STUDI KELAYAKAN PENERAPAN BIOTEKNOLOGI PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN DI SUMATERA UTARA (A Pilot Project of Agricultural Biotechnology Practises in Food Crops Development at Replanted Rubber Plantation Area in North Sumatra) Ferisman Tindaon, Hotden Leonardo Nainggolan, Shanti Desima Simbolon, Fidian Ernawati, Herdina Pangaribuan Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan. Jl. Sutomo No. 4A Medan 20234 Indonesia. Telp. +62614522922. Fax. +62614571426. Email :
[email protected]
ABSTRACT
A research as “a pilot project” has been carried out from July 2008 to February 2009, to determine the feasibility of agricultural biotechnology practices in corn cultivation on replanted rubber plantation and Simalungun District of North Sumatra Province (site “A” and site “B”). Planned planting area was 200 hectares, 150 hectares of site A and 50 hectares of site B, respectively. Agricultural biotechnology treatments included manure application, biofertilizer, seed and good cultures practices. The research methods used were a descriptive method, constraints inventory, and simple data tabulation. The results showed that there were several implementation constraints on this corn intensification which was shown by the occurrence of losses amounting up to Rp 1,460,845,765. The total planting area that can be realized was much below the plan that was only 108 hectares, covering about 58 hectares of site A and 50 hectares of site B. The main obstacles encountered were the lack of manpower, lack of skills and low labor productivity, seasonal conditions, difficulty to access the locations, the complexity of technical culture, difficulty on harvesting and post harvest handling and the limited study time. All the obstacles geared towards the low corn production and productivity. Keywords: pilot project, replanted rubber plantation, agricultural biotechnology PENDAHULUAN Salah satu masalah nasional yang dihadapi pada dewasa ini adalah masalah ketersediaan pangan. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat disuatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintah (Suryana, A, 2005). Salah satu langkah operasional dalam rangka mengwujudkan kemandirian pangan yang ditempuh pemerintah yaitu peningkatan produksi dan produktifitas pangan yang berkelanjutan seperti peningkatan 1
produksi lima komoditas strategis yaitu padi, jagung, kedelai, gula dan sapi potong (Apriyantono, Anton, 2008). Jagung merupakan komoditas palawija utama di Indonesia ditinjau dari aspek pengusahaan dan penggunaan hasilnya, yaitu sebagai bahan baku pangan dan pakan (Sarasutha, 2002, Susanto dan Sirappa, 2005). Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan utama yang banyak diusahakan petani di daerah Indonesia yang umumnya termasuk dalam kawasan lahan kering dataran rendah hingga dataran tinggi. Jagung merupakan pangan penyumbang terbesar kedua terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) setelah padi di Indonesia (Zubachtirodin et al. 2007). Terkait produksi jagung di Propinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun 2008 akan naik 9,98% dibanding 2007 dengan produksi 867.044 ton, luas tanam 238.168 ha, luas panen 237.719 ha, dan produktivitas 36,47 kwintal per ton. Tahun 2007, produksi jagung Sumut (sesuai ARAM) sebesar 804.651 ton, dengan luas panen 229.827 ha, dan produktivitas 35,01 kwintal per ton. ”Peningkatan produksi jagung Sumut 2008 juga akan didukung melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi, serta bantuan benih gratis sebesar 138 ton (Pem. Provinsi Sumut, 6 Mei 2008). Tanaman jagung mempunyai adaptasi luas dan relatif mudah dibudidayakan baik di lahan kering maupun pada lahan sawah beririgasi. Untuk menghasilkan biji sebanyak 7,5 ton/ha diperlukan sekitar 135 kg N/ha, pada tanah dengan kadar P dan K rendah diperlukan pemupukan 100 kg P 2O5 dan 170 kg K2O/ha (Donahue, Miller and Shikluna., 1977). Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi dengan berbagai jenis tanah di Indonesia diketahui bahwa pemupukan N sebanyak 135 kg N/ha perlu dilakukan bagi tanaman jagung pada tanah dengan kadar N kurang dari 0,4 % dan tanaman jagung umumnya memberikan respon terhadap pemupukan P dan K masing—masing pada tanah dengan kadar kurang dari 20 mg P2O5 dan 20 mg K2O/100 gram tanah (Sutoro et al., 1992). Namun hasil penelitian juga melaporkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk N sampai dengan 142,7 kg N/ha selain meningkatkan hasil biji juga meningkatkan kadar protein dalam jagung (Winarso, 2005). Dalam kaitannya dengan pemupukan N, selama ini macam pupuk yang banyak digunakan petani adalah Urea. Masalah keterbatasan ketersediaan pupuk dan harganya yang cenderung meningkat sering menjadi kendala petani untuk dapat memenuhi kebutuhan akan pupuk Urea tersebut. Untuk itu, upaya pemanfaatan sumberdaya lokal seperti pemanfaatan pupuk kandang, pupuk organik/kompos dan paket bioteknologi pertanian (pupuk hayati) perlu digalakkan kembali sebagai sarana produksi untuk peningkatan produktivitas lahan. Meskipun, kadar N dari pupuk organik dan pupuk bio ini tidak setinggi pupuk Urea namun penggunaan pupuk organik dalam takaran yang relatif banyak dapat menyumbangkan sejumlah unsur-unsur hara makro dan mikro. Di samping itu, penggunaan pupuk organik memiliki beberapa keunggulan lain yang tidak dapat 2
digantikan dari penggunaan pupuk kimia/anorganik. Keunggulan tersebut antara lain adalah dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah memegang air dan unsur-unsur hara sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, meningkatkan aktivitas miroba tanah dalam membantu ketersediaan hara serta mengurangi kehilangan hara akibat pencucian dan menekan erosi. Untuk mempertahankan kesuburan tanah yang cukup dan berimbang, diperlukan pemberian pupuk baik dalam bentuk pupuk anorganik, pupuk organik maupun pupuk hayati (pupuk bio). Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati (pupuk bio) dalam bentuk paket bioteknolgi akhir – akhir ini mulai dikembangkan dengan tujuan untuk peningkatan produksi tanaman pangan, pemanfaatan bahan organik dan mendaur ulang hasil sampingan pertanian (kotoran sapi, ayam). Selain harga pupuk anorganik
semakin mahal juga ada pertimbangan sebagai konservasi
lingkungan. Beberapa hasil penelitian mengemukakan bahwa pupuk kandang selain berfungsi sebagai sumber hara, juga dapat untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sanchez, 1976). Penerapan paket bioteknologi pertanian dalam bentuk pilot project merupakan salah satu strategi dalam upaya peningkatan produksi pertanian, khususnya untuk tanaman jagung pada lahan kering di lahan perkebunan. Pilot projet ini diharapkan akan menguji aspek produksi dan nilai ekonomis usaha tani dan kendala yang dihadapi sehingga dapat diterapkan di tingkat petani atau pada lahan dengan skala yang lebih luas. Oleh karena itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi dan kegiatan ini diharapkan akan memberi jawaban pada solusi peningkatan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji kelayakan penerapan bioteknologi pertanian dalam pengembangan tanaman jagung pada eks lahan perkebunan karet
yang akan diremajakan
(replanting) di lokasi kebun “A” Kabupaten Serdang Bedagai dan di lokasi kebun “B” Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai objek (Suparmoko, 1998). Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Tanah Raja (Kebun A) dan Kabupaten Simalungan Kecamatan Gunung Malela ( Kebun B) yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Penelitian dilakukan dalam bentuk pilot project, pengambilan sampel petani (tenaga kerja) dilakukan secara simple ramdom sampling dari petani yang terlibat dalam kegiatan pilot
3
project. Produktivitas lahan dinyatakan dalam satuan kg tongkol panen per hektar (kg/ha) dan keuntungan (G) atau kerugian (L) per hektar menggunakan pendekatan keuntungan dengan rumus: G(L) = TR-TC dimana G (L) adalah keuntungan (gain) atau kerugian (loss), TR= jumlah penerimaan (Total revenue) dan TC= jumlah total biaya (total cost). Melalui metode perhitungan sederhana dapat dihitung analisa usaha tani, produktivitas tanaman jagung dan produktivitas tenaga kerja serta menginventarisir semua masalah atau kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan penelitian ini. Bahan dan alat penelitian yang digunakan meliputi benih jagung unggul Pioneer 12, pupuk kandang ayam, Pupuk NPK, pupuk Bio P 2000 Z, insektisida, alat semprot, cangkul dan peralatan lainnya. Pelaksanaan penelitian diorganisir dalam sebuah organisasi penelitian dengan kelengkapan organisasi manejer proyek, kepala produksi, logistik, dan keuangan dilengkapi pelaksana teknis lapang seperti asisten lapangan, mandor dan para pekerja yang didatangkan dari sekitar perkebunan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Realisasi dan Analisa Usaha Tani Tanaman Jagung Hasil penelitian penerapan bioteknologi pertanian dalam pengembangan tanaman jagung pada lahan perkebunan eks tanaman karet yang akan diremajakan (replanting) disajikan dalam bentuk pilot project seperti disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1, menunjukkan luas areal tanaman jagung di kedua lokasi penelitian hanya mencapai 108 hektar atau 54 persen capaian dari yang direncanakan. Produksi total tanaman hanya berkisar 333.701 kg (24 %), biaya produksi senilai Rp 1.825.939.278 atau 97 % dari rencana sedangkan harga jual hanya rata-rata Rp 1.236 per kg (62%), sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp 410.674.235 (13%) dengan produktivitas riil penjualan sebesar 3.140 kg per hektar (39%). Disamping itu terjadi kesulitan dalam pemasaran hasil panen dan terpaksa dijual dengan harga yang sangat rendah yaitu Rp 1.236 per kilogram atau 62 % dari harga perencanaan. Pada saat bersamaan, terjadi panen raya di beberapa lahan perkebunan besar di sekitar lokasi dan panen raya di daerah sentra produksi tanaman jagung seperti Tiga Binanga, Tiga Juhar (Kabupaten Karo) dan Kabupaten Simalungun. Penentuan harga didominasi oleh pedagang berdasarkan kadar air jagung pada saat jual beli misalnya pembeli meninjau langsung ke lapang. Oleh karena itu kadar air jagung harus mencapai 18% agar mendapat harga standar di pedagang besar (di tingkat propinsi). Apabila kadar air jagung diatas 18%, maka harga diturunkan dengan mengurangi jumlah/volume fisik jagung dengan menggunakan tabel refaksi (Sarasutha, 2002). Lebih lanjut Siregar (2009), menyebutkan bahwa faktor penghambat peningkatan produktivitas jagung yaitu masalah dalam agrosistem, teknik budidaya yang diterapkan, faktor insentif harga 4
jagung serta pemasaran dan distribusi hasil. Pemerintah perlu menetapkan harga dasar jagung diatas harga pasar pada saat panen raya sehingga ada jaminan harga. Tabel 1. Realisasi dan Analisa Usaha Tani Tanaman Jagung di Lahan Perkebunan Uraian
Rencana Kebun A
Luas Areal Pertanaman (ha) Biaya produksi (Rp/Ha) Total Biaya Produksi (Rp/ha) Produksi (kg) Harga Jual (Rp/kg) Pendapatan (Rp) Keuntungan/Kerugian (Rp) B/C Ratio Produktivitas (kg/ha) Waktu (bulan)
200 9.627.700 1.925.540.000 1.400.000 2.000 3.200.000.000 1.274.460.000 1.66 8.000 5
58 10.576.536 1.237.669.278 173.693 1.257 218.253.055 (1.019.416.223) 0.17 2.995 8
Realisasi Kebun B
Jumlah/Rerata
50 12.239.133 5888.270.000 160.008 1.171 192.421.180 (395.848.820) 0.33 3.285 8
108 11.407.835 1.825.939.278 333.701 1.236 410.674.235 (1.460.845.765) 0.25 3.140 8
Capaian (%) 54 118 97 24 62 13 15 39 160
Beberapa masalah lain yang dijumpai yaitu adanya kekeringan pada bulan Juli 2008 sampai dengan September 2008 dan curah hujan yang tinggi pada bulan Oktober 2008 sampai Januari 2009, adanya keterlambatan waktu panen, pengangkutan, tidak tersedianya gudang penyimpanan, kehilangan (loosing) saat pelaksaanan panen, pengangkutan dan penyusutan kadar air saat penyimpan.
Penelitian ini juga menggambarkan bahwa penerapan kultur teknis bioteknologi
pertanian mencakup penggunaan pupuk kandang ayam, penyemprotan pupuk cair hayati (I,II,III,IV), penyemprotan hama dan penyakit mengalami kendala dalam hal ketersediaan air dan kekurangan tenaga kerja. Penerapan bioteknologi pertanian ini mungkin hanya sesuai untuk skala usaha tani yang lebih kecil. Adanya tenggang waktu pelaksanaan dari bulan Juli 2008 hingga Februari 2009 yaitu delapan bulan
(dari 5 bulan yang direncanakan) untuk satu musim tanam dan menyebabkan
peningkatan biaya pemeliharaan tanaman dan manajemen sehingga biaya produksi meningkat menjadi Rp
1.825.939.278. Tingginya biaya produksi ini disebabkan nilai ini telah
memperhitungkan penyediaan sarana produksi pertanian untuk seluas 200 hektar tanaman jagung yang direncanakan. Akibatnya penelitian ini mengalami kerugian sebesar Rp 1.460.674.235 atau hanya memperoleh capaian pendapatan sebesar 13% dari yang direncanakan.
Produktivitas Tanaman Jagung Luas areal pertanaman jagung pada penelitian ini pada penelitian ini yaitu 108 hektar (54% dari rencana) dan memberikan hasil atau produksi total (333.701 kg tongkol kering jagung), produktivitas riil jual (3.140 kg tongkol kering/ha), ubinan (7.890kg tongkol kering/ha)
dan
produktivitas panen tanaman (6.240 kg tongkol kering/ha) serta kehilangan pada saat panen (1.950 kg/ha), seperti disajikan pada Tabel 2. 5
Tabel 2. Produktivitas Tanaman Jagung di Lahan Perkebunan Uraian Luas Areal Pertanaman (ha) Produksi (kg ) Produktivitas riil jual (kg/ha) Produktivitas ubinan panen (kg/ha) Produktivitas panen (kg/ha) Loosing proses panen (kg/ha)
Rencana pilot project 200 1.400.000 8.000 8.000 8.000
Kebun A 58 173.693 2.995 8.910 6440 3.070
Realisasi Kebun B 50 160.008 3.285 6.870 6040 830
Capaian (%) Jumlah/Rerata 108 333.701 3.140 7.890 6.240 1950
54.00 23.84 38.95 98.63 78.00 24.31
Tabel 2 menunjukkan, produksi dan produktivitas tanaman jagung ini sangat jauh dibawah nilai dalam perencanaan awal pilot project. Rendahnya produktivitas tanaman (3.140 kg/ha) dalam percobaan ini disebabkan oleh berbagai faktor alah satunya faktor lingkungan yaitu musim tanam dan curah hujan. Adanya kekurangan air akibat kekeringan pada bulan Juli 2008 sampai dengan Agustus dan sebaliknya pada bulan November 2008 sampai dengan Desember 2008 terjadi musim hujan sehingga beberapa lokasi mengalami genangan air menyebabkan rendahnya produksi. Kekurangan dan kelebihan air pada tanaman tidak dapat terkontrol mengakibatkan pertumbuhan menjadi terganggu, terutama saat pembungaan dan pembentukan tongkol. Masalah atau kendala lain yang dijumpai di lokasi percobaan yaitu sulitnya melakukan penyiangan tanaman, pemupukan, adanya gangguan ternak sapi yang berpengaruh terhadap penurunan produksi, Akan tetapi produktivitas tanaman jagung dalam percobaan ini masih jauh diatas rata-rata produktivitas nasional lokal yaitu 2.200 kg/ha sedangkan varietas unggul dapat mencapai 10 ton/ha (Susanto dan Sirappa, 2005), akan tetapi masih dibawah rata-rata produktivitas tanaman jagung tingkat provinsi (Provsu, 2008). Hasil penelitian ini juga menggambarkan keragaman atau perbedaan produktivitas yang dicapai pada saat ubinan panen(7.890 kg/ha), produktivitas saat realisasi panen (6.240 kg/ha) jika dibandingkan dengan produktivitas riil (3.140 kg/ha) saat penjualan hasil tanaman. Rendahnya produktivitas tanaman ini juga disebabkan adanya kehilangan (loosing) saat panen disebabkan cara panen, biji atau tongkol jagung tanaman yang mengalami busuk atau rusak saat panen akibat terlalu tua, curah hujan yang tinggi dan serangan jamur, dan kehilangan dalam transportasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Susanto dan Sirappa (2005) yang mengatakan bahwa inovasi teknologi yang penting dalam pengembangan tananam jagung adalah penggunaan varietas unggul, pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman, pengairan, penanganan panen dan pasca panen.
Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas tenaga kerja dalam hal penelitian ini dinyatakan dalam bentuk hari orang kerja (HOK) yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dalam dalam satuan luas lahan hektar yang 6
mencakup berbagai jenis-jenis pekerjaan yang terdapat dalam penelitian. Rata-rata produktivitas tenaga kerja dalam pengembangan tanaman jagung di lahan perkebunan disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Produktivitas Tenaga Kerja dalam Pilot Project Tanaman Jagung di Lahan Perkebunan (HOK*)/Ha) Uraian
Rencana/Norma
Penanaman (HOK/ha) Perawatan dan Pemeliharaan (HOK/ha) Penyisipan (HOK/ha) Penyiraman (HOK/ha) Pemberian Pupuk Dasar +Pupuk kandang (HOK/ha) Penyemprotan pupuk cair (Bio P) (HOK/ha) Penyiangan tanaman 15 HST(HOK/ha) Penyiangan tanaman 30 HST (HOK/ha) Hama dan Penyakit (HOK/ha) Pemeliharaan tanaman dari gangguan hewan (HOK/ha) Panen (HOK/ha) Jumlah HOK/ha Produktivitas Tenaga Kerja (kg/HOK) *). HOK = hari orang kerja
20.00
Kebun A 16.22
Realisasi Kebun B 28.04
Jumlah/Rerata 22.13
110.65
1.50 4.00 6.00 4.00 14.00 8.00 2.50 2.00
1.50 5.00 21.33 2.24 8.36 8.00 2.57 2.00
1.50 7.15 23.00 2.64 7.29 8.00 3.33 2.00
1.50 6.08 22.17 2.44 7.82 8.00 2.95 2.00
100.00 151.88 369.42 60.90 55.89 100.00 117.94 100.00
25.00 87.00 91.95
43.73 110.95 31.71
37.70 120.64 39.93
40.71 115.79 35.92
162.86 133.10 38.95
Capaian (%)
Secara umum, produktivitas tenaga kerja untuk hampir semua pekerjaan berada diatas 100 persen atau diatas norma umum (rencana) misalnya tanam (110.65%), penyiraman (151.88%), pemupukan dasar dan pupuk kandang (369.42%), pemanenan (162.86%) atau secara rata- rata untuk keseluruhan kegiatan yaitu 133.10 %. Hal ini berarti bahwa untuk kebutuhan tenaga kerja dalam keseluruhan kegiatan menanam hingga panen a dibutuhkan 87 hari orang kerja dalam luasan 1 Ha ( 87 HOK/ha atau 100%) akan tetapi dalam penelitian dibutuhkan mencapai
115. 79 HOK/Ha
(133.10%) yang digunakan untuk kegiatan tanam, pemeliharaan tanaman hingga panen. Sedangkan penyisipan, penyiangan 30 hari setelah tanah (HST) dan pemeliharaan tanaman dari gangguan hewan bernilai dianggap 100 persen (sama dengan HOK norma) karena pada penelitian ini tidak dilaksanakan. Penyemprota tanaman jagung dengan pupuk Bio dapat terlaksana dan berada dibawah 100 persen (lebih kecil dari HOK norma) karena digunakannya bantuan alat semprot pupuk Bio menggunakan mesin pompa. Rendahnya produktivitas tenaga kerja dalam penelitian ini disebabkan adanya kebiasaan atau prestasi pekerja dengan tanaman keras seperti karet dan kelapa sawit sehingga belum terbiasa menanam tanaman pangan jagung yang padat karya, demikian juga dalam hal pelaksanaan panen terdapat produktivitas tenaga kerja yang relatif rendah (dari 25 HOK/ha menjadi 40.71 HOK/ha atau meningkat 162.86 %). Disamping itu jauhnya sumber air menyebabkan pekerjaan penyiraman (6.08 HOK/ha atau 151.88%) menjadi sulit dilakukan dan butuh tenaga kerja yang lebih banyak. Produktivitas tenaga kerja dapat juga dilakukan dinyatakan dalam hasil produksi per satuan hari orang kerja. Dalam penelitian ini terlihat bahwa produktivitas tenaga kerja sangat rendah yaitu hanya 35.92 kg hasil tongkol tanaman jagung untuk masing-masing hari orang kerja atau hanya 38.95% 7
dari rencana. Beberapa masalah atau kendala lain yang dijumpai di dalam penelitian ini yaitu adanya kekurangan tenaga kerja dalam budidaya tanaman. Permasalahan ini ditanggulangi dengan mengupayakan tenaga kerja dari lokasi kebun lain yang mengakibatkan peningkatan biaya transportasi dan upah harian yang berpengaruh terhadap biaya produksi. Kelangkaan ini diperparah oleh kebutuhan tenaga kerja dalam jumlah yang besar untuk perkebunan sendiri dalam berbagai kegiatan di lokasi seperti penumbangan pohon karet, land clearing (tanaman karet tua), pengolahan tanah, pembersihan lahan, pembibitan karet di polibag, penanaman sehingga terjadi tarik-menarik antara kebutuhan tenaga kerja dalam penanaman jagung dan tanaman inti (karet dan kelapa sawit). Strategi pengembangan tanaman jagung di lahan perkebunan besar dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi sekaligus, namun kendala utama dalam pengembangan tanaman ini adalah minimnya tenaga kerja di lahan pertanian sendiri dan lahan perkebunan. KESIMPULAN Pelaksanaan pilot project kurang berhasil dicirikan dari pencapaian produktivitas produksi total tanaman jagung yang relatif rendah, kerugian finansial akibat kekurangan dalam pengelolaan dan faktor lingkungan lainnya. Kultur teknis tanaman (Bioteknologi Pertanian) yang diterapkan kurang sesuai untuk skala budidaya yang luas, kecuali didukung alat mekanisasi terutama dalam penyediaan tenaga kerja (padat karya) dukungan fasilitas peralatan mekanis (air, pencampuran pupuk dan lain lain).
Sumber daya manusia yang tersedia (tenaga kerja) di lahan perkebunan yang terbiasa dengan tanaman inti adalah tanaman keras, kelapa sawit, karet dan coklat, ternyata memiliki prestasi kerja atau produktivitas tenaga kerja yang rendah jika dihadapkan pada budidaya tanaman pangan jagung seperti dalam penelitian ini. Terjadi kekurangan jumlah tenaga kerja disebabkan budidaya tanaman pangan seperti jagung merupakan pertanian padat karya (butuh jumlah tenaga kerja yang besar) kecuali digunakan alat mesin untuk tanam, pemeliharaan tanaman, dan panen. Terbatasnya tenggang waktu penanaman jagung di areal Tanam Ulang (TU) Karet yang tersedia karena tanaman utama (Karet dan K. Sawit) harus segera diselesaikan penanamannya dalam areal yang sama. Pengembangan tanaman jagung di lahan perkebunan sebaiknya dilakukan oleh manajemen internal kebun dengan melibatkan masyarakat di lokasi sekitar lahan perkebunan tersebut sehingga pengelolaan pekerjaan dapat lebih effisien. Pengembangan ini ditekankan pada peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam jagung (ekstensfikasi) dan perbaikan teknik budi daya, penggunaan bibit unggul (intensifikasi) serta perbaikan kemitraan untuk merangsang sistem usaha tani jagung di Sumatera Utara. 8
DAFTAR PUSTAKA
Afriyantono, Anton, 2008. Kebijakan Pembangunan Pertanian di Indonesia. Kuliah Umum di Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen Medan, 20 Juni 2008. Badan Informasi dan Komunikasi (BaInfokom), Pemerintah. Provinsi Sumut, 6 Mei 2008 Donahue, R.L., R.W. Miller, and J.C. Shikluna. 1977. Soils. An Introduction to Soil and Plant Growth. Prentice-Hall, Inc. New Yersey. Harian Pikiran Rakyat, 2 Juni 2008. Menuju Swasembada Tahun 2015. Bandung Sarasutha, IG.P. 2002. Kinerja usaha tani dan pemasaran jagung di sentra produksi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(2): 39−47. Siregar, G.S. 2009. Analisi respons penawaran komoditas jagung dalam rangka mencapai swasembada jagung di Indonesia. Skripsi. Departemen Ekonomi Fakultas Manajemen dan Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Subandi, Mahyuddin Syam, Adi Widjono, 1989: Jagung Badal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Soeparmoko dan Irawan, 1998. Ekonomi Pembangunan. Edisi ke-6. Yogyakarta : BPFE UGM. Suryana, Achmad, 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi, Faperta IPB Bogor, 22 November 2005. Susanto, A. N dan M.P. Sirappa. 2005 Prospek dan strategi pengembangan tanaman jagung untuk mendukung ketahanan pangan di Maluku. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 24(2): 70−78 Sutoro, Y. Soelaeman dan Iskandar. 1992. Budidaya Tanaman Jagung. Paket Informasi Jagung. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Litbang Pertanian. Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J.D. Beaton, and J.L. Havlin. 1993. Soil Fertility and Fertilizers, 5th Ed. Macmillan Publishing Company. New York. Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah produksi dan potensi pengembangan jagung. Dalam: Teknik Produksi dan Pengembangan. Sumarno et al. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
9
