KARYA TULIS ILMIAH PREVALENCE OF RELAPSE AFTER TREATMENT WITH FIXED ORTHODONTIC (Evaluation using PAR) PREVALENSI TERJADINYA RELAPS SETELAH PERAWATAN DENGAN ALAT ORTODONTIK CEKAT (Evaluasi Menggunakan Peer Assessment Rating Index/PAR)
Shendy Dianastesi1, TitaRatya Utari2 ¹Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi, ²Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi ABSTRACT Background: Teeth that have been finished using orthodontic appliance has a tendency to relapse. Relapse is return of tooth position into an early form of malocclusion, and it still an issue in orthodontic treatment. Counting of relapse doing by PAR Index (Peer Assessment Rating Index). Aim: The aim of this study was to know the relaps prevalence after Orthodontic treatment with fixed Orthodontic appliance using PAR index. Methods: Sample of this study were 24 dental impression post treatment and 24 dental impression during the research. The method of this study was descriptive analitic with Shapiro-wilk test to get the data homogenity and normality, Paired T test to analyze the difference of paired data with normal distribution. Results: Result showed saphiro wilk test after bracket removal score and the score when this study was performed was p>0,05 which means the distributione of data was normal. Paired sample t test showed the result after bracket removal score and the score when this study was performed was p<0,05 which means there were significance differences. Conclusion: There were significance difference between PAR index after bracket removal and when this study was performed. This showed that there was prevalence of mild relapse after fixed orthodontics treatment. Keywords: Fixed Orthodontic appliance, Relapse, PAR indexs.
INTISARI
Latar belakang: Gigi yang telah digerakkan dengan perawatan ortodontik dapat mengalami relaps. Relaps adalah kembalinya sebagian atau seluruhnya kondisi seperti sebelum dilakukan perawatan, dan masih menjadi masalah dalam perawatan ortodontik. Salah satu metode pengukuran relaps dilakukan dengan menggunakan PAR indeks (Peer Assessment Rating Indexs). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat menggunakan indeks PAR. Metode penelitian: Sampel yang digunakan berjumalah 24 cetakan gigi setelah lepas bracket dan 24 cetakan gigi saat penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisi data deskriftif dengan uji Shapiro-wilk untuk mengetahui normalitas dan homogenitas data dan uji Paired Sampel T test untuk uji perbedaan data berpasangan pada sebaran data yang normal. Hasil: Hasil uji normalitas Shapiro-wilk pada skor setelah lepas bracket dan skor saat penelitian menunjukan p>0,05 yang artinya sebaran data normal. Hasil uji Paired T test pada skor setelah lepas bracket dan skor saat penelitian menunjukkan p<0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor PAR setelah lepas bracket dan skor saat penelitian. Hal ini menunjukkan masih terjadi relaps setelah perawatan ortodontik cekat namun masih dalam katagori yang ringan. Kata Kunci: Alat ortodontik cekat, Relaps, Indeks PAR.
PENDAHULUAN Masyarakat menginginkan gigi yang tampak normal, dan masyarakat berinisiatif untuk datang kedokter gigi untuk memperbaiki maloklusi11, sehingga diperlukan adanya perawatan ortodontik untuk memperbaiki permasalahan maloklusi. Perawatan ortodontik adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan pada bidang kedokteran gigi, bertujuan untuk mempertahankan dan mendapatkan posisi yang benar tanpa menimbulkan masalah baru seperti rotasi gigi, diastema dengan prosedur jangka panjang1. Menurut periodenya, perawatan ortodontik dibagi dalam dua periode: Periode aktif, periode ini merupakan periode di mana dilakukan pengaturan gigi-gigi yang malposisi dengan menggunakan alat ortodontik dengan tekanan mekanis, atau dengan tekanan fungsional otot-otot sekitar mulut untuk mengoreksi hubungan rahang atas dan rahang bawah. Periode pasif, merupakan periode setelah periode aktif selesai, dengan tujuan untuk mempertahankan kedudukan gigi-gigi yang telah dikoreksi agar tidak terjadi relaps (kembali seperti kedudukan semula) dengan menggunakan retainer8. Relaps adalah kembalinya gigi ke bentuk awal maloklusi setelah dikoreksi. Pengertian untuk masyarakat, relaps diartikan sebagai perubahan apapun dari posisi akhir gigi setelah perawatan. Ada beberapa penyebab terjadinya relaps yaitu relaps karena perubahan pertumbuhan, tekanan otot, kegagalan menghilangkan faktor penyebab dan faktor tidak memakai retainer2. Untuk menstabilisasi koreksi dan menahan gigi pada posisi yang sudah dicapai baik dari segi estetik maupun fungsional maka digunakan suatu alat yaitu retainer9. Salah satu penelitian menunjukkan 50% relaps terlihat pada 2 tahun pasca penggunaan retainer, 28% relaps terlihat pada 2-5 tahun pasca penggunaan retainer, dan 12% relaps terlihat pada 5-10 tahun pasca penggunaan retainer10. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan perawatan ortodontik adalah dengan menggunakan indeks. Macam-macam Indeks tersebut antara lain
handicapping malocclusion index (HMA), index of treatment need (IOTN), dan peer assessment rating index (PAR). Indeks PAR merupakan indeks yang memiliki kelebihan dibandingkan indeks yang lain karena memiliki validitas dan reliabilitas yang sudah teruji serta mempunyai keseragam dalam intepretasi dan kriteria yang diteliti6. Skor Indeks PAR merupakan skor yang digunakan untuk mengetahui suatu peningkatan maloklusi berupa perbaikan saat perawatan serta untuk mengevaluasi stabilitas dan relaps pada pasien ortodontik. Di kota Yogyakarta cukup banyak pasien yang telah selasai dilakukan perwatan ortodontik cekat. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi terjadinya relaps. METODE Penelitian ini adalah penelitian observational deskriptif. Sampel yang digunakan adalah 24 cetakan setelah lepas brecket dan 24 cetakan saat penelitian. Sampel yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari berbagai klinik gigi pribadi di Yogyakarata. Kriteria inklusi yaitu subjek yang sudah selesai melakukan perawatan ortodontik cekat, tidak dibedakan jenis kelamin, tersedia cetakan setelah lepas bracket, serta lepas bracket minimal 3 bulan. Kriteria eksklusi yaitu subjek dibawah 15 tahun karena masih dalam keadaan gigi bercampur dan masih pada pertumbuhan. Sebagai variabel pengaruh adalah periode pasif perawatan ortodontik, sedangkan variabel terpengaruh adalah terjadinya relaps. Variabel terkendali adalah umur dan minimal 3 bulan setelah lepas bracket dan variabel tak terkendali adalah kepatuhan dalam penggunaan retainer, jenis kelamin dan keparahan kasus. Alat dan bahan yang digunakan cetakan positif terakhir setelah lepas bracket, cetakan
positif saat ini, spatula, rubber bowl, sendok cetak,
penggaris PAR, handscoon, alginat, aquades dan gips . Tahap persiapan awal dilakukan seleksi model study pada 48 kasus pasien yang dirawat di klinik ortodontik di Yogyakarta. Diperoleh 48 kasus yang memenuhi persyaratan dengan demikian diperoleh 48 model study yang terdiri dari 24 model pra dan
24 pasca perawatan. Tahap pelaksanaan dilakukan pengukuran pada model study dengan menggunakan PAR ruler dan dilakukan penilaian sesuai dengan petunjuk penilaian PAR indeks. dilakukan skoring
pada hasil pengukuran, dilakukan skoring dihitung
pembobotannya sesuai tabel, dilakukan perhitungan jumlah total skor pra dan pasca perawatan dan dihitung selisih skor. Analisis data menggunakan uji Paired Sampel T test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai antara cetakan setelah lepas bracket dan cetakan saat ini. Perbedaan nilai tersebut menunjukan apakah terjadi relaps atau tidak. HASIL PENELITIAN Tabel 9. Distribusi subjek menurut keparahan maloklusi pra dan pasca perawatan.
Skor Par Indek
Maloklusi
Pasca
%
Saat ini
%
0
Ideal
2
8,33
2
8,33
1-16
Ringan
22
91,67
22
91,67
17-32
Sedang
0
0
0
0
33-48
Parah
0
0
0
0
>48
Sangat
0
0
0
0
24
100
24
100
parah Total
Data pasca perawatan dan kondisi perawatan saat ini menunjukan dari 2 sampel termasuk dalam kelompok ideal (8,33%) dan 22 sampel termasuk dalam kelompok maloklusi ringan (91,67%). Tidak ada sampel yang masuk pada kelompok malokusi sedang, parah, sangat parah. Tabel 10. Skor PAR indeks katagori ringan menurut keparahan maloklusi pra dan pasca perawatan
Skor Par 0 1
Setelah lepas bracket 2 0
% 8,3% 0%
Saat Penelitian 2 0
% 8,3% 0%
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
3 12,5% 1 5 20,83% 3 4 16,67% 1 1 4,17% 4 2 8,3% 3 1 4,17% 1 4 16,67% 3 0 0% 1 0 0% 0 1 4,17% 2 1 4,17% 1 0 0% 0 0 0% 0 0 0% 0 0 0% 2 Tabel di atas menunjukan skor PAR indeks tertinggi pada
4,17% 12,5% 4,17% 16,67% 12,5% 4,17% 12,5% 4,17% 0% 8,3% 4,17% 0% 0% 0% 8,3% skor 3 terdapat 5
(20,83%) sampel dan terendah dengan skor 1, 9, 10, 13, 14, 15 dan 16 terdapat 0 (0%) sampel pada kondisi setelah lepas bracket, sedangkan pada kondisi saat penelitian skor PAR indeks tertinggi dengan skor 5 terdapat 4 (16,67%) sampel dan terendah skor 1, 10, 13, 14, 15 terdapat 0 (0%) sampel. Tabel 11. Presentase selisih skor setelah lepas bracket dan skor kondisi saat ini
Selisih skor Jumlah sampel Presentase PAR 1 1 4,17% 0 6 25% -1 4 16,67% -2 4 16,67% -3 6 25% -4 1 4,17% -5 2 8,33% Total 24 100% seluruh sampel Tabel diatas menunjukan selisih skor 1 terdapat jumlah sampel 1 (4,17%), pada selisih skor 0 terdapat jumlah 6 sampel (25%), pada selisih skor -1 terdapat jumlah 4 sampel (16,67%), pada selisih skor -2 terdapat jumlah 4 sampel (16,67%), pada selisih skor -3 terdapat jumlah 6 sampel (25%), pada selisih skor -4 terdapat 1 jumlah sampel
(4,17%) dan pada selisih skor -5 terdapat 2 sampel (8,33%). Terdapat 17 sampel dengan (70,83%) yaitu mengalami peningkatan skor yang diasumsikan mengalami relaps. PEMBAHASAN Hasil pengukuran menggunakan PAR indeks pada 24 cetakan gigi saat lepas bracket dan 24 cetakan saat penelitian, setelah diuji dengan menggunakan uji parametrik Paired Sampel T test diperoleh hasil yang menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara skor setelah lepas bracket dan skor saat penelitian. Perbedaan bermakna tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan skor, yang berarti terjadi perubahan susunan gigi geligi (terjadi relaps). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya relaps yaitu jika seuatu benda di kenai tekanan yang melebihi ambang keseimbangan maka benda tersebut akan bergerak keposisi yang lain, sebagai contoh gigi geligi berada pada sistem keseimbangan gaya dimana gigi terkena berbagai macam gaya (gaya mstikasi, penelanan dan bicara) yang berasal dari otot bibir, pipi, lidah namun gigi tidak bergerak ke posisi yang baru9. Jika gigi diberi gaya dari alat ortodontik maka gigi akan bergerak. Gaya ortodontik telah mengubah sistem keseimbangan sebelumnya. Jika alat ortodontik di lepas, maka keseimbangan gigi didalam rongga mulut akan berubah sehingga gigi akan bergerak, mencari posisi keseimbangan yang baru. Perawatan ortodontik yang dilakukan berpotensi untuk tidak stabil. Oleh karenanya di perlukan alat retensi. Berdasarkan banyaknya faktor yang dapat menyebabkan relaps pada gigi tampaknya diperlukan pemakaian alat retensi selama
beberapa tahun sampai pertumbuhan dari seseorang
selesai4-5. Hasil penelitian pada 24 sampel menunjukkan skor saat lepas bracket dan skor saat penelitian yang berada di katagori ideal (0) terdapat 2 sampel dan dikatagori ringan (116) terdapat 22 sampel. Hal ini menunjukan terdapat 2 sampel yang kondisi gigi geligi masih tetap dalam keadaan baik, dan 22 sampel dalam kondisi tidak ideal namun masih
dalam katagori ringan. Maloklusi yang di katagorikan ideal adalah suatu kondisi yang tidak terdapat penyimpangan gigi-gigi dari oklusi normal, sedangkan maloklusi yang dikatagorikan ringan adalah maloklusi yang gigi geligi sedikit berjejal dan sering terjadi pada gigi depan mandibula3. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya relpas setelah perawatan ortodontik cekat sebesar 70,83%. Hasil penelitian ini menunjukan walaupun relaps terjadi namun perubahan yang terjadi masih dalam katagori ringan, hal ini bisa dikarenakan kepatuhan pasien dalam menggunakan retainer sesuai dengan pernyataan menyatakan bahwa retainer merupakan alat pasif ortodontik yang membantu dalam menangani dan menstabilisasi gigi dalam waktu yang lama untuk memberikan kesempatan reorganisasi struktur-struktur pendukung setelah tahap aktif dalam perawatan ortodontik9. Indeks PAR merupakan indeks yang sering dibutuhkan sebagai acuan dalam menentukan kebutuhandan evaluasi hasil perawatan ortodontik. Selain itu indeks ini terbukti dapat mengukur terjadinya relaps dengan cara membandingkan cetakan gigi setelah lepas braket dengan cetakan gigi saat penelitian. Indeks PAR merupakan indeks yang memiliki kelebihan dibandingkan indeks yang lain karena memiliki validitas dan reliabilitas yang sudah teruji serta mempunyai keseragam dalam intepretasi dan kriteria yang diteliti, namun dalam penelitian ini peneliti merasa bahwa indeks ini memiliki kekurangan yaitu pada penilaian overjet yang tidak mudah7. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang di peroleh dari penelitian tentang prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat (evaluasi dengan meggunakan Peer Assessment Rating Index/PAR) maka dapat disimpulkan bahwa: terdapat perbedaan yang signifikan antara skor PAR setelah lepas bracket dan kondisi saat penelitian. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat perubahan (peningkatan skor) relaps pasca perawatan ortodontik dengan alat cekat di beberapa klinik di Yogyakarta dan terdapat 70,83% sampel yang mengalami peningkatan skor pada pasien pasca perawatan ortodontik cekat namun skor PAR masih dalam katagori ringan. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menilai prevalensi terjadinya relaps setalah perawatan ortodontik cekat dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penilaian dengan indeks lain.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Alawiyah, Tuti & Sianti, P, P.(2012). Retensi dalam Perawatan Ortodonti. Jakarta: FKG UPDM.
2.
Bhalajhi, S, I. (2001). Otrhodontics: The art and science, (4th ed). Edinburgh: Mosby.
3.
Dika D, D., Hamid T., & Sylvia M. (2011). Penggunaan Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Sebagai Evaluasi Hasil Perawatan dengan Peranti Lepasan. Orthodontic Dental Journal, 2(1). 45-48.
4.
Little RM. Stability and Relapse : Early treatment of arch legth deficiency. Am J Orthod Dentofac Orthop 2002;121:578-581.
5.
Nanda RS, Nanda SK. Consideration of dentofacial growth in long term retention and stability:Is active retention needed? Am Orthod Dentofac Orthop 1992;101: 297-302.
6.
Richmond S, Shaw WC. The PAR index (Peer Assessment Rating): methods to determine outcome of orthodontic treatment in terms of improvement and standards. Eur J Orthod 1992;14:180-187.
7.
Sarah, S. P., 2005, Effect of early treatment on stability of occlusion in patients with a class II maloscclusion, Thesis. University of Florida.
8.
Sulandjari,H. (2008). Buku Aar Ortodonsia I KGO I. Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.
9.
Profit, WR. Contemporary Orthodontics. 3rd ed. St.Louis. Mosby, 2000:128-141.
10. Yami, Al. Kuijpers-Jagtman, van Hof. (1999). Stability of Orthodontic Treatment Outcome: Follow-Up until 10 Years Postretention[Abstrak]. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 115: 300–304. 11. Yohana, Winny. (2009). Perawatan Ortodontik pada Geligi Campuran. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran.