Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
Di era kesejagadan, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memegang peranan penting. Bahkan, pemanfaatan TIK telah merambah di dunia pemerintahan dan muncullah istilah pemerintahan-elektronik (e-government). Indonesia sendiri telah menyusun kebijakan strategis penerapan TIK untuk dunia pemerintahan melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Karenanya, dalam lima tahun terakhir, eforia pemerintahan-elektronik pun tercipta.
Pemerintahan-elektronik menjadi "kesibukan" baru bagi seluruh pemerintah daerah. Milyaran rupiah anggaran dialokasikan untuk berlomba membangun pemerintahan-elektronik tersebut. Benarkah, kebijakan ini mampu membawa kita pada tata pemerintahan yang lebih baik? Bagaimanakah kebijakan ini diterapkan di setiap pemerintah daerah. Dalam literatur ilmu pemerintahan, pemerintahan-elektronik masuk dalam kategori diskursus kekinian sebagai konsekwensi logis pemanfaatan TIK dalam dunia pemerintahan.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan pemerintahan-elektronik adalah upaya terstruktur untuk mengembangkan pelayanan publik berbasis TIK secara efektif dan efisien. Secara sederhana, pemerintahan-elektronik bisa dijelaskan dengan dua argumentasi, pertama pemanfaatan TIK dan aplikasinya oleh pemerintah menyebabkan proses manajemen pemerintahan menjadi efisien, pemerintah dapat menyediakan informasi dan mutu pelayanan yang lebih baik. Selain itu, pemerintahan-elektronik dapat menjadi media pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Kedua, pemerintahan-elektronik terkait erat dengan kebijakan efisiensi dan efektivitas layanan publik oleh pemerintah. Di sini, efisiensi terkait dengan biaya yang dikeluarkan dan efektivitas terkait dengan waktu yang dibutuhkan dalam sebuah layanan.
Selama ini pemerintah Indonesia menerapkan sistem dan proses kerja yang kaku. Sistem dan proses kerja semacam itu tidak mungkin menjawab perubahan yang kompleks dan dinamis serta perlu ditanggapi secara cepat. Karena itu pemerintah semestinya mengembangkan sistem dan proses kerja yang lebih lentur untuk memfasilitasi berbagai bentuk interaksi yang kompleks dengan lembaga-lembaga negara lain, masyarakat, dunia usaha, dan masyarakat internasional.
Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kerja-kerja mengolah, mengelola, menyalurkan, serta menyebarluaskan informasi dan layanan publik. Pada perkembangan selanjutnya, kebijakan pemerintahan-elektronik berdampak besar pada program-program pembangunan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Kebijakan ini dipercaya membantu
1/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Misalnya, informasi dapat tersedia tanpa terbatasi waktu kerja kantor. Informasi juga dapat dicari dari dari mana saja dan tidak perlu datang langsung. Hal tersebut akan menunjang peningkatan hubungan antara pemerintah, masyarakat umum, maupun pelaku bisnis. Keterbukaan informasi dapat membangun hubungan antar berbagai pihak menjadi lebih baik. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien dapat terwujud, misalnya koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui surat-elektronik (e-mail) dan atau konferensi video (video conferencing).
Bagi Indonesia yang memiliki area geografis yang luas, pemerintahan elektronik sangat dibutuhkan sebab pelayanan publik selama ini terhambat oleh faktor ruwetnya birokrasi dan jarak jangkauan. Meskipun secara teoritis konsep pemerintahan-elektronik mampu membawa pada tata layanan publik yang lebih baik, namun upaya membangun pemerintahan-elektronik tidak semudah membalik telapak tangan. TIK merupakan hal baru bagi kalangan pemerintahan hingga di sini perlu waktu untuk beradaptasi maupun kesiapan berbagai sumber daya. Masalah yang muncul kemudian cukup pelik, ketika pemerintahan-elektronik sendiri diaplikasikan dengan sedikit "dipaksakan" demi trend TIK tanpa mempertimbangkan langkanya sumber daya manusia yang handal, infrastruktur yang belum memadai, dan terutama sekali biaya yang mahal.
Memang ada pemerintah daerah yang membangun pemerintahan-elektronik dengan landasan niat baik, namun sebaliknya banyak pula yang berangkat dengan "syahwat" proyek semata. Apapun alasannya, tantangan penerapan pemerintahan-elektronik memang tidaklah sedikit, mulai masalah infrastruktur, jaringan, kompabilitas, budaya, dan sumber daya manusia. Lalu, apakah sebenarnya makna inti pemerintahan-elektronik? Bagaimanakah kebijakan penerapan pemerintahan-elektronik oleh pemerintahan daerah? Bagaimanakah pengalaman pemerintah daerah menerapkan pemerintahan-elektronik?
Tulisan ini akan membahas semuanya secara bernas. Selama hampir dua bulan, penulis melakukan pengamatan lapangan serta mengkaji beragam dokumen tentang kebijakan pemerintahan-elektronik di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Cilacap. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu observasi, wawancara, dan riset dokumentasi (Moleong, 2001) Karena keterbatasan dana dan waktu, beberapa hal ditanyakan melalui korespondensi surat-elektronik dengan memanfaatkan halaman kontak (contact us) yang tersedia dalam situs resmi dua kabupaten tersebut. Dus, aktivitas korespondensi ini menjadi semacam 'tes langsung' efektivitas pemanfaatan portal oleh pemerintah kabupaten bersangkutan.
Pengertian dan Kebijakan Pemerintahan-Elektronik
2/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
Secara etimologis pemerintahan-elektronik merupakan terjemahan dari e-government. E-government terdiri dari dua suku kata bahasa Inggris, yaitu electronic (elektronik) dan government (pemerintahan). Konsep pemerintahan elektronik mengacu pada aktivitas pemanfaatan teknologi informasi sebagai pendukung utama peningkatan kinerja pelayanan dan manajemen pemerintah. Bank Dunia (2005) mendefinisikan pemerintahan-elektronik sebagai "the use information and communications technologies to improve efficiency, effectiveness, transparency, and accountability of goverment" (penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki efisiensi,efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan).
Wijaya dan Surendro (Januari 2006) berpendapat pemerintahan elektronik merupakan prasyarat utama terciptanya tata pemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab perubahan secara efektif. Perubahan di sini merupakan upaya untuk menjawab tuntutan masyarakat, yaitu tuntutan akan pelayanan publik yang lebih baik dan keinginan agar aspirasi masyarakat didengar, terutama dalam perumusan kebijakan publik. Konsep pemerintahan-elektronik juga terkait erat dengan kecenderungan terbentuknya masyarakat informasi (information society) di dunia.
Serupa dengan pendapat di atas, Broto, dkk (Pebruari 2008) menjelaskan pemerintahan-elektronik sebagai upaya pemanfaatan dan pendayagunaan telematika untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya pemerintahan, memberikan berbagai jasa pelayanan pada masyarakat secara lebih baik, menyediakan akses informasi pada publik secara lebih luas, dan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih bertanggung jawab (accountable) dan transparan pada masyarakat.
Sesuai dengan strategi nasional pengembangan pemerintahan-elektronik di Indonesia, pemerintahan-elektronik harus mengarah pada empat hal, yaitu: 1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik (web presence); 2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha (interaction); 3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara (transaction); 4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja (transformation).
Kebijakan pemerintahan-elektronik diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government. Kebijakan tersebut kemudian dijabarkan dalam tujuh butir, yaitu:
3/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
1. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika, antara lain (1) Keputusan Menkominfo Nomor 12/SK/Meneg/KI/2002 tentang Task Force Pengembangan e-government; 2. Keputusan Menkoinfo Nomor 47/Kep/M.Kominfo/12/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat ICT dalam Menunjang Government; 3. Keputusan Menkominfo Nomor 55/Kep/M/Kominfo/12/2003 tentang Panduan Standar Infrastruktur Portal Pemerintah; 4. Keputusan Menkominfo Nomor 56/Kep/M/Kominfo/12/2003 tentang Panduan Manajemen Dokumen Elektronik; 5. Keputusan Menkominfo Nomor 57/Kep/M/Kominfo/12/2003 tentang Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan e-government lembaga; 6. Keputusan Menkominfo Nomor 64A/Kep/M/Kominfo/10/2004 tentang Panduan Teknis Pembangunan Jaringan Sistem Informasi Pemerintahan/Pemerintah Pusat/Pemerintah Propinsi/Pemerintah Kabupaten/Kota; 7. Keputusan Menkominfo Nomor 69A/Kep/M/Kominfo/10/2004 tentang Panduan Teknis Manajemen Data, Informasi, dan Organisasi Sistem Informasi Pemerintahan.
Penerapan Pemerintahan-elektronik di Pemerintahan Daerah
Dalam studi ini analisis penerapan pemerintahan-elektronik dibatasi pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana dan Cilacap.
1. Pengalaman Kabupaten Jembrana
Kabupaten Jembrana termasuk dalam kabupaten dengan pendapatan asli daerah yang sangat minim tapi mampu memberikan pelayanan yang sangat baik kepada masyarakatnya. Menurut Winasa (2006) sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia pernah melakukan studi banding ke Jembrana. Rahasianya adalah manajemen doa (dana, orang, dan alat).
Sejak dipimpin oleh I Gede Winasa, Jembrana sukses melakukan pengelolaan sumberdaya aparatur dan memiliki keunggulan dalam kebijakan pelayanan publik. Daya tarik Jembrana adalah kebijakan publiknya yang sungguh prorakyat. Di tengah keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD) daerahnya, Jembrana sejak tahun 2001 berani membebaskan siswa sekolah negeri dari biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) sejak tingkat SD hingga SMU atau sederajat. Sedangkan untuk sekolah swasta, Pemkab Jembrana menyediakan bantuan berupa beasiswa bagi sejumlah siswa berprestasi. Para siswa juga dibantu dengan buku-buku paket pelajaran. Biaya sekolah yang masih menjadi tanggungan wali murid adalah membeli seragam
4/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
sekolah dan beberapa jenis buku di luar buku paket. Dalam bidang kesehatan, pemkab membebaskan biaya pelayanan kesehatan dasar, seperti biaya rawat jalan dari kunjungan ke puskesmas atau rumah sakit. Biaya kesehatan baru dipungut secara normal ketika penderita harus rawat inap, namun tetap saja ada pengecualian pelayanan gratis bagi mereka yang benar-benar dari keluarga miskin.
Pada tahun 2005, jembrana mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 110 miliar, dengan distribusi Rp 89 miliar untuk menggratiskan pendidikan dan Rp 20 miliar lebih lainnya untuk subsidi kesehatan. Kebijakan yang sangat populis adalah membebaskan petani sawah dari beban pajak bumi dan bangunan (PBB) atas lahan usaha miliknya itu. Padahal dari pos tersebut, pemkab dapat mengumpulkan pendapatan sekitar Rp 670 juta. Lebih menarik lagi terkait kebijakan perizinan serta pelayanan akta catatan sipil dan bidang kependudukan. Jumlah totalnya 57 jenis yang terdiri dari perizinan 50 jenis, pelayanan akta catatan sipil (5), dan dua lainnya pelayanan bidang kependudukan. Pelayanan ini ditangani oleh bagian urusan Dinas Informasi dan Komunikasi serta Dinas Perhubungan setempat. Kenapa pelayanan tersebut dilakukan oleh Dinas Informasi dan Komunikasi? Rahasianya adalah seluruh sistem layanan telah didukung oleh teknoogi informasi dan komunikasi. Sistem tersebut membatasi tatap muka antara pejabat pelayanan dengan warga sehingga mampu menekan angka kesempatan para pejabat melakukan pungutan liar atau korupsi terhadap warga. Untuk mengurus perizinan cukup mendatangi Kantor Kabupaten, lalu membaca berbagai persyaratan yang diperlukan melalui papan publikasi atau layar komputer yang telah tersedia.
Selain itu, seluruh informasi dipublikasikan melalui portal resmi kabupaten (http://jembranakab.go.id) dari informasi umum, persyaratan layanan, waktu yang dibutuhkan, dan biaya administrasi yang mesti dibayar. Setelah melengkapi persyaratan, berkas yang telah diregistrasi langsung dimasukkan melalui kotak khusus yang secara otomatis terbuka dan tertutup setelah warga bersangkutan menekan tombolnya Di sinilah asas transparansi dan kepastian hokum menjadi ciri khas dari pelayanan public yang diselenggarakan oleh Kabupaten Jembrana. Bagaimana berbagai langkah terobosan itu bisa dilakukan, terlebih Jembrana bukanlah kabupaten kaya? Menurut I Gede Winasa ide dasar pelayanan publik adalah penerapan konsep adil dan makmur. Untuk meraih adil dan makmur maka Pemkab Jembrana menyusun seluruh kebijakan untuk mengatasi permasalahn keadilan dan kesejahteraan. Kesejahteraan bermakna kemampuan fisik dan kompetensi masyarakat untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan. Kesejahteraan memiliki empat komponen, yaitu kesehatan, pendidikan, daya beli masyarakat, dan kualitas hidup. Keadilan diterjemahkan sebagai pelayanan publik. Karenanya, fokus pemkab Jembrana adalah bagaimana meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pelayanan pada publik (Winasa, 2006:23).
Dari data APBD Jembrana, daerah ini tetap mendapat alokasi dari subsidi pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, atau sumber dana lainnya. Namun
5/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
pengelolaannya dilakukan dengan inovasi, kreatif, serta efisiensi. Misalnya, setiap PNS mendapat kartu pengenal yang berfungsi sebagai ATM dari bank pemerintah daerah, pemprov bali. Dengan ini pengadaan kartu itu tanpa biaya, karena pengadaan untuk sekitar 5.000 PNS di Jembrana dilakukan pihak bank. Dus, PNS dibiasakan menabung dan berhubungan dengan bank.
Subsidi untuk melunasi pajak PBB lahan sawah para petani, sama sekali tidak membebani Pemkab Jembrana.Dengan kebijakan ini, pemkab mengeluarkan dana sekitar Rp 670 juta, namun Jembrana justru memperoleh insentifnya dari Jakarta yang jumlahnya bahkan lebih besar sekitar Rp 1,1 miliar. Efisiensi dilakukan dengan melakukan terobosan belanja rutin di kantor-kantor. Pemkab membuat sistem standar dan sistem pergudangan. Seluruh barang pengadaan harus melalui gudang khusus. Kebijakan ini bisa ditekan kemungkinan korupsi melalui kuitansi fiktif atau penggelembungan harga dan bentuk manipulasi lainnya.
Kabupaten Jembrana juga selama sekitar enam tahun terakhir tidak pernah lagi mengalokasikan anggaran untuk membeli kendaraan baru. Kendaraan dinas yang dipakai sebagian merupakan kendaraan lama, namun sebagian terbesar lainnya adalah dari sewaan. Bupati Gede Winasa sendiri sehari-harinya mengendarai mobil dinas berupa jenis jip Hardtop tahun 1978. Terobosan yang bersumber dari inovasi dan efisiensi itu telah menghasilkan penghematan biaya 20-50 prosen.
Hasil dari berbagai penghematan itulah yang digunakan untuk menggratiskan biaya pendidikan dan kesehatan, bahkan untuk proyek lain lagi. Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan penerapan pemerintahan-elektronik di Kabupaten Jembrana adalah pemanfaatan perangkat lunak tak berbayar (open source) sehingga pembangunan pemerintahan-elektronik tidak menghabiskan anggaran yang besar. Kabupaten Jembrana menjadi satu-satunya kabupaten yang memakai perangkat lunak IGOS (Indonesia Go Open Source) yang dikembangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
Kemauan Jembrana untuk mempergunakan open source direspon positif oleh Kementerian Riset dan Teknologi dengan dukungan pelatihan dan transfer teknologi sehingga membentuk sumber daya lokal yang berkualitas dan kompetitif.
2. Pengalaman Kabupaten Cilacap
6/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
Kabupaten Cilacap adalah satu dari ratusan pemerintah daerah yang tengah gencar membangun pemerintahan-elektronik. Salah satu sistem informasi yang dibangun adalah Sistem Informasi Pemerintahan Desa yang disingkat Simpemdes. Program ini dipercaya mampu mempermudah akses data hingga level paling bawah, yaitu desa. Simpemdes sendiri merupakan sistem dengan dukungan TIK yang menghubungkan setiap desa dan atau kelurahan dalam sebuah jaringan komunikasi data yang saling terkoneksi. Bahkan, jika sistem ini berjalan dengan baik maka bukan hanya antardesa, namun juga antarkecamatan, dan kabupaten. Melalui sistem ini manajemen administrasi akan semakin mudah. Di samping itu, bisa menghemat waktu serta memangkas biaya yang harus dikeluarkan.
Simpemdes, oleh pemerintah daerah direncanakan akan dibangun infrastrukturnya serentak pada 284 desa dan kelurahan di Kabupaten Cilacap. Sayang, Simpemdes lahir tanpa perencanaan yang matang dan tergesa-gesa sehingga memunculkan polemik. Akar permasalahannya adalah pembiayaan Simpemdes diambil dari ‘pemotongan’ Alokasi Dana Desa (ADD) yang menjadi hak dan kewenangan pemerintah desa.
Kebijakan ini selanjutnya banyak dipertanyakan oleh beragam elemen masyarakat, mahasiswa, organisasi nonpemerintah, organisasi kepala desa, mahasiswa, dan legistalif. Selain itu, kebijakan ini tidak didahului oleh pembuatan blue-print yang mampu menginformasikan keinginan pemerintahan kabupaten secara jelas. Para kepala desa bahkan mengeluhkan waktu (timing) keluarnya kebijakan yang baru muncul setelah desa dan kecamatan telah melakukan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang). Sehingga seluruh desa diwajibkan merevisi perencanaan pembangunan yang mereka susun dua bulan sebelumnya melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Pemerintah kabupaten juga tidak menerbitkan produk hukum apapun, baik surat keputusan, surat edaran, maupun surat perintah kepada kepada para kepala desa tentang penggunaan ADD untuk membiayai program Simpemdes. Pemerintah justru melakukan pendekatan-pendekatan koordinasi dan kultural untuk ‘memaksa’ para kepala desa mengalokasikan ADD untuk keperluan itu.
Jadi, setelah para kepala desa merevisi hasil Musrenbangdes maka secara de facto usulan Simpemdes berangkat dari kebutuhan masyarakat desa dan dibiayai secara partisipatoris. Selain pemotongan ADD, resistensi masyarakat atas kebijakan ini adalah belum beresnya Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) yang dibangun di tingkat kecamatan. Semestinya pemerintah kabupaten fokus mengoptimalkan program pemerintahan-elektronik yang hasilnya masih jauh dari harapan. Asumsinya, jika sistem pemerintahan elektronik di tingkat kabupaten dan kecamatan yang telah menelan dana 7 milyar saja masih semrawut maka program Simpemdes hanya akan menambah permasalahan lagi.
7/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
Portal resmi kabupaten (http://cilacacapkab.go.id) juga belum ditangani dengan serius sehingga pencanggihan informasi masih terhambat. Sejak pertama kali dibangun portal tersebut hingga pelantikan Bupati terpilih pada 19 Nopember 2007 nyaris seperti monumen. Portal yang menghabiskan ratusan juta tersebut kurang komunikatif. Satu pekerjaan belum tertangani dengan baik muncul ide baru yang namanya Simpemdes.
Dalam beragam polemik yang terjadi saat kebijakan Simpemdes muncul antara lain, pertama, pembiayaan proyek Simpemdes yang berasal dari ADD masing-masing desa sebesar Rp. 48 juta akan mengakibatkan desa kehilangan wewenang pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005. Biaya pembangunan desa juga akan terpangkas hampir setengahnya, dan berpotensi memunculkan konflik karena program pembangunan yang disepakati warga dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) tidak direalisasikan. Kedua, pembiayaan proyek Simpemdes dari ADD bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Faktanya, saat diselenggarakan Musrenbangdes tidak ada desa yang mengusulkan program Simpemdes. Jadi, penganggaran alokasi belanja desa 48 juta untuk Simpemdes dua bulan selanjutnya jelas karena ditekan dari pemerintah kabupaten. Hal ini akan memunculkan kembali gaya pemerintahan tirani yang berparadigma top-down yang menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan. Buruknya perencanaan dan penjelasan atas Simpemdes juga menjadi celah subur bagi terjadi penyelewengan. Ketiga, penerapan Simpemdes yang tergesa-gesa jelas tidak tepat dan realistis. Kondisi setiap desa pasti berbeda-beda, kapasitas sumber daya manusianya juga belum tertata, dan infrastruktur publik yang belum tersedia merupakan hal yang lebih penting.
Kendala Penerapan Pemerintahan Elektronik
Seperti studi-studi pemerintah-elektronik yang dilakukan oleh peneliti lainnya, permasalahan umum yang menjadi batu sandungan pelaksanaan pemerintahan-elektronik adalah ketidaksiapan sumber daya manusia. Selain itu, belum adanya kultur berbagi (sharing) informasi, kultur mendokumentasi, langkanya SDM yang handal, infrastruktur yang belum ada dan tentu saja mahalnya biaya yang harus ditanggung.
Permasalahan di atas menghasilkan mutu layanan yang tidak maksimal. Kabupaten Jembrana dan Cilacap sering diganggu lemahnya sistem keamanan sistem. Beberapa kali, portal mereka terganggu oleh ulah hacker atau cracker yang bisa membahayakan sistem manajemen data dan informasi. Karena minimnya sumber daya manusia yang ada, maka tindakan mengatasi gangguan jaringan maupun cracker memakan waktu lama dan sangat mungkin pemerintah harus mendata ulang lagi warga negaranya. Kendala lainnya adalah belum memadainya
8/9
Studi Kebijakan Pemerintahan-elektronik(e-Government) di Kabupaten Jembrana dan Cilacap Oleh yossy supaaryo Senin, 30 Juni 2008 19:55
infrastruktur pemerintahan-elektronik dan mahal. Infrastruktur telekomunikasi Indonesia memang masih belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah di Indonesia masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran listrik. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal. Pemerintah juga belum menyiapkan pendanaan (budget) untuk keperluan ini.
Kesimpulan
Program penerapan pemerintahan-elektronik memang berpeluang memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan publik. Namun demikian kebijakan penerapan pemerintahan-elektronik mesti didasari untuk memberikan keterbukaan dan kepastian hukum. Pengalaman Kabupaten Jembrana patut dijadikan referensi bagi penerapan pemerintahan elektronik karena dengan anggaran belanja daerah yang minim masih tetap mampu memberikan pelayanan publik yang baik. Penerapan perangkat lunak tak berbayar di Jembrana mampu menghemat anggaran daerah untuk belanja perangkat infrastruktut pemerintahan-elektronik.
Kasus Simpemdes yang terjadi di Kabupaten Cilacap merupakan kasus yang langka. Kondisi infrastruktur Kabupaten Cilacap masih sangat minim, seperti belum terpasangnya listrik di beberapa desa tidak dipandang sebagai bagian penting dalam perencanaan penerapan pemerintahan-elektronik di daerah ini. Pengembangan pemerintahan-elektronik di Kabupaten Cilacap terjebak pada penyiapan infrastruktur sehingga dilandasi asas transparansi dan kepastian hukum. Jika setiap kebijakan pemerintahan-elektronik tidak disertai dengan dua landasan tersebut dan tidak dilakukan dengan perencanaan yang tuntas maka akan menjadikan program tersebut gagal. Alih-alih pemerintahan-elektronik menjadi solusi bagi peningkatan pelayanan publik, justru menjadi faktor penghambat pelayanan publik.
Sebaiknya, Kabupaten Cilacap mampu bercermin dari kegagalan dan belajar dari beragam kendala di waktu sebelumnya untuk menyusun program pemerintahan-elektronik. Belajar dari keberhasilan Jembrana bukan hal yang memalukan bagi Kabupaten Cilacap, meskipun anggaran pendapatan dan belanja mereka puluhan lebih besar dari Jembrana. Toh, inti dari pemerintahan-elektronik adalah meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan meningkatnya kualitas pelayanan publik. Wallahualam bish ash-showab.
Penulis adalah Staf Manajemen Pengetahuan di Combine Resource Institution Jogjakarta
9/9