1
I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan
dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa kambing yang ada di Indonesia yaitu kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing tipe dwiguna, karena selain sebagai penghasil daging, kambing ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil susu yang cukup tinggi. Kambing Peranakan Etawah dapat dikembangkan dengan baik karena telah beradaptasi dengan kondisi iklim tropis di Indonesia. Ketersediaan pejantan kambing PE yang cukup minim dan terbatas menjadi faktor yang menghambat peningkatan populasi kambing PE. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan populasi kambing PE dapat dilakukan menggunakan bibit dari pejantan unggul yaitu melalui Inseminasi Buatan menggunakan semen beku. Penggunaan semen beku dalam inseminasi buatan lebih efektif, karena semen beku lebih tahan lama, hemat biaya, fertilitas tinggi dan dapat mencegah penularan penyakit pada tenak. Namun permasalahan penurunan kualitas semen biasanya terjadi pada saat proses pembekuan. Permasalahan yang biasa timbul yaitu pembentukan kristal-kristal es selama proses pembekuan dapat menurunkan motilitas spermatozoa bahkan terjadinya abnormalitas terhadap morfologi spermatozoa. Motilitas pada spermatozoa sangat menentukan baik tidaknya semen tersebut digunakan untuk program inseminasi buatan. Selain itu, tingkat abnormalitas sebaiknya rendah karena spermatozoa abnormal tidak mampu untuk membuahi sel telur.
2
Guna menjaga kualitas semen dan meminimalisir kerusakan pada sperma selama proses pembekuan, perlu ditambahkan zat krioprotektan pada pengencer sitrat kuning telur, seperti gliserol. Gliserol akan memodifikasi kristal es yag terbentuk selama pembekuan sehingga dapat meminimalkan terjadinya kerusakan pada spermatozoa. Namun demikian penambahan gliserol ke dalam semen harus memperhatikan konsentrasi yang tepat, agar dapat bekerja secara optimal. Apabila konsentrasinya kurang, gliserol tidak akan bekerja secara optimal, sehingga dapat menurunkan motilitas pada sperma dan tingginya tingkat abnormalitas. Begitu pula sebaliknya apabila konsentrasi penambahan gliserol berlebihan, akan bersifat toksik dan meracuni sperma. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh level gliserol didalam pengencer sitrat kuning telur terhadap motilitas dan abnormalitas sperma kambing PE post thawing. 1.2.
Identifikasi masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh level gliserol didalam pengencer sitrat kuning telur terhadap motilitas dan abnormalitas sperma kambing PE post thawing. 2. Pada level gliserol berapa persen yang paling tepat dalam pengencer sitrat kuning telur yang menghasilkan motilitas yang paling tinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing PE post thawing.
3
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitan
1. Mengetahui pengaruh level gliserol didalam pengencer sitrat kuning telur terhadap motilitas dan abnormalitas sperma kambing PE post thawing. 2. Mengetahui level gliserol yang paling tepat dalam pengencer sitrat kuning telur yang menghasilkan motilitas yang paling tinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing PE post thawing. 1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi
mengenai kadar gliserol yang tepat dalam pengencer sitrat kuning telur sehingga menghasilkan semen beku kambing PE yang berkualitas lebih baik dan mendukung program IB di Indonesia. 1.5.
Kerangka Pemikiran Motilitas merupakan salah satu kriteria penentu kualitas semen yang baik.
Semen yang berkualitas baik dapat dilihat dari banyaknya spermatozoa yang motil progresif dibandingkan dengan seluruh spermatozoa yang ada dalam satu pandang mikroskop. Motilitas atau daya gerak spermatozoa merupakan ukuran yang digunakan sebagai kesanggupan spermatozoa untuk membuahi sel telur (Toelihere, 1993). Pemeriksaan motilitas sperma merupakan salah satu parameter penting untuk penentuan kualitas semen sesudah pengenceran. Kualitas semen juga dapat ditentukan oleh abnormalitas spermatozoa. Semen yang mempunyai kualitas baik ditandai dengan rendahnya tingkat abnormalitas yang terjadi. Abnormalitas spermatozoa terbagi atas abnormalitas primer dan sekunder yang ditandai oleh adanya kelainan pada kepala dan ekor. Namun, abnormalitas spermatozoa akibat proses pembekuan umumnya berupa terpisahnya kepala spermatozoa dan ekornya. Abnormalitas pada spermatozoa masih dianggap normal apabila berkisar dibawah 20% (Toelihere, 1993). Faktor-
4
faktor yang mempengaruhi persentase abnormal adalah tindakan tidak hati-hati mencairkan semen dengan cairan yang tidak sama isotonisnya, cold shock, panas, gangguan nutrisi atau gangguan endokrin yang mempengaruhi spermatozoa normal (Yulnawati dan Herdis, 2009). Kerusakan spermatozoa akan terjadi akibat adanya pengaruh kejutan dingin (cold shock) yang dapat merusak membran plasma sel yang berakibat kematian pada spermatozoa. Oleh karena itu, untuk meminimalkan hal tersebut, perlu ditambahkan zat krioprotektan didalam pengencer. Gliserol telah digunakan sebagai agen krioprotektan yang baik dalam pembekuan semen selama bertahun-tahun (Fiser dan Fairful, 1989). Mekanisme kerja gliserol dalam proses pembekuan semen adalah gliserol mampu menurunkan konsentrasi elektrolit intraseluler dengan cara memodifikasi kristal-kristal es yang terbentuk (Tambing, dkk. 2000). Gliserol juga mampu melindungi membran plasma tetap utuh dan dapat mempertahankan motilitas spermatozoa. Apabila terjadi kerusakan pada membran plasma dapat menyebabkan hilangnya enzim yang diperlukan dalam proses metabolisme sehingga tidak dihasilkan energi dan motilitas menjadi rendah (Rizal, dkk. 2003). Kerusakan yang terjadi pada membran plasma serta hilangnya enzim juga dapat meningkatkan abnormalitas pada spermatozoa. Gliserol melindungi spermatozoa dari efek pembekuan sehingga morfologinya tetap normal dan meminimalkan abnormalitas. Konsentrasi gliserol yang akan digunakan dalam penelitian ini, mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya tentang penggunaan level gliserol yang optimal. Konsentrasi 6% gliserol lebih efektif dalam mempertahankan motilitas sel sperma kambing PE dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 7% (Tambing, dkk. 2000). Penelitian lain menyebutkan bahwa penggunaan gliserol pada kadar 6% memberikan pengaruh terbaik sebagai pencegah cold shock dan krioprotektan
5
(Amoah dan Gelaye, 1997). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan gliserol antara 6 - 9 % menghasilkan motilitas spermatozoa kambing lebih baik dari kadar gliserol kurang dari 6% dan lebih dari 9% (Fraser, 1962). Penelitian lain juga menyebutkan untuk melakukan pembekuan semen kambing standar penggunaan gliserol yang dianjurkan adalah 6% - 8%, karena pemberian yang kurang akan menyebabkan gliserol tidak bekerja secara optimal dan menimbulkan efek toksik jika diberikan secara berlebihan (Evan dan Maxwell, 1987). Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat diambil hipotesis bahwa pengencer sitrat kuning telur dengan level gliserol 6% akan menghasilkan motilitas yang paling tinggi dan abnormalitas yang paling rendah pada sperma kambing PE post thawing. 1.6.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2016 di Laboratorium
Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.