunch picture which was protrude like a relief. Texture and color which was showed from Ladiono’s picture was from the real stem of banana bunch. Besides that, the shape showed of Ladiono used one or two main subject with background which was illusion room. This study used qualitative descriptive approach by using holistic critique approach. This study was held on April to May in the house of Ladiono in Trenggalek, who was an artist of stem of banana bunch and as a resource by using observation and direct interviewing and documentation. While to check the validity of data, it was used triangulation data technique and a resource in order to make those data to be responsible. The result study showed that with mind maturity in creativity processing or art work, Ladiono could visualize his opinion through observing (not only directly, but also indirect), listen and feel so that it could be resulting a picture by using media from nature that was stem of banana bunch with a shape which tended to be expressive and innovative. A stem of banana bunch picture of Ladiono 2007 period showed about reality of life, attitude, and experience of people nowadays by using human model and animal as a symbol. A stem of banana bunch picture made by Ladiono containing morality values like: peacefulness value, the importance of honest in the Highly State Committee, the needed of time for resting to get back the power of our body and a respecting love and care to other people without discriminating from their status or it could be said as a humanism artist model. Based on that result study, so it was suggested to be done the next research about meaning inside visualizes and characters of Ladiono’s picture with focusing on the meaning of the using wayang actors in 2000-2006 period, the role of color from stem of banana bunch picture for Ladiono’s picture, and the changing of design or style in the stem of banana bunch worked by Ladiono using holistic critique or formalistic critique.
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan suatu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi S1 Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni dan Desain. Penulisan Skripsi memerlukan tenaga dan waktu serta lika-liku yang menyenangkan walaupun terasa berat dan melelahkan. Tetapi, berkat bimbingan dan arahan yang diberikan oleh pembimbing I dan pembimbing II, serta dukungan moral dan motivasi yang diberikan oleh berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan skripsi ini. Pihak-pihak tersebut antara lain: 1. Prof. Dr. H. Suparno, selaku Rektor Universitas Negeri Malang. 2. Prof. Dr. H. Dawud, M.Pd , selaku Dekan Fakultas sastra Universitas Negeri Malang. 3. Drs.Iriaji, M.Pd, selaku Ketua jurusan Seni Desain Universitas Negeri Malang. 4. Drs. H. Mistaram, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, petunjuk serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 5. Selaku Dosen Pembimbing II, Ike Ratnawati, S.Pd, M, Pd, yang telah banyak memberikan bimbingan maupun saran-saran dalam iii
penyempurnaan penyusunan skripsi ini hingga selesai. 6. Bapak, ibu, kakak dan adik tercinta, atas do’a dan dorongan semangatnya hingga terselesaikannya skripsi ini. 7. Bapak Ladiono yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi objek penelitian. 8. Teman-teman Seni Rupa angkatan 2006 terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa disebut secara satu persatu. Penulis menyadari skripsi ini masih perlu penyempurnaan lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Malang, Juli 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ........................................................................................................ i KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4 C. Landasan Teori ................................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 41 E. Ruang Lingkup .............................................................................. 42 F. Definisi Operasional ...................................................................... 44 BAB II METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..................................................... 45 B. Kehadiran Peneliti ......................................................................... 47 C. Lokasi Penelitian ........................................................................... 47 D. Data dan Sumber Data .................................................................. 48 E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 49 F. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 49 G. Analisis Data ................................................................................. 50 H. Pengecekan Keabsahan Temuan ................................................... 54 I. Tahap Penelitian ............................................................................ 55 BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 ......................................................... 58 B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Ladiono Periode 2007 .................................................................................. 69 C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya Ladiono ...................................................................... 92 D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, dan Afeksinya Dalam Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ....... 97 BAB VI PEMBAHASAN A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 ....................................................... 105 B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Ladiono v
Periode 2007 ................................................................................ 109 C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya Ladiono .................................................................... 120 D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, dan Afeksinya Dalam Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ..... 125 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 128 B. Saran ............................................................................................ 134 DAFTAR RUJUKAN .................................................................................. 136 LAMPIRAN ................................................................................................. 138
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Halaman Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ............................................... 43
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16
Halaman
Garis Geometris ...................................................................................... 7 Garis Kaligrafis ...................................................................................... 8 Bidang..................................................................................................... 9 Contoh Ruang ....................................................................................... 10 Lingkaran Warna .................................................................................. 11 Lukisan Diego Velasques yang berjudul “Las Meninas” menunjukkan adanya pencahayaan ..................................................... 14 Contoh Tekstur ..................................................................................... 15 Kesatuan ............................................................................................... 16 Contoh Keseimbangan.......................................................................... 17 Lukisan Salvador Dali tampak adanya Keserasian .............................. 19 Centre of Interest ................................................................................. 20 Irama ..................................................................................................... 21 Proporsi ................................................................................................ 22 Lukisan Theodore Gericould yang berjudul “Rakit Medusa” .............. 23 Lukisan Custavo Courbert yang berjudul “Coubert Stone Breakers” .. 24 Lukisan Basuki Abdulah yang berjudul “Balinese Beauty”................. 25 Lukisan Claude Monet yang berjudul “Impression Rissing Sun” ........ 26 Lukisan Affandi yang berjudul “Kandang Penyu” ............................... 27 Lukisan Salvador Dali yang berjudul “The Persistence of Memory” .. 28 Lukisan Dekoratif ................................................................................. 29 Lukisan Marcel Duchamp yang berjudul “Fountain” .......................... 29 Lukisan Paul Klee yang berjudul “ Around the Fish” .......................... 30 Ladiono menunjukkan pelepah pisang sebagai media utama untuk karyanya ............................................................................................... 63 Ladiono menunjukkan lukisan pelepah pisang karyanya ..................... 64 Lukisan “Pemulung” ............................................................................ 69 Garis Struktural Pada Lukisan “Pemulung” ......................................... 72 Perulangan Bentuk Menyerupai tempat sampah pada lukisan “Pemulung” .............................................................................. 73 Perulangan garis kaligrafis pada lukisan “Pemulung” ......................... 74 Background pada lukisan “Pemulung” ................................................. 75 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus” ........................................................ 76 Garis kaligrafis pada lukisan “Sepatu Tikus” ....................................... 78 Perulangan bentuk tikus serta variasi bentuk antara sepatu dengan tikus pada lukisan “Sepatu Tikus” ................................ 79 Background pada lukisan “Sepatu Tikus” ........................................... 80 Lukisan berjudul “Antara hidup dan mati” .......................................... 81 Objek pada lukisan “Antara hidup dan mati” ....................................... 83 Background pada lukisan “Antara hidup dan mati” ............................. 84 Lukisan berjudul “Nyethe” .................................................................. 86 Objek pada lukisan “Nyethe” ............................................................... 89 viii
3.17 3.18 3.19 4.1 4.2 4.3 4.4
Perulangan warna coklat tua pada lukisan “Nyethe” .......................... 90 Perulangan warna putih kecoklatan pada lukisan “Nyethe” ................ 90 Background pada lukisan “Nyethe” .................................................... 91 Lukisan berjudul “Pemulung” ........................................................... 109 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus” ....................................................... 112 Lukisan berjudul “Antara hidup dan mati” ........................................ 115 Lukisan berjudul “Nyethe” ................................................................ 118
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Observasi/pengamatan terhadap kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007 .......................................... 138 2. Daftar Wawancara Dengan Informan Utama ......................................... 139 3. Daftar Wawancara Dengan Informan Penunjang ................................... 141 4. Data Pribadi Subjek Penelitian ................................................................ 142 5. Peta Rumah Ladiono ................................................................................ 143 6. Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................... 144 7. Surat Keterangan Penelitian di Rumah Ladiono ...................................... 145 8. Riwayat Hidup ......................................................................................... 146
x
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semua hasil karya manusia yang diciptakan baik dengan kesadaran keindahan maupun tanpa dengan kesadaran keindahan, semua memiliki nilai keindahan walau nilai keindahannnya kecil. Mulai dari alat- alat rumah tangga, bentuk tempat tinggal, peralatan bekerja, alat transportasi dan lain- lain (Sanyoto, 2005:3). Karya seni sendiri lahir dari seniman yang kreatif, artinya karya seni dihasilkan lewat pengalaman kotemplasi dan imajinasi seniman yang ingin meningkatkan sensibilitas dan persepsi terhadap dinamika kehidupan masyarakatnya, sehingga dapat dikatakan bahwa karya seni adalah buah tangan atau hasil cipta seni seniman. Pada dasarnya karya seni bersifat fisik, namun jika ingin melihatnya sebagai non fisik maka pengertian karya seni harus digunakan dalam arti estetik. Sejumlah pemikir masa sekarang banyak berpendapat bahwa karya seni pada akhirnya adalah wujud artefak (Susanto, 2002:18). Karya-karya seni rupa berkembang pesat dan semakin beraneka ragam jenisnya sehingga menjadi kesulitan untuk menggolongkan karya-karya seni rupa tersebut. Begitupun dalam menyebut atau memberi nama sebuah karya seni rupa seringkali kurang tepat, bahkan jauh dari pengertian yang sesungguhnya. Hal
1
2
tersebut diakibatkan dengan tidak adanya batasan dan fungsi yang pasti dalam proses pembuatannya. Karya seni ciptaan Ladiono ini dikerjakan dengan keterampilan atau kecekatan tangan atau biasa disebut dengan handycraft. Karya seni karya Ladiono pada penelitian ini lebih difokuskan pada proses penciptaan seni yang berbahan utama terbuat dari pelepah pisang. Pelepah pisang dapat dikreasikan menjadi karya seni yang bernilai seni tinggi. Kriya seni yang satu ini berbeda dengan karya seni yang lain. Pada umumnya masyarakat menggunakan pelepah pisang menjadi bungkus kue, aneka tas wanita, pigura foto, bros, perlengkapan makan, lampu hias, tatakan gelas maupun piring, kotak hantaran pengantin dilengkapi dengan hiasan bunga warna-warni dan masih banyak lagi yang lain. Sedangkan karya seni pelepah pisang karya Ladiono yang berasal dari Trenggalek berbentuk lukisan. Lukisan pelepah pisang karya seniman Trenggalek ini berbeda dengan lukisan pelepah pisang lainnya. Beliau mengubah pelepah pisang menjadi lukisan pelepah pisang yang unik dan bernilai seni tinggi ditinjau dari pemilihan bahan baku, teknik pembuatan, bentuk objek serta coraknya. Lukisan Debog karya Ladiono menggunakan bahan baku dari debog / pelepah pisang karena debog merupakan bahan yang mudah didapatkan di mana saja, apalagi di daerah pedesaan hampir di setiap rumah ditanami pelepah pisang. Namun tidak semua pelepah pisang dapat digunakan. Perbedaan jenis pisang yang digunakan sangat menentukan warna yang dihasilkan, karena tidak semua pisang dapat digunakan untuk karya seni khususnya lukisan. Bahan baku yang digunakan Ladiono dalam menciptakan lukisan pelepah pisangnya biasanya
3
berasal dari pisang gepok, pisang raja, dan pisang ambon, pelepah pisang dulang, dan pelepah pisang emas. Hal ini dikarenakan pelepah pisang tersebut memiliki perbedaan warna yang tajam dan memiliki sifat yang lentur serta mudah dibentuk. Pelepahnyapun tidak mudah patah ketika dipakai, serta semua bagian pelepah pisang (baik bagian luar dan dalam) dapat dimanfaatkan. Sedangkan jenis pelepah pisang yang lain memiliki permukaan kulit yang keras dan sulit untuk dibentuk, serta warnanya terlalu mengkilap sehingga ketika dikeringkan sebagian kulit ari dari permukaan pelepah pisang akan mengelupas dan warnanya tidak bisa menyatu dengan kulitnya. Enis pisang lain yang sulit dibentuk misalkan pisang kidang, pisang jambe, pisang moro sebo dan pisang byar. Selain pemilihan pelepah pisang, masih terdapat keunikan lain yaitu pada teknik pembuatan. Pembuatan lukisan pelepah pisang tidaklah mudah, terutama dalam proses pembuatannya yang masih sangat tergantung pada alam khususnya cuaca. Sinar matahari sangatlah dibutuhkan dalam proses pengeringan pelepah pisang, dan dalam proses finishing barang setelah dipernis. Teriknya pancaran sinar matahari mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pengeringan pelepah pisang. Sedangkan penjemuran lukisan debog dilakukan setelah dipernis, hal ini bertujuan supaya tidak menimbulkan bau apek dan tahan dari serangga dan jamur. Objek lukisan Ladiono kebanyakan tunggal serta banyak mengambil tema- tema sosial seperti pemulung, nyethe, kritikan ( tikus dan sepatu) dan hewan (elang, ular, ikan, dan lain- lain). Berbeda dengan lukisan- lukisan sebelum periode 2007. Lukisan Ladiono sebelum periode 2007 banyak menampilkan figurfigur manusia dan hewan dalam jumlah banyak dan memenuhi seluruh bidang gambar, seperti gambar Ramayana banyak menampilkan objek pemandangan
4
hutan, hewan dan tiga orang manusia. Objek yang terdapat pada lukisan debog pada periode 2007 menampilkan satu sampai dua objek- objek utama menonjol seperti relief ( menonjol keluar bidang gambar) dengan background komposisi warna debog sehingga dapat diraba dan dirasakan tekstur asli pelepah pisang. Masih banyak keunikan lain yang belum diketahui khalayak umum dalam lukisan pelepah pisang atau debog karya Ladiono, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hal-hal yang mempengaruhi karya lukis debog milik Ladiono dengan judul ” Studi Tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut ini: 1.
Bagaimana aspek genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono dalam menciptakan karya seni rupa berupa lukisan pelepah pisang periode 2007?
2.
Bagaimana pula dengan aspek objektif/ karya lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007?
3.
Bagaimana afeksi penghayat terhadap karya seni Ladiono khususnya lukisan pelepah pisang periode 2007?
4.
Bagaimana hubungan aspek genetik, objektif, dan afeksinya dalam lukisan pelepah pisang periode 2007?
5
C. Landasan Teori Berikut ini akan dijelaskan mengenai landasan- landasan teori yang mendukung penelitian terhadap Studi Tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007. Adapun landasan teorinya sebagai berikut: 1.
Definisi Seni Seni yaitu segala kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan
pengalaman batinnya karena disajikan secara unik dan menarik memungkinkan timbulnya pengalaman atau kegiatan batin pula pada diri orang lain yang menghayatinya (Soedarso. SP , 2000: 3). Pendapat lainnya, seperti, menurut Sulastianto (2008:02) mengatakan bahwa seni merupakan sarana komunikasi perasaaan dan pengalaman batin seseorang kepada kelompok masyarakatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya. Dapat disimpulkan bahwa dalam seni terdapat aspek- aspek sebagai berikut: a.
Aspek manusia sebagai creator (pembuat) dan apreciator ( penghayat)
b.
Aspek karya yang dikreasikan beserta gagasan yang ada di dalamnya
c.
Aspek komunikasi
2.
Seni Lukis Terdapat beberapa definisi mengenai seni lukis, yaitu: a. Seni lukis adalah
aktifitas yang menghubungkan struktur bentuk, garis, warna, tekstur dan irama yang dapat memberikan pengalaman emosi estetik (Clive Bell dalam Sumardjo, 2002:60), Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Dengan dasar
6
pengertian yang sama, seni lukis adalah sebuah pengembangan yang lebih utuh dari menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan (www.wikipedia Indonesia, 2007:1), c Dalam buku diksi rupa, Susanto ( 2000:70) mengatakan bahwa seni lukis adalah bahasa ungkapan dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan warna dengan garis guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi, dari kondisi subjektif seseorang. Dari beberapa pendapat diatas maka seni lukis adalah suatu kegiatan atau aktifitas dari seniman untuk mengekspresikan pengalaman, mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak dan ilusi maupun ilustrasi yang dituangkan melalui media.
3.
Unsur-Unsur Seni Menurut Indrawati dalam bukunya Struktur Seni I (1993:23)
mengatakan bahwa karya seni merupakan hasil perpaduan unsur-unsur rupa serta karya tersebut merupakan hasil gubahan manusia yang mempunyai nilai- nilai tertentu yaitu nilai fisik dan nilai estetik. Nilai estetik tersebut terjadi karena adanya pengaruh- pengaruh unsur rupa yang disajikan oleh objek seni rupa, karena setiap unsur memiliki sifat dan watak tertentu yang dapat dimanipulasi dan diubah oleh pencipta sebagai sarana untuk mewujudkan idenya yang akhirnya
7
dapat menampilkan suatu tata susunan yang estetik. a.
Garis Garis adalah perpaduan dari sejumlah titik yang sejajar dan sama besar
dan memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek, panjang, halus, berombak,melengkung, lurus, dan lain-lain (Susanto, 2002:45). Garis dapat diartikan sebagai suatu hasil goresan , disebut garis nyata atau kaligrafi dan batas limit suatu benda, batas ruang, batas warna, bentuk massa, rangkaian massa, dan lain- lain ( Sanyoto, 2005:72). Dalam dunia seni rupa, peranan dan pengaruh garis sangat penting dalam penyusunan suatu organisasi sebab garis meupakan unsur-unsur rupa. Berdasarkan keberadaannya, garis diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu: 1) Garis geometris Garis geometris adalah pembentukan garis menggunakan alat bantu, seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi.
Gambar 1.1. Garis geometris (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Garis ini mempunyai karakter cenderung kaku, kuat, mantap, tepat, universal, dan tanpa kompromi.
8
2) Garis kaligrafis
Gambar 1.2. Garis kaligrafis (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Garis kaligrafis merupakan hasil goresan yang merupakan garis nyata adalah garis contoh garis yang lembut, kadang-kadang kuat, lembut, manis, gemulai lembut,melesat lancar, gempal dan sebagainya (Sanyoto, 2005:71). Garis kaligrafis ini dibentuk tanpa menggunakan alat bantu menggaris, jadi lebih menggunakan tangan sehingga garis tersebut dapat membentuk karakter bebas dan bervariasi. Garis kaligrafis juga menciptakan kesan luwes, lembut, lincah, kadang- kandang kuat, melesat kuat dan lain sebagainya. 3) Garis semu Garis semu yaitu garis yang sebenarnya tidak ada hanya merupakan kesan garis yang dapat dirasakan. Garis semu ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a) Garis struktural Dikatakan sebagai garis structural, jika kesan garis yang ditangkap tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau
9
antara bidang dan bidang. b) Garis pengikat Disebut sebagai garis pengikat, jika garis yang ditangkap tersebut merupakan alur perpindahan dari unsur, misalnya alur hubungan antara titik, bentuk , warna dan sebagainya
b.
Bidang
Gambar 1.3 Bidang (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Menurut Sachari (2004:85) bidang dapat dikatakan ruang dwimatra jika bidang memempati ruangnya sendiri. Dengan kata lain, bidang adalah pertemuan garis dengan garis. Menurut Sanyoto (2005: 83), terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas.
c.
Bentuk / ruang Dalam seni bentuk merupakan unsur yang penting sebagai dasar untuk
mencapai keindahan desainnya. Bentuk adalah pertemuan antara bidang dengan bidang dan memiliki kesan meruang atau isi (Nurhadiat, 2004:25). Bentuk atau
10
ruang digolongkan menjadi dua jenis yaitu: 1) Ruang nyata adalah ruang yang dapat dilihat dan diraba. 2) Ruang maya adalah ruang yang hanya dapat dirasakan atau terkesan meruang.
Gambar 1.4 Contoh ruang (Sumber: http://id.shfoong.com/ diakses tanggal 20-05-2011)
Menurut Indrawati (1993:50) dalam bukunya Struktur Seni I ruang dalam hubungannya dengan bentuk, ruang dapat berupa ruang positif dan ruang negatif. Dalam komposisi atau karya dua dimensi motif atau bentuk yang tergambar merupakan ruang positif sedang bagian yang tersisa pada bidang tersebut disebut ruang negatif.
d.
Warna Warna digunakan secara artistik sebagai alat ekspresi manusia.Sejak
ditemukannya warna pelangi oleh ahli ilmu fisika, Sir Isaac Newton, terungkap bahwa warna merupakan salah satu fenomena alam yang dapat diteliti dan dikembangkan lebih jauh dan lebih mendalam (Darmaprawira, 2001:18). Dalam ilmu fisika warna adalah kesan yang ditimbulkan oleh cahaya pada mata. Sedangkan menurut Ilmu Bahan, warna adalah berupa pigmen. Istilah ini
11
diberikan untuk warna-warna sintetik dan warna-warna alam. Warna sintetik diperoleh dari zat-zat kimia. Tetapi jika warna alam diperoleh dari senyawa organik (Widodo, 1993:50).
Gambar 1.5 Lingkaran warna (Sumber http://www.jeffprentice.netteachfonline_colortheory.html diakses tanggal 20-05-2011)
Peranan warna banyak sekali dalam berbagai bidang. Salah satunya dalam pembentukan suatu karya seni. Tanpa adanya warna maka suatu karya itu terasa tidak lengkap dan tidak dapat menarik perhatian pengamat. Warna dapat dipakai untuk sampai kepada kesesuaian dengan kenyataan. Warna dapat membedakan antara bentuk dengan sekelilingnya (Prawira, 2002:12). Warna juga berfungsi untuk menyempurnakan bentuk dan memberikan karakter terhadap karya seni (Sanyoto, 2005:27). Sebagaimana pada pelukispelukis realis maupun yang naturalis. Warna juga berperan sebagai pengungkapan kemungkinan-kemungkinan keindahannya serta dapat digunakan untuk berbagai bentuk pengekspresian. Warna dapat juga dipakai sebagai simbolis, seperti yang terlihat pada gambar-gambar kontemporer. Dalam berbagai bidang, warna sangat
12
berpengaruh terhadap keindahan dan kesenangan pada manusia. Menurut Munsell dalam Indrawati (1993:55) warna dibagi menjadi tiga sifat, terdiri atas: 1) Hue Hue diartikan sebagai nama tiap-tiap warna, sehingga kita dapat membedakan antara warna yang satu dengan warna yang lain. Hue ini menunjukkan panas dingin warna (Indrawati, 2004:26). Menurut pengklasifikasian nama-nama warna, terdapat lima nama warna: a) Warna Primer Warna primer disebut juga dengan warna pertama atau warna pokok. Disebut dengan warna primer karena warna tersebut tidak dapat dibentuk dari warna lain. Selain itu warna ini dapat dipergunakan sebagai pokok percampuran untuk memperoleh warna-warna lain. Warna ini terdiri atas merah, biru, dan kuning. b) Warna Sekunder Disebut sebagai warna sekunder atau warna kedua karena merupakan hasil pencampuran dua warna primer/pokok. Warna tersebut terdiri atas: jingga (orange), ungu (violet), dan hijau (green). Tiga warna primer dan tiga warna sekunder sering disebut dengan enam warna standart (Sanyoto, 2005:20). c) Warna Intermediate Warna intermediate adalah warna perantara, yaitu warna yang ada diantara warna primer dan warna sekunder dalam lingkaran warna. Warna ini ialah: kuning hijau (yellow-green), kuning jingga (yellow-orange), merah
13
jingga (red-orange), merah ungu (red-violet), biru ungu (blue-violet) dan biru hijau (blue-green). d) Warna Tersier Warna tersier atau warna ketiga adalah warna hasil percampuran dari dua warna sekunder atau warna kedua. e) Warna Kuarter Warna kuarter atau warna keempat, yaitu warna hasil percampuran dari dua warna tersier. 2) Value (tonalitas warna) Value dapat disebut juga sebagai gejala cahaya dari hue yang menyebabkan perbedaan pancaran hue dalam perbandingan dengan hitam dan putih. Bila suatu warna ditambah dengan abu-abu yang gradasinya mendekati putih, maka diperoleh warna tint, sedang bila suatu warna ditambahkan abu-abu mendekati warna hitam, maka akan diperoleh warna shade (Indrawati, 2004:26). Jadi value merupakan nilai gelap terang untuk memperoleh kedalaman karena pengaruh cahaya. Dengan adanya value tersebut maka kita dapat membedakan kualitas antara warna gelap dan warna terang disebabkan karena hue tersebut mengandung “sejumlah” tone hitam dan putih (Indrawati, 1993:55). 3) Chroma Dapat diartikan sebagai gejala kekuatan pancaran intensitas dari hue yang diungkapkan untuk menyatakan kemurnian hue. Jadi chroma dan intensitas warna berhubungan dengan sifat cerah-kelamnya warna (Indrawati, 2004:26). Tingkatan chroma adalah uruttan perubahan hue dari intensitas tertinggi (maksimum) pada warna yang jenuh. Jenuh disini maksudnya sudah tidak memiliki identitas lagi,
14
warna kelabu yang dapat disamakan dengan abu-abu netral percampuran hitam dan putih. Manfaat chroma dalam seni rupa adalah untuk mengubah karakter warna, misalnya warna merah murni memiliki karakter garang, ganas, menyala, panas, marah dan sebagainya, akan berubah karakternya menjadi lemah lembut, sopan, kalem, tenang dan sebagainya.
e. Cahaya Penyebab terjadinya warna adalah adanya cahaya. Tanpa adanya cahaya maka warna tidak dapat dilihat dan ditemukan.
Gambar 1.6 Lukisan Diego Velasquez yang berjudul “Las Meninas” menunjukkan adanya pencahayaan. (Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
Cahaya merupakan unsur seni rupa yang sangat diperlukan karena tanpa adanya cahaya maka suatu karya seni tidak dapat diamati dan dinikmati kehadirannya. Selain itu cahaya juga merupakan salah satu sumber terjadinya
15
warna (Indrawati, 1993:64). Cahaya diperlukan untuk menentukan gelap terang suatu objek.
f. Tekstur
Gambar 1.7 Contoh tekstur (Sumber http://mazgun.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
Semua benda yang ada di alam pasti memiliki permukaan. Setiap permukaan tentu memiliki nilai. Nilai tersebut dapat berupa halus, kasar, licin dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tekstur adalah nilai atau ciri khas suatu permukaan. Tekstur erat kaitannya dengan masalah bahan, material, atau media fisik karena kehadirannya setiap karya seni rupa tidak bias lepas dari media fisik tersebut (Movit, 2003:9). Secara umum tekstur dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tekstur nyata dan tekstur semu. 1) Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan nyata; antara keadaan digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba dengan tangan sama kasarnya atau halusnya (Movit, 2003:10). Pernyataan sama diungkapkan Indrawati (1993:61) tekstur nyata
16
merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata. 2) Sedangkan tekstur semu adalah kesan, sifat/karakter permukaan suatu objek/benda yang dapat dirasakan tanpa harus meraba (Movit, 2003:10). Tekstur semu hanya dapat dirasakan lewat panca indera tanpa dapat diraba dan membuat mata tertipu.
4.
Prinsip-prinsip Seni Selain unsur- unsur seni diatas, seorang pencipta seni harus mengetahui
prinsip- prinsip seni dalam melukis, Prinsip- prinsip seni dalam melukis diantaranya: a.
Kesatuan (unity)
Gambar 1.8 Kesatuan ( Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses 21-05-2011 )
Kesatuan (unity) merupakan prinsip dasar seni. Karya seni harus menyatu, Nampak seperti menjadi satu atau adanya saling hubungan antar unsur yang disusun. Jika satu atau beberapa unsur dalam susunan terdapat saling ada
17
hubungan maka kesatuan telah dapat dicapai. Beberapa hubungan tersebut antara lain: hubungan kesamaan-kesamaan, hubungan kemiripan-kemiripan, hubungan keselarasan-keselarasan, hubungan keterkaitan-keterkaitan, hubungan keterikatanketerikatan, hubungan kedekatan-kedekatan, hubungan-hubungan ini kemudian dapat digunakan sebagai pendekatan-pendekatan untuk mencapai kesatuan (Sanyoto, 2005: 165).
b.
Keseimbangan ( balance) Keseimbangan (balance) menurut ilmu pesawat ( matematika) adalah
keadaan yang dialami oleh sesuatu ( benda) jika semua daya bekerja saling meniadakan. Dalam bidang seni/desain sifatnya perasaan, tetapi pengertiannya hampir sama, yaitu sesuatu keadaan di mana disemua bagian pada karya tidak ada yang lebih terbebani. Jadi dikatakan seimbang manakala disemua bagian pada karya bebannya sama, sehingga pada gilirannya akan membawa rasa tenang dan enak dilihat. Jadi keseimbangan dalam sebuah komposisi adalah suatu keadaan yang dapat dirasakan jika mengamati suatu objek atau benda, adanya kesamaan bobot/ nilai antara unsur - unsurnya.
Gambar 1.9 Contoh keseimbangan (Sumber http:// www.najwasumargo.blogspot.com diakses tanggal 21-05-2011)
18
Menurut Indrawati ( 2004:39)dalam visual lukisan , keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu 1.
Keseimbangan Formal (simerti/ bisymetricalbalance) Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik
yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsure estetik semacam itu akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). 2.
Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance) Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/
unsur yang tidak sama bobotnya visualnya disekitar titik pusat/ sumbu imajiner., sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi. Menurut Sanyoto, keseimbangan dibedakan mejadi empat (2005:187) yaitu : 1.
Simetri (Symmetrical balance), yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan kanan sama persis atau setangkup. Karakternya: formal/resmi, tenang, statis/tak bergerak, kaku.
2.
Keseimbangan Memancar (Radial balance), yaitu keseimbangan ruang kiri, kanan, atas, bawah, sama persis, karakternya sama seperti keseimbangan simetri.
19
3.
Keseimbangan Sederajad (Obvius balance), yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan memiliki beban besaran sederajad (besaran sama tetapi bentuk rautnya berbeda), misalnya lingkaran dengan segi tiga dengan besaran sama, karakternya: tidak terlalu resmi, ada sedikit dinamika.
4.
Keseimbangan Tersembunyi (Axial balance) yang sering disebut juga asimetri (asymmetrical balance) yaitu keseimbangan ruang kiri dan kanan tidak memiliki beban yang sama besaran maupun bentuk rautnya tetapi tetap dalam keadaan seimbang, karakternya: dinamik, hidup, tidak resmi.
c.
Keselarasan/keserasian (harmony) Keserasian dapat diartikan sebagai keteraturan diantara bagian- bagian
suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha dari berbagai macambentuk, bangun, warna, elemen- elemen lain disusun secara seimbang dalam suatu susunan komposisi yang utuh agar nikmat untuk dipandang.
Gambar 1.10 Lukisan Salvador dali tampak adanya keserasian ( Sumber http://duniakuduniamu.com/?p=315 diakses 21-05-2011 )
20
Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi visual/tata susun (Indrawati, 2004:38). Kemiripan tidak hanya berarti bahwa media estetik/unsur yang digunakan dalam suatu organisasi visual/tata susun terlihat kurang lebih sama, tetapi kemiripan dapat dikenali jika media atau unsur tersebut tergolong kedalam kesamaan rumpun, misalnya warna dingin (biru, hijau, dan ungu) atau rumpun bentuk lurus (balok, bujur sangkar, dan persegi panjang). Jadi kemiripan lebih berdasarkan pada faktor psikologis (Indrawati, 2004:38).
d.
Pusat perhatian (centre of interest)
Gambar 1.11 Centre of interest (Sumber : Dokumen penulis, 2011)
Pusat perhatian adalah unsur yang sangat menonjol atau berbeda dengan unsur-unsur disekitarnya sehingga dapat dipergunakan sebagai daya tarik. Karena unggul, istimewa, unik, ganjil, maka akan menjadi menarik atau menjadi pusat perhatian. Suatu karya seni harus memiliki pusat perhatian, sebab apabila tidak
21
memiliki maka karya seni tersebut tidak menarik, membosankan, statis, gersang, mentah dan hambar (Sanyoto, 2005:176). Beberapa tujuan diperlukan adanya dominasi, yaitu (Sanyoto, 2005:176): 1) Untuk menarik perhatian. 2) Untuk menghilangkan kebosanan 3) Untuk memecah keberaturan/rutinitas.
e.
Irama/Rhytm Irama berasal dari kata wirama (jawa), wirahma (Sunda), rhutmos
(Yunani), rhythm (Inggris) semula berarti gerak berukuran, ukuran perbandingan, berkerabat dengan rhein yang artinya mengalir (ensiklopedia Indonesia, 2000:1479). Menurut Fajar sidik dalam Sanyoto (2005: 121) mengatakan bahwa, irama atau ritme adalah suatu pengulangan yang secara terus menerus dan teratur dari suatu unsur atau unsur- unsur. Irama/ rytme dalam suatu organisasi visual terjadi keran penciptaan perulangan (repetation) , dari media estetik yang ditata sehingga terasa terjadi gerak ( movement) (Indrawati, 2004:40).
Gambar 1.12 Irama Sumber:http://www. Google.com/funfacyfemme.blogspot.com diakses 13 April 2011)
22
Jadi irama atau ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir yang ajeg, teratur, terus- menerus. Pembentukan ira ma dapat diusahakan lewat penyusunan unsur- unsur yang ada atau pengulangan dari unsur – unsur diorganisir.
f.
Proporsi atau persebandingan
Gambar 1.13 proporsi ( Sumber http://duniakuduniamu.com/ diakses 21-05-2011 )
Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan (Kartika, 2004:64). Menurut Soecipto dan Widodo (1990: 40) menyebutkan prinsip proporsi sebagai Law of relationship, yaitu tiga aturan untuk menciptakan komposisi yang serasi. Aturan yang dimaksud berhubungan dengan teknik penyusunan dan pengolahan elemen- elemen visual seperti: 1. Penempatan elemen- elemen visual lukis menjadi tata susun yang menarik 2. Penentuan jenis dan ukuran bentuk yang tepat
23
3. Penentuan ukuran bentuk ( objek ) dengan pertimbangan ukuran bidang lukis
5.
Aliran Seni Lukis Aliran atau gaya dalam seni rupa dibedakan berdasarkan prinsip
pembuatannya. Kemunculan suatu gaya atau kreatifitas dalam rangka mendapatkan keunikan bias relatif bersamaan atau meneruskan gaya sebelumnya secara selaras atau bertentangan. Aliran – aliran yang terdapat pada seni lukis, diantaranya: a.
Neoklasik dan romantic Aliran ini mengembalikan seni pada emosi yang lebih bersifat imajiner. Awalnya melukiskan kisah atau kejadian yang dramatis/ dahsyat. Dalam melukiskannya baik dari pengaturan estetika maupun aktualitas piktorialnya selalu melebihi kenyataan.Warna yang ditampilkan lebih meriah, gerakan lebih lincah dan lebih tegas (Nursantara, 2005:4).
Gambar 1.14 Lukisan Theodore Gericould, yang berjudul “Rakit Medusa (Sumber http://sekartejaartstudio.blogspot.com/diakses 13-05- 2011)
24
Di Indonesia Aliran Romantisme merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan. Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh. Tokoh- tokohnya: Raden Saleh Syarif Bustaman, Theodore Gericault, Eugene Delacroix,David Friedrich Caspar, dan lain- lain b.
Realisme Aliran ini merupakan suatu protes terhadap aliran romantis yang melebih- lebihkan kenyataan. Oleh karena itu aliran realis sering menampilkan figur berupa pengolahan efek- efek warna yang membentuk perwujudan global yang masih dapat teridentifikasi.
Gambar 1.15 Lukisan Custavo courbert, yang berjudul “Courbet stone breakers” (Sumber http://www.justseeds.orgblog200801gustave_courbet_retrospective_1.html, diakses 13-05- 2011)
25
Aliran ini memandang dunia sebagai sesuatu yang nyata. Pelukis atau pembuat karya seni bekerja berdasarkan kemampuan teknis dan realitas yang diserap oleh indera penglihatannya. Fantasi dan imajinasi harus dihindarkannya (Soedarso, 2000:31). Tokoh-tokohnya: S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Trubus, Gustave Courbert, Honore Daumier dan lain- lain. c.
Naturalisme Aliran ini dianggap bagian dari realisme yang memilih objek yang indah dan membuai saja.
Gambar 1.16 Lukisan Basuki Abdulah yang berjudul “Balinese Beauty” (Sumber http:// blogsenirupa.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Secara visual persis seperti objek aslinya (fotografis). Dalam perkembangannya cenderung memperindah objek secara berlebihan (Nursantara, 2005:3).
26
Tokoh- tokohnya seperti: Abdullah Suryosubroto, Basuki Abdullah, Wahdi Sumanta, Rembrant, William Hogart, dan lain- lain d.
Impresionisme Aliran yang menggunakan konsep melukis berdasarkan usaha merekam kesan cahaya yang jatuh/ memantul pada suatu objek atau benda sehingga menghindari garis atau kejelasan kontur.
Gambar 1.17 Lukisan Claude Monet yang berjudul “Impression Rissing Sun” (Sumber http:// sekartejaartstudio.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Cara melukiskannya harus cepat karena cahaya matahari yang terus bergerak atau berubah dan dipengaruhi oleh cuaca. Hal ini menyebabkan lukisan hanya selintas atau tidak detail. Tokohnya diantaranya Claude Monet, Aguste Renoir, Edgar Degas, Camille Pissarro, dan Paul Cesane (Soedarso, 2000:57). e.
Ekspresionisme Aliran ini berusaha mengekpresikan aktualitas bukan hanya berdasarkan indera penglihatan, tetapi juga dengan pengalaman batin. Luapan perasaan berupa kesedihan atau tekanan batin yang lainnya yang mengalir deras meyebabkan kebebasan teknik dalam melukiskannya,
27
sehingga cenderung terjadi distorsi dan sensasi. Kesempurnaan bentuk objek yang biasa dilakukan berdasarkan pengalaman secara visual tidak lagi menjadi pertimbangan estetika (Nursantara, 2005:7).
Gambar 1.18 Lukisan Affandi yang berjudul “Kandang Penyu” (Sumber http:// alamak-alamakrainarphie.blogspot.com/ diakses 13-05- 2011)
Tokoh-tokoh dalam aliran ekspresionisme diantaranya adalah: Affandi, Popo Iskandar, Vincent Van Gogh, Vassily Kandinsky, dan lain sebagainvya. f.
Art Nouveau Revolusi Industri di Inggris telah menyebabkan mekanisasi di dalam banyak hal. Barang-barang dibuat dengan sistem produksi massal dengan ketelitian tinggi. Sebagai dampaknya, keahlian tangan seorang seniman tidak lagi begitu dihargai karena telah digantikan kehalusan buatan mesin. Sebagai jawabannya, seniman beralih ke bentuk-bentuk yang tidak mungkin dicapai oleh produksi massal (atau jika bisa, akan biaya pembuatannya menjadi sangat mahal). Lukisan, karya-karya seni rupa, dan kriya diarahkan kepada kurva-kurva halus yang kebanyakan terinspirasi
28
dari keindahan garis-garis tumbuhan di alam (www.wikipedia.com, 2007:1) g.
Surrealisme Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya (http://id.wikipedia.org/ diakses 2105-2011).
Gambar 1.19 Lukisan Salvador dali yang berjudul ” The persistence of memory “ (Sumber https://astarhoplahop.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
h.
Dekoratif Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses deformasi.
29
Gambar 1. 20 Lukisan dekoratif (Sumber httpecommerce.plasa.com diakses tanggal 21-05-2011)
Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif (ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya bersifat datar/flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya. i. Dadaisme
Gambar 1.21 Lukisan Marcel Duchamp yang berjudul ”Fountain” (Sumber http://sembilan30td1a.files.wordpress.com/ diakses tanggal 21-05-2011)
30
Istilah dadaisme ini berasal dari bahasa anak-anak Prancis yang artinya kuda mainan. Aliran ini mendukung surealisme karena muncul dari alam bawah sadar sebagai protes tidak adanya polarisasi nilai social dan etika akibat perang dunia. Hal inilah menyebabkan adanya karya Dadaisme yang memiliki ciri sinis, konyol, menggambarkan benda atau mesin sebagai manusia, mengikuti kemauan sendiri, dan menolak estetika dalam karyanya. Kolase adalah salah satu dari sekian teknik yang digunakan (Soedarso, 2000:127). Tokoh Dadaisme seperti: Marcel Duchamp, JeanArp, dan Tristan Tzara. j. Naifisme
Gambar 1.22 Lukisan Paul klee yang berjudul “Aroung the fish” (Sumber http://www.paintinghere.com/painting/ diakses tanggal 21-05-2011)
Lukisan naif merupakan lukisan anak kecil, karena objek yang ditampilkan sering mengalami perubahan seperti deformasi menjadi bentuk-bentuk yang bersifat kekanak-kanakan. Lukisan naif dikatakan bersifat kekanak-kanakan karena memiliki karakteristik visual menyerupai lukisan anak-anak yang
31
secara umum tampak sederhana dan lugu. Namun demikian, lukisan naif tidak dapat disamakan dengan lukisan anak-anak. Karena kesederhanaan dan keluguan pada lukisan anak merupakan proses kreatif alami yang disebabkan oleh keterbatasan keterampilan. Pelopor lukisan aliran naifisme adalah Paul Klee.
6. Media Seni Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk mewujudkan ide atau gagasan, sehingga tercipta suatu wujud karya. Media yaitu bahan yang menjadi alat yang konkret untuk menyatakan gagasan yang bersifat abstrak. Media harus dipilih secata tepat agar sebuah gagasan dapat dikomunikasikan. Pemilihan media harus diikuti teknik, prosedur, dan keahlian berkarya agar karya yang dihasilkan memiliki nilai seni yang tinggi ( Sulastianto, 2008: 20). Media seni rupa secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu media dua dimensi dan media tiga dimensi. Media yang diperlukan untuk mewujudkan suatu karya 2 dimensi diantaranya (Nurhadiat,2004:12) : a. Pensil Pensil merupakan alat yang digunakan sebagai dasar dalam membuat sketsa. Keras lunaknya pensil dibedakan dengan inisial H atau B. Pensil lunak diberi kode B, pensil keras diberi kode H. Watak goresan sebuah pensil tergantung pada runcing atau tumpulnya ujung pensil. Ujung yang runcing memiliki watak tegas, cermat dan kaku, sedangkan ujung yang tebal memiliki kesan halus dan lunak.
32
b. Conte Conte adalah sejenis pensil yang bahannya dari arang halus, sehingga warnanya lebih hitam. Conte digunakan untuk menggambar potret atau bentuk. Gambar yang menggunakan conte memiliki sifat seperti daya lekat kapur terhadap papan tulis. Oleh sebab itu, agar hasilnya tidak mudah rusak sebaiknya di Fixer yaitu dengan alat semprot untuk menguatkan lekat conte di atas bidang gambar. a. Pastel atau crayon
Bentuk pastel seperti pensil atau kapur tulis, terbuat dari lilin atau Coalin dicampur dengan tepung warna. Hasil gambar dengan pastel seperti dengan conte, harus disemprot dengan zat penguat agar daya lekatnya lebih kuat dan tahan gesekan. Jika tidak disemprot dengan pengauat sebaiknya dipakai oil pastel yang memiliki daya lekat baik. b. Pena
Nama lain dari pena adalah Raddispen, Roundhanpenn atau Graphospen. Setiap jenis pena memiliki nomor yang menunjukkan ukuran tebal dan tipisnya jejak pena tersebut. Setiap nama pena memiliki sifatsifat yang berbeda, seperti: 1) Jejak yang sama tebal terdapat pada Reddhispen 2) Jejak goresan yang runcing serta tipis-tebal terdapat pada Roundhanpenn 3) Pena yang memiliki jejak halus yang biasa digunakan untuk menggaris adalah Graphospen.
33
c. Kuas
Setiap jenis kuas memiliki ukuran berbeda yang ditulis pada gagangnya dengan angka 1,2,3,4,5 dan seterusnya. d. Tinta Bak
Tinta bak dikenal juga dengan sebutan tinta Cina. Tinta bak berwarna hitam, ada yang luntur di air ada pula yang tidak. Tinta bak yang berbentuk balok-balok kering sebelum digunakan harus dituangi air terlebih dahulu agar tinta mencair. e. Ekolin
Jenis tinta ini berwujud seperti tinta yang beraneka warna, namun berwarna bening tersimpan dalam botol kecil. Ekolin dapat digunakan untuk mewarnai gambar konstruksi, gambar peta, gambar teknik dan lainlain. Cat ekolin yang bagus adalah yang tidak luntur di air jika sudah kering. Ciri khas gambar yang menggunakan ekolin, jika sudah kering gambarnya tampak mengkilap. f. Cat air
Cat air adalah cat yang pengencerannya menggunakan air. Jenis cat ada dua yaitu : 1) Cat air (water colour) Cat air bersifat transparan atau tembus pandang. Penggunaannya harus lebih encer. 2) Cat plakat Cat plakat penggunaannya dapat saling tutup menutup. Maksudnya
34
jika cat pertama, merah sudah mengering kita pulas kembali dengan warna kedua, biru maka cat biru itulah yang akan terlihat, sedangkan warna merah tertutup. g. Palet
Palet digunakan sebagai tempat mencampur warna. Piring bekas atau papan besar dari akrilik atau kaca bias kita pakai sebagai palet sederhana. Palet kayu tradisional dengan lubang ibu jari juga ada dalam berbagai ukuran. Palet ini harus diminyaki sebelum dipakai supaya permukaan kayu tidak menyerap cat minyak . h. Pisau
Pisau ini bisa digunakan untuk membuat tekstur pada lukisan/karya seni. k. Bahan-bahan dari alam Bahan- bahan dari alam dapat juga digunakan sebagai media dalam membuat suatu karya seni seperti tanah liat, kayu, batu, bambu, daun, akar, dan sebagainya.
7.
Teknik berkarya seni Teknik adalah cara yang dipergunakan untuk berkarya sesuai dengan
media yang dipilih. Benda- benda yang dibuat oleh masyarakat menggunakan berbagai macam teknik. Berbagai teknik yang dipakai dalam pembuatan karya seni kriya dibedakan menjadi dua yaitu teknik karya seni kriya dua dimensi dan karya seni kriya 3 dimensi menurut Margono dalam Seni Rupa dan Seni Teater
35
SMA Kelas 2 (2007:6) meliputi: a. Teknik karya seni kriya dua dimensi Teknik yang digunakan membuata karya seni kriya dua dimensi dapat berupa : teknik batik, cetak, ukir, sulam, bordir, menempel, arsir, blok, tenun, dan anyam. 1) Teknik batik Teknik batik yaitu memberi hiasan atau motif pada kain dengan cara memberi gambar pada kain dengan malam atau lilin panas menggunakan canting. 2) Teknik anyaman Anyaman adalah seni kerajinan yang dikerjakan dengan cara mengangkat dan menumpang tindihkan atau menyilang-nyilangkan bahan sehingga menjadi suatu karya anyaman . Bahan anyaman dapat berupa: Daun pandan Daun lontar Bambu Enceng gondok Mendong Plastik Pita jepang, kertas yang diiris-iris
36
b. Teknik karya seni kriya tiga dimensi Teknik yang digunakan membuat karya seni kriya tiga dimensi diantaranya: 1) Sambung atau menempel Sambung atau menempel adalah teknik pembuatan kerajinan pelepah pisang yang lakukan dengan menempelkan lembaran pelepah pisang menggunakan media seperti kertas karton, triplek, gerabah, kerangka besi dan lainnya. Jadi, media tersebut dibentuk terlebih dulu sesuai jenis produk yang diinginkan, kemudian ditempel-tempeli dengan pelepah pisang yang telah dikeringkan menggunakan lem (www.diskopjatim.go.id/.../298-suci-memproses-gedebog-jadi-uang.html, diakses pada tanggal 19 Maret 2011:1).
2) Cetak Merupakan Pembuatan benda- benda kerajinan dengan menggunakan cetakan (Margono, 2007:7). 3) Membentuk (modeling) Adalah membuat karya seni rupa dengan media tanah liat ( gerabah, keramik, atau tembikar) menghasilkan barang baru yang jauh berbeda dari
bahan mentahnya. (Sanusi ,2009:29). 4) Butsir Teknik butsir, hanya menggunakan alat telapak tangan dan alat lain (kayu, kawat) sederhana. Bahan yang digunakan lunak, elastis, lentur antara lain tanah liat, plastisin
37
5) Teknik Pahat atau ukir Teknik Pahat atau ukir menurut Sanusi (2009:29) adalah teknik melakukan sesuatu dengan menggores, memahat, dan menorah pada permukaan benda yang diukir. Teknik pahat yaitu cara pembuatannya dengan menggunakan alat pahat (tatah) atau ukir dengan martil. Bahan (media) yang digunakan adalah bahan keras seperti batu, cadas, kayu, gips, tanah liat kering. Contoh pembutan kerajinan patung dan ukiran atau relief, kerajinan seni ukir terutama ukiran kayu dengan menggunakan teknik pahat. Alat yang digunakan seperangkat pahat atau tatah ukir dengan berbagai ukuran. Ada yang dibuat sket pola lebih rinci (detail), setelah selesai dihaluskan (diamplas). 6)
Merakit dan Membangun Merakit dan membangun yaitu kegiatan yang mencakup aktivitas menyusun berbagai komponen untuk dijadikan benda trimatra (tiga dimensi). Contoh: membuat maket, replika, membuat mobil-mobilan, membuat akuarium, membuat kalung, membuat diorama, membuat benda berongga (kubus, kerucut, piramida, tabung), membuat wayang rumput, membuat boneka, media yang digunakan antara lain : tempat dn batang korek api dan bahan dari alam sekitar, benda-benda bekas, kardus, karton, sedotan, kertas, kayu, kawat, tali, dan rumput. Alatnya: pisau, gunting, cutter, spidol, lem, benang tali, kawat, paku.
38
8.
Proses menciptakan karya seni lukis Lukisan diciptakan atas sebuah dorongan kreatif, yang diperoleh sebagai
hasil penginderaan pelukis terhadap lingkungan disekitarnya. Hasil penginderaan ini ditampilkan dalam wujud yang bersifat visual dengan menggunakan berbagai material lukis. Jenis dan sifat visualisasi sangat dipengaruhi oleh persepsi dan interpreatsi pelukis terhadap segalasesuatu yang dapat diindra. Adapun proses penciptaan karya seni lukis terdiri dari beberapa tahapan diantaranya: a. Proses pencarian ide Gagasan atau sering disebut dengan ide merupakan hal yang melandasi atau mendorong seseorang untuk berkarya, baik berasal dari dalam ( internal ) maupun dari luar (eksternal). Wujudnya dapatberupa persaaan, emosi, mimpi, khayalan, cita- cita, atau pengalaman (Sulastianto, 2008:19). Setelah ide ditemukan maka penyempurnaan dalam arti pengembangan dan memantapkan gagasan menjadi gagasan pravisual atau disebut dengan gagasan abstrak. Setelah itu dilanjutkan dengan gagasan original, dimana pada gagasan ini banyak pada seniman melakukan berbagai cara dan langkah agar karya yang dihasilkan dapat bernilai. Upaya penemuan sebuah ide dalam melukis dapat dilakukan dengan melihat langsung objek alam atau dengan berimajinasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sulastianto (2008:29) bahwa seorang pelukis dapat menemukan ide dari dua jenis objek yaitu objek riil dan objek idiil. Jenis objek riil yaitu objek atau hal yang bisa membangkitkan ide melalui rasa batin, yaitu pengamatan kejadian- kejadian dalam kesadaran, misalnya rasa
39
takut, sedih dan lain- lain. Objek- objek riil dinamakan dengan objek fisis. Sedangkan objek idiil merupakan objek yang terjadi karena proses pemikiran atau fantasi dari seseorang. Yang termasuk dalam objek idiil adalah bidang, bentuk , agama dan logika b. Proses penuangan ide dalam medium seni Proses penuangan ide dalam media seni disebut juga dengan tahap visualisasi. Bagaimana seorang pencipta melakukantransfer ide dalam bentuk visual sehingga menghasilkan sebuah karya seni lukis. Penuangan ide ini membutuhkan pengalaman, pendalaman estetik yang dilakukan bertahun- tahun. Proporsi, ritme, keseimbangan beserta harmoni tidak dapat muncul dari analisa objektif saja. Logika itu lahir secara intuitif berdasarkan pengalaman. Selain pengalaman seorang pelukis harus menguasai dan mengolah teknik melukis, karena teknik melukis ini erat kaitannya dengan ide artistik. Selanjutkan pelukis harus dapat mengolah warna untuk menghasilkan karya seni yang bernilai estetik tinggi.
9.
Tujuan Seniman menciptakan karya Berbagai macam tujuan seni tidak lepas keberadaannya seni itu sendiri
sebagai bagian dari kebudayaan. Dengan demikian tujuan dari pelukis- pelukis menciptakan karyanya secara langsung dan tidak langsung berkaitan pula dengan kebudayaan dimana mereka hidup dan berada (Widodo, 1992:22). Tujuan seniman menciptakan karya seni diantaranya: a. Menciptakan keindahan
40
Menciptakan keindahan berkaitan dengan bagaimana dengan seni lukis seorang seniman bias menciptakan sebuah karya yang indah. b. Memberi hiasan Yang dimaksud dengan tujuan seni , lukisan tidak hanya obyek keindahan yang melekat pada lukisan itu sendiri. Akan tetapi lukisan yang berkat perwujudannya tepat pula dimanfaatkan sebagai hiasan seperti yang diungkapkan oleh Widodo (1992:62) bahwa berkat perwujudannya, lukisan dapat dimanfaatkan sebagai hiasan. c. Mencatat pengalaman Pelukis dalam berkarya tidak saja, mengungkapkan sebuah keindahan semata, akan tetapi merupakan catatan mengenai apa yang dilihat atau dialami. Dengan demikian seorang pelukis juga bisa mengkomunikasikan pengalaman pribadinya yang tidak dapat diungkapkan dengan kata- kata. d. Memprotes ketidakadilan Persoalan yang diangkat seniman dalam menciptakan karya seni lukis berasal dari lingkungan dimana para pelukis tersebut berada. Maka secara tidak langsung karya seni lukis yang mereka ciptakan juga dapat mencerminkan keadaan sosial budaya. e. Mengungkapkan masalah yang bersifat umum Dengan adanya karya seni, seniman dapat ikut ambil bagian berjuang keras melawan ketidak adilan pada masa mereka hidup dan berada
10. Faktor- faktor yang mempengaruhi karya seni Keberhasilan Seniman dalam menciptakan karya seni ditentukan oleh
41
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.Menurut sukmanaan dalam www.wikipedia.com diakses 19 April 2011:1 membagi faktor-faktor yang mempengaruhi karya seni, diantaranya adalah: a. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam atau
bakat
seseorang seniman anugrah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir. Faktor intrinsik terdiri atas: 1) Ide gagasan 2) Sikap dan perilaku 3) Keluarga b. Faktor ekstrinsik adalah gejala dari luar karya seni yang mempengaruhi proses penciptaan karya seni seperti : kebudayaan, agama, pendidikan, norma-norma, sosial politik, ideology, pola berpikir dan tehnologi dan pengalaman berkarya, dan motivasi atau rangsangan dari luar (Saliem Agus, 2010:1).
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak tersebut sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Hasil penelitian akan sangat berguna bagi: a. Menambah wawasan serta dapat dijadikan bekal dan pengalaman dalam penelitian yang berkaitan dengan ilmu yang dimiliki khusunya dalam bidang seni lukis.
42
b. Penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah. 2. Bagi peneliti lain Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut terhadap karya lukisan pelepah pisang milik Ladiono dari Trenggalek. 3. Mahasiswa Penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian yang akan datang atau juga dapat dijadikan pengembangan dalam berkarya seni. 4. Bagi instansi Universitas Negeri Malang Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dan tambahan pengetahuan untuk pengembangan seni budaya dan sastra. 5. Seniman. Bagi seniman penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi dan memberikan ruang bagi seniman dalam berkarya seni sehingga dapat mencapai kualitas karya seni yang lebih tinggi. 6. Masyarakat Dengan adanya penulisan ini di harapkan akan menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat Trenggalek pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
E.
Ruang lingkup Ruang lingkup dan batasan penelitian yang berjudul “Studi Tentang
Kerajinan Lukisan Debog/ Pelepah Pisang Karya Ladiono Dari Trenggalek” adalah sebagai berikut:
43
Tabel 1.1. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Rumusan Masalah 1. Bagaimana aspek genetik
Variabel
Genetik
Sub Variabel Subjektif ( Ide / gagasan,
Subjek dan Objek
Sikap /
Pelukis Ladiono dalam
Teknik Sumber Data
Pengumpulan Data
Narasumber - Ladiono
Observasi Wawancara
(pelukis pelepah
menciptakan karya seni
perilaku,
rupa berupa lukisan
Psikologis,
pelepah pisang periode
Pendidikan,
2007?
Keluarga)
pisang). - Keluarga - Masyarakat - Temen-
Objektif
teman pelukis
(Lingkungan, sosial politik dan ideologi) 2. Bagaimana aspek
Objektif
objektif/ karya lukisan
Unsur-unsur
Literatur
Observasi
Seni
(pustaka)
Dokumentasi
Penghayat pelepah pisang karya
Prinsip-prinsip
Ladiono periode 2007? 3. Bagaimana Afeksi
seni Afektif
Interpretasi/
Peneliti
evaluasi
penghayat terhadap lukisan pelepah pisang periode 2007 karya Ladiono? 4. Bagaimana hubungan aspek genetik, objektif, dan afeksinya dalam lukisan pelepah pisang periode 2007?
Sintesa
Tiga komponen
Subjek
Kesimpulan
kehidupan seni
penelitian,
(seniman, karya
informan,
dan
karya, data
penghayatnya)
dokumen
44
F.
Definisi Operasional Untuk menghindari salah pengertian dan kekaburan mengenai batasan
istilah yang digunakan pada judul penulisan skripsi ini, maka perlu penegasan istilah pada judul skripsi ini yaitu: 1. Studi adalah mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kerajinan lukisan karya seniman Trenggalek yang bernama Ladiono. 2. Lukisan adalah ungkapan bahasa (teks) visual tentang realitas kehidupan yang penuh dengan cerita ( narasi) pada sebuah bidang dua dimensi> Dan narasi ungkap tersebut didasari sebuah konsep ( teks pikiran) yang khas dari seorang seniman serta dipengaruhi oleh biografi seniman (Mamannoor, 2002: 100). Dalam hal ini lukisan yang dimaksud adalah lukisan karya Ladiono yang terbuat dari bahan debog/ pelepah pisang. Lukisan pelepah pisang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari penciptaannya, pemilihan bahan baku, teknik pembuatan, sampai dengan bentuk objek yang seperti relief serta menggunakan satu jenis warna. 3. Pelepah pisang adalah bagian terluar dari pohon pisang. 4. Ladiono merupakan seorang seniman dari daerah Trenggalek yang dikenal akan lukisannya yang sebagian besar berobjek hewan dengan bentuk relief serta media warna yang terbuat dari debog/ pelepah pisang.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Penelitian ini diarahkan sebagai jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan holistik. Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Moleong (1998: 77) yaitu : (1) Pendekatan kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah dan konteks suatu keutuhan; (2) Penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama; (3) Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil; (4) Penelitian lebih menghendaki untuk menetapkan batas atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah penelitian; (4) Data yang dikumpulkan berupa visualisasi gambar. Pendekatan Kritik holistik digunakan dalam penelitian ini karena mengacu tidak hanya pada satu sudut pandang namun ketiga komponen seni yang bergabung menjadi satu. Ketiga komponen seni tersebut meliputi seniman sebagai sumber informasi genetik, karya seni sebagai sumber informasi objektif serta penghayat sebagai sumber informasi afektif. Ketiga komponen kehidupan seni tersebut saling berkaitan erat dan saling bergantung serta menentukan dalam pencapaian kualitas nilai suatu karya seni. Dengan tanpa hadirnya salah satu dari komponen tersebut, maka tak akan 45
46
ada yang disebut seni, karena kesatuan komponen tersebut merupakan keharusan yang tak dapat dibantah (Sutopo: tanpa tahun:16). Sintesis Kesimpulan Nilai
Deskripsi Latar Belakang
Informasi / Alasan Genetik
Analisis Formal
Informasi / Alasan Afektif
Informasi / Alasan Obyektif
Seniman Faktor Genetik
Penampilan Kritik
Inter pretasi
Informasi / Alasan Kritik
Penghayat Faktor Afektif
Karya Seni Faktor
Komponen / Sumber Nilai
Kerangka Kerja Kritik Historisme
Emosionalisme
Formalisme
Holisme
Bagan 2.1 Struktur Kritik Holistik (Sumber: H.B. Sutopo)
47
Dari beberapa teori diatas maka penelitian ini difokuskan pada studi tentang empat lukisan debog/ pelepah pisang karya Ladiono Periode 2007 yang meliputi Ladiono sebagai faktor genetik, karya lukisan debog sebagai faktor objektif dan penghayat sebagai faktor afektif.
B. Kehadiran Peneliti Penelitian ini menggunakan kritik holistik maka kehadiran peneliti sebagai instrumen utama yang mempunyai peran penting dalam proses penelitian dan mempunyai tanggung jawab sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, penghayat dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitian. Pengertian instrumen atau alat penelitian dari keseluruhan proses penelitian (Moleong, 1990: 34). Dalam penelitian kritik holistik, peneliti bertindak sebagai perencanaan penelitian, pelaksana dan pengumpul data genetik berupa proses penciptaan karya Ladiono, objektif berupa karya - karya kriya berbentuk lukisan Ladiono tahun 2007 dan afektif dari pengamatan peneliti terhadap lukisan pelepah pisang karya Ladiono dari Trenggalek periode tahun 2007.
C.
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di kediaman Bapak Ladiono dengan alamat RT.
06, RW. 02, Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Lokasi tersebut merupakan rumah sekaligus sebagai tempat proses kreatif Ladiono berlangsung serta tempat untuk memajang hasil karya yang telah jadi sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian berupa wawancara,
48
observasi, dokumentasi secara langsung dengan seniman sebagai narasumbernya dan karya lukisan sebagai objek penelitian.
D. Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan dasar pendekatan kritik holistik yang bersumber dari data: 1. Data genetik seniman, yaitu: a. Bersumber dari pelukis Ladiono. Informasi genetik antara lain : kepribadian, kondisi psikologis, selera, keterampilan b. Keluarga seniman dan masyarakat sebagai penunjang. 2. Data objektif, bersumber dari 4 karya Ladiono yangh berjudul: a. Lukisan pelepah pisang berjudul”Pemulung” dibuat pada tahun 2007. b. Lukisan pelepah pisang berjudul”Sepatu Tikus” dibuat pada tahun 2007 c. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” dibuat pada tahun 2007 d. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Nyethe” dibuat pada tahun 2007 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data observasi langsung yaitu dengan melakukan dokumentasi berupa foto karya lukisan debog dan mengamati secara langsung studi tentang kerajinan lukisan debog/ pelepah pisang karya Ladiono di tempat tinggal subyek penelitian (seniman). 3. Data afektif, bersumber dari peneliti sebagai penghayat sekaligus kritikus. Data dan sumber data dijadikan sebagai informasi dalam penelitian ini. 4. Sintesa/ kesimpulan, data ini bersumber dari penggabungan ketiga komponen seni yang terdiri dari seniman, karya seni dan penghayat.
49
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian digunakan untuk pengumpulan data diteliti, untuk selanjutnya dipaparkan prosedur pengembangan instrumen pengumpul data atau pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Hal ini dilakukan dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau tujuan penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan lembar wawancara.
F. Prosedur pengumpulan data Guna memperoleh data yang tepat dan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian, maka pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. 1. Metode observasi dan pengamatan Peneliti langsung melakukan pengamatan/observasi secara mendalam terhadap obyek yang diteliti. Pengamatan secara mendalam dan pencatatan secara rinci dilakukan guna mendapatkan informasi yang berasal dari hasil analisa formal. Dalam observasi ini peneliti mengamati lingkungan dan latar belakang Ladiono sebagai faktir genetik, karya lukisan pelepah sebagai faktor objektif kemudian menghasilkan data berupa catatan-catatan sehingga peneliti mudah melakukan rangkaian penelitian. H.B.Sutopo (2002:64) menjelaskan bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
50
2. Metode wawancara Dalam penelitian yang berjudul “Studi Tentang empat Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 ” menggunakan metode wawancara melalui teknik wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara ini penulis melibatkan Ladiono sebagai informan utama dan keluarga sebagai informan pelengkap. Wawancara dilakukan dengan teknik tanya jawab kepada Ladiono sebagai informan utama dan keluarga serta tetangga sebagai pelengkap. Peneliti menggunakan catatan hasil wawancara sebagai bukti otentik yang dapat dipertanggung jawabkan. Sutopo (2002:59) menjelaskan bahwa wawancara di dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik “wawancara mendalam”, karena peneliti merasa tidak tahu apa yang belum diketahuinya. 3. Metode dokumentasi Peneliti melakukan pengumpulan data langsung dari lapangan untuk dijadikan sebagai dokumentasi. Adapun cara memperoleh data ini yakni dengan memotret langsung menggunakan kamera digital berupa foto lukisan pelepah pisang. Dari metode dokumentasi itu, maka data yang diharapkan peneliti yang dapat menunjang penelitian.
G. Analisis Data Analisis data diperlukan dalam rangka menganalisis data-data yang telah diperoleh dengan tujuan untuk mengelompokkan, kemudian disusun dalam bentuk
51
yang runtut, teratur dan rapi. Hal ini berkaitan dengan kepentingan untuk analisis lebih lanjut secara mendalam. Tahapan-tahapan dalam analisis data menurut Amles dan Huberman dalam Sutopo, (2002:90) adalah sebagai berikut: 1. Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dengan rumusan masalah. a. Reduksi I Reduksi yang awal dilakukanpeneliti adalah mengetahui historis/ latar belakang terjadinya penciptaan lukisan pelepah pisang karya Ladiono dari trenggalek periode tahun 2007, yang terdiri atas; 1. Subjektif, ini meliputi
Ide / gagasan
Sikap / perilaku
Psikologis
Pendidikan
Keluarga
2. Objektif, meliputi:
Lingkungan
Sosial Politik
Ideologi
b. Reduksi II Reduksi data II pada lukisan Ladiono, meliputi empat buah lukisan pelepah pisang yang memiliki komposisi yang bervariasi,
52
dengan objek dan background yang sederhana, keempat lukisan tersebut diantaranya : 1. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Pemulung” dibuat pada tahun 2007, dan ukuran 90 cm x120 cm. Lukisan ini menampilkan objek seorang manusia yang membawa keranjang sampah dengan background pelepah pisang. 2. Lukisan pelepah pisang berjudul”Sepatu Tikus” dibuat pada tahun 2007, Lukisan ini menggunakan ukuran 90 cm x 120 cm dengan menampilkan satu objek sepatu dan 3 ekor tikus. 3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” dibuat pada tahun 2008, ukuran 60 cm x 180 cm menampilkan seekor burung yang menerkam seekor ular pada sebuah ranting pohon. 4. Lukisan Pelepah pisang berjudul ”Nyethe” yang dibuat pada tahun 2007, dengan ukuran 90 x 120 cm dengan menampilakan seorang manusia yang sedang duduk bersila sambil merokok. c. Reduksi III Setelah keempat karya telah direduksi II ,maka lukisan dilanjutkan dengan reduksi III yang meliputi; 1. Diskripsi karya menggambarkan gambaran secara umum/visualisasi yang tampak dari tiap- tiap lukisan pelepah pisang. 2. Analisis Formal karya adalah menganalisis objek dan background dalam lukisan yang dikaitkan dengan unsur- unsur seni seperti garis, bidang, ruang, tekstur, warna, cahaya/ gelap terang yang
53
terdapat pada lukisan yang diteliti prinsip – prinsip seni seperti kesatuan, keseimbangan, keserasian, irama, dan dominasi d. Reduksi IV Interpretasi atau penafsiran merupakan suatu proses dimana seorang kritikus mengekspresikan arti suatu karya melewati penyelidikan. Interpretasi juga merupakan suatu tantangan berat serta bagian yang sangat penting dalam proses kritik (Mulyadi, 1991:123). Dalam hal ini tidak diartikan bahwa seorang kritikus terikat penemuan ekuivalensi verbal atas pengalaman yang diberikan oleh suatu objek seni. Menginterpretasikan karya berarti melibatkan penemuan arti dan juga relevansinya terhadap kehidupan dan keadaan manusia pada umumnya, maksud interpretasi adalah mengkaitkan karya dengan halhal yang berada dibelakang karya dan makna atau nilai yang dikandungnya. e. Reduksi V Sintesa keempat lukisan pelepah pisang karya Ladiono Setelah keempat lukisan karya Ladiono diinterpretasi oleh penghayat, maka tahap selanjutnya adalah sintesa. Sintesa atau kesimpulan nilai merupakan nilai merupakan penjabaran dari kritik holistik. Hasilnya berdasarkan tahapan sebelumnya yaitu sumber nilai, informasi/ alas an kritik dan penampilan kritik. Tahpan dalam kritik holistic memiliki hubungan satu dengan yang lain antar ketiga komponen seni dan saling mempengaruhi guna mencapai sintesi atau kesimpulan nilai.
54
H. Pengecekan Keabsahan Temuan Data yang digunakan dalam suatu kegiatan penelitian berasal dari berbagai sumber. Data-data tersebut bervariasi nilai gunanya. Dalam penelitian terdapat hal yang menjadi syarat mutlak untuk pengecekan keabsahan data. Menurut (Moleong 1990: 173), pemeriksaan untuk melakukan pengecekan terhadap keabsahan data dibagi 4 kriteria, yaitu (1) derajat kepercayaan (credibility), (2) keteralihan (transferbility), (3) ketergantungan (dependibility), dan (4) kepastian (confirmability). Yang menjadi perhatian bagi peneliti dalam usaha pengujian keabsahan data adalah derajat kepercayaan (credibility) yang bisa diuji dengan beberapa teknik, yaitu perpanjangan kehadiran peneliti, observasi yang dipadatkan (ketekunan pengamatan), triangulasi menggunakan beberapa sumber, metode penelitian, teori, pembahasan sejawat, analisa kasus negatif, kecukupan referensial serta pengecekan anggota (Penulisan Laporan Penelitian Kualitatif, 1996:8). Untuk itu peneliti menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau digunakan sebagai pembanding terhadap data. Pengecekan keabsahan data ini berkatian dengan masalah yang diteliti Trianggulasi yang dipergunakan peneliti adalah trianggulasi data dan trianggulasi sumber. Trianggulasi data digunakan untuk data –data yang bersifat tertulis berupa catatan tertulis melalui observasi, wawancara, yang dilakukan peneliti dengan informan Ladiono yang masih berkaitan dengan masalah yang diteliti.
55
Trianggulasi sumber mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data menggunakan beragam sumber data untuk menggali data yang sejenis. Trianggulasi sumber dilakukan peneliti dengan cara menggali informasi dari berbagai sumber, dari kondisi lokasinya, dari aktivitasnya, atau dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti. Dengan cara ini maka kemantapan dan kebenaran data sejenis dapat teruji.
I.
Tahap -Tahap Penelitian Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan
penelitian berupa studi tentang kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono Seniman dari Trenggalek.
1. Tahap persiapan Tahap persiapan ini berupa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pembuatan alat observasi dan rancangan eksperimen. Pedoman observasi adalah pedoman yang digunakan untuk menekan data atau keterangan informasi yang berhubungan dengan data serta dilengkapi dengan ramburambu penggunaannya yang digunakan dalam penelitian. Tahap persiapan dikelompokkan menjadi empat yaitu: a. Penelitan awal Penelitian ini adalah merupakan suatu persiapan yang berupa proses dimana peneliti menetapkan lokasi penelitian. Kegiatan yang dilaksanakan peneliti adalah mengadakan kunjungan ke lokasi penelitian.
56
b. Menyusun rancangan penelitian Peneliti menggunakan rancangan penelitian kualitatif deskriptif berupa proposal penelitian yang berisi : latar belakang penelitian dan alasan pelaksanaan penelitian, rumusan permasalahan penelitian, pemilihan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan serta rancangan pengecekan kebenaran dan keabsahan data. c. Studi eksplorasi Merupakan kunjungan ke lokasi penelitian sebelum penelitian dilaksanakan, dengan maksud dan tujuan berusaha mengenal segala unsur lingkungan penelitian. Sehingga peneliti bisa menilai keadaan situasi dan konteksnya serta memahami dan menghayati data dalam sasaran penelitian.
2. Tahap penyusunan rancangan penelitian Pada tahap ini peneliti menyusun rancangan, langkah-langkah apa yang akan ditempuh penelitian nantinya dan memperoleh data dari lapangan seperti mengolah data petunjuk, menganalisa data, petunjuk mengecek keabsahan data.
3. Tahap pelaksanaan penelitian Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan kegiatan dengan berpedoman pada jadwal pelaksanaan penelitian. Hal ini bertujuan agar pengolahan data secara analisis terhadap data yang telah diperoleh nantinya tidak terdapat kerancuan.
57
Pada tahapan ini terdiri atas: a. Melakukan observasi terhadap lukisan Ladiono periode tahun 2007 b. Melakukan wawancara dengan Ladiono sebagai subjek penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat sehingga dapat memperkuat informasi penelitian c. Menelaah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian d. Penganalisisan data Artinya pengolahan data dari hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Menganaliis data yang terkumpul dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi lukisan debog / pelepah pisang karya Ladiono periode 2006-2008. Kemudian peneliti melakukan pengolahan data berupa mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mendekripsikan karya, cara pembuatan dan menguraikan factor-faktor yang mempengaruhi penciptaan karya debog/ pelepah pisang dalam bentuk deskripsi e. Pengecekan keabsahan temuan Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan analisis. Hasil analisis diurakan dalam bentuk deskripsi.
4. Tahap penyusunan laporan Tahapan akhir di penelitian ini adalah penyusunan laporan penelitian. Pada tahap inilah disusun laporan hasil-hasil temuan penelitian.
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
Berikut ini adalah paparan data dan hasil temuan penelitian yang diperoleh peneliti melalui observasi dan wawancara ke lokasi tempat Ladiono berkarya sampai menghasilkan karya dan lukisan pelepah pisang periode 2007. Hasil penelitian ini dipergunakan peneliti untuk menjawab tujuan penelitian yang berkaitan dengan latar belakang/ historis Ladiono sebagai faktor genetik ,
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Ladiono adalah seorang pelaku seni, khususnya di bidang seni lukis. Ladiono lahir di Tulungagung pada tanggal 26 Mei 1955. Ladiono berasal dari keluarga tidak mampu pasangan Kaseri dan Widji. Ia merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara terdiri dari lima laki-laki dan dua perempuan. Orang tuanya bukanlah seniman atau pecinta seni, ibunya merupakan pengrajin gerabah /barang-barang dari tanah liat, sedangkan Bapaknya adalah pembuat tepung beras. Pekerjaan sebagai tukang gerabah sudah lama menjadi profesi Ibunya dan memang di lingkungan Ladiono dibesarkan, sebagian besar warganya menjadi pengrajin gerabah dan pembuat tepung beras. Pekerjaan itu cukup susah dan tidak seimbang antara hasil dan biaya. Namun tetap ditekuni karena pekerjaan itu 58
59
sebagai penyangga hidup. Masa kecil Ladiono banyak dihabiskan untuk bermain dan bercanda layaknya anak-anak seumurnya. Memasuki sekolah Tingkat Kanak-Kanak (TK) banyak kegiatan yang diberikan oleh gurunya yang dimaksudkan untuk merangsang perkembangan motorik maupun psikomotorik. Salah satu pelajaran yang diberikan adalah menggambar atau mewarna. Beliau suka membuat bendabenda dari tanah liat. Sepulang sekolah ia langsung membantu Ibunya sambil membuat benda- benda dari tanah liat. Peneliti pernah melakukan wawancara dengan orang tua kandung Ladiono bernama Kaseri, Beliau menuturkan bahwa sejak kecil umur 10 tahun bakat Ladiono di bidang seni sudah nampak, sejak kecil Ladiono suka membuat bentuk- bentuk wadah dari gerabah mulai vas bunga sampai dengan membuat hiasan bentuk wayang dari tanah liat. Dia juga dapat membuat cetakan sendiri untuk hiasan dinding berupa bentuk wayang orang dari tanah liat, dan memberi warna hiasan dinding yang dibuatnya dengan warna asli getah ringin (wawancara, 12 Maret 2011). Ladiono membenarkan pernyataan orang tuanya tersebut, Kegiatan berkarya dimulai dengan membuat vas bunga. Kegiatan tersebut dilakukannya sejak berusia 10 tahun tanpa bantuan dari orang tua dan gurugurunya. Kegiatan itu dilakukan secara otodidak. Awalnya ia membuat bendabenda berupa vas bunga namun lama-kelamaan bentuk vas bunga dirubah dan dimodifikasi ke relief hiasan dinding dari tanah liat dengan mengambil bentukbentuk pewayangan. Hal ini adanya pengaruh dari tetangganya yang berprofesi sebagai dalang. Ia sering main dan melihat, serta sering didongengi tentang ceritacerita tokoh- tokoh dalam wayang di rumah tetangganya tersebut.
60
Pada waktu Ladiono berumur sekitar 13 tahun. Tepatnya masih duduk di kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana situasi dalam keluarga semakin repot ditambah lagi dengan hubungan Bapak dan ibunya yang kurang harmonis menyebabkan Ladiono harus berusaha mencari dana untuk kebutuhannya dan adik- adiknya. Maka solusi yang diambil Ladiono harus mencari biaya tambahan untuk sekolah. Lantaran keputusan itulah akhirnya timbul fikiran Ladiono ingin mencari biaya sendiri untuk mempertahankan agar tetap sekolah. Kemudian di benak Ladiono timbul angan-angan atau ide positif, yaitu ingin merombak barang – barang dari gerabah itu menjadi sebuah karya yang mahal tetapi bahannya sedikit. Setelah mencoba-coba selama kurang lebih satu tahun ternyata ide itu bisa dibuktikan. Bentuk kuwali, lemper yang cenderung memerlukan bahan yang banyak, dan pengerjaanya lama, kini diganti sebuah bentuk wayang orang setengah badan yang menarik. Agar pemrosesannya lebih efektif dan efesien, dibuat model cetakan, sehingga semua orang bisa membuat karya wayang orang dengan cara mencetak, termasuk salah satunya adalah adik-adiknya. Begitulah Ladiono terus menekuni karya cetakan keramik sampai SMP. Cukup banyak orang membeli kemudian untuk dijual lagi. Bahkan sampai di luar kota misalnya Malang, Surabaya, Blitar dan lain- lain. Singkatnya dari hasil berkarya seninya tersebut bisa untuk biaya sekolah dan membantu keluarganya. Tahun 1972 Ladiono lulus SMP, sebenarnya cita- cita Ladiono ingin melanjutkan ke SMSR /Sekolah Menengah Seni Rupa, tetapi tidak jadi melanjutkan karena terbentur biaya. Kemudian Ladiono ikut pamannya ke Trenggalek. Bersama Pamannya, Ladiono justru melanjutkan sekolah ke Sekolah
61
Menengah Kejuruan (SMK) sampai lulus di tahun 1975. Setelah lulus, Ladiono berusaha mencari pekerjaan yang layak tetapi belum juga mendapatkannya. Karena begitu sulitnya mencari pekerjaan, Ladiono kembali menekuni karya gerabah dengan membuat benda-benda tiga dimensi yang dimodifikasi bentuk dan modelnya, yaitu genthong, kendhi, Vas, Pot bunga, dan sejenisnya, bentukbentuk benda tersebut terkadang diukir/dihias, kadang dicat, kadang divernis saja yang penting dapat dijual untuk memenuhi kebutuhannya. Tahun 1976 Ladiono masuk di Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Di sinilah Ladiono mulai cocok dan bisa mengembangkan bakatnya, karena terdapat mata pelajaran seni lukis yang menjadi hobinya. Pak Ihwan Supardi dan Sujono, sebagai pendidik memberikan motivasi dan sekaligus membinanya. Pada saat itu Ladiono diberi tugas membuat karya lukisan dari pelepah pisang/debog. Sebenarnya tugas itu bersifat kelompok, tetapi Ladiono mengerjakan sendiri, maksudnya agar lebih leluasa berkreasi dan bebas berekspresi.Ternyata hasilnya memuaskan sekali. Akhirnya pada saat itu Ladiono disuruh membuat lagi dan biaya dicukupi oleh gurunya tersebut. Bahkan Kepala Departemen P dan K Kabupaten Trenggalek menyuruh membuat lima lukisan untuk dipamerkan di Surabaya dalam event EXPO se Prop Jatim di Tahun 1976. Tahun 1977 Ladiono mengadakan pameran tunggal Lukisan Pelepah pisang pertama di Tulungagung. Hasilnya banyak yang membeli dan banyak pesanan. Kemudian Tahun 1978, Ladiono mengikuti angkatan CPNS , Alhamdulillah Ladiono diangkat sebagai Guru SDN Karanganyar II Kecamatan Gandusari, Trenggalek. Tahun 1980 mengadakan pameran tunggal kedua di Tulungagung.
62
Hasilnya luar biasa, banyak yang pesan, banyak yang beli, dan dari TVRI saat itu meliput dan ditayangkan dalam acara “UNIK DAN MENARIK”. Mulai saat itulah hasil karya lukisan debog Ladiono banyak dikenal masyarakat dalam dan luar kota. Bahkan ada beberapa lukisan dibeli oleh Turis asing. Karya-karya Ladiono saat itu banyak dipengaruhi lingkungan alam dan binatang yang realis. Tema yang pernah dibuat antara lain :Berkawan dengan kerbau, Anak-anak ayam, Perahu nelayan, peternak bebek, sarang blekok, Kidang dan menjangan, Dua Merak, Kuda Sembrani, Ramayana, dan lain-lain. Setelah Ladiono berhasil mencapai sukses, dalam wawancara beliau mengatakan bahwa teringat dengan kata-kata ibunya dulu, yaitu ketika Ladiono masih dalam kandungan. Kakeknya berpuasa selama 40 hari berdoa supaya nantinya si jabang bayi dianugerahi kelebiahan dari yang lainnya. Setelah jabang bayi lahir, ternyata bungkus dan akhirnya diiris dengan garam batu. Kemudian plasenta bayi sebagaimana biasa dimasukkan dalam gendhok, kali ini dimasukkan dalam bentulan pisang raja yang dilubangi, lantas dikubur dalam tanah. Apa maksud Kakeknya itu tidak ada yang tahu. Ternyata setelah dipikir-pikir ada kaitannya dengan keberhasilan seni debog. Dari pernyataan tersebut memang Ladiono sebagai pelukis debog mempunyai keunikan tersendiri. Dan sampai sekarang melukis debog sudah menyatu disanubari Ladiono. Meskipun setiap hari mengajar di SDN 2 Ngadisuko Durenan pada malamnya ia gunakan untuk berkarya sehingga tidak ada waktu kosong, selalu diisi acara melukis debog. Pengalaman, pengetahuan.dan ketrampilan tentang debog makin bertambah. Juga corak dan gaya yang ditampilkan cenderung beralih dari realis ke
63
ekspresif dekoratif. Dalam peralihan corak dan gaya tersebut, pada tahun 2007 Ladiono mempunyai alasan tersendiri. Menurut Ladiono, ”perubahan corak dan gayanya dipilih karena lebih mudah pengerjannya dan lebih bebas berekpresi dan juga tema-temanya tidak terikat anatomi”. Ladiono sangat menyukai hobi membuat seni kriya dari pelepah pisang dalam bentuk lukisan relief dikarenakan bahannya mudah didapatkan disekitar lingkungan rumahnya. Di daerah Trenggalek sangat banyak dan mudah ditemukan pohon pelepah pisang, karena setiap rumah warga ditanami pohon pisang sebagai perindang dan diambil buahnya. Selain bahannya mudah didapatakan, alasan lain dari Ladiono adalah tekstur pelepah pisang yang memiliki ciri khas dan warnanya yang berbeda pada tiap jenis- jenis pisang.
Gambar 3.1 Ladiono menunjukkan pelepah pisang sebagai media utama untuk karyanya (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Ladiono juga menyebutkan bahwa, orang atau seniman yang membuat lukisan timbul dari pelepah pisang masih sedikit khususnya di daerah Trenggalek. Adanya keinginan dari dalam hati atau terinspirasi Ladiono untuk menciptakan gaya seni yang baru yang diciptakan dari hasil penggabungan gaya realis menuju ke gaya ekspresionis dekoratif.
64
Gambar 3.2 Ladiono menunjukkan lukisan pelepah pisang karyanya (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Dalam berkarya seni, Ladiono tidak ditujukan untuk mencari materi namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Dia sangat menekuni debog/ pelepah pisang dalam bentuk lukisan karena sampai saat ini sedikit orang yang menekuni atau membuat lukisan debog seperti Ladiono. Lingkungan Keluarga, Ladiono adalah orang yang sangat menyayangi keluarganya. Sebagai pemimpin dalam keluarga, Ladiono sangat bertanggung jawab. Semua anggota keluarga Ladiono sangat mendukung dan menjadi motivator dalam berkarya. Istrinya, Masripah yang dinikahi Ladiono pada Tahun 1982 sangat memotivasi dan mendukung setiap Ladiono berkarya, ia rela membantu kerja suaminya menyetrikakan pelepah pisang yang kering. Bahkan istrinya selalu mendampingi Ladiono ketika mengadakan pameran. Sedangkan ketiga anaknya membantunya dengan mengerok bagian dalam pelepah pisang / debog sampai dengan memisahkan bagian pelepah pisang yang kasar dan yang halus kemudian menjemurnya. Di lingkungan masyarakat, Ladiono dikenal sebagai orang yang ramah dan murah senyum. Hal ini diketahui dari wawancara peneliti dengan salah satu
65
tetangganya yang bernama Pak Yudha Rachman Wijaya yang juga sebagai rekan guru dengan Ladiono. Beliau mengatakan bahwa” Ladiono adalah orang yang lucu, suka bercanda, sopan dan pandai melukis. Dalam berkarya tidak harus mengikuti pakem, hal ini juga tidak terlepas dari latar belakang seniman sebagai seorang guru yang memanfaatkan bahan yang banyak dijumpai sekitar rumah”. Lukisan pelepah pisang karya Ladiono bersifat ekspresif dan inovatif, meskipun keterbatasan warna yang lebih terkesan monokrom tapi dapat tersamarkan dengan perpaduan bentuk yang harmoni. Dalam membuat Lukisan timbul dari pelepah pisang/ debog Ladiono, terdapat beberapa tahapan dalam menentukan media dan teknik yang dilakukannya, di antaranya: 1.
Bahan Bahan merupakan hal- hal yang diperlukan dalam pembuatan lukisan
pelepah pisang/ debog. Pelepah pisang merupakan bahan utama dalam pembuatan lukisan karya Ladiono. Dalam membuat lukisan pelepah pisang, tidak semua pelepah pisang digunakan oleh Ladiono. Beliau menggunakan pelepah pisang kepok, karena memiliki perbedaan warna. Bubur kertas, dalam membuat bubur kertas Ladiono menggunakan kertas Koran dan kertas tipis disebabkan mudah melebur. Dalam pembuatan bubur kertas, kertas koran sebelumnya direndam dengan air selama 1 hari. Kertas koran ini dicampur dengan lem rajawali. Campuran kertas koran dengan lem diaduk rata dan dinamakan menjadi bubur kertas. Bubur kertas ini digunakan untuk dasaran objek agar tampak lebih menonjol keluar seperti relief.
66
Selain bahan di atas, Ladiono juga menggunakan aneka macam pisang dengan ukuran variasi, menempelkan pelepah pisang di atas bubur kertas pada triplek. Untuk mencari bahan baku utama yaitu pelepah pisang, ia sering pergi ke daerah- daerah untuk mencari pelepah pisang yang bermutu untuk lukisannya tersebut. Bahkan beliau rela melakukan perjalanan sampai keluar kota untuk mencari pelepah pisang yang memiliki warna dan tekstur yang berbeda dan unik. Sedangkan media atau dikatakan bidang gambar yang digunakan Ladiono adalah triplek, media triplek merupakan media yang kuat dan tidak mudah rapuh dalam tempo waktu yang lama. Untuk menumpuk bubur kertas agar halus digunakan alu besi atau dalam bahasa jawa dikatakan lumpang. 2. Teknik pembuatan lukisan pelepah pisang/ debog Dalam pembuatan lukisan pelepah pisang, terdapat beberapa tahapan agar lukisan pelepah pisang dapat dinikmati keindahannya, diantaranya: a. Mengeringkan pelepah pisang Sebelum dipergunakan untuk lukisan, pelepah pisang sebelumnya dikerok dalamnya dan diambil permukaannya pelepah pisang yang lunak dan berserabut. Bagian pelepah pisang yang bawah atau yang keras tidak dipergunakan karena tidak menghasilkan warna yang khas. Dan sulit untuk ditempelkan pada media triplek. Setelah dikeringkan selama satu hari kemudian pelepah pisang tersebut disetrika. Pengeringan pelepah pisang ditentukan dengan cuaca. Apabila cuaca panas, maka pengeringan pelepah pisang sangat cepat,
67
namun apabila cuaca hujan maka pengeringan pelepah pisang dilakukan dengan memanaskan menggunakan mesin pemanas. b. Menyetrika pelepah pisang Penyetrikaan pelepah pisang dilakukan agar mudah dibentuk dan dipotong. Setelah penyetrikaan selanjutnya dilakukan pembuatan sketsa. c. Pembuatan sketsa Pembuatan sketsa dilakukan Ladiono untuk menempatkan objek supaya sesuai dengan media yang digunakan. Baik ukuran maupun warna dan gelap terangnya. Pembuatan sketsa memerlukan waktu antara 5 sampai dengan 15 menit tegantung ukuran medianya. Pembuatan sketsa dengan membuat konsep dahulu di kertas kemudian konsep yang telah jadi diberi warna sampai dengan arah pencahayaan. Kemudian konsep tersebut dipindahkan pada media triplek menggunakan cat. d. Penutupan sketsa dengan bubur kertas Agar bagian depan tampak menonjol dan bagian yang belakang tampak datar. Maka yang pertama adalah pengoleskan bubur kertas pada triplek. Pengolesan bubur kertas dilakukan mengunakan pisau dapur yang ujungnya tumpul lebih memudahkan membentuk bubur kertas sesuai dengan objek yang digambar oleh Ladiono. Proses penutupan sketsa dengan bubur kertas dilakukan selama 1 jam kemudian ditunggu sampa kering antara 1 sampai 2 hari. Kemudian
68
setelah kering dilakukan penempelan dengan pelepah pisang/ debog yang telah disetrika. e. Penempelan debog Penempelan pelepah pisang dilakukan setelah media yang ditutup bubur kertas kering. Penempelan ini menggunakan debog yang telah disetrika. Debog ditempelkan menggunakan lem rajawali. Penempelan dilakukan dimulai dari background kemudian menuju ke depan yaitu objek utama atau figure utama. Ketika menempelkan debog, tidak dilakukan secara asal tempel, namun Ladiono juga menggunakan teknik sambung debog dan memilih debog yang berwarna muda sebagai background seperti lukisan Ladiono yang berjudul ”Sepatu Tikus” . Bagian yang gelap, ladiono menggunakan debog dengan warna coklat tua dan warna merah asli pelepah pisang. f. Finishing Setelah semua tahap diatas selesai, yang terakhir adalah memfinishing karya dengan pernis dengan tujuan agar karya lukisan pelepah pisang/ debog Ladiono tidak mudah rusak, tahan lama dan tidak mudah berjamur. Untuk menghasilkan satu lukisan pelepah pisang dengan ukuran 120 x 90 cm, beliau membutuhkan waktu selama 3 minggu. Lama tidaknya waktu penyelesaian lukisan pelepah pisang ditentukan dari besarnya ukuran media, kerumitan bentuk yang diciptakan dan ketersediaan bahan baku.
69
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 Dalam mencari informasi nilai- nilai yag terdapat dalam lukisan timbul pelepah pisang/ debog, peneliti melakukan pengamatan (observasi) langsung dengan empat karya karya milik Ladiono di tahun 2007 yang dipilih berdasarkan figur/ objek yang di tampilkan. 1.
Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG”
\
Gambar 3.3 Pemulung (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
a. Identitas karya 1. Judul
: Pemulung
2. Ukuran
: 90 x 120 cm
3. Medium
: Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun
: 2007
70
b. Diskripsi Karya Lukisan berjudul ”Pemulung” ini menampilkan seorang objek menyerupai manusia dengan dua buah objek di sampingnya yang mirip dengan tempat/ wadah untuk pembuangan sampah. Objek menyerupai manusia tersebut tampak mengahadap ke kanan dan kelihatan telanjang dada dengan memakai celana pendek, ia sedang duduk sambil menikmati sebuah benda mirip dengan rokok menggunakan tangan kirinya kelihatan asap- asap rokok yang terbentuk dari garis- garis lengkung dan kaligrafis. Tampak sekali dua jari tangan kirinya memegang objek menyerupai rokok dengan tangan kirinya sedangkan ketiga jari yang lain menekuk ke dalam telapak tangan. Sedangkan siku tangan kanannya ditopangkan pada benda seperti tempat sampah yang terletak di sebelah kiri bidang gambar. Objek menyerupai manusia duduk dengan menghadap ke samping kanan bidang gambar. Objek mirip dengan manusia pada lukisan di atas memiliki ciri- ciri fisik seperti: berkulit cokelat kekuningan pada tubuh yang terkena cahaya, sedangkan pada tubuh bagian yang dalam tampak berwarna cokelat tua. Pada muka objek nampak sekali garis-garis kaligrafis memenuhi seluruh mukanya, tampak pula kedua alis dan matanya yang tampak tertutup. Mulutnya tampak seperti menikmati hisapan sebatang benda semacam rokok. Tulang- tulang iga objek kelihatan sangat jelas lekuklekuknya dengan warna cokelat tua. Tangan kananya ditopangkan pada sebuah benda semacam tempat menempatkan sampah; telapak tangan dan jari- jarinya kelihatan menghadap ke bawah sebelah kiri bidang gambar;
71
kedua kakinya duduk di samping depan semacam bebatuan yang memperlihatkan kelima jari- jari kakinya; kaki kanan lurus diagonal ke bawah kanan bidang gambar tampak telapak dan semua jari- jari kakinya. Selain objek menyerupai manusia tampak pula dua buah benda yang berada di sampingnya. Kedua benda itu tampak seperti tempat untuk menaruh sampah. Satu benda diikatkan pada punggung menyerupai manusia; benda tersebut terlihat kosong dengan adanya warna cokelar tua di permukaan atas. Sedangkan satu benda mirip tempat menaruh sampah berdiri tegap di samping kiri bawah bidang gambar berdekatan dengan objek utama. Benda semacam tempat pembuangan sampah nampak lebih besar daripada benda yang diikatkan pada punggung objek menyerupai masusia. Pada kedua benda tersebut tampak bagian dalamnya yang masih kosong, Benda semacam tempat sampah yang terletak di samping objek semacam manusia. Topi semacam jerami dipakai di atas kepalanya, kelihatan ruat- raut jerami menutupi sebagain wajah objek mirip manusia. Background objek tampak lemah gemulai dengan arah dari kiri atas bidang gambar menuju ke kanan bawah bidang gambar yang terbentuk dari serangkaian garis dan bidang non geometris, sedangkan bagian tengah kelihatan terang dengan menampilkan warna cokelat keputihan. Bagian bawah bidang gambar tampak lebih gelap dengan didominasi oleh warna cokelat tua. Pada bagian bawah bidang gambar terlihat dua buah objek mirip gunung- gunung kecil dengan warna coklat bervalue. Bentuk gunung-
72
gunungan tersebut dipenuhi oleh garis- garis berwarna cokelat kehitaman dan cokelat keputihan.
c. Analisis Karya Lukisan ini tampak estetik dari adanya kesatuan dan keserasian semua unsur pembentuknya, mulai dari garis, bidang, warna dan tekstur asli berasal dari pelepah pisang (debog). Dari segi warna, seluruh elemen visual mempunyai warna coklat dengan perbedaan value terdiri atas cokelat tua, cokelat, cokelat keputihan yang terlihat pada gambar 3.3. Warna cokelat tersebut disusun berdasarkan arah datangnya pencahayaan.
Gambar 3.4 Garis struktural pada lukisan ”Pemulung” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain itu estetik lukisan juga terlihat dari adanya perulangan garis kaligrafis dan bidang non geometris yang menyebar dalam bidang gambar
73
yang tampak pada gambar 3.3. Sedangkan kesan adanya garis struktural juga nampak pada kontur tubuh objek semacam manusia dan benda semacam tempat sampah, gunung-gunungan yang tampak pada gambar 3.4 di atas. Nampak jelas pula perulangan/ ritme bentuk objek semacam tempat sampah dan perulangan bidang kotak- kotak/ geometris di dalam bentuk objek semacam tempat sampah pada yang tampak seperti pada skema di bawah ini.
Gambar 3.5 Perulangan bentuk tempat sampah pada lukisan ”Pemulung” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain pada bentuk benda mirip tampat sampah, perulangan terjadi pada perulangan garis kaligafis pembentuk topi objek semacam manusia; perulangan garis kaligrafis pembentuk semacam asap rokok tampak pada gambar 3.6, perulangan bentuk mata yang tampak menutup, perulangan bentuk alis, perulangan bentuk jari- jari tangan, perulangan bentuk jari- jari kaki, perulangan bentuk iga objek menyerupai manusia, perulangan bentuk gunung kecil yang berada di samping kanan objek utama.
74
Perulangan / ritme juga tampak pada warna cokelat tua dan perulangan warna cokelat muda, kemudian perulangan tekstur kasar yang menyebar di seluruh bidang gambar pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 Perulangan garis kaligrafis pada lukisan “Pemulung” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Arah objek tunggal menghadap ke samping kanan dengan penempatan atau objek terletak pada bidang gambar sebelah kiri bidang gambar sedangkan bidang gambar bagian kanan lebih lebar. Posisi dan arah objek tersebut menyebabkan terciptanya suatu keseimbangan asimetris yang menghasilkan kesan statis pada objek semacam manusia karena backgroundnya tampak lebih hidup seperti bergerak seperti pada gambar 3.3. Namun secara visual objek di atas tampak statis sedangkan background lebih kelihatan dinamis akibat adanya campuran garis kaligrafis dan bidang– bidang non geometris yang berarah dari kiri atas menuju ke kanan bawah. Komposisi garis kaligrafis dan bidang non geometris yang
75
menyatu menyebar memenuhi seluruh tafril. Kondisi demikian menyebabkan lukisan tampak penuh dan sesak. Hal itu tampak pada skema 3.7.
Gambar 3.7 Background pada lukisan “Pemulung” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Di belakang objek semacam manusia tampak terdapat ruang semu. Kesan keragaman (emphasis) tercipta karena adanya kontras bentuk dan kontras warna. Kontras bentuk terjadi karena objek tunggal tepat berada di tengah- tengah bidang gambar menjadi pusat perhatian dengan background perpaduan garis kaligrafis dan bidang non geometris. Namun kontras warna tampak dari adanya penempatan warna coklat tua dengan coklat keputihan seperti pada gambar 3.7. Jadi dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa lukisan tersebut masih tampak estetis karena semua unsur - unsur rupa terorganisasi secara harmoni, meski penampakan objek kelihatan lebih statis dari pada
76
background di belakangnya yang kelihatan dinamis serta warna yang ditampilkan hanya dari satu warna cokelat.
2.
Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS”
Gambar 3.8 Lukisan berjudul “Sepatu Tikus” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
a. Identitas karya 1. Judul
:Sepatu tikus
2. Ukuran
: 90 x 120 cm
3. Medium
: Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun
: 2007
b. Deskripsi karya Lukisan yang berjudul ”Sepatu Tikus ” di atas masih terbuat dari pelepah pisang atau debog. Lukisan ini sama dengan lukisan sebelumnya
77
menampilkan satu objek utama mirip dengan sepatu bot dan tiga ekor objek semacam tikus. Seluruh objek tersebut tersusun dengan variasi ukuran, warna dan bentuk yang tampak memenuhi tubuh semua objek pada bidang gambar. Objek utama mirip sepatu menghadap kekanan, tampak bagian depan sedangkan bagian belakangnya memanjang ke atas. Objek semacam sepatu dikerumuni tiga ekor figur lain menyerupai tikus. Ketiga figur semacam tikus menyebar di semua bagian objek mirip sepatu, baik berada di bagian bawah kiri dan kanan sepatu. Satu figur semacam tikus yang berada di samping kiri bawah sepatu semacam bot menampilkan kedua tangan yang tampak merayap dan kakinya menyentuh bidang yang seakan- akan mirip dengan tanah di bawah sepatu. Ekor figur semacam tikus panjang menyentuh bidang semacam tanah, matanya tampak dengan tajam melihat keatas, kedua telinganya berdiri. Tampak pula kumis figur tikus yang terbentuk dari garis-garis lengkung. Di bagian muka objek semacam sepatu, tepatnya di bagian atas muka objek semacam sepatu tampak seekor figur mirip tikus menaiki muka sepatu. Kedua tangannya memegang erat sambil menggigit kuat dengan taringnya pada bagian muka bentuk semacam sepatu tersebut. Kedua telinganya tampak tegap, kedua mata hitam serta mulutnya dengan kuatnya sedang menggigit sebagian tubuh objek menyerupai sepatu. Ekornya panjang menjuntai ke bawah kiri objek mirip sepatu. Di bagian atas objek mirip sepatu terlihat seekor figur semacam tikus lagi nampak menggantung. Figur semacam tikus tersebut menghadap kiri bidang gambar. Kedua Tangannya tertutup oleh sebagian objek sepatu
78
sehingga tampak muka, dan kedua telinga tampak jelas bentuknya hampir bulat, tampak pula kedua kakinya memegang bagian atas sepatu sehingga bagian atas objek menyerupai sepatu tampak melebar keluar, serta ekor figur kelihatan menjuntai ke bawah. Seluruh elemen- elemen rupa dalam bidang gambar terbentuk dari warna cokelat yang dibedakan dari gelap terangnya. Warna cokelat tua mendominasi sebagian besar pada bentuk objek menyerupai sepatu dan ketiga figur tikus sedangkan warna cokelat muda terdapat pada sebagian kecil bentuk objek semacam sepatu dan tikus.
c.
Analisa Formal Lukisan di atas tampak adanya kesan selaras/ serasi atau harmony dari
dicapai dari memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Kesamaan dan kemiripan didapatkan dari perulangan penggunaan unsur dalam organisasi visual/tata susun yang terdapat di lukisan pada gambar 3.8 di atas.
Gambar 3.9 Garis kaligrafis pada lukisan “Sepatu tikus” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
79
Perulangan ini dengan adanya kesan garis struktural dan garis-garis kaligrafis pada seluruh permukaan objek baik pada objek menyerupai sepatu maupun ketiga figur menyerupai tikus. Perulangan garis kaligrafis juga muncul pada background / belakang objek utama. Garis kaligrafis pada lukisan di atas memiliki variasi ukuran, panjang, dan memiliki ketebalan yang berbeda, dapat diketahui dari gambar 3.9. Sedangkan pada gambar 3.10 menampilkan perulangan / rhytme terdapat pada perulangan bentuk ketiga figur menyerupai tikus. Perulangan terlihat mulai dari bentuk telinga yang mirip lebih bulat, ekor panjang, mata, dan perulangan kumis, bentuk mulut, serta perulangan tekstur nyata dalam tubuh ketiga figur menyerupai tikus tersebut.
Gambar 3.10 Perulangan bentuk tikus serta variasi bentuk antara sepatu dengan tikus pada lukisan “Sepatu tikus” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Perulangan juga terlihat pada perulangan warna cokelat tua kehitaman dan perulangan warna cokelat muda baik pada permukaan tubuh objek menyerupai tikus dan permukaan objek menyerupai sepatu. Perulangan warna
80
tersebut memenuhi seluruh bidang gambar yang tampak pada gambar 3.8. Sedangkan warna cokelat keputihan mendominasi bidang gambar. Objek menyerupai sepatu yang tampak dari samping menghadap ke kanan bidang gambar, yang terletak di tengah – tengah bidang menjadi pusat perhatian/ center of interest. Kontras muncul dari variasi bentuk antara objek menyerupai sepatu dan objek menyerupai tikus seperti pada gambar 3.10.
Gambar 3.11 Background pada lukisan “Sepatu tikus” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Kontras bentuk objek utama dan background yang tersusun atas bidang- bidang non geometris. Kontras juga masih tampak dari perbedaan warna cokelat tua dan cokelat keputihan yang dibedakan pada value tampak di background bidang pada gambar 3.11 di atas. Objek tunggal bersama dengan ketiga figur semacam tikus berada di tengah- tengah bidang gambar serta background belakang tampak dinamis
81
dan mengandung kesan adanya ruang semu, bidang- bidang non geometris memanjang serta tampak bergelombang berarah secara horizontal, sehingga tercipta adanya kesan keseimbangan informal. Keseimbangan ini berpengaruh pada komposisi asimetris yang memberikan kesan dinamik dan bebas. Objek semacam sepatu sebagai pusat perhatian (center of interest) dan tiga ekor figur tikus memiliki proporsi yang besar sehingga memenuhi bidang gambar. Meskipun demikian lukisan di atas masih kelihatan estetik karena penyusunan antar elemen- elemen seni tampak menyatu dan kelihatan dinamis walaupun objek semacam sepatu kelihatan statis.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Gambar 3.12 Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
a. Identitas karya 1. Judul
:Antara Hidup dan Mati
82
2. Ukuran
: 60 x 180 cm
3. Medium
: Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun
: 2007
b. Diskripsi Lukisan pelepah pisang yang ketiga menampilkan dua objek mirip hewan. Kedua objek kelihatan sedang berperang. Tampak oleh mata, seekor binatang semacam burung elang menghadap ke kanan bidang gambar yang sedang mengibaskan kedua sayapnya ke atas. Kedua kakinya menampakkan benda menyerupai taring- taring kuku yang sangat tajam . Kaki kirinya mencengkeram tubuh binatang lain semacam ular. Sedangkan kaki kanannya memperlihatkan kuku- kuku pajangnya serta bulu- bulu ekornya mengembang. Binatang yang dicengkeram oleh binatang semacam burung elang merupakan binatang sejenis ular yang tampak dari samping menghadap ke kiri bidang gambar. Binatang mirip ular tersebut melilitkan tubuh panjangnya pada sebuah cabang pohon dengan menjulurkan lidah panjangnya dan memperlihatkan kedua taring yang sedang terbuka. Mata objek tersebut nampak melotot mengarah pada binatang semacam elang. Tubuh objek semacam ular dipenuhi oleh sisik- sisik yang berwarna cokelat kehitaman sedangkan bagian atas tubuh ular berwarna cokelat keputihan. Dibelakang objek utama terdapat background dengan variasi warna cokelat yang dibedakan dengan adanya pencahayaan.
83
c. Analisis Formal Lukisan di atas tampak adanya nilai estetik dengan adanya kesan menyatu, teratur dan komposisi unsur- unsur rupa yang terorganisasi. Keselarasan dan keserasian dalam organisasi di atas dicapai dengan cara memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Kesamaan dan kemiripan pada lukisan ini, dapat dicapai dengan adanya irama garis kaligrafis yang nampak pada tubuh objek semacam elang dan semacam ular. Selain garis kaligrafis nampak pula adanya kesan garis struktural, garis ini nampak sebagai pembeda antara objek dan background yang tampak pada gambar 3.13
Gambar 3.13 Objek pada lukisan “Antara hidup dan mati” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Selain garis- garis kaligrafis nampak pula bidang- bidang non geometris mendominasi seluruh bentuk kedua figur tersebut. Perulangan
84
bidang non geometris terlihat pada seluruh sayap figur elang, ekor dan tubuh figur mirip elang. Perulangan bidang non geometris juga terlihat pada badan figur ular seperti pada bentuk sisik- sisik tubuhnya. Warna kedua objek tersebut tercipta dari warna cokelat yang dibedakan dengan menonjolkan value yang berbeda sehingga tampak seperti ada pencahayaan seperti tampak pada skema 3.13. Perulangan tidak hanya pada tubuh kedua objek. Perulangan juga terjadi pada bidang- bidang non geometris di background lukisan, mulai dari perulangan garis kaligrafis, perulangan bidang- bidang non geometris dan kontras warna cokelat yang dibedakan dengan value yang tampak pada gambar 3.14.
Gambar 3.14 Background pada lukisan “Antara hidup dan mati” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Ruang semu/ imajiner tampak juga sebagai background. Pada gambar ini juga terlihat adanya kontras bentuk objek dengan background
85
yang hanya tersusun atas bidang non geometris yang terpusat ke tengah menuju objek utama. Kontras juga tampak dari komposisi warna cokelat tua ke cokelat keputihan yang dibedakan dengan adanya value pada gambar 3.14. Irama nampak harmonis tampil pada penempatan warna asli pelepah pisang yang ditempelkan pada bidang gambar. Dominasi nampak pada objek utama mirip elang dan ular pada cabang pohon. Kesatuan sangat terasa dari bentuk bidang dengan garis, dan kesatuan warna cokelat. Irama muncul dari perulangan warna cokelat kehitaman, cokelat muda dan putih kecokelatan. . Keseimbangan pada lukisan ini merupakan keseimbangan asimetris dengan arah memancar/ radial. Hal ini tampak dari penempatan objek yang di tengah dengan background bidang yang seakan-akan mengarah keluar seperti tampak pada gambar 3.14. Proporsi bentuk sudah sesuai dengan prinsip proporsi, namun lukisan di atas masih tampak datar karena menghadirkan dua objek yang di tempatkan tepat ditengah- tengah bidang gambar.
4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE” a. Identitas karya 1. Judul
: Nyethe
2. Ukuran
: 90 x 120 cm
3. Medium
: Pelepah pisang diatas triplek
4. Tahun
: 2007
86
Gambar 3.15 Lukisan berjudul “Nyethe” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
b. Diskripsi karya Lukisan ini tidak jauh berbeda dengan lukisan – lukisan sebelumnya. Sebuah objek menyerupai manusia duduk di atas menyerupai tanah terdapat dalam satu bidang gambar, dimana objek menyerupai manusia tersebut tampak berada di tengah bidang gambar menghadap ke kiri. Objek mirip manusia diatas nampak sedang duduk termenung sambil merokok menggunakan sebuah benda mirip pipa rokok dengan tangan kanannya. Nampak pula lengkungan- lengkungan garis-garis semacam asap rokok. Pada seluruh tubuhnya terlihat garis struktural yang terbentuk dari garis kaligrafis untuk pembentuk tubuh objek dan pembatas antara objek dengan background.
87
Objek menyerupai figur manusia tersebut memiliki ciri- ciri seperti memiliki kulit tubuh berwarna cokelat tint dengan bervalue dengan penggunaan pencahayaan pada sebagian muka, baju, tangan dan kedua kakinya. Bagian muka, leher, tangan dan kedua kaki tampak jelas kerutankerutan seperti otot yang terbuat dari garis kaligrafis. Bahkan rambutnya tampak tergerai panjang. Figur semacam manusia tersebut kelihatan dari samping menghadap ke kiri bidang gambar, sehingga telinga, mata dan hidung serta mulutnya tampak separuh saja. Tangan kanan figur semacam manusia terlihat memegang sebuah benda mirip dengan pipa rokok, dua buah jari tangan kanan memegang pipa rokok sedangkan dua jari tangan kanan menekuk ke dalam telapak tangan. Tangan kiri objek kelihatan ditopangkan pada dengkul kaki kirinya dan telapak tangan beserta kelima jari- jari tangannya menghadap ke bawah. Objek semacam manusia tersebut sedang duduk bersila, dimana kaki kanannya menekuk ke dalam sedangkan kaki kirinya ditekuk ke bawah secara vertikal menuju bidang gambar. Jari jemari kaki kanan hanya kelihatan sebagian karena tertutup oleh kaki kanan. Namun kelima jari kaki kiri semuanya tampak menopang di atas semacam tanah. Objek semacam manusia memakai baju semacam kaos yang terbuka sebagian pada bagian depannya sehingga nampak sebagain tulang iganya dan memakai celana pendek. Di depan figur semacam manusia terdapat sebuah benda mirip dengan korek api ukuran besar. Benda tersebut terlihat masih dalam kondisi tertutup.
88
Di samping kiri benda mirip dengan korek api tergeletak secangkir benda semacam gelas beserta alasnya. Benda semacam cangkir tersebut tampak menghadap ke atas, tampak bagian dalam cangkir tersebut warna coklat tua gelap. Di belakang objek terlihat komposisi warna yang bervariasi mulai dari warna cokelat tua, cokelat, dan putih kecokelatan menempel pada bidang non geometris yang berada di atas kiri tafril tampak seperti bidang yang melengkung- lengkung semakin ke atas semakin membesar. c. Analisis Formal Secara visual, lukisan ini menampilkan satu warna utama yaitu warna cokelat yang dibedakan berdasarkan valuenya. Warna coklat keputihan mendominasi seluruh bidang gambar. Lukisan ini juga menampilkan satu figur utama yaitu figur menyerupai manusia dengan rambut panjang tergerai. Objek semacam figur manusia, benda mirip cangkir dan sebuah benda menyerupai korek api tampak berada di tengah- tengah bidang gambar sehingga menjadi center of interest. Bentuk tubuh figur semacam manusia yang tidak proporsi. Hal itu diketahui dari lehernya yang panjang, jari- jari tanganya yang panjangnya sama dengan siku- siku tangannya seperti pada gambar 3.16. Perulangan bentuk terlihat dari garis kaligrafis dan garis lengkung yang nampak pada objek utama dan benda semacam cangkir yang berada di samping objek yang tampak pada gambar 3.16. Pada gambar 3.16
89
tampak semua tubuh objek sampai dengan rambutnya tersusun dari garis kaligrafis.
Gambar 3.16 Objek pada lukisan “Nyethe” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Keseimbangan informal dengan pola asimetris tampak dari penempatan figur menyerupai manusia tunggal yang berada tepat di tengah- tengah bidang gambar, menghadap ke kiri bidang gambar.serta mempunyai bobot yang lebih berat ke bidang samping kanan. Kesimbangan informal dengan pola asimetris tercipta karena figur semacam manusia statis, dan diam sedangkan backgroundnya lebih kelihatan dinamis. Keselarasan/ keserasian lukisan di atas tampak harmony dengan adanya kemiripan dan kesamaan dari perulangan warna, tekstur, garis dan bidang non geometris. Perulangan warna cokelat tua/ cokelat kehitaman baik pada tubuh figur semacam manusia mulai dari mata, garis struktural, garis pembentuk
90
rambut, maupun pada background nampak pada gambar 3.17.
Gambar 3.17 Perulangan warna cokelat tua pada lukisan “Nyethe” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Pada gambar 3.18, selain perulangan cokelat tua nampak juga perulangan warna putih kecokelatan yang menyebar di seluruh bidang gambar.
Gambar 3.18 Perulangan warna putih kecokelatan pada lukisan “Nyethe” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
91
Gambar 3.19 Background pada lukisan ”Nyethe” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Perulangan tidak hanya terjadi pada objek utama saja melainkan juga nampak pada background lukisan yang tampak pada gambar 3.19. Pada gambar ini kelihatan secara jelas bahwa dalam background nampak seperti suatu ruang imajiner yang tersusun dari percampuran garis kaligrafis dan bidang non geometris lengkung yang mengarah secara horizontal dari kiri membelah menjadi dua arah, separuh menuju ke kanan atas dan separuhnya lagi menuju ke kanan bawah. Jadi dapat disimpulkan bahwa lukisan di atas masih tampak estetis karena unsur- unsur teroganisasi secara harmoni, meski penampakan objek utama lebih statis dibandingkan dengan backgroundnya yang lebih dinamis. Secara keseluruhan, visualisasi pada karya ini kurang tampak bervariasi baik pada figur objek yang tunggal, warna yang digunakan, serta background yang datar.
92
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya Ladiono. 1.
Lukisan ”PEMULUNG” Kesan pertama peneliti melihat keseluruhan lukisan di atas adalah tenang,
lemah lembut dan mengalir apa adanya. Penggunaan tekstur nyata kasar memenuhi seluruh bidang gambar. Tekstur tersebut tampak seperti serabut yang menyebar secara merata pada bidang gambar, sehingga ketika mendekati lukisan tersebut tampak sekali tesktur nyata dari serabut pelepah pisang. Adanya variasi ukuran, panjang- pendek dan ketebalan garis kaligrafis dan bidang non geometris yang memenuhi seluruh bidang gambar yang diorganisir secara asimetris namun memiliki kesan statis, datar dan diam pada objek utama. Objek utama lebih statis dibandingkan dengan background yang jauh lebih dinamis, sehingga ketika mengamati lukisan di atas, peneliti menemukan backgroundnya lebih hidup daripada objeknya. Kontras warna kurang nampak pada lukisan di atas karena menggunakan satu warna asli pelepah pisang yang diatur berdasarkan valuenya sehingga lukisan tersebut kurang hidup dan cenderung datar. Penempatan objek yang berada ditengah- tengah bidang gambar dengan warna dominasi cokelat tua membuat gambar tampak menonjol keluar dari tafrilnya. Figur semacam manusia, dengan ciri- ciri memakai topi dari jerami, tubuhnya kurus kering, membawa duabuah tempat pembuangan sampah, peneliti diasumsikan sebagai pemulung. Banyak dari para pemulung yang memiliki tempat tinggal dalam satu lingkup dengan sampah. Dinding rumahnya terbuat dari
93
triplek- triplek bekas dan beratapkan seng- seng yang sudah berkarat. Ekonomi seorang pemulung hanya didapatkan dari mengambil sampah-sampah dari pembuangan sampah rumah dan pabrik. Pemulung dalam lukisan tersebut sedang duduk melepas lelah sambil menghisap sebatang rokok. Dari visualisasi lukisan di atas, maka peneliti dapat menafsirkan bahwa lukisan di atas menggambarkan kehidupan seseorang pemulung yang kotor dan miskin. Profesi pemulung banyak dilakukan orang-orang yang miskin demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan memunguti sampah- sampah. Kehidupan pemulung ini mengartikan bahwa kehidupan yang patut kita hargai karena pekerjaan pemulung bukanlah pekerjaan yang hina. Sepatutnya kita berterimakasih dengan adanya pemulung, tanpa adanya pemulung pasti sampahsampah banyak berserakan, dan bau kotor akan menyeruak kemana- mana. Ditinjau dari gaya, lukisan di atas menggunakan gaya ekspresionisme, hal ini tampak dari bentuk objek yang diciptakan hasil dari ungkapan jiwa seniman, sedangkan teknik yang dipergunakan Ladiono menggunakan teknik dekoratif, dimana bentuk garis dan bidang lengkung pada objek dan backgroundnya tampak menghias.
2.
Lukisan” SEPATU TIKUS” Sebidang gambar menampilkan satu objek utama dengan tiga ekor objek
pendamping. Objek tersebut satu objek menyerupai sepatu dan tiga ekor objek menyerupai tikus. Objek meyerupai sepatu sebagai center of interest lukisan. Seluruh objek utama dalam lukian tersebut terbentuk dari garis - garis kaligrafis
94
dan bidang- bidang non geometris. Garis-garis kaligrafis dan bidang-bidang non geometris menciptakan adanya kesan luwes, lemah lembut, dan tidak kaku. Namun dengan adanya objek yang berada ditengah- tengah dengan background yang tampak datar dan sepi. Dalam lukisan di atas nampak ada satu buah sepatu dan tiga ekor tikus. Sepatu bot diasumsikan sebagai lembaga tinggi Negara semacam DPR. Tikus merupakan hewan pengerat yang suka mencuri makanan orang lain, rakus, dan suka meninggalkan kotoran dimana- mana. Tiga ekor tikus dalam lukisan ini diasumsikan sebagai orang- orang/ oknum yang saling berebutan dalam menduduki jabatan dalam lembaga tinggi atau DPR dan beramai- ramai menyelewengkan harta dan kepercayaan rakyat untuk memenuhi kepentingan pribadi. Tikus ini diasumsikan sebagai orang yang suka korupsi dana- dana milik rakyat dengan kedok mengatas namakan demi kepentingan rakyat, padahal dana tersebut mereka buat untuk kepentingan pribadi mulai dari rekreasi ke luar negeri, sampai dengan poligami. Tiga ekor tikus yang berada di semua sisi sepatu menggerogoti kain- kain sepatu dengan gigi- gigi tajamnya dan kuku-kuku tangannya mengoyak kain- kain pada sepatu melambangkan kerakusan oknum pegawai dalam lembaga tinggi untuk berebutan kekuasaan dan menggerogoti lembaganya sendiri dengan perbuatan- perbuatan tercela. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa lukisan di atas menceritakan tentang obsesi suatu oknum dalam lembaga tinggi untuk mendapatkan jabatan dengan melakukan berbagai cara. Semakin tinggi jabatan yang ingin didapatkan maka semakin banyak pula cara mendapatkannya meskipun jalan haram yang
95
dilakukan ia tidak peduli. Namun setelah mendapatkannya, banyak dari oknum ini menyalah gunakan jabatan. Jabatan yang dipegang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menyelewengkan jabatan yang dipegangnya demi kepentingan pribadi, misalnya jabatan tersebut dipergunakan untuk perantara mengambil keuntungan sebanyak- banyaknya semisal korupsi.
3.
Lukisan”ANTARA HIDUP DAN MATI” Lukisan berjudul “Antara Hidup dan Mati” memperlihatkan kesan garis
struktural dan garis kaligrafis. Lukisan ini menggambarkan dua buah objek dengan bidang yang tersusun atas bidang- bidang non geometris. Secara visual, lukisan ini memang tampak lebih gelap, namun komposisi warna lukisan ini sudah tampak menyatu dan harmonis, meskipun hanya tersusun oleh satu warna cokelat yang digradasikan. Objek lukisan terdapat dua, yaitu elang yang diasumsikan sebagai predator yang memakan hewan lain. Sedangkan ular diasumsikan sebagai mangsa dari predator. Meskipun ular merupakan mangsa dari elang, namun ular berhak untuk melawan takdirnya sebagai mangsa elang. Ular berhak untuk melawan demi kelangsungan hidupnya. Ular dalam lukisan itu tampak sekuat tenaga berperang melawan elang, dengan senjatanya yang berupa dua buah gigi taring panjang, ia kerahkan tenaganya melawan elang yang memiliki tubuh dan cakar kaki yang kuat. Dari keterangan diatas, maka peneliti dapat menginterpretasikan bahwa lukisan di atas menggambarkan kisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara
96
hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya untuk kelangsungan hidupnya dan Ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang, juga untuk mepertahankan hidup. Mereka saling mencabik satu sama lain, saling memangsa. Lukisan ini memberikan gambaran bahwa dalam hidup selalu membutuhkan perjuangan meskipun harus mati. Gaya pada lukisan berjudul ”Antara hidup dan mati” menurut peneliti, lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif. Dikatakan ekspresif, apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono. Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
4.
Lukisan ”NYETHE” Sebidang gambar dengan menampilkan satu objek gambar menyerupai
manusia berambut panjang tergerai sedang duduk di atas tanah. Ia sedang merokok dan minum secangkir kopi. Objek tunggal tersebut merupakan center of interest dalam ruang semu. Meskipun semua elemen dalam lukisan tersusun dari garis kaligrafis dan bidang non geometris namun memiliki efek luwes, lemah lembut dan tidak kaku namun dengan adanya warna monokrom yang digradasi membuat lukisan ini terkesan datar dan sederhana. Lukisan “Nyethe” ini menampilkan seorang figur manusia yang sedang bersantai duduk-duduk di atas tanah sambil merokok menggunakan pipa rokok
97
kesayangannya serta ditemani dengan secangkir kopi dan sekotak korek api. Rambutnya yang tergerai panjang, dengan bajunya yang memperlihatkan sebagian dadanya menandakan bahwa figur manusia tersebut sedang melakukan kegiatan yang santai. Jadi dapat disimpulkan bahwa lukisan keempat tersebut menurut penafsiran peneliti diasumsikan sebagai orang yang sedang bersantai pada saat jam istirahat setelah bekerja seharian. Maka ia melepas penatnya dalam bekerja dengan bersantai sambil menikmati hisapan rokok dalam pipa rokok dengan duduk bersila. Kegiatan ini merupakan hal wajar yang dilakukan oleh setiap orang untuk menghilangkan kelelahan, kecapekan dan agar setelah melakukan kegiatan ini, seseorang dapat kembali bekerja dengan stamina prima. Gaya pada lukisan berjudul ”Nyethe” menurut peneliti, lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekpresif, apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang merupakan ungkapan jiwa senimannya yang sederhana dari kehidupan pribadi Ladiono yang gemar melakukan nyethe. Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan.
D. Hubungan Aspek Genetik, objektif, Dan Afeksinya Dalam Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 1. Lukisan ”PEMULUNG” Dalam setiap proses penciptaan karyanya, Ladiono selalu menggunakan konsep dasar terlebih dahulu. Baginya konsep tersebut merupakan pegangan wajib
98
untuk dapat melangkah ke proses berikutnya. Hal tersebut nampak pada teknik penempelan lembaran- lembaran bidang pelepah pisang/ debog yang ditempelkan berdasarkan gelap terang/ valuenya untuk membentuk suatu objek. Objek lukisan yang ditampilkan mengungkapkan realitas kehidupan seorang pemulung yang mengingatkan kehidupan masa kecilnya yang juga serba susah dan menderita. Dia harus membantu keluarganya mencari penghasilan sendiri untuk biaya sekolahnya dan menghidupi keenam adik- adiknya, karena pekerjaan orang tuanya tidak cukup untuk menghidupi anak- anaknya. Penghasilan yang didapatkan orang tuanya hanya dapat untuk makan sehari saja, kemudian untuk makan besok orang tuanya harus mencari lagi dengan menjual tepung. Figur pemulung yang menatap ke samping kanan tampak datar sambil menghirup rokok, seakan menceritakan perjalanan masih panjang dan banyak beban persoalan yang harus dihadapi. Sebuah persoalan tentang masa depan seorang pemulung yang selalu disingkirkan dan dianggap sebagai orang rendahan. Semua orang banyak yang menyepelekan dan tidak menghiraukan keberadaan pemulung padahal tanpa adanya pemulung, akan timbul bau yang tak sedap dan sampah- sampah bertebaran kemana- mana. Pada umumnya orang- orang mencibir, bahkan mereka menganggap bahwa pemulung sama dengan peminta- minta. Pemulung tidak sama dengan pengemis. Pengemis pekerjaan seseorang yang meminta uang dijalan maupun di rumah- rumah masyarakat, sedangkan pemulung merupakan pekerjaan mengumpulkan benda- benda bekas atau benda yang tidak terpakai untuk dijual kepada tengkulak rosokan kemudian dari penghasilannya tersebut ia tukarkan dengan makanan
99
Dua tempat sampah yang digambarkan Ladiono dalam lukisan Pemulung dengan latar gundukan – gundukan menggambarkan bahwa pemulung hanya mencari sampah atau barang- barang bekas pada tempat sampah rumahan dan tempat pembuangan akhir sampah. Jarang seorang pemulung yang berani mengambil barang berharga pada rumah penduduk. Bahkan banyak pemulung yang meminta ijin apabila ingin mengambil sampah yang terdapat di tong- tong depan rumah masyarakat. Penggunaan visualisasi yang sederhana yang dibuat oleh Ladiono merupakan salah satu usahanya dalam mengkomunikasikan karyanya. Sesosok seorang figur pemulung dengan tatapan hampa dan tubuh kurus kering memberikan tauladan kepada kita semua agar jangan mengganggap sebelah mata dan akan pekerjaan seorang pemulung. Sudah selayaknya kita sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memberikan rasa cinta kasih pada sesama tanpa melihat rendahnya pekerjaan seseorang tersebut. Karena di hadapan Tuhan Yang Maha Esa derajat semua manusia itu sama, yang membedakan adalah tingkat keimanan kita kepada Yang Diatas.
2. Lukisan ” SEPATU TIKUS” Sebuah pengalaman yang diperoleh secara tidak langsung tanpa harus melibatkan diri dalam rentetan suatu kejadian di sekitarnya. Hal yang sama dilakukan oleh Ladiono. Pengalaman dari interaksi dengan lingkungan sekitar yang membawanya kepada wujud apa yang nampak pada bidang gambarnya. Seperti karyanya yang berjudul ”Sepatu Tikus”.
100
Sepatu tikus merupakan cerminan dari persoalan kehidupan manusia dalam dunia kerja. Demi suatu obsesi mendapatkan jabatan yang diinginkan, manusia berani melakukan segala cara tanpa memperhitungkan halal dan haramnya untuk mendapatkan kursi jabatan tersebut. . Semakin tinggi jabatan tersebut maka orang- orang yang menginginkannya juga semakin banyak dan semakin banyak pula cara yang ditempuh. Salah satu jabatan yang diidam-idamkan oleh masyarakat adalah menjadi Dewan di lembaga Tinggi. Jabatan ini memang menyilaukan mata masyarakat, demi mendapatkan jabatan ini mereka yang kaya berani membayar masyarakat miskin agar memilihnya dalam pemilu, ada pula oknum- oknum yang mempengaruhi masyarakat dengan menjadi pimpinan demo dengan dalih aspirasi rakyat, dan ada pula yang dengan berani curang dengan menambahkan kartu pemilihan palsu atas namanya demi mendapatkan jabatan itu. Namun setelah mendapatkannya, malah jabatan itu diselewengkan untuk kepentingan pribadinya. Banyak sorotan yang menanyangkan penyelewengan jabatan yang dipegang oknum-oknum pada lembaga tinggi, mulai dari pertengakran pada waktu sidang, perselingkuhan, poligami, penyelundupan bahkan sampai dengan korupsi. Karena hal itulah, Ladiono menggambarkan tiga ekor tikus yang menggerogoti sebuah sepatu dengan rakusnya. Taring- taring yang tajam dari ketiga ekor tikus tersebut disertai dengan compang- campingya sepatu menandakan bahwa kondisi lembaga tinggi tersebut hampir runtuh diakibatkan ulah negatif para oknum di dalam lembaga tersebut. Ini merupakan sebuah gambaran suram lembaga tinggi Negara kita dalam kehidupan masyarakat.
101
Ladiono sebagai masyakat biasa,ikut merasakan kepedihan dan kekecewaan yang sangat dalam akan kondisi dalam tubuh lembaga tinggi di Negara kita seperti DPR. Carut marutnya tatanan dalam lembaga tinggi ini, diakibatkan ulah para oknum dalam lembaga tinggi Negara ini sendiri. Ladiono tidak rela apabila lembaga tinggi dikotori oleh oknum-oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan jabatan itu hanya untuk pamor dan kepentingan pribadinya. Ladiono tidak terima dan ingin memberontak dengan keadaan ini, namun ia tidak bisa berbuat apa- apa. Ia hanya dapat mengekpresikan ketidak puasan hatinya dengan menuangkannya dalam lukisan pelepah pisan atau debog. Dengan harapan kesemrawutan dalam lembaga ini bisa teratasi dan kembali pada visi dan misi yang menjadi tujuan utama DPR yaitu sebagai perantara/ penyalur aspirasi suara rakyat dan menjalankan aspirasi rakyat dengan baik dan jujur, sehingga uneg-uneg masyarakat bisa tersalurkan dan kehidupan masyarakat dapat kembali tenang dan damai.
3. Lukisan ” ANTARA HIDUP DAN MATI” Representasi dalam lukisan yang ketiga ini, merupakan dua sosok figur binatang yang sering ia temui di lingkungan sekitar. Kejadian- kejadian yang ada di sekitar merupakan hal yang memiliki keunikan tersendiri bagi terciptanya visualisasi idenya. Mengawali proses kreatifnya, sebidang triplek yang telah dibuat konsepnya ia sapukan dengan cat- cat berwarna kemudian ditutup dengan dempul tanah lalu ditutup lagi dengan lembaran- lembara pelepah pisang dengan menentukan valuenya agar tampak gelap terangnya. Kedua objek dalam
102
penggambaran Ladiono telah mengalami perubahan fisik dan warna sesuai dengan kehendak Ladiono secara individual. Ladiono menggambarkan dua figur hewan seperti yang sering ia lihat di lingkungan sekitar rumahnya pada waktu kecilnya. Sosok elang digambarkan Ladiono secara gagah dan garang sesuai dengan ide Ladiono, dengan sayap- sayapnya yang melebar dan dengan cakar- cakar kakinya yang tajam sedang berperang untuk melahap mangsanya. Sedangkan Ular merupakan hewan lemah yang hanya memiliki kekuatan pada lilitan tubuh dan taring giginya. Lukisan di atas jelas terlihat Ladiono menggunakan figur hewan untuk mengekpresikan emosi hatinya terhadap kondisi masyarakat sekarang ini dengan menggambarkan dua binatang yang berkisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya dan ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang. Lukisan Ladiono menggambarkan suatu pesan pada kita semua bahwa dalam kehidupan manusia selalu ada permasalahan. Dalam hidup selalu membutuhkan perjuangan meskipun harus mati. Akan tetapi seberat apapun persolan yang sedang kita hadapi, seharusnya diselesaikan dengan perdamaian tidak harus diselesaikan dengan pertengkaran untuk memperoleh suatu keputusan.
4. Lukisan ” NYETHE” Berawal dari kesederhanaan hidup berimbas pada keserhanaan ketercapaian bentuk objek. Ladiono membuat objek tidak memerlukan tingkat kerumitan tertentu dengan menampilkan satu objek dibelakangnya terdapat
103
komposisi bidang dari lembaran- lembaran pelepah pisang. Ladiono dalam lukisan ini sepertinya membuat fokus perhatian terhadap sosok figur yang sederhana yang merokok dengan rambut tergerai panjang. Sepintas lukisan ini hampir sama dengan lukisan yang berjudul ”Pemulung”. Keduanya sama- sama menampilkan satu objek utama dengan latar belakang yang datar /flat. Lukisan karya Ladiono berjudul ”nyethe”, adanya pusat perhatian salah satu prinsip yang dipegang dalam menghadirkan pikirannya. Tokoh ini merupakan pengungkapan jati diri dari Ladiono. Sosok Ladiono yang santai tampak dalam penggambaran figur yang duduk santai pada lantai dengan sebatang rokok pada pipa dengan didampingi oleh secangkir kopi. Kesederhanan Ladiono juga nampak pula pada wajar polos figur dan pakaian yang dikenakan figur dalam lukisan. Keseharian Ladiono memang tampak lekat sekali dengan lukisan ini, ketika ia penat dalam berkarya, ia gunakan untuk beristirahat sejenak dengan kebiasaannya menghirup sebarang rokok pada pipa kesayangannya dan secangkir kopi panas. Kebiasaan inilah yang dinamakan “Nyethe”, yang juga merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di Tulungagung. Kedua benda, yaitu rokok dan kopi tersebut memang selalu menemani Ladiono dalam kegiatan berkaryanya. Dalam istirahatnya itu, Ladiono melakukan kotemplasi/ pembayangan akan kelanjutan karya yang akan dibuatnya, seperti teknik penempelan pelepah pisang agar tampak estetik. Penggambaran figur dalam lukisannya menunjukkan keakraban dia dengan dua benda tersebut sejak Ladiono remaja. Ladiono menggangap bahwa dengan merokok dan minum secangkir kopi akan membuat idenya muncul kembali. Namun apabila dia tidak menyempatkan untuk merokok dan minum secangkir
104
kopi, akan membuat idenya berhenti dan sulit untuk melanjutkan karyanya. Hal ini memang mengandung makna bahwa istirahat sangat diperlukan untuk setiap manusia agar dapat memulihkan stamina dan menyegarkan pikiran. Ketika pikiran kita dan stamina kita kembali fit maka segala pekerjaan dapat terselesaikan dengan mudah.
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka peneliti melakukan pembahasan. Pembahasan ini diperoleh peneliti dari pengkaitan data yang ditemukan peneliti melalui hasil penelitian dengan kajian teoritis yang berhubungan dengan Studi tentang Empat Lukisan Pelepah Pisang (debog) karya Ladiono Periode 2007.
A. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007. Ladiono merupakan seniman yang mengolah pelepah pisang menjadi karya seni yang berbeda pada karya seni umumnya yang menggunakan cat dan kanvas untuk media. Ia menggunakan pelepah pisang (debog) untuk media pewarnaan dan triplek media alas dalam lukisannya. Bahan bakunya berasal dari berbagai macam pisang dengan ukuran variasi, menempelkan pelepah pisang di atas bubur kertas pada triplek. Untuk mencari bahan baku utama yaitu pelepah pisang, ia sering pergi ke daerah- daerah untuk mencari pelepah pisang yang bermutu untuk lukisannya tersebut. Bahkan beliau rela melakukan perjalanan sampai keluar kota untuk mencari pelepah pisang yang memiliki warna dan tekstur yang berbeda dan unik. Sedangkan media atau dikatakan bidang gambar 105
106
yang digunakan Ladiono adalah triplek, media triplek merupakan media yang kuat dan tidak mudah rapuh dalam tempo waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulastianto, bahwa: ”Media yaitu bahan yang menjadi alat yang konkret untuk menyatakan gagasan yang bersifat abstrak. Media harus dipilih secata tepat agar sebuah gagasan dapat dikomunikasikan. Pemilihan media harus diikuti teknik, prosedur, dan keahlian berkarya agar karya yang dihasilkan memiliki nilai seni yang tinggi”. Pada awalnya lukisan pelepah pisang Ladiono menggunakan tema- tema pewayangan. Faktor lingkungan masa kecil dan pengaruh cerita wayang dari tetangganya yang berprofesi sebagai dalang membuat penciptaan ide/ gagasan Ladiono menciptakan karya seni dengan menampilkan tokoh- tokoh pewayangan pada lukisan pelepah pisangnya. Kemudian pada tahun 2006, beliau mencoba merubah tema- tema pewayangan dengan tema- tema sosial dengan menampilkan sosok hewan dan manusia dalam lingkungan sekitarnya, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sulastianto (2008:19) bahwa: ”gagasan atau sering disebut dengan ide merupakan hal yang melandasai atau mendorong seseorang untuk berkarya, baik berasal dari dalam ( internal ) maupun dari luar (eksternal). Wujudnya dapat berupa perasaan, emosi, mimpi, khayalan, cita- cita, atau pengalaman”. Tema- tema yang diambil para periode 2007, diadaptasi dari pengalaman Ladiono sendiri dan fenomena yang terjadi pada masyarakat sekarang ini. Seperti yang diungkapakan Dewey dalam Santoso (2001:24) bahwa,”Pengalaman dapat dialami ketika berinteraksi di dalam suatu lingkungan, masyarakat dan alam sekitar. Segala peristiwa dilihat dari rentangan waktu tertentu baik sedang dialami maupun telah berlalu dalam perjalanan kehidupan adalah pengalaman”.
107
Sosok Ladiono tidak mengkhususkan diri melakukan penggarapan ide tidak hanya dengan intuisinya melainkan dengan menggunakan konsep. Hal ini dimaksudkan agar penciptaan objek pada lukisannya tampil menarik sesuai dengan harapan si seniman yaitu Ladiono. Jadi proses penciptaan ide pada Ladiono diawali dengan membuat konsep pada selembar kertas, kemudian ia pindah konsep tersebut pada sebuah triplek lengkap dengan gelap terangnya. Lalu sketsa tersebut ditutup dengan campuran bubur kertas dengan lem rajawali dan terakhir ditutup lagi dengan pelepah pisang. Penutupan lukisan pelepah pisang tidak langsung, namun selembar demi lembar pelepah pisang ditempelkan pada lukisan disesuaikan warnanya dengan arah pencahayaan sehingga lebih terlihat gelap terang meskipun hanya satu warna cokelat saja. Berkaitan dengan penciptaan karya berupa lukisan, tampak jelas Ladiono menggunakan material yang konvensional seperti pencil dan cat tembok sedangkan tekniknya mengeksplorasi ide yang dikonsepkan dengan menampilkan elemen- elemen visual seperti titik, garis,warna, ruang, gelap terang dan tekstur nyata. Seperti yang diungkapkan oleh Sulastianto (2008:29) bahwa: “Seorang pelukis dapat menemukan ide dari dua jenis objek yaitu objek riil dan objek idiil. Jenis objek riil yaitu objek atau hal yang bisa membangkitkan ide melalui rasa batin, yaitu pengamatan kejadiankejadian dalam kesadaran, misalnya rasa takut, sedih dan lain- lain. Objekobjek riil dinamakan dengan objek fisis Sedangkan objek idiil merupakan objek yang terjadi karena proses pemikiran atau fantasi dari seseorang. Yang termasuk dalam objek idiil adalah bidang, bentuk , agama dan logika”.
Sebagai makhluk individu, Ladiono yang juga berprofesi sebagai guru di SDN 2 Ngadisuko, Durenan, Trenggalek dan juga sebagai kepala keluarga
108
memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan nafkah bagi ketiga anakanaknya. Kondisi seperti ini tidak membuat Ladiono berhenti berkarya, malah sebaliknya ia memilih guru sebagai profesi dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, sedangkan menciptakan lukisan pelepah pisang dipergunakan untuk menyalurkan hobinya. Baginya kedua hal tersebut penting dalam hidupnya, untuk itu ia membagi waktunya agar kedua kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik. Pada pagi hari ia gunakan untuk mengajar dan di malam harinya ia gunakan untuk melukis. Hal ini disadarinya karena suasananya sepi dari kebisingan lingkungan, sehingga ia mendapatkan waktu yang benar- benar hikmat. Ditinjau dari kepribadian, Ladiono merupakan sosok yang memiliki kharismatik yang kuat walaupun secara penampilan tampak sederhana, Ladiono merupakan sosok yang juga ramah, sederhana, dan humoris. . Lukisan pelepah pisang karya Ladiono bersifat ekspresif dan inovatif, meskipun keterbatasan warna yang lebih terkesan monokrom tapi dapat tersamarkan dengan perpaduan bentuk yang harmoni. Dengan demikian tujuan dari pelukis- pelukis menciptakan karyanya secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan kebudayaan dimana mereka hidup dan berada .
109
B. Aspek Objektif/ Karya Lukisan Pelepah Pisang Karya Ladiono Periode 2007 5.
Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG”
Gambar 4.1 Lukisan berjudul “Pemulung” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Lukisan “Pemulung ” karya Ladiono ini menampilkan satu objek utama mirip dengan manusia. Seluruh tubuh objek tersebut dipenuhi oleh garis- garis kaligrafis. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Indrawati (1993: 29) yaitu garis nyata dibedakan menjadi dua macam yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi yang lain. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi dan individual. Adanya garis kaligrafis ini membuat lukisan ini tampak lembut dan berkarakter sepeti yang dituturkan Sanyoto ( 2005; 71) bahwa” Garis kaligrafis ini dibentuk tanpa menggunakan alat bantu menggaris, jadi lebih menggunakan
110
tangan sehingga garis tersebut dapat membentuk karakter bebas dan bervariasi”. Selain garis kaligrafis, masih terasa adanya garis struktural, kesan garis ini berperan sebagai pembentuk objek dan pembeda antara objek dengan bidang background seperti pernyataan Indrawati (2002:30) “Garis semu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu garis struktural, jika kesan garis yang kita tangkap tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau antara bidang dan bidang”. Secara visual, seluruh bidang lukisan di atas berisi bidang - bidang non geometrik baik pada objek maupun dalam backgroundnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sachari (2004:85) ” Terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang yang dapat diukur secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”. Warna asli pelepah pisang mendominasi seluruh bidang gambar. Adanya variasi warna cokelat dibedakan dengan adanya value seperti diungkapkan Indrawati (1993:55): “Value merupakan nilai gelap terang untuk memperoleh kedalaman karena pengaruh cahaya. Dengan adanya value tersebut maka kita dapat membedakan kualitas antara warna gelap dan warna terang disebabkan karena hue tersebut mengandung “sejumlah” tone hitam dan putih”. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Prawira (2002) ”warna dapat membedakan antara bentuk dan sekelilingnya”. Pada keseluruhan bidang gambar dipenuhi dengan tekstur nyata yaitu serat asli dari pelepah pisang itu sendiri. Lukisan pelepah karya Ladiono ini juga memiliki ketebalan yang tampak seperti relief. Seperti yang dikatakan (Movit, 2003:10).“ Tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan nyata, antara keadaan digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba dengan tangan sama kasarnya atau halusnya”.
111
Pernyataan sama diungkapkan Indrawati (1993:61) bahwa:“ Tekstur nyata merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”. Bagian belakang objek utama nampak adanya ruang semu atau ruang imajiner yang tersusun dari bidang- bidang non geometris .Sama dengan pernyataan (Nurhadiat, 2004:25), yaitu: ”Bentuk atau ruang digolongkan menjadi dua jenis yaitu: 3) Ruang nyata adalah ruang yang dapat dilihat dan diraba. 4) Ruang maya/ semu adalah ruang yang hanya dapat dirasakan atau terkesan meruang”. Posisi dan arah objek pada lukisan tersebut menyebabkan terciptanya suatu keseimbangan informal dangan komposisi yang asimetris. Akan tetapi objek tampak statis, hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39) yaitu ”Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal (simetri/ bisymetricalbalance), Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal (asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/ unsur semacam itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Lukisan tersebut tampak harmony/ selaras karena adanya perulangan. Perulangan didapatkan dari kesamaan dan kemiripan yang terdapat pada garis kaligrafis, bidang geometrik, warna, dan tekstur, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Indrawati ( 2004:38) yaitu:
112
“Keselarasan/ keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi visual/ tata susun.” Proporsi kedua objek di atas masih tampak sesuai dengan ukuran, sehingga sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu” Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
2. Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS”
Gambar 4.2 Lukisan berjudul ”Sepatu Tikus” ( Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Lukisan yang kedua berjudul ”Sepatu Tikus ” masih terbuat dari pelepah pisang atau debog. Lukisan di atas juga masih menampilkan satu objek utama mirip dengan sepatu dan tiga ekor objek semacam tikus. Kesemua objek tersebut
113
tersusun atas garis- garis kaligrafis dan bidang- bidang non geometris dengan variasi ukuran, warna dan bentuk yang tampak memenuhi seluruh bidang gambar. Pada lukisan ini juga masih tampak ditemukan adanya garis- garis kaligrafis, dan kesan garis struktural sebagai pembentuk objek seperti yang dipaparkan oleh Indrawati (1993:29), yaitu: ”Garis nyata dibedakan menjadi dua macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi dan individual”. Bidang non geometrik ditemukan pada sebagian dalam sepatu dan ketiga tubuh tikus, dan pada background. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanyoto (2005:83) yaitu: ”Terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”. Dominasi lukisan masih tampak jelas pada warna cokelat bergradasi yang memenuhi seluruh bidang gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawira (2002), warna dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya”. Tekstur nyata masih tetap nampak pada lukisan ini, seperti yang diungkapkan Indrawati (1993:61) , ”tekstur nyata merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”. Keselarasan dan keserasian dapat dicapai dengan adanya perulangan garis- garis kaligrafis, bidang- bidang non geometris, bentuk tikus, tekstur, perulangan warna cokelat bergradasi, sesuai dengan pernyataan Indrawati
114
(2004:38): “Keselarasan/ keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi visual/ tata susun.”
Keseimbangan informal dengan pola komposisi yang asimetris masih tampak pada lukisan diatas. Seperti paparan oleh Indrawati ( 2004:39) yaitu: “Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal (simerti/ bisymetricalbalance) dan Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobot visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Pola komposisi atas adalah pola komposisi yang asimetris dan berkesan dinamis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39)” keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”. Proporsi kedua objek di atas tampak lebih besar baik pada sepatu maupun ketiga objek tikus sehingga bidang gambar tampak sesak, penuh dan padat sehingga sesuai tidak sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu ”Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk
115
memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan”. Padatnya ukuran objek utama pada bidang gambar menyebabkan lukisan tampak kurang estetik, sesuai dengan pernyataan Sanyoto (2005:202) : “ ukuran objek yang teramat besar atau objek memenuhi semua ruang, objek serasa mendominasi dan merajai, tetapi terasa sesak, tidak dapat bernafas, serasa tidak dapat bergerak, dan terasa muatan terlalu besar”.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI”
Gambar 4.3. Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati” (Sumber: Dokumentasi penulis, 2011)
Pada lukisan yang berjudul ”Antara Hidup dan Mati” di atas masih ditemukan adanya garis- garis kaligrafis, dan kesan garis struktural sebagai pembentuk objek seperti yang dipaparkan oleh Indrawati (1993:29), ”garis nyata dibedakan menjadi dua macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis
116
geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi dan individual”. Bidang non geometrik ditemukan pada seluruh sayap dan ekor burung elang, beserta sisik- sisk pada ular dan bidang pembentuk background, sesuai dengan pernyataan Sanyoto (2005:83) : ”Terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”. Dominasi lukisan masih tampak jelas pada warna cokelat bergradasi yang memenuhi seluruh bidang gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawira (2002) “warna dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya”. Tekstur nyata masih tetap nampak pada lukisan ketiga ini, seperti yang diungkapkan Indrawati (1993:61) , ”tekstur nyata merupakan tekstur yang langsung dapat dirasakan sifat permukaannya lewat rabaan, jadi tekstur nyata adalah jenis tekstur yang tidak hanya visible pada mata”. Perulangan garis- garis kaligrafis , bidang- bidang non geometris, tekstur, perulangan warna cokelat bergradasi, sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:38): “Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi visual/tata susun.”
Keseimbangan informal dengan pola komposisi yang asimetris masih tampak pada lukisan di atas, seperti paparan oleh Indrawati ( 2004:39) yaitu:
117
“Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal (simerti/ bisymetricalbalance) dan Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal( asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”.
Pola komposisi atas adalah pola komposisi yang asimetris dan berkesan dinamis, Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati (2004:39)” keseimbangan informal dalam sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”. Proporsi kedua objek diatas masih tampak sesuai dengan ukuran, sehingga sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu ”Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan”.
4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE” Garis- garis yang terdapat pada lukisan di atas adalah garis kaligrafis berwarna cokelat tua, dan putih kecokelatan dengan ukuran, panjang, serta ketebalan yang berbeda. Garis kaligrafis tersebut menyebar di seluruh bidang gambar, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Indrawati (1993:29), ”garis nyata
118
dibedakan menjadi dua macam, yaitu garis geometrik dan kaligrafis. Garis geometrik dibentuk menggunakan alat bantu seperti penggaris, jangka dan masih banyak lagi. Garis kaligrafis ini dibuat dengan tangan bebas sehingga bervariasi dan individual”.
Gambar 4.4. Lukisan yang berjudul”Nyethe” (Sumber: Dokumen penulis, 2011)
Selain garis kaligrafis terdapat kesan garis stuktural pada tiap tepi tubuh objek sebagai pembeda antara objek dengan background seperti paparan Indrawati ( 2004:30) bahwa: “Dikatakan sebagai garis struktural, jika kesan garis yang ditangkap tersebut merupakan batas antara bentuk dan ruang atau antara bidang dan bidang.”. Secara visual, selain garis kaligrafis dan garis struktural, pada lukisan di atas nampak pula bidang non geometris pada tubuh objek dan sebagian besar pada background seperti yang dituturkan oleh, Sanyoto (2005:83) : ”Terdapat dua macam bidang yaitu bidang geometris adalah bidang teratur yang dapat diukur
119
secara matematis dan bidang non geometris adalah bidang yang dibuat secara bebas”. Warna cokelat mendominasi seluruh bidang gambar lukisan pelepah pisang, karena warna cokelat tersebut merupakan warna asli pelepah pisang yang telah kering. Dalam lukisan di atas warna cokelat ditata berdasarkan value. Seperti yang dipaparkan Prawira (2002) ”warna dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya”. Pada bidang gambar tersebut dipenuhi oleh tektur nyata berbentuk serabut, sehingga ketika memegang lukisan dapat langsung dirasakan tekstur nyatanya. Hal diatas seperti yang diungkapkan oleh Mofit (2003:10). Tektur dibedakan mejadi dua jenis, diantaranya: tekstur nyata adalah tekstur yang dapat dirasakan langsung keadaan nyata, antara keadaan digambar dan keadaan dikenyataan bila diraba dengan tangan sama kasarnya. Sedangkan tekstur semu adalah kesan, sifat/karakter permukaan suatu objek/benda yang dapat dirasakan tanpa harus meraba. Tekstur semu hanya dapat dirasakan lewat panca indera tanpa dapat diraba dan membuat mata tertipu. Posisi objek yang tampak lebih kesamping kanan bidang gambar menciptakan adanya keseimbangan informal dengan pola komposisi asimetris dimana objek tunggalnya tampak statis. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Indrawati (2004:39) yaitu ”Keseimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu Keseimbangan Formal (simetri/ bisymetricalbalance), Keseimbangan formal dapat dicapai dengan penempatan media estetik yang mempunyai bobot visual yang sama atau mirip, pada jarak yang sama terhadap suatu titik pusat keseimbangan imajiner. Penempatan media/ unsur estetik semacam itu akan berpengaruh pada pola atau komposisi/ organisasi visual yang terbentuk yaitu pola komposisi yang simetris (setangkup). Keseimbangan Informal (asimetri/ asymmetrical balance). Keseimbangan informal dapat dicapai dengan penempatan media estetik/ unsur yang tidak sama bobotnya visualnya di sekitar titik pusat/ sumbu imajiner, sehingga tercapai kesan seimbang. Penempatan media estetik/unsur semacam itulah yang menyebabkan penerapan keseimbangan informal dalam
120
sebuah tata susun akan membentuk pola komposisi yang asimetris, yang memberikan efek/ kesan yang dinamik, bebas dan tidak terlalu resmi”. Pada penguasaan ruang, proporsi objek sudah sesuai aturan prinsipprinsip seni, sesuai dengan pernyataan Kartika (2004:64) yaitu ”Proporsi atau persebandingan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Proporsi mengacu pada hubungan antara bagian dari suatu desain atau hubungan antara bagian dengan keseluruhan”. Keserasian / keselarasan lukisan yang berjudul “Nyethe” tampak dari adanya memperbanyak kesamaan dan kemiripan media visual lukisan dengan adanya perulangan garis dan bidang non geometris, dan tekstur nyata. Sesuai dengan pemaparan Indrawati ( 2004:38) yaitu: “Keselarasan/keserasian dapat dicapai dengan memperbanyak kesamaan dan kemiripan pada media estetik yang dimanfaatkan dalam suatu organisasi visual. Kesamaan dapat dicapai dengan penerapan perulangan, yaitu penggunaan unsur atau media yang sama lebih dari satu kali dalam sebuah organisasi visual/tata susun.”
C. Afeksi Penghayat Terhadap Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Karya Ladiono 1. Lukisan pelepah pisang berjudul ”PEMULUNG” Dari pengamatan peneliti menafsirkan bahwa dari visualisasi lukisan di atas menggambarkan kehidupan seseorang pemulung yang serba kekurangan. Profesi pemulung banyak dilakukan orang-orang kekurangan demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dengan memunguti sampah-sampah. Lalu dijualnya kepada tengkulak. Lukisan di atas mengandung pesan bahwa sudah sepatutnya kita berterimakasih pada pemulung, tanpa adanya pemulung pasti
121
sampah- sampah banyak berserakan, dan bau kotor akan menyeruak kemanamana. Ditinjau dari gaya, lukisan di atas menggunakan gaya ekspresionisme, hal ini tampak dari bentuk objek yang diciptakan hasil dari ungkapan jiwa seniman, sedangkan teknik yang dipergunakan oleh Ladiono menggunakan teknik dekoratif, dimana bentuk garis dan bidang lengkung pada objek dan backgroundnya tampak menghias. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu: ”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan penyusunan objek- objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif (ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya bersifat datar/flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”. 2. Lukisan pelepah pisang berjudul ”SEPATU TIKUS” Dari pengamatan peneliti menafsirkan lukisan diatas menceritakan tentang penyalahgunaan jabatan yang dipegang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menyelewengkan jabatan yang dipegangnya demi kepentingan pribadi, misalnya jabatan tersebut dipergunakan untuk perantara mengambil keuntungan sebanyak- banyaknya semisal korupsi. Gaya pada lukisan berjudul ”Sepatu Tikus” menurut peneliti, lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekspresif, apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono. Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya
122
yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu ”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif (ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
Lukisan di atas tampak adanya kesan selaras/ serasi atau harmony dari dicapai dari memperbanyak kesamaan dan kemiripan. Pada lukisan tersebut terdapat objek menyerupai sepatu yang terletak di tengah – tengah bidang menjadi pusat perhatian/ center of interest. Adanya objek utama mendominasi bidang gambar, menyebabkan lukisan di atas memperlihatkan keseimbangan asimetris. Meskipun demikian lukisan di atas kelihatan estetik karena penyusunan antar unsur seni tampak meyatu dan kelihatan dinamis.
3. Lukisan pelepah pisang berjudul ”ANTARA HIDUP DAN MATI” Lukisan ini menungungkapkan sisi kehidupan sosial masyarakat. Dari pengamatan peneliti menafsirkan bahwa lukisan di atas menggambarkan kisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya demi mempertahankan hidup. Ular berani melawan serangan elang demi mempertahankan hidupnya, sedangkan elang berambisi menghabisi ular karena lapar. Bahwa lukisan ketiga di atas ini menggambarkan kisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya untuk
123
kelangsungan hidupnya dan ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang, juga untuk mepertahankan hidup. Mereka saling mencabik satu sama lain, saling memangsa. Lukisan ini memberikan gambaran bahwa dalam hidup selalu memerlukan perjuangan meskipun harus mati. Gaya pada lukisan berjudul ”antara hidup dan mati” Menurut peneliti, lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang ekspresif . Dikatakan ekspresif, apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan, imajinasi dari Ladiono. Sedangkan pada tekniknya, Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu ”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif (ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”. 4. Lukisan pelepah pisang berjudul ”NYETHE” Pada lukisan di atas peneliti menemukan bahwa objek tunggal dalam lukisan di atas merupakan tokoh manusia yang sedang bersantai dengan duduk bersila sambil menghisap rokok. Jadi lukisan tersebut berisi pengalaman Ladiono dilakukan disela-sela memakukan proses berkarya seni. Kegiatan melepas penatnya dalam bekerja dengan bersantai sambil menikmati kopi dan sebatang rokok dengan duduk bersila di atas tanah sudah menjadi kegitan setiap hari Ladiono dalam proses penciptaan
124
karya pelepah pisang. Tanpa adanya kedua benda tersebut, maka Ladiono tidak dapat melanjutkan berkarya melukis pelepah pisang. Pengalaman Ladiono tersebut sesuai dengan ungkapan Dewey dalam Santoso (2001:24): ”Pengalaman dapat dialami ketika berinteraksi di dalam suatu lingkungan, masyarakat dan alam sekitar. Segala peristiwa dilihat dari rentangan waktu tertentu baik sedang dialami maupun telah berlalu dalam perjalanan kehidupan adalah pengalaman” Gaya pada lukisan berjudul ”Nyethe” menurut peneliti, lukisan ini menampilkan gaya dekoratif yang realis. Dikatakan realis, apabila ditinjau dari visualisasi lukisan yang memiliki satu bentuk objek tunggal yang sederhana denga proporsi yang pas dan bentuk ini diambil dari kehidupan pribadi dari Ladiono, seperti yang dikatakan Soedarso (2003:31) ”Aliran ini memandang dunia sebagai sesuatu yang nyata. Pelukis atau pembuat karya seni bekerja berdasarkan kemampuan teknis dan realitas yang diserap oleh indera penglihatannya. Fantasi dan imajinasi harus dihindarkannya”. Sedangkan tekniknya Ladiono lebih mengarah pada dekoratif, karena banyak memperlihatkan bentuk lengkung di tubuh objek maupun backgroundnya yang tampak seperti menghias dan melebih- lebihkan objek yang ditampilkan. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2002:30) yaitu ”Dekoratif merupakan istilah menuju pada teknik perwujudan dan penyusunan objek-objek lukisan dengan sifat menghias. Lukisan ini menampilkan objek-objek realitas yang divisualisasikan melalui proses deformasi. Biasanya jenis lukisan ini menghilangkan kesan ruang ilusif (ruang maya) dan volumerik sehingga perwujudan objek-objeknya bersifat datar/ flat dan tidak menunjukkan adanya ketiga dimensinya”.
125
D. Hubungan Aspek Genetik, Objektif, Dan Afeksinya Dalam Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Tiga komponen data seperti data genetik, data objektif dan data afektif merupakan data lengkap dan sangat diperlukan dalam melakukan analisis bagi seorang kritikus, sehingga diperoleh kesimpulan berupa sintesis sebagai hasil akhir proses evaluasi. Simpulan atau sintetis dalam kritik holistik merupakan sajian makna tafsir berdasarkan masukan dari tiga kelompok informasi tersebut lewat suatu pembahasan menyeluruh dengan mengkaitkan persamaan juga perbedaan antara informasi dari deskripsi lengkap mengenai latar belakang (historis), analisa formal, dan interpretasi. Dengan demikian simpulan merupakan hasil analisis menyeluruh yang didukung kelengkapan pengetahuan, kreatifitas kritikus/ pengamat. Sebagai seorang seniman, lingkungan merupakan teman akrab Ladiono. Keakraban itu dirasakan sejak ia masih kecil mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan yang berada disekitarnya. Faktor lingkungan ini telah membentuk karakter dan perubahan hidup Ladiono khususnya dalam berkarya seni. Lingkungan pulalah yang membuat Ladiono menjadi seorang seniman pelepah pisang sampai dengan sekarang. Dimulai dari masa kecilnya, yang mana kegiatan sehari- harinya membantu ibundanya membuat benda- benda gerabah, kemudian berkembang membuat relief dan selanjutnya berkembang berkarya lewat lukisan pelepah pisang dengan media triplek dengan pewarnaan dari alam, yaitu debog. Pada awalnya lukisan pelepah pisang buatan Ladiono banyak
126
menampilkan cerita- cerita pewayangan dengan teknik realis. Namun sejak periode tahun 2006 ia melakukan perubahan dalam lukisan pelepah pisangnya dengan menampilkan bentuk- bentuk figur manusia dan hewan- hewan secara sederhana dengan background ruang semu dalam bidang gambarnya. Lembaran- lembaran pelepah pisang dibentuk dan ditempelkan menjadi garis- garis kaligrafis dan bidang- bidang non geometris yang memenuhi seluruh bidang gambar. Semuan elemen seni disusun Ladiono berdasarkan gelap terang. Dalam berkarya seni, Ladiono berkarya tidak ditujukan untuk mencari materi namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Karya Lukisan Ladiono memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan ekspresi jiwa, imajinasi dari Ladiono, sehingga karya lukisan Ladiono tidak dapat dapat dikategorikan sebagai seni terapan melainkan seni murni. Selain itu pada periode 2007 ini, lukisan pelepah pisang yang ditampilkan Ladiono banyak mengangkat realitas kehidupan sekitarnya melalui proses pengalaman melihat, mendengar, dan merasakan fenomena sosial budaya masyarakat di sekitar, menjadi area ide yang dipakai dalam penggarapan lukisan pelepah pisangnya dengan teknik dekoratif. Kejadian- kejadian yang ada di sekitar merupakan hal yang memiliki keunikan tersendiri bagi terciptanya visualisasi idenya. Pada periode ini juga, Ladiono juga menanamkan nilai- nilai/ amanat akibat munculnya fenomena pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Nilai- nilai yang menjadi amanat Ladiono diantaranya seperti nilai perdamaian, pentingnya perilaku jujur dalam lembaga tinggi Negara, perlunya istirahat untuk mengembalikan stamina tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih sayang terhadap
127
dirinya sendiri, sesama manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan dan llingkungan sekitar. Dari segala usaha komunikasi visualnya dengan ruang publik (penikmat/ penghayat) dapat dikatakan bahwa Ladiono adalah seniman yang mengacu pada modernisasi, seniman yang memiliki pandangan yang didasarkan pada logika, bebas serta tidak terikat aturan yang bersifat tradisional.
BAB V PENUTUP
Berdasarkan temuan data di depan tentang studi tentang empat lukisan Pelepah Pisang karya Ladiono dari Trenggalek periode tahun 2007, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
A. Kesimpulan Kesimpulan penelitian lebih bersifat konseptual dan harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam tujuan penelitan diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Aspek Genetik Subjektif dan Objektif Pelukis Ladiono Dalam Menciptakan Karya Seni Rupa Berupa Lukisan Pelepah Pisang Periode 2007 Ladiono merupakan seniman lukis yang memiliki eksistensi yang sangat kuat terhadap wilayah kesenian kita. Walaupun usianya telah memasuki umur setengah abad lebih namun semangat berkaryanya patut kita acungi jempol. Ladiono tidak lelah untuk berkarya. Setiap hari ia selalu berkarya, meskipun waktunya dipagi hari dihabiskan untuk mengajar di sekolah Dasar. Banyak karyakarya lukisan pelepah pisang miliknya yang telah dipamerkan baik dalam daerah maupun diluar kota
128
129
Seperti seniman- seniman lukis pada umumnya, dalam berkarya seni Ladiono selalu diawali dengan membuat konsep terlebih dahulu, karena dengan adanya konsep maka akan memudahkan Ladiono untuk melakukan langkah berikutnya. Visual lukisan figur diciptakan dari penutupan media triplek dengan lembaran- lembaran pelepah pisang yang dibuat membentuk garis- garis kaligrafis dan bidang non geometris. Perbedaan bentuk figur dengan background dibedakan dengan warna pelepah pisang. Meskipun karya pelepah pisang sudah dikenal masyarakat, khususnya masyarakat Trenggalek, namun beliau tidak henti- hentinya untuk melakukan eksperimen untuk memunculkan kreasi baru dalam lukisan pelepah pisangnya. Seiring dengan perubahan waktu dan jaman, cara pandang , cara memahami dan mempresentasikan realitas/ kenyataan yang harus diikuti Ladiono. Bagi seorang Ladiono perubahan- perubahan karya lukisan Ladiono dianggap sebagai proses kreatifitias dalam berkesenian agar lukisannya tidak monoton. Sebagai seorang seniman, Ladiono sangat akrab dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial disekitarnya. Hal ini sangat terlihat jelas dari penggarapan tema- tema dalam lukisannya. Ladiono merupakan sosok yang yang kritis dalam menghadapi fenomena sosial budaya, memiliki teknik unik kreatif dalam penuangan ide, serius, bijaksana dalam menyingkapi persoalan baik keluarga maupun sosial dan terkadang muncul nuansa humoris. Inilah nilai- nilai yang terkandung dalam lukisan pelepah pisang Ladiono. Meskipun secara visualisasi lukisan Ladiono tampak sederhana dengan pewarnaan
130
dari alam tetapi nilai- nilai yang ditanamkan tidak sekedar berkaitan dengan kepribadiannya saja melainkan juga menanamkan pesan moral kepada masyarakat.
2. Aspek objektif/ karya lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007 Lukisan Ladiono periode 2007 merupakan objek– objek tunggal atau lebih yang diletakkan ditengah- tengah bidang gambar dengan latar belakang berupa ruang semu yang diciptakan dari perbedaan value. Objek- objek dalam lukisan Ladiono merupakan hasil dari imajinasi dan contoh dari fenomena yang terjadi di lingkup sosial budaya. Objek- objek yang ditampilkan Ladiono tampak suram, dan sedih. Adapula objek yang ditampilkan merupakan hewan- hewan sebagai media kritikan. Visualisasi objek dalam lukisannya ini dibuat secara sederhana berdasarkan pada unsur- unsur seni dan prinsip- prinsip seni. Meskipun tidak semua elemen seni dipergunakan Ladiono dalam proses berkarya seninya. Komposisi dalam lukisan pelepah pisang Ladiono didominasi oleh garis kaligrafis dan bidang- bidang non geometris.
3. Afeksi penghayat terhadap lukisan pelepah pisang periode 2007 karya Ladiono a. Lukisan berjudul ”Pemulung” Lukisan ini menggambarkan tentang kehidupan pemulung. Pemulung merupakan suatu pekerjaan yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang. Padahal tanpa adanya pemulung, maka sampah– sampah dan bau- bau apek akan
131
berhamburan kemana- mana. Hal ini mengandung pesan bahwa sepatutnya kita menghargai karena pekerjaan pemulung bukanlah pekerjaan yang hina. Sepatutnya kita berterimakasih dengan adanya pemulung, tanpa adanya pemulung pasti sampah- sampah banyak berserakan, dan bau kotor yang tidak sedap akan menyeruak kemana- mana. Sebagai manusia kita wajib saling mengasihi tanpa harus memandang jenis pekerjaannya karena dihadapan Tuhan YME kedudukan semua manusia itu sama.
b. Lukisan berjudul ”Sepatu Tikus” Lukisan ini menggambarkan sebuah sepatu yang digerogoti tiga ekor tikus. Sehingga lukisan ini merupakan sebuah bentuk kritik. Hewan tikus dijadikan sebagai simbol dari perilaku oknum di lembaga tinggi yang menyelewengkan jabatan yang diembannya untuk kepentingan pribadi. Lukisan ini juga mengandung pesan agar kesemrawutan dalam lembaga ini bisa teratasi dan kembali pada visi dan misi yang menjadi tujuan utama DPR yaitu sebagai perantara/ penyalur aspirasi suara rakyat dan menjalankan aspirasi rakyat dengan baik dan jujur, sehingga uneg-uneg masyarakat bisa tersalurkan dan kehidupan masyarakat dapat kembali tenang dan damai.
c. Lukisan berjudul ”Antara Hidup dan Mati” Lukisan yang ketiga ini menggambarkan dua binatang yang berkisah rantai makanan, yaitu pertempuran antara hewan predator dan hewan yang akan jadi mangsanya. Elang melakukan segala cara untuk mendapatkan makanannya dan ular dengan berbagai usaha mempertahankan diri untuk melawan elang. Lukisan
132
ini mengandung suatu pesan pada kita semua bahwa dalam kehidupan manusia selalu ada permasalahan. Dalam hidup selalu membutuhkan perjuangan meskipun harus mati. Akan tetapi seberat apapun persolan yang sedang kita hadapi, seharusnya diselesaikan dengan perdamaian tidak harus diselesaikan dengan pertengkaran untuk memperoleh suatu keputusan.
d. Lukisan ”Nyethe” Lukisan ini merupakan lukisan yang diadaptasi dari pengalaman sehariharinya. Lukisan ini menampilkan seorang figur manusia yang sedang beristirahat didampingi oleh sebatang rokok dan secangkir kopi. Kegiatan ini setiap hari dilakukan kegiaka Ladiono telah capek dalam membuat lukisan debog. Maka Ladiono melakukan kegiatan istirahat sambil merokok dengan pipa dan menikmati secangkir kopi. Kebiasaan inilah yang dinamakan “Nyethe”, yang juga sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di Tulungagung yang merupakan tanah kelahiran Ladiono. Hal ini memang mengandung makna bahwa istirahat sangat diperlukan untuk setiap manusia agar dapat memulihkan stamina dan menyegarkan pikiran. Ketika pikiran kita dan stamina kita kembali fit maka segala pekerjaan dapat terselesaikan dengan mudah.
4. Hubungan aspek genetik, objektif, dan afeksinya dalam lukisan pelepah pisang periode 2007 Nilai- nilai yang terdapat pada lukisan Ladiono khususnya periode tahun 2007, banyak menggunakan objek tunggal dengan background yang tercipta dari
133
ruang semu. Kemudian semua lukisan Ladiono menggunakan pewarnaan asli dari pelepah pisang yang dikomposisikan dengan value . Selain pewarnaan tema- tema yang dipergunakan Ladiono semuanya mengangkat fenomena kehidupan masyarakat yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari. Dalam dua karya lukisan yang mewakili lukisan pelepah pisang periode 2007 seperti ” Sepatu Tikus”dan”Antara Hidup dan Mati” menggunakan objek hewan sebagai simbol. Dalam berkarya seni, Ladiono berkarya tidak ditujukan untuk mencari materi namun semata –mata untuk kepuasan hati Ladiono. Karya Lukisan Ladiono memiliki bentuk objek yang sederhana dan bentuk ini merupakan hasil ungkapan ekspresi jiwa, imajinasi dari Ladiono, sehingga karya lukisan Ladiono tidak dapat dapat dikategorikan sebagai seni terapan melainkan seni murni. Ladiono juga menanamkan nilai- nilai/ amanat akibat munculnya fenomena pada kehidupan masyarakat sekarang ini. Nilai- nilai yang menjadi amanat Ladiono diantaranya seperti nilai perdamaian, pentingnya perilaku jujur dalam lembaga tinggi Negara, perlunya istirahat untuk mengembalikan stamina tubuh serta adanya rasa cinta dan kasih sayang terhadap dirinya sendiri, sesama manusia tanpa melihat tinggi rendahnya pekerjaan dan llingkungan sekitar. Dari segala usaha komunikasi visualnya dengan ruang publik (penikmat/ penghayat) dapat dikatakan bahwa Ladiono adalah seniman yang mengacu pada modernisasi, seniman yang memiliki pandangan yang didasarkan pada logika, bebas serta tidak terikat aturan yang bersifat tradisional.
134
B. Saran Dari keseluruhan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap seni kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono di rumahnya, maka beberapa saran yang sesuai dengan manfaat penelitian yang ingin dicapai dari peneliti antara lain kepada: 1. Seniman Karya pelepah pisang karya Ladiono banyak menggambarkan objek tunggal dengan background ruang semu, untuk itu perlu penambahan objek agar lukisan tersebut tidak sepi, dan variasi background agar tidak monoton. 2. Mahasiswa Seni Desain Gaya yang dipergunakan Ladiono cenderung kearah ekspresif dekoratif. Gaya Ladiono pada periode tahun 2007 sangat berbeda dengan periode tahun sebelumnya yang menggambarkan figur - figur pewayangan yang bergaya realisme. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui makna yang terdapat dalam visualisasi dan karakter lukisan Ladiono dengan mengarahkan penelitian pada makna penggunaan tokoh pewayangan periode tahun 2000-2006, Peranan warna pelepah pisang untuk lukisan Ladiono, dan perubahan corak/ gaya pada lukisan pelepah pisang karya Ladiono. 3. Lembaga Perguruan Tinggi Universitas Negeri Malang Lembaga Perguruan Tinggi Universitas Negeri Malang, dapat mendukung segala bentuk kegiatan ilmiah yang dilakukan mahasiswa yang berupa penelitian tentang seni. Baik yang ada di daerah Malang, maupun
135
di luar daerah Malang dan mengkajinya lebih lanjut secara ilmiah demi peningkatan mutu akademis.
136
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2004. Memproses Gedebog Jadi Uang, (Online), (www.diskopjatim.go.id/.../298-suci-memproses-gedebog-jadiuang.html, dikses pada tanggal 19 Maret 2011). Anonymous. 2007. Seni Lukis, (Online), (http://id.wikipedia.org/, diakses 21 Mei 2011). Indrawati, Lilik. 1992/1993. Struktur Seni I (Bagian I). Malang: OPF. Universitas Negeri Malang.. Indrawati, Lilik. 2004. Nirmana I. Malang: OPF. Universitas Negeri Malang. Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Mamannoor. 2002. Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia. Bandung: Nuansa. Margono. 2007. Seni Rupa dan Seni Teater SMA Kelas 2.-: Moleong, J. Lexy. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Remaja Rosda Karya Mofit.2003. Cara Menggambar Mudah. Jakarta: PT Gramedia. Nurhadiat, Dedi. 2004. Pendidikan Seni Rupa SMP kelas 2. Jakarta: PT Grasindo. Nursantara, Yayat. 2005. Kesenian SMA untuk Kelas XI. Jakarta: Erlangga Prawira, Sulasmi. 2002. Warna Teori dan Kreatifitas Penggunaanya. Bandung: ITB Sachari, Agus. 2005. Seni Rupa Desain untuk SMA Kelas XII. Bandung: Eslangga Saliem, Agus. 2010, (Online), (http://agus.smamuh-trk.com/?p=48 diakses 19 Maret 2011). Sanyoto, Sajiman Ebdi. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain (Nirmana). Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. Soecipto, Katjik dan Widodo, Triyono. 1990. Dasar-Dasar Seni Lukis. Malang: OPF. Universitas Negeri Malang. Soedarso, SP. 2000. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern. Jakarta: Studio Delapan Puluh Enterprise.
137
Sulastianto, Harry. 2008. Seni Budaya Untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas. Bandung: Gravindo Media Pratama. Sumardjo, Jakob. 2002. Filsafat Seni. Bandung: ITB Bandung. Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius. Sutopo, HB.tanpa tahun. Kritik Seni II. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Sutopo, HB, 2002 Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: University Press. Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang. Widodo, Triyono. 1992. Dasar-dasar Seni Lukis. Malang: IKIP Malang
138
Lampiran 1
Lembar Observasi/ Pengamatan terhadap kerajinan lukisan pelepah pisang karya Ladiono periode 2007
1. Identitas lukisan a. Judul ………………………………………………………………. b. Ukuran …………………………………………………………….. c. Medium ……………………………………………………………. d. Tahun ……………………………………………………………… 2. Diskripsi karya Lukisan di atas menampilkan objek yang menyerupai……. Dengan Background……. 3. Analisa karya a. Garis ………………………………………………………………. b. Bentuk …………………………………………………………….. c. Warna ……………………………………………………………… d. Ruang ……………………………………………………………… e. Tekstur …………………………………………………………….. f. Kesatuan …………………………………………………………… g. Keserasian/irama ………………………………………………….. h. Keseimbangan …………………………………………………….. i. Proporsi/kesebandingan …………………………………………... j. Dominasi/emphasis ………………………………………………... 4. Interpretasi Berdasarkan diskripsi dan analisa karya di atas, maka lukisan ……. Menggambarkan tentang……. 5. Sintesis Kesimpulan Nilai Berdasarkan informasi diskripsi lengkap mengenai latar belakang, analisa formal dan interpretasi, maka diambilah sintesis kesimpulan nilai pada lukisan………. yaitu……
139
Lampiran 2
DAFTAR WAWANCARA DENGAN INFORMAN UTAMA
Nama Informan
: Ladiono
Tempat/Tanggal
: RT 06, RW 02 Desa kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek.
1. Siapa nama lengkap anda? 2. Kapan dan dimana anda dilahirkan? 3. Siapa nama orang tua anda? 4. Dimana alamat tempat tinggal orang tua anda? 5. Apakah pekerjaan orang tua anda? 6. Berapa jumlah saudara dan anda anak keberapa? 7. Apa saja profesi/kesibukan saudara-saudara anda? 8. Pendidikan apa saja yang pernah anda selesaikan? 9. Semasa kecil pengalaman apa saja yang masih diingat? 10. Peralatan sekolah apa saja yang pernah dibelikan? 11. Semasa kecil apakah anda suka corat coret dengan alat tulis? 12. Dimana biasanya tempat mencorat-coret? 13. Waktu itu objek apa yang paling disukai untuk dituangkan ke atas kertas? 14. Dari bangku sekolah, tehnik melukis apa saja yang sudah dikenal? 15. Setelah SMP anda melanjutkan ke sekolah apa? 16. Bagaimana peran orang tua terhadap bakat yang anda punya? 17. Setelah tamat SMA melanjutkan kemana? Perguruan Tinggi dimana?
140
18. Mengapa anda memilih tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi Kesenian? 19. Bagaimanakah anda menyalurkan bakat anda? 20. Mengapa anda memilih berkarya dengan media pelepah pisang? 21. Bagaimana peran serta keluarga terhadap karya anda? 22. Adakah pengaruh lingkungan terhadap proses penciptaannya? 23. Bagaimana hubungan sosial antara masyarakat dengan anda? 24. Bagaimana anda mendapatkan ide dan gagasan dalam berkarya? 25. Tema-tema apa sajakah yang ditampilkan? 26. Selain pelukis, profesi apakah yaqng anda tekuni?
141
Lampiran 3
DAFTAR WAWANCARA DENGAN INFORMAN PENUNJANG
1. Kaseri (Orang tua seniman) a. Bagaimanakah Ladiono semenjak kecil? Apakah sering membantu orang tua? b. Apakah bakat seni Ladiono sudah terlihat dari kecil ? 2. Masripah (Istri seniman) a. Bagainakah peran Ladiono sebagai kepala keluarga? 3. Pak Yudha Rachman Wijaya (Tetangga). a. Bagaimanakah karakter Ladiono? b. Menurut anda, bagaimanakah karya lukisan Ladiono dilihat dari visualisasinya?
142
Lampiran 4
DATA PRIBADI SUBJEK PENELITIAN
1. Nama
: Ladiono
2. Tempat/Tgl Lahir
: Tulungagung 26 Mei 1955
3. Agama
: Islam
4. Pendidikan terakhir
: SPG Trenggalek
5. Alamat
: RT 06, RW 02. Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek
6. Riwayat Pameran
:
Pameran pertama di Trenggalek tahun 1975 dengan tema “ Expo Seni Debog RI 1975”, Pameran bersama “ Produk Unggulan Daerah” tahun 1977 di Alun-alun Trenggalek, Tahun 1980 Pameran tunggal “ Debog Ladiono Art” di Tulungagung, Tahun 1988 Pameran tunggal di Tulungagung dalam acara Pekan Raya hari jadi kota Tulungagung, Pameran bersama “ Pasar Seni” di Surabaya tahun 2008, Pameran bersama di Gedung Pramuka Trenggalek tahun 2009.
143
Lampiran 5
PETA RUMAH LADIONO
144
Lampiran 6
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Herdha Prasila
NIM
: 106251400544
Jurusan/Program Studi
: Seni dan Desain/ Pendidikan Seni Rupa
Fakultas/Program
: Sastra/ S1
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, Juni 2011 Yang membuat pernyataan,
Herdha Prasila
145
Lampiran 7
Surat Keterangan Penelitian di Rumah Bapak Ladiono.
SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini Ladiono seniman pelepah pisang di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur menyatakan bahwa: Nama
: Herdha Prasila
NIM
: 106251400544
Jurusan
: Seni dan Desain
Program Studi
: Pendidikan Seni Rupa
Fakultas/Jenjang
: Sastra/S1
Telah mengadakan penelitian di rumah bapak Ladiono Rt 06, Rw 02 Desa Kendalrejo Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur mulai bulan April 2011 sampai akhir bulan Juni 2011, dalam rangka penulisan skripsi dengan judul : “STUDI TENTANG EMPAT LUKISAN PELEPAH PISANG KARYA LADIONO PERIODE 2007” Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Trenggalek, 28 April 2011
Ladiono
146
Lampiran 8
RIWAYAT HIDUP
Herdha Prasila dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1988 di Desa Kendalrejo, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan dari Bapak Ladiono dan Ibu Masripah. Hobi basket, bermain musik, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan seni budaya. Pendidikan yang pernah ia tempuh adalah SDN Kendalrejo I (1994-2000), SMPN I Durenan (2000-2003), SMAN I Trenggalek (2003-2006). Pendidikan berikutnya ditempuh di Universitas Malang Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain Program Studi Pendidikan Seni Rupa melalui jalur PMDK.