STUDI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PABRIK TAHU FIT MALANG DENGAN DIGESTER ANAEROBIK DAN BIOFILTER ANAEROBIK-AEROBIK Shafiya Sausan Hidayati1, Donny Harisuseno2, Rini Wahyu Sayekti 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya 2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia e-mail:
[email protected]
1)
ABSTRAK Pabrik Tahu FIT Malang memiliki kapasitas produksi sebanyak 910 kg kedelai per harinya dengan limbah cair hasil produksi sebesar 20,753 m3/dt yang langsung dibuang ke badan penerima air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hasil uji laboratorium menyebutkan bahwa kandungan BOD, COD, TSS, dan pH pada limbah cair tahu belum memenuhi baku mutu yang berlaku sehingga diperlukan adanya upaya untuk meminimisasi dampak negatif pada badan penerima air dengan merencanakan instalasi pengolahan air limbah serta memanfaatkan potensi limbah cair menjadi sumber daya berupa biogas. Pada perencanaan ini dibutuhkan dua jenis data yaitu data debit limbah cair serta data kualitas air. Pengukuran debit limbah cair tahu dilakukan pada saluran outlet pabrik selama tujuh hari pada saat jam produksi di setiap jamnya. Untuk pengambilan sampel limbah dilakukan dengan cara sesaat (grab sampling) dengan pemilihan waktu pada saat produksi mencapai jam puncak. Dari hasil perencanaan didapatkan tahapan pengolahan yaitu bak ekualisasi, digester anaerobik, bak pengendapan awal, biofilter anaerobik-aerobik, dan bak pengendapan akhir. Dari proses pengolahan tersebut akan diperoleh hasil effluent yang mampu memenuhi baku mutu sehingga layak dibuang ke badan penerima air. Perkiraan effluent hasil pengolahan sebesar BOD = 10,53 mg/L, COD = 128,19 mg/L, TSS = 3,96 mg/L dan pH = 7,5. Perkiraan perolehan biogas secara teoritis yang diperoleh dari nilai COD sebesar 516,31 m3 untuk setiap harinya. Kata Kunci: limbah cair tahu, IPAL, digester anaerobik, biofilter anaerobik-aerobik, biogas
ABSTRACT FIT Tofu Industry Malang has production capacity of 910 kg soybeans per day release 20,753 m3/s wastewater that directly discharged to the water without first processing. The results of laboratory tests mentioned that BOD, COD, TSS, and pH in tofu wastewater are far from the quality standards specified so that there is an effort to minimize the negative impact on the water recipient by planning the wastewater treatment installation and utilizing the potential of wastewater into a alternative resource namely biogas. In this planning required two types of data that is wastewater discharge data and water quality data. Measurement of wastewater discharge is carried out on the outlet channel for seven days at the hour of production in each hour. For wastewater sampling is used by grab sampling with the election time when production reaches peak hour. The results of wastewater planning, the processing stage is equalization, anaerobic digester, pre-settling basin, anaerobic-aerobic biofilter, and final settling basin. From the processing process will be obtained the effluent results that is able to meet the quality standards so that proper discharged to the recipient water. The estimated effluent of processing result is BOD = 10,53 mg/L, COD = 128,19 mg/L, TSS = 3,96 mg/L and pH = 7,5. The theoretical estimation of biogas obtained from the COD value are 516.31 m3 for each day. Keywords: tofu wastewater, WTI, anaerobic digester, anaerobic-aerobic biofilter, biogas
PENDAHULUAN Industri tahu merupakan salah satu industri pangan yang berpotensi dalam pencemaran air dari limbah cair yang dihasilkannya (Mufida, 2015). Besarnya pemakaian air pada proses produksi tahu menghasilkan limbah cair dengan debit yang cukup besar yaitu 12 m3/ton kedelai (Zamroni, 2004 dalam Wagiman, 2006) dan kandungan bahan organiknya juga tinggi seperti COD sebesar 5000-8000 mg/L (Wagiman, 2001 dalam Wagiman, 2006). Selain pencemaran air, bau yang dihasilkan dari limbah cair tahu sangat busuk sehingga mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar dalam beraktivitas. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya untuk industri berbahan dasar kedelai, parameter yang digunakan adalah BOD, COD, TSS, dan pH sehingga kualitas limbah yang dihasilkan harus memenuhi keempat kriteria tersebut. Pabrik Tahu FIT Malang merupakan salah satu industri tahu dengan kapasitas produksi cukup besar yaitu 910 kg kedelai/hari yang belum melakukan pengolahan terhadap limbah cair tahu yang dihasilkannya. Oleh karena itu diperlukan suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ramah lingkungan serta dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang dihasilkan dari limbah cair tahu. Kandungan COD yang tinggi pada limbah cair tahu berpotensi untuk menghasilkan biogas. Biogas dapat diproduksi dari proses pengolahan secara anaerobik (Faisal dkk., 2016). Dalam perencanaan ini akan digunakan pengolahan secara biologis menggunakan sistem anaerobik dan aerobik. Untuk pengolahan awal menggunakan digester anaerobik agar dihasilkan biogas dari proses degradasi senyawa organik oleh bakteri metanogenik tanpa adanya udara. Biogas
yang dihasilkan mengandung gas metana (50-70% volume), karbondioksida (3040%), serta sejumlah kecil gas seperti H2, H2S, uap H20, dan nitrogen (Romli, M. dan Suprihatin, 2009). Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan LPG. Efisiensi pada proses digester anaerobik hanya berkisar antara 60-90% saja, sehingga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan mengingat kandungan senyawa organik pada limbah cair tahu sangat tinggi. Suatu alternatif pengolahan limbah yang cukup sederhana agar lebih efisien kinerjanya adalah dengan menggunakan pengolahan sistem kombinasi biofilter anaerobikaerobik. Pengolahan air limbah dengan biofilter anaerobik lebih efisien dalam mereduksi senyawa organik yang tinggi, namun effluent yang dihasilkan masih mengandung metana dan amonia sehingga menimbulkan bau busuk. Sehingga ditambahkan biofilter aerobik untuk mereduksi senyawa organik yang tersisa, serta menghilangkan bau yang dihasilkan dari proses sebelumnya dengan penambahan oksigen. Tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan desain IPAL yang sesuai untuk memberi masukan kepada Pabrik Tahu FIT Malang agar melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang dihasilkan sehingga air limbah dapat dibuang secara layak ke badan penerima air karena telah memenuhi baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Studi Lokasi penelitian berada di Pabrik Tahu FIT Malang yang terletak di Desa Bocek, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Letak geografis Pabrik Tahu FIT berada pada koordinat 7º52’45,5” Lintang Selatan dan 112º35’28,8” Bujur Timur Adapun peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 1.
BOCEK
Gambar 1. Lokasi Penelitian Data – Data yang Digunakan Dalam penyusunan studi ini diperlukan data-data yang mendukung, yaitu: 1. Data kualitas air limbah yang berfungsi untuk mengetahui kandungan senyawa organik dalam limbah cair. 2. Data debit limbah yang digunakan untuk mengetahui besar air limbah yang dihasilkan selama proses produksi tahu sedang berlangsung. Pengambilan Sampel dan Debit Limbah Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada saluran outlet pabrik yang dapat dilihat pada Gambar 2, dengan metode grab sampling. Sampel diambil menggunakan botol dari bahan plastik berukuran 1 L. Sampel yang telah diambil diserahkan ke laboratorium kualitas air Perum Jasa Tirta I untuk mendapatkan hasil pengujian kualitas limbah cair tahu.
Denah Lokasi Pabrik Tempat Pencucian, Perendaman, dan Penggilingan Kedelai
Tempat Penyimpanan Kayu Tempat Penggorengan Tahu
Tempat Produksi Tahu 1
Tempat Produksi Tahu 2
Bak Perendaman Tahu
Tempat Penyimpanan Kedelai
A
Tempat Produksi Tahu 3
Tempat Produksi Tahu 4
Bak Perendaman Tahu
Akses Jalan
B
Rumah Pemilik Pabrik
Tandon Air dan Bak Air Bersih Tempat Penyimpanan Kedelai C
Saluran Drainase
Saluran Drainase Keterangan: A : Saluran Pembuangan Limbah Cair pada Tiap Proses Produksi B : Saluran Pembuangan Limbah Cair C : Outlet Saluran Pembuangan Limbah Cair (Lokasi Sampling Sampel dan Debit)
Gambar 2. Titik pengambilan sampel Pengambilan Debit Limbah Cair Terdapat dua metode dalam menentukan debit limbah cair tahu, yaitu berdasarkan kebutuhan air dan pengukuran langsung di saluran outlet. Debit limbah berdasarkan kebutuhan air diperoleh dari hasil wawancara dengan karyawan pabrik, sedangkan metode pengukuran langsung adalah: 1 Melakukan survey pada pabrik untuk menentukan lokasi pengukuran debit.
Dalam studi ini pengukuran debit dilakukan pada saluran outlet pabrik. 2 Pengukuran debit limbah dilakukan selama 9 jam saat proses produksi tahu sedang berlangsung menggunakan gelas ukur dan stopwatch. 3 Pengukuran ini dilakukan selama tujuh hari berturut-turut dengan pengambilan sampel debit pada setiap jamnya menggunakan varian lima data untuk mengetahui ketepatan data. 4 Data debit yang telah diambil kemudian diolah untuk mengetahui debit rerata harian agar dapat dijadikan dasar perencanaan untuk kapasitas IPAL.
Analisa Kualitas Air Limbah Analisa ini dilakukan guna memperoleh kualitas limbah cair tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Penentuan parameter uji didasarkan pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 dengan empat parameter yaitu BOD, COD, TSS, dan pH. Hasil analisa tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisa Kualitas Limbah Cair Tahu
HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan Debit Limbah Cair Debit limbah cair yang digunakan sebagai dasar perencanaan IPAL adalah debit yang diukur secara langsung di saluran outlet secara jam-jaman selama tujuh hari. Rekapitulasi hasil perhitungan debit seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Debit Limbah Cair Debit Debit Rerata Harian Jam Hari Harian Maks. Puncak (m3/hr) (m3/hr) Senin 16,193 29,790 12.00 Selasa 19,133 31,521 13.00 Rabu 19,688 36,246 13.00 Kamis 19,136 28,265 13.00 Jumat 20,753 34,967 13.00 Sabtu 18,304 26,815 12.00 Minggu 19,669 28,002 11.00 Sumber: Hasil Perhitungan Dari perhitungan tersebut, terdapat dua data debit yang terpilih yaitu debit harian maksimum sebesar 36,246 m3/dt sebagai dasar perencanaan bak ekualisasi untuk menghindari shock loading karena limbah cair dari proses produksi tahu tidak stabil, dan debit rerata harian sebesar 20,753 m3/dt sebagai dasar perencanaan bak pengolahan yang lainnya.
Sumber: Hasil Analisa Laboratorium *) Pergub Jatim No. 72 Tahun 2013 **) Uji -1 : Tanggal 27 April 2016 Uji -2 : Tanggal 28 Sept 2016 Uji -3 : Tanggal 19 Okt 2016 Uji -4 : Tanggal 14 Des 2016 Dari hasil analisa tersebut dapat dilihat bahwa seluruh pengujian yang dilakukan kecuali parameter pH pada uji 3 tidak memenuhi standar baku mutu yang ada, bahkan parameter COD terbilang sangat tinggi nilainya. Nilai polutan yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan pengolahan pada IPAL dipilih yang tertinggi agar sistem IPAL dapat bekerja secara maksimal, yaitu COD = 63300 mg/L, BOD = 5201 mg/L, TSS = 3663 mg/L, dan pH = 4,4.
Parameter Hasil Baku pH BOD COD Analisa Mutu* (mg/L) (mg/L) Uji 1** 6 -9 4,4 2964 16000 Uji 2** 150 4,5 5026 63200 Uji 3** 300 7,1 4326 32100 Uji 4** 100 5,6 5201 63300
TSS (mg/L) 638,5 327,2 757 3663
Penentuan Model IPAL Model IPAL yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan pada lokasi studi seperti pada Gambar 3. Penjelasan dari proses tersebut yaitu: a. Seluruh limbah cair tahu yang berasal dari proses produksi akan dialirkan melalui saluran outlet menuju ke bak ekualisasi sebagai penampung dan mengontrol debit air limbah. b. Selanjutnya limbah akan dialirkan menuju digester anaerobik dan akan mengalami proses fermentasi tanpa
c.
d.
e.
f.
Influent
udara selama 10 hari yang nantinya dihasilkan produk berupa biogas. Limpasan dari digester akan mengalir ke bak pengendapan awal yang berfungsi mengendapkan kotoran padat di bagian dasar bak. Kemudian limbah cair akan menuju bak anaerobik melewati media filter yang ada di dalam bak. Senyawa organik akan diuraikan oleh mikroorganisme yang menempel pada permukaan media. Lalu limbah dialirkan menuju biofilter aerobik yang di dalamnya juga terdapat media filter, namun dengan bantuan penambahan udara sehingga senyawa organik dan bau yang tersisa akan diuraikan di bak ini. Proses terakhir yaitu bak pengendapan akhir. Sebagian limbah di bak ini akan di pompa kembali ke bak biofilter anaerobik dan sebagian akan dibuang ke badan penerima air. Bak Ekualisasi (a)
Bak Effluent Pengendapan Akhir (f)
Digester Anerobik (b)
Bak Aerobik (e)
Bak Pengendapan Awal (c)
Bak Anaerobik (d)
Sludge/lumpur kembali ke bak aerobik
Gambar 33. . Model IPALIPAL Pabrik Tahu FIT Malang Gambar Model Pabrik Tahu FIT Malang
Perencanaan dan Perhitungan Desain IPAL Bak Ekualisasi Bak ekualisasi didesain berdasarkan kapasitas debit harian maksimum yang mengacu pada debit jam puncak sebagai upaya antisipasi debit yang tinggi. Bak ekualisasi juga dilengkapi dengan pompa untuk mengontrol debit yang akan masuk ke proses pengolahan yang selanjutnya. Bak ekualisasi direncanakan memiliki kemiringan slope sebesar 0,02 untuk memudahkan padatan atau lumpur terkumpul. Bak ekualisasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Volume dan Dimensi Bak: Direncanakan: Debit limbah (Q) = 36,246 m3/dt Waktu tinggal (t) = 4 jam Perhitungan: Volume bak =Qxt = 36,246 x 4 = 16,12 m3 Dimensi bak =pxlxt = 3 m x 3 m x 1,8 m = 16,12 m3 Tinggi jagaan direncanakan 0,5 m Spesifikasi Pompa: Tipe = Pompa celup Kapasitas = 100 l/menit (maksimum) Total head = 5 - 8 meter Material = Stainless steel Rekomendasi = Pompa HCP F-05 AF Digester Anaerobik Dari proses fermentasi limbah cair pada digester anaerobik, dihasilkan gas metana yang bila bercampur dengan karbondioksida akan menghasilkan biogas. Digester ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah digester sebagai tempat pencerna limbah cair dan sebagai rumah bagi bakteri. Bagian kedua dinamakan kubah tetap karena bentuknya yang menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Biogas yang dihasilkan dari proses penguraian bakteri akan mengalir dan disimpan di bagian kubah. Endapan lumpur dari limbah cair yang telah mengalami fermentasi akan keluar menuju bak penampung lumpur dengan bantuan dorongan dari limbah cair yang baru masuk serta dengan bantuan tekanan gas di dalam digester. Limbah cair yang tidak mengendap akan keluar menuju bak pengendapan awal. Digester dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Volume dan Dimensi Bak: Direncanakan: Debit limbah (Q) = 20,75 m3/hari Waktu tinggal (t) = 10 hari TSSmasuk = 3663 mg/L
Perhitungan: Untuk menghitung volumE didasarkan pada beban TSS yang dihilangkan. Selain itu suhu di dalam reaktor diasumsikan sebesar 35ºC sehingga waktu tinggal yang direncanakan adalah 10 hari (Metcalf & Eddy, 2003: 1511). Diasumsikan limbah cair mengandung 95% kadar air dan memiliki spesific gravity (Sd) sebesar 1,02 TSS = Efisiensi digester x TSSmasuk = 40% x 3663 = 1,465 kg/m3 Qlimbah =
Direncanakan: Debit limbah (Q) = 20,71 m3/hari = 2,30 m3/jam Waktu tinggal (t) = 2 jam Perhitungan: Vol. diperlukan = Q x t = 2,30 x 2 = 4,60 m3 Dimensi bak =pxlxt = 2 m x 1,2 m x 2 m = 4,80 m3 Tinggi jagaan direncanakan 0,5 m Cek waktu tinggal = =
= = 0,60 m3/hr Vreaktor = Qlimbah x t = 0,60 x 10 = 6 m3 Volume ruang gas yang berbentuk kubah diperhitungkan sebesar 20% dari volume total digester (Purnama Sari dkk., 2012) sehingga: Vkubah
=
Vtotal
= = 1,5 m3 = Vreaktor + Vkubah = 6 + 1,5 = 7,5 m3
Dimensi bak: Diameter =2m Tinggi silinder = 2 m Tinggi kubah = 1 m Bak Pengendapan Awal Bak pengendapan awal berfungsi untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang tidak dapat terurai pada digester anaerobik dengan cara mengendapkan kotoran padat berupa lumpur di dasar bak pengendap. Air limbah dari bak pengendapan awal akan dialirkan menuju bak biofilter anaerobik, sedangkan lumpur yang mengendap di bagian dasar bak akan dibuang. Bak pengendapan awal dapat dilihat pada Gambar 5. Volume dan Dimensi Bak:
= 2,09 jam Biofilter Anaerobik Limbah cair tahu yang telah diolah di digester anaerobik masih memiliki kandungan BOD dan COD yang tinggi yaitu 780,15 mg/L dan 9495 mg/L. Kedua parameter tersebut masih jauh dari nilai standar baku mutu. Oleh sebab itu diperlukan pengolahan lanjutan berupa biofilter anaerobik untuk mendegradasi senyawa organik yang masih tersisa. Penguraian zat organik dilakukan oleh bakteri anaerobik yang tumbuh di permukaan media filter membentuk lapisan film mikroorganisme. Media filter yang digunakan pada bak ini terbuat dari bahan plastik yang berbentuk seperti sarang tawon. Biofilter anaerobik dapat dilihat pada Gambar 5. Volume dan Dimensi Bak: Direncanakan: Debit limbah (Q) = 20,68 m3/hari = 2,30 m3/jam BODmasuk = 780,15 mg/L CODmasuk = 9495 mg/L Perhitungan: Beban BOD dan COD di dalam air limbah BOD = Q x kadar BOD = 20,67 m3/hari x 780,15 g/m3 = 16,13 kg/hari COD = Q x kadar COD = 20,67 m3/hari x 9495 g/m3 = 196,26 kg/hari
Volume media yang diperlukan Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar beban BOD per volume media adalah 0,4 – 4,7 kg BOD/m3.hari (BPPT, 2010). Ditetapkan beban BOD yang digunakan yaitu 1 kg BOD/m3.hari. Vmedia diperlukan
=
= = 16,13 m3 Volume media biofilter sebesar 60% dari jumlah total volume reaktor (BPPT, 2010), sehingga: Vol. media = 60% dari total vol. reaktor Vreaktor diperlukan
=
x 16,13
= 26,88 m3 ~ 27 m3 Direncanakan terdapat 2 ruang sehingga Vreaktor tiap ruang = 27 : 2 = 13,5 m3 Waktu tinggal di dalam reaktor t
= =
= 5,87 jam Dimensi bak = p x l x t = 4,5 m x 3 m x 2 m = 27 m3 Tinggi jagaan direncanakan 0,5 m Biofilter Aerobik Limbah cair tahu yang telah diproses pada biofilter anaerobik ternyata masih memiliki kandungan COD yang tinggi sebanyak 1424,25 mg/L dan masih belum memenuhi baku mutu. Biofilter aerobik dipilih pada pengolahan setelah biofilter aerobik karena kinerjanya lebih efektif untuk mendegradasi senyawa organik yang jumlahnya tidak terlalu besar dengan adanya penambahan oksigen ke dalam air limbah. Selain itu bau metana yang muncul akibat pengolahan biofilter anaerobik dapat diatasi dengan pengolahan ini. Di dalam bak aerobik akan diisi media biofilter tipe sarang tawon yang terbuat dari plastik sambil dihembus dengan udara atau di aerasi sehingga
mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang tersisa di dalam limbah cair. Bak biofilter aerobik dapat dilihat pada Gambar 5. Volume dan Dimensi Bak: Direncanakan: Debit limbah (Q) = 20,67 m3/hari = 2,30 m3/jam BODmasuk = 117,02 mg/L CODmasuk = 1424,25 mg/L Perhitungan: Beban BOD dan COD di dalam air limbah BOD = Q x kadar BOD = 20,66 m3/hari x 117,02 g/m3 = 2,42 kg/hari COD = Q x kadar COD =20,66 m3/hari x 1424,25 3 g/m = 29,43 kg/hari Volume media yang diperlukan Perhitungan volume media didasarkan pada besar beban BOD. Untuk pengolahan air dengan proses biofilter standar beban BOD per volume media adalah 0,4 – 4,7 kg BOD/m3.hari (BPPT, 2010). Ditetapkan beban BOD yang digunakan yaitu 0,5 kg BOD/m3.hari. Vmedia diperlukan = = = 4,84 m3 Volume reaktor yang diperlukan Volume media biofilter aerobik sebesar 40% dari jumlah total volume reaktor (BPPT, 2010), sehingga: Vol. media = 40% dari total vol. reaktor Vreaktor diperlukan =
x 4,84
= 12,1 m3 Dimensi bak aerobik Vruang aerasi =pxlxt = 1,3 m x 1,86 x 2 m = 4,84 m3 Vruang media =pxlxt = 2 m x 1,86 x 2m = 7,44 m3 Tinggi jagaan direncanakan 0,5 m
Blower Udara: Kebutuhan oksigen (diasumsikan efisiensi biofilter aerobik sebesar 90%) Kebutuhan teoritis= 90% x Beban BOD = 90% x 2,42 = 2,18 kg/hari Untuk faktor keamanan (FS) sebesar FS = 1,6 untuk packing berupa plastik crossflow (Metcalf & Eddy, 2003) Kebutuhan oksigen = FS x keb. Teoritis = 1,6 x 2,18 = 3,49 kg/hari Kebutuhan udara aktual untuk menentukan kapasitas blower (BPPT, 2010): Temperatur udara rata-rata = 28º C Berat udara pada 28º C = 1,1725 kg/m3 Diasumsikan jumlah oksigen di dalam udara 23,2%, jadi: Jumlah kebutuhan udara =
berbentuk kerucut agar lumpur dapat terkumpul di bagian dasar. Air yang berasal dari proses ini akan langsung dibuang ke badan sungai, sedangkan lumpur yang mengendap di bagian dasar bak akan dikembalikan ke bagian inlet bak biofilter anaerobik menggunakan pompa sirkulasi lumpur. Bak pengendapan akhir dapat dilihat pada Gambar 6. Volume dan Dimensi Bak: Direncanakan: Debit (Q) = 20,66 m3/hari = 2,30 m3/jam Waktu tinggal (t) = 2 jam Perhitungan: Vdiperlukan =Qxt = 2,30 x 2 = 4,60 m3 Bak pengendapan akhir memiliki bentuk silinder dan kerucut, maka: V silinder =
= x 3,14 x 1,72 x 1,1 = 2,5 m3
= = 12,83 m3/hari Efisiensi blower = 5% Kebutuhan udara aktual = = = 256,6 m3/hari = 480 liter/menit Spesifikasi Blower Udara: Kapasitas = 300 liter/menit Daya = 180 watt Head =2m Jumlah = 4 unit Rekomendasi = Resun GF-180 Bak Pengendapan Akhir Dalam sistem IPAL ini terdapat pengolahan tambahan berupa bak pengendap akhir yang berfungsi sebagai tempat pengendapan lumpur yang berasal dari biofilter aerobik. Desain dari bak pengendapan akhir direncanakan berbentuk silinder dengan dasar bak
x π x d2 x hsilinder
V kerucut =
x π x d2 x hkerucut
= x 3,14 x 1,72 x 0,7 = 2,12 m3 Vtotal = Vsilinder + Vkerucut = 2,5+ 2,12 = 4,62 m3 Cek waktu tinggal rata-rata t
= =
= 2,01 jam Beban permukaan rata-rata Vo
= =
= 1,01 m3/m2.jam Spesifikasi pompa: Tipe = Pompa celup Daya = 150 watt Head =5m Kapasitas = 37,5 – 75 liter/menit Rekomendasi = Grundfos KP. 150
Bak Ekualisasi Digester Anaerobik
Manometer tekanan gas Turret sebagai pelindung pipa gas utama
Pipa pengeluaran gas
Tutup menggunakan plat (50 x 50 cm), t = 5 cm
Bak penampung lumpur
Ruang pengumpul gas
Muka tanah asli
2.3 m
Kolom praktis (15x15) cm dengan waterproofing
Pipa ukuran 4 inci dengan kemiringan 60°
Lantai kerja Beton K275, t=15cm dengan waterproofing
0.2 m
2.0 m
Dinding beton K275 t=15 cm dengan waterproofing
Balok sloof (15 x 20 cm)
0.5 m 0.2 m 0.05 m
1.0 m 0.6 m
Pompa submersible
0.2 m 0.2 m 0.2 m 0.1 m
Pasangan batu kali Pasangan batu kosong
Pasir urug
0.3 m 0.6 m 0.15 m
2.0 m
0.15 m
0.15 m
3.0 m
1.5 m
0.15 m
Gambar 4. Bak ekualisasi dan Digester Anaerobik Bak Pengendapan Awal
Digester Anaerobik
Turret sebagai pelindung pipa gas utama
Pipa pengeluaran gas Ruang pengumpul gas 1.0 m
Bak Biofilter Anaerobik
Bak Biofilter Aerobik
Tutup menggunakan plat (50 x 50 cm), t = 5 cm
Pipa PVC uk. 4 inci
Pipa aerasi blower udara
Pipa sirkulasi lumpur
Ruang aerasi
0.5 m
Muka tanah asli
0.2 m 1.2 m
Kolom praktis (15x15) cm 1.3 m dengan waterproofing
2.0 m 0.6 m Dinding beton K275 t=15 cm dengan waterproofing
0.5 m 0.2 m
0.6 m
0.6 m
0.2 m 0.2 m 0.2 m 0.05 m
0.5 m Balok sloof (15 x 20 cm)
0.2 m Media biofilter honey comb (120 x 50 x 60 cm) Rak penyangga beton (5x5 cm)
0.5 m 0.2 m 0.05 m 0.3 m 0.6 m 2.0 m
0.15 m
2.0 m
0.15 m
2.3 m
2.7 m
0.15 m
Pasangan batu kali
Pasangan batu kosong
Pasir urug Lantai kerja Beton K275, t=15cm dengan waterproofing
0.15 m 1.3 m 0.15 m
2.0 m
0.15 m
Gambar 5. Digester anaerobik, bak pengendapan awal, biofilter anaerobik-aerobik Biofilter Aerobik
Tutup menggunakan plat (50 x 50 cm), t = 5 cm
Bak Pengendapan Akhir
Pipa PVC uk. 4 inci
0.5 m 0.2 m
Muka tanah asli Kolom praktis (15x15 cm) dengan waterproofing
1.3 m
0.5 m
Dinding beton K275 t=15 cm dengan waterproofing
Media biofilter honeycomb (120 x 50 x 60 cm)
0.4 m 1.1 m
0.7 m
Rak penyangga beton (5 x5 cm)
Pipa pompa sirkulasi lumpur uk. 2 inci
0.2 m
Balok sloof (15 x 20 cm)
0.5 m 0.2 m 0.05 m
Pasangan batu kali Pasir urug
0.3 m 0.6 m 0.15 m
Lantai kerja beton K275, t=15 cm dengan waterproofing
1.9 m 0.15 m 0.15 m 1.7 m
0.15 m
Gambar 6. Biofilter aerobik dan bak pengendapan akhir
Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan IPAL diketahui total luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun sistem IPAL sebesar 95,92 m3 seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Dimensi IPAL Proses
Panjang (m)
Lebar (m)
Tinggi (m)
3,00
3,00
2,30
Bak Ekualisasi Digester Anaerobik Bak Penampung Lumpur Pengendapan Awal Biofilter Anaerobik Biofilter Aerobik Pengendapan Akhir Luas Lahan IPAL
8,37 m3 1,50
1,50
0,60
2,00
1,20
2,50
5,10
3,00
2,50
3,50
1,90
2,50
4,62 m3 95,92 m3
Hasil Pengolahan Setelah tahap perencanaan selesai maka dapat diperkirakan kualitas effluent yang dihasilkan oleh proses pengolahan pada IPAL yang telah direncanakan. Pada setiap bak pengolahan terdapat efisiensi yang diperkirakan akan menurunkan kandungan organik yang ada pada limbah cair tahu. Perkiraan kualitas effluent dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkiraan Kualitas Effluent
Influent Bak ekualisasi Digester Anaerobik Pengendapan awal
Biofilter Anaerobik Biofilter Aerobik Pengendapan Akhir
Effluent
COD mg/L 63300 0% 63300 85% 9495 0% 9495 85% 1424,2 90% 142,43 10% 128,19 128,19
Parameter BOD TSS mg/L mg/L 5201 3663 0% 0% 5201 3663 85% 40% 780,15 2197,8 0% 80% 780,15 439,56 85% 70% 117,02 131,87 90% 70% 11,70 39,56 10% 90% 10,53 3,96 10,53 3,96
Sumber: Hasil Perhitungan
Parameter COD (mg/L) BOD (mg/L) TSS (mg/L) pH
Sumber: Hasil Perhitungan
Tahapan
Dari perkiraan kualitas effluent yang dihasilkan dari proses pengolahan IPAL, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan standar baku mutu air limbah yang telah ditentukan untuk mengetahui apakah semua parameter telah memenuhi baku mutu. Perbandingan effluent air limbah dengan baku mutu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan Effluent dengan Baku Mutu
pH 4,4 7,0
7,4
8,2
8,2
Baku Mutu
Effluent
Keterangan
300
128,19
Memenuhi
150
10,53
Memenuhi
100
3,96
Memenuhi
6-9
8,2
Memenuhi
Sumber: Hasil Perhitungan Berdasarkan tabel perbandingan kualitas effluent dengan baku mutu yang mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013, kualitas effluent telah memenuhi standar baku mutu untuk semua parameter. Sehingga air limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan dapat dibuang secara langsung ke badan penerima air. Perkiraan Produksi Biogas Jumlah biogas yang dihasilkan dari proses degradasi anaerobik limbah cair industri tahu dapat diestimasi dari data nilai COD dan tingkat degradasinya. Tingkat eliminasi COD dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut antara lain karakteristik dan jumlah limbah, kondisi proses degradasi serta jenis dan desain reaktor. Dengan asumsi bahwa tingkat degradasi COD dalam biodigester diketahui, maka dapat diperkirakan produksi biogas teoritis untuk industri tahu pada berbagai tingkat produksi tahu. Pada Gambar 7 menunjukkan perkiraan produksi biogas pada berbagai tingkat degradasi COD dan kapasitas produksi industri tahu.
Menghitung volume metana per hari dengan suhu 35ºC VCH4 = (0,40) [(So – S)(Q)/(103 g/kg) – 1,42 Px] = (0,40 m3/kg) {[(1116,45 – 197,13) kg/hr] – 1,42 (56,57 kg/hr)} = 335,60 m3/hr Menghitung volume biogas per hari (diasumsikan metana sebesar 65% dari biogas) Gambar 7. Perkiraan Produksi Biogas pada Berbagai Tingkat Degradasi Pada perhitungan ini diasumsikan degradasi COD sebesar 85%. Untuk mengetahui produksi biogas, dibutuhkan harga Y (yield coefficient) dan kd (decay coefficient) yang didapatkan dari nilai asumsi. Untuk kisaran harga Y adalah 0,05 – 0,10 sedangkan untuk harga kd kisarannya diantara 0,02 - 0,04 (Metcalf & Eddy, 2003). Pada perhitungan ini dipilih nilai yang sering dipakai (typical), masing-masing nilainya adalah 0,08 dan 0,03 d-1. Menghitung nilai COD COD yang dihilangkan = 85% x CODmasuk = 85% x 63300 = 53,81 kg/m3 COD keluar = 15% x CODmasuk = 15% x 63300 = 9,50 kg/m3 Menentukan beban COD Beban CODhilang = COD yang dihilangkan x Debit limbah = 53,81 kg/m3 x 20,75 m3/hr = 1116,45 kg/hr Beban CODkeluar = CODkeluar x Debit limbah = 9,50 kg/m3 x 20,75 m3/hr = 197,13 kg/hr Menghitung besar VSS (volatile solids loading) per hari Px =
= = 56,57 kg/hr
Produksi biogas
= = 516,31 m3/hr
Potensi ekonomi Perlu diketahui bahwa 1 m3 biogas setara dengan 0,5 L minyak diesel (Romli dan Suprihatin, 2009), sehingga dari potensi biogas yang ada didapatkan 258,16 L minyak diesel (solar) tiap harinya dengan harga 1 L solar adalah Rp. 5.150. Potensi ekonomi = 258,16 x Rp.5.150 = Rp. 1.329.524 Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa Pabrik Tahu FIT Malang dengan limbah cair tahu yang memiliki kandungan COD mencapai 63300 mg/L memiliki potensi sebagai biogas dengan hasil 516,31 m3 setiap harinya yang setara dengan 258,16 L minyak diesel yang memiliki nilai jual sebesar Rp. 1.329.524,-. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada Pabrik Tahu FIT Malang maka didapat kesimpulan: 1. Debit limbah cair diperoleh dari pengukuran langsung di saluran outlet pada setiap jamnya selama tujuh hari. Dari pengukuran ini didapatkan dua data debit yang digunakan untuk dasar perencanaan instalasi pengolahan air limbah, yaitu debit harian maksimum sebesar 36,246 m3/hari untuk perencanaan bak ekualisasi dan debit rerata harian sebesar 20,753 m3/hari untuk perencanaan bak yang lain. 2. Analisa kualitas air limbah dilakukan sesuai dengan empat parameter yang ditentukan oleh pemerintah yaitu pH,
BOD, COD, dan TSS. Berdasarkan perbandingan hasil pengujian kualitas limbah cair tahu dengan baku mutu, dapat disimpulkan bahwa seluruh pengujian yang dilakukan terkecuali parameter pH pada pengujian ke 3 tidak memenuhi standar baku mutu yang ada. 3. Rencana proses pengolahan IPAL adalah bak ekualisasi, digester anaerobik, bak pengendapan awal, biofilter anaerobik, biofilter aerobik, dan bak pengendapan akhir. Total volume yang dibutuhkan untuk membangun IPAL adalah 72,12 m3. Setelah melewati proses pengolahan tersebut diperkirakan kualitas effluent limbah cair tahu telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. 4. Dengan asumsi degradasi COD sebesar 85%, dapat diperoleh biogas dengan hasil 516,31 m3 setiap harinya. Nilai ini setara dengan 258,16 L minyak diesel. Apabila 1L minyak diesel dijual dengan harga Rp. 5.150,00 maka Pabrik Tahu FIT akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.329.524,00 setiap harinya. DAFTAR PUSTAKA Faisal, M., Gani, Asri, & Daimon, Hiroyuki. 2016. Effect Of Organic Loading On Production Of Methane Biogas From Tofu Wastewater Treated By Thermophilic Stirred Anaerobic Reactor. Rayasan. Vol. 9 (2): 133 – 138 Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth Edition. International Edition. New York: McGraw-Hill. Mufida, D. K., Sholichin, M., Cahyani, C. 2015. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Dengan Menggunakan Kombinasi Sistem Anaerobik-Aerobik Pada Pabrik Tahu “DUTA” Malang. Jurnal Pengairan.
Romli, M. & Suprihatin. 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Industri Tahu dan Analisis Alternatif Strategi Pengelolaannya. Jurnal Purifikasi (Jurnal Teknologi dan Manajemen Lingkungan). 10 (2): 141- 154. Said, Nusa Idaman. 2016. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Wagiman. 2006. Identifikasi Potensi Produksi Biogas Dari Limbah Cair Tahu Dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Bioteknologi. 4 (2): 41 – 45.