STUDI HUBUNGAN TINGKAT ALTERASI TERHADAP POTENSI LONGSORAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN X-RAY DIFRACTION SEPANJANG JALAN ARJOSARI-TEGALOMBO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR Trifatama Rahmalia1) dan Fadlin2) Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS)
[email protected] Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)
Abstrak Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong peneliti untuk memahami, dan bahkan menanggulangi bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya masyarakat disekitar lokasi bencana. Lokasi penelitian ini tepat berada pada jalur jalan utama sepanjang kecamatan Arjosari-Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Secara regional tersusun atas Formasi Mandalika, Formasi Watupatuk dan Formasi Arjosari, sedangkan litologi secara lokal daerah penelitian tersusun atas breksi dan tuff serta dibeberapa tempat terpotong oleh basaltic dike, litologi di sepanjang daerah penelitian telah mengalami pelapukan (altered) yang cukup intensif berupa alterasi tipe propilitik dan argilik. Daerah penelitian sepanjang jalur jalan utama kecamatan Arjosari-Tegalombo memiliki kemiringan lereng yang cukup curam yaitu berkisar antara 40-50 %, hal tersebut sangat mendukung terjadinya bencana longsoran. Berdasarkan studi petrografi danstudi X-ray diffraction dari sampel yang diambil dari lokasi penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa gerakan tanah tipe longsorang yang sering sekali terjadi di lokasi penelitian disebabkan karena kontrol tingkat pelapukan yang tinggi pada daerah ini sehingga menghasilkan mineral clay dalam jumlah yang besar,seperti Smektit dan Ilit serta Kaolin. Kehadiran Smektit dan Ilit serta Kaolin pada zona lapuk menjadi pemicu terjadinya longsoran pada daerah ini. Kapasitas swelling (penambahan jumlah) mineral Smektit, Ilit dan Kaolin serta akumulasi curah hujan adalah parameter penting untuk memprediksi gerakan tanah (longsor). Dalam hal ini disarankan agar perlunya di lakukan mitigasi bencana longsorang disepanjang jalur jalan utama sepanjang kecamatan Arjosari-Tegalombo dengan metode cutting morfologi serta pemasangan retaining wall di sepanjang jalur jalan tersebut khusunya pada daerah-daerah yang memiliki tingkat alterasi yang cukup tinggi (argillic type). Keyword : Longsoran, tingkat alterasi, argillik, propilitik dan kemiringan lereng.
1. Pendahuluan Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Hal ini mendorong peneliti untuk memahami, mencegah dan bahkan menanggulangi bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya masyarakat disekitar lokasi bencana. Posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng benua Australia, lempeng Benua Eurasia dan lempeng Samudera Pasifik, sehingga terbentuklah jalur gunungapi purba maupun yang masih aktif dan jalur gempa bumi. Adanya tumbukan tumbukan lempenglempeng tersebut maka terjadi zona penunjaman yang merupakan jalur gempa bumi dan membentuk undulasi di busur kepulauan dengan kemiringan terjal sampai sangat terjal. Disamping itu, Indonesia juga terletak didaerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, dan memiliki topografi yang bervariasi. Kejadian longsoran umumnya berskala kecil, tidak sehebat gempa bumi, tsunami maupun gunung meletus sehingga perhatian pada masalah ini umumnya tidak terlalu besar, tambah lagi bahaya bencana longsoran kurang diperhatikan dalam
perencanaan pembangunan. Setiap lahan memiliki tingkat kerentanan longsoran yang beragam. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, dimana faktor penyebab longsoran meliputi faktor pasif dan aktif. Faktor pasif mengontrol terjadinya longsoran, sedangkan faktor aktif pemicu terjadinya longsoran (Thornbury,1969:334). Faktor pasif meliputi topografi, litologi, keadaan hidrologis, tanah, keterdapatan longsor sebelumnya dan keadaan vegetasi. Faktor aktif yang mempengaruhi longsoran diantaranya aktivitas manusia dalam penggunaan lahan dan faktor iklim. Secara Geologi, daerah penelitian sebagian besar tersusun oleh endapan alluvial dan sedimen vulkanik (tuff dan breksi) yang telah terkonsolidasi dan mengalami pelapukan. Tulisan ini menjelaskan kondisi geologi dan faktor pemicu terjadinya gerakan tanah pada daerah Arjosari-Tegalombo ditinjau dari sudut pandang tingkat alterasi dan mineralogi serta kemiringan lereng. Lokasi penelitian ini tepat berada pada jalur jalan utama sepanjang kecamatan ArjosariTegalombo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur (Gambar 01).
Pacitan. Secara umum daerah penelitian tersusun atas Formasi Mandalika, Formasi Watupatuk dan Formasi Arjosari. Formasi Mandalika umumnya tersusun oleh material masif berupa lava dasit – andesit, tuf dasit dan batuan intrusi dasit, andesit, dan diorit. Formasi Semilir tersusun oleh material fragmental berupa tuf berukuran pasir dan lempung, dan breksi pumis dasit yang sebagian besar sudah mengalami alterasi yang cukup kuat.
Daerah Penelitian
Gambar 01. Peta Lokasi Penelitian
2. Metodelogi Penelitian Beberapa metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari studi literatur, survei geologi yaitu pemetaan permukan dengan random sampling di lokasi longsoran dan analisis laboratorium seperti petrografi dan X-Ray Defraction (XRD). Analisa petrografi dan XRD, dilakukan di laboratorium (UGM). Pada penelitian ini lebih di fokus pada lokasi longsoran LP-11/lia dan LP-12/lia
3. Tatanan Geologi Regional Aspek geomorfologi dari zona selatan pulau jawa yang mengalami proses pengangkatan sebagai akibat dari adanya proses tumbukan antara lempeng yaitu lempeng Benua Asia dan lempang Samudra Indonesia. Berbagai akibat akibat dari adanya proses pengangkatan di zona selatan Jawa, diantaranya adalah banyak ditemukan adanya berbagai macam bentuk lahan seperti perbukitan karst Gunung Sewu, adanya lembah kering, munculnya gua-gua karst maupun morfologi perbukitan lemah-curam. Pegunungan Selatan Jawa Timur merupakan wilayah yang terpengaruh oleh kegiatan volkanisme, yang ditunjukkan oleh keterdapatan banyak batuan hasil kegiatan gunung api. Sementara itu, kegiatan volkanisme secara jelas dapat diamati sejak Kala Oligosen, yaitu saat pembentukan Formasi Watupatok hingga Kala Miosen dan pembentukan Formasi Oyo. Hal ini menunjukkan adanya volkanisme yang terjadi secara menerus dan berulang kali. Hartono (2012) menyatakan bahwa batuan klastika gunung api merupakan anggota Formasi Mandalika bagian bawah dan merupakan formasi batuan gunung api produk periode pembangunan ke dua dari suatu kegiatan gunung api Gajah Mungkur. Batuan gunung api yang menyusun Zona Pegunungan Selatan Yogyakarta dan sekitar paling sedikit dihasilkan oleh lima pusat erupsi purba termasuk salah satunya kelompok gunung api purba Karangtengah –
Hasil dan Pembahasan Berdasar evalusi hasil studi literatur, survey geologi (pemetaan permukaan dan random sampling), serta analisis laboratorium petrografi maupun analisis XRD, maka hasil penelitian dapat di jabarkan dalam beberapa hal sebagai berikut : 1. Potensi Longsoran Potensi longsor di daerah penelitian tersebar cukup rapat, mulai dari kecamatan Arjosari-Tegalombo, dengan intensitas yang berbeda, mulai dari yang skala beberapa meter sampai ratusan meter (Lampiran 1). 2. Geologi daerah penelitian Geologi daerah penelitian sepanjang jalur jalan Arjosari-Tegalombo yaitu tersusun atas litologi Breksi vulkanik, dengan sisipan Lava dan Tuff pasiran (Peta Geologi Daerah Penelitian). a. Satuan Breksi Vulkanik di daerah penelitian tersusun oleh fragmen andesit berbentuk angular dengan matriks ukuran pasir kasar dan sebagian juga berfragmen pumice. Ciri fisik breksi vulkanik di lapangan berwarna abu – abu kecoklatan, struktur masif, fragmen berukuran butir 2 cm - 25 cm, bentuk butir menyudut, matrik berupa tuff pasiran berukuran pasir kasar (0,5 – 2 mm), bentuk butir menyudut-agak membulat, kompak sampai lapuk. Sisipan lava pada satuan Breksi Vulkanik didaerah penelitian memiliki ciri di lapangan yaitu berwarna abu – abu muda hingga coklat, bertekstur faneroporfiritik hingga porfiroafanitik, struktur masif, memiliki fenokris berukuran 0.5 – 5 mm, massa dasar < 0.03 – 0.1mm, umumnya berbentuk subhedral, komposisi mineral tersusun atas hornblenda, piroksen, sedikit kuarsa, pada bagian yang teralterasi ringan dan terdapat kehadiran mineral lempung hingga mineral oksida. b. Satuan Tuff pasiran didaerah penelitian secara megaskopis memiliki warna putih – putih kekuningan, tekstur klastikal, struktur berlapis dengan komposisi utama mineral feldspar, kuarsa dan gelas vulkanik, sebagian besar telah mengalami pelapukan yang sangat kuat, terutama pada daerah daerah tempat terjadinya longsoran. 3. Slope Kemiringan Lereng Secara umum sepanjang jalur daerah penelitian memiliki kemiringan lereng yang cukup curam yaitu berkisar antara 40-50 % (Lampiran 2. Peta Topografi). 4. Index alterasi Alterasi hidrotermal berkembang cukup intensif di daerah penelitian dan dapat dilihat pada lampiran 4.
Secara umum alterasi hidrotermal yang berkembang di daerah penelitian ada dua yaitu Argilik dan Propilitik. a. Alterasi argilik Tipe alterasi ini tidak berkembang cukup luas pada daerah penyelidikan dan secara umum merupakan ubahan dari breksi vulkanik (LP-11/lia) yang terdapat dilokasi penelitian (Foto 01) merupakan dominan hasil ubahan dari breksi vulkanik. Kehadiran alterasi argilik dikenali dengan kelimpahan mineral lempung seperti Ilit, smektit, kaolin (lampiran Analisis XRD) yang merupakan ubahan mineral-mineral primer seperti feldspar. Kehadiran alterasi ini pada umumnya di zona yang memiliki porositas maupun permeabilitas tinggi karena alterasi ini sangat dipengaruhi oleh meteoric water. Penyebaran zona alterasi secara lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 4. Peta Alterasi).
Foto 02. Kenampakan alterasi argilik (LP-11/lia) b. Alterasi propilitik Tipe alterasi ini mempunyai intensitas yang berbeda-beda di beberapa lokasi, akan tetapi secara umum intensitas alterasi ini tidak terlalu kuat, namun pada beberapa tempat dijumpai kehadiran alterasi propilitik yang cukup intensif (LP-12/lia) yang ditandai dengan kehadiran mineral klorit dan Smektit (Lampiran Analisi XRD) dan batuan yang berubah warna menjadi hijau keputihan (Foto 02). Penyebaran zona alterasi secara lengkap dapat dilihat (Lampiran Peta Alterasi)
Foto 02. Kenampakan alterasi propilitik (LP-12/lia) Kesimpulan dan Saran Tingkat pelapukan yang tinggi yang disebabkan oleh alterasi yang terjadi pada daerah penelitian disepanjang jalur Arjosari-Tegalombo menghasilkan mineral lempung dalam jumlah yang sangat besar terutama ilit, kaolin dan smektit (Lampiran 5. Petrografi VS XRD). Kehadiran mineral lempung berupa ilit dan atau smektit serta kaolin pada zona pelapukan dapat menjadi tanda suatu longsoran pada daerah ini, dan dapat di interpretasikan bahwa bidang
gelincir pada longsoran daerah ini yaitu berada pada zona ilit-smektit serta percampuran kaolin-klorit. Hasil penenlitian ini menyimpulkan bahwa mineral lempung seperti ilit dan atau smektit maupun kaolin yang terbentuk oleh alterasi hidrotermal yang merupakan faktor pemicu terjadinya longsoran pada daerah ini. Sehingga disarankan pendeteksian dini suatu longsoran penting melihat faktor hubungan antara komposisi total ilit, smektit serta kaolin pada bidang gelincir dan akumulasi air hujan. Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih penulis persembahkan terutama kepada kedua orangtua penulis yang sudah mau membantu membiayai penelitian ini dan juga pada bapak Fadlin, ST, M. Eng yang juga telah banyak membantu penulis dalam hal pembibingan dan berdiskusi dengan penulis sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Daftar Pustaka Bemmelen, R. W. van, 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology, Martinus Nijnhoff, The Hague, Netherlands. Hartono. G., dan Bronto. S.,2009 Analisi stratigrafi awal kegiatan Gunung Api Gajahdangak di daerah Bulu, Sukoharjo; Implikasinya terhadap stratigrafi batuan gunung api di Pegunungan Selatan, Jawa Tengah, Diterbitkan oleh Jurnal Geologi Indonesia vol. IV No.3 Spetember 2009 ; 157-165 Idrus, A., 2007, Laporan survei tinjau endapan logam dasar di daerah Nawangan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (Tidak dipublikasi), 10 p. Karnawati, D., S. Pramumijoyo, S. Hussein, R. Anderson and A. Ratdomopurbo. 2007a. “The Influence of Geology on Site Response in the Bantul District, Yogyakarta Earthquake, INDONESIA”. AGU 2007 Joint Assembly. Acapulco. Karnawati, D., S. Husein, S. Pramumijoyo, A. Ratdomopurbo, K. Watanabe and R. Anderson.,2007b.Earthquake“Microzonation and Hazard Maps of the Bantul Area, Yogyakarta, Indonesia”, The Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006. p. 7-1 to 7-15, Star Publishing Company Inc. California. Thornbury, W.D., 1969, Principles of Geomorphology, Newyork, John Wiley & Sons.
LAMPIRAN 1. PETA LOKASI PENGAMATAN
LAMPIRAN 2. PETA TOPOGRAFI
LAMPIRAN 3. PETA GEOLOGI
LAMPIRAN 4. PETA ALTERASI
H
LAMPIRAN 5. PETROGRAFI VS XRD LP-11/lia
Kln Kln Kln Py
Ill
Py Ill
Kln
Py Gambar 02. Grafik hasil analisa XRD sampel LP-11/lia
Foto 03. Petrografi sampel LP-11/lia (Py=pirit, Kln=Kaolin, Ill=Ilit)
LP-12/lia
Ill
Py
Ill Sme Py Sme
Kln
Gambar 03. Grafik hasil analisa XRD sampel LP-12/lia
Foto 04. Petrografi sampel LP-12/lia (Py=pirit, Kln=Kaolin, Ill=Ilit, Sme=Smektit)
Kln