KONSEP KUASA ASUH MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU RI NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM
OLEH : ABDUL WAID NIM: 03360187
PEMBIMBING 1. PROF. DR. KHOIRUDDIN NASUTION, M.A. 2. NURAINUN MANGUNSONG, S.H., M.HUM
PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2008
ABSTRAK Tumbuh dan berkembangnya anak untuk menjadi sumber daya manusia yang dapat dihandalkan adalah sebuah keniscayaan yang tak terelakkan. Baik negara, keluarga, maupun masyarakat secara umum harus memperhatikan nasib perkembangan kehidupan anak sebagai generasi bangsa, menuju masa depan yang lebih cerah. Mengingat pentingnya perhatian terhadap kehidupan anak, tidak ironis, jika dalam persoalan kehidupan anak, memang terdapat perundangperundangan khusus yang mengatur tentang kehidupan anak. Hal tersebut ialah dalam rangka mengoptimalkan tumbuh kembangnya kehidupan anak, serta sebagai upaya memaksimalkan perlindungan terhadap anak dalam segala aspek. Dalam konteks itu, UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah salah satu peraturan perundang-undangan yang berbicara masalah kehidupan anak sebagai upaya pemerintah untuk menjadikan program perlindungan anak di Indonesia sebagai program prioritas. Salah satu cakupan di dalamnya ialah mengenai kuasa asuh orang tua terhadap anak. Kuasa asuh yang meliputi pemeliharaan anak, perlindungan anak, penghargaan terhadap anak, serta pencabutan dan pengalihan kuasa asuh, adalah aspek yang akan dikomparasikan dengan konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dalam penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) yang berusaha menemukan dan menggali wacana konsep kuasa asuh berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan ketentuan-ketentuan tertulis berdasarkan konsep dan prinsip-prinsip kuasa asuh dalam hukum Islam. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan mengkomparasikan konsep kuasa asuh dalam pandangan hukum Islam dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif-analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomenafenomena kehidupan anak dalam berbagai ranah, mulai pemeliharaan, pendidikan, sosial, keluarga, perlindungan, yang terlingkup dalam konsep kuasa asuh, kemudian dirumuskan, dianalisis, dan dikomparasikan dengan ketentuanketentuan hukum Islam. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa tiga aspek kuasa asuh dalam UU Perlindungan Anak, yaitu, pemeliharaan anak, perlindungan anak, penghargaan terhadap anak, serta adanya ketentuan pencabutan dan pengalihan kuasa asuh adalah semata-mata demi kepentingan anak secara khusus. Secara substansial, esensi dari ketiga aspek itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dengan kata lain, dalam persoalan anak, hukum Islam juga mengenal adanya pemeliharaan, perlindungan, dan penghargaan terhadap anak. Demikian halnya, secara implisit Islam juga mengenal adanya pencabutan dan pengalihan kuasa asuh orang tua terhadap anak dalam situasi dan kondisi tertentu. Di lain sisi, dapat dipetik intisari dari penelitian ini, bahwa di mana pun dan dalam kondisi apa pun, perwujudan kemaslahatan anak tetap menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat, bahkan negara, meskipun pada hakekatnya anak tidak memiliki sanak saudara sekalipun, termasuk tidak memiliki orang tua. Ketentuan semacam ini telah terakomodasi dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dalam hukum Islam sendiri yang bersumber dari nashnash al-Qur’an dan al-Hadis serta pemikiran-pemikiran ulama dalam kitab fiqih klasik maupun kontemporer. Atas dasar itu semua, tidak ada satu alasan pun yang dapat diterima untuk menelantarkan nasib anak.
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988 No: 158/1987 dan 0543b/U/1987. I. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
أ
Alif
………..
tidak dilambangkan
ب
Bā'
b
be
ت
Tā'
t
te
ث
Śā'
ś
es titik atas
ج
Jim
j
je
ح
Hā'
h ·
ha titik di bawah
خ
Khā'
kh
ka dan ha
د
Dal
d
de
ذ
Źal
ź
zet titik di atas
ر
Rā'
r
er
ز
Zai
z
zet
س
Sīn
s
es
x
ش
Syīn
sy
es dan ye
ص
Şād
ş
es titik di bawah
ض
Dād
d ·
de titik di bawah
ط
Tā'
ţ
te titik di bawah
ظ
Zā'
Z ·
zet titik di bawah
ع
'Ayn
…‘…
koma terbalik (di atas)
غ
Gayn
g
ge
ف
Fā'
f
ef
ق
Qāf
q
qi
ك
Kāf
k
ka
ل
Lām
l
el
م
Mīm
m
em
ن
Nūn
n
en
و
Waw
w
we
ﻩ
Hā'
h
ha
ء
Hamzah
…’…
apostrof
ي
Yā
y
ye
xi
II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis rangkap:
ﻣﺘﻌﺎﻗّﺪﻳﻦ ﻋﺪّة
ditulis ditulis
muta‘aqqidīn ‘iddah
III. Tā' marbūtah di akhir kata. 1. Bila dimatikan, ditulis h:
هﺒﺔ
ditulis
hibah
ﺟﺰﻳﺔ
ditulis
jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:
اﷲ ﻧﻌﻤﺔ
ditulis
ni'matullāh
اﻟﻔﻄﺮ زآﺎة
ditulis
zakātul-fitri
IV. Vokal pendek __َ__ (fathah) ditulis a contoh
ب َ ﺿ َﺮ َ
ditulis daraba
____(kasrah) ditulis i contoh
َﻓ ِﻬ َﻢ
ditulis fahima
__ً__(dammah) ditulis u contoh
ﺐ َ ُآ ِﺘ
ditulis kutiba
V. Vokal panjang: 1. fathah + alif, ditulis ā (garis di atas)
ﺟﺎهﻠﻴﺔ
ditulis
jāhiliyyah
xii
2. fathah + alif maqşūr, ditulis ā (garis di atas)
ﻳﺴﻌﻲ
ditulis
yas'ā
3. kasrah + ya mati, ditulis ī (garis di atas)
ﻣﺠﻴﺪ
ditulis
majīd
4. dammah + wau mati, ditulis ū (dengan garis di atas)
ﻓﺮوض
ditulis
furūd
VI. Vokal rangkap: 1. fathah + yā mati, ditulis ai
ﺑﻴﻨﻜﻢ
ditulis
bainakum
2. fathah + wau mati, ditulis au
ﻗﻮل VII. Vokal-vokal
ditulis
qaul
pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan
dengan apostrof.
ااﻧﺘﻢ
ditulis
a'antum
اﻋﺪت
ditulis
u'iddat
ﺷﻜﺮﺗﻢ ﻟﺌﻦ
ditulis
la'in syakartum
VIII. Kata sandang Alif + Lām 1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-
اﻟﻘﺮان
ditulis
al-Qur'ān
اﻟﻘﻴﺎس
ditulis
al-Qiyās
xiii
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, ditulis dengan menggandengkan huruf syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l-nya
اﻟﺸﻤﺲ
ditulis
asy-syams
اﻟﺴﻤﺎء
ditulis
as-samā'
IX. Huruf besar Huruf besar dalam tulisan Latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut penulisannya
اﻟﻔﺮوض ذوى
ditulis
zawi al-furūd
اﻟﺴﻨﺔ اهﻞ
ditulis
ahl as-sunnah
xiv
MOTTO
Tiada Kebahagiaan Yang Melebihi dari Kedekatan dengan Allah SWT
KATA PENGANTAR
ﺑِﺴـــــﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟَﻤﻴﻦ أﺷﻬﺪ أن ﻻإﻟﻪ إﻻاﷲ وأﺷﻬﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل اﷲ اﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﻴِﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﻪ وأﺻﺤﺎﺑِﻪ أﺟﻤﻌﻴﻦ أﻣﺎﺑﻌﺪ Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan taufik-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh studi di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhaammad SAW yang berhasil menyampai risalah-Nya kepada umat muslim di seluruh dunia, pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan, yang kita harapkan syafa’atnya kelak di akhirat. Selanjutnya, dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun tidak berdiri sendiri. Dalam arti, penyusun mendapatkan banyak kontribusi dari pihak-pihak lain. Untuk itu, penyusun menghaturan ribuan terima kasih kepada banyak pihak. Di antara: 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak Budi Ruhiatudin, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan PMH.
xi
4. Prof. Dr. Susiknan Azhari, selaku Pembimbing Akademik. 5. Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, M.A., dan Nurainun Mangunsong, S.H, M.Hum selaku pembimbing I dan pembimbing II, dengan segala kesabaran hati dan jiwa, ketekunan, “keuletan” telah berkenan memberikan bimbingan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. 6. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syari’ah pada umumnya, dan dosen-dosen Jurusan PMH pada khususnya, yang telah mewariskan ilmunya selama penyusun studi di Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. Pegawai TU Jurusan PMH yang dengan sabar melayani urusan administrasi selama ini. 8. Aba dan Umi selaku orang tua kandung penyusun, yang telah memberikan dorongan moral, spiritual, finansial, demi pendidikan penyusun sebagai anaknya, di tengah situasi keterpurukan ekonomi keluarga. 9. K.H. Drs. Saifurrahman Nawawi, selaku kiai penyusun di pesantren, yang tetap penyusun yakin, bahwa beliau tetap mengirim doa untuk kesuksesan penyusun di dunia dan akhirat. 10. Muhayyin Kusnadi, selaku paman penulis, yang telah memotivasi penyusun dalam berbagai hal berkaitan dengan studi. 11. Nurfadilah, selaku adik kandung penyusun, atas motivasi morilnya. 12. Teman-teman mahasiswa Jurusan PMH-1 angkatan 2003 yang telah membantu terlaksananya penyusunan skipsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
xii
13. Muhadditsin yang telah memberikan dorongan, bahkan membantu mencarikan referensi skripsi ini. 14. Mohammad Romli, Farid Wijdil Mubarok, Zizah, Slamet, yang telah sudi menjadi pembahas proposal seminar skripsi ini. 15. Seluruh teman-teman wisma Don Juan kost Bu. Walijo. 16. Teman-teman alumni Pondok Pesantren Nurul Huda Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep, Madura. 17. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penyusun sebut satu persatu di sini. Semoga Allah SWT membalas kebaikannya. Akhirnya, penyusun berharap akan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi kita, dan studi akademik berikutnya. Amin Ya Robbal ‘alamin.
Yogyakarta, 12 Dzulqo’dah 1429 H. 20 November 2008 M Penyusun
Abdul Waid
xiii
Persembahan
Kupersembahan Skripsi ini Untuk Aba dan Umi Untuk Nenekku Bu. Kusnadi, Pamanku Herman Kuswari dan Muhayyin Kusnadi, Bibi Nita, A’yun dan Qorin Untuk Adikku Nurfadilah Dan Untuk Almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………………...
i
ABSTRAK ……………………………………………………………………..
ii
HALAMAN NOTA DINAS …………………………………………………... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v TRANSLITERASI …………………………………………………………….. vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... xi DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………..
1
B. Pokok Masalah ……………………………………………. 8 C. Tujuan dan Kegunaan ……………………………………... 8 D. Telaah Pustaka …………………………………………….. 9 E. Kerangka Teoretik …………………………………………. 14 F. Metodologi Penelitian ..…………………………………… 18 G. Sistematika Pembahasan ………………………………….. 21
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KUASA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK A. Gambaran Umum Kuasa Asuh …………………………… 23 B. Hak dan Kewajiban Anak ………………………………… 28 C. Dasar-Dasar Kuasa Asuh Orang Tua Terhadap Anak ……. 30 D. Syarat-Syarat Pengasuhan Anak …………………………. 33
xiii
BAB III
KUASA ASUH DALAM HUKUM ISLAM DAN UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Kuasa Asuh dalam Hukum Islam ……………………….. 35 a. Pengertian ……………………………………………. 35 b. Dimensi-Dimensi Kuasa Asuh dalam Islam ………… 38 1. Dimensi Kafalah ………………………………….. 39 2. Dimensi Wiqayah …………………………………. 41 3. Dimensi Siyasah …………………………………... 42 4. Dimensi Tarbiyah Wa Ta’lim …………………….. 44 c. Urutan-Urutan Yang Berkewajiban Atas Kuasa Asuh.. 48 d. Unsur-Unsur Pelaksana Kuasa Asuh ………………... 54 e. Masa Pengasuhan Anak ……………………………... 56 B. Kuasa Asuh dalam UU No. 23 Tahun 2002 …………….. 59 a. Aspek-Aspek Kuasa Asuh ..…………………………. 59 1. Pemeliharaan Anak ...…………………………….. 60 2. Perlindungan Anak ………………………………... 61 3. Penghargaan Terhadap Anak ......………………… 62 b. Pencabutan dan Pengalihan Kuasa Asuh ……………. 64 1. Perwalian …………………………………………. 66 2. Orang tua asuh ……………………………………. 67 3. Pengangkatan Anak ……………………………… 68 c. Status dan Kedudukan anak ………………………… 72
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN UU
NOMOR
PERLINDUNGAN
23
TAHUN
ANAK
2002
TERHADAP
TENTANG KONSEP
KUASA ASUH A. Urgensi Ratifikasi UU Perlindungan Anak dan Kuasa Asuh Orang Tua Terhadap Anak ………………………... 76 B. Signifikansi Kuasa Asuh Orang Tua Terhadap Anak …… 79
xiv
C. Analisis Persamaan dan Perbedaan Konsep Kuasa Asuh dalam Hukum Islam dan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak ………………. 83 1. Pemeliharaan Terhadap Anak ………………………. 83 2. Perlindungan Terhadap Anak ……………………….. 92 3. Penghargaan Terhadap Anak ………………………... 97 4. Pencabutan dan Pengalihan Kuasa Asuh Orang Tua Terhadap Anak ……………………………………… 100
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………… 107 B. Saran ……………………………………………………... 108
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 110 LAMPIRAN TERJEMAHAN ………………………………………………….
I
LAMPIRAN BIOGRAFI TOKOH DAN ULAMA ……………………………. V LAMPIRAN CURRICULUM VITAE ……………………………………….. VIII
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fungsi dasar yang terkandung dalam sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan yang akan menjadi generasi penerus keluarga, bangsa, maupun agama di masa yang akan datang.1 Fungsi ini selaras dengan tujuan dari
pada
perkawinan
itu
sendiri.
Yaitu,
secara
orientatif,
tujuan
dilangsungkannya perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan yang sah, baik demi terciptanya keluarga dan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.2 Selain itu, perkawinan juga memiliki tujuan untuk “melegalkan” (baca: menghalalkan) hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan sebagai pemenuhan hasrat yang bersifat manusiawi. Perkawinan, demikian pun, juga berfungsi sebagai media untuk mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah SWT. Pantas saja bila alGazali menyebut perkawinan --selain sebagai salah satu cara untuk memperoleh keturunan-- sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan hubungan seorang muslim dengan Allah. Hubungan semacam inilah dikenal dengan istilah (taqarrub).3
1 Al-Gazali, Menyingkap Hakekat Perkawinan Islam, Alih bahasa: Muhammad al-Baqir, cet. Ke-10 (Bandung: Karisma, 1999), hlm. 35. 2
M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, cet. Ke-1 (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 27. 3
Ibid, hlm. 25.
1
2
Ada alasan mendasar mengapa al-Gazali menyatakan demikian. Yaitu, taqarrub berkaitan dengan tujuan untuk mendapatkan keturunan (anak) meliputi empat aspek. Pertama, mencari keridhaan Ilahi Rabbi dengan mendapatkan anak demi mempertahankan kelestarian umat manusia sebagai hamba
Allah.
Kedua,
mencari
keridhaan
Rasulullah
SAW
dengan
memperbanyak umat beliau yang kelak pada hari kiamat akan menjadi sebuah kebanggaan pada diri Rasulullah. Ketiga, dengan mendapatkan anak, diharapkan dapat menjadi anak yang shaleh sehingga dapat mendoakan kedua orang tuanya, baik sebelum maupun sesudah wafat. Dan yang keempat, mengharapkan safaat dari anaknya apabila meninggal dunia sebelumnya, yaitu ketika belum mencapai usia dewasa. Berkaitan dengan pandangan-pandangan itu semua, maka tujuan memperoleh keturunan keturunan yang sah dan baik melalui perkawinan juga berkaitan erat dengan keabsahan suatu perkawinan yang menentukan status anak, sesuai dengan ketentuan Pasal 424 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Berkaitan dengan hal itu pula, pemeliharaan terhadap anak sangatlah penting. Tak heran bila Islam meletakkan dua landasan utama bagi permasalahan anak. Pertama, kedudukan dan hak-hak anak, kedua, pembinaan
4
Hingga saat ini, Pasal ini masih cukup kontroversial di beberapa kalangan. Di satu sisi, ketentuan dalam Pasal ini dianggap sebagai sebuah hasil dari dialektika pemikiran dan perkembangan hukum Islam di Indonesia. Namun di sisi lain, ada beberapa kalangan yang beranggapan bahwa ketentuan dalam Pasal ini bertentangan dengan ajaran Islam sehingga masih sangat terbuka untuk dialogkan.
2
3
dan asuhan sepanjang pertumbuhannya.5 Dalam hukum Islam, pemeliharaan anak lebih dikenal dengan istilah hadānah,6 yang berarti pemeliharaan anakanak laki-laki maupun perempuan atau yang sudah besar, tetapi belum tamyīz dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan memikul tanggung jawabnya.7 Seiring dengan itu, dewasa ini, maraknya berbagai kasus atau perkara perebutan (hak pemeliharaan) anak, sepertinya berbasis pada pandangan salah tentang superioritas orang tua, yaitu menguasai anak. Integritas anak seakan hanya bisa dikukuhkan secara subyektif hanya oleh ayah atau hanya ibunya. Padahal, konsep perlindungan, pengasuhan, dan pemeliharaan anak, dikembangkan lewat basis yang kuat yakni kepentingan terbaik bagi anak. Integritas pertumbuhan dan perkembangan anak bukan hanya sekadar fisikbiologisnya semata. Akan tetapi mencakup fisik, psikologis/mental, pikiran anak. Perebutan pemeliharaan anak, dalam tensi apa dan bentuk yang bagaimanapun, akan merusak integritas anak. Apalagi perebutan anak yang bermuara pada pertikaian, sengketa, dan perbuatan pidana. Tidak juga diperkenankan menghalangi dan membatasi salah satu orang tua. Di luar konteks hadānah, saling klaim kedua “orang tua” atas anak perempuan mungil bawah umur kini berseteru melalui jalur hukum (pidana). Seakan tak cukup 5 Ali Yafie, Teologi Sosial Telaah Kritis terhadap Persoalan Agama dan Kemanusiaan, cet. Ke-1 (Yogyakarta: LKPSM, 1997), hlm. 7. 6
Ahmad Warson Munawwir dalam kamus al-Munawwir menjelaskan hadanah berasal dari kata: hadana – hudnān yang artinya mendekap, memeluk al-hidnu – ahdan. 7
As-Sayid Syabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, tt), II:288.
3
4
lewat proses ”kekeluargaan”. Masih wajar jika i’tikad kedua orang tua yang tengah merebut dan mempertahankan kuasa asuh anak, bermaksud tulus dan orisinal untuk kepentingan terbaik anak. Masalahnya, sudahkah dipertimbangkan implikasi perseteruan itu bagi melindungi integritas fisik dan mental anak, serta pikiran? Menjamin haknya untuk tumbuh dan berkembang wajar tidak tercederai dan melindungi hak privasi anak sebagai subyek hukum yang dijamin Negara dan Konvensi Hak Anak, kendatipun anak masih dalam penguasaan dan kuasa asuh orang tua? Namun, perlu dipastikan apakah perseteruan itu mencerminkan tanggung jawab orang tua dan aktualisasi hak-hak anak atas tumbuh kembang yang layak. Layak bagi perkembangan integritas fisik dan mentalnya. Jangan sampai, dalam hal terjadi perseteruan yang diikuti pula dengan ekspos berlebihan atas kasus personal memperebutkan anak, justru kontraproduktif bagi proses alamiah anak menjalani evolusi kapasitas (evolving capacity) menikmati masa kanak-kanak. UU Perlindungan anak memaknai kuasa asuh sebagai kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan
anak
sesuai
dengan
agama
yang
dianutnya,
kemampuan, bakat, serta minatnya.8 Kuasa asuh terhadap anak dimulai sejak anak tersebut lahir, hingga anak tersebut dewasa dan mampu berdiri sendiri. Kuasa asuh orang tua meliputi kekuasaan terhadap pribadi anak, yaitu berupa kekuasaan untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi,
8
Pasal 1 angka (11) UU Perlindungan Anak.
4
5
dan menumbuhkembangkan anak serta mencegah terjadinya perkawinan di usia anak (usia dini),9 kekuasaan terhadap perbuatan anak baik di dalam maupun di luar pengadilan, kekuasaan terhadap harta anak. Tentu saja, hal di atas dimaksudkan agar dapat mencegah Tercederainya
proses
alamiah
evolusi
kapasitas
anak
yang
sangat
mencemaskan.
Jika tidak, akibatnya, kepentingan terbaik bagi anak akan
tersisihkan, esensi perlindungan hak anak menjadi buram. Antara lain, hak tumbuh dan kembang dengan wajar, hak atas privasi anak, hak mengemukakan pendapat dan pandangan sendiri, hak bersatu dengan keluarga, hak atas informasi yang sehat dan tidak vulgar. Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan kuasa asuh terhadap anak, ketika orang tua selaku pemegang otoritas kuasa asuh terhadap anak tidak mampu atau melalaikan kewajibannya, mengenai hal ini UU Perlindungan Anak memberikan alternatif berupa pengalihan kuasa asuh tersebut dari orang tua selaku pemegang otoritas utama kepada pihak keluarga.10 Apabila orang tua sangat melalaikan kewajiban terhadap anak atau berkelakukan buruk sekali, 11 atas permintaan salah satu orang tua, keluarga anak dalam garis lurus ke atas, saudara kandung, pejabat berwenang, melalui penetapan pengadilan,
9
Pasal 26 ayat (1) huruf (c) UU Perlindungan Anak.
10
Pasal 26 ayat (2) UU Perlindungan Anak.
11
Dalam hal ini, UU Perlindungan Anak tidak memberikan rincian yang jelas mengenai kriteria dan rincian yang jelas tentang ‘melalaikan dan berkelakukan buruk sekali’. Namun dalam rumusan Pasal 109 KHI disebutkan bahwa kriteria kelakukan buruk yaitu: pemabuk, penjudi, pemboros. Lihat juga, Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama, cet. Ke- 2 (Bandung: CV Mandar Maju, 2003), hlm. 149.
5
6
terhadap kuasa asuh tersebut dapat dilakukan pengawasan dan pencabutan,12 maksud dan tujuan pencabutan ini adalah semata-mata demi terlaksananya kuasa asuh terhadap anak dengan baik dan tidak berarti memutuskan hubungan antara orang tua dan anak, pencabutan kuasa asuh sifatnya sementara.13 Secara garis besar, bila kita amati rumusan pasal di atas tengah menawarkan sesuatu konsep yang cukup ideal demi terpenuhinya jaminan kesejahteraan anak atau perlindungan anak di masa-masa usia anak, dan di masa-masa yang akan datang. Dalam hal itu, ada beberapa aspek penting dan dominan dalam pelaksanaan kuasa asuh terhadap anak. Antara lain, pengasuhan, pendidikan, pembinaan, jaminan perlindungan, penghargaan terhadap agama dan kepercayaan, kemampuan serta bakat anak.14 Dengan implementasi beberapa aspek itu diharapkan akan terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia, serta sejahtera di dalam masa depannya.15 Ironisnya, realitas di lapangan memperlihatkan banyak fakta bahwa pendapat anak sering diabaikan. Untuk sekadar menjadi contoh, hampir semua 12
Tentang pencabutan kuasa asuh, coba bandingkan ketentuan yang terdapat dalam UU Perkawinan Pasal 49 ayat (1) dengan UU Perlindungan Anak Pasal 26 ayat (2). 13
Pasal 32 UU Perlindungan Anak.
14
Bandingkan dengan rumusan tentang kuasa asuh dalam Pasal 1 UU Perkawinan yang hanya mencantumkan aspek pemeliharaan dan pendidikan. 15
Hal ini adalah tujuan dari perlindungan anak. Lihat Pasal 3 UU Perlindungan Anak.
6
7
kasus perceraian tidak meminta pendapat anak. Misalnya, hakim dan para pihak yang berperkara, jika menghargai pendapat anak, perlu menelusuri pendapat seorang anak (walaupun bukan dengan pertanyaan kaku dan formal seperti keterangan orang dewasa). Tidak pernah anak diminta pendapatnya: apakah dia setuju dengan perceraian atau tidak. Apakah dia memiliki pandangan khusus mengenai hak pemeliharaannya? Mau mengikuti siapa? Bagaimana pula alimentasi atas kebutuhan hidupnya? Di sisi lain, anak memiliki hak untuk bersama (unifikasi) dengan keluarganya. Anak juga memiliki hak privat untuk bisa bermain, berhati nurani, dan memperoleh informasi, serta hak mengakses informasi. Termasuk tentang proses hukum perceraian kedua orang tuanya di pengadilan. Ketua Komnas PA, Seto Mulyadi, menegaskan pentingnya penghargaan terhadap pendapat anak, antara lain mengatakan, ”...Anak-anak itu berhak dimintai pendapatnya berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Partisipasi ini hak dasar, harus diberikan kepada anak dalam setiap situasi.”16 Lebih ironis lagi, masih ada beberapa pihak yang dengan sengaja memperlakukan anak, baik laki-laki maupun perempuan, untuk kepentingan bisnis. Trafiking, misalnya. Trafiking terhadap perempuan dan anak maksudnya adalah perbuatan yang melanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Pasalnya, anak yang menjadi korban diperlakukan layaknya komuditas bisnis, barang dagangan yang dapat diperjualbelikan. Tindak pidana semacam ini seringkali mengancam nyawa anak. 16
Majalah TEMPO, Edisi 6-12 Maret 2006, hlm. 40. Lihat, www.tempo.co.id. Diakses tanggal 27 Agustus 2008.
7
8
B. Pokok Masalah Sebagaimana terlihat dari uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak? 2. Sejauh mana relevansi konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 dalam melindungi anak?
C. Tujuan dan Kegunaan Tujuan Penelitian: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kegunaan Penelitian : 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan khazanah keilmuan, khususnya dalam persoalan kajian hukum Islam dan hukum positif mengenai tanggung jawab orang tua terhadap anak. 2. Memberikan pemahaman yang komperhensif tentang konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
8
9
Perlindungan Anak sehingga dapat menghindari sikap apriori yang tidak benar. 3. Sebagai stimulan bagi studi berikutnya mengenai persoalan-persoalan anak yang lebih komprehensif. 4. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai acuan prilaku bagi orang tua dalam mengemban tanggung jawab terhadap anak.
D. Telaah Pustaka Kajian mengenai berbagai macam persoalan anak dewasa ini bukan suatu hal yang sama sekali baru. Sepanjang penelusuran yang penyusun lakukan, tulisan-tulisan yang berbentuk artikel dan makalah, bahkan skripsi, telah banyak yang membahas mengenai persoalan-persoalan anak, termasuk tema seputar kuasa asuh. Bahkan, seiring dengan maraknya problem dan kasus yang dialami anak, muncul institusi-institusi di Indonesia baik formal maupun non formal yang bergerak di bidang pembinaan dan pemeliharaan anak. Salah satu contoh di antaranya adalah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Namun, sejauh ini, berbagai macam persoalan anak tidak kunjung menurun, bahkan cenderung meningkat. Menurut Reza Indragiri Amriel, alumnus Psikologi Forensik The University of Melbourne, dosen psikologi, aktivis pada sejumlah LSM anak dan pendidikan, dalam artikelnya berjudul Membahas Kembali Ihwal Hak
9
10
Pengasuhan Anak,17 terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan ihwal hak asuh ini menjadi begitu kompleks. Pertama, ketegangan dan nuansa permusuhan yang muncul dalam persidangan kasus perceraian seringkali mendistorsi persepsi suami dan isteri akan diri mereka. Di sana berlangsung proses filter mental, yakni masing-masing pihak menginventarisasi kebaikankebaikan pribadinya seraya menonjolkan keburukan-keburukan pihak lawan. Masalah hak asuh pun terkena imbasnya. Baik suami (bapak) maupun isteri (ibu), masing-masing beranggapan diri mereka yang lebih pantas mendapatkan hak pengasuhan. Anak diposisikan laksana properti, bahkan sebagai simbol kemenangan satu pihak atas pihak lain. Pihak yang diputuskan mendapatkan hak asuh akan serta-merta memandang dirinya sebagai pemenang. Sedangkan pihak yang tidak mendapatkan hak asuh tidak hanya “terposisikan” sebagai pecundang, tapi sekaligus dicitrakan sebagai orangtua yang tidak memiliki cukup kasih sayang bagi anaknya sendiri. Dan, bisa jadi penista yang hanya akan menghancurkan hidup anak. Watak egois di atas bertitik tolak dari terkesampingkannya prinsip tunggal yang semestinya secara universal diberlakukan dalam setiap wacana tentang proses tumbuh kembang anak. Yakni, perlindungan, pengasuhan, dan pemeliharaan anak harus didasarkan pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child). Argumentasi suami dan isteri tentang hak asuh lebih didasarkan pada kalkulasi ekonomis mereka, serta cenderung menafikan kebutuhan bahkan aspirasi anak itu sendiri. 17
Reza Indragiri Amriel, Membahas Kembali Ihwal Hak Pengasuhan Anak, www.kompas.com. Diakses tanggal 25 Agustus 2008.
10
11
Kedua, interpretasi atas hak asuh dalam hukum Islam juga menjadi persoalan tersendiri. Eksplisit disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105, saat terjadi perceraian, hak pengasuhan anak yang belum mumayiz (mampu membedakan mana baik dan buruk) ada pada ibunya. Setelah anak mumayiz, ia bebas memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Kriteria usia dan perilaku untuk mumayiz sangat beragam, tergantung mazhab. Antara lain, ada yang berpatokan pada usia dua belas tahun (akil baligh), sedangkan mazhab lain menjadikan usia enam tahun sebagai kategori mumayiz, karena cukup dengan melihat seberapa jauh kemandirian anak dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Selain itu, Beberapa penulis, baik dari kalangan akademisi maupun mahasiswa telah banyak menghasilkan karya yang berkaitan dengan persoalan anak. Misalnya, Asep Subhan dalam skripsi berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Hukum Anak (Study Pasal 68 dan 69 UU No. 13 Th. 2003 tentang Ketenaga Kerjaan),18 secara umum membahas tentang perlindungan anak, namun tidak menyoroti UU Perlindungan Anak terutama masalah kuasa asuh secara khusus. Abdul Kodir dalam skripsi berjudul Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam KHI (Maslahah dan Aplikasinya)19 juga membahas masalah perlindungan anak. Hanya saja, penelitian itu tidak fokus pada masalah perlindungan anak dalam KHI. Karya selanjutnya, Ilmu Fiqh, yang dihasilkan 18 Asep Subhan, Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Hukum Anak (Study Pasal 68 dan 69 UU No. 13 Th. 2003 tentang Ketenagakerjaan), skripsi diajukan kepada Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003. 19
Abdul Kodir, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam KHI (Maslahah dan Aplikasinya), skripsi diajukan kepada Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002.
11
12
oleh Zakiah Daradjat. Dalam buku itu, Zakiah Daradjat menyimpulkan bahwa persamaan agama tidaklah menjadi syarat jika yang melaksanakan hadanah adalah perempuan, kecuali jika dikhawatirkan ia akan menjerumuskan si anak pada agama di luar Islam. Sedangkan bila yang melaksanakan hadanah adalah laki-laki maka disyaratkan seagama dengan anak. Sebab, laki-laki yang boleh melaksanakan hadanah adalah laki-laki yang ada hubungan waris dengan si anak.20 Selanjutnya, Asy’ari Hasan telah melakukan study analisis pendapat Hanabilah menyangkut persengketaan pemeliharaan anak antara suami dan istri. Namun, dalam study tersebut, Asy’ari lebih memfokuskan pada persoalan sengketa kewenangan pemeliharaan anak dan tidak mengupas secara detail mengenai UU Perlindungan Anak.21 Selain itu, di dalam kitab Fiqh asSunnah, As-Sayyid sabiq telah memberikan paparan yang cukup luas tentang pemeliharaan anak.22 Karya berikutnya adalah Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama yang ditulis oleh Hilman Hadikusuma. Dalam buku tersebut disinggung kekuasaan orang tua dengan
20
Zakiah daradjat, Ilmu Fiqh 2, (Yogyakarta: PT. dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 24.
21
Asy’ari Hasan, “Persengketaan Pemeliharaan Anak antara Suami dan Istri” (Study AnalisisPendapat Hanabilah), skripsi diajukan kepada Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002. 22 As-Sayyid Sabiq mengemukakan kedudukan orang tua (ayah dan ibu) bagi pelaksanaan pemeliharaan anak, ibu lebih berhak terhadap pemeliharaannya. Sebab seorang ibulah yang mengandung dan menyusui anak. Alasan lainnya, seorang ibu lebih memahami dan mampu melaksanakan pendidikan terhadap anak, biasanya seorang ibu lebih memiliki kesabaran, yang tak kalah pentingnya adalah kebanyakan ibu, pada umumnya, lebih memiliki waktu luang untuk dapat melaksanakan pemeliharaan anak di bandingkan dengan seorang laki-laki (ayah). Baca, As-Sayyid Sabiq, Fiqh…, hlm. 289.
12
13
tiga
perspektif,
yaitu
perundang-undangan
(KUH
Perdata
dan
UU
Perkawinan), hukum adat (patrilineal, matrilineal, parental), dan hukum agama (Islam, Kristen, Hindu, dan Budha).23 Persoalan perlindungan anak juga dibahas dalam buku berjudul Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak karya Moh. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas. Dalam buku itu dipaparkan tentang hak-hak anak yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak. Menurut kedua penulis tersebut, anak memerlukan perlindungan hukum dan Konvensi Hak Anak merupakan instrumen internasional dan mengikat negara-negara yang perlu dijadikan sebagai gerakan global. Selain itu, buku berjudul Aspek Hukum Perlindungan Anak karya Irna Setyowati Soemitro juga membahas
mengenai persoalan anak dan
perlindungan anak.24 Namun, secara spesifik, buku itu tidak menyinggung persoalan kuasa asuh menurut hukum Islam dan UU Perlindungan Anak. Kajian terhadap berbagai macam persoalan anak anak secara terpisah memang telah banyak dilakukan oleh banyak kalangan, pemikir, akademi, penulis, maupun mahasiswa. Namun, sejauh yang penyusun ketahui, secara 23
Buku juga menyikapi tentang ketidakjelasan batasan prilaku orang tua “sangat melalaikan dan berkelakukan buruk sekali” dapat menyebabkan dicabutnya kuasa asuh orang tua terhadap anak, seperti yang tertuang dalam rumusan Pasal 49 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam persoalan itu H. Hilman Hadikusuma mengatakan: “…dalam hal ini kebanyakan terserah kepada hakim, untuk mempertimbangkan dan menetapkan putusannya. Baca, Hilman Hadikusuma, Hukum…, hlm. 149. 24
Irna Setyowati Soemitro membedakan ruang lingkup perlindungan anak ke dalam dua pengertian pokok. Pertama, bersifat yuridis baik dalam ruang lingkup hukum publik maupun hukum privat (perdata) dan menyangkut semua aturan hukum yang mempunyai dampak langsung bagi kehidupan anak. Kedua, bersifat non yuridis yaitu meliputi bidang sosial, kesehatan dan pendidikan. Secara umum, Irna Setyowati Soemitro membahas tentang perlindungan anak dalam hukum keperdataan secara umum dan tidak membahas secara rinci tentang kuasa menurut hukum Islam maupun UU Perlindungan Anak. Baca, Irna Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001).
13
14
spesifik, belum muncul kajian kuasa asuh menurut hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dan, sejauh ini, belum ada yang mengkompromikan antara hukum Islam dan UU Perlindungan Anak dalam persoalan anak, khususnya mengenai kuasa asuh, dalam sebuah tulisan yang sistematis baik dari sisi persamaan maupun perbedaannya. Untuk itu, menurut hemat penyusun, penelitian ini layak untuk dilakukan dalam rangka menambah dan mewarnai khazanah pemikiran Islam.
E. Kerangka Teoritik Eksistensi
dan
pola
asuh
orang
tua
terhadap
anak
sangat
mempengaruhi terhadap pembentukan mentalitas anak di masa mendatang. Pasalnya, didikan dan kebersamaan anak dengan kedua orang tua mewarnai pola pikir dan kebribadian si anak secara keseluruhan. Dengan kata lain, jika didikan kedua orang tua salah, tidak menutup kemungkinan si anak akan mengalami degradasi moral. Lebih jauh lagi, dewasa ini, ragam penderitaan yang dialami anak-anak Indonesia telah menunjukkan bahwa hak hidup anak sebagai bagian integral dari hak asasi manusia telah terancam tanpa penanganan dan solusi. Pola asuh yang mapan adalah keniscayaan yang tak terelakkan, karena pada saat ini berbagai macam hal yang merusak masa depan anak telah menjadi fenomena yang sangat meresahkan. Mendidik anak sejak dini menjadi suatu kewajiban orang tua sejak dari kandungan hingga beranjak dewasa. Islam, misalnya, mengajarkan pentingnya pola asuh yang mapan terhadap anak, baik dalam segi pendidikan, sosial,
14
15
maupun dalam segi lainnya, sejak ia berada dalam kandungan ibunya. Sebagaimana
firman
Allah
SWT
dalam
al-Qu’ran:
“Ya
Tuhanku,
sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau, anak yang ada dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu terimalah nazar itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.”25 Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Peran orangtua sangat berpengaruh dalam mengubah anak menjadi berwarna merah, hitam dan kelabu. Islam memiliki tuntunan yang kaya tentang pendidikan anak usia dini sesuai ajaran kitab suci. Anak adalah nikmat Allah yang tak ternilai dan pemberian yang tidak terhingga. Nikmat yang agung berupa anak ini merupakan amanah bagi dua orang tua, yang kelak akan diminta pertanggung jawabannya, apakah keduanya telah menjaganya atau justru menyia-nyiakannya. Rasulullah bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya." (Muttafaq 'alaih).26
25
Ali Imrōn (3): 38. Ayat ini menegaskan bahwa sejak bayi dalam kandungan, seorang ibu senantiasa mendidik bayinya dengan memanjatkan doa kepada Allas SWT. Kandungan ayat itu sesuai dengan riset ilmiah ilmu kedokteran, yang menyatakan bahwa sejak kandungan berusia tujuh minggu, embrio yang ada dalam rahin untuk pertama kalinya saraf dan otot bekerja. Bersamaan dengan itu, embrio mempunyai reflek dan bergerak spontan. Akhir minggu ke-7 ini otak bayi akan terbentuk lengkap. 26
http://keluarganuryadi.multiply.com/reviews/item/9. Diakses tanggal 30 Agustus 2008.
15
16
Mengenai besarnya tanggung jawab dalam mendidik anak, maka Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah menyatakan, "Barang siapa yang melalaikan pendidikan anaknya, yakni dengan tidak mengajarkan hal-hal yang bermanfaat, membiarkan mereka terlantar, maka sungguh dia telah berbuat buruk yang teramat sangat. Mayoritas anak yang jatuh di dalam kerusakan tidak lain karena kesalahan orang tuanya dan tidak adanya perhatian terhadap anak-anak tersebut. Juga tidak mangajarkan kepada mereka kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, mereka telantarkan anaknya semenjak kecil, sehingga mereka tak dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang tuanya, manakala mereka telah tua."27 Untuk itu, para orang tua selayaknya memperhatikan masalah-masalah penting yang berkaitan erat dengan anak. Faktor-faktor itulah yang kemudian dipandang sebagai salah satu acuan untuk memperkuat konsep kuasa asuh terhadap anak sebagai generasi penerus. Hukum Islam menekan semaksimal mungkin hal-hal yang merusak untuk dirinya maupun orang lain adalah prinsip dasar kemaslahatan dalam prinsip syariat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat lepas dari hukum dan
norma-norma
hukum.
Sebab,
manusia
adalah
makhluk
yang
bermasyarakat (zoon politicon). Tak heran bila seorang filosof Yunani menyatakan dalam sebuah adagium yang hingga saat ini masih kita dengar: ubi societas ibi ius (di mana ada masyarakat di situ pasti ada hukum). Karena
27
Ibid.
16
17
itu, usia hukum sama tuanya dengan usia masyarakat.28 Tujuan Allah SWT mensyari’atkan hukum-Nya (maqāsid al-Syarī’ah) adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia dan menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di akhirat. Dicanangkanlah tiga skala prioritas yang berbeda tapi saling melengkapi: al-dharūriyyāt, al-hajiyyāt dan al-tahsīniyyāt. Salah satu diantara ketiga skala tersebut, yaitu dharūriyyāt (tujuan-tujuan primer) bermakna sebagai tujuan yang harus ada, dan jika tidak ada akan menghancurkan kehidupan secara total. Di sini ada lima kepentingan yang harus dilindungi: agama, jiwa, akal, harta dan kesinambungan.29 Atas dasar itu, semua orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh dengan pola asuh dan kuasa asuh yang baik terhadap anak-anak mereka. Mengacu pada maqāsid al-Syarī’ah yang telah disebutkan di atas, maka harus dipastikan bahwa anak memakan makanan yang baik, memakai pakaian yang pantas, dan tidur pada waktunya. Ketika mereka bertambah besar, para orang tua batasan mereka, memberi mereka lebih banyak kebebasan untuk menentukan pilihan mereka sendiri, sambil tetap memerhatikan dari dekat, siap untuk bertindak bila diperlukan. Tujuan utama menetapkan batasan dalam kehidupan anak-anak adalah agar mereka dapat menetapkan batas-batas tanggung jawab mereka sendiri saat mereka kelak meninggalkan lingkungan keluarga. 28 Fungsi hukum bagi masyarakat adalah sebagai sarana untuk mengatur prilaku dan kehidupan masyarakat (social engeneering), sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Baca, Soerjono Soekamto, Pokok Pokok Sosilogi Hukum, cet. Ke- 9 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 118. 29
Yudian Wahyudi, Ushul Fikih Versus Hermeneutika (Membaca Islam Dari Kanada Dan Amerika), cet. Ke- 3 (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2006), hlm. 45
17
18
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Pembahasan dalam skripsi ini merupakan penelitian (library research) dengan menggunakan data-data yang diperlukan berdasarkan pada literatur-literatur primer dan sekunder yang membahas dan berkaitan dengan kuasa asuh.
2. Sifat Penelitian Penelitian
ini
bersifat
diskriptif-komparatif-analitis,
yaitu
mengumpulkan atau memaparkan konsep kuasa asuh menurut hukum Islam dan UU No 23 Tahun 2002 secara obyektif, kemudian menganalisanya dengan menggunakan teori yang telah ada.
3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-normatif. Yaitu, telaah kritis terhadap konsep kuasa asuh menurut hukum Islam berdasarkan kepada nas-nas al-Qur’an dan al-Hadis serta pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab fikih, dan UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan mengaitkannya dengan konteks sosial kekinian.
18
19
4. Sumber Data Sumber data untuk penelitian ini adalah segala macam bahan baik buku, jurnal, artikel, tesis dan sebagainya yang terkait erat dengan substansi permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Dalam hal ini dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Data primer Data primer yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, KUH Perdata (BW), Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi ILO tentang Hak-Hak Anak, nas-nas al-Qur’an dan al-Hadis yang berkaitan dengan kuasa asuh, serta pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab fikih klasik dan kitab-kitab fikih kontemporer yang membahas tentang kuasa asuh.
b. Data sekunder Kemudian data-data sekunder yang dipakai dalam pembahasan di skripsi ini adalah berupa buku-buku yang membahas tentang pengalihan kuasa asuh, pemeliharaan dan perlindungan anak, serta
19
20
berbagai macam tulisan baik secara eksplisit maupun implisit membahas masalah kuasa asuh.
c. Data tertier Sedangkan data tertier yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah segala tulisan yang berkaitan dengan masalah anak secara umum, baik yang tertuang dalam buku, tulisan, jurnal, bahkan dalam bentuk esai sekalipun.
5. Analisis Data Dalam menganalisa data, penyusun menggunakan beberapa metode, yaitu; a). Metode Deduktif, yaitu analisa yang bertolak pada data-data yang bersifat umum, kemudian diambil kesimpulan yang bersifat khusus. Metode ini akan digunakan dalam menganalisa hukum Islam dan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tentang konsep kuasa asuh yang kemudian dikontekstualisasikan dengan berbagai macam persoalan anak dewasa ini. b). Metode komparatif, yaitu membandingkan suatu data dengan data yang lain, kemudian dicari titik persamaan dan perbedaannya yang pada akhirnya
20
21
akan menuju pada suatu kesimpulan.30 Metode ini akan menjelaskan hubungan atau relasi antara hukum Islam dan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tentang konsep kuasa asuh untuk kemudian disimpulkan.
G. Sistematika Pembahasan Skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I terdiri dari tujuh sub bab, pertama, yaitu diawali dengan pendahuluan berisi latar belakang masalah yang penyusun teliti. Kedua, pokok masalah, merupakan penegasan terhadap kandungan yang terdapat dalam latar belakang masalah. Ketiga, tujuan dan kegunaan, tujuan adalah keinginan yang akan dicapai dalam penelitian ini, sedangkan kegunaan merupakan manfaat dari hasil penelitian. Keempat, telaah pustaka, berisi penelusuran terhadap literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian. Kelima, kerangka teoritik berisi acuan yang digunakan dalam pembahasan dan penyelesaian masalah. Keenam, metode penelitian, berisi tentang cara-cara yang dipergunakan dalam penelitian. Ketujuh, sistematika pembahasan, berisi tentang struktur yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pada bab II, berisi tinjauan umum kuasa asuh. Kajian ini membicarakan tentang pengertian kuasa asuh secara umum, pengetian status dan kedudukan anak, hak dan kewajiban anak, aspek-aspek kuasa asuh, pemeliharaan anak, hak dan kewajiban anak.
30
Anton Bakker & Achmad Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 83.
21
22
Bab III mengkaji tentang pengertian kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindunagn Anak. Sehingga, dengan adanya uraian ini akan menjadi jelas sumber pokok atau obyek yang diteliti. Bab IV berisikan analisis komparatif hukum Islam dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindunagn Anak terhadap konsep kuasa asuh. Dengan analisis ini diharapkan dapat memberikan solusi pemecahan permasalahan kuasa asuh orang tua terhadap anak sehingga dapat meminimalisir persoalanpersoalan yang terjadp terhadap anak yang berdampak buruk terhadap perkembangan anak, baik fisik maupun mental, serta untuk mendapatkan kemaslahatan yang lebih baik bagi anak khususnya. Akhirnya kesimpulan dan saran-saran dari penelitian ini dituangkan dalam bab V yang sekaligus merupakan bab penutup.
22
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, kajian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa konsep kuasa asuh dalam UU Perlindungan Anak terdiri dari tiga aspek pokok, yaitu aspek pemeliharaan anak dan pengasuhan anak, aspek perlindungan anak, dan aspek penghargaan terhadap anak. Apabila terdapat alasan tertentu, kuasa asuh orang tua kandung terhadap anak kandungnya dapat dicabut dan dialihkan kepada keluarga dan pihak lain. Dalam pencabutan dan pengalihan kuasa asuh kepada pihak lain tersebut, UU Perlindungan Anak memiliki tiga bentuk yang telah ditentukan, yaitu dalam bentuk perwalian, dalam bentuk orang tua asuh dan dalam bentuk orang tua angkat terhadap anak. Aspek pemeliharaan anak dan pengasuhan anak di dalam kuasa asuh yang terdapat dalam UU Perlindungan Anak, pada prinsipnya dan secara substansial tidak berbeda dengan istilah hadanah dalam hukum Islam. Hanya dalam beberapa aspek tertentu, misalnya penegasan, pengistilahan, ada perbedaan antara keduanya. Dalam nash al-Qur’an dan al-Hadis terdapat beberapa ketentuan yang secara implisit menegaskan bahwa salah satu kewajiban orang tua adalah melindungi dan menyelamatkan anak-anak dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan anak, serta menghargai anak. Hal ini juga dalam rangka optimalisasi perlindungan terhadap anak.
107
108
Atas dasar itu, tampak jelas bahwa tiga aspek pada kuasa asuh dalam UU Perlindungan Anak yaitu aspek pemeliharaan anak dan pengasuhan anak, aspek perlindungan anak, dan aspek penghargaan terhadap anak sangat relevan dengan hukum Islam. Begitu halnya dengan pencabutan dan pengalihan kuasa asuh dari orang tua kandung kepada pihak keluarga dan pihak lain baik itu dalam bentuk perwalian, orang tua asuh, maupun orang tua angkat, juga tidak bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan dalam ketentuan UU Perlindingan Anak tentang tata cara pengangkatan anak adalah tata cara pengangkatan anak yang diperbolehkan dalam Islam. Maka, relevansi kuasa konsep kuasa asuh dalam hukum Islam dan UU RI Nomor 23 Tahun 2002 dalam melindungi anak ialah sejak si anak berada di perut ibu hingga lahir ke dunia, dan hingga ia dewasa. Kuasa asuh terhadap anak adalah tanggung jawab orang tua kandung, keluarga, bahkan negara.
B. Saran Berangkat dari kesimpulan terhadap pembahasan, kajian dan analisis terhadap skrispsi ini yang telah penyusun paparkan di atas, penyusun menawarkan beberapa saran penting. Harapan penyusun semoga dengan saran ini dapat mendatangkan maslahat bagi perkembangan kehidupan anak. Tawaran tersebut anatara lain: pertama, sebagaimana yang dibicarakan di awal, bahwa UU Perlindungan Anak telah memberikan konsep yang cukup mapan dalam rangka perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia, meskipun dalam beberapa aspek kecil, masih belum muncul rumusan yang lebih
108
109
eksplisit. Untuk itu, implemantasi UU Perlindungan Anak di lapangan hendaknya harus benar-benar berlandaskan pada prinsip kemaslahatan anak. Bahkan, jika perlu, hal-hal yang belum tertulis secara rinci dan eksplisit hendaknya dipikirkan ulang untuik kemudian diamandemen. Pasalnya, keberadaan UU Perlindungan Anak adalah payung hukum yang melindungi anak, dan selayaknya tidak memberikan celah sekecil apa pun yang dapat mendatangkan hal-hal ang merugikan anak. Kedua, hendaknya UU Perlindungan benar-benar disosialisikan ke tengah kehidupan masyarakat Indonesia secara umum, dan menyeluruh. Tujuannya agar UU Perlindungan tidak hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja, seperti masyarakat akademis. Sebab, kurangnya sosialisasi UU Perlindungan dapat menyebabkan rentannya kejahatan terhadap anak dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang signifikansi perlindungan terhadap anak. Tanpa sosialisasi secara maksimal, bukan tidak mungkin UU Perlindungan akan dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan. Ketiga, dalam tradisi akademik, menurut hemat penyusun, perlu sekiranya ditingkan studi perbandingan antara hukum positif dan dan hukum Islam. Tujuannya adalah selain menambah wawasan ilmu pengetahuan, juga mencari titik temu dan sebagai upaya singkronisasi anatara hukum positif dengan hukum Islam. Terakhir, penyusun berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya bagi almamater tercinta Fakultas Syaria’h UIN Sunan Kalijaga.
109
DAFTAR PUSTAKA
Al Maligy, Abdul Mun’im, Dendam Anak, Alih bahasa oleh Zakiah Darajat, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. Al Qur’an dan Terjemahnya Versi 1.2, http://geocities.com/alquran_indo. al-Barry, Zakaria Ahmad, Ahkam al-Awlad fi al-Islam, alih bahasa oleh Chadijah Nasution, Jakarta: Bulan Bintang, 1997. Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Kitab Janaiz, Hadis ke-1296. CD Hadis. Al-Gazali, Menyingkap Hakekat Perkawinan Islam, Alih bahasa: Muhammad alBaqir, cet. Ke-10, Bandung: Karisma, 1999 al-Jaziri, Abdur Rahman, Kitab al-Fiqh ala al-Mazahib al-Arba’ah, Mesir: alMaktabah at-Tajariyah, 1979. Al-Muzdry, Hafiz, Mukhashar Sunan Abi Daud, alih bahasa oleh Bey Arifin dkk, Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992. Amriel, Reza, Indragiri, Membahas Kembali Ihwal Hak Pengasuhan Anak, (www.kompas.com) Diakses tanggal 25 Agustus 2008. As-Shabuni, Moh. Ali, Tafsir Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Quran, alih bahasa: Saleh Mahfud, cet. Ke-1, Bandung: Ma’arif, 1994. Az- Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, t.t. VII: Bakker, Anton & Zubair, Achmad Charris, Metode Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1990. Bawazir, Djauaharah, Tanggung Jawab Pendidikan Moral, (http://bunyan.co.id/new/?m=article&id=1200988688). Diakses Tanggal 30 Agustus 2008. Daradjat, Zakiah, Ilmu Fiqh 2, Yogyakarta: PT. dana Bhakti Wakaf, 1995. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. Ke Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Dewan Ulama al-Azhar, Ajaran Islam Tentang Perawatan anak, alih bahasa oleh al-Wiyah Abdurrahman, Bandung: al-Bayan, 1996.
110
111
Djamil, Fathurraman, Filsafat Hukum Islam, cet. Ke-3, Jakarta: Logos Wacan Ilmu, 1999. Encyclopedia Islam, Dewan Redaksi. Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat dan Hukum Agama, cet. Ke- 2, Bandung: CV Mandar Maju, 2003. Hakim Rahman, Hukum Perkawinan Islam, cet. Ke- I, Bandung: CV Pustaka Pelajar, 2002. Hasan, Asy’ari, “Persengketaan Pemeliharaan Anak antara Suami dan Istri” (Study AnalisisPendapat Hanabilah), skripsi diajukan kepada Jurusan alAhwal asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002. http://andyrachmat.blogspot.com/2008/07/kiat-sukses-mendidik-anak.html. Diakses tanggal 29 Oktober 2008. http://keluarganuryadi.multiply.com/reviews/item/9. Diakses tanggal 30 Agustus 2008. http://syaghafan.wordpress.com/2007/11/20/mata-air-spiritual-mendidik-anak/ Diakses tanggal 30 Agustus 2008. http://www.al-shia.com/html/id/service/maqalat/022.htm. Agustus 2008.
Diakses
tanggal
30
Idhamy, Dahlan, Azas-Azas Fikih Munakahat Keluarga Islam, Surabaya: alIkhlas, t,t. Istambaly, Mahmud Mahdi, Problem Anak Bagaimana Mengatasinya, alih bahasa oleh Abu Shafa Ali Maktum Assalamy, Jakarta: Bonafida Cipta Persada, 1990. Jabir El Jazairi, Abu Bakar, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Mu’amalah, alih bahasa oleh Rachmat Djatnika dan Ahmad Sumpeno, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1991 Kekerasan Perdagangan Perempuan Dan Anak portal.menegpp.go.id. Diakses tanggal 28 Agustus 2008.
(Trafficking),
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Usulul Fiqh, alih bahasa oleh Masdar Helmy, cet Ke I, Bandung: Gema Risalah Press, 1996.
111
112
Kodir, Abdul, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam KHI (Maslahah dan Aplikasinya), skripsi diajukan kepada Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002. Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, alih bahasa oleh Masykur A.B, Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, cet. Ke- 10, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002. Mughniyah, Muhammad Jawad, Al-Fiqh ‘ala Madzahibi al-Khamsah, alih bahasa oleh Masykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al-Kaff, cet. Ke-10, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1999. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Islam, cet. Ke- 2, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993. Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Cet. Ke- 3, Jakarta: Bulan Bintang, 1993 Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, cet. Ke- 14, Surabaya: Pustaka Progesif, 1997. Rahman, Hibana S, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, cet. Ke-1, Yogyakarta: PGTKI Press, 2002 Ramulyo, M. Idris, Hukum Perkawinan Islam, cet. Ke-1, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, alih bahasa oleh Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: Al-Ma’arif, 1997. Savere, Sal, Bagaimana Bersikap Pada Anak agar Anak Bersikap Baik, alih bahasa: T. Hemaya, cet. Ke- 4, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002. Soekamto, Soerjono, Pokok Pokok Sosilogi Hukum, cet. Ke- 9, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Soemitro, Irna Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. Ke- 31, Jakarta: Penerbit PT Intermasa, 2003. Subhan, Asep, Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Hukum Anak (Study pasal 68 dan 69 UU No. 13 Th. 2003 tentang Ketenagakerjaan), skripsi diajukan kepada Jurusan al-Ahwal asy-Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
112
113
Syarifudin, Amir, Ashul Fiqh, cet. Ke-2, Jakarta: Logos Wacan Ilmu, 2001. Usman, Mukhlis, Kaedah-Kaedah Usuliyah dan Fiqhiyyah, Beirut: Dar al-Fikr, t.t, VII: UU RI No. 1 Th. 1974 Tentang Perkawinan, Jakarta: Sinar Grafika, 1974. UU RI No. 23 Th. 2002 Tentang Perlindungan Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003. UU RI No. 3 Th. 1997 Tentang Peradilan Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 1997. Wahyudi, Yudian, Ushul Fikih Versus Hermeneutika Membaca Islam Dari Kanada Dan Amerika, cet. Ke- 3, Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2006. www.tempo.co.id. Diakses tanggal 27 Agustus 2008. Yafie, Ali, Teologi Sosial Telaah Kritis terhadap Persoalan Agama dan Kemanusiaan, cet. Ke-1, Yogyakarta: LKPSM, 1997. Yafie’, Ali, Menggagas Fiqh Sosial, dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, cet. Ke- 2, Bandung: Mizan, 1994. Yayasan al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Pengadilan Agama Islam Departemen Agama, Yurisprudensi (Pengadilan Agama) dan Analisa, Jakarta: Yayasan al-Hikmah dan Direktorat Pembinaan badan Pengadilan Agama Islam dan Departemen Agama, 1995. Zaini, Muderis, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, cet. Ke-4, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
113
Lampiran 1 TERJEMAHAN Bab Hlm. Foonote Terjemahan Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang 25 II 31 seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (an-Nisa’ : 9).
III
31
26
Hai orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (at-Tahrim : 6)
32
28
Rasulullah SAW bersabda :Berlakulah adil diantara anak kalian, berlakulah adil dinatara anak kalian.
34
32
Jika penghambatnya sudah hilang, maka kembalilah yang semula terlarang
37
5
Apabila seorang manusia telah mati, maka putuslah (pahala) amalnya, kecuali dari tiga perkara: sadaqoh jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya. (H.R. Muslim)
37
6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu, dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…. (Q.S. At-Tahrim: 6).
43
17
Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk. Karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah (Ar-Ruum : 10).
46
22
Dari Hajib al-Mufadola ibn al-Muhallabi telah berkata: Rasulullah telah bersabda: berlaku adillah kamu terhadap anak-anakmu, berlaku adillah kamu terhadap anak-anakmu.
49
29
Dari Abdulah bin ‘Amar bahwasaannya seorang wanita berkata” “Ya Rasulullah, bahwasannya anak ini perutkulah yang mengandungnya, asuhankulah yang mengawisinya dan air susukulah minumannya, bapaknya hendak mengambilnya dari padaku”. Maka berkata Rasulullah: “Engkau lebih berhak atasnya (anak itu) selama engkau belum menikah (dengan laki-laki yang
I
lain). (H.R. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi dan Al Hakim dinyatakannya shaheh).
IV
50
30
Ibu itu lebih cenderung (kepada anak), lebih halus, lebih pemurah, lebih penyantun, lebih baik dan lebih penyayang dan ia lebih berhak atas anaknya selama ia belum kawin (dengan laki-laki lain).
55
35
Engkau lebih berhak terhadap anakmu itu selama engkau belum menikah.
56
38
Hai anak, ini bapak engkau dan ini ibu engkau, maka peganglah tangan salah seorang dari keduanya yang engkau sukai. Lalu si anak memegang tangan ibunya dan ibu membawanya pergi. (H.R. Ahmad, Abu Daud, At Tirmizi, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i dan menyatakan shaheh)
80
12
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya…
80
13
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.
80
14
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
80
15
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.
81
16
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
81
17
Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-
II
sungai. 81
18
Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini, dan demi bapak dan anaknya.
81
19
Setiap anak yang lahir adalah dalam keadaan suci, kecuali kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, atau seorang Nasrani, atau pun seorang Majusi.
86
28
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
94
47
Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui.
94
48
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.
95
54
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
96
57
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-Nisa’ (4): 9.
III
98
67
Dari ‘Amr Ibn Su’aib dari bapaknya dari kakeknya Abdullah ‘Amr, sesungguhnya seorang perempuan berkata: “wahai Rasulullah, suamiku menghendaki pergi bersama anakku, sementara ia telah memberi manfaat kepadaku dan mengambil air minum dari sumur Abi ‘Inbah”. Maka datanglah suaminya, dan Rasulullah SAW berkata: “wahai anak kecil, ini ayahmu dan ini ibumu, peganglah tangan keduanya mana yang kamu kehendaki”. Maka anak itu memegang tangan ibunya, lalu perempuan itu pergi bersama anaknya.
99
68
Dari ‘Amr Ibn Su’aib dari bapaknya dari kakeknya telah berkata: Rasulullah SAW bersabda, suruhlah anakanakmu untuk mengerjakan shalat bila mereka sudah berumur tujuh tahun, pukullah mereka bila mereka sudah berumur sepuluh tahun bila enggan melakukan shalat dan tempatkanlah mereka dalam kamar terpisah.
104
81
Dari ‘Amir ibn Su’aib dari bapaknya dari kakeknya Abdullah ‘Amr sesungguhnya seorang perempuan berkata: “wahai Rasulullah SAW, anakku ini aku yang mengandungnya, air susuku yang diminumnya, dan di bilikku tempat kumpulnya, ayahnya telah menceraikan aku dan ingin memisahkannya dari aku”, maka rasulullah bersabda: “kanulah yang lebih berhak bersama anak itu selama engkau tidak menikah lagi”.
106
87
Sesungguhnya Rasulullah SAW memutuskan (wali) bagi anak perempuan Hamzah kepada saudara perempuan ibu (khalah) nya, dan beliau bersabda: “saudara perempuan ibu (menempati) kedudukan ibu”.
106
88
Dan bagi anak perempuan (jariyah), (perwaliannya) pada saudara perempuan ibunya, karena ia adalah orang tua perempuan (walidah)-nya.
IV
Lampiran 2
BIOGRAFI SARJANA DAN ULAMA 1. As-Sayyid Sabiq Nama lengkapnya adalah As-Sayyid Sabiq Muhammad At-Tihamy, AtTihamy merupakan gelar keluarga yang menunjukkan daerah asal keluarga. Belian lahir pada tahun 1915. As-Sayyid Sabiq pada usia 10-11 tahun telah mampu untuk menghafalkan al-Qur’an dengan baik, pendidikan beliau habiskan di al-Azhar Mesir, mulai dari tahassus sampai perguruan tinggi. Diantara guru-guru beliau yang masyhur adalah Syeikh Muhammad Syaltut dan Syeikh Tahir ad-Dinari. 2. Imam Al-Bukhāri Nama lengkap beliau Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismāil Ibn Muqirah al Jufi. Lahir di Bukhara pada tahun 194 H/ 810 M. Imam al-Bukhāri memiliki daya hafalan yang sangat kuat dalam bidang hadis, ketika masa kanak-kanak beliau sudah bisa untuk menghafal hadis sebanyak 70.000 hadis lengkap dengan sanadnya, dapat mengetahui hari lahir dan hari wafat serta tempat perawi hadis, yang kemudian beliau catat. Beliau merupakan orang pertama yang menyusun kitab hadis yang terkenal dengan kitab Sahih Bukhāri, yang disusun dalam waktu 15 tahun, dalam kitab tersebut berisikan 7.297 hadis. Diantara karya-karya beliau yang lain adalah al-Mabsut al-Qirā’at al-Khalfal Iman, at-Tafsir al-Kabir dan lain sebagainya. Beliau wafat pada tahun 156 H. 3. Ali Harb Ali Harb adalah serang penulis, pemikir, dan filsuf kelahiran Libanon pada tahun 1941. ali Harb menyelesaikan pendidikan akademisnya di universitas libanon dan meraih gelar Magister di bidang filsafat pada 1978. Sejak tahun 1976 sampai 1993 ia mengajar filsafat Arab dan Yunani di almamaternya, disamping itu juga aktif menyampaikan mata kuliah dalam berbagai simposium dan seminar tentang budaya dan pemikiran di negara Arab di luar Libanon seperti Tunisia, Maghribi, Kuwait, dan Mesir. Kini ia masih mengajar di Universitas Beirut Libanon. Sebagai penulis, Ali Harb tergolong produktif. Dia telah melahirkan karya-karya yang sangat berpengaruh di dunia pemikiran Islam seperti At-Ta’wīl Wa al-Haqīqah (1989), Al-Hub Wa al-Fanā’ (1990), Lu’bah al-Manā’ (1991), Naqd an-Naşh (1993), Naqd al-Haqīqah (1993), AlAhlam al-Uşhūliyyah Wa asy-Sya’āir at-Taqadumiyyah (2001), dan karyakarya lainnya. Karya-karya ini sangat berpengaruh terhadap dunia pemikiran Islam terutama dalam bidang Filsafat, linguistik, krtik teks keagamaan dan sebagainya.
V
4. Farid Esack Farid Esack dilahirkan di Afrika selatan. Wilayah ini adalah wilayah pluralitas agama. Sejak kecil ia sudah bersentuhan dengan tetangganya yang plural. Pada umur 9 tahun ia sudah akitf dan bergabung dengan Tablighi Jama’ah, sebuah gerakan revivalis Muslim Internasional. Salah satu karyanya yang cukup monomintal adalah Qur`an, Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity against Oppression, (Oxford: Oneworld, 1997), On Being a Muslim Finding a Relgious Path The World Today, (Oxford: Oneworld, 1999). Pemirannya yang cukup menarik adalah tentang hermeneutika pembebasannya dengan memahami sebuah teks suci. Tampaknya ia cukup kritis terhadap tokoh lainnya seperti Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun dalam dunia pemikiran Islam. 5. Fazlur Rahman Fazlur Rahman lahir pada 21 September 1919 di Pakistan. Karir pendidikannya dimulai pada Deoband Seminary (Sekolah Menengah Deoband). Kemudian dilanjutkan ke Punjab University di Lahore. Dan di sana juga, ia mendapatkan gelar MA-nya. Pada tahun 1950-1958 ia mengajar bahasa Persi dan Filsafat Islam di Durham University. Pada tahun 1969, ia dikukuhkan sebagai guru besar pemikiran Islam di Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of Chicago. Adapun tokohtokoh yang banyak mempengaruhi pemikiran Rahman adalah al-Farabi (w. 950), Ibn Sina (w. 1037), al-Gazali (w. 1111), Ibn Taimiyah (w. 1328), Ahmad Sirhindi (w. 1624) dan Syah Waliyullah (w. 1762). Selanjut- nya, Jamaluddin al-Afghani (w. 1897), Muhammad Abduh (w. 1905), Sir sayyid Ahmad khan (w. 1905), Syibli Nu’mani (w. 1914) dan Muhammad Iqbal (w. 1938). Adapun karya monumentalnya adalah Major Themes of the Qur’an, (1979), Islamic Methodology in History, (1965), Islam and Modernity: Transformation of the Intellectual Tradition, (1984), Islam, (1979). 6. Mohammed Arkoun Mohammed Arkoun dilahirkan pada 2 Januari 1928 di desa Berber, Taorirt, Mimoun, Kabylia, Aljazair, suatu wilayah yang oleh penulis Arab disebut Barat Tengah (central magrib atau al-magrib al-awsath), pada saat ini, 29 % Muslim Aljazair masih berbahasa Berber yang diwarisi Afrika utara dari zaman pra-Islam dan pra-Romawi. Sebagai anak seorang pedagang rempahrempah, Arkoun tumbuh menjadi sarjana dan pemikir internasional yang sangat sukses. Latar pendidikan Mohammed Arkoun, dimulai sejak dia mengikuti sekolah dasar di desanya, kemudian melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas di kota pelabuhan Oran, jauh dari daerah asalnya Kabilia. Dari tahun 1950-1954 M, ia belajar bahasa dan sastra arab di universitas Aljir, sambil mengajar bahasa Arab pada sebuah Sekolah Menengah Atas di alHarrach, daerah pinggiran ibu kota Aljazair. Pada tahun 1954 – 1959, Arkoun menjadi guru di SLTA (Lycee) di Strasbourg, di samping diminta memberikan kuliah di Fakultas Sastra di Universitas Strasbourg. Pendidikan formal terakhir diselesaikan Arkoun dengan meraih gelar doktor bidang sastra pada 1969 dari
VI
universitas Sorbonne di Paris – dengan disertasi tentang humanisme dalam pemikiran etis Miskawaih, seorang pemikir Muslim Persia dari akhir abad ke10 hingga awal abad ke-11 Masehi (w. 1030 M). 7. Muhammad Shahrur Muhammad Shahrur adalah seorang pemikir liberal Islam asal Syiria, pendidikan dasar dan menengahnya di tempuh di al-midan di prnggiran kota BG sebelah selatan Damaskus. Pada tahun 1957-1964 Shahrur dikirim ke Saratow dekat Moskou untuk belajar teknik. Gelar MA. Ph.D-nya di tempuh di Universitas Collage di Dublin sampai pada tahun1972. kemudian dia diangkat sebagai profesor jurusan Teknik Sipil di Univesitas Damaskus pada tahun 1972-1999. karyanya yang cukup monomental adalah Al-Kitāb wā AlQur’ān: Qirā’ah Mu’āşhirah, (1992). Dalam karya ini Shahrut menemukan teori-teori dalam hermeneutika. Khususnya dalam ilmu-ilmu al-Qur’an. Karya terbarunya adalah Nahw Uşhūl al-Jadīdah lī al-Fiqh al-Islāmī, (2000). 8. Sayyid Qutb Nama lengkapnya adalah Sayyid Qutb Ibrahim Husain Shadili. Ia lahir di perkampingan Musha dekat kota Asyud Mesir, pada tanggal 9 Oktober 1906 M. pendidikan dasarnya selain diperoleh di sekolah Kuttab, jug dari sekolah pemerintah dan tamat pada tahun 1918 M. Selain sebagai tenaga pengajar di Universitas Dar al-Ulum (Universitas Mesir Modern) ia juga bekerja sebagai pegawai pada kementrian pendidikan bahkan sampai menduduki jabata inspektur. Sayyid Qutb, dalam pemirannya banya memberikan pengaruh pada generasi pemikir Islam selanjutnya seperti Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammad Taufiq Barakat dan ulama-ulama Mesir lainnya. Ia juga sempat bergabung dalam keanggotaan Ikhwanul Muslimin kemudian disinilah Sayyid Qutb banyak menyerap pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna dan alMaududi.
VII
CURRICULUM VITAE Nama lengkap
: Abdul Waid
Tempat tanggal lahir : Bondowoso, 16 Juli 1982 Alamat asal
: Desa Pakuniran RT 10 RW 03, Kec. Maesan, Kab. Bondowoso Kode Pos 68262
Alamat Yogyakarta
: (Kos Buk Walijo) Demangan Kidul GK I / 556 Yogyakarta Kode Pos 55221 (belakang shapire square mall)
E-mail
:
[email protected]
Nama Orang Tua Ayahanda
: Nurhatim
Ibunda
: Kustini
Riwayat Pendidikan : 1. SDN Pakuniran 04, Kec. Maesan, Kab. Bondowoso, lulus tahun 1996 2. MTs Nurul Huda Sumenep, lulus tahun 1999 3. MA Nurul Huda Sumenep, lulus tahun 2002 4. UIN Sunan Kalijaga, Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah.
Pengalaman Organisasi : 1. Ketua Umum OSDA Organisasi Santri Nurul Huda tahun 2000 – 2001. 2. Ketua Devisi Muhaddatsah UKM SPBA Studi dan Pengembangan Bahasa Asing UIN Suka tahun 2005-2006 3. Pemimpin Umum Jurnal Mazhabuna BEMJ PMH Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2004 - 2005 4. Pengurus Koordinasi Kelas BEMJ PMH Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2004 - 2005 5. Pengurus Devisi Pers UKM SPBA Studi dan Pengembangan Bahasa Asing UIN Suka tahun 2004-2005
VIII
6. Pengurus PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Rayon Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2004 – 2005 7. Pengurus Pengembangan Intelektual ForKik Forum Kajian Islam Kontemporer BEMJ PMH Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prestasi : 1. Juara I Lomba Pidato bahasa Arab Tingkat Pondok Pesantren se- Madura, dalam Perkemahan LT II di Pond Pest Al-Amin, Prenduan, 2000 2. Juara I Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat Pondok Pesantren seMadura, dalam Perkemahan Khutbatul Arsy di Pond Pest Nurul Huda, Sumenep, 2000 3. Juara Harapan III Lomba Pidato bahasa Inggris Tingkat SMU se-Jawa Timur di STKIP PGRI Jombang, 1999. 4. Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah “Fenomena Kehidupan Masyarakat Jogja Pasca Gempa” Tingkat Mahasiswa se- DIY, 2007 5. Nominator Lomba Karya Tulis Ilmiah ”The Spirit Of Love” LPM Obsesi STAIN Purwokerto. Publikasi Artikel: 1. Redefinisi Nasionalisme Kaum Muda, Jawa Pos, Agustus, 2007. 2. Belajar dari Pesan “Bang Napi”, Jawa Pos, 29 Agustus, 2007. 3. Integritas Aparat Hukum Tambah Buram, Jawa Pos, 5 Maret, 2008 4. Revolusi Buku Murah, Jawa Pos, 2 maret, 2008. 5. Polri dalam RUU Kamnas, Suara Merdeka, 6 Maret, 2007 6. Perekrutan CPNS 2005, Suara Merdeka, 21 September, 2005. 7. Belajar dari Kasus Munir, Suara Merdeka, 2004 8. Kepemilikan Tanah dan Perpres 36/2005, Suara Merdeka, 21 Juni, 2005 9. Mengurangi Angka Kecelakaan Penerbangan, Suara Merdeka, 2008. 10. Refleksi Hari Nelayan, Mengangkat Nasib Nelayan Tradisional, Bernas Jogja, 6 April, 2006. 11. Menymbut Kedatangan Haji Mabrur, Bernas Jogja, 3 Februari, 2006
IX
12. Jogja Krisis Minyak, Bernas Jogja, 14 April, 2008. 13. Menyoal Karakteristik Jogja, (Bernas Jogja) Agustus 2007. 14. Catatan Untuk W Riawan Tjandra, Tentang Pencegahan Flu Burung, Bernas Jogja, 20 Maret 2006. 15. Memaknai Kemerdekaan dan Nasionalisme Yang Sebenarnya, Bernas Jogja, Bernas Jogja, 11 Agustus, 2005. 16. Terorisme Pasca Azahari, Suara Karya, 2005 17. Strategi Memberantas Korupsi, Suara Karya, 2005. 18. Kenaikan Gaji PNS Bukan Harga Mati, Koran Merapi, Agustus 2007 19. Bersepeda Ria Tanpa Bahan bakar, Koran Merapi, 27 Mei, 2008. 20. Selmat Jalan Pak Harto, Koran Merapi, 29 Januari, 2008. 21. Saatnya Memulai Tahun Ajaran Beradab, Koran Merapi, September, 2008. 22. Komersilisasi ’Kemusyrikan’ dalam SMS Ramalan, Koran Merapi, Oktober, 2008. 23. Pertautan Agama dan Negara, Bangka Pos, 2006 24. Kenaikan Gaji dan Kemiskinan, Bangka Pos, 2006. 25. dll
Publikasi dalam Jurnal 1. Rekonstruksi Media Massa atas Peran Perempaun, Eksibisi, Jurnal PSW Pusat Studi Wanita, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, September 2007 2. Kritik Konstruktif Tayangan Mistik dan Religi dalam Media Televisi, Universalia, Jurnal BEMF Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Juli 2005.
Publikasi dalam Bentuk Buku 1. Kontribusi Cinta dalam Menggapai Cita, Yogyakarta: Penerbit Buku Laela, 2007. 2. Pesantren Undercover, Yogyakarta: Penerbit Buku Laela, 2008. 3. Saat ini sedang merampungkan buku ”Fiqih Ramah Perempuan dan sebuah novel ”Jihad Cinta”.
X