i
STUDI KASUS PENCITRAAN SONOGRAM KELAINAN ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU ANJING (Canis lupus)
I WAYAN WIDI PARNAYOGA
B04070079
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul studi kasus pencitraan sonogram kelainan organ hati dan kantung empedu anjing (Canis lupus) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2012
I Wayan Widi Parnayoga B04070079
iii
ABSTRACT I WAYAN WIDI PARNAYOGA. A case study of liver and gallbladder organs abnormalities sonogram interpretation of the dogs (Canis lupus) under supervision: drh. DENI NOVIANA, Ph.D The purpose of this study was to interpret the sonogram of liver and gallbladder abnormalities in dogs. Two dimensional Brightness-mode and color flow Doppler ultrasonography was used for the examination of 17 dogs. Based on those interpretations, 7 cases were hepatic abnormalities and 10 cases were gall bladder abnormalities. Abnormalities on hepatic were tumour, hepatitis, and hepatic congestion. Hepatic tumours were indicated by hepatomegaly, inhomogeneous of the hepatic texture, and hyperechoic masses in the hepatic parenchyma. Sonograms of hepatitis were showed by hepatomegaly and increased of hepatic vascularisation. Sonograms of hepatic congestion were showed by diameter enlargement and increased echogenicity of the hepatic blood vessels wall. Abnormalities on gallbladder were cholecystitis, cholelithiasis, and mucocele. Wall thickening with or without oedema were sonogram profiles in the cholecystitis cases . Sonograms of cholelithiasis were shown by hyperechoic mass with acoustic shadowing. Sonograms of mucocele cases were showed by hypoechoic mass inside the gall bladder. Keywords: dog, ultrasonography, liver, gallbladder, abnormalities
iv
ABSTRAK I WAYAN WIDI PARNAYOGA. Studi kasus pencitraan sonogram kelainan organ hati dan kantung empedu anjing (Canis lupus) dibawah bimbingan: drh. DENI NOVIANA, Ph.D Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasi kelainan-kelainan organ hati dan kantung empedu pada anjing. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada 17 ekor anjing dengan menggunakan Brightness-mode ultrasonografi dua dimensi dan color flow Doppler. Berdasarkan interpretasi tersebut, didapatkan 7 kasus pada hati dan 10 kasus pada kantung empedu. Kasus kelainan yang ditemukan pada hati adalah tumor, hepatitis dan kongesti hepatik. Tumor hati ditandai dengan kondisi hepatomegali, tekstur hati yang tidak homogen, dan massa pada parenkim hati. Sonogram kasus hepatitis menunjukkan kondisi hepatomegali dan meningkatnya aktifitas buluh darah pada hati. Sonogram kasus kongesti hati menunjukkan pembesaran diameter dan meningkatnya ekhogenitas dinding pembuluh darah pada hati. Kasus kelainan yang ditemukan pada kantung empedu adalah cholecystitis, cholelithiasis, dan mucocele. Gambaran sonogram cholecystitis ditandai dengan penebalan dinding kantung empedu dengan atau tanpa edema. Sonogram kasus cholelithiasis menunjukkan massa hyperechoic di dalam kantung empedu yang disertai dengan acoustic shadowing. Sonogram kasus mucocele menunjukkan massa hypoechoic di dalam kantung empedu. Kata kunci: anjing, ultrasonografi, hati, kantung empedu, abnormalitas
v
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vi
STUDI KASUS PENCITRAAN SONOGRAM KELAINAN ORGAN HATI DAN KANTUNG EMPEDU ANJING (Canis lupus)
I WAYAN WIDI PARNAYOGA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
vii
Judul skripsi
: Studi Kasus Pencitraan Sonogram Kelainan Organ Hati dan Kantung Empedu Anjing (Canis lupus)
Nama
: I Wayan Widi Parnayoga
NIM
: B04070079
Disetujui
drh. Deni Noviana, PhD Pembimbing
Diketahui
drh. H. Agus Setiyono, MS, PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada: drh.Deni Noviana, Ph.D selaku dosen pembimbing atas ilmu, nasehat, saran, kritik dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan masukan dan semangat selama penulis menempuh pendidikan di fakultas. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Drh. Aryani S Satyaningtijas, MSc dan drh. Rahmat Hidayat, MSi selaku dosen penguji skripsi, drh. Budhy Jasa Widyananta MS, staf dan pegawai bagian Bedah dan Radiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB serta dokter hewan dan staf di My Vets Animal Klinik Kemang yang telah membantu penulis dalam penelitian maupun penyelesaian skripsi ini. Kepada teman-teman satu penelitian (Eka dan Vully), keluarga besar Gianuzzi „44, anggota HIMPRO Satwa Liar FKH IPB, serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas segala dukungan, doa, dan semangat dalam membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua I Wayan Gelgel Sartana dan Ni Made Suparti, serta adik I Made Godya Aditya atas segala doa, kasih sayang dan kesabaran yang telah diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan, terutama di bidang medis veteriner.
Bogor, April 2012
I Wayan Widi Parnayoga
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung – Jawa Barat, 12 Mei 1989, dari ayah I Wayan Gelgel Sartana dan ibu Ni Made Suparti. Penulis merupakan sulung dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikannya di SMAN 8 Bogor pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan jurusan Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Minat Profesi (HIMPRO) Satwa Liar FKH IPB (2008-2010). Tugas akhir dalam perguruan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul “Studi Kasus Pencitraan Sonogram Kelainan Organ Hati dan Kantung Empedu Anjing (Camis lupus)” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan drh. Deni Noviana, Ph.D.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang ...........................................................................................
1
Tujuan Penelitian .......................................................................................
2
Manfaat Penelitian .....................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Karakteristik Anjing (Canis lupus) .....................................
3
Anatomi dan Fisiologi Organ Hati dan kantung Empedu ..........................
5
Penyakit-penyakit Klinis Organ Hepatobiliari ...........................................
6
Ultrasonografi (USG) ...........................................................................
8
Teknik Pengambilan Gambar ...............................................................
11
Sonogram Normal Organ Hati dan Kantung Empedu .........................
12
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu ......................................................................................
14
Alat dan Bahan ...........................................................................................
14
Metode Penelitian Persiapan Hewan ......................................................................
14
Proses Pemindaian ....................................................................
15
Interpretasi Sonogram ..............................................................
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kelainan Pada Hati Kasus Tumor ............................................................................
16
Kasus Hepatitis .........................................................................
21
Kasus Kongesti Hati .................................................................
24
Kelainan Pada Kantung Empedu Kasus Cholecystitis ...................................................................
26
ii
Kasus Cholelithiasis .................................................................
29
Kasus Mucocele ........................................................................
31
SIMPULAN .....................................................................................................
35
SARAN ............................................................................................................
35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
36
iii
DAFTAR TABEL
Kasus-kasus kelainan yang ditemukan pada hati .................................................. 16 Perubahan yang teramati melalui USG pada hati akibat kasus tumor .................. 16 Kasus-kasus kelainan yang ditemukan pada kantung empedu ............................. 25 Perubahan yang teramati melalui USG pada kantung empedu akibat kasus cholecystitis ................................................................................................. 26 Perubahan yang teramati melalui USG pada kantung empedu akibat kasus Mucocele .......................................................................................................................... 31
iv
DAFTAR GAMBAR
Anatomi hati dan empedu Anjing ...................................................................
5
Sonogram hati normal .....................................................................................
12
Sonogram kantung empedu normal ................................................................
13
Sonogram vena porta dan vena hepatika .........................................................
13
Sonogram hati pada kasus tumor 1 .................................................................
17
Sonogram hati pada kasus tumor 2 .................................................................
19
Sonogram hati pada kasus tumor 3 .................................................................
19
Sonogram hati pada kasus tumor 4 .................................................................
21
Sonogram hati pada kasus hepatitis 1 .............................................................
22
Sonogram hati pada kasus hepatitis 2 ..............................................................
22
Sonogram hati pada kasus kongesti hati .........................................................
25
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis ......................................
27
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis dengan edema...............
28
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis 6 ..................................
28
Sonogram kantung empedu pada kasus cholelithiasis .....................................
29
Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele 1 .......................................
32
Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele ..........................................
32
Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele 2 .......................................
33
Sonogram kantung empedu pada kasus 7 .......................................................
33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sejak jaman dahulu anjing merupakan salah satu hewan yang memiliki kegunaan cukup penting bagi manusia. Anjing memiliki kemampuan yang unik dan habitus yang bersahabat sehingga sering dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kegunaan. Anjing pada awalnya hanya digunakan sebagai hewan saat berburu, namun anjing saat ini sudah mengalami perkembangan dalam fungsi dan pemanfaatannya (Larkin & Stockman 2007). Seiring dengan meningkatnya fungsi dan pemanfaatan anjing dalam kehidupan manusia maka peluang seekor anjing untuk terkena kasus penyakit juga semakin meningkat. Sistem hepatobiliari merupakan suatu sistem organ yang terdiri dari dua organ utama yaitu hati dan kantung empedu. Hati merupakan organ terbesar kedua di dalam tubuh dan memiliki 1500 fungsi biokimia esensial. Organ hati dan kantung empedu berperan penting dalam proses pencernaan makanan, metabolisme nutrisi, detoksikasi, dan sintesis substansi penting bagi tubuh (Rothuizen & Meyer 2000; Silva et al 2010). Kelainan pada organ hati dan kantung empedu cukup sering ditemukan pada anjing. Kelainan-kelainan tersebut dapat disebabkan oleh faktor eksternal maupun internal. Beberapa kelainan yang sering muncul diantaranya hepatitis, portosystemic shunts, kongesti vena porta, tumor primer, metastasis, malignant lymphoma, cholangitis, cholecystitis, dan cholelithiasis (Meyer 2000; Twedt & Meyer 2001; Sharon 2009). Seiring dengan kemajuan teknologi, metode dalam mendiagnosis kelainan pada organ hati dan kantung empedu menjadi lebih canggih sehingga pelaksanaan diagnosa menjadi lebih mudah dan akurat. Salah satu teknik diagnosa yang sering digunakan untuk mendeteksi kelainan pada organ hati dan kantung empedu adalah ultrasonografi (Cruz-Arambulo & Wrigley 2003; Gaschen 2009). Ultrasonografi merupakan teknik diagnosa non-invasive yang mampu memberikan gambaran detail mengenai struktur hati dan kantung empedu termasuk vaskularisasi di dalamnya sehingga dapat digunakan untuk mengetahui adanya berbagai jenis kelainan yang terjadi pada organ hati dan kantung empedu anjing. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi jaringan parenkim hati sehingga sangat
2
berguna dalam membedakan kelainan fokal dengan kelainan difus (Kumar et. al 2008; Gaschen 2009). Penggunaan color Doppler ultrasonografi dapat memberikan gambaran mengenai lokasi buluh darah maupun kecepatan dan arah aliran darah sehingga sangat berguna dalam mengevaluasi vaskularisasi organ hati dan kantung empedu (Molazem et al 2007; Bhandal et al 2009).
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengindetifikasi kelainankelainan organ hati dan kantung empedu pada anjing melalui pemeriksaan USG sebagai alat penunjang diagnosa.
Manfaat Penelitian Mendapatkan sonogram kasus-kasus kelainan pada hati dan kantung empedu pada anjing sehingga dapat memberikan hasil diagnosis yang tepat agar terapi yang diberikan sesuai terhadap kelainan yang terjadi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi dan Karakteristik Anjing (Canis lupus) Sejak
jaman dahulu anjing telah dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan manusia. Hubungan antara manusia dan anjing semakin berkembang sehingga timbul rasa saling ketergantungan diantara keduanya (Larkin & Stockman 2007). Anjing merupakan hasil evolusi dan domestikasi dari serigala. Akibat proses domestikasi tersebut anjing memiliki kemampuan berinteraksi yang begitu unik terhadap manusia. Pada awalnya anjing digunakan untuk membantu manusia dalam berburu hewan, namun saat ini fungsi anjing telah berkembang menjadi bagian yang amat penting bahkan dianggap sebagai sahabat baik bagi manusia (Aiello & Bukowski 2007). Klasifikasi Kingdom :
Animalia
Superfilum :
Deuterostomia
Filum
Chordata
:
Sub filum :
Vertebrata
Superkelas :
Tetrapoda
Kelas
:
Mamalia
Ordo
:
Karnivora
Sub ordo :
Feliformia
Famili
:
Canidae
Sub famili :
Caninae
Genus
:
Canis
Spesies
:
Canis lupus (Aiello & Bukowski 2007).
Intervensi manusia selama ini menyebabkan perubahan terhadap bentuk genetik anjing sehingga dapat memunculkan anjing dengan jenis yang baru. Saat ini terdapat sekitar 300 jenis anjing yang tersebar diseluruh dunia dan setiap negara memiliki jenis-jenis anjing dengan karakteristik yang berbeda-beda (Evans 1993). Tiap-tiap ras anjing memiliki variasi bentuk dan ukuran. Ras anjing yang berukuran kecil memiliki bobot badan sekitar 2-5 kg, ras sedang dengan bobot
4
badan antara 5-25 kg, ras besar memiliki bobot badan 30-50 kg, sedangkan anjing ras raksasa mampu berbobot badan hingga 100 kg (Aiello & Bukowski 2007). Anjing memiliki metabolisme tubuh yang cukup tinggi dengan temperatur tubuh sekitar 102 oF (38 oC), frekuensi denyut jantung 70-120 kali per menit, dan frekuensi nafas 18-34 kali per menit. Rambut pada tubuh anjing berfungsi menyimpan panas yang dihasilkan tubuh sehingga tidak mudah dikeluarkan ke lingkungan. Jika temperatur lingkungan sekitar cukup tinggi maka anjing akan melakukan panting. Panting merupakan teknik untuk mengeluarkan panas dalam tubuh secara evaporasi melalui sistem pernafasan karena anjing tidak memiliki kelenjar keringat (Aiello & Bukowski 2007). Anjing memiliki indera penciuman dan pendengaran yang sangat sensitif. Anjing memiliki kemampuan mendengar 4 kali lebih baik dari manusia dan kemampuan mencium hingga 1.000-100.000 kali lipat dari penciuman manusia. Dengan kemampuan yang unik tersebut maka anjing dapat digunakan sebagai anjing penjaga maupun anjing pelacak (Houpt 1998). Bagian mata anjing terdapat membrana nictitans yang terlihat sebagai kelopak mata lapis kedua. Membran ini memiliki fungsi penting dalam melindungi mata dari goresan hingga melakukan respon inflamasi pada daerah mata (Aiello & Bukowski 2007). Sebagai hewan karnivora anjing memiliki sistem pencernaan yang dirancang khusus untuk mencerna daging. Barisan gigi yang terdapat di mulut anjing merupakan adaptasi terhadap fungsinya untuk mengoyak daging. Daging yang dicerna akan dimanfaatkan sebagai sumber energi, sumber panas, dan bahan perbaikan sel-sel tubuh (Larkin & Stockman 2007). Setiap jenis anjing memiliki susunan gigi yang berbeda. Namun secara umum rumus gigi anjing dewasa adalah I 6/6, C 2/2, PM 8/8, M 4/6 (Aiello & Bukowski 2007). Anjing betina memiliki 4 fase estrus (proestrus, estrus, metestrus, dan anestrus) dengan rentang waktu yang berbeda-beda tiap spesiesnya. Lama kehamilan anjing berkisar antara 59 hingga 65 hari dengan rata-rata sekitar 60 hari. Jumlah anak anjing dalam setiap kelahiran sangat bervariasi tergantung dari jenis anjing (Evans 1993).
5
Anatomi dan Fisiologi Organ Hati dan Kantung Empedu Hati merupakan kelenjar terbesar yang ada di dalam tubuh. Seekor anjing memiliki bobot hati rata-rata sekitar 450 gram. Hati terdiri atas 4 lobus dan 4 sub lobus yang dipisahkan oleh suatu fissura. Lobus hati kiri merupakan bagian hati yang paling besar. Lobus ini membentuk 1/3 hingga 1/2 dari berat total hati. Sebagian permukaan hati tertutupi oleh lapisan tipis peritonium dan lapisan tipis kapsula fibrosa. Jika dilihat dari dekat maka akan terlihat suatu struktur kecil berbentuk poligonal, berwarna gelap, dan dikelilingi oleh jaringan ikat, yang disebut lobuli. Lobuli hati merupakan struktur fungsional terkecil yang dapat terlihat pada hati. Setiap lobuli memiliki diameter 1 mm dan terdiri atas kumpulan sel berbentuk lembaran melengkung yang dialiri oleh pembuluh darah yang dikenal sebagai sinusoid. Sinusoid pada anjing berbentuk tubular sama seperti bentuk sinusoid pada beberapa mamalia lain. Di setiap bagian tengah lobuli terdapat vena sentralis yang bergabung membentuk vena interlobularis. Vena ini kemudian bergabung dan membentuk vena hepatika. Hati mendapat inervasi dari saraf aferen maupun eferen yang berasal dari saraf simpaticus dari celiac plexus (Evans 1993).
Gambar 1. Anatomi Hati dan Empedu Anjing (Evans 1993)
Kantung empedu merupakan sebuah struktur berbentuk kantung yang berfungsi menampung cairan empedu yang dihasilkan oleh hati. Epitelium dalam kantung empedu mampu menyerap senyawa yang larut dalam lemak termasuk kolesterol. Kantung empedu terdiri atas tiga bagian, yaitu fundus yang merupakan ujung kranial berbentuk melengkung, corpus (badan kantung empedu), dan
6
collum yang merupakan bentukan ramping menyempit ke arah caudodorsal yang menghubungkan kantung empedu dengan saluran empedu yang disebut ductus cysticus (Evans 1993). Sistem hepatobilliari merupakan suatu sistem yang terdiri atas dua organ, yaitu hati dan kantung empedu. Kedua organ ini berperan penting dalam tubuh hewan terutama dalam proses pencernaan. Hati dapat berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. Cairan empedu merupakan salah satu produk eksokrin dari hati yang disimpan dalam jumlah besar di dalam kantung empedu sebelum dikeluarkan ke duodenum saat diperlukan. Substansi endokrin yang dihasilkan oleh hati akan dilepaskan ke dalam aliran darah yang berfungsi dalam metabolisme lemak, gula, dan beberapa produk nitrogen (Evans 1993). Hati juga berperan dalam proses detoksikasi zat-zat berbahaya yang terserap oleh gastrointestinal sebelum zat-zat tersebut tersebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Di dalam sinusoid hati terdapat sel-sel fagositik yang mampu menyingkirkan bakteri, racun, sel darah merah yang sudah tua, dan agen-agen infeksius lain yang mampu menembus dinding saluran gastrointestinal (Bill 2002). Hati merupakan sumber utama penghasil albumin yang menjadi salah satu komponen penting protein darah. Albumin berperan penting dalam menjaga keseimbangan cairan dalam darah. Penurunan kadar albumin dapat menyebabkan cairan keluar dari kapiler dan mengisi jaringan, rongga thorak, abdomen, maupun bagian lain dari tubuh. Glukosa yang diserap melalui proses pencernaan akan disimpan di hati dalam bentuk glikogen melalui proses glikogenesis. Di dalam hati juga dapat dilakukan proses glukoneogenesis yaitu proses mengubah asam amino menjadi glukosa (Bill 2002).
Penyakit-Penyakit Klinis Organ Hepatobilliari Anjing Pemeriksaan USG pada organ hepatobilliari dilakukan bila diduga ada kelainan pada organ tersebut setelah melalui pemeriksaan klinis terlebih dahulu. Dari hasil pemeriksaan USG dapat diperoleh informasi berupa perubahan ukuran, bentuk, struktur, maupun konstruksi internal organ tersebut. Penyakit-penyakit yang dapat terjadi pada organ hepatobilliari diantaranya adalah:
7
a. Hepatitis Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Beberapa penyebab yang mampu menimbulkan hepatitis antara lain infeksi virus, bakteri, protozoa, parasit, dan fungi. Namun penyebab utama dan paling sering terjadi pada anjing adalah akibat infeksi canine adeno virus (Canine adenovirus I). Hepatitis kronis dapat terjadi akibat akumulasi sel-sel radang dan fibrosis pada jaringan parenkim hati (Dimski 1997).
b. Cholecystitis Cholecystitis merupakan peradangan yang terjadi pada kantung empedu. Bisa terjadi bersamaan dengan peradangan buluh empedu (choledochitis), peradangan buluh hepatik (cholangitis), atau peradangan parenkim hati (cholangiohepatitis). Peradangan ini lebih sering disebabkan oleh infeksi bakterial, terutama bakteri E. coli dan bakteri anaerob lainnya. Selain itu dapat juga disebabkan oleh operasi bedah pada kantung empedu maupun penyumbatan buluh empedu (Taboada 1997)
c. Cholelithiasis Cholelithiasis ditandai dengan penumpukan massa yang mengeras hingga membentuk batu di dalam kantung empedu. Sebagian besar batu empedu mengandung garam empedu, kalsium, magnesium, fosfor, dan komponen lain termasuk kolesterol. Cholelithiasis sering dihubungkan dengan cholecystitis yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, cholangitis, atau obstruksi buluh empedu. Predisposisi penyakit ini antara lain peradangan buluh empedu, pankreas, maupun jaringan parenkim hati yang terletak di sekitar kantung empedu dan buluh empedu (Zoran 1997).
d. Hepatomegali Hepatomegali ditandai dengan perubahan ukuran hati menjadi lebih besar dari ukuran normal. Ukuran hati dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya volume darah yang mengalir di dalam hati, tekanan darah dan ketahanan vena di dalam lobuli hati, proses infiltratif, dan aliran empedu. Kejadian hepatomegali
8
dapat disebabkan oleh kelainan pada aliran darah vena hepatika, neoplasia, cystic, peradangan, abnormalitas metabolisme, maupun obstruksi buluh empedu (Richter 1997).
Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi merupakan suatu alat diagnosa yang menggunakan ultrasound sebagai sarana untuk menggambarkan jaringan yang ada dalam tubuh. Ultrasound ini merupakan suatu gelombang suara yang memiliki frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh manusia. Gelombang suara ini memiliki frekuensi diatas 20000 Hz (Barr 1990). Frekuensi gelombang suara yang biasa digunakan dalam diagnosa memiliki kekuatan 2-10 MHz. Untuk menghasilkan gambaran sonogram yang baik maka diperlukan suatu transmisi gelombang suara yang maksimum antara pasien dengan transduser. Penggunaan coupling gel berfungsi sebagai perantara antara transduser dengan tubuh pasien sehingga gelombang suara yang dikirim dan diterima akan maksimal. Coupling agent ini biasanya berupa gel yang dioleskan pada permukaan tubuh pasien maupun pada transduser. Penggunaan gel harus tepat disesuaikan dengan kebutuhan sonografer agar tidak terjadi artefak yang akan mengganggu pembacaan sonogram (Goddard 1995). Gambar yang dimunculkan pada layar mesin USG merupakan sebuah interpretasi yang terbentuk dari proses kembalinya ultrasound yang telah dipancarkan oleh transduser dan dipantulkan oleh jaringan tubuh. Kekuatan refleksi suatu ultrasound sangat tergantung pada perbedaan acoustic impedance setiap jaringan yang akan dilalui oleh gelombang suara tersebut, sudut saat gelombang kontak dengan jaringan, dan jarak yang telah dilalui (Goddard 1995). Acoustic impedance merupakan kemampuan dari setiap jaringan dalam meneruskan gelombang suara. Kecepatan rata-rata sebuah gelombang suara hingga dapat melewati suatu jaringan lunak adalah 1.540 m/s, untuk melewati tulang sekitar 4.000 m/s, dan saat melewati udara hanya 300 m/s. Gelombang ultrasound akan mengalami atenuasi saat bergerak melalui jaringan. Atenuasi dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu reflection (dipantulkan), scatter (pecah), dan absorption (diserap) (Barr 1990).
9
Transduser atau probe merupakan alat bantu yang digunakan untuk mentransmisikan gelombang suara. Kemampuan transmisi ultrasound tergantung dari kapasitas kristal piezo-electric yaitu berupa susunan kristal yang terdapat dalam kepala transduser yang dapat mengubah aliran listrik bertegangan tinggi menjadi gelombang suara berfrekuensi tinggi (Noviana et al 2012). Saat transduser kontak dengan permukaan tubuh pasien maka gelombang suara yang dihasilkan akan diteruskan melewati jaringan di dalam tubuh. Transduser berfrekuensi tinggi memiliki kemampuan penetrasi yang tidak terlalu dalam namun mampu menghasilkan gambar dengan resolusi yang lebih baik, sedangkan transduser berfrekuensi rendah digunakan untuk penetrasi yang lebih dalam namun gambar yang dihasilkan tidak memiliki resolusi sebaik gambar yang dihasilkan oleh transduser berfrekuesi tinggi (Barr 1990). Dalam aplikasi diagnosa terdapat dua tipe transduser yang biasa digunakan (Noviana et al 2012), yaitu: 1) Sector/ convex scanner transducer, transduser ini memiliki deretan kristal yang disusun menyerupai bulan sabit dan menghasilkan lapangan pandang menyerupai kerucut. Lapangan pandang berbentuk kerucut menghasilkan sudut yang lebih besar sehingga akan memberikan lebih banyak struktur yang terlihat. Konsekuensi luasnya lapangan pandang ini adalah resolusi gambar yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan tipe transduser linear. Aplikasi transduser jenis ini adalah pemindaian organ-organ atau struktur yang lebih profundal. 2) Linear scanner transducer, Transduser ini memiliki deretan kristal yang disusun sejajar membentuk suatu garis. Keuntungan pemakaian transduser jenis ini adalah pancaran ultrasound yang dihasilkan bergerak lurus sehingga didapatkan fokus yang lebih baik dari struktur jaringan atau organ. Hal ini membawa konsekuensi kepada batas organ target dengan daerah sekitarnya menjadi lebih jelas. Kekurangan yang utama dari tipe transduser ini adalah membutuhkan kontak area yang relatif luas dengan permukaan tubuh. Aplikasi transduser jenis ini adalah pemindaian organ-organ atau struktur yang lebih superfisial.
10
3) Phased array transduser, Transduser tipe ini tersusun atas deretan kristal piezo-electric yang masing-masing kristal tersebut dapat menghasilkan ultrasound secara terpisah. Deretan kristal tadi dapat disusun dalam bentuk suatu garis (linear), bentuk cincin (annular), lingkaran (circular) atau bentuk deretan yang lain yang lebih komplek. Transduser ini juga menghasilkan lapangan pandang menyerupai kerucut tapi dikeluarkan oleh titik fokal yang lebih kecil dibandingkan transduser sector biasa. Keuntungan menggunakan transduser tipe ini adalah ukurannya kecil dan mudah untuk digunakan, selain itu hanya membutuhkan kontak area dengan kulit tidak terlalu luas. Kelemahan yang dimiliki adalah resolusi gambar yang dihasilkan tidak sebaik kedua jenis transduser sebelumnya, sulit mengenali dan membedakan struktur organ yang berdekatan. Aplikasi transduser jenis ini terutama adalah untuk pemindaian sistem kardiovaskular. Fokus ultrasound yang dihasilkan oleh kristal pada transduser memiliki tiga zona yaitu Fresnel,focal dan Fraunhofer zone. Fresnel zone merupakan gambaran area yang memiliki ultrasound dekat dengan jaringan sehingga terjadi pola-pola difraksi komplek dan resolusi gambar yang dihasilkan kurang fokus. Focal zone merupakan gambaran area yang memiliki ultrasound paling fokus sehingga resolusi gambar yang dihasilkan paling baik. Fraunhofer zone merupakan gambaran area yang memiliki ultrasound mulai mengalami diversi sehingga resolusi gambar yang dihasilkan berkurang (Noviana 2012) Dalam melakukan interpretasi terdapat tiga jenis echo yang menjadi dasar dalam mendeskripsikan gambar sonogram (Goddard 1995), yaitu: 1) Hyperechoic, terlihat sebagai warna putih terang pada sonogram yang menandakan bahwa daerah tersebut memiliki echogenisitas yang lebih tinggi dibandingkan jaringan sekelilingnya, contohnya adalah tulang, lemak, dan udara. 2) Hypoechoic, terlihat sebagai warna abu-abu gelap pada sonogram yang menandakan bahwa daerah tersebut memiliki echogenisitas lebih rendah dibandingkan jaringan di sekitarnya, contohnya adalah jaringan lunak.
11
3) Anechoic, terlihat sebagai warna hitam pada sonogram yang menandakan bahwa di daerah tersebut gelombang suara yang dipancarkan telah ditransmisikan seluruhnya, contoh: cairan.
Teknik Pengambilan Gambar Hati dan kantung empedu merupakan organ yang terletak di dalam rongga abdomen, sehingga untuk mendapatkan gambaran menyeluruh digunakan teknik pengambilan gambar daerah abdomen. Pengambilan gambar di daerah abdomen sebaiknya menggunakan transduser yang memiliki kontak area yang sempit (footprint) karena akan mempermudah pergerakan dalam mengeksplorasi daerah abdomen. Gambaran spesifik hati didapatkan dengan meletakkan probe di bagian caudal tulang xiphoid pada daerah ventral-medial (Lamb 1995). Pengambilan gambar dapat dilakukan pada posisi dorsal rekumbensi maupun lateral rekumbensi. Kemampuan dalam visualisasi hati pada hewan kecil dipengaruhi oleh konformitas tubuh, ukuran hati, dan komponen gastrointestinal di sekitarnya. Pada anjing yang berukuran kecil, gambaran hati seluruhnya didapatkan dengan melakukan pemindaian di daerah subkostal selama lambung tidak membesar akibat ingesti maupun gas.
Probe dapat diposisikan secara
transversal maupun sagital untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari hati. Probe yang akan digunakan dalam pengambilan gambar harus disesuaikan dengan ukuran dan kedalaman letak dari hati. Pada anjing berukuran kecil atau medium dapat digunakan probe dengan frekuensi medium (>5 MHz), sedangkan pada anjing besar maka probe disesuaikan pada frekuensi yang memiliki penetrasi lebih baik (<5 MHz). Dalam pengambilan gambar hati, convex probe lebih sering digunakan daripada linear probe
karena convex probe dapat menghasilkan
gambar dengan sudut pandang yang lebih luas sehingga bagian hati yang teramati lebih luas. Selama pengambilan gambar juga perlu dilakukan pengaturan gain dan focal zones agar penetrasi dan kualitas gambar yang dihasilkan optimal (d‟Anjou, 2008).
12
Sonogram Normal Organ Hati dan Kantung Empedu pada Hewan Kecil Hati dapat diperiksa secara keseluruhan dengan memposisikan transduser pada bagian ventral tengah tubuh dekat dengan tulang xiphoid dan pemindaian dilakukan ke arah kraniodorsal. Pemindaian secara menyeluruh dengan memposisikan
transducer
secara
sagital
maupun
transversal
dapat
memperlihatkan struktur normal dari hati (Lamb 1995).
A
B
Gambar 2. Sonogram hati normal. (A) Sonogram lobus medial hati anjing dengan arah transduser transversal; (B) Sonogram lobus kiri hati anjing dengan arah transduser sagital. VP, vena porta; VH, vena hepatika; GB, kantung empedu. (Noviana et al 2012)
Anjing dan kucing memiliki hati yang sebagian besar berada tepat dibawah lengkungan tulang costae. Bagian kranial hati berbatasan dengan diafragma dan bagian kaudal paru-paru. Diafragma akan terlihat seperti garis melengkung hyperechoic, yang terkadang dapat menimbulkan mirror-image artefact. Bagian kaudal sebelah kiri hati akan terlihat menempel dengan limpa, sedangkan pada bagian kaudal sebelah kanan hati akan terlihat menempel dengan ginjal. Volume hati pada anjing sulit untuk dievaluasi karena terdapat perbedaan konformitas tubuh (d‟Anjou 2008). Perubahan simetris volume hati dapat diperkirakan dengan mengukur jarak maksimal dari ujung kaudal hati pada ventral garis tengah tubuh hingga diafragma pada gambaran transversal maupun sagital (Barr 1992). Kantung empedu normal akan terlihat sebagai suatu struktur anechoic berbentuk oval atau bulat dengan sedikit perpanjangan buluh empedu yang berbentuk kerucut. Ukuran kantung empedu sangat beragam tergantung dari ukuran hewan dan dapat membesar pada hewan yang mengalami anoreksia. Perubahan volume dari kantung empedu tidak dapat dijadikan suatu tanda adanya
13
obstruksi saluran empedu (d‟Anjou 2008). Dinding kantung empedu normal akan terlihat tipis dan halus dengan ketebalan kurang dari 2-3mm (Spaulding 2003). Pada keadaan normal dapat terlihat akumulasi endapan empedu di dalam kantung empedu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (Bromel et al 1998).
Gambar 3. Sonogram kantung empedu normal. GB, kantung empedu; VP, vena porta; VH, vena hepatika (Noviana et al 2012)
Vena porta terletak di dekat garis tengah tubuh dengan cabang-cabang ke arah kranial. Vena porta dan cabang-cabangnya secara normal akan tampak memiliki dinding yang echogenic karena adanya jaringan fibrosa dan lemak. Vena cava kaudal terletak di dorsal vena porta. Pada anjing yang berukuran besar, gambaran vena cava akan lebih mudah ditemukan dengan pendekatan dari arah intercostal sebelah kanan. Cabang kiri dan kanan dari vena hepatika secara normal terlihat memasuki bagian kaudal dari vena cava di dekat caudal diafragma. Dinding vena hepatika tidak dapat terlihat dan memiliki aliran darah yang berlawanan arah dengan vena porta (Lamb 1995).
Gambar 4. Sonogram hati anjing dengan tampilan aplikasi color flow Doppler (CFD) untuk mengetahui vaskularisasi di dalam hati. Dari tampilan terlihat vena porta yang berwarna merah (VP), menunjukkan aliran darah yang mendekati transduser, sedangkan vena hepatika (VH) berwarna biru menunjukkan aliran darah yang menjauhi transduser (Noviana et al 2012)
14
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan dan My Vets Animal Clinic Kemang. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011 hingga Oktober 2011.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain mesin USG dua dimensi tipe stasioner (Sonoscape SSI-1000) dengan probe tipe linear dan convex, acoustic coupling gel sebagai media penghantar gelombang ultrasound, flashdisk yang akan digunakan untuk menyimpan data, kamera digital untuk dokumentasi, alat cukur, gunting, dan tisu. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah 17 ekor anjing yang didiagnosa mengalami kelainan pada organ sistem hepatobilliari.
Metode Penelitian Persiapan Hewan Tahapan pertama yang dilakukan adalah mendapatkan anamnesa serta pemeriksaan fisik terhadap anjing-anjing yang akan digunakan. Jika ditemukan gejala klinis yang menunjukkan adanya kelainan pada organ hati dan kantung empedu
maka dilakukan proses selanjutnya yaitu pemindaian menggunakan
USG. Untuk mendapatkan hasil sonogram yang lebih baik maka dilakukan pencukuran rambut terlebih dahulu. Pencukuran rambut dilakukan pada seluruh bagian kranial abdomen antara xiphisternum sampai umbilikus dan juga termasuk satu atau dua intercostae terakhir pada teknik pemeriksaan USG (d‟Anjou 2008; Noviana et al 2012). Acoustic coupling gel dioleskan secukupnya pada transduser dan daerah yang telah dicukur bertujuan untuk meningkatkan kontak transduser dengan permukaan kulit. Penggunaan gel yang berlebihan dapat menyebabkan artefak yang dapat mengganggu pengamatan.
15
Proses Pemindaian Pemindaian dilakukan pada ruangan yang tenang, tanpa gangguan, dan pencahayaan yang tidak terlalu terang. Alat diletakkan sedemikian rupa sehingga operator dapat melihat monitor dengan baik tanpa mengganggu pergerakan dalam memindai. Alat USG diatur agar memiliki frekuensi yang sesuai. Penyesuaian frekuensi USG dilakukan berdasarkan ukuran tubuh hewan yaitu 5-7 MHz untuk anjing sedang atau 3-5 MHz untuk anjing besar. Penyesuaian nilai gain atau dan titik fokus dilakukan setiap saat untuk mendapatkan visualisasi yang optimal. Transduser dilapisi dengan gel akustik sebagai media yang meningkatkan penetrasi ultrasound pada kulit. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi hewan berbaring dorsal, berbaring kiri atau berbaring kanan. Tranduser diposisikan tepat di kaudal xiphisternum dengan bidang pindaian diarahkan dorsokranial sampai gambaran hati tercitrakan dengan optimal. Pemindaian dilakukan dari sisi kiri ke kanan, dari sisi ventral ke dorsal sehingga pemeriksaan keseluruhan bagian hati dapat dipenuhi. Jika terjadi pembesaran hati, maka sebaiknya tranduser diposisikan lebih jauh ke caudal mendekati umbilicus untuk memastikan keseluruhan hati dapat teramati. Pada anjing kecil proses pemindaian hati dilakukan secara tranversal atau sagital dengan pendekatan sub kostae sedangkan pada anjing besar proses pemindaian dilakukan melalui intercostae. Pemeriksaan kantung empedu dilakukan dengan pemindaian hati di sebelah kanan dari linea alba (d‟Anjou 2008; Noviana et al 2012).
Interpretasi Sonogram Interpretasi terhadap sonogram yang didapatkan dilakukan pada saat yang sama dengan pemindaian (real time). Pengamatan dilakukan terhadap sonogram dengan memperhatikan adanya perubahan ukuran, perubahan bentuk, perubahan posisi, peruba han marginasi dan ekhogenitas kemudian dibandingkan dengan gambaran sonogram normal (Noviana et al 2012).
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan USG dilakukan terhadap 17 ekor anjing dengan kasus kelainan organ hepatobilliari. Berdasarkan interpretasi tersebut didapatkan 7 kasus kelainan pada hati dan 10 kasus kelainan pada kantung empedu.
Kelainan Pada Hati Kelainan yang ditemukan pada hati berupa tumor hati, hepatitis, dan kongesti hati seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1.Kasus-kasus kelainan yang ditemukan pada hati Kasus
Signalement
Interpretasi USG
Diagnosa USG
1
Bubu/Dalmatian/ 9 tahun
Hepatomegali, massa multinodul, tekstur tidak homogen
Tumor hati (limfoma)
2
Chubby/Shih Tzu/ 8 tahun
Hepatomegali, massa pada parenkim
Tumor hati (neoplasia primer)
3
Joy/Cocker spaniel/ 9 tahun
Hepatomegali, massa multinodul, tekstur tidak homogen
Tumor hati (neoplasia primer)
4
Zigi/Mix labrador/ 12 tahun
massa multinodul, tekstur tidak homogen
Tumor hati (metastasis)
5
Chibby/Cocker spaniel/ 5 tahun
Hepatomegali, pembuluh darah aktif
Hepatitis
6
Bobby/Dachsund/ 15 tahun
Hepatomegali, distensi vena hepatika
Kongesti hati, hepatitis
7
Whisky/Golden retriever/ 7 tahun
Pembesaran diameter vena hepatika dan vena porta
Kongesti hati
Kasus Tumor Kasus tumor hati ditemukan pada empat ekor anjing. Interpretasi terhadap hasil sonogram kasus tumor hati dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perubahan yang teramati melalui USG pada hati akibat kasus tumor Kasus
Signalement
1 2
Perubahan yang teramati Bentuk tumor
Ukuran hati
Ekhogenitas
Bubu/Dalmatian/ 9 tahun
multinodul
Membesar
mixed (hypohyperechoic)
Chubby/Shih Tzu/ 8 tahun
bulat
Membesar
mixed (an-hypoechoic)
17
3
Joy/Cocker spaniel/ 9 tahun
multinodul
membesar asimetris
mixed (an-hypohyperechoic)
4
Zigi/Mix labrador/ 12 tahun
multinodul
Membesar
hypoechoic
Pada sonogram kasus 1 (Gambar 5) terlihat lobus kanan dan tengah memiliki tekstur yang tidak homogen dengan ekhogenitas berupa mix
hypo-
hyperechoic. Selain itu terlihat adanya massa multinodul berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi yang menyebar di bagian lobus kanan dan tengah. Di bagian kaudal lobus tengah terdapat suatu massa berbentuk bulat dengan permukaan yang tidak rata dan terlihat hypoechoic. Massa tersebut memiliki diameter 4,5-5,5 cm. Pemeriksaan dengan menggunakan color flow Doppler menunjukkan bahwa massa tersebut adalah jaringan lunak dengan vaskularisasi sangat aktif. Secara keseluruhan ukuran hati mengalami pembesaran.
B
A
Gambar 5.
Sonogram hati pada kasus tumor 1. (A) Tekstur lobus kanan hati terlihat tidak homogen; (B) Massa yang terdapat di kaudal lobus tengah hati.
Hasil interpretasi dari tekstur parenkim hati yang memiliki echogenitas mixed hypo-hyperechoic dan perbesaran ukuran hati secara menyeluruh merupakan tanda dari kasus limfoma atau metastasis tumor. Sedangkan massa di bagian kaudal lobus tengah yang memiliki ekhogenitas hypoechoic dapat didiagnosa sebagai kasus limfoma, metastasis, primary hepatic neoplasia, atau hematoma. Jika hasil interpretasi dari dua bagian tersebut digabungkan maka dapat disimpulkan bahwa jenis tumor pada kasus 1 adalah limfoma (d‟Anjou 2008). Menurut Mannion (2006), sonogram pada kasus limfoma hati akan
18
menunjukkan peningkatan ekhogenitas parenkim hati secara menyeluruh disertai dengan perbesaran ukuran hati. Namun Kealy et.al (2011) menyatakan bahwa sonogram kasus limfoma hati dapat menunjukkan penurunan ekhogenitas parenkim hati secara menyeluruh pada kondisi benign limfoma. Peningkatan ekhogenitas parenkim secara menyeluruh akan terlihat pada keadaan malignant limfoma. Limfoma merupakan salah satu malignansi paling umum yang terjadi pada anjing. Beberapa ras yang memiliki prevalensi tinggi terhadap limfoma diantaranya boxers, Scottish terriers, basset hounds, Airedale terriers, chow chows, German sheperds, poddles, St. Bernards, English bulldogs, beagles, dan golden retrievers.
Berdasarkan distribusi anatomi pada tubuh, limfoma
diklasifikasikan menjadi multisentrik, alimentarius, mediastinal, ekstranodul, dan kutaneus. Limfoma pada hati termasuk kedalam limfoma alimentarius. Menurut Morrison (2005),
hasil pemeriksaan terhadap limfoma alimentarius dengan
menggunakan radiografi dan ultrasonografi akan menunjukkan penebalan saluran gastrointestinal (focal atau diffuse), hilangnya lamina dinding usus dan lambung, limpadenomegali regional, hepatomegali, dan splenomegali. Pada sonogram kasus 2 (Gambar 6) terlihat tekstur lobus kanan, kiri dan tengah homogen dengan ekhogenitas mixed hypo-hyperechoic. Pada lobus tengah dan kiri ditemukan massa berbentuk elips dengan ekhogenitas mixed anhypoechoic. Massa I memiliki ukuran 5,0x2,3 cm sedangkan massa II memiliki ukuran 4,5x3,7 cm dengan ekhogenitas yang lebih anechoic. Batas marginasi kedua massa tersebut terlihat dengan jelas. Pemeriksaan dengan menggunakan color flow Doppler menunjukkan vaskularisasi pada kedua massa tersebut sangat aktif. Ukuran hati mengalami pembesaran menyeluruh. Pada kasus 2 terdapat 2 massa yang menempel pada hati. Massa I memiliki ekhogenitas mixed an-hypoechoic sedangkan massa II lebih anechoic. Menurut d‟Anjou (2008), keberadaan suatu massa pada hati dengan echogenitas mixed dapat didiagnosa sebagai nodular hiperplasia, primary neoplasia, metastasis, dan hematoma. Sedangkan massa dengan ekhogenitas an-hypoechoic dapat didiagnosa sebagai tumor cystic, nekrosis, abses, dan hematoma. Dari
19
differensial diagnosa kedua massa tersebut dapat disimpulkan bahwa tumor pada kasus 2 merupakan neoplasia primer.
A
B
Gambar 6. Sonogram hati pada kasus tumor 2. (A) Pemeriksaan massa I menggunakan color flow Doppler menunjukkan vaskularisasi yang aktif; (B) Terlihat Massa II menekan kantung empedu di sebelah kanannya. Pada sonogram kasus 3 (Gambar 7) terlihat tekstur lobus kanan, kiri dan tengah tidak homogen dan terdapat bentukan massa multinodul dengan ekhogenitas mixed (an-hypo-hyperechoic). Ukuran nodul bervariasi dengan diameter rata-rata 1 cm. Ukuran hati terkesan membesar dengan bentuk asimetris.
A
Gambar 7.
B
Sonogram hati pada kasus tumor 3. (A) Terlihat adanya massa multinodul (tanda panah) dengan mixed echogenitas pada lobus tengah hati; (B) Sonogram hati anjing normal
Menurut d‟Anjou (2008), adanya massa multi nodul dengan mixed ekhogenitas dapat didiagnosa sebagai nodular hiperplasia, neoplasia primer, metastasis, atau hematoma. Sedangkan pembesaran hati dengan bentuk asimetris
20
dapat didiagnosa sebagai neoplasia primer, metastasis, granuloma, thrombosis, atau hematoma. Jika diambil irisan dari differensial diagnosa dari kedua interpretasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis tumor pada kasus 3 adalah neoplasia primer hepatik. Neoplasia hepatik primer sangat jarang ditemukan pada anjing, persentasenya hanya 0,6% – 1,3% dari keseluruhan neoplasia pada anjing (Eves 2004), sedangkan menurut Shaw & Sherri (2006) persentase neoplasia pada anjing hanya 1%. Neoplasia hepatik primer cenderung muncul pada hewan tua sekitar umur 10-12 tahun. Ras dan jenis kelamin tidak menjadi predisposisi kejadian neoplasia primer. Kasus hepatik neoplasia primer umumnya muncul disertai dengan kombinasi beberapa abnormalitas seperti muntah, anoreksia, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Beberapa jenis neoplasia primer pada hati diantaranya hepatoma, bile duct cystadenoma, hepatocelluler carcinoma, dan cholangiocelluler carcinoma dengan ukuran 0,5-18 cm (Farrow 2003). Menurut Mannion (2006), neoplasia hepatik primer dapat berasal dari sel epiteliel atau mesenkim. Neoplasia tipe mesenkim biasanya berkembang menjadi neoplasia malignant (haemangiosarcoma, fibrosarcoma, leiomyosarcoma, dan ostesarcoma extra-skeletal) sedangkan neoplasia tipe epitelial umumnya merupakan neoplasia benign (hepatocellular adenoma dan cholangiocellular adenoma). Namun ada beberapa neoplasia malignant yang berasal dari sel epitelial yaitu hepatocellular carcinoma dan cholangiocellular carcinoma. Shaw & Sherri (2006) menyatakan bahwa neoplasma primer yang paling sering ditemukan pada anjing adalah hepatocelluler adenomas dan hepatocelluler carcinomas. Pada sonogram kasus 4 (Gambar 8) terlihat tekstur lobus kanan, kiri, dan tengah tidak homogen. Terdapat multi nodul hypoechoic dengan ukuran bervariasi pada lobus hati. Di bagian kaudal hati ditemukan massa hypoechoic berbentuk bulat, berdiameter sekitar 2 cm, dan memiliki batas kapsula yang jelas. Menurut d‟Anjou (2008), terbentuknya multi nodul & massa hypoechoic pada lobus hati memiliki beberapa differensial diagnosis, yaitu nodular hyperplasia, metastasis, lymphoma, hepatik neoplasia, atau hematoma. Setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada abdomen ditemukan abnormalitas pada limpa berupa splenomegali, kapsula limpa tidak rata, tekstur tidak homogen, terdapat nodul-
21
nodul hypo-hyperechoic dengan ukuran bervariasi, dan pembuluh darah pada limpa sangat aktif. Kondisi tersebut menunjukkan adanya tumor primer pada limpa dan bermetastasis ke hati.
B
A
Gambar 8.
Sonogram hati pada kasus tumor 4. (A) Terlihat tekstur hati tidak homogen, dengan nodul-nodul yang lebih hypoechoic; (B) Sonogram hati anjing normal
Untuk memastikan jenis tumor yang ada dalam setiap kasus maka diperlukan diagnosa lanjutan. Diagnosa lanjutan yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium terhadap darah dan pengambilan sampel jaringan tumor dengan menggunakan teknik biopsi. Dalam menangani kasus tumor, terapi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat malignant atau benign. maupun lokasi dari tumor. Terapi yang dapat dilakukan antara lain kemoterapi, penggunaan radiasi, tindakan bedah, atau kombinasi dari metode-metode tersebut. Jika tumor hanya terletak pada satu lokasi, maka penanganan yang dilakukan adalah dengan prosedur bedah untuk mengangkat tumor tersebut. Jika tumor telah menyebar ke limfonodus sekitarnya terkadang masih bisa diangkat dengan prosedur bedah. Namun jika tumor tidak bisa dihilangkan dengan prosedur bedah maka pilihan terapi yang memungkinkan adalah radiasi, kemoterapi, atau gabungan keduanya (Moscow & Jowan 2007).
Kasus Hepatitis Kasus hepatitis ditemukan pada dua ekor anjing. Kasus pertama ditemukan pada seekor Cocker spaniel berumur 5 tahun, sedangkan kasus kedua ditemukan pada seekor Dachshund berumur 15 tahun. Hasil sonogram dari kedua kasus
22
tersebut menunjukkan adanya pembesaran ukuran hati dan meningkatnya aliran pembuluh darah. Menurut d‟Anjou (2008), gambaran sonogram hepatitis ditandai dengan perubahan ekhogenitas parenkim hati menjadi mixed hypo-hyperecoic, diffuse hypoechoic (hepatitis akut) atau diffuse hyperechoic (hepatitis kronis). Pada sonogram kasus hepatitis juga ditandai dengan pembesaran ukuran hati secara menyeluruh dengan batas yang halus. Pada kasus pertama (Gambar
9), sonogram menunjukkan tekstur
parenkim hati homogen hypoechoic dengan kesan ukuran hati membesar. Pemeriksaan color flow Doppler menunjukkan aliran darah di dalam pembuluh darah pada hati sangat aktif. Pada kasus kedua (Gambar 10), kasus hepatitis disertai dengan kondisi kongesti vena hepatika
Gambar 9.
Sonogram hati pada kasus hepatitis 1. Dengan menggunakan color flow Dopller terlihat pembuluh darah pada hati sangat aktif.
.
Gambar 10.
Sonogram hati pada kasus hepatitis 2. Terlihat echogenitas dinding pembuluh darah hati meningkat (tanda panah).
23
Hepatitis merupakan peradangan yang terjadi pada hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis agen seperti virus, bakteri, fungi, cacing, toksin, dan metabolit lainnya. Namun hepatitis dapat muncul tanpa penyebab yang jelas, atau biasa disebut dengan idiopatik hepatitis atau hepatitis periportal (Kelly 1993). Penyebab kasus hepatitis yang paling sering ditemukan adalah infeksi oleh Canine adenovirus -1, keracunan aflatoksin, dan akumulasi metabolit copper (Boomkens et.al
2004). Beberapa ras anjing menjadi predisposisi hepatitis. Bedlington
terriers, Dobermann pinschers, West highland, White terriers, & Sky terriers secara herediter tidak memiliki kemampuan untuk mengeksresikan kandungan tembaga dalam empedu yang sering dikaitkan dengan akumulasi tembaga di dalam hati dan penyakit kronis pada hati (Nelson & Couto 2008). Bentuk paling umum dari hepatitis adalah hepatitis reaktif non spesifik, hepatitis akut, dan hepatitis kronis. Hepatitis reaktif non spesifik merupakan hepatitis yang terjadi akibat reaksi terhadap keberadaan endotoksin yang dihasilkan pada kondisi sepsis atau yang diserap dari gastrointestinal. Hepatitis akut dapat diakibatkan oleh infeksi, toksin, atau hypoxia hati. Hepatitis kronis merupakan bentukan hepatitis yang paling umum ditemukan. Hepatitis kronis disebabkan oleh reaksi peradangan autoimun yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus namun dapat juga disebabkan oleh intoksikasi. Simptom yang muncul pada kasus hepatitis biasanya tidak spesifik, diantaranya penurunan nafsu makan, lesu, terkadang muncul poliuria/polidipsi, dan diare. Hepatoencephalopati dan acites hanya muncul pada hepatitis kronis yang sudah parah. Sedangkan jaundice tidak selalu muncul pada kasus hepatitis (Rothuizen & Van Den Ing 1998). Sonogram
pada
kasus
hepatitis
umumnya
menunjukkan
adanya
pembesaran ukuran hati secara menyeluruh dan perubahan echogenisitas dari parenkim hati. Hepatitis akut dapat dibedakan dengan hepatitis kronis melalui pemeriksaan ultrasonografi. Sonogram pada kasus hepatitis akut menunjukkan perubahan echogenisitas parenkim hati menjadi lebih hypoechoic, sedangkan sonogram pada kasus hepatitis kronis akan memperlihatkan parenkim hati menjadi lebih hyperechoic. Hepatitis kronis biasanya tidak menyebabkan
24
pembesaran ukuran hati meskipun terjadi infiltrasi neoplastik dalam jumlah besar(d‟Anjou 2008). Untuk mengetahui penyebab spesifik dari kasus hepatitis diperlukan diagnosa lanjutan berupa pemeriksaan laboratorium. Jika diperlukan maka dapat juga dilakukan aspirasi menggunakan jarum halus maupun biopsi jaringan. Pengobatan dilakukan berdasarkan kausa yang ditemukan. Tidak ada terapi spesifik
untuk kasus hepatitis akut, namun pemulihan dapat terjadi dengan
perlakuan terapi suportif. Untuk terapi kasus hepatitis kronis dapat dilakukan dengan terapi jangka panjang menggunakan prednisolone dan azathioprine. Dalam terapi kasus hepatitis kronis perlu juga diberikan obat antifibrotik dan obat hepatoprotektor. Obat antifibrotik yang sering digunakan adalah colchicine (0,03mg/kg BB, PO), sedangkan beberapa obat hepatoprotektor yang umum digunakan adalah ursodeoxycholic acid (10 mg/kg BB, PO), vitamin E 400 i.u (PO), dan s-adenosyl-l-methionine (18 mg/kg BB, PO) (Rothuizen & Van Den Ing 1998).
Kasus Kongesti Hati Kongesti hati ditemukan pada dua ekor anjing. Kasus pertama ditemukan pada seekor Dachshund berumur 15 tahun sedangkan kasus kedua ditemukan pada seekor Golden retriever berumur 7 tahun. Hasil sonogram dari kedua kasus tersebut menunjukkan pelebaran diameter (distensi) dari pembuluh darah yang ada di hati. Menurut d‟Anjou (2008), kongesti buluh darah di hati ditandai dengan membesarnya ukuran pembuluh darah, meningkatnya echogenisitas dinding buluh darah, dan disertai pembesaran hati (hepatomegali). Perubahan pada vaskularisasi hati lebih sering diakibatkan efek sekunder dari kelainan lain (Mannion 2006). Pada kasus pertama (Gambar 11A), kongesti terjadi pada vena hepatika. Pada sonogram terlihat echogenitas dinding vena hepatika meningkat menjadi lebih hyperechoic. Selain itu terlihat ukuran vena hepatika membesar (distensi) terutama bagian yang akan menuju vena kava kaudalis. Sedangkan pada kasus kedua (Gambar 11B) kongesti terjadi pada vena hepatika sekaligus vena porta. Pada sonogram terlihat adanya pembesaran diameter vena porta dan vena hepatika.
25
Distensi vena hepatika dan vena cava caudal dapat disebabkan oleh gagal ginjal kongestif atau obstruksi pada vena cava caudal. Distensi vena hepatika sering disertai dengan
kejadian acites. Sedangkan distensi vena porta dapat
disebabkan oleh hipertensi akibat efek sekunder dari gangguan hati, obstruksi vena porta, atau fistula pada hepatic arteriovenous. Kongesti hati yang parah dapat menimbulkan transudasi pada permukaan hati. Kondisi ini terjadi akibat dua kondisi: (1) kelainan pada sisi kanan jantung dan (2) akumulasi cairan pericardial dalam jumlah yang besar (Farrow 2003).
B
A
Gambar 11.
Sonogram hati pada kasus kongesti hati. (A) Terlihat pembesaran diameter vena hepatika disertai peningkatan echogenitas dinding pembuluh darah (tanda panah); (B) Terlihat pembendungan yang ditandai dengan pembesaran diameter vena porta.
Kongesti pada hati umumnya merupakan efek sekunder dari kelainan lain, sehingga terapi yang dapat dilakukan adalah pegobatan terhadap kelainan primer yang terjadi.
Kelainan pada kantung empedu Kelainan yang ditemukan pada kantung empedu berupa cholecystitis, cholelithiasis, dan mucocele seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3.Kasus-kasus kelainan yang ditemukan pada kantung empedu Kasus
Signalement
Interpretasi USG
Diagnosa USG
1
Britney/Golden retriever/-
Penebalan dinding kantung empedu, echogenitas lumen meningkat (endapan)
Cholecystitis, mucocell
2
Stanley/Mixed/ 12 tahun
Penebalan dinding kantung empedu, endapan di lumen
Cholecystitis, mucocell
26
3
Funny/Mixed/ 5 tahun
Penebalan dinding kantung empedu
Cholecystitis
4
Mochi/Pom/ 5 tahun
Penebalan dinding kantung empedu
Cholecystitis
5
Bear/Chow chow/ 9 tahun
Penebalan dinding kantung empedu, massa padat (hyperechoic) di lumen kantung empedu
6
Baby/Golden retriever/ 1 tahun
Penebalan dinding kantung empedu, endapan di lumen kantung empedu
Cholecystitis, Mucocell
7
Boncel/Dachshund/ 8 tahun
Endapan di lumen
Mucocell
8
Momo/Mix/ 15 tahun
Endapan di lumen
Muocell
9
Mushu/Shih tzu/ 8 tahun
Endapan di lumen
Muocell
10
Morgan/Mini snautzer/ 12 tahun
Pembesaran lumen , endapan di lumen
Mucocell, dilatasi lumen
Cholecystitis, Cholelithiasis
Kasus Cholecystitis Cholecystitis ditemukan pada enam ekor anjing. Interpretasi terhadap hasil sonogram kasus cholecystitis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perubahan yang teramati pada sonogram kantung empedu akibat kasus cholecystitis Kasus
Perubahan yang teramati
Signalement (nama/ras/umur)
Dinding
Ukuran
Lumen
1
Stanley/Mixed/ 5 tahun
Menebal
Normal
Terdapat mucocele
2
Bear/Chow chow/ 9 tahun
Menebal
Normal
Terdapat cholelith
Menebal
Normal
Terdapat mucocele
3
Baby/Golden retriever/ 1 tahun
4
Britney/Golden retriever
5
Funny/Mixed/ 5 tahun
6
Mochi/Pom/ 5 tahun
Menebal disertai edema Menebal disertai edema Menebal
Normal
Normal
Normal
Ekhogenitas meningkat Ekhogenitas meningkat Ekhogenitas meningkat
27
Hasil sonogram dari keenam kasus tersebut umumnya menunjukkan penebalan dinding kantung empedu (hyperechoic). Menurut d‟Anjou (2008), gambaran sonogram dari cholecystitis tergantung dari derajat keparahan peradangan yang terjadi, namun umumnya cholecystitis ditandai dengan penebalan dinding kantung empedu (lebih dari 2-3mm) dengan
gambaran
sonogram berupa peningkatan echogenisitas dari dinding kantung empedu. Sedangkan Shaw & Sherri (2006) menyatakan bahwa sonogram dari kasus cholecystitis akan menunjukkan perbesaran kantung empedu, distensi saluran empedu, penebalan dinding kantung empedu, meningkatnya ekhogenitas lumen akibat peningkatan cairan empedu, dan terkadang ditemukan adanya cholelith. Penebalan dinding kantung empedu dapat disertai dengan edema pada dinding kantung empedu. Pada sonogram, edema terlihat sebagai daerah hypoechoic yang memisahkan dua garis hyperechoic pada dinding kantung empedu (Aissi & Slimani 2009). Pada kasus 1, 2, dan 3, terlihat dinding kantung empedu mengalami penebalan (hyperechoic) tanpa disertai dengan edema (Gambar 12). Penebalan dinding kantung empedu tersebut merupakan salah satu tanda bahwa kantung empedu mengalami peradangan
B
A
Gambar 12.
C
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis. (A) Sonogram kasus 1; (B) Sonogram kasus 2; (C) Sonogram kasus 3. Terlihat variasi penebalan dinding kantung empedu (tanda panah).
Pada kasus 4 dan 5, penebalan dinding kantung empedu disertai dengan edema. Hal ini terlihat pada sonogram berupa dua garis hyperechoic yang dipisahkan oleh suatu garis hypoechoic (Gambar 13). Garis hypoechoic yang berada diantara garis hyperechoic tersebut merupakan edema yang muncul akibat peradangan
28
A
Gambar 13.
B
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis dengan edema. (A) Penebalan dinding kantung empedu disertai edema pada kasus 4; (B) Penebalan dinding kantung empedu disertai dengan edema pada kasus 5.
Sedangkan pada kasus 6, penebalan dinding kantung empedu hanya terjadi pada bagian muara dekat duktus sistikus (Gambar 14 ). Hal ini menunjukkan bahwa peradangan yang terjadi bersifat ascenden dengan sumber infeksi berasal dari saluran pencernaan.
A
Gambar 14.
B
Sonogram kantung empedu pada kasus cholecystitis 6. (A) Terlihat adanya penebalan dinding kantung empedu pada bagian muara dekat duktus sistikus; (B) Sonogram kantung empedu normal
Cholecystitis merupakan peradangan yang terjadi pada kantung empedu yang bisa terjadi bersamaan dengan peradangan buluh empedu (choledochitis), peradangan buluh hepatik (cholangitis), atau peradangan parenkim hati (cholangiohepatitis). Peradangan ini lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif aerobic (E. coli, Klebsiella, Pseudomonas dan Salmonella spp) atau bakteri anaerob seperti Clostridium spp (Johnson & Sherding 2000). Selain itu
29
dapat juga disebabkan oleh operasi bedah pada kantung empedu maupun penyumbatan buluh empedu (Taboada 1997). Kasus cholecystitis sangat jarang ditemukan pada anjing. Kejadian dan prevalensi dari cholecystitis kronis maupun akut tidak diketahui (Partington & Biller 1996) Pada kasus yang ringan, terapi terhadap cholecystitis dapat dilakukan dengan
pemberian
antibiotik
(misalnya
cephalosporin,
ampicilin,
dan
enrofloxacin). Pemeriksaan rutin harus dilakukan untuk mengetahui kondisi kantung empedu selanjutnya. Tindakan bedah dapat dilakukan jika terapi antibiotik tidak mampu mengatasi peradangan yang terjadi (Shaw & Sherri 2006)
Kasus Cholelithiasis Cholelithiasis ditemukan pada satu ekor anjing Chow chow berumur 9 tahun. Hasil sonogram pada kasus tersebut menunjukkan adanya massa hyperechoic yang menggumpal di dalam lumen kantung empedu (Gambar 15).
B
A
a b Gambar 15.
Sonogram kantung empedu pada kasus cholelithiasis. (A) Terlihat a) cholelith memenuhi lumen kantung empedu disertai dengan b) acoustic shadowing; (B) Sonogram kantung empedu normal
Thrall (2002) menyatakan, suatu massa atau struktur yang bersifat hyperechoic di dalam kantung empedu dengan atau tanpa acoustic shadowing merupakan cholelith. Cholelith dapat berukuran sangat kecil seperti pasir atau sangat besar dan tunggal. Cholelith dapat berada di bagian kantung empedu maupun di saluran empedu. Cholelithiasis ditandai dengan penumpukan massa yang mengeras hingga membentuk kalkuli atau batu di dalam kantung empedu. Batu empedu dapat dengan mudah terdeteksi menggunakan ultrasonografi. Pada sonogram akan
30
terlihat suatu struktur hyperechoic dan dibagian posterior akan terbentuk acoustic shadowing. Kalkuli yang berada di dalam buluh empedu sulit terdeteksi karena ukurannya yang kecil dan adanya gangguan dari gas yang berada di usus (Nyland et al 2002). Terdapat 3 tipe kalkuli yang dapat muncul pada kantung empedu anjing, yaitu: kalkuli yang murni terbentuk dari kolesterol, kalkuli campuran (campuran kolesterol dengan asam empedu, pigmen,kalsium, dan protein), dan kalkuli pigmen (terbentuk dari kalsium bilirubinat). Patogenesis dari kasus cholelithiasis tidak diketahui dengan pasti. Beberapa penyebab terbentuknya cholelith antara lain trauma, penyumbatan aliran empedu, faktor makanan, cholecystitis, dan infeksi bakteri maupun virus (Veronica et al 2006). Kalkuli pada kantung empedu terbentuk ketika cairan empedu menjadi jenuh akibat kandungan kolesterol yang tinggi sehingga menyebabkan terhambatnya pengeluaran cairan empedu dari lumen kantung empedu. Kondisi ini menimbulkan respon dari mukosa kantung empedu untuk memproduksi mucin dalam jumlah besar yang akan menginduksi oklusi duktus sistikus. Beberapa zat seperti pigmen empedu, mukoprotein, dan bakteri dapat menyebabkan kalkuli berukuran mikroskopik menjadi besar sampai membentuk batu empedu (Ward 2006). Menurut Zoran (1997), batu empedu yang terbentuk umumnya terdiri atas garam empedu, kalsium, magnesium, fosfor,dan komponen lain termasuk kolesterol. Pada anjing dan kucing kasus cholelithiasis sangat jarang ditemukan. Tidak ada predileksi ras maupun genetik yang dihubungkan dengan kelainan ini. Predisposisi penyakit ini antara lain peradangan buluh empedu, pankreas, maupun jaringan parenkim hati yang terletak di sekitar kantung empedu dan buluh empedu Cholelithiasis sering dihubungkan dengan cholecystitis yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, cholangitis, atau obstruksi buluh empedu. Kasus cholelithiasis cenderung muncul pada hewan tua yang dikarenakan oleh pengendapan empedu di kantung maupun saluran empedu hingga mengeras dan menjadi cholelith (Zoran 1997). Kasus cholelithiasis lebih sering ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan kelainan lain karena cholelithiasis tidak menimbulkan gejala klinis yang spesifik (Kealy 2011). Namun gejala klinis yang biasanya muncul antara lain anoreksia, muntah, diare, letargi, ikterus,dan nyeri serta pembesaran
31
abdomen (Ward 2006). Menurut Willard & Fossum (2005), cholelithiasis yang muncul bersamaan dengan cholecystitis dapat menimbulkan muntah, ikterus, anoreksia, demam, rasa tidak nyaman pada abdomen, hingga ascites. Untuk batu empedu yang belum terkalsifikasi dapat diatasi dengan ursodeoxycholic yang dikombinasikan dengan silymarin dan vitamin E (Selvaraj et.al 2011). Sedangkan terapi yang direkomendasikan untuk mengatasi kasus cholelithiasis adalah melalui tindakan bedah cholecystotomi. Jika kerusakan pada kantung empedu sudah parah sebaiknya dilakukan cholecsytectomy, sedangkan choledochotomy dilakukan jika cholelith berada didalam buluh empedu (Ward 2006).
Kasus Mucocele Mucocele ditemukan pada tujuh ekor anjing. Interpretasi terhadap hasil sonogram kasus cholecystitis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perubahan yang teramati pada sonogram kantung empedu akibat kasus Mucocele Perubahan yang teramati Signalement Kasus (nama/ras/umur) Dinding Ukuran Lumen 1
Britney/Golden retriever/
2
Stanley/Mixed/12 tahun
3
Baby/Golden retriever/ 1 tahun
Menebal disertai edema Menebal
Normal Normal
Peningkatan ekhogenitas Mucocele total
Menebal
Normal
Mucocele parsial
4
Boncel/Dachsund/8 tahun
Normal
Normal
Mucocele parsial
5
Momo/Mixed/15 tahun
Normal
Normal
Mucocele parsial
6
Mushu/Shistzu/8 tahun
Normal
Normal
Mucocele parsial
Normal
Membesar
7
Morgan/Mini snautzer/ 12 tahun
Mucocele, distensi kantung empedu
Hasil sonogram dari kasus ini menunjukkan adanya suatu bentukan massa hypoechoic di dalam kantung empedu. Mucocele merupakan suatu massa hypoechoic yang berasal dari kumpulan endapan cairan empedu (billiary sludge) yang mengendap pada kantung empedu.
Keberadaan
mucocele
sering
dihubungkan dengan obstruksi buluh empedu maupun ruptur kantung empedu (Thrall 2002).
32
Pada kasus 1, mucocele yang terbentuk belum terlihat jelas. Pada sonogram hanya terlihat peningkatan echogenitas cairan di dalam lumen menjadi lebih hypoechoic (Gambar 16 ).
B
A
Gambar 16 . Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele 1. (A) Pada sonogram terlihat peningkatan echogenitas dalam kantung empedu disertai dengan penebalan dinding kantung empedu (panah kuning); (B) Sonogram kantung empedu normal Pada kasus 3, 4, 5, dan 6 mucocele yang terbentuk di lumen kantung empedu dapat terlihat jelas (Gambar 17).
A
B GB
a
C
D a
Gambar 17.
a
GB
a
Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele. (A) Sonogram kasus 3; (B) Sonogram kasus 4; (C) Sonogram kasus 5; (D) Sonogram kasus 6. a, Mucocele; GB, lumen kantung empedu.
33
Pada kasus 2, mucocele terlihat memenuhi lumen kantung empedu sehingga menyebabkan distensi kantung empedu (Gambar 18).
A
Gambar 18.
B
Sonogram kantung empedu pada kasus mucocele 2. (A) Pada hasil sonogram terlihat mucocele memenuhi seluruh lumen kantung empedu; (B) Sonogram kantung empedu normal
Pada kasus 7, mucocele yang terbentuk sangat besar sehingga menyebabkan distensi luar biasa pada kantung empedu (Gambar 19).
Gambar 19 . Sonogram kantung empedu pada kasus 7. Pada sonogram terlihat mucocele menyebabkan dilatasi kantung empedu. Menurut Mesich et al (2009), mucocele terbentuk dari akumulasi mucus dari kantung empedu yang tidak tersalurkan keluar melalui buluh empedu dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan menurut Besso et al (2000), penyebab primer dari terbentuknya mucocele adalah penyumbatan buluh empedu, hipertropi mukosa, atau infeksi aerob. Pada sonogram, gambaran dari mucocele sangat bervariasi. Mucocele dapat terlihat seperti bentukan debris tanpa struktur
34
internal. Kasus mucocele sering ditemukan pada anjing terutama anjing tua maupun anjing berukuran kecil hingga sedang. Anjing yang cenderung sering terkena kelainan ini adalah ras Cocker spaniel, namun anjing jenis Shetland sheepdog dan Miniature schnauzer juga sering terkena kasus mucocell. Mucocell dapat dibedakan dengan endapan cairan empedu (billiary sludge) maupun debris meskipun memiliki echogenisitas yang hampir sama. Mucocell tidak terpengaruh oleh gravitasi sehingga saat dilakukan pemeriksaan melalui USG maka mucocell tidak akan bergerak sama sekali (Worley et al 2004), sedangkan debris akan terpengaruh oleh gravitasi sehingga posisi dan bentuknya akan berubah saat hewan direposisi. Mucocele pada kantung empedu biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat pemeriksaan karena kasus mucocele tidak menunjukkan gejala klinis yang signifikan. Mucocele dapat menyebabkan peritonitis lokal dan ruptur kantung empedu (Kealy et al 2011). Keberadaan
mucocele
didalam
lumen
kantung
empedu
berisiko
menyebabkan terjadinya ruptur maupun infeksi bakteri sekunder sehingga perlu ditangani. Tindakan bedah melalui cholecystectomy direkomendasikan dalam mengatasi kasus mucocele. Jika tindakan bedah tidak dapat dilakukan maka dapat dilakukan terapi melalui penggunaan ursodeoxycholic acid (10-15 mg/kg BB, PO) dan adenosylmethionine (20 mg/kg BB, PO, dalam keadaan lambung kosong). Selain itu penggunaan levothyroxine dapat membantu pengosongan kantung empedu dan dikombinasikan dengan pakan rendah lemak untuk meningkatkan aliran empedu (Norwich 2011).
35
SIMPULAN 1.
Gambaran sonogram yang dapat terlihat pada kasus tumor adalah hepatomegali, tekstur hati yang tidak homogen, dan adanya massa pada parenkim hati.
2.
Sonogram kasus hepatitis menunjukkan perubahan ekhogenitas parenkim hati dan meningkatnya aktifitas pembuluh darah hati.
3.
Sonogram kasus kongesti hati menunjukkan perbesaran diameter dan meningkatnya ekhogenitas dinding pembuluh darah pada hati.
4.
Sonogram kasus cholecystitis dicirikan dengan peningkatan ekhogenitas dinding kantung empedu menjadi hyperechoic tanpa atau disertai edema.
5.
Sonogram kasus cholelithiasis ditandai dengan adanya bentukan massa hyperechoic di dalam kantung empedu yang disertai dengan acoustic shadowing.
6.
Sonogram kasus mucocele menunjukkan adanya suatu bentukan massa hypoechoic di dalam kantung empedu
SARAN Ultrasonografi dapat digunakan oleh para dokter praktisi hewan kecil untuk mendiagnosa kelainan pada organ hati dan kantung empedu anjing.
36
DAFTAR PUSTAKA
Aiello SE, Bukowski JA. 2007. Dogs Basic. Di dalam: Kahn CM [editor]. The Merck/Merial Manual Pet Health, Home Edition. New Jersey: Merck and Co. Inc. Hal 2-23 Aissi A, Slimani C. 2009. Ultrasound Diagnosis of Cholecystitis in a Dog. (A Case Report). Global Veterinaria, Vol 3 (6). Hal 514-515 Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Oxford: Blackwell Scientific Publications. Hal 46-52, 84-98 Barr F. 1992. Ultrasonographic Assessment of Liver Size in the Dog. Journal of Small Animal Practice 33. Hal 359-364 Besso JG, Wrigley RH, Gliatto JM. 2000. Ultrasonographic Appearance and Clinical Findings in 14 Dogs With Gallbladder Mucocele. Veterinary Radiology Ultrasound, Vol 41. Hal 261-271 Bhandal J, Head LL, Francis DA, Foster RA, Berrington A.2009. Use of Color Flow Doppler Ultrasonography to Diagnose a Bleeding Neuroendocrine Tumor in the Gallbladder of a Dog. Journal of the American Veterinary Medical Association, Vol 235 (11). Hal 1326-1329 Bill RL. 2002. The Digestive System. Di dalam: Colville T, Bassert JM [editor]. Clinical Anatomy & Physiology For Veterinary Technicians. Missouri: Mosby, Inc. Hal 236-253 Boomkens SY, Penning LC, Egberink HF, van den Ingh TS, Rothuizen J. 2004. Hepatitis With Special Reference to Dogs. A review on the Pathogenesis and Infectious Etiologies, Including Unpublished Results of Recent Own Studies. Veterinary Q Journal, Vol 26(3). Hal 107-114 Bromel C, Barthez PY, Léveillé R, Scrivani PV. 1998. Prevalence of Gallbladder Sludge in dogs as Assessed by Ultrasonography. Vet Radiol Ultrasound Vol 9. Hal 206-210 Cruz-Arambulo R, Wrigley R.2003. Ultrasonography of the Acute Abdomen. Clinical Techniques in Small Animal Practice, Vol 18 (1). Hal 20-31
37
d‟Anjou AM. 2008. Liver. Di dalam: Pennick D, André d`Anjou M [editor] Atlas of Small Animal Ultrasonography. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Hal: 217-260 Dimski DS. 1997. Hepatitis, Chronic Active. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC [editor]. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. Hal 442443 Evans HE. 1993. Miller’s Anatomy of the Dog. Ed ke-3. Pennsylvania: W.B. Saunders Company. Hal 385-423 Eves NG. 2004. Hepatocellular Adenoma in a 12-year-old Crossbred German sheperd Dog. Canadian Veerinaryt Journal, Vol 45 (4). Hal 326-328 Farrow CS. 2003. Veterinary Diagnostic Imaging The Dog And Cat Vol 1. Missouri: Mosby, Inc Gaschen L.2009. Update on Hepatobiliary Imaging. Veterinary Clinics of North America: Small Animal Practice, Vol 39 (3). Hal 439-467 Goddard PJ. 1995. General Principles. Di dalam: Goddard PJ [editor]. Veterinary Ultrasonography. Ealingford: CAB International. Hal: 1-20 Houpt KA. 1998. Domestic Animal Behavior for Veterinarians and Animal Scientists. Ed ke-3. Iowa: Iowa State University Press. Hal 1-27 Johnson SE & Sherding RG. 2000. Diseases of the Liver and Biliary Tract. Di dalam Bichard SJ & Sherding RG [editor]. Saunders Manual of Small Animal Practice, 2nd Ed. Philadelphia: W. B. Saunders Co. Hal 824 Kealy JK, McAllister H, Graham JP. 2011. Diagnostic Radiology and Ultrasonography of the Dog and Cat 5th Edition. Missouri: Saunders Elsevier. Hal: 42-49 Kelly WR. 1993. The Liver and Billiary System. Di dalam: Jubb KVF, Kennedy P, Palmer N [editor]. Pathology of Domestic Animals 4th ed. San Diego: Academic Press. Hal 404-406 Kumar V, Kumar A, Varshney AC, Tyagi SP, Kanwar MS, Sharma SK. 2008. Diagnostic Imaging of Canine Hepatobiliary Affections – A Review. Journal of Veterinary Surgery and Radiology, Vol 24 (6). Hal 254-258
38
Lamb CR. 1995. Abdominal Ultrasonographyin Small Animal. Di dalam: Goddard PJ [editor]. Veterinary Ultrasonography. Ealingford: CAB International. Hal: 21-27, 35-41 Larkin P, Stockman M. 2007. The Ultimate Encyclopedia of Dogs: Dogs Breeds and Dogs Care. London: Annes Publishing Ltd. Mannion P.
2006. The Liver and Spleen. Di dalam: Mannion P [editor]
Diagnostic Ultrasound in Small Animal Practice. Oxford: Blackwell Publishing. Hal: 50-79 Mesich MLL, Mayhew PD, Paek M, Holt DE, Brown DC. 2009. Gall bladder Mucoceles and Their Association With Endocrinopathies in Dogs: A Retrospective Case-control Study. Journal of Small Animal Practice, Vol 50(12). Hal 630-635 Meyer HP. 2000. Hepatic Encephalopathy: An overview. Di dalam: Proceedings of the Hill’s European Symposium on Canine and Liver Disease. Amsterdam. Hal 94-98 Molazem M, Vajhi A, Soroori S, Veshkini A, Masoudifard M, Pedram S.2007. Three-Dimensional Color Doppler Ultrasonography Study of Normal Liver Vascular Pattern in Dog. Iranian Journal of Veterinary Surgery, Vol 2 (3). Hal 49-58 Morrison WB.2005. Lymphoma in Dogs and Cats. Wyoming: Teton New Mendia. Hal 3-20, 45-53 Moscow JA, Cowan KH. 2007. Biology of Cancer. Di dalam: Goldman L, Ausiello D [editor]. Cecil Medicine 23rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. Hal 185-187 Nelson RW, Couto CG. 2008. Hepatobiliary Disease In The Dog. Di dalam: Nelson RW, Couto CG [Editor]. Small Animal Internal Medicine. Missouri: Mosby Inc. Hal 297-321 Norwich A. 2011. Gallbladder Mucocele in a 12-year-old Cocker spaniel. Canadian Veterinary Journal, Vol 52 (3). Hal 319-321 Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, Siswandi R.2012. Diagnosis Ultrasonografi Pada Hewan Kecil. IPB Press: Bogor. Hal: 2-10, 22-33
39
Nyland TG, Mattoon JS, Herrgesell EJ, Wisner ER. 2002. Liver & Spleen. DI dalam: Nyland TG & Mattoon JS [editor]: Small Animal Diagnostic Ultrasound, 2nd Ed. Philadelphia: W.B. Saunders. Hal 30-48 Parington BP, Biller DS. 1996. Liver. Di dalam: Green RW [editor]. Small Animal Ultrasound. Philadelphia : Lippincott-Raven. Hal 113-117 Richter KP. 1997. Hepatomegaly.Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC [editor]. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. Hal 440-441 Rothuizen J. Van der Ing TS. 1998. Hepatitis in Dog: a Review. Tijdschr Diergeneeskd, Vol 123 (8). Hal: 246-252 Rothuizen J, Meyer HP. 2000. History, Physical Examination, and Signs of Liver Disease. Journal of Veterinary Internal Medicine: Disease of the Dog & Cat. Hal 25 Selvaraj P, Jeyaraja P, Umesh CG, Balagangathara M, Thilagar, Nambi AP, Prathaban S. 2011. Cholecystolithiasis in a Labrador Bitch: A Clinical Report on a Rare Case. Tamilnadu J. Veterinary & Animal Science, Vol 7 (1). Hal 53-55 Sharon AC. 2009. Diseases of the Gallbladder and Billiary Tree. Veterinary Clinics of North America: Small Animal Practice, Vol 39 (3). Hal 543-598 Shaw D, Sherri L.2006. Small Animal Internal Medicine 1st ed. Oxford: Blackwell Publishing. Hal: 297-313 Silva S, Wyse CA, Goodfellow MR, Yam PS, Preston T, Papasouliotis K, Hall EJ. 2010. Assessment of Liver Function in Dogs Using the
13
C-galactose
Breath Test. The Veterinary Journal, Vol 185 (2). Hal: 152-156 Spaulding KA. 1993. Ultrasound Corner: Gallbladder wall thickness. Vet Radiol Ultrasound 34. Hal: 270-272 Taboada J. 1997. Cholecystitis. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC [editor]. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. Hal: 444 Thrall DE. 2002. Textbook of Veterinary Diagnostic Radiology. Philadelphia :W.B. Saunders. Hal: 452-457
40
Twedt DC, Meyer HP.2001. Liver Disease. Journal of Veterinary Internal Medicine: Disease of the Dog and Cat. Hal: 772-779 Veronica M, Modenato M, Citi S, Guidi G. 2006. Choledocholithiasis in a Dog. Annali Fac. Med. Vet. Hal: 209-218 Ward R. 2006. Obstructive Cholelithiasis and Cholecystitis in a Keeshond. Canadian Veterinary J ournal, Vol 47(11). Hal: 1119-1121 Willard MD, Fossum TW. 2005. Diseases of the Gallbladder and Extrahepatic Biliary System. Di dalam: Ettinger SJ [editor]. Textbook of Veterinary Internal Medicine,6th Ed. Philadelphia: W.B.Saunders. Hal: 1343 Worley DR, Hottinger HA, Lawrence HJ. 2004. Surgical Management of Gallbladder Mucoceles in Dogs: 22 Cases (1999–2003). Journal of American Veterinary Medicine Association, Vol 225. Hal: 1418-1422 Zoran DL. 1997. Cholelitiasis. Di dalam: Tilley LP, Smith FWK, MacMurray AC [editor]. The 5 Minute Veterinary Consult: Canine and Feline. Maryland: Williams and Wilkins A Waverly Company. Hal: 445