STUDI KASUS SISTEM PEMROSESAN TRANSAKSI
STUDI KASUS UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekonomi Pembangunan yang dibina oleh Bapak Drs. Mohammad Arief, M.Si
oleh Haris Dwi Rukmana 120413423790 (085790696516)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN April 2013
1. STUDI KASUS Kasus LC Fiktif BNI Kebayoran Jakarta Indonesia Kasus Pembobolan BNI Rp 1,7 triliun
(Tersangka 12, Ditahan Sembilan) Satu lagi pengusaha yang diduga terlibat kasus pembobolan dana Bank Negara Indonesia (Bank BNI) senilai Rp 1,7 triliun dengan menggunakan surat kredit (L/C) fiktif ditahan di Markas Besar Kepolisian RI. Pekan lalu, polisi berhasil menangkap dan menahan tiga pengusaha yang diduga membobol Bank BNI.
Jumat
(14/11),
Badan Reserse
Kriminal
Mabes
Polri
secara
resmi menahan dr Titik Pristiwanti (Direktur PT Bhinekatama Pacific). “Jumat pagi kami mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Titik Pristiwanti. Surat penahanan ini kami buat segera karena peraturannya tidak boleh lebih dari 24 jam dari waktu penangkapan,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal (Pol) Erwin Mappaseng, Jumat kemarin. Menurut Mappaseng, pihaknya terus memeriksa Titik sejak Kamis malam.
Namun,
ia
tidak
mau mengungkapkan
hasil
pemeriksaan
tersebut. Mappaseng juga menolak mengungkapkan kendala polisi dalam menangkap Titik, sehingga terkesan lama. Mappaseng menyatakan, setelah diimbau serta diajak menyelesaikan masalah ini
di
Mabes
Polri, akhirnya
Titik mau menyerahkan
diri.
Diharapkan, sikap kooperatif Titik ini dapat diikuti oleh dua tersangka lainnya, yaitu Adrian Herling Waworuntu (pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia) dan Maria Paulina Lumowa alias Ny Erry (juga pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia). Maria Lumowa adalah warga negara Belanda yang diduga sebagai tersangka utama pembobol dana BNI. Dengan ditahannya dr Titik, jumlah tersangka pembobol Bank BNI yang ditahan
bertambah
satu menjadi
sembilan.
Tujuh
tahanan
merupakan pengusaha yang diduga terkait pembobolan BNI. Adapun dua
lainnya pejabat di Kantor BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketujuh pengusaha yang ditahan tersebut adalah Ny Yudi Baso (Direktur PT Basomindo),
Jeffery Baso (pemilik
PT
Basomasindo
dan
PT
Trianu
Caraka Pacific), Aprilia Widharta (Direktur Utama PT Pan Kifros). Selain itu Haji Ollah Abdullah Agam (Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia), Adrian Pandelaki Lumowa (Direktur PT Magnetique Usaha Esa Indonesia), Richard Kountul (Direktur PT Metrantara), dan dr Titik. Haji Ollah, Adrian Lomuwa, dan Richard ditangkap polisi Kamis pekan lalu. Adapun dua tersangka dari BNI yang ditahan di tahanan Mabes Polri adalah Edy Santosa (mantan Kepala Bagian Customer Service Luar Negeri pada Kantor Utama Cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang Bang BNI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan). Menanggapi masih lambannya kinerja polisi dalam menangkap Adrian Waworuntu dan Maria Paulina, Mappaseng menyatakan bahwa polisi akan terus berusaha keras untuk menangkapnya. Selain itu, polisi juga sudah melakukan berbagai upaya, termasuk berkoordinasi dengan lembaga kepolisian di dalam negeri maupun badan-badan kepolisian di luar negeri. Adrian Waworuntu, kata Mappaseng, dipastikan masih berada di Indonesia. Pasalnya, sejak polisi menetapkannya sebagai tersangka, semua akses ke luar negeri sudah ditutup. Adapun Maria Paulina, diperkirakan masih berada di Singapura. “Kita mengimbau dan berharap, tentunya dengan kesadaran mereka supaya mau menyerahkan diri dan menyelesaikan masalah ini di Mabes,” kata Mappaseng.
Loloskan empat L/C Mappaseng menyatakan, Mabes Polri telah memeriksa Nirwan Ali, Manajer Operasional bank BNI cabang Kebayoran Baru. Pejabat Bank BNI di tingkat kantor cabang tersebut dijadikan tersangka karena diduga meloloskan
empat slip L/C yang telah dimanipulasi ketika untuk sementara waktu menggantikan Edy Santosa pergi haji. Namun, Nirwan hingga Jumat belum ditahan. Pasalnya, ia sedang menderita sakit jantung dan harus dirawat di rumah sakit. “Nirwan dipanggil untuk yang kedua kali setelah panggilan pertama tidak datang karena sakit jantung. Ia sedang kami periksa, tapi belum ditahan karena sakit jantung” kata Direktur II Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Samuel Ismoko. “Kalau bukti-bukti awal cukup serta kesehatannya membaik, akan kami tahan,” kata Ismoko. Pada saat diperiksa tim pemeriksa internal dari BNI, kata Ismoko, Nirwan menyatakan ia sama sekali
tidak
terlibat
kasus
tersebut.
Ia
menegaskan dirinya sama sekali tidak menerima uang. Bahkan, Nirwan menyatakan kalau selama ini ia telah dibohongi oleh Edy Santosa. Mappaseng menyatakan, Nirwan dijadikan tersangka karena meloloskan empat
slip
L/C
ketika menggantikan
Edy
Santosa.
Ia
tidak
bersedia menyebutkan nilai nominal dari empat L/C fiktif tersebut. “Tetapi ia masih akan kami periksa. Kita akan cross check keterangannya nanti,” kata Mappaseng.
Tangkap Erwin Mappaseng terkesan marah ketika ditanya lagi mengapa Adrian Waworuntu belum ditangkap juga. “Maaf saya harus pergi, saya harus pergi,” kata Mappaseng, yang sebelumnya menjawab pertanyaan wartawan seputar Azahari di tangga Gedung Bareskrim. Ketika wartawan mengatakan Waroruntu ada di rumahnya di kawasan Kemang,
Jakarta
Selatan, Mappaseng
dengan
mimik
marah
mengatakan, “Kalau tahu di mana dia, tangkap saja sendiri.” Ia bergegas masuk ke dalam mobilnya, lalu menutup pintu mobil dengan keras. Nada marah tertangkap dalam jawaban Brigjen Samuel Ismoko yang ditanya
per
telepon
mengenai lambannya
ia
menangkap
Waworuntu.
Apalagi ketika disinggung bahwa buronan itu ada di rumahnya di Kemang. Namun demikian sebelum mematikan pembicaraan per telepon itu, Samuel Isamoko mengatakan, ia dan tim penyidiknya tengah men-down load kasus pembobolan dana Rp 1,7 triliun milik BNI ini dengan seksama. “Jangan hanya memikirkan kepentingan pemberitaan saja. Coba pikirkan juga kepentingan penyidikan kami. Saat ini kami dengan men-down load kasus ini dari bawah. Jadi, kalau nangkap dia tidak asal tangkap. Enggak enak kan kalau nangkap dia tapi kami belum punya dasar yang kuat,” katanya.
Tuntas dan Transparan Yang kalem menanggapi pertanyaan lambannya Mabes Polri menangkap Adrian Waworuntu adalah Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Sunarko. “Kami benar-benar tidak tahu keberadaan dia. Karena itu informasi ini akan saya terusakan ke Kabareskrim,” kata Sunarko sambil mencatat alamat Adrian Waworuntu di kawasan Kemang. Sunarko menegaskan, belum ditangkapnya Adrian karena belum teridentifikasi keberadaannya. “Tidak ada perbedaan sikap dari kepolisian dalam mendekatkan aturan hukum kepada orang-orang yang secara langsung terlibat dalam kasus BNI,” katanya, ketika disinggung kemungkinan ada pertimbangan tertentu sehingga Mabes Polri sampai kemarin belum menangkap Adrian Waworuntu. Ia menyatakan catatan tentang kritik lambannya Polri menangkap Adrian Waworuntu dan Ny Erry, dua orang kunci kasus pembobolan BNI, serta adanya “tuduhan” Polri sengaja menyembunyikan Adrian, segera akan disampaikan ke pada pimpinan Polri. “Saya juga akan meneruskan ke Kabareskrim pertanyaan wartawan tentang kebenaran hanya dua tersangka kasus BNI yang ditahan di Bareskrim, sedangkan lainnya diinapkan di sebuah hotel itu Kebayoran baru. Informasi yang saya dapat dari Bareskrim, semua tersangka diperiksa di Mabes Polri dan ditahan di sel tahanan Bareskrim Mabes Polri,” kata Sunarko.
Ia juga menegaskan, Kepala Polri Jenderal Da’i Bachtiar sangat jelas sikapnya dalam kasus pembobolan dana BNI tersebut. “Beliau memerintahkan periksa dan sidik kasus BNI tuntas dan transparan,” katanya. Sunarko menegaskan, kasus pembobolan dana BNI itu adalah kasus pidana. “Kasus pidananya sudah terjadi dan sudah ada tersangka yang ditahan. Kasus ini akan berlanjut,” katanya, ketika ditanya nasib penyidikan kasus ini, andaikan antara korban (BNI) dengan para tersangka/pelaku pembobolan terjadi deal tertentu, demi Rp 1,7 triliun bisa dikembalikan untuh ke BNI.
Akan Datang Sementara itu seorang laki-laki yang menyatakan diri sebagai Adrian Waworuntu menghubungi Kompas per telepon. Orang tersebut yang memakai telepon Jakarta bernomor 739XXXX menyatakan terima kasih karena telah menelepon dan meninggakan pesan di telepon selulernya. Ia mengatakan tahu sedang dicari-cari polisi namun belum bisa datang ke Mabes Polri. “Saya akan datang nanti,” katanya, tanpa bersedia menyebut waktu pastinya, ketika disinggung kalau merasa tidak bersalah mengapa tidak memenuhi panggilan polisi. Harapan para pelaku pembobol dana BNI segera ditangkap polisi, diungkap Direktur Utama BNI Saifuddien Hasan. “Kasus ini sudah diserahkan ke polisi. Mereka yang punya kewewenangan menangkap para pelakunya,” katanya. Saifuddien menegaskan, kasus pembobolan BNI ini murni karena masalah transaksi ekspor-impor lewat L/C fiktif, bukan masalah L/C yang dijadikan agunan pengucuran kredit. “Kami mengaturnya, transaksi L/C macam ini memang semuanya diatur di kantor cabang. Beda dengan kredit, kalau sampai Rp 15 miliar yang memutuskan atasannya di cabang. Kalau sampai Rp 75 miliar yang memutuskan di sini (pusat) direktur kreditnya. Kalau sampai di atas Rp 150 miliar harus dua direktur plus saya, kalau di atas Rp 150
miliar seluruh dewan direksi yang memutuskan. Kalau transaksi normal L/C, sebagaimana penarikan normal uang di mesin ATM, diputus di cabang. Kalau harus di pusat atau saya, repot,” tutur Saifuddien.
Pengakuan Utang Ditanya
bagaimana
penyelesaian
terbaik
yang diharapkan
BNI,
Saifuddien menyatakan kasusnya sudah ditangani polisi dan pihaknya tidak bisa main hakim sendiri dalam menyelesaian pengembalian uang BNI yang dibobol para tersangka. Namun demikian Saifuddien membenarkan bahwa Ny Erry atau grup perusahaan Ny Erry sudah membuat akta pengakuan utang dan personal garansi. “Berdasarkan itu akan kami tagih. Iya, termasuk bunganya, kalau dia mau membayarnya,” katanya. Yang jelas Saifuddien berjanji akan berupaya optimal agar uang BNI dapat kembali. (RTS/MAS)
Sabtu, 15 November 2003 http://www.korwilpdip.org/BNI-2.htm
2. ANALISIS Dari kasus diatas diungkapkan oleh Saifuddien bahwa masalah berawal dari masalah transaksi ekspor-impor lewat L/C fiktif, bukan masalah L/C yang dijadikan agunan pengucuran kredit. Dijelaskan oleh Wibowo (2013: 140) L/C ialah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan inportir langganan bank tersebut yang ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importer itu, yang memberi hak kepada eksportir itu untuk menarik wesel-wesel atas bank bersangkutan unntuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat itu. Seterusnya bank dersangkutan menjamin untuk mengakseptir atau menghonorir wesel yang ditarik itu asal saja sesuai dan memenui semua syarat yang tercantum dalam surat itu.
Dari penjelasan di atas jelas dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak bank juga ikut terkait dalam transaksi menggunakan L/C. Bank seharusnya memberi persyaratan yang dapat memastikan seseorang importir benar-benar akan melakukan transaksi dan melunasinya, sehingga bank tidak akan mengalami kerugian. Sedangkan dalam kasus di atas L/C fiktif seharusnya tidak dapat terjadi kalau saja pihak bank sendiri lebih selektif dalam memberikan layanan L/C kepada importir. Di sini juga jelas terjadi “permainan” antara pihak luar dengan pihak dalam bank tersebut sehingga transaksi sebesar iu dapat terjadi. Kasus diatas jika dilihat dari sudut system pemrosesan transaksi dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Input Input dalam suatu proses transaksi adalah dokumen sumber yang dapat berupa formulir atau bukti transaksi lainnya. Sebelum suatu transaksi diproses terlebih dahulu kita harus melakukan pengumpulan data transaksi. Pengumpulan data-data transaksi ini tidak dapat dipisahkan dari desain suatu formulir, sebab suatu formulir merupakan gambaran atau rekaman dari suatu transaksi. Dalam kasus ini saya rasa input yang diperoleh pihak bank adalah data dari transksi yang fiktif. Dan pihak bank mengabulkan permohonan dari importer tersebut untuk melaksanakan pembayaran pada eksportir yank juga terlibat di dalamnya. Sehingga bank mendapat formulir input dari transaksin palsu yang diserahkan kepada pihak bank. 2. Proses Dalam sistem manual, proses disini terdiri dari kegiatan pemasukkan data transaksi ke dalam jurnal. Dalam sistem komputer, prosesnya dilakukan dengan memasukkan data ke dalam file transaksi. Jika perusahaan masih dalam skala kecil, maka dapat digunakan jurnal umum, tapi jika perusahaan mulai membesar dan aktivitas perusahaan bertambah, tidak dapat lagi digunakan jurnal umum, harus digunakan jurnal
khusus. Misalnya, Jurnal pembelian, jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, jurnal pengeluaran kas. Langkah Perancangan Jurnal a. Identifikasi karakteristik transaksi. b. Buat jurnal standar. c. Merancang jurnal (kolomnya) berdasarkan jurnal standar. Jika dalam kasus ini, input yang diterima bank adalah formulir-formulir transaksi palsu. Sehingga pihak bank hanya memproses data fiktif pula untuk dicatat dalam jurnalnya. 3. Penyimpanan Media penyimpanan dari transaksi secara manual adalah Buku Besar. Buku besar ini menyediakan ikhtisar transaksi-transaksi keuangan perusahaan. Proses pemasukkan data dari jurnal kedalam buku besar disebut “POSTING”. Untuk sistem komputer, posting ini dilakukan dengan meng-update file master menggunakan file transaksi. Sama seperti tahap-tahap diatas bahwa bank ternyata hanya memposting datadata palsu yang telah dicatat sebelunnya di dalam jurnal. 4. Terdapat berbagai macam jenis keluaran yang dihasilkan dari proses transaksi, antara lain : Laporan keuangan, Laporan Operasional, Dokumen Pengiriman, faktur, dsb. Dengan mengacu dari proses-proses di atas yang menggunakan data-data fiktif, maka output yang didapat hanya output “kosong” yang seakan tidak ada gunanya namun hanya untuk mengelabuhi pihak bank saja. Dari komponen-komponen di atas, yaitu input, proses, penyimpanan, serta output yang dilakukan oleh bank, seakan bank kurang teliti dalam menerima dan memutuskan mengabulkan permohonan untuk melakukan L/C. Namun dari data fiktif dan tahapan-tahapan tadi dapat dijadikan bukti ntuk membantu pihak penegak hukuam sehingga mudah dalam menangani kasus tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil ini adalah salah dari importer serta pihak bank yang kurang cermat dalam menyetujui permohonan L/C tersebut
yang ternyata hanya fiktif dan merugikan hingga 1,7 triliun. Himbauan yang dapat saya berikan untuk pihak BNI ialah, pihak BNI seharunya lebih selektif memproses transaksi-transaksi yang diajukan oleh pihak-pihak yang ingin menggunakannya. Dan pihak bank juga harus selektif dalam menerima atau merekrut karyawan-karyawannya, serta megawasi betul tindakkan serta kinerja dari karyawan-karyawannya tersebut.