PEMODELAN TIGA DIMENSI ANOMALI GRAVITASI DAN IDENTIFIKASI SESAR LOKAL DALAM PENENTUAN JENIS SESAR DI DAERAH SIDOARJO Alexander Felix Taufan Parera1*), Mahmud Yusuf2 1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jalan Perhubungan 1 No 5, Tangerang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat
2
*) Email:
[email protected] Abstrak Kompleksitas kondisi Geologis bawah permukaan daerah Sidoarjo menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk mempelajari fenomena gunung api lumpur atau Mud Vulcano dan sesar lokal di daerah Sidoarjo.Penulis menggunakan data anomali Bouger sederhana dengan metode derivatif vertikal orde dua (Second Vertical Derivative/SVD) untuk menganalisa jenis dan dugaan letak sesar Watukosek. Telah dilakukan penelitian di daerah Sidoarjo dengan bentangan wilayah 7.00o-8.00 o LS dan 112.00 o -113.00 o BT. Kemudian dibuat peta kontur dengan 12 sayatan tegak lurus terhadap dugaan letak sesar Watukosek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesar Watukosek tergolong sesar oblique. Inversi data menggunakan perangkat lunak grav3D hingga kedalaman 15 km menunjukkan hasil sebaran nilai densitas di bawah permukaan daerah Sidaorjo berkisar antara 1.48 gr/cm3 hingga 3.44 gr/cm3 . Hasil irisan vertikal terhadap model menunjukkan mud base lumpur sidoarjo berada pada kedalaman 4 km di bawah permukaan.
Abstract Subsurface structure of Sidoarjo is complex but enticing. It attracts researcher to study about Sidaorjo’s geological structure, especially about the phenomenon of Mud Volcano and adjacent local fault (known as Watukosek fault). Researcher utilize gravity field anomaly data (Simple Bouger Anomaly) and apply Second Vertical Derivative’s method to analyze the type and position of Watukosek fault. A study has been conducted in Sidoarjo by region 7.00o-8.00oS dan 112.00 o -113.00oE. Contour map has been created using software Surfer and added 12 slicing lines perpendicular to the fault line. Watukosek fault classified as an oblique fault type. Inversion method by using grav3D to a depth of 15 km shown the subsurface distribution of density value with a range from 1.48 gr/cm3 till 3.44 gr/cm3. Vertical cross-section of density’s model shown the mud base located approximately 4 km below
I.Pendahuluan Daerah Sidoarjo mulai menyita atensi masif dari publik semenjak munculnya fenomena semburan lumpur ke permukaan bumi. Fenomena semburan lumpur tersebut pertama kali teramati oleh penduduk lokal pada pukul 05 pagi, hari Senin, tanggal 29 Mei 2006; dengan lokasi kemunculannya kurang lebih 150 m dari sumur eksplorasi gas Banjar Panji-1. (Davies dkk.,2007). Penelitian tentang penyebab erupsi lumpur Sidoarjo mengerucut pada 2 kubu. Kubu pertama menyimpulkan bahwa fenomena tersebut adalah murni akibat kesalahan pengeboran; sedangkan kubu ke dua sebaliknya menyimpulkan bahwa erupsi lumpur terjadi karena aktivitas seismik dan terkait dengan event gempabumi Jogjakarta 27 Mei 2006. Terlepas dari perdebatan penyebab fenomena lumpur yang muncul ke permukaan, kondisi geologis bawah permukaan di daerah Sidoarjo menarik untuk diteliti. Kompleksitas geologis wilayah Sidoarjo menjadi daya tarik tersendiri bagi yang ingin mempelajari fenomena Mud Vulcano pada daerah cekungan di daratan. Survei gayaberat Bumi (gravity survey) merupakan salah satu metode survey Geofisika yang didasarkan pada pengukuran variasi nilai gayaberat Bumi atau variasi nilai dalam suatu medan gravitasi pada lokasi tertentu. Variasi nilai tersebut termanifestasi dalam sebuah anomali. Representasi anomali gayaberat Bumi
pernah diformulasikan oleh seorang saintis berkebangsaan Perancis, Pierre Bouger, pada tahun . selanjutnya, pengukuran variasi gayaberat Bumi dengan formulasi Bouger tersebut dinamakan pengukuran anomali Bouger. Dengan formula yang lebih sederhana, pengukuran nilai anomali Bouger sederhana atau Simple Bouger Anomaly/SBA. Anomali gayaberat Bouger berkaitan dengan Topografi dan anomali udara bebas yang terukur di permukaan Bumi. Pemetaan struktur bawah permukaan di daerah Sidoarjo menggunakan data anomali gayaberat Bouger dapat memberikan informasi tambahan tentang model densitas batuan serta mengidentifikasi mud base atau dasar dari lumpur yang muncul ke permukaan sebagai erupsi lumpur Sidoarjo. 2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, digunakan formula Bouger Anomali yang sederhana (SBA), yakni menggunakan data anomali udara bebas (FAA) dan data topografi berdasarkan citra satelit dari TOPEX. Data dari satelit TOPEX telah dikoreksi dengan koreksi drift, koreksi pasang surut, dan koreksi lintang. Secara matematis, anomali Bouger dideskripsikan dengan : BA = gobs - (gθ +FAA- TC); FAA = (BC FAC ) = (0.04193ρ - 0.3086 )h BA = gobs – g θ + 0.3086h - 0.04193ρh + TC (1) di mana : BA = Anomali Bouger (mgal) gobs = harga gravity yang telah dikoreksi terhadap pasang surut, drift, dan penutupan (mgal)
g θ = harga gravity normal di titik pengamatan FAA = koreksi elevasi (mgal) TC = koreksi topografi (mgal) BC = koreksi Bouguer (mgal) FAC = koreksi udara bebas (mgal) Dengan menggunakan data SBA hasil perhitungan,dilakukan analisis deformasi dengan slicing pada daerah tertentu di wilayah penelitian yang diduga terdapat struktur geologi berupa sesar (fault). Analisa selanjutnya menggunakan metode turunan kedua vertikal atau second vertical derivative (SVD). Penggunaan metode turunan kedua vertical (SVD) dari data anomali Bouger memungkinkan peneliti memisahkan efek struktur dangkal dan struktur dalam. Metode SVD sendiri dikembangkan oleh Elkins (1951) untuk menentukan nilai gravitasi di permukaan Bumi dengan asumsi bidang horizontal dari tanah adalah pada saat kedalaman z = 0 (Puspitasari, 2012) Menurut M.K.Paul (1961) dalam Puspitasari (2012), turunan dari data gravitasi sangat bermanfaat dalam interpretasi struktural. Persamaan gravitasi dapat diturunkan terhadap beberapa arah, tetapi turunan terhadap arah vertikal z lebih sering digunakan. Dalam kaitannya dengan penentuan jenis sesar (fault), SVD dapat digunakan untuk menentukan jenis sesar naik, turun, atau geser. Kriteria untuk menentukan jenis struktur sesar adalah sebagai berikut : |
|
|
|
untuk sesar turun
|
|
|
|
untuk sesar naik
Dengan mengetahui nilai turunan kedua vertical dari data anomali Bouger pada suatu daerah tertentu yang diduga terdapat sesar, kita dapat menentukan jenis dari sesar tersebut. 3. Hasil dan Pembahasan Interpretasi Kualitatif Kontur anomali Bouger telah dipetakan di daerah Sidoarjo dan sekitarnya dengan menggunakan software Surfer. Besaran nilai anomali antara -80 mgal hingga 135 mgal. Nilai anomali Bouger yang tinggi berasosiasi dengan topografi daerah pegunungan. Nilai anomali Bouger rendah sebagai implikasi dari topografi datar pada permukaan sebagai manifestasi dari cekungan bawah permukaan (basin) yang telah terisi oleh sedimen. Sebaran nilai anomali Bouger pada daerah penelitian ditampilkan pada gambar berikut :
Gambar 1. Anomali Bouger yang di-overlay dengan topografi; dugaan posisi sesar Watukosek ditunjukkan dengan garis hitam tebal. Perubahan anomali diindikasikan terjadi akibat terjadinya pertemuan antar struktur batuan dengan respon yang cukup signifikan karena pengaruh topografi.
Berdasarkan kalkulasi operator elkin, nilai anomali pada daerah penelitian berkisar antara -22 mgal hingga 14 mgal. Anomali positif ditunjukkan dengan kontur warna kuning hingga merah, sebaliknya anomali negatif tampak pada kontur warna hijau hingga biru. Anomali negatif terkonsentrasi pada beberapa titik di wilayah sebelah Selatan daerah penelitian, yang merupakan daerah pegunungan. Anomali positif tersebar secara random pada wilayah Utara dan Selatan daerah penelitian. Terlihat jelas anomali negatif pada bagian tengah yang merupakan daerah basin. Anomali negatif menunjukan distribusi densitas bawah permukaan daerah tersebut lebih rendah daripada daerah di sekitarnya Interpretasi Kuantitatif Pada penelitian ini juga digunakan metode Second Vertical Derivative (SVD) untuk menganalisa jenis struktur patahan di daerah penelitian. Dua belas irisan vertical dibuat melintang tegak lurus di wilayah dugaan sesar Watukosek yang dapat dilihat pada gambar berikut :
Dari kedua belas penampang tersebut, terlihat bahwa penampang FF’, GG’, HH’, II’, JJ’, KK’ merupakan penampang yang melintasi daerah cekungan Sidoarjo yang pada peta gambar 2 ditandai dengan warna biru tua dengan nilai anomali Bouger sederhana = -30 sampai -40 mgal. Letak dan jarak sayatan 12 garis tersebut dipilih secara random dengan jarak antar sayatan lebih rapat atau berdekatan. Sayatan GG’, HH’, dan II’ merupakan sayatan terpanjang yang tidak hanya melintasi dugaan posisi sesar Watukosek namun juga bersinggungan dengan posisi luapan lumpur Sidoarjo. Panjang sayatan garis A, B, dan C berkisar hingga 40.000 meter, sedangkan garis D, E, F, G, H, I, J, K, dan L hingga 55.000 meter. Profil elevasi terhadap jarak slicing line bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Profil elevasi terhadap jarak garis sayatan.
Gambar 2. Peta kontur anomali Bouger dengan 12 buah sayatan.
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap grafik nilai SVD yang ditampilkan dalam bentuk grafik scatter plot. Analisis grafik SVD tersebut menjadi indikator dalam menentukan jenis sesar Watukosek. Berikut tampilan grafik nilai SVD dari kedua belas sayatan pada penelitian ini :
membentuk kurva dengan amplitude maksimum lebih besar daripada amplitude minimum. Grafik nilai SVD pada sayatan D-D’, H-H’ dan L-L’ membentuk kurva dengan amplitude maksimum lebih kecil daripada amplitude minimum. Grafik pada sayatan B-B’, C-C’, E-E’, F-F’, dan J-J’ membentuk kurva amplitude maksimum sama besar dengan amplitude minimum. Berdasarkan rumus 2.7 dan 2.8 dengan kriteria nilai SVD pada keduabelas sayatan tersebut maka sesar Watukosek tergolong sebagai sesar oblique yang merupakan kombinasi sesar geser (strike slip) dengan sesar turun (normal fault).
Gambar 5. Ilustrasi sesar Watukosek dengan jenis sesar Oblique.
Gambar 4. Grafik nilai SVD pada kedua belas sayatan. Keseluruhan grafik nilai SVD berkisar antara -0.000003 mgal/m2 (amplitude minimum) hingga 0.000003 mgal/m2 (amplitude maksimum). Grafik nilai SVD pada sayatan A-A’, G-G’, I-I’, dan K-K’
Setelah mengetahui jenis sesar Watukosek, proses selanjutnya adalah penentuan jenis batuan di bawah permukaan daerah Sidoarjo berdasarkan sebaran nilai densitas dari model. Proses pengolahan data anomali gayaberat untuk mendapatkan gambaran model densitas batuan bawah permukaan bisa menggunakan tools berupa Grav3D. Secara konseptual, Grav3D menginversi data
kemudian melakukan komputasi dan menyajikannya dalam grafis tiga dimensi. Komputasi menggunakan grav3D mengharuskan user membuat sebuah ruang tiga dimensi atau yang disebut mesh. Pembuatan mesh sesuai kebutuhan user dengan mempertimbangkan luasan wilayah penelitian dan kedalaman bawah permukaan. Luasan wilayah penelitian ini membentang dari X 610000 sampai 710000 Easting dan Y 9110000 sampai 9120000 Northing (dalam koodinat UTM). Luasannya 100 km x 100 km sehingga mesh yang dibuat bisa mencapai kedalam maksimal ½ dari proyeksi panjang wilayah penelitian pada permukaan. Sebuah mesh dibuat dengan ukuran sel 50 x 50 x 50 dengan lebar tiap sel mewakili 2200 meter untuk panjang X dan lebar Y; sedangkan untuk kedalaman Z, setiap lebar mesh mewakili 300 meter. Kedalaman mesh mencapai 15 km di bawah permukaan.
grav3D akan menampilkan nilai kontras densitas. Sebaran nilai kontras densitas material bawah permukaan pada wilayah penelitian berkisar dari -1.19 hingga 0.0774. Kontras densitas merupakan perbedaan antara nilai densitas suatu material dengan nilai densitas material geologis di sekitarnya. Nilai tersebut diasumsikan homogen. Pada penelitian ini, asumsi material homogen tersebut adalah Granitte dengan nilai densitas = 2.67 gr/cm3 . Gambaran jenis batuan di bawah permukaan daerah Sidoarjo dengan klasifikasi berdasarkan sebaran nilai densitas bisa dilihat pada gambar (6). Klasifikasi jenisjenis batuan berikut belum sepenuhnya benar, karena harus divalidasi dengan hasil penelitian secara langsung di lapangan.
Selanjutnya adalah proses menambahkan nilai error pada data penelitian. Pada penelitian ini menggunakan Gaussian noise dengan nilai minimum 0.001. Hasil komputasi grav3D memperlihatkan nilai error pada data penelitian ini berkisar dari 0.01184 mGal hingga 0.3641 mGal.
Gambar 6. Klasifikasi jenis batuan bawah permukaan berdasarkan sebaran nilai densitas material.
Nilai error yang telah diperoleh, diinput dalam proses perhitungan selanjutnya yakni proses mencari model representasi rapat massa pada luasan wilayah penelitian. Model rapat massa hasil inversi Grav3D akan terintergrasi dengan mesh yang telah dibuat sebelumnya (Gambar 4.) Hasil inversi
Setelah mengklasifikasi tipe batuan pada model hasil inversi, peneliti melakukan irisan secara vertikal (cross section) pada model tersebut dengan maksud melihat keberadaan mudflow atau endapan lumpur di bawah lokasi erupsi Lumpur Sidoarjo (LUSI).
Irisan dilakukan dari segmen sebelah Barat, dengan arah Barat-Timur. Banyaknya irisan yang dilakukan adalah sebanyak 16 kali dan dasar lumpur (mud base) nampak pada irisan ke-9 hingga ke-15.
koordinat UTM X 699590 sampai 703921 Easting dan Y 9168838 sampai 9173675 Northing dengan tinggi area endapan 2500 meter. Demikian volume endapan lumpur tersebut adalah = 4331m x 4837m x 2500m atau = 4.331km x 4.837km x 2.5km = 52.3726 km3. 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
Gambar 7. Citra mud base pada penampang irisan vertikal (tanda panah merah). Kemudian menghitung luasan endapan lumpur di bawah permukaan yang telah terlihat pada irisan vertikal tersebut. Caranya adalah dengan memotong secara vertikal dari empat arah (N S E W) untuk melihat luasan area endapan lumpur dari ke empat sisi.
Gambar 8. luasan endapan lumpur/mud base (lingkaran merah). Hasil cross-section menunjukkan bahwa endapan lumpur berada pada bentangan
1. Metode derivatif orde dua (Second Vertical Derivative/SVD) dapat digunakan untuk menentukan jenis sesar/patahan; apakah sesar naik (thrust fault), sesar turun (normal fault), atau sesar geser (strike slip). Pada penelitian ini, sesar Watukosek tergolong sebagai sesar oblique yang merupakan kombinasi sesar geser (strike slip) dengan sesar turun (normal fault). Dengan menggunakan metode derivatif orde dua (Second Vertical Derivative/SVD), diketahui posisi sesar Watukosek berada di wilayah sebelah Barat dari kota Sidoarjo, membentang melintasi zona cekungan Jawa Timur dengan arah Barat Daya – Timur Laut. 2. Pengolahan data anomali gayaberat menggunakan tools berupa Grav3D dengan konsep inversi bisa digunakan untuk menentukan model sebaran nilai densitas yang dapat membantu dalam penentuan jenis bebatuan di bawah permukaan. 3. Berdasarkan model sebaran nilai densitas, material di bawah
permukaan daerah Sidoarjo memiliki nilai densitas yang berkisar antara 1.48 gr/cm3 hingga 3.44 gr/cm3 4. Model sebaran nilai densitas hasil inversi menggunakan Grav3D dapat juga dapat digunakan untuk melihat dasar endapan lumpur (mud base) di bawah permukaan. Dasar endapan lumpur terletak pada kedalaman 3.800 meter (± 4 Km) dengan volume ± 52.3726 km3
Ucapan Terimakasih Terimakasih kepada pihak Sekolah Tinggi Meterologi Klimatologi dan Geofisika yang telah bersedia menyediakan Laboratorium sebagai fasilitas pendukung dalam melakukan penelitian ini. Terimakasih secara khusus kepada Bapak Mahmud Yusuf yang telah memberikan kontribusi saran serta waktu untuk berdiskusi mengenai penelitian ini. Daftar Acuan Akesson, Maria. 2008. Mud Volcanoes – a Review. Department of Geology Lund University. Bormann, P., Baumbach, M., Bock, G., Grosser, H., Choy, G., Boatwright, J. L., 2002, Seismic Sources and Source Parameters, Peter Bormann, New Manual Seismological Observatory Practice (NMSOP), Volume 1, GeoForschungsZentrum Postdam, Jerman Barber, A.J., Tjokrosapoetro, S., Charlton, T.R., 1986. Mud Volcanoes, Shale
Diapirs, Wrench Faults, and Melanges in Accretionary Complexes, Eastern Indonesia. American Association of Petroleum Geologist Bulettin, Vol.07 No.11. P1729-1741 Davies, R., Manga, M., Tingay, M., Lusianga, S., Swarbick, R., 2010. The Lusi Mud Volcano Controversy : Was It Caused by Drilling?. Journal of Marine and Petroleum Geology Desi Purnami, Ni Luh. 2014. Pemodelan Tiga Dimensi Anomali Gravitasi Dalam Penentuan Jenis Sesar (Studi Kasus Sesar Opak dan Sesar Haruman).Skripsi Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dimitrov, L. I., 2003. Mud Vulcanoes – a significant source of atmospheric methane. Geo-Marine Letters 23, 155-161 Padmawidjaja, Tatang. 2013. Analysis of the Gravity Data of Porong regions in the Case Study Subsurface Geology Structrure and Deformation. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol.4 No.3 pp. 237-251. Li, Yaoguo and Douglas W. Oldenburg. 1998. 3D Inversion of Gravity Data. Geophysics, Vol. 63 No.1 pp.109119. Society of Exploration Geophysicists. Lowrie, William. 2007. Fundamental of Geophysics. Cambridge University Press. United Kingdom. Puspita Sari, Endah. 2012. Aplikasi Metode Turunan Kedua Vertikal (Second Vertical Derivative) Data Gravitasi Untuk Interpretasi Sesar Baribis,
Jawa Barat. Tugas Akhir Akademi Meteorologi dan Geofisika. Telford, W.M, L.P Geldart, R.E Sheriff. 1990. Applied Geophysics Second Edition. Cambridge University Press. Australia UBC-Geophysical Inversion Facility. 2001. Manual GRAV3D version 2.0. A Program Library for Forward an Inversion of Gravity Data over 3D Structures. UBC-Geophysical Inversion Facility.