STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN ANAK ANTARA UU No. 23 TAHUN 2002 DAN PENDIDIKAN ISLAM.
SKRIPSI
Oleh: IKA SETIYARINI NIM: 243052035
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO JULI 2009
i
STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN ANAK ANTARA UU No. 23 TAHUN 2002 DAN PENDIDIKAN ISLAM.
SKRIPSI Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh: IKA SETIYARINI NIM: 243052035
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO JULI 2009
ii
LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi atas nama saudara: Nama
:
Ika Setiyarini
NIM
:
243052035
Jurusan
:
Tarbiyah
Program Studi
:
Pendidikan Agama Islam
Judul
:
Studi Komparasi Perlindungan Anak Antara UU No. 23 Tahun 2002 Dan Pendidikan Islam
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqasyah
Pembimbing I
Tanggal………………….....
Dra. Aries Fitriani, M.Pd NIP. 150295748 Pembimbing II
Tanggal……………………...
Lia Amalia M.Si NIP. 150317616 Mengetahui,
Ketua Program Studi PAI STAIN Ponorogo
Basuki As’adie, M.Ag NIP. 150327277
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PONOROGO
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang munaqasyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo pada: Hari Tanggal
: Rabu : 1 Juli 2009
dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam, pada: Hari Tanggal
: Rabu : 8 Juli 2009 Ponorogo, 8 Juli 2009 Mengesahkan Ketua STAIN Ponorogo
Drs. H.A. RODLI MAKMUN, M.Ag NIP:150 237 630 Tim Penguji: 1. Ketua Sidang
:
Dr. Ahmad Munir, M. Ag
(
)
2.
Sekretaris Sidang
:
M. Harir Muzakki, M.H.I
(
)
3.
Penguji I
:
Mukhlison Effendi, M. Ag
(
)
4.
Penguji II
:
Dra. Aries Fitriani, M. Pd
(
)
iv
MOTTO
$pκön=tæ äοu‘$yfÏtø:$#uρ â¨$¨Ζ9$# $yδߊθè%uρ #Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ ∩∉∪ tβρâ÷s∆÷σム$tΒ tβθè=yèøtƒuρ öΝèδttΒr& !$tΒ ©!$# tβθÝÁ÷ètƒ āω ׊#y‰Ï© ÔâŸξÏî îπs3Í×‾≈n=tΒ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.1
1
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: As-Syifa’,1992), 951.
v
ABSTRAK Setiyarini, Ika. 2009. Studi Komparasi Perlindungan Anak Antara UU No. 23 Tahun 2002 Dan Pendidikan Islam. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo. Pembimbing (1) Dra. Aries Fitriani, M.Pd. (II) Lia Amalia, M.Si. Kata Kunci: Perlindungan, Anak, Pendidikan Islam. Anak merupakan amanat yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tua untuk dijaga, dilindungi dan dididik agar ia dapat menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu. orang tua harus melindungi anak dari segala sesuatu yang membahayakannya sehingga anak dapat tumbuh dengan sempurna baik jasmani maupun rohani, mental dan spiritual sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Namun semua itu belum bisa sepenuhnya terlaksana, masih banyak anak yang mendapatkan kekerasan baik fisik maupun mental yang dilakukan oleh orang terdekat dari anak yaitu orang tua. Kekerasan terhadap anak terjadi karena kurangnya kesadaran orangtua untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana semestinya. Di sini diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk melindungi anak dari tindak kekerasan baik dari keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah agar anak mendapatkan haknya sehingga dapat tumbuh dengan sempurna. Berangkat dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah (1) Bagaimanakah konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 (2) Bagaimanakah konsep perlindungan anak perspektif pendidikan Islam, dan (3) Apakah persamaan dan perbedaan konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam. Skripsi ini termasuk dalam library research yaitu penelitian yang mengambil data dari buku kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi kepustakaan dan metode yang penulis gunakan adalah metode komparatif. Dari hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 bertujuan untuk melindungi dan menjamin hakhak anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang, dapat berpartisipasi dan mengeluarkan pendapat secara bebas. Sedangkan perlindungan anak perspektif pendidikan Islam memberikan hak-hak dasar kepada anak, sehingga anak berkembang dengan baik sehingga menjadi anak yang berguna bagi orangtua, keluarga, masyarakat dan bangsa. Persamaan dan perbedaan konsep perlindungan anak antara UU No. 23 Tahun 2002 dapat dilihat dari beberapa segi yaitu dari segi prinsip, hak anak, kewajiban anak dan kewajiban orangtua.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................i HALAMAN JUDUL..............................................................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................iv MOTTO.................................................................................................................v PERSEMBAHAN..................................................................................................vi ABSTRAK.............................................................................................................vii KATA PENGANTAR............................................................................................viii DAFTAR ISI .........................................................................................................x PEDOMAN TRANSLITERASI.............................................................................xiii BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................1 B. Rumusan Masalah...........................................................................6 C. Tujuan Kajian .................................................................................7 D. Manfaat Kajian ...............................................................................7 E. Telaah Pustaka ................................................................................8 F. Metodologi Kajian ..........................................................................8 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................8 2. Sumber Data ............................................................................9 a. Sumber Data Primer ............................................................9 b. Sumber Data Sekunder ........................................................9
vii
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................11 4. Analisis Data.............................................................................11 G. Sistematika Pembahasan .................................................................12
BAB II : PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002... A. Pengertian Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 ..........................93 B. Prinsip Perlindungan Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 ..........95 1. Non Diskriminasi ......................................................................96 2. Kepentingan Terbaik Bagi Anak................................................98 3. Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan...............100 4. Penghargaan Terhadap Pendapat Anak......................................101 C. Hak Dan Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 ........... D. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002................................................................................................
BAB
III
:
KONSEP
PERLINDUNGAN
ANAK
PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM ........................................................... A................................................................................................... P engertian Anak Perspektif Pendidikan Islam.................................14 B................................................................................................... P rinsip-prinsip Perlindungan Anak Perspektif Pendidikan Islam........26 1. Non Diskriminasi ......................................................................26 2. Kepentingan Terbaik Bagi Anak................................................27
viii
3. Hak Hidup, Kelangsunga Hidup dan Perkembangan..................28 4. Penghargaan Terhadap Hak Anak..............................................29 5. Fitrah (Kodrati) .........................................................................30 6. Diselenggarakan Sejak Dini ......................................................32 C................................................................................................... H ak Dan Kewajiban Anak Menurut Pendidikan Islam .......................53 D................................................................................................... K ewajiban Orang Tua Terhadap Anak Perspektif Pendidikan Islam...68
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 DAN PENDIDIKAN ISLAM A. Persamaan Perlindungan Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ............................................................94 B. Perbedaan Perlindungan Anak Perspektif Pendidikan Islam ............99
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan........................................................................................102 2. Saran..................................................................................................103
Daftar Rujukan Riwayat Hidup Pernyataan Keaslian Tulisan
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat untuk orang tua, pendidik, masyarakat, dan juga Negara agar dipelihara dengan sebaik-baiknya. Karena keberadaan suatu bangsa tergantung pada generasi para penerusnya. Oleh karena itu, orang tua, pendidik, masyarakat, dan juga Negara wajib melindungi anak dari segala sesuatu yang dapat membahayakan anak. Anak harus sehat jasmani dan rohani, sehat mental dan spiritual agar dapat menjadi penerus bangsa. Dalam al-Qur’an, keturunan adalah bagian yang penting dalam kelanjutan misi kekhalifahan manusia di bumi. Anak-anak yang saleh dan berkualitas merupakan generasi penerus kekhalifahan dan tumpuan masa depan kemakmuran bumi. Pendidikan anak (tarbiyah al-aulad) merupakan tanggung jawab dan perhatian semua pihak, terutama orang tua dan para pendidik.2 Karena pendidikan pertama dan utama yang diperoleh anak berasal dari keluarga. Jadi, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk watak atau kepribadian seorang anak. Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada orang tuanya. Sebagai amanat, anak sudah seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan pemeliharaan, perawatan, bimbingan dan pendidikan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia 2
Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak (Bandung: Al-Bayan, 2005), 19-20.
1
x
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara.3 Sebagai individu, anak juga memiliki hak dan kewajiban tertentu yang harus dihormati sebagaimana orang dewasa. Seringkali orang dewasa menyuruh anak kecil untuk menghormati orang yang lebih tua. Namun, mereka lupa memberikan penghormatan pada si kecil.4 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
tβθè=É)÷ès? Ÿξsùr& 4 |=≈tGÅ3ø9$# tβθè=÷Gs? öΝçFΡr&uρ öΝä3|¡àΡr& tβöθ|¡Ψs?uρ ÎhÉ9ø9$$Î/ }¨$¨Ψ9$# tβρâ÷ß∆ù's?r& Artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri. Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? ”5 Orang tua memiliki tugas yang amat penting dalam menjaga dan memperhatikan hak-hak anak. Menurut Islam bahwa makhluk yang paling dicintai Allah adalah anak-anak, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah, bahwa sesungguhnya Allah tidak murka lantaran sesuatu sebagaimana Dia murka lantaran (penindasan atas) para wanita dan anak-anak.6 Akan tetapi, kenyataan yang ada sekarang menunjukkan bahwa banyak anak yang haknya tidak terpenuhi bahkan terampas. Banyak anak usia sekolah yang tidak bisa mengenyam pendidikan bahkan ada anak yang bisa bersekolah akan tetapi setelah pulang sekolah mereka harus bekerja membantu 3
Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam (Jakarta: KPAI, 2007), 1. Makmun Mubayidh, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak: Referensi Penting bagi Para Pendidik & Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), 121. 5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: As-Syifa’, 1992), 1: 4. 6 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 161. 4
xi
orang tua mereka untuk mencari sesuap nasi. Secara tidak langsung waktu mereka untuk bermain dan belajar berkurang. Idealnya, dunia anak adalah dunia kegembiraan, permainan, tanpa beban, dan mencerdaskan. Namun, pada kenyataannya banyak dari mereka terpaksa mengais rizki di jalanan dengan menjadi pengemis, pengamen, tukang sapu, dan pedagang asongan. Setidaknya ada 4 persoalan anak yang perlu mendapat perhatian khusus. Yaitu masalah pendidikan anak, kesehatan anak, pekerja anak, dan anak-anak di daerah konflik dan bencana seperti Ambon, Poso, Aceh, dan lainnya.7 Kekerasan terhadap anak menjadi begitu marak dalam kehidupan di negeri ini. Bukan hanya hak anak untuk terhindar dari perilaku kekerasan tetapi hak anak untuk menikmati masa kanak-kanak dengan baik juga menjadi kasus yang sangat marak dan nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, begitu banyak anak yang terjun dalam pekerjaan, seperti menjadi buruh, pengemis bahkan menjadi pekerja seks. Hal ini berarti hak-hak anak untuk menikmati masa kanak-kanak dengan indah telah terenggut oleh sebuah sistem kehidupan yang luput dari perhatian.8 Data di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, dari analisis 19 surat kabar nasional yang terbit di Jakarta selama tahun 2007, terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Dari Kejaksaan Agung diperoleh data, selama tahun 2006 ada 600 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) yang telah diputus kejaksaan. Sebanyak 41 persen di antaranya terkait pencabulan 7 8
Anshori, Perlindungan Anak, 6-7. http://kpaid-riau.com.
xii
dan pelecehan seksual, sedangkan 41 persen lainnya terkait pemerkosaan. Sisanya, 7 persen, terkait tindak perdagangan anak, 3 persen kasus pembunuhan, 7 persen tindak penganiayaan, sisanya tidak diketahui.9 Ironisnya kekerasan ini bukan hanya dilakukan orang yang tidak punya ikatan keluarga, tetapi termasuk yang melakukan perbuatan tersebut adalah orang tuanya sendiri yang semestinya menjadi pengayom, pelindung dan panutan. Jika kita melihat beberapa kasus yang terjadi, rupanya anak telah menjadi sasaran pelampiasan orang tua atas ketidakberdayaan mereka dalam memikul tantangan-tantangan hidup yang kian berat dan kejam.10 Bentuk perampasan hak anak yang lain yaitu kekerasan dalam institusi pendidikan. Beberapa tindak kekerasan guru terhadap murid kini makin meningkat, dengan alasan yang sangat ringan yakni anak tidak mematuhi kata guru, atau anak mempengaruhi siswa lain untuk berbuat hal semacam itu, dan masih banyak lagi seribu rangkaian kata merah untuk sang anak hingga ia terpojok.11 Selain itu, anak-anak juga mengalami kekerasan yang dilakukan teman-teman sebaya melalui kegiatan perploncoan pada awal tahun ajaran. Berita perilaku kekerasan oleh teman sebaya yang dilakukan Geng Nero di Pati (Kompas, 19/6/2008) juga menjadi alasan mengapa orangtua mengkhawatirkan keamanan anak-anaknya di sekolah.12
9
&lang=
http://www.kpai.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=196&Itemid=191
10
Mahfudz Syairozi & Shonhaji, Ed: Azizi Chasbullah, Konsep Pendidikan Generasi Tiga Dimensi: Kajian Praktis Tentang Generasi Muslim dalam Dimensi Sosial, Psikologi dan Agama (Lirboyo: Tamatan Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, 2002), 11 Nur Harisma Haqie, “Pelecehan Dunia Pendidikan”, Ulasan Cilik (NovemberDesember, 2006), 6. 12 http://www.kpai.go.id/
xiii
Dalam agama Islam, memberikan perlindungan terhadap anak adalah wajib. Perlindungan tersebut salah satunya dilakukan melalui cara menyayangi anak.
Dalam
suatu
riwayat
diceritakan,
tatkala
Rasulullah
SAW
memperpanjang sujudnya, dan salah seorang bertanya: “Kali ini sujud Rasul panjang, tidak seperti biasanya, apakah Rasul menerima wahyu?” Tidak, hanya saja putraku menunggangi pundakku. Aku enggan bangun (dari sujud) sebelum ia puas.”13 Agama Islam mengajarkan para pemeluknya untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Perlindungan anak tersebut berupa kegiatan untuk jaminan dan melindungi anak dan hak-haknya sehingga dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari setiap tindak kekerasan dan diskriminasi.14 Islam menganjurkan untuk melindungi anak-anak sejak dalam kandungan bahkan sejak dalam memilih pasangan hidup. Hal tersebut sangat penting karena akan berpengaruh terhadap keturunan atau anak-anak yang akan dilahirkannya nanti. Karena pendidikan yang pertama dan utama yang diperoleh dari anak adalah dari keluarga terutama dari kedua orang tua. Pemecahan masalah anak, demi terwujudnya kesejahteraan pada masyarakat yang berkeadaban tidak cukup hanya menggunakan kecerdasan akal (intelectual quotient) seperti perangkat hukum, dan kecerdasan emosi (emotional intelligent atau quotient), seperti empati terhadap kesengsaraan 13 14
Anshori, Perlindungan Anak, 3. Ibid., 1.
xiv
orang lain, tetapi juga harus diimbangi dengan kecerdasan spiritual (spiritual quotient), yaitu kualitas kesabaran dan keikhlasan semata-mata untuk mencapai ridha Allah dalam melaksanakan perjuangan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat, khususnya kesejahteraan dan perlindungan anak.15 Jadi, disini diperlukan keikutsertaan berbagai lapisan masyarakat dalam menyelesaikan masalah anak mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, juga peran pemerintah dan tokoh agama. Bagaimanakah pandangan pendidikan Islam mengenai perlindungan anak apakah sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia ataukah ada perbedaan dimana pemerintah menetapkannya dalam UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul skripsi:“ STUDI KOMPARASI PERLINDUNGAN ANAK ANTARA UU No. 23 TAHUN 2002 DAN PENDIDIKAN ISLAM”.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002? 2. Bagaimana perlindungan anak perspektif pendidikan Islam? 3. Apa persamaan dan perbedaan antara perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan konsep pendidikan Islam?
15
Ibid., 29.
xv
C. Tujuan Kajian 1. Untuk mengetahui konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002. 2. Untuk mengetahui konsep perlindungan anak perspektif pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam.
D. Manfaat Kajian Dengan adanya kajian ini, nantinya akan diharapkan terkumpulnya data-data yang memiliki nilai guna. Kegunaan yang dimaksud disini ada dua macam, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis Dari hasil kajian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menentukan gambaran tentang perlindungan anak yang sekaligus dapat memperkaya khazanah pengetahuan dalam bidang pendidikan. 2. Kegunaan Praktis Hasil kajian ini, diharapkan dapat berguna bagi penulis secara pribadi khususnya untuk dapat menerapkan konsep perlindungan anak dalam bidang pendidikan, lembaga pendidikan secara umum sebagai masukan dan referensi penting mengenai perlindungan anak perspektif
xvi
pendidikan Islam, dan bagi masyarakat luas agar dapat ikut serta berperan serta dalam melindungi anak dari tindak kekerasan.
E. Telaah Pustaka Dari hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh mahasiswa STAIN Ponorogo yang bernama Wahyudin yang selesai pada tahun 2007 yang mengkaji tentang perlindungan anak dengan judul “Hak Dan Kewajiban Anak Dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dalam Perspektif Pendidikan Islam”. Penelitian tersebut membahas tentang: a. Konsep hak anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dalam perspektif pendidikan Islam. b. Konsep kewajiban anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dalam perspektif pendidikan Islam. c. Peran UU No. 23 Tahun 2002 dalam upaya pemenuhan hak dan kewajiban anak dalam perspektif pendidikan Islam. Dari telaah terhadap hasil penelitian terdahulu tersebut belum ada yang membahas mengenai perbandingan konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam.
xvii
F. Metodologi Kajian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam kajian ini digunakan pendekatan kualitatif, penulis mencoba mengkaji tentang konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam. Dan dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan dalam menyususun skripsi ini adalah jenis penelitian pustaka (library research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku yang ada kaitannya dengan skripsi ini yang diambil dari perpustakaan. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan literatur-literatur lainnya.16 2. Sumber Data Sebagai penelitian literatur, maka sumber data penelitian ini diambil sepenuhnya dari riset kepustakaan dengan mengandalkan bacaan yang berupa buku-buku, kitab, karya ilmiah dan koran yang mempunyai referensi dengan masalah yang dibahas, yaitu perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam. Sebagaimana lazimnya penelitian pustaka, data dalam penelitian ini akan menggunakan dua sumber, yaitu data primer dan sekunder. a. Sumber Data Primer, yaitu UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
16
Sutrisno Hadi, Metode Research I (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3.
xviii
b. Sumber Data Sekunder, yaitu buku-buku atau dokumen lain yang ditulis oleh orang lain serta artikel, majalah dan yang lainnya yang membahas tentang konsep perlindungan anak menurut UU RI No. 23 Tahun 2002. Diantara data sekunder ialah: 1) Jamaal ‘Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak: Teladan Rasulullah SAW, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005. 2) Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak, Bandung: Al-Bayan, 2005. 3) Rafi’udin ed. Khuimaeroh, Peran Bunda Dalam Mendidik Buah Hati: Mendidik dengan Cara Islami, Bandung: Media Istiqomah, 2006. 4) Al Hasan, Yusuf Muhammad. Pendidikan Anak Dalam Islam. Terj. Muhammad Yusuf Harun. Jakarta: Al-Sofwa, 1997. 5) Choiri A, dkk.,Panduan Untuk Pendamping Anak: Menggunakan KHA Dan UUPA Untuk Advokasi, Ponorogo: PUSAR Ponorogo, 2006. 6) Ibnu Anshori,Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, Jakarta: KPAI, 2007. 7) Nur Hrisma Haqie, Pelecehan Dunia Pendidikan, Ulasan Cilik, November-Desember, 2006. 8) Herlina, Apong. dkk. Perlindungan Anak: Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: tp, 2003. 9) Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Dalam Agama Islam, Jakarta: KPAI, 2006.
xix
10) Muhammad Suwaid. Tanpa Tahun. Mendidik Anak Bersama Nabi SAW:
Panduan
Lengkap
Pendidikan
Anak
Disertai
Teladan
Kehidupan Para Salaf. Terjemahan Oleh Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka Arafah, 2006. 11) Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. 12) Umar Hasyim, Anak Shaleh: Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983. 13) Azizi Chasbullah (Ed.). 2002. Konsep Pendidikan Generasi Tiga Dimensi: Kajian Praktis Tentang Generasi Muslim dalam Dimensi Sosial, Psikologi dan Agama. Lirboyo: Tamatan Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien. 14) Reza Farhadian. Tanpa tahun. Menjadi Orang Tua Pendidik. Terjemahan oleh Endang Z.S. 2005. Jakarta: Al-Huda. 15) Jamal Abdurrahman. Tanpa Tahun. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi: 120 Cara Rasulullah SAW Mendidik Anak. Terjemahan oleh Jujuk Najibah Ardianingsih. 2004. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi kepustakaan yaitu mencari data mengenai hal-hal
xx
atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.17 4. Analisis Data Dari data-data yang telah terkumpul, maka selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode komparatif yaitu digunakan untuk menjelaskan hubungan dari dua fenomena atau sistem pemikiran dalam komparasi hakiki agar objek penelitian dapat menjadi lebih tegas dan tajam. Perbandingan ini akan menentukan perbedaan dan persamaan sehingga hakekat objek dapat difahami dengan semakin murni.18
G. Sistematika Pembahasan Sebagai gambaran pola pemikiran penulis yang tertuang dalam karya ilmiah ini, maka penulis susun sistematika pembahasan yang dibagi dalam lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub yang berkaitan erat dan merupakan kesatuan yang utuh, yaitu: Bab satu adalah pendahuluan. Dalam bab ini merupakan pola dasar dari keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, metode kajian, dan sistematika pembahasan. Bab dua membahas konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002, yang meliputi pengertian anak, prinsip-prinsip perlindungan 17 18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1992), 200. Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), 43.
xxi
anak, hak dan kewajiban anak, dan kewajiban orang tua menurut UU No. 23 Tahun 2002. Bab tiga membahas konsep perlindungan anak perspektif pendidikan Islam, pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, prinsip-prinsip perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, hak dan kewajiban anak menurut UU No. 23 Tahun 2002, kewajiban orang tua terhadap anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Bab empat berisi analisa konsep perlindungan anak antara UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam yang terdiri dari analisa konsep perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002, analisa konsep perlindungan anak perspektif pendidikan Islam dan analisa persamaan dan perbedaan konsep perlindungan anak antara UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam. Bab lima, merupakan kesimpulan akhir dari pembahasan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dan saran.
xxii
BAB II KONSEP PERLINDUNGAN ANAK MENURUT UU No. 23 TAHUN 2002
E. Pengertian Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Anak adalah amanat yang diberikan Allah kepada kedua orang tua untuk dijaga, dididik dan dilindungi. Perlindungan terhadap anak tidak hanya diberikan setelah ia lahir tapi bayi yang masih di dalam kandunganpun juga wajib dilindungi. Oleh karena itu, orang tua sebagai orang terdekat dari anak maka wajib melindungi bayi sampai ia dewasa nanti. Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tercantum dalam Pasal I butir I UU No. 23/2002 berbunyi: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan”.19 Dalam pengertian dan batasan tentang anak sebagaimana dirumuskan dalam pasal I butir I UU No.23/2002 ini tercakup 2 (dua) isu penting yang menjadi unsur definisi anak, yakni:20 Pertama, seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Dengan demikian, setiap orang yang telah melewati batas usia 18 tahun, termasuk orang yang secara mental tidak cakap, dikualifikasi sebagai bukan anak,
19 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Bandung: Citra Umbara, 2007), 3. 20 Mengenal Lebih Dekat UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak (Jakarta: Komnas PA, 2004), 29.
14 xxiii
yakni orang dewasa. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan apakah statusnya sudah kawin atau tidak. Kedua, anak yang masih dalam kandungan. Jadi, UU No.23/2002 ini bukan hanya melindungi anak yang sudah lahir tetapi diperluas, yakni termasuk anak dalam kandungan. Pengertian dan batasan usia anak dalam UU No. 23/2002, bukan dimaksudkan untuk menentukan siapa yang telah dewasa, dan siapa yang masih anak-anak. Sebaliknya, dengan pendekatan perlindungan, maka setiap orang (every human being) yang berusia di bawah 18 tahun – selaku subyek hukum dari UU No. 23/2002 – mempunyai hak atas perlindungan dari Negara yang diwujudkan dengan jaminan hukum dalam UU No. 23/2002. Menurut Nur Hasyim yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan ibunya, yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki harkat, martabat serta hak-hak sebagai manusia yang harus dihormati. Anak merupakan tunas, potensi serta generasi penerus cita-cita bangsa. Anak yang merupakan potensi dan sumber daya manusia bagi
pembangunan
nasional,
memerlukan
pembinaan
dan
perlindungan.21 Anak merupakan investasi unggul untuk melanjutkan kelestarian peradaban sebagai penerus bangsa, maka haruslah diperhatikan pendidikan 21
http://kpaidriau.com/web/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=
120
xxiv
dan hak-haknya. Orang tua memiliki tugas yang amat penting dalam menjaga dan memperhatikan hak-hak anak.22 Jika hak anak terpenuhi, maka anak akan tumbuh dengan sempurna, sehat jasmani dan rohani sehingga dapat menjadi generasi penerus bangsa. F. Prinsip Perlindungan Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002. Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.23 Suatu Undang-Undang pasti mempunyai prinsip yaitu sesuatu yang dijadikan acuan, begitu juga dengan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Prinsip perlindungan anak menurut UU No.23/2002 tercantum dalam pasal 2 UU No. 23/2002 yang berbunyi: Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: a. nondiskriminasi; b. kepentingan yang terbaik bagi anak; c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan d. penghargaan terhadap pendapat anak.24
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), 58. Mufidah Ch & Mohammad Mahpur (Eds), Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan?: Panduan Pemula Untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (Malang: Pilar Media, 2006), 16. 24 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Bandung: Citra Umbara, 2007), 56. 22 23
xxv
Jadi, prinsip-prinsip perlindungan anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengadopsi prinsip-prinsip dasar dari KHA (Konvensi Hak-Hak Anak) dan berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian tercantum dalam pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Telah disebutkan dalam undang-undang tersebut bahwa terdapat 4 prinsip perlindungan anak yaitu: 1. Non diskriminasi Alinea pertama Pasal 2 KHA menciptakan kewajiban fundamental Negara paserta (fundamental obligation of state parties) yang mengikatkan diri dengan Konvensi Hak Anak, untuk menghormati dan menjamin (to respect and ensure) seluruh hak-hak anak dalam konvensi ini kepada semua anak dalam semua jurisdiksi nasional dengan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.25 Prinsip non diskriminasi ini diartikulasikan pada umumnya konvensi dan atau instrument internasional HAM, seperti Universal Declaration of Human Right, International Convenant on Civil and Political Right, and Convenant on Economic, Social and Cultural Right, Convention on Elimination of All Form Discrimination Againt Women (CEDAW). Beberapa konvensi HAM mengartikan diskriminasi sebagai adanya pembedaan (distinction), pengucilan (exclusion), pembatasan 25
Mengenal Lebih Dekat UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak (Jakarta: Komnas PA, 2004), 33.
xxvi
(restriction) atau pilihan/pertimbangan (preference), yang berdasarkan atas ras (race), warna kulit (colour), kelamin (sex), bahasa (language), agama (religion), politik (political) atau pendapat lain (other opinion), asal-usul social atau nasionalitas, kemiskinan (poverty), kelahiran atau status lain.26 Dalam hukum nasional, pengertian diskriminasi dapat dilihat dalam pasal I butir 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi sebagai berikut: “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status social, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, social, budaya dan aspek kehidupan lainnya”.27 Dalam hal peradilan anak, United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of juvenile justice yang dikenal dengan “Beijing Rules” juga memuat prinsip non diskriminasi dalam peradilan anak. Berdasarkan Peraturan Nomor 2 ayat I Beijing Rules disebutkan bahwa standar peraturan minimum diterapkan pada anak-anak pelanggar hukum (juvenile offenders) secara tidak memihak (impartially), tidak dengan pembedaan dalam segala bentuknya, misalnya ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, politik, dan pendapat lain, asal kebangsaan, atau kewarganegaraan, harta benda kekayaan (property), kelahiran, atau status lainnya.28 26
Ibid., Ibid., 34. 28 Ibid., 27
xxvii
Bahkan, dalam Perubahan Kedua UUD 1945 Pasal 28 B ayat 2, dirumuskan secara eksplisit hak anak dari diskriminasi, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dengan adanya prinsip ini, seorang anak akan terhindar dari perlakuan yang tidak adil dari orang lain karena dalam Undang-Undang tersebut setiap anak mempunyai hak sama. 2. Kepentingan yang terbaik bagi anak Yang dimaksud dengan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.29 Jadi, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bagi anak diusahakan harus sesuatu yang baik untuk kelangsungan hidup anak. Prinsip kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest of The Child) diadopsi dari Pasal 3 ayat I KHA, yang meminta negara dan pemerintah, serta badan-badan publik dan privat memastikan dampak terhadap anak-anak atas semua tindakan mereka. Tentunya menjamin bahwa prinsip The Best Interest of The Child menjadi pertimbangan
29
Apong Herlina, dkk., Perlindungan Anak: Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Jakarta: tp, 2003), 15.
xxviii
utama, memberikan prioritas yang lebih baik bagi anak-anak dan membangun masyarakat yang ramah anak (child friendly-society).30 Guna menjamin prinsip The Best Interest of The Child ini, dalam rumusan Pasal 3 ayat 2 KHA ditegaskan bahwa Negara peserta menjamin perlindungan anak dan memberikan kepedulian pada anak dalam
wilayah
yurisdiksinya.
Negara
mengambil
peran
untuk
memungkinkan orang tua bertanggungjawab terhadap anaknya, demikian pula lembaga-lembaga hukum lainnya. Pasal 3 ayat 3 KHA menyebutkan negara mesti menjamin institusi-institusi, pelayanan, dan fasilitas yang diberikan tanggung jawab untuk kepedulian pada anak atau perlindungan anak yang sesuai dengan standar yang dibangun oleh lembaga yang berkompeten. Negara mesti membuat standar pelayanan sosial anak, dan memastikan bahwa semua intitusi yang bertanggung jawab mematuhi standar dimaksud dengan mengadakan monitoring atas pelaksanaannya.31 Sejalan dengan Pasal 3 ayat I KHA yang diulas dimuka, dalam Beijing Rules juga dikandung prinsip The Best Interest of The Child. Menurut Beijing Rules, negara anggota (state member) berusaha mendorong kesejahteraan anak beserta keluarganya (vide Peraturan I ayat I), dan menentukan bahwa sistem peradilan anak harus menekankan kesejahteraan anak (vide Peraturan 5 ayat I), dan prosedur peradilan yang kondusif terhadap kepentingan terbaik anak (the best interest of the 30 31
Mengenal Lebih Dekat, 35. Ibid., 36.
xxix
juvenile) (vide Peraturan 14 ayat 2), serta kesejahteraan anak harus menjadi faktor penentu arah dalam memberikan pertimbangan dalam kasus anak (vide Peraturan 17 ayat I, d).32 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan. Yang dimaksud dengan prinsip untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.33 Prinsip ini merupakan implementasi dari pasal 6 KHA, yang kemudian secara eksplisit dianut sebagai prinsip-prinsip dasar dalam UU No. 23/2002. Selanjutnya, prinsip ini dituangkan dalam norma hukum Pasal 4 UU No. 23/2002. Jika dibandingkan, norma hukum Pasal 4 UU No. 23/2002 mengacu dan bersumber kepada Pasal 28 B ayat I dan ayat 2 UUD 1945.34 Sementara itu, ketentuan perundang-undangan lainnya seperti UU No. 39/1999 juga mengatur hak hidup ini yang merupakan asas-asas dasar dalam Pasal 4 dan 9 UU No. 39/1999. Hak hidup ini, dalam wacana instrument/konvensi internasional merupakan hak asasi yang paling universal, dan dikenali sebagai hak yang utama (supreme right). Sebelum disahkannya KHA, beberapa instrument/konvensi internasional juga sudah menjamin hak hidup sebagai hak dasar seperti
32
Ibid., Herlina dkk., Perlindungan Anak, 15. 34 Ibid., 37. 33
xxx
Universal Declaration of Human Right (pasal 2), International Covenant on Civil and Political Right- ICCPR (pasal 6).35 4. Penghargaan terhadap pendapat anak. Yang dimaksud dengan prinsip penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.36 Prinsip ini merupakan wujud dari hak partisipasi anak yang diserap dari Pasal 12 KHA. Mengacu kepada Pasal 12 ayat I KHA, diakui bahwa anak dapat dan mampu membentuk atau mengemukakan pendapatnya
dalam
pandangannya
sendiri
yang
merupakan
hak
berekspresi secara bebas (capable of forming his or her own views the rights to express those views freely). Jaminan perlindungan atas hak mengemukakan
pendapat
terhadap
semua
hal
tersebut,
mesti
dipertimbangkan sesuai usia dan kematangan anak.37 Sejalan dengan itu, Negara peserta wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Jadi, setiap anak berhak mengemukakan pendapatnya jika hak-haknya tidak terpenuhi baik secara lisan maupun tulisan.
35
Ibid., Ibid., 16. 37 Ibid., 36
xxxi
G. Hak Dan Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 1. Hak Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.38 Hak-hak anak yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 2002 di antaranya adalah: Pasal 4 Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara
kemanusiaan,
serta
wajar
sesuai
mendapat
dengan
perlindungan
harkat dari
dan
martabat
kekerasan
dan
diskriminasi. Pasal 5 Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Pasal 6 Setiap anak berhak untuk bribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. Pasal 7 (1) Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
38
Herlina, dkk., Perlindungan Anak, 15.
xxxii
(2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Pasal 9 (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pasal 10 Setiap anak berhak menyatakan dan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan.
xxxiii
Pasal 11 Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Pasal 12 Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Pasal 13 (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, peng-aniaya-an; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 14 Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan /atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
xxxiv
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Pasal 15 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. pelibatan dalam peperangan. Pasal 16 (1) Setiap
anak
berhak
memperoleh
perlindungan
dari
sasaran
penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pasal 17 (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
xxxv
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerassan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum atau bantuan lainnya.
2. Kewajiban Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Kewajiban berasal dari kata dasar “wajib” yang artinya harus melakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Mendapat awalan ke- dan akhiran -an, menjadi kewajiban yang artinya sesuatu yang harus dilaksanakan.39 Jadi, kewajiban anak adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seorang anak. Di antara kewajiban yang harus dilakukan oleh anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah: Pasal 19 Setiap anak berkewajiban untuk: a. menghormati orang tua, wali, dan guru; 39
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 1006.
xxxvi
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara; d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
B. Kewajiban Orang Tua Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Orangtua
sebagai
orang
terdekat
anak
berkewajiban
melaksanakan kewajibannya. Orangtua tidak boleh hanya menuntut hak terhadap anak saja tetapi juga memiliki kewajiban yang harus ia laksanakan. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat kewajiban orangtua yaitu tercantum dalam pasal 26 yang berbunyi: (1)
Orang tua berkewajiban dan berytanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
(2)
Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya,
maka
kewajiban
dan
tanggung
jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
xxxvii
BAB III PERLINDUNGAN ANAK PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Setiap anak yang lahir ke dunia ini dalam keadaan suci, tanpa dosa dan tidak mengetahui apa-apa. Merupakan tanggung jawab yang dipikul oleh orangtua untuk menjadikan anak tersebut tumbuh dengan sempurna, sehat jasmani, rohani dan intelektual sehingga menjadi insan kamil yang berakhlak mulia. Agar anak tumbuh sesuai dengan yang diinginkan maka orangtua wajib melindungi anakanak dari segala sesuatu yang dapat membahayakannya. Salah satu caranya yaitu dengan memenuhi hak yang menjadi milik anak tersebut. A. Pengertian Anak Perspektif Pendidikan Islam 1. Sebagai Rahmat Allah Anak adalah rahmat karena anak adalah pemberian Allah SWT yang tidak semua orang tua mendapatkannya. Allah menganugerahi anak hanya bagi keluarga yang dikehendakinya.40 Allah SWT berfirman:
$tΡωΨÏã ôÏiΒ ZπtΗôqy‘ óΟßγyè¨Β Νßγn=÷VÏΒuρ …ã&s#÷δr& çµ≈oΨ÷s?#uuρ Artinya: “dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami”41
40
Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam (Jakarta: KPAI, 2007), 9. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: Asy-Syifa’, 1992), 505. 41
29 xxxviii
Rahmat anak ini adalah salah satu rahmat Allah yang bernilai tinggi dan mempunyai manfaat yang amat besar bagi kehidupan manusia, baik untuk di dunia ini, maupun untuk di akhirat nanti.42 2. Sebagai Amanat Allah Amanat merupakan sesuatu yang harus dijaga dan dipelihara. Anak merupakan amanat dari Allah yang diberikan untuk orang tua untuk dijaga dan dipelihara sebaik-baiknya agar selamat di dunia dan di akhirat. Sebagai
amanat
anak
harus
mendapatkan
pemeliharaan,
perawatan, bimbingan dan pendidikan yang kesemuanya itu adalah menjadi haknya. Orang tua sebagai orang yang diamanahi berkewajiban untuk memenuhinya agar anak dapat berkembang dengan baik sehingga menjadi anak yang berguna bagi orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.43 Dalam sebuah hadits dijelaskan:
Q َ َو ِهUَVW ِ ْ َزوZ ِ [ْ \َ ْQ]ِ _ٌ [` a ِ َْأ ُة رَاghَ iْ وَا،ِklِ [` a ِ ْ َرma َ ٌلoُ p ْ qَ َوkِ rِ َا ْهsِ] ع ٍ رَاv ُW ُ g` iَا .UَVlِ [` a ِ ْ َرma َ _ٌ iَoُ p ْ qَ Artinya: “Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya itu.”44 3. Sebagai Barang Gadaian
42
Syahminan Zaini, Arti Anak Bagi Seorang Muslim (Surabaya: Al-Ikhlas, 1982), 86. Anshori, Perlindungan Anak, 15. 44 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul ‘Atiq no. 2554 (Riyadh: Darussalam, 1999), 412. 43
xxxix
Menurut ajaran Islam, anak yang baru lahir masih tergadai. Untuk menebusnya, Nabi menyuruh menyembelih kambing pada hari ketujuh setelah lahirnya. Untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Adapun hukum aqiqah ini menurut kebanyakan para ulama adalah sunah.45 Al-Tirmidzi, al-Nasa’I dan Ibnu Majah meriwayatkan dari alHasan dari Samirah:
َ َْ ِمzْ a ِ ُ \َ ْ
ُ ،ِklِ |َ [ْ |ِ }َ \ِ ٌmVَ َ ْgqُ ُم َ ُ i ا:_ِ |َ [ْ |ِ }َ iْ اsِ] ~َ r` َ َوkِ [ْ rَa َ w ُ اs`rx َ Q ` yِ z`iن ا ` َأ .s`hp َ ُ َو،ُk ُ ْ َرأ ُ rَ ْ ُ َو،ِk}ِ \ِ Uَ Artinya: “Bahwa Rasulullah saw bersabda tentang ‘aqiqah, “Setiap anak itu digadaikan dengan ‘aqiqahnya. Disembelihkan (baginya) pada hari ketujuh (dari kelahiran)nya, dicukur kepalanya dan diberi nama.”46 4. Sebagai Penguji Iman Sebagai orang tua haruslah menyadari bahwa di samping anak itu menjadi nikmat, juga merupakan fitnah bagi orang tuanya jika tidak mampu menjaganya. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaklah mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar tidak menjerumuskan orang tua dan anak itu sendiri.47 Selain itu orang tua harus menjaga anak tersebut agar tidak menghadirkan bala’ dan malapetaka. Kehadirannya tidak menjadi fitnah (ujian) yang menyeret orangtuanya kepada sesuatu yang dimurkai Allah SWT.48 Allah SWT berfirman: 45
Mansur, Pendidikan Anak, 7. Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi Kitab al-Adhahi no.1522 (Beirut: Darul Ma’rifat, 2002), 541. 47 Mansur, Pendidikan Anak Usia, 7. 48 Abulfaruq Ayip Syafruddin, “Anak Antara Harapan dan Ujian,” As-Syariah, (Vol.IV/No. 43/1429H/2008), 11. 46
xl
×πuΖ÷GÏù öΝä.߉≈s9÷ρr&uρ öΝà6ä9≡uθøΒr& !$yϑ‾Ρr& (#þθßϑn=÷æ$#uρ Artinya: “dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan”.49 Jika kita akan diuji oleh Allah SWT tentang anak-anak kita berarti kita harus mempelajari tentang anak-anak kita dalam hal jasmani dan rohaninya, dalam hal hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia dan dengan alam dan lain-lain sebagainya, kemudian kita perjuangkan perkembangannya, sehingga sesuai dengan kehendak Allah yang memberikan rahmat anak itu kepada kita.50 5. Sebagai Media Beramal Menurut ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah tugas hidup manusia di muka bumi ini adalah untuk beramal. Beramal dalam rangka menyelesaikan tugas hidupnya sebagai khalifah Allah di bumi ini atau memenuhi perjanjiannya dengan Allah sewaktu di alam arwah dahulu. Banyak sekali media untuk beramal bagi seorang mukmin itu salah satunya adalah anak.51 6. Sebagai Bekal Di Akhirat Sabda Nabi Muhammad SAW:
ٍ iِUَx ٍ iَ َاوْ َوkِ\ ُ َ lَ zْ ُ ~ٍ rْ a ِ ْرِ َ ٍ_ َاوUَW _ٍ َ َ x َ ث ٍ َ َ ْmqِ ` ِاkُ rُhَ a َ َ َ |َ ْ نُ ِاUَpْ ِ ْت ا َ Uَqِاذَا .~rpq ـ رواkَiْa ُ َْ Artinya: “Apabila telah meninggal manusia putuslah amalnya, kecuali dari tiga perkara: Shadaqah jariyah (umpama membuat masjid)
49
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 264. Zaini, Arti Anak , 94. 51 Ibid., 96. 50
xli
atau ilmu yang memberi manfaat atau anak yang shaleh yang mendoakannya.”52 Hadits tersebut menyatakan bahwa apabila seorang mukmin telah meninggal dunia, anaknya yang masih hidup masih dapat memberikan bekal untuk akherat baginya, bahkan dapat mengangkat derajatnya ke tingkat yang tinggi. Jadi, jelaslah bahwa anak adalah sebagai bekal yang amat besar bagi seorang mukmin untuk di akherat nanti.53 Oleh karena itu, orang tua wajib menjaga anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah. 7. Unsur Kebahagiaan Siapapun tanpa kecuali pasti menginginkan kehidupan bahagia. Bagi seorang mukmin kebahagiaan yang diinginkannya itu hendaklah meliputi kebahagiaan lahir dan batin serta dunia dan akhirat. Kebahagiaan itu ada beberapa unsur. Salah satu di antaranya ialah anak.54 Allah SAW berfirman:
$oΨù=yèô_$#uρ &ãôãr& nο§è% $oΨÏG≈−ƒÍh‘èŒuρ $uΖÅ_≡uρø—r& ôÏΒ $oΨs9 ó=yδ $oΨ−/u‘ šχθä9θà)tƒ tÏ%©!$#uρ ∩∠⊆∪ $Β$tΒÎ) šÉ)−Fßϑù=Ï9 Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”55 Dalam kehidupan sehari-hari banyak ditemukan orang yang merasa tidak berbahagia walaupun punya harta, pangkat, nama dan 52
Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim Kitabul Wasiat no. 1631 (Beirut: Darul Fikr, 1999), 70. 53 Zaini, Arti Anak , 103. 54 Ibid., 103-104. 55 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 569.
xlii
sebagainya karena tidak mempunyai anak. Sehingga mereka berusaha dengan bermacam-macam jalan untuk memperoleh anak. Oleh karena itu kita wajib bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita. 8. Sebagai Tempat Bergantung Di Hari Tua Antara orang tua dan anak sudah terbina kasih sayang timbal balik itu semenjak anak masih bayi. Sebab itu tempat bergantung yang paling baik di hari tua adalah anak. Sebab merekalah yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang yang diperlukan orang tua. Karena itulah Islam mewajibkan kepada anak agar berbakti kepada orang tuanya. Kewajiban ini akan memperkuat rasa kasih sayang tersebut.56 Firman Allah SWT:
È,ù=sƒø:$# ’Îû çµó¡Åe6uΖçΡ çνöÏdϑyèœΡ tΒuρ Artinya: “dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadiannya (ke masa anak-anak)”57 9. Sebagai Penyambung Cita-Cita Anak adalah calon penerus generasi tua yang harus dipersiapkan agar menjadi cerdas secara intelektual dan secara emosional. Kualitas generasi muda angat ditentukan oleh seberapa besar kepedulian kita memberikan pemeliharaan, bimbingan dan pendidikan yang bermutu kepada anak-anak yang kita asuh dan kita didik. Sudah menjadi hukum alam, generasi tua harus digantikan oleh generasi muda. Generasi muda 56 57
Zaini, Arti Anak ,108. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 713.
xliii
sudah barang tentu berasal dari anak-anak yang kita asuh dan kita didik. Oleh karena itu, anak-anak harus diasuh, dibina dan dididik agar mereka menjadi generasi yang berkualitas yang dapat meneruskan perjuangan generasi tua.58 Anak harus dibekali dengan iman yang benar dan tertanam kuat di dalam dada mereka. Karena mereka sebagai penerus cita-cita orang tua untuk mejadi hamba Allah, menjadi umat Muhammad yang bertakwa dan memperjuangkan Islam sampai akhair hayatnya. Dalam GBHN telah dijelaskan bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa dan sumber insan bagi pembangunan nasional, maka harus diperhatikan dan dibina sedini mungkin agar menjadi manusia yang berkualitas dan berguna bagi bangsa. Sebagai orang tua, haruslah mempunyai tujuan dan berikhtiar agar anak di masa depan mempunyai kualitas yang lebih tinggi dari orang tuanya, minimal sejajar atau sama dengan orang tuanya. Dengan demikian dia perlu mempersiapkan anak itu sejak dini agar menjadi manusia unggul.59 10. Sebagai Makhluk Yang Harus Dididik Dalam pandangan orang tua, anak adalah buah hati dan tumpuan di masa depan yang harus dipelihara dan dididik. Memeliharanya dari segala marabahaya dan mendidiknya agar menjadi anak yang cerdas, itulah sifat fitrah orang tua.60
58
Anshori, Perlindungan Anak , 2. Mansur, Pendidikan Anak Usia, 10-11. 60 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), 27-28. 59
xliv
Islam mendorong setiap pemeluknya, dalam hal ini orang tua, untuk memenuhi kewajibannya dalam mendidik anak. Islam tak menghendaki kehidupan generasi kedepan diliputi keterpurukan akidah, melemahnya iman, dan ketiadaan paham terhadap syariat.61 Tanpa pendidikan, seorang anak tidak akan tumbuh dengan sempurna. Secara fitrah anak masih bersih dan suci, orang tuanyalah yang bertanggung jawab untuk mendidiknya.
$\↔ø‹x© šχθßϑn=÷ès? Ÿω öΝä3ÏF≈yγ¨Βé& ÈβθäÜç/ .ÏiΒ Νä3y_t÷zr& ª!$#uρ Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun.”62
B. Prinsip Perlindungan Anak Perspektif Pendidikan Islam Perlindungan anak dalam pendidikan Islam juga memiliki prinsipprinsip yang dijadikan acuan, prinsip-prinsip tersebut bersumber dari alQur’an dan al-Hadits. Terdapat enam prinsip dalam perlindungan anak dalam Islam, yaitu: 1. Non Diskriminasi Islam adalah agama yang pertama kali menerapkan prinsip non diskriminasi dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap anak. Artinya, Islam adalah agama pertama yang menyerukan untuk berlaku adil terhadap anak.63
61
Syafruddin, Anak Antara , 11. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 413. 63 Anshori, Perlindungan Anak, 34. 62
xlv
Allah SWT berfirman:
3 θu ) “ ø G− =9Ï > Ü t %ø &r θu δ è #( θ9ä ‰ Ï ã ô #$ 4 Artinya; “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” 64 Perintah Rasulullah SAW kepada para orang tua untuk berbuat adil terhadap anak-anaknya dilakukan dalam semua pemberian, baik pada pemberian harta (materi) maupun kasih sayang (immateri).65 Perlakuan orang tua yang tidak adil terhadap anak-anak, akan menimbulkan dampak negatif terhadap anak, yaitu berupa munculnya penyakit kejiwaan seperti rendah diri dan dan hasud. Dampak lain yang tak kalah buruknya akan muncul di masa mendatang generasi yang durhaka kepada kepada orang tuanya dan generasi yang selalu menimbulkan permusuhan dengan saudara-saudara mereka sendiri.66 AlQur’an memberikan contoh tentang perlakuan tidak adil Nabi Ya’kub kepada para anaknya.
9≅≈n=|Ê ’Å∀s9 $tΡ$t/r& ¨βÎ) îπt7óÁãã ßøtwΥuρ $¨ΨÏΒ $oΨŠÎ/r& #’n<Î) =ymr& çνθäzr&uρ ß#ß™θã‹s9 (#θä9$s% øŒÎ) ∩∇∪ AÎ7•Β Artinya: “(yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, Padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” 67
64
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 159. Anshori, Perlindungan Anak, 34. 66 Abu Ibrahim Muhammad Ali, “Bersikap Adil Terhadap Anak”, Al-Furqan (Edisi 9, Mei 2006), 63. 67 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 349. 65
xlvi
2. Kepentingan Terbaik Bagi Anak Prinsip kepentingan terbaik bagi anak berarti semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Dalam sejarah Islam, baik pada masa Rasulullah maupun Khulafaurrasyidin terdapat banyak peristiwa yang menggambarkan kepemihakan Islam terhadap anak. Sebagai contoh adalah kasus wanita Al-Ghamidiyah. Ia memberitahukan kepada Nabi bahwa ia hamil dari hasil zina. Nabi berkata “pulanglah sampai engkau melahirkan”. Ketika ia telah melahirkan, ia datang lagi kepada Nabi dengan membawa bayinya. Nabi berkata “Pergilah, kemudian susuilah anakmu itu sampai engkau menyapihnya”. Setelah selesai disapih, ia datang lagi kepada Nabi bersama bayi, maka Nabi menyerahkan bayi itu kepada laki-laki muslim. Setelah itu wanita tersebut dirajam.68 Contoh tersebut menunjukkan bahwa Nabi mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak. Penegakan hukum harus tetap dilaksanakan dengan tidak menafikan kepentingan terbaik bagi anak dengan cara memberikan kesempatan pada si ibu memberikan hak layak bagi si anak. Meskipun si ibu melakukan perbuatan yang melanggar hukum, anak yang sedang dikandungnya tidak boleh dirugikan karena perbuatan salah si ibu.
68
Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim Kitabul Hudud no. 1695, 1332.
xlvii
3. Hak Hidup, Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Setiap anak yang baru lahir ke dunia mempunyai hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan. Hak-hak tersebut tidak hanya dimiliki oleh anak yang terlahir di dunia saja dalam Islam anak yang masih dalam kandungan juga mempunyai hak-hak tersebut. Yang dimaksud dengan hak hidup adalah hak anak untuk hidup sangat dihargai dalam Islam. Hak hidup adalah hak melekat pada diri setiap anak manusia dan mutlak kepadanya untuk memberikan perlindungan atas kehidupan mereka. Allah SWT mengecam keras orangorang yang tidak menghargai hak asasi manusia untuk hidup. 69 Firman Allah SWT.
÷ρr& C§øtΡ ÎötóÎ/ $G¡øtΡ Ÿ≅tFs% tΒ …çµ‾Ρr& Ÿ≅ƒÏℜuóÎ) ûÍ_t/ 4’n?tã $oΨö;tFŸ2 y7Ï9≡sŒ È≅ô_r& ôÏΒ !$uΚ‾Ρr'x6sù $yδ$uŠômr& ôtΒuρ $Yè‹Ïϑy_ }¨$¨Ζ9$# Ÿ≅tFs% $yϑ‾Ρr'x6sù ÇÚö‘F{$# ’Îû 7Š$|¡sù Οßγ÷ΨÏiΒ #ZÏWx. ¨βÎ) ¢ΟèO ÏM≈uΖÉit7ø9$$Î/ $uΖè=ߙ①óΟßγø?u!$y_ ô‰s)s9uρ 4 $Yè‹Ïϑy_ }¨$¨Ψ9$# $uŠômr& ∩⊂⊄∪ šχθèùÎô£ßϑs9 ÇÚö‘F{$# ’Îû šÏ9≡sŒ y‰÷èt/ Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.”70 Yang dimaksud dengan kelangsungan hidup adalah menjamin kelangsungan hidup anak dalam Islam dianggap sebagai pengejawantahan rasa syukur pada Allah SWT karena anak adalah anugerah Allah SWT. 69 70
Anshori, Perlindungan Anak , 41. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,164.
xlviii
Anak merupakan kekayaan bagi keluarga dan bangsa, yang memiliki fungsi strategis sebagai penerus generasi di masa yang akan datang. Hak kelangsungan hidup anak dapat diwujudkan dalam bentuk memberikan kasih sayang pada anak, memenuhi kebutuhan dasar anak.71 Kebutuhan alami seorang anak adalah mendapatkan kasih sayang dari orang tua khususnya ibu. Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang menghalanginya untuk memberikan kasih sayang dan perlindungan kepada anaknya. Yang dimaksud dengan menjamin perkembangan anak yaitu dapat dilakukan dengan cara mendidik anak. Dengan pendidikan anak dapat berkembang secara sempurna baik pemikiran, maupun sikap dan perilakunya. Pendidikan yang diberikan kepada anak merupakan pendidikan yang bersifat komperhensif, artinya pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan kemampuan intelektual, mental dan spiritual. 4. Penghargaan Terhadap Pendapat Anak Dalam Islam, sikap menghargai pendapat anak telah diajarkan bahkan telah dipraktekkan pula oleh Rasulullah SAW. Pendapat anak sangat dihormati dan dihargai, dan bahkan anak selalu dimotivasi untuk berani mengemukakan pendapat. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dalam suatu majlis pertemuan. Umar bertanya kepada mereka: “Apa yang saudara ketahui tentang sebab turunnya surat al-Baqarah ayat 266” Mereka menjawab “Allah yang lebih tahu”, Lalu
71
Anshori, Perlindungan Anak., 41.
xlix
Umar marah dan terus mendorong agar diantara mereka ada yang ,menjawabnya dengan ilmu pengetahuan. Maka salah satu dari sekian anak-anak, yaitu Ibnu Abbas menjawabnya bahwa ayat tersebut menggambarkan seorang kaya yang beramal namun tidak memperoleh pahala dari Allah karena setelah itu mereka berbuat maksiat.72 Tidak menghargai pendapat anak oleh orang tua akan menimbulkan dampak negatif terhadap anak, yaitu munculnya penyakit kejiwaan seperti minder dan penakut.73 Oleh karena itu, para orang tua sangat dianjurkan untuk menerapkan prinsip ini, supaya anak tumbuh dan terdidik di atas keterbukaan yang sempurna, keberanian dengan batasbatas kesopanan, kehormatan, toleransi, dan mandiri. 5. Fitrah (Kodrati) Perasaan mengasihi dan menyayangi anak adalah fitrah yang Allah SWT tanamkan dalam setiap hati orang tua sebagai bekal untuk memelihara dan melindungi anak-anaknya.74 Firman Allah SWT:
y7În/u‘ y‰ΖÏã îöyz àM≈ysÎ=≈¢Á9$# àM≈uŠÉ)≈t7ø9$#uρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$# èπuΖƒÎ— tβθãΖt6ø9$#uρ ãΑ$yϑø9$# ∩⊆∉∪ WξtΒr& îöyzuρ $\/#uθrO Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”75 72
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabut Tafsir no. 5438, 771. Anshori, Perlindungan Anak, 45. 74 Ibid., 46. 75 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 450. 73
l
Fitrah ini tidak lain hanya untuk memberikan dorongan di dalam
mendidik,
memelihara,
melindungi
dan
memperhatikan
kemashlahatan anak-anak mereka sehingga apa yang menjadi hak anak dapat terpenuhi dengan baik serta anak terhindar dari setiap tindak kekerasan dan diskriminasi.76 Jika perasaan-perasaan itu tidak ada, maka jenis manusia ini akan lenyap dari permukaan bumi. Dan kedua orang tua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak mau mengasuh dan mendidik, tidak mau memperhatikan persoalan dan kepentingan-kepentingan anak.77 Firman Allah SWT: … $pκön=tæ }¨$¨Ζ9$# tsÜsù ÉL©9$# «!$# |NtôÜÏù 4… Artinya: “... (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah…”78 6. Diselenggarakan Sejak Dini Rasulullah SAW memberikan tuntunan kepada orang tua dalam memberikan perlindungan terhadap anak agar dilakukan sedini mungkin. Sedini mungkin disini memiliki pengertian: (1) ketika mencari pasangan/jodoh, (2) ketika awal pembuahan (nuthfah), (3) ketika anak berada dalam kandungan, dan (4) ketika anak dilahirkan.
76
Anshori, Perlindungan Anak, 46. Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Saifullah Kamalie & Heri Noer Ali (Semarang: Asy-Syifa’, 1981), 24. 78 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 645. 77
li
a) Mencari jodoh Setiap anak berhak mendapat orang tua yang baik. Dengan orang tua yang baik akan lahir anak yang baik pula. Perlindungan kepada anak dimulai dari masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalehah. Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada laki-laki yang hendak berkeluarga dengan bersabda:
ك َ ْ ََاZ\َ gِ َ m ِ ْ iت ا ِ ْ ِ\
َاgَ ْ Uَ] Artinya: “Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi.”79 Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. 80 Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda:
Up َ ]َ ض َو ِ ْر£ َ ْ اQ]ِ _ً zَ lْ ]ِ ْm¡ُ َ ْاrُ}َ ْ َ َ ِْإن.ُ ْW َ و َ َ] kُ zَ ْ َو ِدkُ |َ rُ ُ ن َ ْ َ ْgَ ْmqَ ْ~ ُآUَ ِإ َذاَأ .ٌg[ْ yِ دٌ َآ Artinya: “Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah. Jika tidak kamu lakukan, niscaya terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”81 b) Ketika Awal Pembuahan / Nuthfah Proses nuthfah adalah fase yang sangat menentukan bagi anak. Rasulullah SAW memberikan tuntunan ketika seorang muslim
79
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab al- Nikah no. 5090, 910. Yusuf Muhammad Al Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, terj. Muhammad Yusuf Harun (Jakarta: Al-Sofwa, 1997), 14. 81 Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Bab Nikah no. 1087 (Beirut, Darul Fikr, 1994), 345. 80
lii
berkehendak melakukan hubungan sebadan (biologis) antara suami istri, maka hendaknya ia mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga kegiatan intim tersebut tidak diganggu oleh setan dan jin, sehingga jika kelak nanti terjadi pembuahan diharapkan akan menjadi anak yang berakhlak mulia.82 Sabda Rasulullah SAW:
§ ِ z W َ ن َو َ Uَ[ْ ¨ ` iاUَzyْ zW َ ~` Vُ r`iَا،ِw ِ~ اp ْ ِ\ :ل َ Uَ ،ُkrَ َأ ْهQ َ ِ ْ¥َ ْ¦ َ ُآ~ْ ِإذَاَأرَا َدَأن َ ن َأنْ َأ ` َْأiَ .ٌ نUَ[ْ © َ ُ g` ª ُ ْ~iَ ٌiَ َوUَhVُ zَ [ْ \َ ِإنْ ُ َرkُ ` «ِ ]َ ،Uَzlَ ْ َر َزUَq ن َ Uَ[ْ ¨ ` iا Artinya: “Jika seseorang di antara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: “Dengan Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya.”83 c) Ketika Anak Berada Dalam Kandungan Islam memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Di dalam kandunganpun seorang anak harus mendapatkan perlindungan juga. Bentuk perlindungan tersebut di antaranya yaitu calon ibu mulai memilih makanan yang harus di makan, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus, dan mengatur aktivitasnya, serta
82 83
Anshori, Perlindungan Anak, 48. Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari no. 3271, 545.
liii
memantau
keadaan
calon
bayi
dengan
terus
memeriksa
kesehatannya.84 Dalam sebuah hadistnya Rasulullah SAW mewajibkan para orang tua, khususnya sang ibu, untuk memperlakukan anak yang berada dalam kandungan dengan baik. Perlakuan yang baik diantaranya memberikan pelayanan yang tepat terhadap anak yang masih dalam kandungan, tidak melakukan tindak kekerasan yang menimbulkan dampak negatif (baik fisik maupun psikis) terhadap anak dalam kandungan, karena hal tersebut sangat berbahaya.85 Islam mensyari’atkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya.86 d) Ketika Anak Dilahirkan Pada saat anak dilahirkan juga termasuk fase yang sangat menentukan. Rasulullah mengajarkan orangtua untuk melakukan beberapa tindakan perlindungan ketika di saat-saat pertama kelahiran anak, diantaranya yaitu: 1) Menyerukan Adzan Ibnu
al-Qayyim
ra
mengatakan
bahwa
rahasia
dikumandangkan adzan dan iqomah pada bayi yang baru lahir adalah supaya kalimat-kalimat adzan merupakan kalimat yang pertama kali yang didengar oleh sang bayi, di mana kalimat adzan 84 Ummu Abdirrahman bintu ‘Imron, “Saat Si Kecil Tumbuh Dalam Rahimku”, AsSyariah (Bundel Vol. 1-4), 52. 85 Anshori, Perlindungan Anak, 48. 86 Al Hasan, Pendidikan Anak, 16.
liv
tersebut mengandung kebesaran Tuhan dan Keagungan-Nya, dan merupakan penyaksian bagi bayi tersebut bahwa ia pertama kali dimasukkan Islam.”87 Ketika
bayi
lahir
kemudian
di
telinganya
dikumandangkan adzan dan iqamat pada telinga kirinya, berarti pendidikan pertama begitu anak lahir ialah memperkenalkan kalimat tauhid di telinga bayi.88 Selain itu juga bertujuan menanamkan dasar spiritual pada bayi melalui proses pendidikan, dengan harapan bayi tumbuh dan berkembang secara baik sehat jasmani-ruhani dan terhindar dari godaan setan.89 Jadi, bentuk perlindungan yang diberikan oleh orang tua kepada anak yang baru lahir yaitu melindungi anak dari godaan syetan dengan mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri. 2) Menyampaikan kabar gembira dan memberikan ucapan selamat atas kelahiran. Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah SWT:
87 Jamal Abdurrahman. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi: 120 Cara Rasulullah SAW Mendidik Anak, terj. Jujuk Najibah Ardianingsih (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 11. 88 Mansur, Pendidikan Anak , 170. 89 Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, 89-90.
lv
t,≈ysó™Î) Ï!#u‘uρ ÏΒuρ t,≈ysó™Î*Î/ $yγ≈tΡö¤±t6sù ôMs3ÅsŸÒsù ×πyϑÍ←!$s% …çµè?r&z÷ö∆$#uρ ∩∠⊇∪ z>θà)÷ètƒ Artinya: “dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu Dia tersenyum, Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.”90 Anak adalah buah hati orang tua. Ia adalah salah satu nikmat Tuhan SWT yang diberikan kepada orang yang dikehendaki dan tidak diberikan kepada orang yang dikehendaki pula. Dengan nikmat tersebut, membuat kedua orang tua bahagia. Karenanya malaikat menyampaikan kabar gembira kepada para utusan Allah akan kelahiran calon putra mereka.91 Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT:
2”uô³ç6ø9$$Î/ tΛÏδ≡tö/Î) !$uΖè=ߙ①ôNu!%y` ô‰s)s9uρ Artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikatmalaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira,”92 Seorang muslim seharusnya merasa senang dengan kehadiran seorang bayi baginya, kemudian ia menyampaikan rasa senangnya kepada saudaranya yang lain, karena ia merupakan sunnah-sunnah ketuhanan. Sebaliknya, Allah mencela terhadap orang yang menganggap jelek dengan kelahiran anak perempuan dan merasa berat untuk menerimanya. Sesungguhnya Allah 90
Depatemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an dan Terjemahannya, 338. Abdurrahman. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi,13. 92 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 338. 91
lvi
memberikan hak kepada anak perempuan seperti pula pada anak laki-laki, dan kehidupan tidak akan berjalan tanpa adanya laki-laki dan perempuan.93 Sebagaimana disebutkan dalam salah satu firman Allah:
∩∈∪ tβθßϑä3øts† $tΒ u!$y™ Ÿωr& ... Artinya: “…alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.”94 Orang tua wajib menerima anak yang dikaruniakan oleh Allah SWT baik laki-laki maupun perempuan dengan ikhlas dan wajib menjaga dan melindunginya, salah satu caranya yaitu dengan cara mensyukurinya. Jika anak dipelihara dengan baik maka dia akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua. 3) Tahnik Tahnik
yaitu melembutkan sebutir kurma dengan
dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Jika tidak ada kurma maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula).95 Sabda Rasulullah SAW dari Abu Musa:
kُ ¡َ zَ ¦ َ َا ِه ْ[ َ~ َوg\ْ ُ ِإU`hp َ ]َ ~r وk[ra w اs`rx َ Q ` yِ z`i اkِ \ِ Z ُ [ْ َ ¥َ]َ ٌم َ¬ ُ ْQiَِ iُِو .Q ` iَ ِإkُ }َ ]َ َو َد،ِ_ َآgَ yَ iْ Uِ\ kُ iَUَa َو َد،ٍةgَ hْ lَ \ِ Artinya: “Aku telah dikaruniai seorang anak. Kemudian aku membawanya kepada Nabi saw., lulu beliau menamakannya Ibrahim, menggosok-gosok langitlangit mulut dengan sebuah kurma dan mendoakannya
93
Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, 14. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 410. 95 Anshori, Perlindungan Anak , 49. 94
lvii
dengan keberkahan. Setelah itu, menyerahkannya kembali kepadaku”.96
beliau
Nilai pendidikan yang ada di dalamnya yaitu sebagai latihan bagi bayi untuk makan dan membuat ia kuat, membuat bayi menjadi tenang dan aman dalam melanjutkan makannya dan terbantu olehnya, serta dapat melatih bayi cara mengunyah makanan yang baru.97 4) Memberi Nama Bagi seorang anak manusia yang baru lahir, nama merupakan sesuatu yang sangat penting, karena apabila seseorang tidak memiliki nama, maka ia tidak dapat dikenal dan sulit bersosialisasi dengan lingkungan secara sempurna.98 Kandungan makna pada nama anak, selain menjadi harapan bagi orang tua yang memberikan nama itu, kelak juga akan menjadi bahan peringatan selama hayatnya dan akan terus melekat pada diri anak yang bersangkutan. Maka seharusnya para orang tua muslim memberikan nama yang baik kepada anak-anaknya.99 Adapun cara-cara memberikan nama yang baik itu antara lain: a. Menggunakan kata-kata yang memiliki arti baik. b. Mencontoh nama-nama Nabi.
96
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul ‘Aqiqah No. 5467, 974. Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, 15. 98 Syairozi & Shonhaji, Konsep Pendidikan Generasi, 21. 99 Mansur, Pendidikan Anak, 171. 97
lviii
c. Mengidhafahkan (merangkaikan) sebuah kata yang berarti pengabdian (abdun) atau kata lain dengan nama-nama Allah (asmaul husna).100 Sabda Rasulullah SAW:
~َ [ْ َا ِهg\ِ إs\َ ِ~ أ ْ Uِ\ kُ lْ[h` p َ ]َ م َ¬ ُ _rْ[r`iْ اQiَِ iُِو Artinya: “Semalam telah lahir anak laki-lakiku, maka aku beri nama dia dengan nama ayahku, Ibrahim.”101 5) Aqiqah Aqiqah yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja.102 Aqiqah merupakan salah satu ajaran Islam yang harus diperhatikan oleh pemeluknya. Bentuk kasih sayang dengan melakukan aqiqah bagi anak yang baru lahir ini mengandung unsur pendidikan tersendiri, hanya saja sifatnya sangat abstrak.103
s`hp َ ُ َوkُ ُ ْ َرأ ُ rَ ْ ُ َوkِ }ِ \ِ Uَ َْ َمkُ ْza َ ُ \َ ْ
ُ kِ lِ |َ [ْ |ِ }َ \ِ ٌm[ْ ٍم َر ِه َ¬ ُ v ُ ُآ Artinya: “Setiap anak itu tergadaikan sebab aqiqahnya. Hewan tersebut disembelih darinya pada hari ketujuh (dari kelahirannya) dan bayi itu dipotong rambutnya dan ia diberi nama.”104 Faedah dari aqiqah merupakan bentuk kurban yang dipersembahkan karena Allah SWT. Di dalamnya terdapat sifat kedermawanan, menghilangkan rasa kikir, memberikan makanan
100
Ibid., 171-170. Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim Kitabul Fadhoil no. 2315, 409. 102 Al-Hasan, Pendidikan Anak, 24. 103 Mansur, Pendidkan Anak, 173. 104 Al-Asy’ast As-Sijtani, Sunan Abu Dawud no. 2838, 23. 101
lix
terhadap sesama muslim yang merupakan salah satu dari tanda keakraban dengan sesamanya, bisa memberikan syafa’at kepada kedua orang tuanya atau syafa’at orang tua kepadanya, menetapkan sunnah-sunnah
syari’at,
memerangi
khurafat-khurafat
yang
dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah, memberitahukan nasab anak yang dilahirkan dan lain sebagainya.105 6) Mencukur
rambut
bayi
dan
bersedekah
perak
seberat
timbangannya. Islam menganjurkan supaya rambut anak dipotong pada hari ketujuh kelahirannya untuk menghilangkan penyakit dari anak tersebut. Bahkan Islam juga mensyari’atkan bersedekah dari berat rambut tersebut dengan emas atau perak, seakan-akan sebagai isyarah untuk menebusnya dengan harta, dan hal ini menunjukkan agar tidak sembrono di dalamnya.106 Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman.107 Sedangkan menurut tinjauan spiritual, hikmah mencukur rambut ialah memelihara kesucian (fitrah) sang anak agar syetan tidak merusak esensi primordial (dasar) kemerdekaan pikiran yang ada di kepalanya hingga ia menjelang dewasa.108
105
Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, 23-24. Ibid., 29-30. 107 Al-Hasan, Pendidikan Anak , 25. 108 Syairozi & Shonhaji, Konsep Pendidikan Generasi, 27. 106
lx
Dari Ali RA. Ia berkata:
_ٌ ª ` ]ِ ِ gِ }ْ © َ _ِ َ ِ \ِ Qِ` َ َ وkُ َ ْ َرأQِ|rِْ¦ ُ_ اhَ ® ِ Uَ]Uَ Artinya: “Rasulullah mengaqiqahi al-Hasan dengan satu kambing, dan beliau berkata: “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya, dan sedekahlah dengan timbangan rambutnya dengan perak.” Maka rambut itu ditimbang, dan beratnya satu dirham atau setengah dirham.”109 7) Khitan Khitan yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan mustahab (dianjurkan) bagi kaum wanita.110 Sabda Rasulullah SAW:
.° ِ \ْ ± ِ ا² ُ lْ َ َو،ِg]ِ Uَ£ َ ْ[ ُ~ اrِ|ْ َ َو،ِ ِربU`¨i اµ ´ َ َو،َُاد ْ lِ ْ ِ ْ َوا،ُ نUَl¶ ِ iا:ٌ¯hْ َ ُةgَ ْ ِ iْ َا Artinya: “ Fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”111 Diantara hikmah khitan yaitu sebagai kesucian, perhiasan, memperindah bentuk, dan penyeimbang syahwat. Jika nafsu sahwat melampaui batas, maka manusia tidak ada bedanya dengan binatang. Sebaliknya, jika nafsu itu ditiadakan secara keseluruhan maka manusia itu seperti benda mati. Karenanya, khitan sebagai penyeimbang bagi nafsu manusia.112
C. Hak Dan Kewajiban Anak Perspektif Pendidikan Islam 109
‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi Kitab al-Adhahi no.1519, 640. Al-Hasan, Pendidikan Anak , 26-27. 111 Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul Libas No. 5891, 1036. 112 Abdurrahman, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi, 37. 110
lxi
1. Hak Anak Perspektif Pendidikan Islam Dalam Islam, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi baik oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Anak merupakan seorang manusia yang masih kecil dan tidak mampu untuk menuntut haknya, seperti menuntut agar disusui dan diasuh. Dan agar hak ini tidak hilang, maka Allah SWT memelihara hak-hak seorang anak dengan memerintahkan para orangtua untuk memenuhinya.113 Ada lima hak asasi manusia dalam Islam, hak asasi manusia tersebut juga berlaku bagi anak. Hak asasi tersebut dikenal dengan sebutan dharuriyatu al-khams. Di antara hak-hak asasi tersebut adalah: a. Pemeliharaan atas kehormatan (hifzh al-’ird) dan keturunan/nasab (hifzh al-nasl) Penetapan nasab merupakan salah satu hak seorang anak yang terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memberikan dampak terhadap kepribadian dan masa depan seorang anak. Nasab dapat merealisasikan kemashlahatan terhadap sebuah masyarakat. Karena dia merupakan sebuah ikatan yang sangat kuat dan dapat mengikat anggota masyarakat itu dengan anggota lainnya. Nasab seorang anak ini akan diikuti oleh hak-hak lain di antaranya adalah hak
113
Kautsar Muhammad Al-Mainawi, Hak Anak Dalam Keluarga Muslim terj. Moh. Suri Sudahri A (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), 40.
lxii
untuk mendapatkan penyusuan, hak untuk mendapatkan harta warisan dan hak-hak lainnya yang telah ditetapkan oleh syara’. 114 Firman Allah SWT: ∩∈⊆∪ #\ƒÏ‰s% y7•/u‘ tβ%x.uρ 3 #\ôγϹuρ $Y7|¡nΣ …ã&s#yèyfsù #Z|³o0 Ï!$yϑø9$# zÏΒ t,n=y{ “Ï%©!$# uθèδuρ Artinya: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.115 Dampak nasab terhadap keluarga adalah mempunyai manfaat yang sangat tinggi, dimana jika ada seseorang yang menisbatkan nasabnya kepada sebuah keluarga, sedangkan keluarga itu tidak menganggapnya sebagai anggota nasabnya, maka akibatnya terjadi kekacauan keterkaitan, baik yang menyangkut paman, bibi, mahram atau muhrim.116 b. Pemeliharaan atas hak beragama (hifzh al- dîn) Pemeliharaan agama bagi anak, dalam Islam pertama kali harus dilakukan oleh kedua orangtua terutama ibu, sebagai orangtua yang mengandung dan membesarkan anak. Artinya, agama anak mengikuti agama orangtuanya sampai anak dapat menentukan sendiri agama yang terbaik bagi dirinya.117 Rasulullah SAW bersabda:
kِ ِ Uَp· hَ ُ ْ أوkِ ِ َاg zَ ُ ْ أوkِ ِ دَاVَ ُ ُ َ\َا¥َ] ِةgَ ْ ِ iْ اsَra َ ُ iَُُْدiْqَ v ´ ُآ Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan di atas fitrah. Maka, kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”118 114
Ibid., 41. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 567. 116 Al-Mainawi, Hak Anak, 44. 117 Anshori, Perlindungan Anak, 53-54. 118 Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul Janaiz no. 1385, 222. 115
lxiii
Pada periode-periode awal dari kehidupannya, anak akan menerima pengarahan dari orangtuanya. Maka tanggungjawab mengarahkan anak kepada kebaikan, berada di pundak orangtua. Pembinaan agama pada anak oleh orangtua dapat dilakukan dalam dua periode, yaitu: 1) Pra Lahir. Pembinaan keagamaan pada anak dapat dilakukan ketika anak masih berada dalam kandungan dengan membiasakan anak mendengarkan bunyi-bunyian thayyibah seperti shalawat, bacaan al-Qur’an dan lain-lainnya. 2) Pasca Lahir. Periode ini adalah periode terpenting dalam melakukan pembinaan terhadap agama anak. Pembinaan agama anak dapat dilakukan melalui memantapkan iman kepada Allah SWT, mencintai Allah SWT dan rasul-Nya, menyuruh anak beribadah, mengajarkan hukum-hukum agama, mendidik anak untuk mencintai rasul, keluarganya dan membaca al-Qur’an.119 c. Pemeliharaan atas jiwa (hifzh al- nafs) Yang termasuk dalam hifzh al-nafs yaitu hak untuk hidup, hak tersebut merupakan nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Oleh karena itu, orangtua dilarang untuk membunuh anak-anak mereka dengan alasan bagaimanapun juga misalnya takut miskin, takut dihina orang karena anak tersebut hasil zina, dan lainlain, hak hidup merupakan hak yang langsung berasal dari Allah SWT.
119
Anshori, Perlindungan Anak, 54.
lxiv
Firman Allah SWT $\↔ôÜÅz tβ%Ÿ2 öΝßγn=÷Fs% ¨βÎ) 4 ö/ä.$−ƒÎ)uρ öΝßγè%ã—ötΡ ßøtªΥ ( 9,≈n=øΒÎ) sπu‹ô±yz öΝä.y‰≈s9÷ρr& (#þθè=çGø)s? Ÿωuρ
∩⊂⊇∪ #ZÎ6x. Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”120 Selain itu yang termasuk hifzh al-nafs (pemeliharaan atas jiwa) adalah menjaga kesehatan anak. Upaya penyelenggaraan perlindungan hak kesehatan anak dilakukan dalam dua periode yaitu: 1) Pra Lahir. Menjaga kesehatan anak pra lahir ini dilakukan ketika anak berada dalam kandungan ibu, yaitu dengan memenuhi kebutuhan makanan gizi lengkap dan seimbang serta vitamin (multivitamin).121 Nabi bersabda:
kِ q ُاm ِ ْ \َ sِ] s`|© َ ْmqَ Q ´ |ِ ¨ ` iَا Artinya: “Anak yang celaka adalah anak yang telah mendapatkan kesempitan di masa dalam perut ibunya”.122 2) Pasca Lahir. Menjaga kesehatan anak pasca kelahiran anak dapat dilakukan dengan mengupayakan anak agar tumbuh menjadi sehat melalui: 120
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 428. Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini (Jakarta: Gema Insani, 2004), 29. 122 Imam muslim 121
lxv
a) Radha’ah (menyusui) Menyusui merupakan hak seorang anak yang terpenting dan harus diberikan oleh kedua orangtuanya terutama oleh ibu.123 Menyusui berarti memberikan makanan kepada bayi agar dapat berkembang dan tumbuh secara sempurna, baik fisik maupun psikisnya. Hal itu sebagai bukti kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, menyusui hendaknya dilakukan sampai bayi berumur dua tahun.124 Firman Allah SWT:
¨ΛÉムβr& yŠ#u‘r& ôyϑÏ9 ( È÷n=ÏΒ%x. È÷,s!öθym £èδy‰≈s9÷ρr& z÷èÅÊöムßN≡t$Î!≡uθø9$#uρ sπtã$|ʧ9$# Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”125 Para
peneliti
dalam
bidang
medis
menetapkan
pentingnya seorang ibu menyusui bayinya. Sebab gizi yang terkandung di dalam air susu ibu tidak ada dalam air minuman atau makanan yang lain. Menurut as-Sayyid dalam Ibrahim, ada beberapa keistimewaan memberikan ASI kepada bayi, antara lain: (1) ASI mengandung seluruh unsur makanan yang cocok dengan tuntutan bayi, yang mengandung seluruh vitamin, selain vitamin D dan G. 123
Al-Mainawi, Hak Anak, 54. Mansur, Pendidikan Anak, 162. 125 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 57. 124
lxvi
(2) ASI mudah di produksi dan dengan derajat kehangatan yang cocok, bagaimana keadaaan sang ibu dan kapan pun. (3) ASI senantiasa segar. (4) ASI mudah dicerna. ASI yang sudah sampai di perut bayi akan mengental karena bercampur dengan enzim-enzim di dalam perut. (5) Penyusuan secara alami mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jiwa, yaitu menguatkan hubungan antara ibu dan anak dan menambah perasaan kasih sayangnya. (6) Penyusuan secara langsung bisa menguatkan rahim ibu setelah
melahirkan,
sehingga
bisa
mengembalikan
keadaannya seperti sebelum kehamilan, sehingga bisa mengurangi pendarahan sesudah kehamilan.126 b) Mencukur Rambut Bayi Dalam syari’at Islam, dianjurkan mencukur rambut bayi pada hari ketujuh dan mengeluarkan shodaqoh kepada orangorang fakir berupa emas dan perak seberat timbangan rambutnya.127 Dari Ali RA. Ia berkata:
_ٌ ª ` ]ِ ِ gِ }ْ © َ _ِ َ ِ \ِ Qِ` َ َ وkُ َ ْ َرأQِ|rِْ¦ ُ_ اhَ ® ِ Uَ]Uَ Artinya: “Rasulullah mengaqiqahi al-Hasan dengan satu kambing, dan beliau berkata: “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya, dan sedekahlah dengan timbangan
126 127
Anshori, Perlindungan Anak, 63-64. Ibid., 65.
lxvii
rambutnya dengan perak.” Maka rambut itu ditimbang, dan beratnya satu dirham atau setengah dirham.”128
c) Khitan Khitan merupakan kebiasaan fithri yang merupakan salah satu syi’ar agama kita yang benar. Rasulullah SAW bersabda:
.° ِ \ْ ± ِ ا² ُ lْ َ َو،ِg]ِ Uَ£ َ ْ[ ُ~ اrِ|ْ َ َو،ِ ِربU`¨i اµ ´ َ َو،َُاد ْ lِ ْ ِ ْ َوا،ُ نUَl¶ ِ iا:ٌ¯hْ َ ُةgَ ْ ِ iْ َا Artinya: “ Fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.”129 Khitan mempunyai faedah-faedah yang sangat besar, baik terhadap jasmani, maupun terhadap kesehatan. Khitan dapat
mencegah
bertumpuk-tumpuknya
kotoran-kotoran
lemakdan berminyak, serta kotoran yang berasal dari kemaluan itu sendiri, selain itu juga akan membersihkan orang yang yang berkhitan itu dari segala penyakit dan bakteri-bakteri.130 d) Menjauhkan anak dari penyakit dan mengobatinya Orangtua wajib melindungi anak dari penyakit menular dengan mengasingkan anak yang terkena penyakit, sehingga penyakit tersebut tidak menular kepada lainnya. Bagi anak
128
‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi Kitab al-Adhahi no.1519, 640. Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul Libas No. 5891, 1036. 130 Al-Mainawi, Hak Anak, 53-54. 129
lxviii
yang terkena penyakit, orangtua diwajibkan mengupayakan pengobatan demi kesembuhan anak.131 Sabda Rasulullah SAW:
¸ ِ qُ srَa َ ٌضg hَ qُ ن ` ُْ ِر َد َ Artinya: “Janganlah sekali-kali orang yang sakit mendatangi orang yang sehat.”132 e) Makan dan minum secara sehat Di antara petunjuk Rasulullah SAW dalam masalah makanan adalah menghindarkan makanan yang mengandung racun, dan melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum, sehingga melampaui kebutuhan. Dalam masalah minum, hendaklah minum dua dan tiga kali teguk serta dilarang untuk bernafas dalam bejana ketika minum sambil berdiri. Sedangkan dalam masalah tidur, Rasulullah SAW menganjurkan untuk tidur di atas sisi badan sebelah kanan. Sebab, tidur di atas sisi badan sebelah kiri itu akan membahayakan hati dan mengganggu pernafasan. f) Berolah raga dan bermain ketangkasan Islam pembinaan
menganjurkan jasmani
dan
agar rohani
orangtua anak
serta
melakukan menjaga
keseimbangan antara keduanya. Islam mewajibkan shalat dan wudhu, mengajarkan panahan, renang, dan menunggang kuda.
131 132
Anshori, Perlindungan Anak, 67. Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab al-Thib No. 5771, 1019.
lxix
Jika kita menginginkan agar anak menjadi sehat dan bahagia, maka harus diberi kesempatan untuk bermain dan menggerakkan tubuhnya. Manfaat anak dalam bermain dan berolahraga adalah dapat meraih tenaga dan kekuatan.Olah raga dan bermain merupakan sarana untuk memperkuat dan membantu pertumbuhan jasmani, menjaga kesehatan, serta membangkitkan semangat.133 g) Zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan Di antara perlindungan kesehatan yang harus diberikan oleh orangtua kepada anak adalah membiasakan anak untuk zuhud dan tidak larut dalam kenikmatan. Sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian terlalu larut dalam kesenangan (kemewahan). Karena sesungguhnya hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang larut dalam kesenangan (kemewahan) ” (HR. Ahmad dan Abu Na’im)134
d. Pemeliharaan atas akal (hifzh al-‘aql) Yang termasuk hifzh al-‘aql adalah hak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan anak pertama kali menjadi tanggungjawab orangtua. Allah SWT berfirman:
#Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ 133 134
Mansur, Pendidikan Anak, 169. Anshori, Perlindungan Anak, 69.
lxx
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.135 Islam mengakui bahwa pendidikan anak sangat penting karena dengan pendidikan, anak bisa menulis dan membaca yang merupakan kunci utama bagi terbukanya ilmu pengetahuan. 136 Firman Allah SWT:
y7š/u‘uρ ù&tø%$# ∩⊄∪ @,n=tã ôÏΒ z≈|¡ΣM}$# t,n=y{ ∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$# ∩∈∪ ÷Λs>÷ètƒ óΟs9 $tΒ z≈|¡ΣM}$# zΟ‾=tæ ∩⊆∪ ÉΟn=s)ø9$$Î/ zΟ‾=tæ “Ï%©!$# ∩⊂∪ ãΠtø.F{$# Artinya:” Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.137 Pendidikan
disini
tidak
hanya
diarahkan
untuk
mengembangkan kemampuan intelektual saja, akan tetapi juga kemampuan mental dan spiritual. Dengan ini Rasulullah menganjurkan dengan sangat agar anak diajak untuk berakhlak mulia dengan cara mengembangkan amalan spiritualitas yaitu untuk senantiasa memuji Allah setiap saat.138 e. Pemeliharaan atas harta (hifzh al-mâl) Jika ada seorang anak yang masih kecil mempunyai harta yang perlu untuk dijaga, dilindungi dan dikembangkan, maka orang yang mendapatkan kepercayaan untuk menjaga harta itu dinamakan 135
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 951. Anshori, Perlindungan Anak, 71 137 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 1079. 138 Anshori, Perlindungan Anak, 72. 136
lxxi
wali syara’ terhadap anak yang masih kecil tersebut. Sedangkan seorang ayah lebih diutamakan untuk menjadi wali ini dibandingkan orang lain.139 Menjaga harta anak dimaksudkan untuk menghindarkan anak dari hidup terlantar. Menurut Ibnu Qudamah, bahwasanya bagi orangtua harta anaknya sesuai yang diinginkan, terlepas besar kecilnya anak tersebut dengan beberapa syarat yaitu: 1) Tidak memberatkan dan membahayakan sang anak dan tidak mengambil sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh sang anak. 2) Tidak mengambil harta milik anaknya untuk kemudian diberikan kepada orang lain.140 Syarat-syarat di atas dimaksudkan agar orangtua berhati-hati dan tidak semena-mena meski terhadap harta anaknya, karena harta tersebut untuk bekal masa depan anaknya. Oleh karena itu, terhadap orang-orang miskin, Islam memberikan
perhatian
yang
sangat
besar,
yaitu
dengan
memberlakukan dasar-dasar jaminan sosial seperti adanya zakat dan baitul mal, kewajiban membantu keluarga anak miskin, memberikan jaminan keluarga, dan menyediakan lapangan kerja.141
139
Al-Mainawi, Hak Anak, 79-80. Anshori, Perlindungan Anak, 76. 141 Ibid., 77-78. 140
lxxii
†Îûuρ öΝåκæ5θè=è% Ïπx©9xσßϑø9$#uρ $pκön=tæ t,Î#Ïϑ≈yèø9$#uρ ÈÅ3≈|¡yϑø9$#uρ Ï!#ts)àù=Ï9 àM≈s%y‰¢Á9$# $yϑ‾ΡÎ) íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ 3 «!$# š∅ÏiΒ ZπŸÒƒÌsù ( È≅‹Î6¡¡9$# Èø⌠$#uρ «!$# È≅‹Î6y™ †Îûuρ tÏΒÌ≈tóø9$#uρ É>$s%Ìh9$#
∩∉⊃∪ ÒΟ‹Å6ym Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”142 2. Kewajiban Anak Perspektif Pendidikan Islam Dalam pendidikan Islam, seorang anak selain mempunyai hak juga mempunyai kewajiban. Kewajiban merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan atau dikerjakan. Di antara kewajiban yang harus dilakukan oleh anak yaitu: a. Berbakti Kepada Orangtua Berbakti kepada orangtua dapat dilakukan oleh seorang anak ketika orangtua masih hidup dan juga ketika orangtua sudah meninggal. 1) Bakti kepada orangtua semasa mereka hidup a) Pahala berbakti kepada orangtua di dunia dan akhirat Berbakti kepada orangtua hukumnya wajib bagi setiap orang. Firman Allah SWT:
142
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 288.
lxxiii
$tΒ ’Î1 x8Îô³çFÏ9 š‚#y‰yγ≈y_ βÎ)uρ ( $YΖó¡ãm ϵ÷ƒy‰Ï9≡uθÎ/ z≈|¡ΣM}$# $uΖøŠ¢¹uρuρ $yϑÎ/ /ä3ã⁄Îm;tΡé'sù öΝä3ãèÅ_ötΒ ¥’n<Î) 4 !$yϑßγ÷èÏÜè? Ÿξsù ÖΝù=Ïã ϵÎ/ y7s9 }§øŠs9 ∩∇∪ tβθè=yϑ÷ès? óΟçFΖä. Artinya: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.143 Manfaat yang didapatkan ketika anak dapat berbakti dengan tulus terhadap orangtuanya di dunia, antara lain dapat memanjangkan umur dan meluaskan rezeki. Sedangkan manfaat yang didapat anak di akhirat kelak antara lain, dia akan mendapatkan ampunan dosa dan dimasukkan ke dalam pintu surga.144 b) Berbakti kepada orangtua lebih utama daripada ibadah yang hukumnya wajib kifayah Beberapa contoh keutamaan bakti orangtua dari ibadah fardhu kifayah adalah: (1) Berbakti kepada orangtua lebih utama daripada jihad fisabilillah Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW 143
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 629. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Rasulullah (Bandung: Al-Bayan, 1997), 267. 144
lxxiv
tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah. Lalu beliau menjawab,
‘Shalat pada
waktunya.’ Aku
bertanya,
‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada orangtua.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Allah.’”145 Urutan pada hadits ini menunjukkan bahwa berbakti kepada orangtua lebih utama dari jihad fisabilillah. (2) Berbakti kepada orangtua lebih utama daripada taat kepada istri dan teman Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa ia berkata, “Aku punya seorang istri yang aku cintai, namun Umar (ayahku) tidak menyukainya lalu berkata kepadaku, ‘Ceraikan ia!’ Namun aku tidak mau mencerainya. Umar kemudian menghadap Nabi SAW dan mengatakan hal itu kepada beliau. Beliau kemudian bersabda, “Ceraikan ia!”.146 (3) Berbakti kepada orangtua lebih utama daripada ibadah haji Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Seorang hamba sahaya yang berbuat baik baginya dua pahala. Demi yang jiwa Abu Hurairah berada dalam kekuasaanNya, kalau bukan karena berjihad di jalan Allah, haji, dan 145 146
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab al-Adab No. 5771, 1045. ‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi no.1189, 503.
lxxv
bakti kepada ibuku, sungguh aku lebih menyukai mati sebagai seorang hamba sahaya.”Abu Hurairah ra. konon tidak pernah pergi haji sebelum ibunya wafat. Hal itu ia lakukan karena besarnya penghormatan dan baktinya kepada ibunya. 2) Bakti kepada orangtua setelah keduanya atau salah satu dari mereka meninggal a) Memenuhi janji atau wasiat b) Berdoa dan memohonkan ampun untuk mereka berdua c) Menyambung
tali
silaturrahim
terhadap
kawan-kawan
orangtua kita. d) Bersedekah atas nama orangtua kita yang telah meninggal e) Haji dengan atas nama orangtua yang telah meninggal f) Bersegera dalam beramal saleh demi membahagiakan mereka g) Menziarahi kubur mereka h) Melaksanakan puasa atas nama mereka b. Menghormati Masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya.”147 c. Menghormati Guru Rasulullah SAW bersabda:
.kُ zْ qِ ن َ ْhُ r`}َ َ ْmhَ iِ ُ}ْا َ َو ََا،َرUَِ iْ َ_ وَاzَ [ْ ¡ِ p ` i ِ~ اrْ }ِ rْ iِْاhُ r`}َ َ َو،َ~rْ }ِ iْ ْااhُ r`}َ َ 147
Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim Kitab al-Adab no. 6135, 1069.
lxxvi
Artinya:”Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu (yang dapat menumbuhkan) ketenangan dan kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya.” d. Cinta tanah air dan bangsa. Diantaranya dapat dilakukan dengan mengajarkan anak untuk memiliki jiwa kepahlawanan. Firman Allah SWT:
;ο§θè% ÏiΒ ΟçF÷èsÜtGó™$# $¨Β Νßγs9 (#ρ‘‰Ïãr&uρ Artinya: “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi”.148 e. Melaksanakan Ibadah
∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.149 f. Barakhlak Mulia Rasulullah SAW bersabda: Artinya: “Wahai anakku, jika engkau ingin mengisi pagi dan soremu untuk tidak memiliki sifat menipu kepada seseorang di hatimu, maka lakukanlah,” kemudian Nabi berkata kepadaku: “Wahai anakku, itu termasuk dari sunnahku, siapa yang menghidupkan sunnahku berarti ia sungguh mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku maka ia bersamaku di surga.”(HR Tirmidzi) Selain mempunyai hak, anak juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terutama kewajiban terhadap kedua orangtua. Kewajiban tersebut dalam batas kemampuan anak untuk mendidik perkembangan mentalnya. 148 149
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 271 Ibid., 862.
lxxvii
D. Kewajiban Orang Tua Perspektif Pendidikan Islam Anak
karena
ketidakmampuan,
ketergantungan
dan
ketidakmatangannya baik fisik, mental maupun intelektualnya perlu mendapat perawatan, bimbingan dan perlindungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.150 1. Kewajiban Pendidikan Iman Yang dimaksud pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah, sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Kewajiban pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik akidah maupun ibadah, di samping penerapan metode maupun peraturan.151 Diantara petunjuk dan wasiat Rasulullah SAW kepada para pendidik khususnya orangtua mengenai pendidikan iman, yaitu: a) Membuka Kehidupan Anak Dengan Kalimat La Ilaha Illa’l-Lah. b) Mengenalkan Hukum-hukum Halal dan Haram Kepada Anak. c) Menyuruh Anak Untuk Beribadah Pada Usia Tujuh Tahun. 150 151
Anshori, Perlindungan Anak, 16. Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak , 151.
lxxviii
d) Mendidik Anak Untuk Mencintai Allah, Rasul, Ahli Baitnya dan Membaca Al-Qur’an.152 Rahasianya adalah agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan dan jihad mereka. Di samping itu, agar anak-anak terikat kepada sejarah, baik perasaan maupun kejayaan , termasuk keterikatan mereka terhadap Al-Qur’an. 153
b. Kewajiban Pendidikan Akhlak (Moral) Yang dimaksud dengan akhlak (Al-Khuluk) adalah perangai (AsSajiyah) dan tabi’at (al-thab’). Kata Al-Khuluk menurut bahasa adalah sesuatu yang menjadi kebiasaan seseorang yang berupa adab.154 Sedangkan yang dimaksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan.155 Dalam bidang moral ini, tanggung jawab orang tua sangat kompleks di antaranya: -
berkewajiban untuk mendidik anak-anak sejak kecil untuk berlaku benar, dapat dipercaya, istiqomah, mementingkan orang lain,
152
Syairozi & Shonhaji, Konsep Pendidikan Generasi, 41-42. Ulwan, Pedoman Pendidikan, 152-154. 154 Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW: Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf terj. Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2006), 222. 155 Ulwan, Pedoman Pendidikan, 174. 153
lxxix
menolong orang yang membutuhkan bantuan, menghargai orang besar, menghormati tamu, berbuat baik kepada tetangga dan mencintai orang lain. -
Berkewajiban untuk membersihkan lidah anak-anak dari kata-kata mencela dan buruk, serta dari segala perkataan yang menimbulkan dekadensi moral dan buruknya pendidikan.
-
Berkewajiban untuk mengangkat anak-anak dari kehinaan, kebiasaan, moral yang buruk, segala hal yang akan menjatuhkan kepribadian, kemuliaan dan kesucian.
-
Bekewajiban untuk membiasakan anak-anak dengan perasaan-perasaan manusiawi yang mulia, seperti berbuat baik kepada anak-anak yatim, kaum fakir dan mengasihani para janda dan kaum miskin.
-
Berkewajiban menghindarkan anak-anak dari gejala berbohong, mencuri, suka mencela dan mencemooh, gejala kenakalan dan penyimpangan karena hal itu merupakan perbuatan terburuk, moral terendah dan sifat yang terhina.156
c. Kewajiban Pendidikan Fisik Pendidikan fisik untuk anak-anak dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan kondisi fisik yang kuat dan selamat, sehat, bergairah dan bersemangat.
156
Ibid., 179-180.
lxxx
Di antara metode yang dapat digunakan orang tua untuk mendidik fisik anak-anak, yaitu: a) Kewajiban Memberi Nafkah Kepada Keluarga dan Anak b) Mengikuti aturan-aturan yang sehat dalam makan, minum dan tidur. c) Mencegah diri dari penyakit menular. d) Pengobatan terhadap penyakit. e) Menerapkan dasar “tidak boleh memberikan madharat dan tidak boleh dimadharatkan” f) Membiasakan anak untuk berolah raga g) Membiasakan anak untuk zuhud dan tidak tenggelam dalam kenikmatan. h) Membiasakan anak untuk sungguh-sungguh, jantan, dan menjauhkan diri dari pengangguran dan penyimpangan. Terdapat cara lain yang dapat digunakan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan fisik kepada anak, yaitu: 1. Membiasakan anak untuk menggosok gigi (siwak) baik ketika hendak sholat maupun akan tidur. 2. Mengajari anak untuk selalu menjaga kebersihan, misalnya memotong kuku ketika hendak shalat Jumu’ah (atau sudah panjang) dan memakai pakaian dan tempat yang suci ketika shalat. 3. Memerintahkan anak untuk shalat lima waktu sehari semalam ketika ia berumur tujuh tahun. Jika ia enggan melaksanakan kewajiban ini pada usia sepuluh tahun, orang tua boleh
lxxxi
memukulnya dengan pukulan yang tidak membahayakan, tetapi cukup sebagai peringatan dan pelajaran. 4. Mengikuti sunah-sunah Rasulullah SAW dalam makan dan minum serta tidak berlebih-lebihan. 5. Tidur setelah shalat ‘Isya dan bangun pagi untuk melaksanakan shalat subuh. 6. Mendoakan anak supaya terhindar dari kejelekan dan godaan syaitan. 157
d. Kewajiban Pendidikan Intelektual Maksud
pendidikan intelektual adalah
pembentukan
dan
pembinaan berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan hukum, peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berpikir dan berbudaya.158 Dengan pendidikan intelektual maka akal anak akan berkembang sehingga terjadi keseimbangan antara jasmani dan akal. Ada 3 kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan intelektual:159 1. Kewajiban mengajar. Islam telah membebani orang tua dengan tanggung jawab yang besar
di
dalam
mengajar
anak-anak,
menumbuhkan
sikap
mengembangkan ilmu dan budaya, serta memusatkan seluruh pikiran untuk mencapai pemahaman secara mendalam, pengetahuan yang 157
Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, 93-94. Ulwan, Pedoman Pendidikan, 270. 159 Ibid., 271. 158
lxxxii
mendasar, pengenalan yang matang dan benar. Dengan demikian, akal mereka akan matang, kecerdasan mereka akan tampak. Di antara ayat yang mengagungkan hakekat baca dan tulis dan ilmu pengetahuan, mengangkat menara pikiran dan akal serta membuka pintu budaya, yaitu:
y7š/u‘uρ ù&tø%$# ∩⊄∪ @,n=tã ôÏΒ z≈|¡ΣM}$# t,n=y{ ∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$# ∩∈∪ ÷Λs>÷ètƒ óΟs9 $tΒ z≈|¡ΣM}$# zΟ‾=tæ ∩⊆∪ ÉΟn=s)ø9$$Î/ zΟ‾=tæ “Ï%©!$# ∩⊂∪ ãΠtø.F{$# Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.160 2. Penyadaran berfikir. Yang dimaksud dengan penyadaran berpikir di sini adalah mengikatkan anak dengan: -
Al-Islam, baik sebagai din maupun negara (daulah)
-
Al-Qur’an, baik sebagai sistem maupun perundang-undangan.
-
Sejarah Islam, baik sebagai kejayaan maupun kemuliaan.
-
Kebudayaan Islami yang umum, baik sebagai ruh maupun pemikiran.
3. Pemeliharaan kesehatan intelektual.
160
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 1079.
lxxxiii
Di sini orang tua harus menjaga dan memelihara akal anakanak, sehingga pemikiran mereka tetap sehat, ingatan mereka tetap kuat, benak mereka tetap jernih, dan akal mereka tetap matang. Tanggung jawab ini berpusat pada upaya menjauhkan mereka dari kerusakan-kerusakan terbesar yang tersebar di dalam masyarakat. Karena kerusakan-kerusakan itu mempunyai dampak yang besar terhadap akal, ingatan dan fisik manusia secara umum.161
e. Kewajiban Pendidikan Psikis Yang dimaksud dengan pendidikan psikis adalah mendidik anak supaya bersikap berani, berterus terang, merasa sempurna, suka berbuat baik terhadap orang lain, menahan diri ketika marah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan psikhis dan moral secara keseluruhan.162 Beberapa prinsip dasar pendidikan yang harus diperhatikan para orang tua untuk membangun jiwa dan mental anak adalah sebagai berikut: a. Menggembirakan anak Agama menggembirakan
Islam dan
menganjurkan menghibur
jiwa
para
orang
anak
tua
dengan
untuk humor,
kesenangan, kegembiraan, mainan, canda tawa, dan media lain hingga dapat mengusir rasa sedih, kejemuan, cemberut, dan rasa duka yang dialaminya. Hal ini akan mengubah mereka menjadi pemberani dan mampu mengembalikan kekuatannya. 161 162
Ulwan, Pedoman Pendidikan, 321. Ibid., 324.
lxxxiv
b. Memenuhi kebutuhan anak akan rasa cinta dan kasih sayang. Menjadikan anak tenggelam ke dalam perasaan cinta dan kasih sayang adalah kewajiban orang tua. Tentunya supaya sang anak merasa dirinya memang benar-benar dicintai dan diharapkan oleh orang tuanya. Dia tidak akan merasa terbuang atau tersisihkan khususnya bagi anak yang belum berusia tujuh tahun (mumayiz). c. Memberikan penghargaan kepada anak Seorang anak akan merasa senang dan bahagia, ketika dia mendengarkan segala pujian dari orang yang lebih tua darinya atas segala keberhasilan dan perbuatan baik yang dilakukannya. Allah SWT berfirman:
š∅ÏiΒ Νßγ≈oΨø%y—u‘uρ Ìóst7ø9$#uρ Îhy9ø9$# ’Îû öΝßγ≈oΨù=uΗxquρ tΠyŠ#u ûÍ_t/ $oΨøΒ§x. ô‰s)s9uρ ∩∠⊃∪ WξŠÅÒøs? $oΨø)n=yz ô£ϑÏiΒ 9ÏVŸ2 4’n?tã óΟßγ≈uΖù=āÒsùuρ ÏM≈t7ÍhŠ©Ü9$# Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”163 d. Memberikan kemerdekaan bertindak kepada anak Seorang anak juga membutuhkan perasaan bebas dan merdeka – tidak terkekang – dalam setiap tindakannya. Ia juga membutuhkan keinginan untuk diliputi oleh perasaan cinta dan kasih sayang, walaupun dalam kondisi ketika dirinya sedang menolak apa 163
Depatemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 435.
lxxxv
yang diperintahkan kepadanya dan menampakkan pembangkangan terhadap perintah tersebut. Karena itu, kita harus memberikan beban dan tanggung jawab kepadanya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, disertai dengan pemberian kebebasan berperilaku dalam mengerjakan sebagian tugas rumah tertentu, walaupun dalam bentuk formalitas belaka. e. Memberikan keleluasaan anak dalam mengontrol diri Orang tua hendaknya tidak tunduk dan memenuhi semua permintaan sang anak, khususnya permintaan-permintaan yang bukan merupakan
kebutuhan
mendesak.
Sebab,
menunda
sebagian
permintaannya justru akan melatihnya untuk dapat tabah dan bersabar. f. Memberi hadiah atau hukuman dengan baik atas dasar cinta. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh para orang tua atau pendidik dalam memberikan hukuman kepada anak, yaitu: 1) Kita dapat berpura-pura tidak mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh sang anak. Tetapi, bukan berarti orang tua diam terus-menerus
dan
tidak
memberitahukan
kesalahan
yang
dilakukan oleh sang anak. 2) Jika ternyata dia terus mengulangi kesalahannya maka kita dapat memperingatkan dan menegurnya secara diam-diam. 3) Jika ia terus melakukan kesalahan, kita dapat menegurnya secara terang-terangan di depan saudara-saudara dan teman-temannya,
lxxxvi
tetapi teguran tersebut jangan disertai dengan umpatan atau cacian yang merendahkan. 4) Memberikan peringatan kepadanya dengan membawa tongkat kecil yang ditujukan kepadanya, seakan-akan akan memukulnya. g. Memenuhi kebutuhan anak dalam persahabatan Di
antara
cara
untuk
mengembangkan
hubungan
persahabatan antar teman, yaitu: 1) Mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya. 2) Berterima kasih kepada orang yang memberikan pengetahuan. 3) Meminta maaf ketika melakukan kesalahan dan menerima permintaan maaf dari orang yang berbuat jahat. 4) Meringankan beban kesedihan yang dialami oleh orang lain. 5) Memberikan ucapan selamat kepada temannya dalam hal tertentu. 6) Menjaga adab dan sopan santun dalam bermain. 7) Menjaga adab dan sopan santun dalam berhubungan dengan orang yang lebih dewasa dari mereka. 8) Mengajari mereka agar menjaga adab dan sopan santun dalam mengungkapkan amarahnya. h. Menghadirkan rasa aman pada anak dengan keimanan. Perasaan takut anak sebelum mencapai usia baligh dapat terbagai menjadi dua. Pertama, ketakutan biasa yang bersifat umum, sebagaimana yang dialami oleh anak-anak lainnya yang masih dalam masa pertumbuhan. Sedang ketakutan yang kedua adalah ketakutan
lxxxvii
yang dialami karena suatu penyakit, seperti ketakutannya pada sesuatu yang seakan-akan mengancamnya.164
f. Kewajiban Pendidikan Sosial Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikis yang mulia dan bersumber pada akidah Islamiyah yang abadi dan persaan keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti ia bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan bijaksana.165 Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri tanpa bantuan orang lain maka orang tua wajib memberikan pendidikan sosial kepada anak agar dapat berinteraksi dengan orang yang ada di sekitarnya dengan adab yang mulia. Metode-metode dalam memberikan pendidikan sosial kepada anak-anak di antaranya yaitu:166 a. Penanaman dasar-dasar psikis yang mulia. Di antara dasar-dasar psikhis tersebut adalah: 1) Takwa 2) Persaudaraan 3) Kasih sayang. 4) Mengutamakan orang lain. 164
Hadi, Menuntun Buah Hati, 6-65. Ulwan, Pedoman Pendidikan, 391. 166 Ibid., 392. 165
lxxxviii
5) Pemberian maaf 6) Keberanian.
b. Pemeliharaan hak-hak orang lain. Hak-hak sosial terpenting yang harus disampaikan oleh orang tua
sebagai
upaya
pendidikan
kepada
anak
agar
ia
dapat
melaksanakannya secara baik adalah: 1) Hak terhadap orang tua. Orang tua wajib mengenalkan anak akan haknya terhadap kedua orang tua, diantaranya yaitu : a) Ridho Allah ada pada ridho mereka. Sabda Rasulullah SAW:
.m ِ ْ َ iَِاi ا° ِ¶ ْ ُ sِ] w ِ ا° ُ¶ ْ ُ َو، m ِ ْ َ iَِاiْ اsَ ِرsِ] w ِ اsَِر Artinya: “Ridha Allah itu berada dalam ridha kedua orang tua, dan murka Allah itu berada dalam murka kedua orang tua.”167 b) Berbuat baik kepada orang tua lebih utama dibanding jihad di jalan Allah. Sabda Rasulullah SAW:
أي:~r وk[ra w اsrx w رل اZi¥:لU }دpq m\ wااya ma ~ Zr،miاiاg\:لU ~ أي؟Zr،UVli ةiا:لU؟vª] أvh}iا .w اv[y Q] دUV·iا:لUأي؟ Artinya: “Abdullah bin Mas’ud RA berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amalanamalan yang utama, lantas beliau menjawab, ‘Shalat 167
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi Kitabul Bir Washilah no.
1899, 456.
lxxxix
tepat pada waktunya, berbakti kepada kedua orang tua, dan berjihad di jalan Allah.’”168 c) Mendo’akan setelah orang tua meninggal dan menghormati teman mereka. Firman Allah SWT: ’ÎΤ$u‹−/u‘ $yϑx. $yϑßγ÷Ηxqö‘$# Éb>§‘ ≅è%uρ Ïπyϑôm§9$# zÏΒ ÉeΑ—%!$# yy$uΖy_ $yϑßγs9 ôÙÏ÷z$#uρ ∩⊄⊆∪ #ZÉó|¹ Artinya: “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".169 Rasulullah SAW bersabda:
½ َ [ْ \ِ َأ َ ْ ِ x َ v َ ِ َ ْأْنg yِ iْ اm َ qِ Artinya: “Bersilaturrahmi dengan teman ayahmu termasuk kebaikan.”170 d) Mengutamakan berbuat baik kepada ibu dibanding ayah. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa ia berkata: “Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku temani dengan baik?’ Beliau bersabda: ‘Ibumu’. Ia bertanya: ‘ Kemudian siapa?’ Beliau menjawab: ‘Ibumu’. Ia bertanya: ‘Kemudian siapa?’. Beliau menjawab: ‘Ibumu’. Ia bertanya: ‘Kemudian siapa?’. Beliau menjawab: ‘Ayahmu’.”171 e) Adab berbuat baik kepada kedua orang tua. 168
Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Adab no.527, 90. 169 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 428. 170 Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury, Shahih Muslim no. 2552 , 513. 171 Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Adab no.5971, 1045.
xc
Para orang tua hendaknya mengajarkan etika bergaul dengan ayah dan ibu kepada anak-anak. Pemeliharaan etika ini berdasarkan firman Allah SWT: x8y‰ΨÏã £tóè=ö7tƒ $¨ΒÎ) 4 $Ζ≈|¡ômÎ) Èøt$Î!≡uθø9$$Î/uρ çν$−ƒÎ) HωÎ) (#ÿρ߉ç7÷ès? āωr& y7•/u‘ 4|Ós%uρ * $yϑßγ©9 ≅è%uρ $yϑèδöpκ÷]s? Ÿωuρ 7e∃é& !$yϑçλ°; ≅à)s? Ÿξsù $yϑèδŸξÏ. ÷ρr& !$yϑèδ߉tnr& uy9Å6ø9$# Éb>§‘ ≅è%uρ Ïπyϑôm§9$# zÏΒ ÉeΑ—%!$# yy$uΖy_ $yϑßγs9 ôÙÏ÷z$#uρ
∩⊄⊂∪ $VϑƒÌŸ2 Zωöθs%
∩⊄⊆∪ #ZÉó|¹ ’ÎΤ$u‹−/u‘ $yϑx. $yϑßγ÷Ηxqö‘$# Artinya:’Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".172 f) Waspada terhadap perbuatan durhaka. Durhaka berarti melakukan maksiat, menentang dan tidak melaksanakan hak-hak. Di antara perbuatan durhaka itu adalah: (1) Anak memandang dengan tajam kepada ayahnya ketika marah. (2) Anak memandang dirinya sama dengan ayahnya.
172
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 427-428.
xci
(3) Anak mengagungkan dirinya tanpa mau mencium tangan kedua orang tuanya, atau ia tidak menghormatinya. (4) Anak tidak melaksanakan hak dengan tidak memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya yang fakir. (5) Dan yang paling besar adalah anak mengatakan “ah” (membentak) kedua orang tuanya, merasa muak kepada keduanya Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Bakar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
،ِwاUِ\ ك ُ َاg© ْ ِ ْ ا:ل َ Uَ ،ِwل ا َ ْ ُ َرUَ sَr\َ :Uَzrْ ُ ؟Uً َ َ gِ Àِ Uَy¡َ iْ ِاgyَ ْآ¥َ\ِ ْ~¡ُ ¾ُِ yَّ ُأ َ َأ ل ُ َْ َو َ َأ:ل َ Uَ|َ] ،َ¯rَ· َ ]َ Uً¾¡ِ l` qُ ن َ Uَ َوآ،ِmْ َ iَِاiْ ق ا ُ ْ|ُ a ُ َو kِ \ِ _ً hَ ¦ ْ ) َرZ َ ¡َ َ kُ lَ [ْ iَUَzْrُ s`l¦ َ Uَ ُرهg ¡َ ُ ل َ زَاUhَ ]َ ،ِوْر ´ iْ َدةُاUَV© َ َو،ِوْر ´ iْ ا (kِ [ْ rَa َ UًUَ© ْ َوِا Artinya: “Apakah lalian mau jika aku memberitahukan kepada kalian bahwa dosa yang paling besar itu ada tiga?” Kami menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Mensekutukan Allah, dan berbuat durhaka kepada kedua orang tua. Ia dalam keadaan bersandar, kemudian ia duduk”. Selanjutnya beliau bersabda: “Ketahuilah, dan perkataan dusta serta persaksian dusta”. Masih saja beliau mengulang-ulanginya hingga kami menyuruh beliau untuk berhenti karena kasihan dan sayang kepada beliau.”173 c. Hak terhadap saudara-saudara. Salah satu pendidikan yang dapat diberikan oleh orang tua yaitu mengajarkan anak untuk bersilaturrahim. $Y6ŠÏ%u‘ öΝä3ø‹n=tæ tβ%x. ©!$# ¨βÎ) 4 tΠ%tnö‘F{$#uρ ϵÎ/ tβθä9u!$|¡s? “Ï%©!$# ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4… 173
Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Adab no.5976, 1047.
xcii
Artinya: “…dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” d. Hak terhadap Tetangga Tetangga adalah setiap orang yang rumahnya berdekatan dengan kita sekitar 40 rumah. Berdasarkan pandangan Islam, hak-hak tetangga itu ada 4 yaitu seseorang tidak boleh menyakiti tetangganya, melindungi dari orang-orang yang hendak berbuat jahat, menggauli dengan baik, dan membalas kekerasannya dengan kelemahlembutan dan kata maaf. Rasulullah SAW bersabda:
vْ
ِ i`ل ا َ Uَِ؟wل ا َ ْ ُ َرUَ ْmqَ v َ [ْ ِ ،ُmqِ ْoُ َ w ِ وَا،ُmqِ ْoُ َ w ِ وَا،ُmqِ ْoُ َ w ِ وَا نU¶[¨iUروه.(ُ ر ُ ْوgُ © ُ ) kُ َ ُر ُ َ\َاءUَW m َ qَ ْ¥َ َ Artinya: “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman”. Beliau ditanya: “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya merasa tidak aman karena 174 kejahatannya”. e. Hak terhadap guru Nabi SAW telah memberikan wasiat dan arahan-arahan yang baik kepada para orang tua di dalam menghormati para ulama’ dan guru. Hal ini dimaksudkan agar umat manusia mengetahui keutamaan mereka.
174
Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul ‘Atiq no. 6016, 1052.
xciii
Al-Thabrani meriwayatkan dari Abu Hurairah RA. ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
.kُ zْ qِ ن َ ْhُ r`}َ َ ْmhَ iِ ُ}ْا َ َو ََا،َرUَِ iْ َ_ وَاzَ [ْ ¡ِ p ` i ِ~ اrْ }ِ rْ iِْاhُ r`}َ َ َو،َ~rْ }ِ iْ ْااhُ r`}َ َ Artinya: “Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan kesopanan dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya.” f. Hak terhadap teman. Di antara hak-hak tersebut adalah: 1) Mengucapkan salam ketika bertemu. 2) Menjenguk teman ketika sakit. 3) Mendo’akan ketika bersin. 4) M ِ enziarahi di jalan Allah. 5) Menolong ketika kesempitan. 6) Memenuhi undangannya apabila ia mengundang. 7) Memberikan ucapan selamat dalam beberapa kesempatan. 8) Saling memberi hadiah dalam beberapa kesempatan. g. Hak terhadap orang yang lebih tua. Orang yang lebih tua di sini adalah orang yang usianya lebih tua,
ilmunya
lebih banyak,
ketakwaan,
din,
kemuliaan
dan
kedudukannya lebih tinggi dibanding kita. Di antara hak orang yang lebih tua yang harus ditunaikan oleh anak adalah: 1) Mendudukkan orang yang lebih tua pada layaknya 2) Mendahulukan orang yang lebih tua dalam segala permasalahan 3) Melarang anak meremehkan orang yang lebih tua.
xciv
g. Kewajiban Pendidikan Seksual Yang dimaksud dengan pendidikan seksual adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak, sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan.175 Sebelum anak laki-laki maupun perempuan mencapai usia baligh, orang tua harus sudah memberitahukan berbagai perubahan psikologis yang akan terjadi secara tiba-tiba ketika mereka menginjak usia baligh, supaya mereka tidak terpaksa mengambil berbagai informasi dari pihakpihak yang salah dan tidak bertanggungjawab. Dengan begitu, kita dapat menghindarkan dirinya dari berbagai penyimpangan dan kesesatan yang dapat menyentuh kehormatannya.176 Jadi, pendidikan seksual perlu diberikan kepada anak sebelum ia mencapai dewasa. Hal ini perlu dilakukan oleh orang tua untuk melindungi anak agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan maksiat yang dapat menjerumuskan anak ke neraka. Terdapat fase-fase pendidikan seksual yang harus mendapatkan perhatian secara khusus oleh para orang tua yaitu: Fase pertama, usia 7-10 tahun, disebut masa tamyiz (masa pra pubertas). Pada masa ini, anak diberi pelajaran tentang etika meminta izin dan memandang sesuatu.
175 176
Ulwan, Pedoman Pendidikan, 572. Hadi, dkk., Menuntut Buah Hati, 168-169.
xcv
Fase kedua, usia 10-14 tahun, disebut masa murahaqah (masa peralihan atau pubertas). Pada masa ini anak dijauhkan dari berbagai rangsangan seksual. Fase ketiga, usia 14-16 tahun, disebut masa bulugh (masa adolesen). Jika anak sudah siap untuk menikah, maka pada masa ini anak diberi pelajaran tentang etika (adab) mengadakan hubungan seksual. Fase keempat, setelah masa adolesen, disebut masa pemuda. Pada masa ini anak diberi pelajaran tentang adab (etika) melakukan isti’faf (bersuci), jika memang ia belum mampu melangsungkan pernikahan. 177 Di antara cara-cara yang digunakan oleh orang tua atau pendidik untuk memberikan pendidikan seksual, yaitu: 1. Adab-adab meminta izin Yang dimaksud meminta izin disini yaitu meminta izin kepada keluarganya ketika suami dengan istrinya berada dalam suatu situasi yang tidak ingin ada seorangpun melihat mereka, termasuk anak-anak kecil. Secara tegas, Al-Qur’an menjelaskan etika kekeluargaan ini: zΝè=çtø:$# (#θäóè=ö7tƒ óΟs9 tÏ%©!$#uρ óΟä3ãΖ≈yϑ÷ƒr& ôMs3n=tΒ tÏ%©!$# ãΝä3ΡÉ‹ø↔tGó¡uŠÏ9 (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ .ÏΒuρ ÍοuÎγ©à9$# zÏiΒ Νä3t/$u‹ÏO tβθãèŸÒs? tÏnuρ Ìôfxø9$# Íο4θn=|¹ È≅ö7s% ÏiΒ 4 ;N≡§tΒ y]≈n=rO óΟä3ΖÏΒ 4 £èδy‰÷èt/ 7y$uΖã_ öΝÎγøŠn=tæ Ÿωuρ ö/ä3ø‹n=tæ š[ø‹s9 4 öΝä3©9 ;N≡u‘öθtã ß]≈n=rO 4 Ï!$t±Ïèø9$# Íο4θn=|¹ ω÷èt/ íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ 3 ÏM≈tƒFψ$# ãΝä3s9 ª!$# ßÎit7ムy7Ï9≡x‹x. 4 <Ù÷èt/ 4’n?tã öΝà6àÒ÷èt/ /ä3ø‹n=tæ šχθèù≡§θsÛ
177
Ulwan, Pedoman Pendidikan, 572.
xcvi
tβx‹ø↔tGó™$# $yϑŸ2 (#θçΡÉ‹ø↔tFó¡u‹ù=sù zΟè=ßsø9$# ãΝä3ΖÏΒ ã≅≈xôÛF{$# xOn=t/ #sŒÎ)uρ
∩∈∇∪ ÒΟŠÅ3ym
∩∈∪ ÒΟŠÅ6ym íΟŠÎ=tæ ª!$#uρ 3 ϵÏG≈tƒ#u öΝà6s9 ª!$# ßÎit7ムšÏ9≡x‹x. 4 öΝÎγÎ=ö6s% ÏΒ šÏ%©!$# Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.178 Ayat diatas menjelaskan bahwa ada tiga keadaan sehingga anak harus meminta izin kepada keluarga mereka: Pertama, sebelum shalat fajar. Sebab, ketika itu biasanya orang-orang masih tidur di tempat tidur mereka. Kedua, pada waktu Zhuhur. Sebab, ketika itu orang-orang biasanya menanggalkan pakaian bersama keluarganya. Ketiga, setelah shalat Isya’. Sebab, waktu itu adalah waktu tidur dan beristirahat. Meminta izin dalam tiga waktu ini mempunyai nilai paedagogis tentang dasar-dasar etika bersama keluarga. Sehingga, apabila anak
178
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 554.
xcvii
memasuki kamar keluarganya, ia tidak akan dikejutkan oleh suatu keadaan yang tidak baik untuk dilihat. 2. Adab memandang. Dalam agama Islam juga mengatur tentang tata cara memandang. Sejak kecil anak harus diajarkan untuk memelihara pandangan. Orang tua wajib memberikan pendidikan ini agar anak tidak terjerumus kepada pernuatan maksiat. Karena kemaksiatan berawal dari pandangan, jika pandangan terjaga maka maksiatpun dapat dihindari. Adapun adab (etika) memandang yang harus diajarkan dan dibiasakan kepada anak itu adalah: a) Adab memandang muhrim. Muhrim yaitu seseorang yang haram untuk dikawini disebabkan karena pertalian keturunan, pertalian perkawinan, dank arena penyusuan. Hukumnya yaitu halal bagi mahram laki-laki untuk memandang bagian tubuh mahram wanitanya, baik yang biasa tampak maupun yang tidak. Yaitu: kepala, rambut, leher, dada, telinga, lengan tangan bagian atas, lengan tangan bagian bawah, telapak tangan, betis sampai ke telapak kaki, wajah dan tetek. Sedang selain itu, seperti perut, punggung dan paha, tidak halal baginya untuk selama-lamanya.179 b) Adab memandang wanita yang dilamar.
179
Ulwan, Pedoman Pendidikan, 577.
xcviii
Syari’at Islam membolehkan laki-laki pelamar untuk memandang wanita yang sedang dilamarnya. Demikian sebaliknya, agar masing-masing dapat mengetahui secara jelas permasalahan yang berkenaan dengan memilih pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda:
.Uَh¡ُ zَ [ْ \َ ْ َد َمoُ ْى َأ نgْ¦ َأkُ ` «ِ]َ UَV[ْ iَِْإgÄ ُ ْ ٌا Artinya: “Pandanglah ia (wanita yang dilamar). Sebab, hal itu akan membawa kekekalan bagi kecintaan kalian berdua.”180 c) Adab memandang istri Suami dibolehkan memandang segala sesuatu dari istrinya, baik dengan syahwat maupun tidak. Karena, ia telah halal untuk disentuh dan disetubuhi, maka halal pula untuk dilihat seluruh bagian tubuhnya. Sedang untuk tidak melihat ‘aurat masingmasing adalah lebih afdhal. Firman Allah SWT: öΝåκß]≈yϑ÷ƒr& ôMs3n=tΒ $tΒ ÷ρr& öΝÎγÅ_≡uρø—r& #’n?tã āωÎ) ∩∈∪ tβθÝàÏ≈ym öΝÎγÅ_ρãàÏ9 öΝèδ tÏ%©!$#uρ ∩∉∪ šÏΒθè=tΒ çöxî öΝåκ¨ΞÎ*sù Artinya: “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”181 3. Memisahkan tempat tidur anak dengan saudaranya Sabda Rasulullah SAW: 180 181
Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan Tirmidzi Kitabul Nikah no. 1087, 456. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 526.
xcix
sَra َ ْ~ُ\ْ ُهgِ ْ Uَ] m َ [ْ zِ ِ gَ ¨ ْa َ ُْ rَ\َ وَِإذَا،ْ~Vِ © ِ gَ ]ُ m َ [ْ \َ ُْاg َ ]َ m َ [ْ zِ ِ َ yْ َ ْ~ ُد ُآ َ ْ َأوÅَ rَ\َ إِذا . ِة َ ` iا Artinya: “Jika anak-anak kalian telah berusia tujuh tahun, maka pisahkanlah tempat tidur mereka, dan jika mereka telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika belum mau mengerjakan shalat” (HR. Hakim) Tidur di satu ranjang di bawah satu selimut bisa menyebabkan naluri seksual anak akan tumbuh dengan cepat sehingga bisa menimbulkan berbagai indikasi penyimpangan seksual.182 Jadi, disini orang tua memegang peranan yang sangat penting karena pendidikan tersebut hanya bisa dilakukan di dalam keluarga atas petunjuk kedua orang tua. 4. Tidur dengan berbaring ke sisi kanan, tidak telungkup. Meneladani sunnah Rasulullah SAW dalam tidur dengan cara berbaring pada sisi kanan akan menjauhkan anak dari sekian banyak gelombang seksual anak ketika tidur. Tidur telungkup menyebabkan banyak gesekan alat kelamin anak, yang akan membangkitkan syahwatnya. 5. Menghindarkan anak dari rangsangan-rangsangan seksual. Di antara tanggung jawab terbesar yang diwajibkan Islam kepada pendidik adalah menghindarkan anak dari setiap rangsangan seksual dan segala masalah yang merusak akhlak. Hal ini dilakukan ketiaka anak mencapai masa peralihan atau masa pubertas, yaitu ketika anak berusia antara sepuluh tahun sampai masa baligh. 6. Mempelajari kewajiban-kewajiban mandi dan sunah-sunahnya 182
Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi SAW, 378-379.
c
Ketika kedua orang tua telah menghadapi dekatnya masa baligh anak mereka – baik laki-laki maupun perempuan- itu mereka berkewajiban untuk mengajarkan kepada anak mereka masalah hadast besar (janabat) dan bagaimana cara membersihkan diri darinya, berkenaan dengan hal-hal yang bersifat fardhu maupun sunnahnya. Di samping itu, kedua orang tua juga berkewajiban memberikan pelajaran mengenai fikih bersuci berdasarkan kitab-kitab fikih yang ada,183 7. Mengajar anak tentang hukum-hukum pada masa pubertas dan masa baligh. Di antara kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anaknya pada masa ini adalah: Pertama: apabila anak, baik laki-laki maupun wanita, telah mimpi bersetubuh, lalu ketika jaga dari tidurnya ia tidak mendapatkan basah pada kainnya, ia tidak berkewajiban mandi. Kedua: apabila anak, laki-laki maupun wanita, setelah terjaga dari tidurnya melihat basah pada kainnya, meski ia tidak bermimpi, mak ia berkewajiban mandi. Ketiga: keluarnya mani dari laki-laki atau wanita dengan memancar dan bersyahwat, secara rahasia atau lainnya, telah menyebabkan wajibnya mandi. Keempat: hilangnya kepala dzakar (hasyafah, yaitu diatas bagian yang dikhitan) di dalam kemaluan atau dubur, telah mewajibkan si fa’il
183
Ibid., 382.
ci
(pelaku) dan maf’ul bih (partnernya) untuk mandi, baik ia telah mengeluarkan air mani maupun belum. Kelima: Berhentinya masa haid dan nifas telah mewajibkan mandi bagi wanita. Keenam: merupakan hal wajar jika setelah anak mempelajari hal-hal yang mewajibkan mandi, ia pun mempelajari fardhu, sunnah dan caracaranya. Ketujuh: Anak juga penting diberi pengetahuan tentang hal-hal yang haram dikerjakan selama dalam keadaan jinabah, agar ia tidak jatuh ke dalam perbuatan haram. 184
184
Ulwan, Pedoman Pendidikan, 573.
cii
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERLINDUNGAN ANAK ANTARA UU No. 23 TAHUN 2002 DAN PENDIDIKAN ISLAM
Masalah perlindungan anak merupakan masalah global, setiap negara juga berusaha untuk melakukan berbagai usaha agar perlindungan anak dapat ditegakkan. Karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan cita-cita para pendahulunya. Jika anak terlindungi dan hak-haknya terpenuhi maka anak akan tumbuh dengan sempurna. Di Indonesia, untuk melindungi anak dari tindak kekerasan dikeluarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dalam Islam, masalah perlindungan anak ini tidak hanya meyajikan metode tetapi juga dicontohkan sendiri oleh nabi Muhammad SAW. Dari data yang penulis peroleh, maka penulis temukan beberapa persamaan dan perbedaan perlindungan anak antara UU No. 23 tahun 2002 dan pendidikan Islam. A. Persamaan Perlindungan Anak Antara UU No. 23 Tahun 2002 dan Pendidikan Islam Di antara persamaan perlindungan anak antara UU No. 23 tahun 2002 dan pendidikan Islam dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: 1. Prinsip Perlindungan Anak Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat empat prinsip perlindungan anak yaitu prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik
94 ciii
untuk anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip penghargaan terhadap anak. Sedangkan dalam pendidikan Islam juga terdapat prinsip yang sama dengan undang-undang tersebut yaitu prinsip non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip penghargaan terhadap anak. 2. Hak Anak Dalam UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa anak mempunyai hak di antaranya yaitu hak untuk kelangsungan hidup dan berkembang, hak untuk mendapatkan nama, hak untuk mendapatkan kewarganegaraan,
hak
untuk
mendapatkan
identitas,
hak
untuk
mendapatkan standar hidup yang layak, hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling layak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam konflik bersenjata, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami konflik hukum, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi dalam penyalahgunaan obat-obatan, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan, perjualan dan perdagangan anak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai anggota kelompok minoritas, hak untuk hidup dengan orang tua, hak untuk tetap berhubungan dengan orang tua
civ
bila dipisahkan dengan salah satu orang tua, hak untuk mendapatkan pelatihan keterampilan, hak untuk berekreasi, hak untuk bermain, hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni dan budaya, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari situasi genting, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus sebagai pengungsi, hak untuk bebas beragama, hak untuk berserikat, hak untuk berkumpul secara damai, hak untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber, hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi, hak untuk mendapatkan perlindungan dari siksaan, hak untuk mendapatkan perlindungan dari perilaku kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi, hak untuk mendapatkan perlindungan dari penangkapan yang sewenang-wenang, hak untuk mendapatkan perlindungan dari perampasan kebebasan, hak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma. Sedangkan dalam pendidikan Islam hak anak dikenal dengan dharūriyatu al-khams. Di antara hak-hak tersebut adalah anak berhak untuk beragama (hifzh al-dîn), mendapatkan pemeliharaan atas jiwa (hifzh al-nafs),
mendapatkan
pendidikan
(hifzh
al-‘aql),
berhak
untuk
mengetahui nasab (hifzh al-nasl) / keturunan (hifzh al-‘ird), hak untuk mendapatkan pemeliharaan harta (hifzh al-mâl). Persamaannya yaitu jika dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat hak untuk kelangsungan hidup dan berkembang, hak untuk mendapatkan standar hidup yang layak, hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling layak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus
cv
dalam konflik bersenjata, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami konflik hukum, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai pekerja anak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi dalam penyalahgunaan obat-obatan, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan, perjualan dan perdagangan anak, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai anggota kelompok minoritas, hak untuk hidup dengan orang tua, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus dari situasi genting, hak untuk mendapatkan perlindungan khusus sebagai pengungsi, hak untuk mendapatkan perlindungan pribadi, hak untuk mendapatkan perlindungan dari siksaan, hak untuk mendapatkan perlindungan dari perilaku kejam, hukuman dan perlakuan tidak manusiawi, hak untuk mendapatkan perlindungan dari penangkapan yang sewenang-wenang, hak untuk mendapatkan perlindungan dari perampasan kebebasan. Sedang dalam pendidikan Islam hak tersebut dikenal dengan hifzh al-nafs (pemeliharaan atas jiwa). Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat hak untuk mendapatkan nama, hak untuk mendapatkan kewarganegaraan, hak untuk mendapatkan identitas, hak untuk tetap berhubungan dengan orang tua bila dipisahkan dengan salah satu orang tua. Hak tersebut dalam pendidikan
cvi
Islam dikenal dengan hifzh al-nasl / hifzh al-‘ird (hak untuk mengetahui nasab/keturunan). Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat hak untuk mendapatkan pelatihan keterampilan, hak untuk berekreasi, hak untuk bermain, hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni dan budaya, hak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma, hak untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Hak tersebut dalam pendidikan Islam dikenal dengan hifzh al-‘aql (hak untuk mendapatkan pendidikan. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat hak untuk bebas beragama. Dalam pendidikan Islam hak tersebut disebut dengan hifzh aldîn (hak untuk beragama). 3. Kewajiban Anak Dalam UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa seorang anak berkewajiban
menghormati
orangtua,
menghormati
masyarakat,
menghormati guru, cinta tanah air dan bangsa, dan berakhlak mulia. Sedang dalam pendidikan Islam kewajiban anak yaitu berbakti kepada orangtua, menghormati masyarakat, menghormati guru, cinta tanah air dan bangsa, melaksanakan ibadah, berakhlak mulia. Persamaan keduanya yaitu anak wajib menghormati orangtua, menghormati masyarakat, menghormati guru, cinta tanah air dan bangsa, dan berakhlak mulia.
cvii
4. Kewajiban Orangtua Dalam UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan bahwa orang tua wajib
memelihara,
mengasuh,
mendidik,
melindungi
anak,
mengembangkan kemampuan, bakat dan minat anak, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Sedangkan dalam pendidikan Islam kewajiban orang tua yaitu memberikan pendidikan keimanan, pendidikan akhlak/moral, pendidikan psikis, pendidikan intelektual, pendidikan fisik, pendidikan sosial dan pendidikan seksual. Kewajiban orangtua dalam UU No. 23 Tahun 2002 di atas juga terdapat dalam pendidikan Islam yang tercakup dalam pendidikan intelektual, pendidikan fisik dan pendidikan seksual.
B. Perbedaan Perlindungan Anak Antara UU No. 23 Tahun 2002 dan Pendidikan Islam Selain memiliki persamaan konsep perlindungan anak juga memiliki perbedaan. Perbedaan perlindungan anak antara UU No. 23 Tahun 2002 dan pendidikan Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu: 1. Prinsip perlindungan anak Jika dalam UU No. 23 Tahun 2002 terdapat empat prinsip perlindungan anak yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik untuk anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta prinsip penghargaan terhadap anak, sedang dalam pendidikan Islam terdapat dua tambahan prinsip yaitu fitroh / kodrati dan diberikan sejak dini.
cviii
Fitrah/kodrati merupakan pemberian Allah SWT kepada setiap hati orangtua berupa rasa cinta dan sayang yang besar pada anak sejak anak berada dalam kandungan. Perasaan tersebut merupakan modal bagi para orangtua untuk memberikan perlindungan berupa memenuhi semua hakhak anak dan menjauhkan anak dari segala tindak kekerasan dan diskriminasi. Prinsip perlindungan anak diberikan sejak dini, yaitu ketika orang tua mencari pasangan hidup karena orangtua menentukan anak yang akan dilahirkannya nanti. Ketika proses nuthfah yaitu ketika orangtua melakukan hubungan biologis dengan cara berdo’a kepada Allah agar dijauhkan dari godaan syetan, ketika anak berada dalam kandungan dan setelah anak dilahirkan sampai anak tidak lagi menjadi tanggungjawab orangtua/sudah menikah.185 Sedang dalam UU No. 23 Tahun 2002 perlindungan anak diberikan ketika anak berada dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. 2. Hak Anak Dalam pendidikan Islam terdapat hak anak untuk mendapatkan pemeliharaan harta (hifzh al-mâl) sedang dalam UU No. 23 Tahun 2002 seorang anak tidak mendapatkan hak tersebut. Jadi, hak anak dalam pendidikan Islam lebih lengkap dibandingkan dalam UU No. 23 Tahun 2002.
185
Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam (Jakarta: KPAI, 2007),
106.
cix
3. Kewajiban Anak Dalam pendidikan Islam kewajiban menghormati orangtua pelaksanaannya diatur lebih khusus yaitu dilaksanakan oleh anak ketika orangtua masih hidup maupun orangtua sudah meninggal. Sedang dalam UU No. 23 Tahun 2002 kewajiban menghormati orangtua tidak dijelaskan secara terperinci. Dalam pendidikan Islam anak diwajibkan untuk beribadah, karena Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat adz-Dzariyat ayat 56. Sedangkan dalam UU No. 23 Tahun 2002 tidak ada kewajiban anak untuk beribadah. 4. Kewajiban Orangtua Dalam hal kewajiban orangtua terhadap anak pendidikan Islam lebih lengkap dan lebih khusus dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 2002. Menurut pendidikan Islam orangtua wajib memberikan pendidikan keimanan, pendidikan akhlak/moral, pendidikan psikis, pendidikan intelektual, pendidikan fisik, pendidikan sosial dan pendidikan seksual. Sedang dalam UU No. 23 Tahun 2002 kewajiban orangtua hanya terbatas pada pendidikan psikis, intelektual, fisik dan seksual sedang pendidikan keimanan, akhlak, psikis dan sosial tidak diberikan.
cx
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan skripsi yang berjudul Studi Komparasi Perlindungan Anak Antara UU Nomor 23 Tahun 2002 dan Pendidikan Islam dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlindungan anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 adalah suatu kegiatan yang menjamin hak anak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta
mendapat
perlindungan
dari
kekerasan
dan
diskriminasi. 2. Perlindungan anak dalam pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk melindungi anak dengan memberikan pendidikan Islam untuk dijadikan bekal hidup di dunia dan di akhirat, serta untuk membentuk manusia yang sehat jasmani, rohani dan akal, berakhlak mulia serta menjadi insan kamil sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. 3. Persamaan dan perbedaan perlindungan anak antara UU No. 23 Tahun 2002 dengan pendidikan Islam dapat dilihat dari berbagai segi yaitu dari segi prinsip, hak anak, kewajiban anak dan kewajiban orangtua. Dalam pendidikan Islam, konsep perlindungan anak jauh lebih lengkap dibandingkan dengan UU No. 23 Tahun 2002 karena dalam Islam tidak hanya memberikan metode tetapi juga contoh langsung dari Rasulullah.
102 cxi
B. Saran 1. Lembaga-lembaga
pendidikan
Islam
maupun
umum
hendaknya
menghindarkan setiap tindakan yang berbau kekerasan terhadap peserta didik baik itu kekerasan fisik maupun psikis. Karena hal tersebut akan mempengaruhi sikap dan minat peserta didik untuk belajar. Jika suasana lingkungan sekolah mendukung dan memberikan keamanan kepada peserta didik untuk belajar maka mereka akan termotivasi dan bersemangat untuk menuntut ilmu. 2. Kepada para pendidik Islam sebaiknya mengetahui tentang konsep perlindungan anak agar dapat menjadi bekal ketika mengajar agar terhindar dari tindak kekerasan terhadap peserta didik. 3. Kepada masyarakat sebaiknya mengetahui tentang undang-undang tersebut agar dapat ikut serta mewujudkan perlindungan terhadap anak sehingga anak Indonesia tumbuh secara sempurna.
cxii
DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, Jamal. Pendidikan Ala Kanjeng Nabi: 120 Cara Rasulullah SAW Mendidik Anak. terj. Jujuk Najibah Ardianingsih. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Abdirrahman bintu ‘Imron, Ummu. “Saat Si Kecil Tumbuh Dalam Rahimku”, AsSyariah. Bundel Vol. 1-4, 52. Al Hasan, Yusuf Muhammad. Pendidikan Anak Dalam Islam. terj. Muhammad Yusuf Harun. Jakarta: Al-Sofwa, 1997. Muhammad Al-Mainawi, Hak Anak Dalam Keluarga Muslim. terj. Moh. Suri Sudahri A. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996. Anshori, Ibnu. Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam. Jakarta: KPAI, 2007. _________. Perlindungan Anak Dalam Agama Islam. Jakarta: KPAI, 2006. Ch, Mufidah & Mohammad Mahpur (Eds). Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan?: Panduan Pemula Untuk Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Malang: Pilar Media, 2006. Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: As-Syifa’, 1992. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Hadi, Sutrisno. Metode Research I. Yogyakarta: Gajah Mada, 1980. Hadi, Jamal Abdul. dkk. Menuntun Buah Hati Menuju Surga. terj. Abdul Hamid. Solo: Era Intermedia, 2005. Haqie, Nur Harisma “Pelecehan Dunia Pendidikan”. Ulasan Cilik, NovemberDesember, 2006. Hasyim, Umar. Anak Shaleh: Cara Mendidik Anak Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983.
cxiii
Herlina, Apong. dkk. Perlindungan Anak: Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: tp, 2003. http://kpaid-riau.com. http://www.kpai.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=196&Item id=191&lang= Ihsan, Fuad. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi. Shahih Bukhari. Riyadh: Darussalam, 1999. Islam, Ubes Nur. Mendidik Anak Dalam Kandungan. Jakarta: Gema Insani, 2004. Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Mengenal Lebih Dekat UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Komnas PA, 2004. Mubayidh, Makmun. Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak: Referensi Penting Bagi Para Pendidik & Orang Tua. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin, 1998. Muhammad, Abi ‘Isa bin ‘Isa bin Saurah. Sunan Tirmidzi. Beirut: Darul Ma’rifat, 2002. Muhammad Ali, Abu Ibrahim. “Bersikap Adil Terhadap Anak”, Al-Furqan .2006. _________. “Keutamaan Mendidik Anak Yatim”, Al-Furqon. April 2006. Muslim, Imam Abi Husain bin Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisabury. Shahih Muslim. Beirut: Darul Fikr, 1999. _________. Shahih Muslim. Beirut: Darul Fikr, 1992. Mustaqim, Abdul. Menjadi Orang Tua Bijak: Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak. Bandung: Al-Bayan, 2005. Surahmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung: Tarsito, 1985.
cxiv
Suwaid, Muhammad. Mendidik Anak Bersama Nabi SAW: Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf. terj. Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka Arafah, 2006. Syairozi, Mahfudz & Shonhaji. Ed: Azizi Chasbullah. Konsep Pendidikan Generasi Tiga Dimensi: Kajian Praktis Tentang Generasi Muslim dalam Dimensi Sosial, Psikologi dan Agama. Lirboyo: Tamatan Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, 2002. Syafruddin, Abulfaruq Ayip. “Anak Antara Harapan dan Ujian,” As-Syariah, 2008. _________. “Kiat Memperlakukan Buah Hati”, Asy-Syari’ah No. 43/IV/2008. Ulwan, Abdullah Nashih. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. terj. Saifullah Kamalie & Heri Noer Ali. Semarang: Asy-Syifa’, 1981. _________. Pendidikan Anak Menurut Islam: Kaidah-Kaidah Dasar. terj. Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bandung: Citra Umbara, 2007. Zaini, Syahminan. Arti Anak Bagi Seorang Muslim. Surabaya: Al-Ikhlas, 1982.
cxv