STUDI TEGANGAN LEBIH IMPULS AKIBAT PENGGUNAAN KONFIGURASI MIXED LINES (HIGH VOLTAGE OVERHEAD-CABLE LINES) 150 KV Fariz Dwi Pratomo, IG Ngurah Satriyadi Hernanda, I Made Yulistya Negara Jurusan Teknik Elektro-FTI, ITS
ABSTRAK - Penyaluran daya listrik pada saluran transmisi khususnya pada transmisi udara dapat mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi adalah gangguan tegangan lebih transient, dimana permasalahan tersebut dapat disebabkan karena adanya adanya sambaran petir. Pada tugas akhir ini disimulasikan pengaruh dari sambaran langsung pada saluran transmisi mixed-lines 150 kV, yaitu saluran transmisi gabungan antara saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dengan saluran kabel tegangan tinggi (SKTT). Parameter jarak sambaran petir dibuat bervariasi. Simulasi dari tugas akhir ini menggunakan software ATP-EMTP, tujuan simulasi ini adalah untuk mengetahui nilai tegangan lebih yang menuju ke busbar. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa tegangan lebih yang menuju ke busbar saat arus puncak petir bernilai 20 kA dengan jarak sambaran terdekat sebesar 1,056 MV. Hal ini membuktikan bahwa saluran mixed-lines dapat meredam tegangan lebih akibat sambaran langsung pada kawat fasa. Walaupun demikian tegangan lebih yang diredam masih melebihi batas nilai BIL yang ditentukan yaitu sebesar 550 kV. Sehingga masih diperlukan pengaman pada saluran mixed-lines. Kata kunci : Flashover, Tegangan Lebih Transient, Mixed-lines, ATP-EMTP
1.
PENDAHULUAN
tegangan lebih transien pada sistem P ermasalahan tenaga listrik dapat disebabkan karena adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat terjadi karena adanya proses hubung (switching) dan tegangan lebih temporer sedangkan faktor eksternal terjadi karena adanya sambaran petir. Tegangan lebih transien karena petir merupakan salah satu sumber gangguan pada sistem tenaga listrik. Sambaran petir dapat diibagi menjadi 2 jenis yaitu sambaran langsung yaitu sambaran yang langsung mengenai saluran dan sambaran tidak langsung yaitu sambaran yang mengenai daerah di sekitar saluran. Jenis sambaran pertama umumnya terjadi pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dimana arus petir mengalir dari saluran fasa ke tower sedangkan yang kedua banyak terjadi pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM). Sambaran langsung pada saluran transmisi sering terjadi, dimana sambaran langsung ini mengakibatkan terjadinya tegangan yang sangat tinggi yang sering kita sebut sebagai overvoltage. Saluran udara dianggap lebih efektif untuk mentransmisikan listrik di darat. Namun dalam prosesnya banyak gangguan yang terjadi, dan petir merupakan salah satu penyebabnya. Selain saluran udara, saluran kabel juga dipakai untuk mentrasmisikan listik akan tetapi pemasangan saluran kabel ini cukup rumit dibandingkan dengan saluran udara karena pemasangannya di bawah Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
tanah. Namun saluran kabel hampir tidak pernah atau bahkan tidak pernah mengalami gangguan terhadap petir. Karena terdapat suatu kelemahan dan kelebihan dari masing-masing saluran, maka dibuatlah saluran mixedlines [1] dimana saluran ini merupakan gabungan antara saluran udara tegangan tinggi dengan saluran kabel tegangan tinggi. Tujuan dalam studi ini untuk membuat simulasi pengaruh flashover pada saluran mixed-lines dengan variasi parameter jarak sambaran dan tanpa memberikan pengamanan pada saluran. Simulasi pada studi ini menggunakan perangkat lunak ATP-EMTP. 2. SISTEM TENAGA LISTRIK DAN FENOMENA PETIR 2.1 Saluran Transmisi Tegangan Tinggi Sistem tenaga listrik terdiri atas sumber dan beban yang letaknya berjauhan dan meliputi daerah yang sangat luas serta pengiriman dayanya ke pusat-pusat beban dilakukan melalui jaringan transmisi. Transmisi Udara Tegangan Tinggi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar dari Pembangkit ke pusat - pusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi. SUTT merupakan jenis saluran Transmisi Tenaga Listrik yang banyak digunakan di PLN daerah Jawa dan Bali karena harganya yang lebih murah dibanding jenis lainnya serta pemeliharaannya mudah. Pembangunan SUTT harus melalui proses rancang bangun yang aman bagi lingkungan serta harus sesuai dengan standar keamanan internasional. Salah satu komponen terpenting dalam SUTT adalah menara atau tower listrik. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah / merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower. Tower yang biasa dipakai dalam transmisi udara adalah tower tarik dan tower gantung, masing-masing jenis tower memiliki kegunaan yang berbeda. Tower tarik digunakan untuk menanggung gaya tarik yang lebih besar daripada gaya berat, umumnya tower tarik mempunyai sudut belokan. Sedangkan tower gantung digunakan untuk sepenuhnya menanggung gaya berat (sebagai penyangga), umumnya tower gantung tidak mempunyai sudut belokan. Gambar 1 dan 2 merupakan gambar tower tarik dan tower gantung.
1
Gambar 1 Tower Gantung [6]
saluran udara, yaitu menggunakan pelindung / shielding pada penghantarnya. Salah satu kabel tegangan tinggi yang biasa digunakan adalah kabel tegangan tinggi dengan tipe OFC (Oil Filled Cable) atau dapat disebut juga dengan kabel isolasi minyak. Kabel isolasi minyak (oil filled cable) adalah suatu kabel yang isolasinya menggunakan minyak. Kabel isolasi minyak ini mempunyai beberapa macam bentuk antara lain adalah [6] : 1. Kabel minyak berbentuk bulat : dimana letak saluran minyak terdapat pada pusat konduktor. 2. Kabel minyak datar (flat oil filled cable) dimana tiga kabel dengan selubung timbul di letakkan dengan membuat susunan dan ruang di antara intinya dipergunakan sebagai saluran minyak. 3. Kabel minyak dengan tahanan di dalam pipa : dimana tiga buah inti kabel yang telah di beri lapisan tabir (screen), di letakkan di dalam pipa berisi minyak. Cara bekerjanya minyak sebagai isolasi adalah jika pada penghantar / konduktor, temperaturnya naik maka minyak akan mencair, ini akan mengalir kedalam lubang minyak dan bila temperaturnya turun minyak kembali akan membeku di dalam kabel dengan demikian tidak terjadi gelembung udara, sehingga dapat mencegah timbulnya kerusakan kabel. Gambar jenis dari kabel isolasi minyak bentuk bulat dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini.
Gambar 2 Tower Tarik [6] Sedangkan jenis kawat transmisi yang digunakan dalam transmisi udara adalah jenis ACSR. Kawat ACSR merupakan kawat penghantar yang terdiri dari aluminium berinti kawat baja.Kabel ini digunakan untuk saluransaluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara menara/tiang berjauhan, mencapai ratusan meter, maka dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, untuk itu digunakan kawat penghantar ACSR. Gambar 3 merupakan contoh dari kawat ACSR.
Gambar 3 Kawat ACSR [6] Transmisi Kabel Tegangan Tinggi Pada daerah tertentu (umumnya perkotaan) yang mempertimbangkan masalah estetika, lingkungan yang sulit mendapatkan ruang bebas, keandalan yang tinggi, serta jaringan antar pulau, dipasang Saluran Kabel. Dalam transmisi kabel tegangan tinggi, instalasinya berada didalam tanah sehingga tidak memerlukan tiang atau menara listrik. Penghantar yang digunakan berbeda dengan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
Gambar 4 Kabel Minyak Bentuk Bulat [6] 2.2 Petir dan Permasalahannya Peristiwa sambaran petir adalah suatu fenomena listrik alam. Hal ini barulah diyakini kebenarannya pada tahun 1749 berkat penelitian yang dilakukan oleh seorang ilmuan yang bernama Benjamin Franklin. Dalam sistem tenaga listrik sambaran petir terdiri dari dua jenis, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Sambaran petir yang mengenai saluran phasa, tower, atau bahkan kawat tanah disebut sambaran langsung, sambaran ini dapat mengakibatkan terjadinya flashover. Sedangkan sambaran petir ke tanah di dekat saluran hal ini disebut sebagai sambaran tidak langsung. Efek dari sambaran petir secara langsung sangat jelas terlihat, mulai dari kerusakan bangunan, kebakaran sampai bahaya kematian bagi manusia. Kerapatan petir di Indonesia juga sangat besar yaitu 12/km2/tahun yang berarti setiap luas area 1 km2 berpotensi menerima sambaran petir sebanyak 12 kali setiap tahunnya.
2
Gambar 5 Pemodelan saluran mixed-lines dengan jarak sambaran 2,27 km 3. PEMODELAN MIXED-LINES DENGAN ATPEMTP Pada pemodelan mixed-lines ini menggunakan software ATP-EMTP. Seperti diketahui bahwa saluran mixed-lines merupakan kombinasi antara saluran udara dengan saluran kabel, pada simulasi studi ini saluran udaranya menggunakan SUTT 150 kV dari GI Rungkut sampai GI Sukolilo dimana terdapat 21 menara listrik dengan jarak keseluruhan 6,81 km, sedangkan saluran kabelnya menggunakan SKTT 150 kV dari GI Sukolilo ke GIS Wonokromo dengan jarak keseluruhan 5,96 km. Gambar pemodelan mixed-lines dengan menggunakan ATP-EMTP dapat dilihat pada gambar 5.
4.2.1 Simulasi Tegangan Pada Titik Peralihan Dalam simulasi ini digunakan parameter letak sambaran petir yang bervariasi (2,27 km, 4,54 km, dan 6,81 km) dari titik peralihan.. Arus puncak petir yang digunakan adalah 20 dan 50 kA. Gambar 4.6 sampai gambar 4.11 merupakan hasil simulasi tegangan pada titik peralihan.
4. SIMULASI RATING FLASHOVER 4.1 Saluran Transmisi dan Parameter Sambaran Petir Pada simulasi ini saluran transmisi diuji ketahanan saluran terhadap petir yang memiliki nilai arus puncak 20 dan 50 kA kA. Model dari arus petir yang digunakan adalah tipe Heidler seperti terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Respon tegangan pada jarak sambaran 2,27 km dengan arus puncak petir 20 kA
Gambar 7 Respon tegangan pada jarak sambaran 2,27 km dengan arus puncak petir 50 kA Gambar 6 Model arus petir tipe Heidler 50 kA 1,2/50 µs Pada simulasi ini dikondisikan petir menyambar saluran fasa pada jarak yang bervariasi, kemudian dilakukan pengambilan data pada titik peralihan dan ujung saluran kabel. Tujuannya adalah untuk mengetahui tegangan lebih yang menuju ke busbar 4.2 Simulasi Rating Flashover Pada Saluran Transmisi mixed-lines Dilakukan simulasi dengan impuls petir yang berbeda, yang pertama impuls petir yang digunakan adalah (1,2/50 µs) dan yang kedua adalah (8/20 µs).
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
Gambar 8 Respon tegangan pada jarak sambaran 4,54 km dengan arus puncak petir 20 kA 3
Gambar 9 Respon tegangan pada jarak sambaran 4,54 km dengan arus puncak petir 50 kA
Gambar 10 Respon tegangan pada jarak sambaran 6,81 km dengan arus puncak petir 20 kA
Gambar 13 Grafik perbandingan nilai tegangan di titik peralihan dengan arus puncak 50 kA dan variasi impuls petir Apabila dilihat dari hasil simulasi keseluruhan untuk tegangan pada titik peralihan dengan impuls petir 1,2/50 µs dan 8/20 µs, hasil tegangan pada titik peralihan dengan impuls petir 8/20 µs memiliki nilai yang lebih rendah daripada hasil tegangan pada titik peralihan dengan impuls petir 1,2/50 µs. 4.2.2 Simulasi Tegangan Pada Ujung Saluran Kabel Pada simulasi tegangan pada ujung saluran kabel ini parameter yang digunakan sama dengan simulasi tegangan pada titik peralihan yaitu Arus puncak petir yang digunakan adalah 20 dan 50 kA dan variasi letak sambaran (2,27 km, 4,54 km, dan 6,81 km). Gambar 4.22 sampai gambar 4.27 merupakan grafik simulasi tegangan pada ujung kabel.
Gambar 11 Respon tegangan pada jarak sambaran 6,81 km dengan arus puncak petir 50 kA Tegangan puncak pada titik peralihan akan meningkat dengan bertambah besarnya arus puncak petir yang menyambar, dan akan berkurang apabila jarak sambaran semakin jauh. hal ini dapat dilihat pada gambar grafik 12 dan 13.
Gambar 12 Grafik perbandingan nilai tegangan di titik peralihan dengan arus puncak 20 kA dan variasi impuls petir Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
Gambar 14 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 2,27 km dengan arus puncak petir 20 kA
Gambar 15 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 2,27 km dengan arus puncak petir 50 kA
4
Gambar 16 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 4,54 km dengan arus puncak petir 20 kA
Gambar 17 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 4,54 km dengan arus puncak petir 50 kA
Gambar 18 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 6,81 km dengan arus puncak petir 20 kA
Gambar 19 Respon tegangan ujung saluran kabel pada jarak sambaran 6,81 km dengan arus puncak petir 50 kA
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
Sama halnya dengan hasil simulasi pada titik peralihan, hasil simulasi pada ujung saluran kabel dapat diketahui bahwa tegangan puncak pada ujung saluran kabel mengalami kenaikan ketika arus puncak petir bertambah besar nilainya, dan akan menurun apabila jarak sambaran semakin jauh. Hal ini dapat dilihat pada grafik 20 dan 21. Untuk perubahan pada impuls petir dalam simulasi tegangan pada ujung saluran kabel ini memiliki efek yang sama dengan simulasi tegangan pada titik peralihan. Semakin kecil nilai front time maka semakin cepat suatu impuls untuk mencapai puncak, dan semakin besar nilai tail time maka semakin lama suatu impuls petir berada pada nilai puncak sehingga tegangan yang dihasilkan besar.
Gambar 20 Grafik perbandingan nilai tegangan di ujung saluran kabel dengan arus puncak 20 kA dan variasi impuls petir
Gambar 21 Grafik perbandingan nilai tegangan di ujung saluran kabel dengan arus puncak 50 kA dan variasi impuls petir Dari hasil keseluruhan simulasi yaitu pada titik peralihan dan ujung saluran kabel, dapat dianalisa bahwa tegangan pada titik peralihan akan berkurang nilainya ketika melewati saluran kabel. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jenis impedansi pada konduktor, dan juga panjang dari saluran kabel juga mempengaruhi penurunan tegangan pada titik peralihan. Selain itu pentanahan menara juga dapat mengurangi tegangan lebih pada saluran fasa. Untuk lebih jelasnya perbandingan nilai tegangan pada titik peralihan dan pada ujung saluran kabel dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 serta gambar 22 dan 23.
5
Tabel 1 Jarak sambaran terhadap nilai tegangan puncak pada titik peralihan dan pada Ujung saluran kabel saat arus puncak petir 20 kA Tegangan Puncak Tegangan Puncak jarak saluran Kawat Fasa pada Kabel pada ujung kabel (km) titik peralihan saluran (MV) (MV) 2,270 1,248 1,060 4,540 1,038 0,809 6,810 0,744 0,581 Tabel 2 Jarak sambaran terhadap nilai tegangan puncak kawat fasa pada Ujung saluran kabel saat arus puncak petir 50 kA Tegangan Puncak Tegangan Puncak jarak saluran Kawat Fasa pada Kabel pada ujung kabel (km) titik peralihan saluran (MV) (MV) 2,270 3,118 1,162 4,540 2,597 1,109 6,810 1,862 1,090
Gambar 22 Grafik perbandingan nilai tegangan di titik peralihan dengan ujung saluran kabel dengan arus puncak 20 kA
Gambar 23 Grafik perbandingan nilai tegangan di titik peralihan dengan ujung saluran kabel dengan arus puncak 50 kA
dapat dibuktikan saat jarak sambaran 2,27 km dengan nilai arus puncak petir 20 kA, tegangan pada titik peralihan bernilai 1,248 MV dan tegangan ujung kabel bernilai 1,060 MV. Kemudian saat arus puncak petir naik menjadi 50 kA tegangan pada titik peralihan bernilai 3,118 MV dan tegangan ujung kabel bernilai 1,162 MV. 2. Nilai tegangan puncak pada titik peralihan dan pada ujung kabel akan menurun dengan bertambah besarnya jarak sambaran petir yang menyambar, hal ini dapat dibuktikan saat jarak sambaran 2,27 km dengan nilai arus puncak petir 20 kA, tegangan pada titik peralihan bernilai 1,248 MV dan tegangan ujung kabel bernilai 1,060 MV. Kemudian saat jarak sambaran petir semakin jauh yaitu 4,54 km tegangan pada titik peralihan bernilai 1,038 MV dan tegangan ujung kabel bernilai 0,809 MV. 3. Perbedaan nilai impuls petir juga dapat mempengaruhi nilai tegangan pada titik peralihan dan pada ujung kabel, hal ini dapat dibuktikan saat jarak sambaran petir 2,27 km dengan arus puncak petir 20 kA, ketika impuls petir bernilai (1,2/50 µs) nilai tegangan pada titik peralihan sebesar 1,248 MV dan pada ujung kabel sebesar 1,056 MV kemudian ketika impuls petir bernilai (8/20 µs) nilai tegangan pada titik peralihan sebesar 1,069 MV dan pada ujung kabel sebesar 1,060 MV. 4. Penggunaan saluran mixed lines dapat meredam tegangan lebih pada saluran, hal ini dibuktikan saat jarak sambaran petir 2,27 km dengan arus puncak petir 50 kA dan impuls petir 1,2/50 µs, nilai tegangan pada titik peralihan sebesar 3,118 MV dan pada ujung kabel bernilai 1,332 MV. Hal ini Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan jenis impedansi pada konduktor, dan juga panjang dari saluran kabel juga mempengaruhi penurunan tegangan pada titik peralihan. Selain itu pentanahan menara juga dapat mengurangi tegangan lebih pada saluran fasa. 5. Apabila dilihat dari nilai BIL (Basic Insulation Level) untuk peralatan 150 kV yaitu sebesar 550 kV maka nilai tegangan puncak di ujung saluran kabel pada jarak sambaran terjauh dengan arus puncak petir 20 kA memiliki nilai yang melebihi BIL untuk peralatan 150 kV. Dari hasil simulasi didapatkan nilai tegangan puncak di ujung saluran kabel sebesar 1,056 MV, sehingga masih membutuhkan pengaman pada saluran agar tegangan lebih yang masuk ke dalam GI tidak terlalu besar (tidak melebihi batas nilai BIL yang ditentukan).
DAFTAR PUSTAKA . 5. KESIMPULAN Dari hasil simulasi dan analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Nilai tegangan puncak pada titik peralihan dan pada ujung kabel akan meningkat dengan bertambah besarnya arus puncak petir yang menyambar, hal ini
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
1. Mahmudsyah, Syariffuddin. “Teknik Tegangan Tinggi”, Handout Kuliah. Surabaya : Teknik Elektro ITS. 2. Arismunandar, A., “Teknik Tegangan Tinggi”, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975.
6
3. Kadir, Abdul., “Transmisi Tenaga Listrik”, UI – Press, 1998. 4. L. Tobing, Bonggas., ”Peralatan Tegangan Tinggi”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. 5. PT. PLN (Persero) P3B Region Jawa Timur dan Bali, “Draft Detailed Design Report on East Java Electric Power Transmission and Distribution Network Project Third Stage”, 1977. 6. Aslimeri, Ganefri, Hamdi.Z ,”Teknik Transmisi Tenaga Listrik : jilid 2”, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta, 2008. 7. Mahmudsyah, S., “Diktat Kuliah Teknik Tegangan Tinggi : Petir dan Permasalahannya”, Surabaya : ITS, 2005. 8. Badan Meteorologi dan Geofisika, “Kelistrikan Udara / Lightning”
9. Hutauruk, T.S., ” Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, Jakarta, 1989. 10. L. Colla, F. M. Gatta, A. Geri, S. Lauria, "Lightning Overvoltages in HV-EHV “Mixed” Overhead-Cable Lines", IPST Conference Papers, paper 230, 2007. 11. PT. PLN (Persero) P3B Region Jawa Timur dan Bali, “Data SUTT Sukolilo”, 2009. 12. PT. PLN (Persero) P3B Region Jawa Timur dan Bali, “Data SKTT Sukolilo”, 2009. 13. Prikler, László., Hans Kr, Hǿidalen., ”ATPDraw for Windows 3.1x/95/NT version 1.0: User’s Manual”. Trondheim: SINTEF Energy Research, 1998. 14. Andreas Kuchler, “Hochspannungs-technik”, hal. 307, 1996.
RIWAYAT HIDUP Fariz Dwi Pratomo lahir di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, pada 21 Maret 1987. Merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Riwayat pendidikan penulis yaitu menamatkan sekolah dasar pada tahun 1999 di SDN Kutisari 1 Surabaya, kemudian melanjutkan studinya ke SLTPN 13 Surabaya hingga tahun 2002, penulis melanjutkan jenjang studinya ke SMU pada tahun 2005 di SMAN 16 Surabaya. Lulus dari SMA, penulis mengikuti kursus Bahasa Inggris selama 1 tahun di LIA. Pada tahun 2006 hingga 2009 menempuh program Diploma di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik elektro Program Studi Computer Control. Pada tahun 2009 hingga sekarang penulis melanjutkan studi di program Lintas Jalur Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Sistem Tenaga. Penulis dapat dihubungi melalui email : [email protected]
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI – ITS
7