Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 63-73 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
STUDI PENDETEKSIAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA RADARSAT (STUDI KASUS DI DAERAH BENOA, BALI) (Mangrove Detection Using Radar Satellite Image Study Case Study in Benoa, Bali) Risti Endriani Arhatin1*, Jonson Lumban Gaol1 1Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga Bogor *Korespondensi:
[email protected]
Diterima: 5 Mei 2013 / Disetujui: 29 Mei 2013 ABSTRAK Penggunaan data inderaja sistem optik telah memiliki akurasi yang baik dalam inventarisasi maupun pemantauan lahan pesisir. Daerah yang selalu tertutup awan dan tidak bisa dideteksi dari inderaja sistem optik diharapkan dapat diatasi dengan tersedianya data inderaja sistem Radar. Dalam studi ini digunakan jenis citra Radarsat, yang bekerja pada kanal-C. Tujuan studi ini adalah sejauh mana penggunaan citra radarsat dalam mengidentifikasi mangrove, pemilihan filter serta pemilihan metode segmentasi dari tiga yang baik untuk objek mangrove. Hasil menunjukkan bahwa filter yang baik untuk mengidentifikasi mangrove adalah filter median (non adaptive filter) atau filter gamma (adaptive filter). Sedangkan metode segmentasi yang baik untuk mangrove adalah median cut. Kata kunci : radarsat, filter, segmentasi, mangrove ABSTRACT Optical system application in remote sensing data has good accuracy in inventory and monitoring of coastal land. The area that is always covered by clouds and cannot be detected using optical system is expected to be detected by the availability of the Radar system. In this study, we use Radar satellite image, which works on the C-channel. The purpose of this study are mangrove identification, filter selection and segmentation method selection of the Radar satellite data. The results are that the median filter (non-adaptive filter) is the best for mangrove identification or the gamma filter (adaptive filter). While, the best segmentation method is the median cut. Keywords: filter, mangrove, radar satellite, segmentation PENDAHULUAN Luas mangrove di Indonesia sekitar 4,25 juta hektar, yang merepresentasikan 25 % dari mangrove dunia. Indonesia merupakan pusat dari sebagian biogeografi genus mangrove (Quarto 2006). Mangrove memiliki nilai
ekologi yang sangat penting, diantaranya sebagai pelindung pantai dari gelombang dan badai, di daerah pesisir berperan sebagai filter dari polutan, sebagai suplayer dalam siklus rantai makanan dan sebagai tempat berlindung sebagian besar aquatic juvenile
64
ARHATIN DAN GAOL
(Long and Giri 2011; Hogarth, 1999 dalam Vaiphasa, 2006). Penggunaan data inderaja untuk inventarisasi maupun pemantauan lahan pesisir telah banyak dilakukan dengan menggunakan data inderaja sistem optic (Balakrishnan 2012; Kuenzer et al, 2011; Ponnambalam et al. 2012). Akurasi penggunaan data tersebut juga cukup baik. Kelemahan pada data tersebut hanya objek yang bebas awan saja yang bisa dideteksi, sehinggga daerah yang selalu tertutup awan selalu mengalami hambatan dalam interpretasi. Namun dengan tersedianya data inderaja sistem Radio Detection and Ranging (RADAR) diharapkan dapat memberikan informasi pada daerah yang selalu tertutup awan. Berbagai metode dikembangkan dalam rangka pemanfaatan data radar maupun Radarsat (Kamal et. Al. 2010; Trisasongko, 2009; Trisasongko, 2011 ). Dalam studi ini digunakan jenis citra Radarsat, yang bekerja pada kanal-C dengan tetap menggunakan data optik sebagai acuan. Dalam melakukan inventarisasi maupun monitoring wilayah mangrove, salah satu langkah penting dalam pemrosesan citra radar terletak pada pemilihan filter yang digunakan dalam menghilangkan noise. Dalam penelitian ini dicobakan beberapa filter, yaitu filter median, filter gamma, filter lee dan filter frost. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi ekosistem mangrove dengan menggunakan citra penginderaan jauh Radarsat, pemilihan filter yang baik untuk objek mangrove dari keempat filter yang dicobakan yaitu filter median, filter gamma, filter lee dan filter frost serta pemilihan metode segmentasi yang baik untuk objek mangrove dari tiga macam algoritma yang dicobakan yaitu grey level quantization, Principal Component Transformation (PCT) median dan median cut.
JIPP METODE PENELITIAN Lokasi yang dipilih untuk penelitian adalah daerah Benoa, Denpasar, Bali. Data spasial yang dipergunakan adalah citra Radarsat hasil liputan tanggal 27 Februari 1997 (colom 2977-5057 dan row 4233-6359) dan tanggal 14 Agustus 1997 (colom 1919-4119 dan row 44076791). Kedua citra Radarsat tersebut direkam pada mode fine 4 dalam bentuk path image (SGF) dengan sistem penyimpanan sebesar 16 bit. Citra Landsat TM hasil liputan tanggal 26 Mei 1995 (path/row: 116/66) digunakan sebagai data acuan terhadap citra Radarsat. Peralatan yang diperlukan dalam pengolahan data yaitu: seperangkat personal computer dengan software ER Mapper, ERDAS imagine dan Computer Vision and Image Prosessing (CVIPtools). Analisis Data Beberapa tahapan yang dilakukan meliputi preprocessing, image enhancement dan image classification. Preprocessing meliputi koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik untuk memperbaiki nilai-nilai pixel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya, sedangkan koreksi geometrik untuk mendapatkan citra yang sesuai dengan posisi yang sebenarnya di bumi. Penajaman Citra (Image Enhancement) Salah satu cara penajaman data Radarsat dapat dilakukan dengan teknik filtering. Filtering ini merupakan suatu cara untuk ekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data dengan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan. Filter ini sangat efektif digunakan untuk mengurangi speckle (noise) yang menjadi salah satu masalah besar pada data RADAR, karena hal ini bisa menyebabkan adanya kesalahan informasi yang diperoleh. Filter yang digunakan pada penelitian meliputi filter yang tidak
Vol. 2, 2013 spesifik (non adaptive filter), yaitu filter median dan filter yang spesifik (adaptive filter) menghilangkan speckle, yaitu: filter frost, filter lee dan filter gamma. Semua filter tersebut dioperasikan pada berbagai ukuran kernel yaitu 3x3, 5x5, 7x7, 9x9 dan 11x11. Formula dari beberapa filter tersebut adalah: 1. Filter lee Hasil penghalusan filter adalah (Trisasongko 1999): R = Ic * W + Im * (1 – W) dimana: W = 1 – Cu ^ 2 / Ci ^ 2 Cu = SQRT (1/NLOOK) Ci = S / Im Ic = pusat pixel pada jendela filter Im = intensitas nilai mean pada jendela S = intensitas standar deviasi pada jendela 2. Filter frost Saringan frost merupakan suatu saringan yang khusus digunakan untuk menghilangkan noise atau speckle pada data RADAR (Rochmadi 1998). (P1M1 + P2M2 +……...+ PnMn) / (M1 + M2 +…….+ Mn) dimana: P = nilai pixel M = exp (-A*T) A = DAMP * (V/I2) T = jarak pixel pusat terhadap tetangganya V = keragaman nilai pixel dalam jendela I = rataan nilai pixel dalam jendela DAMP = faktor kelembaman (damping factor) 3. Filter gamma (Trisasongko 1999) R = I for Ci less then or equal to Cu R = (B*I + SQRT (D)) / (2*ALFA) for Cu < Ci < Cmax R = CP for Ci greater then or equal to Cmax dimana: NLOOK = jumlah look
Studi Pendeteksian Mangrove
65
Var
= varian di dalam jendela filter CP = pusat pixel nilai grey level I = Nilai mean di dalam jendela filter Cu = 1/SQRT (NLOOK) Ci = SQRT (VAR) / 1 Cmax= SQRT (2) * Cu ALFA = (1 + Cu **2) / (Ci**2 – Cu**2) B = ALFA – NLOOK-1 D = I*I*B*B+4*ALFA*NLOOK*I*CP 4. Filter median Pertama-tama nilai pixel diurutkan dari nilai terendah hingga nilai tertinggi kemudian dipilih nilai yang tengah (median) sebagai nilai target yang baru. Pada data Landsat TM, penajaman dilakukan untuk mendapatkan tampakan yang kontras pada citra sehingga memudahkan dalam proses interpretasi serta meningkatkan informasi yang diperoleh. Hal ini dilakukan dengan pembuatan komposit citra dari hasil Optimum Index Factors (OIF) tertinggi, dengan cara memasukkan tiga kanal citra kedalam filter merah, hijau dan biru (Jensen 1986). Klasifikasi Citra (Image Classification) Image Classification pada citra Radarsat menggunakan metode segmentasi. Segmentasi merupakan proses pengelompokan individu pixel ke dalam group-group. Tujuan dari segmentasi image ini adalah menemukan daerah yang mewakili objek atau bagian yang dimaksud pada objek. Metode segmentasi ini akan melihat objek dengan mempergunakan beberapa pengukuran, antara lain homogenitas dan kekontrasan objek-objek pada batas tepi (batas antar objek). Algoritma segmentasi merupakan modifikasi atau kombinasi dari dua konsep dasar tersebut. Pada penelitian menggunakan tiga macam metode segmentasi yaitu grey level quantization, median cut dan
66
ARHATIN DAN GAOL
Principal Component Transformation (PCT) median. Image classification pada citra Landsat TM menggunakan metode maximum likelihood. Klasifikasi ini berangkat dari asumsi bahwa variasi pola peubah ganda dari digital number pada suatu areal mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kondisi penutupan tanahnya. Penutupan lahan yang sama akan mempunyai sifat-sifat reflektansi yang sama pula. Sehingga karakteristik statistika dari sekumpulan pixel pada suatu citra akan mampu membedakan antara penutupan lahan satu dengan yang lainnya. Uji akurasi menggunakan statistical separability (Swain and Davis 1978) dan matrik kontingensi (Richard 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Rona merupakan fungsi dari panjang gelombang atau frekuensi dari sistem yang digunakan atau merupakan fungsi dari sudut pengamatan. Ukuran daun, luasan daun, rasio daun/ranting, persentase penutupan lapangan dan kondisi kelembaban dapat mempengaruhi rona citra RADAR. Polarisasi juga mempengaruhi rona dan tekstur vegetasi. Radarsat memiliki polarisasi transmisi horizontal dan polarisasi penerimaan secara horizontal (HH/ searah) sehingga data Radarsat ini didominasi oleh pantulan yang berasal dari pancaran permukaan. Sedangkan polarisasi transmisi secara horizontal dan polarisasi penerimaan secara vertikal (HV/cross polarization) akan mengandung sebagian besar informasi dari pancaran volume. Permukaan lahan yang terpolarisasi secara kuat pada citra RADAR biasanya akan menampakkan rona yang cerah/terang bila dibandingkan tingkat polarisasi yang lemah. Sehingga kemampuan polarisasi dari suatu objek dapat dijadikan dasar dalam mengidentifikasi suatu objek. Hasil pengamatan pada citra Radarsat dengan tanggal perekaman
JIPP yang berbeda, yaitu tanggal 27 Februari 1997 (musim penghujan) dan 14 Agustus 1997 (musim kemarau) diketahui bahwa citra dengan perekaman pada musim penghujan mempunyai rona yang berbeda bila dibanding citra perekaman pada musim kemarau. Pada citra musim penghujan kelihatan bagian yang berona putih tersebar secara meluas, sedangkan citra pada musim kemarau mempunyai rona yang cenderung lebih gelap. Pada Tabel 1 ditampilkan bahwa dari 35 sampel yang telah diambil dari lokasi yang sama menunjukkan nilai hambur balik pada musim penghujan lebih tinggi bila dibanding pada musim kemarau. Hal ini disebabkan karena sensitifnya sensor terhadap kelembaban. Tetapi pada daerah tertentu (daerah berair, misal: sawah, rawa dan mangrove), nilai hambur balik-nya ada yang lebih tinggi pada saat musim kemarau. Pada lahan sawah hal ini dimungkinkan dari perbedaan musim tersebut, fase tanam yang berlainan menyebabkan nilai hambur balik pada musim kemarau lebih tinggi bila dibanding musim penghujan. Pada musim kemarau fasenya adalah fase bera sehingga pemukaannya kasar dan kemungkinan hambur balik berasal dari butir-butir padi yang menyebabkan hambur balik yang diffuse dan menyebabkan rona pada citra radar kelihatan lebih terang. Berdasarkan hasil pengamatan nilai-nilai pixel pada Radarsat, didapatkan bahwa nilai pixel dari permukiman mempunyai nilai yang paling tinggi bila dibanding dengan nilai pixel objek-objek lain. Hal ini disebabkan karena bentuk bangunan permukiman yang membentuk sudut-sudut dan karena kepadatannya yang tidak teratur sehingga menyebabkan hambur balik yang mengenai permukiman bersifat corner reflector yang memberikan hambur balik yang kuat pada sensor Radar sehingga pada citra akan kelihatan terang. Setelah permukiman nilai pixel yang lebih rendah adalah vegetasi lain dan
Vol. 2, 2013
Studi Pendeteksian Mangrove
mangrove. Nilai pixel vegetasi lain dan mangrove mempunyai nilai pixel yang mirip, sehingga keduanya kurang bisa memberikan perbedaan yang mencolok, walaupun nilai pixel dari vegetasi lain sering lebih tinggi dibanding nilai-nilai pixel mangove, namun tidak selalu demikian. Nilai pixel yang lebih rendah setelah vegetasi lain dan mangrove
(a)
(c)
67
adalah rawa dan sawah. Kemungkinan sawah yang terdeteksi disini adalah fase vegetatif yang masih tergenang air, objek ini akan memberikan pantulan spekular, sehingga pada citra akan terlihat agak gelap. Objek yang memberikan nilai pixel yang paling rendah adalah perairan.
(b)
(d)
Gambar 1 Hasil filter (a) frost; (b) median; (c) gamma; dan (d) lee
68
ARHATIN DAN GAOL
JIPP
Vol. 2, 2013
Studi Pendeteksian Mangrove
Segmentasi pada citra Radarsat Rumitnya sistem Radar, dapat menyebabkan suatu objek di muka bumi tidak dapat dikenali hanya dengan rona saja, dengan demikian unsur interpretasi lainnya, seperti bentuk, ukuran, dan asosiasi geografik dapat digunakan. Kekasaran medan merupakan salah satu pembantu dalam membedakan satu objek dengan objek lain. Analisis digital atas tekstur dapat digolongkan atas tiga bagian yaitu: (a) segmentasi citra menjadi sejumlah region, (b) identi-fikasi region bertekstur dan (c) karak-terisasi dari tekstur di dalam berbagai region (Lamont dan Klein, 1986 dalam Husada, 1992).
69
Gambar 2 ditampilkan citra radarsat hasil segmentasi dengan grey level quantization, median cut dan PCT median. Berdasarkan hasil segmentasi grey level quantization, median cut dan PCT median diperoleh bahwa secara umum, algoritma yang mem-berikan kenampakan paling baik adalah metode PCT median yang memberikan pembedaan antar objek cukup baik. Namun untuk pengamatan mangrove metode yang paling baik adalah median cut karena metode ini memberikan kenampakan mangrove yang lebih jelas bila dibanding dengan metode lain.
(a)
(b)
(c) Gambar 2 Hasil segmentasi citra radarsat (a) grey level quantization; (b) median cut; dan (c) PCT median
70
ARHATIN DAN GAOL
Interpretasi Citra Radarsat Bandara dapat dilihat dengan ronanya yang abu-abu gelap seragam dan mempunyai bentuk yang teratur. Permukiman bisa dibedakan dengan objek lain karena membentuk peman-tul sudut terhadap permukaan sehing-ga tampak pada citra dengan warna yang cerah. Vegetasi bisa diidentifikasi dengan cepat karena teksturnya yang kasar dan dengan pengembaliannya yang cerah disebabkan hambur balik vegetasi yang bersifat diffuse. Mangrove kurang bisa dibedakan dengan vegetasi lain karena teksturnya yang mirip dengan vegetasi lain tapi mangrove mempunyai rona yang agak gelap bila dibanding dengan vegetasi lain. Objek laut bisa dibedakan dengan mudah karena mempunyai rona yang gelap yang jauh berbeda dengan objekobjek lain, hal ini disebabkan hambur balik laut yang bersifat spe-kular. Empang bisa diidentifikasi dari polanya/bentuknya yang teratur membentuk petak-petak. Rawa/empang mempunyai rona yang sama dengan perairan, namun batas antar petak pada empang kelihatan jelas. Pelabuhan Benoa mempunyai bentuk yang teratur dan rona yang cerah, rona ini kemungkinan disebabkan sekeliling pelabuhan Benoa ditumbuhi vegetasi atau kemungkinan disebabkan adanya kapal-kapal yang menyebabkan mempunyai hambur balik yang bersifat diffuse. Sungai dan danau dapat teridentifikasi dengan baik, objek ini mempunyai rona yang gelap sama dengan laut. Jalan bisa teridentifikasi dengan baik, karena resolusi dari Radarsat yang tinggi dan jalan ini membentuk pola yang lurus, rona jalan berwarna gelap karena memberikan hambur balik yang bersifat spekular. Sawah bisa dibedakan dengan objek lain. Sawah mempunyai tektur yang lebih halus serta mempunyai rona yang lebih gelap dibanding dengan vegetasi lain maupun mang-rove, namun rona dan tekstur pada sawah ini
JIPP juga tergantung dari fase padinya. Fase vegetatif mempunyai rona yang lebih gelap dibanding fase generatif, hal ini disebabkan padi yang terendam air ini akan memberikan hambur balik yang bersifat spekular. Citra Landsat TM Berdasarkan tiga band terpilih untuk pengamatan mangrove yaitu band 3, band 4 dan band 5, bisa didapatkan enam kombinasi citra komposit, yaitu 345, 354, 435, 453, 534 dan 543. Walaupun pada objek sama tapi kombinasi kanal yang dipakai berbeda akan ditampilkan dengan warna yang berlainan. Berda-sarkan hasil pengamatan visual dari berbagai kombinasi band 453 (RGB) merupakan kombinasi yang paling baik untuk pengamatan mangrove. Komposit 453 (RGB) tersebut ditam-pilkan pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, vegetasi mangrove ditunjukkan oleh warna merah gelap, dan mengacu pada habitatnya yang hidup di sepanjang pantai perairan asin. Warna biru adalah perairan, semakin dalam per-airan akan ditunjukkan dengan warna biru yang semakin gelap. Rawa/ empang ditunjukkan dengan warna biru (agak mendekati cyan). Pemu-kiman ditunjukkan warna hijau. Sawah berwarna cyan (mendekati putih). Vegetasi ditunjukkan dengan warna orange. Awan ditunjukkan dengan warna putih. Bayangan warna berwarna hitam dan mempunyai ben-tuk yang mirip dengan awan. Berda-sarkan pengamatan nilai-nilai digital dan pertimbangan visual warna pada citra komposit, citra tersebut dikelas-kan antara lain laut dalam, laut dang-kal, mangrove, rawa/empang, pemu-kiman, sawah, vegetasi lain, sedimen, awan dan bayangan awan. Hasil uji statistical separability diketahui bahwa keterpisahan antara mangrove dengan objek-objek lain cukup bagus, semuanya mencapai nilai maksimum yaitu 2.000, sedang-kan
Vol. 2, 2013
Studi Pendeteksian Mangrove
keterpisahan tiap kelas objek dengan objek yang lainnya cukup bagus, yaitu dengan nilai minimum 1.999 dan nilai rata-rata keterpisahan tiap kelas mencapai 2.000. Hasil secara lengkap ditampilkan pada Tabel 2. Hasil klasifikasi citra Landsat TM diketahui bahwa daerah Benoa, Bali mempunyai hutan mangrove seluas 803,70 hektar. Luasan tersebut terbagi
71
dalam 3 kelas kerapatan, yakni kerapatan jarang seluas 139,86 ha, kerapatan sedang seluas 535, 68 ha dan kerapatan lebat seluas 128,16 ha. Berdasarkan hasil uji ketelitian matrik kontingensi diperoleh nilai overall accuracy 99,414%. Hasil klasifikasi tersebut sudah cukup bagus karena sudah memenuhi standadr minimal ketelitian Landsat.
Sawah Vegetasi Pemukiman Rawa Mangrove
Perairan
Gambar 3 Citra komposit 453 (RGB) Tabel 2 Nilai statistical separability Kelas 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
2
3
4
5
6
7
8
9
2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
2.000 1.999 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
2.000 2.000 2.000 2.000 1.999
2.000 2.000 2.000 2.000
2.000 2.000 2.000
2.000 2.000
2.000
Keterangan: (1) Perairan dangkal; (2) Perairan dalam; (3) Empang/rawa; (4) Mangrove; (5) Pemukiman; (6) Awan; (7) Bayangan awan; (8) Vegetasi lain (9) Sawah; (10) Sediman
72
ARHATIN DAN GAOL KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Hasil pengamatan secara visual pada citra hasil filtering diketahui bahwa filter median (non adaptive filter) menghaluskan daerah yang homogen dan tetap mempertahankan tepi-tepi daerah tersebut. Adaptive filter terbaik adalah filter gamma, filter ini mempertajam batas-batas antar objek dan memperluas daerah yang homogen, sehingga untuk penga-matan mangrove bisa digunakan filter median (non adaptive filter) atau filter gamma (adaptive filter). Berdasarkan tiga algoritma segmentasi yang digunakan yaitu grey level quantization, median cut dan PCT median, diketahui bahwa metode yang memberikan kenampakan paling baik adalah metode PCT median yang memberikan pembedaan antar objek cukup baik. Namun untuk pengamatan daerah mangrove metode yang dipa-kai sebaiknya adalah metode median cut karena metode ini memberikan kenampakan mangrove yang lebih jelas bila dibanding dengan metode lain. Rona pada citra Radarsat merupakan kenampakan yang kurang dapat dipercaya untuk dipakai sen-dirian dalam klasifikasi penggunaan lahan. Pendeteksian air, jalan, pemu-kiman, persawahan bisa dibedakan dengan mudah, namun pembedaan vegetasi dengan mangrove agak sulit dibedakan. Saran 1) Fusi antara citra optik dan citra Radarsat diharapkan akan memberikan informasi yang lebih lengkap. 2) Penelitian dengan mempergu-nakan citra yang mempunyai incidence angle yang berbeda sehingga bisa diketahui perbedaan hambur balik tiap objek.
JIPP 3) Citra dengan perbedaan perekaman (ascending maupun descending) diharapkan akan bisa diketahui perbedaan hambur balik tiap objek. DAFTAR PUSTAKA Balakrishnan P. 2012. Application of Remote Sensing for Mangrove Mapping: A Case Study of AlDhakira, the State of Qatar. Journal of Earth Science and Engineering 2: 602-612 Husada A. 1992. Aplikasi Statistika Orde Pertama dalam Pemisahan Tekstur Murni dan Palsu Pada Citra Star-1 SAR. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Jensen JR. 1986. Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perspective. Prentice Hall Englewood Cliffs. New Jersey. Kamal MM, PJ Passmore, IDH Shepherd. 2010. Integration of geographic information system and RADARSAT synthetic aperture radar data using a self-organizing map network as compensation for realtime ground data in automatic image classification. Journal of Applied Remote Sensing 4: 043534. Kuenzer C, A Bluemel, S Gebhardt, TV Quoc, S Dech. 2011. Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review. Remote Sensing Journal 3: 878-928 Long JB, C Giri. 2011. Mapping the Philippines’ Mangrove Forests Using Landsat Imagery. Sensors 2011(11): 2972-2981 Ponnambalam K, L Chokkalingam, V Subramaniam, Jm Ponniah. 2012. Mangrove Distribution and Morphology Changes in The Mullipallam Creek, South Eastern Coast of India. International Journal of Conservation Science 3 (1): 51-60.
Vol. 2, 2013 Quarto A. 2006. Sustainable Use of The Mangrove. Tiempo Climate Cyberlibrary: Tiempo - Issue 32. www.cru.uea.ac.uk Richards JA. 1995. An Introduction: Remote Sensing Digital Analysis. Germany. Rochmadi. 1998. Pemanfaatan Informasi Tekstur Citra SAR (Synthetic Aperture RADAR) untuk Klasifikasi Penutup Lahan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Penge-tahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Swain PH, Davis SM. 1978. Remote Sensing: The Quantitative Approach. United States of America.
Studi Pendeteksian Mangrove
73
Trisasongko BH. 1999. Radarsat Image Processing: Interpretation for Mangrove and Geomarphology. Paper (no publication). Introductory Course RADAR Imagery held in BPPT. Trisasongko BH. 2009. Tropical Mangrove Mapping Using FullyPolarimetric Radar Data. ITB Journal. Science 41A(2): 98-109 Trisasongko BH. 2011. Autonomous Coastal Land Cover Assessment Using Polarimetric Decomposition of SAR Data. ITB Journal. Science 43(2): 101-112 Vaiphasa C. 2006. Remote Sensing Techniques for Mangrove Mapping. Thesis. Netherlands.