STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN
ASEP RUDINI SETIAWAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN Adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Februari 2009
Asep Rudini Setiawan C44103026
©Hak Cipta milik Asep Rudini Setiawan, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.
ABSTRAK ASEP RUDINI SETIAWAN. Studi Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh WAWAN OKTARIZA dan LUKY ADRIANTO Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) didirikan tahun 1960. Objek lelang berupa bandeng yang berukuran 3 jari (0,22 kg/ekor). Total bandeng pada bulan Juli 2007 sekitar 976 ton/bulan. Harga bandeng di pelelangan sekitar Rp 8856,03/kg. Pelaksanaan lelang dimulai pukul 21:00-03:00 WITA. Pengelolaan pelelangan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pangkep beserta beberapa pihak diantaranya petambak, pungawa, pacatto, pagandeng, dan penagih retribusi. Saluran pemasaran bandeng di pasar lokal diantaranya PetambakPelelangan-Pacatto (S1), Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pengecer Pasar (S2), Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pagandeng Sepeda (S3), Petambak-PelelanganPacatto-Pagandeng Motor (S4). Saluran pemasaran S1 memiliki nilai margin dan biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 3.304,53/kg dan Rp 2.540,38/kg, serta memiliki nilai indeks efisiensi terkecil yaitu 34,45 %. Penarikan retribusi diatur Perda No.22 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama Perda No.4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan. Mekanisme pelelangan yang terjadi yaitu kegiatan pra lelang, kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang dan beberapa kegiatan penunjang pelelangan. Realisasi penerimaan retribusi terhadap target tahun 2006 sebesar 72,39 %. Kontribusi retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir pada tahun 2006 sebesar 71,03% . Kontribusi retribusi pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2006 sebesar 0,2 %. Hasil analisis Internal Factor Evaluation (IFE) diketahui bahwa pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis internal. Skor IFE yang diperoleh senilai 2,83. Bandeng Pangkep memenuhi kriteria bandeng berkualitas salah satu faktor kekuatan yang memiliki skor tertinggi senilai 0,80. Hasil analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE) diketahui bahwa pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis eksternal. Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan merupakan salah satu faktor peluang yang memiliki skor tertinggi senilai 0,72. Skor EFE yang diperoleh senilai 3,17 menunjukan bahwa pelelangan bandeng berada di atas rata-rata (2,50) dalam kekuatan eksternal. Ini berarti posisi eksternal pelelangan bandeng cukup kuat. Pelelangan bandeng telah mampu memanfaatkan peluang maupun ancaman yang terdapat di pelelangan bandeng.
Kata Kunci : pelelangan, bandeng, Pangkep, margin, efisiensi, retribusi dan faktor strategis
STUDI PELELANGAN BANDENG DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Oleh : ASEP RUDINI SETIAWAN C44103026
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI
Judul
: Studi Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa
: Asep Rudini Setiawan
Nomor Pokok
: C44103026
Program Studi
: Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan
Disetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Wawan Oktariza,M.Si. NIP. 131963528
Dr. Ir. Luky Adrianto,M.Sc. NIP. 132133398
Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131578799
Tanggal Lulus :
Februari 2009
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Januari 1985 dari Bapak Agus Setiawan dan Ibu Dedeh Hayati. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan Penulis diawali dengan bersekolah di SD Cinangsi Kecamatan Tanjung Kerta Kabupaten Sumedang pada tahun 1991-1997. Kemudian tahun 1997-2000 bersekolah di SLTP Negeri 3 Bandung, lalu tahun 2000-2003 melanjutkan sekolah di SMU Negeri 22 Bandung. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003 dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Manajemen Bisnis Dan Ekonomi Perikanan-Kelautan (dulu Departemen Sosial Ekonomi Perikanan). Selama menjadi mahasiswa Penulis aktif dalam berbagai organisasi intra kampus dan ekstra kampus, antara lain Staf Departemen Pemberdayaan Sumberdaya Muslim Lembaga Dakwah Fakultas Forum Keluarga Muslim (FKM-C) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (2003-2004) , Ketua Departemen Syiar FKM-C (2004-2005) , Ketua Umum FKM-C (2005-2006), Staff Departemen Sosial Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) Institut Pertanian Bogor (2006-2007), Assosiate Trainer ILNA Learning Center Bogor (2007), anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan (Himasepa), pengurus LDK DKM Al-Hurriyyah IPB (2007-sekarang). Tim Manajemen Radio Komunitas Muslim Alvo 106,4 FM dan Lembaga Amil Zakat Al-Hurriyyah IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air (2006-2007), Pendidikan Agama Islam (2006 dan 2007). Selain itu pernah mewakili IPB dalam lomba gelar IPTEK pada Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke XIX pada tahun 2006. Penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan” sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Ir. Wawan Oktariza, M.Si. dan Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Skripsi yang berjudul ”Studi Pelelangan Bandeng Di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan” ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Pelelangan Bandeng Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni- September 2007. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Wawan Oktariza, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc. selaku dosen pembimbing, Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc. selaku ketua program studi, dan Bapak Dr. Ir. Suharno, MA.Dev. selaku dosen penguji, serta dosen-dosen di Departemen Sosial Ekonomi Perikanan (SEI) serta semua pihak yang telah memberikan masukan dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini diantaranya Pemerintah Daerah Kabupaten Pangkep, Bapak Ir. Syafrudin, M.Si., Bapak Djamil, dan Anggota Legislatif DPRD Tingkat I Kabupaten Pangkep atas perhatian dan dukungan selama penelitian.. Kedua orang tua yaitu Bapak Agus Setiawan, Ibu Dedeh Hayati, adik-adik tercinta dan Nenek Djuarsih selaku tim support dari pihak keluarga. Teman-teman di Masjid Al-Hurriyyah IPB, FKM-C, Alvo 106,4 FM, SEI 40, PUTIH NADA dan ILNA diantaranya Rudi Kusdianto, S.Pi., Adiyta Herri Emawan, S.Pi., Kastana Sapanli, S.Pi., M.Si., M. Iqbal Hanafri, S.Pi., Iwan Permana, S.Pi., Dian Purnama, Hanhan Ahmad Burhanuddien, A.Md., Nelly Sapta Yanti, SP, Eni Kustanti, S.Pi.,Ika Fitri Yuliati, Nursita Adhiyani, Fatwa, Satwika, Oktama Forestian, Aris Yaman, dan Ery Bunyamin Gufron. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik membangun diharapkan untuk perbaikan penulisan ke depan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Februari 2009
Asep Rudini Setiawan
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xii
I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang......................................................................... 1.2 Perumusan Masalah................................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat.................................................................
1 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Bandeng....................................................................... 2.2 Pelelangan................................................................................ 2.2.1 Pengertian Lelang........................................................... 2.2.2 Teori Lelang …............................................................... 2.2.3 Prinsip Pelelangan........................................................... 2.2.4 Tipologi Lelang............................................................... 2.2.5 Alur Fungí dan Manfaat.................................................. 2.2.6 Lelang Efektif.................................................................. 2.3 Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT).............................. 2.4 Saluran Pemasaran.................................................................... 2.5 Lembaga Pemasaran................................................................. 2.6 Efisiensi,Biaya, dan Margin..................................................... 2.7 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan...................................... 2.8 Faktor Strategis Internal dan Eksternal....................................
6 7 7 8 8 8 9 10 10 11 12 13 15 16
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI IV. METODOLOGI 4.1 4.2 4.3 4.4
Metode Penelitian.................................................................... Jenis dan Sumber Data............................................................. Metode Penarikan Sampel....................................................... Metode Analisis Data............................................................... 4.4.1 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin…………............. 4.4.2 Farmer’s Share..................................…………............. 4.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran.......................................... 4.4.4 Analisis Retribusi Pelelangan......................................... 4.4.3 Penentuan Bobot............................................................. 4.4.4 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE)..................... 4.4.5 Analisis External Factor Evaluation (EFE)................... 4.5 Definisi Operasional.................................................................. 4.6 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................
19 19 19 20 20 22 22 22 24 25 26 27 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................ 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis............................................. 5.1.2 Kependudukan................................................................... 5.2 Keadaan Umum Pelelangan..................................................... 5.2.1 Sejarah Pelelangan Bandeng Kabupaten Pangkep......... 5.2.2 Bandeng Pangkep........................................................... 5.2.3 Ukuran Bandeng............................................................. 5.2.4 Jumlah Bandeng…………………………………......... 5.2.5 Harga Bandeng…………………………………........... 5.2.6 Lokasi dan Fasilitas Pelelangan………………………. 5.2.7 Waktu Pelelangan……………....................................... 5.2.8 Pengelolaan Pelelangan……………………………….. 5.2.9 Stakeholder Pelelangan ................................................. 5.2.10 Landasan Hukum Pelelangan......................................... 5.2.11 Mekanisme Pelelangan................................................... 5.2.12 Retribusi dan Pembiyaan Pelelangan............................. 5.2.13 Distorsi dalam pelelangan ............................................. 5.2.14 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) ............................................................ 5.3 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin....................................... 5.4 Analisis Retribusi Pelelangan................................................... 5.5 Analisis Faktor Internal dan Eksternal..................................... 5.5.1 Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) .....….............. 5.5.2 Analisis Internal Factor Evaluation (EFE).......................
30 30 31 31 31 32 33 35 35 36 37 38 39 46 46 51 52
52 59 62 64 64 67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan................................................................................ 6.2 Saran..........................................................................................
70 71
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
72
LAMPIRAN..........................................................................................
68
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan Produksi Budidaya Bandeng Lima Provinsi di Indonesia Tahun 20032007...........................................................
2
2 Perkembangan Luas Tambak Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep Tahun 2001-2006 (ha).......................................................
2
3 Perkembangan Produksi Budidaya Beberapa Komunitas Utama di Kabupaten Pangkep (ton)..................................................................
3
4 Posisi Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Kabupaten Pangkep dibandingkan dengan Lima Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006...........................................................................
3
5
Jumlah Responden............................................................................
20
6 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Pelelangan......................
25
7 Peilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Pelelangan......................
25
8 Matrik Internal Factor Evaluation (IFE)..........................................
26
9 Matrik External Factor Evaluation (IFE).........................................
27
10 Luas Wilayah per kecamatan dan Jumlah Penduduk di kabupaten Pangkep Tahun 2006...............................….....................................
31
11 Retribusi Jasa Pasar Grosir dan atau Pertokoan ...............................
51
12 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang TPI dan TPHT di Indonesia...........................................................................................
57
13 Keuntungan, Biaya dan Margin Pemasaran Bandeng Ukuran 3 serta Farmer’s Share di Kab. Pangkep bulan Juli 2007...................
55
14 Efisiensi Pemasaran Bandeng di Kabupaten Pangkep......................
60
15 Kontribusi Retribusi Pelelangan Bandeng terhadap Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan dan Pendapatan Asli Daerah................
62
16 Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan Tahun 2006.......................................................................................
63
17 Pembobotan Faktor Strategis Internal…………..…........................
66
18 Pembobotan Faktor Strategi Eksternal………………………….....
68
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Ikan Bandeng....................................................................................
7
2
Kerangka Pendekatan Studi..............................................................
20
3
Denah Lokasi Pelelangan Bandeng .................................................
36
4
Pola Pengelolaan Pelelangan oleh Dinas Pendapatan Daerah..........
39
5
Peran Petambak dan Pacatto di Pelelangan Bandeng.......................
41
6
Alur Waktu dan Aktivitas Kerja Pelelangan Bandeng Pangkep......
50
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Kabupaten Pangkep...................................................................
77
2 Perkembangan Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Provinsi Tahun 2002-2007................................................................
78
3 Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007.................................................. 79 4
Nilai Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007..................................................
80
5 Perkembangan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Tahun 2002-2006 (ha)..................................................................................
81
6 Produksi Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep tahun 2006........................................................................................
82
7 Daftar Nama Pungawa .....................................................................
83
8
Daftar Nama-Nama Pengecer Pasar.................................................
84
9 Profil Budidaya Kabupaten Pangkep Tahun 2006............................
85
10 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) dan Kedudukan Pelelangan bandeng Pangkep........................................
86
11 Contah Nota Pembelian Bandeng di Pelelangan bandeng................
87
12 Stakeholder Pelelangan dan Mekanisme Lelang..............................
88
13 Bandeng Ukuran 3 Jari di Pelelangan Bandeng...............................
89
14 Jumlah Transaksi dan Jumlah Petambak..........................................
90
15 Konversi Menggunakan Ikan yang digunakan Paccato....................
92
16 Ukuran yang terdapat di pelelangan.................................................
93
17 Harga Bandeng Bulanan di Pengecer (Tahun 2004-2006) ..............
94
18 Pencatatan Transaksi di Pelelangan..................................................
95
19 Keadaan di Petambak......................................................................
97
20 Pembobotan Internal Factor Evaluation (IFE).................................
98
21 Pembobotan External Factor Evaluation EFE.................................
99
22 Biaya, Margin dan Farmer’s Share Pemasaran Bandeng di Pasar Lokal Kabupaten Pangkep.......................................................................... 100 26 Perda No.4 Tahun 1999………………………………..................... 101 27 Perda No. 22 Tahun 2000.................................................................. 117
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.502 pulau dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan perikanan budidaya. Area potensial pengembangan perikanan budidaya tahun 2006-2007 meningkat 11,39 % dengan pertumbuhan produksi sebesar 19,05% (DKP 2007). Pertumbuhan produksi perikanan budidaya pada tahun 2002-2007 sebesar 23,60 % dan pertumbuhan ini lebih besar dibanding produksi perikanan tangkap (8,12%) (DKP 2008). Namun peningkatan produksi (supply) ikan (perikanan tangkap maupun perikanan budidaya) menurut Kusumastanto (2001) belum sebanding dengan permintaan (demand) ikan. Alasannya karena menguatnya pasar domestik dan standar kecukupan tingkat konsumsi ikan (26,55 kg/kapita/tahun) tahun 2007 belum terpenuhi. Bandeng merupakan salah satu komoditas budidaya dengan peningkatan produksi tahun 2006-2007 sebesar 11,52 % (DKP 2008). Ikan ini menurut Pasaribu (2004) memiliki keunggulan komparatif, bersifat herbivor, memiliki respon baik terhadap pakan buatan. Pengembangan dapat dilakukan dengan teknik intensif maupun teknik semi intensif. Bandeng tidak hanya dikonsumsi masyarakat lokal, tetapi juga diekspor untuk memenuhi permintaan negara lain. Permintaan bandeng menurut Gumelar (2003) dari tahun ke tahun meningkat untuk tujuan konsumsi, umpan tuna cakalang, maupun ekspor. Permintaan ini berdasarkan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) (2003) tahun 1990-2003 rata-rata meningkat 6,33% per tahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82%. Permintaan pasar berdasarkan Swastha dan Irawan (2005) ditentukan oleh beberapa faktor seperti harga produk, harga produk lain, penghasilan pembeli dan selera pembeli. Pengembangan budidaya bandeng tersebar di beberapa provinsi di Indonesia seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara (Lampiran 2). Provinsi Sulawesi Selatan merupakan produsen bandeng
2
terbesar di Indonesia. Pertumbuhan produksi bandeng di Sulawesi Selatan berdasarkan Tabel 1 mengalami kenaikan sebesar 5,24 % dari 57.013 ton tahun 2006 menjadi 59.999 tahun 2007. Tabel 1. Perkembangan Produksi Budidaya Bandeng Lima Provinsi di Indonesia Tahun 2003-2007 (ton) Provinsi 2003 2004 Sulawesi Selatan 61.238 68.073 Jawa Timur 58.278 68.196 Jawa Tengah 38.770 35.778 JawaBarat 25.600 23.802 NAD 8.131 8.844 Sumber : Ditjen.Budidaya DKP (2008)
2005 58.715 83.889 33.649 24.073 4.424
2006 57.013 38.696 36.386 30.053 8.007
2007 59.999 37.629 39.428 32.581 14.421
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi tambak terbesar di Pantai Barat Sulawesi Selatan. Luas tambak berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2002-2005 mengalami peningkatan sebesar 11,8 % dari 9.121,48 (2002) menjadi 10.200,88 ton (2006). Peningkatan terbesar berada di Kecamatan Mandalle (146,72 %), Kecamatan Segeri (38,78 %), dan Liukang Tupabbiring (24, 15%). Adapun produksi tahun 2002-2006 berdasarkan Tabel 3 mengalami peningkatan sebesar 39,4 %. Tabel 2. Perkembangan Luas Tambak Menurut Kecamatan di Kabupaten Pangkep Tahun 2001-2006 (ha) Kecamatan LK.Tupabbiring Pangkajene Bungoro Labakkang Ma’rang Segeri Minasa te’ne Mandalle
2002 2003 109,38 120,40 2.036,92 2.276,40 1.047,50 1054,00 2.628,27 2.569,63 2.062,52 2.457,37 428,50 594,66 630,74 674,72 177,65 438,30 9.121,48 10.185,48 Sumber : DKP Kab. Pangkep (2006)
2004 120,40 2.276,40 1.054,00 2.569,63 2.457,37 594,66 674,72 438,30 10.185,48
2005 120,40 2.276,40 1054,00 2.569,63 2.457,37 594,66 674,72 438,30 10.185,48
2006 135,80 2.276,40 1054,00 2.569,63 2.457,37 594,66 674,72 438,30 10.200,88
Volume Produksi Bandeng di Kabupaten Pangkep tahun 2006 pada Tabel 3 sebesar 9023,7 ton sedangkan pada Tabel 4 sebesar 7527,3 ton. Perbedaan ini disebabkan kriteria ukuran bandeng. Pada Tabel 3 total bandeng berukuran 2 jari, 3 jari dan 4 jari, sedangkan pada Tabel 3 hanya yang berukuran 3 jari. Volume produksi bandeng Pangkep tahun 2006 berada pada posisi ke-4 di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan berada di bawah Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang,
3
Kabupaten Wajo. Sedangkan nilai produksinya di posisi ke-2 setelah Kabupaten Wajo dengan nilai sebesar Rp 79.402.40. Pangkep merupakan pusat transaksi penjualan dan pembelian bandeng antarkabupaten. Tabel 3. Perkembangan Produksi Budidaya Tambak Beberapa Komoditas Utama di Kabupaten Pangkep (ton) Tahun
2002
2003
Bandeng 5.885,90 7.819,50 Udang Windu 1.616,20 751,10 Udang Putih 16,80 8,00 Ikan Campuran 76,60 307,40 Jumlah 7.595,50 8.886,00 Sumber : DKP Kab. Pangkep (2007)
2004
2005
2006
5.493,50 589,30 13,10 106,40 6.202,30
3.557,10 369,50 95,70 161,10 4.183,40
9.023,70 846,70 233,60 488,20 10.592,20
Perubahan 2002-2006 (%) 53,31 -47,61 1.290,48 537,34 39,45
Tabel 4. Posisi Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Kabupaten Pangkep Dibandingkan dengan Lima Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 Kabupaten Produksi (ton) Posisi Nilai Produksi Barru 21.659,10 1 62.548.000 Pinrang 12.248,30 2 54.826.000 Wajo 11.251,70 3 213.871.713 Pangkep 7.527,30 4 79.402.400 Maros 7.100.50 5 30.498.400 Sumber : DKP Provinsi Sulawesi Selatan (2007)
Posisi 3 4 1 2 5
Dalam sistem agribisnis, besar penerimaan produksi dipengaruhi besarnya harga. Harga merupakan salah satu faktor penting yang menjadi penentu maksimalisasi pendapatan. Besarnya pendapatan dipengaruhi oleh optimasi harga output dan minimalisasi harga barang input. Lelang menurut Adrianto (2006) merupakan salah satu tools (alat) pembentuk harga. Pelelangan Bandeng Pangkep merupakan salah satu pusat transaksi bandeng yang berada di Sulawesi Selatan. Selain di Pangkep, terdapat Pelelangan Bandeng Gresik dan Sidoarjo. Pelelangan Bandeng Gresik dan Pelelangan Bandeng Sidoarjo biasanya terjadi setiap tahun menjelang Hari Raya. Pelelangan Bandeng Gresik dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Fitri atau Tahun Baru Islam, sedangkan Pelelangan Bandeng Sidoarjo biasanya dilakukan setiap Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW. Berbeda halnya dengan Pelelangan Bandeng Pangkep dilaksanakan setiap hari sepanjang tahun. Pelelangan ini awalnya merupakan bentukan dari satu orang Pungawa dan akhirnya diikuti oleh beberapa orang yang lainnya. Lokasi pelelangan berada
4
dibawah koordinasi Pasar Sentral Palampang, salah satu pasar terbesar di Kecamatan Pangkajene, ibukota Kabupaten Pangkep.
1.2 Perumusan Masalah Pelelangan menurut Friedmen dan Sunder (1984) adalah suatu institusi ekonomi yang didalamnya terdapat seorang penjual yang menawarkan suatu satuan barang kepada beberapa pembeli, para pembeli tersebut mengajukan harga sebagai suatu indikator dari tingkat pembayaran yang disanggupi oleh pembeli atas barang yang ditawarkan. Sedangkan pelelangan menurut Mardjoko (2004) adalah bagian dari saluran pemasaran yang efektif dimana proses pembentukan harga transparan dan menghasilkan keuntungan yang sama antara pembeli dan penjual. Pelelangan atau secara umum disebut sistem lelang diharapkan dapat mengatasi beberapa permasalahan petani/nelayan seperti lemahnya posisi tawar petani, harga pasar yang tidak sesuai dengan opportunity cost yang harus dibayar petani, kualitas produk yang rendah dan panjangnya rantai distribusi barang. Sifat produk perikanan yang bersifat perishable (mudah rusak) memerlukan pengelolaan pelelangan yang baik. Nilai produktivitas pelelangan ikan di Indonesia pada umumnya berdasarkan Adrianto (2006) tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan pasar yang belum terorganisir dengan baik, pembentukan harga yang tidak transparan menyebabkan rendahnya perolehan harga dan pendapatan petani serta lemahnya daya saing produk. Pangkep merupakan pusat transaksi penjualan dan pembelian bandeng antarkabupaten di Sulawesi Selatan dengan mekanisme pelelangan, yang disebut Pelelangan Bandeng Pangkep. Pelelangan ini didirikan oleh H. Baharuddin (salah satu pungawa) tahun 1960. Lokasinya berada di areal Pasar Sentral Palampang. Transaksi lelang dilakukan pada malam hari oleh banyak juru lelang yang memiliki los lelang tersendiri. Pelelangan dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Berbeda dengan pelelangan lainnya, Pelelangan Bandeng Pangkep tidak dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Hal ini disebabkan Pelelangan Bandeng belum menjadi prioritas pembangunan perikanan di Kabupaten Pangkep.
5
Secara kuantitatif, volume produksi bandeng di Kabupaten Pangkep tahun 2006 sebesar 7527,3 ton berada pada urutan ke 4 di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, namun nilai produksi bandeng Kabupaten Pangkep berada di posisi ke-2 setelah Kabupaten Wajo dengan nilai produksi sebesar Rp 79.402.675. Pelelangan Bandeng Pangkep cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa perumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana kondisi umum Pelelangan Bandeng Pangkep ? 2. Bagaimana biaya dan margin pelaku Pelelangan Bandeng Pangkep di pasar lokal? 3. Bagaimana kontribusi retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep terhadap Retribusi Pasar Grosir dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ? 4. Apa saja faktor strategis internal dan eksternal di dalam Pelelangan Bandeng Pangkep ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi umum Pelelangan Bandeng Pangkep. 2. Mengetahui biaya, margin, dan efisiensi pemasaran bandeng melalui Pelelangan Bandeng Pangkep di pasar lokal. 3. Mengetahui kontribusi retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep terhadap Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Mengidentifikasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang paling dominan di Pelelangan Bandeng Pangkep
Manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 2. Memberikan informasi awal kepada peneliti dan pemerintah daerah dalam melakukan evalusi dan monitoring pelaksanaan Pelelangan Bandeng Pangkep.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Bandeng Klasifikasi ikan bandeng berdasarkan Saanin (1968) adalah : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus: Chanos Spesies: Chanos-chanos
Sumber : Atmomarsomo (2003)
Gambar 1. Ikan Bandeng Bandeng menurut SIPUK (2003) dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu, Bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit. Budidaya bandeng tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan dapat dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana. Pemeliharaan yang sehat mensyaratkan adanya air dan tambak yang tidak tercemar. Ikan bandeng merupakan komoditas yang potensial untuk ditingkatkan melalui pengembangan budidaya berupa budidaya tambak. Alasan pengembangan budidaya tambak intensif bandeng cukup digemari masyarakat sebagai bahan pangan bergizi tinggi, termasuk dalam ikan ekonomis penting karena memiliki nilai jual yang tinggi, serta mudah beradaptasi dan bertoleransi terhadap salinitas (0-158 ppt), tahan terhadap penyakit dan tidak bersifat kanibal, sebagai sumber protein hewani yang
7
mempunyai resiko kolestrol kecil, serta sebagai sumber lemak, mineral serta vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Zulkarnaen 2004) Sulawesi Selatan berdasarkan Sedyawati dan Mulyadi (2007) kaya dengan keanekaragaman kuliner. Keanekaragaman ini mencerminkan kekayaan alamnya. Jumlah yang melimpah dan harga ikan yang relatif murah menjadikan ikan sebagai lauk pauk favorit. Beberapa jenis makanan ikan diantaranya ikan bakar, juku kambu (bahan dasar ikan bandeng), juku pallumara (bandeng), dan tuingtuing (telur ikan terbang). Bandeng menurut SIPUK (2003) banyak dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan daripada masyarakat pedesaan. Daerah produksi bandeng umumnya berada di pantai yang relatif dekat dengan perkotaan. Makin tinggi pendapatan masyarakat maka makin tinggi pula tingkat konsumsi bandeng karena makin tingginya pendapatan didukung oleh tingkat pendidikan dan daya beli serta kebutuhan sumber protein hewani yang semakin tinggi pula.
2.2 Pelelangan 2.2.1 Pengertian Lelang Lelang (auction) adalah salah satu tools pembentuk harga melalui artificial market dengan mempertemukan penjual (sellers) dan pembeli (buyers). Dalam konteks ini penjual dan pembeli langsung bertransaksi untuk mencapai harga keseimbangan (Adrianto 2006). Pelelangan menurut Friedmen dan Sunder (1984) adalah suatu institusi ekonomi yang didalamnya terdapat seorang penjual yang menawarkan suatu satuan barang kepada beberapa pembeli, para pembeli tersebut mengajukan sebagai suatu indikator dari tingkat pembayaran yang disanggupi oleh pembeli atas barang yang ditawarkan. “Secara umum lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat”. (Kep. Men. Keu RI. No.337/KMK.01/2000 Bab.I, Ps.1) 2.2.2 Teori Lelang Dalam teori ekonomi, pelelangan (auction) adalah salah satu mekanisme pembentukan harga (price formation) yang ditujukan untuk mendapatkan level
8
harga yang paling efesien bagi pembeli (buyers) maupun penjual (sellers). Salah satu teori penting dalam pelelangan ikan berdasarkan Vickrey, Klemperer dan McAfee & McMillan diacu dalam Adrianto (2006) adalah teori kesamaan pendapatan RET (revenue equivalence theorem). Teori ini menjelaskan bahwa pada dasarnya pelelangan akan menghasilkan kondisi dimana penjual dan pembeli akan mendapat keuntungan rata-rata yang sama (equal profit in average) dari apapun jenis pelelangannya (standard and non-standard)
2.2.3 Prinsip Pelelangan Pelelangan menurut Kurniawan (2006) dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip good governance yang dicerminkan melalui pemberian kesempatan yang sama kepada semua pihak, serta menyeleksi calon pemegang ijin usaha yang kredibel, kapabel dan bonafit dalam mengelola sumberdayanya. 1. Adil dan Aman, karena bersifat terbuka / transparan dan lelang disaksikan / dipimpin oleh Pejabat Lelang selaku pejabat umum yang bersifat independen. Sistem lelang mengharuskan pejabat lelang meneliti kebenaran formal subjek dan objek lelang. 2. Cepat dan Efisien, karena pelaksanaan lelang biasanya didahului dengan pengumuman sehingga peserta lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang dan dengan pembayaran secara tunai. 3. Kepastian Hukum, karena atas pelaksanaan lelang, pejabat lelang membuat Berita Acara Lelang yang disebut Risalah Lelang. 4. Kompetitif, mewujudkan harga yang wajar karena pembentukan harga lelang pada dasarnya menggunakan sistem penawaran yang besifat terbuka dan transparan
2.2.4 Tipologi Lelang Lelang menurut Hammond dan Dahl (1977) diacu dalam Adrianto (2006) sangat efisien untuk menemukan harga market-clearing. Tipe lelang menurut Adrianto (2006) yaitu : 1. Tipe Inggris (English type Auction) 2. Tipe Belanda (Dutch type Auction)
9
3. Tipe lelang tertutup (first-price sealed bid auction); 4. Tipe Vickrey (Vickrey type Auction). Namun tipe lelang yang biasa ditemui di Indonesia hanya 2 yaitu tipe lelang Inggris, dan tipe lelang Belanda. Pada lelang Inggris (English Auction) penawaran dilakukan oleh pembeli terhadap produk akan meningkatkan harga patokan secara terus menerus sampai tercapai harga tertinggi. Barang yang dilelang pun akan terjual pada peserta lelang yang mengajukan tawaran tertinggi. Sedangkan pada lelang Belanda (Dutch Auction) penawaran yang dilakukan oleh pembeli terhadap produk akan menurun dari harga patokan terus menerus hingga terdapat harga terendah yang dicapai. Tipe pelelangan lainnya adalah tipe lelang tertutup dan tipe Vickrey. Tipe lelang tertutup dilakukan secara tertutup oleh peserta lelang dan secara independen peserta tidak mengetahui harga lelang yang ditawarkan satu sama lain. Harga lelang diputuskan dari harga tertinggi (first-price) yang ditawarkan peserta lelang. Sama halnya dengan Tipe Vickrey termasuk dalam lelang tertutup juga, namun penentuan harga lelang ditetapkan bukan berdasarkan harga tertinggi tetapi harga kedua (second-highest price)
2.2.5 Alur Fungsi dan Manfaat Pelelangan Fungsi tempat pelelangan ikan menurut Adrianto (2006) adalah pelelangan sebagai penyedia harga ikan yang optimal sehingga memberikan dampak bagi kesejahteraan nelayan/pembudidaya. Salah satu unsur penting dalam tata kelola pelelangan ikan berdasarkan konsepsi ideal Adrianto (2006) mencakup 3 hal yaitu, (1) sebagai lembaga pembentuk harga optimal, (2) sebagai lembaga penyedia ikan dengan kualitas baik, dan (3) sebagai lembaga pengelola perikanan. Pelelangan sebagai lembaga pembentuk harga menuntut mekanisme lelang yang transparan, adil dan efesien. Hal ini lebih ditujukan pada konteks pembeli (buyers) maupun penjual (sellers). Pembentukan harga dilakukan dengan memonitor tingkat harga lelang atas dasar dinamika sumberdaya ikan yang dilelang. Pelelangan sebagai penyedia ikan berkualitas, harus mampu menjamin pasokan ikan berkualitas bagi konsumen, menjamin kualitas ikan yang diperdagangkan dan menyediakan infrastruktur distribusi yang mampu menjamin
10
kualitas ikan hingga konsumen akhir. Sedangkan pelelangan dalam konteks perangkat pengelolaan perikanan menuntut adanya unit manajemen perikanan dengan menggunakan dinamika data harga dan volume lelang. Pelelangan tidak hanya berfungsi secara administratif tetapi juga ekonomis (penerimaan retribusi).
2.2.6 Lelang Efektif Menurut Muelenberg (1992) beberapa kondisi yang harus dipenuhi dalam pembentukan harga efektif pada saat lelang diantaranya : pembeli harus benarbenar mengetahui karakteristik barang yang dijual, pembeli benar-benar minat dengan lelang, lelang mempunyai pangsa pasar yang besar dan berpengaruh pada pembentukan harga yang optimal, tidak ada persengkokolan antarpembeli dalam lelang. Hal ini akan dapat diatasi dengan banyaknya pembeli dalam pelelangan, dan transparansi pasar secara geografis, walaupun adanya pebedaan hanya terjadi karena perbedaan mutu dan biaya pemasaran.
2.3 Tempat Pelelangan Hasil Tambak Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) merupakan transaksi lelang yang terjadi untuk produk hasil budidaya tambak. TPHT ini atau disebut pula TPI Hasil Tambak (TPIHT) mulai dikembangkan sejak tahun 1974 di Kampung Mangun Jaya, Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas lahan yang dimiliki TPHT Karawang seluas 25x25 meter dengan Gedung lelang seluas 7x15 meter. Gedung tersebut dibagi pula menjadi beberapa ruangan untuk manajer, tata usaha, dan bagian administrasi yang mencatat sirkulasi keuangan dan keluar masuknya ikan dalam frekuensi harian. Akses transportasi jalan darat dan sungai penting sebagai prasarana yang memperlancar pemasaran hasil tambak (PR dan Tempo 2007) Mekanisme yang terjadi di TPHT biasanya pembudidaya datang membawa bakul-bakul berisi udang segar (produk hasil tambak di Karawang) untuk segera ditimbang. Beragam jenis ikan laut dan tambak biasanya terlihat menggunduk di atas lantai lelang, seperti ikan sembilang, kakap merah, cumicumi, pari, rajungan, kepiting, udang, mujaer, atau bandeng. Sebagian besar ikan yang terkumpul di lelang, dijual kepada para pedagang eceran yang biasa
11
berkeliling antar kampung menggunakan sepeda motor. Selain pengecer, ikan dari lelang tersebut sudah ditunggu beberapa perusahaan di Karawang sebagai bahan katering yang dikonsumsi para karyawan perusahaan. Salah satu bentuk TPIHT yaitu Pelelangan bandeng. Pelelangan dengan objek lelang berupa bandeng di Indonesia diselenggarakan salah satunya di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Pangkep. Pelelangan bandeng di Sidoarjo dilaksanakan satu tahun sekali dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW (salah satu hari besar umat Islam). Pelelangan ini berkembang sejak tahun 1962. Pada awalnya pelelangan dilakukan secara gotong royong untuk mendapatkan dana sosial Yayasan Bakti Muslim Sidoarjo (Yabamsi). Perkembangan selanjutnya pelaksanaan lelang dilakukan untuk menggali dan mencari usaha mendapatkan dana dari pihak swasta, serta mendorong pembudidaya bandeng untuk meningkatkan hasil produksi tambak dengan melelang bandeng yang memiliki ukuran terbesar. Berbeda halnya dengan pelelangan bandeng Sidoarjo, pelelangan bandeng Gresik dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri, bentuknya seperti pasar musiman bersifat perayaan. Pelelangan bandeng Gresik dilakukan sejak zaman Belanda. Sama halnya dengan pelelangan bandeng Sidoarjo, pelelangan gresik dijadikan sarana untuk mengumpulkan dana sosial.
2.4 Saluran Pemasaran Pendekatan dasar yang umum dipergunakan untuk mempelajari pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) ada tiga, yaitu ; 1. Pendekatan serba barang, 2. Pendekatan lembaga, dan 3. Pendekatan serba fungsi Pemasaran harus dihubungkan dengan asas dan hukum ilmu ekonomi seperti pembentukan harga atau price working, nilai dan harga, penawaran dan permintaan, bentuk dan corak persaingan dalam pasar monopoli, oligopoli dan sebagainya, susunan ongkos, elastisitas, dantekanan pada persoalan teoritis sehingga cara pendekatan gabungannya sesuai dengan pendekatan sudut teori ekonomi (Economic Theorical Approach).
12
Pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) merupakan suatu proses pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Fungsi pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Fungsi pertukaran yang meliputi penjualan, dan pembelian 2. Fungsi pengadaan fisik yang meliputi pengakutan, penyimpanan 3. Fungsi pelancar yang meliputi permodalan, penanggungan resiko, standarisasi dan grading, informasi pasar Pemasaran menurut Kotler (2004) adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan , menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Saluran pemasaran perikanan menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) dibagi menjadi dua yaitu pergerakan hasil perikanan sebagai bahan mentah dari produsen sehingga sampai pada industri pengolahan (menggambarkan fungsi pengumpulan) dan pergerakan hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau produk olahan) dari produsen sampai pada konsumen (menggambarkan pengumpulan dan penyebaran). Barang-barang sebelum diterima konsumen telah mengalami proses pengumpulan dan penyebaran. Pedagang besar merupakan titik akhir pengumpulan dari produsen atau pedagang pengumpul lokal dan titik awal penyebaran kepada konsumen, institusional market, atau pedagang ekspor melalui pedagang eceran.
2.5 Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) adalah badanbadan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran barang-barang dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Pihak produsen misalnya nelayan, petani ikan, pengolah hasil perikanan bertugas menghasilkan barang-barang. Barangbarang disalurkan kepada konsumen melalui pedagang perantara. Pedagang perantara (middleman, intermeditary) menurut Hanafiah & Saefuddin (1986)
13
adalah perorangan, perserikatan atau perseroan yang membeli dan mengumpulkan barang-barang yang berasal dari produsen dan menyalurkannya kepada konsumen. Berdasarkan kepemilikan barang dagang, pedagang perantara dibagi menjadi pedagang yang mempunyai barang dan pedagang yang tidak mempunyai barang. Lembaga pemasaran yang tergolong pedagang yang mempunyai barang diantaranya terdiri dari pedagang pengumpul, grosir, eksportir, importir, dan pedagang eceran. Sedangkan lembaga yang tergolong pedagang yang tidak mempunyai barang adalah fungsional atau agen, dimana turunannya adalah komisioner, makelar dan juru lelang. Pedagang pengumpul umumnya dijumpai di daerah produksi dan membeli hasil perikanan dari nelayan atau petani ikan. Yang tergolong pedagang pengumpul adalah pengusaha warung, pembeli yang datang ke usaha perikanan, koperasi lokal dan pengolahan lokal. Pedagang besar biasanya aktif di pusat pasar dan memperoleh barang dari pedagang pengumpul lokal (tengkulak) atau pelelangan. Pedagang besar memperjualbelikan barang dalam jumlah besar. Target pasarnya adalah pedagang eceran. Yang tergolong pedagang besar adalah hotel, restoran dan pabrik pengolahan. Pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari pedagang lokal atau dari produsen. Yang tergolong pedagang eceran yaitu bentuk toko (store retailer) dan dengan bentuk non-toko melalui door to door maupun pedagang kaki lima (PKL). Lembaga pemberi jasa (facilitating agencies) adalah mereka yang memberikan jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga yang dilakukan produsen atau perantara. Golongan pemberi jasa dibagi menjadi dua yaitu pedagang perantara (merchant middleman) dan agent middleman.
2.6 Efisiensi, Biaya, dan Margin Konsep biaya pemasaran perikanan menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) adalah jumlah pengeluaran perusahaan perikanan yang dikeluarkan oleh nelayan atau petani ikan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan
14
penjualan hasil produksinya dan jumlah pengeluaran oleh lembaga pemasaran (perantara) dan laba (profit) yang diterima oleh badan bersangkutan. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dijual pada pembeli terakhir. Pada suatu perusahaan istilah margin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba. Konsep analisis biaya dan margin tataniaga menurut Azzaino (1982) merupakan salah satu alat analisis untuk menilai efisiensi sistem tataniaga. Maksud efisiensi pengusaha swasta menurut Hanafiah & Saefuddin (1986) akan berbeda dengan efisiensi dalam konteks konsumen atau sosial. Pengusaha swasta menganggap efisiensi adalah keuntungan tinggi, biaya rendah dan jasa layanan baik. Sehingga melahirkan efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis meliputi produksi, pengadaan fisik mencakup prosedur, teknis, skala operasi, tujuan penghematan fisik dan penghematan tenaga kerja. Sedangkan efisiensi ekonomis digunakan sebagai alat ukur margin tataniaga yang meliputi aspek skill dan pengetahuan dalam menurunkan biaya produksi minimum dan keuntungan maksimum. Sedangkan efisiensi pada sisi sosial bila terjadi kepuasan maksimun bagi konsumen dan pemenuhan keputusan-keputusan individu. Pada sisi sosial lebih berhubungan dengan faktor input dan output. Faktor input dalam upaya untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan faktor hasil adalah respon yang diberikan konsumen terhadap hasil. Tataniaga dikatakan efisien menurut Samad (1982) diacu dalam Siregar (1985) jika terdapat penyesuaian produksi secara optimal dengan konsumsi. Tataniaga akan menjadi lebih efisien apabila dalam operasinya memiliki biaya yang rendah, tetapi menurut Hamin dan Teken (1972) diacu dalam Siregar (1985) meningkatnya biaya tataniaga belum tentu bahwa suatu tataniaga barang tersebut efisien, tetapi jika meningkatnya biaya tataniaga itu tidak diikuti dengan kepuasan konsumen. Demikian halnya dengan berkurangnya margin tataniaga yang tidak diikuti oleh kepuasan konsumen maka tataniaga ini tidak efisien. Salah satu alat analisis lainnya sebagai indikator efisiensi tataniaga menurut Siregar (1985) berupa farmer’s share. Farmer’s share adalah bagian harga konsumen yang
15
diterima produsen. Adapun sistem tataniaga dianggap efisien menurut Mubyarto (1982) diacu dalam Hanafiah (1986) jika memenuhi syarat yaitu : 1. Mampu menyampaikan barang dari konsumen ke konsumen dengan biaya semurah-murahnya 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari harga konsumen akhir kepada semua pihak serta dalam kegiatan produksi dan tataniaga tersebut. Adil itu maksudnya pemberian balas jasa seusuai sumbanganya masing-masing. Efisiensi tataniaga dapat ditingkatkan menurut Converse and Jones (1968) mengemukan cara-cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi tataniaga, diantaranya : 1. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat 2. Mengurangi middleman pada saluran vertikal 3. Memakai metode kooperatif 4. Memberi bantuan (subsidi) pada konsumen 5. Standarisasi dan simplikasi
2.7 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan Untuk membiayai segala keperluan yang ditimbulkan oleh adanya pelelangan ikan menurut Adrianto (2006) maka organisasi penyelenggaraan ikan diatur dalam pasal 7 ayat 3 PP No.64 Tahun 1957. Organisasi penyelenggara lelang dapat memungut retribusi setinggi-tingginya 5% dari hasil penjualan ikan. Pungutan retribusi dibebankan kepada pihak penjual dan pembeli yang melaksanakan transaksi lelang. Retribusi dikenakan pada pelelangan jika pemerintah setempat memberikan fasilitas atau pelayanan pelelangan. Hasil pungutan retribusi dan alokasi penggunaannya ditetapkan dengan perda yang pelaksanaannya diatur dengan SK Bupati/walikota pada tiap-tiap lokasi pelelangan. Garis besar alokasi retribusi digunakan untuk keperluan sebagai berikut : 1. Penerimaan untuk pemda provinsi 2. Penerimaan untuk pemda kabupaten 3. Biaya penyelenggaraan lelang/pemeliharaan sarana lelang 4. Dana kesejahteraan/asuransi nelayan/pembudidaya
16
Pengelolaan pungutan retribusi berdasarkan Adrianto (2006) digunakan untuk penyelenggaraan dan pemeliharaan sarana pelelangan. Biaya yang biasanya digunakan adalah biaya untuk pembinaan dan pengembangan usaha/organisasi penyelenggara lelang, usaha perkreditan dan penyelenggaraan lelang. Selain itu retribusi pelelangan dapat digunakan untuk biaya kebersihan dan dana kesejahteraan nelayan/pembudidaya.
2.8 Faktor Strategis Internal dan Eksternal Semua organisasi menurut David (2004) akan memiliki kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Namun tidak satupun perusahaan yang mempunyai kekuatan dan kelemahan yang sama di semua bidang. Kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal serta pernyataan misi merupakan landasan dalam menetapkan sasaran dan strategi. Analisis faktor internal memerlukan pengumpulan dan pengolahan informasi mengenai manajemen pemasaran, keuangan/akutansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan pengembangan serta sistem informasi manajemen. Berdasarkan beberapa informasi yang didapatkan di atas akan menjadi faktorfaktor kunci yang harus diurutkan berdasarkan prioritas, sehingga kekuatan dan kelemahan perusahaan dapat ditentukan. Berbeda halnya dengan analisis faktor internal diatas, analisis faktor eksternal suatu perusahaan harus mengumpulkan informasi mengenai tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum dan teknologi. Sejumlah orang yang dapat diminta untuk memantau berbagai sumber informasi seperti majalah, jurnal perdagangan, dan surat kabar ternama. Ketika informasi sudah terkumpul, informasi harus dicerna dan dievaluasi. Daftar prioritas faktor-faktor tersebut dapat diperoleh dengan meminta manajer mengurutkan faktor-faktor yang diidentifikasi. Faktor-faktor utama dapat berbeda pada setiap waktu atapun industri. Faktor-faktor eksternal menurut David (2004) penting untuk pencapaian tujuan jangka panjang dan sasaran tahunan, dapat diukur, berlaku bagi semua perusahaan pesaing, dan berkaitan dengan keseluruhan perusahaan dan beberapa yang lain.
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Tujuan yang telah ditetapkan pada penelitian yaitu mengetahui kondisi umum pelelangan bandeng di Kabupaten Pangkep, menganalisis biaya, margin, dan efisiensi pemasaran bandeng, menganalisis kontribusi retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep terhadap Pendapatan Asli Daerah dan menganalisis faktorfaktor strategis internal dan eksternal pelelangan. Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap yang disesuaikan dengan tujuan tersebut. Tahap pertama mengidentifikasi rantai pemasaran dari produsen sampai konsumen di lingkungan pelelangan lalu dilanjutkan tahap kedua mengetahui kontribusi retribusi pelelangan, dan tahap ketiga menganalisis faktor strategis internal dan faktor eksternal pelelangan. Pada tahap pertama dibahas mengenai gambaran umum kondisi pelelangan. Dengan gambaran tersebut akan diketahui stakeholder (pihak yang terlibat) dalam penyelenggaraan pelelangan dan rantai pemasaran ikan bandeng dari pembudidaya hingga konsumen yang melalui pelelangan. Rantai pemasaran yang terbentuk akan menggambarkan besarnya biaya dan margin pada lembaga pemasaran. Besarnya margin tersebut merupakan bagian dari keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Pada tahap kedua dilakukan untuk mengetahui besarnya kontribusi retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir dan pertokoan. Pelelangan bandeng terkoordinasi pengelolaannya dengan pasar grosir dan pertokoan. Sehingga besarnya retribusi yang diterima dari pasar grosir dan perkotoan akan dipengaruhi oleh besarnya retribusi pelelangan. Selain itu dilihat bagaimana kontribusi retribusi pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangkep. Pada tahap ketiga dalam mengidentifikasi faktor strategis internal dan eksternal dengan menggunakan matrik pembobotan IFE (Internal Factor Evaluation)dan EFE (External Factor Evaluation). Tahap analisis lingkungan internal (Matrik IFE) dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dari penyelenggaraan pelelangan bandeng. Tahap analisis eksternal (Matrik EFE)
18
menganalisis lingkungan makro dan lingkungan mikro sehingga dapat diketahui bahwa peluang dan ancaman. Pelelangan Bandeng Pasar Sentral Pangkep
Pembeli/Pedagang Pembudidaya
Pungawa
Penagih Retribusi Stakeholder dalam Pelelangan Bandeng
Analisis Biaya, Margin, Efisiensi Pemasaran
Analisis Retribusi Pelelangan
Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Analisis EFE
Analisis IFE
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Evaluasi
Gambar 2. Kerangka Pendekatan Studi
IV.
METODOLOGI
4.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kasus dengan satuan kasus adalah Pelelangan Bandeng Pangkep. Penelitian kasus menurut Maxfield (1990) diacu dalam Nazir (1988) adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Adapun tujuan dari studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat serta karakter-karakter khas dari kasus ataupun status individu, yang kemudian sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang Pelelangan Bandeng di Kabupaten Pangkep serta interaksi lingkungan internal dan eksternal dari kelembagaan pelelangan.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. Penelitian ini mempergunakan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh langsung melalui pengamatan pelelangan dalam aspek internal maupun eksternal pelelangan serta wawancara dengan orang/lembaga yang berhubungan dengan pelelangan bandeng. Data sekunder dikumpulkan dari dokumentasi, publikasi dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Kelautan Perikanan, BPS (Badan Pusat Statistik), pemerintah kabupaten Pangkep, aparat kecamatan dan desa tempat penelitian.
4.3 Metode Penarikan Sampel Sampel menurut Nazir (1988) merupakan suatu jumlah yang lebih kecil dari keseluruhan populasi. Metode penarikan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode ini dilakukan dengan pemilihan anggota populasi yang memenuhi tujuan tertentu dan mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari kemampuan judgement peneliti. Metode purposive sampling menurut Nazir (1988) adalah penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Responden
20
yang diambil adalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pelelangan dan pihak pendukung. Pihak yang langsung terlibat dengan penyelenggara lelang (juru lelang), pedagang perantara dan pembudidaya/produsen, serta konsumen. Sedangkan pihak pendukung adalah dinas-dinas terkait yang ada.
Tabel 5. Jumlah Responden Jenis Responden Jumlah Sampel (orang) Pembudidaya 4 Pungawa 4 Pacatto 1 Pagandeng 1 Pengecer Pasar 5 Pemerintah Daerah 14 Konsumen 1 Jumlah 30 Sumber : Data Primer (2007)
4.4 Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Hasil identifikasi terhadap faktor lingkungan internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan pelelangan dianalisis melalui IFE (Internal Factor Evaluation) sedangkan faktor lingkungan eksternal pelelangan terdiri atas peluang dan ancaman yang dianalisis melalui EFE (External Factor Evalution)
4.4.1 Analisis Efisiensi, Biaya, dan Margin Berpindahnya barang dari pusat produksi ke pusat konsumsi memerlukan jarak dan waktu. Hal ini memungkinkan resiko biaya. Dalam teori harga diasumsikan bahwa penjual dan pembeli bertemu langsung, sehingga harga hanya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar. Margin pemasaran adalah perbedaan harga di tingkat pengecer (konsumen akhir) dengan harga di tingkat pembudidaya (Sudiyono 2002). Mi = Pki-Ppi................................................................................................... (1) Keterangan : Mi
: Marjin pemasaran tingkat ke-i
Pki
: Harga beli konsumen tingkat ke-i
Ppi
: Harga beli konsumen tingkat ke-i
21
Marjin pemasaran dapat pula diperoleh dengan menjumlahkan biaya pemasaran dan keuntungan setiap lembaga. Komponen margin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional dan keuntungan profit lembaga pemasaran. Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian, terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsifungsi pemasaran, maka margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Sudiyono 2002) :
m
n
Mij= ∑∑ Cij + ∑ πj i =1 j =1
.............................................................................(2)
Keterangan M
: margin pemasaran
Cij
: biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga pemasaran ke-j
πj
: keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m
: jenis biaya pemasaran
n
: jumlah lembaga pemasaran
Berdasarkan dimensi waktunya, marjin pemasaran dapat dilihat dari waktu yang sangat singkat sekali, yaitu berdasarkan cross section ataupun dalam waktu yang lama. Marjin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Alokasi marjin pemasaran ke dalam biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembagalembaga pemasaran ini membentuk distribusi marjin pemasaran.
4.4.2 Farmer’s Share Analisis Farmer’s Share (Fs) digunakan untuk membandingkan harga yang diterima produsen atau pembudidaya dengan harga dibayarkan oleh konsumen akhir. Perhitungan Fs bertujuan untuk mengetahui keberpihakan pasar terhadap pembudidaya Goswami (1991) diacu dalam Hossain (2002)
22
Fs = Pf x 100 %................................................................................................... (3) Pr Keterangan : Fs
: Persentase yang diterima oleh pembudidaya
Pr
: Harga di tingkat konsumen
Pf
: Harga di tingkat pembudidaya
4.4.3 Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran diperlukan untuk mengetahui biaya pemasaran yang digunakan pada setiap nilai penerimaan yang didapatkan (Downey dan Erickson 1992).
Ep = BP x 100 %................................................................................................. (4) TP Keterangan : EP
: Efisiensi Pemasaran
BP
: Biaya pemasaran yang digunakan
TP
: Total nilai pemasaran
Jika
Ep > 1 berarti tidak efisien dan Ep < 1 berarti efisien
4.4.4 Analisis Retribusi Pelelangan Analisis Retribusi Pelelangan berdasarkan Chalid (1995) dapat diketahui melalui analisis kontribusi retribusi pelelangan terhadap pendapatan retribusi daerah, kontribusi retribusi pelelangan terhadap PAD, Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan. Retribusi yang diterima oleh Dinas Pendapatan Daerah dari Pelelangan bandeng memberikan kontribusi pada total retribusi daerah. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa berapa besar kontribusi retribusi pelelangan terhadap pendapatan retribusi daerah. Semakin besar kontribusi retribusi daerah dari retribusi pelelangan, maka pelelangan memiliki pengaruh besar bagi pendapatan retribusi daerah (Halim 2001).
23
KRD = RTPI x 100%............................................................................... (4) RD
Keterangan : KRD : Kontribusi Retribusi Pelelangan terhadap Retribusi Daerah per tahun RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp) RD : Penerimaan Retribusi Daerah dalam setahun (Rp)
Sumber pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapatkan dari Retribusi Daerah, Pajak Daerah, pendapatan daerah lainnya. Untuk mengetahui kontribusi retribusi pelelangan terhadap PAD, sebenarnya berhubungan dengan retribusi daerah yang dipengaruhi oleh retribusi pelelangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat persentase retribusi pelelangan pada PAD. Semakin besar kontribusi yang diberikan maka pelelangan merupakan sumber pendapatan (PAD) yang berpengaruh.bagi daerah (Suprapto 1994).
KPAD = RTPI x 100 %............................................................................... (5) PAD Keterangan : KPAD : Kontribusi Retribusi Pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah per tahun RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp) PAD
: Penerimaan Pendapatan Aslii Daerah dalam setahun (Rp)
Total retribusi pelelangan terkumpul dalam penerimaan retribusi pasar grosir dan pertokoan. Selanjutnya setiap penerimaan retribusi dikumpulkan menjadi salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Setiap pengeluaran untuk pengelolaan pelelangan menjadi indikator efisiensi retribusi. Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan digunakan untuk mengetahui efisiensi penerimaan retribusi pelelangan (Suprapto 1994).
EBR = BPTPI x 100 %............................................................................... (6) RTPI
24
Keterangan EBR
: Efisiensi Biaya Pengelolaan Pelelangan
BPTPI : Biaya yang digunakan dalam pengelolaan pelengan RTPI : Penerimaan Retribusi Pelelangan dalam setahun (Rp)
4.4.5 Penentuan Bobot Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan ekstrernal kepada Kepala Pasar Sentral Pangkep dengan menggunakan metode paired comparison (Kinnera dan Taylor 1991 diacu dalam Saputra 2006). Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap setiap faktor penentu internal dan eksternal. Penentuan bobot variabel digunakan skala 1,2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting dari pada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting dari pada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting dari pada indikator vertikal Indikator horizontal adalah faktor-faktor internal atau eksternal pada lajur horizontal, sedangkan indikator vertikal adalah faktor-faktor internal atau eksternal pada lajur vertikal. Metode ini membandingkan secara berpasangan antara dua faktor secara relatif berdasarkan kepentingan atau pengaruhnya terhadap pelelangan bandeng. Bentuk penilaian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Pelelangan No 1
Faktor Internal Pelelangan
A
B
C
D
....
Total
Bobot
A
2
B
3
C
4
D Total
Sumber : Rangkuti 2006
Setelah selesai menganalisis faktor-faktor strategis internal, dilakukan analisis faktor strategis eksternal. Penilaian bobot yang dilakukan sama seperti yang dilakukan untuk menilai pembobotan faktor internal di atas.
25
Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Pelelangan No
Faktor Eksternal Pelelangan
A
1
A
2
B
3
C
4
D
...
....
B
C
D
....
Total
Bobot
Total Sumber : Rangkuti 2006
4.4.6 Analisis Internal Faktor Evaluation (IFE) Menurut Rangkuti (2006) matrik IFE digunakan untuk mengetahui fakorfaktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data digali dari beberapa fungsional pelelangan bandeng. Tahapan kerja matrik IFE menurut David (2004) adalah sebagai berikut a. Membuat daftar faktor-faktor sukses kritis untuk aspek internal kekuatan dan kelemahan b. membuat bobot dari masing-masing faktor sukses kritis dimulai dari skala 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan c. Memberikan rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai : 1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil 3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama d. mengalihkan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skor e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya
26
Tabel 8. Matrik Internal Faktor Evaluation (IFE) No Faktor Strategis Internal 1 2 3 4 5 …
Bobot
Rating
Skor
Sumber : Rangkuti 2006
4.4.7 Analisis External Factor Evaluation (EFE) Matrik EFE menurut Rangkuti (2006) digunkan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut ekonomi, sosial, lingkungan politik, teknologi dan ekologi. Hal tersebut penting karena berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada perusahaan (pelelangan bandeng) Tahapan kerja matrik EFE adalah sebagai berikut : a. Membuat daftar faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting bagi kesuksesan dan kegagalan usaha cakupannya peluang dan ancaman b. Membuat bobot dari faktor-faktor suykses kritis tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang punya prestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh skor harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata industrinya. c. Memberikan rating nilai antara 1 sampai dengan 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai : 1 = di bawah rata-rata 2 = rata-rata 3 = di atas rata-rata 4 = sangat bagus d. Mengalikan nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor semua nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai.
27
Tabel 9. Matrik External Factor Evaluation (EFE) No 1 2
Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Skor
3 4 5 … … Sumber : Rangkuti 2006
4.6 Definisi Operasional Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Bandeng adalah sebutan bandeng berukuran 3 jari. Sedangkan yang berukuran kurang dari 3 jari disebut ikan bolu.
2.
Pelelangan bandeng adalah tempat terjadinya mekanisme lelang dengan objek lelang yaitu bandeng.
3.
Pangkep adalah singkatan dari Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan.
4.
Pembudidaya adalah orang yang membudidaya bandeng dan mensuplai ke pelelangan. Pembudidaya adalah supplier pelelangan bandeng.
5.
Pungawa adalah yang menjual bandeng dan mengumpulkannya dari pembudidaya.
6.
Pacatto adalah pembeli besar. Pacatto merupakan konsumen tingkat satu dalam rantai pemasaran. Pacatto menyalurkan bandeng ke berbagai daerah. Pacatto berperan dalam memperluas jaringan pemasaran bandeng. Pacatto membeli bandeng dengan transaksi lelang.
7.
Pagandeng adalah pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari pacatto. Pagandeng tergolong pengecer ada yang berbentuk toko (store retailer) dan non-toko misalnya melalui door to door dan pedagang kaki lima. Bentuk door to door yang dilakukan pedagang eceran di Pangkep berbentuk pagandeng sepeda dan pagandeng motor. Perbedaan antara pagandeng motor dan pagandeng sepeda terletak pada jumlah ikan yang diperjualbelikan, alat transportasi yang digunakan serta jangakauan pemasaran
28
8.
Los adalah bagian dari pelelangan. Los merupakan tempat terjadinya transaksi lelang.
9.
Retribusi adalah pungutan yang dikenakan pada organisasi lelang oleh pemerintah daerah berdasarkan pelayanan yang diberikan.
10. Efisiensi pemasaran adalah suatu analisis pemasaran 11. Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada dalam perusahaan yang secara langsung mempengaruhi aktivitas pelelangan. Pada lingkungan ini terdapat variabel kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness) pelelangan. 12. Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar perusahaan yang secara langsung mempengaruhi aktivitas pelelangan. Pada lingkungan ini terdapat variabel peluang (opportunities) dan ancaman (threats) pelelangan. 13. IFE adalah singkatan dari Internal Factor Evaluation yang digunakan untuk mengetahui dan menilai faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh pelelangan yang dianggap merupakan faktor penting. 14. EFE adalah singkatan dari External Factor Evaluation yang digunakan untuk mengetahui dan menilai faktor-faktor eksternal perusahaan yang berkaitan dengan peluang dan ancaman yang dimiliki oleh pelelangan yang dianggap merupakan faktor penting. 15. Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain yang relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar. 16. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif pelelangan. 17. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan eksternal pelelangan. 18. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan eksternal pelelangan.
29
4.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Juni-10 September 2007 di Areal Pasar Sentral Palampang, Kelurahan Mapasaile, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan dengan garis koordinat terletak antara 110o sampai 113” Lintang Selatan dan 4o 40’ sampai 8.00 ” Bujur Timur. Secara administratif berbatasan dengan : 1) Sebelah Utara dengan Kabupaten Barru, 2) Sebelah Selatan dengan Kabupaten Maros, 3) Sebelah Timur Kabupaten Bone dan 4) Sebelah Barat dengan Selat Makassar dan Laut Jawa Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 kecamatan. Sembilan kecamatan yang terletak di daratan yaitu Kecamatan Balloci, Tondong Tallasa, Minasa Tene, Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Ma’rang, Segeri, Mandalle. Sedangkan kecamatan yang berada di kepulauan yaitu Kecataman Liukang Tupabbiring, Liukang Tangaya, Liukang Kalmas. Kabupaten Pangkep memiliki luas wilayah seluas 1.112,29 km2 dan berjarak 51 km dari Makassar. Wilayah dataran rendah dan pegunungan memiliki luas 73.721 ha membentang dari garis pantai barat ke Timur terdiri dari persawahan, tambak, rawa-rawa, empang, Wilayah pegunungan terletak di sebelah timur berada pada ketinggian 100-1000 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini terdiri dari batu cadas dan batu bara serta berbagai jenis marmer. Wilayah kepulauan terdiri dari 119 pulau yang 93 pulau diantaranya berpenghuni dengan penduduk sekitar 80.000 jiwa (Republika 2007) . Pulaupulau tersebut diantaranya Kepulauan Pabbiring (pulau Tamba Koron, P.Kapoposang, P.Karompa, P.Sangkarang, P. Lanyuakan, P.Lakai) Temperatur udara berada pada kisaran 21°C - 31°C dengan rata-rata 26,40°C. Kondisi angin berada pada kecepatan lemah sampai sedang. Tempat pendeteksian curah hujan di stasiun Tabo-tabo, Leang Lonrong, dan stasiun Segeri. Curah hujan berdasarkan pendeteksian di stasiun Tabo-tabo dengan kelembaban udara tidak merata kondisinya menurun dari 802/159 (2001) menjadi 666/141 (2004) menurun dari 2001 mencapai hari hujan.
31
5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Pangkep tahun 2006 sebanyak 279.887 jiwa yang terdiri atas 132.002 jiwa (51,6%) jiwa perempuan dan 147.885 jiwa atau 48,4% laki – laki. Tingkat kepadatan mencapai 260 jiwa/km² dengan tingkat kepadatan penduduk yang terbesar berada di kecamatan Pangkajene yang mencapai 803,88 jiwa/km², sedangkan tingkat kepadatan penduduk yang terkecil di Kecamatan Tondong Talasa dengan 85 jiwa/ km². Jumlah rumah tangga sebesar 62.665 Kepala Keluarga (KK) dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang. Hampir 99,6% penduduk beragama Islam, selebihnya Kristen Katholik, Kristen Protestan, dan Hindu/Budha. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Namun ada pula yang menjadi pedagang, tukang jasa angkutan, dan pegawai pemerintahan. Tabel 10. Luas Wilayah per kecamatan dan Jumlah Penduduk di kabupaten Pangkep Tahun 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Luas Wilayah (km2)
Liukang Kalmas 120,00 Liukang Tangaya 91,5 Liukang Tupabbiring 140,00 Pangkajene 47,39 Balloci 143,48 Bungoro 90,12 Ma’rang 98,46 Labakkang 75,22 Segeri 78,28 Minasa Te’ne 76,48 Tondong Talasa 111.20 Mandalle 40.16 Total 1.112.29 Sumber : BPS Kab.Pangkep 2006 (diolah)
Jumlah Penduduk (Jiwa) 16. 263 11.289 29.857 38.096 16.281 35.727 40.617 29.965 19.759 29.236 9.533 12.724 289.347
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 136 123 213 804 113 396 413 398 252 382 86 317 261
5.2 Keadaan Umum Pelelangan Bandeng Pangkep 5.2.1 Sejarah Pelelangan Keberadaan Pelelangan Bandeng Pangkep dilatarbelakangi oleh keterbatasan para pembudidaya dan nelayan dalam memperluas jangkauan pemasaran bandeng ke Makassar. Keterbatasan fasilitas pengangkutan dan jarak tempuh menjadi kendala utama. Dahulu pembudidaya dan nelayan menggunakan
32
perahu kecil untuk mengangkut ikan. Waktu tempuh sekitar 12 jam (pukul 16.00pukul 04.00). Aktivitas ini dilakukan setiap hari, dimana siangnya memanen ikan lalu dilanjutkan dengan menyusuri sungai dan laut menuju pelabuhan untuk menjual ikan di Pelelangan Paotere atau Pelelangan Rajawali. Hal ini menjadikan pembudidaya kelelahan. Sekitar tahun 1960 diprakarsai oleh Haji Baharuddin (panggilan Haji Baha) mulai dirintis penjualan ikan dengan mekanisme lelang. Haji Baha terinspirasi oleh saudaranya (Dora, Abdul Hamman, Yi Embah, Muhammad) yang kelelahan memasarkan bandeng ke Makassar. Haji Baha menawarkan jasa penjualan bandeng pada saudaranya dengan mekanisme lelang. Fasilitas yang digunakan terdiri dari meja, kursi. Mekanisme lelang Haji Baha berkembang dan akhirnya diikuti pembudidaya yang lainnya. Pembudidaya beralih fungsi ganda menjadi pungawa. Pungawa adalah yang menjual bandeng dan mengumpulkannya dari pembudidaya. Pada tahun 1961 mekanisme lelang ini diikuti oleh tiga pungawa.
5.2.2 Bandeng Pangkep Bandeng Pangkep memiliki kekhasan dari bau dan rasa. Pembudidaya meyakini bahwa Perairan Sulawesi relatif belum banyak tercemar. Hal ini menyebabkan bandeng tidak berbau lumpur. Kekhasan lainnya yaitu rasa khas keju dari bandeng bakar. Jika ikan disajikan melalui pembakaran, maka bandeng akan mengeluarkan lelehan minyak seperti keju yang dipanaskan. Hal ini menyebabakan rasa yang berbeda dengan bandeng lainnya. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Nessa (1982) merupakan pelopor pertambakan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan kualitas bandeng Pangkep yang berbeda dengan bandeng lainnya. Pada tahun 2007 ini, Bandeng Bakar Pangkep dijadikan produk makanan unggulan khas Pangkep disamping Sop Saudara (sejenis sop daging/iga). Kualitas dan kekhasan bandeng Pangkep menimbulkan perspektif positif bagi pemasaran bandeng. Hal ini mendorong pembudidaya di luar Pangkep memasarkan bandeng di Pangkep. Adapaun beberapa kabupaten yang memasarkan bandeng di Pangkep diantaranya Kabupaten Pinrang, Kabupaten,
33
Wajo, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Siwa, bahkan ada yang berasal dari Provinsi Kalimantan Timur (Kabupaten Tarakan).
5.2.3 Ukuran Bandeng Pelelangan belum memanfaatkan alat timbang untuk menghitung berat bandeng. Perhitungan dilakukan secara manual (by hand) oleh juru hitung. Juru hitung menggunakan metode yang unik. Perhitungan dilakukan per sepuluh bandeng. Setiap terhitung sebanyak sepuluh ekor, maka akan dipisahkan satu ekor sebagai satu hitungan, sehingga total ikan dapat diketahui dari bandeng yang sudah dipisahkan. Bandeng di pelelangan memiliki grade ukuran tertentu. Ukuran besar atau kecilnya bandeng diukur dengan lebar jari tangan (telunjuk-jari tengah-jari maniskelingking). Berikut ini ukuran-ukuran yang berlaku di pelelangan : 1. Ukuran 2 jari Bandeng berukuran 2 jari atau kurang dari 2 jari merupakan stok ukuran yang jarang terdapat di pelelangan. Suplai bandeng didorong oleh harga bandeng. Jika bandeng pada hari sebelumnya memiliki harga yang tinggi, maka kecenderungan pembudidaya untuk memanen ikan akan semakin besar. Panen yang dilakukan pembudidaya memberikan dampak pada bandeng yang masih berukuran kecil. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Berat bandeng ukuran 2 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan seberat 0.11 kg/ekor. Jumlah ikan per kg sebanyak 9-10 ekor bandeng. Harga bandeng sebesar Rp 10.000/kg. 2. Ukuran 3 jari Bandeng berukuran 3 jari merupakan ukuran yang sering banyak ditemukan di pelelangan. Ukuran ini sesuai dengan fase budidaya bandeng yang membutuhkan waktu 3-4 bulan. Ukuran ini sebagai ukuran standar pelelangan, karena terdapat di pelelangan dengan jumlah yang banyak (Lampiran 16). Berat bandeng berukuran 3 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan seberat 0.22 kg/ekor. Jumlah ikan per kg sebanyak 5-6 ekor bandeng. Harga bandeng di pasar sebesar Rp 10.000/kg
34
3. Ukuran 4 jari Seperti halnya bandeng berukuran 2 jari, stok bandeng berukuran 4 jarang terdapat di pelelangan. Penyebabnya pada saat panen, bandeng tersebut masih berada di tambak dan mendapatkan suplai makanan yang teratur. Pembeli memiliki karakter tersendiri dalam memilih ikan. Berat bandeng berukuran 4 jari berdasarkan Acuan Konversi Perhitungan seberat 0.33 kg/ekor. Jumlah ikan per kg sebanyak 3-4 ekor bandeng. Variasi ukuran bandeng dipengaruhi oleh kecepatan waktu panen. Selain itu dipengaruhi oleh musim (pasang pagi dan pasang sore), dan juga tempat pembesaran. Pasang pagi merupakan kondisi air pasang yang terjadi pada pagi hari dan yang membawa suhu dingin. Periode pasang pagi terjadi pada bulan Februari-September. Kondisi ini menyebabkan bandeng sedikit makan sehingga berdampak pada ukuran bandeng. Bandeng pada waktu pasang pagi berukuran lebih kecil (ukuran 2 jari atau kurang ukuran 2). Pasang sore merupakan kondisi pasang yang terjadi pada sore hari dan membawa suhu hangat. Periode pasang sore terjadi pada bulan Oktober-Januari. Kondisi ini menyebabkan bandeng mendapatkan banyak sehingga berukuran besar. Bandeng yang mengalami pasang sore biasanya berukuran 3-4 jari. Kedua kondisi baik pasang pagi maupun pasang sore akan berdampak pada ukuran ikan. Teknik pembesaran nener (benih bandeng) berpengaruh terhadap ukuran bandeng yang dihasilkan. Teknik pembesaran dipengaruhi oleh ketersedian pakan alami. Kesiapan tambak dengan pakan alami akan menyebabkan bandeng memiliki suplai makanan dan hal ini akan berdampak pada ukuran bandeng yang lebih besar. Pakan alami didapatkan dari prosedur budidaya yang baik. Pemberian pupuk pada tambak yang telah dikeringkan diisi air dengan tinggi ¼ kolam lalu dibiarkan hingga muncul pakan alami. Tanda munculnya pakan alami di kolam tambak yaitu tergenangnya sejenis lumut dipermukaan air. Setelah muncul tanda tersebut nener yang berumur 30 hari telah siap untuk dibudidayakan. Karakteristik pembeli bandeng berbeda di setiap daerah. Perbedaan ini dalam ukuran ikan. Pembeli yang berasal dari Jeneponto biasanya lebih menyukai bandeng yang berukuran kecil (ukuran 2 jari). Berbeda halnya dengan pembeli untuk restoran atau warung makan. Dimana untuk kebutuhan restoran atau warung
35
makan lebih menyukai bandeng yang berukuran besar (ukuran 4). Pada umumnya masyarakat lebih menyukai ukuran 3 jari.
5.2.4 Jumlah Bandeng Pelelangan Bandeng Pangkep dilaksanakan setiap hari dan sepanjang tahun. Stok bandeng yang terdapat di pelelangan dibedakan menurut ukuran jari. Jumlah bandeng berukuran 3 jari memiliki berat sekitar 0.22 kg/ekor merupakan jenis ukuran yang terbanyak. Hampir 45 % bandeng di pelelangan berukuran 3 jari. Total rata-rata bandeng yang terdapat di pelelangan terdapat sebanyak 976 ton per bulan Juli 2007 (Lampiran 18). Bandeng disuplai dari Pangkep dan luar Pangkep. Bandeng yang berasal dari Pangkep disuplai dari beberapa kecamatan seperti Ma’rang dan Labakkang. Sedangkan bandeng yang besaral dari luar Pangkep berasal dari beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan seperti Pinrang dan Wajo, bahkan dari luar Sulawesi Selatan seperti Kalimantan Timur.
5.2.5 Harga Bandeng Penawaran harga bandeng di pelelangan berfluktuasi dipengaruhi oleh ukuran ikan, banyaknya pembeli, banyaknya ikan dan harga ikan laut. Hubungan tinggi rendahnya harga tergantung dari ukuran bandeng, harga ikan laut, jumlah pembeli, dan jumlah ikan. Semakin besar ukuran bandeng akan semakin besar pula harganya. Semakin banyak pembeli di pelelangan maka akan semakin besar harga bandeng yang ditawarkan. Berbeda halnya dengan semakin banyaknya bandeng terdapat di pelelangan maka akan semakin rendah harganya. Semakin tinggi harga ikan laut harga bandeng akan mahal. Harga rata-rata bandeng per Juli 2007 sebesar Rp 8856,03/kg (Lampiran 18) . Harga ini didapatkan dari harga rata-rata dari 16 pungawa yang terdapat di pelelangan untuk ukuran 3 jari. Harga umum yang berlaku di pasar lokal menggunakan satuan ekor per ukuran ikan. Harga terendah ikan ukuran 3 jari senilai Rp 1850/ekor dan harga tertinggi dicapai senilai Rp 3600/ekor. sebesar Rp 10.000 / 3-4 ekor.
36
5.2.6 Lokasi dan Fasilitas Pelelangan Pelelangan perlu didukung oleh fasilitas dan lokasi pelelangan. Pelelangan bandeng pangkep mengalami beberapa kali relokasi, namun lokasi tetap berada di Desa Mappasile, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep. Pada awalnya pelelangan ini berada di pinggir Jalan Utama Poros Makasar, dekat jembatan Pangkajene di Pusat Kecamatan Pangkajene. Kemudian berpindah karena adanya pelebaran jalan dan jauhnya akses sungai maka berpindah ke dekat sungai. Pada tahun 1997 terjadi pembangunan ruko-ruko di sekitar tempat pelelangan, akhirnya kembali terjadi relokasi. Relokasi ini mengakibatkan pelelangan bandeng berpindah ke dalam pasar, dekat Masjid Mujahiddin di desa yang sama. Keberadaannya masih berdekatan dengan sungai.
Kec. Bungoro
Los Pasar Grosir Pertokoan
Los Pasar Grosir Pertokoan
Jalan Poros -Pare
Los Pasar Grosir Pertokoan
Pelelangan Bandeng
Barru-Pare-Pare
Los Pasar Grosir Pertokoan Los Pasar Grosir Pertokoan
Sungai Pangkajene
Kec. Pangkajene
Maros-Makassar
Gambar 3. Denah Lokasi Pelelangan Bandeng
Lokasi Pelelangan Bandeng Pangkep dibangun di atas tanah seluas 30 x 10 m2 memanjang dan terbagi menjadi 6 los besar di deretan terdepan dan
37
6 los besar di deretan belakang. Setiap pungawa memiliki luas los yang berbedabeda. Selain lokasi tempat pelelangan, terdapat area parkir khusus. Pada tahun 2000 pemerintah daerah dengan Developer Swasta PT Wahana bekerjasama untuk merekonstruksi bangunan pelelangan bandeng. Pada tahun 2007 pemerintah berencana merelokasi kembali pelelangan bandeng dengan pembangunan terminal dan pasar di kecamatan Bungoro. Hal tersebut umumnya ditolak Pungawa pelelangan. Jauhnya jarak dengan sungai menjadi alasan utama. Prinsip lokasi pelelangan harus berdekatan dengan sungai (Sungai Pangkajene sebagai sungai terbesar di Kabupaten Pangkep). Berdasarkan prinsip lokasi yang dipegang oleh pelaku pelelangan. Pemerintah telah mempermudah arus transportasi ke sungai dengan pembuatan sarana jalan khusus dari Sungai Pangkajene ke Kecamatan Bungoro. Fasilitas pelelangan merupakan sarana dan prasarana yang terdapat di pelelangan. Fasilitas ini berfungsi dalam menunjang penyelenggaraan pelelangan. Penyelenggaraan pelelangan bandeng dilakukan oleh 16 pungawa. Setiap pungawa memiliki los lelang tersendiri. Setiap pungawa rata-rata memiliki 1-2 los lelang. Namun ada juga yang memiliki 3-4 los lelang. Los pelelangan ini dibangun oleh pemerintah melalui Developer Swasta PT Wahana tahun 1999. Fasilitas yang terdapat di pelelangan difasilitasi oleh pemerintah maupun swasta. Sarana dan prasarana yang difasilitasi oleh pemerintah berupa tempat pelelangan (Dinas Cipta Karya), petugas kebersihan, tenaga keamanan, jasa parkir dan beberapa box ikan dari Dinas Kelautan Perikanan. Sedangkan sarana dan prasarana yang difasilitasi dan dikelola pribadi berupa warung kopi, warung nasi, pabrik es curah/balok dan toko. Keberadaan fasilitas di pelelangan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung pada pelaksanaan pelelangan. Berbeda dengan pelelangan ikan lainnya, Pelelangan Bandeng Pangkep belum memiliki kantor pelelangan. Akses pembeli, pungawa, pembudidaya, dan dsb dilakukan secara terbuka. Setiap orang bebas keluar masuk pasar.
5.2.7 Waktu Pelelangan Tingkat kesegaran bandeng yang akan didistribusikan dipengaruhi panjang pendeknya rantai pemasaran. Waktu pelelangan berperan dalam distribusi ikan.
38
Awalnya pelelangan bandeng ini dilakukan setiap pagi (05:00) setelah shalat subuh. Sejak tahun 2000, waktu pelelangan bandeng berubah menjadi malam hari. Aktivitas pelelangan dilaksanakan pada pukul 21:00 WITA. Aktivitas ini ditandai dengan berdatangannya juru hitung dan pungawa. Dilanjutkan dengan pembudidaya yang membawa ikan dan pedagang besar yang bersiap mengambil ikan. Biasanya puncak aktivitas pelelangan terjadi pada pukul 22:00 WITA s.d 24:00 WITA (lamanya tergantung banyaknya ikan).
5.2.8 Pengelolaan Pelelangan Pola pengelolaan pelelangan menurut Adrianto (2006) dibagi menjadi 3 yaitu pengelolaan oleh pemerintah, pengelolaan oleh koperasi, pengelolaan oleh swasta/perseorangan. Pengelolaan oleh pemerintah dilakukan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi/Kabupaten/Kota. Pengelolaan oleh koperasi banyak ditemukan di Jepang. Bentuk pengelolaan oleh koperasi hampir sama dengan pola pengelolaan pemerintah. Pola pengelolaan oleh swasta/perseorangan banyak diterapkan di Norwegia, Jerman, Inggris, Islandia, Belanda, Australia, dan Selandia Baru. Pelelangan yang dikelola oleh swasta/perseorangan ditempatkan sebagai unit bisnis yang menyediakan jasa pelelangan terpadu. Pelelangan dijadikan sebagai tempat pembentukan harga optimal, penyedia infrastruktur lelang, penjamin mutu ikan, penyedia sistem informasi, dan sebagainya. Pelelangan bandeng dibentuk sekelompok masyarakat pada tahun 1960. Pada tahun 1999 Dinas Pendapatan Daerah merekonstruksi bangunan pasar grosir termasuk didalamnya pelelangan. Pelaksana konstruksi dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah yang bekerjasama dengan Developer Swasta PT Wahana. Melalui rekonstruksi bangunan pasar grosir termasuk pelelangan, pemerintah mengeluarkan peraturan retribusi pasar grosir. Pedoman penarikan retribusi diatur dalam Perda No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan. Sejak peraturan tersebut diberlakukan, pengelolaan Pelelangan Bandeng Pangkep diserahkan pada Developer Swasta PT Wahana. Jadi pola pengelolaan pelelangan awalnya dilakukan oleh swasta. Pada tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Pangkep mengambil alih fungsi pengelolaan Developer PT Wahana. Pemerintah dalam satu tahun mampu
39
menutupi biaya rekonstruksi bangunan pasar grosir. Sejak tahun 2000, pemerintah mengeluarkan Perda No.22 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pertama Perda Kabupaten Pangkep No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan. Peraturan ini dibuat sebagai tambahan beberapa peraturan pada Perda No.4 Tahun 1999. Perda No.22 Tahun 2000 menyebutkan dengan jelas bahwa adanya struktur tarif khusus untuk pelelangan bandeng. Sejak tahun 2000 berdasarkan peraturan tersebut maka pengelolaan Pelelangan Bandeng Pangkep dilakukan oleh pemerintah. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Teknis operasional pengelolaan pelelangan dilakukan oleh Subdinas Penagihan dan Pembukuan bagian Sie Penagihan yang membawahi Kepala Pasar Sentral Palampang. Kepala Pasar Palampang membawahi beberapa penagih pelelangan bandeng. Secara umum Pola Pengelolaan Pelelangan Bandeng Pangkep adalah sebagai berikut :
Dinas Pendapatan Daerah
Subdinas Penagihan dan Pembukuan
Sie Penagihan
Kepala Pasar Palampang
Penagih Retribusi Pelelangan Bandeng Gambar 4. Pola Pengelolaan Pelelangan oleh Dinas Pendapatan Daerah 5.2.9 Stakeholder Pelelangan Stakeholder pelelangan adalah pihak yang terkait dengan pelelangan. Pihak yang terkait dengan pelelangan terdiri : Pembudidaya, Pungawa, Pacatto/pembeli besar, Pagandeng/Pengecer, Pemerintah Daerah
40
a. Pembudidaya Pembudidaya adalah supplier pelelangan bandeng. Pembudidaya Pangkep telah berpengalaman dalam mengembangkan budidaya tambak. Budidaya tambak di Sulawesi Selatan menurut Jamandre dan Rabanal (1975) lebih maju dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Teknologi tambak diwariskan secara turun menurun. Hal ini mengakibatkan pelatihan yang ditawarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislatkan) Pangkep kurang mendapat respon dari pembudidaya. Pada tahun 2000, udang windu diketahui mudah terserang penyakit. Pembudidaya mengalihkan lahan tambak udang windu untuk budidaya bandeng. Alih fungsi lahan tambak mengakibatkan produksi bandeng Kabupaten Pangkep meningkat Pembudidaya Pangkep berasal dari kecamatan Labbakng, kecamatan Ma’rang, kecamatan Bungoro, kecamatan Segeri dan kecamatan Mandalle. Setiap kecamatan di Pangkep memiliki tambak yang luas. Kecamatan Ma’rang dan kecamatan Labakkang memiliki luas lahan tambak dan produksi yang terbesar Pembudidaya bandeng yang bertransaksi di pelelangan berasal dari dalam dan luar Pangkep. Kualitas Bandeng pangkep diakui memiliki kualitas yang baik. Hal ini menyebabkan Pembudidaya di luar Pangkep yang bertransaksi di pelelangan. Beberapa pembudidaya diluar Pangkep diantaranya berasal Kabupaten Wajo, Siwa, dan Maros, bahkan Kabupaten Tarakan (Kalimantan Timur). Pembudidaya yang bertransaksi di pelelangan ada pula yang berprofeasi ganda sebagai pemilik serta penggarap tambak. Sifat kepemilikan tambak terbagi menjadi 5 bagian yaitu 1. Milik sendiri, dimana seluruh biaya produksi dan pemasaran dilakukan di tanggung sendiri 2. Milik sendiri dengan sebagian biaya produksi ditanggung pihak lain (pungawa). Biaya yang ditanggung biasanya biaya pembelian pupuk. 3. Milik sendiri dengan seluruh biaya produksi ditanggung pihak lain (pungawa) 4. Milik pihak lain (pungawa), pembudidaya sebagai penggarap. 5. Sewa pada pihak lain. Konsekuensi pembudidaya dengan sifat kepemilikan ini berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan (lelang). Konsekuensi sifat
41
kepemilikan poin 2, 3, dan 4 pembudidaya harus menjual hasil tambak ke pungawa yang telah membantunya. Sedangkan untuk poin 1 dan 5 pembudidaya memiliki kebebasan untuk memilih. Dalam upaya peningkatan produksi bandeng disamping pelatihan, pemerintah Pangkep memberikan bantuan modal melalui Koperasi Serba Usaha Peduli,. Perusahaan industri yang berkembang di Pangkep seperti Semen Tonasa memberikan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pengembangan budidaya tambak. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud kepedulian perusahaan yang telah berkembang di Pangkep. Jumlah rata-rata Pembudidaya yang berpartisipasi di pelelangan bandeng setiap harinya sekitar 85 orang/hari pada Bulan Juli 2007 Rata-rata jumlah bandeng yang dibawa ke pelelangan sebanyak 0,38 ton/pembudidaya (Lampiran 17). Keuntungan yang diterima pembudidaya sebesar 80% dari total penjualan bandeng yang dilelang oleh Pungawa. Setiap pembudidaya berdasarkan banyaknya bandeng yang dibawa ke pelelangan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.676.520, 362 / pembudidaya per hari (Lampiran 22)
Pembudidaya
1 2
Tambak Bandeng
Pelelangan Bandeng Pangkep
1
Pacatto
2
Pungawa 1. Aliran Ikan 2. Aliran pembayaran
Gambar 5. Peran Pembudidaya dan Pacatto di Pelelangan Bandeng b. Pungawa Pungawa merupakan pemilik los lelang. Los lelang merupakan tempat transaksi pelelangan. Berbeda halnya dengan pelelangan di TPI, Pelelangan Bandeng Pangkep tidak terkoordinasi oleh satu juru lelang. Setiap setiap los lelang yang ditempati pungawa memilki juru lelang sendiri. Keadaan ini seperi
42
pasar lelang. Pasar lelang terdiri dari banyak pembeli dan banyak penjual yang melelang. Pungawa yang terlibat di pelelangan berjumlah 16 orang. Setiap pungawa memiliki luas los lelang yang berbeda-beda. Perbedaan luas los lelang tergantung dari kekuatan modal yang dimilki pungawa. Secara umum berdasarkan standar Deperindang, pungawa tergolong pengusaha besar. Pengusaha besar adalah pengusaha yang mempergunakan modal diatas Rp 500 juta. Pungawa berkewajiban memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Deperindag, tidak ada satu pun Pungawa yang melakukan prosedur izin dan memilki SIUP. Padahal Pungawa yang memilki SIUP berhak mendapat layanan browsing untuk mengetahui informasi pasar secara nasional. Pungawa berperan sebagai penghubung pembudidaya dan pembeli bandeng. Peranannya ini sebagai penanggung jawab pelaksanakan lelang. Adapun rincian tugas yang dilakukan pungawa diantaranya : 1. memimpin dan mengkoordinasi kegiatan lelang 2. mengatur dan mengambil keputusan keuangan dan pembiyaan pelelangan. 3. mengontrol sistem pencatatan sebagai laporan harian transaksi lelang Dalam proses penyelenggaraan transaksi lelang, pungawa memberikan kesempatan bekerja bagi penduduk di sekitar pelelangan. Kepemilikan status Pungawa ini merupakan staus yang turun menurun. Pungawa mengajak anggota keluarga dalam penyelenggaraan transaksi lelang. Pungawa membagi tugas anggota keluarga sebagai juru tulis, juru lelang, juru keuangan. Juru Tulis Juru tulis berperan sebagai pencatatan dan pelaporan transaksi yang meliputi jumlah ikan yang masuk, nama pembudidaya, harga, pembeli. Juru tulis biasanya pun menuliskan total pendapatan yang akan diterima. Juru tulis pun memberikan tanda khusus bagi para pembeli yang menunda pembayaran. Pembuatan nota pembayaran dilakukan oleh juru tulis dan ditandatangai oleh pungawa. Biasanya yang mendapat tugas sebagai juru tulis adalah orang terdekat seperti anak atau saudara pungawa. Juru tulis mendapat bagian yang berbeda tergantung kebijakan pungawa.
43
Juru Lelang Juru lelang bertugas melaksanakan lelang secra terbuka dan mengumumkan pemenang lelang. Juru lelang pun sebelumnya menata bandeng yang telah dirapikan juru sortir dan hitung. Setelah pemenang lelang diumumkan juru lelang memerintahkan kepada pemenang lelang untuk membayar harga ikan yang besarnya telah disepakati bersama. Juru Sortir dan Hitung Mensortir dan menghitung bandeng merupakan tugas yang pertama kali dilakukan setelah ikan sampai di pelelangan. Juru sortir dan hitung telah mengetahui klasifikasi bandeng berdasarkan ukuran. Juru sortir dan juru hitung berasal dari masyarakat sekitar yang mencari penghasilan tambahan. Penghasilan yang diterima juru sortir dan hitung sebesar Rp 15.000 per bongkar muat bandeng pembudidaya. Penghasilan ini ditambah dengan bandeng yang dapat dibawa tidak lebih dari 10 ekor. Juru Keuangan Tugas utama juru keuangan yaitu menghitung uang yang masuk dan keluar. Biasanya juru keuangan dipercayakan pada keluarga dekat misalnya istrinya yang membantu di pelelangan. Semua aktivitas keuangan ini terkontrol oleh pungawa. Pungawa di Pelelangan Bandeng Pangkep umumnya memiliki satu los pelelangan. Namun ada pula yang memiliki 2 los. Pemilik los terbesar yaitu Haji Baha (pemrakarsa pelelangan bandeng). Setiap harinya pembudidaya yang menyimpan bandeng di los Haji Baha hingga 77 orang dengann jumlah ikan yang dibawa rata-rata berjumlah 2,53 ton/hari (relatif lebih kecil dibandingkan pemilik los lainnya). Kebanyakan pungawa mendapatkan 4,25 ton /hari dari 12 orang pembudidaya. Setiap pungawa berdasarkan banyaknya bandeng yang dilelang ke pelelangan akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 2.900.676,13/ harinya.
c. Pacatto/Pembeli Besar Pembeli besar atau pacatto merupakan konsumen tingkat satu dalam rantai pemasaran. Pacatto menyalurkan bandeng ke berbagai daerah. Pacatto berperan dalam memperluas jaringan pemasaran bandeng. Pacatto membeli bandeng
44
dengan transaksi lelang. Banyaknya jumlah bandeng yang dibeli oleh pedagang besar sebanyak10 gabus. Setiap gabus menampung 100-125 ekor bandeng. Pacatto yang terlibat di Pelelangan Bandeng Pangkep berasal dari dalam dan luar Pangkep. Pacatto dari luar Pangkep berasal dari kabupaten Jeneponto, kabupaten Takalar, kabupaten Bulukumba, kabupaten Bantaeng dan kabupaten Gowa. Pembeli lainnya berasal dari Irian dan Maluku. Sedangkan pembeli besar yang berasal dari Pangkep tidak melakukan transaksi lelang. Pembeli besar dari Pangkep perpanjangan tangan dari pungawa. Secara umum pacatto datang ke pelelangan untuk mendapatkan bandeng. Bandeng tersebut akan kembali dijual di daerah asalnya. Pacatto menggunakan sarana transportasi berupa mobil untuk mengangkut bandeng. Untuk membantu pengangkutan dan pengepakan bandeng, pacatto dari luar daerah memiliki tenaga kerja sebanyak 2-5 orang. Setelah transaksi lelang, pacatto dan pekerjanya mengangkut bandeng ke tempat parkir yang berdekatan dengan mobil angkut. Sebelumnya pacatto mempersiapkan es batu dan gabus. Gabus dan es batu didapatkan dari toko dan pabrik es yang berdekatan dengan pelelangan. Bandeng yang telah diangkut, kembali disortasi dan dihitung. Sortasi dilakukan kembali berdasarkan ukuran dan kualitas kesegaran ikan. Kesegaran ikan menjadi salah satu faktor dalam sortasi. Metode yang digunakan dengan mengetahui tekstur ikan di bagian perut. Semakin berisi perut ikan maka kondisi ikan semakin segar. Hasil sortasi dan hitung disusun dalam gabus. Setiap tumpukan ikan di dalam gabus dilapisi dengan es. Es yang digunakan sebanyak 1 balok untuk 2 gabus. Harga satuan gabus senilai Rp 25.000/gabus sedangkan harga es balok sebesar Rp 12.000/balok.
d. Pagandeng/Pengecer Pedagang eceran biasanya mendapatkan barang dari pacatto. Adapun yang tergolong pengecer ada yang berbentuk toko (store retailer) dan non-toko misalnya melalui door to door dan pedagang kaki lima. Bentuk door to door yang dilakukan pedagang eceran di Pangkep berbentuk pagandeng sepeda dan pagandeng motor. Perbedaan antara pagandeng motor dan pagandeng sepeda terletak pada jumlah ikan yang diperjualbelikan, alat transportasi yang digunakan
45
serta jangkauan pemasaran. Pagandeng motor memperjualbelikan dengan bandeng dalam jumlah 100 ekor dan mampu menjangkau daerah pegunungan. Kabupaten pangkep secara geografis terbagai menjadi 3 yaitu daerah daratan, daerah lautan dan daerah pegunungan. Pagandeng motor dengan jangkauan ke daerah pegunungan (kecamatan Tondong Tallasa) membutuhkan biaya transportasi berupa BBM. Setiap perjalanan memerlukan 1-2 liter. Pagandeng sepeda biasanya dilakukan oleh orang yang sudah berumur tua sekitar 50-70 tahun. Jumlah ikan yang dibawa sebanyak 50 dan jangkauan sekitar kecamatan Pangkajene. Pagandeng sepeda dalam aktivitas pemasarannya dibantu oleh pemerintahan daerah dengan pemberian kredit tanpa bunga melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Citra Mas yang baru diresmikan tahun 2007.
e. Pemerintahan Daerah Retribusi yang dikenakan pada pelelangan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah merupakan pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah. Penarikan retribusi dilakukan oleh penagih retribusi kepada pungawa. Jumlah penagih retribusi di pelelangan sebanyak 3 orang. Jumlah penagih ditentukan oleh kepala pasar. Kepala pasar berwenang untuk memilih atau memberhentikan penangih retribusi. Dinas Pendapatan Daerah memberikan Dana Intensifikasi bagi Penagih Retribusi sebagai pendapatan bagi penagih. Penagih bekerja di malam hari pada jam 21.00-01.00 sesuai dengan waktu terjadinya pelelangan. Penagih harus mengawasi setiap ikan yang masuk ke pelelangan melalui pungawa. Bentuk pengawasan yang biasanya dilakukan berupa catatan kecil pada secarik kertas untuk setiap ikan yang masuk ke pelelangan. Penagih menarik retribusi melalui pungawa. Besarnya retribusi disesuaikan dengan jumlah ikan yang diterima pungawa per basket. Basket adalah tempat penampungan bandeng. Per basket dikenakan tarif retribusi sebesar Rp 1000. Semakin banyak basket yang terkumpul di pungawa maka retribusi yang dikenakan akan semakin besar. Tarif retribusi pelelangan berdasarkan Perda No.22 Tahun 2000 sebesar 2% (dua perseratus) dari nilai produksi ikan.
46
f. Pendukung Pelaksanaan pelelangan tidak terlepas dari dukungan pihak yang tidak terlibat langsung dalam proses pelelangan. Keberadaannya ada yang terdapat di sekitar pelelangan bahkan jauh dari pelelangan. Beberapa pendukung pelelangan yang terdapat di sekitar pelelangan adalah warung nasi, pabrik es, toko box stereofoam. Sedangkan pendukung yang letaknya jauh dari pelelangan adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Citra Mas dan jasa transportasi.
5.2.10 Landasan Hukum Pelelangan Landasan hukum pelelangan diberlakukan untuk mengatur dan menjamin keberlangsungan pelelangan. Pelelangan bandeng yang terjadi di Pangkep diatur melalui Perda No.22 Tahun 2000 Tentang Perubahan Pertama Perda Kabupaten Pangkep No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan. Peraturan ini sebagai tambahan beberapa peraturan pada Perda No.4 Tahun 1999. Perda No.22 Tahun 2000 menyebutkan dengan jelas bahwa adanya struktur tarif khusus untuk pelelangan bandeng. Tempat pelelangan berdasarkan Perda No.4 pasal 1 adalah tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli secara lelang. Perda No.4 Tahun 1999 mengalami perubahan pada pasal 2, pasal 6 dan pasal 8 setelah pemerintah daerah tmembayar biaya rekonstruksi pembangunan Developer Swasta PT Wahana. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa retribusi merupakan pembayaran atas pelayanan penyedia fasilitas berupa tempat dan jasa pada pasar grosir termasuk pelelangan ikan. Tingkat penggunaan jasa fasilitas tempat dihitung berdasarkan luas, dan waktu penggunaan fasilitas pasar grosir dan atau pertokoan serta berdasarkan volume atau nilai jual barang. Adapun struktur tarif berdasarkan jenis pelayanan fasilitas tempat dan jasa pada pasar grosir dan atau pertokoan untuk pelayanan jasa pelelangan bandeng (pasal 8 ayat 7d) sebesar 2% (dua perseratus) dari nilai ikan.
5.2.11 Mekanisme Pelelangan Pembahasan mekanisme pelelangan dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kegiatan yang dilakukan pada pelelangan bandeng. Pada
47
pelelangan bandeng terdapat urutan kegiatan yang terdiri dari kegiatan pra lelang, kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang.
a. Kegiatan Pra Lelang Pelelangan dimulai pukul 21.00 WITA dimana para bos ikan bersiap di los pelelangan. Aktivitas awal mempersiapkan buku catatan dan peralatan pencatatan seperti nota, pulpen dan stampel. Dalam pelaksanaan pelelangan Pungawa dibantu oleh anggota keluarga atau sanak saudara. Anggota keluarga yang terlibat berperan sebagai juru tulis, juru keuangan atau juru lelang. Gambaran umum kerja Pungawa biasanya sebagai juru lelang, istri, anak atau keluarga dekat sebagai juru tulis atau juru keuangan. Ketika pungawa melakukan persiapan pelelangan, anggota lainnya merapikan dan membersihkan los pelelangan. Sekitar pukul 22.00 WITA pembeli dan petani pembudidaya berdatangan ke pelelangan. Pembudidaya membawa bandeng ke pelelangan dengan alat transportasi. Alat transportasi yang digunakan yaitu mobil angkot (pete-pete bahasa bugis), bentor (beca motor). Rata-rata jumlah pembudidaya yang bertransaksi di pelelangan setiap harinya berjumlah 84,7 orang/hari atau sekitar 5,3 orang/pungawa. Rata-rata jumlah bandeng yang dibawa pembudidaya di pelelangan sebanyak 22,7 ton/hari atau 1,4 ton/pembudidaya. Setelah tiba di pelelangan, pembudidaya langsung menghubungi pungawa, sedangkan juru hitung yang berada di pelelangan.melakukan pembongkaran. Pembongkaran bandeng dimulai dengan mengeluarkan bandeng dari mobil/bentor lalu dilakukan proses sortasi, penghitungan. Sortasi bandeng dilakukan berdasarkan ukuran jari. Perhitungan ikan dilakukan dengan metode per sepuluh ikan. Sortasi atau pemisahan tidak berdasarkan kualitas. Proses sortasi dilakukan berdasarkan ukuran untuk menentukan tingkat harga. Hal ini akan memudahkan juru lelang untuk penentuan harga. Seluruh proses ini dilakukan di los pelelangan. Penyusunan dan perapian ikan dilakukan di lantai tanpa alas. Apabila jumlah bandeng yang tedapat di los pelelangan banyak, maka pungawa menggunakan basket untuk menyimpan ikan.
48
Pembeli berdatangan sekitar pukul 22.00 WITA. Pertemuan antara pembeli dan pembudidaya melalui pungawa adalah awal puncak aktivitas di pelelangan. Pembeli yang datang ke pelelangan memiliki kebebasan untuk memilih pungawa. Pembeli yang terdapat di pelelangan terbagi 2 yaitu pembeli langganan dan pembeli nonlangganan. Pembeli langganan biasanya mempunyai hubungan saudara dengan bos ikan dan harus memenuhi permintaan bandeng untuk kebutuhan industri maupun penjualan kembali (restore).
b. Kegiatan Lelang Aktivitas pelelangan bandeng dimulai dengan pembentukan harga antara pembeli dan juru lelang. Pembeli sebelumnya akan berkeliling untuk mengetahui keadaan ikan yang akan dilelang. Juru lelang mengajukan harga kepada pembeli lalu terjadi penawaran harga dan juru lelang yang memutuskan harga lelang. Juru lelang akan menentukan harga berdasarkan mutu ikan, harga rata-rata kemarin dan jumlah ikan yang terdapat di los pelelangan miliknya serta los pelelangan lainnya. Untuk menjadi peserta lelang pembeli tidak harus mendaftar kepada Pungawa atau pemerintah. Pembeli memiliki kebebasan untuk memilih tempat transaksi lelang. Terdapat 16 pilihan los lelang yang dapat dipilih oleh pembeli. Pembeli biasanya sudah mengetahui tingkat kesegaran ikan dan keadaan mutu ikan yang akan dilelang. Pertimbangan pemilihan ikan adalah ukuran ikan, lingkar perut ikan, warna ikan dan insang. Hal tersebut dilakukan secara manual melalui penglihatan dan pengambilan sampel ikan untuk diraba. Setelah penetapan harga dilakukan, juru lelang melaporkan jumlah dan harga ke juru tulis. Pembeli melakukan pembayaran melalui juru keuangan. Pembeli melakukan pembayaran dan pungawa melakukan penyerahan ikan di pelelangan bandeng melalui dua mekanisme yaitu : 1. Penyerahan barang langsung dengan pembayaran langsung. Hal ini biasa dilakukan oleh para pembeli yang akan menjual kembali ikannya di Makassar atau daerah lainnya 2. Penyerahan barang langsung dengan kesepakatan pembayaran sampai waktu habis penjualan. Hal ini biasanya dilakukan oleh para pembeli lokal untuk dijual kembali di pasar.
49
Pada proses pelelangan petani tambak hanya diam dan mengamati proses pembelian, tidak ikut campur dalam proses pelelangan. Setelah semua bandeng yang dibawa habis dibeli atau masih terdapat sisa, semuanya dihitung jumlahnya dan ditulis dalam nota pembayaran yang dibuat juru keuangan. Juru tulis menuliskan nota untuk petani tambak. Mekanisme pembayaran uang hasil lelang kepada pembudidaya bervarisi bentuknya. Terdapat empat mekanisme pembayaran yang waktunya berbeda-beda, hal ini tergantung dari kebijakan pungawa. Adapun beberapa mekanisme yang terjadi di pelelangan diantaranya : 1) Pembayaran langsung ditempat setelah ikan habis. 2) Pembayaran ditunda 1-3 hari bahkan sampai 3 minggu 3) Penagihan langsung oleh petani, namun hal ini biasanya terjadi karena hubungan kerabat Mekanisme pembayaran 1 di atas lebih disukai oleh petani tambak. Hal ini menyebabkan petani tambak akan kembali menjual hasil tambaknya pada pungawa tersebut. Sedangkan bentuk mekanisme 2, 3 di atas menyebabkan petani tambak yang tidak memiliki ikatan khusus dengan bos ikan akan pindah untuk menjual bandengnya pada bos ikan yang lain.
c. Kegiatan Pasca Lelang Kegiatan lanjutan yang dilakukan para pembeli setelah pelelangan berkisar pada kegiatan pengangkutan, penyortiran kembali, pembersihan, pengepakan dan pengiriman. Kegiatan penanganan tersebut dilakukan dengan segera setelah pembeli melakukan pembayaran atas sejumlah ikan. Pembersihan dan Pengangkutan Pengangkutan merupakan pemindahan bandeng yang telah dilelang ke lokasi parkir tempat kendaraan pengangkutan. Pengangkutan ini dibantu oleh tenaga kerja yang dimiliki pembeli. Sebelum pengangkutan, biasanya dilakukan pembersihan ikan. Pembersihan dilakukan dengan penyemprotran air pada ikan. Fasilitas air disediakan oleh pungawa. Penyortiran dan Pengepakan Penyortiran merupakan pemilahan bandeng berdasartkan ukuran, dan tingkatan mutu sesuai dengan standar tertentu. Pembeli bandeng di pelelangan
50
merupakan pedagang besar yang akan mendistribusikan kembali bandeng yang dibeli. Pedagang besar ini biasanya melakukan penyortiran berdasarkan orientasi pemasarannya. Pada umumnya sortasi dilakukan berdasarkan ukuran dan kesegeran ikan. Penyortiran ini merupakan sortasi kedua. Sortasi pertama dilakukan sebelum pelelangan oleh juru sortasi dan hitung yang dilakukan pada saat ikan sampai di pelelangan. Pada sortasi kedua ini, pedagang melakukannya sangat hati-hati. Pengepakan ini dilakukan setelah penyortiran. Pembeli telah mempersiapan box ikan berupa box streopoam. Teknik pengepakan berupa penyusunan ikan dalam box dengan ukuran dan mutu yang sama. Penyusunan ikan disertai dengan pemberian es curah yang diletakan disetiap lapisan ikan. Adapula pelapisan es hanya dilakukan di bagian bawah dan atasnya saja. Biasanya dalam box terdapat 100-250 ekor ikan tergantung dari ukuran ikan dan menghabiskan ½ balok es. Pengiriman Setelah proses pengepakan selesai, tahapan selanjutnya adalah pengiriman ke daerah tujuan pemasaran. Armada angkut yang digunakan tergantung dari skala usaha pedagang/pembeli.
Pra Lelang
Pasca Lelang
Pembudidaya dan Pembeli Berdatangan Pembudidaya Membawa Ikan dan Menghubungi Pungawa Bongkar Muat Sortasi dan Hitung
Pembersihan dan Pengangkutan Penyortiran dan Pengepakan Pengiriman
21:00-22:00
Transaksi Lelang dan Pembayaran
22:00-24:00
00:00-03:00
Gambar 6. Alur Waktu dan Aktivitas Kerja Pelelangan Bandeng Pangkep
51
d. Kegiatan Penunjang Pelelangan Kegiatan penunjang di pelelangan dimaksudkan sebagai aktivitas para pelaku usaha yang tidak terkait langsung dengan aktivitas pelelangan di wilayah kerja pelelangan. Para pelaku tersebut ada sejak kedatangan ikan hingga proses lelang selesai. Penyedia jasa yang berpengaruh adalah keberadaan pada penjual minuman dan makanan dan penyedia es balok. Biasanya pungawa menyediakan fasilitas khusus bagi pembudidaya dengan menyediakan minuman (teh susu). Adapun keberadaan penyedia es balok sangat dibutuhkan oleh pembeli pada umumnya. Jumlah penyedia es balok yang dekat dengan pelelangan hanya terdapat satu unit.
5.2.12 Retribusi dan Pembiayaan Pelelangan Salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pangkep adalah retribusi daerah. Sumber retribusi Tabel 10 diantaranya Pelayanan Kesehatan, Pelayanan Kebersihan, Pasar, Terminal, Pasar Grosir dan Pertokoan, Izin Gangguan, dan Tempat Pendaratan Kapal. Tabel 11. Retribusi Jasa Pasar Grosir dan atau Pertokoan No 1
Jenis Retribusi Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Bumi - Pasar Palampang (Palampang II) - Pasar Labakkang - Pasar Siloro - Pasar Segeri - Pasar Mandalle 2 Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Ikan Bandeng (Palampang I) 3 Pelayanan Jasa Pelelangan Hasil Ikan Laut - Palampang I - Maccini Baji - Limbangan - Kalibone - Bawasalo -Toli-Toli Sumber : Dipenda Kab. Pangkep (2006)
Retribusi Pelelangan Bandeng Pangkep merupakan bagian dari kategori Pasar Grosir dan Pertokoan. Pungutan retribusi dibebankan pada Pungawa. Retribusi pelelangan diatur oleh Perda No.22 Tahun 2000 Pasal 8d dimana untuk
52
setiap jasa pelayanan pelelangan bandeng dipungut sebesar 2% dari nilai ikan yang masuk ke Pungawa. Retribusi ditarik oleh bagian penagihan
5.2.13 Distorsi dalam pelelangan Permasalahan dtimbulkan oleh ketidakpuasan antara petambak dan pembeli. Petambak mengalami ketidakpuasan pendapataan yang diterima karena adanya distorsi proses perhitungan jumlah ikan. Sedangkan pembeli mengalami ketidakpuasan dalam produk yang diterima dari hasil pembelian melalui mekanisme lelang. Distorsi jumlah ikan dan bandeng yang diterima akan merugikan pihak terlibat di pelelangan. Kecurangan yang dilakukan juru hitung ikan. Biasanya juru hitung memalsukan hitungan dengan menyimpan ikan pada hitungan ke sebelas, bukan pada hitungan ke sepuluh. Sistem penghitungan ikan di Pelelangan bandeng pangkep dilakukan secara manual dengan perhitungan per ekor. Setiap kali bongkar muat, juru hitung akan menghitung ikan per sepuluh ikan dan menyimpan satu ikan sebagai tanda bahwa sepuluh ikan yang sudah berada dalam keranjang sama dengan satu ikan yang berada diluar keranjang. Bila juru hitung memasukan sebelas ikan dalam keranjang dan menyimpan satu ikan diluar keranjang maka akan terdapat kelebihan ikan dalam keranjang. Jumlah kelebihan biasanya sekitar 50-100 bandeng dalam basket. Pada pasca lelang dan pengangkutan, juru hitung ikan akan mengambil ikan miliknya saat pembeli keluar dari pelelangan. Tetapi hal tersebut apat diketahui bila petani tambak sebelumnya menghitung total ikan yang akan dilelang.
5.3 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah salah bentuk kelembagaan pasar dalam usaha perikanan tempat berlangsungnya transaksi jual beli antara nelayan dan bakul ikan sebagai pembeli dengan sistem penawaran tertinggi. TPI melaksanakan lelang ikan hasil tangkapan. Adanya persaingan antar bakul (pembeli) dalam mendapatkan ikan hasil tangkapan nelayan yang terbatas menyebabkan adanya mekanisme pembentukan harga dengan sistem lelang.
53
Proses pembentukan harga dengan mekanisme lelang akan menguntungkan pelaku pelelangan, karena adanya teori kesamaan pendapatan.. Keuntungan tersebut terutama dirasakan nelayan didapat karena hasil tangkapan nelayan dalam waktu singkat dapat dijual pada pembeli. Beberapa contoh TPI yang terdapat di Indonesia diantaranya adalah TPI Muara Angke, TPI TPI Beba Kecamatan Galesong Utara, TPI Brondong, TPI Pelabuhan Muncar dan TPI Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, dan TPI dari Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Fajar Sidik..Umumnya lokasi TPI berada di sekitar pelabuhan, seperti yang terdapat di TPI Muara Angke, Jakarta Utara dan TPI Paotere, Makassar. Biasanya sarana dan prasarana yang terdapat di TPI diantaranya dermaga, gedung TPI, tower air tawar, toilet, ruang jaga, parkir, cold storage, dan gedung pengolahan. Seperti halnya di TPI Paotere, Makassar. Setiap sarana dan prasarana pelelangan dikelola oleh Dinas Perikanan Sulawesi Selatan. Dana yang digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana berasal dari Anggaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN) serta dana dari luar negeri. Pelaksana operasional TPI biasanya diatur oleh suatu peraturan pemerintah daerah (Perda). Seperti pelaksana TPI Paotere, sumberdaya manusia di pelelangan terbagi menjadi 3 bagian yaitu Koperasi Nelayan yang berjumlah 520 orang, Dinas Perikanan berjumlah 4 orang, dan Dinas Pendapatan Daerah berjumlah 25 orang (7 staf kedinasan, 5 orang kolektor retribusi, 4 orang tenaga kebersihan, dan 9 orang tenaga keamanan). Pelaksanaan lelang di TPI diawali dengan sortasi berdasarkan jenis ikan. Objek lelang di TPI memiliki variasi jenis ikannya.Setelah sortasi berdasarkan jenis, langkah selanjutnya adalah penimbangan. Biasanya ikan ditimbang dengan alat standar (kg) lalu diberikan tanda khusus seperti catatan berat dan milik, biasanya nelayan menyebutnya dengan tagging. Setelah pemberian tanda lalu setiap ikan dalam jumlah tertentu diurutkan berdasarkan waktu masuk ke pelelangan, lalu dilakukan penjualan dengan mekanisme lelang.. Proses pelelangan objek lelang biasanya diumumkan oleh juru lelang dengan penawaran harga meninggi. Penawaran harga berupa pengumuman pada peserta lelang (bakul/pembeli) sebanyak 3 kali pengumuman. Jika peserta lelang menerima tawaran harga tertinggi, maka peserta itu pemenangnya. Para pemenang lelang
54
harus melakukan administrasi pengambilan dan pembayaran objek lelang yang telah ditawar di tempat registrasi yang tersedia. Petugas yang berada di bagian registrasi akan mengukur kembali berat ikan dan menghitung pembayaran serta retribusi yang dikenakan. Pelaksanaan lelang ini yang terjadi di Pelelangan Rajawali, Makassar. Seperti halnya di TPI Rajawali, Sulawesi Selatan, pada TPI yang dikelola olek KUD Mina Fajar Sidik, Subang, Jawa Barat, setelah kapal ditambatkan di dermaga, nakhoda kapal harus melapor kepada petugas keamanan yang merangkap sebagai petugas pencatatan kedatangan kapal. Nakhoda harus memberikan keterangan berupa data-data yang terdiri dari nama kapal, asal daerah, nama pemilik kapal, dan nama nakhoda. Berbeda halnya dengan Anak Buah kapal (ABK), para ABK melakukan pembongkaran ikan tangkap dan disimpan dalam palka kapal. Pembongkaran ikan dimulai dengan mengeluarkan ikan dari dalam palka untuk memudahkan proses sortasi, pembersihan, pengepakan, hingga pendaratan. Proses sortasi dilakukan dengan memisahkan ikan berdasarkan jenis, ukuran, dan keadaan fisik atau mutu ikan. Pengaturan dalam proses sortasi dilakukan olegh petugas KUD dan dikoordinir oleh manajer TPI. Setelah dilakukan sortasi, biasanya juru lelang berkeliling dan memeriksa keadaan ikan yang akan di lelang. Hal ini dilakukan untuk mendapat gambaran umum dalam penentuan harga ikan. Para pembeli atau peserta lelang disebut juga bakul. Untuk menjadi peserta lelang, calon peserta harus mendaftar kepada Manajement TPI dan diwajibkan menyerahkan jaminan berupa uang. Lelang akan dimulai dari ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan cepat mengalami penurunan mutu. Setelah ikan tersebut habis dilelang maka akan dilanjutkan dengan ikan yang memiliki nilai ekonomis yang lebih rendah dan ikan dengan mutu rendah. Lelang dimulai dengan melakukan penawaran terbuka atas ikan yang dijual. Penawaran dibuka pada suatu tingkat tertentu untuk sejumlah ikan yang ditunjuk oleh juru lelang. Harga yang ditawarkan akan berubah mengikuti respon para bakul. Pada harga tertentu bakul akan melakukan sautan (tanda tertentu kepada juru lelang yang menunjukan bahwa ia berani menawar komoditi yang
55
dilelang). Kegiatan lanjutan setelah bakul mendapat ikan adalah melakukan penyortiran, pembersihan, pengepakan, dan pengiriman. TPI yang merupakan salah satu unit usaha KUD Mina Fajar Sidik. TPI memiliki usaha penunjang yang secara tidak langsung membantu dalaam kelancaran penyelenggaraan lelang. Usaha penunjang tersebut diantaranya adalah penyedia jasa penyewaan cepon, penyedia jasa pasar tenaga kasar, penyedia jasa tenaga terampil, dan pejnyedia tenaga terampil. Berbeda halnya dengan Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPIHT). TPIHT adalah salah satu jenis TPI dengan objek lelang berupa ikan hasil tambak. Istilah TPIHT disebut juga Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) umumnya digunakan di Kabupaten Karawang dan Tempat Penampungan Hasil Tambak (TPHT) digunakan di Kabupaten Bekasi. Jumlah TPI pada tahun 2004 di Karawang berjumlah 11 unit sedangkan jumlah TPHT berjumlah 13 unit. Jumlah TPHT di Karawang lebih banyak daripada TPI. Keberadaan dan aktivitas TPHT dipengaruhi oleh musim. Pada musim kemarau, umumnya aktivitas lelang di Karawang hanya terjadi di tujuh TPHT, diantaranya yang berada di Kecamatan Cimalaya Wetan dan Kulon seperti TPHT Muara, Timbul Jaya, dan Satar, di Kecamatan Pedes seperti TPHT Ciparage, Mekar Jadi, dan Sungai Buntu, serta di Kecamatan Cibuaya, TPHT Cikilong. TPHT di Karawang mulai dikembangkan pada tahun 1974 di kampung Mangun Jaya, Ciparage Jaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Istilah TPHT di atas banyak digunakan di beberapa wilayah seperti Karawang, Jawa Barat. Tempat pelelangan hasil tambak pun ada yang dinamai sesuai dengan objek yang di lelang, misalnya pelelangan bandeng/lelang bandeng/pasar bandeng. Pelelangan Bandeng digunakan di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Istilah Pasar Bandeng/Lelang Bandeng digunakan di Kabupaten Sidorjo dan Gresik. Perbedaan Pelelangan Bandeng dan Pasar Bandeng/Lelang Bandeng pada pembentukan harga objek lelang yang lebih bersifat hiburan dan tradisi. Pelaksanaan lelang pun dilakukan setiap tahun. Berbeda dengan Pelelangan Bandeng Pangkep yang pelaksanaan lelangnya dilakukan setiap hari. Jumlah varian objek lelang hasil tambak biasanya satu jenis komoditas. Namun ada pula yang terdiri dari berbagai jenis ikan hasil tambak seperti halnya di
56
Karawang. Ikan yang udang, mujaer, dan bandeng. Namun terkadang terlihat beberapa ikan hasil tangkapan seperti ikan sembilang, kakap merah, cumi, pari, dan rajungan. Lokasi TPHT tidak mesti berdekatan dengan pelabuhan. Fasilitas yang terdapat di TPHT diantaranya gedung lelang, los lelang. Luas lahan yang dimilki TPHT Karawang misalnya, seluas 25 x 25 m2 dengan besarnya gedung lelang seluas 7 x 15 m2. Sedangkan di Pelelangan Bandeng Pangkep luas gedung lelang seluas 30 x 10 m2. Gedung lelang di Pelelangan Bandeng Pangkep berada di kawasan utama perdagangan kabupaten yaitu di Pasar Sentral Pangkajene. Mekanisme lelang yang terjadi di TPHT Karawang biasanya diawali dengan petambak datang membawa bakul-bakul (tempat ikan) berisi udang segar untuk segera ditimbang. Setelah ditimbang lalu dikumpulkan seperti gundukan/gunungan. Setelah ikan terkumpul lalu dilelang kepada para pedagang erecan ataupun perusahaan pengolahan ikan. Adapun mekanisme yang terjadi di pelelangan bandeng, hampir sama. Aktivitas pelelangan diawali dengan berdatangannya petambak membawa bandeng. Petambak memilih juru lelang (pungawa) sebagai tempat untuk melelang bandeng yang dibawa. Petambak datang dengan alat transportasi yang berbeda-beda tergantung dari jumlah bandeng yang dibawa. Petambak memilki kebebasan dalam menentukan tempat untuk menjual bandeng dalam mekanisme lelang. Pada pelelangan bandeng tidak terkoordinasi oleh satu juru lelang, tetapi terdiri dari 16 juru lelang. Juru lelang ini dinamakan pula pungawa. Jumlah pungawa di pelelangan berjumlah 16 orang. Pungawa memilki los (tempat melelang) sendiri. Setelah menentukan pungawa, selanjutnya petambak melakukan pembongkaran, penghitungan serta penyortasian ikan berdasarkan ukuran.
57
Tabel 12 Perbandingan Penyelenggaraan Lelang TPI dan TPHT di Indonesia Karakteristik Objek Lelang
TPI ikan hasil tangkapan dan ikan yang dilelang bervariasi
TPHT Ikan hasil tambak dan ikan yang dilelang biasanya satu jenis. Misalnya Pelelangan Bandeng.
Lokasi
Berdekatan dengan laut dan pelabuhan. Lokasi telah memiliki batas yang jelas dengan adanya pagar/pembatas sehingga arus masuk dan keluar barang semakin jelas Umumnya memiliki gedung lelang, dermaga, tower air tawar, toilet, ruang jaga, parkir, cold storage, dan gedung pengolahan. Telah memilki kantor untuk tenaga pengelola TPI dan pembayaran transaksi lelang. Umumnya dilaksanakan pada pagi hari
Berdekatan dengan sungai atau berdekatan dengan pasar. Lokasi terbuka dan belum memilki pembatas. Hal ini menyebabkan akses pembeli maupun peneliti pasar bebas keluar masuk pasar. Umumnya memilki gedung lelang, tempat parkir. Belum memiliki kantor khusus pengelola lelang.
Sarana dan Prasarana
Waktu lelang
Pengelolaan
Retribusi
Pelaku lelang
Alus Proses Pelelangan
Dilakukan oleh Koperasi, Swasta, dan Pemerintahan Daerah (DKP dan Dipenda). Bila dikelola olek KUD maka TPI sebagai salah satu unit usaha utama koperasi. Pembagiannya jelas untuk pengelola TPI, pembeli, dan kesejahteraan nelayan Nelayan, juru lelang, manajer TPI, Bakul (pembeli). Dinas Perikanan berjumlah 4 orang, dan Dinas Pendapatan Daerah berjumlah 25 orang (7 staf kedinasan, 5 orang kolektor retribusi, 4 orang tenaga kebersihan, dan 9 orang tenaga keamanan). 1. Nahkoda melaporkan identitas kapal dan ikan hasil tangkapan pada petugas keamanan yang merangkap sebagai petugas pencatatan. 2. ABK melakukan pembongkaran ikan yang berada di palka untuk dimasukan dalam cepon (tempat ikan) 3. Ikan masuk ke tempat pelelangan 4. sortasi ikan berdasarkan jenis dan kualitas ikan 5. setelah ikan terkumpul dari
Umumnya pagi hari, namun ada pula yang dilaksanakan pada malam hari. Secara operasional pengelolaan pelelangan diserahkan pada juru lelang. Pemerintah daerah memberikan fasilitas berupa gedung lelang dan melakukan pemeliharaan dengan menarik retribusi. Semua retribusi diakumulasi ke Dipenda dan dijadikan input bagi Pendapatan Asli Daerah. Pembudidaya, pungawa, pacatto (pembeli). Pihak lainnya yang terlibat adalah penagih retribusi.
1. Pembudidaya memilih pungawa untuk melelang ikan 2. Setelah penentuan pungawa petambak dibantu oleh juru hitung dan sortasi melakukan pembongkaran ikan 3. Sortasi dilakukan bedasarkan ukuran ikan 4. setelah terkumpul dari beberapa petambak ikan siap untuk dilelang 5. Setiap pungawa memilki kebebasan memulai transaksi lelang. Biasanya setelah ada 2 pembeli berkumpul
58
Lanjutan Tabel 12 Karakteristik
TPI beberapa nahkoda (kurang lebih satu jam) 6. Juru lelang berkeliling untuk melihat secara umum kondisi ikan 7. Urutan proses lelang dimulai dari ikan yang cepat busuk (juru lelang biasanya sudah mengetahuinya) lalu dilanjutkan dengan ikan yang kualitasnya paling baik 8. Setelah ikan dimiliki oleh bakul. Bakul melakukan registrasi pembayran di kantor yang tersedia, sekaligus dilakukan penimbangan dan membayar retribusi Peserta lelang Memberikan jaminan sejumlah uang atas transaksi yang ingin diikuti Sumber : berbagai sumber (2008)
TPHT 6. Setelah ikan dimiliki pembeli maka ikan diangkut ke tempat parkir kendaraan. Sebelumnya pembeli melaporkan dan membayar transaksi di meja yang disediakan pungawa 7. Pembeli melakukan sortasi ulang dan pengepakan
Pembeli bebas keluar masuk pasar
5.4 Analisis Efisiensi, Biaya dan Margin Lembaga yang terlibat dalam pemasaran bandeng di pasar lokal terdiri dari pelelangan (juru lelang/pungawa), pacatto, pagandeng motor dan pagandeng sepeda. Saluran pemasaran bandeng di kabupaten pangkep terdiri dari 4 macam saluran. Pola saluran tersebut adalah sebagai berikut Saluran 1 (S1) : Petambak – Pelelangan – Pacatto Saluran 2 (S2) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pengecer Pasar Saluran 3 (S3) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pagandeng Motor Saluran 4 (S4) : Petambak – Pelelangan – Pacatto – Pagandeng Sepeda Total rata-rata bandeng yang diangkut petambak ke pelelangan sebanyak 327,97 kg/hari. Jarak antara tambak dan kendaraan angkutan yang jauh menimbulkan adanya biaya angkut sebesar Rp 152,45 /kg. Sarana transportasi yang digunakan adalah mobil angkot (pete-pete). Biaya yang dikeluarkan per rit perjalanan adalah Rp 304,91/rit. Harga bandeng tidak ditentukan oleh petambak. Penentuan harga ditingkat petambak menggunakan pendekatan pendapatan. Pendapatan yang diterima petambak adalah 80% dari seluruh pendapatan pelelangan. Sehingga harga yang diterima petambak sebesar Rp 7084,82/kg.
59
Jumlah rata-rata ikan yang diterima Pungawa di pelelangan dari petambak sebanyak 1967,83 kg / hari (127,57 atau 128 keranjang). Setiap ikan yang dibawa petambak ke pelelangan diangkut dan dihitung oleh anak buahnya. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 135,51/kg. Biaya penanggulangan resiko untuk pembelian es batu sebesar Rp 1082,48/kg. Biaya retribusi yang dikeluarkan sebesar Rp 19,20/kg. Setiap petambak mendapatkan jamuan berupa minum the susu dan makanan ringan menimbulkan biaya sebesar Rp 33,88/kg. Sama halnya dengan penentuan harga ditingkat petambak, pendekatan untuk menentukan harga di pelelangan menggunakan pendekatan pendapatan. Pendapatan yang diterima petambak adalah 20% dari seluruh pendapatan pelelangan. Sehingga harga yang ditawarkan petambak sebesar Rp 8856,03/kg. Jumlah ikan yang tersedia di Pacatto merupakan sisa ikan dari pelelangan. Rata-rata total ikan yang dijual sebanyak 221,38 kg/hari. Paccato membutuhkan 5 buah es balok untuk menjaga kesegaran ikan. Kebutuhan es batu ini menimbulkan adanya biaya Rp 1264,79 /kg. Penagihan retribusi sebesar Rp 4,52/kg. Besarnya resiko penyusutan ikan adalah 6% dari total ikan, sehingga biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1269,31/kg. Harga yang ditawarkan pacatto sebesar Rp 10.389,36/kg. Pagandeng motor adalah pagandeng atau pengecer yang menggunakan sarana transportasi motor untuk menjual bandeng. Pagandeng motor dapat menjangkau seluruh kecamatan di Pangkep bahkan luar Pangkep. Jumlah rata-rata ikan yang dibawa pagandeng motor sebanyak 110 kg/hari. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya transportasi untuk bensin sebesar Rp 163,64/kg (asumsi harga BBM tahun 2007), pembelian es balok sebesar Rp 109,09/kg, Biaya keranjang sebesar Rp 181,82/kg dan biaya resiko penyusutan sebesar Rp 54,55/kg. Harga bandeng di tingkat pagandeng motor adalah Rp 11.136/kg. Berbeda halnya dengan pagandeng sepeda, setiap harinya pagandeng sepeda membawa ikan sebanyak 17,60 kg/hari. Biaya yang dikeluarkan untuk permbelian es balok sebesar Rp 34,09/kg dan pembelian keranjang ikan sebesar Rp 113,64/kg. Biaya resiko penyusutan sebesar Rp 284,09/kg. Harga bandeng di tingkat pagandeng sepeda sebesar Rp 10.909/kg.
60
Lembaga lainnya yang berada di pasar lokal adalah pengecer pasar. Biasanya pengecer membawa bandeng di pacatto dengan jumlah 44,00 kg/hari. Biaya yang ditimbuolkan hanya penangggulangan resiko sebesar Rp 271,03/kg. Adapun harga yang berlaku di pasar lokal melalui pengecer ikan rata-rata Rp 10.500/kg. Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa setiap saluran pemasaran memiliki margin tersendiri. Margin pemasaran merupakan selisih harga jual dan harga beli. Saluran pemasaran 4 memiliki nilai margin dan biaya pemasaran terbesar. Margin pemasaran terbesar yaitu sebesar Rp 4.051,54/kg dan besarnya biaya Rp 3.506,84/kg. Sedangkan saluran pemasaran yang memiliki nilai margin dan biaya pemasaran terkecil yaitu saluran pemasaran 1 sebesar Rp 3.304,53/kg dan biaya pemasaran sebesar Rp 2.997,74/kg. Hal ini menunjukan bahwa semakin panjang saluran pemasaran suatu barang atau jasa maka akan semakin besar nilai margin yang dihasilkan. Besarnya margin yang dihasilkan dipengaruhi harga jual dan harga beli bandeng. Sedangkan besarnya biaya pemasaran dipengaruhi oleh upaya mempertahankan kesegaran ikan. Penentuan harga di tingkat pagandeng dipengaruhi oleh harga di tingkat pelelangan dan besarnya biaya pemasaran. Sifat produk perikanan yang mudah busuk menuntut adanya rantai dingin untuk mempertahankan kualitas ikan. Untuk menjaga kesegaran ikan salah satunya dibutuhkan es balok. Besarnya biaya es balok yang dikeluarkan merupakan penyebab perubahan harga yang besar Harga es balok di pelelangan sebesar Rp 12.000/balok. Kebutuhan es setiap box ikan tergantung dari jangkauan pemasaran. Tetapi pada umumnya es balok yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran ikan adalah ½ es balok untuk setiap box.
Tabel 13. Keuntungan, Biaya dan Margin Pemasaran Bandeng Ukuran 3 serta Farmer’s Share di Kabupaten Pangkep Bulan Juli 2007 (Rp per kg) S1 Total Margin 3.304,53 Total Keuntungan 764,15 Total Biaya 2997,74 Farmer's Share 68,19 Sumber : Data Primer (2008) diolah
S2 3.415,18 807,03 3065,50 67,47
S3 3.824,27 852,06 3429,56 64,94
S4 4.051,54 1.002,05 3506,84 63,62
61
Tingkat efisiensi terbesar berdasarkan Bakri (2004) adalah yang memiliki indeks yang paling kecil. Nilai efisiensi ditentukan oleh total biaya pemasaran yang digunakan dan besarnya nilai produk yang dipasarkan. Tingkat efisiensi pemasaran berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa saluran pemasaran 1 dengan nilai indeks sebesar 34,35 % merupakan nilai yang terkecil. Saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Berdasarkan duia alat analisis untuk menentukan efisiensi menunjukan bahwa semakin pendek saluran pemasaran akan semakin efisien saluran pemasaran tersebut.
Tabel 14. Efisiensi Pemasaran Bandeng di Kabupaten Pangkep Total Biaya Nilai Produk yang Pemasaran (Rp) dipasarkan (Rp/kg) 1 2997,74 8700,82 2 3065,50 8750,31 3 3429,56 8773,80 4 3506,84 8924,26 Sumber : Data Primer 2008 (diolah) Saluran
Indeks Efisiensi (%) 34,45 35,03 39,09 39,30
5.5 Analisis Retribusi Pelelangan Jumlah ikan yang berada di pelelangan sebanyak 4.436.553 ekor. Asumsi setiap basket berisi 125 ekor ikan. Jumlah basket yang terdapat di pelelangan sebanyak 35.492,42 basket. Besarnya retribusi yang ditarik dari pelelangan berdasarkan jumlah basket sebesar Rp 1000/basket sehingga total retribusi yang diterima pemerintah sebesar Rp 35.492.424. Berbeda halnya dengan perhitungan yang disesuaikan Perda No.22 tahun 2000. Besarnya retribusi yang dikenakan sebesar 2 % dari total nilai jual ikan (pendapatan pelelangan). Besarnya pendapatan pelelangan sebesar Rp 8.497.952.150/ bulan. Besarnya retribusi yang diterima pemerintah sesuai Perda No.22 Tahun 200 sebesar Rp 169.959.043. Berdasarkan total penerimaan retribusi perhitungan per basket dan perhitungan sesuai Perda menunjukan selisih sebesar Rp 134.466.619. Jadi, perhitungan retribusi bedasarkan basket menyebabkan kerugian bagi pendapatan retribusi pemerintah daerah.
62
Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng berdasarkan Data Dipenda (2007) cenderung tetap per tahun 2004-2006, namun realisasi penerimaan belum memenuhi target dari tahun 2003-2006. Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng tahun 2003 sebesar Rp 97.200.000, tetapi realisasi penerimaan sebesar Rp 86.485.000 atau baru tercapai 88,98 %. Jika realisasi penerimaan retribusi pelelangan bandeng ini dibandengkan dengan total penerimaan retribusi pasar grosir dan pertokoan, maka pelelangan bandeng memberikan sumbangan penerimaan sebesar 71,99 % dari total realisasi penerimaan retribusi pasar grosir dan pertokoan.
Tabel 15. Kontribusi Retribusi Pelelangan Bandeng terhadap Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan dan Pendapatan Asli Daerah Tahun
Pelelangan Bandeng
Target Realisasi A B 2003 97.200.000 86.485.000 2004 99.849.600 87.100.000 2005 99.849.600 92.835.000 2006 99.849.600 72.280.000 Sumber : Data Primer (diolah)
B/A x100% 88,98 87,23 92,97 72,39
Jasa Pasar Grosir dan Pertokoan Realisasi B/C x100% C 120.142.000 71,99 115.204.000 75,61 124.899.000 74,33 101.755.000 71,03
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Realisasi B/D x100% D 25.462.930.943 0,34 26.904.296.671 0,32 30.024.149.132 0,31 36.941.846.883,35 0,20
Posisi retribusi pelelangan bandeng pun dapat dibandengkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pangkep. Jika realisasi penerimaan retribusi pelelangan bandeng tahun 2006 sebesar Rp 72.280.000, maka pelelangan bandeng mampu memberikan sumbangan bagi PAD sebesar 0.2 %. Sumbangan penerimaan retribusi pelelangan bandeng bagi PAD masih dianggap terlalu kecil. Tujuan penagihan retribusi pada pungawa di pelelangan oleh para penagih retribusi Dipenda merupakan upaya untuk peningkatan jasa pelayanan yang diberikan pemerintah pada pelelangan. Jenis pelayanan yang diberikan pemerintah pada pelelangan menimbulkan adanya pembiayaan pelelangan. Beberapa pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah sebagai bentuk jasa pelayanan pelelangan Bandeng diantaranya biaya keamanan, biaya kebersihan, pembuatan karcis retribusi, dana intensifikasi penagih retribusi (gaji bagi penagih retribusi) dan biaya parkir. Biaya keamanan dikeluarkan untuk membayar upah tenaga keamanan seperti Satpam atau Hansip. Biaya kebersihan dikeluarkan untuk
63
menggaji tenaga yang membersihkan pelelangan. Kebersihan pelelangan pun dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup. Biaya pembuatan karcis retribusi per tahun dikeluarkan biaya sebesar Rp 400.000/tahun. Penagihan retribusi membutuhkan SDM penagih. Penagih mendapatkan dana intensifikasi penagih sebesar Rp 3.504.000 / tahun. Besarnya pembiyaan pengelolaan pelelangan dibandengkan dengan penerimaan retribusi pelelangan menghasilkan rasio efisiensi retribusi terhadap biaya pengelolaan pelelangan. Berdasarkan Tabel 14 besarnya penerimaan retribusi pelelangan tahun 2006 sebesar Rp 72.280.000 dan besarnya biaya pengelolaan pelelangan sebesar Rp 8.704.700 menghasilkan rasio efisiensi sebesar 12,04 %. Besarnya nilai rasio efisiensi retribusi ini menunjukan bahwa perhatian pemerintah dalam pengelolaan pelelangan masih kecil karena besarnya penerimaan retribusi belum sebandeng dengan biaya pengelolaan yang dikeluarkan. Semakin banyak PAD suatu daerah berdasarkan Adil (2003) maka semakin dimungkinkan untuk melakukan pelayanan publik yang seluas-luasnya. Berikut ini pembiayaan pengelolaan pelelangan yang dikeluarkan pemerintah. Tabel 16. Rasio Efisiensi Biaya Pengelolaan Retribusi Pelelangan Tahun 2006 Jenis Pengelolaan 1. Keamanan (jaga Malam) 2. Kebersihan 3. Retribusi 4. Dana intensifikasi Penagih Retribusi 5. Parkir Total Biaya Pengelolaan Penerimaan Retribusi Pelelangan Bandeng EBR (Efisiensi Biaya Pengelolaan) Sumber : Data Primer (data diolah)
Biaya Pengelolaan 1.600.000 2.200.000 400.000 3.504.000 1.000.700 8.704.700 72.280.000 12,04 %
5.7 Analisis Faktor Eksternal dan Internal 5.7.1 Analisis Faktor Internal a. Kekuatan Pelelangan Bandeng 1. Bandeng Pangkep Memenuhi Kriteria Bandeng Kualitas Bandeng yang berasal dari Kabupaten Pangkep merupakan bandeng berkualitas. Kualitas bandeng yang dihasilkan diketahui dengan pengecekan kriteria kualitas. Kriteria bandeng berkualitas berdasarkan SIPUK (2007) dapat dilihat dari beberapa cara berikut:
64
a. Rupa : cemerlang sampai kotor b. Bau : amis spesifik sampai busuk c. Tekstur : elastis kompak sampai lunak sekali d. Mata : cembung, transparan, pupil hitam sampai kornea putih, kotor, pupil putih tenggelam e. Insang : merah cerah, filamen teratur, amis segar, tidak berlendir sampai memutih kotor, bau, filamen menyempit f. Daging : pinfish agak transparan, bening, cemerlang sampai elastis kompak tak berair lengket dan mudah membubur. Bandeng Pangkep memiliki kekhasan dalam aspek bau dan rasa. Petani tambak menyakini penyebabnya bahwa Perairan Sulawesi yang relatif belum banyak tercemar. Hal ini menyebabkan bandeng tidak berbau lumpur. Kekhasan lainnya yaitu rasa khas keju dari bandeng bakar. Jika ikan disajikan melalui pembakaran, maka bandeng akan mengeluarkan lelehan minyak seperti keju yang dipanaskan. Hal ini menyebabakan rasa yang berbeda dengan bandeng lainnya. Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Nessa (1982) merupakan pelopor pertambakan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan kualitas bandeng pangkep yang berbeda dengan bandeng lainnya. 2. Waktu transaksi lelang mendukung rantai dingin pemasaran bandeng Rantai pemasaran bandeng melalui transaksi pelelangan mampu menjaga tingkat kesegaran ikan. Hal ini dipengaruhi oleh waktu transaksi lelang. Waktu transaksi pelelangan bandeng yang terjadi di Kabupaten Pangkep telah mengalami perubahan beberapa kali. Awalnya transaksi pelelangan, dilakukan pada pagi hari, lalu berubah menjadi sore hari dan saat ini dilakukan pada malam hari. Transaksi lelang dimalam hari membuat ikan yang dibawa ke berbagai daerah dalam keadaan segar. Transaksi di pasar lokal pangkep maupun berbagai kota di Provinsi Sulawesi Selatan diselenggarakan pada pagi hari. Waktu transaksi di malam merupakan faktor strategis untuk mendistribusikan ikan segar. 3. Sarana dan prasarana lelang telah tersedia Lokasi Pelelangan Bandeng Pangkep disediakan oleh pemerintah melalui Developer Swasta PT Wahana pada tahun 2000. Pelelangan ini dibangun di
65
atas tanah seluas 30 x 10 m2 memanjang dan terbagi menjadi 6 los besar di deretan terdepan dan 6 los besar di deretan belakang. Setiap pungawa memiliki luas los yang berbeda-beda. Umunya setiap pungawa menempati satu los pelelangan, kecuali Haji Baha yang memiliki 2 los (bagian depan dan belakang). Selain lokasi tempat pelelangan, terdapat area parkir khusus. 4. Pungawa sudah lama dan berpengalaman Pungawa telah terlibat lama dalam pelelangan. Akses harga, jumlah ikan dan memiliki jaringan bisnis yang luas. Status Pungawa ini merupakan status yang turun menurun. Pungawa mengajak anggota keluarga dalam penyelenggaraan transaksi lelang Pungawa membagi tugas anggota keluarga sebagai juru tulis, juru lelang, juru keuangan. Pungawa tergolong pengusaha besar yang mempergunakan modal diatas Rp 500 juta. Pungawa berperan sebagai penghubung petambak dan pembeli bandeng. Peranannya ini sebagai penanggung jawab pelaksanakan lelang. Dalam proses penyelenggaraan transaksi lelang, pungawa memberikan kesempatan bekerja bagi penduduk di sekitar pelelangan. b. Kelemahan Pelelangan Bandeng 1. Belum adanya fasilitas cold storage Banyaknya bandeng di pelelangan membutuhkan penanggulangan resiko busuknya ikan, karena sifat perishable dari produk perikanan. Adanya cold storage dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesegaran dan menjaga stok bnadeng sehingga harga bandeng tetap stabil. Saat stok bandeng di pelelangan meningkat maka harga ikan menurun. Ikan yang akan dilelang tidak tersimpan wadah. Hal ini karena keterbatasan jumlah basket dan keterbatasan pengetahuan sanitasi berdampak yang berdampak pada kualitas ikan. Saat ini diketahui bahwa di Pelelangan rawan terkandung zat logam yang membahayakan bagi kita jika mengkonsumsi ikan yang mengandung zat logam seperti Cu, Mg dan lain-lain. 2. Mekanisme penarikan retribusi belum optimal Penarikan retribusi dilakukan oleh pemerintah daerah melalui bagiaan penagihan Dipenda. Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng berdasarkan Data Dipenda (2007) cenderung tetap per tahun 2004-2006,
66
namun realisasi penerimaan belum memenuhi target dari tahun 2003-2006. Target penerimaan retribusi pelelangan bandeng tahun 2003 sebesar Rp 97.200.000, namun realisasi penerimaan sebesar Rp 86.485.000 atau baru tercapai 88,98 %. Mekanisme penarikan retribusi belum optimal salah satu penyebabnya Penagihan retribusi di lapangan berbeda dengan Perda No. 22 Tahun 2000 yang menentukan struktur tarif sebesar 2% dari nilai ikan yang diterima. Standar perhitungan retribusi menggunakan jumlah basket yang diterima Pungawa. 3. Sortasi dan perhitungan ikan belum efisien Sebelum transaksi lelang dilakukan, para juru sortasi dan hitung melukukan penghitungan dan pengklasifikasian bandeng berdasarkan ukuran. Klasifikasi bandeng berdasarkan ukuran dilakukan tanpa alat standar (kg). Hal ini menjadi tradisi/kebiasaan di Sulawei Selatan , khususnya di Pangkep Setiap perhitungan pembelian barang menggunakan standar satuan butir/ekor. Tidak hanya ikan tetapi begitu pula dengan telur ayam. Hal ini karena stok ayam yang minim. Berdasarkan hasil analisis telah teridentifikasi 7 faktor staregis internal yang terbagi dalam 4 kekuatan dan 3 kelemahan. Analisis ini dilakukan dengan wawancara dengan dua responden. Dari hasil analisis IFE diperoleh nilai 2,83. Proses pembobotan ini dapat dilihat di Lampiran 20. Kekuatan terbesar yang dimiliki oleh Pelelangan Bandeng Kabupaten Pangkep adalah kualitas bandeng pangkep. Besarnya skor untuk faktor tersebut sebesar 0,80. Belum adanya cold storage dan sedikitnya jumlah basket untuk menyimpan ikan merupakan kelemahan yang terbesar dengan skor 0,17. Tabel 17. Pembobotan Faktor Strategis Internal No 1 2
Faktor Internal Bandeng Pangkep Memenuhi Kriteria Bandeng Kualitas Waktu transaksi lelang mendukung rantai dingin pemasaran bandeng 3 Sarana dan Prasarana lelang telah disediakan dari Pemda 4 Pungawa yang sudah lama dan berpengalaman 5 Belum adanya fasilitas cold storage 6 Mekanisme penarikan retribusi belum optimal 7 Sortasi dan perhitungan ikan belum efisien Total Sumber : Data Primer 2008 (diolah)
Bobot 0,20 0,17 0,10 0,17 0,17 0,08 0,12
Rating 4 3 2 3 1 2 4
Skor 0,80 0,51 0,20 0,51 0,17 0,16 0,48 2,83
67
5.7.2 Analisis Faktor Ekternal a. Peluang Pelelangan Bandeng 1. Adanya bantuan kredit dari BPR Citra Mas BPR Citra Mas sebagai badan perkreditan Rakyar yang dibentuk dan diresmikan oleh Pemerintah Daerah tahun 2007. Keberadaannya sebagai pemberi kredit bagi masyarakat Pangkep yang melakukan kegiatan usaha. Pemberian kredit khusus tanpa bunga diberikan pada pagandeng sepeda yang melakukan usaha sebagai pengecer bandeng di tingkat kecamatan. 2. Adanya peningkatan luas tambak di Kabupaten Pangkep Pangkep merupakan salah satu kabupaten di Pantai Barat Sulawesi Selatan. Luas tambak di Kabupaten Pangkep tersebar di sepanjang pantai barat tersebut. Luas tambak berdasarkan Tabel 2 pada tahun 2002-2005 mengalami peningkatan sebesar 11,8 % dari 9.121,48 (2002) menjadi 10.200,88 ton (2006). Peningkatan luas tambak terbesar berada di Kecamatan Mandalle (146,72 %), Kecamatan Segeri (38,78 %), dan Liukang Tupabbinring (24, 15%). Adapun produksi tambak tahun 2002-2006 berdasarkan Tabel 3 mengalami peningkatan sebesar 39,4 %. 3. Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan di Sulawesi selatan, khususnya suku Bugis-Makassar cenderung tinggi. Hal ini masyarakat suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan identik dengan makan ikan. Ada anggapan yang muncul tanpa ikan maka dianggap belum makan. Hal ini menjadi merupakan peluang, karena makan ikan telah membudaya. Selain itu standar kecukupan konsumsi ikan tahun 2007 sebesar 26,55kg/kapita/tahun. Konsumsi ikan identik dengan kecukupan nilai gizi yang terkandung dalam ikan. Ikan merupakan pangan yang menjadi sumber protein hewani yang memiliki resiko kecil dan sumber lemak, mineral serta vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan (Zulkarnaen 2004). 4. Akses transportasi ke pelelangan mudah Kabupaten pangkep dilalui oleh Jalan Poros Makassar yang menghubungkan Makassar hingga Pare-Pare. Jalur transportasi ini tahun 2008 mengalami
68
pelebaran jalan. Hal ini akan berdampak pada mudahnya transportasi antardaerah. 5. Banyaknya petambak terlibat di pelelangan Sejak kemunculan berbagai penyakit pada udang Windu sekitar tahun 1997, petambak beralih membudidayakan bandeng. Bandeng yang ditransaksikan di Kabupaten pangkep berasal dari daerah pangkep dan Luar pangkep. Beberapa petambak yang teribat transaksi diantaranya kabupaten Wajo, kabupaten Siwa, kabupaten Maros, bahkan kabupaten Tarakan (Kalimantan Timur). b. Ancaman Pelelangan Bandeng 1. Penanganan banjir tahunan belum optimal Banjir yang rutin terjadi setiap tahun di Sungai Pangkajene, menimbulkan gagal panen. Hal ini menyebabkan suplai ikan bandeng di pelelangan menurun. Namun penurunan stok ikan dipelelangan tidak mempengaruhi harga bandeng yang tinggi. Justru harga bandeng dipasaran bisa turun menjadi Rp 200-Rp 500. Hal ini disebabkan adanya jumlah ikan di pasar lokal yang begitu banyak. 2. Kecilnya perhatian pemerintah dalam program-program sektor perikanan dan kelautan (terutama pada pelelangan) Prioritas program pembangunan pemerintah Pangkep diarahkan pada pelayanan birokrasi dan sosial kemasyarakatan seperti gratis pembuatan KTP, kesehatan gratis. Pemerintah berdasarkan hasil wawancara menunjukan fesimisme untuk perkembangan pelelangan. Pemerintah pangkep tergolong mampu mensejahterakan masyarakat. Hal ini diketahui dari penghargaan pemerintah pusat pada peningkatan lapangan kerja yang diciptakan pada pemda Pangkep. Besarnya retribusi dari sektor industri seperti Semen Tonasa dan PT Citatah Keramik menjadikan perhatian pemerintah bagi pelelangan masih kecil.
69
Tabel 18. Pembobotan Faktor Strategis Eksternal No 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Eksternal Adanya bantuan kredit dari BPR Citra Mas Peningkatan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan Akses transportasi ke pelelangan mudah Banyaknya petambak terlibat di pelelangan Penanganan banjir tahunan belum optimal Kecilnya perhatian pemerintah dalam program-program sektor perikanan dan kelautan (terutama pada pelelangan) TOTAL Sumber : Data Primer 2008 (diolah)
Bobot 0,15 0,15 0,18 0,12 0,15 0,13
Rating 4 3 4 3 3 2
Skor 0,60 0,45 0,72 0,36 0,45 0,26
3
0,33
0,11
3,17
Hasil perhitungan matrik EFE pada Tabel 16 menunjukan bahwa Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan sebagai faktor strategis terpenting dengan bobot yang paling besar yaitu 0,72. Jumlah nilai EFE sebesar 3,17 menunjukan bahwa pelelangan bandeng berada di atas rata-rata (2,50) dalam kekuatan eksternal. Ini berarti posisi eksternal pelelangan bandeng cukup kuat. Pelelangan bandeng telah mampu memanfaatkan peluang maupun ancaman yang terdapat di pelelangan bandeng.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dalam penyelenggaraan pelelangan bandeng Pangkep dapat disimpulkan bahwa : 1.
Pelelangan bandeng pangkep melelang bandeng dengan ukuran 3 jari (0,22 kg/ekor) Total bandeng yang terdapat di pelelangan sebanyak 976 ton/bulan. Harga bandeng dijual sekitar Rp 8856,03/kg. Lokasi pelelangan terpisah dengan pasar tetapi terkoordinasi terpadu dengan pasar sentral palampang Pangkep. Pelelangan dilakukan setiap hari sepanjang tahun pada pukul 22.00-24.00 WITA (lamanya tergantung banyaknya ikan). Pengelolaan pelelangan dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Pendapatan Daerah. Pihak yang terlibat dalam pelelangan adalah petambak, ponggawa, pacatto, pagandeng. Penagih retribusi, pendukung pelelangan . Landasan hukum yang mengatur dan menjamin keberadaan pelelangan bandeng adalah Perda No.22 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama Perda No.4 Tahun 1999 Tentang Retribusi Pasar Grosir dana atau Pertokoan. Mekanisme pelelangan yang dilakukan diantaranya kegiatan pra lelang, kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang dan kegiatan penunjang pelelangan.
2.
Saluran pemasaran bandeng di pasar lokal diantaranya Petambak-PelelanganPacatto (S1), Petambak-Pelelangan-Pacatto-Pengecer Pasar (S2), PetambakPelelangan-Pacatto-Pagandeng Sepeda (S3), Petambak-Pelelangan-PacattoPagandeng Motor (S4). Saluran pemasaran S1 memiliki nilai margin dan biaya pemasaran terkecil sebesar Rp 3.304,53/kg dan Rp 2.997,74/kg, serta memiliki nilai indeks efisiensi terkecil yaitu 34,45 %.
3.
Penarikan retribusi diatur Perda No.22 Tahun 2000 tentang Perubahan Pertama Perda No.4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan. Mekanisme pelelangan yang terjadi yaitu kegiatan pra lelang, kegiatan lelang, kegiatan pasca lelang dan beberapa kegiatan penunjang pelelangan. Realisasi penerimaan retribusi terhadap target tahun 2006 sebesar 72,39 %. Kontribusi retribusi pelelangan terhadap retribusi pasar grosir
71
pada tahun 2006 sebesar 71,03% . Kontribusi retribusi pelelangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2006 sebesar 0,2 %. 4.
Hasil analisis Internal Factor Evaluation (IFE) diketahui bahwa pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis internal. Skor IFE yang diperoleh senilai 2,83. Bandeng Pangkep memenuhi kriteria bandeng berkualitas salah satu faktor kekuatan yang memiliki skor tertinggi senilai 0,80. Hasil analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE) diketahui bahwa pelelangan bandeng pangkep memiliki 7 faktor strategis eksternal. Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan merupakan salah satu faktor peluang yang memiliki skor tertinggi senilai 0,72. Skor EFE yang diperoleh senilai 3,17 menunjukan bahwa pelelangan bandeng berada di atas rata-rata (2,50) dalam kekuatan eksternal. Ini berarti posisi eksternal pelelangan bandeng cukup kuat. Pelelangan bandeng telah mampu memanfaatkan peluang maupun ancaman yang terdapat di pelelangan bandeng.
6.2 Saran Setelah melakukan penelitian secra intensif, beberapa saran yang disampaikan diantranya : 1.
Pelelangan bandeng selain dikelola oleh Dipenda perlu juga diawasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dan mengoptimalkan pelelangan dalam mengetahui data statistik untuk pengelolaan perikanan.
2.
Bandeng sebagai komoditas yang secara budaya disukai masyarakat Sulawesi Selatan, menuntut upaya kreatif dalam mengembangkan divesifikasi produk dari bandeng sehingga semakin dimintasi masyarakat
3.
Potensi pangkep yang beragam terutama dalam sektor kelautan dan perikanan, namun dari aspek kajian dan penelitian belum banyak dilakukan. Hal ini mengajak untuk meningkatkan peran serta Perguruan Tinggi (PT) dalam meneliti objek lainnya di Pangkep.
DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. 2006. Panduan Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan. Jakarta : Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Agung, K. 1994. Dampak Pembangunan (Pasar) Terhadap Kehidupan Sosial dan Budaya Daerah Riau. Ahmad, T.E dan M.J.R. Yakob, 1998. Budidaya Bandeng secara Intensif. Penebar Swadaya. Bogor. Alboneh, Farhanah. 2007. Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng Di Desa Bisolo Kecamatan Sulamu Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. [Skripsi]. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelauatan. Institut Pertanian Bogor. Atmomarsono, M, Nikijuluw, Victor P.P. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan. Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor BPS Kab.Pangkep. 2006. Pangkep dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pangkep. Chalid, L. 1995. Peranan Pelelangan Ikan Paotere dan Rajawali dalam Peningkatan PAD Kota Ujung Pandang. [tesis]. Universitas Hasanuddin. Converse and Jones. 1968. Introduction To Marketing (Pengantar Marketing). Edisi 2, disadur oleh N.J. Djajapernama D.M, Baharuddin. 1986. Rantai Informasi Untuk Perumahan, Studi Kasus pada Masyarakat Petani Tambak Desa Talaka Ma’rang Kabupaten Pangkep Sul-Sel. [proyek penelitian]. Universitas Hasanuddin. David, Fred. .2004. Manajemen Strategis. Ed ke-7. Sindoro A. Penerjemah. Jakarta : PT Indeks. Terjemahan dari : Concepts of Strategic Management David Ganda. 2006. Efektivitas Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan Sebagai Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Nelayan (Kasus Kelembagaan TPI kelurahan Pelabuhan Ratu, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat). Program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
73
Dipenda Kabupaten Pangkep. 2006. Daftar Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2006. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pangkep. Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Promosi Peluang Usaha Di Bidang Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta. Djazuli, Nazori. 2002. Penanganan Dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya Dalam Menghadapi Pasar Global: Peluang Dan Tantangan DKP. 2007.Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta DKP. 2008. Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta DKP Propinsi Sulawesi Selatan. 2007. Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta DKP Kabupaten Pangkep. 2007. Statistika Perikanan Indonesia. Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta Downey, D.W dan S.P. Erickson. 1992. Manajemen Bisnis Ed.2. Jakarta : Erlangga, Friedman, D, and S. Sunder. 1984. Experimental Methodes, A Primer for Economist, Cambrige University Press. Gumelar, Adipati Rahmat.2003. Perbandingan Jenis Umpan Bandeng (Chanoschanos) dan Ikan Layang (Decapterus russelli) Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tuna Pada Perlengkapan dengan Rawai Tuna di Perairan Samudera Hindia Sebelah Barat Sumatera [skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Halim, A. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : UPP. AMP YKPN Hanafiah, A.M Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Indonesia Press Hossain, M.I and Snekangsu. 2002. A study on Beef Cattle Marketing in Bangladesh. Departement of Basic and social Sciences, Sylhet Governmentb Vetenary College Sylhet, Bangladesh. Online journal of Biological Sciences 2(7) www. scialest.net Jauch LR, William F.Glueck. 1998. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan . Ed ke-3. Murad, Henry. Penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari : Strategic Management and Business Policy.
74
Jamandre dan Rabanal.1975. Kartasapetra, G. 1992. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Jakarta : PT Rineka Cipta Kesuma, A.A. Mayun Darma. 2007. Pengembangan Pasar Lelang Komoditi Agro (Pranata Humas Muda Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali) Kotler. 2004. Manajemen Pemasaran. Penerjemah : Teguh H. RA Rusli, B Molan. Jakarta : Prenhalindo. Terjemahan dari Management Marketing Kurniawan, M. 2006. “Jalan itu Ibarat Pembuluh Darah”. Kompas Selasa, 8 Agustus 2006 Kusumastanto, T. 2001. Potensi dan Peluang Industri Kelautan Indonesia. Makalah Seminar Peluang Usaha dan Teknologi Pendukung pada Sektor Kelautan Indonesia 11 Juli 2001. Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia. Jakarta. Mardjoko,Tri. 2004. Pasar Lelang : Harapan baru memperbaiki posisi tawar petani (12 November 2004). BAPPEBTI Muellenberg, M.T.G. 1992. Auction in the Netherlands. Experience and Development. Departement of Marketing and market Research, Agricultural University Wageningen, Netherland Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Nessa, Natsir. 1982. Studi Pendahuluan Terhadap Sistem Pertambakan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. [proyek penelitian].Universitas Hasanuddin Nizar, Muhammad. 2005. Evaluasi Sistem Pengelolaan Lelang Lebak Lebung di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pantjara. B., A. Hanafi A. Mustafa dan Usman. 1995. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Bandeng (Chanos-chanos) pada Tambak Tanah Gambut. Laporan Hasil Penelitian. Balitkanta. Maros. Pasaribu, Ali Musa. 2004. Kajian Sistem Modular Pada Usahatani Ikan Bandeng (Chanos-chanos, Forskal) Di Sulawesi Selatan. BBP2TP.Litbang Deptan Rachmansyah, Usman dan Taufik Ahmad, 2001. Paket Teknologi Produksi Bandeng Super Dalam Keramba Jaring Apung Di Laut.Warta Penelitian Perikanan Indonesia Volume 7 Nomor 1. 2001 edisi khusus.Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta
75
Rangkuti F. 2002 . Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Ritonga, Oryza Sativa. 2005. Analisis Pemasaran Komoditas Kentang dengan Pendekatan Konsep Supply Chain Management di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengan. [skripsi]. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Saanin., H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I. Bandung : Bina Cipta. Sapanli. 2007. Analisis Strategi Bisnis Ekspor Udang Beku PT Lola Mina Di Merawang, Provinsi Bangka Belitung. [skripsi]. Program Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Saputro, A. 2006. Analisis Strategi Bisnis Ekspor Ikan Hias Tropis Air Tawar di PT Nusantara Aquatic Exporindo Bumi Bintaro Permai, Jakarta Selatan. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Sedyawati dan Mulyadi. 2007. Laporan Penelitian Pengembangan Daerah Kota Makassar. Silalahi. 2006. Pedoman Perluasan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Sub Sektor Perikanan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri. Direktorat Promosi Perluasan Kesempatan Kerja. Sistem Informasi Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK). 2003. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil Budidaya Bandeng Aspek Pemasaran Harga Bandeng. Bank Indonesia. Siregar, Faristha, Amir Hasan Lubis, Helmi MJ. 1985. Analisis Biaya dan Margin Tataniaga Telur Ayam Ras dari Medan Sampai Ke Pasar Banda Aceh. Direktorat Pembinaan Penelitian, dan Pengabdian Pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Suprati [editor]. 1985. Perkampungan di Perkotaan Sebagai wujud Proses Adaptasi Sosial di Sulawesi Selatan. Jakarta : Depdikbud Suprapto, J. 1994. Teori dan Aplikasi Edisi V. Jakarta : Erlangga Swastha, Basu dan Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Penerbit Liberty : Yogyakarta
76
Tatiana, Yana. 1999. Studi Simulasi Percobaan Ekonomi Untuk Mengkaji Pengaruh Bid Withdrawal Dalam Pelelangan. [Tesis]. Program Studi Statistika Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wheelen TL, Hunger DL. 2004. Strategic Management and Bussiness Policy, Ed ke-9. New Jersey : Pearson Education, Inc. Yayasan Bhakti Wanus, dkk. 1992 Profil Propinsi Republik Indonesia Sulawesi Selatan. Jakarta : PT Intermasa Yusanto MI, M. Kerebet W. 2003. Manajemen Strategis Perspektif Syariah. Jakarta : Khairul Bayan. Zulkarnaen, Arif. 2004. Analisis Efisiensi Faktor Produksi Ikan Bandeng di PT Mutiara Biru, Kamal, Jakarta [skripsi]. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Peta Kabupaten Pangkep
Sumber : BPS Kab. Pangkep (2006)
78
Lampiran 2. Perkembangan Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Provinsi Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
Lampiran 3. Volume Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
Lampiran 4. Nilai Produksi Budidaya Bandeng Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2002-2007
Sumber : DKP Sulsel (2008)
81
Lampiran 5. Perkembangan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Tahun 2002-2006 (ha)
Sumber : DKP Kab.Pangkep (2007)
82
Lampiran 6. Produksi Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten pangkep tahun 2006
Sumber : DKP Kab.Pangkep (2007)
83
Lampiran 7. Daftar Nama Pungawa
Sumber : Dipenda (2007)
84
Lampiran 8. Daftar Nama-Nama Pengecer Pasar
Sumber : Dipenda (2007)
85
Lampiran 9. Profil Budidaya Kabupaten Pangkep Tahun 2006 No 1 2
Aktivitas Budidaya Pembenihan Pembesaran a.
Besarnya usaha dari kategori skala usaha (buah)
b.
Jumlah RTP/PP
c.
Status Kepemilikan
d.
Teknologi Budidaya
e.
Tenaga Kerja
f.
Fasilitas Usaha Pembesaran
g.
Sarana pembesaran benih
h.
Banyaknya pakan
i.
Banyaknya pupuk
j. k.
Banyaknya kapur yang digunakan Jumlah Pestisida dan obat-obatan
l. 3
Jumlah BBM dan Listrik yang digunakan dalam Pembesaran Pemasaran Bandeng
Sumber : DKP Sulsel (2008)
Keterangan Tidak Ada Aktivitas Pembenihan Pangkep memiliki usaha pembesaran terbesar di Sulawesi Selatan Umumnya usaha pembesaran dilakukan pada tambak seluas <1 1 Ha = 2526 (terbesar di SulSel) dan luasan yang laiinya seperti : 1-2 Ha = 1558 bh 2-5 Ha = 1222 (kedua terbesar di SulSel) Jumlah RTP Pembesaran sebanyak 5814 (buah) Terbesar di SulSel Status kepemilikan tambak dimiliki Sendiri sebanyak 5420 RTP Umumnya teknologi tambakdilakukan dengan trasdisional (sederhana) sebanyak 5797 (terbesar di SulSel) dan yang melakukan teknik semi intensif hanya 17 RTP. Belum ada yang mengembangkan teknologi intensif (maju) Tenaga kerja dalam pembesaran seperti manajer (17 orang = Terbanyak di SulSel), Teknisi sebanyak 331 orang) dan Buruh sebanyak 14.600 orang (terbanyak di SulSel) Pangkep memiliki alat untuk uji kualitas air sebanyak 2001 (Terbanyak di SulSel), menggunakan Pompa Air sebanyak 3944 buah serta Kincir sebanyak 248 buah Benih ikan yang banyak dilakukan usaha pembesaran adalah Bandeng sebanyak 61840 per 1000 ikan Pakan yang biasanya digunakan untuk pembesaran di Pangkep diantaranya ikan rucah, pellet, dedak. Pakan berupa ikan rucah (110 ton), Pellet (734 ton) dan Dedak (27 ton) Pupuk yang digunakan adalah pupuk ornagik dan pupuk anorganik. Pupuk organik (456,7 ton) dan pakan anorganik (1465,2 ton) Kapur yang digunakan sebanyak 436 ton Jumlah pestisida yang digunakan sebanyak 2878, 7 kg, Disinfektan sebanyak 267 kg dan Obat-obatan sebanyak 2246 kg Pangkep lebih banyak menggunakan BBM yakni sebanyak 350,065 liter Jenis perlakuan pemasaran dapat dilakukan melalui pemasaran ikan hidup, dijual segar, didinginkan, dibekukan, dikeringkan/diasin, pindang dan diasap. Jenis perlakukan yang paling banyak dilakukan sebanyak 8540,1 MT dijual dalam bentuk ikan segar dan 576 MT dikeringkan atau diasinkan.
86
Lampiran 10. Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) dan Kedudukan Pelelangan bandeng Pangkep
Kepala Pasar Sentral Palampang
Penagih Retribusi Pelelangan Bandeng
Sumber : Dipenda disesuaikan dengan Perda No.16 Tahun 2000 Struktur Organisasi Dipenda
87
Lampiran 11. Contoh Nota Pembelian Bandeng di Pelelangan bandeng
Sumber : Pungawa (2007)
88
Lampiran 12. Stakeholder Pelelangan dann Mekanisme Lelang
Sumber : Data Primer (2007)
Sumber : Data Primer (2007)
89
Lampiran 13. Bandeng Ukuran 3 Jari di Pelelangan Bandeng Pangkep
Sumber : Data Primer (2007)
90
Lampiran 14. Jumlah Transaksi dan Jumlah Pembudidaya Hari Ke(Bulan Juli 2007)
Jumlah Transaksi Lelang (kali) P1 P2 24 39 74 16 124 9 90 11 86 7 72 17 75 14 93 24 91 31 71 36 98 25 87 12 68 22 55 22 89 23 83 26 88 35 50 21 32 18 71 14 91 15 58 18 95 11 82 18 81 29 51 31 60 20 92 21 91 2 86 7 55 10 2363 604 76,22581 19,48387
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 TOTAL RATA-RATA PEMBULATAN Sumber : Data Primer (2007)
Jumlah Bandeng Ukuran 3 (ekor) P1 6327 9797 17127 13167 10363 9935 10243 9044 18653 15001 11466 13042 7376 17072 12657 7387 22660 30743 2788 8540 4276 5602 12284 10975 15099 6207 7373 11429 8015 9075 6163 349886 11286,65
P2 4156 2030 2325 1495 1175 2655 2348 4182 5957 7416 3101 2781 3801 3801 1030 2411 3273 2005 9783 3563 3857 3838 3544 3880 11113 7943 2233 733 0 1795 152 108376 3496
Jumlah Pembudidaya (orang) P1 8 20 32 22 22 19 19 25 25 20 18 16 16 19 19 18 16 13 21 27 21 28 24 21 19 15 18 28 31 23 12
635 20,483871 21
P2 6 2 2 2 2 4 3 6 6 5 4 2 4 5 8 11 5 3 3 4 3 2 4 4 9 4 5 1 2 2 4 127 4,096774 5
JUMLAH PEMBUDIDAYA yang terlibat di Pelelangan Pungawa 1 sebanyak 635 orang Pungawa 2 sebanyak 127 orang (asumsi 15 Pungawa lainnya memilki jumlah yang sama dengan Pungawa 2) Sehingga Total Pelelangan yang terdapat di Pelelangan : (635 + (127 x 15) = 2540 orang dalam satu bulan
91
Sehingga dalam satu hari rata-rata pembudidaya yang melakukan transaksi di Pelelangan sebanyak (2540/30) yaitu 84,6667 orang atau dibulatnkan menjadi 85 orang per hari
JUMLAH IKAN yang terdapat di Pelelangan Pada Lampiran 10 Total Ikan yang terdapat di Pungawa 1 adalah : 193001,2 kg atau 193,00 ton Total Ikan di Pungawa 2 adalah : 52202,7 kg atau 52,20 ton Total Ikan di pelelangan ikan (193 + (52.20 dikali 15) = 976 ton (976041.7 kg)
Rata- Rata pembudidaya membawa ikan ke pelelangan sebanyak 976041,7 kg/2540 orang = 384, 268
92
Lampiran 15. Konversi Menggunakan Ikan yang digunakan Paccato Jumlah ikan Per kilo Per 10.000 2 0,88 0,94 3 0,45 0,55 4 0,30 0,275 Total 1,64 1,765 Rataan 0,55 0,59 Sumber : Data Primer (2007) Ukuran Ikan
Berat Ikan per satuan 1,13 2,20 3,31 6,65 2,22
Total Berat Per kilo Per 10.000 1 1,06 1 1,21 1 0,91 3 3,19 1 1,06
Selisih Berat Ikan (kg) -0,06 -0,21 0,09 -0,19 -0,06
93
Lampiran 16. Ukuran yang terdapat di pelelangan Pungawa 1 Ukuran harga Harga Total Ikan min max kurang dari 2 186 300 1050 2 765 1100 1800 3 976 1850 3600 425 3650 20000 4 Sumber : Data Primer (2007)
Pungawa 2 Total
harga min
harga max
48 201 301 55
350 1100 1850 3750
1000 1800 3600 10000
TOTAL Total 234 966 1277 480
harga min
650 2200 3700 7400
Rata-rata harga max
Total
harga min
harga max
2050 3600 7200 30000
117 483 638,5 240
325 1100 1850 3700
1025 1800 3600 15000
94
Lampiran 17. Harga Bandeng Bulanan di Pengecer (Tahun 2004-2006) Bulan 2004 Januari 12.000 Februari 12.000 Maret 12.000 April 11.500 Mei 11.000 Juni 11.000 Juli 10.500 Agustus 10.500 September 10.500 Oktober 11.500 November 11.500 Desember 11.500 Sumber : Data Primer (2007)
2005 12.000 12.000 12.000 11.500 11.000 11.000 10.500 10.000 10.000 10.000 10.500 10.500
2006 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.500 10.500 10.500 11.250 11.250 11.250
95
Lampiran 18. Pencatatan Transaksi di Pelelangan Hari Ke(Bulan Juli 2007
Pungawa 1 Jumlah ikan per (kg)
1 2246,64 2 7324,02 3 10479,48 4 7019,32 5 5927,46 6 6321,48 7 6134,04 8 7289,92 9 8421,6 10 6548,08 11 8454,6 12 4717,68 13 5002,58 14 4381,52 15 8286,52 16 5658,4 17 8369,02 18 3432,88 19 3341,36 20 5586,24 21 6371,64 22 4299,46 23 6283,2 24 5623,64 25 6770,06 26 5276,48 27 6086,08 28 6993,36 29 10429,76 30 5748,38 31 4176,26 TOTAL 193001,2 RATA-RATA 6225,844 Sumber : Data Primer (2007)
Harga per kg 12004,33 8117,86 9028,82 9344,69 8331,65 7541,93 8872,57 9663,03 9672,65 9081,60 10414,75 9984,16 9239,71 10040,19 8828,94 9805,70 9186,63 10719,45 7006,71 8879,81 9476,71 8092,30 9557,18 9748,56 10045,79 8036,53 8116,73 9213,27 7176,25 9718,44 9260,04 284206,98 9167,97
Pungawa 2 Pendapatan (Rp/ekor)
26969400 59455400 94617300 65593400 49385500 47676150 54424700 70442700 81459150 59467050 88052550 47102050 46222400 43991300 73161150 55484600 76883100 36798600 23411950 49604750 60382200 34792500 60049650 54822400 68010600 42404600 49399050 64431700 74846600 55865300 38672350 1753880150 56576779,03
Kg (@0,22) 2396,46 1341,34 1171,72 640,42 283,36 908,16 841,72 2058,98 2355,98 2938,32 2230,8 1347,94 507,98 1687,84 1479,94 1909,38 3091,66 1466,74 2286,9 1886,5 1360,04 1783,76 1132,56 1216,6 4427,72 3381,18 2019,6 2242,02 126,72 1182,06 498,3 52202,7 1683,958
Dari Tabel Diatas diketahui bahwa : Asumsi berat rata-rata ikan adalah 0.22 kg per satuan ekornya Total Ikan yang terdapat di Pungawa 1 adalah : 193001,2 atau 193,00 ton Total Ikan di Pungawa 2 adalah : 52202,7 atau 52,20 ton Total Ikan di pelelangan ikan (193 + (52.20 dikali 15) = 976 ton Harga ikan per kg di Pungawa 1 adalah Rp 9167,97 Harga ikan per kg di pungawa 2 adalah 8835,24
Harga per kg 9055,82 7973,22 8399,87 11641,81 12161,74 9775,31 9775,82 9178,33 9214,89 8392,67 7219,88 8906,15 11210,48 7504,38 7106,20 8541,83 6921,62 6919,29 9534,92 8636,47 9895,59 8091,81 10214,12 11983,31 10001,25 9133,16 8070,01 5771,80 6335,23 5507,42 10817,88 273892,29 8835,24
Pendapatan 21701900 10694800 9842300 7455650 3446150 8877550 8228500 18898000 21710100 24660350 16106100 12004950 5694700 12666200 10516750 16309600 21399300 10148800 21805400 16292700 13458400 14433850 11568100 14578900 44282750 30880850 16298200 12940500 802800 6510100 5390550 449604800 14503380,6
96
Harga ikan di pelalangan adalah Rp 9001,60 Harga ikan per satuan di pungawa 1 adalah 2016,95 Harga ikan per satuan di pungawa 2 adalah 1943,75 Harga ikan per satuan di pelelangan adalah Rp 1980,35 Pendapatan dari Pungawa 1 per bulan adalah Rp 1.753.880.150, pendapatan harian Rp 56.576.779,03 Pendapatan dari pungawa 2 per bulan adalah Rp 449.604.800, pendapatan harian Rp 14.503.380,6 Perbandingannya pendapatan per bulan 3,90 atau 4 kali dari pendapatan pungawa pada umumnya Perbandingan pendapatan harian pungawa dengan pungawa pada umumnya adalah 4,03 atau 4 kalinya dari pendapatan pungawa pada umumnya Pendapatan Pelelangan per bulan sebesar Rp 1.753.880.150+ (15 x Rp 449.604.800) = Rp 8.497.952.150 Pendapatan pelelangan harian adalah Rp 56.576.779,03 + (15xRp 14.503.380,6) = Rp 295.624.107,4 Besarnya Retribusi berdasarkan nilai ikan (Perda No.22 Tahun 2000) adalah Rp 8.497.952.150 X 2% = 169.959.043 Besarnya Retribusi berdasarkan nilai ikan (Jumlah ikan sebanyak 4.436.553 ekor) dibagi 125 (asumsi 1 basket =125 ikan) maka di pelelangan terdapat 35492.424 basket. Jadi total penerimaan berdasarkan jumlah basket sebesar Rp 35.492.424 Sedangkan Berdsarakan jumlah basket maka didapatkan Asumsi per 6 ekor ikan di jual di pelelangan dengan dengan harga Rp10.000 Maka dengan berat 6 x 0.22 =1,32 kg Jika menggunakan aturan Rp Rp 9001,596/kg maka harga 1.32 kg adalah Rp 11880,13 Sehingga perhitungan dengan satuan ekor sebenarnya memiliki kerugian sebesar Rp 11880,13Rp10.000 = Rp 1880,13 Besarnya kerugian yang terjadi di pelelangan adalah Pendapatan per satuan ekor dalam 1 bulan yaitu Rp 8.497.952.150 Pendapatan per satuan kg dalam 1 bulan yaitu 976000 x Rp 9001,60/kg = Rp 8.785.561.600 Kerugian perhitungan satuan ekor per bulannya sebesar Rp 287.609.450 Pendapatan harian per satuan ekor adalah 143.114,54 ekor x Rp 1980,35 = 283.416.879,3 Pendapatn per satuan kg per harinya adalah Rp 295.624.107,4 Besarnya kerugian hariannya adalah Rp 12.207.228,1
97
Lampiran 19. Keadaan di Pembudidaya Pungawa 1 Jumlah Harga per ikan per kg (kg) 2246,64 9603,46 7324,02 6494,29 10479,48 7223,05 7019,32 7475,76 5927,46 6665,32 6321,48 6033,54 6134,04 7098,06 7289,92 7730,42 8421,6 7738,12 6548,08 7265,28 8454,6 8331,80 4717,68 7987,32 5002,58 7391,77 4381,52 8032,15 8286,52 7063,15 5658,4 7844,56 8369,02 7349,30 3432,88 8575,56 3341,36 5605,37 5586,24 7103,85 6371,64 7581,37 4299,46 6473,84 6283,2 7645,74 5623,64 7798,85 6770,06 8036,63 5276,48 6429,23 6086,08 6493,38 6993,36 7370,61 10429,76 5741,00 5748,38 7774,75 4176,26 7408,03 193001,2 227365,58 6225,84 7334,37 Sumber : Data Primer (2007) Hari Ke(Bulan Juli 2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 TOTAL
Pungawa 2 Pendapatan (Rp/ekor)
21575520 47564320 75693840 52474720 39508400 38140920 43539760 56354160 65167320 47573640 70442040 37681640 36977920 35193040 58528920 44387680 61506480 29438880 18729560 39683800 48305760 27834000 48039720 43857920 54408480 33923680 39519240 51545360 59877280 44692240 30937880 1403104120 45261423,23
Harga per kg
Harga per kg
Pendapatan (Rp/ekor)
2396,46 1341,34 1171,72 640,42 283,36 908,16 841,72 2058,98 2355,98 2938,32 2230,8 1347,94 507,98 1687,84 1479,94 1909,38 3091,66 1466,74 2286,9 1886,5 1360,04 1783,76 1132,56 1216,6 4427,72 3381,18 2019,6 2242,02 126,72 1182,06 498,3 52202,7 1683,96
7244,652529 6378,576647 6719,898952 9313,450548 9729,390175 7820,251938 7820,652949 7342,664815 7371,913174 6714,135969 5775,901022 7124,916539 8968,384582 6003,507441 5684,960201 6833,464266 5537,297115 5535,432319 7627,93301 6909,175722 7916,473045 6473,449343 8171,293353 9586,651323 8001,002773 7306,526124 6456,011091 4617,443199 5068,181818 4405,935401 8654,304636 219113,83 7068,19
17361520 8555840 7873840 5964520 2756920 7102040 6582800 15118400 17368080 19728280 12884880 9603960 4555760 10132960 8413400 13047680 17119440 8119040 17444320 13034160 10766720 11547080 9254480 11663120 35426200 24704680 13038560 10352400 642240 5208080 4312440 359683840 11602704,52
Asumsi persentase bagian dari pendapatan pelelangan, 20%nya untuk pungawa maka bagian untuk pembudidaya adalah 80 % Pungawa 1 dalam 1 bulan mendapatkan bagian sebesar Rp 1.403.104.120 Pungawa 2 dalam 1 bulan mendapatkan bagian sebesar Rp 359.683.840 Total pendapatan yang diterima pembudidaya melalui pungawa sebesar (Rp 1.403.104.120 + (Rp 359.683.840 x 15) ) = Rp 6.798.361.720 (satu bulan)
Total pembudidaya dalam satu bulan di pelelangan 2540 orang dalam satu bulan Rata-rata setiap Pembudidaya mendapat pendapatan Rp 2.676.520, 362 /
pembudidaya
98
Lampiran 20. Pembobotan Internal Factor Evaluation (IFE) No 1 2 3 4 5
Faktor Strategis Internal Bandeng Pangkep Memenuhi Kriteria Bandeng Kualitas Waktu transaksi lelang menjamin rantai dingin pemasaran bandeng Sarana dan Prasarana lelang telah tersedia Pungawa yang sudah berpengalaman Belum adanya cold storage
1 1
2
3
4
5
6
7
3
3
2
3
3
3
17.00
0.20
3
2
2
3
3
14.00
0.17
1
1
2
2
8.00
0.10
2
3
2
14.00
0.17
3
3
14.00
0.17
1
7.00
0.08
10.00
0.12
84.00
1
2
1
3
1
1
4
2
2
3
1
2
3
2
1
1
2
1
1
1
1
2
2
1
5 Mekanisme penarikan retribusi 6 6 belum optimal Sortasi dan perhitungan ikan 7 7 belum efisien TOTAL Sumber : Data Primer (2007)
3
TOTAL
BOBOT
99
Lampiran 21. Pembobotan External Factor Evaluation (EFE) No 1 2 3 4 5 6 7
Faktor Strategis Eksternal Adanya bantuan kredit dari BPR Citra Mas Peningkatan Luas Tambak di kabupaten Pangkep Kecenderungan masyarakat Sulawesi yang menyukai ikan Akses transportasi ke pelelangan mudah Banyaknya pembudidaya terlibat di pelelangan Penanganan banjir tahunan belum optimal Kecilnya perhatian program pemerintah pada pelelangan
Sumber : Data Primer (2007)
1 1
2
3
4
5
6
7
2
1
3
3
1
3
13
0,15
2
2
2
3
2
13
0,15
3
2
3
2
15
0,18
1
2
3
10
0,12
2
3
13
0,15
2
11
0,13
9 84
0,11 1,00
2
2
3
3
2
4
1
2
1
5
1
2
2
3
6
3
1
1
2
2
7
1
2
2
1
1
2
Total
Bobot
100
Lampiran 22. Biaya, Margin dan Farmer’s Share Pemasaran Bandeng di Pasar Lokal Kabupaten Pangkep Fungsi Pemasaran Pembudidaya
Saluran 1
Harga Jual Biaya Pelelangan Harga Jual Harga Beli Margin Biaya Keuntungan Rasio Pacatto Harga Jual Harga Beli Margin Biaya Keuntungan Rasio Pengecer Pasar Harga Jual Harga Beli margin biaya Keuntungan rasio Pagandeng Sepeda Harga Jual Harga Beli margin biaya Keuntungan rasio Pagandeng Motor Harga Jual Harga Beli margin biaya Keuntungan rasio Total Margin Total Keuntungan Total Biaya Farmer's Share Sumber : Data Primer (2007)
Saluran 2
Saluran 3
Saluran 4
7084,82 457,36
7084,82 457,36
7084,82 457,36
7084,82 457,36
8.856,03 7084,82 1.771,21 1271,07 500,13 39,35
8.856,03 7084,82 1.771,21 1271,07 500,13 39,35
8.856,03 7084,82 1.771,21 1271,07 500,13 39,35
8.856,03 7084,82 1.771,21 1271,07 500,13 39,35
10.389,36 8.856,03 1.533,32 1.269,31 264,01 20,80
10.389,36 8.856,03 1.533,32 1.269,31 264,01 20,80
10.389,36 8.856,03 1.533,32 1.269,31 264,01 20,80
10.389,36 8.856,03 1.533,32 1.269,31 264,01 20,80
10.500,00 10.389,36 110,64 67,76 42,89 63,30 10909,09 10389,36 519,73 431,82 87,92 20,36
3.304,53 764,15 2997,74 68,19
3.415,18 807,03 3065,50 67,47
3.824,27 852,06 3429,56 64,94
11.136,36 10.389,36 747,01 509,10 237,91 46,73 4.051,54 1.002,05 3506,84 63,62
101
Lampiran 23. Perda No.4 Tahun 1999 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
Menimbang
:
a.
Bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo. Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang terkait dengan Peraturan Daerah tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan perlu disesuaikan.
b.
Bahwa untuk memungut Retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu diatur dengan Peraturan Daerah.
Menginngat
:
1.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Sulawesi (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
2.
Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
5.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Derah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
6.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
1983
tentang
102
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang HUkum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 7.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);
8.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum mengenai Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
9.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.
103
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PANGKAJENE DAN KEPULAUAN MEMUTUSKAN Menetapkan :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PANGKEP TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR ATAU PERTOKOAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan; b. Pemerintah Daerah adalah PemerintahKabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan; c. Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan; d. XXXXXX adalah Pegawai yang dibeli tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan daerah yang berlaku; e. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan, organisasi yang sejenis, lembaga, dan pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; f.
Pasar Grosir dan atau Pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar pertokoan yang dikontrakkan/disediakan oleh Pemerintah Daerah;
g. Tempat pelelangan adalah tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli secara lelang; h. Kios adalah bangunan di pasar yang beratap dan dipisahkan yang satu dengan yang lainnya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai dengan langitlangit yang dipergunakan untuk usaha berjualan;
104
i.
Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
j.
Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan yang selanjutnya dapat disebut retribusi adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan fasilitas
pasar/pertokoan
yang
dikontrakkan,
yang
disediakan
atau
diselenggararakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang di kelola oleh Pemerintah Daerah (PD) Pasar dan pihak swasta; k. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran
retribusi; l.
Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan pelayanan fasilitas pasar dan atau pertokoan;
m. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah, yang selanjutnya daopat disingkat SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar penghitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah n. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, selanjutnya dapat disingkatdengan SKRD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi terutang o. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya dapat disingkat dengan SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan; p. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya dapat disingkatSKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retiribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang q. Surat Tagihan Retribusi yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda r.
Suarat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipermakan SKRDKBT dan SKDLB yang dipersamakan SKRDBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi;
s. Pemeriksaan adalagh swerangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnyab dalam rangka pengawasan
105
kepatuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundangundangan Retribusi Daerah t.
Penyidaikan Tindak Pidana di Bidang Retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2 Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan peyediaan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar pertokoan yang dikontrakkan.
Pasal 3 (1) Objek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar dan atau pertokoan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi: a. Pasar grosir berbagai jenis barang; b. Tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi; c. Pertokoan. (2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas pasar dan atau pertokoan yang dimiliki dan atau dikelola oleh swasta dan PD Pasar. Pasal 4 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas pasar dan atau pertokoan.
106
BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5 Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. BAB IV CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan luas dan jangka waktu penggunaan fasilitas pasar dan atau pertokoan.
BAB V PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7 Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 8 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis fasilitas yang terdiri atas kios dan los, lokasi, luas kios/los, dan jangka waktu pemakaian. (2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan tariff yang berlaku di Daerah. (3) Dalam hal tarif pasar, yang berlaku sulit ditemukan, maka tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan/jasa yang merupakan jumlah unsur tarif yang meliputi:
107
a. Unsur biaya per satuan penyediaan jasa; b. Unsur keuntungan yang dikehendaki per satuan jasa; (4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi: a. Biaya operasional langsung, yang meliputi biaya belanja pegawai termasuk pegawai tidak tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan sewa tanah dan bangunan, biaya listrik, dan semua biaya rutin/periodik lainnya yang berkaitan langsung dengan pengadaan jasa; b. Biaya tidak langsung yang meliputi biaya administrasi umum dan biaya lainnya yang mendukung penyediaan jasa; c. Biaya modal, yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang berjangka menengah dan panjang yang meliputi angsuran dan bunga pinjaman nilai sewa tanah dan bangunan, dan penyusutan aset; d. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa seperti bunga atas pinjaman jangka pendek. (5) Keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan dalam persentase tertentu dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dari modal. (6) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagai berikut: a. Pasar -
Kios
: 1 (satu)m2 Rp 2.000,00/bulan
-
Los
: 1 (satu)m2 Rp 1.500,00/bulan
b. Pertokoan
: 1 (satu)m2 Rp 5.000,00/bulan
c. Tempat pelelangan Ikan, Ternak, dan Hasil Bumi
: 1 (satu)m2 Rp 1.000,00/bulan
108
BAB VII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9 Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Daerah tempat fasilitas pasar dan atau pertokoan diberikan.
BAB VIII MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 10 Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Kepala daerah sebagai dasar untuk menghitung besarnya retribusi. Pasal 11 Saat Retribusi Terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX SURAT PENDAFTARAN Pasal 12 (1) Wajib Retribusi wajib mengisi SPdORD. (2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
109
BAB X PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 13 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksudkan pada pasal 12 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT. (3) Bentuk, isi, dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 14 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, dan SKRDKBT.
BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 15 Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
110
BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 16 (1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan STRD. (3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan keputusan Kepala Daerah.
BAB XIV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 17 (1) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan Retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang. (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.
BAB XV KEBERATAN Pasal 18 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
111
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT, dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 19 (1) Kepala Daerah dalam jangka waktu yang paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XVI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 20 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu yang paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
112
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx pada pengembalian kelebihan retribusi dianggap xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx harus diterbitkan dalam jangka waktu paling la 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahullu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 21 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah denga sekurang-kurangnya menyebutkan: a. Nama dan alamat Wajib Retribusi, b. Masa Retribusi, c. Besarnya kelebihan pembayaran, d. Alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan kelebihan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah. Pasal 22 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
113
BAB XVII PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 23 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan dan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur. (3) Tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XVIII KEDALUWARSA Pasal 24 (1) Untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah mencapai jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang industri. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan Surat Teguran, atau b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung mauoun tidak langsung.
BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
114
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XX PENYIDIKAN Pasal 26 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindakan pidana di bidang retribusi Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Menerima mexxxxxxxxx mengumpulkan dan meneliti keterangan atas laporan yang berkenaan dengan tindakan pidana di bidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindakan pidana di Bidang retribusi Daerah; c. Meminta keterangan dan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindakan pidana di bidang retribusi Daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana retribusi Daerah; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tuga penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana yang dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi Daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
115
j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelanjutan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut hokum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah dari sepanjang pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Surat Keputusan Kepala Daerah. Pasal 28 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
Agar setiap orang dapat mexxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx Peraturan Daerah ini dengan xxxxxxxxx patannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan.
116
Ditetapkan di Pangkajene Pada tanggal 15-2-1999
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHBUPATI KEPALA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT IITINGKAT II PANGKAJENE PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
DAN KEPULAUAN
KETUA, cap/ttd
cap/ttd
H.M. IDRIS, ML
H. BASO AMIRULLAH
Disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor 974.53-219 tanggal 29-3-1999 Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan Nomor 17 Tahun 1999 Seri B Nomor 18 Tanggal 19-3-1999
SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH Drs. H.M. SAMAN SADEK PANGKAT : PEMBINA UTAMA MUDA NIP
: 010056326
117
Lampiran 24. Perda No. 22 Tahun 2000 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 29 TAHUN 2000
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah, maka perlu dilakukan intensifikasi sumbersumber pendapatan yang ada; b. bahwa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Nomor 4 Tahun 1999, belum
mengakomodir
pelayanan
jasa
yang
diberikan/disiapkan oleh Pemerintah Daerah, untuk itu perlu diubah; c.
bahwa untuk maksud huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah Perubahan.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);
118
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 4.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
5.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
6. Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); 7.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentag Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);
8. Keputusan Presiden republic Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah dan Rancangan
Keputusan
Presiden; 9.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan.
119
Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN Nomor: 32/KPTS-DPRD/XI/2000 Tanggal 25 Nopember 2000
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATUTAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG
RETRIBUSI
PASAR
GROSIR
DAN
ATAU
PERTOKOAN.
Pasal I Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan Nomor 4 Tahun 1999 tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertoikoan yang telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor 974.53-219 tanggal 29 Maret 1999 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan Nomor 17 Tahun 1999 seri B, Nomor 18; diubah sebagai berikut:
A. Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas tempat dan atau jasa pada pasar grosir berbagai jenis barang termasuk pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pertokoan.
B. Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Tingkat penggunaan jasa fasilitas tempat dihitung berdasarkan luas dan waktu penggunaan fasilitas pasar grosir dan atau pertokoan;
120
(2) Tingkat penggunaan jasa pelayanan dihitung berdasarkan volume atau nilai jual barang;
C. Pasal 8 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Struktur tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan fasilitas tempat dan atau jasa pada pasar grosir dan atau pertokoan.
D. Pasal 8 ditambah satu ayat yaitu ayat (7) sebagai berikut: (7) Selain sewa bulanan sebagaimana dimaksud ayat (6) pasal ini, dikenakan pula retribusi harian berdasarkan pelayanan jasa pada pasar grosir dan atau pertokoan sebagai berikut: a. Untuk semua jenis jualan pada kios, los, dan pertokoan sebesar Rp 1500,00 per hari; b. Untuk pelayanan jasa pelelangan hasil bumi 1% (satu per seratus) dari nilai jual komoditi; c. Untuk pelayanan jasa pelelangan ternak sebesar 2% (dua per seratus) dari nilai jual ternak; d. Untuk pelayanan jasa pelelangan ikan bandeng sebesar 2% (dua per seratus) dari nilai ikan; e. Untuk pelayanan jasa pelelangan ikan laut sebesar 2.5% (dua setengah persen) dari nilai jual ikan.
Pasal II Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal yang diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pangkajen dan Kepulauan.
121
Disahkan di Pangkajene Pada tanggal 25 Nopember 2000 BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN ttd H.A. GAFFAR PATAPPE
Diundangkan di Pangkajene Pada tanggal 25 Nopember 2000
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN
ANDI PAGE SANRIMA
LEMBARAN
DAERAH
KABUPATEN
KEPULAUAN TAHUN 2000 NOMOR 29
PANGKAJENE
DAN