54 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
STUDI PERKEMBANGAN ALIRAN KEBATINAN KEROHANIAN SAPTA DARMA DI KABUPATEN MAGETAN TAHUN 1956-2011 Andriawan Bagus Hantoro & Abraham Nurcahyo* Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan aliran kebatinan kerohanian Sapta Darma di Kabupaten Magetan Tahun 1956-20011. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengambilan data menggunakan dua sumber yaitu sumber data primer dari hasil wawancara dengan informan, kemudian sumber data sekunder dari foto dan dokumen yang ada di Persada Kabupaten Magetan yaitu Desa Milangasri. Validasi yang dipergunakan untuk menguji kebenaran data yaitu menggunakan validasi sumber. Menggunakan analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang didalamnya terdapat 3 tahapan yaitu melalui proses reduksi data, sajian data dan verifikasi atau proses penarikan kesimpulan. Sapta Darma telah ada di Kabupaten Magetan sejak tahun 1957. Sapta Darma itu sendiri terjadi melalui wahyu yang di terima oleh Hardjosapoero dari Kediri pada tahun 1956. Selanjutnya Hardjosapoero bergelar Panuntun Agung Sri Gutama dan menyebarkan ajarannya ke seluruh wilayah di Indonesia. Dalam penyebarannya di Kabupaten Magetan, Sri Gutama melakukan peruwatan di beberapa tempat, di antaranya adalah Telaga Sarangan, Air Terjun dan Hargo Dalem Gunung Lawu, dibantu oleh Sri Pawenang dan berhasil menuntun sujud masyarakat Magetan. . Kata Kunci : Aliran Kepercayaan, Sapta Darma proses yang tidak sebentar. Permasalahan Pendahuluan
kehidupan tersebut menyangkut seluruh
Bentuk peradaban masyarakat sangat
kehidupan manusia. Tingkah laku manusia
beragam. Sejak jaman dahulu hingga kini,
untuk mengatasi ragam permasalahan inilah
telah menjadi bukti setiap perkembangan
yang disebut kebudayaan. Diungkapkan
peradaban
oleh Taylor dalam Abraham Nurcahyo
selalu
diikuti
dengan
kebudayaan sebagai hasil nyata eksistensi
(2010:6),
manusia, dimanapun tempatnya berada
keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
dalam menjalani kehidupan. Manusia akan
kepercayaan, seni, moral, hokum, adat, serta
senantiasa menemui permasalahan yang
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang
menuntut
diperoleh
penyelesaian
Upaya-upaya
dan
penyelesaian
jawaban. dari
kebudayaan diartikan sebagai
manusia
sebagai
anggota
masyarakat. Keragaman permasalahan yang
permasalahan inilah yang akan menjadi
dihadapi
manusia
produk kebudayaan suatu individu dalam
hidupnya,
melahirkan
lingkup sosial masyarakat. Permasalahan
dalam upaya penyelesaiannya. Sedangkan
kompleks manusia dalam masyarakat akan
menurut Sutiyono (2010: 40), budaya
banyak melahirkan jawaban yang berasal
merupakan suatu sistem ide/ pemikiran.
dari
Hal ini disebabkan, budaya dapat mencakup
pemikiran-pemikiran
berdasarkan
dalam
perjalanan
pula
keragaman
* Andriawan Bagus Hantoro adalah Alumni Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN * Abraham Nurcahyo adalah Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI MADIUN
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 55
sistem ide yang dimiliki bersama, sistem
terhadap cara dan aturan dalam kehidupan
konsep, kaidah-kaidah yang mendasari tata
terhadap sesama. Keselarasan cara pandang
cara
Kehidupan
ini banyak memunculkan himpunan aliran
manusia terjadi dalam suatu masyarakat.
kepercayaan yang ada di Pulau Jawa sejak
Dalam hidup bermasyarakat tentunya akan
jaman perjuangan hingga kemerdekaan
banyak sekali perbedaan permasalahan
dikumandangkan.
kehidupan
yang
ditemui.
memberikan
manusia.
Untuk
pengaruh
itu
komunitas
yang
potensial
Suwardi menyatakan
Endraswara bahwa
(2011:15),
menurut
catatan
dalam menentukan cara pandang manusia
Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat
untuk memahami apa yang dihadapi di
(PAKEM) Depertemen Agama, jumlah nama
lingkungannya. Komunitas dengan akar
aliran Kebatinan pada tahun 1950-an
religiusitas kuat secara laten memberikan
mencapai 400 aliran, baik yang bersifat
kontribusi
organisasi
yang
kuat
pula
dalam
maupun
perorangan
dan
membentuk karakter anggotanya dalam
kelompok. Menurut catatan terakhir dari
memandang kehidupan religi sekitarnya.
sub bagian Kepercayaan dan Tradisi Dinas
Dengan
pengetahuan
dasar
Kebudayaan DIY tahun 2005, kurang lebih
pemikiran yang dimiliki oleh suku Jawa ini,
ada 53 paguyuban kebatinan yang masih
banyak sekali cara-cara dan ritual yang
hidup
dilakukan sebagai cara pemujaan dan bukti
paguyuban tersebut, yang telah berkembang
bahwa masyarakat Jawa memiliki tingkat
sejak jaman sebelum kemerdekaan yaitu
kepercayaan yang tinggi terhadap Sang
aliran Suci Rahayu (1925), Budha Wisnu
Pemberi
konsep
(1925), Ilmu Sejati- Prawirosoedarso (1926),
pemikiran yang tertanam dalam setiap batin
Paguyuban Ngesti Tunggal (1932), dan
masyarakat Jawa tradisional, bahwa hidup
Paguyuban Sumarah (1935). Aliran yang
ini berasal dari satu, yaitu Sang Hyang Widi
berkembang dan terorganisir secara resmi
atau Tuhan Yang Maha Esa. Maka bisa
setelah kemerdekaan yaitu Imam Iqama
dikatakan bahwa kepercayaan masyarakat
Haq (IIH), Islam Sejati, Kaweruh Naluri
jawa bersifat monotheisme.
(1949), Sapta Dharma (1952) dan lain-lain.
Hidup.
Ada
dan
sebuah
Masyarakat suku Jawa pun menganut ajaran
agama
Indonesia.
resmi
Namun
yang
diakui
tidak
dan
berkembang.
Di
antara
Sebagai sebuah Himpunan Aliran
di
Kepercayaan, Kerohanian Sapta Dharma
menutup
sendiri adalah yang termuda di antara
kemungkinan, mereka memegang teguh
banyak
pula budaya leluhur mereka yang telah
lainnya. Dengan mengutamakan aturan dan
diwariskan dalam bentuk simbol-simbol,
tata
lelaku
segalanya diatur dalam wejangan dan kitab
ataupun
pola
pandang
mereka
aliran
cara
penghayat
hidup
kepercayaan
bermasyarakat,
yang
56 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
tersendiri,
menjadikan
berkembang
dalam
hal
penganutnya jumlah
yang
Milangasri ini, menjadi semakin menarik karena tidak jauh dari lokasi, juga terdapat
tersebar di Pulau Jawa hingga sekarang.
sekertariat
Mengalami pasang surut dan kendala yang
Indonesia atau LDII yang bisa dikatakan
menarik untuk dikaji sebagai sebuah bentuk
berseberangan dalam memegang konsep
eksistensi budaya leluhur khususnya dalam
kehidupan beragam. Seperti yang telah
bidang religi atau sistem kepercayaan di
diketahui, LDII memegang teguh dan patuh
tengah minimnya perhatian masyarakat
pada
terhadap
kerohanian
unsur-unsur
kebudayaan
sekarang.
syariat
Islam, Sapta
Dakwah
Islam
berbeda
dengan
Darma.
Namun
Kerohanian Sapta Darma dapat bertahan
Menurut Samsu, seorang tokoh aliran kepercayaan di Magetan, banyak aliran kepercayaan
Lembaga
yang
Magetan.
di
Melihat fenomena di atas, maka cukup
kabupaten tersebut, namun aliran yang
menarik jika kita kupas lebih dalam
paling banyak diikuti adalah Ilmu Sejati, Suci
mengenai perkembangan Kerohanian Sapta
Rahayu, dan Sapta Darma. Kerohanian Sapta
Darma di Kabupaten Magetan, dimana
Darma ini, juga diyakini dan berkembang
masyarakatnya
dalam
masyarakat
modernisasi namun tetap mempertahankan
Kabupaten Magetan. Di Jalan Tamanasri
kepercayaan leluhur. serta dengan adanya
Dukuh Waru, Desa Milangasri Kecamatan
kelompok agama Islam yang cukup kuat dan
Panekan, terdapat cabang Kerohanian Sapta
berdampingan letaknya dengan kelompok
Darma tempat para pengikut kerohanian ini
Kerohanian Sapta Darma ini. Penelitian ini
berkumpul dan mengadakan pertemuan
akan
rutin setiap malam Jumat Wage. Seperti
mengangkat judul “Perkembangan Aliran
masyarakat
Kebatinan Kerohanian Sapta Dharma di
kehidupan
pada
berkembang
dan tetap ada di wilayah Kabupaten
sebagian
umumnya,
penganut
Kerohanian Sapta Darma juga menganut
menelaah
telah
lebih
tersentuh
lanjut
oleh
dengan
Kabupaten Magetan Tahun 1956-2011”.
agama mayoritas yaitu Islam. Mereka menjalankan ibadah agama masing-masing sekaligus mengamalkan cara sembahyang kerohanian
Sapta
Darma
yang
telah
dipelajari. Ini tidak jauh berbeda dengan masyarakat Islam Kejawen yang juga telah ada sejak dahulu.. Sekertariat Kerohanian Sapta Darma cabang Magetan yang berada di Desa
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembangan
Aliran
Kebatinan Kerohanian SaptaDharma Kabupaten Magetan.
di
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 57
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
bersifat magis dan banyak diyakini oleh
bermanfaat sebagai berikut:
masyarakat kalangan bawah. Hal itulah yang
a. Sebagai bentuk penelitian sosial budaya
menjadi pupuk subur yang menumbuhkan
masyarakat yang berkaitan dengan aliran
aliran kebatinan untuk mendekatkan diri
kepercayaan
kepada Tuhan. Untuk selanjutnya, banyak
Sapta
khususnya
Darma
yang
Kerohanian
berkembang
di
Kabupaten Magetan
khalayak yang menyebut bahwa kebatinan ini masuk dalam aliran kepercayaan.
b. Sebagai sarana pembangunan wawasan, upaya
pelestarian
unsur
budaya
khususnya sistem kepercayaan c. Sebagai
( 2011:41), bahwa kebatinan Jawa disebut sebagai aliran karena memuat suatu paham
lebih
yang bervariasi. Keyakinan adalah paham.
lanjut mengenai eksistensi unsur budaya
Aliran kebatinan adalah paham religiusitas
yaitu sistem kepercayaanatau aliran
kejawen yang memupuk, mempertahankan,
kebatinan
dan menghayati aneka doktrin kebatinan.
tengah
sumbangan
Ditegaskan oleh Suwardi Endraswara
penelitian
yang masih berkembang di masyarakat
tingkat
eks-
Karesidenan Madiun.
Imam
Budhi
Santosa
(2012:
252),
mengatakan bahwa kejawen bukan agama sebagaimana tolak ukur yang digunakan
Kajian Pustaka
oleh agama samawi, yaitu nilai ajaran yang
A. Aliran Kebatinan
diperoleh dari berdasarkan wahyu yang
Aliran kebatinan jawa telah ada sejak
disampaikan Allah SWT kepada para nabi
jaman dahulu kala, dilihat dari sejak jaman
dan rasul. Sekalipun begitu, ada kesamaan
Panembahan Senapati yang disebut-sebut
antara kejawen dengan agama-agama yang
sebagai seseorang yang melahirkan ajaran
ada yaitu mengenai mistisme. Diantara
kejawen di tanah Jawa. Aliran kebatinan ini
keduanya tercampur dengan budaya mistik
bermula dari upaya mendekatkan diri
yang sukar diraba dengan nalar dan logika
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kamus
walau dalam bentuk yang berbeda. Huston
Al-Munjid
Smith,
Fi
Al-Lughati
wa
Al-A’lam,
(terjemahan
Safroedin
Bahar,
dikatakan bahwa Tuhan adalah sesuatu
2001:121) menyebutkan bahwa agama
yang disembah. Dengan kata lain… setiap
selalu tercampur dengan magis, mistisisme
yang disembah dan dijadikan sesembahan,
dan mukjizat; dengan ilmu sihir, hal yang
maka dia adalah Tuhan ( Hartono Ahmad
eksoterik dan yang menakutkan; dengan
Jaiz, 2003: 47). Masyarakat Jawa banyak
hal-hal seperti spiritualisme dan adikodrati.
memiliki cara untuk menyembah dan
Kejawen lebih mendekati bentuk-
mendekatkan diri pada Tuhannya. Misalnya
bentuk filsafat yang khas Jawa. Kebatinan
dengan
Jawa
praktek-praktek
mistis
yang
tidak
lain
adalah
suatu
aliran
58 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
kepercayaan yang diyakini, ditaati, dipuji,
Darma adalah termasuk aliran kebatinan
dan dieksplorasi dalam kehidupan untuk
yang sederhana, oleh karena itu ajaran
menemukan
Tidak
tentang Allah sangat singkat sekali. Allah di
ajaran
dalam ajaran Sapta Darma ini disebut Yang
spiritualisme jawa banyak mengacu pada
Mahakuasa atau Allah atau Sang Hyang
filosofi pewayangan dan karya sastra yang
Widi. Allah itu adalah Zat yang Mutlak,
terkait dengannya. Misalnya dari kitab
dalam arti yang mendasar Allah adalah Zat
Mahabarata,
Serat
yang bebas dari segala hubungan sebab
Serat
akibat, Dia adalah Mutlak, sumber segala
Purwakhanda, Serat Pustaka Raja Purwa.
sebab akibat. …. bahwa sesungguhnya Allah
Umumnya
Hyang Maha Kuasa itu ada dan tunggal. Dan
dapat
ketentraman
dipungkiri,
Pramayoga,
bahwa
kitab Serat
hidup.
Ramayana, Arjunawiwaha,
persebarannya
melalui
pergelaran wayang, Imam Budhi Santosa (
memiliki
2012: 253).
perwujudan kehendak) yang mutlak yaitu
B. Sapta Darma
“MAHA AGUNG, MAHA ROKHIM, MAHA
Imam Budhi Santosa (2012:149),
ADIL,
lima
sila
MAHA
(sifat
WASESA,
dan
DAN
sikap
MAHA
menyebutkan bahwa Sapta Darma didirikan
LANGGENG, (Sri Pawenang dkk, 2010: 163).
tahun 1955 oleh guru agama bernama
Kelima sifat Allah tersebut disebut Pancasila
Hardjosapoero yang kemudian mengganti
Allah dalam aliran Sapta Darma ini.
namanya menjadi Panuntun Agung Sri
Dalam kitab Wewarah Ajaran Sapta
Gutomo. Beliau berasal dari Desa Keplakan,
Darma, dijelaskan bahwa Sujud adalah tata
Pare, Kediri, Jawa Timur. Hardjosapoero
cara menyembah Allah Hyang Maha Kuasa,
meninggal
1964.
dan dilaksanakan minimal sekali dalam
Selanjutnya pusat pimpinan Sapta Darma
sehari. Racut adalah peribadatan yang
dipindahkan
kontroversial dalam ajaran Sapta Darma,
pada ke
16
Desember
Yogyakarta.
Setelah
Panuntun Agung Sri Gutomo meninggal
didalam
dunia
memisahkan
kepemimpinan
digantikan
oleh
pelaksanaannya rasa
dengan
perasaan
Panuntun Agung Sri Pawenang, yakni
(pangrasa:
seorang wanita bernama Sri Suwartini,
menyatukan diri dengan Sinar Sentral atau
salah satu lulusan Universitas Gajah Mada.
roh Suci bersatu dengan Sinar Sentral (Sri
Semenjak
Pawenang dkk, 2010: 169). Ini berarti pada
kepemimpinan
Sapta
Darma
Jawa),
berarti
waktu
Sapta Darma semakin meningkat.
menghadapkan Hyang Maha/ Suci Roh Suci
Darma
dapat
tujuan
dipimpin oleh Sri Pawenang, perkembangan Sapta
Racut
dengan
digunakan
kebanyakan
manusia ke hadapan Hyang Maha Kuasa dan
beranggotakan orang-orang pedesaan dan
bertemu secara langsung. Sedangkan Ening
para pekerja kasar di kota. Ajaran Sapta
atau
hening,
adalah
sebuah
cara
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 59
pengosongan pikiran dari sifat keduniawian
Ringroad untuk akses menuju obyek wisata
dan pasrah terhadap alur hidup sesuai
Telaga Sarangan, juga karena berdekatan
kehendak sang Hyang. Dan yang terakhir
dengan Terminal Magetan.
Olah Rasa, adalah proses relaksasi jasmani
Seperti halnya dengan ciri khas desa
untuk meningkatkan konsentrasi dalam
pada umumnya, wilayah Desa Milangasri
menjalani kehidupan. Sujud dan Racut
terdiri
merupakan sembahyang wajib, sedangkan
persawahan
Ening dan Olah Rasa adalah ibadah yang
penduduk
merupakan pelengkap dalam keseharian
pencaharian sebagai petani. Desa Milangasri
para pemeluk ajaran Sapta Darma.
merupakan bagian dari Kecamatan Panekan
Para pengikut Sapta Darma pun memiliki tempat peribadahan sendiri yang
atas
lahan dan
pertanian
permukiman
sebagian
atau dengan
besar
bermata
yang berada di sebelah utara Kabupaten Magetan.
disebut Sanggar. Di setiap sanggar ada
Data primer dalam penelitian ini
seorang tuntunan yang ditunjuk sebagai
diperoleh dari hasil wawancara dengan para
pemimpin dan bertanggung jawab membina
informan,
spiritualitas warga sanggar tersebut. Dalam
pemerintahan kecamatan dan desa, ketua
Sapta Darma ada dua jenis sanggar, yaitu
Persada Kerohanian Sapta Darma, beberapa
“Sanggar Candi Sapto Renggo” hanya ada
pengikut Sapta Darma, serta masyarakat
satu di Yogyakarta, sebagai pusat kegiatan
sekitar
kerohanian Sapta Darma dan “Sanggar
sekunder adalah data yang diperoleh dari
Candi Busono” yang tersebar di daerah-
beberapa informasi berupa dokumentasi
daerah, Imam Budhi Santosa (2012: 153).
termasuk
Sanggar Candi Busono ini biasanya berada
berkaitan dengan masalah dalam penelitian,
dalam wilayah atau cabang-cabang yang
Husaini Usman (dalam Jurnal Agastya 2012:
disebut dengan Persada.
64). Sumber data sekunder bisa berasal dari
diantaranya
desa
Milangasri.
arsip-arsip
dengan
Sumber
lembaga
data
yang
data pustaka serta foto-foto yang terkait Metode Penelitian
sebagai penunjang dari data primer.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Dalam penelitian ini, trianggulasi yang
Milangasri, Kecamatan Panekan, Kabupaten
dipergunakan adalah trianggulasi data atau
Magetan. Ditinjau dari aspek sosial budaya
disebut juga trianggulasi sumber. H.B
dan kehidupan sehari-harinya masyarakat
Sutopo (2002: 79), menyebutkan bahwa
Desa Milangasri kehidupan masyarakat
trianggulasi sumber bisa menggunakan satu
sudah bisa dikatakan semi modern karena
jenis
walaupun wilayahnya berupa desa, namun
informan, namun beberapa informan atau
mengalami perubahan sosial setelah adanya
narasumber
sumber
data yang
seperti digunakan
misalnya harus
60 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
merupakan kelompok atau tingkatan yang
Kediri Jawa Timur. Soeporo merupakan
berbeda-beda. Dalam arti penekanannya
putra sulung dari dua bersaudara pasangan
bukan pada teknik pengumpulan data,
Bapak Soehardjo dan Ibu Soelijah. Semasa
melainkan pada perbedaan sumber data.
hidupnya, Soeporo menempuh pendidikan
Secara
singkat
teknik
triangulasi
Sekolah Dasar dan tinggal diasuh oleh kakek
sumber dapat dilihat dari bagan di bawah
dan ibunya karena bapaknya meninggal
ini:
sejak usia satu tahun. Soeporo remaja juga aktif dalam organiasasi dan perkumpulan pemuda pada waktu itu. yaitu sebagai Anggota Kepanduan Surya Wirawan tahun 1937. Turut pula aktif dalam keanggotaan Bagan 3.2 Trianggulasi sumber (H.B Sutopo,2002:80) Adapun secara garis besar proses
PARINDRA di Pare, Kediri. Pada tahun 1945 ikut pula menjadi bagian dari PARTINDO, dan
juga
aktif
dalam
perjuangan
analisis data dapat dilihat pada bagan di
mempertahankan kemerdekaan Indonesia
bawah ini:
dengan di dalam Laskar Perjuangan pada tahun 1947 sampai 1949. Sopoero menikah pada usia 25 tahun dengan Sarijem, dan berganti nama menjadi Hardjosapoero dan dikaruniai 7 putra. Hardjosapoero bekerja sebagai
tukang cukur disamping pula
berdagang kecil-kecilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, (Wawancara dengan Bagan 3.3. Analisis Kualitatif Model Interaktif Miles dan Huberman (dalam H.B. Sutopo, 2002:96).
Samsu, Tanggal 5 Mei 2013). 1. Penerimaan Wahyu Sujud Penerimaan wahyu oleh
Bapak
Hardjosapoero terjadi secara bertahap. Hasil Penelitian
Pertama kali terjadi pada tanggal 26
A. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma Awal mula turunnya wahyu Sapta Darma bermula dari kehidupan seorang laki-laki
yang
bernama
Soeporo
yang
dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1914 di Desa Pare, Kecamatan Pare, Kabupaten
Desember 1952 malam, secara sadar Bapak Hardjosapoero digerakkan oleh kekuatan tidak nampak
sehingga terbangun dari
tidurnya. Tanpa bisa menguasai diri, beliau duduk dalam posisi bersila dan bersedekap mengahadap ke arah timur. Sekalipun berusaha melawan, namun tanpa bisa di
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 61
kontrol sujud.
tubuhnya Di
luar
tetap
melaksanakan
kemauannya,
beliau
meneriakkan lafal berbahasa Jawa dengan keras, yang berbunyi:
wahyu sujud ini turun pada hari Jumat Wage pukul 01.00 WIB sampai dengan pukul 05.00 WIB. Kejadian aneh dan luar biasa ini
“ Allah Hyang Maha Agung Allah Hyang Maha Rakhim Allah Hyang Maha Adil.” Dalam keadaan bergetar
kemudian
di
ceritakan
Hardjosapoero
kepada keluarga dan teman-temannya yaitu hebat,
Bapak Djojodjaimoen, Bapak Kemi Handini,
dengan bersila secara serta merta badan
dan Bapak Somogiman. Malam berikutnya,
beliau membungkuk namun tetap dalam
keempat orang tersebut juga digerakkan
keadaan bersila dan bersedekap hingga dahi
oleh suatu kekuatan untuk melakukan
menyentuh lantai, meneriakkan kalimat
sujud. Setelah kejadian ini, mulai tersiar
dalam bahasa Jawa:
kabar dari mulut ke mulut perihal wahyu
“Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa Hyangmaha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuwasa.” Gerakan tersebut kembali dalam
yang diterima oleh Hardjosapoero beserta
posisi duduk kemudian sujud kembali
Sajroning Urip”.
hingga
2. Penerimaan Wahyu Racut Racut ini disaksikan teman-teman
dahi
menyentuh
lantai
sambil
berkata: “ Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa Kesalahane Hyang Maha Suci Nyuwun Ngapura Hyang Maha Kuwasa.” Kemudian duduk kembali, dan mengulangi sujud ketiga kalinya hingga dahi menyentuh lantai sambil mengucap: “Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa, Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa, Hyang Maha Suci Mertobat Hyang Maha Kuwasa.” Gerak sujud menyembah kepada
teman-temannya.
Peristiwa
berikutnya
merupakan wahyu peribadatan lebih tinggi yang diterima oleh Hardjosapoero yaitu wahyu Racut atau yang disebut “Mati
Hardjosapoero yang ditambah oleh dua orang yaitu Bapak Darmo dan Bapak Rekso Kasirin.
Adapun
merupakan
Racut
itu
pengalaman
sendiri spiritual
Hardjosapoero dalam kondisi berbaring kearah timur, dalam keadaan mati. Menurut kesaksian teman-temannya,Hardjosapoero berbaring dalam posisi seperti orang mati bersedekap, tanpa bernafas selama hampir setengah
jam
menceritakan
kemudian
bangun
pengalamannya
dan
selama
beberapa waktu tersebut. Dalam
kisahnya
selama
Racut,
Hyang Maha Kuasa tersebut dituntun secara
Hardjosapoero merasakan rohaninya di
langsung oleh Hyang Maha Kuasa, dan
bawa ke sebuah tempat yang sangat indah
62 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
oleh sesosok sinar terang hingga berada
Kalimat-kalimat tersebut seterusnya
pada dua buah sumur berair jernih yang
menjadi acuan ajaran Sapta Darma dan
bernama Sumur Jalatunda
dan Sumur
pedoman hidup para penganut ajaran Sapta
Gumuling. Ruh Hardjosapoero mendapatkan
Darma. Sedangkan sesanti atau semboyan
pula pengalaman di beri dua buah keris
Sapta Darma berbunyi, “ Ing ngendi bae,
dengan
keris
marang sapa bae Warga Sapta Darma kudu
bercorak Mataraman yang disebut sebagai
sumunar pindha baskara”, yang artinya
Keris Nogososro dan Keris Bendo Segodo.
adalah “ Di manapun, dengan siapa saja
(Wawancara dengan Samsu tanggal 5 Mei
Warga Sapta Darma harus bisa bersinar
2012)
laksana
3. Penerimaan Wahyu Simbol Pribadi Manusia, Wewarah Pitu dan Sesanti Wahyu Simbol Pribadi Manusia ini
menyiratkan sebuah makana bahwasanya
Warangka
atau
sarung
terjadi pada tanggal 12 Juli 1954 dengan disaksikan
oleh
teman-teman
Hardjosapoero. Simbol Pribadi Manusia ini berupa tulisan bersinar berbunyi Sapta Darma dan tulisan Nafsu, Budi, Pakarti yang semuanya
menggunakan
huruf
Jawa.
pancaran
matahari”.
Ini
penganut ajaran Sapta Darma harus bisa menjadi panutan bagi siapapun, menolong dan memperlakukan sesama manusia tanpa membeda-bedakan,
(Wawancara dengan
Supadi, Tanggal 6 Mei 2013). 4. Penerimaan Wahyu Istilah Tuntunan dan Istilah Sanggar Penerimaan Wahyu ini berawal dalam
Sedangkan Wewarah Pitu adalah tujuh
suatu
persujudan
bersama
di
rumah
ajaran pokok yang turun dalam wujud
Hardjosoeporo pada tanggal 15 Oktober
kalimat dalam huruf Jawa bersinar yang
1954. Wahyu tersebut memerintahkan agar
berjatuhan dan berbunyi:
menunjuk Bapak Parto Sarpan sebagai
Setya Tuhu Marang Ananing Pancasila Kanthi Jujur Lan Sucining Ati, Kudu Setya Anindaake Angger-Angger Ing Negarane Melu Cawe-Cawe Acancut Tali Wanda Njaga Adeging Nusa Lan Bangsane Tetulung Marang Sapa Bae Yen Perlu, Kanthi Ora Nduweni Pamrih Apa Bae, Kajaba Mung Rasa Welas Lan Asih Wani Urip Kanthi Kapitayan Saka Kekuwatane Dhewe Tanduke Marang Warga Bebrayan Kudu Susila Kanthi Alusing Budi Pakarti, Tansah Agawe Pepadhang Lan Mareming Liyan Yakin Yen Kahanan Donya Iku Ora Langgeng, Tansah Owah Gingsir (Anyakra Manggilingan).
Tuntunan Sanggar pare, Kediri. Sejak itulah mulai dikenal istilah tuntunan, sebagai orang yang menuntun sujud bagi calon warga Sapta Darma. sesangkan Sanggar adalah tempat persujudan bersama atau tempat ibadah warga Sapta Darma. 5. Penerimaan Wahyu Saudara Dua Belas Tepat dua tahun setelah penerimaan wahyu sujud, pada tanggal 27 Desember 1954 setelah pelaksanaan sujud bersama kembali turun wahyu baru. Wahyu ini turun melalui gerakan yang berawal dari
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 63
penyatuan dua telapak tangan di dada,
ini bersifat tertutup dan isinya hanya
mengarah ke ubun-ubun, dahi, pundak kiri,
sebatas diketahui oleh pengikut sapta
pundak kanan, dada kiri, dada tengah, dada
Darma.
kanan, berlanjut ke arah pusar, lambung
tersebut masih bisa diketahui yaitu, Sapu
kiri, lambung kanan, ke arah tulang ekor,
jagad, Kucing Putih, Jeruk Purut, Payung
kemudian menyatukan telapak tangan dan
Suci, Kembang jayakusuma, Singa Barong,
ujung-ujung jari kembali di depan dada.
Mustikaning
Namun
nama-nama
Manik,
wejangan
Rembulan,
Wit
Dalam kedua belas titik tersebut
Waringin, Jaran Sembrani, Upase Nagatahun,
terdapat nama simbol tersendiri yang
Mliwis Putih, Piring Kencana, Mangkok
mewakili getaran pribadi manusia. Secara
Kencana, Cupu Kencana, Topeng Kencana,
berurutan nama-nama tersebut yaitu Hyang
Tropong Kencana, Kaca Kencana, Kurungan
Maha
Ngarang,
Kencana, Kidang Kencana, Sarine Angin,
Nagatahun, Gandarwaraja, Endra, Brama,
Sarine Geni, Sarine Banyu, Sarine Pangan,
Bayu,
Sukmarasa,
Bala Srewu, Candhabirawa, Patidur lan
Sukmakencana, dan Bagindakilir. Pusat
Kasur, Barisan Ula, Barisan Banaspati,
kesucian getaran pribadi manusia berada
Barisan Kethek, Barisan Uler, Barisan Setan,
pada Hyang Maha Suci, yaitu titik di dada.
dan Bantal lan Guling.
6. Penerimaan Wahyu Tali Rasa dan Wasiat Tigapuluh Tiga Simbol tali rasa merupakan
7. Penerimaan Wahyu Nama Sri Gutama dan Agama Sapta Darma Sebelum penerimaan wahyu nama
merupakan 20 titik tali rasa atau sentral
Sri Gutama, gelar Hardjosoeporo adalah
dari penyembuhan dalam diri manusia.
Resi Brahma, Resi Brahmana dan lain-lain.
Dilambangkan dengan abjad Jawa yaitu Ha
Wahyu gelar Sri Gutama ini terjadi melalui
Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Da Ja Ya Nya
terlihatnya pancaran tulisan tanpa media
Ma
abjad
yang disebut Sastra Jendra Hayuningrat. Di
melambangkan titik yang meliputi sekujur
dalam tulisan tersebut merupakan wahyu
tubuh manusia dari atas kepala hingga
bahwa gelar terakhir beliau menjadi Sri
ujung kaki. Jika telah mengetahui 20 titik
Gutama Panuntun Agung.
Suci,
Premana,
Jati
Mayangkara,
Ga
Ba
Tha
Nga.
Setiap
tersebut, maka akan sangat membantu dalam
upaya
agama
Sapta
Darma
berbagai
merupakan arti khusus dari tiga abjad Jawa
macam penyakit dengan teknik Sabda Usada
yaitu Ha, Ga, dan Ma. Abjad Ha atau
Waras.
berbunyi A memiliki arti sebagai asal Wasiat
penyembuhan
Wahyu
adalah
muasal manusia. Ga yaitu Gama atau Kama
yang
yang berarti air suci. Ma yaitu Maya atau
merupakan wejangan sarat makna. Wasiat
Sinar Cahaya Allah. Dengan adanya wahyu
ajaran
Tigapuluh
pelengkap
Sapta
Tiga, Darma
64 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
tersebut maka nama Sapta Darma menjadi
Waras. Hanya dengan mengucapkan
lengkapnya adalah Agama Sapta Darma,
kata “Waras” yang berarti sembuh,
(Wawancara dengan Samsu, 5 Mei 2013).
maka
B. Sekilas Perjalanan Panuntun Agung Sri Gutama Setelah wahyu Sapta Darma tersebut
disembuhkan.
turun hingga tahun 1956, Hardjosapoero mendapatkan gelar baru yaitu Panuntun Agung Sri Gutama dan menjalankan tugas menyebarkan seluruh
ajaran
Sapta
Indonesia.
Darma
Dalam
ke
perjalanan
penyebaran ini Panuntun Agung Sri Gutama melintasi hampir seluruh penjuru pulau di Nusantara,
dan
disinggahinya
dalam
selalu
wilayah
berhasil
yang
memiliki
pengikut baru, (Wawancara dengan Samsu, Tanggal 5 Mei 2013). Selama masa penyebaran ajaran Sapta Darma,
Panuntun
Agung
Sri
Gutama
menggunakan empat cara, yaitu: a. Melakukan ritual peruwatan di tempattempat
yang
dikeramatkan
oleh
masyarakat. Tujuan ruwatan ini adalah untuk mensucikan suatu tempat dari roh-roh jahat, jin, ataupun makhluk halus lainnya agar tidak tersesat dan mengganggu manusia. Disamping itu juga untuk mencegah agar tempattempat tersebut tidak dijadikan sarana pemujaan yang berwujud animisme ataupun dinamisme. b. Memberikan
pertolongan
si
penderita
sakit
dapat
c. Menuntuni sujud bagi siapa saja yang berminat
menghayati
ajaran
Sapta
Darma. d. Melakukan mukjizat atau keistimewaan yang sulit dinalar akal manusia. Selama
masa
penyebarannya,
Panuntun Agung Sri Gutama di dampingi oleh Soewartini Martodihardjo, S.H yang bergelar Panuntun Wanita Sri Pawenang. Soewartini ini nantinya akan menggantikan peran Sri Gutama smenyebarkan Sapta Darma setelah Sri Gutama meninggal. ( Wawancara dengan Darno, Tanggal 7 Mei 2013). C. Perkembangan Ajaran Kerohanian Sapta Darma di Wilayah Kabupaten Magetan Di dalam penyebaran ajaran Sapta Darma yang di lakukan oleh Panuntun Agung Sri Gutama dan Sri Pawenang, wilayah Kabupaten Magetan pun juga menjadi tempat dan tujuan. Dalam catatan perjalanan, beliau sampai di Kabupaten Magetan pertama kali di daerah Maospati pada tanggal 4 Februari 1957. Ketika sampai
di
kabupaten
tersebut,
beliau
berhasil mengajak masyarakat Magetan berupa
penyembuhan segala macam penyakit kepada siapa saja dengan jalan Tuhan,, yang dikenal dengan Sabda Usada
untuk melaksanakan perintah sujud hampir 50 orang. Ajakan tersebut diikuti dengan melakukan penyembuhan kepada beberapa orang yang menderita sakit dengan Sabda
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 65
Usada Waras. Sri Gutama berada selama
disakralkan oleh masyarakat setempat.
sepuluh hari, yaitu terhitung mulai tanggal 4
(Wawancara dengan Samsu, 5 Mei 2013)
Februari 1957 sampai dengan 14 Februari
Perjalanan
Panuntun
Agung
Sri
1957, sebelum akhirnya pergi ke daerah
Gutama terus berlanjut di beberapa wilayah,
Randublatung
namun beliau kembali lagi ke Kabupaten
Blora
pada
tanggal
15
Februari 1957.
Magetan setahun kemudian tepatnya 4
Pada tanggal 23-24 April 1957, Sri
Februari
1958.
Ajakan
sujud
kepada
Gutama kembali lagi ke Magetan dan
masyarakat Magetan kembali membuahkan
melakukan ritual peruwatan di beberapa
hasil, dalam persinggahan tersebut pemeluk
tempat, diantaranya adalah di Sarangan,
ajaran Sapta Darma menjadi sekitar 200
Argodalem, Telaga Pasir, dan Air Terjun.
orang. Sri Gutama berada di Magetan selama
Dalam
20
acara
peruwatan,
Sri
Gutama
hari
dan
melanjutkan
melakukan ritual pengusiran jin dan roh-
persebarannya
roh
(Wawancara dengan Samsu, Tanggal 5 Mei
jahat
dengan
tujuan
untuk
menghindarkan agar orang-orang di sekitar
ke
wilayah
jalur lainnya,
2013).
wilayah tersebut tidak menganggap itu
Dalam persebarannya di Kabupaten
sebagai tempat yang keramat. Hal tersebut
Magetan, Panuntun Agung Sri Gutama
memang bertentangan dengan ajaran Sapta
didampingi oleh Panuntun Wanita Sri
Darma, tidak perlu menganggap suatu
Pawenang dan beberapa orang. Pemeluk
tempat sebagai tempat sakral dan diberi
ajaran Sapta Darma yang berhasil diajak
sesaji, para pemeluk ajaran Sapta Darma
untuk melakukan sujud adalah golongan
hanya memohon rizki, keselamatan, dan
orang-orang petani, pekerja kasar, atau
perlindungan hanya kepada Allah Hyang
lapisan masyarakat kelas menengah ke
Maha Kuasa. (Wawancara dengan Supadi
bawah. Hal tersebut dikarenakan hampir
Tanggal 6 Mei 2013).
sebagian para pengikut Sapta Darma mau
Sapta Darma adalah ajaran ketuhanan yang
melarang
pemeluknya
melaksanakan sujud setelah disembuhkan
untuk
dari sakit oleh Panuntun Agung Sri Gutama
menyembah selain Allah Hyang Maha Kuasa.
ataupun Sri Pawenang. Sakit tersebut tidak
Karena itu dalam prakteknya, tidak ada
bisa disembuhkan karena keterbatasan
upaya
ekonomi
melakukan
menyekutukan
sang
praktek
untuk
Pencipta
dengan
sehingga
melaksanakan
mereka
apapun
bersedia
asalkan
bisa
sesajen ataupun ritualitas mistik lainnya.
disembuhkan. Dengan metode Sabda Usada
Peruwatan pada dasarnya hanyalah upaya
Waras,
pencegahan
melaksanakan
agar
suatu
tempat
tidak
para
penderita sujud
dan
sakit
ini
memohon
kesembuhan kepada Allah Hyang Maha
66 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
Kuasa. Setelah itu Panuntun Agung Sri
perkiraan
Gutama mengucapkan kata Waras kepada
perhitungan angka bukanlah hal utama.
penderita sakit. Dan karena karunia Tuhan,
Lebih diutamakan mengenai ketaatan dalam
sebagian
menjalankan
besar
disembuhkan
orang-orang dari
berhasil
penyakitnya.
(Wawancara dengan Samsu, 5 Mei 2013). Upaya yang dilakukan Sri Gutama untuk
menarik
bagi
ajaran.
Sapta
Darma,
Kesungguhan
menjalankan ajaran akan terlihat dengan bagaimana
praktek
keseharian
hidup
manusia itu sendiri. Karena itu, banyak
masyarakat
pemeluk Sapta Darma yang tidak mengikuti
terhadap Sapta Darma adalah dengan jalan
petemuan rutin namun tetap berhubungan
penyembuhan
suatu
dengan pemeluk lainnya dalam kesempatan
wilayah. Upayanya kebanyakan berhasil
yang lainnya. Pertemuan rutin Jumat Wage
setelah hampir sebagian masyarakat lapisan
hanyalah salah satu cara pemersatu warga
bawah disembuhkan dari penyakit ringan
dan bukanlah suatu keharusan yang sifatnya
ataupun yang tergolong berat dan tidak
memaksa. (Wawancara dengan Samsu, 5
terdeteksi oleh medis. Dengan cara itulah
Mei 2013).
ajaran
Sapta
perhatian
karena
dan
ruwatan
Darma
di
diterima
oleh Pembahasan
masyarakat dan menjadikan Sri Gutama terkenal karena metode Sabda Usada Waras. (Wawancara dengan Supadi, 6 Mei 2013) Karena bukti kesembuhan itulah,
Sebagai sebuah dogma kebatinan, sejak awal penerimaan wahyu sujud oleh Hardjosoeporo
Sapta
Darma
telah
orang-orang mengakui bahwa Sapta Darma
berkembang di seluruh penjuru nusantara.
adalah ajaran yang bisa memberikan bukti
Sapta Darma adalah satu dari ratusan aliran
nyata sehingga mereka memeluk ajaran
kebatinan yang berpangkal dari kearifan
Sapta Darma. Selama periode tahun awal
kebudayaan Jawa yang masih eksis dan
Panuntun Agung Sri Gutama menginjakkan
semakin kuat perkembangannya dari awal
tanah Magetan hingga sekarang, pemeluk
hingga sekarang. Ini tidak bisa dilepaskan
ajaran Sapta Darma di wilayah ini sudah
dari upaya para pendahulunya dalam
mengalami perkembangan hingga ribuan
menyebarkan
orang. Jumlah ini merupakan pemeluk taat
sebuah produk kebudayaan yang berwujud
ajaran Sapta Darma, ataupun yang hanya
sistem kepercayaan atau religi, manusia
menjadi anggota saja. (Wawancara dengan
akan senantiasa mengalami pembaharuan
Darno, Tanggal 7 Mei 2013).
dala
hal
ajaran
tersebut.
kepercayaan
Sebagai
terhadap
sang
Pemeluk Sapta Darma di Kabupaten
pemberi kekuatan, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Magetan sekarang telah mencapai ribuan
Hal ini merupakan suatu bukti bahwa
orang. Jumlah tersebut hanya berdasarkan
manusia
senantiasa
membutuhkan
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 67
penguatan
baru
untuk
memuaskan
mensakralkan benda-benda yang dianggap
pengalaman religiusitas mereka selama
memiliki kekuatan gaib.
hidup. Satu saja tidak cukup, karena itulah
b) Sapta Darma adalah Agama yang
Sapta Darma bisa berkembang hingga
Berdiri Sendiri
sekarang.
Sesuai dengan wahyu yang di terima oleh Sri Gutama, sapta Darma
a) Kerohanian Sapta Darma Berbeda dengan Ritualitas Kejawen Suatu hal yang mencengangkan, bahwa
penganut
ajaran
Sapta
adalah ajaran agama. Tidak mengacu pada ajaran agama lainnya seperti Islam yang
Darma
terbagi dalam beberapa aliran, agama
dengan yakin mengatakan bahwa yang
Kristiani yang terbagi menjadi dua, ataupun
mereka anut bukanlah kejawen. Agak sukar
aliran Hinayana dan Mahayana dalam
dipastikan memang, namun pernyataan
agama Buddha. Sapta Darma berbeda dan
tersebut diperkuat dengan ritualitas yang
muncul sebagai sebuah agama sebagaimana
mereka lakukan. Sapta Darma tidak pernah
wahyu baru yang diterima. Buah ilham dan
mengajarkan cara-cara animisme apapun
ajaran Sri Panuntun Gutama dikumpulkan
kepada para pemeluknya. Dalam tuntunan
dan dibukukan sehingga menjadi kitab suci
ibadah pun, mereka hanya menyembah
yang disebut “Wewarah Agama Sapta
Tuhan yang mereka kenal dengan sebutan
Darma” (Hilman Hadikusuma, 1983: 114).
Pancasila Allah, yaitu Allah Hyang Maha
Jika sekarang kita tidak menemukan kata
Agung, Allah Hyang Maha Rokhim (Maha
sebutan agama dalam resmi Sapta Darma,
Pengasih), Allah Hyang Maha Adil, Allah
itu karena hasil dari upaya Sri Pawenang
Hyang Maha Wasesa (Penguasa Semesta),
untuk menghindari konflik antar agama.
dan Allah Hyang Maha Langgeng.
Dengan menggantinya menjadi Kerohanian
Kelima nama tadi hanyalah panggilan
sesuai dengan Penetapan Presiden Nomor 1
atau sebutan yang merujuk pada satu pusat
Tahun
1965,
tentang
kehidupan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Itu
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Pawenang
sebabnya apabila warga Sapta Darma
Sri
menghayati benar ajaran, mereka hanya
menyebutkan
beribadah dengan sesuai tuntunan, yaitu
seluruh Indonesia tanggal 26-27 Desember
Sujud, Racut, dan Olah Rasa. Ritualitas bukti
1966
ketaatan terhadap Allah tidak diwujudkan
Pawenang, bahwa untuk menyelamatkan
dengan upacara sesaji, pemujaan tempat
ajaran Agama Sapta Darma, akibat adanya
keramat ataupun yang lainnya. Berbeda
PENPRES Nomor 1 Tahun 1965 tersebut,
dengan paham kejawen yang sedemikian
maka
mempercayai tempat-tempat keramat dan
menyesuaikan diri dengan mengubah nama
telah
dkk
Pencegahan
dalam
Rapat
digariskan
Agama
Sapta
(2010:
200),
Tuntunan
oleh
Darma
Ibu
Sri
harus
68 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
menjadi “KEROKHANIAN SAPTA DARMA”,.
undang Negara Indonesia. Sejak awal-awal
Sekalipun begitu, pergantian nama tersebut
penyebaran oleh Sri Gutama maupun Sri
tidak mengurangi makna ajaran Sapta
Pawenang, Sapta Darma telah mendapatkan
Darma karena segala aktivitasnya telah
pengesahan dari Kejaksaan Agung Republik
mendapatkan legitimasi dari Kejaksaan
Indonesia tentang perlindungan seluruh
Agung pada tanggal 8 April 1972.
aktivitas yang dijalankannya. Pengesahan
c) Sapta Darma Mengajarkan Toleransi Serta Kesatuan Bangsa dan Negara Sebagai sebuah ajaran kerohanian,
tersebut didapat setelah menimbang bahwa
Sapta Darma mengajarkan kepada para pemeluknya bagaimana cara mendekatkan diri terhadap Tuhan. Di samping ada tuntunan ibadah wajib yaitu Sujud minimal dua kali dalam sehari serta Racut, ada lagi ajaran yang menjelaskan tentang ibadah tanpa tuntunan. Ini adalah ibadah terhadap sesama, yaitu saling tolong menolong dalam kebaikan kepada siapapun manusia. Tidak memandang
golongan,
agama
ataupun
status sosial yang lainnya. Hal tersebut merupakan poin tersendiri bagi pemeluk Sapta Darma dalam upaya menegakkan Sesanti Sapta Darma. Tujuan peruwatan yang dilakukan oleh Sri Gutama bukanlah untuk animisme ataupun dinamisme. Itu hanyalah sebuah cara peribadatan terhadap sesama makhluk Allah,
serta
untuk
mendoakan
para
pendahulunya, roh-roh ataupun jin makhluk Allah untuk senantiasa menyembah Allah Hyang
Maha
Kuasa
dan
menggoyahkan iman manusia
tidak pemeluk
ajaran agama apapun. Sapta Darma bukanlah aliran sesat yang menyimpang dari peraturan undang-
kegiatan yang dilakukan bukanlah kegiatan yang bertujuan untuk menimbulkan konflik umat beragama ataupun menggoyahkan kesatuan
suatu
aktivitasnya rohani
negara.
Justru
dalam
bertujuan untuk mendidik
manusia
untuk
meningkatkan
keimanan terhadap agama yang dianut, serta mendidik warga negara untuk setia dan
menjunjung
tinggi
persatuan
berasaskan Pancasila. Pengorganisasian Sapta Darma di lakukan oleh Sri Pawenang sesuai PENPRES Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan/
Agama,
memperhatikan
setelah
atau
Penodaan bahwa
ajaran ini telah mulai banyak dianut oleh masyarakat.
Tujuannya
adalah
untuk
mengatur agar warga Sapta Darma memiliki prospek yang jelas terhadap keyakinannya. Di bentuknya Persada cabang Propinsi, cabang Kabupaten dengan ketua serta Tuntunan Persada ini sebagai sebuah upaya perlindungan ajaran serta persebaran Sapta Darma. A. Perkembangan Aliran Kebatinan Kerohanian Sapta Darma Cabang Kabupaten Magetan 1. Periodesasi Perkembangan
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 69
a) Masa Tahun 1957-1966 Perkembangan Sapta
perlindungan hanya kepada Allah Hyang Darma
di
Maha Kuasa.
kabupaten Magetan berawal dari tahun kedatangan Sri Gutama. Dalam catatan perjalanan, beliau sampai di Kabupaten Magetan
pertama
kali
di
wilayah
Maospatipada tanggal 4 Februari 1957. Pada masa itu, beliau berhasil mengajak masyarakat Magetan untuk melaksanakan perintah sujud hampir 50 orang. Ajakan tersebut
diikuti
dengan
melakukan
penyembuhan kepada beberapa orang yang menderita sakit dengan Sabda Usada Waras. Beliau berada di Kabupaten Magetan selama sepuluh hari, yaitu terhitung mulai tanggal 4 Februari 1957 sampai dengan 14 Februari 1957, sebelum akhirnya pergi ke daerah Randublatung pada tanggal 15 Februari 1957. Pada tanggal 23-24 April 1957, Sri Gutama kembali lagi ke Magetan dan melakukan ritual peruwatan di beberapa tempat. Diantaranya adalah di Sarangan, Argodalem, Telaga Pasir, dan Air Terjun. Dalam
acara
peruwatan,
Sri
Gutama
melakukan ritual pengusiran jin dan rohroh
jahat
dengan
tujuan
untuk
menghindarkan agar orang-orang di sekitar wilayah tersebut tidak menganggap itu sebagai tempat yang keramat. Hal tersebut memang bertentangan dengan ajaran Sapta Darma, tidak perlu menganggap suatu tempat sebagai tempat sakral dan diberi sesaji, para pemeluk ajaran Sapta Darma hanya memohon rizki, keselamatan, dan
Perjalanan
Panuntun
Agung
Sri
Gutama terus berlanjut di beberapa wilayah, namun beliau kembali lagi ke Kabupaten Magetan setahun kemudian tepatnya 4 Februari
1958.
Ajakan
sujud
kepada
masyarakat Magetan kembali membuahkan hasil, dalam persinggahan tersebut pemeluk ajaran Sapta Darma menjadi sekitar 200 orang. Sri Gutama berada di Magetan selama 20
hari
dan
melanjutkan
jalur
persebarannya ke wilayah lainnya. Dalam persebarannya di Kabupaten Magetan, Panuntun Agung Sri Gutama didampingi oleh Panuntun Wanita Sri Pawenang dan beberapa orang. Pemeluk ajaran Sapta Darma yang berhasil diajak untuk melakukan sujud adalah golongan orang-orang petani, pekerja kasar, atau lapisan masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal tersebut dikarenakan hampir sebagian para pengikut Sapta Darma mau melaksanakan sujud setelah disembuhkan dari sakit oleh Panuntun Agung Sri Gutama ataupun Sri Pawenang. Sakit tersebut tidak bisa disembuhkan karena keterbatasan ekonomi
sehingga
melaksanakan
mereka
apapun
bersedia
asalkan
bisa
disembuhkan. Dengan metode Sabda Usada Waras, para penderita sakit ini melaksanakan sujud dan memohon kesembuhan kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Setelah itu Panuntun Agung Sri Gutama mengucapkan kata Waras
70 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
kepada penderita sakit. Dan karena karunia
mengikuti pertemuan sekaligus wejangan
Tuhan, sebagian besar orang-orang berhasil
oleh
disembuhkan dari penyakitnya. Karena
pertemuan selama beberapa kali dalam
bukti
orang-orang
periode ini jumlah pemeluknya bertambah.
mengakui bahwa sapta Darma adalah ajaran
Hal itu karena secara langsung mereka bisa
yang bisa memberikan bukti nyata sehingga
bertemu dengan Sri Pawenang sehingga
mereka memeluk ajaran Sapta Darma.
menambah
kesembuhan
Panuntun
itulah,
Agung
Sri
Gutama
digantikan
Pawenang
semakin
Dengan
ketertarikan
adanya
masyarakat
Pada
masa
tersebut
juga
mulai
Sri
dikembangkan media penyebaran ajaran
dalam
melalui buletin dan majalah ataupun media
perkembangannya. Hal tersebut diperkuat
tulis secara umum dan menyebar luas di
oleh
dan
keputusan
oleh
Pawenang.
Magetan untuk mendalami ajaran tersebut.
meninggal dunia tanggal 16 Desember 1964. Kepemimpinan
Sri
maju
pusat
mengenai
kalangan masyarakat termasuk warga Sapta
sesuai
Penetapan
Darma Cabang Magetan. Penerbitan majalah
Presiden tahun 1965 tentang penggantian
Sinar Cahya oleh Tuntunan Pusat di
nama Sapta Darma menjadi Kerohanian,
Yogyakarta
mulai
sehingga memperkuat kedudukan Sapta
menyebabkan
tersebarnya
Darma sebagai sebuah ajaran yang diakui
mengenai Sapta Darma ke seluruh wilayah.
oleh pemerintah. Di Magetan, pemeluknya
Bagi masyarakat Magetan ini juga membawa
semakin
dampak terhadap jumlah pemeluk baru
penggantian
nama
bertambah
karena
mereka
tahun
berita-berita
mengetahui bahwa Sapta Darma merupakan
ajaran Sapta Darma.
ajaran yang tidak menyimpang dan tidak
c) Periode tahun 1987-1997
dilarang Pemerintah Indonesia.
Selama
b) Periode Tahun 1967-1987
satu
1972,
dasawarsa
ini,
diterbitkan lagi buletin Klinting Semar yang
Pada masa ini, kedudukan ajaran
memuat pula isi ajaran secara luas dan
Sapta Darma di wilayah Kabupaten Magetan
umum dapat diketahui masyarakat. Ini juga
semakin kuat dan bertambah pemeluknya.
membawa perubahan dalam hal jumlah
Banyak pertemuan dan kunjungan dari Sri
pemeluk
Pawenang di wilayah yang berdekatan
Jumlahnya
dengan
menguatkan
semakin banyak diterima oleh masyarakat
keyakinan pemeluk Sapta Darma. Tercatat
Magetan. Kepengurusan Persada Magetan
pada tahun 1977 Sri Pawenang mengadakan
juga terjadi perubahan dengan pengaktifan
kunjungan ke Madiun di Balai Desa Oro-oro
Tuntunan Persada dan juga Ketua Persada
Ombo. Pada kesempatan itu, para warga
yang
Sapta Darma termasuk cabang Magetan
koordinasi dengan Persada di kabupaten
Magetan
sehingga
Sapta
Darma
bertambah
semakin
di
dan
sering
Magetan. ajaran
ini
mengadakan
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 71
lain untuk mengadakan pertemuan. Dengan
namun terus bertambah secara berkala
itu semua maka persatuan antar warga
setiap tahunnya. Mengenai jumlah pasti,
semakin erat sehingga satu sama lainnya
tidak
bisa menjalin hubungan untuk menjaga
terperinci
kerukunan. Karena itu pula ajakan untuk
memastikannya. Namun, orang-orang yang
sujud bagi anggota baru semakin sering
menjadi pemeluk Sapta Darma sudah pasti
membuahkan hasil.
dikenalnya lewat pertemuan Jumat Wage
ada
catatan
atau
sehingga
pengarsipan
agak
sukar
untuk
d) Periode 1998-2011 Pada masa modern seperti sekarang persebaran ajaran tidak hanya dilakukan
Penutup
telah
A. Simpulan Sebagai sebuah produk kebudayaan
merambah ke dunia internet dan media
dalam bidang kepercayaan atau religi, Sapta
digital seperti web bahkan media jejaring
Darma masih berkembang di berbagai
sosial. Semakin mudah mengakses info dan
wilayah di Indonesia, bahkan memiliki
berita-berita terkait aktifitas warga Sapta
cabang
Darma di setiap Persada. Namun bagi
Sekalipun merupakan aliran yang termuda,
Persada Magetan, masih belum memiliki
namun Sapta Darma tergolong sebagai
akses yang mewadahi khusus kegiatan
sebuah kebatinan yang memiliki kejelasan
warga Sapta Darma melalui media internet.
sejarah dari awal penerimaan wahyu. Dalam
Walaupun sedikit disayangkan, hal tersebut
sejarahnyapun, Panuntun Agung Sri Gutama
tidak menghalangi untuk tetap melakukan
dan Panuntun Agung Sri Pawenang adalah
kegiatan. Warga Persada Magetan tetap
orang-orang
dapat mengakses informasi melalui internet
sumbangsih bagi negara yang berasaskan
untuk tambahan pengetahuan mengenai
Pancasila.
melalui
media
cetak,
namun
ajaran Sapta Darma itu sendiri.
di
beberapa
yang
negara
turut
tetangga.
memberikan
Di Kabupaten Magetan, sejak tahun
Perkembangan Sapta Darma pada
1957 hingga tahun 2011, jumlah pemeluk
masa sekarang juga tidak lepas dari peran
aliran
Sudarno sebagai Ketua Persada Sapta
Sekalipun tidak ada rincian pasti mengenai
Darma. Beliau tinggal di Desa Sadon
jumlah, namun tidak mengurangi makna
Panekan dan bekerja sebagai seorang
dalam aktivitas dan eksistensi Sapta Darma
Pegawai Negeri. Jabatan menjadi ketua telah
di
di pegangnya selama kurang lebih lima
kepercayaan
tahun
Magetan. Bagi pemeluk ajaran Sapta Darma,
sampai
pemeluk mengalami
Sapta
sekarang. Darma
peningkatan
Menurutnya,
memang
tidak
secara
besar,
Sapta
antara
Darma
sekian yang
terus
bertambah.
banyaknya turut
pula
aliran ada
di
mereka lebih memusatkan orientasi mereka terhadap
ketaatan
menjalankan
aturan
72 | JURNAL AGASTYA VOL 04 NO 02 JULI 2014
dalam Wewarah Sapta Darma. Namun,
lebih bisa mengupayakan hubungan agar
mereka tetap dengan tangan terbuka, tanpa
terjalin dengan baik dengan masyarakat di
ajakan, tanpa paksaan akan menerima
sekitarnya. Ini bertujuan untuk menjaga
setiap
eksistensi aliran yang mereka yakini. Bagi
anggota
baru
yang
bersedia
menjalankan ajaran Sujud, Racut dan segala
pengurus
macam peribadatan Sapta Darma tanpa
penghitungan jumlah pasti pemeluk Sapta
memandang golongan manapun.
Darma juga penting demi terpenuhinya hak-
B. Saran
hak
Berdasarkan dari hasil penelitian
Persada
pemeluk
maupun
Sapta
Darma
pusat,
serta
pengorganisasian yang lebih baik. Sehingga
yang dilakukan beberapa saran yang dapat
nantinya
disampaikan adalah sebagai berikut:
berkembang demi mewujudkan manusia-
1. Bagi
manusia yang kuat rohaninya serta menjaga
pemerintahan
Kabupaten
Magetan
Sapta
keharmonisan
Melihat eksistensi Sapta Darma yang
teknik
Darma
akan
masyarakat.
penyebaran
ajaran
terus
Penyesuaian juga
perlu
banyak dianut oleh masyarakat Magetan,
disesuaikan dengan perkembangan jaman
hendaknya memberikan kebijakan terkait
sehingga bisa dilakukan dengan variasi yang
dengan pendataan pasti terhadap penghayat
lebih beragam, mislanya dengan media
aliran kepercayaan yang berkembang dan
internet
ada di kabupaten Magetan. Hal tersebut
mengikat persaudaraan dan hubungan antar
akan
pemeluk Sapta Darma di tingkat Persada
memberikan
manfaat
dalam
pemenuhan hak-hak setiap masyarakat di
ataupun
yang
lainnya
untuk
Magetan.
kabupaten Magetan. 2. Bagi masyarakat Desa Milangasri
Daftar Pustaka
Sebagai tempat berdirinya Gedung Persada Sapta Darma Cabang Magetan, perlu menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama dengan penghayat kepercayaan
yang
berada
di
wilayah
tersebut. Untuk mewujudkan kerukunan dalam masyarakat. 3. Bagi pemeluk Ajaran Sapta Darma Cabang Kabupaten Magetan Sebagai
pemeluk
aliran
yang
mengutamakan keharmonisan hubungan antar manusia, pemeluk Sapta Darma harus
Abraham Nur Cahyo Dkk.2008.Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.Magetan: Swastika Abraham Nurcahyo. 2012. Ritual Larung Sesaji Telaga Ngebel Ponorogo. Madiun: Prodi Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun BPS.2012. Kecamatan Panekan Angka. Magetan: BPS
Dalam
Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
S T U D I P E R K E M B A N G A N A L I R A N ………| 73
Burhan
Bungin.2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hartono Ahmad.2003. Bila Kyai Dipertuhankan. Jakarta: Al Kautsar Harun
Yahya.2004. Ancaman Dibalik Romantisisme. Bandung: Dzikra
H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press Helius Sjamsudin,. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak Hilman Hadikusuma.1983. Antropologi Agama. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Imam Budhi Santosa.2010. Nasihat Hidup Orang Jawa.Yogyakarta: Diva Press ________________. 2012. Spiritualisme Jawa. Yogyakarta.: Memayu Publishing Iskandar .2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta: Galang Persada Press Kuntowijoyo.2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya Hadari Nawawi. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press __________. 2008. Penjelasan Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Koentjaraningrat.1997. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Karya Unipress Miles dan Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press Nana
Syaodih.2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Saefur Rochmat. 2009. Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu Smith,
Huston. 2001. Agama-agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sugiyono. 2009. Metode Kuantitatif, Kualitatif Bandung: Alfabeta
Penelitian dan R&D.
Sutiyono.2010. Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Sri
Pawenang dkk. 2010. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma dan Perjalanan Panuntun Agung Sri Gutama. Yogyakarta: Sekertariat Tuntunan
Suwardi Endraswara.2011. Kebatinan Jawa dan Jagad Mistik Kejawen. Yogyakarta: Lembu Jawa Suwardi Endraswara.2010. Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Cakrawala Internet: http://blogkejawen.blogspot.com/2011/03 /aliran-kerohanian-saptadarma.html, Di unduh 28 Juli 2013 http://sapta-darma.info/sejarah.html, di unduh 28 Juli 2013