1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam unsur kehidupan, dengan peningkatan pembangunan kota dan pusat industri mengakibatkan adanya penurunan kualitas udara. Secara umum perubahan kualitas udara dapat dipengaruhi oleh pencemaran udara. Pencemaran udara pada kota-kota besar di Indonesia sudah dirasakan terutama pada kawasan industri dan pemukiman yang padat penduduk, dengan berkembangnya suatu wilayah maka dapat menimbulkan beberapa sumber pencemar baru karena aktifitas manusia (antropogenik). Pencemaran udara yang terjadi disebabkan penggunaan bahan bakar fosil pada berbagai lini kehidupan, seperti penggunaan bahan bakar fosil pada transportasi dan industri yang menjadi permasalahan serius saat ini. Bahan pencemar yang dihasilkan dari bahan bakar fosil diantaranya NOx dan SOx. Zat tersebut terdapat di udara dan dapat turun ke permukaan dalam proses deposisi, yang menyebabkan terjadinya hujan asam (deposisi basah). Menurut (Seinfield dan Pandis 2006), tingkat keasaman (pH) air hujan alami adalah 5.6 dan tidak dipengaruhi oleh aktifitas manusia (antropogenik). Sedangkan curah hujan dengan pH < 5.0 menunjukan bahwa aktifitas yang dilakukan manusia sudah sangat mempengaruhi kualitas udara. Hujan asam dapat menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan seperti penurunan populasi ikan, kerusakan material bangunan, pencucian logam yang bersifat racun dari tanah, serta dapat mengangu kesehatan manusia (Ellis 2007). Berdasarkan dari penelitan yang telah dilakukan di kota bogor oleh Nababan (1989) dan Hafsari (2000) menunjukan bahwa selama 11 tahun pH air hujan semakin menurun bahkan di beberapa lokasi pH air hujan yang mencapai pH 4 terutama pada daerah industri dan padat transportasi. Menurut Nababan (1989), Konsentrasi polutan yang terbawa oleh hujan sangat bergantung pada intensitas hujan. Jika terjadi hujan dengan intensitas deras dan gerimis pada suatu wilayah dengan kadar polutan yang sama, maka pada hujan intensitas deras akan memiliki peluang besar untuk langsung membawa polutan pada awal hujan sedangkan pada hujan dengan intensitas gerimis maka polutan yang terbawa relative konstan hingga akhir hujan.
Studi hujan asam yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan automatic wet and dry deposition sampler type ARS 721 dan type ARS 1000 (BMKG 2009). Pengambilan sampel yang dilakuan alat tersebut masih menggunakan prinsip unit sampling mingguan. Pengambilan sampel mingguan diperbolehkan untuk tujuan evaluasi trend keasaman air hujan jangka panjang. Tetapi untuk informasi jangka pendek, cara ini tidak dapat menunjukan hal yang sebenarnya karena polutan sudah turun ke permukaan dengan hujan yang pertama turun (Durst et al.1994). sebab itu pengembangan proses sampling hujan secara sekuensial sangat perlu dilakukan agar perubahan pH air hujan pada awal hujan dapat terlihat dengan jelas. 1.2 Tujuan i. Mengembangkan alat sampling hujan asam sekuensial dengan electronic control menggunakan sistem H-Bridge . ii. Mengembangkan mekanik alat sampling hujan asam sekuensial.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hujan Asam Hujan merupakan proses alamiah yang bermanfaat dalam proses pembersihan udara dari zat-zat pecemar seperti SOx dan NOx. Hal tersebut menimbulkan anggapan bahwa hujan akan mencuci polutan di udara sehingga udara menjadi bersih, namun disisi lain hujan yang membawa polutan akan mengalami meningkatan pH air hujan. Sehingga kejadian hujan mampu dijadikan salah satu indikator pencemaran udara. Hujan asam adalah bentuk hujan yang mengandung polutan SOx (SO2, SO3) dan NOx (NO2) dimana polutan ini larut dalam awan dan butir-butir air hujan sehingga membentuk asam sulfat dan asam nitrat dalam air hujan dan menjadikan pH air hujan lebih kecil dari 5,6 (Nasution 1991). Air hujan pada dasarnya adalah air murni ketika belum dipengaruhi oleh zat-zat lain dengan pH normal sekitar 7, namun dengan adanya kandungan CO2 secara global maka air hujan akan memiliki keasaman (pH) 5,6. Air hujan dengan pH 5,0-5,6 merupakan air hujan yang sudah dipengaruhi adanya prilaku antoprgenik ataupun senyawa sulfur yang berasal dari letusan gunung api. Ketika air hujan memeliki pH < 5 maka air hujan
2
tersebut termasuk kedalam kelompok hujan asam karena pengaruh penggunaaan bahan bakar fosil yang berlebihan sedangkan air hujan dengan pH > 5,6 merupakan hujan yang tidak dipengaruhi oleh antropogenik jika telah dipengahuri oleh manusia tetapi memiliki kapasitas buffer yang tinggi sehingga penurunan pH air hujan tidak terjadi (siendfield, Pandis 2006) . 2.2 Proses fisis dan kimia bahan pencemar di atmosfer Interaksi antar bahan pencemar (SOx dan NOx) dengan udara secara fisis dikenal sebagai proses adsorpsi dan absorpsi. Kedua proses tersebut merupakan proses transfer massa melalui mekanisme difusi. Proses adsorpsi merupakan proses penyerapan gas, liquid atau substansi terlarut pada permukaan zat padat atau zat cair. Adsorpsi fisis terdiri atas proses pengikatan molekul-molekul gas melalui proses elektrostatis sebagai hasil polarisasi molekul gas. Sedangkan adsorpsi kimia terdiri atas proses adsorpsi fisis bersamaan dengan terjadinya reaksi kimia. Proses absorpsi merupakan proses penyerapan gas atau uap oleh zat cair, termasuk di dalamnya proses fisis maupun absorpsi kimia. Dalam proses absorpsi, material yang diserap di distibusikan memasuki fase cair. Agar dapat diabsorpsi, material polutan harus terdifusi sempurna ke dalam zat cair (Harmantyo 1989). 2.3 Faktor-Faktor Meteorologi yang mempengaruhi polusi udara Terdapat beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi polusi udara dikelompokan pada dua golongan yaitu, 1. Faktor meteorologi primer seperti angin, turbulensi, stabilitas atmosfer dan inverse, 2. Faktor meteorologi sekunder yaitu hujan, kabut dan radiasi surya. (Suharsono dalam Nababan 1989) 2.3.1 Angin, Turbulensi, Stabilitas Atmosfer, dan Inversi Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran dan percampuran polutan dengan udara di atmosfer. Semakin tinggi kecepatan angin maka pengenceran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer semakin besar dan sebaliknya polutan pada satu titik searah angin berbanding terbalik dengan kecepatan anginya (Nababan 1989). Semakain besar turbulensi semakin besar
pula penyeberan polutan dari sumbernya dan sebaliknya (Forsdyke dalam Nababan 1989). Stabilitas atmosfer akan menentukan pergerakan udara vertikal di atmosfer yang dengan sendirinya dapat mempertinggi dan menahan penyabaran polutan. Pada kondisi tidak stabil parcel udara dalam pergerakan vertical akan terus bergerak sehingga penyebaran polutan ke atas semakin meningkat. Tetapi pada saat kondisi stabil parcel udara dalam pergerakan keatas akan tertahan (Schmit dalam Nababan 1989). Inverse diartikan suatu lapisan atmosfer dimana suhu udara meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Inverse merupakan lapisan yang sangat stabil sehingga pertukaran udara vertikal hampir terhambat sempurna (Suharsono dalam Nababan 1989). 2.3.2 Hujan, Kabut, dan Radiasi Proses pembersihan polutan yang paling penting adalah dalam pembentukan butiran hujan. ketika hujan dan salju turun, butiran hujan dan kepingan salju akan membersihkan (menyapu) beberapa partikel besar dalam lintasannya. Kemudian polutan akan bereaksi dengan hujan atau tercuci langsung saat hujan jatuh (Suharsono dalam Nababan 1989). Semakin banyak hujan yang jatuh ke permukaan akan semakin banyak polutan yang yang terbawa oleh hujan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Nababan 1989), pada menelitian hujan asam jangka panjang semakin banyak curah hujan yang jatuh kepermukaan akan semakin banyak polutan yang terbawa air hujan sampai ke permukaan sehingga pH air hujan dengan volume yang lebih besar akan memiliki pH air hujan yang lebih besar, berdasarkan hal tersebut mendukung pendapat bahwa dengan tingkat intensitas hujan yang tergolong deras maka polutan akan langsung tebawa oleh hujan pertma sehingga pH awal hujan akan lebih besar dari pada akhir hujan. Kabut dapat mengurangi radiasi matahari yang datang sehingga menghambat perkembangan dari campuran udara yang normal selama siang hari. Radiasi surya secara secara tidak langsung mempengaruhi polusi udara yaitu sebagi energi penggerak udara karena perbedaan pemanasan permukaan sehingga menimbulkan angin dan turbulensi, dan serta sebagai input energi dari kesetimbangan energi sehingga mempengaruhi terjadinya inverse dan stabilitas atmosfer (Suharsono dalam Nababan 1989). Radiasi surya mempengaruhi polusi udara saat proses-proses kimia di atmosfer dengan
3
interaksi antar molekul. Transformasi (perubahan bentuk) kimia yaang terjadi di atmosfer dapat digambarkan sebagai proses oksidasi, reaksi tersebut termasuk senyawa karbon, nitrogen dan sulfur. Dengan bantuan radiasi surya oksidasi hidrokarbon, NOx dan SO2 membentuk aldehid, NO2, dan ozon (Nababan 1989) 2.4 Pengukuran Hujan Asam 2.4.1 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air hujan adalah suatu proses yang tersusun secara sistematis agar sampel air hujan tidak mengalami perubahan pH (terkontaminasi). Sampel air hujan memiliki karakteristik ion yang rendah dan sangat mudah terkontaminasi. Sehingga tujuan dari sampling ini adalah mengumpulkan sampel yang mewakili keseluruhan kondisi air hujan awal untuk analisis kimia dengan cara yang dapat mempertahankan kondisi kimia yang terkandung dalam air hujan tersebut. Dalam Manual for The GAW Precipitation Chemistry Program (Allan 2004), proses pengambilan sampel air hujan dapat menggunakan alat sampling khusus untuk deposisi basah dan kering. Alat tersebut harus memenuhi beberapa syarat baik desain maupun cara kerja alat tersebut. Adapun syaratnya, yaitu : Alat sampling mampu melakukan sampling deposisi basah secara otomatis. Sampel yang telah tertampung harus terlindung dari kontaminasi selama tidak terjadi hujan. Perlu adanya suatu penutupan alat sampling secara otomatis dengan precipitation sensor yang akan mengurangi proses evaporasi pada sampel. Bila diperlu, tambahkan compressible pad atau gasket agar sampel lebih terlindung. Sensor hujan harus mampu mengontrol membuka dan menutupnya alat ketika terjadi hujan. jika terjadi hujan penutup alat harus terbuka dalam waktu 5 detik dan akan menutup ketika tidak terjadi hujan selama 120 detik.
Semua bahan alat sampling yang berhubungan langsung dengan sampel harus tidak bereaksi secara kimia dengan sampel agar diperoleh hasil yang sebenarnya. Bahan yang baik diggunakan adalah polyethylene, polypropylene dan teflonTM atau teflon TM-coating. Sedangkan bahan kaca dan logam bukan bahan yang baik digunakan dalam alat sampling tersebut kerena memiliki pengaruh yang positif maupun negative bagi kation. Ketinggian alat harus berada pada kisaran 1-1.5 meter diatas permukaan tanah. 2.4.2 Periode Sampling Menurut MWO dalam Manual for The GAW Precipitation Chemistry Program (Allan 2004), pengambilan sampel dilakukan selama 24 jam sekali diambil pada pukul 09.00 waktu setempat jika biaya dalam proses pengambilan sampel dan jumlah lokasi sampling besar sehingga tidak memungkinkan pengambilan sampel setiap hari maka pengambilan sampel dalam beberapa hari dapat dilakukan sehingga maksimum periode pengambilan sampel dalam waktu 7 hari. Jika pada saat pengambilan sampel terjadi hujan maka pengambilan dilakukan setelah hujan untuk menjaga air sampel tidak terkontaminasi. 2.5 Macam-macam Alat Sampling Hujan Asam Sampai dengan saat ini belum ada standart interasional mengenai alat sampling deposisi basah (hujan asam). Sehingga negara-negara yang melakukan pengamatan deposisi asam (hujan asam), dapat menggunakan alat dengan bebas asalkan mengikuti persyaratan alat seperti yang terdapat pada Manual for The GAW Precipitation Chemistry Programme (2004). Adapun beberapa pelengkapan komersial dan riset yang digunakan dalam sampling hujan asam dapat dilihat dibawah berikut.
4
Tabel 1 Tipe-tipe alat sampling deposisi kering dan basah Tipe Keterangan Produsen :DKK Corporation
IDR-500
Kelebihan Mampu melakukan pengukuran pH, konduktivitas, suhu air hujan,sensor hujan per 0,5 mm diameter butir hujan, dapat melakukan pengukuran ion NO₃,SO₄, Cl per 1 mm jeluk hujan.
Kekurangan Alat tidak portable karena tidak dapat bongkar pasang, menggunakan arus AC sebagai catudaya, memiliki dimensi 100 x 65 x 200 cm
Produsen : OGASAWARA KEIKI CO., LTD.
C-U273
Kelebihan mampu melakukan pengukuran pH, konduktivitas, suhu air hujan dan sensor hujan aktif minimal 0,5 mm diameter butir hujan.
Kekurangan Alat tidak portable sehingga sulit untuk di pindahkan, menggunakan arus AC sebagai catudaya.
Produsen : KIMOTO ELECTRONIC CO., LTD
AR-108SN
Kelebihan Mampu melakukan pengukuran pH, konduktivitas, suhu air hujan dan sensor presipitas per 0,5 mm jeluk hujan.
Kekurangan Alat tidak dapat portable sehingga tidak efisien, menggunakan Arus AC sebagai catuday , Memiliki dimensi 113 x 79 x x 168 cm
Produsen : Graseby Automatic wet & dry deposition sampler type ARS 1000
Kelebihan Mengunakan sensor hujan yang menghasilkan panas untuk menguapkan panas
(Sumber : Berbagai macam sumber )
Kekurangan Alat ini tidak dapat portable karena permanen pada satu tempat, Menggunakan Arus AC sebagai catudaya, dengan sampel ditampung dalam satu tempat.
Gambar Alat
5
Tabel 2 Tipe-tipe alat sampling depisisi basah Tipe
Keterangan
Gambar Alat
Produsen : Syremont,Milano
A.R.A. Acid Rain Analyzer
Kelebihan
Kekurangan
Dapat melakukan pengukuran pH, konduktivitas, suhu air hujan, malakukan sampling hujan setiap 0,2 mm jeluk hujan dan menampung 96 sampel terpisah.
Alat ini tidak portable, memiliki dimensi 68 x x 68 x 137 cm, menggunakan Arus AC sebagai catudaya.
Produsen : EIGENBRODT
NMO 191/S
Kelebihan Alat ini dapat melakukan pengukuran pH, konduktivitas dan hujan per 0,5 mm jeluk hujan.
Kekurangan alat tidak portable, memiliki dimensi 135 x 52 x 64 cm, menggunakan Arus AC sebagai catudaya.
Produsen : J & S Intrumants, Inc.
JS-425
Kelebihan Alat mampu melakukan pengukuran pH, malakukan pengambillan data setiap 0,25 mm jeluk hujan dapat menggunakan Arus AC dan DC sebagai catudaya.
Kekurangan Kolektor hujan tidak dilengkapi dengan tutup kolektor sehingga besar kemungkinan terjadi kontaminasi pada sampler yang ditampung.
Produsen : ECOTECH Model 200 sampler
Kelebihan Pengukuran prespitasi per 0,25 mm jeluk hujan, alat ini menggunakan arus DC sebagai catudaya.
Kekurangan Alat ini todak portable, memiliki dimensi 37 x 37 x 152 cm.
Produsen : Yankee Enviromental Systems, Inc. TPC-300
Kelebihan Dapat menggunakan Arus DC dan AC sebagai catu daya.
(Sumber : Berbagai macam sumber)
Kekurangan alat ini tidak portable, sampel ditampug dalam satu tempat, memiliki dimensi 134 x 119 x 133 cm.