STUDI PENENTUAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL OPTIMUM DALAM PENDUGAAN AREA KECIL
ASFAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Penentuan Matriks Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan Area Kecil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Asfar NRP G152120141
RINGKASAN ASFAR. Studi Penentuan Matriks Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan Area Kecil. Dibimbing oleh ANANG KURNIA dan KUSMAN SADIK. Statistik area kecil di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian oleh para statistisi seiring dengan bergesernya sistem ketatanegaraan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan dan penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya. Pada umumnya survey yang digunakan hanya dirancang untuk menduga parameter populasi berskala nasional. Sehingga permasalahan akan muncul ketika ingin memperoleh informasi untuk area yang lebih kecil, misalnya pada level propinsi, level kabupaten atau level kecematan. Ukuran contoh pada level area tersebut biasanya sangat kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki ragam yang besar. Guna mengatasi hal ini, diperlukan suatu prosedur statistika yang dapat mengkombinasikan data dari contoh kecil dan besar, dengan mengambil keuntungan secara detil dalam survei contoh dan sensus. Metode yang tepat untuk memberi solusi dalam hal ini adalah metode pendugaan area kecil (Small Area Estimation, SAE). Metode ini membantu memperbaiki informasi dan ukuran contoh menjadi lebih efektif. Salah satu metode dalam pendugaan area kecil adalah Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP). Fay dan Herriot (1979) merupakan peneliti pertama yang mengembangkan pendugaan area kecil berdasarkan model linier campuran. Model yang kemudian menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian pendugaan area kecil lebih lanjut. Model Fay-Herriot yang menjadi dasar dalam pendugaan area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Penyebabnya adalah keragaman suatu area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga pengaruh spasial dapat dimasukkan ke dalam pengaruh acak. Efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area lainnya. Selain itu, dasar dalam analisis spasial adalah segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Berdasarkan hal tersebut, informasi spasial dapat digunakan dalam model pendugaan area kecil. Dengan memasukkan efek korelasi spasial ke dalam efek acak area, maka akan diperoleh pendugaan area kecil yang mempertimbangkan efek korelasi spasial antar area. Penduga EBLUP dengan memperhatikan pengaruh acak area yang berkorelasi spasial dikenal dengan istilah penduga Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction (SEBLUP). Model dengan efek random korelasi spasial dalam masalah SAE pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu dalam Rao 2003b). Para peneliti sebelumnya menyebutkan bahwa pendekatan spasial EBLUP ini bisa menghasilkan interval kepercayaan yang baik yang bergantung pada pengaruh korelasi spasial dan nilai dari ragam pendugaannya. Selain itu,
penggunaan informasi tambahan spasial dapat memperkecil ragam dan bias dari penduga EBLUP. Walaupun para peneliti sebelumnya telah menjelaskan tentang pendekatan spasial dalam pendugaan area kecil, namun terdapat masalah, yaitu masalah dalam penentuan matriks pembobot spasial yang akan akan digunakan dalam pendugaan area kecil. Sebagaimana dijelaskan oleh Getis dan Aldstads (2004) bahwa dalam model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian khusus mengenai pembentukan matriks pembobot yang optimum dalam pendugaan area kecil. Hasil dari kajian simulasi menunjukkan bahwa banyaknya area kecil mempengaruhi pemilihan metode pembentukan matriks pembobot spasial yang optimum dalam pendugaan area kecil. Penduga SEBLUP dengan rekomendasi matriks pembobot spasial untuk jumlah area yang berbeda memberikan nilai ARRMSE yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARRMSE pada penduga EBLUP. Hasil simulasi ini sejalan dengan hasil studi kasus rata-rata pengeluaran per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 dengan menggunakan rekomendasi pembentukan matriks pembobot spasial yang diperoleh pada kajian simulasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya area sangat mempengaruhi pemilihan matriks pembobot spasial yang bisa memberikan pendugaan area kecil yang terbaik dengan pendekatan SEBLUP. Kata kunci: ARRMSE, EBLUP, matriks pembobot spasial, pendugaan area kecil, SEBLUP
SUMMARY ASFAR. Study of Determining Optimum Spatial Weighting Matrix in Small Area Estimation. Supervised by ANANG KURNIA and KUSMAN SADIK. Small area statistic in Indonesia has given attention by statisticians in line with the constitutional system shifting from a centralized system to a decentralized system. In the decentralized system, local governments have greater authority to regulate themselves, especially at the level of district/city governments. Thus the need for statistics to the level of villages/wards a basic requirement as a basis for local government district /city to construct a system of planning, monitoring and assessment of regional development or other important policy. In general surveys are used only designed to estimate population parameters in nationwide scale. So that problems may arise when you want to obtain information for a smaller area, for example at the provincial level, district level or sub district level. The sample size at the level of the area is usually very small so the statistics obtained will have a large variances. To overcome this problems, we need a statistical procedure to combine data from a small sample and large, by taking advantage in detail in the survey sample and census. The proper method to give a solution in this case is a small area estimation methods (SAE). This method helps to improve the information and the sample size to be more effective. One method of estimating a small area is Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP). Fay and Herriot (1979) was the first researcher to develop a small area estimation based on linear mixed models. The model then becomes a reference in the development of small area estimation further research. Model Fay-Herriot is the basis for small area estimation assumes that the influence of random error-free each area. But in some cases, this assumption is often violated. The reason is the diversity in an area influenced by the surrounding area, so that the spatial effect can be put into a random effect. Spatial effects are normal, occurs between one area to another area, this means that one area affects other areas. In addition, the foundation of spatial analysis are all interconnected with each other, but something closer to be more influential than something much. Based on this, the spatial information can be used in small area estimation models. By entering into the spatial correlation effects random effects area, you will get a small area estimation poise effects of spatial correlation between areas. EBLUP estimator probe by observing the random influences that correlate spatial area known as the probe Spatial Empirical Best Linear Unbiased Prediction (SEBLUP). Models with random effects of spatial correlation in SAE problem was first introduced by Cressie (Cressie 1991 referred to under Rao 2003b). Researchers had previously mentioned that the EBLUP spatial approach can produce good confidence intervals that depend on the influence of the spatial correlation and the probe of variances. In addition, the use of additional spatial information can reduce both the variance and the bias of the EBLUP estimator. Although previous researchers have explained about the spatial approach in a small area estimation, but there is a problem, that problem in determining the spatial weighting matrix that will be used in small area estimation. As explained by Getis and Aldstads (2004) that the spatial model, spatial weighting matrix is an important
component in most models when the representation of the spatial structure is needed. Therefore it is necessary to do a special assessment regarding the optimum weighting matrix formation in a small area estimation. The results of the simulation study shows that a lot of small areas influence the selection method of forming the optimum spatial weighting matrix in the small area estimation. SEBLUP estimator with spatial weighting matrix has recommended for the number of different areas providing value of ARRMSE much smaller than the ARRMSE value of EBLUP estimator. The simulation result is in line with the results of the case study that the average spending per household per month for sub-district in the city and district Bogor uses data of SUSENAS year 2010 by using recommendation weighting matrix formation obtained in the simulation study. It can be concluded that, the number of areas affecting the selection of spatial weighting matrix that can provide the best estimate in small area estimation with SEBLUP approach. Keywords: ARRMSE, EBLUP, spatial weighting matrix, small area estimation, SEBLUP
ยฉ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI PENENTUAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL OPTIMUM DALAM PENDUGAAN AREA KECIL
ASFAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Indahwati, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Taโala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Studi Penentuan Matriks Pembobot Spasial Optimum dalam Pendugaan Area Kecil berhasil diselesaikan. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Dalam penyusunan Tesis ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Anang Kurnia, S. Si, M. Si dan Dr. Ir. Kusman Sadik M. Si selaku dosen pembimbing atas waktu dan bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. 2. Dr. Ir. Indahwati, M. Si selaku dosen penguji luar. 3. Seluruh staf Depertemen Statistika atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Muhammd Nusrang, S. Si, M.Si atas bimbingan, arahan serta saran kepada penulis. 5. Ibu, Bapak, kakak dan seluruh keluarga atas cinta, kasih sayang, doa dan dukungannya. 6. Teman-tman S2 dan S3 Program studi statistika dan statistika terapan angkatan 2011 dan 2012 atas doโa, kebersamaan dan dukungan yang berlimpah. 7. DIKTI Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPDN-Calon Dosen. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelasian tesis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Asfar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Model Area Kecil Model Level Area Model Level Unit Pendugaan Area Kecil Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris (EBLUP) Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris Spasial (SEBLUP) Review Matriks Pembobot Spasial Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis Matriks Pembobot Berdasarkan Prilaku Data Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan
3 3 3 3 4 5 6 8 8 11 12
3 METODE PENELITIAN Data Metode Analisis
14 14 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Simulasi Matriks Pembobot Spasial Hasil Simulasi Matriks Pembobot Spasial Studi Kasus Pendugaan Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga Pendugaan MSE dan RMSE
18 18 18 22 26 27 28
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
29 29 29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
32
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Nila ARRMSE untuk m = 16 Nila ARRMSE untuk m = 64 Nila ARRMSE untuk m = 144 Hasil uji autokorelasi spasial dengan Indeks Moran Penduga pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 (Ribu Rupiah) 6 Penduga ARMSE (Average Root Mean Square Error)
22 24 25 26
27 28
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen (d) dari unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F 2 Peta untuk 16 area 3 Koordinat centroid untuk 16 area 4 Peta untuk 64 area 5 Koordinat centroid untuk 64 area 6 Peta untuk 144 area 7 Koordinat centroid untuk 144 area
10 18 19 19 20 21 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Keterangan komponen-komponen pada penduga MSE SEBLUP 2 Peubah penyerta dalam pendugaan area kecil pada level kecematan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data PODES tahun 2011 3 Peta letak kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor 4 Koordinat centroid kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor 5 Penduga MSE untuk pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010
32 33 34 35 36
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Statistik area kecil saat ini telah menjadi perhatian para statistisi dunia secara sangat serius. Telah banyak penelitian yang dikembangkan baik untuk perbaikan teknik dan pengembangan metode maupun aplikasi dalam berbagai kasus dan persoalan nyata yang dihadapi. Terlebih lagi di Indonesia dengan era otonomi daerahnya, dimana sistem ketatanegaraan bergeser dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan, pemantauan dan penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya (Kurnia 2009). Permasalahan muncul ketika akan menduga sampai pada level desa/kelurahan yaitu kondisi ukuran contoh yang kecil karena survey yang menjadi sumber informasi umumnya dirancang untuk menduga parameter populasi berskala nasional. Pendugaan yang umum digunakan didasarkan pada model desain penarikan contoh dalam survey. Sehingga dengan kondisi ukuran contoh yang kecil, metode pendugaan ini idak dapat memberikan hasil dugaan yang akurat dan presisi. Oleh karenanya diperlukan suatu prosedur statistika yang dapat mengkombinasikan data dari contoh kecil dan informasi tambahan. Metode yang tepat untuk memberi solusi dalam hal ini adalah pendugaan area kecil (Small Area Estimation, SAE) (Elbers et al. 2003, Rao 2003b). Chand dan Alexander (1995) menyebutkan bahwa prosedur pendugaan area kecil pada dasarnya memanfaatkan kekuatan informasi area sekitarnya dan sumber data dari luar area yang statistiknya ingin diperoleh melalui pembentukan model yang tepat untuk meningkatkan efektifitas ukuran contoh. Secara umum pendugaan area kecil dapat dikatakan sebagai suatu metode untuk menduga parameter pada suatu area yang relatif kecil dalam percontohan survei dengan memanfaatkan informasi dari luar area, dari dalam area itu sendiri dan dari luar survei. Petrucci dan Salvati (2004b) menyebutkan bahwa model area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Penyebabnya adalah keragaman suatu area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga pengaruh spasial dapat dimasukkan ke dalam pengaruh acak. Pengaruh spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area lainnya. Model dengan memperhatikan pengaruh acak korelasi spasial dalam masalah pendugaan area kecil pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu dalam Rao 2003b) yang dikenal dengan istilah penduga SEBLUP (spatial empirical best linear unbiased prediction). SEBLUP juga digunakan oleh Petrucci dan Salvati (2004a, 2004b), Salvati (2004), Singh et al. (2005), Chandra et al. (2007) dan Pratesi dan Salvati (2008). Mereka memasukkan matriks pembobot spasial tetangga terdekat (nearest neighbors) ke dalam model EBLUP.
2
Pendekatan spasial EBLUP bisa menghasilkan selang kepercayaan yang baik yang bergantung pada pengaruh korelasi spasial dan nilai dari ragam pendugaannya. Pratesi dan Salvati (2008) menunjukkan bahwa penggunaan informasi tambahan spasial dapat mengurangi bias dan galat penarikan contoh dalam pendugaan area kecil. Walaupun para peneliti sebelumnya telah menjelaskan tentang pendekatan spasial dalam pendugaan area kecil, namun terdapat masalah, yaitu masalah dalam penentuan matriks pembobot spasial yang akan digunakan dalam pendugaan area kecil. Semua peneliti sebelumnya hanya menggunakan matriks pembobot spasial yang sederhana dan mudah dibentuk, yaitu matriks pembobot yang didasarkan pada ketetanggaan terdekat. Padahal dalam analisis yang menggunakan pengaruh spasial penentuan matriks pembobot merupakan hal penting dan dasar dalam memperoleh pendugaan yang akurat. Sebagaimana dijelaskan oleh Getis dan Aldstads (2004) bahwa dalam model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan. Karena hasil analisis sensitif terhadap spesifikasi matriks bobot spasial, matriks bobot spasial yang berbeda mungkin diperlukan untuk berbagai jenis studi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian khusus mengenai pembentukan matriks pembobot yang optimum dalam pendugaan area kecil. Stakhovych dan Bijmolt (2008) menyebutkan bahwa pembentukan matriks pembobot spasial sendiri digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) memperlakukan matriks pembobot sebagai completely exogenous construct, (2) membiarkan data menentukan matriks pembobot sendiri, (3) menduga matriks pembobot. Metode yang peneliti gunakan dalam menentukan matriks pembobot spasial yang optimum adalah metode kajian kepustakaan dan metode simulasi. Simulasi dilakukan pada beberapa kondisi untuk menentukan matriks pembobot yang optimum. Matriks pembobot optimum yang diperoleh dalam simulasi selanjutnya yang digunakan dalam pendugaan pengeluaran per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahun 2010.
Tujuan Penelitian Merujuk pada permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pembentukan matriks pembobot spasial. 2. Mengevaluasi pengaruh efisiensi matriks pembobot dalam kasus SAE.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Model Area Kecil Area kecil menggambarkan suatu subpopulasi kecil untuk demografi maupun kelompok orang yang memiliki sosial ekonomi (ras, jenis kelamin, umur) tertentu yang berada dalam area geografis yang lebih luas. Area kecil sering digunakan sebagai gambaran sebuah area geografis kecil, seperti kabupaten, kecamatan, maupun kelurahan/desa dari suatu negara (Rao 2003b). Tipe model pendugaan area kecil terbagi menjadi dua, yaitu model level area (basic area level models) dan model level unit (unit level area models) (Rao 1999, 2003a, 2003b, 2014). Model level area digunakan jika data penyerta yang bersesuaian dengan data peubah yang diamati tidak tersedia hingga level unit contoh, sedangkan model level unit digunakan jika data penyerta yang bersesuaian dengan data peubah yang diamati tersedia hingga level unit contoh. Model Level Area Model level area merupakan model yang didasarkan pada ketersediaan data pendukung yang hanya ada untuk level area tertentu, misalkan ๐๐ = (๐ฅ๐1 , ๐ฅ๐2 , โฆ , ๐ฅ๐๐ )๐ dengan parameter yang akan diduga adalah ๐๐ yang diasumsikan mempunyai hubungan dengan ๐๐ dengan mengikuti model sebagai berikut: ๐๐ = ๐๐๐ ๐ท + ๐ง๐ ๐๐ , ๐ = 1, โฆ , ๐ (1) dengan ๐ง๐ adalah konstanta bernilai positif yang diketahui, ๐ท adalah vektor dari parameter yang bersifat tetap berukuran p x 1, m adalah jumlah area kecil dan ๐ฃ๐ adalah pengaruh acak yang diasumsikan menyebar normal dan berdistribusi identik dan saling bebas (iid), yakni: ๐ธ(๐ฃ๐ ) = 0, ๐๐๐(๐ฃ๐ ) = ๐๐ฃ2 (2) Untuk melakukan inferensi tentang populasi berdasarkan model (1), diasumsikan bahwa penduga langsung ๐ฆ๐ telah ada pada model dan dituliskan sebagai: ๐ = 1, โฆ , ๐ (3) ๐ฆ๐ = ๐๐ + ๐๐ , galat penarikan contoh ๐๐ berdistibusi saling bebas dengan: ๐ธ(๐๐ |๐ฆ๐ ) = 0, ๐๐๐(๐๐ |๐ฆ๐ ) = ๐๐ (4) Jika menggabungkan Persamaan (1) dan (3) maka diperoleh model: ๐ฆ๐ = ๐๐ป๐ ๐ท + ๐ง๐ ๐ฃ๐ + ๐๐ , ๐ = 1, โฆ , ๐ (5) dengan asumsi bahwa ๐ฃ๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐ฃ2 ) saling bebas dengan ๐๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐ ). Persamaan (5) merupakan bentuk khusus dari model linier campuran. Model Level Unit Model level unit merupakan suatu model dengan data pendukung yang tersedia bersesuaian secara individu dengan data respon, misalnya ๐๐๐ = (๐ฅ๐๐1 , ๐ฅ๐๐2 , โฆ , ๐ฅ๐๐๐ )๐ . Selanjutnya peubah perhatian ๐ฆ๐๐ dianggap berkaitan dengan ๐๐๐ mengikuti model regresi tersarang satu tahap sebagai berikut: ๐ฆ๐๐ = ๐๐๐๐ ๐ท + ๐ฃ๐ + ๐๐๐ ; ๐ = 1, โฆ , ๐๐ , ๐ = 1, โฆ , ๐ (6) 2) 2 ). dengan asumsi bahwa ๐ฃ๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐ฃ saling bebas dengan ๐๐๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐
4
Penduga Area Kecil Pelaksanaan survei dilakukan untuk melakukan pendugaan parameter populasi. Pendekatan klasik untuk menduga parameter populasi didasarkan pada aplikasi model disain penarikan contoh (design-based), dan penduga yang dihasilkan dari pendekatan itu disebut penduga langsung (direct estimation). Data hasil survei ini dapat digunakan untuk mendapatkan penduga yang terpercaya dari total maupun rata-rata populasi suatu area atau domain dengan jumlah contoh yang besar. Namun, ketika penduga langsung tersebut digunakan untuk suatu area yang kecil, maka akan menimbulkan galat baku yang besar (Ghosh dan Rao 1994). Selain itu, pendugaan langsung tidak dapat dilakukan pada area yang tidak terpilih sebagai contoh, karena tidak adanya data yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan. Suatu area dikatakan kecil jika ukuran contoh dalam domain tersebut tidak cukup memadai untuk mendukung ketelitian penduga langsung (Rao 2003b). Area kecil biasanya digunakan untuk mendefinisikan area geografi yang kecil atau domain yang memiliki ukuran contoh sangat kecil. Penanganan masalah galat baku dalam pendugaan area kecil dilakukan dengan menambahkan informasi mengenai parameter yang sama pada area kecil lain yang memiliki karakteristik serupa, atau nilai pada waktu yang lalu, atau nilai dari peubah yang memiliki hubungan dengan peubah yang sedang diamati. Pendugaan parameter dan inferensinya yang menggunakan informasi tambahan tersebut dinamakan pendugaan tidak langsung (indirect estimation). Metode ini secara statistik memiliki sifat meminjam kekuatan (borrowing strength) dari informasi mengenai hubungan antara peubah yang diamati dengan informasi yang ditambahkan sehingga mengefektifkan jumlah contoh yang kecil. Pendugaan tidak langsung berdasarkan pada model implisit atau model eksplisit yang menyediakan suatu link yang menghubungkan area-area kecil melalui data tambahan. Dalam papernya, Petrucci dan Salvati (2004b) menuliskan bahwa penduga tak langsung ini terdiri dari dua tipe, yaitu penduga tak langsung yang berdasarkan pada model implisit, antara lain penduga sintetik (synthetic estimator) dan penduga komposit (composite estimator) serta penduga tak langsung yang berdasarkan pada model eksplisit (berbasis model) yang menggabungkan pengaruh acak antar area. Pfeffermann (2002) menyebutkan bahwa permasalahan dalam SAE ada dua, permasalahan pertama adalah bagaimana menghasilkan pendugaan karakteristik yang handal untuk area yang menjadi perhatian, berdasarkan jumlah ukuran contoh kecil dari area yang bersesuaian. Permasalahan kedua berhubungan dengan bagaimana menilai suatu galat dari penduga tersebut. Siswantining (2013) menambahkan permasalahan lain yang juga muncul adalah bagaimana menduga parameter untuk area besar, namun informasi yang ada hanya berasal dari area kecil. Keuntungan dari pendekatan berdasarkan model SAE diantaranya: (1) penduga yang optimal didapatkan dari model yang diasumsikan, (2) pengukuran keragaman yang spesifik terhadap area dapat diasosiasikan dengan tiap penduga, tidak seperti pengukuran umum (rata-rata yang dibandingkan dengan area kecil) yang biasa digunakan dengan penduga tidak langsung tradisional, (3) model dapat divalidasi dari data sampel, (4) variasi model tergantung dari sifat alami atas peubah respon dan kompleksitas dari struktur data (seperti ketergantungan spasial dan struktur runtun waktu).
5
Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris (EBLUP) Kurnia (2009) menyebutkan bahwa model pengaruh campuran Fay-Herriot yang dijabarkan oleh Russo et al. (2005) untuk level area adalah sebagai berikut: 1. ๐๐ = (x๐1 , x๐2 , โฆ , x๐๐ ), merupakan vektor data pendukung (peubah penyerta). 2. ๐๐ = ๐๐๐ ๐ท + ๐ง๐ ๐ฃ๐ , untuk ๐ = 1, 2, โฆ , ๐. ๐๐ merupakan parameter yang menjadi perhatian dan diasumsikan memiliki hubungan dengan peubah penyerta pada (1). 3. ๐ธ(๐ฃ๐ ) = 0, ๐๐๐(๐ฃ๐ ) = ๐๐ฃ2 4. ๐ฆ๐ = ๐๐ + ๐๐ , penduga langsung untuk domain ke-i yang merupakan fungsi linier dari parameter yang menjadi perhatian dan galat contoh ๐๐ . 5. ๐ฆ๐ = ๐๐๐ ๐ท + ๐ง๐ ๐ฃ๐ + ๐๐ , untuk i = 1, 2, โฆ, m merupakan gabungan dari (2) dan (4) yang terdiri dari pengaruh acak dan pengaruh tetap sehingga menjadi bentuk khusus dari model linier campuran dengan struktur peragam yang diagonal. Jika terdapat model ๐๐ = ๐๐๐ ๐ท + ๐ฃ๐ , dengan ๐๐ merupakan parameter yang menjadi perhatian dan ๐ฆ๐ merupakan nilai penduga langsung berdasarkan rancangan survey, maka: (7) ๐ฆ๐ = ๐๐ + ๐๐ = ๐๐๐ ๐ท + ๐ฃ๐ + ๐๐ untuk i = 1, โฆ, m dengan ๐๐ = (๐ฅ๐1 , ๐ฅ๐2 , โฆ , ๐ฅ๐๐ ) merupakan peubah penyerta pada tingkat area, ๐ท merupakan parameter yang fixed, ๐ฃ๐ merupakan pengaruh acak area kecil dengan ๐ฃ๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐ฃ2 ), ๐๐ merupakan galat penarikan contoh dengan ๐๐ ~๐๐๐ N(0, ๐๐ ), ๐๐ dan ๐ฃ๐ saling bebas. Dengan mengasumsikan bahwa ๐ท dan ๐๐ฃ2 (ragam antar area kecil) tidak diketahui, tetapi ๐๐ untuk i = 1, 2, โฆ, m diketahui. Teknik penyelesaian model pada Persamaan (13) untuk memperoleh BLUP bagi ๐๐ = ๐๐ ๐ป ๐ท + ๐ง๐ ๐ฃ๐ telah dikembangkan oleh Henderson (Henderson 1948-1975 diacu dalam Kurnia 2009), dengan asumsi ๐๐ฃ2 diketahui. Penduga BLUP dari ๐๐ berdasarkan Persamaan (13) adalah: ฬ + ๐พ๐ (๐ฆ๐ โ ๐๐ ๐ ๐ท ฬ) ๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ = ๐๐ ๐ ๐ท ฬ ๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ = ๐พ๐ ๐ฆ๐ + (1 โ ๐พ๐ )๐๐ ๐ ๐ท (8) 2 โ(๐ 2 ) dengan ๐พ๐ = ๐๐ฃ ๐ฃ + ๐๐ . Metode BLUP yang dikembangkan oleh Henderson (Henderson 1948-1975 diacu dalam Kurnia 2009) mengasumsikan diketahuinya komponen ragam pengaruh acak dalam model campuran linier, padahal pada kenyataannya komponen ragam ini tidak diketahui. Sebagai akibatnya, ragam pengaruh acaknya harus diduga. Harville (Harville 1997 diacu dalam Kurnia 2009) melakukan review terhadap beberapa metode pendugaan komponen ragam, dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood, ML) dan metode kemungkinan maksimum terkendala (restricted maximum likelihood, REML). Pendugaan ๐๐ฃ2 baik dengan metode ML maupun REML dilakukan dengan alogaritma Fisher scoring. Dengan mengganti ๐๐ฃ2 dengan ๐ฬ๐ฃ2 maka diperoleh suatu penduga baru EBLUP, sebagai berikut: ฬ ๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ = ๐พฬ๐ ๐ฆ๐ + (1 โ ๐พฬ๐ )๐๐ ๐ ๐ท (9) Penduga EBLUP yang diperoleh dengan metode ML maupun REML adalah penduga tak bias jika galat ๐ฃ๐ dan ๐i berdistribusi normal dengan rataan 0. Mean square error (MSE) dari ๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (Rao 2003b) adalah: 2 MSE(๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ ) = MSE(๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ ) + ๐ธ {[๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ โ ๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ ] } (10)
6 2 MSE(๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ ) = ๐1 (๐๐ฃ2 ) + ๐2 (๐๐ฃ2 ) dan ๐ธ {[๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ โ ๐ฬ๐๐ต๐ฟ๐๐ ] } = ๐3 (๐๐ฃ2 ). Penduga tak bias bagi MSE(๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ ) adalah: mse[๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ฃ2 )] = ๐1 (๐ฬ๐ฃ2 ) + ๐2 (๐ฬ๐ฃ2 ) + 2๐3 (๐ฬ๐ฃ2 ) (11) 2 jika ๐ฬ๐ฃ diduga dengan menggukan metode REML. Namun jika menggunakan metode ML, maka penduga tak bias bagi MSE(๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ ) adalah: ๐ (๐ 2 )๐ป๐ (๐ 2 ) (12) mse[๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ฃ2 )] = ๐1 (๐ฬ๐ฃ2 ) + ๐2 (๐ฬ๐ฃ2 ) + 2๐3 (๐ฬ๐ฃ2 ) โ ๐๐๐ฟ ฬ๐ฃ 1 ฬ๐ฃ
dengan
Prediksi Tak Bias Linier Terbaik Empiris Spasial (SEBLUP) Molina et al. (2007) mendefinisikan vektor ๐ = (๐ฆ1 , โฆ , ๐ฆ๐ )๐ , ๐ = ๐ )๐ (๐ฃ1 , โฆ , ๐ฃ๐ )๐ dan dan ๐ = ๐ = (๐1 , โฆ , ๐๐ )๐ , dan matriks ๐ฟ = (๐ฅ1๐ , โฆ , x๐ ๐๐๐๐(๐ง1 , โฆ , ๐ง๐ ). Berdasarkan definisi vektor dan matriks tersebut, maka persamaan dalam notasi matriks adalah: ๐ = ๐ฟ๐ท + ๐๐ + ๐ (13) Model pada Persamaan (13) mengasumsikan bahwa terdapat pengaruh acak area, namun pengaruh tersebut saling bebas antar area. Pada kenyataannya, sangat beralasan untuk mengatakan bahwa ada korelasi antar area yang berdekatan. Korelasi tersebut akan semakin berkurang seiring dengan jarak yang bertambah. Hal ini sesuai dengan hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh Tobler (Toblerโs first law of geography) yang merupakan pilar kajian analisis data spasial, yaitu โeverything is related to everything else, but near things are more related than distant thingsโ. Hal ini mengimplikasikan bahwa diharapkan hubungan antar objek di dalam lebih kuat dibandingkan dengan hubungan di luar dan hubungan antar peubah-peubah yang berada dalam lokasi yang dekat secara spasial lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antar peubah di luar lokasi lainnya yang jauh. Model dengan pengaruh spasial yang digunakan dalam model SAE ada dua model, yaitu Simultaneously Autoregressive (Simultan otoregresif, SAR) dan Conditional Autoregressive (Otoregresif bersyarat, CAR). Model SAE dengan memasukkan korelasi spasial antar area yang diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu dalam Rao 2003b), dengan mengasumsikan ketergantungan spasial mengikuti proses CAR. Model SAE ini kemudian dikembangkan lagi oleh beberapa peneliti, diantaranya Salvati (2004), Singh et al. (2005) dan Pratesi dan Salvati (2008) dengan mengasumsikan bahwa ketergantungan spasial yang dimasukkan ke dalam komponen galat dari faktor acak mengikuti proses SAR. Model SAR sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Anselin (Anselin 1992 diacu dalam Chandra et al. 2007) dimana vektor pengaruh acak area ๐ memenuhi: ๐ = ๐๐พ๐ + ๐ (14) Koefisien ๐ dalam Persamaan (14) adalah koefisien otoregresif spasial yang menunjukkan kekuatan dari hubungan spasial antar pengaruh acak area. Nilai ๐ berkisar antara -1 hingga 1. Nilai ๐ > 0 menunjukkan bahwa suatu area dengan nilai parameter yang tinggi cenderung dikelilingi oleh area lain dengan nilai parameter yang tinggi pula dan sebuah area dengan nilai parameter yang rendah dikelilingi oleh area dengan nilai parameter yang rendah pula. Disisi lain, ๐ < 0 menunjukkan bahwa suatu area dengan nilai parameter yang tinggi dikelilingi oleh area lain dengan nilai parameter yang rendah, atau sebaliknya. W adalah matriks pembobot spasial yang menggambarkan struktur ketetanggaan dari area kecil dalam bentuk standarisasi baris (jumlah setiap baris pada matriks W adalah 1), ๐ adalah
7 pengaruh acak area dan ๐ adalah vektor galat dari pengaruh acak area dengan ratarata 0 dan ragam ๐๐ข2 ๐ฐ๐ . Persamaan (14) dapat ditulis kembali sebagai berikut: ๐ = (๐ฐ โ ๐๐พ)โ1 ๐ (15) dengan I adalah matriks identitas berukuran m x m. Dari Persamaan (15) terlihat bahwa rata-rata ๐ adalah 0 dan matriks peragam ๐(๐ฎ) yang merupakan matriks disperse model SAR, adalah sebagai berikut: ๐ฎ = ๐๐ข2 [(๐ฐ โ ๐๐พ)(๐ฐ โ ๐๐พ๐ )]โ1 (16) Persamaan (15) dimasukkan ke dalam Persamaan (13) menghasilkan: ๐ = ๐ฟ๐ท + ๐(๐ฐ โ ๐๐พ)โ1 ๐ + ๐ (17) Matriks peragam dari ๐ dengan ๐น = ๐๐๐๐(๐๐2 ) adalah: ๐ฝ = ๐น + ๐๐ฎ๐๐ = ๐๐๐๐(๐๐2 ) + ๐๐๐ข2 [(๐ฐ โ ๐๐พ)(๐ฐ โ ๐๐พ๐ )]โ1 ๐๐ (18) Penduga Spasial BLUP model SAR untuk parameter ๐๐ dengan ๐๐ข2 , ๐๐ dan ๐ diketahui adalah: ฬ + ๐๐๐ {๐๐ข2 [(๐ฐ โ ๐๐พ)(๐ฐ โ ๐๐พ๐ )]โ1 }๐๐ ๐ฬ๐๐๐ต๐ฟ๐๐ (๐๐ข2 , ๐) = ๐๐ ๐ท ฬ ) (19) ร {๐๐๐๐(๐๐2 ) + ๐๐๐ข2 [(๐ฐ โ ๐๐พ)(๐ฐ โ ๐๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 (๐ โ ๐ฟ๐ท ๐ ๐ โ1 โ1 ๐ โ1 ฬ = (๐ฟ ๐ฝ ๐ฟ) ๐ฟ ๐ฝ ๐ dan ๐๐ adalah vektor berukuran dengan ๐ท 1 x ๐ (0, 0, โฆ , 0, 1, 0, โฆ , 0) dengan 1 menunjukkan pada lokasi ke-i (Pratesi dan Salvati 2008). Penduga Spatial BLUP tersebut diperoleh dengan memasukkan matriks peragam ke dalam penduga BLUP. Spatial BLUP akan sama dengan BLUP jika ๐ = 0. Seperti halnya dengan penduga EBLUP, penduga SEBLUP (๐ฬ๐๐๐ต๐ฟ๐๐ (๐๐ข2 , ๐)) diperoleh dari Spatial BLUP dengan mengganti nilai ๐๐ข2 , ๐ dengan penduganya. Asumsi kenormalan dari pengaruh acak digunakan untuk menduga ๐๐ข2 dan ๐ dengan menggunakan prosedur baik ML maupun REML dengan fungsi log-likelihood. Metode ML dalam menduga ๐ฬ๐ข2๐๐ฟ dan ๐ฬ๐๐ฟ , dapat diperoleh secara iteratif dengan menggunakan algoritma Nelder-Mead dan algoritma scoring (Pratesi dan Salvati 2008). Hasil pendugaan tersebut kemudian digunakan untuk melakukan pendugaan terhadap SEBLUP, dengan rumus penduga SEBLUP model SAR adalah: ฬ + ๐๐๐ {๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 }๐๐ ๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) = ๐๐ ๐ท ฬ) ร {๐๐๐๐(๐๐2 ) + ๐๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 (๐ โ ๐ฟ๐ท (20) ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ 2 (๐ฬ๐ข , ๐ฬ)] untuk model Spatial EBLUP dengan pengaruh acak MSE[๐ฬ๐ berdistribusi normal (Petrucci dan Salvati 2004a, 2004b) adalah: MSE[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] 2 = MSE[๐ฬ๐๐๐ต๐ฟ๐๐ (๐๐ข2 , ๐)] + ๐ธ {[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) โ ๐ฬ๐๐๐ต๐ฟ๐๐ (๐๐ข2 , ๐)] } = ๐1i (๐๐ข2 , ๐) + ๐2i (๐๐ข2 , ๐) + ๐3i (๐๐ข2 , ๐) (21) Prasad & Rao (1990) menyebutkan bahwa penduga dari MSE[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] diperoleh dengan menggunakan linearisasi Taylor. Dalam aplikasi pendugaan MSE[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] mengikuti hasil dari yang dikemukakan oleh Harville dan Jeske (Harville dan Jeske 1992 diacu dalam Pratesi dan Salvati 2008) dan kemudian dikembangkan menjadi model generalized covariances oleh Zimmerman dan Cressie (1992). Petrucci dan Salvati (2004a, 2004b), Molina et al. (2007) dan Pratesi dan Salvati (2008) menyebutkan bahwa penduga tak bias bagi MSE[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] dengan mengikuti hasil pendugaan yang dikemukakan oleh Zimmerman dan Cressie (1992) adalah: mse[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] = ๐1i (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) + ๐2i (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) + 2๐3i (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) (22)
8 dengan ๐ฬ๐ข2 dan ๐ฬ diduga dengan menggunakan metode REML. Namun apabila menggunakan metode ML dalam menduga ๐ฬ๐ข2 dan ๐ฬ, maka penduga bagi MSE[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] adalah: mse[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] = ๐ (๐ 2 ๐1i (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) + ๐2 (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) + 2๐3 (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) โ ๐ML ฬ๐ข , ๐ฬ)๐ป๐1 (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) (23) ๐ (๐ 2 2 2 2 2 (๐ (๐ (๐ (๐ dengan ๐1๐ ฬ๐ข , ๐ฬ), ๐2๐ ฬ๐ข , ๐ฬ), ๐3๐ ฬ๐ข , ๐ฬ), ๐ป๐1 ฬ๐ข , ๐ฬ) dan ๐ML ฬ๐ข , ๐ฬ) dapat dilihat pada Lampiran 1. Kackar dan Harville (1984) yang diacu dalam Petrucci dan Salvati (2004b) menjelaskan beberapa sifat dari penduga SEBLUP, yaitu: 1. Penduga SEBLUP merupakan penduga yang tak bias untuk ๐. 2. ๐ธ[๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)] berhingga. 3. ๐ฬ๐ข2 dan ๐ฬ merupakan penduga yang invarian dari ๐๐ข2 dan ๐. Review Matriks Pembobot Spasial Matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam pemodelan data-data spasial dimana pada data tersebut terdapat ketakbebasan spasial (spatial dependence). Matriks pembobot spasial W, merupakan matriks N x N tak negatif yang menspesifikasi himpunan ketetanggaan untuk setiap unit amatan spasial. Stakhovych dan Bijmolt (2008) dan Jajang (2014) membagi matriks W terbagi ke dalam tiga, yaitu: (1) memperlakukan matriks pembobot sebagai completely exogenous construct, (2) membiarkan data menentukan matriks pembobot sendiri, (3) menduga matriks pembobot. Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis Terdapat beberapa tipe matriks pembobot spasial menurut kedekatan geografis, yaitu berdasarkan jarak, berdasarkan batas bersama atau perbatasan (boundaries) dan berdasarkan kombinasi jarak dan perbatasan (Smith 2014). Berikut beberapa ilustrasi dari tipe-tipe matriks pembobot spasial yang berdasarkan kedekatan geografis. 1. Matriks Pembobot Jarak Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada konsep jarak mengambil jarak ๐๐๐ sebagai jarak pusat (centroid distance) antara dua pasang unit-unit spasial i dan j. Smith (2014) menyebutkan bahwa matriks pembobot spasial yang didasarkan konsep jarak dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu: a. Matriks k tetangga terdekat (k-nearest neighbor) Setiap baris i dalam matriks pembobot spasial menurut k tetangga terdekat memiliki k buah kolom j dengan elemen 1 dan kolom selainnya bernilai 0. Mengacu pada konsep k-tetangga terdekat (k-rearest neighbor, k-NN), terdapat dua tipe matriks pembobot spasial yang dapat diperoleh yaitu matriks pembobot spasial yang tidak simetris dan matriks pembobot yang mempunyai sifat simetris. Perbedaan kedua matriks ini bergantung pada definisi elemen-elemen matriks pembobot spasial yang diambil. Jika matriks pembobot spasial bersifat tidak simetris, maka ๐ค๐๐ didefinisikan sebagai: ๐๐๐๐ (๐) 1, ๐ค๐๐ = { (24) 0, ๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ฆ๐
9
b.
c.
d.
e.
sedangkan jika matriks pembobot spasial bersifat simetris maka ๐ค๐๐ didefinisikan sebagai: ๐๐๐๐ (๐) ๐๐ก๐๐ข ๐๐๐๐ (๐) 1, ๐ค๐๐ = { (25) 0, ๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ฆ๐ Matriks jarak radial Setiap bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan jarak radial tergantung pada nilai batas (threshold) yang diambil. Untuk baris tertentu, semakin besar nilai threshold maka semakin banyak kolom pada baris tersebut bernilai 1 dan semakin kecil nilai threshold maka semakin sedikit kolom pada baris tersebut yang bernilai 1. Apabila dimisalkan terdapat n unit spasial dan jarak dari unit spasial i terhadap semua unit spasial j (i โ j) adalah ๐๐๐ serta ditentukan nilai d sebagai threshold maka matriks pembobot spasial menurut jarak radial ditentukan sebagai berikut: 0 โค ๐๐๐ โค ๐ 1, ๐ค๐๐ = { (26) 0, ๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ฆ๐ Matriks jarak pangkat Matriks pembobot yang didasarkan pada jarak radial tampak bahwa unit-unit yang berada pada jarak yang tidak lebih dari nilai threshold diberi bobot 1 meskipun mempunyai nilai jarak yang berbeda. Hal yang hampis sama terjadi pula pada matriks pembobot yang didasarkan pada k-NN dimana setiap k tetangga dari unit tertentu, katakan unit spasial i, diberi bobot 1. Semakin dekat unit j dengan unit i maka semakin mirip. Oleh karena itu, selain pemberian bobot yang hanya bernilai biner (1 dan 0) perlu dipertimbangkan nilai atau bobot jarak sebenarnya, antara lain yang disandarkan pada jarak pangkat. Berdasarkan konsep jarak pangkat setiap bobot matrik semakin kecil ketika semakin jauh dari unit spasial i. setiap elemen matriks menurut jarak pangkat didefinisiskan sebagai: โ๐ผ ๐ค๐๐ = ๐๐๐ (27) dengan nilai ๐ผ adalah bilangan positif. Matriks jarak eksponensial Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada jarak eksponensial pada dasarnya hamper sama dengan bobot jarak pangkat. Apabila dimisalkan ๐๐๐ adalah jarak antara unit spasial i dan uni spasial j, maka matriks pembobot spasial menurut jarak eksponensial adalah: 2 1 ๐๐๐ ๐ค๐๐ = exp (โ ( ) ( ) ) (28) ๐ 2 dengan adalah ๐๐๐ jarak dari lokasi-i ke lokasi-j dan d adalah lebar jendela, yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang nilainya selalu positif. Fungsi ini biasa disebut fungsi kernel normal (Gaussian). Matriks jarak pangkat ganda Matriks jarak pangkat ganda mempunyai prinsip yang sedikit berbeda dengan matriks jarak pangkat ataupun jarak eksponensial dimana setiap bobot atau elemen matriks, selain menggunakan fungsi pangkat juga didasarkan pada threshold. Apabila ๐๐๐ menyatakan jarak antara unit spasial i dan unit spasial j (i โ j) dan d adalah nilai threshold maka matriks pembobot spasial menuru matriks jarak pangkat ganda adalah:
10 ๐ ๐
๐๐๐ ๐ค๐๐ = {[1 โ ( ๐ ) ] ,
0 โค ๐๐๐ โค ๐ ๐๐๐ > ๐
(29)
0 dengan nilai ๐ adalah bilangan positif. 2. Matriks Pembobot Berdasarkan Batas Matriks pembobot yang didasarkan pada konsep jarak adalah mudah dihitung, namun dalam beberapa kasus kontibusi perbatasan (boundaries share) antar unit spasial memainkan peranan penting untuk menentukan pengaruh spasial. Dua tipe matrik pembobot yang dapat digunakan dengan memanfaatkan perbatasan, yaitu pembobot spatial contiguity (kedekatan spasial) dan bobot shared-boundaries. a. Bobot kontiguitas spasial Elemen-elemen dari matriks pembobot spasial kontiguitas didasarkan pada hubungan ketetanggaan secara geografis. Misalkan ๐ = {๐ค๐๐ } ๐, ๐ = 1,2, . . , ๐, adalah matriks kontiguitas dengan ๐ค๐๐ merepresentasikan elemen (nilai bobot) unit spasial i dan j. berdasarkan aturan dalam matriks kontiguitas, ๐ค๐๐ bernilai satu ketika antara dua unit spasial saling bertetangga atau bersebelahan dan bernilai nol ketika antara dua unit spasial tidak bertetangga atau bersebelahan serta didefinisikan pula ๐ค๐๐ = 0. Bobot spasial kontiguitas didasarkan pula pada batas bersama, artinya bahwa apabila terdapat persekutuan antara batas unit spasial i (bnd(i)) dan batas unit spasial j (bnd(j)) maka diberi bobot 1, 1, ๐๐๐(๐) โฉ ๐๐๐ (๐) โ 0 ๐ค๐๐ = { (30) ๐๐๐(๐) โฉ ๐๐๐ (๐) = 0 0 Beberapa tipe matriks kontiguitas adalah rook, bishop dan queen. Sebagai ilistrasi, dimisalkan terdapat unit-unit spasial A, B, โฆ, J (Gambar 2) dan akan ditentukan unit-unit yang bertetangga dengan F. Unit spasial Rook Bishop Queen A B C B A C A B C D D F G D F G F G F H I J I H J H I J (a) (b) (c) (d) Gambar 1 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen (d) dari unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F b. Bobot shared-boundaries Bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan pada sharedboundaries menggunakan informasi panjang batas (๐๐๐ ) dari dua unit yang bersebelahan. Apabila ๐๐ menyatakan panjang total dari perbatasan unit i yang berbatasan dengan unit-unit spasial lain, yakni ๐๐ = โ๐โ ๐ ๐๐๐ dan ๐๐๐ adalah panjang perbatasan unit spasial i dan unit spasial j maka bobot sharedboundaries didefinisikan sebagai: ๐๐๐ ๐๐๐ ๐ค๐๐ = = (31) โ๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐ 3. Bobot Kombinasi Jarak dan Boundaries Bobot matriks yang didasarkan pada kombinasi jarak dan perbatasan (boundaries) menggunakan berbagai kombinasi yang mungkin dari tipe jarak dan batas. Oleh karena itu banyak jenis matriks pembobot yang dihasilkan bergantung pada tipe jarak dan perbatasan yang digunakan. Sebagai ilustrasi ketika jarak yang
11 โ๐ผ digunakan adalah jarak pangkat ๐๐๐ dan panjang perbatasan ๐๐๐ , maka matriks pembobot spasial hasil kombinasi jarak dan perbatasan didefinisikan sebagai berikut: โ๐ผ ๐๐๐ ๐๐๐ ๐ค๐๐ = (32) โ๐ผ โ๐โ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐ Selain menggunakan formula di atas, peneliti juga menggunakan konsep logika matematika dalam menentukan kombinasi jarak dan boundaries.
Matriks Pembobot Berdasarkan Prilaku Data Berikut beberapa ilustrasi dari tipe-tipe matriks pembobot spasial yang berdasarkan prilaku data. 1. AMOEBA Cara yang kedua dalam menentukan matriks pembobot menurut Stakhovych dan Bijimolt (2008) adalah didasarkan pada prilaku data. A Multidirectional Optimum Ecotpe-Based Algoritma (AMOEBA) merupakan salah satu ilustrasi dari matriks pembobot spasial yang didasarkan pada perilaku data. AMOEBA adalah suatu prosedur yang dirancang untuk menggerombolkan (clustering) unit-unit spasial dan mengkonstruksi matriks pembobot spasial yang menggunakan data empiris (Aldstadt dan Getis 2006). Dasar-dasar dalam prosedur AMOEBA adalah tipe statistik lokal yang digunakan untuk menguji hubungan antar unit spasial yang berdekatan. Dua statistik autokorelasi lokal yang populer adalah statistik Moran lokal (๐ผ๐ ) dan Getis lokal (๐บ๐ ). Misalkan ๐ฅ๐ , ๐ = 1, 2, โฆ , ๐ adalah peubah yang ๐ฑ โ ๐ฑฬ
menjadi perhatian ๐ง๐ = ๐ ๐ dan ๐ค๐๐ adalah elemen-elemen matriks pembobot spasial. Statistik Moran lokal (๐ผ๐ ) didefinisikan sebagai: ๐ง๐ โ๐ ๐=1 ๐ค๐๐ ๐ง๐ ๐ผ๐ = , ๐ โ ๐, 1, ๐ = 1,2 โฆ , ๐ (33) ๐2 dengan ๐2 adalah momen kedua dari peubah ๐ง๐ . Statistic Getis Lokal didefinisikan sebagai (Aldstadt dan Getis 2006). โ๐ ๐=1 ๐ค๐๐ ๐๐ ๐บ๐ = , ๐ โ ๐, ๐, ๐ = 1,2, โฆ , ๐ (34) โ๐ ๐=1 ๐๐ ฬ
๐ โ๐ ๐=1 ๐ค๐๐ ๐๐ โ ๐ โ๐=1 ๐ค๐๐ โ (35) ๐บ๐ = ๐ 2 ๐ โ๐ ๐=1 ๐ค๐๐ โ (โ๐=1 ๐ค๐๐ ) โ ๐ ๐โ1
๐=โ
2 โ๐ ๐=1 ๐๐
2
โ (๐ฬ
)2 (36) ๐ Berikut adalah tahapan prosedur AMOEBA dalam membentuk matriks pembobot spasial. Misalkan diberikan sebuah area yang terbagi atas n wilayah (unit spasial), i, i=1,2,...,n, ๐บ๐ adalah statistik Getis lokal dan ๐บ๐โ adalah statistik Getis lokal yang dibakukan. Langkah-langkah prosedur AMOEBA adalah sebagai berikut (Aldstadt dan Getis, 2006): a. Hitung ๐บ๐โ (0) yaitu nilai ๐บ๐โ untuk unit spasial di lokasi i itu sendiri. Nilai ๐บ๐โ (0) yang lebih dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih besar dari ratarata semua unit. Sedangkan ๐บ๐โ (0) yang kurang dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih kecil dari rata-rata semua unit.
12 b. Hitunglah ๐บ๐โ (1), yaitu nilai untuk setiap daerah yang memuat unit i dan semua kombinasi dari tetangga yang berdekatan. Jika ๐บ๐โ (0) lebih atau kurang dari kombinasi yang memaksimumkan nilai mutlak ๐บ๐โ (1) maka unit-unit yang baru tersebut menjadi ecotope tinggi atau rendah yang baru. Unit-unit yang tergabung membentuk ecotope baru ini disebut sebagai unit-unit yang terinclude. Unit spasial yang bersebelahan yang tidak termasuk dalam ecotope dieliminasi (exclude). Ecotope adalah kumpulan unit-unit spasial berkarakteristik mirip berdasarkan statistik autokorelasi lokal hasil prosedur AMOEBA c. Evaluasi semua kombinasi tetangga sebelah dan selanjutnya keanggotaan baru ecotope diidentifikasi. d. Proses ini berlanjut untuk jumlah penghubung k, k=2, 3, ..., maksimum dimana dalam kondisi ini tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat meningkatkan nilai mutlak ๐บ๐โ . Apabila ecotope sudah terbentuk dimana tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat memaksimumkan nilai statistik lokal, maka dibuat matriks pembobot AMOEBA melalui prosedur berikut: a. Ketika ๐๐๐๐๐ > 1, {๐[๐ง โค ๐บ๐โ (๐๐๐๐๐ )] โ ๐[๐ง โค ๐บ๐โ (๐๐ )]} , 0 < ๐๐ โค ๐๐๐๐๐ ๐ค๐๐ = { {๐[๐ง โค ๐บ๐โ (๐๐๐๐๐ )] โ ๐[๐ง โค ๐บ๐โ (0)]} 0 , ๐ข๐๐ก๐ข๐ ๐๐ ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ฆ๐ 1, ๐ข๐๐ก๐ข๐ ๐๐ = 1 a. Ketika ๐๐๐๐๐ = 1 maka ๐ค๐๐ = { 0, ๐ ๐๐๐๐๐๐๐ฆ๐ b. Ketika ๐๐๐๐๐ = 0 maka ๐ค๐๐ = 0, ๐ข๐๐ก๐ข๐ ๐ ๐๐๐ข๐ ๐ dengan ๐๐ adalah penghubung (link) yang menghubungkan i dan j dalam ecotope. Pada kondisi 1, yaitu ketika ๐๐๐๐๐ > 1, nilai-nilai ๐ค๐๐ menurun ketika jumlah penghubung antara unit i dan j meningkat. Ketika ecotope hanya mengandung satu penghubung dari unit i (๐๐๐๐๐ = 1), maka unit tersebut diberi pembobot 1. Ketika tidak ada asosiasi antara unit i dengan sembarang unit j (๐๐๐๐๐ = 0), maka baris i dari matriks W adalah nol. 2. Correlation Bentuk lain dari matrik pembobot spasial berdasar prilaku data selain AMOEBA adalah matriks pembobot spasial yang dibentuk dari korelasi amatan antar area. Pada dasarnya konsep korelasi juga memperhatikan informasi ketetanggaan tiap area. Area yang bertetangga akan memberikan korelasi yang tinggi dan begitu pula dengan area yang berjauhan/tidak bertetangga akan memberikan korelasi yang rendah. Nilai dari matriks pembobot spasial antar area i dan j berasal dari nilai korelasi data amatan antar area i dan j. Nilai korelasi amatan antar area kemungkin bernilai โ1 โค ๐ โค 1, sedangkan nilai dari matriks pembobot spasial antar area adalah 0 โค ๐ค๐๐ โค 1. Sehingga nilai korelasi yang digunakan untuk membentuk matriks pembobot haruslah bernilai 0 โค ๐ โค 1, agar sesuai dengan syarat dari matriks pembobot spasial. Adapun langkah yang digunakan adalah dengan melakukan modifikasi pada nilai korelasi amatan antar area dengan mengabsolutkan nilai pada nilai korelasi sehingga nilai korelasi yang kurang dari nol (๐ โค 0) menjadi positif. Nilai absolut korelasi inilah yang digunakan untuk membentuk matriks pembobot
13
spasial. Secara umum, matriks pembobot spasial korelasi didefinisikan sebagai berikut: ๐ โ ๐ |๐ | ๐ค๐๐ = { ๐๐ (37) ๐=๐ 0 Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan Structural equation model atau model persamaan struktural (MPS) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan peubah laten eksogen dan peubah laten endogen. Di samping itu MPS juga dapat digunakan untuk mengkonstruksi matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial merupakan fungsi dari peubah indikator dan loading dari model pengukuran terhadap peubah tak bebas. Folmer dan Oud (2008) mengkonstruksi matriks pembobot spasial dengan pendekatan peubah laten untuk memodelkan hubungan spasial. Matriks pembobot spasial (W) yang dikonstruksi oleh Folmer dan Oud (2008) merupakan fungsi peubah indikator dan loading pada persamaan pengukuran. Dalam menduga matriks W digunakan metode kemungkinan maksimum (Maksimum Likelihood), artinya bahwa sisaan model diasumsikan diketahui (Folmer dan Oud 2008, Liu et al. 2011). Folmer dan Oud (2008) dan Liu et al. (2011) memberikan sebuah ilustrasi konstruksi matriks pembobot spasial melalui metode MPS dimana dalam metode pendugaan ini diasumsikan bahwa sisaan model menyebar normal.
14
3 METODE PENELITIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil simulasi dan data sekunder untuk aplikasinya. Data simulasi digunakan untuk mencari matriks pembobot spasial yang optimum yang akan digunakan dalam pendugaan pada data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan adalah: 1. Data yang digunakan sebagai penduga langsung, yaitu rata-rata pengeluaran per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor pada tahun 2010. Data ini dihitung dari pengeluaran per rumah tangga per bulan untuk setiap kecamatan yang terpilih sebagai contoh pada data SUSENAS tahun 2010. Selain menghitung rata-rata pengeluaran per rumah tangga per bulan pada level kecamatan, data tersebut juga digunakan untuk menghitung ragam contoh dari pengeluaran per rumah tangga per bulan untuk setiap kecamatan. Data ragam contoh digunakan untuk menduga komponen ragam dari peubah acak area. 2. Data yang digunakan sebagai auxiliary variabel (peubah penyerta) dalam masalah pengeluaran dapat ditinjau dari beberapa proksi (pendekatan) yaitu kesehatan dan pendapatan. Dari sisi kesehatan digunakan peubah jumlah keluarga yang menerima kartu JAMKESMAS/JAMKESDA dan jumlah keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh. Dari sisi pendapatan digunakan jumlah keluarga yang ada anggota keluarganya menjadi buruh tani, jumlah keluarga yang menerima surat SKTM. Data tersebut berasal dari data Podes 2011. Metode Analisis Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Kajian Kepustakaan Pada bagian ini dikaji kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode pembentukan matriks pembobot spasial. 2. Kajian Simulasi Kajian simulasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas atau performa dari matriks pembobot spasial yang dibentuk dari masing-masing pendekatan, juga menentukan matriks pembobot spasial optimum yang akan digunakan dalam pendugaan area kecil pada data sekunder. Desain simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Membuat peta buatan berbentuk kotak yang terdiri dari m area kecil yang disusun dalam bentuk persegi n x n area. Ukuran m yang dicobakan adalah 16, 64 dan 144. Setiap area berbentuk persegi dengan ukuran 100 x 100. b. Membangkitkan data koordinat centroid tiap area berdasarkan peta yang dibuat pada langkah (a) dan menyebar secara uniform dengan nilai maksimum dan minimum mengikuti luasan tiap area. c. Matriks pembobot spasial yang digunakan dalam simulasi ini adalah matriks pembobot spasial yang dibentuk berdasarkan kedekatan geografis. Sedangkan matriks pembobot spasial yang dibentuk berdasarkan prilaku
15
data dan berdasarkan pendugaan tidak memungkinkan untuk dibentuk dalam simulasi karena ukuran contoh untuk tiap area sangat kecil dan tidak seragam. Langkah untuk membentuk matriks pembobot spasial berdasarkan kedekatan geografis didasarkan pada desain peta area dan koordianat centroid tiap area yang dibuat sebelumnya. Adapun matriks pembobot spasial yang dibentuk berdasarkan kedekatan geografis adalah sebagai berikut: 1) Matriks pembobot jarak a) Matriks k tetangga terdekat (k-nearest neighbor) b) Matriks jarak radial c) Matriks jarak pangkat d) Matriks jarak eksponensial e) Matriks jarak pangkat ganda 2) Matriks pembobot berdasarkan batas a) Bobot kontiguitas spasial tipe queen 3) Matriks pembobot kombinasi jarak dan batas a) Matriks kombinasi k tetangga terdekat dengan queen b) Matriks kombinasi jarak radial dengan queen c) Matriks kombinasi jarak pangkat dengan queen d) Matriks kombinasi jarak eksponensial dengan queen e) Matriks kombinasi jarak pangkat ganda dengan queen d. Menentukan ukuran amatan di tiap area kecil. e. Simulasi ini menggunakan satu peubah yang menjadi perhatian (y) dan satu peubah penyerta ๐. Model yang digunakan untuk memperoleh nilai peubah yang menjadi perhatian (y) untuk area kecil ke-i dan unit ke-j adalah sebagai berikut: ๐ฆ๐๐ = ๐๐๐ ๐ ๐ท + ๐ฃ๐ + ๐๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ ,16, ๐ = 1,2, โฆ , ๐๐ (38) dimana ๐ฅ๐๐ adalah peubah penyerta, ๐ฃ๐ adalah pengaruh acak area, dan ๐๐๐ adalah galat penarikan contoh. 1) Nilai ๐๐๐ dibangkitkan menyebar normal dengan ๐๐๐ ~ ๐(3, 5). Nilai ๐๐๐ yang diperoleh digunakan untuk seluruh skenario pada proses simulasi. 2) Menetapkan ๐ท = (10 , 4)๐ sehingga Persamaan (38) menjadi : (39) ๐ฆ๐๐ = 10 + 4๐๐๐ + ๐ฃ๐ + ๐๐๐ , ๐ = 1,2, โฆ ,16, ๐ = 1,2, โฆ , ๐๐ ๐ 3) Nilai ๐ = (๐ฃ1 , โฆ , ๐ฃ๐ ) dibangkitkan dengan menyebar multavariat normal MVN(๐, ๐ฎ) dengan ๐ฎ = ๐๐ข2 [(๐ฐ โ ๐๐)(๐ฐ โ ๐๐ ๐ )]โ1 merupakan matriks ragam-peragam berukuran m x m dengan ๐๐ข = 3, ๐ = 0.75 dan menggunakan W queen. 4) Nilai ๐ = (๐11 , ๐12 , โฆ , ๐๐๐ , โฆ , ๐๐๐๐ )๐ dibangkitkan menyebar normal dengan ๐ = 0 dan ๐๐ = 1.34. f. Menghitung nilai nilai tengah peubah penyerta sampel di tiap area kecil, dengan rumus: 1 ๐๐ ๐ฅ๐ = ๐ โ๐=1 ๐ฅ๐๐ , untuk ๐ = 1,2, โฆ ,16, ๐ = 1,2, โฆ , ๐๐ (40) ๐
g. Menghitung nilai tengah peubah yang diperhatikan untuk sampel di tiap area kecil sebagai penduga langsung, dengan rumus: 1
๐๐ ๐ฆ๐ = ๐ โ๐=1 ๐ฆ๐๐ , untuk ๐ = 1,2, โฆ ,16, ๐
๐ = 1,2, โฆ , ๐๐
(47)
16
h. Menghitung nilai ragam dari peubah yang diperhatikan dengan rumus: 2 1 ๐๐ ๐ ๐2 = โ๐=1 (๐ฆ๐๐ โ ๐ฆ๐ ) , untuk ๐ = 1,2, โฆ ,16, ๐ = 1,2, โฆ , ๐๐ (48) ๐๐
๐ ๐2 kemudian dibagi dengan ๐๐ untuk mendapatkan ragam yang akan digunakan dalam pendugaan EBLUP dan SEBLUP. i. Mencari nilai ๐ฬ๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ untuk model level area dengan menggunakan informasi ๐ฆ๐ . j. Mencari nilai ๐ฬ๐๐๐ธ๐ต๐ฟ๐๐ untuk model level area dengan menggunakan informasi ๐ฆ๐ . k. Mengulangi langkah (d) sampai langkah (j) sebanyak B = 1000 sehingga dapat dihitung nilai relative root mean squares error (RRMSE) dan average relative root mean squares error (ARRMSE) dari hasil pendugaan parameter pada setiap area dengan rumus sebagai berikut: ๐ต
1 1 2 โ โ(๐ฬ๐๐ โ ๐๐ ) ร 100% RRMSE(i) = ๐๐ ๐ต ๐=1 [ ๐ ] 1 ARRMSE = โ ๐
๐
๐๐๐ธ(๐) ๐
(41)
(42)
๐=1
Keterangan: 1. ๐๐ adalah parameter pada area kecil ke-i. 2. ๐ฬ๐๐ adalah penduga area kecil pada area kecil ke-i dan iterasi ke-l. 3. B adalah banyaknya iterasi, dalam penelitian ini B=1000. 4. Mean square error (MSE) adalah nilai harapan dari kuadrat selisih antara penduga dengan parameternya. Secara formulasi, kuadrat tengah galat mengandung dua komponen, yakni ragam penduga dan bias. Ragam penduga untuk mengukur presisi. Presisi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah ukuran sejauh mana pengulangan suatu pendugaan akan memberikan hasil yang sama. Semakin kecil nilai dari kuadrat tengah galat maka kombinasi antara ragam penduga dan bias semakin kecil. Ragam penduga dan bias semakin kecil menunjukkan presisi dan akurasi dari suatu penduga semakin baik. 5. RRMSE(i) adalah relative root mean squares error pada area ke i. 6. ARRMSE adalah average relative root mean squares error. l. Mengulangi langkah (d) sampai langkah (l) dengan menggunakan nilai ๐ = 0.05, 0.25, 0.5, ๐ = 64, 144 dan matriks pembobot spasial W yang dibentuk pada langkah (c) kecuali langkah (c2), sehingga banyaknya skenario dalam simulasi ini adalah 132. m. Melakukan evaluasi pada semua matriks pembobot spasial dengan membandingkan nilai ARRMSE dan kontrol pendugaan ๐ = 0.05 untuk setiap kombinasi W, m dan ๐. 3. Analisis Data Sekunder Data Sekunder yang dugunakan dalam penelitian ini berasal dari SUSENAS dan PODES merupakan data mentah yang tidak dapat langsung digunakan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu tahap persiapan data dan tahap pendugaan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
17
a. Tahap Persiapan 1. Mempersiapkan data sebagai penduga langsung. Penduga langsung dalam penelitian ini adalah pengeluaran per rumah tangga per bulan setiap kecamatan yang diperoleh dari data SUSENAS tahun 2010 dengan rumus: ๐๐ ๐ฆ๐ = untuk ๐ = 1, 2, โฆ , 44 (43) ๐๐ Keterangan: ๐ฆ๐ = pengeluaran per rumah tangga kecamatan ke-i ๐๐ = total pengeluaran rumah tangga sebulan di kecamatan ke-i ๐๐ = banyaknya rumah tangga di kecamatan ke-i 2. Mempersiapkan data yang digunakan sebagai peubah penyerta berdasarkan kuesioner yang diperoleh dari BPS dalam mengumpulkan data PODES tahun 2011. 3. Membentuk matriks pembobot spasial menggunakan metode yang direkomendasikan pada tahapan simulasi dengan mengacu pada peta dan koordinat centroid dari kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor yang disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. 4. Melakukan pengecekan ketergantungan spasial menggunakan metode Moranโs Index (Indeks Moran). 5. Mempersiapkan data ragam dari peubah respon dengan rumus: 2 1 1 โ๐๐=1 ๐ ๐2 = (๐ฆ๐๐ โ ๐ฆ๐ ) dengan ๐ ๐2 adalah ragam pengeluaran per ๐๐ โ1
rumah tangga pada desa ke-i. ๐ ๐2 kemudian dibagi dengan ๐๐ untuk mendapatkan ragam contoh yang akan digunakan dalam metode SEBLUP. b. Tahap Pendugaan 1. Melakukan pendugaan langsung, EBLUP dan SEBLUP untuk masingmasing kecamatan. 2. Melakukan pendugaan MSE untuk metode pendugaan langsung, EBUP dan SEBLUP untuk masing-masing kecamatan. 3. Mengevaluasi hasil pendugaan dengan membandingkan penduga average root mean square error (ARMSE)
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Simulasi Matriks Pembobot Spasial Secara garis besar, matriks pembobot spasial (W) yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah matriks pembobot berdasarkan kedekatan geografis. Matriks pembobot berdasarkan kedekatan geografis yang dikaji dikelompokkan menjadi tiga, yaitu berdasarkan jarak, berdasarkan batas dan berdasarkan kombinasi jarak dan batas. Matriks pembobot spasial berdasarkan jarak terbagi menjadi lima (5) metode, yaitu matriks k tetangga terdekat, matriks jarak radial, matriks jarak pangkat, matriks jarak eksponensial dan matriks jarak pangkat ganda. Sedangkan untuk matriks berdasarkan batas, peneliti hanya menggunakan matriks bobot kontiguitas spasial tipe queen. Matriks pembobot berdasarkan kombinasi jarak dan batas diperoleh dengan menggunakan konsep logika matematika untuk fungsi konjungsi (โง) untuk membuat kombinasi jarak dan batas. Suatu area dikatakan bertetangga menurut kombinasi jarak dan batas, jika ditinjau berdasar jarak area tersebut bertetangga dan berdasar batas juga bertetangga. Penelitian ini menggunakan simulasi untuk mengkaji jenis matriks pembobot spasial manakah yang sesuai untuk berbagai kombinasi jumlah area dan ๐. Untuk menentukan matriks pembobot yang terbaik yaitu dengan melihat nilai ARRMSE dari tiap-tiap matriks pembobot setelah dilakukan pengulangan sebanyak 1000 kali. Jumlah area yang disimulasikan ada 3 jenis yaitu 16 area, 64 area dan 144 area, dengan tujuan agar jumlah area sedikit, sedang dan banyak terwakili, sedangkan untuk koefisien otoregresif spasial yang digunakan adalah 0.05, 0.25, 0.5 dan 0.75, dengan tujuan agar korelasi antar area yang sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi terwakili. Peneliti mengakui bahwa mensimulasikan peta cukup tidak mudah, terutama dengan kondisi riil dilapangan. Untuk itu mencoba menggambar peta yang hampir sesuai untuk mayoritas kondisi dilapangan. Peta yang dibuat sengaja berhimpitan untuk semua area karena ingin mencoba mensimulasikan matriks pembobot spasial yang pada dasarnya melihat kebertetanggaan antar area dan jauh dekatnya antara area (jarak). Peta yang dibuat dengan menggambar area yang memiliki luas 100 km x 100 km, luas sempitnya area yang digambar akan menentukan besaran lebar jendela yang akan digunakan. Peta yang akan di cobakan ada 3 macam dengan berbagai rancangan area, sebagai berikut: 1. Peta dengan 16 area 1 5 9 13 2 6 10 14 3 7 11 15 4 8 12 16 Gambar 2 Peta untuk 16 area Menggunakan Gambar 2 di atas, peneliti membentuk matriks pembobot spasial berdasar batas yaitu matriks pembobot spasial queen untuk simulasi 16 area. Sedangkan untuk matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara
19
batas dan jarak, dengan mengacu pada Gambar 2 di atas peneliti mensimulasikan letak centroid yang akan digunakan dalam mengukur jarak antar area. Centroid tiap area dibangkitkan menyebar secara uniform dengan memperhatikan luasan tiap area dan letak tiap area. Data centroid yang dibangkitkan untuk tiap area cukup sekali dan selanjutnya akan digunakan untuk semua simulasi dengan matriks pembobot spasial yang berbeda. 400
300
200
100
0 0
100
200
300
400
Gambar 3 Koordinat centroid untuk 16 area Dari informasi posisi centroid untuk 16 area pada Gambar 3 di atas, maka akan didapatkan jarak antar area dengan menggunakan formula jarak euclidean, yang kemudian digunakan untuk membuat matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara jarak dan batas. Metode pembentukan matriks pembobot spasial berdasar jarak yang digunakan adalah matriks k tetangga terdekat, matriks jarak radial, matriks jarak pangkat, matriks jarak eksponensial dan matriks jarak pangkat ganda, sedangkan metode untuk pembentukan matriks pembobot spasial kombinasi antara jarak dan batas yang digunakan adalah matriks kombinasi k tetangga terdekat dengan queen, matriks kombinasi jarak radial dengan queen, matriks kombinasi jarak pangkat dengan queen, matriks kombinasi jarak eksponensial dengan queen dan matriks kombinasi jarak pangkat ganda dengan queen. 2. Peta dengan 64 area 1 2 3 4 5 6 7 8
9 17 25 33 41 49 10 18 26 34 42 50 11 19 27 35 43 51 12 20 28 36 44 52 13 21 29 37 45 53 14 22 30 38 46 54 15 23 31 39 47 55 16 24 32 40 48 56 Gambar 4 Peta untuk 64 area
57 58 59 60 61 62 63 64
20
Untuk simulasi dengan jumlah area sebanyak 64, peneliti menggunakan Gambar 4 di atas. Berdasarkan Gambar 4 tersebut, peneliti membentuk matriks pembobot spasial berdasar batas, yaitu matriks pembobot spasial queen untuk simulasi 64 area. Sedangkan untuk matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara batas dan jarak, dengan mengacu pada Gambar 4 di atas peneliti mensimulasikan letak centroid yang akan digunakan dalam mengukur jarak antar area. Centroid tiap area dibangkitkan menyebar secara uniform dengan memperhatikan luasan tiap area dan letak tiap area. Data centroid yang dibangkitkan untuk tiap area cukup sekali dan selanjutnya akan digunakan untuk semua simulasi dengan matriks pembobot spasial yang berbeda. 800
700
600
500
400
300
200
100
0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
Gambar 5 Koordinat centroid untuk 64 area Dari informasi posisi centroid untuk 64 area pada Gambar 5 di atas, maka akan didapatkan jarak antar area dengan menggunakan formula jarak euclidean, yang kemudian digunakan untuk membuat matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara jarak dan batas. Metode pembentukan matriks pembobot spasial berdasar jarak yang digunakan adalah matriks k tetangga terdekat, matriks jarak radial, matriks jarak pangkat, matriks jarak eksponensial dan matriks jarak pangkat ganda, sedangkan metode untuk pembentukan matriks pembobot spasial kombinasi antara jarak dan batas yang digunakan adalah matriks kombinasi k tetangga terdekat dengan queen, matriks kombinasi jarak radial dengan queen, matriks kombinasi jarak pangkat dengan queen, matriks kombinasi jarak eksponensial dengan queen dan matriks kombinasi jarak pangkat ganda dengan queen.
21
3. Peta dengan 144 area 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 28 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132
133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Gambar 6 Peta untuk 144 area Menggunakan Gambar 6 di atas, peneliti membentuk matriks pembobot spasial berdasar batas yaitu matriks pembobot spasial queen untuk simulasi 144 area. Sedangkan untuk matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara batas dan jarak, dengan mengacu pada Gambar 6 di atas peneliti mensimulasikan letak centroid yang akan digunakan dalam mengukur jarak antar area. Centroid tiap area dibangkitkan menyebar secara uniform dengan memperhatikan luasan tiap area dan letak tiap area. Data centroid yang dibangkitkan untuk tiap area cukup sekali dan selanjutnya akan digunakan untuk semua simulasi dengan matriks pembobot spasial yang berbeda. 1200 1100 1000 900 800 700
600 500 400 300 200 100 0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000 1100 1200
Gambar 7 Koordinat centroid untuk 144 area
22
Dari informasi posisi centroid untuk 144 area pada Gambar 7 di atas, maka akan didapatkan jarak antar area dengan menggunakan formula jarak euclidean, yang kemudian digunakan untuk membuat matriks pembobot spasial berdasarkan jarak dan kombinasi antara jarak dan batas. Metode pembentukan matriks pembobot spasial berdasar jarak yang digunakan adalah matriks k tetangga terdekat, matriks jarak radial, matriks jarak pangkat, matriks jarak eksponensial dan matriks jarak pangkat ganda, sedangkan metode untuk pembentukan matriks pembobot spasial kombinasi antara jarak dan batas yang digunakan adalah matriks kombinasi k tetangga terdekat dengan queen, matriks kombinasi jarak radial dengan queen, matriks kombinasi jarak pangkat dengan queen, matriks kombinasi jarak eksponensial dengan queen dan matriks kombinasi jarak pangkat ganda dengan queen. Hal yang menjadi perhatian oleh peneliti dalam membentuk matriks pembobot spasial berdasar jarak adalah metode penentuan threshold yang akan digunakan untuk menentukan suatu area dikatakan bertetangga atau tidak. Threshold yang sangat kecil akan menyebabkan ragam menjadi semakin besar, sebaliknya nilai threshold yang besar dapat menimbulkan bias yang semakin besar pula. Penentuan threshold dalam melakukan simulasi untuk setiap jumlah area ditentukan dengan berpatokan pada lebar jendela yang digunakan untuk membentuk peta area, yaitu 200 km dan menerapkan konsep pada simulasi ini bahwa โsuatu area dianggap saling mempengaruhi jika jarak antar titik centroid masing-masing area kurang dari atau sama dengan 200 kmโ. Setelah matriks pembobot spasial pada ketiga jenis peta berbeda diperoleh (m = 16, m = 64, m = 144) selanjutnya dengan menggunakan informasi tersebut, peneliti membangkitkan data yang akan disimulasikan terhadap berbagai kombinasi besaran koefisien otoregresif spasial yang berbeda (๐ = 0.05, ๐ = 0.25, ๐ = 0.55 dan ๐ = 0.75). Data bangkitan ini yang akan dianalisis lebih lanjut menggunakan pendekatan pendugaan area kecil. Berdasarkan hasil analisis pendugaan area kecil inilah, peneliti menentukan matriks pembobot spasial mana yang terbaik berdasarkan nilai ARRMSE yang diberikan tiap matriks pembobot spasial dan kontrol pendugaan ๐ = 0.05. Hasil Simulasi Matriks Pembobot Spasial Setelah melakukan simulasi dengan 1000 kali pengulangan, didapatkan nilai ARRMSE dari kombinasi W, m, dan ๐ berbeda. 1. Simulasi untuk m = 16 area Berikut adalah nilai ARRMSE bagi penduga EBLUP dan penduga SEBLUP yang diperoleh dari simulasi untuk m = 16 area dengan kombinasi W dan ๐ yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi kebaikan masing-masing matriks pembobot spasial dalam memberikan pendugaan area kecil yang optimum.
23
Tabel 1. Nilai ARRMSE untuk m = 16 ๐ Matriks Pembobot Spasial
0.05
0.25
0.5
0.75
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
Eksponensial
9.46
6.72
9.48
6.65
9.48
6.56
9.35
6.42
K-NN
9.49
9.13
9.59
9.09
9.56
7.38
8.88
6.11
Pangkat
9.46
9.21
9.45
9.09
9.42
7.35
9.27
6.62
Pangkat Ganda
9.47
9.16
9.54
8.54
9.55
6.89
9.44
6.07
Radial
9.47
6.51
9.51
6.41
9.52
6.28
9.40
6.13
Queen
9.46
9.10
9.56
6.99
9.63
6.32
9.55
6.17
Eksponensial dan Queen
9.48
9.07
9.56
7.00
9.63
6.28
9.54
6.15
K-NN dan Queen
9.49
9.13
9.59
9.09
9.56
7.38
8.88
6.11
Pangkat dan Queen
9.46
9.23
9.45
9.08
9.43
8.86
9.24
6.55
Pangkat Ganda dan Queen
9.47
9.16
9.53
8.98
9.57
8.43
9.46
6.10
Radial dan Queen
9.46
9.10
9.56
6.99
9.63
6.32
9.55
6.17
Berdasarkan nilai ARRMSE yang dihasilkan dari semua kombinasi simulasi untuk m = 16 pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dalam pendugaan area kecil dengan memperhatikan koefisien otoregresif spasial adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat, matriks pembobot spasial pangkat ganda, matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi K-NN dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat ganda dan queen, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Sedangkan matriks pembobot spasial eksponensial dan matriks pembobot spasial radial tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil untuk jumlah area yang sedikit. Hal ini berdasarkan nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 yang digunakan sebagai kontrol dalam simulasi, nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 haruslah tidak berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP. Jika nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP, maka matriks pembobot spasial tersebut tidak mampu melakukan pendugaan dengan baik sehingga tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil. Berdasarkan hasil pada Tabel 1, diperoleh rincian matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dengan memperhatikan koefisien otoregresif spasial (๐). Pada area yang memiliki koefisien otoregresif spasial antar area yang kuat (๐ = 0.75), maka matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat ganda, matriks pembobot spasial kombinasi K-NN dan queen dan matriks pembobot spasial kombinasi pangkat ganda dan queen, untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang sedang (๐ = 0.5), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen, sedangkan untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang rendah (๐ = 0.25), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial queen,
24
matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. 2. Simulasi untuk m = 64 area Berikut adalah nilai ARRMSE bagi penduga EBLUP dan penduga SEBLUP yang diperoleh dari simulasi untuk m = 64 area dengan kombinasi W dan ๐ yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi kebaikan masing-masing matriks pembobot spasial dalam memberikan pendugaan area kecil yang optimum. Tabel 2. Nilai ARRMSE untuk m = 64 ๐ Matriks Pembobot Spasial
0.05
0.25
0.5
0.75
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
Eksponensial
7.05
6.02
7.03
6.03
6.96
5.95
6.77
5.74
K-NN
7.05
6.93
7.00
6.86
6.88
6.10
6.40
5.29
Pangkat
7.05
6.60
7.02
6.04
6.95
5.91
6.72
5.65
Pangkat Ganda
7.05
7.06
7.02
6.93
6.93
6.34
6.65
5.63
Radial
7.05
6.64
7.01
6.43
6.90
6.09
6.60
5.80
Queen
7.05
6.80
7.01
6.64
6.88
6.18
6.54
5.54
Eksponensial dan Queen
7.05
6.81
7.01
6.64
6.88
6.18
6.55
5.51
K-NN dan Queen
7.05
6.91
7.00
6.70
6.87
6.11
6.51
5.40
Pangkat dan Queen
7.05
7.06
7.00
7.01
6.88
6.90
6.56
5.68
Pangkat Ganda dan Queen
7.05
7.07
7.00
7.01
6.85
6.28
6.59
5.61
Radial dan Queen
7.05
6.80
6.99
6.62
6.84
5.96
6.49
5.47
Berdasarkan nilai ARRMSE yang dihasilkan dari semua kombinasi simulasi untuk m = 64 pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dalam pendugaan area kecil dengan memperhatikan koefisien otoregresif spasial adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat, matriks pembobot spasial pangkat ganda, matriks pembobot spasial radial, matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi K-NN dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat ganda dan queen, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Sedangkan matriks pembobot spasial eksponensial tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil untuk jumlah area yang sedikit. Hal ini berdasarkan nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 yang digunakan sebagai kontrol dalam simulasi, nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 haruslah tidak berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP. Jika nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP, maka matriks pembobot spasial tersebut tidak mampu melakukan pendugaan dengan baik sehingga tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil. Berdasarkan hasil pada Tabel 2, diperoleh rincian matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dengan memperhatikan pengaruh korelasi (๐). Pada area yang memiliki koefisien otoregresif spasial antar area yang kuat (๐ = 0.75), maka matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial K-NN, untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang sedang (๐ = 0.5),
25
matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen, sedangkan untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang rendah (๐ = 0.25), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial pangkat. 3. Simulasi untuk m = 144 area Berikut adalah nilai ARRMSE bagi penduga EBLUP dan penduga SEBLUP yang diperoleh dari simulasi untuk m = 144 area dengan kombinasi W dan ๐ yang berbeda. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi kebaikan masing-masing matriks pembobot spasial dalam memberikan pendugaan area kecil yang optimum. Tabel 3. Nilai ARRMSE untuk m = 144 ๐ Matriks Pembobot Spasial
0.05
0.25
0.5
0.75
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
EBLUP
SEBLUP
Eksponensial
11.22
8.63
11.17
8.57
11.09
8.48
10.87
8.29
K-NN
11.21
11.21
11.13
10.94
10.99
10.33
10.73
8.59
Pangkat
11.21
10.96
11.17
10.60
10.01
8.86
10.77
8.46
Pangkat Ganda
11.21
11.02
11.14
10.94
10.99
9.92
10.69
8.49
Radial
11.22
10.99
11.17
10.50
11.06
9.16
10.80
8.51
Queen
11.20
11.02
11.11
10.69
10.91
9.14
10.49
8.33
Eksponensial dan Queen
11.20
11.02
11.11
10.80
10.92
9.14
10.52
8.34
K-NN dan Queen
11.21
11.21
11.13
10.94
10.99
10.34
10.72
8.59
Pangkat dan Queen
11.21
11.20
11.16
11.17
11.02
10.29
10.74
8.60
Pangkat Ganda dan Queen
11.21
11.02
11.13
10.94
10.97
9.99
10.64
8.46
Radial dan Queen
11.21
11.01
11.11
10.80
10.92
9.32
10.51
8.33
Berdasarkan nilai ARRMSE yang dihasilkan dari semua kombinasi simulasi untuk m = 144 pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dalam pendugaan area kecil dengan memperhatikan koefisien otoregresif spasial adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat, matriks pembobot spasial pangkat ganda, matriks pembobot spasial radial, matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi K-NN dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat dan queen, matriks pembobot spasial kombinasi pangkat ganda dan queen, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Sedangkan matriks pembobot spasial eksponensial tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil untuk jumlah area yang banyak. Hal ini berdasarkan nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 yang digunakan sebagai kontrol dalam simulasi, nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 haruslah tidak berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP. Jika nilai ARRMSE SEBLUP pada ๐ = 0.05 berbeda jauh dengan nilai ARRMSE EBLUP, maka matriks pembobot spasial tersebut tidak mampu melakukan pendugaan dengan baik sehingga tidak direkomendasikan dalam pendugaan area kecil. Berdasarkan hasil pada Tabel 3, diperoleh rincian matriks pembobot spasial yang direkomendasikan dengan memperhatikan koefisien otoregresif spasial (๐). Pada area yang memiliki koefisien otoregresif spasial antar area yang kuat
26 (๐ = 0.75), maka matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen, untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang sedang (๐ = 0.5), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial pangkat, sedangkan untuk koefisien otoregresif spasial antar area yang rendah (๐ = 0.25), tidak ada matriks pembobot spasial yang direkomendasikan karena nilai antara ARRMSE SEBLUP tidak jauh berbeda dengan nilai ARRMSE EBLUP.
Studi Kasus Setelah menyelesaikan proses simulasi dan didapatkan matriks pembobot spasial terbaik untuk setiap kondisi area, maka selanjutnya matriks pembobot spasial tersebut akan digunakan untuk studi kasus dalam melakukan pendugaan area kecil dengan menggunakan informasi spasial (SEBLUP). Studi kasus pada penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010 dan Potensi Desa (PODES) tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Kota dan Kabupaten Bogor. Berdasarkan data SUSENAS dan PODES tersebut, maka matriks pembobot spasial yang digunakan adalah matriks pembobot untuk jumlah area sedang, yaitu matriks pembobot spasial pangkat, matriks pembobot spasial K-NN dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah pengeluaran per rumah tangga per bulan untuk kecamatan di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor. Sedangkan untuk auxiliary variabel (peubah penyerta) dalam masalah pengeluaran dapat ditinjau dari beberapa proksi (pendekatan) yaitu kesehatan dan pendapatan. Dari sisi kesehatan digunakan peubah jumlah keluarga yang menerima kartu JAMKESMAS/JAMKESDA dan jumlah keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh. Dari sisi pendapatan digunakan jumlah jumlah keluarga yang ada anggota keluarganya menjadi buruh tani, jumlah keluarga yang menerima surat SKTM. Dengan demikian, peubah tambahan yang digunakan yaitu jumlah keluarga yang bekerja sebagai buruh tani (๐ฅ1 ), jumlah keluarga yang menerima kartu JAMKESMAS/JAMKESDA dalam setahun (๐ฅ2 ), jumlah keluarga yang menerima kartu SKTM dalam setahun (๐ฅ3 ), dan jumlah keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh (๐ฅ4 ). Selanjutnya pada peubah yang diperhatikan (Y) akan dilihat ketergantungan spasialnya atau dengan kata lain, apakah terdapat autokorelasi spasial atau tidak. Pengukuran autokorelasi spasial dapat dihitung menggunakan metode Moranโs Index (Indeks Moran) yaitu: ๐ โ๐๐=1 โ๐๐=1 ๐ค๐๐ (๐ฆ๐ โ ๐ฆฬ
)(๐ฆ๐ โ ๐ฆฬ
) ๐ผ= (49) (โ๐๐=1 โ๐๐=1 ๐ค๐๐ ) โ๐๐=1(๐ฆ๐ โ ๐ฆฬ
)2 Untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi spasial atau tidak, dilakukan uji signifikansi Indeks Moran. Adapun matriks pembobot spasial yang digunakan dalam pengujian Indeks Moran adalah matriks pembobot terbaik yang diperoleh dan direkomendasikan dalam pendugaan studi kasus ini, yaitu matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen.
27
Tabel 4. Hasil uji autokorelasi spasial dengan Indeks Moran Matriks Pembobot Spasial K-NN Pangkat Kombinasi Radial dan Queen
Indeks Moran 0.5151309 0.3732005 0.3594768
Nilai-p 8.85E-10 7.45E-05 4.47E-05
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa uji autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran terhadap peubah yang diperhatikan (Y) untuk setiap matriks pembobot spasial (W) menghasilkan nilai nilai-p yang lebih kecil dari 0.05. Berdasarkan informsi ini, maka matriks pembobot spasial yang diterapkan dalam pendugaan SEBLUP pada data studi kasus adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Pendugaan Pengeluaran Per Rumah Tangga Kabupaten dan Kota Bogor terdiri dari 46 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. Ada dua kecamatan yang terdiri dari 14 desa tidak diteliti berhubung karena tidak tersurveinya kecamatan tersebut. Sehingga sekitar 25.93% dari jumlah tersebut atau 111 desa/kelurahan terpilih sebagai contoh dalam susenas 2010, dengan jumlah rumah tangga untuk masing-masing desa/kelurahan yang dipilih sebagai contoh berkisar antara 15 hingga 107 rumah tangga. Ukuran contoh untuk masing-masing kecamatan sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di masingmasing kecamatan tersebut, yaitu hanya berkisar antara 0.14% hingga 0.22%. Setelah melalui proses eksplorasi data, pendugaan area kecil dilakukan dengan metode langsung, EBLUP dan SEBLUP, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Penduga pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 (Ribu Rupiah) Penduga SEBLUP Kecamatan
Nanggung
1212.44
1232.53
Kombinasi Pangkat Radial dan Queen 1254.70 1244.57 1234.57
Leuwiliang
1530.24
1518.48
1527.48 1496.78
1547.43
Pamijahan
1568.61
1555.73
1535.60 1549.04
1533.35
Cibungbulang
1134.98
1147.49
1172.01 1167.99
1163.25
โฆ
โฆ
โฆ
โฆ
โฆ
515.82
530.55
550.67
546.73
548.17
5375.56
4894.54
4703.29 4784.95
5094.48
Bogor timur
10035.56
4573.30
5474.74 5378.02
5010.18
Bogor utara
7844.01
5793.95
6381.48 6315.29
5942.91
Bogor tengah
5419.76
4394.91
5113.67 5250.25
5004.10
โฆ Parung panjang Bogor selatan
Langsung EBLUP
K-NN
28
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa seluruh penduga memperlihatkan kecamatan Bogor Timur memiliki rata-rata pengeluaran per rumah tangga tertinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Sedangkan, kecamatan yang memiliki rata-rata pengeluaran per rumah tangga terendah adalah kecamatan Parung panjang. Pendugaan MSE dan RMSE Hasil pendugaan MSE secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai ini kemudian digunakan untuk menghitung nilai RRMSE. Nilai ini dihitung untuk melihat kebaikan suatu penduga. Tabel 6 Penduga ARMSE (Average Root Mean Square Error) Penduga Langsung EBLUP SEBLUP K-NN SEBLUP Pangkat SEBLUP Kombinasi Radial dan Queen
ARMSE 603.4279 442.5800 423.7295 430.4878 433.5963
Untuk mengevaluasi metode pendugaan area kecil yang terbaik, dapat dilihat pada Tabel 6, yang menunjukkan bahwa nilai penduga Average Root Mean Square Error (ARMSE) pada penduga SEBLUP dengan semua pendekatan matriks pembobot spasial yang direkomendasikan lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga langsung dan penduga EBLUP. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduga SEBLUP lebih baik daripada penduga langsung maupun penduga EBLUP pada data SUSENAS 2010. Kemudian pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai penduga ARMSE pada penduga SEBLUP dengan menggunakan matriks pembobot spasial K-NN lebih kecil jika dibandingkan dengan penduga SEBLUP dengan menggunakan matriks pembobot spasial pangkat dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen, sehingga dapat dikatakan bahwa penduga SEBLUP dengan matriks pembobot spasial K-NN lebih baik jika dibandingkan dengan penduga lainnya.
29
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil dari kajian simulasi secara umum menunjukkan bahwa banyaknya area sangat mempengaruhi pemilihan matriks pembobot spasial yang bisa memberikan pendugaan area kecil yang terbaik. Untuk jumlah area yang sedikit (m = 16 area), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial pangkat ganda, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Selanjutnya, untuk jumlah area sedang (m = 64 area), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial K-NN, matriks pembobot spasial pangkat, dan matriks pembobot spasial kombinasi radial dan queen. Sedangkan untuk jumlah area yang sangat banyak (m = 144 area), matriks pembobot spasial yang direkomendasikan adalah matriks pembobot spasial pangkat, matriks pembobot spasial queen, matriks pembobot spasial kombinasi eksponensial dan queen dan matriks pembobot spasial radial dan queen. Kajian aplikasi rata-rata pengeluaran per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota atau Kabupaten Bogor pada tahun 2010 menujukkan bahwa penduga SEBLUP dengan menggunakan matriks pembobot spasial yang direkomendasikan pada kajian simulasi memberikan nilai ARMSE yang lebih baik dibandingkan dengan penduga langsung maupun penduga EBLUP.
Saran Penelitian ini telah mampu memberikan rekomendasi matriks pembobot spasial yang mampu memberikan pendugaan SEBLUP yang optimum dengan memperhatikan jumlah area. Penelitian ini masih bisa dikembangkan dengan memperhatikan: 1. Pengaruh spasial yang tidak stasioner dalam pendugaan area kecil. 2. Pengaruh spasial dalam pendugaan area kecil untuk level unit. 3. Pengaruh pencilan dan pengaruh spasial dalam pendugaan area kecil.
30
DAFTAR PUSTAKA Aldstadt J, Getis A. 2006. Using AMOEBA to create a spatial weights matrix and identify spatial clusters. Geographical Analysis. 38:327-343. Chandra H, Salvati N, Chambers R. 2007. Small area estimation for spatially correlated populations a comparison of direct and indirect model-based methods. Statistics in Transition. 8(2):331-350. Chand N, Alexander CH. 1995. Using administrative records for small area estimation in the American community survey. US Bureau of the Census. Elbers C, Lanjouw JO, Lanjouw P. 2003. Micro-level estimation of poverty and inequality. Econometrica. 71(1):355-364. Fay RE, Herriot RA. 1979. Estimates of income for small places an application of James-Stein procedures to census data. Journal of the American Statistical Association. 74(366):269-277. Folmer H, Oud JHL. 2008. How to get rid of W: a latent variables approach to modeling spatially lagged variables. Environment and Planning A. 40:25262538. Getis A, Ord JK. 1992. The analysis of spatial association by use of distance statistics. Geographical Analysis. 24(3):189-206. Getis A, Aldstadt J. 2004. Constructing the spatial weights matrix using local statistic. Geographical Analysis. 36(2):90-104. Ghosh M, Rao JNK. 1994. Small area estimation: an appraisal (with discussion). Statistical Science. 9(1):55-76. Jajang. 2014. Modifikasi statistik getis lokal pada matriks pembobot AMOEBA untuk model panel spasial dan kajian performanya [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kurnia A. 2009. Prediksi terbaik empirik untuk model transformasi logaritma di dalam pendugaan area kecil dengan penerapan pada data susenas [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Liu A, Folmer H, Oud JHL. 2011. W-based vs latent variables spatial autoregressive models: evidence from Monte Carlo simulation. Ann Reg Sci. 47:619โ639. Molina I, Salvati N, Pratesi M. 2007. Bootstrap for estimating the MSE of the Spatial EBLUP. Working Paper 07-34, Statistic and Econometric Series 08. Petrucci A, Salvati N. 2004a. Small area estimation using spatial information. The rathbun lake watershed case study. Working Paper 2004/2, Dipartimento di Statistica โG. Parentiโ Firenze. Petrucci A, Salvati N. 2004b. Small area estimation considering spatially correlated errors: the unit level random effects model. Working Paper 2004/10, Dipartimento di Statistica โG. Parentiโ Firenze. Pfeffermann D. 2002. Small area estimation, new developments and directions. International Statistical Review. 70:125-143. Prasad N, Rao JNK. 1990. The estimation of the mean squared error of small-area estimators. Journal of the American Statistical Association. 85(409):163171. Pratesi M, Salvati N. 2008. Small area estimation: the EBLUP estimator based on spatially correlated random area effects. Stat. Meth. & Appl. 17:113-141.
31
Rao JNK. 1999. Some recent advances in model-based small area estimation. Survey Methodology. 25(2):175-186. Rao JNK. 2003a. Some new developments in small area estimation. JIRSS. 2(2):145-169. Rao JNK. 2003b. Small Area Estimation. New York: John Wiley and Sons. Rao JNK. 20014. Inferential issues in model-based small area estimation: some new developments. Statistics in Transition New Series and Survey Methodology. 16(4):491โ510. Salvati N. 2004. Small area estimation by spatial models: the spatial empirical best linear unbiased prediction (Spatial EBLUP). Working Paper 2004/3, Dipartimento di Statistica โG. Parentiโ Firenze. Siswantining T. 2013. Geoinformatika pada kasus area kecil dan penerapannya untuk mendeteksi kantong-kantong kemiskinan di Jember [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Smith TE. 2014. Areal data analysis (Part III). Notebook for spatial data analysis [internet]. [diunduh 20 januari 2014]. Tersedia pada: http://www.seas.upenn.edu/~ese502/#contents. Singh BB, Shukla K, Kundu D. 2005. Spatial-temporal models in small area estimation. Survey Methodology. 31(2):183-195. Stakhovych S, Bijmolt THA. 2008. Specification of spatial models: a simulation study on weights matrices. Papers in Regional Science. 88(2):389- 408. Zimmerman DL, Cressie N. 1992. Mean squared prediction error in the spatial linear model with estimated covariance parameters. Ann. Inst. Stat. Math. 44(1):27โ43
32
Lampiran 1
Keterangan komponen komponen pada penduga MSE SEBLUP
๐1๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) = ๐๐๐ {๐ฬ๐ข2 (๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )โ1 โ ๐ฬ๐ข2 (๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )โ1 ๐๐ ร {๐
๐๐๐ (๐๐2 ) + ๐๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 ๐๐ฬ๐ข2 ร [(๐ผ โ ๐ฬ๐พ)(๐ผ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 }๐๐ ๐2๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) = (๐๐ โ ๐๐๐ ๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ ร {๐
๐๐๐ (๐๐2 ) + ๐๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 ๐ฟ ) ร (๐ฟ๐ {๐
๐๐๐ (๐๐2 ) + ๐๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 ๐ฟ)โ1 ร (๐๐ โ ๐๐๐ ๐ฬ๐ข2 [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ ร {๐
๐๐๐ (๐๐2 ) + ๐๐๐๐ [(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ)(๐ฐ โ ๐ฬ๐พ๐ )]โ1 ๐๐ }โ1 ๐ฟ )๐ป ๐๐ป (๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 + ๐ฬ๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 )) ๐3๐ (๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ) = ๐ก๐ {[ ๐ ๐ป ๐ โ1 ]๐ฝ ๐๐ ๐จ๐ ๐ฝ + ๐ฬ๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐จ๐๐ ๐ฝโ1 ) ๐
๐๐ป๐ (๐ชโ๐ ๐๐ป ๐ โ๐ + ๐ฬ๐ข2 ๐ชโ๐ ๐๐ป (โ๐ฝโ๐ ๐๐ชโ๐ ๐๐ป ๐ฝโ๐ )) ฬ
(๐ฬ๐ข2 , ๐ฬ)} ร [ ] ๐ฝ ๐ป ๐ป โ๐ 2 โ๐ ๐ป (โ๐ฝโ๐ ๐ป โ๐ )) ๐๐ (๐จ๐ ๐ฝ + ๐ฬ๐ข ๐ช ๐ ๐๐จ๐ ๐ฝ ๐ป๐1 (๐๐ข2 , ๐) (๐ชโ1 โ [๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 ๐๐๐ข2 ๐ชโ1 + ๐๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 )๐๐๐ข2 ๐ชโ1 + = ๐๐i { (๐จ โ [๐จ๐๐ ๐ฝโ1 ๐๐๐ข2 ๐ชโ1 + ๐๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐จ๐๐ ๐ฝโ1 )๐๐๐ข2 ๐ชโ1 + +๐๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 ๐๐ชโ1 } ๐๐ +๐๐ข2 ๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 ๐๐จ ๐ (๐ 2 ๐ML ๐ข , ๐) =
1 ๐ก๐[(๐ฟ๐ ๐ฝโ1 ๐ฟ)โ1 ๐ฟ๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐ชโ1 ๐๐ ๐ฝโ1 )๐ฟ] ]} {๐ผ โ1 (๐๐ข2 , ๐) [ 2๐ ๐ก๐[(๐ฟ๐ ๐ฝโ1 ๐ฟ)โ1 ๐ฟ๐ (โ๐ฝโ1 ๐๐จ๐๐ ๐ฝโ1 )๐ฟ]
33
Lampiran 2 Peubah penyerta dalam pendugaan area kecil pada level Kecematan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data PODES tahun 2011 No Kecamatan x1 x2 x3 x4 1 Nanggung 4438 8178 18158 179 2 Leuwiliag 6800 25570 22234 253 3 Pamijahan 7803 52478 20090 285 4 Cibungbulang 7003 25249 25410 260 5 Ciampea 3475 38631 26205 235 6 Dramaga 4108 6007 21127 150 7 Ciomas 1813 33024 36818 185 8 Taman Sari 2269 23537 16465 93 9 Cijeruk 6158 5061 9692 180 10 Cigombong 3887 27878 14325 177 11 Caringin 10422 14500 18212 262 12 Ciawi 2987 35404 15407 195 13 Casarua 4111 15754 22384 158 14 Megamendung 4197 12083 16448 162 15 Suka Raja 3448 19896 52278 197 16 Babakan Madang 4416 3417 18252 192 17 Suka Makmur 4219 27401 13675 136 18 Cariu 3971 2010 14248 102 19 Tanjung Sari 4794 6209 8005 143 20 Jonngol 7630 23210 32825 223 21 Cileungsi 2321 15471 57550 264 22 Kelapa Nunggal 553 19083 20376 132 23 Gunung Putri 770 9735 87601 284 24 Citeureup 2763 15172 44744 259 25 Cibinong 784 31830 67204 393 26 Bojong Gede 523 27035 48483 230 27 Tajur Halang 883 3301 23558 106 28 Kemang 4161 21522 20265 148 29 Ranca Bungur 1947 20667 10468 88 30 Parung 1162 10873 27804 112 31 Ciseeng 4473 29374 20121 198 32 Gunung Sindur 3632 20472 21370 165 33 Rumpin 6470 10761 22596 238 34 Cigudeg 4645 38589 20517 262 35 Suka Jaya 10060 23746 7857 133 36 Jasinga 5683 33742 17421 285 37 Tenjo 3604 17155 14941 176 38 Parung Panjang 5375 21642 20345 222 39 Bogor Selatan 932 27554 47240 186 40 Bogor Timur 69 16729 19080 96 41 Bogor Utara 615 27572 36264 146 42 Bogor Tengah 0 12891 25195 146 43 Bogor Barat 1616 32123 49714 225 44 Tanah Sereal 1515 12576 44547 157
34
Lampiran 3 Peta letak kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor
35
Lampiran 4 Koordinat centroid kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kecamatan Nanggung Leuwiliag Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Casarua Megamendung Suka Raja Babakan Madang Suka Makmur Cariu Tanjung Sari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Suka Jaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
Koordinat X 11749791 11872023 11874527 11875547 11880152 11882131 11886643 11885190 11888281 11891032 11892300 11898171 11905713 11900057 11910504 11899006 11911161 11924868 12002137 11918935 11911091 11904106 11906486 11899501 11895545 11889301 11885778 11886272 11884511 11881914 11877618 11876444 11871653 11862504 11850327 11852953 11851965 11864451 11895545 11891743 11891867 11889981 11888158 11889332
Koordinat Y -735497 -733148 -739700 -732900 -734446 -738124 -736053 -744336 -744336 -750456 -748942 -743347 -747118 -744244 -771689 -732344 -733506 -728820 -770113 -720877 -709812 -718776 -715839 -722979 -720012 -723474 -721650 -730675 -727492 -715932 -718374 -711543 -711698 -730242 -733581 -722762 -706320 -706845 -744027 -736795 -733550 -734971 -735095 -730737
36 Lampiran 5 Penduga MSE untuk pengeluaran per rumah tangga pada level Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 Penduga SEBLUP No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Kecamatan
Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Taman Sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Suka Raja Babakan Madang Suka Makmur Cariu Tanjung Sari Jonggol Cileungsi Kelapa Nunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajur Halang Kemang Ranca Bungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Suka Jaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sereal
Langsung
EBLUP
K-NN
Pangkat
52287.04 50663.59 50292.52 50400.49 112623.00 105226.20 101871.80 102436.70 62386.69 60667.02 59851.98 60332.08 53653.78 51943.94 51155.83 51164.20 107249.90 100755.20 97934.16 99224.82 274328.10 233616.10 224246.70 229251.10 481245.70 370465.00 340727.00 386180.40 278765.30 238964.30 226372.30 236236.70 179055.70 162346.90 156704.70 160659.30 69311.44 66403.81 65429.73 66665.85 341358.30 290780.70 276510.20 281348.10 296453.60 251505.30 238357.10 232924.00 285210.50 239719.40 223005.60 232865.80 146852.70 134179.30 130014.00 131260.70 76853.25 73838.10 73471.66 73438.66 3065974.00 1033671.00 842572.70 896727.80 117926.00 109909.60 107097.90 108618.90 52210.54 50667.60 50028.90 50460.32 88802.42 84364.30 83273.15 83666.09 55693.54 54042.45 53510.14 53802.58 169305.00 154186.10 147984.70 151148.40 38992.84 38114.81 38079.62 38307.21 768767.50 586216.00 498400.40 535723.10 54494.50 52762.13 51968.92 52195.16 95430.84 92111.24 90353.04 90740.76 119010.30 111050.00 107189.80 109160.00 342816.70 284539.20 261504.80 270804.20 227163.00 197832.40 188708.10 190632.30 216961.10 192159.00 183067.20 186338.40 99586.66 93882.37 91531.34 92797.56 161581.60 146225.40 140993.10 143492.50 188988.40 167930.50 158902.60 162436.80 144162.40 132825.10 128237.50 129234.40 124967.00 116491.20 113051.30 114328.60 108375.70 103781.10 103567.20 104291.70 125090.90 116928.20 113497.50 115763.90 341864.50 279813.70 257130.50 268664.30 17937.08 17734.01 17643.09 17686.35 415708.10 332298.20 316823.90 325911.80 3975038.00 1105583.00 876534.80 954127.50 1040015.00 629083.00 563286.30 586644.40 762208.90 518005.40 477864.50 509017.80 27638090.00 1400352.00 963044.50 998035.60 347126.70 286255.50 268591.80 274218.50
Kombinasi Radial dan Queen 50969.89 103770.90 60179.82 51578.34 99468.35 233159.80 359677.60 231622.30 160531.00 66205.46 288065.20 248367.00 235351.70 132773.90 73437.73 912839.50 108324.20 50365.99 83689.02 53894.91 151678.90 38168.76 551883.50 52442.74 91096.33 109411.90 275751.20 193099.10 190319.50 92891.68 144254.20 165386.60 130178.30 114509.20 104559.50 116011.20 271881.50 17704.62 327118.20 973576.70 592392.80 500332.70 1152637.00 277088.40
37
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sinjai pada tanggal 15 Februari 1989 merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Muhammad Rusdi dan Ramlah Nonci. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 47 Joalampe, dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan sekolah menengah pertama ditempuh di SLTP Negeri 1 Sinjai Selatan, lulus pada tahun 2004. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Sinjai Selatan, lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi pendidikan Matematika Universitas Negeri Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 2012. Selanjutnya, penulis melanjutkan program magister (S2) pada Program Studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2012 dengan program Beasiswa BPPDN dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti).