STUDI PENERAPAN UNIVERSAL DESIGN PADA GEDUNG BARU UNIT REHABILITASI MEDIK RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG Oleh : Riestya A. W, Sheila A, Purdyah Ayu K. P & Amanda Ayu P
ABSTRACT In this era, universal design are famous, both placement and also its benefits. Universal design is very important to be applied especially on hospitals, because most of the visitors are the ones who need an easy access or accessibility in the hospital. The usage of universal design is very visible needed, especially in the building of medical rehabilitation. Because, installation of medical rehabilitation serve the disable people, so it is very important pay attention to accessibility. At the Dr. Kariadi hospital in Semarang, there are new buildings of medical rehabilitation which aims to updating the old system of old medical rehabilitation building. This building can only be enabled on the first floor for a while, because there is no lift installed to move the items to the 2nd floor and so on. For now the new building of medical rehabilitation only serve clinics and physiotherapy. This research focused on the accessibility of the 1st floor of the new building of medical rehabilitation in Dr. Kariadi hospital Semarang, observe and analyze the activity that occurs in the building, whether the person can do maneuver and go to medical rehabilitation rooms easily. Also observe whether the new building of medical rehabilitation is already applying 7 principles contained in universal design. Keywords : Universal Design, Disability, Medical Rehabilitation
ABSTRAK Pada era ini Universal Design sedang banyak di perbincangkan, baik penempatan maupun juga manfaatnyanya. Universal Design sangat penting diaplikasikan terutama pada rumah sakit yang sebagian pengunjungnya adalah orang-orang yang membutuhkan kemudahan disaat mengakses ruangan atau jalan pada aksesibiltas yang ada di rumah sakit. Penggunaan Universal Design sangat terlihat dibutuhkan khususnya pada bangunan rehabilitasi medik. Karena, instalasi rehabilitasi medik melayani orang-orang difabel, jadi sangatlah penting memperhatikan kemudahan aksesibilitas. Pada rumah sakit Dr. Kariadi Semarang terdapat bangunan baru rehabilitasi medik yang bertujuan untuk memperbarui sistem dari bangunan rehabilitasi medik yang lama. Bangunan ini sementara hanya dapat difungsikan pada lantai 1 saja, karena belum ada lift yang terpasang untuk memindahkan barang ke lantai 2 dan seterusnya. Instalasi Rehabilitasi medik mempunyai 6 substansi yaitu medis, fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara, psikologi, dan ortorik prostetik. Untuk saat ini rehabilitasi medik yang baru hanya melayani klinik dan fisioterapi. Penelitian ini terfokus pada aksesibiltas pada lantai 1 bangunan rehabilitasi medik rumah sakit Dr. Kariadi Semarang, mengamati dan menganalisa aktifitas yang terjadi pada bangunan tersebut, apakah seorang difabel dapat bermanufer dan menuju ke ruang-ruang rehabilitasi medik dengan mudah. Juga mengamati apakah bangunan baru rehabilitasi medik ini sudah menerapkan 7 prinsip yang terkandung dalam Universal Design. Kata kunci :Universal Design, Difabel, Rehabilitasi Medik
1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, saat ini pembangunan gedung untuk berbagai kepentingan masyarakat tumbuh dengan pesat22. Berbagai gedung baru seperti gedung perkantoran, mall, apartemen, rumah sakit dan lain-lain banyak bermunculan. Perkembangan yang ada saat ini menunjukkan bahwa pembangunan gedung baru sudah lebih memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan keberadaan dan fungsi bangunan.Berbagai ruang dalam gedung dirancang secara lebih baik untuk dapat memenuhi fungsi ruang serta memperhatikan aspek kenyamanan dari orang-orang yang menggunakan ruang tersebut. Rumah sakit termasuk lingkungan binaan yang juga berkembang cukup pesat.Berbagai rumah sakit lama direnovasi, sementara rumah sakit baru bermunculan. Rumah sakit harus memberikan pelayanan bagi orang-orang yang dalam keadaan sakit atau dalam kondisi keterbatasan tertentu (misalnya wanita hamil, orang patah kaki/tangan). Oleh karena itu, perancangan ruang harus benar-bernar memperhatikan keadaan pengguna, terutama pada ruang rehabilitasi medik. Secara umum dapat dijelaskan bahwa rehabilitasi medik adalah suatu pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kemampuan fungsi tubuh dan kemandirian seseorang akibat suatu penyakit, trauma atau kelainan bawaan sehingga dapat beraktivitas dengan hambatan seminimal mungkin dan
kembali ke dalam masyarakat23. Gedung yang digunakan sebagai unit rehabilitasi medik akan memerlukan perhatian yang lebih tentang masalah interaksi, gerak dan ruang-ruang yang perlu diberikan untuk pasien dengan hambatan-hambatan khusus atau orang-orang dengan disabilitas, misalnya pengguna kursi roda, tongkat, walker dan lain-lain. Dengan demikian, ruang rehabilitasi medik diharapkan dapat dirancang agar penggunadapat merasa nyaman. Konsep yang dapat mendukung segala aktivitas dan dapat diterapkan pada fasilitas rehabilitasi medik yaitu Universal Design, karena konsep tersebut memberikan kesempatan bagi semua orang untuk dapat menggunakan peralatan/fasilitas yang ada di unit rehabilitasi medik secara optimal.Oleh karena itu penulis memilih topik penerapan Universal Design pada gedung baru unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. 1.2.
Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini meliputi : Apakah unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang sudah menerapkan konsep Universal Design pada gedung barunya?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan a. Memahami penerapan Universal Design pada gedung baru unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
23 22
http://www.indosiar.com/ragam/pembangunan-gedungvertikal-semakin-marak_75331.html
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 378/Menke5/Sk/Iv/2008 Tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik Di Rumah Sakit
2
1.3.2.
1.4.
b. Mengamati aksesibilitas pada gedung baru unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang terkait dengan penerapan Universal Design. Manfaat a. Manfaat Teoritis (Keilmuan) Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan Universal Design pada gedung baru unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. b. Manfaat Praktis (Pemecahan Masalah) Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang berbagai standar dalam Universal Design yang diaplikasikan pada gedung baru unit rehabilitasi medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat menjadi masukan untuk Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang dalam hal penerapan Universal Design.
Batasan Penelitian Batasan penelitian yang akan dilakukan sebagai objek studi adalah : a. Pemilihan ruang rehabilitasi medik sebagai objek studi. Rehabilitasi medik berkaitan dengan pemulihan keterbatasan mobilitas dan pergerakan tubuh, maka ruang pada unit rehabilitasi medik sudah seharusnya aksesibel dan memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk melayani orang-orang yang memiliki disabilitas.
b. Pemilihan rumah sakit sebagai objek studi. Penulis bermaksud memilih Rumah Sakit Dr. Kariadi, yang berlokasi di Jl. Dr. Sutomo No. 16 Semarang sebagai tempat objek penelitian untuk meneliti hal-hal yang telah diuraikan diatas.Rumah Sakit Dr. Kariadi merupakan rumah sakit besar dengan jumlah pengguna yang banyak, sehingga dipandang tepat sebagai objek penelitian. c. Pemilihan masalah Universal Design Ruang rehabilitasi medik harus memiliki perancangan yang sesuai dengan standar ergonomi/kenyamanan sehingga menimbulkan suasana yang nyaman.Standar yang tepat untuk digunakan yaitu Universal Design, karena ketika diterapkan pada lingkungan, sudah dapat dipastikan bahwa fasilitas/produk/layanan tersebut dapat digunakan oleh semua orang, baik yang memiliki disabilitas maupun tidak.Universal Design memiliki beberapa substansi,oleh karena itu pada penelitian ini terfokus pada aspek aksesibilitas pencapaian ruang-ruang yang ada pada gedung baru Unit Rehabilitasi Medik RS Dr. Kariadi Semarang. 1.5.
Pengertian dan Pemahaman Judul Judul penelitian yang diambil yaitu “Studi Penerapan Universal Design pada Gedung Baru Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang”. Universal Design mengacu pada ide-ide yang ingin menghasilkan suatu bangunan, produk dan lingkungan yang dapat diakses oleh kedua golongan orang, yaitu orang normal (orang tanpa cacat fisik) dan orang penyandang cacat. Istilah
3
universal design pertama kali dicetuskan oleh seorang arsitek bernama Roland L.Mace24 untuk menggambarkan konsep merancang semua produk dan membuat lingkungan menjadi estetis dan dapat digunakan semaksimal mungkin oleh semua orang tanpa memandang usia, kemampuan atau status mereka (Wikipedia). Sedangkan menurut Goldsmith (2000)25, Universal Design adalah produk yang didesain oleh desainer yang dapat mengakomodasi secara universal, dan dapat memenuhi kebutuhan kenyamanan bagi semua penggunanya.Dalam perjalanannya untuk mencapai tujuan tersebut, sebuah produk/hasil desain yang didesain untuk orang-orang normal selanjutnya dapat disempurnakan dan dimodifikasi-sehingga efeknya, dengan parameter akomodasi yang semakin luas, maka hasil desain dapat digunakan oleh pengguna lainnya juga, termasuk orangorang dengan disabilitas. Rehabilitasi medik menurut WHO yaitu ilmu pengetahuan kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi/ menghilangkan dampak nyeri/sakit/cacat dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi sosial.Sehingga unit rehabilitasi medik yaitu salah satu instalasi pada rumah sakit yang bertujuaan untuk mengurangi/ menghilangkan dampak nyeri/sakit/cacat serta meningkatkan kondisi kemampuan
24
“Universal Design is the design of products and environments to be aesthetic and usable by all people, to the greatest extent possible, regardless of age ability or status in life, without the need for adaptation or specialized design.” (The center for Universal Design. 2008. p.1) 25 Goldsmith, Selwyn, 2000, Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects, Oxford : Architectural Press
pasien untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. Pengguna yang diamati pada penelitian ini adalah orang-orang yang termasuk pada baris ketiga sampai kedelapan pada piramida Universal Design Goldsmith, yaitu terdiri dari wanita yang memliki kebutuhan khusus pada toilet, manula yang menggunakan alat bantu tongkat, orang yang mengalami kebutaan, pengguna kursi roda, baik yang didampingi oleh pendamping maupun tidak. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka pengertian judul penelitian kami “Studi Penerapan Universal Design pada Gedung Baru Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang” yaitu studi tentang penerapan Universal Design terkait dengan aksesbilitas pengguna pada unit rehabilitasi medik. 1.6.
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, pengertian dan pemahaman judul, metode dan teknik penelitian, sistematika penulisan dan alur pikir. BAB II KAJIAN PUSTAKA, berisi teori tentang rumah sakit, unit rehabilitasi medik, Universal Design. BAB III DATA RUMAH SAKIT DAN UNIT REHABILITASI MEDIK DR. KARIADI SEMARANG, berisi tentang profil Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, denah, layoutdan segmentasi gedung baru unit rehabilitasi medik.
4
BAB IV
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN, berisi tentang analisa terkait standardan penerapan Universal Design dalam aksesibilitas gedung baru unit rehabilitasi medik rumah sakit Dr. Kariadi. KESIMPULAN DAN SARAN, terdiri atas kesimpulan dari penelitian dan saran yang dapat diberikan setelah melalui proses analisis.
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit a. WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. 2.2. Unit Rehabilitasi Medik 2.2.1. Definisi Unit Rehabilitasi Medik Menurut Kepmenkes No. 378/Menkes/SK/IV/2008, pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui panduan
2.3.
intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. Universal Design 2.3.1. Pengertian Universal Design Universal design26 berarti bahwa produk yang didesain merupakan produk yang dapat digunakan secara universal, dan nyaman bagi semua penggunanya. Metodologi dari proses desain ini disebut top down yaitu produk yang dari awal telah didesain untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang memilki dissabilitas sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga desain tersebut juga dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang normal. Universal design mengacu pada ide-ide yang ingin menghasilkan suatu bangunan, produk dan lingkungan yang dapat diakses oleh kedua golongan orang yaitu orang normal (orang tanpa cacat fisik) dan orang penyandang cacat. Istilah universal design pertama kali dicetuskan oleh seorang arsitek bernama Roland L.Mace27 untuk menggambarkan konsep merancang semua produk dan membuat lingkungan menjadi estetis dan dapat digunakan semaksimal mungkin oleh semua
26
Goldsmith, Selwyn, 2000, Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects, Oxford : Architectural Press 27 “Universal Design is the design of products and environments to be aesthetic and usable by all people, to the greatest extent possible, regardless of age ability or status in life, without the need for adaptation or specialized design.” (The center for Universal Design. 2008. p.1)
5
Sumber :
orang tanpa memandang usia, kemampuan atau status mereka. Istilah universal design merupakan perkembangan dari konsep barrier free design dan accessible design28, keduanya merupakan suatu konsep desain yang secara khusus menangani kebutuhan penyandang cacat. Cakupan universal design lebih luas dan lebih lengkap,karena konsep universal design memprioritaskan desain yang dapat diakses oleh semua orang baik itu penyandang cacat atau bukan. ○ http://www.universaldesign.com/ diakses 14-04-2013, pukul 20:31.
2.3.2. Filosofi Universal Design Arsitek yang memilih metode bottom up untuk universal design, mengerjakan desainnya dengan dasar pemikiran bahwa orang-orang yang hendak memakai bangunan tersebut, termasuk orang-orang yang memiliki disabilitas, adalah orang-orang yang diperlakukan sebagai orang-orang normal. Arsitek tidak memulai desain dengan praduga bahwa orang yang memiliki disabilitas itu abnormal, berbeda, oleh karena itu, untuk membuat bangunan tersebut menjadi aksesibel bagi mereka, maka desain harus dapat dikemas bersamaan dengan menggunakan beberapa standar aksesbilitas bagi orang yang difabel, sehingga seharusnya proses desain yang digunakan yaitu top-down sebagai add-ons, 28
https://en.wikipedia.org/wiki/Universal_design
dimana kebutuhan bagi orangorang normal berbeda dengan orang yang memiliki disabilitas Pada bangunan publik, yang dapat digunakan oleh semua orang, langkah untuk menerapkan konsep Universal Design diilustrasikan pada diagram piramida dari pengguna bangunan. Untuk bangunan yang dapat memenuhi kenyamanan bagi kebutuhan semua pengguna. Arsitek, mendesain dari 1 baris ke baris berikutnya, melihat seberapa besar parameter akomodasi bagi orang-orang normal dan dengan melakukan hal tersebut, dapat meminimalisir penyediaan ruang/fasilitas yang dikhususkan bagi orang-orang dengan disabilitas. Tujuannya sudah pasti, sejauh mungkin, agar tidak ada seorang pun yang terkena dampak dari disabilitas desain arsitekturmisalnya kesulitan dalam penggunaan bangunan/salah satu fitur pada bangunan tersebut karena kesalahan desain, atau memang seperti itulah desainnyahal ini bisa disebut sebagai diskriminasi arsitektural.
Gambar Universal design pyramid Sumber : Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects
6
a. Penjelasan Baris 1. Pada baris pertama, adalah orang-orang yang masih fit, dan masih tangkas, orang-orang yang masih bisa berlari, melompat, menaiki tangga, menari dan membawa barang bawaan yang berat. 2. Pada baris kedua, adalah orang-orang dewasa yang normal, tidak memiliki cacat fisik, dapat berjalan ke manapun mereka mau, tidak memiliki masalah dengan pergerakan. 3. Pada baris ketiga, sama seperti baris pertama dan kedua, pada baris ketiga ini adalah orang-orang yang normal, terdiri dari wanita/perempuan. Karena pada bangunan publik, mereka seringkali mengalami diskriminasi, misalnya pada penggunaan toilet umum dimana jumlah toilet wanita biasanya setengah dari jumlah urinal untuk pria, sehingga efeknya mereka terpaksa menunggu di antrian yang panjang dan terkadang lebih memilih untuk tidak menggunakan toilet umum. 4. Pada baris keempat, adalah orang-orang yang sudah tua, manula yang masih bisa berjalan menggunakan tongkat, dan tidak menyebut
dirinya sebagai orang yang disable. 5. Pada baris kelima, adalah orang-orang penyandang cacat atau yang memiliki disabilitas. 6. Pada baris keenam, adalah orang-orang yang menggunakan kursi roda. 7. Pada baris ketujuh, adalah pengguna kursi roda yang membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu mereka ketika sedang berada di bangunan publik, atau orang-orang disable yang menggunakan electric scooters. 8. Pada baris kedelapan, pengguna kursi roda yang membutuhkan bantuan dari 2 orang sekaligus ketika mereka hendak pergi keluar. b. Penjelasan Diagram 1. Pada pointer A, arsitek masih bisa memenuhi aturan/standar perencanaan bangunan dengan cukup baik untuk orang-orang pada baris pertama dan kedua. Perlu diingat bahwa tidak terdapt anak kecil/balita pada kedua baris tersebut. 2. Pada pointer B, yang mewakili baris ketiga, keempat dan kelima, menunjukkan bahwa pengguna bangunan, yang ketika bangunan tersebut didesain seharusnya sudah dapat dipenuhi
7
kebutuhannya, namun pada kenyataannya tidak. Orang-orang tersebut sebenarnya tidak akan mengalami disabilitas arsitektural apabila ketentuan/standar yang digunakan pada bangunan tersebut sudah sesuai untuk mereka. 3. Pada pointer C, menunjukkan hasil dari metode top-down, dimana orang-orang pada baris ketiga, keempat dan kelima beluh sepenuhnya dipenuhi kebutuhannya ketika mereka menggunakan bangunan publik. 4. Pada pointer D, menunjukkan hasil dari pengaplikasian dari prinsip-prinsip Universal Design, bangunan sepenuhnya nyaman digunakan oleh semua penggunanya. Jadi, dengan memperluas parameter akomodasi dari ketentuan yang normal, dengan ketentuan tambahan yang khusus pada tempat yang dibutuhkan, tujuan sebenarnya dari seorang arsitek yaitu untuk membuat bangunan yang senyaman mungkin bagi semua penggunanya.Kondisi operasionalnya juga dibuat senyaman mungkin, sehingga dapat menghindari diskriminasi arsitektural.
Sumber : Goldsmith, Selwyn. 2000. Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects. Oxford : Architectural Press
2.3.3.
Prinsip Universal Design
8
Saat ini RSUP Dr. Kariadi adalah Rumah Sakit kelas A Pendidikan dan berfungsi sebagai Rumah sakit Pendidikan bagi dokter, dokter spesialis, dan sub spesialis dari FK UNDIP, dan Institusi Pendidikan lain serta tenaga kesehatan lainnya. Tugas pokok RSUP Dr. Kariadi adalah menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta melaksankan upaya rujukan dan upaya lain sesuai dengan kebutuhan. RSUP Dr. Kariadi sebagai Rumah Sakit vertikal tipe A Pendidikan, juga menyelenggarakan fungsi : a. Pelayanan Medik (Spesialistik dan Sub Spesialistik) b. Pelayanan penunjang medik dan non medik c. Pelayanan dan asuhan keperawatan d. Pengelolaan SDM rumah sakit e. Pelayanan rujukan f. Diklat di bidang kesehatan g. Penelitian dan pengembangan h. Administrasi umum dan Keuangan
DATA RUMAH SAKIT DAN UNIT REHABILITASI MEDIK DR. KARIADI SEMARANG 3.1 Tinjauan Umum RSUP Dr.Kariadi Semarang 3.1.1. Lokasi
Gambar RSUP Dr. Kariadi Sumber : hariansemaranginfo. blogspot.com
RSUP Dr. Kariadi berlokasi di Kota Semarang tepatnya berada di Jl. Dr Sutomo No. 16 Semarang. Menurut Perda Kota Semarang No.6 tahun 2004, RSUP ini termasuk dalam kawasan wilayah BWK I. 3.1.2.
Deskripsi dan Tugas Pokok RSUP Dr.Kariadi Semarang RSUP Dr. Kariadi Semarang merupakan Rumah Sakit terbesar sekaligus berfungsi sebagai Rumah Sakit rujukan bagi wilayah Jawa Tengah. Luas lahan yang dimiliki RSUP Dr.Kariadi Semarang adalah 193.410 m2 dengan luas bangunan 82.754 m2.
3.2
Rehabilitasi Medik RS Dr.Kariadi Semarang 3.2.1. Pengertian Rehabilitasi Medik Menurut Kepmenkes No. 378/Menkes/SK/IV/2008, pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan
9
terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik dan atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal.
3.3.1.
Gambar Denah lantai 1 unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : PT. PP
Gambar Gedung lama unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : http://www.skyscraper city.com/showthread.p hp?t=1479838&page= 26
3.3
Gedung Baru Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang Bagian proyek peningkatan upaya RS Kariadi telah melaksanakan kegiatan pekerjaan perluasan gedung rehabilitasi medik. Sumber dana kegiatan tersebut dari DIP proyek peningkatan upaya kesehatan provinsi Jawa Tengah. Sebagai konsultan perencana adalah PT Gatra Upanyasa Ripta sesuai dengan kontrak No. 150/K/PPRS/2004 tanggal 21 Juli 2004. Konsultan pengawas dilaksanakan oleh CV Identitas dengan kontrak No.239/K/PPRS/2004 tanggal 22 September 2004 dan kontraktor pelaksana adalah CV.Putera Pangestu sesuai dengan surat perjanjian pemborongan No.255/K/PPRS/2004 tanggal 1 Oktober 2004 sebesar Rp 444.004.000,00. Saat ini proses pembangunan gedung baru unit rehabilitasi medik sudah mencapai 70%, yaitu sudah terbangun 4 lantai dari rencana total 6 lantai yang akan dibangun. Untuk utilitas bangunan sendiri, yang belum terpasang yaitu AC split, peralatan audio serta elevator sebagai sarana transportasi vertikal.
Denah a. Lantai 1
Berikut ini merupakan ruangruang yang terdapat pada lantai 1 gedung baru rehabilitasi medik : Ruang Fisioterapi, Ruang Periksa, Sosial Medik, Ruang Tunggu, Administrasi, Ruang EMG, Ruang Koordinator, Ruang Audio, Gudang, Ruang Ganti dan Kamar Mandi. b. Lantai 2
Gambar Denah lantai 2 unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : PT. PP
Berikut ini merupakan ruangruang yang terdapat pada lantai 2 gedung baru rehabilitasi medik: Ruang Tunggu, Gymnasium, Terapi Wicara, Ruang Aerophone, Ruang Audiometri, Ruang Senam Terpadu, Ruang Emergency, Gudang, Ruang Ganti dan Kamar Mandi.
10
c. Lantai 3
Gambar Denah lantai 3 unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : PT. PP
Berikut ini merupakan ruangruang yang terdapat pada lantai 3 gedung baru rehabilitasi medik : Terapi Wicara Anak, Ruang Konseling, Ruang Faksinasi, Ruang Menyusui, Fisioterapi Anak, Area Intervensi Atau Simulasi, Ruang Evaluasi, Ruang Psikologi Psikiatri, Ruang Sensori Integrasi Terapi, Ruang Parenting Class, Ruang Rapat, Ruang Staff, Pantry, Ruang Assesment, Area Bermain, Gudang, Ruang Ganti dan Kamar Mandi. d. Lantai 4
Gambar Denah lantai 4 unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : PT. PP
Berikut Ini Merupakan Ruang-Ruang Yang Terdapat Pada Lantai 4 Gedung Baru Rehab Medik : Ruang Menyusui, Ruang Perawatan Vip, Fisioterapi Vip, Poliklinik Vip, Ruang Kepala Instalasi, Ruang Tata Usaha,
Ruang Rapat, Nurse Station, Ruang Ganti, Ruang Emg, Ruang Terapi Perilaku, Laser Terapi, Vct, Adult Occupational Terapi, Ruang Magneto Therapy, Ruang Konsultasi dan Kamar Mandi. Seperti yang telah dijelaskan tadi, pada gedung baru rehabilitasi medik ini belum terdapat elevator. Rencananya elevator baru dipasang pada akhir Juni. Oleh karena itu, dari total 4 lantai tersebut, yang saat ini sudah operasional hanya lantai 1 saja. Menurut dokter Made, Kepala Bagian Instalasi Rehabilitasi Medik, hal ini disebabkan karena sebagian besar pasien di rehabilitasi medik adalah orang-orang yang memiliki disabilitas, kekurangan fisik maupun orang-orang yang menggunakan alat bantu. Sebelum adanya elevator, akses yang dapat digunakan untuk lantai 2, 3 dan 4 hanya tangga yang ada di lobby dan tidak terdapat ramp, sehingga hal ini malah akan mempersulit pasien untuk mengaksesnya apabila lantai 2, 3 dan 4 sudah operasional. “Keseluruhan gedung baru rehabilitasi medik ini baru dapat beroperasi secara optimal apabila pemasangan lift sudah dilakukan” kata dokter Made. Oleh karena itu, pengamatan mengenai penerapan Universal Design saat ini juga kami fokuskan ke lantai 1 gedung baru rehabilitasi medik yang sudah operasional.
11
3.3.2.
Layout Berikut ini adalah layout dari lantai 1 gedung rehabilitasi medik rumah sakit Dr. Kariadi : 3.4.4.
3.4.5.
3.4.6. Gambar Denah layout lantai 1 unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber : Dokumen pribadi
3.4
Segmentasi Ruang Untuk mempermudah dalam mendeskripsikan dan menganalisis aksesibilitas ruangan pada Lantai 1 Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, maka ruangan tersebut dibagi menjadi 8 segmen, yaitu :
3.4.7.
3.4.8.
Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu pada ruang administrasi, ruang rekam medik dan ruang koordinator rehabilitasi medik, koridor dan pintu koridor. Segmen D Elemen arsitektural yang diamati yaitu ruang EMG, pintu masuk, ruang terapi. Segmen E Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu, sirkulasi dan koridor pada ruang-ruang periksa. Segmen F Elemen arsitektural yang diamati yaitu koridor dan akses ruang terapi. Segmen G Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu dan akses menuju kamar mandi. Segmen H Elemen arsitektural yang diamati yaitu ruang ganti staff dan tangga darurat.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Gambar Segmentasi ruang unit rehabilitasi medik RS Dr. Kariadi Semarang Sumber:Dokumen pribadi
3.4.1.
3.4.2.
3.4.3.
Segmen A Elemen arsitektural yang diamati yaitu entrance door, lobby, ruang tunggu dan administrasi. Segmen B Elemen arsitektural yang diamati yaitu tangga dan elevator. Segmen C
Guna menganalisa kajian sarana aksesibilitas pada ruang unit rehabilitasi medik ini ada 2 standar yang digunakan untuk kriteria penilaian elemen aksesibilitas, yaitu : Goldsmith, Selwyn, 2000, Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects. ADA Standard for Acsessible Design 2010 Hal yang akan dianalisa yaitu penerapan Universal Design terkait elemen aksesibilitas pada 8 segmen ruangan Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.
12
4.1.
Analisa Penerapan Universal Design 4.1.1. Analisa Interior a. Segmen A
Gambar Segmen A Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu entrance door, lobby, ruang tunggu, administrasi. 1. Entrance Door
Gambar Entrance door Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Bagi tuna netra menemui kendala, karena tidak adanya peringatan letak pintu. o Bagi tuna daksa pengguna kruk dan kursi roda, menemui kendala apabila melewati pintu biasa, serta perbedaan peil lantai juga menyulitkan pengguna kursi roda. 2. Lobby
Kendala : o Terdapat kolom besar di tengah ruangan sehingga mempersulit akses di ruangan ini o Tidak terdapat jalur pengarah o Tidak ada handrail 3. Waiting Room
Gambar Waiting room Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Penataan layout perabot terlalu rapat,menyulitkan pengguna kursi roda untuk mengakses dengan nyaman o Tidak ada tempat untuk pengguna kursi roda menunggu 4. Administration Desk Gambar Administration Desk Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Meja terlalu tinggi,sehingga menyulitkan tuna daksa untuk melakukan pendaftaran o Tidak ada jalur pengarah (untuk orang buta)
Gambar Lobby Sumber : Dokumen pribadi
13
Penilaian elemen aksesibilitas Segmen A
Kendala : o Tidak ada jalur pengarah untuk orang buta o Tangga tidak dapat diakses oleh pengguna kursi roda 2. Elevator Kendala : o Dimensi pintu masuk belum memadai untuk pengguna kursi roda Penilaian elemen aksesibilitas Segmen B
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart b. Segmen B
Keterangan : 1= Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart c. Segmen C
Gambar Segmen B Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu tangga dan elevator. 1. Tangga
Gambar Tangga Sumber : Dokumen pribadi
Gambar Segmen C Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu pada ruang administrasi, ruang rekam medik dan ruang koordinator
14
rehabilitasi medik, koridor dan pintu koridor. 1. Pintu Koridor
Gambar Pintu Koridor Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Tidak ada jalur pengarah dan tidak ada peringatan dimana letak pintu masuk o Terdapat perbedaan peil lantai namun tidak terdapat ramp, sehingga menyulitkan orang untuk masuk, khususnya pengguna kursi roda 2. Koridor
Kendala : o Meja terlalu tinggi,sehingga menyulitkan pengguna kursi roda untuk mendaftar o Akses untuk menuju tempat ini sempit 4. Ruang Rekam Medik
Gambar Ruang rekam medik Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Secara keseluruhan tidak terdapat kendala pada ruangan ini apabila diakses oleh orang yang normal/tidak memiliki disabilitas. 5. Ruang Koordinator
Gambar Ruang koordinator Sumber : Dokumen pribadi Gambar Koridor Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Tidak ada jalur pengarah o Tidak adanya handrail o Minimnya signage 3. Administration Desk
Kendala : o Terdapat kolom di tempat yang mengganggu, sehingga menghalangi jalan. Penilaian elemen aksesibilitas Segmen C
Gambar Administration desk Sumber : Dokumen pribadi
15
Kendala o Tidak ada kendala pada ruangan EMG ini 3. Ruang Terapi
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart d. Segmen D
Gambar Ruang terapi Sumber : Dokumen pribadi
Kendala Kendala ada pada jarak antara bed dan meja yaitu 65 cm, celah ini tidak dapat dilalui oleh pengguna kursi roda, bahkan tidak semua orang normal bisa nyaman melaluinya. Penilaian elemen aksesibilitas Segmen D
Gambar Segmen D Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu ruang EMG, pintu masuk, ruang terapi. 1. Pintu Masuk Ruang EMG
Gambar Pintu ruang EMG Sumber : Dokumen pribadi
Kendala o Pintu susah dibuka karena berat, sehingga membutuhkan tenaga yang lebih untuk membuka pintu ini. 2. Ruang EMG
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart
Gambar Ruang EMG Sumber : Dokumen pribadi
16
Ruang Periksa 2
e. Segmen E
Gambar Ruang periksa 2 Sumber : Dokumen pribadi
Gambar Segmen E Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Tidak ada kendala. penataan layout sudah benar. Ruang Periksa 3
Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu, sirkulasi dan koridor pada ruang-ruang periksa. 1. Koridor Ruang Periksa Gambar Ruang periksa 3 Sumber : Dokumen pribadi
Gambar Ruang Periksa Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Tidak adanya handrail o Tidak ada jalur pengarah 2. Pintu Ruang Periksa Kendala : o Pintu sulit dibuka, memerlukan tenaga lebih untuk membukanya. 3. Ruang Periksa Ruang Periksa 1
Kendala : Tidak ada kendala pada ruangan periksa 3 ini. Ruang Periksa 4
Gambar Ruang periksa 4 Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Pintu sulit dibuka, sehingga perlu tenaga lebih untuk membukanya. Ruang Periksa 5
Gambar Ruang periksa 1 Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Saat membuka pintu, terganjal oleh bed yang berada di belakang pintu, sehingga menyulitkan orang untuk masuk, khususnya bagi pengguna kursi roda
Gambar Ruang periksa 5 Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Desain pintu masuk yang membutuhkan tenaga lebih untuk membuka pintu tersebut.
17
Ruang Sosial Medik
Gambar Sosial medik Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Pengguna kursi roda dan pasien yang menggunakan alat bantu lainnya tidak dapat melawati pintu untuk memasuki ruang sosial medik. o Pasien sulit menemukan letak ruang sosial medik karena harus melewati ruang transisi terlebih dahulu. o Lebar pintu pada ruang sosio medik lebih kecil (80 cm) dan tidak dapat dilewati oleh pengguna kursi roda dan bed . Penilaian elemen aksesibilitas Segmen E
f. Segmen F
Gambar Segmen F Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu koridor dan akses ruang terapi. 1. Koridor
Gambar Koridor Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Tidak ada penanda lantai bagi orang buta. o Terdapat kolom atau pilar yang sangat besar berada di tengah-tengah koridor.
18
Elemen arsitektural yang diamati yaitu pintu dan akses menuju kamar mandi. 1. Pintu Kamar Mandi
2. Akses Ruang Terapi
Gambar Ruang terapi Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : o Jarak aksesibilitas sempit sehingga tidak dapat dilewati pasien yang menggunakan bed. o Jarak antar alat-alat terapi sangat sempit dan berada di tengah-tengah sirkulasi.
Gambar Pintu kamar mandi Sumber : Dokumen pribadi
Penilaian elemen aksesibilitas Segmen F
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart
g. Segmen G
Gambar Segmen G Sumber : Dokumen pribadi
Gambar Ruang wastafel dan toilet perempuan Sumber : Dokumen pribadi Gambar Ruang wastafel dan toilet lakilaki Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Pintu kamar mandi khusus pengguna kursi roda tidak berat seperti pintu lebar khusus yang lainnya, meskipun demikian, pintu tersebut tetap sulit digunakan bagi pengguna kursi roda, selain susah, juga terdapat peil di dalam kamar mandi sehingga terkadang roda susah untuk maneuver balik. Pada pintu kamar mandi biasa dengan lebar 65 cm sangat sempit dan berat. 2. Akses Kamar Mandi
Kendala : Pada area kamar mandi perempuan, aksesnya sangat membingungkan, karena terdapat pintu dengan fungsi ruang yang berbeda-beda, di awal
19
berupa ruang wastafel dan berikutnya berupa toilet, sirkulasi pada ruang wastafel tersebut sangat sempit jika terdapat 2 orang di dalamnya. Pada area kamar mandi laki-laki pun srikulasi masih sempit untuk berjalan dari ruang wastafel plus urinal menuju toilet. Penilaian elemen aksesibilitas Segmen G
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart h. Segmen H
Gambar Segmen H Sumber : Dokumen pribadi
Elemen arsitektural yang diamati yaitu ruang ganti staff dan tangga darurat. 1. Ruang Ganti Staff
Gambar Ruang ganti staff Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Sirkulasi diruang ini sangat sempit. Masih banyak loker yang tidak bisa berfungsi dengan baik karena tidak ada ruang yang cukup, ditambah dengan penempatan sofa ditengahtengah membuat sirkulasi lebih sempit. 2. Ruang Tangga Darurat
Gambar Ruang tangga darurat Sumber : Dokumen pribadi
Kendala : Tangga kurang cocok untuk pengguna kruk dan walker. Hanya terdapat 1 tangga darurat, sedangkan bentang bangunan melebihi 30 m, harusnya terdapat 2 tangga darurat. 3. Tangga Darurat
Gambar Tangga darurat Sumber : Dokumen pribadi
S
20
Kendala : Tuna netra mengalami kendala karena tidak adanya jalur pengarah, sedangkan untuk tuna daksa pengguna kursi roda tidak dapat mengakses tangga. Tidak ada signages yang menunjukkan arah atau keberadaan tangga.
Kendala : Belum adanya signage pengarah untuk menuju ke pintu masuk gedung baru rehabilitasi medik baik dari gedung lama maupun dari parkiran. Jalan menuju pintu masuk masih tidak rata (masih adanya perbedaan ketinggian peil lantai), dan tidak dilengkapi dengan ramp (untuk pengguna kursi roda) khususnya akses dari parkiran. Tidak adanya pathways untuk orang buta. Tidak adanya handrail untuk menuju ke pintu masuk.
Penilaian elemen aksesibilitas Segmen H
4.2.
4.1.2. Analisa Eksterior Analisa Menuju Gedung Baru Rehabilitasi Medik RSUP Dr.Kariadi Semarang
Rekapitulasi Penilaian Aksesibilitas Elemen Arsitektur Rekapitulasi ini dibuat berdasarkan aksesibel atau tidaknya elemen aksesibilitas yang ada pada Lantai 1 Gedung Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Dari 7 segmen ruang serta 31 elemen aksesibilitas yang telah dianalisa terkait prinsip Universal Design pada lantai 1 gedung baru unit rehabilitasi medik, maka berikut ini adalah paparan hasil analisa dari data observasi dan pengukuran elemen aksesibilitas tersebut :
Gambar Eksterior Unit Rehabilitasi Medik RS. Kariadi Semarang Sumber : Data Pribadi
A. Aksesibel Standart Dari hasil kajian pada 31 elemen aksesibilitas, diperoleh hasil bahwa terdapat 2 elemen (6%) yang aksesibel sesuai standart Universal Design, yaitu ruang periksa 2 dan ruang periksa 3. Hal ini disebabkan oleh pada ruang periksa 2 dan 3, ukuran ruangnya sudah cukup luas
Keterangan : 1 = Tidak memenuhi standart 2 = Kurang memenuhi standart 3 = Cukup memenuhi standart 4 = Memenuhi standart
21
dan dapat digunakan bagi pengguna kursi roda untuk secara leluasa bermanuver di dalamnya. Sehingga ruang periksa ini sudah memenuhi prinsip ketujuh dari Universal Design, yaitu size and space for approach and use. B. Aksesibel Sebagian Standart Dari hasil kajian pada 31 elemen aksesibilitas, diperoleh hasil terdapat 8 elemen (25,8%) yang aksesibel sesuai standart Universal Design, yaitu automatic door, ruang rekam medik, ruang EMG, koridor ruang periksa, pintu ruang periksa, ruang sosial medik, ruang fisioterapi dan kamar mandi khusus pengguna kursi roda. 1. Automatic door Sudah menerapkan prinsip equitable in use, low physical approach. Namun sayangnya pintu otomatis ini belum memenuhi prinsip tolerance for error, karena sensornya hanya mendeteksi orang yang berdiri sejauh 2m dari pintu, tidak dengan orang yang berdiri persis di bawah pintu. 2. Ruang rekam medik, ruang EMG, koridor ruang periksa Dimensi ruang rekam medik sudah cukup luas memenuhi prinsip size and space for approach and use. Sayangnya dalam ruang rekam medik ini belum ada handrail dan jalur pengarah sehingga belum memenuhi prinsip equitable in use. 3. Pintu ruang periksa Dimensi pada ruang periksa ini sudah memenuhi prinsip size and space for approach and use,
sayangnya belum memenuhi prinsip low physical effort, karena pintu terlalu berat serta pemilihan engsel dan penahan pintu yang tidak tepat. 4. Ruang sosial medik Dimensi ruang sosial medik sudah cukup luas memenuhi prinsip size and space for approach and use. Sayangnya dalam ruang ini belum ada signage yang jelas sehingga belum memenuhi prinsip perceptible information. 5. Ruang fisioterapi Dimensi serta jarak antar perabot ruang fisioterapi belum memenuhi prinsip size and space for approach and use. 6. Kamar mandi pengguna kursi roda Pintu kamar mandi sudah memenuhi standar yaitu lebarnya 130 cm. Hanya saja belum memenuhi prinsip low physical effort dan equitable in use. C. Kurang Aksesibel Dari hasil kajian pada 31 elemen aksesibilitas, diperoleh hasil terdapat 11 elemen (35%) yang kurang aksesibel sesuai standart Universal Design, yaitu entrance manual, ruang tunggu, koridor, ruang koordinator, ruang terapi, ruang periksa 1 dan 5, koridor ruang fisioterapi dan ruang tangga darurat. 1. Entrance manual Pada pintu manual ini belum memenuhi prinsip low physical effort karena pintu terlalu berat untuk dibuka, serta prinsip equitable in use karena tidak terdapat jalur pengarah bagi
22
2.
3.
4.
5.
6.
tunanetra dan terdapat perbedaan peil. Ruang tunggu Pada ruang tunggu tidak menerapkan prinsip size and space for approach and use, karena jarak perletakan kursi tunggunya terlalu sempit, tidak dapat dilewati oleh pengguna kursi roda. Koridor Pintu pada ruang koridor ini belum menerapkan prinsip low physical effort dan size and space for approach and use. Sedangkan koridornya belum memenuhi prinsip equitable use dan flexibility in use karena belum mengakomodasi kebutuhan handrail dan jalur pengarah. Ruang coordinator Pada ruang koordinator belum memenuhi prinsip tolerance for error, karena terdapat kolom struktur yang berada di tengah ruangan dan terdapat celah sekitar 30cm antara kolom dan dinding. Ruang terapi EMG Ruangan yang digunakan untuk ruang EMG terlalu sempit, pintu hanya selebar 80 cm sehingga tidak memungkinkan bagi seorang pengguna kursi roda untuk masuk ke dalam ruangan, sehingga ruang EMG ini belum menerapkan prinsip size and space for approach and use. Ruang periksa 1 dan 5 Ruang periksa 1 dan 5 samasama belum memenuhi prinsip size and space for approach and use karena luas ruangan dan
7.
8.
penataan layoutnya tidak memungkinkan bagi pengguna kursi roda untuk bermanuver. Untuk ruang periksa 1 juga tidak memenuhi prinsip tolerance for error karena saat membuka pintu terhambat oleh bed periksa. Sedangkan untuk ruang periksa 5 tidak memenuhi standar perceptible information karena letaknya tersembunyi serta tidak adanya signage membuat pengguna kesulitan menemukan ruangan ini. Koridor ruang fisioterapi dan ruang tangga darurat Keduanya sama-sama memiliki dimensi ruangan yang kecil, sehingga sulit untuk bermanuver. Pada ruang fisioterapi terdapat 3 jarak antara 6 bed yang tidak dapat dimasuki oleh kursi roda. Selain itu terdapat 1 kolom besar yang berada di ruang fisioterapi, sehingga dalam hal ini tidak memenuhi prisip tolerance for error. Akses menuju gedung rehabilitasi medik Terdapat 2 akses, yaitu dari tempat parkir dan dari gedung rehabilitasi medik yang lama. Keduanya belum memenuhi prinsip equitable use, flexibility in use, perceptible information dan tolerance for error. Hal ini disebabkan karena belum adanya signage pengarah untuk menuju ke pintu masuk gedung baru rehabilitasi medik baik dari gedung lama maupun dari parkiran, jalan menuju pintu masuk masih tidak rata (masih
23
adanya perbedaan ketinggian peil lantai), dan tidak dilengkapi dengan ramp (untuk pengguna kursi roda) khususnya akses dari parkiran, tidak adanya pathways untuk orang buta dan tidak adanya handrail untuk menuju ke pintu masuk. D. Tidak Aksesibel Dari hasil kajian pada 31 elemen aksesibilitas, diperoleh hasil terdapat 10 elemen (32,2%) yang tidak aksesibel sesuai standart Universal Design, yaitu lobby, administration, tangga, pintu ruang EMG, ruang periksa 4, kamar mandi untuk orang normal. 1. Lobby Pada lobby tidak terdapat jalur pengarah, sehingga tidak memenuhi prinsip equitable dan flexibility in use, serta kurangnya signage menyebabkan lobby tidak memberikan perceptible information. 2. Administration Pada administrasi, karena ukuran desknya yang terlalu tinggi untuk anak kecil dan pengguna kursi roda maka tidak memenuhi prinsip size and space for approach and use, tidak terdapat jalur pengarah maka flexibility in use, serta tidak papan informasi yang menggunakan huruf braile. 3. Tangga dan tangga darurat Pada bagian tangga dan tangga darurat tidak memenuhi prinsip equitable dan flexibility in use karena tidak terdapat jalur pengarah dan ramp. Selain itu tolerance of error juga tidak
4.
5.
6.
diterapkan karena handrailnya tidak menerus, terputus di bagian bordess. Pada tangga darurat tidak terdapat signage yang menandakan bahwa itu adalah tangga darurat sehingga tidak menerapkan prinsip perceptible information. Pintu ruang EMG Pintu ruang EMG terlalu kecil tidak bisa dilewati oleh kursi roda dan berat untuk dibuka, belum menerapkan prinsip low physical effort dan equitable in use. Ruang periksa 4 Pada ruang periksa 4 tidak terdapat prinsip tolerance for error, karena pada saat memasuki ruang periksa ini terdapat kolom besar disamping kiri pintu masuknya, sehingga bisa membahayakan orang yang tidak mengetahui posisi kolom struktur tersebut. Selain itu kursi roda tidak bisa memasuki ruangan sehingga belum menerapkan prinsip size and space for approach and use. Kamar mandi untuk orang normal Pada kamar mandi tidak memenuhi 3 prinsip universal design, yaitu low physical effort karena kamar mandinya yang berat dan sulit dibuka, selain itu ukurannya terlalu sempit, baik pintu maupun aksesnya, pintu masuk hanya selebar 65cm. Pada kamar mandi ini tidak terdapat keterangan, mana kamar mandi untuk pria dan wanita, sehingga belum
24
menerapkan prinsip perceptible information. KESIMPULAN Dari hasil kajian 8 segmen dan eksterior ruang serta 31 elemen aksesibilitas yang ada di Lantai 1 Unit Rehabilitasi Medik tentang penerapan Universal Design dengan substansi aksesibilitas hasilnya 6% elemen yang sesuai dengan standar aksesibilitas dan dapat diakses oleh kaum difabel, sisanya masih aksesibel sebagian (25,8%), kurang aksesibel (35%) atau malah tidak aksesibel sama sekali (32,2%). Maka dapat disimpulkan bahwa Lantai 1 gedung baru Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang belum menerapkan prinsip Universal Design dan belum aksesibel. Permasalahan aksesibilitas fisik yang menghalangi aksesibilitas kaum difabel dikarenakan elemen aksesibilitas yang ada pada gedung tersebut tidak memenuhi asas Universal Design seperti yang tercantum pada Goldsmith, Selwyn, 2000, Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects dan ADA Standard for Accessible design 2010, yang secara detail dijelaskan pada prinsip Universal Design tentang kemudahan, kegunaan, keselamatan dan kemandirian pengguna. DAFTAR PUSTAKA
Carmona, Matthew., Tim Health., Taner Oc & Steve Tiesdell. 2003. Public Spaces Urban Spaces : The Dimensions of Urban Design. Oxford. Architectural Press. page 111 Connell, Bettye Rose., Mike Jones., Ron Mace., Jim Mueller., Abir Mullick., Elaine Ostroff., Jon Sanford., Ed Steinfeld., Molly Story & Gregg Vanderheiden. 1997. The Center for
Universal Design.. NC State University. Page 34 Goldsmith, Selwyn. 2000. Universal Design A Manual of Practical Guidance for Architects. Oxford : Architectural Press Henry Lefebvre dalam F. Budi Hardiman, 2010, Ruang Publik, Yogyakarta : Pustaka Filsafat http://www.autis.info/index.php/tentangautisme/apa-itu-autisme diakses 1504-2013, pukul 6:30 http://designdev.ncsu.edu/openjournal/index.php/re dlab/article/view/102diakses 14-042013, pukul 9:40 https://en.wikipedia.org/wiki/Universal_desi gndiakses 14-04-2013, pukul 20:25. http://journal.itb.ac.id/download.php?file=D 08074.pdf&id=370&up=8diakses 1404-2013, pukul 20:15. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_sakit diakses 15-04-2013, pukul 16:00 http://www.ap.buffalo.edu/idea/diakses 1504-2013, pukul 16:15 http://www.idsehat.com/2013/01/apakahrehabilitasi-medik-ituseberapa.htmldiakses 15-04-2013, pukul 6:30 http://www.indosiar.com/ragam/pembangun an-gedung-vertikal-semakinmarak_75331.htmldiakses 15-042013, pukul 08:00 http://www.kamusilmiah.com/elektronik/sat u-desain-untuk-semua/diakses 14-042013, pukul 20:30. http://www.rsalramelan.com/layananfasilitas/pelayanan-penunjang-
25
medik/rehabilitasi-medik.phpdiakses 15-04-2013, pukul 06:10 http://www.universaldesign.com/diakses 1404-2013, pukul 20:31. http://www.washington.edu/doit/Brochures/ Academics/instruction.htmldiakses 1404-2013, pukul 19:20. Joines, Sharon & Steven Valenziano. Removing Barriers to Health, Care Design Research and Methods Journal on behalf of the Center for Universal Design. NC State. Raleigh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 378/Menke5/Sk/Iv/2008 Tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik Di Rumah Sakit Peraturan Menteri PertahananNomor: 12 Tahun 2008 dari http://itjen.kemhan.go.id/sites/default/f iles/122008.pdf diakses 14-03-2013, pukul 15:45. Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh “Mobilitas di Lahan Berkontur” dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/453 /jbptunikompp-gdl-rasyjanatu-226414-bab2ti-a.pdf diakses 14-03-2013, pukul 17:32 Steinfeld, E. and Maisel, J. (2012) Universal Design: Creating Inclusive The Center for Inclusive Design and Environmental Access (IDeA Center) dari The Center for Universal Design, NC State University dari http://www.ncsu.edu/project/designprojects/udi/ diakses 14-04-2013, pukul 07:25
The Global Universal Design Commission dari http://www.globaluniversaldesign.org/ diakses 14-04-2013, pukul 07:30 The Institute for Human Centered Design dari http://humancentereddesign.org/ diakses 14-04-2013, pukul 07:50
26
27