Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan Morphostructure and paleoseismic study of Way Baka fault at Bakuheni, South Lampung Muhammad S. Sadewo1, Dicky Muslim1, Kamawan2, dan Asdani Soehaimi2 Universitas Padjadjaran, Jln. Raya Bandung Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 2 Badan Geologi, Jln. Diponegoro No. 57 Bandung
1
ABSTRAK Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka merupakan upaya untuk mengetahui potensi bencana gempa bumi akibat sesar aktif di daerah Bakauheni dan sekitarnya. Keberadaan sesar di daerah ini telah ditelusuri melalui analisis citra satelit DEM SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission) dan penelitian langsung di lapangan. Analisis kinematika struktur geologi menunjukkan bahwa sesar Way Baka merupakan sesar mendatar mengiri dengan arah jurus dan kemiringan U 185o T/ 74o dengan arah gaya utama U165oT. Morfostruktur sepanjang lajur sesar ini memiliki rasio lebar terhadap tinggi lembah dengan indeks Vf = 1,54 – 3,75 (rendah – tinggi) yang mencerminkan proses pengangkatan tinggi hingga sedang. Karakter morfostruktur lainnya adalah sinusitas muka pegunungan dengan indeks Smf = 1 - 1,5 (rendah). Kedua analisis morfostruktur ini menunjukkan telah terjadi deformasi tegak secara langsung yang berkaitan erat dengan tektonik aktif di sepanjang lajur sesar Way Baka. Studi paleoseismik di sepanjang lajur sesar Way Baka menunjukkan bahwa kegiatan tektonik telah berlangsung sejak ± 3 juta tahun yang lalu, atau pada periode tektonik Plio-Plistosen. Dengan demikian sesar Way Baka adalah sesar potensial aktif. Kata kunci: morfostruktur, paleoseismik, sesar aktif ABSTRACT Morphostructure and paleoseismic study of Way Baka Fault is an attempt to determine the earthquake potential especially earthquake caused by active fault in Bakauheni and surrounding area. The presence of fault in this area has been traced through the analysis of satellite imagery SRTM DEM (Shuttle Radar Topography Mission Digital Elevation Model) and research in the field. Kinematic analysis of the geological structure indicates that the Way Baka fault is a sinistral strike-slip fault oriented in N 185o E trend with NE dipping of 74o of which N 165o E bearing is the mean stress. Morphostructure along this fault lane has Vf (valley floor and valley width ratio) value = 1.54 - 3.75 (low – high) which reflects a high to moderate uplift process. Another morphostructure character is Smf (mountain front sinuosity) with value index = 1 – 1.5 (low) both of morphostructure analysises show there has been a direct vertical deformation occured which was closely related with an active tectonic along Way Baka Fault. Paleoseismic study along this fault lane indicates that tectonic activity has been occurred after ± 3 million years ago (during PlioPleistocene terctonic period). Therefore Way Baka Fault can be classified as a potential active fault. Keywords: morphostructure, paleoseismic, active fault Naskah diterima 21 September 2012, selesai direvisi 5 Februari 2013 Korespondensi, email:
[email protected] 1
2
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
PENDAHULUAN Bakauheni secara geografis terletak di ujung tenggara Pulau Sumatra, sebagai pintu gerbang Jawa ke Sumatra dengan jarak laut terpendek di Selat Sunda. Daerah ini menjadi pusat perhatian, karena pemerintah merencanakan membangun jembatan selat sunda yang akan dimulai pada tahun 2014. Untuk mengungkap feno mena geologi terbentuknya morfostruktur telah dilakukan penelitian berbagai aspek genetika sesar aktif. Dengan diketahuinya keberadaan sesar aktif, maka besaran potensi bencana gempa bumi yang akan ditimbulkan oleh sesar tersebut dapat ditentukan secara kuantitatif. Daerah Bakauheni terletak pada radius < 400 km dari lajur sumber gempa bumi tunjaman oblique antara lempeng Samudera IndoAustralia dan lempeng Benua Eurasia, terletak
< 200 km dari lajur sumber gempa bumi sesar Aktif Mentawai serta 100 km dari lajur sumber gempa bumi sesar aktif Sumatra (Gambar 1). Ketiga sumber utama sumber gempa bumi se sar aktif tersebut, mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar aktif lokal di daerah Bakauheni yang keberadaannya belum terpetakan dan teridentifikasi secara baik dan benar. sehingga dalam studi ini dilakukan pengenalan ciri-ciri struktur geologi sesar aktif tersebut dari sudut pandang morfostrukturnya. KAJIAN PUSTAKA Penelitian sesar aktif dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode, salah satunya adalah morfostruktur yang merupakan cabang dari ilmu geomorfologi yang mempelajari hubungan bentuk morfologi dengan keaktifan
Gambar 1. Lokasi daerah Bakauheni dan sekitarnya yang terletak di sebelah timur tiga sumber utama gempa bumi yaitu tunjaman Sunda, sesar aktif Mentawai, dan sesar aktif Sumatra (Anonim, 2012).
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
sebuah sesar. Penelitian seperti ini dapat dilakukan sebelum ke lapangan dengan melakukan penarikan kelurusan (punggungan, lembahan, offset punggungan) di atas citra DEM Landsat dan perhitungan morfometri berbasis peta topografi (Smf dan Vf ) (Keller dan Pinter, 2002). Hasil penelitian kemudian dilengkapi dengan hasil pengamatan di lapa ngan, yaitu pengamatan bentukan bentang alam khas yang mencirikan keterdapatan struktur aktif (triangular facet, wine glass), pengukuran kekar dan cermin sesar di sepanjang sesar Way Baka. Diagram balok morfostruktur triangular facets dapat dilihat pada Gambar 2. Sesar aktif (Current Tectonic Rezim) adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu 10.000 tahun yang lalu menurut Huzita (1992). Rezim tektonik aktif yang memicu kegiatan tektonik di sekitar daerah penelitian adalah aktivitas tektonik zona penunjaman Sunda, sesar Sumatra segmen Semangko serta sesar aktif Mentawai. Daerah penelitian disusun oleh batuan vulkanik yang berumur antara Pliosen sampai Holosen.
3
Batuan paling tua berupa batuan vulkanik andesit, berumur Pliosen diatasnya diendapkan batuan Tufa Lampung yang berumur Pliosen Akhir sampai Plistosen. Terakhir adalah endapan gunung api muda yang berasal dari Gunung Rajabasa, terdiri dari lava (andesit-basal) breksi dan tufa (Mangga drr, 1993). METODOLOGI Urutan penelitian dimulai dengan membagi pola aliran sungai, penarikan kelurusan sesar, pengolahan data struktur geologi dan kelurusannya dengan menggunakan diagram rossete serta pengukuran morfostruktur seperti Vf dan Smf. Metode pemetaan geologi dilakukan untuk dapat menentukan stratigrafi satuan batuan dan struktur geologi. Beberapa pola aliran sungai mempunyai indikasi keterdapatan sebuah sesar, seperti: pola aliran paralel dan trellis. Pengelompokan pola aliran sungai dapat membantu dalam penentuan identifikasi lokasi sesar, seperti terlihat dalam Gambar 3. Interpretasi kelurusan dan lembahan yang dilakukan dari DEM SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topography Mission) mencakup wilayah yang lebih luas untuk mendapatkan data yang beragam serta mewakili arah kelurusan secara regional, seperti terlihat dalam Gambar 4.
Gambar 2. Diagram balok morfostruktur triangular facets (Fenton, 2003).
Untuk perhitungan Vf (rasio lebar dan tinggi dasar lembah), jika nilai Vf tinggi maka berkait an dengan kecepatan pengangkatan rendah, sehingga sungai akan memotong secara luas pada dasar lembah dan bentuk lembah akan semakin melebar. Sedangkan nilai Vf rendah akan mencerminkan tinggi dan penambahan aktivi-
4
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
Gambar 3. Pola pengaliran Paralel (kiri) dan Trellis (kanan) (Howard, 1967, dalam Van Zuidam, 1985).
Gambar 4. Kenampakan citra DEM SRTM dengan sudut penyinaran U 00 T, U1800T, dan U3150T di daerah penelitian kelurusan punggungan (merah), kelurusan lembahan (biru).
tas sungai, hal ini berkaitan dengan kecepatan tinggi pengangkatan (Gambar 5). Perhitungan perbandingan lebar dan tinggi lembah (Vf ) diperlihatkan dengan persamaan: Vf = 2 Vfw / (Eld-Esc) + (Erd-Esc) Vfw Eld Erd Esc
: Lebar dasar lembah : Ketinggian bagian kiri lembah : Ketinggian bagian kanan lembah : Ketinggian dasar lembah
Perhitungan Smf (mountain front sinuosity), merupakan suatu indeks yang mencerminkan keseimbangan antara gaya/kekuatan erosi yang mempunyai kecenderungan memotong sepanjang lekukan pegunungan muka dan kekuatan tektonik yang menghasilkan secara langsung pegunungan muka dan bertepatan dengan zona sesar aktif yang mencerminkan tektonik aktif. Smf dengan nilai rendah berkaitan dengan tektonik aktif dan pengangkatan secara langsung. Apabila kecepatan pengangkatan berkurang,
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
maka proses erosi akan memotong pegunungan muka secara tak beraturan dan nilai Smf akan semakin bertambah. Smf sangat mudah untuk dihitung dari peta topografi atau foto udara dengan skala besar dan resolusi tinggi. Apabila menggunakan skala kecil, maka lekukan pegunungan muka yang berbentuk tidak teratur tidak akan tercermin dengan baik (Gambar 6). Pegunungan muka (Smf ) dapat dihitung de ngan menggunakan persamaan: Smf = Lmf / Ls Lmf
: panjang muka pegunungan sepanjang bagian bawah/lembah.
Ls
: panjang secara lurus muka pegunungan.
Identifikasi parameter struktur di lapangan juga dapat dikenali dari bentukan-bentukan morfologi khas seperti triangular facet, wine glass, dan pegunungan memanjang.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Morfostruktur dan Kinematika Sesar Way Baka Untuk mengidentifikasi keberadaan sesar telah dilakukan analisis citra Landsat DEM SRTM daerah penelitian. Hasilnya dapat ditentukan kelurusan punggungan sebanyak 118 buah sedangkan kelurusan lembah 104 buah dengan panjang hampir sama yaitu antara 300-750 m. Secara keseluruhan kedua jenis data tersebut direpresentasikan dalam bentuk diagram rossete yang memperlihatkan kelurusan utama memiliki jurus dominan U130oT – U140oT (Gambar 7). Berdasarkan pola kelurusan punggungan yang telah diolah, maka dapat dinyatakan bahwa tegasan utama di daerah penelitian berarah barat daya – timur laut. Salah satu sesar yang dapat diidentifikasi de ngan jelas melalui citra DEM SRTM di daerah
Gambar 5. Metode perhitungan rasio lebar dan tinggi lembah (Keller dan Pinter, 2002).
6
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
Gambar 6. Metode perhitungan sinusitis muka pegunungan (Keller dan Pinter, 2002).
Gambar 7. Rosette diagram (kiri) kelurusan lembahan dan (B) kelurusan punggungan, berdasarkan citra DEM SRTM (sudut penyinaran 90°).
penelitian adalah sesar yang memiliki arah jurus U10oT yang berada di daerah tinggian Gunung Cikur sebagai sesar mendatar naik. Indikasi lain yang menunjukkan keberadaan sesar tersebut selain dari kenampakan pada citra DEM SRTM (Gambar 4) adalah berupa kenampakan morfologi yang menunjukkan adanya debris atau longsoran-longsoran, triangular facet, dan memiliki pola aliran paralel (Gambar 8 dan 9).
Adapun satuan batuan yang dipatahkan oleh sesar mendatar naik ini adalah satuan tuf dan breksi vulkanik yang mempunyai umur Pliosen-Plistosen dan Holosen, dengan demikian sesar ini berumur Kuarter yang aktif sejak Plistosen hingga Holosen. Analisis kinematika sesar di daerah penelitian dilakukan dengan mengukur sejumlah kekar.
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
7
Gambar 8. Morfostruktur triangular facet, debris merupakan cerminan keberadaan sesar Way Baka.
Gambar 9. Morfostruktur triangular facet, debris merupakan cerminan keberadaan sesar Way Baka.
Penentuan jenis kekar di lapangan sangat pen ting dilakukan, untuk mengetahui mekanisme sesar. Ditemukannya bidang sesar yang memperlihatkan arah gores-garis sesar (Slickenside) juga merupakan data penting untuk mengetahui arah gerak sesar di lapangan.
Tensor (Gambar 10), dapat menentukan bahwa sesar yang berkembang pada lajur ini adalah sesar mendatar mengiri, dengan jurus dan kemiringan bidang sesar U 185o T/ 74o.
Kekar-kekar yang berkembang pada stasiun 1.3 (Tabel 1) merupakan jenis kekar kompresi (compress joint). Hasil analisis proyeksi stereografi yang diolah menggunakan Program Win
Untuk mengetahui aktivitas sesar di daerah penelitian ini telah dilakukan analisis rasio Le bar dan tinggi Lembah (VF) di tiga lokasi (lokasi 1, 2, dan 3) seperti terlihat dalam Gambar 11.
Aktivitas sesar
8
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
Tabel 1. Data Kekar Sesar Way Baka (o) St.1.3 strike
dip
strike
dip
strike
dip
strike
dip
294
85
331
76
194
33
151
89
175
87
290
80
112
77
143
87
130
81
285
75
208
18
342
86
345
89
130
90
39
66
304
78
305
90
94
72
281
86
114
87
144
83
110
70
240
20
185
90
185
75
328
70
292
88
173
81
122
82
180
21
246
90
92
90
209
73
268
76
230
90
324
90
101
70
150
14
321
90
314
89
115
84
80
84
145
82
287
87
Gambar 10. Proyeksi stereografi (atas) dan analisis program (bawah) pada data kekar di stasiun 1.3.
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
9
Rasio lebar dan tinggi lembah (Vf ) di lokasi 3 diekspresikan dengan persamaan:
Vf = 2 Vfw / (Eld-Esc) + (Erd-Esc)
Vf = 2 x 130 / (200-156) + (181-156)
= 260 / 69 = 3,76
Dari perhitungan di atas didapatkan nilai Vf tinggi, yaitu 3,76 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut merefleksikan kecepatan pengikisan secara mendatar lebih dominan. Gambar 11. Lintasan uji morfostruktur dengan metode Ratio of Valley floor width to Valley Heigth pada lokasi1 (merah), lokasi 2 (biru), lokasi 3 (hijau).
Rasio lebar dan tinggi lembah (Vf ) di lokasi 1 diekspresikan dengan persamaan:
Vf = 2 Vfw / (Eld-Esc) + (Erd-Esc)
Vf = 2 x 110 / (180-94) + (50-94)
= 220 / 142 = 1,54
Perhitungan di atas menghasilkan nilai Vf yang rendah, yaitu 1,54. Nilai ini merupakan cerminan bahwa lembah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sungai secara tegak yang erat kaitannya dengan kecepatan pengangkatan. Rasio lebar dan tinggi lembah (Vf ) di lokasi 2 diekspresikan dengan persamaan;
Vf = 2 Vfw / (Eld-Esc) + (Erd-Esc)
Vf = 2 x 130 / (193-112) + (187-112)
= 260 / 156 = 1,66
Dari perhitungan di atas didapatkan nilai Vf yang rendah, yaitu 1,66, yang memperlihatkan bahwa lembah dalam dan mencerminkan penambahan atau peningkatan aktivitas sungai, yang erat kaitannya dengan kecepatan pengangkatan.
Berdasarkan ketiga lokasi tersebut diatas, lokasi 2 terdapat pada batuan beku andesit yang mempunyai kekerasan sangat tinggi, oleh karena itu mempunyai nilai Vf kecil. Nilai Vf kecil tersebut terjadi bukan karena aktivitas struktur aktif, tapi karena sifat kekerasan batuannya yang tinggi sehingga sulit terkikis. Berbeda dengan lokasi 1 dan lokasi 3 terdapat pada litologi yang sama, yaitu tufa hanya saja nilai pada lokasi 1 relatif lebih kecil daripada lokasi 2. Hasil perbandingan dari ketiga lokasi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Vf pada lokasi 1 merefleksikan lembah cukup dalam dan mencerminkan penambahan aktivitas sungai, hal ini berasosiasi dengan kecepatan pengangkatan yang cukup berperan. Aktivitas sesar juga dapat ditentukan dengan analisis Sinusitas Muka Pegunungan (Mountain Front Sinuosity). Lintasan uji morfostruktur dengan metode mountain front sinuosity dapat dilihat pada Gambar 12. Analisis bentang alam sinusitis muka pegunung an telah dilakukan di sepanjang lajur sesar Way Baka (mountain front sinuosity) yang merupa kan rangkaian bentang alam yang terdapat pada bagian depan/muka gawir sesar. Bentang alam
10
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
pegunungan muka (Smf ) dapat dihitung de ngan menggunakan persamaan: Smf = Lmf / Ls Smf = 7545m / 5455m = 1,38
Smf dengan nilai rendah (1-1,5) adalah pencerminan bahwa telah terjadi pengangkatan secara langsung dan berkaitan erat dengan tektonik aktif. Apabila kecepatan pegangkatan berkurang maka proses akan memotong pegunungan muka secara tak beraturan dan nilai Smf akan semakin bertambah. Analisis morfostruktur tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa sesar Way Baka merupakan sesar Potensial Aktif.
105044’22,8”. Paritan ini terletak sekitar 20 m di sebelah timur laut jalan raya Trans Sumatra dengan panjang paritan yang telah di sketsa adalah 5 m dan kedalaman lebih dari 2 m (Kamawan drr, 2011). Batuan yang menyusun paritan ini adalah tufa berbatu apung dengan selingan tipis tufa kerikilan. Pada bagian bawah tersusun oleh breksi yang telah lapuk dan menjadi soil (paleosoil), seperti terlihat dalam gambar sketsa (Gambar. 13). Pada soil ini terdapat sisa-sisa tanaman berupa akar, ranting dan kayu. Kenampakan ini dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15. Paritan sesar Way Baka terletak di Dusun Way Baka, Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauhe-
Gambar 12. Lintasan uji morfostruktur dengan metode Mountain Front Sinuosity. Ls (garis biru), Lmf (garis merah)
Paleoseismik Sesar Way Baka Studi paleoseismik sesar Way Baka dilakukan dengan pembuatan paritan di Dusun Su kabaru desa Hata, Kecamatan Bakauheni, tepatnya pada koordinat S 05049’15,5” dan T
ni dengan koordinat S 05050’48,5” dan E 105043’51.7”. Letak paritan ini hanya sekitar 50 m di sebelah barat jalan raya Trans Sumatra dengan panjang paritan yang telah disketsa adalah 8 m dan kedalaman lebih dari 1,75 m
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
Soil permukaan Tufa Tufa kerikilan Soil purba
Akar ranting Kekar fragmen batuan contoh batuan utk pentarikhan
Breksi foto rinci 1
Gambar 13. Sketsa penampang paritan paleoseismik di Dusun Sukabaru, Desa Hata, Kecamatan Bakauheni (Kamawan drr, 2011).
Gambar 14. Foto rinci FR2 pada sketsa B di paritan Hata, yang menunjukkan adanya kekar-kekar dan ranting pada paleosoil (foto Kamawan, 2011).
Gambar 15. Foto rinci FR4 yang menunjukkan kenampakan ranting dan kekar pada paleosoil (foto Kamawan, 2011).
11
12
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 1-13
(Kamawan, drr. 2011). Batuan penyusun paritan ini adalah tufa lapili berbatu apung dengan selingan-selingan tipis tufa kerikilan. Pada bagian atas tersusun oleh tufa pasiran dan banyak dijumpai fosil-fosil kayu yang berupa batang dan ranting. Namun karbon dari kayu tersebut telah terubah dan mengalami silisifikasi. Ke-
Keterangan
Tufa lapili
Kekar tarik Batu Apung
nampakan paritan Way Baka dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Pentarikan terhadap lapukan batuan breksi yang telah berubah menjadi paleosoil yang memperlihatkan indikasi terpatahkan dalam paritan ini, menunjukkan umur ± 3 juta tahun yang lalu.
Kekar foto rinci 1A contoh utk tarikhan jejak belah
Gambar 16. Sketsa 1 Penampang Paritan Way Baka di Dusun Way Baka, Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauheni (Kamawan drr, 2011).
Keterangan Tufa lapili Kekar tarik Batu Apung Kayu Teralterasi
Kekar foto rinci 3A contoh utk tarikhan jejak belah
Gambar 17. Sketsa 2 (lanjutan) Penampang Paritan Way Baka di Dusun Way Baka Desa Sukabaru Kecamatan Bakauheni (Kamawan drr, 2011)
Studi morfostruktur dan paleoseismik sesar Way Baka di daerah Bakauheni, Lampung Selatan - Muhammad S. Sadewo, drr
KESIMPULAN Hasil penelitian morfostruktur, kinematika struktur geologi dan paleoseismik menunjukkan bahwa sesar Way Baka adalah sesar potensial aktif (capable fault) di daerah Bakauheni dan sekitarnya. Jejak terakhir aktivitas sesar ini terekam setelah ± 3 juta (Pliosen Akhir) dan memiliki peluang aktif kembali. Guna mewaspadai kemungkinan terjadinya gempa bumi yang berasosiasi di sepanjang sesar ini, perlu dilakukan pemantauan kegempaan mikro yang dapat menunjukkan bahwa sesar ini aktif berdasarkan ciri kegempaan. Dimensi sesar yakni panjang, lebar, dan nilai pergeseran maksimum serta kecepatan pergeseran rata-rata dari sesar ini, akan menjadi parameter yang sangat penting dalam menentukan besarnya kekuatan maksimum yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. ACUAN Anonim, 2012, Subduction Zone, http:// en.wikibooks.org/wiki/File:Sumatra map.jpg. Clark, H. F., Charusiri, P., dan Wood, H. S., 2003,
13
Recent Paleoseismic Investigations in Northern and Western Thailand, Annuals of Geophysics, vol. 46 no. 5, h. 957-981. Howard, A. D., 1967, Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summation, AAPG Bulletin Volume 51, Issue 11. (November), h. 2246 – 2259. Huzita, K., 1980, Role of the Median Tectonic Line in the Quarternery Tectonic of Japanese Islands, mem. Geol. Soc, Jpn., 18, h. 129-153. Kamawan., Yayan, S., Somali, G., Siregar, D. A., Bronto, S., dan Muslim, D., 2011, Penelitian Paleoseismik Sesar Aktif Daerah Bakauheni, Provinsi Lampung, tidak terbit. Keller, E. A. dan Pinter, N., 2002, Active Tectonics: Earthquakes, Uplift, and Landscape, 2nd edition Prentice Hall: Upper Saddle River, NJ. Mangga, A, S., Amirudin., Suwarti, T., Gafoer, S., dan Sidarto, 1993, Peta Geologi Regional Tanjungkarang, Sumatera Skala 1:250.000 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung _______,1994, Geologi Lembar Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Van Zuidam, R. A., 1985, Aerial Photo-Interpretation in Terrain analysis and Geomorphologic Mapping, International Institute for Aerospace Survey and Earth Science, ITC, Smith Publishers The Hag.