Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 49
STUDI IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI TERMINAL (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) Oleh : Ir.Asep Sugara,MM 4 Prodi Ilmu Pemerintahan STISIP YUPPENTEK H.Tb.Yudi Muhtadi.S.sos.M.Si Prodi Administrasi Negara FISIP Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang Abstrak Salah satu persoalan yang belum dapat terselesaikan oleh pihak penentu kebijakan, dalam hal ini pemerintah daerah adalah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang selalu menempati lokasi yang dilarang. Bahkan setelah dibangun lokasi usaha yang menurut pandangan pemerintah daerah cukup strategis untuk penempatan PKL dari lokasi semula, ternyata lokasi yang baru tidak tepat, karena tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tetapi setelah beberapa hari penempatan lokasi tersebut mereka kembali lagi ke lokasi semula dengan meninggalan lokasi yang telah dibangun khusus untuk pemerintah daerah untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut. Sebenarnya kondisi semacam itu sudah merupakan gambaran umum dari pendekatan TopDown pemerintah yang tidak seharusnya terulang dan berulang kembali. Pasar Malabar yang berada di wilayah Kecamatan Karawaci Kota Tangerang merupakan salah satu pasar yang memiliki kapasitas cukup besar dibandingkan dengan pasar yang ada pada satu wilayah lainnya, seperti Pasar Bandeng. Jumlah pedagang kaki lima di pasar ini cukup besar yang menempati bagian bahu jalan dan trotoar pertokoan di pasar tersebut. Untuk itu, peneliti berkeinginan mengkaji persoalan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K-3) terhadap kesejahteraan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Malabar Kota Tangerang.
4
Ir. Asep Sugara, MM adalah dosen tetap STISIP YUPPENTEK pada program studi ilmu pemerintahan. Dan H.Tb.Yudi Muhtadi. S.sos. M.Si adalah dosen tetap yayasan pada program studi administrasi negara FISIP UNIS. Email:
[email protected]
50 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
I.
PENDAHULUAN Pembangunan menekankan perubahan alami untuk membedakan dari perubahan tidak alami yang ditimbulkan oleh kekuatan dari luar komunitas manusia. Dalam menyelenggarakan tindakan pembangunan pemerintah memerlukan dana untuk membiayai kegiatannya. Dana tersebut dihimpun dari warga negara dalam bentuk pajak, pungutan (retribusi) yang diperoleh dari internal dari pendapatan bukan pajak dan laba perusahaan pemerintah. Penggunaan dana-dana tersebut harus dapat dimanfaatkan secara efektif dan bertanggungjawab.
Dasarnya 2,
pemerintah
memperoleh
hak
untuk
memungut pajak, retribusi, pendapatan bukan pajak dan laba perusahaan pemerintah karena mendapatkan mandat dari warga negaranya. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undangundang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat kontraprestasi, yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum, rumusan tersebut lebih menekankan kepada fungsi budgeter (pengelolaan keuangan) dari pajak, yaitu bagaimana penerimaan pajak tersebut digunakan untuk kas negara. Selain penerimaan dari pajak, penerimaan negara juga dapat diperoleh dari retribusi, sumbangan, bea dan cukai, dana pinjaman dalam luar negeri ataupun menciptakan mata uang 3. Pada zaman reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional, dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang, yaitu Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang “Pemerintahan Daerah” (mengubah Undang-undang Nomor 22 tahun 1999) dan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah (mengubah Undang-undang Nomor 25 tahun 1999). 2 3
Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Mardiasmo. 2009, Pengantar Perpajakan, Cetakan Ke Lima Belas, ANDI, Yogyakarta, Halaman 5
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 51
Di Kota Tangerang, yang menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah bersumber dari retribusi terminal yang secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. Diantara terminal yang ada di Kota Tangerang, terdapat terminal baru yang melayani angkutan umum dalam kota dan bus antar kota serta lintas provinsi, yaitu Terminal Poris Plawad, yang sudah beroperasi sejak tahun 2005. Keberadaan Terminal Poris Plawad ini menggantikan Terminal Cikokol yang sudah dianggap tidak laik dalam melayani kebutuhan pelayanan transportasi bagi masyarakat. Dibukanya Terminal Poris Plawad berbarengan dengan adanya akses jalan baru di Kota Tangerang (Jl. Benteng Betawi) yang mampu meningkatkan aksesibilitas masyarakat. Namun demikian dalam pengelolaan pelayanannya saat ini masih dirasakan kurang optimal, dikarenakan masih banyak pengemudi angkutan umum dan bus yang kurang mematuhi ketentuan yang berlaku dan disepakati antara Pemerintah Kota Tangerang dan Organda Kota Tangerang serta Pengusaha Angkutan Umum melalui penerbitan Surat Keputusan Bersama 4 agar setiap kendaraan umum memasuki terminal. Kondisi di atas berbeda dengan kasus pembukaan terminal serupa di daerah lainnya, seperti pembukaan Terminal Kampung Rambutan di DKI Jakarta dan pembukaan Terminal Leuwi Panjang di Bandung. Perpindahan dari terminal asal dipatuhi oleh pengemudi dan pengusaha angkutan umum selaku pemilik kendaraan, sehingga program pembangunan daerah dapat berjalan sesuai dengan harapan. Berdasarkan hasil pantauan di lapangan, alasan kurang dipatuhinya ketentuan tersebut oleh para pengemudi angkutan umum dan tidak diabaikan pula oleh pemilik kendaraan umum (pengusaha) dikarenakan masyarakat selaku calon penumpang sangat sedikit yang naik di terminal dan kebanyak tidak mau datang ke terminal. Selain itu, lokasi terminal dianggap kurang strategis, karena tidak langsung dalam jalur lalu lintas
4
Dokumen Dinas Perhubungan Kota Tangerang tentang Surat Keputusan Bersama antara Dinas Perhubungan, Organda Kota Tangerang dan Pengusaha Angkutan Umum, 2005, Kota Tangerang.
52 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
angkutan dalam kota atau antar kota, sehingga bagi kendaraan umum atau calon penumpang merasa boros waktu dan biaya. Bagi penumpang, dengan memasuki terminal, maka mereka harus mempergunakan angkutan kota lagi yang melalui rute terminal, sedangkan bagi pengemudi enggan karena mereka harus bayar retribusi terminal, padahal calon penumpang yang didapat di terminal hampir dapat dikatakan tidak ada. Adapun pengaturan besaran biaya retribusi terminal ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal 5. Seringkali setelah tindakan penertiban, para pedagang kaki lima tidak diberikan solusi daerah legal untuk berjualan. Karena sampai dengan saat ini, daerah legal baru sebatas pada pusat perbelanjaan baik bersifat tradisional (pasar) ataupun modern (mall/departement store). Padahal untuk menempati lokasi ini memerlukan biaya kontrak yang cukup mahal dan pembayaran di muka yang berumlah relatif besar dan tidak terjangkau untuk ukuran mereka. Keberadaan Peraturan Daerah tersebut di atas, secara substansial apabila dapat diimplementasikan dengan baik, cukup mampu mendukung program pembangunan di Kota Tangerang, baik untuk sumber pendapatan asli daerah atau program pengembangan wilayah, sebab daerah Poris Plawad yang saat ini dijadikan lokasi terminal, sebelumnya merupakan daerah tertutup, sehingga dengan dibukanya Terminal Poris Plawad akses ekonomi masyarakat menjadi lebih baik. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal yang selama ini dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kota Tangerang ?
5
Kota Tangerang, 2005, Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 53
2. Bagaimanakah persepsi masyarakat, pengemudi, Organda dan pengusaha angkutan umum terhadap Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal dan keberadaan Terminal Poris Plawad ? 3. Hambatan apakah yang dihadapi oleh Dinas Perhubungan Kota Tangerang dalam rangka mengimplementasikan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal ? 4. Bagaimanakah upaya yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kota Tangerang untuk mengatasi hambatan tersebut ?
II.
METODE RISET Analisis data penelitian kualitatif dilaksanakan sebelum memasuki lapangan (obyek penelitian), selama melaksanakan observasi di lapangan, dan setelah selesai melaksanakan kegiatan observasi lapangan. Maleong (2000) 6 yang diungkapkan kembali oleh Sugiyono 7 (2006) menyatakan : “Analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya, sedemikian hingga peneliti dapat melakukan pengembangan teori (grounded). Dengan demikian dalam penelitian kualitatif analisis datanya lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan proses pengumpulan data”. Klasifikasi data yang digunakan adalah sumber-sumber hukum yang terkait kajian penelitian, yang kemudian dikomparasikan dengan hasil wawancara dengan beberapa responden pada saat proses penelitian, dan untuk memperkuat interpretasi data yang diperoleh maka dilakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian.
6 7
Moleong. J. Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung , Halaman 89
54 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
III. HASIL PENELITIAN 3.1. ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN UU NO.22/09 JO PERDA KOTA TANGERANG NO. 4/07 Di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 (hasil revisi dari Undangundang Nomor 14 Tahun 1993 Jo Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 tahun 2000 tentang Retribusi Terminal merupakan hal yang di atur didalamnya. Regulasi (pengaturan) dalam penyelenggaraan terminal sebagai salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan yaitu Pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Perhubungan kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang memanfaatkan jasa transportasi darat jenis kendaraan umum. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa angkutan umum sekaligus bagi pengusaha bidang penyedia jasa angkutan umum yang berada di kawasan Kota Tangerang, maka ketersediaan terminal merupakan suatu keharusan. Karena selain akan memperlancar kenyamanan dalam pemanfaatan kendaraan umum, juga dapat mengurangi beban padatnya lalu lintas di jalan raya, apabila kegiatan menaikkan dan atau menurunkan penumpang dilakukan di sembarang tempat. Bagi Pemerintah Kota Tangerang sendiri, dengan menyediakan terminal sebagai salah satu bagian regulasi pemerintah dalam bagian pengaturan lalu lintas jalan raya, keberadaan terminal dengan berbagai fasilitas yang ada ini mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah melalui retribusi terminal. Dalam Perda Kota Tangerang Nomor 4/07, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau perijinan tertentu yang khusus disediakan dan/atau disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Pada peraturan daerah tersebut dijelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan terminal adalah prasaran transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 55
pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan salah satu wujud jaringan transportasi. Pada penelitian ini, berlokasi di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang, yang berdasarkan klasifikasinya termasuk pada terminal type A. Jenis terminal type A merupakan terminal besar yang menyediakan fasilitas lengkap untuk keperluan jasa transportasi darat angkutan kendaraan dalam kota dan angkutan kendaraan antar provinsi. Pada saat ini di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang terdapat beberapa fasilitas yang dimiliki, diantaranya adalah : 1. Kios type A yang berjumlah 18 lokal. 2. Kios type B yang berjumlah 40 lokal. 3. Kantin yang berjumlah 2 lokal. 4. MCK. 5. Loket bus yang berjumlah 66 loket. Semua fasilitas yang tersedia di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang seperti tersebut di atas berkonsekuensi pada pengenaan retribusi jasa terminal. Selain itu, terdapat juga retribusi yang berasal dari tempat parkir kendaraan dan retribusi terminal untuk kendaraan umum pada tiap jenisnya 8, dengan klasifikasi tarif sebagai berikut : 1. Mobil bus dengan pelayanan non ekonomi tarifnya sebesar Rp 1.500,-/ sekali masuk. 2. Mobil bus dengan pelayanan ekonomi tarifnya sebesar Rp 1.000,-/ sekali masuk. 3. Mobil penumpang umum antar kota tarifnya sebesar Rp 400,-/ sekali masuk. 4. Mobil penumpang umum dalam kota tarifnya sebesar Rp 200,-/ sekali masuk. 5. Mobil bus dalam kota tarifnya sebesar Rp 1.000,-/ sekali masuk.
8
Laporan Kantor Terminal Poris Plawad Kota Tangerang. 2011
56 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengenaan retribusi daerah di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang, kurang dapat berjalan dengan optimal. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor : 1. Lokasi Terminal Poris Plawad Kota Tangerang yang tidak strategis Lokasi Terminal Poris Plawad Kota Tangerang bukan berada pada jalur utama provinsi dan tidak menjadi prioritas bagi jalur trayek kendaraan umum dalam kota. Akibatnya untuk memasuki Terminal Poris Plawad Kota Tangerang, kendaraan umum harus menempuh route yang memutar dan menjadi tidak efisien dan efektif terhadap waktu. Atas dasar alasan tersebut, banyak pengemudi dan masyarakat pengguna jasa kendaraan umum menjadi enggan untuk singgah ke terminal dan memanfaatkan fasilitas terminal ini. 2. Kurang tegasnya pengusaha kepada pengemudinya (pegawai) Pada dasarnya pembangunan Terminal Poris Plawad Kota Tangerang dibarengi dengan kesepakatan (MoU) yang dibuat antara Pemerintah Kota Tangerang dengan pengusaha kendaraan umum. Walaupun tidak diatur secara jelas melalui penetapan peraturan daerah, akan tetapi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran diantara kedua belah pihak yang ditanda tangani di atas materai, sehingga memiliki dampak hukum. Namun demikian, banyak para pengusaha penyedia kendaraan umum ini yang kurang dapat menindak tegas para pengemudinya yang tidak mematuhi kesepakatan tersebut untuk memasuki terminal pada saat menjalankan kegiatan usahanya. Walaupun sering diberikan sanksi, akan tetapi seolah hal ini menjadi suatu permainan antara pengusaha, pengemudi dan petugas dari Dinas Perhubungan Kota Tangerang, yang berdampak pada kurang optimalnya pemanfaatan Terminal Poris Plawad Kota Tangerang. 3. Kurang sadarnya pengemudi dalam menaati peraturan yang berlaku Keberadaan route yang memutar dalam radius yang cukup jauh, menyebabkan para pengemudi enggan memasuki terminal. Apalagi kondisi ini diperparah oleh keberadaan para calon penumpang justeru
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 57
berada pada seberang jalan yang memutar, sehingga secara psikologis para pengemudi mengambil resiko untuk tidak masuk terminal, sebab calon penumpang justeru berada di seberang jalan utama provinsi, sehingga mereka takut apabila calon penumpang yang sudah terlihat keberadaannya ini diambil oleh pengemudi lainnya sebagai kompetitor penyedia jasa kendaraan umum. Karena itu, pemberian sanksi menjadi kurang efektif dalam menindak para pengemudi yang nakal, sebab besaran sangki rupiah yang dikenakan tidak sebesar perkiraan pemasukannya. 4. Kurang sadarnya masyarakat yang menggunakan jasa kendaraan umum Pada saat ini bagi masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang, mereka harus berkendaraan minimal dua kali, sebab tidak semua kendaraan umum dalam kota memiliki jalur lintasan (trayek) ke terminal ini. Akibat dari kondisi ini, maka masyarakat menjadi enggan untuk memanfaatkan terminal sebagai salah satu alat regulasi naik atau turunnya penumpang, karena biaya yang harus dikeluarkan oleh penumpang jadi ganda (double). Kondisi inilah yang menyebabkan para penumpang banyak yang naik bukan pada tempatnya, baik shelter atau di terminal, dan dampaknya secara simultan berpengaruh kepada pengemudi kendaraan umum itu sendiri. 5. Adanya oknum petugas Keempat faktor di atas menjadi kondisi yang dilematis dan seolah telah menjadi budaya diantara semua pelaku baik pengusaha kendaraan, pengemudi kendaraan umum ataupun masyarakat selaku pengguna jasanya. Akibat dari kondisi tersebut memunculkan celah bagi para petugas untuk bertindak nakal, dengan membiarkan para pengemudi tidak mentaati peraturan yang sudah ditetapkan. Para oknum petugas dengan membiarkan kondisi di atas berlangsung, mendapatkan uang jasa atas ketidak patuhan para pengemudi ini.
58 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
Kondisi
tersebut
sangat
ironis
dengan
keinginan
dan
tujuan
ditetapkannya Undang-undang No. 22/09 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta dibuatnya Perda Kota Tangerang No. 4/07 tentang Retribusi Terminal. Karena para petugas yang seharusnya menjadi bagian dari upaya penegakan peraturan justeru ikut melanggar.
Atas berbagai kondisi yang telah diuraikan di atas, pengaturan dan pembinaan serta sosialisasi peraturan lalu lintas kepada seluruh elemen masyarakat selaku stake holders tersebut tidak dapat dipisahkan dari sistem lalu lintas dan angkutan jalan yang secara keseluruhan bagian yang tak terpisahkan dari sistem transportasi sektoral dan nasional. Pada kenyataannya, kegiatan pengaturan dan pembinaan tersebut menuntut keterlibatan serta dukungan berbagai instansi dan elemen masyarakat selaku stake holders, dan bukan hanya seolah menjadi kewajiban Dinas Perhubungan Kota Tangerang semata, tetapi masyarakat pengguna kendaraan umum pun perlu dilibatkan. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal diperlukan adanya pengaturan dan pembinaan secara terpadu, menyeluruh dan keseimbangan. Hal ini dapat dicapai jika kegiatan pengaturan dan pembinaan pada masing-masing instansi pemerintah tersebut dikoordinisasi secara utuh, tertib, teratur dan sinergetik antar satu dengan yang lainnya tanpa mengurangi tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi. Jadi kesimpulannya faktor-faktor yang termasuk kedalam UU No. 22/09 Jo Perda Kota Tangerang No 4/07 tentang Perubahan Atas Perda Kota Tangerang No 7/00 tentang Retribusi Terminal adalah : 1) manusia, 2) prasarana, dan 3) sarana. Manusia di sini adalah masyarakat pengguna jasa, pengusaha termasuk pengemudi dan para petugas dari Dinas Perhubungan Kota Tangerang yang bertugas untuk menegakan peraturan yang sudah ditetapkan semuanya
komponen
tersebut
harus
saling
mendukung
didalam
melaksanakan penegakan peraturan ini dan berbuat sadar hukum sebagai
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 59
bagian dari kehidupan bersosial. Kalau semuanya berjalan dengan baik maka upaya penegakan peraturan baik itu perundang-udangan ataupun dalam wujud peraturan daerah dapat terlaksana dengan optimal, dan pada akhirnya berdampak pada adanya kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang yang bersumber dari retribusi terminal. Prasarana yang dimaksudkan adalah Dinas Perhubungan Kota Tangerang dalam melaksanakan tugas penegakan peraturan perundangundangan dan harus memungkinkan agar mampu memberikan pelayanan serta kenyamanan bagi seluruh komponen yang memanfaatkan jasa Terminal Poris Plawad Kota Tangerang. Sarana untuk pelayanan di terminal harus lengkap. Terminal Poris Plawad Kota Tangerang termasuk pada terminal type A yang memang secara kapasitas harus memiliki sarana yang memadai untuk pelayanan kendaraan umum jenis transportasi darat. Artinya sarana-sarana yang harus ada pada terminal type A dapat tersedia dalam kondisi yang baik dan terpelihara, sehingga memberikan kenyamaman dan rasa aman bagi seluruh pengguna jasa di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang.
3.2. ANALISIS LOKASI TERMINAL VS PAD Seperti sudah diuraikan sebelumnya bawah pada daerah Kota Tangerang telah ditetapkan Perda Kota Tangerang Nomor 7/04 tentang Retribusi Terminal. Dimana keberadaan peraturan daerah ini memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah melalui retribusi terminal, diantaranya adalah sebagai berikut ini.
60 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
Tabel 1. Tarif Retribusi di Terminal Poris Plawad No.
Fasilitas
Ketersediaan
Terisi
Tarif (Rp)
1.
Kios A
18
17
101.400/bulan
2.
Kios B
40
35
65.000/bln
3.
Kantin
2
1
159.000/bulan
4.
MCK
1
1
4 Juta/bulan
5.
Loket bus
66
55
58.200/bln
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tidak semua fasilitas yang ada di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang dapat dimanfaatkan secara optimal. Dampak dari kondisi tersebut di atas adalah terhadap pendapatan asli daerah yang bersumber dari retribusi terminal seperti dijelaskan berikut. Tabel 2. Tarif Retribusi di Terminal Poris Plawad No.
Fasilitas
Terisi
Kontribusi PAD
1.
Kios A
17
1.723.800 / bln
2.
Kios B
35
2.275.000 / bln
3.
Kantin
1
159.000 / bln
4.
MCK
1
4.000.000 / bln
5.
Loket bus
55
2.321.000 / bln
Jumlah
10.478.800 / bln
Dari tabel maka dapat diprediksikan bahwa PAD yang bersumberkan dari retribusi terminal adalah sebesar Rp 10.478.800,-/bln atau dalam setahun dapat memberikan kontribusi sebesar Rp 125.745.600,-. Kondisi tersebut dapat ditingkatkan kembali apabila seluruh fasilitas yang tersedia di Terminal Poris Plawad Kota Tangerang dapat terisi semua oleh para pengguna. Optimalisasi pendapatan asli daerah dari retribusi Terminal Poris Plawad Kota Tangerang masih melewatkan pengenaan peron kepada
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 61
penumpang dan tidak optimalnya peron bagi kendaraan umum yang masuk ke dalam terminal, sebab banyak kendaraan umum yang tidak memasuki terminal dan berdampak pada tidak optimalnya pendapatan asli daerah dari sektor ini.
3.3. ANALISIS HAMBATAN Dalam perjanjian pengangkutan orang, yang menjadi obyek adalah orang. Dalam hal pengangkutan orang, penyerahan kepada pengangkut tidak ada. Tugasnya hanya membawa atau mengangkut orang itu sampai ditempat tujuan dengan selamat. Sedangkan terminal merupakan bagian sarana lalu lintas yang mendukung kelancaran dan ketertiban lalu lintas, sekaligus sebagai prasarana pelayanan kepada masyarakat yang memanfaatkan keberadaan terminal. Namun dalam penegakan peraturan perundang-undangan tersebut banyak hambatan yang menyebabkan upaya pelaksanaan penegakan peraturan perundang-undangan menjadi kurang efektif. Salah satu diantaranya adalah kurang optimalnya pelaksanaan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat yang menjadi stake holders. Sampai dengan saat ini, dalam uu No. 22/09 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khusus dalam pengaturan di terminal pada daerah Kota Tangerang telah ditetapkan Perda Kota Tangerang No 7/04 tentang Retribusi Terminal belum diatur secara tegas mengenai keharusan bagi para pengemudi dan penumpang untuk memanfaatkan terminal, hanya di atur masalah fasilitas yang wajib ada pada berbagai terminal dan besaran tarif retribusi yang berlaku. Sehingga menyebabkan kondisi bias terhadap pemahaman peraturan yang ada. Apalagi sampai dengan saat ini upaya sosialisasi dari peraturan perundang-undangan dan kesepakatan yang ada juga tidak dilaksanakan, sehingga wajar apabila seluruh stake holders menjadi tidak dapat memahami dan kurang bias berpartisipasi dalam upaya penegakan peraturan perundangundangan ini.
62 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
Untuk pengaturan kewajiban agar kendaraan umum memasuki wilayah Terminal Poris Plawad Kota Tangerang sendiri diatur melalui kesepakatan (MoU) antara Dinas Perhubungan Kota Tangerang yang mewakili unsur pemerintah daerah dengan para pengusaha jasa angkutan umum. Faktor lokasi Terminal Poris Plawad Kota Tangerang yang tidak strategis disinyalir menjadi penyebab utama upaya pelaksanaan penegakan peraturan perundang-undangan menjadi kurang optimal dilaksanakan. Faktor lainnya adalah masih diperlukannya pembinaan mental kepada para petuas Dinas Perhubungan Kota Tangerang dalam mentaati dan menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Sehingga mereka tidak tergiur oleh suap yang dilakukan oleh para pengemudi kendaraan umum.
3.4. UPAYA MENGATASI HAMBATAN Untuk menghadapi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan dalam hal ini uji kelayakan kendaraan yang di lakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Tangerang adalah merupakan tanggung jawab dari seluruh pegawai di lingkungan Dinas Perhubungan tersebut. Dalam upaya menghadapi hambatan tersebut tugas berat diemban oleh Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang, yang dalam hal ini ia akan melibatkan para kepala seksi serta dan Ka. UPTD Terminal di Dinas Perhubungan di Kota Tangerang untuk bekerja lebih optimal, disiplin tinggi, guna memperkecil tingkat perilaku indispliner dari petugas dalam upaya penegakan peraturan pendung-undangan. Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk dibuat adanya peraturan daerah kembali yang mengatur lalu lintas seluruh trayek untuk memasuki wilayah Terminal Poris Plawad Kota Tangerang. Sehingga walaupun lokasinya yang tidak strategis apabila seluruh trayek kendaraan memasuki terminal maka penumpang yang naik di jalanan dapat diperkecil, karena
Studi Implementasi Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Retribusi Terminal (Studi Kasus Terminal Poris Plawad) 63
para penumpang banyak keberatan apabila harus mengeluarkan ongkos lebih untuk memasuki terminal ini. Penulis tidak merekomendasikan solusi ketidak strategisan lokasi Terminal Poris Plawad Kota Tangerang untuk direlokasi, sebab relokasi terminal membutuhkan biaya yang sangat besar dan akan menjadi beban APBD Kota Tangerang yang pada akhirnya menjadi beban masyarakatnya. Upaya untuk mendisiplinkan pengusaha kendaraan umum dan pengemudi kendaraan umum yang selama ini hanya diatur melalui kesepakatan, menurut penulis memiliki dampak hukum yang masih kecil, sehingga perlu ditingkatkan menjadi peraturan daerah agar transparasi kebijakan dapat terwujudkan. Selain itu, pelaksanaan sosialisasi dari segala peraturan perundangundangan yang terkait di dalam penyelenggaraan pelayanan Terminal Poris Plawad Kota Tangerang harus dapat dikomunikasikan kepada seluruh elemen masyarakat dengan baik.
IV.
PENUTUP Ada beberapa rekomendasi yang diusulkan peneliti, yaitu : 1. Diharapkan adanya suatu Perda yang jelas yang menggantikan kesepakatan antara Pemkot Tangerang dengan pengusaha jasa kendaraan umum yang dipertegas melalui sebuah Perda Kota Tangerang. 2. Adanya Perda kembali yang mengatur lalu lintas seluruh trayek untuk memasuki wilayah Terminal Poris Plawad Kota Tangerang. Sehingga walaupun lokasinya yang tidak strategis apabila seluruh trayek kendaraan memasuki terminal maka penumpang yang naik di jalanan dapat diperkecil. 3. Adanya pelaksanaan sosialisasi dari peraturan perundang-undangan kepada seluruh stake holders.
64 PELITA Edisi XVI Volume II Juli – Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad. 2008. Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara. Citra Aditya Bakti. Bandung. Mardiasmo. 2009. Pengantar Perpajakan. Cetakan Ke Lima Belas.
ANDI.
Yogyakarta. Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 4 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 7 tahun 2000 tentang Retribusi Terminal Salim. 2004. Pengantar Manajemen Transportasi Darat. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Widodo, Erna dan Mukhtar. 2000. Konstruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif, Avyrouz. Jakarta. William N, Dunn. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajahmada Univercity Press. Yoyakarta.