STUDI KOMPARASI HASIL PENYEMBUHAN LUKA EPISIOTOMI YANG DIANASTESI DAN YANG TIDAK DIANASTESI DI RUANG BERSALIN RS.WILLIAM BOOTH SURABAYA Eny Astuti, AKPER William Booth Surabaya email :
[email protected] ABSTRAK Episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput darah dan jaringan pada septum rektovaginal. Episiotomi menyebabkan luka pada daerah perineum dan luka dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu dilakukan heacting. Pada proses heacting membutuhkan anastesi untuk mengurangi nyeri saat proses penjahitan dan ada beberapa fasilitas kesehatan yang tidak menggunakan anastesi. Oleh karena itu tujuan dari peneliti ini adalah ingin melihat perbedaan hasil penyembuhan episiotomi yang dianastesi dengan yang tidak dianastesi. Desain yang digunakan yaitu studi komparatif dengan teknik sampel simple random sampling. Sampel yang diambil sebanyak 56 orang yang dibagi menjadi 2 (dua) kelompok dimana 28 orang yang dianastesi dan 28 orang yang tidak dianastesi. Data hasil penelitian menunjukkan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi baik sebesar 50%, kurang baik 46% dan jelek 4% sedangkan hasil penyembuhan luka episiotomi yang tidak dianastesi baik sebesar 50%, kurang baik sebesar 50% dan tidak ada hasil penyembuhan luka yang jelek. Hasil penelitian kemudian diuji dengan menggunakan uji Chi Kuadrat. Hasil uji Chi Kuadrat menunjukkan harga Chi Kuadrat lebih besar dari tabel (27,25>5,991) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara responden yang dianastesi dan responden yang tidak dianastesi dalam hasil penyembuhan luka episiotomi. Dalam melakukan penjahitan episiotomi seyogianya memperhatikan cara melakukan penjahitan untuk mendapatkan hasil yang baik. Kata kunci : Anastesi, Episiotomi, Penyembuhan Luka Episiotomi ABSTRACT An episiotomy is an incision of the perineum that’s cause actions tearing of the vaginal mucous membrane, lining of blood and tissue rings at the rectovaginal septum. Episiotomy cause injury to the perineal area and can cause a bleeding wound that needs to be done heacting. In the process heacting require anesthesia to reduce pain during suturing process and there are few health facilities that do not use anesthesia. There for the aim of this research was to see the difference in episiotomy wound healing results were anaesthetized and non-anaesthetized. The design used is a comparative study with a sample of simple random sampling technique. Samples are taken of 56 people who were devided into two groups in which 28 people were anaesthetized and 28 people are not anaesthetized. The data results showed that episiotomy wound healing results anaesthetized by 50% good, 46% poor and ugly 4% while the episiotomy wound healing results were good anaesthetized by 50%, 50% poor and there are no ugly wound healing results. The results of the study then tested using the chi squared price greater than the table (27,25>5,991) which means that Ho is rejected and Ha accepted. This show that there are significant differences between respondents were anaesthetized and non-anaesthetized in episiotomy would healing results. In doing suturing episiotomy should focus on ways to make sewing to get good results.
Key Words : anaesthesia, episiotomy, healing results episiotomy.
Pendahuluan Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan disusul dengan pengeluaran selaput janin dari tubuh ibu. Pengeluaran janin dari dalam uterus ibu seringkali tidak berjalan normal. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu berat badan bayi yang besar, cara meneran ibu yang salah, perineum yang kaku dan presentasi bayi. Untuk mengatasi hal-hal diatas bidan/dokter biasanya melakukan episiotomi untuk melebarkan orifisium (lubang/muara) vulva sehingga mempermudah jalan keluar bayi (Benson dan Pernol, 2009,hal 176). Episiotomi juga dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Episiotomi menyebabkan luka pada daerah perineum. Luka biasanya dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Untuk meghindari terjadinya perdarahan perlu dilakukan proses heacting. Proses heacting ini dilakukan untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan). Jahitan ini akan menggunakan benang yang akan hancur dengan sendirinya setelah beberapa hari. Ketika jahitan ini dilakukan, ada dokter/bidan yang memberikan obat bius kepada pasiennya dan adapula yang langsung dijahit begitu saja tanpa pemberian obat bius. Bius/anastesi yang diberikan saat penjahitan perineum di maksudkan agar mengurangi rasa nyeri saat penjahitan. Hal ini di lakukan karena mengingat asuhan sayang ibu. Namun ada beberapa orang yang berpendapat bahwa penyembuhan luka perineum yang tidak dianastesi lebih cepat dibandingkan luka perineum yang dianastesi. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa fasilitas kesehatan yang memberikan anastesi saat penjahitan perineum dan ada yang tidak menggunakan anastesi saat penjahitan. Dan berdasarkan pengalaman praktek peneliti di dimana Ruang bersalin William Booth Surabaya menggunakan anastesi saat penjahitan dan ada pasien yang tidak menggunakan anastesi saat penjahitan.
Menurut laporan di Amerika latin, WHO (world health organisation) pada tahun 2000 tindakan episiotomi dilakukan 70% pada persalinan pervaginam dan 80-90% diantaranya primipara. Angka rata-rata episiotomi di AS adalah 39,3% kelahiran tahun 1998 (Curtin dan Martin 1999) , di Belanda 8%, Inggris 14% dan 99% di negara Eropa timur. Di Indonesia angka kejadian episiotomi juga masih tinggi hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka infeksi akibat episiotomi yaitu 390 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Berdasarkan hasil data survey di Ruang bersalin RS.William Booth Surabaya, jumlah ibu bersalin dalam sebulan di perkirakan 40 orang, angka kejadian ruptur perineum ada 30 orang dan 10 orang tidak mengalami ruptur perineum. Yang dianastesi di dalam sebulan diperkirakan 20 orang dan yang tidak dianastesi 15 Orang. Robekan pada perineum dapat terjadi secara sengaja (episiotomi) dan secara tidak segaja. Robekan yang secara sengaja dan tidak segaja ini dapat memicu terjadinya perdarahan. Perdarahan post partum menjadi penyebab utama 40 % kematian di Indonesia. Perdarahan terjadi karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup sempurna dan terjadi perdarahan yang terus-menerus. Perdarahan pada kasus atonia uteri berbeda dengan kasus robekan jalan lahir. Perdarahan pada atonia uteri di tandai dengan tidak adanya kontraksi pada uterus, sedangkan pada kasus robekan jalan lahir perdarahan yang terjadi di tandai dengan kontraksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi. Sehingga perlu diperiksa kembali adanya robekan yang perlu dijahit/heacting. Setelah di lakukan heacting, luka bekas penjahitan membutuhkan waktu untuk proses penyembuhan. Dalam proses penyembuhan luka episiotomi ini terkadang tidak berjalan secara normal karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Begitupun dengan hasil penyembuhan lukanya. Penyembuhan luka perineum menurut Manuaba (2009) dapat terjadi komplikasi yaitu perdarahan pada luka robekan jalan lahir dan infeksi pada luka. Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kemih atau jalan lahir. Penanganan komplikasi yang
lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu post partum mengingat kondisi ibu post partum masih sangat lemah (Suwiyoga, 2004). Berdasarkan masalah di atas, tenaga kesehatan khususnya bidan harus memperhatikan kondisi ibu setelah proses persalinan (masa nifas) karena masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan bayi. Khususnya ibu yang mengalami penjahitan perineum, karena banyak hal yang dapat terjadi setelah proses penjahitan. Konseling yang benar tentang perawatan luka perineum akan membantu mempercepat proses penyembuhan luka episiotomi. Bidan harus ikut berperan serta dalam upaya perawatan episiotomi dengan mengikutsertakan keluarga dan pasien dalam penyuluhan pentingnya perawatan episiotomi sehingga mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan dan perbaikan jaringan (Rusda, M.2004. Anastesi infiltrasi pada episiotomi. Universitas sumatra utara. http://www. Google.com). Perawatan luka perineum yang benar adalah membersihkan daerah genetalia dengan sabun dan air kemudian membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian dibersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil/besar. Selain itu, sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2-3x sehari, sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air, sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari untuk menyentuh luka. Oleh karena beberapa hal di atas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Perbedaan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak dianastesi”. Metode Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini rancangan Studi Komparatif. yaitu suatu metode penelitian yang di lakukan dengan tujuan utama untuk mengkaji perbandingan terhadap perbedaan pada kelompok subyek. Penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan kemungkinan adanya
perbedaan penyembuhan luka ruptur perineum yang dianastesi dengan yang tidak dianastesi di Ruang Bersalin RS.William Booth Surabaya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbedaan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dengan yang tidak dianastesi. Besar sampel 56 ibu bersalin dengan menggunakan simple random sampling. Hasil Data Umum Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Umur pada Ibu yang di anastesi dan yang tidak di anastesi di Ruang Bersalin RS.William Booth Surabaya Juni 2014. No
Umur
Anastesi Jml (%)
Tidak dianastesi Jml (%)
1
< 20 tahun
1
4
7
25
2
20-30 tahun
21
75
16
57
3
31-40 tahun
6
21
5
18
4
>40 tahun Total
0
0
0
0
28
100
28
100
Berdasarkan tabel 1 distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur pada ibu yang di anastesi dan yang tidak di anastesi pada Ruang Bersalin di RS.William Booth Surabaya didapatkan umur tertinggi pada ibu yang di anastesi pada umur 20-30 tahun yaitu sebesar 75% dan yang tidak di anastesi pada umur 20-30 tahun yaitu sebesar 57%.
tidak dianastesi dalam hasil penyembuhan luka episiotomi .
Data Khusus Hasil Penyembuhan Luka Episiotomi yang di anastesi dan yang tidak di anastesi. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Hasil Penyembuhan luka episiotomi yang di anastesi dan yang tidak di anastesi di di Ruang Bersalin RS.William Booth Surabaya Juni 2014. No
Kriteri a
1 2
Baik Kurang baik Jelek
3
Total
Anastesi Juml Persent ah ase(%) 14 50 13 46
Tidak anastesi Jumlah Persent ase(%) 14 50 14 50
1
4
0
0
28
100
28
100
Berdasarkan table 2 distribusi frekuensi hasil penyembuhan luka episiotomi yang di anastesi dan yang tidak di anastesi di Ruang Bersalin RS. William Booth Surabaya Juni 2014, di dapatkan hasil penyembuhan luka episiotomi yang di anastesi yang baik sebesar 50%, kurang baik sebesar 46% dan yang jelek sebesar 4% sedangkan hasil penyembuhan luka episiotomi yang tidak di anastesi yang baik sebesar 50%, kurang baik sebesar 50% dan tidak ada hasil penyembuhan luka yang jelek Uji Hipotesis Chi Kuadrat Kelom pok
Katego ri
Fo
Fh
Fo-Fh
Anaste si
Baik
14
28
-14
196
7
Kurang baik Jelek Baik
13
27
-14
196
7
1 14
1 28
0 -14
0 196
0 7
Kurang baik Jelek
14
27
-13
169
6,25
0 56
1
-1
1
0 27,25
Tidak dianast esi
Dengan dk = 2 dan taraf kesalahan 5%, maka besarnya chi kuadrat table adalah : 5,991. Harga chi kuadrat hitung ternyata lebih besar dari table (27,25 > 5,991). Karena harga chi kuadrat hitung lebih besar dari tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi terdapat perbedaan secara signifikan antara anastesi dan
Pembahasan Berdasarkan tabel distribusi frekuensi hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak di anastesi di Ruang Bersalin RS.William Booth Surabaya didapatkan bahwa terdapat perbedaan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak dianastesi. Hal ini dilihat dari uji hasil hipotesis Chi Kuadrat dengan dk = 2 dan taraf kesalahan 5%, maka besarnya chi kuadrat tabel adalah: 5,991. Harga Chi kuadrat hitung ternyata lebih besar dari tabel (27,25>5,991). Karena harga Chi kuadrat hitung lebih besar dari tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Menurut Kaller (1884) seorang opthalmologist di wina menjelaskan cara kerja anastesi lokal yaitu mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na positif akibat depolarisasi pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh anastesi lokal. Ini terjadi akibat adanya interaksi langsung antara zat anastesi lokal dengan kanal Na positif yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik. Kerja anastesi juga dipengaruhi oleh lipid solubility dimana kemampuan obat anastesi lokal untuk menembus lingkungan hydropobic sehingga makin mudah larut dalam lemak, maka “duration of action” semakin panjang. Penyembuhan luka episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan. Ketrampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot tersayat diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya (Walsh,2008,hal 559). Menurut peneliti proses penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak di anastesi memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan karena efek anastesi atau zat anastesi lokal mempengaruhi kerja saraf
disekitar luka episiotomi sehingga menyebabkan daerah atau jaringan perineum yang dianastesi menjadi padat. Saat bagian atau daerah perineum yang di anastesi ini padat maka akan dilakukan penjahitan untuk menyatukan kembali otot-otot perineum. Hasil penjahitan daerah perineum yang padat ini akan rapat/baik saat efek anastesinya belum hilang tetapi jika efek anastesinya hilang maka daerah perineum yang dianastesi dan padat tadi akan mulai mengendor sehingga luka jahitan tadi tidak rapat lagi atau bahkan ada jaringan yang tidak menyatu lagi. Disamping itu ada banyak factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka antara lain : penyakit DM, bila ibu dengan gula darah tinggi maka akan mempengaruhi proses penyembuhan luka, perawatan luka yang kurang baik dari ibu sendiri juga berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka, keadaan nutrisi ibu juga sangat mempengaruhi penyembuhan luka. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RS William Booth Surabaya dengan jumlah responden sebanyak 56 orang, tentang perbedaan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak dianastesi maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi, dari 28 orang responden hasil penyembuhan luka baik sebanyak 14 orang (50%), kurang baik sebanyak 13 orang (46%) dan jelek sebanyak 1 orang (4%). Hasil penyembuhan luka episiotomi yang tidak dianastesi, dari 28 orang responden hasil penyembuhan luka baik sebanyak 14 orang (50%), kurang baik sebanyak 14 orang (50%) dan tidak ada hasil penyembuhan luka yang jelek. Ada perbedaan hasil penyembuhan luka episiotomi yang dianastesi dan yang tidak dianastesi. Saran
Saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan kesimpulan adalah sebagai berikut: Bagi peneliti selanjutnya kiranya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang perbedaan anastesi dan tidak dianastesi pada hasil penyembuhan luka dengan lebih baik. Bagi Ruang Bersalin RS. William Booth Surabaya agar memperhatikan cara melakukan penjahitan epieiotomi untuk mendapatkan hasil yang baik. Bagi Akper WB untuk membaca hasil penelitian ini sebagai sumber informasi. Daftar Pustaka Arikunto suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VI. Rineke Cipta : Jakarta. Astuti Eny. (2003). Keperawatan Maternitas 1. AKPER William Booth : Surabaya. Bobak, Lowdermik, jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. David T.Y. Liu. (2007). Manual Persalinan. EGC : Jakarta. Doenges.(2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. EGC: Jakarta. F. Gary Cunningham, dkk. (2005). Obstetri Wiliams. EGC : Jakarta. Fraser M. Diane, dkk. (2009). Buku Ajar Bidan Edisi 14. EGC : Jakarta. Hamilton Mary Persis. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Hanifa, Winkjosastro.( 2008). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono: Jakarta. Klein Susan, Miller Suellen, Thomson Fiona. (2012). Buku bidan. EGC. Jakarta. Manuaba I.B.G, Manuaba Chandranita, Manuaba Fajar. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC : Jakarta. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Meteodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Nursalam. Salemba Medika : Jakarta. Nurasiah Ai, Rukmawati Ani, Badriah Dewi. (2011). Asuhan Persalinan Normal bagi Bidan. Refika Aditama. Bandung.
Prawirohardjo Sarwono. ( 2002) . Pelayanan Kesehatan Maternatal dan Neonatal. YBP-SP: Jakarta. Prawirohardjo S. (2005). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Tridasa Printer : Jakarta.