STUDI KALIBRASI CITRA ENVISAT ASAR UNTUK APLIKASI BIOMASA TANAMAN DENGAN BEST 4.0.2
Oleh
ADHITYA CATUR RANGGA A24101014
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRACT
ADHITYA CATUR RANGGA. Study of Envisat ASAR Image Calibration in the Application on Plant Biomass with BEST 4.0.2. Under the Guidance of Ir. M.A. Raimadoya, MSc and Ir. Hidajat Wiranegara. Due to the development of space radar technology and the increasing number of satellites produced which carries out a more centered and aimed mission, more and more softwares are created to process the data produced by the satellites. One of those special software is called BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) which was lunched by ESA (European Space Agency) and is used to process the Envisat, ASAR data. This software has an instruction book but the book has a very limited capacity to help especially if we deal with the calibration process so we have to do the handling by using trial and error method. Calibration is a technic of differentiating the radar backscattering coeficient s 0 from the signals received by ASAR IMP image. The applied calibration using BEST has a function to process the signal of information carried within the image. The purposes of this research are : (1) to study the ASAR processing functions as a whole which are in the set of BEST to help giving a general information about the software itself; (2) to conduct an experiment of ASAR image calibration process using the calibration applicatio n which is available in the set of BEST; and (3) to study the relation between the radar backscattering coefficient of a calibrated image and the one of non-calibrated image to a HTI field parameter (MVOL and TVOL) as an indication of the average value of Acacia Mangium plant biomass. The result of this research shows that the process of calibration using BEST v 4.0.2 can be conducted if the pixel of an image is in the form of power image. An application done includes Header Analysis, Full Resolution Extraction, Portion Extraction, Amplitude to Power, Speckle Filter (Non-Speckle Filter), and Backscattering Image Generation. A comparison with the field parameter shows that the biggest correlation value to estimate the amount of plant exploited stems (MVOL) is showed in the calibrated image as much as 0.61. On the contrary, the biggest correlation value for the total amount of plant stems (TVOL) is showed in the non-calibrated image as much as 0.34. So, we can conclude that it is better
using a calibrated image to measure merchantable volume (MVOL) and using a non-calibrated one to measure total volume (TVOL).
ABSTRAK
ADHITYA CATUR RANGGA. Studi Kalibrasi Citra Envisat ASAR Untuk Aplikasi Biomasa Tanaman Dengan BEST 4.0.2. Dibawah bimbingan Ir. M. A. Raimadoya, MSc dan Ir. Hidajat Wiranegara. Semakin berkembangnya teknologi radar antariksa, semakin banyak satelit yang diciptakan dengan mengemban misi yang lebih terpusat dan terarah, maka semakin banyak piranti lunak khusus yang diciptakan untuk mengolah data satelit tersebut. Salah satu piranti lunak khusus tersebut adalah BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) yang diluncurkan oleh ESA (European Space Agency) untuk pengolahan data ASAR, Envisat. Piranti ini memiliki buku petunjuk tetapi sifatnya sangat terbatas khususnya dalam menangani proses kalibrasi sehingga penanganannya harus dilakukan secara coba-coba (trial and error). Kalibrasi merupakan teknik penurunan koefisien hamburan balik σo (radar backscattering coefficient) dari sinyal yang diterima citra ASAR IMP. Kalibrasi yang diterapkan dengan menggunakan BEST berfungsi untuk mengolah informasi sinyal yang terkandung dalam citra. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mempelajari secara keseluruhan fungsi pengolahan ASAR yang terdapat pada paket BEST, dengan maksud untuk membantu memberikan informasi secara umum mengenai piranti lunak itu sendiri; (2) melakukan uji coba pengolahan kalibrasi citra ASAR dengan menggunakan aplikasi kalibrasi yang tersedia pada paket BEST; dan (3) mempelajari hubungan antara koefisien hamburan balik citra yang terkalibrasi dengan yang belum dikalibrasi terhadap parameter lapang HTI (MVOL dan TVOL), sebagai indikasi nilai rata-rata biomasa tanaman Acacia mangium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kalibrasi menggunakan BEST v4.0.2 dapat dilakukan jika pixel citranya dalam bentuk power image. Aplikasi yang dilaksanakan meliputi header analysis, full resolution extraction, portion extraction, amplitude to power, speckle filter (non-speckle filter), dan backscattering image generation. Perbandingan terhadap parameter lapangan menunjukkan bahwa nilai korelasi terbesar untuk mengestimasi jumlah batang niaga tanaman (MVOL) terdapat pada citra terkalibrasi sebesar 0.61. Sebaliknya
nilai korelasi terbesar untuk jumlah total batang tanaman (TVOL) terdapat pada citra yang belum dikalibrasi sebesar 0.34. Dengan demikian untuk mengukur Merchantable Volume (MVOL) sebaiknya menggunakan citra terkalibrasi dan sebaliknya menggunakan yang belum dikalibrasi untuk Total Volume (TVOL).
STUDI KALIBRASI CITRA ENVISAT ASAR UNTUK APLIKASI BIOMASA TANAMAN DENGAN BEST 4.0.2
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ADHITYA CATUR RANGGA A24101014
PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
:
Studi Kalibrasi Citra ENVISAT ASAR untuk Aplikasi Biomasa Tanaman dengan BEST 4.0.2
Nama
:
Adhitya Catur Rangga
NRP
:
A24101014
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. M. A. Raimadoya, MSc. NIP. 130 607 615
Ir. Hidayat Wiranegara NIP. 130 536 666
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bangka, Propinsi Bangka Belitung pada tanggal 15 Mei 1983 dan dibesarkan dengan nama Adhitya Catur Rangga. Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Bapak Nurrachman, SmHk dan Ibu Sumiaty. Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 578 Palembang dan melanjutkan ke SMP Negeri 46 Palembang. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Xaverius II Palembang dan ditahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Ketertarikan yang besar terhadap ilmu komputer dan aplikasinya membuat penulis memilih untuk bergabung dengan Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, yang muncul semenjak duduk dibangku kuliah. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah diberi kepercayaan untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengantar Penginderaan Jauh, Pengantar Sistem Informasi Geografi dan mata kuliah Kartografi. Selain itu penulis juga pernah ikut terlibat dalam proyek penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Departemen Kementrian Lingkungan Hidup Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Sang Maha Pengasih, Penggenggam semesta raya, dan Penguasa jiwa-jiwa mahkluk-NYA yang membuat kita senantiasa rindu untuk berada dalam jalan kenikmatan sejati melalui ketundukan dan kepasrahan kepada-NYA. Sholawat serta salam senantiasa tercurah pada Baginda Nabi Muhammad SAW, pembawa risalah ilahiyah dan pemberi tauladan bagi kita semua. Alhamdulillah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini dengan judul Studi Kalibrasi Citra Envisat ASAR untuk Aplikasi Biomasa Tanaman dengan BEST 4.0.2 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Ir. M.A. Raimadoya, MSc sebagai dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan perhatian, bimbingan, dorongan dan saran dengan penuh kesabaran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas nasehat yang sangat berharga serta semangat spiritual yang diberikan, yang terkadang banyak menyita waktu. 2. Bapak Ir. Hidajat Wiranegara sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Ir. Fahrizal Hazra, MSc sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan saran, nasehat dan pengarahan akademik selama perkuliahan. 4. Bapak Dr. Sukandi Sukartaatmaja yang telah bersedia sebagai dosen penguji dan atas semua saran serta masukan yang telah diberikan. 5. Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, MS dan Bapak Ir. Diar Shiddiq atas konsultasi dan sharingnya serta buku-buku referensi yang dipinjamkan selama penelitian. 6. Para Staf Dosen dan Staf Karyawan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama
7. perkuliahan, tak lupa juga kepada Ibu Siti Rustini atas pinjaman buku-buku yang diperlukan selama kuliah. 8. Papa dan Mama tercinta yang tak pernah letih, yang selalu senantiasa sabar didalam mendidik dengan cinta dan kasih sayangnya serta cucuran doa dan keringat yang terus mengalir dalam setiap waktu. 9. Kak Destra (thx nian kak lah jadi partner ditanah jawa ’n berbagi rezekinya), Yuk Yeyek, Yuk Dedek, Ata dan Dek Sita yang selalu memberikan doa dan kasih sayang serta dorongan semangat kepada penulis. 10. ’Da atas waktu, cerita, kritikan dan semangatnya. 11. Teman-teman satu Lab. Radar Analisis for sharing dan berbagi pusing with me dan juga for all people yang ada di Lab. Kartografi dan Analisis Sistem Informasi Geografis atas kebersamaan, persahabatan dan kebaikannya sehingga terjalin ukhuwah yang indah ini. 12. Teman-teman se-Perjuangan dan se-Almamater atas kekeluargaan, perkenalan dan pertemuan dalam waktu ya ng panjang dan melelahkan.
Penulis sadar dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak luput dari kekurangan. Oleh karenanya, mohon maaf pabila ada kesalahan dan kekeliruan yang terdapat didalamnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Amiin
Bogor, Desember 2005
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
viii
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
A.
Latar Belakang ............................................................................
1
B.
Tujuan..........................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
4
2.1.
Hutan Tanaman Industri..............................................................
4
2.2. Biomasa .......................................................................................
5
2.3. Tanaman Acacia mangium ..........................................................
5
2.4. Penginderaan Jauh .......................................................................
6
2.5.
Penginderaan Gelombang Mikro Pasif .......................................
8
2.6.
Penginderaan Gelombang Mikro Aktif (Radar)..........................
9
2.7.
Envisat ASAR .............................................................................
10
2.7.1. Satelit Envisat (Environment Satellite) ...........................
10
2.7.2. ASAR (Advanced Synthetic Aperture Radar) ................
12
2.8. BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) ..........................................
15
2.8.1. Pengertian BEST.............................................................
15
2.8.2. Input Data Produk ...........................................................
16
2.8.3. Menjalankan BEST .........................................................
16
2.9. Kalibrasi ......................................................................................
17
III. BAHAN DAN METODE .....................................................................
21
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian .....................................................
21
3.2.
Bahan dan Alat ............................................................................
21
3.3.
Metode Penelitian........................................................................
21
3.3.1. Persiapan Piranti Lunak ..................................................
21
3.3.2. Persiapan Data Contoh....................................................
22
3.3.3. Eksplorasi Piranti Lunak .................................................
22
3.3.4. Pengolahan Data..............................................................
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
24
Hasil Eksplorasi BEST............................................................................
24
Tahap Penginstalan .................................................................................
24
Fungsi Menu BEST terkait proses Kalibrasi...........................................
25
4.1.2.1. Menu Utama .....................................................
25
4.1.2.2. Menu Lanjutan .................................................
32
4.2.
Perhitungan..................................................................................
40
4.3.
Hasil Pengolahan.........................................................................
44
4.3.1. Perbandingan Kenampakan Visual Citra Envisat ASAR yang Belum dan Sudah Terkalibrasi ...............................
44
4.3.2. Korelasi antara Intensitas Pantulan Citra Envisat ASAR
V.
dengan Parameter Lapangan (MVOL dan TVOL)..........
46
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
51
Kesimpulan Saran
........................................................................................51 ............................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
53
LAMPIRAN ..................................................................................................
56
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1. Parameter di menu Header Analysis ...............................................
26
Tabel 2. Sub- menu dalam bagian Data Conversion BEST...........................
34
Tabel 3. Nilai Rata-rata Intensitas Pantulan pada tiap Kompartemen ..........
48
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh..........................................
7
Gambar 2. Ilustrasi Proses Pencitraan ASAR, Envisat .................................
14
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian...............................................................
23
Gambar 4. Tampilan layar setelah proses penginstalan Piranti Lunak BEST ...........................................................................................
24
Gambar 5. Informasi variabel dalam Environment Variables.......................
25
Gambar 6. Tampilan Menu Header Analysis................................................
26
Gambar 7. Tampilan setelah proses Header Analysis berserta file yang dihasilkan dalam Notepad. Atas : Tampilan setelah proses Header Analysis dan Bawah : File yang dihasilkan (*txt) ..........
27
Gambar 8. Tampilan menu Full Resolution Extraction ................................
28
Gambar 9. Perbedaan tampilan bentuk Grid Latlon dan Rawcol..................
29
Gambar 10. Tampilan setelah proses Full Resolution Extraction...................
29
Gambar 11. Hasil proses Full Resolution Extraction......................................
30
Gambar 12. Perbedaan tampilan menu QuickLook Generation berdasarkan Input Media Type yang dipakai. Kanan : Input Media Type File dan Kiri : Input Media Type CDR, Disk dan Tape. ....................
31
Gambar 13. Tampilan setelah proses QuickLook Generation.........................
32
Gambar 14. Tampilan menu Portion Extraction dan proses ..........................
33
Gambar 15. Tampilan Hasil proses Portion Extraction..................................
34
Gambar 16. Ilustrasi mengenai Amplitude Image menjadi Power Image.......
35
Gambar 17. Tampilan Menu Amplitude to Power dan Proses ........................
35
Gambar 18. Hasil proses Amplitude to Power ................................................
36
Gambar 19. Tampilan Speckle Filter dan Proses ............................................
37
Gambar 20. Hasil proses Speckle Filter ..........................................................
37
Gambar 21. Tampilan menu Image Backscattering dan Proses......................
38
Gambar 22. Tampilan menu Export GeoTiff dan Proses ...............................
39
Gambar 23. ASAR Transponder .....................................................................
40
Gambar 24. Ilustrasi perhitungan mencari Alfa dalam metode Distributed Target ..........................................................................................
41
Gambar 25. Tampilan sebagian Informasi Header pada Citra ASAR IMP dengan menggunakan EnviView. Atas :
Informasi nilai
Konstanta Kalibrasi dan Bawah : Informasi nilai Near Range Incidence Angle (α 1 ). ...................................................................
43
Gambar 26. Perbandingan gambar citra yang telah di-Kalibrasi dengan yang belum di-Kalibrasi ........................................................
45
Gambar 27. Peta lokasi pengambilan data yang mengandung nilai Intensitas Pantulan per tiap-tiap Plot dalam Kompartemen (9 Kompartemen) .............................................................................
46
Gambar 28. Peta hasil tumpang tindih dari citra Terkalibrasi dengan Peta Kompartemen..............................................................................
47
Gambar 29. Peta titik sampel per Kompartemen ............................................
47
Gambar 30. Grafik hubungan Intensitas Pantulan Citra Envisat dengan Parameter Lapang. Atas : Diagram pengolahan citra tanpa kalibrasi, Tengah : Diagram pengolahan citra kalibrasi tanpa filter dan Bawah : Diagram pengolahan citra kalibrasi terfilter ..
50
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Tabel
Tabel 1.
Nilai Intensitas Pantulan pada masing - masing Plot tiap Kompartemen..............................................................................
Tabel 2.
56
Sebagian Informasi Header dalam citra IMP daerah Pelalawan dengan menggunakan EnviView.................................................
60
Gambar Gambar 31. Perbandingan citra yang telah dikalibrasi dengan jenis skala berbeda. Kanan : Skala decible (dB) dan Kiri : Skala Linear .....
65
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan sehingga mempengaruhi khasanah ekosistem hutan dunia. Menurut Badan Pusat Stastistik (2005) total luas penggunaan lahan untuk sektor kehutanan di Indonesia 66.062.278 ha pada tahun 1998. Dari total tersebut, khusus untuk perkebunan negara salah satunya HTI adalah 16.460.988 ha. Dengan luasan tersebut apabila tidak dikelolah secara baik dan benar akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. Salah satu pemanfaatan lahan yang dilakukan pemerintah dan swasta adalah Hutan Tanaman Industri (HTI), dimana sampai akhir tahun 2000 telah dicadangkan seluas ± 7.76 juta ha (ITTO, 2001) yang hampir keseluruhannya tersebar diluar pulau Jawa. Penggunaan lahan sebaga i Hutan Tanaman Industri sendiri memberikan banyak keuntungan. Selain meningkatkan pemasukan negara, juga dapat memanfaatkan lahan- lahan terlantar yang dirasakan kurang subur untuk sektor pertanian. Pemanfaatan Hutan Tanaman Industri tidak terlepas dari pengukuran biomasa tanaman itu sendiri, karena pengukuran
biomasa
tanaman
merupakan
alternatif
yang
tepat
untuk
menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pengukuran yang tepat dan efisien. Pemanfaatan teknologi sistem penginderaan jauh merupakan alternatif pilihan yang tepat didalam menyediakan informasi data spasial yang cepat, akurat, dan relatif murah untuk cakupan wilayah yang luas, serta merupakan sarana yang tepat untuk mengukur biomassa tanaman (Febbry, 2004). Sistem sensor penginderaan jauh terbagi pada dua kelompok, yaitu sistem penginderaan sensor pasif dan sistem penginderaan sensor aktif. Sistem penginderaan sensor pasif ini berbasis optik yang sumber energinya dari matahari dan mempunyai kendala penggunaanya di Indonesia, karena sebagai negara tropis memiliki tingkat curah hujan dan keawanan tinggi sehingga perekaman dengan sensor optik tidak diterima secara optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka sistem penginderaan sensor aktif dengan sumber energi bersumber dari sensor itu sendiri seperti Radar (Radio
Detection and Ranging) yang telah banyak digunakan (Howard, 1991). Kemampuan sistem radar telah teruji pada segala kondisi, baik siang maupun malam, dalam kondisi berkabut, liputan awan yang tebal, dalam keadaan hujan maupun bersalju, sehingga sistem radar sangat cocok digunakan di Indonesia. Didalam penelitian ini digunakan citra satelit Envisat (Evironment Satellite) milik Badan Antariksa Eropa (ESA) dengan sensor radar AS AR (Advanced Synthetic Aperture Radar) dan spesifikasi produk berupa IMP (Image Mode Precision) dengan polarisasi tunggal VV. Selain penggunakan citra data vektor berupa data titik juga digunakan untuk melihat kaitan antara nilai
intensitas
pantulan terhadap volume kayu (MVOL dan TVOL) pada plot inventory tanaman. Menurut ESA (2003), Envisat adalah wahana satelit penginderaan jauh dengan radar generasi ketiga yang mengemban misi memantau perubahan lingkungan baik secara global maupun regional. Satelit ini membawa 10 jenis sensor didalam menjalankan misinya dan mengitari bumi pada posisi yang sama dalam waktu 35 hari. Salah satu sensor yang ada didalam satelit ini yaitu ASAR. Sensor ini memiliki resolusi tinggi sehingga dapat digunakan dalam kondisi apapun, selain itu kemampuan yang terpenting dari sensor ini yaitu mampu dioperasikan dengan sudut datang yang berbeda (incidence angles), polarisasi ganda dan lebar sapuan yang besar. Sensor ASAR memiliki 5 cara didalam proses pencitraan objek yang salah satunya adalah Image Mode (IM) dengan resolusi spasial 30 m dan lebar sapuan 56 -100 km (ESA, 2002). Dengan semakin berkembangnya teknologi radar antariksa dan semakin banyak satelit yang diluncurkan dengan misi yang lebih terpusat dan terarah, maka semakin banyak juga piranti lunak khusus yang diciptakan untuk mengolah data satelit tersebut. Salah satu piranti khusus yang diciptakan yaitu BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) sengaja diluncurkan untuk pengolahan citra ASAR satelit Envisat. BEST adalah suatu gabungan dari beberapa aplikasi dasar radar yang telah dijalankan dan dirancang untuk memudahkan penggunaan data ASAR, Envisat (BEST, 2003). Paket ini diluncurkan tidak untuk menduplikasi perangkat lunak yang bersifat komersial, tetapi untuk melengkapinya dengan beberapa fungsi- fungsi khusus yang diberikan untuk menangani produk ASAR (Advanced
2
Synthetic Aperture Radar) dan AMI (Active Microwave Instrument) yang masingmasing merupakan bagian dari satelit Envisat dan ERS 1 & 2. Didalam penelitian ini penggunaan piranti lunak hanya ditunjukan untuk mendapatkan citra terkalibrasi karena dalam piranti ini telah disediakan perangkat khusus untuk menangani proses kalibrasi. Namun demikian, pengolahan kalibrasi masih bersifat uji coba (trial and error) karena buku petunjuk yang disediakan masih sangat terbatas terutama dalam proses kalibrasi. Kalibrasi merupakan teknik penurunan koefisien hamburan balik σo (radar backscattering coefficient) dari sinyal yang diterima citra ASAR IMP (ESA, 2002). Dengan mengetahui nilai koefisien hamburan balik suatu citra untuk jenis obyek tertentu, maka ketika dilakukan pencitraan pada lokasi berbeda dan terdapat obyek yang memiliki koefisien hamburan balik yang sama maka secara langsung dapat diketahui bahwa obyek tersebut adalah sarupa. Kalibrasi yang diterapkan dengan menggunakan BEST berfungsi untuk mengolah informasi sinyal yang terkandung dalam citra yang kemudian akan dihubungkan dengan biomasa tanaman.
B. Tujuan Dasar pemikiran dari penelitian ini adalah melakukan uji coba proses kalibrasi citra ASAR/Envisat pada piranti lunak tak berbayar BEST v4.0.2. Bersandar pada pemikiran tersebut, maka Tujuan penelitian ini adalah : (1) mempelajari secara keseluruhan fungsi pengolahan ASAR yang terdapat pada paket BEST, dengan maksud untuk membantu memberikan informasi secara umum mengenai piranti lunak itu sendiri; (2) melakukan uji coba pengolahan kalibrasi citra ASAR dengan menggunakan aplikasi kalibrasi yang tersedia pada paket BEST; dan (3) mempelajari hubungan antara koefisien hamburan balik citra yang terkalibrasi dengan yang belum dikalibrasi terhadap parameter lapang HTI (MVOL dan TVOL), sebagai indikasi nilai rata-rata biomasa tanaman Acacia Mangium.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan Tanaman Industri Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan hasil hutan terutama kayu semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan kayu tersebut tidak bisa sepenuhnya bergantung pada hutan alam mengingat kondisi hutan alam kita yang semakin lama semakin memprihatinkan. Kebutuhan kayu di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk sehingga menurut Khaerudin (1999) harus diimbangi dengan tersedianya produksi kayu dalam jumlah cukup melalui pembangunan Hutan Tanaman Industri. Pembangunan tersebut dapat berhasil apabila salah satu kegia tan dalam penyediaan bibit berkualitas terpenuhi dan dalam jumlah yang memadai. Menurut Arisman (1997) dalam Andika (2003), Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan yang ditanam dan dikelola menggunakan teknik-teknik silvikultur intensif untuk menghasilkan bahan baku berupa kayu guna keperluan industri seperti kertas, pulp, vinel, plywood, pertukangan dan lain- lain. Selanjutnya menurut Suparto (1996), HTI adalah hutan tanaman yang dikelola dan diusahakan berdasarkan prinsip pemanfaatan dan pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Tujuan dari pembangunan HTI adalah memproduksi kayu dan serat untuk industri dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa bagi negara, meningkatkan produktifitas hutan dan kualitas lingkungan hidup, memberikan kesempatan kerja dan membantu proses pengembangan wilayah (Departemen Kehutanan, 1993). Dalam prakteknya dilapang, pembangunan HTI bertujuan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas lingkungan pedalaman yang berorientasi pada asas produktivitas, stabilitas dan keseimbangan hasil. Berdasarkan tujuan produksinya maka pembangunan HTI dikelompokan dalam : a. HTI-pulp, luas maksimum 300.000 Ha dengan tujuan memproduksi kayu
pulp. b. Non HTI-pulp, luas maksimum 60.000 Ha dengan tujuan memproduksi
kayu gergajian, kayu venir dan lain- lain.
2.2. Biomasa Menurut Chapman (1986) dalam Kusmana et. al (1992), biomasa sebagai berat dari bahan organik per unit area yang ada pada beberapa komponen ekosistem pada waktu tertentu. Biomasa ini biasanya dinyatakan dalam berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (as free dry weight). Sedangkan Roberts et. al (1993) dalam Kusmana (1993) menjelaskan bahwa biomasa adalah berat bahan tanaman hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah. Biomasa tanaman dapat bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi gula melalui proses fotosintesis. Laju peningkatan biomasa (produktifitas primer bruto) suatu pohon tergantung pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan ciri dari masing- masing jenis tanaman (Whitte et. al, 1990 dalam Romansah, (1999). Kajian biomasa sangat penting dalam mempelajari produktifitas awal, siklus hara dan aliran energi serta mengerti karakteristik ekosistem hutan dalam upaya pembangunan sistem manajeman yang layak berdasarkan prinsip kelestarian hasil. Biomasa
tanaman
merupakan
ukuran
yang
sering
digunakan
untuk
menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa taksiran biomasa (berat kering) tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari semua aktifitas biologi dalam tanaman, sehingga parameter biomasa merupakan indikator pertumbuhan yang paling mewakili didalam mendapatkan penampilan pertumbuhan tanaman secara menyeluruh (Hamdan, 2001).
2.3. Tanaman Acacia mangium Acacia mangium termasuk sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae dan ordo Rosales. Pada umumnya A. mangium mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7-10 meter. Pohon A. mangium yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang (Khaerudin, 1999). Kayu A. mangium termasuk dalam kelas kuat III - IV berat 0,56 - 0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara 4800 – 4900 k.cal/kg sehingga kayu
5
ini sangat baik untuk bahan baku pembuatan papan partikel dan dapat pula dibuat pulp dengan kualitas yang memuaskan. Selain itu juga mempunyai prospek yang baik dalam pembuatan mebel, kusen, veneer dan kayu bakar (Awang dan Tylor, 1993). A. mangium dapat tumbuh pada lahan miskin dan tidak subur serta dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah (4,2). Seperti jenis pionir yang cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis A. mangium sangat membutuhkan sinar matahari dan apabila mendapat naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan bentuk tinggi dan kurus. Acacia mangium termasuk jenis legum yang tumbuh cepat, tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang sulit dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan tanaman ini yaitu mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, memiliki daya tahan terhadap penyakit dan hama tetapi pada masa tertentu sangat rentan yaitu pada masa serpihan dan anakan. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun sudah mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2-3 meter dan hasil produksi 415 m3 /ha atau rata-rata 46 m3 /ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm dan hasil produksi rata-rata 20 m3 /ha/tahun. Daerah asal penyebaran Acacia mangium adalah Indonesia Bagian Timur mulai dari Kepulauan Maluku sampai ke Irian Jaya terus dilanjutkan ke Papuan New Guine dan sepanjang pantai utara Queensland serta Australia. Jenis ini tumbuh pada zone setelah hutan mangrove sampai ketinggian antara 30-130 m dpl dengan curah hujan bervariasi antara 1.000-4.500 mm/th dan pada temperatur antara 12 – 34 o C (Anonim, 1994).
2.4. Penginderaan Jauh Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), Penginderaan Jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi tanpa melakukan kontak/sentuhan dengannya secara langsung. Ini dilakukan dengan “sense” dan perekaman energi yang dipantulkan dan dilepaskan oleh permukaan bumi dan kemudian energi tersebut diproses, dianalisa dan diaplikasikan sebagai informasi. Umumnya hasil informasi ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang
6
bermanfaat dibidang pertanian, arkeologi kehutanan, geografi, geologi dan perencanaan dibidang lain. Tujuan utama penginderaan jauh menurut Lo (1995) adalah mengumpulkan data dari lingkungan. Informasi tentang obyek disampaikan ke pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Data penginderaan jauh pada dasarnya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh. Ada empat komponen dasar dalam sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dasar ini berkerja sama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut.
Sumber
energi
yang
menyinari
atau
memencarkan
energi
elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk mencari informasi mengenai target proses interpretasi biasanya merupakan gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah data (Anonim, 2005).
Gambar 1. Komponen Dasar Penginderaan Jauh
Ada beberapa keuntungan menggunakan teknik penginderaan jauh antara lain : Ø Lebih luasnya ruang lingkup yang dapat dipelajari. Ø Lebih seringnya suatu fenomena dapat diamati. Ø Dimungkinkannya penelitian ditempat-tempat yang susah atau berbahaya
untuk dijangkau manusia seperti didaerah kutup, kebakaran hutan, aktivitas gunung berapi, dan fenomena ruang angkasa.
7
2.5. Penginderaan Gelombang Mik ro Pasif Ada dua metode penting dalam penginderaan jauh selain foto udara yaitu penginderaan elektro-optik yang kemudian dikembangkan secara mapan menjadi sistem penginderaan jauh aktif berwahana satelit (Howard, 1990). Setelah tahun 1972-an sistem penginderaan jauh ini semakin berkembang dengan berbagai pilihan sensor yang dapat digunakan. (Baba Barus dan U.S. Wiradisastra, 2000). Foto udara dan penginderaan elektro-optik merupakan bagian dari penginderaan jauh sistem udara yang sumber energinya memanfaatkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan bumi atau dikenal dengan sistem penginderaan jauh pasif. Menurut Howard (1990) prinsip pengoperasian tersebut tidaklah sama dengan sistem penginderaan jauh aktif melainkan serupa dengan sistem pengoperasian pada penginderaan inframerah termal karena sumber energi tertinggi terletak pada saluran termal yaitu 10,6 µm dan kurvanya berujung pada saluran gelombang mikro. Selain itu, menurut Lo (1995) secara geometrik prinsip pengoperasian dilakukan dengan skala yang benar dalam arah terbang, namun tidak benar dalam arah penyiaman (distorsi panoramik) ditambah dengan kesalahan yang dihasilkan oleh variasi pada tinggi wahana sensor dalam tegakannya. Dengan sumber energi yang sangat kecil ini menyebabkan penginderaan gelombang mikro pasif menghasilkan citra beresolusi rendah sehingga perkembangannya untuk kepentingan sipil menjadi kendala. Energi berasal dari empat sumber utama yaitu 1. Energi yang dipancarkan oleh obyek atau bentang alam. 2. Energi yang dipancarkan oleh atmosfer. 3. Energi yang ditransmisikan oleh obyek dibawah permukaan medan. 4. Radiasi gelombang mikro yang dipantulkan oleh atmosfer.
Serupa dengan perkembangan pencitraan gelombang mikro aktif (radar), penginderaan jauh dengan gelombang mikro pasif memiliki ciri khas tertentu yang bersifat positif. Pencitraan ini dapat dilakukan dalam kondisi apapun baik siang maupun malam dengan penggunaan panjang gelombang yang tepat. Sistem ini dapat melihat melalui atau melihat pada atmosfer yang artinya sejumlah “jendela” dan “dinding” atmosfer terdapat dalam daerah gelombang mikro terutama karena
8
serapan selektif oleh uap air dan oksigen. Penggunaan gelombang mikro pasif bermanfaat sekali dalam bidang oceanografi (Lillesand dan Kiefer, 1990).
2.6. Penginderaan Gelombang Mikro Aktif (Radar) Kata radar merupakan suatu singkatan untuk Radio Detection and Ranging. Sesuai dengan nama yang digunakan, radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya obyek dan menentukan jaraknya (posisi). Prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya dari asal ”gema” (echo) atau ”pantulan” yang diterima dari obyek dalam sistem medan pandang (Lillesand dan Kiefer, 1990). Metode penginderaan gelombang mikro aktif berkembang dengan cepat selama perang dunia kedua untuk aplikasi militer. Radar dirancang untuk mengukur jarak dan menentukan lokasi obyek. Sistem radar yang sekarang ini beroperasi pada panjang gelombang tunggal dengan frekuensi 35 - 9.1 GHz (panjang gelombang 0.86 – 3.3 cm) dalam spektrum gelombang mikro yang terutama terletak pada saluran X dan K (Lo, 1995). Menurut Jaya (1997) dalam Fitriyani (2004), sistem penginderaan jauh dengan sistem radar ini sangat berbeda dengan sistem optik karena permukaan bumi yang diindera tidak menggunakan energi matahari tetapi menggunakan energi yang disuplai dari sensor itu sendiri. Sistem optik sangat tergantung pada hamburan balik dan penyerapan yang disebabkan oleh klorofil, struktur daun atau biomasa. Sementara sensor dari sistem radar ini tergantung pada struktur kasar tajuk, kadar air vegetasi, sebaran ukuran bagian-bagian tanaman dan untuk panjang gelombang tinggi tergantung pada kondisi permukaan tanah. Resolusi spasial sistem radar ditentukan antara lain oleh ukuran antena. Untuk panjang gelombang tertentu, semakin panjang antena akan semakin baik resolusi spasialnya. Pada pesawat terbang sangat sulit untuk memasang antena berputar yang berukuran panjang. Unt uk mengatasi masalah ini sebagian besar radar penginderaan jauh berwahana udara dilakukan dengan menggunakan antena yang dipasang dibagian bawah pesawat dan diarahkan ke samping yang dinamakan wahana udara pandang samping (Lillesand dan Kiefer, 1990)
9
2.7. Envisat ASAR 2.7.1. Satelit Envisat (Environment Satellite) Envisat adalah radar berwahana satelit penginderaan jauh generasi ketiga setelah generasi pertama pada tahun 1978 dan generasi kedua ERS-1, ERS-2, JERS, Radarsat-1 yang dikembangkan oleh ESA. Satelit ini sukses diluncurkan pada tangggal 1 maret 2002 di Guiana Perancis. Misi Envisat diharapkan dapat menyediakan informasi lebih luas (atmosfir, samudra, daratan dan daerah kutup) dan sekaligus melanjutkan program ERS dengan gabungan dari 10 jenis sensor multi-disciplinari yang dipakai untuk memberikan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap lingkungan bumi yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Berlatar belakang misi ini diperkenalkan kemampuan Envisat di dalam memantau dan mempelajari perubahan iklim serta lingkungan bumi, mengatur dan memantau sumberdaya bumi, mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika dan struktur kulit bumi bagian luar dan dalam (ESA, 2001a). Secara global data yang akan dilanjutkan sebagai obyek sasaran dan menjadi sumber informasi dalam misi ini adalah data ilmiah dan aplikasi dalam proses klimatika secara penuh dan meningkatkan pengetahuan tentang model- model iklim dunia, tempat dan pusat ramalan cuaca dalam jangka panjang, informasi mengenai gerakan tektonik dan gejala seismik (bersama dengan SAR interferometri). Sedangkan secara regional untuk mendukung pengetahuan sekaligus aplikasinya dalam misi ini yaitu pemantauan proses pantai dan polusi, jalur lalu lintas, memantau dibidang pertanian dan tumbuhan dalam skala besar, dan resiko pemantauan yang dihadapi. Untuk mencapai misi ini secara terpadu, dibuat beberapa sensor yang bersifat multi-disciplinari dalam menyokong berbagai target pengukuran. Satelit Envisat memiliki tujuh rangkaian alat sensor yang dikembangkan oleh ESA ; 1. Advanced Synthetic Aperture Radar (ASAR), 2. Medium Resolution Imaging Spectrometer (MERIS), 3. Radar Altimeter 2 (RA-2), 4. Microwave Radiometer (MWR), 5. Laser Retro-Reflector (LR), 6. Global Ozone Monitoring by Occultation of Stars (GOMOS),
10
7. Michelson Interferometer for Passive Atmospheric Sounding (MIPAS).
Rangkaian sensor tersebut didukung oleh tiga komplementer : 1. Advanced Along Track Scanning Radiometer (AATSR), 2. Doppler Orbitography and Radiopositioning Integrated by Satellite
(DORIS), 3. Scanning Imaging Absorption Spectrometer for Atmospheric Cartography
(SCIAMACHY). Instrumen ini beroperasi pada band yang bergelombang spektrum elektomagnetik berkisar antara band ultraviolet. Secara operasional fasilitas Envisat dirancang untuk mengukur data akuisisi dari titik permukaan bumi dan atmosfer dengan menggunakan sensor-sensor tersebut. Dalam ESA (2001a) satelit Envisat terdiri dari dua elemen utama yaitu, Platform Polar dan Instrumen Sederhana yang merupakan rangkaian peralatan payload untuk memantau permukaan bumi. Pengendalian utama dari keseluruhan konfigurasi satelit digunakan untuk memaksimumkan daerah tampalan pada instrumen payload dengan syarat penampakannya jelas. Platform Polar adalah modul besar yang terdiri dari dua pasangan utama dalam kontruksinya yaitu, modul pelayanan (SM) dan modul payload (PM). Modul pelayanan merupakan dasar satelit yang digunakan sebagai daya pembangkit, penyimpan dan penyebar, attitude dan orbit pengontrol, band-s telemetri dan komunikasi telecommand, dan data yang memegang fungsi keseluruhan satelit kontrol. Modul ini berdasarkan pada konsep data bagian dari SPOT-4 dan memiliki nilai penting bagi perkembangan kedepannya terutama pada daerah bagian mesin. Modul payload merupakan instrumen dan payload yang dipakai untuk mendukung bagian subsistem tampalan instrumen pengendali, payload penyimpan data, komunikasi pada band X dan K, tenaga pendistribusi, dan struktur pendukung lainnya. Modul ini terdiri dari Payload Carrier (PLC) dan Payload Equipment Bay (PEB). PLC menyajikan tampalan permukaan dengan luas 6.4 x 2.75 m pada instrumen payload dan kumpulan elektronik. Payload dikhususkan untuk mendukung sistem tampalan pada PEB.
11
Berdasarkan jenis medan pengamatan utama dalam aplikasi, instrumen payload Envisat dapat digolongkan kedalam empat area : 1. Radar Imagery dilakukan oleh ASAR 2. Pengamatan Samudera, Zona Pantai dan Tanah dilakukan oleh MERIS dan
AATSR. 3. Pengukuran
Atmosfer
dilakukan
oleh
GOMOS,
MIPAS
dan
SCIAMACHY. 4. Misi Altimetrik dari RA-2 yang didukung oleh MWR, LR dan DORIS.
2.7.2. ASAR (Advanced Synthetic Aperture Radar) ASAR merupakan salah satu instrumen sensor yang dipakai oleh satelit Envisat dalam menjalankan misinya yang dapat dipakai untuk segala kondisi baik malam maupun siang hari dengan resolusi tinggi. Instrumen ASAR menggunakan antena aktif phased-array dengan sudut datang antara 15 – 45 derajat dan memberikan pengukuran hamburan balik radar terhadap tingkat kekasaran permukaan, stuktur tanah, dan nilai konstanta dielektrik. Selain itu, instrumen ini mampu melakukan berbagai bentuk pengukuran dalam kaitannya dengan geofisika. Data ASAR memberikan sejumlah keuntungan dan kemampuan yang unik jika dibandingkan dengan instrumen pencitra lain. Kemampuan baru yang terpenting dari ASAR mampu menerima gambar obyek dengan sudut datang yang berbeda, polarisasi ganda, dan lebar sapuan yang besar (ESA, 2001b). Seperti halnya misi satelit Envisat, sensor ini dirancang untuk melengkapi sekaligus menyokong tujuan dan fungsi dari satelit Envisat terhadap lingkungan bumi. ASAR memberikan kontribusi penting dalam memantau perubahan lingkungan permukaan bumi dengan memberikan informasi data berupa karakteristik gelombang laut, luas laut es dan pergerakannya, salju dan luas daerah es, permukaan topografi, permukaan tanah, kelembaban tanah dan tingkat lembaban, penebangan hutan dan luas daerah gundul, dan memantau bencana alam (seperti banjir dan gempa bumi). Dibandingkan dengan AMI (Active Microwave Instrument) pada ERS-1 dan ERS-2, ASAR memiliki instrumen yang lebih nyata dari sejumlah hasil pengembangan teknologi terbaru. Penggantian pengatur radiator pasif AMI dengan sistem pengatur arah antena aktif dengan menggunakan elemen pengantar
12
menjadikan ASAR lebih unggul. Pemakaian teknologi ini memungkinkan untuk melakukan pemantaua n daerah dalam radius yang lebih jauh yaitu lebih dari 405 km melalui teknologi ScanSAR. Selain itu, terdapat beberapa teknik didalam menyajikan citra dengan kemampuan polarisasi secara vertikal dan horizontal dalam waktu bersamaan. Ada dua metode prinsip operasi pencitraan ASAR yaitu, metode Stripmap seperti Image Mode dan Wave Mode yang merupakan metode lama, sedangkan untuk metode baru disebut teknik ScanSAR meliputi Wide Swath Mode, Global Monitoring Mode dan Alternating Polarisation Mode. Metode Stripmap adalah metode dimana sensor memiliki kemampuan bebas memilih daerah sapuan yang akan dicitra dengan perubahan sudut datang pancaran dan lebar elevasi pancaran. Pulse Repetition Frequency (PRF) yang diperoleh berfungsi untuk melihat ada tidaknya kerancua n sinyal dan menghindari terjadinya perubahan titik nadir. Untuk metode ScanSAR prinsipnya membagi waktu proses radar menjadi dua atau lebih sub-swath untuk mendapatkan keseluruhan citra. 1. Image Mode
ASAR beroperasi pada salah satu dari tujuh daerah sapuan yang telah ditentukan dengan menggunakan radiasi polarisasi vertikal atau horizontal. Polarisasi yang dipakai juga sama untuk pemancar dan penerima (HH atau VV). 2. Wave Mode
Menggunakan daerah dan polarisasi yang sama seperti pada Image Mode, tetapi ada lanjutan daerah potongan tidak diteruskan sehingga area yang tercitra sepanjang daerah sapuan berukuran kecil. Operasi yang singkat ini memberikan data berukuran kecil sehingga mudah disimpan dan dapat langsung dikirim ke stasiun bumi. 3. Wide Swath Mode
Menggunakan lima daerah tercitra sekaligus yang telah ditentukan dalam satu luasan sapuan. 4. Global Monitoring Mode
Sama seperti Wide Swath Mode tetapi daerah yang tercitra vqsecara keseluruhan resolusi sapuannya lebih sempit.
13
5. Alternating Polarisation Mode
Pengambilan gambar dengan cara sebagian menggunakan polarisasi horizontal dan sebagian lagi dengan polarisasi vertikal sehingga membentuk satu kesatuan
gambar
yang
lengkap,
dengan
demikian
dapat
meningkatkan
kemampuan dalam mengklasifikasi target (khusus jika digunakan bersama dengan gambar yang bersifat multi temporal).
Gambar 2. Ilustrasi Proses Pencitraan ASAR, Envisat.
Pada Image Mode, ASAR mampu mencitra daerah yang relatif lebih sempit sebesar 100 km dalam wilayah pengintaian sejauh ± 485 km dengan resolusi spasial 30 m. Sedangkan untuk Wave Mode, ASAR akan mengukur perubahan yang terjadi pada radar yang dipancar dari permukaan gelombang laut. Spektrum gelombang diekstrak dalam gambar berukuran 5x5 km yang diambil setiap melewati lautan dalam interval 100 km. Untuk Wide Swath Mode dapat diperoleh daerah yang jauh lebih luas sekitar 400 km dengan resolusi spasial lebih rendah dari 150 m. Selain itu pada Alternating Polarisation Mode menghasilkan gambar pada layar dengan polarisasi alternatif selama pengiriman dan penerimaan gambar berlangsung. Resolusi spasial yang dihasilkan setara dengan Image Mode. Terakhir pada Global Monitoring Mode daerah dalam radius 400 km masih bisa digambarkan dengan resolusi spasial 1000 m (ESA, 2001b).
14
2.8. BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) 2.8.1. Pengertian BEST BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) adalah gabungan dari beberapa aplikasi dasar radar yang telah dijalankan dan dirancang unt uk memudahkan penggunaan data ESA SAR. Tujuan dikeluarkannya perangkat ini tidak untuk menduplikasi perangkat lunak yang bersifat komersial, tetapi untuk melengkapinya dengan beberapa fungsi- fungsi khusus yang diberikan untuk menangani produk ASAR (Advanced Synthetic Aperture Radar) dan AMI (Active Microwave Instrument) yang masing- masing merupakan bagian dari satelit Envisat dan ERS 1 & 2 (BEST, 2004). Fungsi- fungsi perangkat utama dalam BEST sebagai berikut. “Data Import and Quick Look” perangkat dasar yang dipakai untuk mengekstrak data dari produk ESA SAR standar, menghasilkan gambar dari quick look, mengimport dari TIFF dan GeoTIFF dan menghasilkan data raster. “Data Export” output dari data dengan bentuk format yang umum dan dapat menghasilkan dari gabungan RGB. “Data Conversion” mengubah diantara format- format gambar yang berbeda dan menyesuaikan informasi jarak pandang data terhadap jarak proyeksi permukaan yang sebenarnya, menghitung ketepatan vektor data. “Statistical” mengkalkulasi parameter statistika secara global maupun regional dari gambar data yang sebenarnya dan menghitung komponen-komponen pokok dari berbagai gambar. “Resampling” untuk melakukan tumpang-tindih gambar dengan memakai metode spasial maupun spektral. “Co-registration and Coherence Generation” melakukan proses registrasi secara otomatis antar dua atau lebih gambar, mengevaluasi kualitas parameter, dan melakukan koreksi geometrik dengan resolusi menengah. “Speckle Filtering” memperbaiki resolusi radiometrik dari image backscatter. “Calibration” mengkoreksi pengaruh radiometrik dari input gambar Envisat dan ERS dengan berbagai macam level. Perangkat yang disajikan untuk pemakai telah disesuaikan dengan fungsinya agar dapat menghasilkan beberapa parameter file. Piranti ini dirancang dengan
15
menghubungkan beberapa pilihan grafis yang diperlukan untuk masing- masing menu dan menyetelnya agar dapat diproses dengan mudah. Data yang telah diproses di beberapa perangkat tidak memiliki fungsi layar. Tetapi telah disediakan fasilitas perangkat untuk mengubah gambar menjadi format TIFF atau GeoTIFF agar dapat dibaca dalam bentuk visualisasi apapun. Data dapat juga di export dalam format BIL untuk menjalankan piranti yang diubah kedalam gambar lain dan beberapa perangkatnya dapat digabungkan dalam IDL. 2.8.2. Input Data Produk Perangkat dirancang untuk menangani data produk ESA yang berasal dari kedua alat Envisat ASAR dan AMI yaitu ERS-1 dan ERS-2. Input data Envisat ASAR yang dapat dijalankan oleh BEST adalah data citra yang diperoleh dengan cara Image mode, Wide Swath, Alternating Polarisation dan Global Monitoring. Sedangkan data ERS SAR adalah data RAW, SLC, SLCI, PRI, GEC atau GTC. Perangkat memiliki kemampuan untuk membaca semua data Envisat ASAR level 1b yaitu SLC, Precision, Medium Resolution atau Ellisoid Geo-coded dan pada produk yang dihasilkan dalam golongan dasar ESA ERS yaitu D-PAF, I-PAF, UK-PAF dan ESRIN yang didukung, ditambah data dari beberapa stasiun “kehutanan”. 2.8.3. Menjalankan BEST BEST memiliki sistem algoritma yang dijalankan berdasarkan HMI (Human Machine Interface). Para pengguna dapat menetapkan parameter khusus, memilih input file dan menyesuaikan nama output file berdasarkan sistem algoritma. Piranti yang muncul dengan suatu pilihan yang berasal dari dua HMI, kedua HMI merupakan alat yang mudah digunakan untuk semua kondisi, dan harus diinstal sebelum menjalankan BEST di komputer. Untuk penguna WindowsT M, HMI berupa Visual Basic Interface sedangkan pengguna LinuX dan Solaris2TM HMI ditulis pada Tcl/Tk. Visual Basic Interface dan Tcl/Tk merupakan sistem perangkat didalam menerjemahkan bahasa program. Kedua HMI pada dasarnya untuk menghasilkan dan menjalankan file ASCII ”.ini” yang diperlukan oleh sistem perangkat. Beberapa pemakai cenderung lebih suka menciptakan file kepunyaan mereka sendiri atau mengedit salah satu file yang ada untuk memenuhi kebutuha n khusus mereka dan menjalankan file secara
16
langsung dari perintah yang sesuai. Hal itu mungkin dapat dijalankan dengan lebih baik tanpa memakai HMI (BEST, 2004).
2.9. Kalibrasi Proses kalibrasi memiliki dua tahap, tahap pertama adalah tahap pengujian (Commissioning Phase) dan kedua tahap setelah pengujian (Application Calibration Phase). Tahap pengujian merupakan tahap yang dilakukan selama 6 bulan pertama satelit mengorbit. Tahap ini salah satunya melakukan pengujian kemampuan terhadap sensor antena aktif phase-array ASAR yang terdiri dari 320 T/R modul. Sedangkan tahap aplikasi kalibrasi adalah tahap setelah 6 bulan satelit mengorbit, tahap ini sampai sekarang masih terus dilakukan dan masih menjadi bagian penelitian di Eropa. Menurut Koopman et. al (2002), kalibrasi diartikan sebagai proses yang bersifat kuantitatif yang menggambarkan pengaruh (tanggapan) sistem untuk mengontrol sinyal input. Kalibrasi biasanya dihubungkan dengan validation sebagai suatu proses pembanding dari hasil kalibrasi yang dilakukan satelit. Sedangkan menurut Laur et. al (2002), kalibrasi merupakan teknik penurunan koefisien hamburan balik σo (radar backscattering coefficient) dari sinyal yang diterima citra ASAR. Produk kalibrasi dijalankan berdasarkan tiga prosedur, pertama kalibrasi internal yang sasarannya untuk mendapatkan instrumen internal yang berfungsi memindahkan dan menjalankan pendugaan mengenai noise. Ini dapat diperoleh dengan syarat sinyal dan khusus untuk pulsa kalibrasi ada dalam instrument tersebut. Kedua kriteria mode eksternal yang sasarannya terhadap special mode seperti karakteristik dari antena pasif, proses pengulangan kalibrasi dan kehilangan petunjuk mekanik. Ini dilakukan dengan membawa transmisi utama yang diikuti rangkaian pulsa yang direkam diatas pesawat dan transponder yang bertindak sebagai alat penerima dibumi. Dan terakhir ketiga yaitu faktor kalibrasi eksternal yang sasarannya untuk memperoleh keseluruhan faktor kalibrasi. Ini dilaksanakan dengan mengukur pengaruh ketepatan transponder dengan mengetahui perbandingan radar cross section yang cukup tinggi untuk koefisien hamburan balik (Closa, 2002).
17
Seperti halnya untuk SAR didalam ERS-1 dan ERS-2, faktor kalibrasi dari ASAR diperoleh dan dimonitor dengan alat kalibrator atau transponder radar aktif yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi. Transponder kalibrasi ASAR didesain pada dasarnya sama dengan transponder ESR, tetapi sekarang ada beberapa penambahan sistem sehingga menjadi lebih komplek. Keunggulan yang paling mengagumkan pada transponder ASAR yaitu dapat menghandel perbedaan polarisasi dan juga dapat diprogram untuk polarisasi HH, HV, VV dan VH. Selain itu, perbedaan yang nyata antara ASAR dan ERS adanya penambahan special mode untuk karakteristik eksternal ASAR. Pada setiap mode untuk pemancar terdapat 10 kolom dimana tiap kolom tersebut terdapat 32 baris dan masingmasing baris terdapat 10 kolom, untuk yang lain didesain sama dengan transponder ERS (Buck, 2002). Menurut Mather pengaruh impuls transponder dipakai untuk mendapatkan nilai konstanta kalibrasi. Pada dasarnya, sebelum respon transponder dapat digunakan untuk mendapatkan konstanta kalibrasi, hal pertama yang dibutuhkan adalah memindahkan konstribusi dasar hamburan balik dari area sekitar pengaruh impuls. ERS adalah satu dari sistem SAR yang terpenting pada platform spaceborne. Satu dari kemajuan tersebut memiliki kemampuan menjalankan berbagai bentuk radiometrik dengan sangat baik. Kamampuan tersebut didukung dengan berbagai studi dari kalibrasi dan validasi yang keduanya bertempat di Eropa atau tempat yang lain. Rencana kalibrasi dan validasi didalam konteks Eropa masih dalam suatu perkembangan. Walau bagaimanapun, ada kebutuhan khusus untuk manghasilkan kalibrasi dan validasi saat ini. Menurut Laur et. al (2002) ada dua asumsi dasar berhubungan dengan sudut datang lokal terhadap hamburan balik adalah ; •
Permukaan yang datar dipertimbangkan. Sudut datang tergantung pada ellipsoid yang bervariasi dari jarak terdekat 19.50 sampai jarak terjauh 26.50 .
•
Setiap perubahan sudut datang distributed target dapat diabaikan.
Koefisien hamburan balik radar (s 0 ) dihubungkan ke radar brightness dengan persamaan berikut :
18
σo = βo x sin α Dimana
σo
: Koefisien Hamburan-balik Radar (Terkalibrasi)
βo
: Radar Brightness (Power)
α
: Sudut Datang (Incidence Angle)
Sinus dari alfa merupakan perwakilan dari sudut datang lokal. Parameter ini merupakan satu bagian penting dalam proses pencitraan geometri SAR. Pada semua produk PRI dari ERS-1 dan ERS-2 diasumsikan bahwa sudut datang dari permukaan gambar dapat dinyatakan elipsoid. Ini berlaku untuk kemiringan permukaan lokal manapun, yang mana menjadi hal penting untuk wilayah berbukit atau bergunung. Hasil sudut datang aktual dapat diperoleh dengan menggunakan model digital elevasi (DEM). Intens itas nilai pixel pada produk PRI SAR ERS langsung setara (proposional) untuk radar brightness (ß0 ). Digital number (DN) merupakan nilai pixel produk PRI yang langsung dihubungkan ke ß0 dan s 0 dengan persamaan berikut. [DN]2 = k (Konstanta) x ß0 (Radar Brightness) Dimana nilai k adalah nilai konstanta kalibrasi dan a ref adalah sudut datang referensi 230 . Konstanta khusus untuk tipe dari produk data dan untuk proses utama. Tidak seperti AMI SAR ERS yang beroperasi dengan antena pasif phasedarray, ENVISAT ASAR meliputi antena aktif yang terdiri dari 320 sub-array, yang masing- masing subnya dihubungkan ke modul pemancar atau penerima (TRM). Setiap TRM memiliki dua rangkaian pemancar, satu untuk polarisasi horizontal satu untuk vertikal dan satu rangkaian penerima untuk kedua-duanya. Ketiga rangkaian secara bebas diprogram pada amplitude dan fase untuk memberikan pola elevasi sapuan yang diperlukan. Keseluruhan sistem gain absolute dapat lebih teliti dihitung dari respon gambar point target dengan radar cross section (RSC). Envisat ASAR mendeteksi seluruh permukaan yang diproyeksikan pada suatu produk yang akan dikirim sebagai radar brightness (pola elevasi antena dan mengkoreksi cakupan daerah yang hilang tanpa mengubah sudut datang), sedangkan untuk produk slant range komplek dikirim tanpa mengkoreksi jalur 19
silang radiometrik manapun. Persamaan dibawah dipakai untuk menurunkan koefisien hamburan balik (σo ) pada metode distributed target (laur et. al, 2002) . σo =
[ DN ] 2 sin( α D ) Konstanta
Kalibrasi dan validasi merupakan perkembangan studi area penginderaan jauh sehingga tidak ada satu solusi saja yang tepat dalam membandingkan semua situasi. Kalibrasi dan validasi selalu dipelajari dalam setiap waktu satelit beroperasi. Sejak tahap-tahap kalibrasi dan validasi telah berjalan, ada beberapa parameter yang mungkin diubah agar dapat diproses menjadi lebih baik. Dalam SAR dikenal dua metode kalibrasi, Point Target dan Distributed Target. Untuk metode pertama biasanya dipergunakan pada target khusus, dalam hal ini satu titik pixel citra yang akan dikalibrasi. Metode ini cukup sulit dan perkembangannya masih menjadi studi penelitian di Eropa. Metode ini biasanya dipergunakan untuk militer dalam mencari target sasaran utama. Metode kedua distributed target yang sasarannya pada suatu luasan pixel tertentu dengan syarat memiliki wilayah yang homogen. Dalam metode ini terdapat 2 level kalibrasi yaitu, level 1 yang berbasis flat earth (referensi permukaan bumi elipsoid) dan level ke-2 berbasis digital elevasi model (DEM). Kedua level ini sangat ditentukan oleh jenis data yang dipakai, untuk radarsat digital number (DN) dapat dipergunakan dalam mencari turunannya yaitu ß0 , s 0 hingga ?0 dalam geometri yang berbeda-beda. Pada ERS termasuk Envisat nilai DN selalu ekivalen dengan ß0 dan ini juga dapat diturunkan menjadi s 0 dan ?0 . Turunan sigma nought (s 0 ) merupakan level pertama dalam kalibrasi yang dikenal dengan nilai koefisien hamburan balik sedangkan gamma nought merupakan level kedua kalibrasi yang memerlukan nilai elevasi aktual sehingga outputnya berbasis DEM.
20
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Februari sampai Agustus 2005. Diawali dengan kegiatan pengunduhan program, pengenalan program, aplikasi program pada data contoh, pengolahan hasil aplikasi program dan pengambilan keputusan terhadap parameter yang dipakai. Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan Alat Data yang digunakan adalah citra satelit Image Mode Precision (IMP) ENVISAT-ASAR polarisasi VV yang dikeluarkan oleh ESA (European Space Agency) rekaman tanggal 4 Februari 2003 dengan liputan daerah Pelalawan, Riau. Data vektor berupa Peta Compartment Teso Timur (TEE) berdasarkan umur dan jenis tanaman yang diperoleh dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Data lapangan dari pengamatan langsung oleh tim inventarisasi PT. Riau Andalan Pulp and Paper berupa Merchantable Volume (MVOL) dan Total Volume (TVOL) tanaman Acacia mangium. Peralatan yang dipakai meliputi seperangkat komputer dengan perangkat lunak berupa Basic Envisat SAR Tool Box (BEST v4.0.1 dan v4.0.2), RSI Envi 4.1, ERDAS IMAGINE 8.6, ArcView 3.2 (Image Analysis), EnviView, CorelDraw 12, dan Statistica 6.0.
3.3. Metode Penelitian Penelitian meliputi empat tahap yaitu : (1) Persiapan Piranti Lunak, (2) Persiapan Data Contoh, (3) Eksplorasi Piranti Lunak, (4) Pengolahan Data. Bagan alir penelitian disajikan pada gambar 3. 3.3.1. Persiapan Piranti Lunak Tahap pertama dilakukan mengunduhan terhadap piranti lunak BEST v4.0.2 dari situs http://envisat.esa.int/services/best/software/. Sebelumnya, pada awal
penelitian digunakan BEST versi 4.0.1 dan diketahui memiliki banyak bugs. Pada pertengahan bulan Maret 2005 telah diluncurkan kembali BEST dengan versi 4.0.2 dengan sedikit tambahan perangkat pada bagian kalibrasi dan akhir bulan Juli 2005 kembali diluncurkan BEST dengan versi terbarunya 4.0.3 tetapi tidak banyak perubahan dari versi sebelumnya. 3.3.2. Persiapan Data Contoh Data contoh yang dipakai dalam penelitian ada tiga yaitu data raster berupa citra ASAR IMP daerah Pelalawan Riau pada tanggal 4 Februari 2003 hasil kerjasama antara ESA dengan Indonesia (Institut Pertanian Bogor) dikenal dengan singkatan EJREx (The Envisat Join Research Experiment ), data vektor berupa Peta Compartment Teso Timur (TEE) dan data Plot Inventory tanaman Acacia mangium. Data vektor ini diperoleh dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). 3.3.3. Eksplorasi Piranti Lunak Pada tahap ini dilakukan eksplorasi terhadap piranti lunak BEST v4.0.2 sampai ketahap kalibrasi. Untuk menu-menu pada BEST yang terkait dengan proses kalibrasi dipelajari dengan metode uji coba (trial and error). Selain menggunakan metode tersebut, penggalian informasi juga dilakukan lewat forum diskusi dengan para pengguna BEST dan pembuat piranti lunak BEST. 3.3.4. Pengolahan Data Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengolahan data adalah pengkonversian format file dan analisis citra digital. Dalam kegiatan pengkonversian, file internal BEST yang telah dikalibrasi diubah format filenya (dieksport) menjadi format GeoTIFF agar dapat dibaca dalam ERDAS, Envi dan ArcView. File hasil eksport ini juga dibuatkan databasenya. Kegiatan pada analisis citra digital yaitu : (a) koreksi geometrik, (b) penentuan korelasi intensitas pantulan dengan parameter lapang, dan (c) pengambilan keputusan.
22
ASAR_IMP file (.N1) (Harddisk)
Header Analysis
EnviView
Full Resolution Extraction
Header Analysis file (.HAN)
Amplitude Image (Full Resolution) Portion Extraction
Tahap Eksplorasi BEST
Amplitude Image (Portion extraction) Quick Look Generation
Amplitude to Power
Display file (.Tiff)
Power Image Speckle Filter Power Image (Filtered)
Harddisk (display image)
Backscattering Image Generation
Backscattering Image Generation
Power Image Calibrated (Non-Filtered)
Power Image Calibrated (Filtered)
Backup
Peta Compartment Teso Timur (TEE) file (. img)
RSI Envi 4.1
Export GeoTiff
Erdas Imagine 8.6
Export file (.GeoTif)
Koreksi Geometrik
Resize Image file (.GeoTiff)
Image file (.img)
Tahap Pengolahan Data
Rata-rata Intensitas Pantulan per Compartment Analisis Regresi dan Korelasi
ArcView 3.2
Statistica 6.0
Hasil
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tahapan Eksplorasi BEST BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) adalah suatu gabungan dari beberapa aplikasi dasar radar yang telah dijalankan dan dirancang untuk memudahkan penggunaan data ASAR, Envisat. Tujuan dikeluarkannya perangkat ini tidak untuk menduplikasi paket komersial yang telah tersedia, tetapi untuk melengkapinya dengan beberapa fungsi- fungsi khusus yang diberikan untuk menangani produk ASAR (Advanced Synthetic Aperture Radar) dan AMI (Active Microwave Instrument ) yang merupakan bagian dari Envisat dan ERS 1 & 2. 4.1.1. Tahap Penginstalan Hal yang perlu diperhatikan setelah menginstal piranti lunak ini yaitu dengan mengecek kebenarannya dengan tipe perintah “best” pada Windows MS-DOS. Apabila piranti lunak ini diinstal dengan benar maka akan muncul pesan berikut.
Gambar 4. Tampilan layar setelah proses penginstalan Piranti Lunak BEST Biasanya pada komputer yang pertama kali menginstal piranti lunak ini tidak memberikan pesan seperti diatas, sehingga secara otomatis belum bisa dijalankan. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan menambahkan tiga variabel file BEST didalam System Properties komputer. Informasi mengenai ketiga variabel ini didapat pada situs www.envisat.esa.int.
Proses Penginstalan Start Menu > Settings > Control Panel > Performance and Maintenance > System lalu pilih Advanced dan klik Environment Variables Akan muncul tampilan sebagai berikut
Variable Name STBXHOME FLAGFILE PATH
Variable Value C : \ asartoolbox %STBXHOME%\flagfile %PATH%,%STBXHOME%\bin
Gambar 5. Informasi variabel dalam Environment Variables 4.2.2. Fungsi Menu terkait proses kalibrasi 4.2.2.1. Menu Utama Bagian menu utama didalam mengenal dan menjalani piranti lunak ini ada tiga yaitu Header Analysis, Full Resolution Extraction dan Quick Look Generation. Header Analysis dan Full Resolution Extraction merupakan kunci pertama yang harus dilaksanakan sebelum melangkah ke proses selanjutnya, sedangkan proses Quick Look Generation berfungsi untuk menampilkan gambar dalam format TIFF guna menginspeksi cepat liputan citra. 1. Header Analysis Proses Header Analysis berfungsi untuk me mecahkan dan mengindentifikasi semua kode data mentah (Data Produk ESA SAR) yang kemudian disimpan ke dalam dua bentuk file yaitu file ASCII (extension .txt) dan file dalam bentuk perangkat internal BEST (extension .HAN). File ASCII berisi semua informasi tentang data yang dapat langsung dilihat, sedangkan file dalam bentuk internal yang berisi header akan dijadikan sebagai input dalam proses selanjutnya. Inti dari
25
proses Header Analysis yaitu memberikan file yang berisi keterangan header dari data mentah (extension .N1) dalam format internal BEST.
Gambar 6. Tampilan menu Header Analysis Didalam tampilan proses Header Analysis diatas terdapat parameter-parameter yang dapat dipilih sebagai berikut. Tabel 1. Parameter di menu Header Analysis. No
Nama
1
Input Media Type
2
Input Product
3
Sensor Id
4
Sensor Mode
5
Alternating Polarization Dataset
6
Product Type
7
Data Format
8
Source Id
9
Number of Volume
10
Output
11
Annotation File
12
Header Analysis File
13
Parameter Record File Name
Fungsi dan keterangan Tempat media penyimpanan hasil yang terdiri dari tiga media yaitu CDRom, Tape, dan Harddisk. Selama penelitian data disimpan dalam harddisk karena kapasitas data tidak terlalu besar dan untuk mempermudah dalam pengolahan. Tempat data mentah yang akan diolah, yang disimpan dalam file yang dipilih. Ketika mengklik file tempat penyimpanan data mentah (ASAR) maka akan tampil ASA.IMP.1PNUPA20030204......0033.N1 Sensor yang dipakai didalam memperoleh data dimana data ya ng dipakai dari Envisat ASAR, lain halnya ERS-1 dan 2 dari AMIs Cara didalam pengambilan data ada 4 pilihan yaitu Image Mode : Pengambilan dengan mencitra langsung, Global monitoring : Pengambilan dengan memonitoring secara keseluruhan dan kemudian hasilnya baru disimpan, Wide Swath : Menyapu sebagian wilayah yang diinginkan dan hasil sapuan tersebut dicitra lalu disimpan, Alternating Polarization : Pengambilan dengan cara proses pantulan sinyal hamburan balik. Data contoh untuk penelitian diambil dengan cara Image Mode. Saluran sensor yang dipakai oleh Envisat-ASAR selama proses pengambilan data, saluran ini hanya ada apabila sensor mode yang dipakai berupa Alternating Polarzation Jenis produk yang dihasilkan dan kegiatan pencitraan. Data yang dihasilkan merupakan data IMP yang merupakan produk precision sehingga jenis produknya PRI dan banyak produk lain seperti SLC/SLCI, GEC, GTC, MR, BRW dan RAW Data. Menunjukan format data mentah berasal dari mana ? Karena data penelitian berasal dari Envisat dan data Envisat berformat ”mphsp”, sehingga data contoh yang dipakai adalah data berformat ”mphsp”. Lain halnya jika data berasal dari ERS maka akan memiliki format ”ceos”. Menunjukan stasiun dimana data diproses. Sebelum menjadi product type, data mentah tersebut diproses distasiun mana ? Semua data Envisat dan ERS diproses pada produk ESRIN Biasanya digunakan untuk data dengan kapasitas yang besar dengan input media type berupa tape Tempat dimana data yang telah diolah oleh proses header akan disimpan (letak folder). Nama folder yang dibuat tidak boleh ada spasi. Nama file yang akan dihasilkan setelah diproses oleh header analysis dimana akan ditambahkan ekstension .txt yang mana file ini berisi semua tentang keterangan proses dari header analysis. Nama file yang akan dihasilkan setelah diproses oleh header analysis dimana akan ditambahkan ekstension .HAN . File ini digunakan untuk proses selanjutnya seperti quick look dan full resolution. Nama file yang ditulis untuk proses header analysis yang akan diberikan ekstension .ini dimana file ini berisi tentang keterangan spesifikasi proses header analysis itu sendiri.
26
Untuk proses Header Analysis biasanya sebagian parameter yang ada secara otomatis akan teridentifikasi sendiri ketika input data mentah telah dimasukan. Hal yang perlu diperhatikan dalam memproses Header Analysis, ketika membuat nama directory sebagai tempat simpan hasil proses maupun nama file tidak boleh ada spasi. Kesalahan didalam proses ini akan menyebabkan file yang berekstension .HAN tidak akan dihasilkan.
Gambar 7. Tampilan setelah proses Header Analysis berserta file yang dihasilkan dalam Notepad. Atas : Tampilan setelah proses Header Analysis dan Bawah : File yang dihasilkan (*txt). 27
2. Full Resolution Extraction Proses ini berfungsi untuk mengekstrak tingkat kecerahan sebagian atau seluruh citra dan menghasilkan file citra baru berformat internal BEST. File ini akan mengandung angka-angka tiap pixel dengan disertai keterangan header didalamnya. File yang dihasilkan menggunakan data contoh untuk penelitian (.N1) berekstension XTs, dimana s menunjukan sumber data berasal dari produk precision. Full Resolution Extraction dapat diproses setelah Header Analysis dilaksanakan, karena untuk mengolah Full Resolution Extraction membutuhkan header dalam format internal BEST. Selain untuk meningkatkan kecerahan gambar, proses ini juga bertujuan untuk menggabung file inti dengan file headernya kedalam file tunggal berformat internal BEST. Dengan demikian tujuan khusus dari proses ini adalah mengubah file inti data mentah (exstension .N1) menjadi file inti berformat internal BEST yang kemudian langsung mengabungkan file headernya kedalam satu file tunggal.
Gambar 8. Tampilan menu Full Resolution Extraction Pada proses ini juga telah diberikan parameter AOI (Area of Interest) yaitu pilihan titik koordinat sebagai titik potong terhadap bagian citra yang ingin dipakai. Koordinat titik yang diberikan berdasarkan sistem grid yaitu latlon 28
(lintang-bujur) dan rowcol (baris-kolom). Untuk sistem grid latlon akan memberikan bentuk grid miring sedangkan rowcol memberikan bentuk grid tegak lurus. Bentuk grid dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sistem Grid LatLon
Sistem Grid RowCol
Gambar 9. Perbedaan tampilan bentuk Grid Latlon dan Rawcol Batas daerah yang dipotong menggunakan bentuk rectangular yaitu dengan 4 titik pemotongan dengan sistem grid latLon (bujur dan lintang), batas tersebut : v 0.29
Kiri atas lintang
v 100.85 Kanan atas bujur v - 0.22
Kiri bawah lintang
v 101.61 Kanan bawah bujur Keempat titik potong diperoleh berdasarkan pengukuran awal dengan satuan derajat per pixel (latlon) dari citra hasil proses Quick Look. Hasil proses Full Resolution Extraction juga ditampilkan dengan proses Quick Look sehingga sebelum ke proses selanjutnya AOI telah sesuai dengan area yang diinginkan.
Gambar 10. Tampilan setelah proses Full Resolution Extraction 29
Gambar 11. Hasil proses Full Resolution Extraction 3. Quick Look Generation Proses ini berfungsi sebagai tampilan terhadap gambar yang telah diolah dalam format internal BEST menjadi TIFF dan mengurangi resolusi gambar agar kapasitasnya tidak terlalu besar sehingga dapat ditampilkan dilayar. Dalam proses Quick Look Generation terdapat banyak pilihan parameter tetapi ada beberapa parameter yang penting antara lain : a. Ada 2 pilihan orientasi yaitu Geografik dan Normal Pada pilihan Geografik, gambar akan ditampilkan sesuai dengan geografi bumi yaitu utara berada diatas, selatan berada dibawah. Sedangkan pada pilihan orientasi Normal, gambar
ditampilkan berdasarkan arah satelit saat mencitra
(sesuai dengan posisi satelit). b. Tipe Grid yang diberikan yaitu Latlon dan Rowcol yang telah dibahas sebelumnya pada proses Full resolution Extraction. Angka dari tiap-tiap garis grid memiliki nilai berdasarkan per pixel dimana untuk tipe grid latlon dalam satuan derajat (degree) dan rowcol dalam satuan panjang (meter). 30
c. Input Media Tipe menunjukan jenis tempat data disimpan yang memiliki 4 pilihan yaitu CDRom, Tape, Harddisk, dan File. Apabila data yang diambil dari tiga yang pertama maka tampilan Quick Look akan terlihat pada gambar 12 bagian kiri dan apabila data diambil dari file, maka tampilan akan terlihat pada gambar 12 bagian kanan. Dengan perbedaan tampilan tersebut, terlihat bahwa proses ini memiliki dua fungsi dalam hal display. Fungsi pertama menampilkan gambar terhadap data mentah yang akan diubah kedalam format TIFF yang disertai dengan keterangan file header secara terpisah. Untuk menjalankan proses ini memerlukan file header dalam format internal BEST dan data mentah yang akan dilihat. Fungsi kedua sebagai tampilan sementara dengan tujuan hanya ingin menampilkan gambar yang telah diolah (fungsi pengecekan). Fungsi tampilan yang kedua ini hanya memerlukan file dari data yang sudah diolah (hanya data dalam format internal BEST). d. Output Image Size menunjukan ukuran gambar yang akan dihasilkan dimana semakin besar ukuran maka gambar akan semakin cerah (menunjukan dimensi gambar) hal tersebut jika diperbandingkan untuk ukuran a x b (a = baris dan b = kolom). Tetapi jika ukuran gambar menggunakan kuadrat pixel a x 0 (b = nol) maka ukuran gambar pixelnya yang akan berubah dimana semakin kecil a-nya maka ukuran per pixel semakin kecil juga (yang berubah ukuran kolom).
Input Media Type
Gambar 12. Perbedaan tampilan menu QuickLook Generation berdasarkan Input Media Type yang dipakai. Kanan : Input Media Type File dan Kiri : Input Media Type CDR, Disk dan Tape. 31
Gambar 13. Tampilan setelah proses Quick Look Generation 4.2.2.2. Menu Lanjutan Dalam tahapan proses ini dilaksanakan berdasarkan kepentingan dan keperluan mencapai tahap kalibrasi saja dan ada proses-proses lain yang tidak dijalankan karena tidak diperlukan dalam mencapai proses kalibrasi. 1. Portion Extraction Menghasilkan file yang sama seperti Full Resolution Extraction, dimana proses ini dapat berkerja setelah Full Resolution telah sukses dilaksanakan. Proses ini berfungsi untuk meningkatkan kecerahan kembali sekaligus melakukan pemotongan lebih detail terhadap daerah yang benar-benar telah dipilih. Bentuk pemotongan dan sistem grid yang dipakai masih sama seperti pada proses Full Resolution Extraction sebagai berikut : v 0.13
Kiri atas lintang
v 101.33 Kanan atas lintang v - 0.04 Kiri bawah bujur v 101.52 Kanan bawah bujur Tampilan output gambar yang telah dihasilkan dapat dilihat dengan Quick Look Generation dengan cara memilih file sebagai tipe media input.
32
Gambar 14. Tampilan menu Portion Extraction dan proses
33
Gambar 15. Tampilan hasil proses Portion Extraction 2. Data Convertion Pada menu Data Convertion terdapat beberapa sub- menu, diantaranya : Tabel 2. Sub- menu dalam bagian Data Conversion BEST 1
Integer to float
.IFf
7
Flip Image
.FIf
2
Gain Convertion
.GCi
8
Slant Range to Ground
.SGf
3
Power to Amplitude
.PAf
9
Sensitivity Vector
.TXt
4
Amplitude to Power
.APf
10
Ancillary Data Dump
.TXt
5
Linear to dB Convertion
.DBf
11
Geometric Convertion
.TXt
6
Image Operation
.OPf
12
Complex to Amplitude
?
Pada piranti BEST versi 4.0.2 untuk proses Complex to Amplitude masih memiliki bugs dan kemungkinan pada versi selanjutnya akan diperbaiki. Data Convertion merupakan seperangkat proses yang berfungsi untuk memproyeksikan
kembali,
mengkonversi,
memodifikasi,
menambah
dan
mengurangi file data yang berformat internal BEST yang kemudian diproses ketahap selanjutnya. Pada penelitian ini, proses-proses untuk mencapai pada tahap kalibrasi yang ada pada data convertion tidak digunakan semua karena pada 34
penelitian ini lebih fokus kepada proses kalibrasinya saja kecuali Amplitude to Power. 3. Amplitude to Power Menghasilkan file yang berekstension .Apf dimana proses ini akan menghasilkan point floating image yang mengandung data power. Data power adalah data yang nilai digital number pada tiap pixelnya menjadi dua kali dari data sebelumnya (data amplitude). 2
e
2
f
2
g
2
h
a
e
i
a
b
f
j
b
c
g
k
c
d
h
l
d
Data Amplitude
Pixel Digital Number
2
i
2
2
j
2
2
k
2
l
2
2
Data Power
Gambar 16. Ilustrasi mengenai Amplitude Image menjadi Power Image File yang berekstension .APf ini sangat diperlukan ketika berkerja dengan Backscattering Image yang merupakan bagian dari kalibrasi karena proses kalibrasi dapat berkerja pada data power .
Gambar 17. Tampilan menu Amplitude to Power dan proses 35
Gambar 18. Hasil proses Amplitude to Power 4. Speckle Filter Menghasilkan file yang berekstension .SFt dimana proses ini berfungsi untuk menajamkan kenampakan gambar karena noise speckle dari gambar berintensitas nyata dihilangkan (dikurangi) dengan menggunakan algoritma ‘Gamma MAP’. Untuk prouk PRI (Precision Products), speckle filter hanya dapat berkerja apabila tipe pixel dalam bentuk power (menggunakan amplitude to power convertion). Dalam proses speckle filter terdapat “window sizes” dan “number of look (option)” dimana kedua pilihan tersebut sangat mempengaruhi gambar yang akan dihasilkan. Pada window Sizes mempengaruhi jarak pandang gambar yang dilihat dimana semakin besar ukuran window yang digunakan maka gambar seakan-akan terlihat sangat dekat sekali dan sebaliknya. Untuk number of look hanya mempengaruhi tingkat kecerahan warna.
36
Gambar 19. Tampilan Menu Speckle Filter dan proses
Gambar 20. Hasil proses Speckle Filter
37
5. Calibration Backscattering Image Merupakan proses terakhir yang diinginkan didalam menggunakan piranti lunak BEST v4.0.2. Kalibrasi ini merupakan perangkat yang khusus digunakan didalam memproses data ASAR yang menghasilkan file berekstension .BSf. Dalam proses backscattering image terdapat dua pilihan skala yaitu Skala Linear dan Skala dB, yang mana jika dilihat hasil tampilannya skala linear terlihat lebih gelap dibandingkan dengan skala dB. Dalam proses ini, skala yang dipakai adalah skala linear dengan tujuan agar lebih mudah dalam melakukan korelasi hubungan dengan data lapang. Skala dB menggunakan proses perhitungan dengan sistem algoritma *Log.
Gambar 21. Tampilan menu Image Backscattering dan proses
38
6. Data Export Data ekport berfungsi untuk mengkonversi gambar yang berformat internal BEST menjadi data yang berformat .TIFF (Geo TIFF, TIFF, dan RGB) atau berformat .BIL sekaligus juga menghasilkan keterangan headernya dalam file berekstension .txt kecuali ‘Export to Geo Tiff dan RGB’. Agar data hasil kalibrasi yang berformat internal BEST dapat diolah, maka data tersebut perlu dieksport dahulu ke dalam format GeoTiff
Gambar 22. Tampilan menu Export GeoTiff dan proses
39
4.2. Perhitungan Inti dari penelitian tahap eksplorasi ini sebenarnya hanya untuk mendapatkan nilai kalibrasi. Didalam sistem perhitungan, nilai ini disebut koefisien hamburan balik radar (σo ). Menurut Laur et. al (2002), koefisien hamburan balik radar dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : σo : βo x sin α r Dimana •
σo
: Koefisien Hamburan-balik Radar (Terkalibrasi)
•
βo
: Radar Brightness (Power)
•
αr
: Sudut Datang pada Posisi Range (Incidence Angle)
Untuk mendapatkan koefisien hamburan balik radar (σo ) diperlukan dua parameter yaitu beta nought (βo ) dan alfa (α). Informasi yang diperlukan oleh kedua parameter ini telah disimpan dalam file header setiap citra SAR. Sebagian informasi yang dibutuhkan dalam mencari nilai alfa (α) dapat dilihat dengan menggunakan EnviView (lembar Lampiran). Pada produk ERS-Envisat, nilai beta nought (βo ) secara proposional (ekuivalen) dengan digital number sehingga dapat langsung dipakai dalam mencari turunan koefisien hamburan balik seperti rumus diatas. Nilai beta nought sangat tergantung dari konstanta kalibrasi (gambar 25 bagian atas) dan nilai ini merupakan hasil pengukuran dari alat transponder pada masing- masing jenis radar (gambar 23). Selain itu, nilai beta nought juga dipengaruhi oleh digital number [DN] untuk tiap-tiap pixel dalam suatu citra.
βo :
[ DN ]2 Konstanta
Digital Number memberikan nilai pada setiap pixel citra yang diperlukan dalam mencari beta nought (β o ). Dalam proses kalibrasi dengan menggunakan BEST, proses tersebut hanya dapat dijalankan apabila nilai [DN] telah dikuadratkan (amplitude to power).
Gambar 23. ASAR Transponder
40
Alfa (α) adalah besarnya sudut datang terhadap garis vertikal elipsoid bumi. Nilai alfa dipengaruhi oleh : 1. Zero Doppler yaitu waktu pertama saat obyek dicitra pada pixel pertama (t1 ) 2. Sudut datang pada jarak terdekat posisi vertikal satelit terhadap bumi (α 1 ) 3. Garis lintang yang berada dipusat obyek tercitra (λ)
Pixel
H
θn
Azimuth
θ1 R1 Rn α1
1
2
RT1 ψ1
ψn
4
5
6
Kolom
αn
RT
3
7
8
9 10
Range
Untuk RT1 dan RT2 memiliki jarak RT2
yang dianggap sama dengan RT karena referensi permukaan bumi
Λψn
yaitu elipsoid.
Gambar 24. Ilustrasi perhitungan mencari Alfa dalam metode Distributed Target Dalam perhitungan nilai alfa yang dicari adalah nilai α per kolom yaitu α 1 , α 2 , α 3, sampai α n dalam satu cakupan daerah tercitra dengan metode distributed
target. Metode ini memberikan nilai pada tiap-tiap pixel yang disebut dengan [DN] sehingga untuk pixel dalam kolom yang sama akan memiliki sudut datang yang sama (homogen). Berbeda halnya dengan metode point target dimana untuk luasan resolusi pixel bisa memiliki sudut datang yang berbeda-beda karena target yang dipakai per pixel bukan per kolom seperti pada metode distributed target. Rumus yang digunakan dalam mencari nilai koefisien hamburan balik radar menggunakan sudut datang satu pixel tersebut. Untuk sudut datang pertama (α 1 ) pada pixel pertama nilainya telah ada dalam informasi header citra IMP (gambar 25 bagian bawah). Ini dijadikan parameter untuk mencari sudut datang pada pixel-pixel yang lain. Turunan rumus untuk mencari nilai α n adalah sebagai berikut :
41
Ø RT
=
a [Cos2 λ + (b/a)4 x Sin2 λ]1/2 x [Cos2 λ + (b/a)2 x Sin2 λ]-1/2
Dimana
a
=
Jarak radius bumi diposisi katulistiwa sebesar 6378.144 km
b
=
Jarak radius bumi dari kutup utara ke kutup selatan sebesar 6356.759 km
λ Ø RT
+
=
Garis lintang pada daerah pengambilan
H = [RT2 + R12 + 2
x RT x R1 x
Cos α 1 ]1/2
Dimana c = Kecepatan cahaya dan t1 = Zero Doppler ke-1 sehingga R1
Ø Cos θ1 Ø ψ1
=
=
(R1 + RT1 x Cos α1 ) / (RT
+
=
c x t1 /2
H)
α 1 - θ1
Ø Sin (Λψ n )
=
(n -1) x Λr / RT
Untuk luas sapuan 100 km, Λψn
((n – 1) x Λr/RT )
=
0.9o dan Λr adalah jarak antara pixel.
Ø ψn
= ψ1 +
Ø Rn
=
[RT2 + (RT
Ø Cos αn
=
[(RT + H)2 – Rn 2 – RT 2 ] / (2 x Rn x RT )
+
=
ψ 1 + Sin (Λψ n )
H)2 – 2 x RT x (RT
+
H) Cos ψn ]1/2
Dimana n menunjukan urutan pixel dalam kolom
Dengan mengetahui kedua parameter tersebut yaitu beta nought (βo ) dan alfa (α) maka dapat diperoleh koefisien hamburan balik radar. Dalam penelitian ini digunakan citra Image Mode Precision (IMP) dimana nilai beta nought adalah nilai pada masing- masing pixel. Oleh sebab itu, proses kalibrasi yang dilakukan dalam penelitian ini secara perhitungan hanya tinggal mencari nilai alfa untuk setiap pixel dalam kolom dan baru kemudian dapat dicari nilai koefisien hamburan balik radar sebagai nilai akhir dari proses kalibrasi. Nilai alfa (α) dapat dicari dengan rangkaian rumus diatas. Proses kalibrasi dengan menggunakan BEST pada dasarnya sama seperti rumus yang dikemukakan oleh Laur et. al (2002) yaitu metode penurunan rumus secara sederhana (kasar) dengan mencari nilai koefisien hamburan balik radar (σo ) melalui nilai beta nought dan alfa untuk masing- masing pixel per kolom. Setelah nilai koefisien hamburan balik radar pada tiap-tiap pixel diperoleh, maka dilakukan perbandingan terhadap citra yang telah dikalibrasi dengan citra yang belum dikalibrasi dengan tujuan untuk melihat nilai tambah yang diberikan dari citra yang telah dikalibrasi.
42
Faktor Konstanta Kalibrasi
43
4.3. Hasil Pengolahan 4.3.1. Perbandingan kenampakan visual citra Envisat ASAR yang belum dan sudah terkalibrasi. Citra Envisat ASAR memiliki resolusi spasial yang besar dengan cakupan area sapuan ± 100 km. Kenampakan citra ini pada bidang tiga dimensi sangat baik karena memiliki corak pandang samping. Secara visual kekontrasan citra setelah dikalibrasi menjadi lebih terang dan tingkat kekasaran (tekstur) permukaan obyek berkurang sehingga kenampakan obyeknya terlihat kurang jelas. Hal ini karena nilai hamburan balik citra yang terkalibrasi dengan skala linear menjadi beberapa kali lebih besar dari nilai hamburan balik yang belum dikalibrasi yang membuat citra tampak lebih cerah dan halus. Selain itu, besarnya intensitas sinyal pada tiap-tiap pixel dipengaruhi langsung oleh besarnya sudut datang unt uk masing- masing pixel dalam citra. Kenampakan citra sangat dipengaruhi oleh sudut datang dimana semakin kecil maka citra yang akan dihasilkan akan semakin jelas dan sempit begitu juga sebaliknya (Raimadoya et. al, 2002). Pada citra yang dikalibrasi denga n menggunakan speckle filter terlihat tidak jauh berbeda dengan citra yang dikalibrasi tanpa speckle filter. Perbedaannya hanya dari tingkat kekontrasan warnanya yang sedikit terang dengan tekstur permukaan yang lebih homogen (halus) yang menunjukan bahwa dengan menggunakan speckle filter telah terjadinya pengurangan keragaman speckle noise yang terlihat seperti bintik-bintik pasir tanpa mengurangi bentuk seperti garis, lekukan dan batas-batas tepi (ESA, 1999). Apabila dilihat secara visual proses kalibrasi terkesan mengurangi kualitas citra. Pada kalibrasi, citra yang dihasilkan semakin tidak jelas untuk diindentifikasi. Tujuan utama dari penelitian ini tidak dilihat dari sisi tersebut tetapi melihat nilai tambah yang akan diberikan oleh sinyal hamburan balik terhadap citra melalui hubungan korelasi dengan MVOL dan TVOL tanaman Acacia mangium. Dari hasil perbandingan tersebut maka dapat dilihat seberapa besar pengaruh sinyal hamburan balik didalam mengindentifikasi tanaman Acacia mangium (citra yang telah dikalibrasi) dengan sinyal radar brightness (citra yang belum dikalibrasi).
44
Gambar 26. Perbandingan gambar citra yang telah di-Kalibrasi dengan yang belum di-Kalibrasi
Gambar C Gambar B
Gambar A Pada Gambar A menunjukan citra yang tidak dikalibrasi. Gambar B adalah citra yang terkalibrasi non speckle dan Gambar C adalah citra yang terkalibrasi dengan speckle
45
4.3.2. Korelasi antara Intensitas Pantulan Citra Envisat ASAR yang dikalibrasi dengan Parameter Lapangan (MVOL dan TVOL) Untuk melihat nilai tambah yang dapat diberikan oleh sinyal hamburan balik hasil kalibrasi maka dilakukan hubungan korelasi dengan parameter lapang berupa nilai biomasa tanaman. Pengukuran biomasa tanaman ini menggunakan metode MVOL (Merchantable Volume) dan TVOL (Total Volume). MVOL adalah jumlah bagian tanaman yang dapat diperdagangkan untuk kebutuhan industri, dalam hal ini adalah batang utama tanaman (m3 /ha). TVOL adalah jumlah total biomasa tanaman yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah tanaman dari permukaan tanah, antara lain mencakup ranting, cabang, batang utama dan kulit batang tanaman (m3 /ha). Data MVOL biasanya digunakan oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang kehutanan untuk memperkirakan seberapa banyak kayu yang dapat diperdagangkan dalam luasan tertentu, dan data TVOL bisa digunakan untuk estimasi jumlah karbon dalam tanaman.
(Ha)
(Ha)
Gambar 27. Peta lokasi pengambilan data yang mengandung nilai Intensitas Pantulan per tiap-tiap Plot dalam Kompartement (9 Kompartement)
46
Gambar citra terkalibrasi yang di tumpang tindih dengan peta kompartemen berupa data vektor dan intensitas pantulan pada tiap titik.
Gambar 28. Peta hasil tumpang tindih dari citra Terkalibrasi dengan Peta Kompartemen
Gambar 29. Peta titik sampel per Kompartemen 47
Tabel 3. Nilai Rata-rata Intensitas Pantulan pada tiap Kompartemen.
Compartment
Rata-rata Intensitas Pantulan Citra Envisat ASAR
Rata-rata Biomasa (m3/ha)
Non Calibration
Calibration Non Speckle
Calibration Speckle
MVOL
TVOL
D004
348.154
1040663725
1041299372
152.200
165.100
D003
334.769
1040694866
1039140007
203.380
220.450
D002
338.429
1037888125
1039792460
118.160
203.970
D030
372.375
1041948251
1041305812
198.000
215.630
D029
343.412
1041047104
1040183021
177.640
193.650
D028
359.313
1040848254
1041324774
204.920
222.420
D027
312.000
1039801025
1040645948
187.500
203.650
E012
315.692
1039739180
1040059064
148.620
162.590
E014
308.429
1039539145
1040339033
130.880
142.320
Korelasi MVOL
0.21
0.61
0.05
Korelasi TVOL
0.34
0.09
0.0002
~
Dari tabel diatas menunjukan bahwa nilai korelasi MVOL yang terbesar diberikan oleh citra Envisat ASAR yang dikalibrasi tanpa menggunakan speckle filter (Calibration Non Speckle). Sedangkan untuk nilai korelasi TVOL terbesar diberikan oleh citra Envisat ASAR yang tidak dikalibrasi (Non Calibration). Untuk citra yang dikalibrasi dan sekaligus menggunakan speckle filter (Calibration Speckle) ternyata memberikan nilai korelasi yang paling kecil baik untuk MVOL maupun TVOL. Dengan demikian, proses kalibrasi tanpa menggunakan speckle filter dalam mengestimasi biomasa tanaman Acacia mangium lebih baik dari pada kalibrasi dengan menggunakan speckle filter. Apabila dilihat berdasarkan perbedaan metode pengukuran biomasa dilapang maka pendugaan biomasa tanaman Acacia mangium untuk metode MVOL lebih baik menggunakan citra yang dikalibrasi tanpa speckle filter. Dan untuk metode TVOL dalam menduga biomasa tanaman menggunakan citra tanpa dikalibrasi. Berkaitan dengan biomasa tanaman hasil ini memberikan informasi bahwa citra yang dikalibrasi menyebabkan sinyal hamburan balik menjadi sangat besar dengan nilai intensitas pantulan yang relatif homogen akibat dipengaruhi oleh sudut datang elipsoid bumi (ketingginan permukaan relatif sama). Atas dasar tersebut maka pendugaan biomasa tanaman dengan metode MVOL lebih baik diinterpretasikan pada citra yang telah dikalibrasi karena metode ini hanya mengukur bagian batang utama tanaman sehingga pengaruh elevasi permukaan
48
tidak terlalu besar berpengaruh. Berbeda halnya dengan menggunakan metode TVOL yang mengukur semua bagian tanaman diatas tanah sehingga pengaruh elevasi permukaan tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu citra yang telah dikalibrasi sebaiknya tidak digunakan didalam menduga biomasa tanaman secara keseluruhan (TVOL) karena dapat mengurangi nilai yang sebenarnya di lapang. Menurut Febbry (2004) secara keseluruhan intensitas pantulan citra terfilter memberikan nilai korelasi yang lebih kecil dibandingkan citra tanpa di filter baik menggunakan metode MVOL maupun TVOL. Hal ini disebabkan karena citra terfilter telah mengalami ekstraksi pada bagian data tertentu dari suatu himpunan data dengan mereduksi bagian-bagian yang tidak diinginkan sehingga dengan melakukan filterisasi berarti mengurangi informasi yang terkandung dalam citra. Oleh karena itu nilai korelasi yang diberikan oleh citra terkalibrasi dengan speckle filter memiliki nilai korelasi yang paling kecil.
49
Gambar 30. Grafik hubungan Intensitas Pantulan Citra Envisat dengan Parameter Lapang. Atas : Diagram pengolahan citra tanpa kalibrasi, Tengah : Diagram pengolahan citra kalibrasi tanpa filter dan Bawah : Diagram pengolahan citra kalibrasi terfilter.
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Kalibrasi merupakan teknik penurunan koefisien hamburan balik σo (radar backscattering coefficient) radar dalam penginderaan jauh yang berfungsi untuk memberikan informasi kode yang terkandung dalam sinyal hamburan balik suatu obyek sehingga dengan informasi ini dapat dipakai didalam mengindentifikasi obyek yang lain. BEST (Basic Envisat SAR Toolbox) mampu mengolah citra yang akan dikalibrasi dan menghasilkan nilai hamburan balik radar jauh lebih besar dari nilai sebelumnya dan hanya menerima input data mentah dari ERS dan Envisat (*N1). Pengolahan kalibrasi dengan menggunakan BEST masih memiliki hambatan karena masih ditemukan bugs pada beberapa perangkatnya sehingga proses pengolahan dengan piranti ini belum sepenuhnya dapat berjalan dengan stabil. Informasi penting yang perlu diperhatikan dalam proses kalibrasi yaitu, citra yang akan diolah dalam proses kalibrasi adalah citra dalam bentuk Image Power. Selain itu, proses kalibrasi tidak dapat berjalan. Biasanya data citra yang belum dikalibrasi masih dalam bentuk data amplitude, sehingga untuk mengubah menjadi data power harus diproses melalui amplitude to power. Tahapan menu pengolahan proses kalibrasi yang dijalankan yaitu Header Analysis, Full Resolution Extraction, Portion Extraction, Amplitude to Power, Speckle Filter, dan Calibration Backscattering Image. Untuk melihat hasil citra yang telah diolah pada setiap menu perangkat dapat menggunakan Quick Look Generation. Sistem perhitungan yang dijalankan BEST dalam penurunan koefisien hamburan balik radar dipengaruhi oleh radar brightness (ß°) dan sudut datang sapuan (σo ) dengan metode distributed target. Hasil estimasi menunjukan bahwa untuk metode MVOL nilai korelasi tertinggi diberikan oleh citra terkalibrasi tanpa speckle filter sebesar 0.61 sedangkan untuk metode TVOL diberikan oleh citra tanpa dikalibrasi sebesar 0.34 dan pada citra yang dikalibrasi sekaligus difilter memberikan nilai korelasi paling kecil pada kedua metode.
5.2. Saran Masih terdapat banyak bugs yang menyebabkan BEST menjadi tidak stabil dan terkadang sistem pengoperasian menjadi error sehingga tidak menutup kemungkinan harus dilakukan uninstall agar BEST dapat dijalankan kembali dengan baik. Oleh sebab itu, bugs ini harus cepat diperbaiki agar proses pengolahan dengan menggunakan BEST dapat dijalankan dengan stabil. Perlu dilakukan penelitian kembali mengenai kalibrasi dengan menggunakan piranti lunak yang berbeda dan lebih stabil dalam skala decibel (dB) serta diharapkan sampai ketahap gamma nought. Untuk mengukur biomasa tanaman dengan data yang sama (peta kompartemen dan peta plot inventory), diharapkan melakukan perbandingan (ratarata intensitas pantulan) per plot pada tiap-tiap kompartemen terhadap paremeter lapang (MVOL dan TVOL).
52
DAFTAR PUSTAKA
Affianti, F. 2004. Studi Pendahuluan Aplikasi Citra Envisat ASAR pada Hutan Tanaman di Indonesia. Skripsi Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Andika, E.K. 2003. Prestasi Kerja Penebangan Akasia dengan Chainsaw STIHL 044 dalam Sistem Geng di Unit VI Lubuk Guci Wilayah II Benakat, PT. Musi Hutan Persada Sumsel. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 1993. Hutan Tanaman Industri Pulp. Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Anonim. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-jenis Kayu Komersial. Jurnal Badan Litbang Departemen Kehutanan. http://www.Indonesianforest.com /tanaman_andalan/acacia_mangium. [31 Desember 2005] Anonim. 2005. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. http://www. cifor.cgiar.org/publications/pdffiles/Book/SIGeografis/SIGpart4.pdf#searc h ='Penginderaan%20jauh'. [11 Januari 2006]. Awang, K., Tylor, D. 1993. Acacia Mangium Growing Fertilization, MPTS. Monographs Series No. 03. Windrock International and FAO. Bangkok. Badan
Pusat Stastistik. 2005. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/sdl/ lspenggunaan lahan ind.htm-18k. [23 Agustus 2005].
Barus, B., Gandasasmita, K., Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. BEST. 2004. Issue 1.2e. http://envisat.esa.int/services/best/software/. [19 Juni 2005]. Brown, S. 1957. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO, Forestry Paper No. 134. FAO. USA. Buck, C. 2002. ASAR External Calibration. European Space Research and Technology Center (ESTEC), Envisat Project . Netherland. Closa, J. 2002. Internal Calibration Processing and Processor Normalization. Earth Observation Department, ESA-ESRIN. Italy. Colwell, R.N. 1974. Remote Sensing of Natural Surfaces-retrospect and prospect. Proc. Remote Sensing of natural Resources. University of Idaho, Moscow; p.48-68.
ESA. 1999. SAR Toolbox Algorithmic Specs, stbx. Issue 3, Page 157. http://earth1.esrin.esa.it/STBX/. ESA. 2001a. http://envisat.esa.int/m-s/envisat mission 2001/brochure/is2 8 5.html. [2 Januari 2006]. ESA. 2001b. http://envisat.esa.int/instruments/asar/descr/concept.html#top [5 Januari 2006] ESA. 2002. ASAR Product Handbook; The ASAR User Guide. Trisasongko BH, editor. Chapter: 1-7. ESA. 2003. http://www.esa.int/esaCP/SEMBYF2A6BD index 2.html. [25 Juni 2005]. Fitriyani. 2004. Aplikasi Citra Koherens dan Digital Elevation Model (DEM) pada Hutan Tanaman. Skripsi Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hamdan, T. 2001. Pendugaan Biomasa diatas tanah pada Ekosistem Hutan Primer dan Hutan Bekas Tambang. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Howard, J.A. 1990. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan: Teori dan Aplikasi. Hartono dkk., penerjemah; Sutanto, editor. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indrawan. 1999. Pendugaan Biomasa Pohon dengan Model Fractal Branching pada Hutan Sekunder di Rantau Pandan Jambi. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Itto. 2001. Achieving Sustainable Forest Management in Indonesia. International Tropical Timber Council. Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta. Koopman, R., Zehner, C. 2002. Calibration and Validation Concept. The Working Group on Calibration and Validation of the Committee on Earth Observation Satellites. Italia Kusmana, C., Abe, K and Watanabe, A. 1992. Estimation of Above Ground Tree Biomass of mangrove Forest in East Sumatera, Indonesia. Tropics 1 (a): 143-257. Kusmana, C. 1993. A Study on Mangrove Forest Managenent Base on Ecological Data in East Sumatera, Indonesia. Desertation at Faculty of Agricultural. Kyoto University. Japan. 54
Laur, H., Bally, P., Meadows, P., Sanchez, J., Lopinto, E and Esteban, D. 2002. Derivation of the Backscattering Coefficient (σo ) in ESA ERS SAR PRI Products: ERS SAR Calibration. ESA/ES RIN, Issue 2, Rev 5d. Lillesand, T.M. dan Kiefer, R.W. 1980. Remote Sensing and Image Interpretation. Dulbahri dkk, penerjemah. 1990. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mather, P. M. Computer Processing of Remotely Sensed Images: An Introduction Second Edition. School pf Geography, The University of Nottingham, UK. Meiviana, A., Sulistiowati, D.R. dan Soejachmoen, M.H. 2004. Bumi makin Panas Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia. Kementrian Lingkungan Hidup, Jakarta. Raimadoya, M.A., Trisasongko, B.H. 2002. Dasar-dasar Interpretasi Foto Udara. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Romansah, D. 1999. Penentuan Biomasa diatas Tanah pada Ekosistem Hutan Rawa Gambut (Studi Kasus di HPH PT. Diamond Raya Timber, Pulp Dati I Riau). Skripsi Jurusan Manajeme n Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suparto, R.S. 1996. Sistem-sistem Logging dan Manajemen HTI. Bahan Penataran Mager Logging. Kumpulan Notulen. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
55
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Nilai Intensitas Pantula n pada masing-masing Plot tiap Kompartemen Compartment
D004
Plot
X
Y Non Clbrtn
Clbrtn 1
Clbrtn 2
A1
TET
773070
4130
346
1040685805
1040277793
B2
TET
773170
4130
538
1052465970
1043310623
C3
TET
773270
4130
366
1039403233
1043229291
D4
TET
773370
4130
393
1039464724
1042573559
D5
TET
773370
4330
256
1042080411
1048471395
E6
TET
773470
4330
141
1024745923
1034122715
E7
TET
773470
4130
371
1041253628
1036670166
F8
TET
773570
4130
224
1031920915
1041455327
F9
TET
773570
4330
240
1034976839
1040343331
G10
TET
773670
4330
380
1036353254
1041692218
H11
TET
773770
4330
500
1051009728
1044197972
I12
TET
773870
4330
268
1046519380
1037964345
I13
TET
773971
4330
503
1047748620
1042583103
348.154
1040663725
1041299372
Rata-rata DOO3
AI
TET
772951
3740
289
1040752786
1040009191
B2
TET
773050
3740
386
1043466517
1041186980
B3
TET
773050
3940
474
1041262633
1042074698
C4
TET
773150
3940
399
1042255458
1041100445
C5
TET
773150
3740
351
1039075110
1040606401
D6
TET
773250
3740
259
1030064513
1036360188
E7
TET
773350
3740
459
1052525949
1041642373
E8
TET
773350
3940
290
1042332182
1028458707
F9
TET
773450
3940
326
1038386718
1036410804
F10
TET
773450
3740
214
1038255269
1039384048
F11
TET
773450
3540
267
1040010132
1042592342
G12
TET
773550
3540
408
1046559912
1042860955
G13
TET
773550
3740
230
1034086084
1036132955
334.769
1040694866
1039140007
Rata-rata D002
Intensitas Pantulan
Sektor
No.
A1
TET
773600
3680
438
1046091007
1042184410
A2
TET
773600
3880
430
1035806579
1044588611
B3
TET
773700
3880
181
1028104946
1038437584
B4
TET
773700
3680
368
1043242461
1037224863
C5
TET
773800
3680
289
1041989770
1042072790
C6
TET
773800
3880
289
1036238124
1036507099
D7
TET
773900
4080
270
1037763057
1039891237
D8
TET
773900
3880
259
1033220019
1040152006
D9
TET
773900
3680
400
1041073852
1039586731
E10
TET
774001
3680
293
1035065657
1033547724
E11
TET
774001
3880
384
1029691077
1044671685
E12
TET
774000
4080
278
1038007933
1037002729
F13
TET
774100
4080
593
1045728993
1047046932
F14
TET
774100
3880
288
1034198889
1040132609
F15
TET
774100
3680
174
1024116124
1039209381
G16
TET
774200
3680
412
1047882182
1041214636
G17
TET
774200
3080
377
1043541401
1032774239
G18
TET
774200
4080
343
1041484764
1041807353
H19
TET
774300
4080
266
1028346222
1034399304
56
Lampiran 1 (Lanjutan) H20
TET
774300
3880
329
1039355139
H21
TET
774300
3680
446
1044702428
1041390645
338.429
1037888125
1039792460
Rata-rata DO28
A1
TET
772560
3300
778
1060002532
1052267332
B2
TET
772660
3300
262
1036986879
1045712086
B3
TET
772660
3500
569
1049701339
1048481361
C4
TET
772760
3500
384
1039517981
1042122100
C5
TET
772760
3300
240
1032925216
1039738460
C6
TET
772760
3100
294
1038372721
1042367400
D7
TET
772860
3300
336
1040976916
1035502974
D8
TET
772860
3500
487
1045011285
1043509876
E9
TET
772961
3500
265
1041083088
1039043377
E10
TET
772961
3300
219
1033849265
1040369437
E11
TET
772961
3100
344
1037894128
1037228161
F12
TET
773060
3100
232
1034632976
1040882020
F13
TET
773060
3300
346
1039227063
1039681058
G14
TET
773160
3300
336
1043867500
1038068667
G15
TET
773160
3100
376
1042296857
1040527208
H16
TET
773260
3100
281
1037226311
1035694868
359.313
1040848254
1041324774
Rata-rata D029
A1
TET
773300
3360
462
1050964572
1047794149
A2
TET
773300
3560
242
1036074630
1039262955
B3
TET
773400
3360
246
1037224164
1039707734
C4
TET
773500
3360
451
1045579550
1046442098
C5
TET
773500
3160
261
1038615217
1043493600
D6
TET
773600
3160
292
1038751002
1035924941
D7
TET
773600
3360
387
1039262222
1038489853
E8
TET
773700
3360
458
1049131397
1036769971
F9
TET
773800
3360
318
1040500467
1037739088
F10
TET
773800
3560
320
1034606508
1040126578
G11
TET
773900
3560
305
1037664020
1037255532
G12
TET
773900
3360
219
1030650834
1035878833
H13
TET
774001
3360
344
1045349391
1045816684
H14
TET
774001
3560
455
1049459017
1037738780
I15
TET
774100
3560
234
1035271432
1036615861
J16
TET
774200
3560
474
1046433376
1043186589
K17
TET
774500
3560
370
1042262977
1040868104
343.412
1041047104
1040183021
A1
TET
772140
2540
513
1049833135
1053742006
A2
TET
772140
2740
223
1033681632
1039859261
A3
TET
772140
2940
251
1033257260
1039692646
B4
TET
772240
2940
248
1039355373
1039124280
B5
TET
772240
2740
260
1039269095
1044108323
C6
TET
772340
2740
392
1047338569
1046677705
C7
TET
772340
2940
317
1039717386
1041400887
D8
TET
772440
2940
285
1037556150
1038400490
D9
TET
772440
2740
247
1039019208
1041501566
D10
TET
772440
2540
327
1050856509
1041241291
E11
TET
772540
2540
426
1044053920
1042174795
E12
TET
772540
2740
232
1032121919
1039066517
E13
TET
772540
2940
339
1035782669
1042623908
F14
TET
772640
2940
373
1046705941
1042257755
Rata-rata D027
1041799095
57
Lampiran 1 (Lanjutan) F15
TET
772640
2740
342
1040556871
1036938587
F16
TET
772640
2540
174
1027903487
1031385958
G17
TET
772740
2540
307
1045844399
1042235839
G18
TET
772740
2740
330
1040255588
1034274227
G19
TET
772740
2940
413
1043077603
1041249873
H20
TET
772840
2540
195
1031368360
1040644438
I21
TET
772940
2540
389
1047182609
1042536597
I22
TET
772940
2740
308
1034960018
1034811318
J23
TET
773140
2740
314
1040748548
1043210617
J24
TET
773240
2740
289
1035541469
1037353349
J25
TET
773340
2740
306
1039037919
1039636469
312.000
1039801025
1040645948
A1
TET
772080
2460
524
1048759419
1043465860
B2
TET
772180
2460
238
1031394730
1037661543
C3
TET
772280
2460
322
1039585110
1041480751
D4
TET
772380
2460
336
1043248790
1040813254
D5
TET
772380
2260
392
1044882109
1047703844
E6
TET
772480
2260
365
1040415010
1046391088
E7
TET
772480
2460
389
1049500403
1043706015
F8
TET
772680
2260
516
1050771854
1056639627
G9
TET
772780
2260
443
1042797013
1037366809
H10
TET
772880
2260
322
1036410214
1035821306
H11
TET
772880
2460
316
1044165789
1042479555
I12
TET
772981
2460
378
1040805322
1036689761
I13
TET
772981
2260
304
1037933441
1031842194
J14
TET
773080
2260
479
1044325834
1047634200
J15
TET
773080
2460
330
1034465393
1029601707
K16
TET
773180
2460
Rata-rata D030
Rata-rata E012
304
1041711578
1041595485
372.375
1041948251
1041305812
A1
TET
773675
2705
476
1050024484
1051184143
B2
TET
773775
2705
352
1040249781
1037965611
C3
TET
773875
2705
314
1046649256
1041054779
D4
TET
774075
2705
332
1041136577
1032417788
D5
TET
774075
2905
322
1043005518
1037345684
E6
TET
774175
2905
277
1033527017
1031120040
F7
TET
774275
2905
269
1042599802
1044001728
G8
TET
774375
2905
164
1027616346
1040339424
G9
TET
774375
3105
356
1038585803
1035205896
H10
TET
774475
3105
371
1040689036
1043079600
H11
TET
774475
2905
419
1044630854
1043590304
I12
TET
774575
2905
258
1036431009
1032952775
I13
TET
774575
3105
308
1036375000
1039297315
I14
TET
774575
3305
219
1032583329
1042004314
I15
TET
774575
3505
248
1040952379
1042757253
J16
TET
774674
3505
340
1041727268
1040825846
J17
TET
774675
3305
283
1032759514
1036604717
J18
TET
774675
3105
195
1031065581
1039307397
J19
TET
774675
2905
257
1039077434
1032619181
K20
TET
774775
3105
270
1036599628
1039413090
K21
TET
774775
3305
461
1045437722
1042697310
K22
TET
774775
3505
223
1029648105
1039670497
L23
TET
774875
3505
307
1042334382
1043146151
58
Lampiran 1 (Lanjutan) L24
TET
774875
3305
339
1046173865
1041952179
L25
TET
774875
3105
459
1048315273
1048553556
M26
TET
774976
3505
389
1045023727
1042429083
315.692
1039739180
1040059064
Rata-rata E014
Rata-rata
A1
TET
774125
2450
408
1047601476
1045130757
A2
TET
774125
2650
478
1044356405
1043783074
B3
TET
774225
2650
284
1037862285
1039786284
B4
TET
774225
2450
156
1036228471
1040833777
B5
TET
774225
2250
326
1041255275
1035520534
B6
TET
774225
2050
262
1038400313
1038456175
C7
TET
774325
2050
319
1041203361
1042150251
C8
TET
774325
2250
434
1050341887
1045460915
C9
TET
774325
2450
280
1036138589
1036658398
C10
TET
774325
2650
370
1043761006
1041585860
D11
TET
774425
2650
315
1042908971
1042898449
D12
TET
774425
2450
296
1038240212
1039336312
D13
TET
774425
2250
263
1040017044
1041691230
D14
TET
774425
2050
291
1040571287
1037267277
E15
TET
774525
2450
209
1030147780
1039004287
E16
TET
774525
2650
393
1036173964
1042890576
F17
TET
774625
2650
391
1042439640
1040201948
F18
TET
774625
2450
241
1032847459
1031515305
F19
TET
774625
2250
278
1041271721
1046123521
G20
TET
774725
2450
267
1034232836
1033904952
G21
TET
774725
2650
216
1034322071
1042919801
308.429
1039539145
1040339033
59
Tabel Lampiran 2. Sebagian Informasi Header dalam citra IMP daerah Pelalawan dengan menggunakan EnviView Produk Header Utama
Field Name
Value
Units
product
ASA_IMP_1PNUPA20030204_152531_000000152 013_00311_04874_0033.N1
ascii
proc_stage ref_doc
N PO-RS-MDA-GS2009_08_3H
ascii ascii
acquisition_station proc_center proc_time software_ver
PDHS-K UK-PAC 17-MAR-2003 16:56:09.000000 ASAR/3.03
ascii ascii UTC ascii
sensing_start sensing_stop
04-FEB-2003 15:25:31.202681 04-FEB-2003 15:25:48.202055
UTC UTC
phase cycle rel_orbit abs_orbit state_vector_time delta_ut1 x_position y_position z_position x_velocity y_velocity z_velocity vector_source
2 +013 +00311 +04874 04-FEB-2003 15:25:00.000000 +.000000 -1139873.896 +7066807.518 -0332417.244 +1556.640251 +0589.399426 +7369.144927 FR
ascii
utc_sbt_time sat_binary_time clock_step
04-FEB-2003 14:05:02.415529 +3242754816 +3906249788
UTC
leap_utc leap_sign leap_err
17-OCT-2001 00:00:00.000000 +001 0
UTC s ascii
product_err tot_size sph_size num_dsd dsd_size num_data_sets
1 +00000000000145627741 +0000006099 +0000000018 +0000000280 +0000000008
ascii bytes bytes
UTC s m m m m/s m/s m/s ascii
psec.
60
Lampiran 2 (Lanjutan) Produk Header Citra ASAR (SPH)
Field Name
Value
Units
sph_descriptor stripline_continuity_indicator slice_position num_slices first_line_time last_line_time first_near_lat first_near_long first_mid_lat first_mid_long first_far_lat first_far_long last_near_lat last_near_long last_mid_la t last_mid_long last_far_lat last_far_long
Image Mode Precision Image +000 +001 +001 04-FEB-2003 15:25:31.610893 04-FEB-2003 15:25:47.597901 -0.349816 100.807672 -0.246364 101.272006 -0.142924 101.736223 0.599642 100.602931 0.702633 101.066687 0.805595 101.530565
ascii
swath pass sample_type algorithm mds1_tx_rx_polar mds2_tx_rx_polar compression azimuth_looks range_looks range_spacing azimuth_spacing line_time_interval line_length data_type
IS2 ASCENDING DETECTED RAN/DOP V/V
ascii ascii ascii ascii ascii ascii ascii looks looks m m s samples ascii
FBAQ4 +004 +001 +1.25000000E+01 +1.25000000E+01 +1.86090183E-03 +08465 UWORD
UTC UTC degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees degrees
61
Lampiran 2 (Lanjutan) SQ ADSRs
Field Name
Value
Units
zero_doppler_time attach_flag input_mean_flag input_std_dev_flag input_gaps_flag input_missing_lines_flag dop_cen_flag dop_amb_flag output_mean_flag output_std_dev_flag chirp_flag missing_data_sets_flag invalid_downlink_flag
04-FEB-2003 15:25:39.702660 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1
MJD flag flag flag flag flag flag flag flag flag flag flag flag
thresh_chirp_broadening thresh_chirp_sidelobe thresh_chirp_islr thresh_input_mean exp_input_mean thresh_input_std_dev exp_input_std_dev thresh_dop_cen thresh_dop_amb thresh_output_mean exp_output_mean thresh_output_std_dev exp_output_std_dev thresh_input_missing_lines thresh_input_gaps lines_per_gaps
20.0 -8.0 -5.0 0.2 0.0 0.15 0.6 0.6 0.55 50.0 275.0 10.0 110.0 10.0 1.0 100
% dB dB
input_mean[0] input_mean[1] input_std_dev[0] input_std_dev[1] num_gaps num_missing_lines output_mean[0] output_mean[1] output_std_dev[0] output_std_dev[1] tot_errors Spare_3
0.001866201 0.001863534 0.10304 0.1028624 0.0 0.0 441.3837 0.0 202.78152 0.0 0
% lines
62
Lampiran 2 (Lanjutan) Parameter Proses Utama
Field Name
Value
Units
first_zero_doppler_time attach_flag last_zero_doppler_time work_order_id time_diff swath_id range_spacing azimuth_spacing line_time_interval num_output_lines num_samples_per_line data_type
04-FEB-2003 15:25:31.610893 0 04-FEB-2003 15:25:47.597901 asar_wo_452 0.408212 IS2 12.5 12.5 0.0018609018 8592 8465 UWORD
MJD flag MJD ascii s ascii m m s lines samples ascii
first_proc_range_samp range_ref range_samp_rate radar_freq num_looks_range filter_range filter_coef_range
1 800000.0 1.920768E7 5.3310044E9 1 HAMMING 0.75
samples m Hz Hz looks ascii
num_lines_proc num_look_az look_bw_az to_bw_az filter_az filter_coef_az az_fm_rate[0] az_fm_rate[1] az_fm_rate[2] ax_fm_origin dop_amb_conf
28063 4 320.0 1280.0 HAMMING 0.75 -1072.779 -1.9214842E7 7.1305626E10 5509551.5 0.0
lines looks Hz Hz ascii
calibration_factors[0].proc_scalin g_fact[0] calibration_factors[0].ext_cal_fac t[0]
800000.0
Hz/sHz/s2Hz/s3 Hz/sHz/s2Hz/s3 Hz/sHz/s2Hz/s3 ns
318419.75
63
Lampiran 2 (Lanjutan) Paremeter Centroid Doppler
Field Name zero_doppler_time attach_flag slant_range_time dop_coef[0] dop_coef[1] dop_coef[2] dop_coef[3] dop_coef[4] dop_conf dop_conf_below_thre sh_flag spare_1
Value 04-FEB-2003 15:25:39.702660 0 5509551.5 223.53322 -783707.7 3.34212352E8 0.0 0.0 0.9896078 0
Units MJD flag ns HzHz/sHz/s2Hz/s3Hz/s4 HzHz/sHz/s2Hz/s3Hz/s4 HzHz/sHz/s2Hz/s3Hz/s4 HzHz/sHz/s2Hz/s3Hz/s4 HzHz/sHz/s2Hz/s3Hz/s4 flag
Parameter Chirp
Field Name zero_doppler_time attach_flag slant_range_time ground_range_origin srgr_coeff[0] srgr_coeff[1] srgr_coeff[2] srgr_coeff[3] srgr_coeff[4]
Value 04-FEB-2003 15:25:31.610893 0 5508458.5 0.0 825697.25 0.3190278 6.1841087E-7 -2.449326E-13 -8.507415E-20
Units MJD flag ns m m, -, m-1, m-2 m, -, m-1, m-2 m, -, m-1, m-2 m, -, m-1, m-2 m, -, m-1, m-2
64
65
Gambar 31. Perbandingan citra yang telah dikalibrasi dengan jenis skala berbeda. Kanan : Skala decible (dB) dan Kiri : Skala Linear