STUDI FENOMENOLOGI: KECEMASAN KELUARGA SELAMA MENDAMPINGI KLIEN PADA FASE END OF LIFE DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA, SAWAHAN, MALANG 1
2
3
Yuldensia Avelina , Retty Ratnawati , Retno Lestari 1 Universitas Nusa Nipa Maumere NTT 2,3 Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
ABSTRAK Respon emosional yang paling sering dialami keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life adalah kecemasan, namun kecemasan yang dialami keluarga tersebut masih sering terabaikan oleh petugas kesehatan yang masih berfokus pada klien. Dimana dukungan dari petugas kesehatan sangat dibutuhkan oleh keluarga sebagai salah satu sumber kekuatan selama mendampingi klien. Kecemasan keluarga apabila tidak ditangani dapat menghambat keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life. Tujuan dari penelitian ini adalah menggali makna dari pengalaman kecemasan keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam pada 6 anggota keluarga yang mengalami kecemasan selama mendampingi klien pada fase end of life di rumah sakit. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan IPA dari Smith. Penelitian ini menghasilkan 8 tema yaitu selalu berpikiran negatif sehingga hati tidak tenang, takut kehilangan orang yang dicintai, memastikan klien mendapatkan perawatan yang baik, menyemangati klien dengan berbagai cara, menampung pilihan lain selain pengobatan medis, disemangati oleh petugas kesehatan agar lebih tenang, adanya dukungan sikap empati dari anggota keluarga lainnya dan kompleksitas tanggung jawab keluarga dalam mendampingi dan membiayai pengobatan. Dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang dialami keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life merupakan perasaan cemas akan kehilangan orang yang dicintai. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan keluarga meskipun adanya hambatan. Dukungan dari pihak lain menjadi sumber kekuatan bagi keluarga Kata kunci: end of life, kecemasan, keluarga ABSTRACT Emotional responses are most often experienced by the family for assisting patients on end of life phase is anxiety, but the anxiety experienced by these families is often overlooked by health professionals who are still focused on the patients. Wherein the support of health professionals is needed by the family as a source of strength for assisting patients. Family anxiety if left untreated can be a barrier for assisting patients in end of life phase. The purpose of this study is to explore the meaning of family anxieties experience for assisting patients on end of life phase. The study used a qualitative method with interpretive phenomenological design. Data were collected by indepth interviews on 6 family members who experience anxiety for assisting patients in the end phase of life in the hospital. The results were analyzed by using IPA from Smith. There were 8 themes is always minded negative so careful not quiet, afraid of losing a loved one, encouraging patients with a variety of ways, accommodating options other than medical treatment, ensuring patients receive good care, encouraged by health professionals to more quiet, empathetic support from other family members and the complexity of family responsibilities in supporting and financing the treatment. In conclusion the anxiety experienced by the family for assisting patients on end of life phase is feeling anxious about the loss of loved ones. Therefore, efforts were made families despite their obstacles. Support from other parties into a source of strength for the family. Keyword: Anxiety, End of life phase, Family
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol:4, No.2 ; Korespondensi : Yuldensia Avelina. Universitas Nusa Nipa Maumere NTT. Email :
[email protected]. No. Hp: 081233695883 www.jik.ub.ac.id 225
PENDAHULUAN
ketidakpastian pelaksanaan tugas diantaranya
Fase end of life terjadi melalui suatu tahapan
pemenuhan
proses mulai dari penurunan kondisi fisik,
perawatan dan perencanaan lainnya. Pada
psikososial dan spiritual klien hingga akhirnya
faktor ketidakpastian psikososial terkait apa
kematian. Klien pada kondisi tersebut akan
yang akan terjadi dimasa depan. Sedangkan
membutuhkan perawatan yang lebih intensif,
pada faktor ketidakpastian spiritual terkait
waktu perawatan yang panjang dan obat-
makna hidup yakni sejauhmana keluarga
obatan khusus yang mana biaya pengobatan
menemukan makna hidup selama merawat
yang
mahal
anggota keluarganya. Faktor lainnya yang juga
menyesuaikan pelayanan yang diberikan.
turut berperan menyebabkan kecemasan
Selain itu, klien yang dirawat juga memiliki
pada keluarga, yakni komunikasi yang kurang
tingkat ketergantungan yang tinggi (Fitria,
efektif antara keluarga dan perawat seperti
2010; Heidenreich, et.al., 2012).
dalam pemberian informasi yang dibutuhkan
dibutuhkan
pun
relatif
kebutuhan
klien,
biaya
dan sikap empati yang masih dirasakan kurang Kompleksitas masalah yang dialami klien pada
oleh keluarga. Selain itu kesiapan keluarga
fase end of life, memberikan beban tersendiri
dalam
pada keluarga yang terlibat langsung dalam
kesiapan
perawatan
membutuhkan
prognosis klien, kesiapan mental dalam
perawatan total selama 24 jam. Apabila
menghadapi kondisi terburuk dan kesiapan
stresor ini berlangsung dalam waktu yang
dalam melaksanakan perubahan peran dan
lama, maka dapat memunculkan respon
tanggung jawab (Henrikson & Arestedt, 2013;
emosional. Respon emosional yang paling
Hebert, et.al., 2009).
karena
klien
menerima
kondisi
menerima
klien
seperti
informasi
terkait
sering ditemui adalah kecemasan (McAdam, Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada
et.al., 2012).
keluarga yang mendampingi klien pada fase Kecemasan yang dialami oleh keluarga dapat
end of life yang dilakukan di salah satu
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
ruangan kritis rumah sakit di Kota Malang
ketidakpastian baik medis, pelaksanaan tugas,
pada tanggal 16 Maret 2016. Hasil dari studi
psikososial
pendahuluan
dan
spiritual.
Pada
faktor
yang
dilakukan
tersebut
ketidakpastian medis dikarenakan selalu ada
didapatkan bahwa kecemasan yang dialami
penambahan diagnosis dari dokter dan
oleh keluarga umumnya disebabkan belum
prognosis memburuk.
penyakit
klien
yang
makin
adanya
Hal-hal
yang
terkait
faktor
kompleksitas penyakit yang dialami oleh klien
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 226
kemampuan
untuk
menerima
saat
ini.
Selain
masih
transportasi dan bantuan biaya perawatan
terhadap
serta hadir menjenguk klien setiap hari.
perubahan peran dan tanggung jawab dalam
Anggota keluarga lainnya juga turut saling
mengurus rumah tangga.
bergantian dalam mendampingi klien di
membutuhkan
itu,
keluarga
penyesuaian
Kecemasan yang dialami keluarga dapat terlihat dari seringnya keluarga bertanya tentang
penyakit
kelelahan.
dialami
kepada
Keluarga membutuhkan dukungan dalam
meskipun
sudah
merawat anggota keluarga yang berada pada
dijelaskan berulang kali. Selain itu, pikiran
fase end of life. Dukungan tersebut bisa
keluarga hanya ditujukan pada hal-hal yang
berasal dari perawat berupa sikap empati
dapat
dengan
perawat
dan
yang
rumah sakit apabila keluarga sudah terlihat
dokter
membuat
klien
mendapatkan
selalu
mengunjungi
klien
dan
perawatan yang baik dan dapat segera pulih,
keluarga. Selain itu perawat juga diharapkan
sehingga mereka sering mengabaikan kondisi
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
kesehatan mereka sendiri. Dimana keluarga
oleh keluarga. Hal ini penting untuk keluarga
sudah merasa kelelahan, kurang tidur, sakit
agar
kepala bahkan penurunan nafsu makan. Hal
mengurangi kecemasan dan berkomitmen
tersebut tidak mereka ceritakan kepada
dalam
anggota keluarga lainnya, yang mana apabila
dukungan juga diharapkan dari anggota
ditanya mereka mengatakan kondisinya baik-
keluarga lainnya. Dukungan yang diharapkan
baik saja. Hal ini dilakukan keluarga agar
yakni turut mengunjungi selama di rumah
dapat terus mendampingi klien. Pengalaman
sakit,
dalam merawat keluarga dengan kondisi yang
menyediakan transportasi, membantu tugas-
sama
tugas
tidak membuat keluarga dapat siap
dapat
menerima
mendampingi
menjadi
rumah
kondisi
klien.
tempat
tangga
dan
klien,
Pemberian
konsultasi,
memberikan
untuk menerima kondisi klien saat ini.
pengertian pada anak-anak. (McKiernan &
Keluarga juga berusaha mencari solusi dan
McCarthy, 2010; Mosher, et.al., 2013).
dukungan dari berbagai pihak dalam upaya mengurangi kecemasannya dan berharap klien memperoleh perawatan yang terbaik. Upaya tersebut seperti rutin berkonsultasi dengan dokter dan perawat di ruangan, mencari dukungan juga dari keluarga lainnya baik anak-anak, saudara serta kerabat terkait
Beberapa
faktor
penghambat
dalam
memberikan perawatan kepada klien dapat juga meningkatkan kecemasan pada keluarga. Hal-hal yang dapat menghambat peran keluarga tersebut diantaranya perubahan peran dan tanggung jawab serta akses rumah www.jik.ub.ac.id 227
ke
rumah
sakit
turut
menjadi
faktor
penelitian ini. Keenam partisipan tersebut
penghambat bagi keluarga dalam merawat
dipilih
klien pada kondisi end of life (Brereton, et.al.,
sampling yakni melakukan seleksi kepada
2011; Hudson, et.al., 2012).
keluarga yang mendampingi klien pada fase
Berdasarkan fenomena yang terjadi diatas, mendampingi orang yang dicintai dalam fase end of life di rumah sakit, menimbulkan beban tersendiri bagi keluarga karena membawa banyak perubahan dalam sistem keluarga,
menggunakan
teknik
purposive
end of life yang telah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti dan peneliti tidak menemukan informasi baru atau telah tercapai saturasi data. Saturasi data tercapai pada partisipan keenam.
baik peran, status kesehatan keluarga dan
Kriteria inklusi tersebut antara lain (1)
tanggung jawab keuangan. Segala perubahan
memiliki anggota keluarga yang masuk pada
inilah memunculkan kecemasan. Keluarga
fase end of life; (2) anggota keluarga yang
berupaya untuk mengatasi kecemasannya
dipilih adalah pasangan, orangtua, anak,
walaupun mengalami kendala. Penelitian
saudara yang sehari-hari mendampingi klien
terkait
pada fase end of life; (3) anggota keluarga
pengalaman
keluarga
selama
mendampingi klien pada kondisi end of life
yang
telah
teridentifikasi
masih membutuhkan penelitian lanjutan.
kecemasan sedang melalui keluhan yang disampaikan
serta
mengalami
respon
yang
Tujuan dilakukan penelitian ini yakni menggali
ditunjukkannya; (4) mengikuti perkembangan
makna dari pengalaman kecemasan keluarga
klien sejak sebelum fase end of life; (5)
selama mendampingi klien pada fase end of
bersedia ikut sebagai partisipan dengan
life.
menandatangani surat kesediaan menjadi partisipan;
METODE
(6)
dapat
menceritakan
pengalamannya dengan baik/kooperatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
interpretif
(Afiyanti
&
Rachmawati, 2014).
Proses pemilihan partisipan dilaksanakan setelah mendapatkan kelayakan etik dari komite etik dan ijin penelitian dari rumah sakit. Dalam proses identifikasi partisipan,
Penelitian ini dilakukan di Ruang Kritis Sakit
peneliti dibantu oleh kepala ruangan dan
Panti
perawat yang bertugas di ruangan tersebut.
Waluya,
Sawahan,
Malang
pada
pertengahan Mei sampai dengan awal Juni 2016. Enam
partisipan terlibat dalam
Sebagian besar partisipan dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan dan hanya 1
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 228
partisipan berjenis kelamin laki-laki. Pada
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif
umumnya partisipan merupakan anak dan
adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai
pasangan dalam hubungan dengan klien yang
instrument penelitian yang utama dibantu
sedang dirawat sisanya adalah orangtua dan
juga dengan instrumen pengumpulan data
saudara.
lainnya
Keseluruhan
partisipan
telah
yakni
pedoman
wawancara
mendampingi klien selama kurang lebih 2-4
mendalam, catatan lapangan dan handphone
hari sejak klien masuk rumah sakit. Partisipan
sebagai alat perekam suara.
tersebut semuanya mengalami kecemasan sedang yang ditunjukkan dari keluhan yang mengarah kepada kecemasan sedang saat wawancara.
Namun,
partisipan
tersebut
masih dapat menerima arahan dari pihak lain baik dari anggota kelaurga lainnya dan petugas kesehatan. Selain itu, partisipan tampak kooperatif dan dapat menceritakan segala kecemasana yang dirasakannya. Setiap partisipan dilakukan wawancara mendalam selama kurang lebih 30-60 menit. Pengambilan data dilakukan menggunakan teknik
wawancara
mendalam
(indepth
interview) dan observasi. Indepth interview
Proses pengumpulan data meliputi 2 tahap yakni
tahap
prosedur
penelitian
yang
berkaitan dengan pengurusan ijin administrasi penelitian meliputi ijin penelitian ke rumah sakit dan kelayakan etik penelitian. Tahap berikutnya yakni strategi pengumpulan data. Dimana proses pengumpulan data dimulai setelah peneliti memperoleh kelayakan etik dari komite etik penelitian dan ijin penelitian dari rumah sakit.. Analisa
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan interpretive phenomenological analysis (IPA) dari Smith, et.al. (2009).
dilakukan dengan menggunakan panduan
HASIL
wawancara yang sudah disiapkan. Observasi
Penelitian ini menghasilkan sebuah tema
dilakukan
ekspresi
besar yaitu semua karena cinta keluarga
partisipan seperti ekspresi wajah, bahasa
kepada klien. Tema besar ini akan dijabarkan
tubuh dan berbagai reaksi partisipan ketika
kedalam delapan tema, sebagai berikut:
berbicara yang terkait pernyataan partisipan
Tema 1: Selalu berpikiran negatif sehingga
yang diberikan serta situasi lingkungan selama
hati tidak tenang
proses
tersebut.
Pikiran negatif merupakan pola atau cara
Selanjutnya akan ditulis kedalam catatan
berpikir yang lebih condong pada sisi-sisi
lapangan (field notes).
negatif dibanding sisi-sisi positifnya. Pola pikir
dengan
indepth
mengamati
interview
www.jik.ub.ac.id 229
ini
bisa
tampak
atau
memikirkan
seperti
pandangan yang terucap tentang tanggapan
kedepannya
dan
penyakit
yang
depan tanpa orang yang dicintai. Memikirkan
berbahaya, perkembangan kondisi klien yang
seperti apa kondisi klien kedepannya. Hal ini
makin memburuk dan adanya perubahan
membuat partisipan tidak dapat mengambil
kondisi yang begitu cepat dari sebelumnya.
keputusan jika dihadapkan pada pilihan
Selain itu, pola pikir ini dapat tampak dari cara
alternatif pengobatan karena apabila salah
partisipan
memilih
klien
dari
sebagai
bersikap
keyakinan
sesuatu
yakni
dengan
dapat
apa
kondisi
klien
mempertanyakan
masa
mengancam
keselamatan
mempertanyakan keselamatan klien. Tema ini
klien. Bingung merupakan satu ungkapan yang
disusun oleh 3 sub tema yaitu perkiraan
dapat
kondisi penyakit yang makin memburuk,
seperti diungkapkan oleh partisipan berikut
pikiran yang tidak tenang dan perasaan cemas
ini:
akan kehilangan orang yang dicintai.
menggambarkan
situasi
tersebut,
“..yang pertama katanya nanti dioperasi Sub tema pertama yaitu perkiraan kondisi
otaknya..katanya
penyakit yang makin memburuk diungkapkan
perdarahan
oleh partisipan dengan perubahan kondisi
otak..kalo enggak pake alternatip kedua
klien yang mendadak tidak sadar, diagnosis
yakni diobati biasa seperti sekarang ini
medis yang terus berubah dan klien tidak
mbak..saya bingung..makin cemas saya”
dapat terselamatkan. Hal tersebut didukung
(p3).
oleh pernyataan partisipan sebagai berikut:
yang
untuk buat
keluarkan tersumbat
di
Mempertanyakan masa depan tanpa orang
“...hari senin pagi langsung masuk..tapi
yang dicintai, yang didukung oleh pernyataan
ibu udah enggak sadar..matanya kayak
partisipan berikut ini:
terbalik gitu (tidak dapat membuka
“..mana lihat anak-anaknya saya jadi
mata)..sampe sekarang belum sadar
makin sedih..kasian mereka juga masih
mbak..masih kritis” (p3).
pada sekolah..ada yang nomer tiga lagi
“..saya pikir bahwa struk itu penyakit
ada ujian..bagaimana dengan hari-hari
yang
kedepannya..bagaimana dengan anak-
fatal..membahayakan..pokok
ee
mematikan karna kalo dengar-dengar
anaknya ini” (p2).
orang yang struk meninggal..itu yang
Sub tema ketiga perasaan cemas akan
buat saya cemas..takut” (p6).
kehilangan orang yang dicintai. Perasaan
Sub tema kedua yaitu pikiran yang tidak
cemas akan kehilangan orang yang dicintai
tenang diungkapkan oleh partisipan dengan
diungkapkan
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 230
keluarga
dengan
adanya
kekuatiran akan kondisi klien yang makin
ketika ibu dikatakan kena struk juga sok
memburuk dan merasa akan kehilangan orang
saya...” (p4).
yang
dicintai.
terhadap
Respon
kecemasannya
setiap
keluarga
berbeda-berbeda
Tema 3: Memastikan klien mendapatkan
yakni tidak dapat makan, tidak dapat tidur
perawatan yang baik
dan sulit berpikir. Hal ini diungkapkan oleh
Memastikan klien mendapatkan perawatan
pernyataan partisipan berikut:
yang baik merupakan salah satu upaya
“..saya kuatir dan takut banget kalo-kalo
partisipan dalam mengatasi kecemasan yang
terjadi sesuatu..kasihan anaknya kedua
dialaminya. Tema ini disusun oleh 1 sub tema
masih kecil..masih umur empat bulan”
yakni
(p1).
perkembangan kondisi klien.
keinginan
untuk
selalu
mengikuti
Tema 2: Takut kehilangan orang yang dicintai
Sub tema keinginan untuk selalu mengikuti
Perasaan takut kehilangan orang yang dicintai
perkembangan kondisi klien diungkapkan
merupakan perasaan tidak ingin ditinggalkan
partisipan dengan selalu mencari informasi
orang yang dicintai. Tema ini disusun oleh 1
tentang klien dan ingin terus berada di
sub tema yakni belum siap ditinggalkan orang
samping klien. Hal tersebut didukung oleh
yang dicintai.
pernyataan partisipan berikut ini:
Sub tema belum siap ditinggalkan orang yang dicintai mempunyai arti adanya ketidaksiapan mental untuk kehilangan karena masih ingin bersama klien. Belum siap ditinggalkan orang yang dicintai diungkapkan partisipan sebagai perasaan belum siap terima kondisi terburuk dan pengalaman pernah kehilangan keluarga terdekat. Hal ini didikung oleh pernyataan berikut: “..kaget, sedih, kuatir, takut soalnya slama ini sehat-sehat saja..kolesterolnya baik, asam uratnya normal, tensi baik, gula baik, jantungnya juga sehat” (p6). “...setahun
yang
lalu
bapak
saya
meninggal juga gara-gara seperti ini..jadi
“trus
saya
tanya
mbak
sama
dokternya..apa itu struk..yah dokternya ngejelasin sama saya..dokter juga bilang kondisi ibu saya ini sudah berat” (p3).
Tema
4:
Menyemangati
klien
dengan
berbagai cara Menyemangati klien dengan berbagai cara berarti
bahwa
memberikan
partisipan
energi
senantiasa
semangat
dengan
harapan klien akan merasa tidak sendiri dan mempunyai
kekuatan
untuk
melawan
penyakitnya. Tema ini disusun oleh 1 sub tema yakni adanya perhatian terhadap klien. www.jik.ub.ac.id 231
Sub tema adanya perhatian terhadap klien
alternatif.
Hal
tersebut
didukung
mempunyai arti adanya sikap empati dari
pernyataan partisipan berikut:
oleh
keluarga yang ditunjukkan dengan mengajak
“..dari ade-ade ibu tuh banyak yang
klien berkomunikasi dan adanya keinginan
ngusul (mengusulkan) pake obat herbal
untuk tetap bersama klien. Hal tersebut
dikasih kalo ibu sudah sadar” (p4).
didukung oleh pernyataan partisipan berikut “..keluarga juga ngusulkan buat panggil
ini:
kiai untuk doain ibu” (p4). “…saya juga bacakan doa-doa ke telinga
Tema 6: Disemangati oleh petugas kesehatan
ibu..walaupun gak ada respon dari
agar lebih tenang
wajah ibu tapi saya ngerasain jari-jari
Disemangati oleh petugas kesehatan agar
tangannya yang saya genggam terasa
lebih tenang. Petugas kesehatan dalam hal ini
bergerak” (p4).
adalah dokter dan perawat mempunyai
Tema 5: Menampung pilihan lain selain
peranan
pengobatan medis
dukungan
Menampung pilihan lain selain pengobatan
mendampingi klien pada fase end of life.
medis mempunyai arti bahwa partisipan
Bentuk dukungan yang diberikan kepada
menerima usul dan saran tentang alternatif
partisipan berbeda sesuai dengan kebutuhan
pengobatan dari anggota keluarga lainnya
partisipan. Tema ini disusun oleh 1 sub tema
tetapi partisipan belum dapat melaksanakan
yakni
apa
kesehatan.
yang
diusulkan
tersebut.
Hal
ini
penting kepada
adanya
dalam
memberikan
partisipan
perhatian
dari
selama
petugas
dikarenakan partisipan masih berfokus pada
Sub tema adanya perhatian dari petugas
pengobatan medis. Tema ini memiliki 1 sub
kesehatan mempunyai arti adanya sikap
tema yaitu adanya perencanaan pilihan
empati dari dokter dan perawat melalui
pengobatan.
dukungan peneguhan dan juga dukungan
Sub
tema
adanya
perencanaan
pilihan
pengobatan diungkapkan oleh partisipan
semangat. Hal tersebut diungkapkan oleh pernyataan partisipan berikut ini:
sebagai alternatif pemecahan masalah yang
“...dokternya bagus banget dan baik..kasih
ditawarkan oleh anggota keluarga lainnya
kekuatan juga..perawat disini..selalu kasih
seperti pemberian obat lain, pengobatan
penguatan supaya sabar dan kuat untuk
secara
menghadapi ini” (p5).
religi
dan
adanya
pengobatan
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 232
Tema 7: Adanya dukungan sikap empati dari
pengobatan. Tema ini disusun oleh 2 sub
anggota keluarga lainnya
tema yakni kesulitan melaksanakan tambahan
Adanya dukungan sikap empati dari anggota
tanggung jawab dan tidak mampu penuhi
keluarga lainnya mempunyai arti adanya
biaya pengobatan.
kemampuan anggota keluarga lainnya untuk mampu memahami perasaan dan pikiran partisipan. Tema ini disusun oleh 1 sub tema yakni perhatian dari anggota keluarga lainnya. Sub tema perhatian dari anggota keluarga
Sub tema kesulitan melaksanakan tambahan tanggung jawab diungkapkan oleh partisipan dengan tanggung jawabnya banyak. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan sebagai berikut:
lainnya diungkapkan oleh partisipan dengan
“..mana ngurus rumah seperti masakin
adanya
buat anak-anak dan suami..ngatur rumah
dukungan
ekonomi,
semangat,
dukungan
dukungan
dalam
peran
walau
segitunya
saja..mana
ngontrol
mendampingi, dukungan dalam membantu
usaha kami..walaupun ada suami tapi yang
tugas-tugas rumah tangga dan transportasi.
biasa ngurusin usaha kami itu saya..mana
Hal tersebut diungkapkan oleh pernyataan
minta bantuan ke keluarga” (p3).
partisipan berikut ini: “anak
dan
Sub
suami
saya
tetep
kasi
semangat” (p3).
tema
tidak
mampu
penuhi
biaya
pengobatan diungkapkan oleh partisipan dengan merasa kesulitan untuk menjangkau biaya pengobatan dan keluhan mahalnya
“..yang biasa gantian jaga saya dan ade
biaya
pengobatan.
Kesulitan
untuk
saya nomer 2 sama suaminya” (p4).
menjangkau biaya pengobatan dikarenakan biaya pengobatan yang diperkirakan akan
Tema 8: Kompleksitas tanggung jawab keluarga
dalam
mendampingi
dan
membiayai pengobatan
mendampingi dan membiayai pengobatan mempunyai arti bahwa partisipan dalam mendampingi juga mengalami keterbatasan atau kesulitan untuk menanggung segala sesuatu seperti dalam menjalankan tambahan jawab
dan
biaya
sedangkan
pengobatan
keluhan
mahalnya
diungkapkan
oleh
partisipan dengan biaya pengobatan terlalu
Kompleksitas tanggung jawab keluarga dalam
tanggung
meningkat
memenuhi
biaya
besar dan biaya pengobatan mahal. Hal tersebut diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut: “kalo
saya
pribadi
juga
merasa
kesulitan..sebetulnya kalo dibilang besar yah besar mbak soalnya enggak pake BPJS..apalagi kalo semakin lama dirawat www.jik.ub.ac.id 233
juga makin besar biayanya..trus ada
Perasaan keluarga tentang kecemasan yang
alternatip operasi..itu cukup berat mbak”
dialaminya selama mendampingi klien pada
(p3).
fase end of life yakni takut kehilangan orang yang dicintai. Keluarga pada umumnya masih
PEMBAHASAN
ingin bersama klien yang ditunjukkan dengan
Kecemasan merupakan respon emosional
perasaan belum siap menerima kondisi
yang paling sering ditemui pada keluarga yang
terburuk. Hebert, et.al. (2009) dan Henrikson
mendampingi klien selama fase end of life.
& Arestedt (2013) mengungkapkan bahwa
Alasan munculnya kecemasan pada keluarga
perasaan belum siap menerima kondisi
dalam penelitian ini yakni selalu berpikiran
terburuk sebagai bentuk kurangnya kesiapan
negatif tentang kondisi klien. Pikiran negatif
mental keluarga dalam menghadapi situasi
muncul saat keluarga mendengar diagnosis
terburuk. Disisi lain, keluarga belum siap
medis yang terus berubah, melihat perubahan
menerima kondisi terburuk dapat terjadi
kondisi yang berbeda dari sebelumnya dan
karena keluarga pernah kehilangan anggota
mempunyai anggapan bahwa penyakit yang
keluarga terdekat. Hebert, et.al. (2009) juga
dialami klien dapat membuat klien tersebut
menyatakan hal yang sama bahwa pernah
tidak dapat terselamatkan. Menurut Hebert,
mengalami kehilangan tidak selalu cukup
et.al.
untuk
(2009)
dalam
penelitiannya
mempersiapkan
keluarga
dalam
mengungkapkan bahwa adanya diagnosis
menerima kondisi klien termasuk penerimaan
medis yang semakin kompleks dan prognosis
akan kematian nantinya.
penyakit klien yang semakin memburuk menjadi penyebab kecemasan yang dialami keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life. Li, et.al. (2013) juga menyatakan bahwa pada umumnya kecemasan keluarga akan meningkat seiring dengan semakin memburuknya kondisi klien.
Keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life akan mengusahakan yang terbaik agar klien bisa pulih. Upaya yang dilakukan keluarga diantaranya dengan memastikan bahwa klien mendapatkan perawatan yang baik, yang dilakukan dengan selalu mencari informasi tentang penyakit klien, perawatan
dapat
dan pengobatan juga kesembuhan klien
berdampak pada kondisi fisiknya seperti
kepada dokter dan perawat. Selain kepada
kurang tidur, kelelahan, sakit kepala hingga
perawat dan dokter, keluarga juga mencari
penurunan nafsu makan.
informasi kepada teman. Stajduhar, et. al,
Peningkatan
kecemasan
keluarga
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 234
(2013) mengatakan bahwa keluarga dalam
pengobatan medis yakni dapat membantu
mengatasi
dalam proses penyembuhan klien.
kecemasannya
dapat
menggunakan cara mencari informasi yang
Dukungan dari pihak lain sangat dibutuhkan
dibutuhkan baik dengan membaca buku-buku
oleh keluarga untuk mengurangi kecemasan
tentang penyakit yang sedang dialami anggota
yang dialaminya walaupun sekecil apapun
keluarga, bertanya pada tim professional
bentuknya. Pihak lain yang turut memberikan
kesehatan dan dapat berbagi pengalaman
dukungan pada keluarga yakni anggota
dengan teman-teman atau kerabat lainnya
keluarga lainnya dan para petugas kesehatan
yang mempunyai masalah yang sama. Upaya
yang menangani klien selama dirawat.
berikutnya yang dilakukan oleh keluarga adalah dengan menyemangati klien yakni
Dukungan dari petugas kesehatan, dalam hal
dengan menunggu klien di ruang tunggu
ini
keluarga setelah jam berkunjung selesai. Hal
kontribusi yang cukup besar karena dapat
ini dikarenakan keluarga meyakini bahwa
memberikan jaminan akan keselamatan klien.
walaupun klien tidak sadar tetapi masih bisa
Bentuk
mendengar apa yang disampaikan dengan
disemangati oleh petugas kesehatan yang
harapan agar klien dapat lebih kuat untuk
ditunjukkan dengan mendengarkan keluhan,
melawan penyakitnya. Mosher, et.al. (2013)
memberikan penguatan serta sebagai tempat
juga
bahwa
konsultasi dalam upaya mencari solusi untuk
mendampingi di samping tempat tidur dan
penyembuhan klien. Dalam berbagai hasil
berbicara
dapat
penelitian ditemukan bahwa dukungan dari
memberikan dukungan spiritual bagi klien,
para petugas kesehatan dalam pemberian
agar klien merasa tidak sendirian dalam
informasi yang dibutuhkan maupun dukungan
menghadapi penyakitnya. Upaya terakhir yang
perhatian lainnya masih dirasakan kurang
dapat dilakukan oleh keluarga yakni dengan
oleh keluarga (Coombs, 2015; Henrikson &
menampung pilihan lain selain pengobatan
Arestedt, 2013; McKiernan & McCarthy,
medis
2010).
menyatakan
kata-kata
yang
demikian
penghiburan
disampaikan
oleh
anggota
dokter
dan
dukungan
perawat
memberikan
tersebut
berupa
keluarga lainnya, meliputi pemberian jamu,
Kondisi ini berbeda dengan yang dialami
obat herbal, pengobatan secara religi dan
keluarga selama penelitian, dimana keluarga
pengobatan alternatif. Keluarga mempunyai
sudah merasakan cukup
alasan tersendiri untuk menampung semua
petugas
usulan untuk pilihan pengobatan lain selain
informasi maupun semangat. Namun disisi
kesehatan
didukung oleh
dalam
pemberian
www.jik.ub.ac.id 235
lain, berdasarkan apa yang disampaikan oleh
end of life (McKiernan & McCarthy, 2010;
keluarga
Mosher, et.al., 2013).
bahwa
memang
yang
lebih
memberikan perhatian adalah dokter. Dimana dokter yang lebih banyak diajak konsultasi tentang perkembangan klien dan lebih banyak pula
memberikan
peneguhan
jika
dibandingkan dengan yang diberikan oleh perawat.
Hambatan yang dialami keluarga selama mendampingi klien pada fase end of life yakni kompleksitas tanggung jawab keluarga selama mendampingi dan membiayai pengobatan. Tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh keluarga selain mendampingi klien di rumah
Dukungan sikap empati dari anggota keluarga
sakit juga harus mengatur banyak hal, seperti
lainnya juga sangat diharapkan keluarga
mengumpulkan saudara, mengurus rumah
selama mendampingi klien pada fase end of
tangganya sendiri dan menggantikan peran
life. Bentuk empati yang ditunjukkan yakni
dari klien tersebut. Dengan adanya banyak
melalui
saling
tanggung jawab yang harus dilaksanakan
biaya
membuat keluarga sudah mulai merasakan
pengobatan, ikut menjaga klien di rumah
kelelahan dan kondisi fisiknya sudah mulai
sakit, mengantar dan menjemput anggota
menurun. Menurut Efendy, et.al. (2014)
keluarga
menjaga,
dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
mengurus anak dari klien yang sedang
hambatan yang dialami keluarga selama
perhatian
pengertian,
seperti
turut
yang
sikap
membantu
akan
gantian
dirawat, membersihkan rumah, memasak dan
mendampingi klien pada fase end of life
sebagainya. Dalam berbagai hasil penelitian
seperti tanggung jawab terhadap pekerjaan
diungkapkan bahwa pemberian dukungan dari
rumah tangga. Hal ini menyebabkan keluarga
anggota
sangat
harus mengatur ulang tugas dan kewajiban
selama
yang biasa mereka lakukan, misalnya kegiatan
mendampingi klien pada fase end of life.
rumah tangga sendiri, selain itu juga merawat
Dukungan
turut
orang lain yang bergantung pada mereka
mengunjungi selama di rumah sakit, sebagai
seperti anak-anak. Kesulitan lainnya yang
tempat konsultasi, menyediakan transportasi,
menjadi hambatan bagi keluarga yakni tidak
membantu tugas-tugas rumah tangga dan
mampu dalam memenuhi biaya pengobatan.
memberikan pengertian kepada anak-anak.
Keluarga cukup dilema karena disatu sisi
Dengan demikan anggota keluarga lainnya
mereka
sudah
kepada
pengobatan dan perawatan yang baik tetapi
keluarga yang mendampingi klien pada fase
disisi lainnya mereka harus dihadapkan
keluarga
diharapkan
lainnya
oleh
yang
keluarga
diharapkan
menunjukkan
juga
yakni
empatinya
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 236
ingin
agar
klien
mendapatkan
dengan biaya pengobatan yang dirasakan
anggota keluarga lainnya. Keluarga juga
sangat mahal. Perubahan kondisi ini dirasakan
mengalami hambatan selama mendampingi
keluarga sebagai sebuah hambatan selama
klien yakni adanya kompleksitas tanggung
mendampingi klien.
jawab keluarga dalam mendampingi dan membiayai pengobatan.
KESIMPULAN Keluarga yang mendampingi klien pada fase end of life akan mengalami kecemasan yang disebabkan selalu berpikiran negatif tentang kondisi klien yang dimulai saat mendengar diagnosis medis yang terus berubah, melihat perubahan
kondisi
yang
berbeda
dari
sebelumnya dan mempunyai anggapan bahwa penyakit yang dialami klien dapat membuat
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini ditujukan pada keluarga, perawat dan peneliti selanjutnya.
Bagi
menyarankan
agar
keluarga, dapat
peneliti
menggunakan
support system yang sudah ada baik yang berasal dari anggota keluarga lainnya maupun petugas kesehatan sebagai sumber kekuatan untuk mengatasi kecemasan.
klien tersebut tidak dapat terselamatkan.
Bagi perawat, hendaknya memberikan asuhan
Selama mendampingi klien dan melihat
keperawatan pada kondisi end of life tidak
perubahan kondisi klien yang tidak kunjung
hanya kepada klien tetapi juga pada keluarga
membaik,
sebagai support system dari klien sendiri.
perasaan
membuat takut
keluarga
kehilangan
memiliki
orang
yang
Sedangkan bagi peneliti selanjutnya dapat
dicintai. Oleh karena itu, keluarga berupaya
menggali pengalaman psikologis lainnya dari
untuk memastikan bahwa klien mendapat
keluarga dalam mendampingi klien pada fase
perawatan yang baik, menyemangati klien
end of life. Selain itu juga dapat menggali
dengan berbagai cara dan menampung pilihan
pengalaman perawat sebagai salah satu
lain selain pengobatan medis.
support system keluarga dalam memberikan
Ditengah rasa cemas yang dirasakan, keluarga
intervensi psikososial pada keluarga yang
butuh disemangati oleh petugas kesehatan
mengalami kecemasan.
dan adanya dukungan sikap empati dari
DAFTAR PUSTAKA
riset keperawatan. Jakarta: PT Raja
Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014).
Grafindo Persada.
Metodologi penelitian kualitatif dalam
Bevans, M. F., & Sternberg, E. M. (2012).
www.jik.ub.ac.id 237
Caregiving burden, stress and health
terminally ill family member in Australia.
effects among family caregivers of adult
Elsevier, Ltd., 21 (2012), 275-285.
cancer patients. JAMA, 307 (4), 398-403.
Henrikson, A., & Arestedt, K. (2013). Exploring
Brereton, L., Gardiner, C., Gotf, M., Ingleton,
factors
and
caregivers
outcomes
C., Barners, S., & Carroll, C. (2011). The
associated with feelings of preparedness
hospital enviroment for end of life care
for caregiving in family caregivers in
of older adults and their families: As
palliative care. Palliative Medicine, 27
integrative review. Journal of advanced
(7), 639-646.
nursing, 1-13. Hudson, P., Remedios, C., Zordan, R., Thomas, Coombs, M. (2015). A scoping review of family
K., Clifton, D., Crewdson, M., et al.
experience and need during end of life
(2012). Guidelines for the psychosocial
care in intensive care. John wiley & sons
and bereavement support of family
Ltd , 24-35.
caregivers of palliative care patients.
Effendy, C., Dassen, M. V., Setiyarini, S.,
Journal of Palliative Medicine, 15 (6),
Kristanti, M. S., Tejawinata, S., Vissers,
696-702.
K., et al. (2014). Family caregivers
Li, Q. P., Loke, A. Y., & Mak, Y. W. (2013).
involvement in caring for a hospitalized
Spouse's experience of caregiving for
patient with cancer and their quality of
cancer patients. International Nursing
life in a country with strong family
Review , 60 (1), 178-187.
bonds. Psycho-oncology, 1-7. McAdam, J., Fontaine, D. K., White, D. B., Fitria, C. N. (2010). Palliative care pada
Dracup, K. A., & Puntillo, K. A. (2012).
penderita penyakit terminal. GASTER, 7
Psychological
(1), 527-535.
members of high-risk intensive care unit
Hebert, R. S., Schulz, R., Copeland, V. C., &
Journal
of
pain
&
of
family
patients. American Journal of Critical
Arnold, R. M. (2009). Preparing family caregivers for death and bereavement.
symptoms
Care, 21 (6), 386-393. McKiernan, M., & McCarthy. (2010). Family
symptom
members' lived experience in the
management, 37 (1), 3-12.
intensive care unit. Elsevier, 26 (2010), 254-261.
Heidenreich, M. T., Koo, F. K., & White, K. (2012). The experience of Chinese
Mosher, C. E., Jaynes, H. A., Hanna, N., &
immigrant woman in caring for a
Ostroff, J. S. (2013). Distress family
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016 238
caregivers of lung cancer patients. Support Care Cancer, 21 (2), 431-437. Saunders, D. C. (2008). End of life strategy. London: COI for The Department of Health. Setiawan, E. (2016). Kamus Besar Bahasa
Smith, J., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative
Phenomenological
Analysis. London: SAGE Publication Ltd. Stajduhar, K. I., Outcalt, L., & Funk, L. (2013). Family caregiver learning. Palliative Medicine, 27 (7), 657-664.
Indonesia Online. KEMDIKBUD, Badan
Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2011).
Pengembangan & Pembinaan Bahasa.
Qualitative research in nursing (Fifth
http://www.kbbi.web.id.
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
www.jik.ub.ac.id 239