STUDI PENYEBAB BANJIR BANDANG BATANG KURANJI KOTA PADANG
Yoka Mahendra, Zahrul Umar, Lusi Utama. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Bung Hatta Padang. Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Banjir bandang atau yang dikenal dengan galodo telah melanda Batang Kuranji pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2012 pukul 18.00 WIB, daerah yang terkena bencana banjir bandang ini meliputi 19 Kelurahan dalam 7 kecamatan di Kota Padang. Banjir bandang yang terjadi ini dapat disebabkan oleh hujan ekstrim yang turun pada tanah sudah jenuh air, sehingga air hujan yang turun langsung mengalir menuju sungai serta runtuhnya bendungan alami yang terbuat dari sampah vegetasi atau longsoran yang menutup dan membendung alur sungai di daerah hulu sungai Batang Kuranji. Studi ini berisi kajian terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai Batang Kuranji yang mengalami banjir bandang, dengan menggunakan data penginderaan jauh citra satelit landsat ETM 7 tahun 2009 dan landsat ETM 7 tahun 2012 dan system informasi geografis (SIG). Penginderaan jauh dan SIG merupakan alat yang terpadu yang telah lama digunakan untuk mengevaluasi fenomena bencana alam. Peran penginderaan jauh terutama untuk memetakan lokasi penutup lahan yang telah rusak seperti tanah longsor dan lahan-lahan yang gundul serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan SIG digunakan untuk membuat database , manajemen data, menampilkan data dan menganalisa data seperti peta tematik tata guna lahan/tutupan lahan, normalized difference vegetation index (NDVI), data curah hujan serta tekstur tanah. Selanjutnya data- data ini di analisa untuk menentukan apakah banjir bandang ini terjadi karena hujan ekstrim atau bobolnya bendungan alami yang ada di hulu sungai batang kuranji. Kata kunci: Banjir bandang, Penginderaan Jauh, Sistim Informasi Geografis (SIG), Normalized vegetation difference Index (NDVI), Hujan Ektrim
ABSTRACT
Flash floods are known or have been struck Trunk galodo Kuranji on Tuesday, July 24th, 2012 at 18:00 pm, the area affected by the flood disaster covers 19 villages in 7 districts in the city of Padang. Flash floods that occur could be caused by extreme rainfall that fell on already saturated ground water, so the rain water to flow directly into the river as well as the collapse of a natural dam made of garbage or landslide vegetation cover and stem the flow of rivers in the upstream rod Kuranji . This study contains a review of the conditions Watershed Batang Kuranji experiencing flash floods, using remote sensing data of Landsat ETM satellite image of 2009 and Landsat 7 ETM 7 in 2012 and the geographic information system (GIS). Remote sensing and GIS is an integrated tool that has long been used to evaluate the phenomenon of
natural disasters. Especially the role of remote sensing to map land cover locations such as landslides have damaged and deforested land and the factors that influence it. While GIS is used to create a database, data management, data display and analyze data such as thematic maps of land use / land cover, normalized difference vegetation index (NDVI), rainfall data and soil texture. Furthermore these data in the analysis to determine whether this flood occurred due to rain or extreme natural breakdown of the existing dam upriver Kuranji rod. Keywords : Flash floods , Remote Sensing , Geographic Information System ( GIS ), Normalized difference vegetation index ( NDVI ) , extreme rain
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Banjir bandang atau yang dikenal dengan galodo telah melanda Batang Kuranji dan Batang Arau pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2012 pukul 18.00 WIB, daerah yang terkena bencana banjir bandang ini meliputi 19 Kelurahan dalam 7 kecamatan di Kota Padang. Kerugian sementara berdasarkan laporan
Pemerintah
Provinsi
Sumatera
Barat diperkirakan Empat Puluh Milyar Rupiah dengan perincian rumah rusak sebanyak 878 unit, rumah ibadah rusak, 15 unit, irigasi rusak 12 unit, jembatan rusak 6 unit, Sekolah rusak 2 unit, pos kesehatan rusak 1 unit.(Gambar 1).kerusakan jaringan irigasi ini akan mempengaruhi luas tanam ±3000
ha
mengganggu Padang.
yang pada akhirnya ketahanan
pangan
akan kota
sekaligus ibu kota dari provinsi sumatera barat, Kota ini memiliki wilayah seluas 694,96 km² dengan kondisi geografi berupa daerah
perbukitan
yang
ketinggiannya
mencapai 1.853 m dpl. Terletak antara 0º 57´ 2,76 ˝ LS dan 100º 21´ 41,64˝ BT. Lebih dari 60% luas Kota Padang (± 434,63 km²) merupakan daerah perbukitan yang ditutupi LONGSORAN DI HULU SUNGAI BT. KURANJI
selebihnya
hutan
lindung,
merupakan
sementara
daerah
efektif
perkotaan, jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 833.562 jiwa. Suhu udara antara 23 – 32 ºC pada siang hari dan 22 – 28 ºC di malam hari,dengan BONGKAHAN KAYU MENGHAMBAT ALIRAN AIR SUNGAI
kelembaban 78 – 81%. Tingkat curah hujan mencapai rata-rata 405,58 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 17 hari per bulan.
Gambar 1 Foto kerusakan akibat banir bandang 2.
Tujuan Studi ini bertujuan untuk mengetahui
penyebab banjir bandang yang terjadi di Batang Kuranji Kota Padang. 3.
Lokasi Batang Kuranji terletak di Kota Padang
kota terbesar di pesisir barat pulau sumatera
dimana
kemudian
terkumpul kedalam
volume
dalam alur
waktu
sungai
air cepat
sehingga
menimbulkan lonjakan debit yang besar
dan
mendadak
melebihi
kapasitas tampung sungai. b.Runtuhnya bendungan alami yang ada di hulu sungai yang terbentuk oleh Gambar 2 Lokasi studi
sampah-
sampah
vegetasi
atau
longsoran- longsoran yang menutup
TINJAUAN PUSTAKA
dan membendung alur sungai di Banjir bandang (galodo) adalah aliran
daerah hulu.
massa sedimen (pasir, krikil, batu dan air )
Dengan runtuhnya bendungan alami
dalam satu unit dengan kecepatan tinggi,
ini material yang tertampung dibagian
terjadinya aliran ini karena keseimbangan
hulu berupa kayu-kayu, lumpur halus
statik
yang
dan batu-batuan akan terbawa banjir
ditimbulkannya lebih besar dari gaya geser
bandang ini. Oleh karena itu setiap
yang menahan, dan karena massa yang
terjadi banjir bandang sering disertai
mengalir ini mempunyai percepatan maka
kayu-kayu gelondongan dan potongan-
ketinggian dan kecepatannya akan selalu
potongan kayu
antara
gaya
geser
bertambah, dan pada tingkat batas tertentu karena
kodisi
kemiringannya
daerah melandai,
setempat
yang
berkurangnya
2. Proses
pembentukan
bendungan
alami a. Karena adanya longsoran
massa air, perubahan karakter sedimen dan
Material hasil longsoran yang berupa
lain sebagainya aliran banjir bandang ini
tanah, batuan, maupun pepohonan,
kecepatannya akan mengalami perlambatan,
dapat jatuh ke alur sungai dan
jumlah massa menjadi berkurang dan
langsung
akhirnya sejumlah massa akan diendapkan
atau material hasil longsoran terbawa
Maryono A.,2005).
oleh aliran air dan mengendap pada
1. Penyebab banjir bandang
penampang
a. Terkumpulnya curah hujan lebat yang
turun dalam durasi waktu yang singkat pada DAS di hulu sungai,
membentuk
bendungan
sungai yang sempit
(bottleneck) sehingga secara perlahan akan membentuk bendungan.
b. Karena adanya pembalakan liar di
menyebabkan terbentuknya rongga-
wilayah hulu sungai. Kayu-kayu
rongga didalam tanah dibawah tubuh
gelondongan
bendungan alami ini,
dengan
ukuran
tak
beraturan disertai dengan akar dan
akhirnya
ranting pohon hasil pembalakan liar
bendungan alami ini runtuh dan
dapat terbawa oleh aliran air dan
mengalirkan
tersangkut pada penampang sungai
kecepatan yang sangat tinggi dan
yang sempit (bottleneck) sehingga
volume yang banyak.
terjadilah pembendungan alur sungai. 3. Penyebab
Runtuhnya
Bendungan
dapat
yang pada
air
menyebabkan
kehilir
dengan
4. Penginderaan Jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
Alami
objek, daerah, atau fenomena melalui
a. Luapan (Overtopping).
analisis data yang diperoleh dengan suatu Air sungai yang terbendung oleh
alat tanpa adanya suatu kontak langsung
bendungan alami, secara perlahan-
dengan objek, daerah, atau fenomena yang
lahan muka air yang tertahan akan
dikaji (Lilesand and Kiefer, 1997). Data
meninggi,
penginderaan
saat
muka
air
telah
mencapai permukaan bagian atas
rekaman
bendungan
elektromagnetik
air
akan
melimpah
dari
jauh
merupakan
interaksi dengan
antara
hasil tenaga
objek
yang
sekaligus akan menggerus material
direkam oleh sensor atau alat pengindera
pembentuk bendungan alami dan
seperti kamera, penyiam dan radiometri
akhirnya bobol sehingga air yang
yang masing-masing dilengkapi dengan
tertahan mengalir dengan cepat dan
detektor didalamnya. Data penginderaan
menyapu
jauh dapat berupa data digital maupun data
material
yang
menghalanginya.
visual. Data visual terdiri dari citra maupun
b. Rembesan (Piping)
non citra. Data citra berupa gambar yang mirip wujud aslinya atau berupa gambaran
Air
sungai
yang
bendungan
alami
kedalam
tanah
tertahan akan
oleh
mengalir
yang
dapat
menyebabkan erosi bawah tanah (piping). kecepatan tanah
Jika kritis, akan
telah
mencapai
butiran-butiran terbawa
dan
planimetrik, sedangkan data non citra pada umumnya berupa garis atau grafik (Sutanto, 1986). 5. Sistem Informasi geografis (SIG) Sistem informasi geografis adalah suatu system berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan
dan memanipulasi
berbagai informasi geografi. SIG dirancang
Data
atribut
sering
dikategorikan
untuk mengumpulkan, menyimpan dan
sebagai data nonspasial, karena peranannya
menganalisis berbagai objek serta fenomena
tidak menunjukkan posisinya, akan tetapi
dimana
merupakan
lebih menunjukkan penjelasan mengenai
karakteristik penting atau kritis untuk
objek atau identitas. Data atribut dapat
dianalisis (Aronoff, 1989). Dalam SIG
dinyatakan menjadi empat bentuk yaitu
terdapat dua macam data, yaitu data spasial
nominal, ordinal, interval, dan ratio.
lokasi
geografi
dan data atribut (tabulasi). Data spasial
Dengan
menggunakan
data
adalah data mengenai objek atau unsur
penginderaan jauh citra satelit landsat ETM
geografis yang dapat diidentifikasi dan
7 tahun 2009
mempunyai
2012 serta SIG, data-data ini dibandingkan,
acuan
lokasi
berdasarkan
dan landsat ETM 7 tahun
maka akan terlihat perubahan tata guna
system koordinat tertentu. Data grafis adalah data dalam bentuk
lahan/tutupan lahan serta NDVI dalam DAS
dalam
Batang Kuranji. Dimana tata guna lahan
grafis.
adalah berkaitan dengan kegiatan manusia
Berdasarkan strukturnya data tersebut dapat
pada bidang lahan dalam suatu DAS,
berupa data vektor maupun data raster. Data
sedangkan tutupan lahan berkaitan dengan
vektor adalah data yang dinyatakan dalam
kenampakan yang ada pada permukaan
bentuk koordinat (x, y). Data vektor pada
bumi (DAS) (Lillesand and Kiefer, 1997),
peta berbentuk titik, garis, dan polygon.
sedangkan NDVI adalah indeks yang
Untuk memasukkan data vektor digunakan
merefleksikan
digitizer, keyboard dan mouse.
permukaan bumi (Jensen R.J, 1998).
gambar komputer
dalam
komputer.
merupakan
Peta data
tutupan
vegetasi
di
Data raster adalah data yang dinyatakan dalam bentuk baris dan kolom (grid atau
6. Aliran permukaan
cell). Gambar yang terbentuk terdiri dari sejumlah cell. Ukuran terkecil dari cell
Air hujan yang turun di suatu wilayah
dikenal dengan istilah pixel
sebagian akan menjadi aliran permukaan
(picture element). Untuk memasukkan data
(surface runoff) dan sebagian lagi masuk
raster biasanya digunakan scanner. Sebuah
kedalam
citra merupakan data yang dimasukkan
infiltrasi. Aliran permukaan ini merupakan
pada komputer dalam bentuk data raster.
komponen besar penyumbang produksi air
Citra tersebut dapat diubah menjadi data
pada saat terjadi banjir. Menurut Horton
vektor.
(1933)
tersebut
tanah
aliran
intensitas
atau
disebut
permukaan
hujan
dengan
terjadi
melampaui
saat
kapasitas
infiltrasi tanah, sedangkan banjir adalah
9
17 Juli 2012
-
46,8
-
salah satu bentuk ekstrim aliran permukaan
10
18 Juli 2012
-
42,4
-
11
23 Juli 2012
-
53,8
0
12
24 Juli 2012
30
-
117
dimana tinggi muka air sungai atau produksi air sungai (debit) melebihi daya tampung sungai.
(Sumber: UPTD Wilayah I Dinas PU Padang)
Banjir dan kekeringan merupakan suatu fenomena alam dimana system DAS tidak dapat
menyerap,
menyimpan,
dan
mendistribusikan secara optimal terjadinya
METODOLOGI 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penulisan
perubahan masukan (curah hujan), sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan debit
ini seperti dalam tabel 2 berikut ini:
puncak dan memperpendek waktu menuju debit
puncak
(banjir),
dan
Tabel 2. Daftar bahan yang digunakan
dampak
lanjutannya adalah tambahan cadangan air
No
Data
Tang gal
tanah pada musim hujan menjadi berkurang
Skala
Resolusi
/Row
(m)
pengam
sehingga suplai produksi air di musim
bilan 1
kemarau menjadi lebih sedikit (kekeringan). Data
Path
Peta
1984,
Topografi
1985 &
curah hujan yang digunakan
1:50.000
1996 2
dalam studi ini diperoleh dari pos hujan Batu Busuk dan Pos hujan Gunung Nago
3
yang lokasinya berada dalam DAS Batang
4
Kuranji (Tabel 1).
Path:
Landsat
1 Maret 127 /
ETM 7
2009
Landsat
27 April 061
ETM 7
2012
30
Row.
30
Software ArcGIS 10
5
Data Curah Hujan
Tabel 1 Intensitas Curah Hujan
6
Tanah
Curah hujan (mm) No
Tanggal
Bt. Busuk
Tekstur
Data citra yang digunakan dalam studi
Gn.
Gn.
Nago
Sarik
ini adalah citra landsat-7 ETM dengan 7
1
3 Juli 2012
-
7,8
-
buah band. Yaitu Band 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan
2
5 Juli 2012
-
11,2
-
8.
3
8 Juli 2012
35
-
-
4
9 Juli 2012
50
47,2
-
5
10 Juli 2012
100
-
-
6
12 Juli 2012
27
54,8
-
digunakan adalah level 1, system corrected
7
13 Juli 2012
35
-
-
(1G). Menurut Prahasta E (2008) kelas ini
8
16 Juli 2012
-
11,2
-
Band
merupakan
6
tidak
band
digunakan
yang
khusus
karena untuk
penampung thermal. Citra landsat yang
telah
terkoreksi
secara
radiometric,
infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman
geometric dan bebas dari distorsi.
penutup tanah, intensitas hujan, sifat
Tekstur tanah pada lokasi studi berdasarkan
dan kondisi tanah, air tanah, derajad
peta geomorfologi lembar Padang Sumatera
kepadatan tanah, porositas tanah. Laju
(Karnawan, dkk., 2004) adalah lempung
infiltrasi akan berkurang bila hujan
pasiran (Sandy clay)
dalam jangka waktu lama dan juga dipengaruhi oleh kondisi air hujan sebelumnya. Harga C untuk berbagai
2. Metode
keadaan daerah aliran seperti pada
a. Menghitung debit banjir
tabel 3. dan perhitungan debit banjir
berdasarkan data hujan Dalam
menentukan
penyebab
pada bagan alir gambar 3.
banjir bandang ini salah satu cara yang
dilakukan
adalah
DAS Bt Kuranji
memperkirakan debit yang terjadi. Metode yang umum dipakai adalah metode Rasional. Metode ini sangat sederhana,
mudah
penggunaannya
Dibagi menjdi beberapa Sub DAS sesuai tutupan lahan
serta terkenal diantara rumus-rumus empiris lainnya,. Persaman matematik metode Rasional dinyatakan dalam
Hitung luas Sub DAS
Tentukan Koef. Aliran ( C )
bentuk: Q = 0,278 C I A
Hitung Koef. C gabungan
Dimana Q adalah debit rencana dalam m³/detik. C adalah koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1). I adalah
Hitung I (mm/jam)
intensitas hujan dalam mm/jam, dan A Hitung Tc = T/L dan V = 72 (∆H/L)⅔
adalah luas DAS (Km²). Koefisien C didefinisikan sebagai perbandingan antara aliran permukaan dengan intensitas hujan. Faktor ini merupakan
variabel
yang
paling
menentukan dalam perhitungan debit banjir.
Faktor
utama
Hitung Debit (m³/dt)
yang
mempengaruhi koefisien C adalah laju
Gambar 3 Bagan alir menghitung debit banjir.
Tabel 3 Koefisien aliran No
Keadaan DAS
c. Analisa citra satelit landsat-7 ETM Nilai C
tahun 2009 dan tahun 2012 1). Vegetasi
1
Bergunung & curam
0,75-0,90
2
Pegunungan tersier
0,70-0,80
Keberadaan vegetasi pada suatu DAS
3
Tanah bergelombang dan
0,50-0,75
dapat digunakan sebagai salah satu
hutan
indikator tingkat kekritisan
DAS
4
Tanah dataran yg ditanami
0,45-0,60
5
Persawahan yang diairi
0,70-0,80
tersebut.
6
Sungai didaerah
0,75-0,85
kerapatan vegetasi yang menutupi
pegunungan 7
lahan
Sungai kecil didaerah
0,45-0,75
dataran 8
Sungai besar yang daerah
0,50-0,75
Untuk
dibuat
mendapatkan
citra
mempresentasikan
yang
keberadaan
vegetasi pada DAS tersebut yang
pengalirannya sebagian
disebut dengan citra Normalized
besar dataran
Difference Vegetation Index (NDVI).
(Sumber:Wangsadiputra M, 2003).
NDVI dihitung dengan persamaan berikut(Jensen J.R, 1998):
b, Menghitung debit banjir berdasarkan data debit
Band4 – Band 3
Data debit yang mengalir di bendung
NDVI =
irigasi gunung nago pada tanggal 24 juli
Band 4 + Band 3
2012 sewaktu banjir bandang terjadi dapat digunakan
sebagai
data
pembanding
Band 4 merujuk pada band dengan
terhadap debit yang dihitung berdasarkan
kisaran panjang gelombang infra
data curah hujan , Rumus yang digunakan:
merah dekat (Near Infra Red), Band
Q = Cd 2/3 √2/3 g b H³/²
3 merujuk pada band dengan kisaran
Dimana Q = debit (m³/detik); Cd =
panjang
Koefisien debit (Cd = CoC1C2); g =
Berdasarkan
Percepatan gravitasi (9,81 m/dt²); b = lebar
tersebut diperoleh tingkat kehijauan
mercu (m); H = Tinggi air diatas mercu
DAS batang kuranji atau citra NDVI
(m).
yang merefleksikan tutupan vegetasi dipermukaan
gelombang
merah.
perhitungan
bumi
(Jensen
NDVI
J.R,
1998). yang nilainya mulai -1 hinga 1. Jika mendekati angka satu berarti vegetasi dalam DAS tersebut cukup baik dan sebaliknya jika mendekati
– 1
menggunakan Software Arc GIS 10
kondisi vegetasinya buruk
(Tabel 7 & 8 serta gambar 5 & 7).
dengan cara membandingkan band 2
Dengan
membandingkan
peta
dengan band 5, jika band 2/ band 5
tematik tutupan lahan serta
NDVI
> 1 maka objek tersebut adalah
tahun 2009 dan 2012 seperti pada
badan air (warna hitam), dan jika
bagan alir Gambar 4 diperoleh
band 2/band 5 < 1 maka objek
perubahan nilai tutupan lahan dan
tersebut adalah lahan selain badan
NDVI.
air (warna putih), (Smith, R.B, 2006); Alesheikh A.A et al., 2007).
Landsat-7 2009
Landsat -7 2012
HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN 1. Klasifikasi tutupan lahan dan NDVI Berdasarkan citra landsat-7 ETM tahun
LU/LC
NDVI
LU/LC
NDVI
2009 dan 2012 didapat klasifikasi tata guna lahan / tutupan lahan (Tabel 4 & 6) dan
Perbandingan 2009 & 2012
NDVI ( Tabel 5 & 7) DAS batang kuranji di hulu bendung Gunung Nago seperti pada gambar 5, 6, 7 dan 8.
Perubahan tutupan lahan & NDVI thn 2009 & 2012
Tabel 4 Klasifikasi Tutupan Lahan tahun 2009 Tata guna
Analisa perbetaan tutupan lahan & NDVI
No
lahan/
Luas
Piksel
%
Tutupan
(Km²)
3
4
5
55356
11,01
lahan 1
Kesimpulan
Gambar 4 Bagan alir analisa tata guna lahan & tutupan lahan serta NDVI
2
1
Awan
22,14
2
Lahan terbuka
17,21
43019
8,55
3
Semak elukar
29,69
74228
14,76
4
Ladang/kebun
62,98
157445
31,30
5
Hutan
67,88
169771
33,74
1,28
204
0,64
Sekunder 6
2). Badan Air Untuk membedakan badan air dan lahan pada citra satelit landsat-7 dapat
dilakukan
dengan
Hutan Primer
201,18
502963
100
201,18
Tabel 5 Klasifikasi NDVI tahun 2009 No
NDVI
Tipe NDVI
Interval
Luas (Km²)
%
2. Menghitung 1
2
100
3
debit
berdasarkan
data
curah hujan.
4
5
S. rendah
48,95
24,33
a. Data dari Pos Hujan Ladang Padi dengan curah hujan 117 mm dan luas
1
-1 – 0,2
2
0,2 – 0,4
Rendah
59,68
29,67
3
0,4 – 0,6
Sedang
92,55
46,00
4
0,6 – 0,8
Tinggi
0
0
5
0,8 - 1
S. Tinggi
0
0
201,18
DAS 19,97 km² Q = 0,278 C I A L = 19,78 km
100
∆H/L = 0,06446 Tabel 6 Klasifikasi Tutupan Lahan tahun
V= 72 (∆H/L)^0,6 = 13,89 km/jam
2012
Tc = L/V = 19,78/13,89 = 1,424 jam
No
I = R/24 (24/Tc)⅔ = 32,06 mm/jam
Tata guna
Luas
lahan/
(Km²)
Piksel
%
3
4
5
Tutupan lahan 1
Q = 0,278. 0,8. 32,06. 19,97
2
1
Awan
19,94
49836
9,93
2
Lahan terbuka
12,66
31651
6,29
3
Semak belukar
39,54
98849
19,65
4
Ladang/kebun
82,55
206130
40,98
5
Hutan
46,27
115675
23,00
Q = 142,39 m³/detik b. Data dari Pos hujan Batu Busuk dengan curah hujan 30 mm, dan luas DAS 96,926 km² Q = 0,278 C I A
Sekunder 6
C = 0,8 (daerah bergunung)
Hutan Primer
0,22
539
0,11
L = 19,78 km ∆H/L = 0,06446
201,18
100
Tabel 7 Klasifikasi NDVI tahun 2012 No
NDVI
Tipe NDVI
Interval
Luas (Km²)
%
V= 72 (∆H/L)^0,6 = 13,89 km/jam Tc = L/V = 19,78/13,89 = 1,424 jam I = R/24 (24/Tc)⅔ = 8,21 mm/jam C = 0,8 (daerah bergunung) Q = 0,278. 0,8. 8,21.96,926
1
2
3
4
5
S. rendah
42,21
20,98
1
-1 – 0,2
2
0,2 – 0,4
Rendah
85,29
42,39
3
0,4 – 0,6
Sedang
73,68
36,63
4
0,6 – 0,8
Tinggi
0
0
5
0,8 - 1
S. Tinggi
0
0
Q = 176,98 m³/detik c. Jadi Q total = 142,39 + 176,98 = 319,37 m³/detik. 3. Menghitung debit banjir berdasarkan data debit pada Bendung Gunung Nago Q = Cd 2/3 √2/3 g b H³/²
Q = 1,19 2/3 √2/3.9,81 . 60. 4,2 ³/² Q = 1045 m³/detik KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Hasil
analisis
tingkat
kehijauan
vegetasi menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan tingkat kehijauan DAS
Batang
dipresentasikan
Kuranji. dengan
Hal
ini
Gambar 6 Tutupan Lahan DAS Bt Kuranji Tahun 2009
penurunan
nilai NDVI kualitas sedang tahun 2009 sebesar 92,55 km² menjadi 73,68 km² tahun 2012. Penurunan nilai NDVI ini menunjukkan bahwa vegetasi didalam DAS Batang Kuranji tersebut mengalami pengurangan yang signifikan (gambar 7 & 8). Gambar 7 NDVI Tahun 2009. (Sumber : Hasil Olah dengan Sofware Argis 10)
Gambar 5 Tutupan Lahan DAS Bt Kuranji Tahun 2009. (Sumber : Hasil Olah dengan Sofware Argis 10)
Gambar 8 NDVI Tahun 2012. (Sumber : Hasil Olah dengan Sofware Argis 10)
b.
Hasil analisis badan air terlihat banyak genangan air yang terjadi pada DAS
batang kuranji. Tahun 2009
badan air seluas 14
km², dan tahun
2012 meningkat menjadi 20
km²,
sebesar 725,63 m³/detik. Jadi debit
badan air ini bisa berupa genangan air
inilah kemungkinan besar berasal dari
disawah dan bisa juga waduk-waduk
genangan
alami. Karena lokasi genangan ini
bendungannya
jauh di hulu batang kuranji maka
salah
kemungkinan waduk alami sangat
bandang keruh bewarna kecoklatan
besar.
serta membawa endapan lumpur.
waduk
satu
alami
yang
runtuh. Hal inilah penyebab
air
banjir
d. Tata guna lahan/tutupan lahan Hasil
analisa
lahan/tutupan lahan,
tata
guna
telah terjadi
penurunan luas hutan sekunder dari 67,88 km² tahun 2009 menjadi 46,27 km² tahun 2012, hutan primer dari 1,28 km² menjadi 0,22 km² tahun Gambar 9 Badan air Tahun 2009.
2012 dan meningkatnya kebun dari
(Sumber : Hasil Olah dengan Sofware Argis 10)
62,98 km² menjadi 82,55 km² serta semak belukar dari 29,69 km² menjadi 39,54
km².
dengan
berkurangnya
hutan menjadi kebun dan semak belukar mengakibatkan meningkatnya koefisien aliran (C) dan selanjutnya meningkatkan debit banjir. Berdasarkan analisa tersebut diatas dapat Gambar 10 Badan air Tahun 2012. (Sumber : Hasil Olah dengan Sofware Argis 10)
disimpulkan
bahwa
faktor
penyebab
terjadinya banjir bandang adalah:
c. Debit banjir Hasil perhitungan debit banjir berdasarkan curah hujan diperoleh debit
sebesar
319,37
m³/detik
sedangkan debit yang mengalir di bendung gunung nago pada saat kejadian
banjir
bandang
adalah
sebesar 1045 m³/detik, jadi ada selisih
Telah terjadi alih fungsi hutan primer dan sekunder menjadi kebun dan semak belukar. Terbentuknya bendungan alami yang menyebabkan genangan dihulu batang kuranji.
Runtuhnya bendungan alami yag tidak mampu
menahan
debit
air
yang
disebabkan hujan tanggal 24 Juli 2012
didukung dengan system monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan. Monitoring yang tepat dapat mengetahui indikasi awal adanya penyalah gunaan lahan atau
2. Saran Untuk mengendalikan banjir bandang dan tanah longsor ini perlu dilakukan kegiatan fisik dan / atau non fisik maupun pengembangan hulu dan hilir DAS (UU Sumber Daya Air, 2004). Yang dimaksud dengan kegiatan fisik adalah pembangunan
penyimpangan peruntukan pada lokasi yang rawan banjir bandang. d. Pengelolaan DAS dengan mengadakan reboisasi dan penghijauan pada lahan kritis/tandus dan menerapkan teknik – teknik konservasi tanah dan air.
sarana dan prasarana serta upaya lainnya dalam
rangka
pencegahan
kerusakan/
bencana yang diakibatkan oleh daya rusak
DAFTAR PUSTAKA 1. Aronoff. Stanley,1984.
Geographic
air, sedangkan kegiatan non fisik adalah
Information System: A Management
kegiatan penyusunan dan / atau penerapan
perspective, WDL Publications Ottawa
piranti lunak yang meliputi antara lain
Canada.
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan
2. Direktorat
Jendral
Pengairan,1986.
pengendalian.
Standar perencanaan irigasi. Kriteria
Kegiatan fisik dan / atau non fisik yang
perencanaan bagian bangunan utama
dilaksanakan antara lain:
(KP-02).
a. Pembangunan Sabo dam ( Chek Dam); Grounsill;
Dam
Konsolidasi,
Normalisasi sungai dan Kanalisasi dan Pekerjaan dilereng bukit
melakukan
penebangan
hutan
secara illegal atau mengurangi alih fungsi
hutan,
dan
inveronment
an
earth
resources
perspective, Prentice hall, 2nd ed. 4. Lillesand TM, Keifer RW (1999)
b. Pengelolaan hutan secara terpadu dengan tidak
3. Jensen J.R, 2007. Remote sensing of the
menjaga
serta
melestarikan vegetasi sesuai dengan daya dukung lingkungannya. c. Pengendalian dan pelaksanaan tata ruang perlu dilakukan karena adanya lahan untuk pemukiman. Upaya ini perlu
Remote
sensing
and
image
interpretation. Wiley, New York 5. Marjono A, 2005.Menangani banjir, kekeringan
dan
lingkungan.
Gajah
Mada University Press. 6. Prahasta E, 2008. Remote sensing: Praktis pengolahan
Penginderaan citra
dijital
jauh
&
dengan
perangkat
lunak
ER
Mapper,
Informatika Bandung. 7. Smith, R.B., 2006. Remote Sensing of Environment. 8. Sosrodarsono s, Tominaga M, 1985. Perbaikan dan pengaturan sungai, PT Pradnya Paramita, Jakarta. 9. Triatmodjo, B, 2009. Hidrologi terapan. Beta Offset Yogyakarta. 10. Wangsadipura M, 2003. Catatan kuliah S1-252 Hidrologi.