Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) – Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 – 12 Mei 2007
STUDI EVALUASI OPERASI ANGKUTAN UMUM DI KABUPATEN SRAGEN Prioutono Puguh Putranto1, Djoko Setijowarno2, Rudatin Ruktiningsih2 1
Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
2
ABSTRAK Banyaknya armada angkutan umum yang tidak beroperasi menunjukkan terjadinya degradasi yang cukup besar di bidang transportasi. Beberapa armada angkutan yang masih berjalan dan bertahan sampai saat ini hanya mampu untuk mempertahankan keberadaannya saja. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi mengenai angkutan umum ini. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kinerja angkutan umum saat ini di Kabupaten Sragen dengan melalui kajian evaluasi angkutan umum ini. Saat ini berdasarkan hasil analisa didapatkan load factor rata-rata baik statis berkisar antara 35-50 persen. Untuk kondisi load factor dinamis rata-rata berkisar sampai 41,09 persen. Sedangkan untuk tingkat isian di simpul transportasi (terminal) baik bus datang maupun pergi mencapai 35 persen. Dari hasil perhitungan dan analisis, kebutuhan armada angkutan umum yang ada di Kabupaten Sragen mencapai 308 armada. Dari kondisi angkutan yang ada saat ini, kelebihan armada keseluruhan mencapai 170 armada. Hal ini menunjukkan terdapat pemangkasan armada sekitar 35 persen dari jumlah keseluruhan armada mencapai 478 armada. Kata kunci : Angkutan umum, load factor, dinamis, statis
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) per 1 Oktober 2005, memberikan dampak terhadap transportasi yang cukup signifikan dan terasa di kalangan masyarakat. Perubahan pola dan intensitas perjalanan serta peralihan penggunaan moda menjadi isue penting di dalam kehidupan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan mobilisasinya. Perubahan pola itu yang merupakan sebuah langkah dalam mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat terhadap transportasi dengan mengurangi kebutuhan akan perjalanan. Hal ini dikaitkan selain sebagai kebutuhan turunan (derivated demand), sektor transportasi juga merupakan pendukung ekonomi dan pengembangan sebuah wilayah. Menurunnya daya beli yang juga berimbas menurunnya penggunaan sektor transportasi mengakibatkan menurunnya jumlah kebutuhan (demand) terhadap angkutan transportasi. Saat ini mulai terlihat penurunan jumlah penumpang yang terlihat pada tingkat isian (faktor muat) angkutan umum yang menurun dratis. Banyaknya armada angkutan umum yang tidak beroperasi menunjukkan terjadinya degradasi yang cukup besar di bidang transportasi. Beberapa armada angkutan yang masih berjalan dan bertahan sampai saat ini hanya mampu untuk mempertahankan keberadaannya saja. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi mengenai angkutan umum ini. Akhir-akhir ini terjadi penurunan jumlah penumpang yang menggunakan jasa angkutan umum yang semakin menurun. Dan tentunya akan berakibat pada memburuknya pelayanan terhadap pengguna jasanya.
ISBN 979.9243.80.7
561
Prioutono Puguh Putranto, Djoko Setijowarno, Rudatin Ruktiningsih
Pemikiran untuk membuat angkutan umum yang nyaman, murah dan tepat waktu sudah saatnya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Karena angkutan umum sebagai alat transportasi publik dapat memberikan pelayanan kepada segenap atau seluruh lapisan kelompok masyarakat, tanpa memandanag strata sosial. 1.2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kinerja angkutan umum saat ini di Kabupaten Sragen dengan melalui kajian evaluasi angkutan umum ini.
2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Angkutan Umum penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota (bus, minibus, dsb), kereta api, angkutan air dan angkutan udara (Warpani, 1990). Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (pasal 1) menyebutkan, angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan kendaraan. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 pasal 1 dijelaskan, bahwa kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Sementara menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum (1996), angkutan kota adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan menggunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur. Tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah, dan nyaman. Selain itu, keberadaan angkutan umum penumpang juga membuka lapangan kerja. Ditinjau dengan kacamata perlalu-lintasan, keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan pribadi. Hal ini dimungkinkan angkutan umum penumpang bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang. Banyaknya penumpang menyebabkan biaya per penumpang dapat ditekan serendah mungkin (Warpani, 1990). Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 tahun 2003 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, ada beberapa kriteria yang berkenaan dengan angkutan umum. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang. Bus Besar, adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 9 meter. Bus Sedang, adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5 sampai dengan 9 meter. Bus Kecil, adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 9 s/d 16 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan 4 – 6,5 562
ISBN 979.9243.80.7
Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum di Kabupaten Sragen
meter. Mobil Penumpang, adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyakbanyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. Penetapan jaringan dilakukan berdasarkan jaringan transportasi jalan dengan mempertimbangkan: a. bangkitan dan tarikan perjalanan pada daerah asal dan tujuan; b. jenis pelayanan angkutan; c. hirarki kelas jalan yang sama dan/atau yang lebih tinggi sesuai ketentuan kelas jalan yang berlaku; d. tipe terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya dan simpul transportasi lainnya, yang meliputi bandar udara, pelabuhan dan stasiun kereta api; e. tingkat pelayanan jalan yang berupa perbandingan antara kapasitas jalan dan volume lalu lintas. Kriteria penetapan jaringan trayek, meliputi: a. titik asal dan tujuan merupakan titik terjauh; b. berawal dan berakhir pada tipe terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya; c. lintasan yang dilalui tetap dan sesuai dengan kelas jalan. 2.2. Permasalahan angkutan umum Angkutan umum perkotaan merupakan salah satu tulang punggung (backbone) ekonomi perkotaan untuk menjadikan kota yang baik dapat ditandai dengan melihat sistem angkutan umum perkotaannya (Creeswell, 1979 dalam Tamin, 2002; hal 3). Beberapa pokok permasalahan yang timbul menurut Tamin (2002) dalam pengoperasian angkutan umum perkotaan adalah sebagai berikut. a. penumpang menginginkan sarana angkutan umum yang tersedia cukup banyak, murah tarifnya, cepat, aman dan nyaman, b. pemilik angkutan menginginkan keuntungan yang semaksimal mungkin dengan menaikkan penumpang sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kepentingan penumpang, c. pengemudi menginginkan pendapatan yang besar sehingga dapat memenuhi setorannya pada pemilik dan mendapatkan upah yang cukup, d. Tidak sesuainya jumlah armada yang ada dengan kebutuhan pergerakan penumpang yang ada, e. Hal lainnya yaitu faktor ketidakdisiplinan pengemudi dan pungutan liar (pungli) angkutan umum, serta gesekan dengan konflik sosial juga menjadi permasalahan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pemilik jasa angkutan umum sebenarnya tidak mempunyai kemampuan untuk mengestimasi investasinya terlebih dahulu, apakah usaha ini memberikan keuntungan atau tidak yang berarti mereka melaksanakan usaha hanya berdasarkan prinsip coba-coba/spekulasi saja. Rendahnya tarif angkutan penumpang dan besarnya biaya operasi kendaraan menyebabkan penumpang pada saat ini seakan-akan disubsidi oleh pengemudi. 2.3 Pola jaringan pelayanan/trayek angkutan umum Idealnya penyelenggaraan angkutan umum perkotaan didasarkan pada jaringan trayek yang terhirarki sesuai dengan pola dan besar pergerakan penumpang yang hendak dilayani. Pola perjalanan angkutan penumpang di perkotaan sangat dipengaruhi oleh tata ruang yang di-set untuk kota tersebut, karena lokasi ruang kegiatan dan perumahan akan sangat mempengaruhi asal-tujuan perjalanan yang dilakukan. ISBN 979.9243.80.7
563
Prioutono Puguh Putranto, Djoko Setijowarno, Rudatin Ruktiningsih
Terdapat sejumlah sistem generik jaringan trayek angkutan umum yang dapat diadopsi untuk diaplikasi di Sragen, sebagaimana disampaikan pada Gambar 1.
Sistem rute bentuk grid
Sistem rute bentuk modifikasi radial
Sistem rute bentuk radial
Sistem rute bentuk teritorial
Gambar 1. Konfigurasi jaringan atau sistem rute Sumber : Khisty and Lall (1998) Pada prinsipnya, dalam hirarki sistem angkutan umum, maka armada yang lebih kecil menjadi pengumpan (feeder) bagi sistem angkutan yang lebih besar. Contoh angkutan pengumpang ini adalah angkot yang berkapasitas rendah digunakan untuk melayani angkutan jarak dekat, melakukan penetrasi di jalan kecil dan melayani koridor yang kebutuhannya tidak terlalu besar (misalnya angkutan pinggir kota atau perintis ke kawasan baru dan sebagainya). Sistem untuk pengumpang masih sangat flexible dan bisa dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Selanjutnya, tingkat yang lebih tinggi (misalnya bus) digunakan untuk melayani angkutan yang berjarak cukup jauh tapi kebutuhannya tidak begitu besar. Dan akhirnya, tingkat yang berkapasitas paling tinggi (misalnya kereta api) digunakan untuk melayani angkutan pada koridor yang sangat tinggi kebutuhannya. 2.4. Waktu antara kendaraan (headway) Headway adalah waktu atau jarak antara satu kendaraan angkutan umum dengan angkutan umum lain yang berurutan di belakangnya pada suatu rute yang sama. Headway ideal 5-10 menit dan headway puncak 2-5 menit. 2.5. Tingkat isian Tingkat isian (load factor) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk pada satu satuan tertentu. Load factor didasarkan pada asumsi daya angkut angkutan kota dengan jumlah tempat duduk.
3. METODOLOGI Pada kajian evaluasi ini untuk memudahkan di dalam penganalisaan, dibutuhkan sebuah metodologi penelitian yang merupakan bagian dari skematis alur pikir. Secara umum metodologi pada kajian ini memiliki diagram alir diberikan sebagai berikut.
564
ISBN 979.9243.80.7
Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum di Kabupaten Sragen
Mulai Permasalahan Pengumpulan data
DINAMIS
STATIS
Analisis data dan pembahasan
Rekomendasi
Gambar 2. Diagram alir penelitian
4. PEMBAHASAN 4.1. Umum Pengkajian trayek ini dilakukan setelah mendapat arahan dari hasil pengkajian data eksisting mengenai trayek yang ada di Kabupaten Sragen. Pengkajian kondisi ideal dari suatu trayek dikaitkan dengan arahan kebijakan mengenai trayek maupun studi atau teori mengenai jaringan trayek. Pengkajian ini terbagi menjadi jaringan trayek dan penataan angkutan umum. Pendekatan yang menjadi pertimbangan penting adalah tingkat isian (load factor), round time, frekuensi layanan, demand, dan tarif. Informasi itu diambil melalui kegiatan survey dinamis dan didukung dengan survey statis pada titik strategis pada ruas jalan tertentu dan terminal. Analisis kajian kebutuhan armada optimal dan jaringan trayek optimal dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhan optimal berdasarkan demand dan service oriented. Mekanisme pasar dan layanan hanya sebagai bahan pendukung dan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan armada optimal. 4.2. Pendekatan statis Pendekatan statis, digunakan sebagai pengukur tingkat isian angkutan umum serta headway antar angkutan umum yang melewati suatu titik ruas jalan yang ditinjau. Untuk satu angkutan ditinjau berdasarkan angkutan yang ditinjau. Namun untuk kebutuhan kajian ini ditinjau berdasarkan jenis angkutan yang ada. Sebagai tolok ukur mengenai headway dan tingkat isian rata-rata angkutan umum berdasarkan pengamatan di lapangan untuk sembilan ruas jalan yang dianggap vital sebagai pelayanan angkutan umum diberikan sebagai berikut (lihat Gambar 3).
ISBN 979.9243.80.7
565
Prioutono Puguh Putranto, Djoko Setijowarno, Rudatin Ruktiningsih
100 90 80 70 MPU Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar
Persentase
60 50 40 30 20 10
S ra ge nS ol o
B at uj am us
Jl .S G em uk ow ol on at gi S um be rla w an g G em ol on gP lu pu h Ta no nG ab ug an
R in g
R oa d
U ta ra
(S in e) S ra ge nN gr am pa R l in g R oa d S el at an
0
Ruas jalan
Gambar 3. Kondisi load factor angkutan pada ruas jalan terpilih Sumber: Hasil survey diolah (2006) Dari hasil pengamatan di lapangan, pada ruas jalan vital yang dianggap strategis, kondisi tingkat isian (load factor) angkutan umum kebanyakan kurang dari 70 persen. Kecuali untuk angkutan bus kecil yang melintasi ring road utara Sragen, nilai rata-rata load factor angkutan di ruas jalan ini sekitar 41,44 persen (diperkirakan 40-50 persen) pada saat kondisi normal (tidak saat anak sekolah masuk dan keluar). Kondisi load factor yang dialami untuk masing-masing jenis kendaraan memiliki kisaran 35-45 persen kapasitas tempat duduk yang disediakan. Hasil ini sesuai dengan fakta yang didapat dari hasil wawancara oleh beberapa sopir angkutan umum bahwa tingkat isian rata-rata tinggal separuh dari tempat duduk yang ada. Kondisi ini jauh di bawah ideal, yakni tingkat isian 70 persen. Headway rata-rata pelayanan angkutan umum di ruas jalan diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Headway angkutan umum No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9
Ruas jalan MPU Ring Road Utara (Sine) Sragen-Ngrampal 2 Ring Road Selatan 8 Batujamus Jl. Sukowati 3 Gemolong-Sumberlawang Gemolong-Plupuh 1 Tanon-Gabugan Sragen-Solo 4 Rata-rata 5,4 Sumber: Hasil survey diolah (2006) Catatan: MPU adalah mobil penumpang umum
Bus kecil 5 3 5 26 2 4 20 4 15 9,27
Bus sedang 6 7 5
Bus besar 3 6 4
7 6 8 6,4
4 4,7
Rata-rata 4,67 4,25 5,50 26,00 2,50 5,50 12,00 4,00 7,75
Headway angkutan umum seperti yang diberikan di atas masih dalam kondisi normal dengan nilai rata-rata keseluruhan mendapatkan angkutan umum sekitar 8 menit. Dilihat kondisi ruas jaringan untuk wilayah Batujamus memiliki headway yang tidak terlalu baik (maksimum pelayanan 15 menit). Dan untuk Jl. Sukowati memiliki headway terlalu cepat, yakni 2,5 menit. Meskipun demikian secara keseluruhan kondisi headway angkutan umum ini relatif baik.
566
ISBN 979.9243.80.7
Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum di Kabupaten Sragen
Untuk kondisi statis selain pada ruas jalan juga ditinjau kondisi di terminal yang terdapat di wilayah Kabupaten Sragen. Pada kajian ini dipilih enam terminal yang dianggap dapat mewakili terminal pelayanan angkutan umum yang ada. Keenam terminal ini merupakan terminal yang memiliki dukungan penting dalam menangani perpindahan moda. Tingkat isian yang diberikan pada masing-masing terminal diberikan pada Tabel 2. berikut. Tabel 2. Tingkat isian pada simpul transportasi (orang) Terminal
Angkudes
AKDP
AKAP
8 5 1 5 4 8
10 4 2 2 -
14 3 39 37 -
Gemolong Batujamus Gondang Sumber lawang Pilangsari Pasar Punder
Sumber: Hasil survey diolah (2006)
Banyaknya penumpang rata-rata dalam satu angkutan yang masuk di setiap terminal angkutan bus dapat dilihat pada tabel di atas. Untuk besaran load factor rata-rata masing-masing untuk terminal diberikan pada tabel sebagai berikut. Tabel 3 Load factor pada simpul transportasi Terminal Gemolong Batujamus Gondang Sumber lawang Pilangsari Pasar Bunder
Angkudes 60,12 29,57 3,84 14,42 24,31 54,18
AKDP 38,25 16,51 8,44 9,24 -
AKAP 27,25 23,15 77,61 74,56 -
Rata-rata 41,87 29,57 14,5 33,49 36,04 54,18
Sumber: Hasil survey diolah (2006)
Melihat tabel di atas, kondisi rata-rata load factor di simpul transportasi tidak jauh berbeda kondisinya dengan rata-rata di ruas jalan. Kondisi ini juga rata-rata masih di bawah kondisi ideal. Rata-rata load factor di simpul transportasi ini mencapai 35 persen. 4.3.Pendekatan dinamis Pendekatan dinamis, merupakan pendekatan berdasarkan data yang diambil melalui kondisi di dalam angkutan umum. Dalam pendekatan ini dilakukan melalui survey naik-turun penumpang angkutan umum yang bertujuan untuk mendapatkan kondisi tingkat isian di dalam angkutan umum itu. Dari hasil pendekatan dinamis dapat diketahui penumpang rata-rata untuk setiap angkutan adalah enam penumpang dengan tingkat load factor rata-rata sekitar 41,09 persen. Kondisi ini juga tidak berbeda jauh dengan hasil yang didapat dari survey statis melalui perwakilan di beberapa titik ruas jalan. Load factor yang paling rendah berada pada trayek Pasar Bunder-Dumpit-Pondok dengan tingkat isian sebesar 18,75 persen dan yang paling tinggi pada trayek Pasar Bunder-Sukodono-Pojok dengan sebesar 70,26 persen.
ISBN 979.9243.80.7
567
Prioutono Puguh Putranto, Djoko Setijowarno, Rudatin Ruktiningsih
Tabel 4 Demand penumpang untuk rute per angkutan umum terpilih No.
Rute
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Pasar Bunder-Balong Pasar Bunder-Batujamus Pasar Bunder-Bulu Pasar Bunder-Dumpit-Pondok Sragen-Gondang-Winong-Jambean-Sukorejo Pasar Bunder-Kedawung Pasar Bunder-Pengkok Pasar Bunder-Pilangsari Pasar Bunder-Sukodono-Pojok Pasar Bunder-Jambanan-Tenggak Banaran-Wonotolo-Pasar Bunder Gronong-Masaran-Bulu Gemolong-Gawan-Kecik Gemolong-Kemukus-Gilirejo Gemolong-Sangiran-Plupuh Gemolong-Slogo-Gabugan Gemolong-Tegaldowo-Plupuh Gemolong-Wonorejo-Batangan Sragen-Dungpet-Sukodono Sragen-Gabugan-Sumberlawang Sragen-Gemolong Sragen-Gendingan-Walikukun-Ngrambe Sragen-Gondang-Winong-Sine Sragen-Kedungpit-Gesi-Sanggrahan Sragen-Karangpelon Sragen-Mondokan-Mondokan-Sukodono Sragen-Tangen-Galeh SragenTangen-Jenar-Banyuurip-Galeh Tangen-Sukodono Pasar Bunder-Wareg-Bayanan Rata-rata
Pulang 23 4 7 12 20 10 12 7 37 12 8 2 10*) 13 19*) 12 10 5 13 47 22 38 24 24 7*) 35 25 20 10 7
Pergi 11 19 10 4 11 10 6 4 34 6 6 7 11 13 4 5 11 16 18 37 13 9 12 7 22 9 9
Penumpang rata-rata
Load factor
5 5 6 2 5 6 5 3 12 7 3 3 5 7 5 6 5 4 6 11 7 6 5 10 4 5 10 7 5 3 6
39,01 45,88 48,84 18,75 29,57 50,83 42,50 24,58 70,26 55,00 21,77 23,33 44,44 60,02 38,88 47,22 39,72 29,54 48,47 43,42 38,67 34,79 31,51 57,35 33,33 27,69 60,29 40,95 45,00 21,77 41,09
*) jaringan model loop Sumber: hasil survey diolah (2006)
4.4. Analisis kebutuhan angkutan umum Pada dasarnya di dalam evaluasi trayek tidak semua trayek harus diubah total sesuai dengan trayek yang ideal. Hal ini digunakan untuk menghindari dampak sosial yang besar. Hanya trayek yang benar-benar dibutuhkan untuk dilakukan penataan saja yang harus disesuaikan dengan perkiraan kebutuhan arnada dalam struktur jaringan angkutan umum yang direncanakan. Kebutuhan angkutan umum yang sesuai diusulkan yaitu dengan penampangan satu buah trayek baru, menggabungan trayek sebanyak 15 rute angkutan serta, menambah jaringan pada trayek yang sudah ada juga sebanyak satu buah trayek. Dalam hal ini pengubahan rute angkutan umum tidak dihilangkan melainkan dialihkan dengan menggabungkan beberapa trayek yang ada karena terjadinya penumpukan trayek yang cukup banyak pada jalur itu, sehingga tidak efektif dan optimum. Dari hasil perhitungan angkutan umum yang diberikan di atas, memberikan hasil kebutuhan angkutan umum yang sebagai berikut (lihat Tabel 5).
568
ISBN 979.9243.80.7
Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum di Kabupaten Sragen
Tabel 5. Kebutuhan armada angkutan umum per trayek No.
Trayek
Armada Kebutuhan armada
+/-
1. Pasar Bunder – Pilangsari
34
8
26
2. Pasar Bunder – Bulu
27
13
14
3. Pasar Bunder - Nglangon - Wonokerso
4
3
1
4. Pasar Bunder – Kedawung
14
7
7
5. Pasar Bunder – Pengkok
13
6
7
6. Gemolong - Sangiran – Plupuh-Masaran
9
6
3
7. Gemolong - Wonorejo - Batangan
10
4
6
8. Gemolong – Kemukus – Gilirejo
10
6
4
9. Gemolong - Gawan – Kecik 10. Gemolong – Kaliapang
7 3
7 3
0 0
11. Gemolong – Slogo – Gabugan
10
5
5
12. Banaran – Wonotolo - Pasar Bunder
15
5
10
13. Gronong - Masaran – Bulu
11
4
7
14. Pasar Bunder - Dungpit - Pondok
16
7
9
15. Pasar Bunder - Jambanan – Tenggak
14
8
6
16. Pasar Bunder – Wareg – Bayanan
10
7
3
17. Pasar Bunder - Jenggrik – Karangpelem
12
5
7
18. Nguwer - Karanglo – Jambangan
2
3
-1
19. Dawung – Tangen - Gesi – Sukodono
7
5
3
20. Galeh – Banyuurip - Jenar – Tangen
7
4
3
21. Sragen - Tanon - Sukodono - Mondokan – Sumberlawang 22. Sragen - Tanon - Sukodono – Gesi-Tangen – Banaran
11 2
8 11
3 -9
23. Gemolong-Tanon-Sumberlawang
0
5
-5
24. Sragen - Tanon - Gemolong – Plupuh
2
9
-7
25. Sragen - Tanon - Gemolong – Miri-Sumberlawang
3
7
-4
26. Sragen - Tanon - Gemolong – Kedungwuni
1
8
-7
27. Sragen – Kedungupit - Gesi – Towo
6
5
1
28. Sragen - Kd.upit - Jati Tengah - Sukodono – Jambangan
2
6
-4
29. Sragen - Kd.upit - Jati Tengah - Sukodono – Mondokan
2
6
-4
30. Sragen - Kd.upit - Sukodono – Nglembu
11
6
5
31. Sragen – Tangen – Jenar
2
7
-5
32. Sragen – Tangen – Gesi
2
5
-3
33. Sragen – Tangen – Galeh
20
12
8
34. Sragen – Tangen - Galeh - Jenar – Banyuurip
2
7
-5
35. Batujamus - Sragen - Banaran
1
7
-6
36. Jambangan - Batujamus – Sragen - Tangen - Galeh
6
5
1
37. Sragen - Batujamus – Jambangan – Grompol
1
6
-5
38. Sragen – Banaran
29
12
17
39. Sragen – Banaran – Gondang – Winong
1
7
-6
40. Sragen - Gondang - Winong
5
6
-1
41. Sragen - Gondang - Winong - Jambean – Sukorejo 42. Sragen – Sambirejo – Balong - Batujamus
21 1
9 6
12 -5
43. Sragen - Batujamus - Kerjo - Jambangan
10
5
5
44. Sragen – Sambirejo – Balong - Sragen – Tangen
1
8
-7
Kebutuhan total angkutan umum secara keseluruhan sekitar 308 armada. Tetapi ada 96 trayek yang diusulkan dipangkas (lihat Tabel 6).
ISBN 979.9243.80.7
569
Prioutono Puguh Putranto, Djoko Setijowarno, Rudatin Ruktiningsih
Tabel 6. Usulan trayek yang dipangkas No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Trayek Sragen - Tanon – Sukodono Sragen - Tanon - Sukodono – Gesi Sragen - Tanon - Sukodono - Sb.lawang - Gemolong Sragen - Tanon - Gemolong Sragen - Tanon - Sumberlawang Sragen – Tangen - Jenar - Banyuurip - Galeh Sragen – Tangen - Gesi - Sukodono - Sb.lawang - Tanon Sragen – Tangen - Gesi - Sukodono - Tanon - Plupuh Sragen - Batujamus - Banaran - Tangen - Galeh Batujamus - Sragen - Tangen - Galeh Sragen - Batujamus – Jambangan Sragen - Banaran - Tangen – Galeh Sragen - Sambirejo – Balong Sargen – Tanon – Sumberlawang Tanon – Jekani - Kedawung - Ngroto Total armada
Armada 17 1 2 5 3 9 3 3 1 1 3 3 22 17 6 96
Dinas Perhubungan Kab. Sragen (2006)
Dari total keseluruhan armada yang beroperasi, kelebihan armada keseluruhan mencapai 170 armada angkutan dari keseluruhan pelayanan armada pada trayek yang ada saat ini. Hal ini menunjukkan, kelebihan armada angkutan umum diperkirakan mencapai 35 persen dari jumlah angkutan yang ada saat ini.
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan 1. Saat ini berdasarkan hasil analisis didapatkan load faktor rata-rata baik statis berkisar antara 35-50 persen. Untuk kondisi load factor dinamis rata-rata berkisar sampai 41,09 persen. Sedangkan untuk tingkat isian di simpul transportasi (terminal) baik bus datang maupun pergi mencapai 35 persen. 2. Dari hasil perhitungan dan analisis, kebutuhan armada angkutan umum yang ada di Kabupaten Sragen mencapai 308 armada. Dari kondisi angkutan yang ada saat ini, kelebihan armada keseluruhan mencapai 170 armada. Hal ini menunjukkan terdapat pemangkasan armada sekitar 35 persen dari jumlah keseluruhan armada mencapai 478 armada. 5.2. Rekomendasi Beberapa hal yang direkomendasikan sebagai bagian dari kesimpulan studi yang dilakukan dijabarkan antara lain sebagai berikut. 1. Perubahan armada yang direncanakan harus dilakukan dengan pendekatan sosial yang harus benar-benar diperhatikan, hal ini untuk menghindari terjadinya gejolak sosial dari operator angkutan umum yang ada. 2. Perlu solusi pengguna kelebihan armada angkutan yang ada (170 armada), hal ini dapat diusulkan dialihkan untuk lintas perbatasan (seijin Gubernur), atau benarbenar dinon- aktifkan dengan tidak memperpanjang ijin trayek saat armada dinilai sudah tidak layak jalan/tidak diremajakan. Apabila ini terjadi diperlukan pemikiran lapangan usaha alternatif yang dapat menampung pekerja pada angkutan tersebut untuk menimalisir dampak sosial yang diakibatkan 570
ISBN 979.9243.80.7
Studi Evaluasi Operasi Angkutan Umum di Kabupaten Sragen
3. Diperlukan kebijakan pemerintah daerah yang mengatur armada, masa perpanjangan ijin dan batasan umur kendaraan angkutan untuk dapat lebih mudah mengatur jumlah armada yang beroperasi 4. Konsep pemberian subsidi terhadap penumpang angkutan umum perlu mulai dikenalkan.
6. DAFTAR PUSTAKA 1. Khisty and Lall (1998), Transportation Engineering An Introduction, Edisi kedua, Prentice Hall, Inc, New Jersey. 2. Tamin (2002), Manajemen Kebutuhan Transportasi (MKT) Sebagai Salah Satu Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Di Kota-Kota Besar Indonesia, makalah disampaikan dalam Orasi Ilmiah Teknik Sipil ITB, Penerbit ITB, Bandung 3. Warpani, Suwardjoko (1990), Merencanakan Sistem Perangkutan, Penerbit Institut Teknologi Bandung , Bandung 4. Dinas Perhubungan Kab. Sragen (2006), Penataan dan Kebutuhan Angkutan Umum Kabupaten Sragen, Laporan Akhir, Dinas Perhubungan Kabupaten Sragen 5. Ditjenhubdat (1996), Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan 6. Undang-Undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 7. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan 8. Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 tahun 2003 tentang Penyelengaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum
ISBN 979.9243.80.7
571