perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KELAYAKAN SEKOLAH DITINJAU DARI SARANA DAN PRASARANA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh : DWI SETIANINGSIH K5108025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KELAYAKAN SEKOLAH DITINJAU DARI SARANA DAN PRASARANA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012
Oleh : DWI SETIANINGSIH K5108025
Skripsi DiajukanuntukmemenuhisalahsatupersyaratanmendapatkangelarSarjanaPe ndidikan Program StudiPendidikanLuarBiasa, JurusanIlmuPendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli2012 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
# ”...Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling bertakwa...”
( Terjemahan Al Qur’an Surat Al-Hujurat :13 )
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan kepada:
Bapak dan Ibuk Terimakasih atas setiap jengkal perjuangan dan do’anya sehingga dapat menghantarkan ananda sampai pada tahap sekarang ini
Kakak dan adikku, Basten dan Chaesar Terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang selalu kalian tularkan padaku, melalui nasihat-nasihat dan juga kritikan untukku
Keluarga kecilku di “Kos Samuri”,dan lingkaran ukhuwah Najma Terimakasih untuk doa, semangat dan keceriaan yang diberikan, senyum semangat kalian yang membuatku bisa bertahan sampai sekarang
Sahabat-sahabat terbaikku, Arimbi dan Rosida Terimakasih untuk kebersamaan, nasihat, dan saling mengingatkan untuk kebaikan
Seluruh Dosen PLB UNS Terimakasih atas ilmu dan bimbingan selama 4 tahun menuntut ilmu di UNS
Teman-teman PLB 2008 Terimakasih atas semangat dan perjuangannya. Segala apapun yang dilandasi dengan cinta, tidak akan ada kata sia-sia kawan…SEMANGAT!
”Almamater”
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Dwi Setianingsih. STUDI KELAYAKAN SEKOLAH DITINJAU DARI SARANA DAN PRASARANA PEDUKUNG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan sebuah sekolah, ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Wonogiri tahun 2012, yang meliputi, sarana dan prasarana yang tersedia, sumberdaya yang ada, dan aksesibilitas yang sudah tersedia. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif dilakukan hanya untuk mendiskripsikan kondisi apa adanya, tanpa memberikan perlakuan terhadap subyek. Responden dalam penelitian ini berjumlah 682 Sekolah Dasar/Sekolah Luar Biasa/Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Wonogiri. Teknik pengumpulan data, dilakukan dengan angket untuk mengetahui kelayakan sebuah sekolah ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. Data kuantitatif dianalisis dengan teknik deskripsi, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis kritis. Data yang sudah diperoleh, diawali dengan analisis deskriptif kuantitatif dalam menentukan prosentase jumlah anak berkebutuhan khusus, prosentase guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif, selanjutnya data sarana dan prasarana yang bersifat kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi untuk menggambarkan hasil dari analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri sebanyak 1860 anak, jumlah guru adalah 6339 guru, dan 412 orang guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif atau 6,5%, sarana dan prasarana yang tersedia, yaitu sarana untuk anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan belajar. Aksesibilitas yang sudah tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, psikolog, dan 5 buah sekolah luar biasa dengan jarak tempuh yang bervariasi, dari 1 km sampai dengan 35 km dari masing-masing sekolah. Simpulan penelitian ini yaitu Kabupaten Wonogiri sudah cukup layak untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Sekolah yang layak menyelenggarakan pendidikan inklusi ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu SD Batuwarno I, SDN IV Bulukerto, SDN I Tegalharjo, SDN III Girimarto, SDN II Rejosari, SDN III Gemawang, SDN I Sendangijo, SDN II Bulusari, SDN II Sukoharjo, dan SDN III Wonokerto.
Kata kunci : studi kelayakan, sekolah, sarana-prasarana inklusif, pendidikan inklusif commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Dwi Setianingsih. APPROPRIATENESS STUDY OF SCHOOL ANALYSED FROM SUPPORTING MEANS AND INFRASTRUCTURE FOR THE IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN WONOGIRI YEAR OF 2012. Skripsi, Surakarta. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University. 2012 The goal of this research is to know the appropriateness of a school, analysed from supporting means and infrastructures for the implementation of inclusive education in Wonogiri, year of 2012, including the availability of supporting means and infrastructure, human resources, and accessibility. This research used quantitative descriptive approach. Descriptive research was used to describe the real condition without giving any treatments to the subjects. Respondents for this research were 682 elementary schools/ specialneeds school/ Madrasah Ibtidaiyah (Elementary Boarding School) in Wonogiri. The tehchnique of collecting data was done by questionnaire to know the appropriateness of a school analysed from supporting means and infrastructures for the implementation of inclusive education. The numeric data were classified as the quantitive data and then were analysed by critical analysis technique while analysed by description analysis. The resulted data firstly analysed by quantitative descriptive analysis in order to determine the percentage of special children, the percentage of teacher that have been work in inclusive education, then the data about supporting means and infrastructures which is in the type of qualitative data were served in the form of description to portray the result of the qualitative data analysis. The result of this research showed that the mount of special needs children are 1860 childrens, the mount of teacher are 6336 teachers, and 412 teachers that have been work in inclusive education or 6,5 %, the availability of supporting means and infrastructure, are supporting means and infrastructure for visual impairment, hearing impairment, mentally retardation, physically impairment, emotional disorder, giftedness an special talents, and learning disability. The availability of accessibility are local goverment clinics, hospitals, psychologists, and 5 special needs school, with variously traveled distance, starting from 1 km to 35 m, from each schools. The conclusion of this research that Wonogiri are appropriate as the inclusion school. The schools that appropriate as the inclusion schools are SD Batuwarno I, SDN IV Bulukerto, SDN I Tegalharjo, SDN III Girimarto, SDN II Rejosari, SDN III Gemawang, SDN I Sendangijo, SDN II Bulusari, SDN II Sukoharjo, dan SDN III Wonokerto.
Keywords: appropriateness study, school, inclusive means and infrastructures, inclusive education. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Studi Kelayakan Sekolah Ditinjau dari Sarana dan Prasarana Pendukung Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012. Skripsi ini disusun serta diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 3. Pembantu Dekan III
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Drs. Amir Fuady, M.Hum yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian; 4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd; 5. Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai pembimbing akademik, Drs. Hermawan, M.Si; 6. Sekertaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Priyono,S.Pd, M.Pd; 7. Bapak Ibu Dosen Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret yang telah commit to user memberikan pengalaman serta ilmunya; x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Prof. Drs. Sunardi, MSc, Ph.D selaku Pembimbing I atas bimbingan, saran, dan nasehat yang diberikan sampai selesainya skripsi ini; 9. Drs. Maryadi, M.Ag, selaku Pembimbing II atas perhatian, kesabaran, dan perbaikan-perbaikan yang bersifat membangun hingga terselesaikannya skripsi ini; 10. Drs. Hermawan, M.Si, selaku pembimbing akademik atas perhatian dan nasihat-nasihatnya. 11. Drs. Siswanto, M.Pd, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri, yang telah memberi ijin penelitia. 12. Kepala sekolah seluruh SD/SLB/MI di Kabupaten Wonogiri, yang berkenen mengisi angket yang disediakan oleh peneliti. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pihak yang bersedia membacanya dan bagi penulis khususnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 24 Juli 2012
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.........................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN..............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................
vii
HALAMAN ABSTRAK................................................................................... viii KATA PENGANTAR......................................................................................
x
DAFTAR ISI .....................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................
3
C. Pembatasan Masalah ............................................................................
4
D. Rumusan Masalah ...............................................................................
4
commit to user E. Tujuan Penelitian .................................................................................
4
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Halaman F. Manfaat Penelitian ...............................................................................
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................
6
A. Kajian Teori .........................................................................................
6
1. Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusif………... ............................
6
a.
Pengertian Pendidikan Inklusif……………………………....
6
b.
Landasan Pendidikan Inklusif……………………………….
8
c.
Tujuan Pendidikan Inklusif………………………………….
14
d.
Prinsip dan Karakteristik Inklusif……………………………
16
e.
Perkembangan Inklusif di Indonesia ………………………..
17
f.
Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia……..
19
2. Tinjauan Tentang Sarana dan Prasarana Inklusif…………... ........
24
a. Sarana-Prasarana Umum ........................................................
25
b. Sarana Khusus ........................................................................
25
3. Tinjauan Tentang Pengelolaan Sarana dan Prasarana Inklusif .....
41
B. Kerangka Berpikir ...............................................................................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................
44
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
44
B. Metode Penelitian ................................................................................
44
C. Sumber Data ........................................................................................
45
D. Populasi dan Sampling ..........................................................................
45
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... commit to user
45
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Halaman F. Teknik Analisis Data ............................................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................
49
A. Deskripsi Lokasi...................................................................................
49
B. Deskripsi Temuan Penelitian ...............................................................
54
C. Pembahasan .........................................................................................
83
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN..........................................
85
A. Simpulan ..............................................................................................
85
B. Implikasi .............................................................................................
86
C. Saran .....................................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
87
LAMPIRAN ....................................................................................................
89
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 : Alur Kerangka Berfikir ..........................................................
commit to user
xv
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1
: Urutan Waktu Penelitian .........................................................
44
Tabel 4.1
: Daftar Nama Kecamatan di Kabupaten Wonogiri ...................
50
Tabel 4.2
: Daftar Jumlah SLB, TK dan SD, Guru dan Murid Diperinci per Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2007/2008
Tabel 4.3
: Daftar Menurut per
..........................................................................
Jumlah
Sekolah
Status Kecamatan
Guru
Lanjutan dan
di
Tingkat Murid
Kabupaten
Pertama Diperinci Wonogiri
Tahun Anggaran 2007/2008 .................................................... Tabel 4.4
51
52
: Daftar Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Status Guru dan Murid Diperinci per Kecamatan Di Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2007/2008 ....................................
Tabel 4.5
53
: Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus di Tiap Kecamatan …………………………………………………..
commit to user
xvi
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 : Instrumen 1 ..........................................................................
91
Lampiran 2 : Instrumen 2 ..........................................................................
97
Lampiran 3 : Instrumen yang sudah diisi ..................................................
123
Lampiran 4 : Rekapitulasi data Anak Berkebutuhan Khusus di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 ....................................... .
177
Lampiran 5 : Rekapitulasi Data ABK, Data Sarana dan Prasarana Sekolah, dan Tenaga Kependidikan, beserta rekomendasi di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012 .......................................
178
Lampiran 6 : Dokumentasi Penelitian.......................................................
181
Lampiran 7 : Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan c.q Pembantu Dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ........................
182
Lampiran 8 : Surat Keputusan Dekan FKIP Tentang Ijin Penyusunan Skripsi/ Makalah. .................................................................
183
Lampiran 9 : Permohonan Ijin Research / Try out Kepada Rektor UNS di Surakarta ................................................................. Lampiran 10 : Surat
Kepada
Kepala
184
Dinas Pendidikan Kabupaten
Wonogiri untuk Mengadakan Research / Try out................
185
Lampiran 11 : Surat Keterangan Telah mengadakan research ...................
186
commit to user
xvii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan UndangUndang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Hak untuk mendapat pendidikan bukan hanya dilindungi dalam Undang-undang satu negara, tetapi tercantum dalam Deklarasi Umum Hakhak Kemanusiaan 1948 (The 1948 Universal Declaration of Human Right), kemudian diperbarui pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, tahun 1990 (The 1990 World Conference on Education for All) yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa hak tersebut adalah untuk semua, terlepas dari perbedaan yang dimiliki oleh individu. Pada tanggal 7-10 Juni 1994, diselenggarakan Konferensi Dunia tentang Pendidikan bagi Anak Luar Biasa di Salamanca, Spanyol yang dihadiri oleh 92 negara dan 25 organisasi internasional. Dalam konferensi tersebut dimantapkan komitmen tentang Education for All, dan dikeluarkan Kerangka Kerja untuk Pendidikan Anak Luar Biasa yang diharapkan dapat menjadi pegangan bagi setiap negara dalam penyelenggaraan Pendidikan Luar Biasa. (I.G.A.K Wardani, Tati Hernawati, Astati, 2007: 14). Education for All (pendidikan untuk semua), itulah inti dari segala bentuk kesepakatan-kesepakan dunia yang telah dibuat tersebut. Sehingga semua sekolah harus siap dapat menyelenggarakan pendidikan inklusif, baik itu di perkotaan ataupun di desa sekalipun. Dalam perkembangannya, pendidikan bagi anak berkelainan di Indonesia secara formal dimulai sejak berdirinya Sekolah Luar Biasa (SLB). commit to user disediakan dalam tiga macam Selama ini, pendidikan bagi anak berkelainan
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. SLB-SLB ini dikelola secara khusus dan terpisah dengan pendidikan pada umumnya. Pengelolaan ini kita kenal dengan sistem segregrasi atau terpisah. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan pendidikan terpadu atau inklusif merupakan suatu perkembangan paradigma yaitu sekolah biasa yang juga menampung anak berkelainan, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Pendidikan inklusif seyogyanya merupakan pendidikan
yang
menghendaki layanan pendidikan untuk memenuhi semua kebutuhan akan pendidikan semua peserta didik tanpa membedakan kondisi fisik, mental, emosi, status sosial, ekonomi, ras, agama, dan lain-lain dalam setting yang sama. Namun selama ini pelaksanaan pendidikan terpadu atau inklusif ini masih perlu dioptimalkan dalam rangka mewujudkan tujuan dari pendidikan inklusif itu sendiri, yakni pemenuhan kebutuhan akan pendidikan semua peserta didik tanpa membedakan kondisi fisik, mental, emosi, status sosial, ekonomi, ras, agama, dan lain-lain dalam setting yang sama. Sehingga perlu ditinjau lebih jauh mengenai kelayakan sebuah sekolah dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif ini. Hal ini sangat erat kaitannya dengan prevalensi anak berkebutuhan khusus di suatu daerah, kelengkapan sarana dan prasarananya, maupun sikap masyarakat terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus ini di sekitar mereka. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelayakan sebuah sekolah dalam rangka penyelenggaraan sekolah inklusif ini, secara konkrit dapat dilihat dari sarana dan prasarana pendukung dalam
penyelenggaraan
sekolah
inklusif.
Karena
dalam
memulai
penyelenggaraan sekolah inklusif, perlu adanya sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan sekolah inklusif. Wonogiri merupakan sebuah daerah yang sudah memiliki beberapa sekolah inklusif, namun perlu ditinjau juga sekolah-sekolah yang lainnya dalam rangka kesiapannya dalam penyelenggaraan sekolah inklusif ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengkaji lebih lanjut ke dalam skripsi dengan judul “Studi Kelayakan Sekolah Ditinjau Dari Sarana Dan Prasarana Pendukung Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”.
B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Perlunya alternative layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu dengan pendidikan inklusif. 2. Dalam rangka penyelenggarakan pendidikan inklusif, diperlukan beberapa data
untuk
mengetahui
kelayakan
suatu
daerah
dalam
rangka
penyelenggaraan pendidikan inklusif di daerah Wonogiri. 3. Diperlukan data jumlah anak berkebutuhan khusus di daerah Wonogiri. 4. Diperlukan studi kelayakan sekolah ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif yang sudah ada di daerah Wonogiri. 5. Diperlukan data terkait sikap masyarakat terhadap ABK di daerah Wonogiri. 6. Diperlukan data terkait sikap siswa normal terhadap ABK di daerah Wonogiri.
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dipaparkan di atas, dilakukan pembatasan masalah, yang terkait dengan identifikasi masalah, yaitu: 1. Sarana apa saja yang sudah tersedia? 2. Bagaimana sumber daya manusianya? 3. Aksesibilitas apa saja yang sudah ada?
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat di rumuskan adalah: “Apakah sekolah-sekolah di Kabupaten Wonogiri sudah memenuhi ketentuan menjadi sekolah inklusif, ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif di kabupaten Wonogiri tahun 2012“?.
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan sekolah ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Wonogiri tahun 2012.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah bertambahnya reverensi menuju perkembangan pendidikan inklusif khususnya dalam tahap awal dalam menyelenggarakan sekolah inklusif. Selain itu, penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu wacana atau referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel yang lebih kompleks.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis a.
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui sarana dan prasarana apa saja yang sudah ada di Kabupaten Wonogiri dalam rangka menyelengarakan pendidikan inklusif.
b.
Dapat digunakan sebagai bahan untuk melengkapi data-data yang diperlukan untuk penyelengaraan pendidikan inklusif.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan Tentang Pendidikan Inklusif a. Pengertian Pendidikan Inklusif “Inklusi dari kata bahasa
Inggris,
yaitu
inclusion,
yang
mendiskripsikan sesuatu yang positif dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh” (Smith, 2006:45). Bersadarkan Toolkit LIRP atau Lingkungan Inklusif Ramah Pembelajaran (UNESCO 2007:1,1), memberikan batasan yang lebih luas. ‘Inklusi’ berarti mengikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berjalan, lamban dalam belajar. Secara luas ‘inklusi’ juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti : 1) Anak yang menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas; 2) Anak yang beresiko putus sekolah karena korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial ekonomi, daerah terpencil, atau tidak berprestasi dengan baik; 3) Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda; 4) Anak yang sedang hamil; 5) Anak yang beresiko putus sekolah karena kesehatan tubuh yang rentan atau penyakit kronis, seperti asma, kelainan jantung bawaan, alergi, bahkan yang terinveksi virus HIV dan AIDS; 6) Anak yang berusia sekolah tetapi tidak bersekolah (hlm. 1). Inklusi dapat pula berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan adalah, keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh. Inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Fuch dan Fuchs
dalam
Smith
(2006:45) mengemukakan commit to user
sebagian
banyak
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
menggunakan istilah inklusif sebagai banner untuk menyerukan “full iclusion” atau “uncompromising inclusion”, yang berarti penghapusan pendidikan khusus. Selanjutnya dalam buku Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi, (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004:6) menyebutkan bahwa: Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkelainan yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.” Stainback dan Stainback, 1990 dalam buku Modul Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif (Departemen Pendidikan Nasional, 2009:3) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi seusia dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi. Menurut permendiknas No. 70 tahun buku Modul Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif (Departemen Pendidikan Nasional, 2009:4) pendidikan inklusif didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaraan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan inklusif, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang menerima semua peserta didik tanpa terkecuali, dengan menekankan pada pemenuhan hak setiap peserta didik, baik anak berkebutuhan khusus maupun anak lainnya (normal), dalam rangka mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. b. Landasan Pendidikan Inklusif Berdasarkan buku Modul Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif (Departemen Pendidikan Nasional, 2009: 5-11), penerapan pendidikan inklusif di Indonesia mempunyai landasan filosofis, yuridis, pedagogis dan empiris yang kuat. 1) Landasan filosofis Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus citacita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika (Mulyono Abdulrahman, 2006:6). Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi yang dilandasi dengan rasa saling membutuhkan. Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan atau kebutuhan khusus) dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa budaya, atau agama. Di dalam diri commit individu pastilah dapat ditemukan to berkelainan user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak hanya makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citkan dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa: (1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang dihadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik, karena taqwanya, (3) Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu kecuali kaum itu sendiri, (4) manusia diciptakan berbedabeda untuk saling silaturahim (‘inklusif’). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka landasan pendidikan inklusif secara filosofos yaitu pendidikan inklusif adalah implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian dan keberfungsan fisik maupun psikologis. 2) Landasan Yuridis Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusif adalah Deklarasi Salamanca UNESCO, 1994 dalam (UNESCO 2007:31) oleh para menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian to useryang ada. Deklarasi Salamanca integral dari sistem commit pendidikan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut. Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusif dijamin oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang
dalam
penjelasannya
menyebutkan
bahwa
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus. Teknis penyelenggaraannya tentunya akan diatur dalam bentuk peraturan operasional. UUD 1945 (amandemen) Pasal 28 b Ayat (2) : Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi c Ayat (1) : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia f : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia h Ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan i Ayat (2) : Setiap orang berhak bebas dari pengakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif j Ayat (2) : Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orangcommit wajibto tunduk kepada pembatasan yang user ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis Pasal 31 Ayat (1) : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan Ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : Pasal 3 : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pasal 5 Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu Ayat (2) : Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus Ayat (3) : Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus Ayat (4) : Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 32 Ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Ayat (2): Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik didaerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 48 : Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49 : Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pasal 50 : Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada: a) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal; b) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi; c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri; d) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan e) Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup. Pasal 51: Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan luar biasa Pasal 52: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus Pasal 54 : Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat Pasal 5 : Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan Pasal 2 Ayat (1) : Lingkup stadart nasional meliputi: a. Standar isi b. Standar proses c. Standar kompetensi kelulusan commit dan to user d. Standar pendidikan kependidikan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. f. g. h.
Standar sarana dan prasarana Standar pengelolaan Standar pebiayaan dan Standar penlaian pendidikan
Surat
Edaran
Dirjen
Dikdasmen
Depdiknas
No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003, perihal pendidikan inklusif : menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 (empat ) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. 3) Landasan Pedagogis Pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayana di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya. 4) Landasan Empiris Menurut Heller, Holzman & Messick, (dalam Smith) 2006:198, bahwa Penelitian tentang inklusif telah banyak dilakukan di Negaranegara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala commit userNasional Academy of Sciences besar dipelopori olehto the
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulan bahwa landasan pendidikan inklusif di Indonesia, yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, landasan pedagogis, dan landasan empiris. c. Tujuan Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif bertujuan untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya. Pendidikan ini berawal dalam rumah bersama keluarga dan diterapkan juga dalam pendidikan formal, non formal serta semua jenis pendidikan yang berbasis masyarakat. (“What is Inclusive Education – Concept Sheet”, Sue Stubbs, Save the Children-UK) Dengan adanya anak bekebutuhan khusus tentulah diperlukan usaha untuk mengakomodir peserta didik dengan mempunyai kemampuan yang berbeda pada anak normal pada umumnya di sekolah reguler, sehingga dapat berkembang secara wajar sebagaiman pada umumnya. Menurut Foreman yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2001:35), terdapat tiga alasan penting perlunya pendidikan inklusif dilaksanakan, yaitu : 1) Hasil-hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa sekolah khusus atau sekolah luar biasa memberikan kemampuan sosial dan akademik yang lebih baik bagi siswa yang menyandang ketunaan bila dibandingkan dengan sekolah reguler, terutama bagi siswa yang tergolong cacat ringan 2) Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dapat memperoleh keuntungan dari sekolah inklusif, meskipun mereka tergolong cacat berat dan cacat ganda 3) Telah diterima secara luas tentang hak semua orang untuk berpartisipasi penuh dalam arus utama kehidupan masyarakat (The mainstream community) Dengan adanya pendidikan inklusif mempunyai beberapa keistimewaan, seperti: commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Anak diperlakukan seperti apa adanya, tidak membedakan dari mana ia berasal atau status sosial, suku, agama, hingga bias jender. Adanya sekolah regular yang juga memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kemampuan mereka secara lebih optimal. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa belum tentu anak yang mempunyai keterbatasan kemampuan, misalnya cacat secara fisik tetapi mempunyai kemampuan berfikir sama seperti halnya anak normal atau bahkan dapat pula mempunyai kemampuan intelektual yang lebih. Kurikulum yang berfokus pada anak ini merupakan kurikulum yang mampu mewadahi dari berbagai kemampuan mereka yang mana kurikulum tersebut dimodifikasi menjadi kurikulum berdiferensiasi. Sistem penataan guru yang menggunakan sistem guru kelas akan mempermudah dalam memberikan layanan. Proses belajar mengajar yang selalu melibatkan anak akan memberikan makna dalam memori otak serta menjadikan mereka lebih berinteraktif. Dengan adanya keterlibatan tersebut akan menjadikan anak mempunyai kepercayaan diri yang positif terhadap dirinya sendiri. Kelebihan program inklusif yang lain adalah lingkungan belajar tidak membatasi anak tetapi melibatkan semua anak, sehingga anak bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual mereka tetapi juga emosional. Unsur kesinambungan akan terbentuk dari kesekian proses yang dijalani anak, dari mereka belajar bersama tanpa memisahkan atau mengkotak-kotakkan. Memberikan kesempatan berpartisipasi yang sama kepada semua anak. Hal yang lain adalah hak setiap anak dalam pendidikan diakui dan diaktualisasikan dalam kelas melalui pembelajaran sehari-hari. Menurut Ahuja Anupam (2004:4), pendidikan inklusif mempunyai tujuh maksud, yaitu : 1) Pendidikan inklusif merupakan strategi untuk memperbaiki system pendidikan yang ekslusif 2) Pendidikan inklusif berkaitan dengan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan penghalang terhadap akses, partsipasi, dan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus 3) Pendidikan inklusif sebagai upaya untuk memenuhi hak atas perlakuan yang sama bagi semua anak (non diskriminasi) 4) Pendidikan inklusif mendorong sistem pendidikan dan persekolahan agar lebih terpusat peserta didik, fleksibel, dan ramah terhadap perbedaan 5) Pendidikan inklusif memungkinkan anak untuk belajar dan hidup bersama sebagai langkah awal yang diperlukan untuk mencapai masyarakat yang lebih toleran dan demokratis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
6) Pendidikan inklusif menghargai hak setiap anak untuk menjadi bagian dari kehidupan umum tanpa memandang latar belakang sosio ekonomi dan ciri-ciri pribadinya. 7) Pendidikan inklusif adalah hak asasi manusia Selain itu dengan adanya pendidikan inklusif akan memberikan kesempatan bagi anak untuk mengikuti dan mengembangkan yang dimiliki seoptimal mungkin, bahkan akan memberikan peluang bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengintegrasikan diri ke dalam lingkungan masyarakat pada umumnya. Hal yang juga merupakan pemikiran bahwa adanya pendidikan inklusif akan mempermudah memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang keberdaannya menyebar di berbagai daerah, yang tidak berkesempatan mengikuti pendidikan di sekolah luar biasa (SLB). Dengan adanya tujuan ini akan semakin mendukung pengembangan sekolah masyarakat yang ramah anak, demokratis, transparan, serta bertoleransi, sehingga akan merangkul keberagaman, kreativitas dan kebebasan berekspresi bagi setiap anak, remaja dan orang dewasa tanpa memandang gender, kemampuan, kecacatan dan latar belakang, etnis, budaya, agama, sosial serta ekonomi. Berdasarkan penjelasan diatas, pendidikan inklusif memiliki tujuan untuk memenuhi hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan, sehingga dengan kondisi anak yang beragam, sekolah harus bisa mengakomodasi setiap kebutuhan anak yang homogen. d. Prinsip dan Karakteristik Inklusif Sunardi (2003:3) mengutip lima profil pembelajaran di sekolah inklusif yang dikemukakan oleh Sapon-Shevin sebagai berikut : 1) Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunikasi kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan prilaku social yang menghargai perbedaan yang menangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial, ekonomi, suku, agama dan senagainya. 2) Pendidikan inklusif berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas. Mengajar kelas yang memang dibuat heterogen memerlukan perubahan kurikulum secara mendasar. Guru di kelas iklusif secara konsisten akan bergeser dari pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks ke pembelajaran yang banyak melibatkan belajar kooperatif, tematik, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan assesmen secara autentik 3) Pendidikan inklusif berarti dan mendorong guru untuk commitmenyiapkan to user mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
dengan perubahan metode pembelajaran. Model kelas tradisional dimana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan semua anak di kelas harus diganti dengan model muridmurid bekerjasama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam pendidikannya sendiri dan pendidikan teman-temannya. Kaitan antara pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berda di satu kelas bukan untuk berkompetisi, tetap saling belajar dari yang lain 4) Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi. Aspek terpenting dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur ketrampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim antara guru dengan profesi lain diperlukan, seperti para professional, ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dan sebagainya. Meskipun untuk dapat bekerjasama dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan agar kerjasama yang diinginka secara yata dapat terwujud. 5) Pendidikan inklusif berarti melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif sangat tergantug kepada masukan orangtua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan merak dalam penyusunan program pengjaran individual. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip dan karakteristik inklusif yaitu komunikasi yang efektif dengan semua pihak yang terkait, penerapan kurikulum yang sesuai/ modifikasi kurikulum, dan kolaborasi dari semua pihak, tanpa memandang status keprofesian. e. Perkembangan Inklusif di Indonesia Berdasarkan buku Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal (Budiyanto, 2005: 1) bahwa di Indonesia, praktek penyelengaraan pendidikan bagi anak luar biasa sejak tahun 1901 telah diselenggarakan oleh LembagaLembaga Sosial Masyarakat (LSM) maupun kelompok-kelompok keagamaan. Pemerintah (Dekdikbid) baru mulai mengambil peran secara nyata pada tahun 1980-an dalam bentuk pendirian sekolah dasar luar biasa (SDLB), dimana anak-anak luar biasa dididik bersama dalam satu sekolah, namun secara nyata masih terpisah dengan anak-anak normal (segregratif). Filosofi yang melandasi commit tokelainan user bahwa mereka memiliki (exceptional), maka harus
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan layanan khusus secara terpisah pula. Kedua jenis sekolah tersebut (SLB dan SDLB) disorot masih bernuansa diskriminatif, tidak humanistik, dan bertentangan dengan niai-nilai hak asasi manusia (HAM). Pada Internasional
pertangahan (HKI)
tahun
1980-an,
mensponsori
Yayasan
berdirinya
Helen
sekolah
Keller terpadu
(mainstreaming) terutama bagi anak tunanetra bekerjasama dengan pemerintah. Filosofi yang melandasi adalah mendekatkan anak cacat dengan dunia nyata; yaitu masyarakat umum secara luas. Nasichin, dalam (Budiyanto, 2005: 4-7), membagi perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia dalam tiga tahapan, yaitu tahapan transisi (1945-1965), tahapan perintisan (1955-1975), dan tahapan pengembangan (1975-1995).
Tahapan Transisi (1945-1965) Titik berat dalam tahapan ini ialah menemukan pijakan filosofisideologis sebagai konsekuensi beralihnya pendidikan sistem colonial ke system Indonesia Merdeka yang bedasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dari segi teknis edukatif. Dengan berlakunya Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran No. 12 tahun 1954 di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, dan tersedianya guru-guru lulusan SGPLB angkatan I dan II yang disebarkan ke berbagai propinsi. Meskipun terbatas jumlahnya dapat memotivasi masyarakat untuk tidak hanya memperhatikan pendidikan bgi anak-anak biasa saja, tetapi juga perlu menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak luar biasa. Hal ini terbukti pada tahun 1958 telah didirikan beberapa Yayasan Pendidikan luar Biasa di berbagai profinsi yang mengelola SLBSLB yang baru. Tahapan Perintisan (1955-1975) Sebagai perintisan pengembangan Pendidikan Luar Biasa di Perguruan Tinggi, maka pada tahun akademik 1964/1965 IKIP Bandung membuka jurusan Pendidikan Luar Biasa, untuk menyediakan tenagatenaga guru bagi lapangan pendidikan luar biasa. Langkah IKIP Bandung ini diikuti oleh IKIP Yogyakarta, IKIP Jakarta, UNS Surakarta. Demikian pula dibuka SGPLB baru selain di Bandung pemerintah membuka SGPLB baru di Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya. Tahapan Pengembangan (1975-1995) Sejalan dengan semakin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap anak luar biasa, jumlah anak yang teridentifikasi juga semakin commit to user meningkat jumlahnya. Dengan dicanangkannya Wajib Belajar bagi anak-
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anak usia sekolah (6-12 tahun), Pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 4 tahun 1982, pemerintah membuka 200 SDLB yang tersebar di kota-kota maupun Kabupaten. Perintisan dan uji coba sekolah terpadu terjadi pada pertengahan tahun 80-an, bekerjasama dengan Yayasan Helen Keller Internasional (HKI). Pada tahap awal sasaran dikhususkan pada anak tunanetra. Pada tahapan berikutnya kaum akademisi mulai mengkritisi akan rendahnya mutu layanan pendidikan di Indonesia termasuk di dalamnya adalah PLB. Program aktual dalam upaya peningkatan mutu PLB tersebut ditandai dengan diadakannya penataran-penataran maupun pelatihan-pelatihan bagi para guru SLB, maupun tenaga administrator PLB secara nasional, serta peningkatan kualitas guru SLB setara S1. Pada sisi lain pada tahun 1995 lembaga SGPLB di alih fungsikan dan/atau ditingkatkan kualifikasinya menjadi S1 pada perguruan tinggi terdekat. Legitimasi posisi PLB di Indonesia menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem Pendidikan Nasional, sebagaimana pelaksanaannya dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa pada tanggal 31 Desember 1991. Kerjasama dengan Lembaga-Lembaga lain baik pada skala Nasional, Regional, maupun Internasional juga semakin ditingkatkan seperti dengan (DNIKS, HKI, BRAILLO, UNICEF dan sebagainya). Menurut pendapat diatas, perkembangan inklusif di Indonesia meliputi beberapa tahapan, yaitu tahapan transisi, tahapan perintisan, dan tahapan pengembangan. f. Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Indonesia Berdasarkan
buku
Petunjuk
Pedoman
Pelaksanaan
Dan
Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 1-7), terdapat komponen-komponen yang perlu dipersiapkan dari sekolah yang membuka program inklusif, seperti: 1)
Input siswa Kemampuan awal dan karakteristik siswa menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar serta penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Implikasi yang peru diperhatikan dari skeolah yang membuka program inklusif yaitu adanya sasaran pserta didik yang berkelainan untuk mengikuti kelas regular bersama siswa normal lainnya. Dalam proses penentuan dilaksanakan penjaringan bagi siswa itu sendiri yang disebut yang mana diperlukan untuk commitidentifikasi, to user penempatan mereka kelak jika diterima yaitu beruma
perpustakaan.uns.ac.id
2)
3)
4)
5)
20 digilib.uns.ac.id
assessment. Dan pada kegiatan ini pula ditentukan tim yang terlibat dalam proses penentuan diterima atau tidaknya ABK. Kurikulum Kurikulum atua bahan ajar yang dikembangkan hendaknya mengacu pada kemampuan awal dan karakteristik siswa. Dengan implikasi berupa model kurikulum (bahan ajar) untuk kemampuan anak yag beragam dalam kels regular atau yang disebut dengan kurikulum berdiferensiasi. Dalam kurikulum berdiferensiasi terdapat modifikasi bagi anak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka, sehingga perlu pula diperhatikan penentuan tim untuk mengembangkan dan bagaimana pengembangannya. Tenaga kependidikan Tenaga kependidikan (guru atau instruktur atau pelatih atau therapist dsb) yang mengajar hendaknya memiliki kualifikasi ynag dipersyaratkan yaitu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tentang materi yang akan diajarkan, atau dilatihkan, dan memahami karakteristik siswa. Agar sekolah berhasil dalam pengembangan inklusif perlu ditentukan siapa sajakah tenaga kependidikan yang terlibat dan peran mereka masing-masing dengan kualifikasi dan persyaratan yang ada. Misalnya guru pembimbing khusus dengan kualifikasi lulusan pendidikan luar biasa yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus siswa di sekolah rintisan tersebut dengan ABK low vision, sekolah memiliki persyaratan yaitu bagi guru kualifikasi PLB dengan stressing A (Anak Tunanetra). Sarana-prasarana dan lingkungan pendukung Sarana-prasarana hendaknya disesuaikan denga tuntutan kurikulum atau bahan ajar yang telah dikembangkan, dengan pemikiran lain berupa penentuan prasarana apa yang diperlukan begitu pula sarananya. Sarana fisik yang mendukung ABK agar mobilitas mereka tidak terganggu dan mengaami hambatan dalam berorientasi. Hal ini berkaitan erat dengan lingkungan pendukung dari sekolah yang dibentuk. Agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan maka lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung secar aaman dan nyaman. Sekolah rintisan inklusif yang telah ditentukan tentu saja dengan mempertimbangkan beberapa hal, antaa lain: lingkungan sekitarnya, upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah rintisan inklusif. Manajemen/ Pengelolaan sekolah dan pendanaan Penyeleggara pendidikan inklusif memerlukan manajemen yang berbeda dengan sekolah regular. Agar dapat berjalan commit to user yang tepat. Perlu utk sekolah optimal diperlukan pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
membentuk tim pengelola pengembang inklusif dari bidang apa daja yang terlibat serta tugas dan fungsinya masingmasing. Dalam bidang pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah regular diperlukanyya dukungan dana yang memadai. Utuk itu dapat ditanggung bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua siswa, serta sumbangan suka rela dari berbagai pihak. Kerangka yang perlu dikembangkan suatu sekolah dengan layanan program inklusif adalah sumberdaya yang diperoleh agar dapat mengoperasionalkan dan keperluan apa saja dalam penyelenggaraannya. 6) Proses belajar-mengajar Proses belajar-mengajar lebih banyak memberikan kesempatan belajar kepada siswa melalui pengalaman nyata. Perencanaan apa yang perlu dipersiapkan dalam KBM dan pelaksanaannya serta evaluasi yang diberikan pada siswa berkebutuhan khusus atau siswa normal lainnya. Kesiapan sebuah sekolah untuk kelas inklusif diperlukan penyatuan yang lebih besar pada siswa-siswa penyandang hambatan agar berhasil. Hal tersebut diperlukan bagi semua pihak berkepentingan, baik siswa berkebutuhan khusus, orang tua, sekolah, maupun stage holder. Schultz dalam Smith (2006:399) telah menemukan 10 kategori utama kesiapan yang merupakan prasyarat bagi sekolah yang lebih ramah dan inklusif. Schultz yakin masing-masing sifat ini harus jelas jika sekolah ingin benar-benar menjadi lingkungan pembelajaran yang inklusif, seperti:
1) Sikap (attitudes) Administrator harus percaya bahwa inklusif yang lebih besar akan menghasilkan proses pengajaran dan pembelajaran yang meningkat bagi semua orang. 2) Persahabatan (relationship) Persahabatan dan kerjasama antara siswa dengan atau tanpa hambatan harus dipandang sebagai suatu norma yang berlaku. 3) Dukungan Bagi Siswa (support for student) Harus ada personil dan sumber daya lain yang diperlukan untuk emmberikan layanan kebutuhan bagi siswa yang berbeda di kelas inklusif supaya berhasil. Bila siswa berkebutuhan khusus sipisahkan dari murd lain, pemisahan ini mengajarkan siswa berkebutuhan khusus pelajaran-pelajaran negative commitmengenai to user dirinya. Ini juga dapat membuat
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
siswa lain tidak mengenal atau belajar tentang orang-orang yang berbeda dalam suatu hal tertentu di dunia ini. Daverh dan Schnoor dalam Smith (2006:340) menekankan bahwa pengajarang orang-orang untuk menerima penyandang hambatan memerlukan memerlukan interaksi dengan orang-orang tersebut. Siswa dapat belajar memahami orang-orang yang berbeda dalam cara belajar, fisik dan emosional melalui berbagia pengalaman. Penelitian yang dilakuakan Giangreco, et.al., dalam Smith (2006:402), menemukan bahwa suatu transformasi terus terjadi di kelas yang berpindah dari model pemisahan ke model yang lebih inklusif. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa guru yang enggan, hati-hati bahkan berpandangan negative mengenai inklusif mengalami peningkatan keinginan, ketika mereka mengenal lebih banyak siswa tersebut untuk : a) Berinteraksi dengan siswa yang mengalami hambatan b) Belajar kemampuan tambahan yang akan berguna bagi siswa yang mengalami hambatan c) Menerima siswa sebagai anggota kelas yang berharga Point kedua dari penelitian tersebut menemukan bahwa siswasiswa yang mengalami hambatan menjadi lebih responsive terhadap guru, teman, personil sekolah, ketika tahun ajaran berjalan. Siswa tersebut juga belajar kemampuan sosial baru, komunikasi dan akademis yang memperkokoh hidup mereka di rumah dan di masyarakat serta sekolah. Titik penemuan ketiga adalah mengenai perhatian siswa tanpa hambatan di kelas, yaitu siswa melaporkan bahwa meraka mempunyai kesadaran yang lebih besar di kelas. Siswa ini juga lebih menerima dan nyaman sebagai penyandang hambatan ketika berada di program tersebut. 4) Dukungan untuk guru (support for teacher) Guru harus mempunyai kesempatan latihan yang akan digunakan dalam menangai jumlah keragaman siswa yang lebih berbeda. Perlu keyakinan guru tentang cara membuat perubahan materi, metode, harapannya sehingga mereka dapat memberikan pengajaran yang layak kepada siswa dengan kebutuhan yag berbeda. 5) Kepemimpinan administrative (administrative leadership) Kepala sekolah dan staf lain harus antusias dalam memberikan dukungan dan kepemimpinan di sekolah yang inklusif. Kepala sekolah merupakan pengurus dan pemimpin yang paling penting di skeolah. Kepala sekolah yang sekolahnya akan menjalankan program-program yang lebih terintegrasi perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang bagaimana menjalankan kebijakan dan prosedur pendidikan khusus. Beberapa sifat utama kepala sekolah yang mempermudah keberhasilan sekolah dan kelas inklusif yang telah diteliti oleh Burello dan Wright, dalam Smith (2006:422) yaitu: a) Kepala sekolah mengambil posisi yang jelas dalam mendukung proses penerapan yang merupakan kepercayaan dan nilai-nilai commit to user inklusif siswa penyandang hambatan
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Kepala sekolah memiliki pandangan, proaktif, dan menunjukkan komitmen bagi nilai-nilai tersebut c) Penghargaan yang jelas dari kepala sekolah kepada guru dan siswasiswa d) Kepala sekolah adalah seorang komunikator yang baik e) Kepala sekolah menyiapkan guru-guru dengan waktu persiapan dan perencanaan yang memadai f) Kepala sekolah mendorong keterlibatan orangtua 6) Kurikulum (Curriculum) Kurikulum haris fleksibel sehingga setiap siswa dapat tertantang untuk meraih yang terbaik 7) Program dan evaluasi staf (Program and Staff Evaluator) Suatu system harus diletakkan dalam usaha mengevaluasi keberhaslan sekolah yang menyeluruh agar dapat memberikan suatu lingkungan inklusif dan ramah bagi siswa. McLaugihne dan Weren dalam Smith (2006:407), memberikan saran alternative strategi dasar yang dapat digunakan dalam tingkat pendidikan individual agar terbentuk sarana dan keahlian ynag dibutuhkan untuk lingkungan agar lebih inklusif sebagai berikut: a) Organisasikan aktifitas perkembangan staf seputar pembagian tugas dalam menciptakan sekolah yang lebih inklusif. b) Libatkan staf sekolah dalam perencanaan program perkembangan staf, yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan pengertian yang lebih besar bagi anak-anak penyandang hambatan serta kebutuhan inklusif yang lebih besar pula di sekolah c) Libatkan orangtua dalam proses pengebangan staf d) Bila staf sekolah memandang perlu, layanan konsultasn harus dikontrak dengan keahlian di bidang pendidikan khusus dan inklusif untuk membantu perencanaan dan pelatihan yang dibutuhkan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif e) Gunakan metode peer-waching dan peer mentoring diatara anggota staf sekolah untuk membantu perkembangan staf sekolah untuk membantu perkembagan staf. Anggota staf pendidikan khusus harus diberi tugas mengajar dalammemberikan pelatihan kepadanya f) Buatlah rujukan dan prosedur sekolah untuk menyiapkan anakanakpenyandang hambatan agar dapat menempatkan anak tersebut di tempat-tempat pendidikan yang lebih inklusif di sekolah tertentu g) Kembangkan petunjuk dan prosedur bagi persiapan anak-anak penyandag hambatan di kelas mereka h) Gunakan teknologi yang ada kepada mereka dalam menjalankan tugas pengembangan staf dan aktifitas lain i) Tunjukkan dukungan usaha-usaha ini dengan keterlibatan penuh dari kepala sekolah dan pimpinan sekolah lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
8) Keterlibatan orangtua (parental involvement) Orangtua siswa dengan ataupun tanpa hambatan harus memahami rencana untuk membentuk suatu lingkungan inklusif dan ramah bagi setiap anak. Memiliki anak dengan berkebutuhan khusus tentulah bukan kali pertama ditemukannya kekhawatiran. Bila orangtua membandingkan ukuran kelas dan sumberdaya suatu kelas khusus dengan kelas umum, boleh jadi mereka menempatkan anak di kelas inklusif beresiko menurut Woelfel dalam Smith (2006:403). Orangtua harus diberi dorongan menjadi itra pendidikan inklusif anakanaknya. Mereka harus dilibatkan dalam membuat keputusan dan perencanaan yang akan membawa mereka pada kelas inklusif. 9) Keterlibatan masyarakat (community involvement) Melalui publikasi media dan sekolah, masyarakat harus diberi tahu dan dilibatkan dalam usaha-usaha meningkatkan diterimanya siswa peyandang hambatan di dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia, ada beberapa komponen yaitu input siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, saranaprasarana dan lingkungan pendukung, manajemen/pengelola sekolah dan pendanaan, dan proses belajar mengajar. Selain komponen tersebut, dibutuhkan pula dukungan dari semua pihak yang terkait.
2. Tinjauan tentang Sarana dan Prasarana Inklusif Berdasarkan buku Petunjuk Pedoman Pelaksanaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 1-7), bahwa peserta didik di sekolah inklusif terdiri atas anak-anak normal dan anak-anak luar biasa yang mengalami kelainan/penyimpangan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, maupun sensoris neurologis. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik luar biasa, maka sarana dan prasarana yang diperlukan sekolah inklusif selain sarana dan prasarana umum (seperti halnya sekolah umum) juga sarana dan prasarana yang sesuai dengan jenis kelainan anak (sarana dan prasarana khusus). Berdasarkan buku Petunjuk Pedoman Pelaksanaan Dan Penyelenggaraan commit user Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang toditerbitkan oleh Direktorat Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 5:4-41), diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa, antara lain:
a. Sarana-Prasarana Umum terdiri dari: 1. Ruang kelas beserta perlengkapannya (perabotnya); 2. Ruang praktikum (laboratorium) beserta perangkatnya; 3. Ruang perpustakaan, beserta perangkatnya; 4. Ruang serbaguna, beserta perangkatnya; 5. Ruang UKS, beserta perangkatnya; 6. Ruang BP/BK, beserta perangkatnya; 7. Ruang Kepala Sekoalh, Guru, dan Tata Usaha, beserta perangkatnya; 8. Lapangan olahraga, beserta perangkatnya; 9. Toilet; 10. Ruang ibadah, beserta perangkatnya; 11. Ruang kantin b. Sarana khusus terdiri dari: 1. Anak Tunanetra a. Alat Asesmen Bervariasinya kelainan penglihatan pada anak tunanetra menuntut adanya pemeriksaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Assesmen kelainan penglihatan dilakukan untuk mengukur kemampuan penglihatan dalam bentuk geometri, mengukur kemampuan penglihatan dalam mengenal warna, serta mengukur ketajaman penglihatan. Alat yang digunakan untuk assesmen penglihatan anak tunanetra dapat seperti di bawah ini. 1) Snellen Chart (alat untuk mengetes ketajaman penglihatan dalam bentuk hurup dan simbol E) 2) Ishihara Test (alat untuk mengetes ”buta warna”) 3) SVR (Trial Lens Set) (alat untuk mengukur ketajaman penglihatan) 4) Snellen Chart Electronic (alat untuk mengetes ketajaman penglihatan sistem elektronik – bentuk hurup dan simbol E) b. Orientasi dan Mobilitas Pada umumnya anak tunanetra mengalami gangguan orientasi mobilitas baik sebagian maupun secara keseluruhan. Untuk pengembangan orientasi mobilitasnya dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat berikut ini. 1) Tongkat panjang (alat bantu mobilitas berupa tongkat panjang yang terbuat dari allumunium) 2) Tongkat Lipat (alat bantu mobilitas berupa tongkat yang dapat dilipat terbuat dari allumunium) 3) Tongkat elektrik (alat bantu mobilitas berupa tongkat yang berbunyi apabila ada benda dekatnya) commit to di user 4) Bola bunyi (bola sepak yang mengeluarkan bunyi)
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
5) Pelindung kepala (alat pengaman kepala dari benturan/helm sport) c. Alat Bantu Pembelajaran/Akademik Layanan pendidikan untuk anak tunanetra selain membaca, menulis, berhitung juga mengembangkan sikap, pengetahuan dan kreativitas. Akibat kelainan penglihatan anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis, berhitung. Untuk membantu penguasaan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan alatalat seperti berikut ini. 1) Peta Timbul (peta tiga dimensi bentuk relief) 2) Abacus (alat bantu berhitung) 3) Penggaris Braille (penggaris dengan skala ukur bentuk relief) 4) Blokies (sejumlah dadu dengan simbol Braille dengan papan berkotak) 5) Papan Baca (alat untuk melatih membaca) 6) Meteran Braille (alat untuk mengukur panjang/lebar dengan skala ukur dengan simbol Braille) 7) Kompas Braille (pengukur posisi arah angin dengan tanda Braille) 8) Kompas bicara (penunjuk arah angin dengan suara) 9) Talking Watch (jam-tangan elektronik yang dapat mengeluarkan suara) 10) Gelas Rasa (gelas untuk mengukur tingkat sensitifitas rasa) 11) Botol Aroma (botol berisi cairan untuk mengukur tingkat sensitifitas bau) 12) Braille Kit (perlengkapan pengenalan huruf dan angka Braille) 13) Mesin tik Braille (mesin tik dengan huruf Braille) 14) Kamus bicara (kamus yang dapat mengeluarkan suara berbentuk CD) 15) Jam tangan Braille (jam tangan dengan huruf Braile) 16) Puzzle Ball (puzle bentuk potongan bola/lingkaran) 17) Model Anatomi (Model anatomi tiga dimensi dan dapat dirakit) 18) Globe Timbul (bola dunia tiga dimensi) 19) Bentuk–bentuk Geometri (puzle bentuk potongan geometris/peraturan) 20) Collor Sorting Box (alat untuk melatih ketajaman penglihatan melalui diskriminasi warna) 21) Reglet & Stylus (alat tulis Braille) 22) Komputer dan Printer dengan software Braille (komputer dan printer huruf Braille). 23) Screen reader (software pembaca screen) d. Alat Bantu Visual (alat bantu penglihatan) Kelainan penglihatan anak tunanetra bervariasi dari yang ringan (low vision) sampai yang total (total blind). Untuk membantu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
memperjelas penglihatannya pada anak tunanetra jenis Low vision dapat digunakan alat bantu sebagai berikut. 1) Magnifier Lens Set (alat bantu penglihatan bagi low vision bentuk hand and standing berbagai ukuran) 2) CCTV (Closed Circuit Television/alat bantu baca untuk anak low vision berupa TV monitor) 3) View Scan (alat bantu baca untuk anak low vision berupa scaner) 4) Televisi (TV monitor/pesawat penerima gambar jarak jauh) 5) Prism monocular (alat bantu melihat jauh) e. Alat Bantu Auditif (alat bantu pendengaran) Untuk melatih kepekaan pendengaran anak tunanetra dalam mengikuti pelajaran dapat digunakan alat-alat seperti berikut ini: 1) Tape Rekorder Doble Dek (alat rekam/tampil suara model dua tempat kaset) 2) Alat Musik Pukul (alat-alat musik jenis pukul/perkusi) 3) Alat Musik Tiup (alat-alat musik jenis tiup) f. Alat Latihan Fisik Pada umumnya anak tunanetra mengalami kesulitan dan kelambanan dalam melakukan aktivitas fisik/motorik. Hal ini akan berpengaruh terhadap kekuatan fisiknya yang dapat menimbulkan kerentanan terhadap kesehatannya. Untuk mengembangkan kemampuan fisik alat yang dapat digunakan untuk anak tunanetra adalah sebagai berikut . 1) Catur tunanetra (papan catur dangan permukaan tidak sama untuk kotak hitam dan putih, sehingga buah catur tidak mudah bergeser) 2) Bridge tunanetra (kartu bridge dilengkapi huruf Braille) 3) Sepak bola dengan bola berbunyi (bola sepak yang dapat menimbulkan bunyi) 4) Papan Keseimbangan (papan titian untuk melatih keseimbangan pada saat berjalan) 5) Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik) 6) Static Bycicle (speda permanen/tidak dapat melaju) 2. Tunarungu/Gangguan Komunikasi a. Alat Asesmen Bervariasinya tingkat kehilangan pendengaran pada anak tunarungu/gangguan komunikasi menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Asesmen kelainan pendengaran dilakukan untuk mengukur kemampuan pendengaran, atau untuk menentukan tingkat kekuatan suara/sumber bunyi. Alat yang digunakan untuk asesmen pendengaran anak tunarungu adalah seperti berikut 1. Scan Test (alat untuk mendeteksi pendengaran tanpa memerlukan ruang khusus) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
2. Bunyi-bunyian (alat yang dapat menimbulkan berbagai jenis bunyi) 3. Garputala (alat pengukur getar bunyi/suara atau tinggi nada) 4. Audiometer & Blanko Audiogram (alat kemampuan pendengaran dengan akurasi tinggi melalui tes audiometri) 5. Mobile Sound Proof (kotak kedap suara sebagai perangkat tes audiometri) 6. Sound level meter (alat pengukur kuat suara) b. Hearing Aids (Alat Bantu Dengar) Anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran baik dari ringan sampai berat/total. Untuk membantu pendengarannya dapat dilakukan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) seperti berikut ini. 1) Model saku (alat bantu dengar model-saku) 2) Model belakang Telinga (alat bantu dengan model ditempel di belakang telinga) 3) Model dalam Telinga (alat bantu dengan model dimasukan langsung ke dalam telinga) 4) Model kacamata (alat bantu dengar model-kacamata yang diperuntukan sekaligus kelainan penglihatan) Sementara itu, untuk membantu pendengaran dalam proses pembelajaran dapat digunakan alat-alat berikut ini: 1) Hearing Group (alat bantu dengar yang dapat dipergunakan secara kelompok agar anak dapat berkomunikasi dan memanfaatkan sisa pendengaran) 2) Loop Induction System (alat bantu dengar yang dapat dipergunakan secara kelompok agar anak dapat berkomunikasi dan memanfaatkan sisa pendengaran dilengkapi head sets) c. Latihan Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama Pada umumnya anak tunarungu mengalami gangguan pendengaran baik ringan maupun secara keseluruhan/total, sehingga mengakibatkan gangguan atau hambatan komunikasi dan bahasa. Untuk pengembangan kemampuan berkomunikasi dan bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sebagai berikut. 1) Cermin (alat untuk memantulkan gambar/bercermin) 2) Alat latihan meniup (seruling, kapas, terompet, peluit untuk merangsang pernafasan dalam rangka persiapan perbaikan bicara) 3) Alat musik perkusi (gong. gendang, tamborin, triangle, drum, kentongan) 4) Sikat getar (sikat dengan bulu-bulu khusus untuk melatih kepekaan terhadap bunyi/getaran) 5) Lampu aksen (kontrol suara dengan lampu indikator) 6) Meja latihan wicara (meja tempat anak belajar berbicara 7) Speech and Sound Simulation (alat pelatihan bina bicara yang to user dilengkapi meja commit dan cermin)
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8)
Spatel (alat bantu untuk membetulkan posisi organ artikulasi terbuat dari stainless steel) 9) TV/VCD d. Alat Bantu Belajar /Akademik Layanan pendidikan untuk anak tunarungu mencakup membaca, menulis, berhitung, mengembangkan perilaku positif, pengetahuan, dan kreativitas. Karena mengalami kelainan pada pendengarannya, maka anak tunarungu mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Untuk membantu penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka dibutuhkan layanan alat-alat yang dapat membantu mengembangkan kemampuan akademik anak tunarungu antara lain: 1) Miniatur benda (bentuk benda sebenarnya dalam ukuran kecil) 2) Finger Alphabet (bentuk simbol huruf dengan isyarat jari tangan) 3) Silinder (bentuk-bentuk benda silindris) 4) Kartu kata (kartu yang bertuliskan kata) 5) Kartu kalimat (kartu yang bertuliskan kalimat singkat) 6) Menara segitiga (susunan bentuk segi tiga dengan ukuran berurut dari kecil sampai besar) 7) Menara lingkaran (susunan gelang dari diameter kecil sampai besar) 8) Menara segi empat (susunan bentuk segi empat dengan ukuran berurut dari kecil sampai besar) 9) Peta dinding (peta batas wilayah, batas pulau dan batas Negara yang dapat ditempel di dinding) 10) Model geometri (model-model bentuk benda beraturan) 11) Anatomi telinga (alat bantu menerangkan susunan bagian telinga) 12) Model telinga (model bagian-bagian telinga tiga dimensi) 13) Torso setengah badan (Model anatomi tubuh-setengah badan) 14) Puzzle buah-buahan (potongan-potongan bagian dari buahbuahan 15) Puzzle binatang (puzle bentuk potongan binatang) 16) Puzzle konstruksi (puzle bentuk konstruksi/rancang bangun sederhana) 17) Atlas (peta batas wilayah, batas pulau dan batas Negara) 18) Globe (bola dunia yang menggambarkan benua dan batas-batas negara di dunia) 19) Miniatur Rumah Adat (contoh rumah-rumah adat dalam ukuran kecil dan proporsional) 20) Miniatur Rumah ibadah (contoh rumah-rumah ibadah dalam ukuran kecil dan proporsional) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
e. Alat Latihan Fisik Untuk mengembangkan kemampuan motorik/fisik anak tunarungu, alat-alat yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1) Bola dan Net Volley 2) Bola Sepak 3) Meja Pingpong 4) Raket, Net Bulutangkis dan Suttle Cock 5) Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik) 6) Static Bycicle (sepeda statis) 3. Anak Tunagrahita a. Alat asesmen Bervariasinya tingkat intelegensi dan kognitif anak tunagrahita, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Asesmen pada anak tunagrahita dilakukan untuk mengukur tingkat intelegensi dan kognitif, baik secara individual maupun kelompok. Alat untuk asesmen anak tunagrahita dapat digunakan seperti berikut ini: 1) Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R) 2) Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet) 3) Cognitive Ability test (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai) b. Latihan Sensori Visual Tingkat kecerdasan anak tunagrahita bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berpikir abstrak dan mengalami kesulitan dalam membedakan warna dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori visual anak tunagrahita dapat menggunakan alat sebagai berikut: 1) Gradasi Kubus (bentuk-bentuk kubus dengan ukuran yang bervariasi untuk melatih kemampuan/pemahaman volume kubus) 2) Gradasi Balok 1 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi satu warna) 3) Gradasi Balok 2 (bentuk-bentuk balok dengan ukuran yang bervariasi berbagai warna) 4) Silinder 1 (bentuk-bentuk silinder untuk melatih motorik matatangan untuk usia dini) 5) Silinder 2 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran yang bervariasi ) 6) Silinder 3 (bentuk-bentuk silinder dengan ukuran, warna dan bahan yang bervariasi) 7) Menara segitiga (susunan bentuk segi tiga dengan ukuran commit to besar) user berurut dari kecil sampai
perpustakaan.uns.ac.id
8)
31 digilib.uns.ac.id
Menara lingkaran (susunan gelang dari diameter kecil sampai besar) 9) Menara segi empat (susunan bentuk segi empat dengan ukuran berurut dari kecil sampai besar) 10) Kotak Silinder (tempat menyimpan silinder-silinder alat bantu mengajar/belajar) 11) Multi sensori (alat untuk melatih sensori seperti pemahaman bentuk, ukuran, warna atau klasifikasi objek dan tekstur) 12) Puzzle Binatang (puzle bentuk potongan gambar binatang) 13) Puzzle Konstruksi (puzle bentuk konstruksi/rancang bangun sederhana) 14) Puzzle Bola (puzle bentuk potongan bola/lingkaran) 15) Boks Sortir Warna (alat bantu untuk melatih persepsi penglihatan melalui diskriminasi warna) 16) Geometri Tiga Dimensi (model-model bentuk benda beraturan tiga dimensi) 17) Papan Geometri (Roden Set) (papan latih bentuk beraturan model Roden) 18) Kotak Geometri (Box Shape) (kotak berpenutup berlubang sesuai bentuk-bentuk beraturan) 19) Konsentrasi Mekanis (alat latih konsentrasi gerak mekanik) 20) Formmenstockbox Mit (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik mata-tangan dan konsep ruang) 21) Formmenstockbox (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik mata-tangan dan konsep ruang) 22) Scheiben-Stepel Puzzle (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik pergelangan tangan untuk kesiapan menulis) 23) Formstec-Stepel Puzzle (bentuk-bentuk dan warna untuk melatih motorik dan konsentrasi) 24) Fadeldreicke (alat untuk melatih ketajaman penglihatan dan koordinasi mata-tangan) 25) Schmettering Puzzle (melatih hubungan ruang dan bentuk dalam kesatuan objek) 26) Puzzle Set (berbagai puzzle untuk mengembangkan kreativitas, konsep rung dan melatih ingatan) 27) Streckspiel (alat untuk melatih ketajaman penglihatan dalam dimensi warna dan ukuran, menyortir dan mengklasifikasi objel secara seriasi) 28) Geo-Streckbrett (alat untuk melatih ketajaman penglihatan dan koordinasi mata-tangan) 29) Rogenbugentorte (alat untuk melatih kemampuan mendiskrinisasi warna dan motorik halus) c. Latihan Sensori Perabaan Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk membedakan dan mengenali bentuk. Untuk membantu sensori perabaan anak commit to tunagrahita dapat digunakan alatuser sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
1)
32 digilib.uns.ac.id
Keping Raba 1 (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur bervariasi) 2) Keping Raba 2 (Gradasi Keping) (keping-keping benda dengan ukuran dan tekstur/tingkat kehalusan tinggi) 3) Keping Raba 3 (Gradasi Kain) (berbagai kain dengan tingkat kekasaran/pakan/serat kain yang bervariasi) 4) Alas Raba (Tactile footh) (melatih kepekaan kaki pada lantai yang dikasarkan/dilapis lantai bertekstur kasar) 5) Fub and Hand (Siluet tangan dan kaki) 6) Puzzle Pubtastplatten (plat fuzle dengan siluet) 7) Tactila (melatih kepekaan perabaan melalui diskriminasi taktual dan visual) 8) Balance Labirinth Spirale (alat latih keseimbangan gerak tangan pada arah yang berbeda berbentuk spiral timbul) 9) Balance Labirinth Maander (alat latih keseimbangan gerak tangan pada arah yang berbeda berbentuk segi empat timbul) d. Sensori Pengecap dan Perasa Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk membedakan rasa dan membedakan aroma/bau. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan sensori pengecap dan perasa. Alat yang digunakan melatih sensori pengecap dan perasa dapat berupa: a. Gelas Rasa (gelas yang berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas rasa) b. Botol Aroma (botol berisi cairan/serbuk untuk mengukur tingkat sensitifitas bau) c. Tactile Perception (untuk mengukur analisis perabaan) d. Aesthesiometer (untuk mengukur kemampuan rasa kulit) e. Latihan Bina Diri Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan bina diri. Alat yang digunakan latihan bina diri dapat berupa: 1) Berpakaian 1 (bentuk kancing) 2) Berpakaian 2 (bentuk resleting) 3) Berpakaian 3 (bentuk tali) 4) Dressing Frame Sets (rangka pemasangan pakaian-kancing, resleting dan tali dikemas dalam satu bingkai) 5) Sikat Gigi 6) Pasta Gigi dan lain sebagainya f. Konsep dan Simbol Bilangan Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk memahami konsep dan simbul bilangan. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan memahami konsep dan simbul bilangan. Alat yang digunakan melatih konsep dan simbul bilangan dapat berupa: 1) Keping Pecahan (peraga bentuk lingkaran menunjukan bagian benda, ½, ¼, 1/3, dst) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
g.
h.
33 digilib.uns.ac.id
2) Balok Bilangan 1 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilangan satuan) 3) Balok Bilangan 2 (alat mengenal prinsip bilangan basis bilangan puluhan) 4) Geometri Tiga Dimensi (berupa bentuk-bentuk geometri tiga dimensi yaitu: bulat, lonjong, segitiga, segiempat, limas, piramid). 5) Abacus (alat untuk melatih pemahaman konsep bilangan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan nilai tempat) 6) Papan Bilangan (Cukes) (berfungsi untuk melatih kemampuan memahami bilangan dan dasar-dasar operasi hitung) 7) Tiang Bilangan (Seguin Bretter) (papan bersekat dengan angka puluhan dan nilai tempat, berfungsi melatih kemampuan memahami bilangan puluhan dan nilai tempat) 8) Kotak Bilangan (kotak bersekat dilengkapi angka-angka 1 s.d 10 dengan lubang sekat 50, berfungsi untuk memperkenalkan konsep nilai dan simbol bilangan 1 sampai dengan 10) Kreativitas, Daya Pikir dan Konsentrasi Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkreativitas dan pada daya pikirnya. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan memahami kreativitas, daya pikir dan konsentrasi. Alat yang digunakan dapat berupa: 1) Tetris (kotak berisi potongan kayu untuk disusun beraturan sesuai petunjuk gambar 2) Box konsentrasi mekanis (alat latih konsentrasi gerak mekanik bentuk kotak/boks) 3) Fuzle konstruksi (puzle bentuk konstruksi/rancang bangun sederhana) 4) Rantai persegi (mata rantai persegi yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk bangun) 5) Rantai bulat (mata rantai bulat yang dapat disusun/dirangkai menjadi bentuk bangun bola) 6) Lego/Lazi (potongan-potongan dengan kaki dan kepala yang dapat saling dipasangkan membuat bangun tertentu) Alat Pengajaran Bahasa Anak tunagrahita mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berbahasa. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan berbahasa. Alat yang digunakan melatih berbahasa dapat berupa: 1) Alphabet Loweincase (simbol-simbol alphabet/abjad huruf besar) 2) Alphabet Fibre Box (melatih membaca permulaan dengan cara merangkai huruf menjadi kalimat bahan dari fibre) 3) Pias Kata (simbol-simbol kata untuk disusun menjadi kalimat) 4) Pias Kalimat (pias-pias kata dan kalimat dilengkapi dengan gambar) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
i.
34 digilib.uns.ac.id
Latihan Perseptual Motor Keterbatasan intelegensi dan kognitif mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam perseptual motornya. Untuk itu anak tunagrahita perlu latihan perseptual motor. Alat yang digunakan melatih perseptual motor dapat berupa: 1) Bak Pasir (melatih kreativitas bentuk) 2) Papan Keseimbangan (papan untuk melatih keseimbangan 3) tubuh) 4) Gradasi Papan Titian (papan untuk melatih keseimbangan 5) Tubuh dalam bentuk bertingkat) 6) Keping Keseimbangan (tangga bertali-papan berpenopang) 7) Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik) 8) Balancier Zehner (berfungsi melatih keseimbangan gerak tubuh yang terdiri dari untaian objek bentuk lingkaran) 9) Balamcierbrett (berfungsi melatih dinamisasi tubuh berbentuk lingkaran yang diberi torehan melingkar untuk menaruh bola) 10) Balancierwippe (berfungsi melatih keseimbangan tubuh melalui gerak kaki berbentuk bilah papan yang diberi torehan) Balancier Steg. (melatih keseimbangan untuk beberapa anak sekaligus yang terdiri dari bilah-bilah papan dan balok yang dapat dirubah) 4. Anak Tunadaksa a. Alat Asesmen Kemampuan Gerak Pada umumnya anak tunadaksa mengalami gangguan perkembangan intelegensi motorik dan mobilitas, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Bervariasinya kondisi fisik dan intelektual anak tunadaksa, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya. Asesmen dilakukan pada anak tunadaksa dilakukan untuk mengetahui keadaan postur tubuh, keseimbangan tubuh, kekuatan otot, mobilitas, intelegensi, serta perabaan. Alat yang digunakan untuk assesmen anak tunadaksa seperti berikut ini: 1) Finger Goniometer (alat ukur sendi-daerah gerak) 2) Flexiometer (alat ukur kelenturan) 3) Plastic Goniometer (alat ukur sendi terbuat dari plastik) 4) Reflex Hammer (palu untuk mengukur gerak reflex kaki) 5) Posture Evaluation Set (pengukur postur tubuh mengukur kelainan posisi tulang belakang) 6) TPD Aesthesiometer (mengukur rasa permukaan kulit pada tubuh) 7) Ground Rhytem Tibre Instrument (alat ukur persepsi bunyi) 8) Cabinet Geometric Insert (lemari geometris) to user 9) Color Sortingcommit Box (kotak sortasi warna)
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
10) Tactile Board Sets (papan latih perabaan sets) b. Alat Latihan Fisik/Bina Gerak Pada umumnya anak tunadaksa mengalami hambatan dalam pindah diri (ambulasi), dan koordinasi/keseimbangan tubuh. Agar anak tunadaksa dapat melakukan kegiatan hidup sehari-hari diperlukan latihan. Alat-alat yang dapat digunakan dapat berupa: 1) Pulley Weight (untuk menguatkan otot tangan dan perut) 2) Kanavel Table (untuk menguatkan otot tangan, pergelangan dan jari tangan) 3) Squeez Ball (untuk latihan daya remas tangan) 4) Restorator Hand (untuk menguatkan otot lengan) 5) Restorator Leg (untuk menguatkan otot kaki, tungkai) 6) Treadmill Jogger (untuk menguatkan otot kaki, tungkai dan jantung) 7) Safety Walking Strap (sabuk pengaman ketika berlatih jalan) 8) Straight (tangga) (alat latih memanjat) 9) Sand-Bag (pemberat beban pada latihan gerak sendi) 10) Exercise Mat (latihan mobilisasi gerak tidur, berguling) 11) Incline Mat (latihan untuk merangkak) 12) Neuro Development Rolls (latihan untuk merangkak dan keseimbangan dalam posisi duduk) 13) Height Adjustable Crowler (latihan untuk merangkak) 14) Floor Sitter (untuk latihan duduk tegak di lantai) 15) Kursi CP (untuk latihan duduk tegak posisi normal) 16) Individual Stand-in Table (untuk latihan berdiri tegak dan aktivitas tangan) 17) Walking Paralel (untuk latihan jalan dengan pegangan memajang kiri dan kanan 18) Walker Khusus CP (untuk latihan m obilitas berjalan) 19) Vestibular Board (meja goyang untuk latihan keseimbangan) 20) Balance Beam Set (papan titian untuk latihan keseimbangan) 21) Dynamic Body and Balance (latihan keseimbangan dan meloncat) 22) Kolam Bola-bola (untuk latihan koordinasi mata, kaki dan tangan) 23) Vibrator (untuk mengatasi kekakuan otot) 24) Infra-Red Lamp (Infra Fill) (melancarkan peredaran darah dan relaksasi otot) 25) Dual Speed Massager (alat pijat double kecepatan) 26) Speed Training Devices (alat latih kecepatan gerakan mulut pada saat bicara) 27) Bola karet (untuk latihan motorik) 28) Balok berganda (papan untuk melatih keseimbangan tubuh dalam bentuk bertingkat) 29) Balok titian (papan untuk melatih keseimbangan tubuh) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
c. Alat Bina Diri Anak tunadaksa mengalami hambatan dalam pindah diri (ambulasi), dan koordinasi/keseimbangan tubuh. Keterbatasan atau hambatan tersebut mengakibatkan anak tunadaksa mengalami kesulitan untuk merawat diri sendiri. Agar anak tuna daksa dapat melakukan perawatan diri dan kegiatan hidup sehari-hari (activity of daily living), maka perlu latihan. Alat-alat yang dapat digunakan dapat berupa: 1) Swivel Utensil (sendok khusus yang dimodifikasi untuk anak CP) 2) Dressing Frame Set (rangka pemasangan pakaian) 3) Lacing Shoes (kaus kaki) 4) Deluxe Mobile Commade (alat latih buang air-kloset berjalan) d. Alat Orthotic dan Prosthetic Anak tunadaksa mengalami hambatan dalam pindah diri (ambulasi), dan koordinasi/keseimbangan tubuh, karena kondisi tubuh mengalami kelainan. Agar anak tuna daksa dapat melakukan ambulasi dan kegiatan hidup sehari-hari (activity of daily living), maka perlu alat bantu (orthonic dan prosthetic). Alat-alat yang dapat digunakan meliputi: 1) Cock-Up Resting Splint (meluruskan permukaan tangan dan jari) 2) Rigid Immobilitation Elbow Brace (untuk mengatsi gerakan siku pada posisi fleksi 90 derajat) 3) Flexion Extention (untuk membantu gerakan sendi siku) 4) Back Splint (untuk menahan sendi lutut agar tidak melinting kebelakang dan sebagi penguat kaki pada saat berjalan) 5) Night Splint (untuk mengistirahatkan kaki dalam posisi normal dan mencegah salah bentuk) 6) Denish Browns Splint (mengoreksi telapak kaki yang salah bentuk) 7) X Splint (mengoreksi bentuk kaki bentuk X) 8) O Splint (mengoreksi bentuk kaki bentuk O) 9) Long Leg Brace Set (menopang kaki yang layu agar kuat berjalan/berdiri) 10) Ankle or Short Leg Brace (untuk meluruskan tendon yang memendek atau meluruskan kaki serang) 11) Original Thomas Collar (penyangga leher) 12) Simple Cervical Brace (untuk mengoreksi leher dan menegakkan bahu) 13) Corsett (mengoreksi kelainan tulang punggung) 14) Crutch (kruk) (untuk menopang tubuh) 15) Clubfoot walker Shoes ((mengoreksi bentuk kaki yang tidak terkendali pada saat jalan) commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
16) Thomas Heel Shoes (sepatu dengan hak yang bisa miring kirikanan) 17) Wheel Chair (kursi roda) 18) Kaki Palsu Sebatas Lutut 19) Kaki Palsu Sampai Paha e. Alat Bantu Belajar/Akademik Layanan pendidikan untuk anak tunadaksa mencakup membaca, menulis, berhitung, pengembangan sikap, pengetahuan dan kreativitas. Akibat mengalami kelainan pada motorik dan intelegensinya, maka anak tunadaksa mengalami kesulitan dalam menguasai kemampuan membaca, menulis, berhitung. Untuk membantu penguasaan kemampuan di bidang akademik, maka dibutuhkan layanan dan peralatan khusus. Alatalat yang dapat membantu mengembangkan kemampuan akademik pada anak tunadaksa dapat berupa: 1) Kartu Abjad untuk pengenalan huruf 2) Kartu Kata untuk pengenalan kata 3) Kartu Kalimat untuk pengenalan kalimat 4) Torso Seluruh Badan untuk pengenalan bagian anggota tubuh manusia 5) Geometri Sharpe untuk pengenalan bentuk dan untuk menyortir bentuk geometri 6) Menara Gelang untuk latihan koordinasi mata dan tangan 7) Menara Segitiga untuk pengenalan bentuk segitiga 8) Menara Segiempat untuk pengenalan bentuk segi empat 9) Gelas Rasa untuk membedakan macam-macam rasa 10) Botol Aroma untuk membedakan macam-macam bau/aroma 11) Abacus dan Washer untuk belajar berhitung 12) Papan Pasak untuk belajar berhitung dan koordinasi 13) Kotak Bilangan untuk belajar berhitung 5. Tunalaras a. Asesmen Gangguan Perilaku Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Terganggunya perilaku anak tunalaras, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya. Asesmen dilakukan pada anak tunalaras untuk mengetahui penyimpangan perilaku anak. Alat yang digunakan untuk assesmen anak tunalaras seperti berikut ini: 1) Adaptive Behavior Inventory for Children 2) AAMD Adaptive Behavior Scale commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
b. Alat Terapi Perilaku Perilaku menyimpang yang dilakukan anak tunalaras cenderung untuk merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk mereduksi perilaku yang menyimpang, maka dibutuhkan peralatan khusus. Alat-alat tersebut dapat berupa: 1) Pretend Game (untuk membantu anak dalam bersosialisasi dengan orang lain) 2) Hide-Way (untuk bermain sembunyi-sembunyian) 3) Put me a tune (untuk latihan menuangkan air ke cangkir) 4) Copy cats (untuk menjalin interaksi dengan orang lain) 5) Jig-saw puzzle (teka-teki untuk melatih memecahkan masalah) 6) Puppen house (untuk melatih bermain peran) 7) Hunt the Timble (permainan sulap untuk mengingatkan kembali permainan yang telah lalu) 8) Sarung tinju (terbuat dari kulit untuk menyalurkan rasa emosional) 9) Hoopla (untuk latihan koordinasi mata dan tangan) 10) Sand Pits (untuk melatih gerakan tangan dengan menggunakan tangan atau memasukan jari kakinya) 11) Animal Matching Games (untuk latihan mencocokan gambar binatang) 12) Organ (untuk melatih kepekaan, kesenian dan mengapresiasikan musik) 13) Tambur dengan Stick dan Tripod (untuk melatih kepekaan, kesenian dan mengapresiasikan musik) 14) Rebana (untuk melatih kepekaan, kesenian dan mengapresiasikan musik) 15) Flute (untuk melatih kepekaan, kesenian dan mengapresiasikan musik) 16) Torso (untuk mengenal organ tubuh manusia) 17) Constructive Puzzle (melatih kemampuan pemecahan masalah) 18) Animal Puzzle (untuk mengenal berbagai jenis binatang) 19) Fruits Puzzle (untuk mengenal berbagai jenis buah-buahan) 20) Basket Mini (untuk melatih ketangkasan dan sosialisasi) 21) Konsentrasi Mekanis (untuk melatih daya konsentrasi) c. Alat Terapi Fisik Untuk mengembangkan kemampuan motorik/fisik anak tunalaras, alat yang dapat digunakan seperti berikut ini: 1) Matras 2) Straight-Type Staircase 3) Bola Sepak 4) Bola, Net Volley 5) Meja Pingpong 6) Power Rider 7) Strickleiter commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
8) Trecketsando (5 flat) 9) Rope Lader 6. Anak Berbakat a. Alat Asesmen Anak berbakat mempunyai kemampuan yang istimewa dibanding teman sebayanya. Istimewanya kondisi anak berbakat menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menentukan apa yang dibutuhkan dapat memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuannya. Asesmen dilakukan pada anak berbakat untuk mengetahui. Keberbakatan dan menilai tentang kebutuhannya untuk menempatkan dalam program-program pendidikan sesuai dengan dan dalam rangka mengembangkan potensinya. Alat yang digunakan untuk assesmen anak berbakat seperti berikut ini: 1) Tes Intelegensi WISC-R (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model WISC-R) 2) Tes Intelegensi Stanford Binet (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang model Stanford Binet) 3) Cognitive Ability Tes (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat pengetahuan yang dikuasai) 4) Differential Aptitude Test (alat atau instrumen isian untuk mengukur tingkat sikap) b. Alat Bantu Ajar/Akademik Anak berbakat memiliki sifat selalu haus pengetahuan dan tidak puas bila hanya mendapat penjelasan dari orang lain, mereka ingin menemukan sendiri dengan cara trial and error (mengadakan percobaan/praktikum) di laboraturium atau di masyarakat. Untuk itu sekolah inklusif hendaknya perlu mengusahakan sarana yang lengkap. Sarana-sarana belajar tersebut meliputi: 1) Sumber belajar: a) Buku paket b) Buku Pelengkap c) Buku referensi d) Buku bacaan e) Majalah f) Koran g) Internet h) Modul i) Lembar kerja j) Kaset Video k) VCD l) Museum m) Perpustakaan user n) CD-ROMcommit dan laintosebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
2) Media pembelajaran a) Radio b) Cassette recorder c) TV d) OHP e) Wireless f) Slide projector g) LD/VCD/DVD player h) Chart i) Komputer, dan lain sebagainya 7. Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar a. Alat Asesmen Anak yang mengalami kesulitan belajar merupakan kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif menggangu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau non verbal. Kesulitan belajar dapat berupa kesulitan berbahasa, membaca, menulis dan atau matematika. Bervariasinya kesulitan belajar, menuntut adanya pengelolaan yang cermat dalam mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Hal ini penting dalam upaya menetukan apa yang dibutuhkan dapat mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan keadaannya. Asesmen pada anak yang mengalami kesulitan belajar dilakukan untuk mengetahui bentuk kesulitan belajar dan untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajarannya. Alat yang digunakan untuk assesmen anak yang mengalami kesulitan belajar seperti berikut ini: 1) Instrumen ungkap riwayat kelainan 2) Tes Inteligensi WISC b. Alat Bantu Ajar/Akademik 1) Kesulitan Belajar Membaca (Disleksi) Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar membaca (remedial membaca) meliputi: a) Kartu Abjad b) Kartu Kata c) Kartu Kalimat 2) Kesulitan Belajar Bahasa Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar bahasa (remedial bahasa) meliputi: a) Kartu Abjad b) Kartu Kata c) Kartu Kalimat 3) Kesulitan Belajar Menulis (Disgrafia) Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami user kesulitan belajarcommit menulisto(remedial menulis) meliputi:
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Kartu Abjad b) Kartu Kata c) Kartu Kalimat d) Balok bilangan 1 e) Balok bilangan 2 4) Kesulitan Belajar Matematika (Diskalkulia) Sarana khusus yang diperlukan oleh anak yang mengalami kesulitan belajar matematika (remedial matematika) meliputi: a) Balok bilangan 1 b) Balok bilangan 2 c) Pias angka d) Kotak bilangan e) Papan bilangan Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana dan prasarana inklusif terdiri dari sarana umum dan sarana khusus. 3.
Tinjauan tentang Pengelolaan Sarana dan Prasarana Berdasarkan
buku
Petunjuk
Pedoman
Pelaksanaan
Dan
Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 5:42), diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Pengelolaan sarana dan prasarana khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dilakukan secara terpadu oleh guru pendidikan khusus (GPK), guru kelas dan tim dari berbagai profesi yang terkait (antara lain, dokter mata, psikolog, ahli pendidikan luar biasa, ahli olahraga anak luar biasa, social worker, konselor, dokter ahli THT, ahli terapi wicara, neurolog, dokter spesialis anak, dokter ortopedi, ortotis protetis, fisioterapis, okupasional terapis, ahli bahasa (ahli remedial bahasa/menulis) sesuai jenis dan tingkat kemampuan anak berkebutuhan khusus. Penggunaan sarana dan prasarana bersifat fleksibel artinya tidak dikhususkan untuk setiap anak dan tiap bidang pengajaran, akan tetapi dapat digunakan oleh anak-anak lain dan dalam bidang studi yang berbeda dan dalam kelas yang berbeda. Jadi dalam hal ini sangat dibutuhkan kreativitas pengelola dalam menentukan jenis alat serta penentuan tujuan penggunaan sarana dan prasarana tersebut. Dapat pula dikatakan bahwa penggunaan sarana tersebut terintegrasi dalam setiap aspek pengembangan, maksudnya dalam commit to penggunaannya user sekali melakukan kegiatan, dapat membelajarkan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua aspek (fisik, intelektual, sosial, dan emosi) dari anak berkebutuhan khusus. Sebagai contoh, penggunaan alat latih sensori motor selain untuk melatih ketajaman indera dapat pula melatih kemampuan berbicara, bersosialisasi ataupun keseimbangan. Disinilah dapat kita lihat bahwa penggunaan alat sangat tergantung pada kedalaman pemahaman pengelola akan sarana yang ada serta kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Sarana dan prasarana yang tercantum dalam buku pedoman ini merupakan pedoman alat minimal, maksudnya sarana dan prasarana dapat diciptakan oleh pengelola sendiri dengan memperhatikan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, keadaan lingkungan, perkembangan dan tujuan pembelajaran. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya meningkatkan komunikasi dengan orang tua mengenai keberadaan sarana dan prasarana yang ada agar tercipta kelanjutan pengunaan alat-alat ini di lingkungan keluarga sehingga orangtua dapat membantu meningkatkan pembelajaran anaknya di rumah. Berdasarkan
penjelasan
diatas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pengelolaan sarana dan prasarana untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dilakukan secara terpadu oleh semua pihak yang terkait.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan alur penalaran yang didasarkan oleh tema dan masalah dalam penelitian. Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah:
Peserta Didik
Kurikulum
Sarana dan Prasarana
PENDIDIKAN INKLUSIF
Manajemen Sekolah
Tenaga Pendidik Kegiatan Pembelajaran
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitan 1.
Tempat Penelitian
Lokasi yang digunakan tempat penelitian adalah Kabupaten Wonogiri. Yang memiliki
25
kecamatan,
berdasarkan
website
resmi
wonogiri,
yaitu
www.wonogirikab.go.id. 2.
Waktu Penelitian
Rencananya tahap persiapan hingga tahap pelaporan membutuhkan waktu kurang lebih lima bulan, terhitung sejak Januari 2012. Berikut rincian jadwal kegiatan penelitian: Tabel 3. 1 Urutan waktu penelitian No
1 2 3 4 5 6 7
Kegiatan
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Penyusunan proposal Skripsi Bab I,II,III Penyusunan Instrumen Perijinan Pelaksanaan penelitian Analisis data Penyusunan laporan B. Metode Penelitian Bentuk dan strategi penelitian ini, adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Sumber Data Sesuai dengan bentuk penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Dokumen Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan kompleks. Dalam penelitian ini dokumen yang akan dianalisis antara lain : daftar inventaris sekolah, dan data arsip di Dinas Pendidikan di Kabupaten Wonogiri. 2.
Informan Informan peneliti adalah para guru di berbagai sekolah, tenaga administrative kabupaten atau sekolah, dan penyelenggara pendidikan secra umum.
3.
Hasil wawancara Hasil wawancara tetang sarana dan prasarana penyelenggara pendidikan iklusi menjadi salah satu sumber data untuk mencari informasi tentang ketersediaan sarana dan prasarana inklusif, kelayakannya, dan hambatan dalam pengadaan sarana dan prasarana tersebut.
D. Populasi dan Sampling Menurut Gempur Santoso (2007:46) bahwa populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama, sedangkan sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Dalam penelitian ini, populasi adalah semua sekolah di kabupaten Wonogiri, dan sampel dari penelitian ini adalah beberapa sekolah yang sudah menyelengarakan pendidikan inklusif.
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menerapkan teknik pengumpulan data sebagai berikut: commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Observasi Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2008:203) mengemukakan bahwa “Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”. Sugiyono (2008:203) mengemukakan bahwa, “Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain”. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation (observasi non partisipan). Dalam penelitian ini, yang digunakan adalah non participant observation (observasi non partisipan). Peneliti pada tahap ini tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan yang dilakukan siswa dan guru. Fokus observasi penelitian ini adalah pada ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif. 2. Wawancara Esterberg (dalam Sugiyono, 2008) mendefinisikan wawancara sebagai berikut, “Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonsultasikan makna dalam suatu topik tertentu”( hlm.317). Sugiyono (2008) mengemukakan bahwa, “ Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil(hlm. 194). Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2008) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara adalah sebagai berikut : commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Bahwa subyek (responden) adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri b) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya c) Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.(hlm. 194). Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan tidak langsung. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur melalui tatap muka, yaitu teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperolehnya serta dilakukan secara langsung melalui tatap muka tidak melalui perantara apapun. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Teknik wawancara ini digunakan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Wonogiri, pada tahun 2012. 3. Teknik Analisis Dokumen Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap dan kompleks. Dalam penelitian ini dokumen yang akan dianalisis antara lain : daftar inventaris sekolah, dan data-data dari Dinas Pendidikan di Kabupaten Wonogiri.
F. Teknik Analisis Data Sarwiji Suwandi (2008) mengemukakan bahwa, “Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif) (hlm.70). Teknik statistik deskriptif komparatif untuk menganalisis data kuantitatif, misalnya hasil dari data dokumen yang ada dengan kondisi ideal kemudian dilakukan perbandingan. Statistik deskriptif dapat digunakan untuk mengolah karakteristik data yang berkaitan dengan menjumlah, merata-rata, mencari titik commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tengah, mancari persentase, dan menyajikan data yang menarik, mudah dibaca,dan diikuti alur berfikirnya (grafik, tabel, chart). Teknik analisis kritis digunakan untuk menganalisis data kualitatif, misalnya dari hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Teknik analisis kritis mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan dari penyediaan sarana dan prasarana dalam proses perintisan sekolah inklusif ini berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teoritis maupun dari ketentuan yang ada.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri mulai tanggal 5 Juni sampai dengan 3 Juli 2012. Penelitian ini mengangkat judul ” Studi Kelayakan Sekolah Ditinjau dari Sarana dan Prasarana Pendukung Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”, dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kelayakan sebuah sekolah, ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif, di Kabupaten Wonogiri, tahun 2012. Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupten yang terdapat di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 Hektar atau 5,59% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak antara 7032’ dan 8015’ Lintang Selatan (LS) dan antara 110041’ dan 111018’ Bujur Timur (BT). Kondisi topografi yang sebagian besar tanahnya berbukit berupa pegunungan kapur, tidak rata dengan kemiringan rata-rata 300, ketinggian tanah cukup bervariasi antar wilayah kecamatan yaitu mulai dari 106 meter sampai dengan lebih dari 600 meter dpl (di atas permukaan laut). Kabupaten Wonogiri memiliki batas wilayah yaitu batas sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur serta Samudra Indonesia dan sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi Kabupaten Wonogiri terbagi atas 25 Kecamatan. Berikut daftar kecamatan yang terdapat di kabupaten Wonogiri,
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1 Daftar nama kecamatan di kabupaten Wonogiri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama Kecamatan Baturetno Batuwarno Bulukerto Eromoko Girimarto Giritontro Giriwoyo Jatipurno Jatiroto Jatisrono Karangtengah Kismantoro Manyaran Ngadirojo Nguntoronadi Paranggupito Pracimantoro Puhpelem Purwantoro Selogiri Sidoarjo Slogohimo Tirtomoyo Wonogiri Wuryantoro
Sumber: Data Penelitian 2012 Berdasarkan
website
resmi
Kabupaten
Wonogiri,
yaitu
(www.wonogirikab.go.id ) data pada tahun 2007, bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri mencatat jumlah murid SD/MI adalah 98.381 orang dengan jumlah sekolah sebanyak 862 SD/MI negeri maupun swasta. Rasio guru murid SD sebesar 17, jumlah SLTP baik negeri maupun swasta tahun 2005 sebanyak 132 menampung murid 45.051 murid.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini, Tabel 4.2 Daftar Jumlah SLB, TK dan SD, Guru dan Murid Diperinci per Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2007/2008 Sekolah Luar Taman Kanak-kanak Sekolah Dasar Biasa Kecamatan Sklh Guru Murid Sklh GR.PNS Murid Sklh Guru Murid dan NON 1.Pracimantoro 25 50 569 54 406 5.382 2.Paranggupito 9 14 312 19 101 1.619 3.Giritontro 9 17 125 18 145 1.737 4.Giriwoyo 16 25 288 37 302 3.168 5.Batuwarno 17 39 229 19 130 1.490 6.Karangtengah 6 15 87 19 82 2.111 7.Tirtomoyo 20 72 492 43 322 4.565 8.Nguntoronadi 1 5 41 14 33 274 24 164 1.994 9.Baturetno 31 85 780 38 309 4.148 10.Eromoko 1 12 62 20 29 452 43 314 3.637 11.Wuryantoro 19 55 415 25 185 2.211 12.Manyaran 11 26 309 35 248 3.282 13.Selogiri 2 23 81 24 58 564 33 329 3.322 14.Wonogiri 1 14 83 54 186 1.809 54 507 7.737 15.Ngadirojo 26 72 489 41 322 4.803 16.Sidoharjo 22 53 521 33 223 4.159 17.Jatiroto 20 43 419 33 207 3.849 18.Kismantoro 15 30 276 27 207 3.891 19.Purwantoro 22 57 540 35 234 5.271 20.Bulukerto 17 44 374 25 166 3.388 21.Puhpelem 7 6 114 14 82 1.824 22.Slogohimo 24 54 591 39 285 5.141 23.Jatisrono 33 87 777 37 263 5.995 24.Jatipurno 18 22 376 28 159 3.694 25.Girimarto 24 45 343 35 257 3.772 Tahun 2007 5 54 267 502 1.217 11.616 808 5.949 92.190 Tahun 2006 5 54 248 499 1.054 11.578 816 5.761 93.680 Tahun 2005 5 49 242 494 1.134 12.079 819 5.676 94.786 Tahun 2004 4 36 196 455 921 10.757 820 5.530 95.779 Tahun 2003 4 39 150 438 936 10.336 829 5.481 98.582 Sumber: www.wonogirikab.go.id commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3
Daftar Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Menurut Status Guru dan Murid Diperinci per Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2007/2008 Negeri Swasta Kecamatan Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid 1. Pracimantoro 4 104 1.777 3 39 291 2. Paranggupito 2 36 457 1 24 318 3. Giritontro 2 82 1.300 1 16 184 4. Giriwoyo 2 51 662 3 56 738 5. Batuwarno 2 43 502 2 29 248 6. Karangtengah 4 60 669 7. Tirtomoyo 3 68 896 4 73 1.329 8. Nguntoronadi 2 55 734 1 14 42 9. Baturetno 3 124 2.00 4 57 548 10. Eromoko 2 74 1.164 4 67 499 11. Wuryantoro 2 81 1.196 2 28 182 12. Manyaran 2 62 1.015 3 52 426 13. Selogiri 4 148 1.647 1 22 52 14. Wonogiri 7 302 4.144 4 62 396 15. Ngadirojo 3 125 1.831 2 35 353 16. Sidoharjo 3 102 1.560 1 14 153 17. Jatiroto 3 92 1.396 1 22 174 18. Kismantoro 3 65 985 19. Purwantoro 4 136 2.301 20. Bulukerto 3 68 1.080 21. Puhpelem 2 41 642 22. Slogohimo 2 53 1.001 2 38 520 23. Jatisrono 4 153 2.464 1 17 234 24. Jatipurno 2 64 1.197 1 23 379 25. Girimarto 3 95 1.569 Jumlah Th. 2007 73 2.284 34.189 41 688 7.066 Jumlah Th. 2006 73 2.245 34.176 42 705 7.191 Jumlah Th. 2005 70 2.258 34.202 42 726 7.346 Jumlah Th. 2004 70 2.146 34.010 40 681 7.439 Jumlah Th. 2003 70 2.191 32.612 42 713 7.694 Sumber: www.wonogirikab.go.id
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.4 Daftar Jumlah Sekolah Menengah Umum Menurut Status Guru dan Murid Diperinci per Kecamatan Di Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2007/2008 Sekolah Menengah Umum Kecamatan Negeri Swasta Skl Guru Murid Skl Guru Murid 1. Pracimantoro 1 38 529 2. Paranggupito 1 16 148 3. Giritontro 4. Giriwoyo 1 17 339 5. Batuwarno 6. Karangtengah 7. Tirtomoyo 1 13 236 8. Nguntoronadi 9. Baturetno 1 64 976 1 21 116 10. Eromoko 11. Wuryantoro 1 47 696 12. Manyaran 1 35 422 1 17 106 13. Selogiri 14. Wonogiri 3 200 3.020 4 88 596 15. Ngadirojo 16. Sidoharjo 1 27 269 17. Jatiroto 18. Kismantoro 19. Purwantoro 1 34 606 20. Bulukerto 21. Puhpelem 22. Slogohimo 1 37 518 23. Jatisrono 1 47 601 24. Jatipurno 25. Girimarto 34 444 Jumlah Th. 2007 12 563 8.081 9 172 1.541 Jumlah Th. 2006 12 525 7.823 9 169 1.653 Jumlah Th. 2005 12 530 7.447 9 176 1.632 Jumlah Th. 2004 11 482 7.325 10 207 1.675 Jumlah Th. 2003 11 499 7.257 10 216 1.896 Sumber: www.wonogirikab.go.id commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Deskripsi Temuan Penelitian Keseluruhan angket yang disebar di Kabupaten Wonogiri melalui Dinas Pendidikan sebanyak 856 buah kepada seluruh sekolah baik SD/MI/SLB di Wonogiri, yang selanjutnya di distribusikan kepada masing-masing kecamatan. Seluruh angket dari tiap kecamatan, dikumpulkan kembali melalui Dinas Pendidikan terlebih dahulu, kemudian diolah oleh peneliti dengan melakukan rekapitulasi berdasarkan angket yang sudah terkumpul. Berdasarkan seluruh anget yang disebar sebanyak 856, dapat terkumpul kembali sebanyak 682 buah. Rincian dari masing-masing angket yang terkumpul adalah 677 angket dari SD/MI di kabupaten Wonogiri dan 5 angket dari SLB di kabupaten Wonogiri. Sehingga angket yang tidak kembali berjumlah 174 buah. Terdapat 1 kecamatan yang tidak mengembalikan angket kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri dan juga kepada peneliti yaitu kecamatan Purwantoro. Sehingga, angket yang terkumpul hanya dari 24 kecamatan di kabupaten Wonogiri. Itupun, tidak semua sekolah pada 24 kecamatan dapat mengembalikan angket secara penuh kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. Beberapa angket yang tidak kembali dikarenakan lokasi yang jauh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri sehingga beberapa sekolah tidak dapat mengembalikan angket pada waktu yang sudah ditentukan. Termasuk kecamatan yang telah disebutkan yaitu kecamatan Purwantoro yang memiliki jarak tempuh yang jauh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri, sehingga pada batas tenggang waktu pengumpulan angket, tidak dapat mengumpulkan pada Dinas Pendidikan. Angket yang diperoleh dan yang kemudian diolah oleh peneliti melalui tahapan rekapitulasi dalam penelitian ini adalah: untuk menentukan data jumlah Anak berkebutuhan khusus, sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif yang meliputi sarana dan prasarana di sekolah, baik di dalam sekolah mapupun sarana pendukung di luar sekolah, serta tenaga pendidik yang pernah bersinggungan dengan dunia pendidikan inklusif di setiap kecamatan. Berikut hasil rekapitulasi dari jumlah ABK di setiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri, commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus di Tiap Kecamatan No
Nama Kecamatan
Frekuensi Presentase (F) (P) Baturetno 18 0,97 % 1 Batuwarno 97 5,22 % 2 Bulukerto 106 5,70 % 3 Eromoko 109 5,86 % 4 Girimarto 136 7,31 % 5 Giritontro 45 2,42 % 6 Giriwoyo 7 0,38 % 7 Jatipurno 34 1,83 % 8 Jatiroto 38 2,04 % 9 Jatisrono 162 8,71 % 10 Karangtengah 22 1,18 % 11 Kismantoro 45 2,41 % 12 Manyaran 13 0,69 % 13 Ngadirojo 106 5,7 % 14 Nguntoronadi 15 0,81 % 15 Paranggupito 15 0,8 % 16 Pracimantoro 84 4,52 % 17 Puhpelem 8 0,44 % 18 Purwantoro 19 Selogiri 111 5,97 % 20 Sidoarjo 92 4,94 % 21 Slogohimo 218 11,72 % 22 Tirtomoyo 50 2,68 % 23 Wonogiri 314 16,89 % 24 Wuryantoro 15 0,81 % 25 1860 100 % Jumlah (N) Sumber : Data Penelitian 2012 dalam Skripsi Nurul Wachidah Syam (halm.94) Selanjutnya paparan mengenai data sarana dan prasarana pendukung pendidikan inklusif di kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut: 1.
Kecamatan Baturetno Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 26 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 18 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan, atau 0,97 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 4 siswa tunarungu, 3 siswa tunagrahita, 1 siswa tunalaras, dan 10 siswa berkesulitan belajar.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah seluruh guru yang berada di Kecamatan Baturetno sebanyak 262 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusif, sebanyak 1 orang atau 0,4 % dan peserta sosialisasi inklusif sebanyak 1 orang atau 0,4 %, dari 262 keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Baturetno. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Baturetno yaitu sarana umum, dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 28, 5 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang pendidikan inklusif yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, psikiater/psikolog, dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Baturetno sudah terdapat puskesmas, rumah sakit, psikiater/psikolog, dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas
sekolah
umum
menuju
tempat-tempat
tersebut
cukup
terjangkau, karena jarak tempuh yang cukup pendek, yaitu antara 2-4 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan
jumlah
anak
berkebutuhan
khusus
yang
jumlahnya sedikit, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 2.
Kecamatan Batuwarno Sebanyak 30 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. to berkebutuhan user Dari angket tersebut diketahuicommit 97 anak khusus, yang terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
58 siswa laki-laki dan 39 siswa perempuan atau 5,22 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 7 siswa tunagrahita, 3 siswa tunadaksa, 3 siswa tunalaras, dan 81 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Baturetno sebanyak 144 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi didunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 10 orang atau 6,9 %, peserta studi banding ke sekolah inklusif sebanyak 2 orang atau 1,4 %, 6 orang sebagai pengelola program inklusif atau 4,2%, dan 1 orang pernah menjadi pembicara mengenai pendidikan inklusif atau 0,7%, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Batuwarno. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Batuwarno yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, dan sarana-prasarana untuk anak berkesulitan belajar atau 57,1 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang pendidikan inklusif yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Batuwarno sudah terdapat puskesmas, rumah sakit, dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu antara 1-11 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta memadainya jumlah sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah inklusif untuk memberikan layanan commit to user pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 3.
Kecamatan Bulukerto Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 25 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 106 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 66 siswa laki-laki dan 40 siswa perempuan, atau 5,70 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masingmasing anak adalah 3 siswa tunarungu, 20 siswa tunagrahita, 2 siswa tunadaksa, 7 siswa tunalaras, 70 siswa berkesulitan belajar, 3 siswa berbakat, dan 1 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Bulukerto sebanyak 208 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 19 orang atau 9,1 %, peserta studi banding ke sekolah inklusif sebanyak 9 orang atau 4,3 %, 8 orang sebagai pengelola program inklusif 3,9%, dan 8 orang pernah menjadi pembicara mengenai pendidikan inklusif atau 3,9 %, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Bulukerto. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Bulukerto yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunarungu, anak tunagrahita, anak berbakat, dan anak berkesulitan belajar atau 57,1 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan rumah sakit. Berdasarkan angket, di Kecamatan Bulukerto terdapat puskesmas dan rumah sakit, aksesibilitas sekolah umum menuju tempat rujukan tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu commit to user antara 1-7 km dari masing-masing sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 4.
Kecamatan Eromoko Sebanyak 41 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 109 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 67 siswa laki-laki dan 42 siswa perempuan atau 5,86%. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 6 siswa tunarungu, 4 siswa tunagrahita, 2 siswa tunadaksa, 5 siswa tunalaras, 91 siswa berkesulitan belajar, dan 1 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Eromoko sebanyak 372 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 11 orang atau 3 %, 12 orang sebagai pengelola program inklusif atau 3,2%, dan 8 orang pernah menjadi pembicara mengenai pendidikan inklusif atau 2,2 %, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Eromoko. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Eromoko yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 71,4 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan rumah sakit. Berdasarkan angket, di Kecamatan Eromoko terdapat puskesmas dan commit to user menuju tempat-tempat tersebut rumah sakit, aksesibilitas sekolah umum
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu antara 1-22 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 5.
Kecamatan Girimarto Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 35 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 136 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 91 siswa laki-laki dan 45 siswa perempuan, atau 7,31 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masingmasing anak adalah 4 siswa tunanetra, 6 siswa tunarungu, 12 siswa tunagrahita, 1 siswa tunadaksa, 112 siswa berkesulitan belajar, dan 1 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Girimarto sebanyak 329 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif belum ada dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Girimarto. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Girimarto yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunalaras dan anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan angket, di Kecamatan Girimarto terdapat puskesmas, aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu antara 1-11 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 6.
Kecamatan Giritontro Sebanyak 17 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 45 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 33 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan atau 2,42%. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunarungu, 5 siswa tunagrahita, 37 siswa berkesulitan belajar, dan 2 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Giritontro sebanyak 108 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif belum ada dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Girimarto. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Giritontro yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunadaksa dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas, psikiater/psikolog, dan sekolah luar biasa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan angket, di Kecamatan Giritontro terdapat puskesmas, psikiater/psikolog, dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu antara 1-20 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya sedikit, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 7.
Kecamatan Giriwoyo Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 32 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 7 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 5 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan, atau 0,39 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 2 siswa tunarungu, 1 siswa tunadaksa, dan 4 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Giriwoyo sebanyak 263 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 18 orang atau 6,8 % dan 6 orang sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 2,3%, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Giriwoyo. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Giriwoyo yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara commit to sarana user untuk anak berkesulitan belajar lain: sarana untuk anak tunarungu dan
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Giriwoyo terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi pula, yaitu antara 300m-10 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya sedikit, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 8.
Kecamatan Jatipurno Sebanyak 27 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 34 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 27 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan atau 1,83 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 4 siswa tunagrahita, 1 siswa tunadaksa, 4 siswa tunalaras, 21 siswa berkesulitan belajar, dan 1 siswa berbakat. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Jatipurno sebanyak 295 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 5 orang atau 1,7 % dan 1 orang sebagai pengelola program inklusif atau 0,3%, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Jatipurno. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Jatipurno yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, commit yang to user dan kantin sekolah. Sarana khusus terdapat di Kecamatan ini antara
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
lain: sarana untuk anak tunanetra, anak tunagrahita, anak berbakat, dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 57,1 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Jatipurno terdapat puskesmas. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup terjangkau, karena jarak tempuh yang cukup pendek, yaitu antara 2-3 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 9.
Kecamatan Jatiroto Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 32 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 38 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 31 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan, atau 2,04 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunanetra, 3 siswa tunarungu, 5 siswa tunagrahita, dan 29 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Jatiroto sebanyak 249 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 4 orang atau 1,6 %, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Jatiroto. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Jatipurno yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang commit to user BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet,
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Jatiroto terdapat puskesmas. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup terjangkau, karena jarak tempuh yang cukup pendek, yaitu antara 100 m-45 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 10. Kecamatan Jatisrono Sebanyak 37 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 162 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 109 siswa laki-laki dan 53 siswa perempuan atau 8,71 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunanetra, 4 siswa tunarungu, 16 siswa tunagrahita, 4 siswa tunadaksa, 7 siswa tunalaras, 126 siswa berkesulitan belajar, dan 4 siswa berbakat. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Jatisrono sebanyak 336 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 6 orang atau 1,8 %, 1 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 0,3 %,dan 1 orang sebagai pengelola program inklusif atau 0,3 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Jatisrono. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Jatipurno yaitu commit to user sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunarungu, anak tunadaksa, dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 42,9 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Jatisrono terdapat puskesmas, rumah sakit, dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup terjangkau, karena jarak tempuh yang cukup pendek, yaitu antara 1-10 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 11. Kecamatan Karangtengah Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 14 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 22 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 15 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan, atau 1,18 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunarungu, 8 siswa tunagrahita, 1 siswa tunadaksa, 3 siswa tunalaras, dan 9 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Karangtengah sebanyak 139 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif belum ada dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Karangtengah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Karangtengah yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Karangtengah terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 2,5 - 13 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 12. Kecamatan Kismantoro Sebanyak 21 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 45 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 33 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan atau 2,41 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 3 siswa tunadaksa, dan 39 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Kismantoro sebanyak 215 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 3 orang atau 1,4 % dan 1 orang peserta studi banding ke sekolah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
inklusif atau 0,5 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Jatisrono. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Kismantoro yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak berbakat dan anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Karangtengah terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 1 - 9 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 13. Kecamatan Manyaran Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 32 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 13 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 9 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan, atau 0,69 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunarungu, 3 siswa tunagrahita, 3 siswa tunadaksa, 2 siswa tunalaras, 2 siswa berkesulitan belajar, dan 2 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Manyaran sebanyak commit to useryang pernah berprofesi di dunia 315 guru. Pengalaman tenaga pendidik
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 4 orang atau 1,3 % dan 1 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 0,3 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Manyaran. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Manyaran yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Manyaran terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 1 - 10 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya sedikit, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya guru kunjung dari sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 14. Kecamatan Ngadirojo Sebanyak 41 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 106 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 75 siswa laki-laki dan 31 siswa perempuan atau 5,7 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 16 siswa tunarungu, 24 siswa tunagrahita, 1 siswa tunadaksa, 2 siswa tunalaras, 61 siswa berkesulitan belajar, dan 2 siswa tunaganda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Ngadirojo sebanyak 353 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 9 orang atau 2,6 %, 3 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 0,9% dan 2 orang pengelola program inklusi atau 0,6% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Ngadirojo. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Ngadirojo yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunadaksa, anak tunagrahita, anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 57,1 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Ngadirojo terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,2-15 km dari masing-masing sekolah. Sekolah Luar Biasa yang terdapat di Kecamatan Ngadirojo yaitu SLB BC YMS Wonogiri, dengan jumlah murid 55 siswa, sarana dan prasarana yang terdapat di SLB tersebut adalah sarana untuk anak tunanetra, cukup lengkap, sarana untuk anak tunarungu, cukup lengkap, sarana untuk anak tunagrahita, cukup lengkap, sarana untuk tunadaksa, cukup lengkap, sarana untuk anak tunalaras, cukup lengkap, sarana untuk anak berkesulitan belajar, cukup lengkap, dan sarana untuk anak berbakat, cukup lengkap. Sarana penunjang yang ada si lingkungan SLB yaitu Puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT), dan dokter spesialis gigi, dengan jarak masing-masing tidak terlalu jauh, antara 2-6 km. Tenaga pendidik di SLB ini cukup berkompeten, dengan 15 commit to user tenaga pendidik, dan 1 penjaga sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum serta sudah adanya SLB dengan sarana yang sudah cukup memadai, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 15. Kecamatan Nguntoronadi Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 22 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 15 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 10 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan, atau 0,81 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 5 siswa tunagrahita, 6 siswa berkesulitan belajar, dan 1 anak tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Nguntoronadi sebanyak 213 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 3 orang atau 1,4 % dan 1 orang pengelola program inklusif atau 0,5% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Nguntoronadi. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Nguntoronadi yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: sarana untuk anak tunagrahita, dan anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Nguntoronadi terdapat puskesmas. commit to user tersebut cukup bervariasi, karena Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,7-7 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya sedikit, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 16. Kecamatan Paranggupito Sebanyak 18 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 15 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan atau 0,81 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 2 siswa tunarungu, 3 siswa tunagrahita, dan 10 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Paranggupito sebanyak 147 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 3 orang atau 2 % dan 1 orang pengelola program inklusif atau 0,7% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Paranggupito. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Paranggupito yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif belum tersedia. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Paranggupito terdapat puskesmas. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,5-7 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang jumlahnya to userminimnya sarana-prasarana yang sedikit, dan belum adanya commit SLB serta
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 17. Kecamatan Pracimantoro Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 39 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 84 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 67 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan, atau 4,52 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 5 siswa tunagrahita, 1 siswa tunalaras, dan 75 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Pracimantoro sebanyak 391 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 19 orang atau 4,9 %, 8 orang sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 2% dan 8 orang sebagai pengelola program inklusif atau 2 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Pracimantoro. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Pracimantoro yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif belum tersedia. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan rumah sakit. Berdasarkan angket, di Kecamatan Pracimantoro terdapat puskesmas dan rumah sakit. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,2-15 km dari masing-masing sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
sedikit, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 18. Kecamatan Puhpelem Sebanyak 14 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 8 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 3 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan atau 0,44 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunanetra, 3 siswa tunarungu, 5 siswa tunagrahita,1 siswa tunadaksa, dan 1 siswa tunalaras, dan 2 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Puhpelem sebanyak 103 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif belum ada, dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Puhpelem. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Puhpelem yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif belum tersedia. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Puhpelem terdapat puskesmas. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,4-4 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
sedikit, dan belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang commit to user yang mungkin diterapkan adalah terdapat di sekolah umum, maka pelayanan
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 19. Kecamatan Purwantoro Tidak ada data yang kembali kepada peneliti, sehingga peneliti tidak dapat menganalisis lebih lanjut. 20. Kecamatan Selogiri Sebanyak 32 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 111 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 87 siswa laki-laki dan 24 siswa perempuan atau 5,97 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah adalah 1 siswa tunarungu, 3 siswa tunagrahita, 1 siswa tunadaksa, 99 siswa tunalaras, dan 7 siswa berbakat. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Selogiri sebanyak 331 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 20 orang atau 6 % dan 25 orang sebagai pengelola program inklusif atau 7,6% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Selogiri. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Selogiri yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di kecamatan ini adalah untuk anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Selogiri terdapat puskesmas. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 1-8 km dari masingcommit to user masing sekolah.
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
banyak, dan sudah adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 21. Kecamatan Sidoharjo Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 32 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 92 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 59 siswa laki-laki dan 33 siswa perempuan, atau 4,94 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 6 siswa tunarungu, 4 siswa tunagrahita, 4 siswa tunadaksa, 5 siswa tunalaras, dan 73 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Sidoharjo sebanyak 322 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 6 orang atau
1,9 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan
Sidoharjo. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Sidoharjo yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di kecamatan ini adalah sarana untuk anak tunalaras dan anak berkesulitan belajar atau 28,6 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas. Berdasarkan angket, di Kecamatan Sidoharjo terdapat puskesmas. commit to user tersebut cukup bervariasi, karena Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,1-10 km dari masingmasing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
banyak, serta belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 22. Kecamatan Slogohimo Sebanyak 38 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 218 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 87 139 siswa laki-laki dan 79 siswa perempuan atau 11,72 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunarungu, 1 siswa tunagrahita, 3 siswa tunadaksa, 6 siswa tunalaras, dan 193 siswa berkesulitan belajar. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Slogohimo sebanyak 346 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 13 orang atau 3,8%, 1 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 0,3%, dan 14 orang sebagai pengelola program inklusif atau 4% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Slogohimo. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Slogohimo yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di kecamatan ini adalah sarana untuk anak tunarungu, anak tunagrahita, anak berbakat, dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 57,1 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana to user penunjang yang tersedia yaitucommit puskesmas, rumah sakit, dan psikolog.
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan angket, di Kecamatan Slogohimo terdapat puskesmas, rumah sakit, dan psikolog. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempattempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,5-25 km dari masing-masing sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
banyak, serta belum adanya SLB serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 23. Kecamatan Tirtomoyo Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti, ada 28 sekolah dasar yang mengisi angket tersebut. Dari angket tersebut diketahui 50 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri 27 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan atau 2,68 % dari jumlah anak berkebutuhan khusus yang berada di Kabupaten Wonogiri. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 1 siswa tunanetra, 7 siswa tunarungu, 10 siswa tunagrahita, 3 siswa tunadaksa, 2 siswa tunalaras, 22 siswa berkesulitan belajar, 3 siswa berbakat, dan 2 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Tirtomoyo sebanyak 515 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 9 orang atau 1,8%, 3 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 0,6%, dan 2 orang sebagai pengelola program inklusif atau 0,4% dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Tirtomoyo. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Slogohimo yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, userterdapat di kecamatan ini adalah dan kantin sekolah. Sarana commit khusus to yang
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sarana untuk anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 28,6
%
dari
semua
sarana
khusus
yang
seharusnya
ada
untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Tirtomoyo terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 2-17 km dari masing-masing sekolah. Sekolah Luar Biasa yang terdapat di kecamatan Tirtomoyo yaitu SLB Sulaisa, dengan jumlah murid 24 siswa, sarana dan prasarana yang terdapat di SLB tersebut adalah sarana untuk anak tunanetra, kurang lengkap, sarana untuk anak tunarungu, cukup lengkap, sarana untuk anak tunagrahita, cukup lengkap, sarana untuk tunadaksa, cukup lengkap, sarana untuk anak tunalaras, cukup lengkap, sarana untuk anak berkesulitan belajar, cukup lengkap, dan sarana untuk anak berbakat, cukup lengkap. Sarana penunjang yang ada di lingkungan SLB yaitu Puskesmas dan dokter umum. Tenaga pendidik di SLB ini cukup berkompeten, dengan 6 tenaga pendidik. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
banyak, dan sudah adanya SLB dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 24. Kecamatan Wonogiri Sebanyak 49 angket sekolah dasar yang dikumpulkan kepada peneliti. Dari angket tersebut diketahui 314 anak berkebutuhan khusus, yang terdiri dari 211 siswa laki-laki dan 103 siswa perempuan atau 11,72 %. Jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 3 siswa tunanetra, 9 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
siswa tunarungu, 24 siswa tunagrahita, 3 siswa tunadaksa, 9 siswa tunalaras, 262 siswa berkesulitan belajar, 2 siswa berbakat, dan 1 siswa tunaganda. Jumlah seluruh guru yang terdapat di Kecamatan Wonogiri sebanyak 533 guru. Pengalaman tenaga pendidik yang pernah berprofesi di dunia pendidikan inklusif, antara lain sebagai peserta sosialisasi inklusif sebanyak 55 orang atau 10,3%, 13 orang peserta studi banding ke sekolah inklusif atau 2,4%, 39 orang sebagai pengelola program inklusif atau 7,3%, dan 7 orang sebagai pembicara engenai pendidikan inklusif atau 1,3 % dari keseluruhan guru yang terdapat di kecamatan Wonogiri. Sarana dan prasarana yang terdapat di kecamatan Wonogiri yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kecamatan ini antara lain: ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP,ruang UKS, Ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah. Sarana khusus yang terdapat di kecamatan ini adalah sarana untuk anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak berbakat dan sarana untuk anak berkesulitan belajar atau 71,4 % dari semua sarana khusus yang seharusnya ada untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Sarana penunjang yang tersedia yaitu puskesmas, rumah sakit, psikolog, dan sekolah luar biasa. Berdasarkan angket, di Kecamatan Wonogiri terdapat puskesmas dan sekolah luar biasa. Aksesibilitas sekolah umum menuju tempat-tempat tersebut cukup bervariasi, karena jarak tempuh yang cukup bervariasi, yaitu antara 0,1-35 km dari masing-masing sekolah. Sekolah Luar Biasa yang terdapat di kecamatan Wonogiri yaitu ada 3 SLB, yaitu SLB Negeri Wonogiri, SLB B C YSBPD Wuryantoro, dan SLB Giri Wiyata Dharma. SLB Negeri Wonogiri, jumlah murid di SLB ini tidak diketahui karena data yang masuk tidak dituliskan nama-nama murid. Sarana dan prasarana yang terdapat di SLB tersebut adalah sarana untuk anak tunanetra, cukup lengkap, sarana untuk anak tunarungu, cukup lengkap, sarana untuk commitsarana to useruntuk tunadaksa, cukup lengkap, anak tunagrahita, cukup lengkap,
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
sarana untuk anak tunalaras, cukup lengkap, sarana untuk anak berkesulitan belajar, cukup lengkap, dan sarana untuk anak berbakat, cukup lengkap. Sarana penunjang yang ada di lingkungan SLB yaitu Puskesmas dengan jarak dari SLB yaitu 5 km, rumah sakit dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter umum dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis anak dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis kandungan dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis mata dengan jarak dari SLB yaitu 3 km, dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis syaraf dengan jarak dari SLB yaitu 3 km, dokter spesialis organ dalam dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis ortopedi dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dokter spesialis kulit dan kelamin dengan jarak dari SLB yaitu 3 km, dokter spesialis gigi dengan jarak dari SLB yaitu 2 km, dan psikiater/psikolog dengan jarak dari SLB yaitu 3 km. Tenaga pendidik di SLB ini cukup berkompeten, dengan 11 tenaga pendidik. SLB B C YSBPD Wuryantoro, jumlah murid di SLB ini sebanyak 23 siswa. Sarana dan prasarana yang terdapat di SLB tersebut adalah sarana untuk anak tunanetra, kurang lengkap, sarana untuk anak tunarungu, cukup lengkap, sarana untuk anak tunagrahita, cukup lengkap, sarana untuk tunadaksa, cukup lengkap, sarana untuk anak tunalaras, tidak lengkap, sarana untuk anak berkesulitan belajar, tidak lengkap, dan sarana untuk anak berbakat, tidak lengkap. Sarana penunjang yang ada di lingkungan SLB yaitu Puskesmas dengan jarak dari SLB yaitu 5 km, rumah sakit dengan jarak dari SLB yaitu 5 km, dan dokter umum dengan jarak dari SLB yaitu 1 km. Tenaga pendidik di SLB ini cukup berkompeten, dengan 8 tenaga pendidik, dan 1 penjaga sekolah. Mempertimbangkan anak berebutuhan khusus yang
jumlahnya
banyak, dan sudah adanya SLB dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai serta minimnya sarana-prasarana yang terdapat di sekolah umum, maka pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya adanya guru kunjung dari sekolah luar biasa dan perlunya sekolah inklusif untuk commitkepada to useranak berkebutuhan khusus yang memberikan layanan pendidikan
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat di kecamatan tersebut dan melengkapi sarana-prasarana serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten. 25. Kecamatan Wuryantoro Berdasarkan angket yang dikumpulkan kepada peneliti ada 1 sekolah luar biasa yang ada di Kecamatan Wuryantoro, yaitu SLB ada 23 peserta didik, yaitu 12 laki-laki dan 11 perempuan. Rincian dari jenis kelainan yang dialami oleh masing-masing anak adalah 11 siswa tunarungu dan 12 siswa tunagrahita. Sarana dan prasarana
yang terdapat di SLB tersebut adalah
sarana untuk anak tunanetra, kurang lengkap, sarana untuk anak tunarungu, cukup lengkap, sarana untuk anak tunagrahita, cukup lengkap, sarana untuk tunadaksa, kurang lengkap, sarana untuk anak tunalaras, tidak lengkap, sarana untuk anak berkesulitan belajar, tidak lengkap ,dan sarana untuk anak berbakat, tidak lengkap. Sarana penunjang yang ada di lingkungan SLB yaitu Puskesmas dengan jarak dari SLB yaitu 5 km, rumah sakit dengan jarak dari SLB yaitu 5 km, dan dokter umum dengan jarak dari SLB yaitu 1 km. Tenaga pendidik di SLB ini cukup berkompeten, dengan 8 tenaga pendidik, dan 1 penjaga sekolah. Data anak berkebutuahan khusus di sekolah umum tidak dapat diketahui, karena angket yang peneliti sediakan, tidak dikembalikan pada peneliti pada watu yang sudah ditentukan. Melihat sarana-prasarana SLB yang masih minim, pelayanan yang mungkin diterapkan adalah perlunya penambahan sarana dan prasarana untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus yang terdapat di kecamatan tersebut serta menyiapkan tenaga pendidik yang berkompeten.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembahasan Pada bagian pembahasan, peneliti dipaparkan mengenai studi kelayakan sekolah ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggraan pendidikan inklusif di Kabupaten Wonogiri tahun 2012, yang meliputi sarana dan prasarana yang sudah tersedia di Kabupaten Wonogiri, sumber daya manusia/tenaga kependidikan, dan aksesibilitas yang sudah terdapat di Kabupaten Wonogiri. 1. Sarana dan Prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusi yang tedapat di Kabupaten Wonogiri tahun 2012 Berdasarkan
buku
Petunjuk
Pedoman
Pelaksanaan
Dan
Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 5), diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa, bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah yaitu sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum yang terdapat di Kabupaten Wonogiri, yaitu ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang UKS, ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah atau 100% dari sarana umum yang seharusnya ada di sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kabupaten Wonogiri ini adalah sarana untuk anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan belajar. Hal ini sesuai dengan buku Petunjuk Pedoman Pelaksanaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Atau Inklusif yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Departemen Pendidikan Nasional, 2004: Jilid 5:4-41), bahwa sarana khusus dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sarana untuk anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan belajar. 2. Sumber daya manusia/tenaga kependidikan yang pernah perprofesi di bidang inklusif Berdasarkan buku Modul Training of Trainer (ToT) Pendidikan Inklusif (Departemen Pendidikan Nasional, 2009: 183), bahwa sebagai commit to userpendidik diharapkan memiliki pengelola pendidikan inklusif, tenaga
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kompetensi/pengalaman dalam bidang Pendidikan Inklusif, yaitu sebagai peserta sosialisasi/diklat khusus, sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusi, sebagai pembicara tentang inklusi, dan/atau sebagai pengelola program inklusif. Berdasarkan data temuan peneliti, total guru sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri sejumlah 6339 guru, 412 orang guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif atau 6,5% dari jumlah semua guru sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri. Rincian guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif yaitu sebagai peserta sosialisasi/diklat khusus sebanyak 218 guru atau 3,4%, sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusi, 49 guru atau 0,8 %, sebagai pembicara tentang inklusi 24 guru atau 0,4 %, dan sebagai pengelola program inklusif sebanyak 121 guru atau 1,9%. 3. Aksesibilitas Yang Sudah Terdapat Di Kabupaten Wonogiri Aksesibilitas yang terdapat di kabupaten Wonogiri yaitu puskesmas, rumah sakit, psikolog, dan 5 buah sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa yang sudah ada di kabupaten Wonogiri yaitu SLB BC YMS Wonogiri di Kecamatan Ngadirojo, SLB Sulaisa di Kecamatan Tirtomoyo, dan 3 SLB di Kecamatan Wonogiri, yaitu SLB Negeri Wonogiri, SLB B C YSBPD Wuryantoro, dan SLB Giri Wiyata Dharma. Data yang diperoleh di atas berdasarkan pada hasil perolehan angket yang dikembalikan oleh tiap kecamatan kepada peneliti atau kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri.
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pada tujuan penelitian ini dan setelah dilakukan penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 4. Sarana dan Prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusi yang tedapat di Kabupaten Wonogiri tahun 2012 Sarana umum yang terdapat di Kabupaten Wonogiri, yaitu ruang kelas, ruang praktikum, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang UKS, ruang kepala sekolah dan guru, lapangan olahraga, toilet, dan kantin sekolah atau 100% dari sarana umum yang seharusnya ada di sekolah. Sarana khusus yang terdapat di Kabupaten Wonogiri ini adalah sarana untuk anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak berbakat, anak berkesulitan belajar. 5. Sumber daya manusia/tenaga kependidikan yang pernah perprofesi di bidang inklusif Berdasarkan data temuan peneliti, total guru sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri sejumlah 6339 guru, 412 orang guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif atau 6,5% dari jumlah semua guru sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri. Rincian guru yang pernah berprofesi di bidang inklusif yaitu sebagai peserta sosialisasi/diklat khusus sebanyak 218 guru atau 3,4%, sebagai peserta studi banding ke sekolah inklusi, 49 guru atau 0,8 %, sebagai pembicara tentang inklusi 24 guru atau 0,4 %, dan sebagai pengelola program inklusif sebanyak 121 guru atau 1,9%. 6. Aksesibilitas Yang Sudah Terdapat Di Kabupaten Wonogiri Aksesibilitas yang terdapat di kabupaten Wonogiri yaitu puskesmas, rumah sakit, psikolog, dan 5 buah sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa yang sudah ada di kabupaten Wonogiri yaitu SLB BC YMS Wonogiri di Kecamatan Ngadirojo, SLB Sulaisa di Kecamatan Tirtomoyo, dan 3 SLB di user Wonogiri, SLB B C YSBPD Kecamatan Wonogiri, yaitucommit SLB to Negeri
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wuryantoro, dan SLB Giri Wiyata Dharma. Dengan jarak tempuh yang bervariasi, mulai dari 1 km sampai degan 35 km dari masing-masing sekolah.
B. Berdasarkan
kesimpulan
Implikasi hasil
penelitian
tersebut,
maka
dapat
diimplikasikan sebagai berikut : 1.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan bagi Dinas Pendidikan di Kabupaten Wonogiri untuk mulai membentuk sekolah inklusif dan menambah sekolah luar biasa untuk memberikan palayanan yang lebih maksimal bagi anak berkebutuhan khusus yang terdapat di Kabupaten Wonogiri yang berjumlah 1.860 anak.
2.
Sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kabupaten Wonogiri khususnya dan pemerintah Kabupaten lain pada umumnya dalam membuat kebijakan pelayanan terhadapa anak berkebutuhan khusus.
C.
Saran
Atas dasar implikasi yang ditimbulkan oleh kesimpulan penelitian, perlu dijabarkan dengan serangkaian tindakan yang berupa saran-saran. Atas dasar kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, peneliti menyarankan : 1.
Kepala dinas pendidikan Kabupaten Wonogiri 10 sekolah yang layak untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi, ditinjau dari sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan inklusi di Kabupaten Wonogiri tersebar di masing-masing kecamatan, yakni: Kecamatan Batuwarno yaitu SD Batuwarno I, Kecamatan Bulukerto yaitu SDN IV Bulukerto, Kecamatan Eromoko yaitu SDN I Tegalharjo, Kecamatan Girimarto yaitu SDN III Girimarto, Kecamatan Jatisrono yaitu SDN II Rejosari, Kecamatan Ngadirojo yaitu SDN III Gemawang, Kecamatan Selogiri yaitu SDN I Sendangijo, Kecamatan Slogohimo SDN II Bulusari, Kecamatan Tirtomoyo yaitu SDN II Sukoharjo, dan Kecamatan Wonogiri yaitu SDN III Wonokerto. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Kepala UPTD semua Kecamatan di Kabupaten Wonogiri Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan kepada Kepala UPTD di masing-masing kecamatan untuk menyiapkan diri dalam rangka pembentukan sekolah yang ramah anak, baik itu sekolah luar biasa, mapun sekolah inklusif.
3.
Kepala sekolah di semua sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan kepada kepala sekolah di Kabupaten Wonogiri untuk menyiapkan diri dalam rangka pembentukan sekolah yang ramah anak, baik itu sekolah luar biasa, mapun sekolah inklusif.
commit to user