Agus Hadiawan; Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah langsung di Propinsi Lampung 634
EVALUASI PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG DI PROPINSI LAMPUNG (Studi Di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro Dan Kota Bandarlampung)
Agus Hadiawan Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
[email protected]
Abstract This research was aimed at evaluating and analyzing the implementation of local election directly in Lampung, especially in South Lampung, Metro, and Bandar Lampung. The data was collected using interview, literature study, and documentation. The methode used for this reasearch is qualitative. The conclusions found in this research are 1). The participation in direct local election is not much different from the previous, 2). The policies issued by the choosen leader in field of government and development are suitable for their vission and mission from their campaingn, 3). Political stability in and after the direct local election relatively doesn’t show the significant change, and 4). The process of local elections is colored by the money politics. Key word : Direct Local election, Participation, Money Politics LATAR BELAKANG
mengandung unsur kecurangan. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Posisi DPRD sebagai lebaga tunggal penyelenggara pilkada pada saat itu, mempunyai hak “relatif” penuh untuk menentukan siapa yang berhak menjadi kepala daerah dan wakilnya. Sayangnya kekuasaan sangat besar yang dimiliki DPRD ini tidak diikuti adanya lembaga pengawasan yang cukup mengontrol proses pilkada tersebut. Akhir dari proses ini adalah kasus politik uang yang hampir menyertai seluruh proses pergatian kepala daerah kala itu. Kedua, intervensi DPP parpol pusat terhadap parpol di daerah dalam menentukan calon yang diajukan partai yang bersangkutan. Dalam konteks ini kita mengingat kasus intervensi DPP PDI Perjuangan pada beberapa pilkada di Jawa Tengah yang berbuntut dicopotnya Mardijo dari jabatanya sevagai DPD PDI Perjuangan setempat. Ketiga, adanya intervensi pemerintah pusat terhadap proses pengesahan berdasarkan pasal 40 ayat
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang merupakan pengganti sekaligus penyempurna dari UU Nomor 22 tahun 1999, merupakan konkritisasi dari perubahan tersebut. Dalam Undang-undang tersebut jelasjelas dinyatakan bahwa Gubernur/Walikota/Bupati dipilih secara demokratis. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005 menjawab sinyalemen mengenai ketidakpastian waktu penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daearah secara langsung di negeri ini. Pilkada langsung oleh sebagian kalangan dianggap akan menjadi tonggak bagi lahirnya suatu pemerintahan yang lebih baik, dibandingkan pemerintahan yang dihasilkkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999. Sebagaimana disadari bersama, pergantian kepemimpinan yang diolandasai oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 disinyalir banyak
634
635
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.7, Juli-Desember 2009
(3) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 mengenai kewenangan pemerintah pusat dalam mengesahkan kepala daerah dan wakil yang telah dipilih dan ditetapkan DPRD, sebagaimana kasus Gubernur Lampung Alzier Dianis (Karsayuda, 2005;2). Dalam keterkaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, UndangUndang Nomor 22 secara tegas dan jelas mencantumkan bahwa titik tekan otonomi daerah ada pada Kabupaten/Kota, melalui pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggungjawab. Hal ini membawa konsekuensi pada penambahan kewenangan yang sekaligus kewajiban yang diberikan pada pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsi pelayanannya kepada rakyat. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung memang direspon secara antusias oleh masyarakat. Namun di balik antusiaisme itu terkandung suatu “ujian” bagi perkembangan dan pertumbuhan politik lokal. Artinya, prospek pilkada langsung akan dianggap gagal apabila tidak mampu membawa perubahan dalam berdemokrasi bagi masyarakat lokal. Hal ini Tamim (2007; 2) menilai bahwa pilkada langsung akan dianggap gagal bagi perkembangan dan pertumbuhan politik lokal, apabila: pertama, Pilkada berjalan lancar tanpa konflik, tetapi kepala daerah yang terpilih dalam memimpin dan menjalankan tugas-tugas pemerintah daerah tidak sebagaimana yang diharapkan rakyat, kebijakanya mengecewakan publik, maka sebenarnya pilkada langsung gagal secara subtantif dan hanya sukses dalam arti formalitas demokratis; kedua, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, tetapi pemilih dihadapkan pada calon yang sesungguhnya tidaklah yang diharapkan rakyat, dan mereka memberikan suaranya karena tidak ada pilihan lain, maka pilkada langsung gagal secara aspiratif dan
ADMINISTRATIO
kemungkinan melahirkan kekecewaan yang luar biasa ditengah masyarakat, ketika sang kepala daerah terpilih tidak segera menyadari bagaimana aspirasi rakyat yang sebenarnya; Ketiga, Pilkada berlangsung disertai dengan konflik, maka pilkada langsung menambah runyamnya krisis politik lokal sebagaimana halnya dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada waktu pemilihan kepala daerah di bawah Undang-undang Nomor 22 tahun 1999. Keempat, Pilkada gagal dilaksanakan dengan berbagai sebab teknis dan politis, maka pilkada secara langsung berpotensi meruntuhkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan pemerintah daerah akan lebih lama dipimpin oleh kepala daerah berdasarkan penunjukkan pemerintaha pusat atau propinsi. Kelima, dalam penentuan kepala daerah terpilih terjadi kecurangan dalam penghitungan suara, maka pilkada berpotensi melahirkan konflik lokal yang dapat mengganggu jalannya apemerintahan daerah untuk waktu yang mungkin saja tidak lama. Keenam, Pilkada berjalan lancar dan tanpa konflik, tetapi setelah calon terpilih diperoleh dan ternyata kemudian persyaratan sang calon terpilih ditemukan persoalan hukum, maka pemilih tak dapat disalahkan. Beberapa hal yang dikemukakan di atas, memang masih bisa diperdebatkan. Tetapi intinya adalah, bagaimana pilkada secara langsung yang telah direkomendasi oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tersebut tidak melulu ditanggapi sebagai suatu proses bagi pengimplementasian kedaulatan dan partisipasi politik rakyat dalam pemilihan pemimpin agar kemudian “legitimate”. Sesungguhnya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat yang berbasiskan mobilisasi dukungan, tidak lebih baik dari pada
ISSN : 1410-8429
Agus Hadiawan; Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah langsung di Propinsi Lampung 636
proses pemilihan melalui sistem perwakilan. Pemilihan kepala daerah secara langsung akan terasa faedahnya dan efektif apabila dukungan diberikan kepada seorang calon berdasarkan kapasitas calon yang sudah diketahui dan program calon diyakini pemilih akan dilaksanakan. Tidak mudah memang mengkondisikan pilkada secara langsung sebagaimana yang demikian, tetapi harus ada upaya. Tingkat pencapaian hasil pilkada secara langsung dengan menghadirkan seorang calon kepala daerah yang kapasitasnya dan programnya akan mampu mengimplementasikan otonomi daerah secara benar dan tepat sasaran atau setidaknya mendekati, apabila penyelenggaraan pilkada taat asas dan konsisten dengan aturan yang sudah ditetapkan. Meskipun pada beberapa soal aturan atau ketentuan peraturan perundangundangan yang ada belum mengakomodasi aspirasi yang berkembang. Tapi hal itu bukanlah merupakan persoalan yang besar, karena kurang akomodatifnya ketentuan perundang-undangan yang ada bias ditutupi dengan sosok calon kepala daearah yang diusung ketengah rakyat untuk dipilih. Sebagai bagian integral dari Pemerintahan Republik Indonesia, pelaksanaan pemilihan kepala daerah untuk sebagian besar daerah kabupaten dan kota di wilayah administratif Propinsi Lampung sebagian besar sudah dilaksanakan. Dari 10 daerah kabupaten dan kota yang ada, sembilan daerah telah melaksanakannya dan tahun ini akan dilaksanakan untuk pemilihan kepala daerah langsung di kabupaten terakhir yaitu Lampung Utara, dan pilihan Gubernur untuk Propinsi Lampung. Relatif sama sekalipun tidak separah di daerah lain, pelaksanaan pilkada di daerah kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Lampung pun diwarnai dengan berbagai konflik, seperti
ADMINISTRATIO
konflik antar Partai Politik, antar Partai Politik dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), konflik antar calon dan pendukung, issu politik uang, kecurangan dalam proses pemilihan, dan sebagainya. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah apakah pilkada secara langsung akan memberikan kontribusi bagi perkembangan dan pertumbuhan pemerintahan daerah kea rah yang lebih baik dari masa sebelumnya ? ; Apakah pilkada langsung tersebut telah memenuhi empat harapan menyarakat sebagaimana dikatakan oleh Mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno pada saat revisi Undang-undang Pemerintahan Daerah, yakni mengembalikan hak rakyat untuk menentukan langsung pemimpinnya, memunculkan pemimpin yang aspiratif, menciptakan stabilitas politik di daerah dan menghilangkan politik uang ? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan itu, sudah barang tentu dibutuhkan pemikiran yang komprehensif dan integral serta dukungan data yang kongkrit dan saheh. Atas dasar itulah penelitian mengenai masalah pelaksanaan pilkada langsung yang telah dimulai sejak Juni 2005 khususnya di Propinsi Lampung, menurut pemikiran penulis perlu dilakukan guna mencari jawaban terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam proses demokratisasi tersebut sehingga dapat memberikan berbagai rekomendasi, kritik dan saran bagi perkembangan selanjutnya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung di Propinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota Bandarlampung, sehingga tergolong ke dalam tipe penelitian deskriptif.
ISSN : 1410-8429
637
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.7, Juli-Desember 2009
Pengertian penelitian deskriptif menurut M. Nazir (1988:63), adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifatsifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan menurut Whitney, sebagaimana dikutip M. Nazir (1988:64) menyebutkan bahwa penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta prosesproses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu studi komparatif. Berkaitan dengan itu, fokus penelitian ini akan meliputi : (a) Seberapa besar partisipasi rakyat dalam pelaksanaan pilkada langsung dan bagaimana perbandingannya dengan partisipasi politik mereka pada saat sebelum pilkada langsung; (b) Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala daearah terpilih di dalam merespon aspirasi rakyat di bidang pemerintahan dan pembangunan; (c) Stabilitas politik yang terjadi di daerah, baik pada saat menjelang maupun sesudah pelaksanaan pilkada langsung, dan; (d) Proses pelaksanaan pemilihan, apakah sudah berjalan secara jujur dan adil atau masih dijumpai praktikpraktik politik uang, baik secara terselubung maupun terang-terangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah wakil pemerintah daerah, anggota DPRD, anggota KPUD, beberapa pengurus partai politik, dan beberapa tokoh masyarakat yang dianggap mengetahui dan terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota Bandarlampung. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui: (a ) Wawancara dilakukan secara terbuka dengan
ADMINISTRATIO
sumber-sumber data yang kompeten; (b) Studi kepustakaan untuk mendapatkan informasi yang berasal dari berbagai buku literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, seperti buku-buku teks, majalah, surat kabar, dan sebagainya; (c) Studi dokumentasi untuk menelusuri bukti-bukti berupa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pilkada langsung di tiga daerah penelitian, berupa arsip, laporan, surat keputusan, dll. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan kepala daerah langsung adalah instrument untuk meningkatkan participatory democracy dan memenuhi semua unsur yang diharapkan. Meskipun demikian, di Negara-negara lain, keberhasilan pilkada langsung tidak berdiri sendiri. Ia ditentukan kematangan partai dan aktor politik, budaya politik di masyarakat, dan kesiapan dukungan administrasi penyelenggaraan pilkada. Kondisi politik lokal yang amat heterogen, kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat yang rendah, jeleknya sistem pencatatan kependudukan, dan penyelenggaraan pemilihan (electoral governance) sering menyebabkan kegagalan tujuan pilkada langsung (Prasojo, 2008; 1). Kepala daerah adalah jabatan publik dan jabatan politik yang bertugas memimpin dan menggerakkan lajunya roda pemerintahan. Terminologi jabatan publik artinya kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan keputusan langsung dengan kepentingan rakyat atau publik, berdampak kepada rakyat dan dirasaka. Oleh karena itu kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkannya. Sedangkan makna jabatan politik adalah bahwa mekanisme rekruitmen kepala daerah dilakukan secara politik
ISSN : 1410-8429
Agus Hadiawan; Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah langsung di Propinsi Lampung 638
yaitu melalui pemilihan yang melibatkan elemen-elemen politik yaitu rakyat dan pada pilkada merupakan rekruitmen politik yaitu dengan menyeleksi rakyat terhadap tokoh yang mencalonkan sebagai kepala daerah. Dalam kehidupan politik di daerah, pilkada merupakan kegiatan yang nilainya sejajar dengan pemilihan legislative, terbukti kepala daerah dal DPRD menjadi mitra. Aktor utama pilkada adalah rakyat, partai politik, pasangan calon kepala daerah dan penyelenggara. Menurut Moerti (2007:1), pendorong munculnya pilkada langsung antara lain : pertama, sistem perwakilan (lewat DPRD) diwarnai banyak kasus. Setidaknya ada tiga kasus yang terjadi yakni (1) proses pemilihan dan pelantikan diwarnai dugaan kasus politik uang dan intervensi pengurus partai politik di level lokal maupun pusat; (2) untuk meloloskan LPJ tahunan sering menggunakan politik uang; (3) Kasus pemecatan atau pemberhentian kepala daerah akibat kepentingan DPRD tidak diakomodasi. Kedua, rakyat Dapat Berperan Langsung. Pilkada langsung sring disebut sebagai kemenangan demokrasi rakyatatas demokrasi perwakilan. Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati sehingga menjadi wajar apabila kepercayaan yang diberikan kepada wakil rakyat tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka kepercayaan tersebut dikembalikan kepada pemiliknya sendiri. Dengan demikian memanipulasi dan intervensi berlebihan gaya politisi lokal (anggota DPRD) dapat dihindarkan. Negara berkewajiban memfasilitasi rakyat untuk mewujudkan kedaulatan tersebut. Ketiga, peluang Terjadinya Politik Uang Akan Makin Tipis. Politik uang meupakan fenomena yang tak terhindari dalam pilkada dengan
ADMINISTRATIO
sistem perwakilan. Mekanismenya, calon kepala daerah memberi uang kepada anggota DPRD untuk memilihnya, karena jumlah anggota DPRD sedikit (20 – 100 orang), maka kontrol terhadap penerima uang menjadi sangat mudah. Berbeda dengan pilkada langsung, yang memilih adalah rakyat secara langsung sehingga politik uang tidak akan efektif karena calon yang memberi uang tidak mudah melakukan kontrol. Keempat, peluang Campur Tangan Partai Politik Berkurang. Seringkali terjadi calon kepala daerah merupakan calon drop-dropan atau calon rekayasa yang terkesan dipaksakan sehingga terkadang calon tersebut tidak populer. Adanya campur tangan atau intervensi partai politik tingkat lokal maupun pusat sering menyingkirkan calon yang memiliki basis massa dan dikenal masyarakat. Kelima, hasil Akan Lebih Obyektif. Siapapun yang terpilh dala m pilkada langsung itulah kehendak mayoritas rakyat. Hasil obyektif ini tidak selalu identik dengan terpilihnya kepala daerah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dan dibutuhkan daerah. Namun hal itu harus diterima sebagai bagian dari proses pembelajaran demokrasi. Adapun beberapa hal yang menjadi faktor penghambat dari pelaksanaan pilkada langsung, di antaranya: (a) Kelemahan Pada Sistem Perwakilan Bukanlah Permanent. Apabila mekanisme kontrol terhadap anggota DPRD cukup dan akses publik memadai maka besar kemungkinan sistem perwakilan lebih efektif. Selain itu sistem rekruitmen anggota DPRD juga harus lebih ketat dan kompetitif sehingga menghasilkan produk anggota DPRD yang akuntabel, aspiratif dan berkualitas; (b) Peran Serta Langsung Masyarakat Belum Tentu Positif. Terkadang antusiasme berlebihan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pilkada langsung
ISSN : 1410-8429
639
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.7, Juli-Desember 2009
bisa menimbulkan efek negatif misalnya mudah dimobilisasi oleh pasangan calon kepala daerah, kemungkinan terjadinya konflik antar masa pendukung calon juga besar; (c) Peluang Terjadinya Politik Uang Yang Semakin Tipis Juga Belum Tentu Terbukti. Melihat kondisi masyarakat secara obyektif dan realistis maka model konsumtif dan materialistis akan sangat mendorong terjadinya keuntungan jangka pendek misalnya denga politi uang. Sebagian rakyat akan berfikir untuk kebutuhan sesaat, kebutuhan hari ini. Pelaksanaan pilkada langsung, memiliki kelebihan: (a) Kepala Daerah Terpilih Akan memiliki Mandat dan Legitimasi Yang Sangat Kuat. Legitimasi merupakan hal yang sangat diperlukan oleh suatu pemerintahan. Apabila terjadi krisis legitimasi maka kepemimpinan atau kepala daerah akan mengalami ketidakstabilan politik dan ekonomi di daerah; (b) Kepala Daerah Terpilih Tidak Perlu Terikat Pada Konsesi Partai Politik Secara Berlebihan. Kepala daerah yang terpilih berada di atas segala kepentingan dan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut. Apabila kepala daerah terpilih tidak dapat mengatasi kepentingankepentingan partai politik maka kebijaksanaanya cenderung kompromi atas kepentingan parpol tersebut dan acapkali berseberangan dengan kepentingan rakyat; (c) Sistem Pilkada Langsung Lebih Akuntabel. Rakyat dapat menentukan pilihanya berdasarkan kepentingan dan penilaian atas calon kepala daerah, apabila kepala daerah yang terpilih tidak dapat memenuhi harapan rakyat maka dalam pemilihan berikutnya tidak perlu dipilih kembali. Namun pilkada langsung memiliki kelemahan antara lain : (a) Dana Yang Dibutuhkan Besar. Pembiayaan pilkada langsung baik untuk kegiatan operasional, logistik maupun keamanan dibutuhkan
ADMINISTRATIO
anggaran yang sangat besar. Harga demokrasi memang tidak murah tetapi tidak harus mahal. Besarnya dana untuk pilkada langsung memberatkan pemerintah daerah apabila jika pilkada menggunakan dua putaran. (b) Membuka Ruang Konflik Elit dan Massa. Konflik terbuka akibat penyelenggaraan pilkada langsung bisa bersifat elit ataupun bersifat massa horizontal, yaitu konflik antar pendukung. Potensi konflik akan semakin besar dalam masyarakat yang bersifat paternalistik dan primordial, yaitu dengan memobilisasi pendukungnya. (c) Aktivitas Rakyat Terganggu. Aktivitas rutin rakyat mudah terganggu oleh pelaksanaan pilkada langsung misalnya pengerahan massa ketika kampanye maupun isuisu dan manuver yang dilakukan oleh calon kepala daerah. Dalam pelaksanaannya, setidaknya ada 3 (tiga) lembaga yang bersentuhan langsung. Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD merupakan pemegang otoritas politik, artinya merupakan representasi rakyat yang memiliki kedaulatan dan memberikan mandat penyelenggaraan pilkada langsung, diwujudkan dengan pemberitahuan mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah kepada kepala daerah dan KPUD. Karena mekanisme itu bersifat politis, prosedur tersebut berimplikasi pada kekuatan hukum penyelengaraan namun tidak berimplikasi pada pertanggungjawaban secara hukum. Dalam pasal 66 ayat 3, UU nomor 32 tahun 2004 disebutkan bahwa tugas dan wewenang DPRD mencakup: memberitahukan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berakhirnya masa jabatan; mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatanya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah; melakukan pengawasan pada semua
ISSN : 1410-8429
Agus Hadiawan; Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah langsung di Propinsi Lampung 640
tahapan pelaksanaan pemilihan; membentuk panitia pengawas; melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pilkada; menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan penyampaian misi dan program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kedua, KPUD bertindak sebagai pelaksana teknis pemilihan. KPUD secara teknis melaksanakan tahapan kegiatan pilkada, membuat regulasi/aturan mengambil keputusan dan membuat kebijakan yang harus sesuai koridor hukum dan perundangan. Tugas dan wewenang KPUD mencakup : merencakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; menetapkan tata cara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundangundangan; mengkoordinasikan, menyelenggarakan dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; meneliti persyaratan parpol atau gabungan parpol yang mengusulkan calon; meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan; menerima pendaftaran dan pengumuman tim kampanye; mengumumkan laporan dana kampanye; menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepal daerah adan wakil kepala daerah; melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundangpundangan; menetapkan kantor akuntan publik untuk
ADMINISTRATIO
mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit. Adapun kewajiban KPUD mencakup: (a) memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara; (b) menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; (c) menyampaikan laboran lepada DPRD untuk setiap tapan pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat; (d) memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan pada peraturan perundang-undangan; (e) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD; (f) melaksanakan semua tahapan pemlhan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tepat waktu. Ketiga, pemerintah daerah menjalankan fungsi fasilitasi seperti diatur secara spesifik dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005 Pasal 144 ayat 2 yang mencakup: (a) Anggaran. Pemerintah daerah menerima rancangan anggaran dari KPUD dalam memproses sesuai dengan mekanisme dan prosedur pengelolaan keuangan daerah; (b) Personalia. Pemerintah daerah memfasilitasi kebutuhan personalia untuk tenaga kebutuhan sekretaris dan staf sekretariat KPUD, PPK dan PPS; (c) Kebijakan. Pemerintah daerah mengambil kebijakan /keputusan dalam rangka pelaksanaan pilkada, seperti penetapan lokasi pemasangan alat peraga kampanye, penetapan hari libur untuk pemungutan suara, penyedia informasi dan data tentang bahan kampanye; (c) Penunjang Kegiatan Pilkada. Pemerintah daerah melaksanakan tugas-tugas sebagai penunjang pelaksanaan tahapan kegiatan pilkada. Seperti pemutahiran dan validasi daftar pemilih oleh dinas kependudukan dan catatan sipil, pemrosesan visi, visi dan program
ISSN : 1410-8429
641
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.7, Juli-Desember 2009
kerja calon sebagai dokumendaerah, penyedia informasi, dll. Pelaksanaan Pilkada Langsung di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota Bandarlampung dilakukan melalui sejumlah tahap. .Dalam hal pendaftaran pemilih pilkada, di tiga kabupaten/kota tersebut berjalan sesuai dengan pentahapan yang telah dijadwalkan sebelumnya oleh KPU. Pendaftaran untuk Kabupaten Lampung Selatan dilakukan mulai tanggal 1 sampai dengan 31 Maret 2005, Kota Metro tanggal 20 Desember 2004 sampai dengan 26 April 2005 dan Kota Bandarlampung mulai 1 Maret sampai Kabupaten Lampung Selatan No Calon Kepala Daerah/Wakil 01
dengan 25 April 2005. Jumlah pemilh terdaftar secara resmi untuk Kabupaten Selatan sebanyak 786.246 pemilih, Kota Metro 90.639 pemilih dan Kota Bandarlampung sebanyak 543.018 pemilih. Sementara itu jumlah PPK, PPS dan TPS untuk Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 20 PPK, 367 PPS dan 3.063 TPS. Kota Metro 5 PPK, 22 PPS dan 327 TPS. Kota Bandarlampung 13 PPK, 98 PPS dan 1.404 TPS. Adapun mengenai jumlah pasangan calon kepala daerah, partai pengusung serta jumlah perolehan suaranya terlihat pada tabel berikut :
Partai Pengusung
Perolehan Suara PKPB 107.884
Muchtar Husin/Maryanto
PPP,PAN, dan PNBK 02 Kiswoto/Gufron Azis Fuadi PKS dan PBR 03 Fadhil Hakim/Emi Sunarsih PDI Perjuangan 04 Zulkifli Anwar/Wendy M. Golkar,PKB, Demorat dan PSI 05 Syahrul A./Fathurrahman Koalisi Nurani 12 partai Catatan : Jumlah suara sah 580.004 Jumlah suara tidak sah 14.085 Berdasarkan perolehan tersebut maka KPU Kabupaten Lampung Selatan menetapkan pasangan H. Zulkifli
Prosentase 18,60
158.688 80.502 221.332
27,36 13,88 38,16
11.598
2,00
Anwar dan Wendy Melfa sebagai Kepala Daerah dan Wakil Daerah terpilih.
Kota Metro No
Calon Kepala Daerah/Wakil
Partai Pengusung
01 02
Atien Suryati/Muhyin Lukman Hakim/Djohan
03
Mozes Herman/Sudarsono
PDI Perjuangan PAN,PBB,PPP,PDK dan PBR Demokrat,PNBK dan PKPB Golkar PKS dan PKB
04 Somad M./Sukisno Santa 05 Zakaria Ahmad/Darius Catatan : Jumlah suara sah 67.714 Jumlah suara tidak sah 1.448
Berdasarkan perolehan tersebut maka KPU Kota Metro menetapkan
ADMINISTRATIO
Perolehan Suara 5.521 25.912
Prosentase
22.582
33,35
4.634 9.065
6,84 13,39
8,15 38,27
pasangan H. Lukman Hakim, SH., MM., dan Hi. Djohan, SE, MM., sebagai
ISSN : 1410-8429
Agus Hadiawan; Evaluasi Pemilihan Kepala Daerah langsung di Propinsi Lampung 642
Kepala Daerah dan Wakil Kota Bandarlampung No
Daerah
Calon Kepala Daerah/Wakil
terpilih.
Partai Pengusung
Perolehan Suara 01 Sjachrazad/Rudy Syawal Partai Golkar 64.991 02 Nuril Hakim/Zamzani Y. Partai Demokrat 49.344 03 Haryanti Syafrin/Tarwo K. Koalisi Patai B. 16.876 Lampung Bersatu 04 Eddy Sutrisno/Kherlani PDIP,PBR,PDK 69.383 dan PBB 05 Irfan Nuranda/Kuswandi PPP dan PAN 38.128 06 Abdul Hakim/Zainal I. PKS 71.100 Catatan : Jumlah suara sah 309.822 Jumlah suara tidak sah 7.956 Mengingat tidak ada satupun pasangan calon yang memperoleh suara di atas 25%, maka KPU Kota Bandarlampung melakukan Pilkada putaran II yaitu pasangan Drs. Eddy Sutrisno, M. Pd./Kherlani, SE., dan pasangan KH. Ir. Abdul Hakim, MM dan Drs. Zainal Iskandar yang akhirnya dimenangkan oleh pasangan Drs. Eddy Sutrisno, M. Pd./Kherlani, SE. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di muka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Pilkada Langsung di Kabupaten Lampung Selatan, Kota Metro dan Kota Bandarlampung dengan aman tertib dan berlangsung secara tertib. Artinya partisipasi politik masih tetap tinggi (di atas 75%%), Para kepala Daerah terpilih relatif telah mampu merespon aspirasi rakyat di bidang pemerintahan dan pembangunan melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, stabilitas yang terjadi di daerah tersebut juga selama pelaksanaan dan sesudah pilkada berlangsung tetap terpelihara dengan baik. Begitu pula isu politik uang dan ketidakjujuran pada saat pilkada berlangsung yang sebelumnya dikhwatirkan akan terjadi ternyata tidak terbukti secara signifikan.
ADMINISTRATIO
Prosentase 20,98 15,93 5,54 22,39 12,31 22,95
DAFTAR PUSTAKA
Basri,
Faisal H. 1999. “Otonomi Daerah Untuk Mengokohkan Indonesia Sebagai Negara Bangsa. Jurnal Otonomi. Volume 1. Oktober 1999.
Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin. 2002. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatatif. Rosdakarya. Bandung. Nazir, M., 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Saleh, Abdul Azis. 2000. “Pengelolaan Konflik Sosial Sebagai Dinamika Masyarakat dan Upaya Antisipasi Kemungkinan Disintegrasi Bangsa”. Makalah. disampaikan pada Seminar Disintegrasi Bangsa : Masalah dan Solusi Pengelolaan Konflik Sosial Sebagai Dinamika Masyarakat dan Upaya Antisipasi Kemungkinan Disintegrasi Bangsa. Padang.
ISSN : 1410-8429
643
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.3, No.7, Juli-Desember 2009
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Wahab, Abdul dan Solichin. 1997. Analisis Kebijaksanaan Negara. Bina Aksara. Jakarta
ADMINISTRATIO
Widjaja, A.W. 1993. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 (Sebuah Tinjauan). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik (Teori dan Praktek). Media Presindo. Yogyakarta. Zuhro,Siti. 1999. “Masa Depan Otonomi Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan: Perjuangan Panjang Menegakkan Otonomisasi. Jurnal Otonomi. Volume 1. Oktober 1999.
ISSN : 1410-8429