STUDI EFEK MATRIKS SENYAWA GLUKOSA, ASAM ASKORBAT, ION Fe(II) DAN Zn(II) DALAM ANALISIS VITAMIN E SECARA SPEKTROFOTOMETRI
Suwari*
ABSTRACT The aim of the research mainly is to investigated the selectivity and limit of tolerance of method to handle the material interference both single and mixed compound matrix, and to test the accuration of method by recovery test. This research give results that the existance of single matrix, namely Fe(II), Zn(II), ascorbic acid and glucose by 15, 30, 15 and 3 times of vitamin E concentration, respectively, not give interference effect to quality of vitamin E analysis. Morever, the presence of Fe(II), ascorbic acid and glucose cause the result of analysis higher than that of true value of vitamin E concentration. The comparision result indicated that glucose is the strongest effect of interference and the weakest is Zn(II). Beside that, the matix combination of glucose, ascorbic acid, Fe(II), and Zn(II) by half to two times of vitamin E concentration is no significant influence to deviation of analysis result. Whereas, the increase concentration of mixed matrix compound more than three times that of vitamin E concentration can reduse the accuration of the method more than 17 percent. The accuracy of the proposed procedure was evaluated by using recovery test and the result is in good with 98 ± 3 of percent recovery. The Cu(II)-2,9-dimethyl-1,10-phenanthroline method, although less sensitive, is give good accuration and easy to use in conventional laboratories. Keywords: α-tocopherol, copper(II)-2,9-dimethyl-1,10-phenantroline, matrix effect ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menentukan selektivitas dan batas toleransi metode dalam mengeliminasi efek matriks baik tunggal maupun campuran serta menguji tingkat akurasi metode dengan uji perolehan kembali. Hasil penelitian menunjukan bahwa keberadaan matriks tunggal Fe(II), Zn(II), asam askorbat (AA) dan glukosa (G) masing-masing 15, 30, 15 dan 3 kali konsentrasi vitamin E, tidak memberikan efek interferensi terhadap kualitas analisis vitamin E. Keberadaan Fe(II), AA dan G dalam analisis vitamin E dapat menyebabkan interferensi positif. Hasil perbandingan menunjukan bahwa G memiliki efek interferensi paling kuat dan Zn(II) paling lemah, sedangkan kombinasi G, AA, Fe(II),dan Zn(II) sebesar 0,5 – 2 kali konsentrasi vitamin E tidak berpengaruh secara berarti terhadap penyimpangan hasil analisis. Sementara itu, peningkatan konsentrasi campuran senyawa matrik lebih dari 3 kali konsentrasi vitamin E dapat menurunkan tingkat akurasi metode lebih dari 17%. Hasil uji perolehan kembali menunjukan prosedur analisis yang diusulkan memiliki tingkat akurasi baik dengan persen rekoveri 98 ± 3. Metode Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-fenantrolin kurang sensitif, namun memiliki akurasi yang baik dan relatif sederhana. Kata Kunci: α-tokoferol, efek matriks, tembaga(II)-2,9-dimetil-1,10-fenantrolin
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
vitamin E yang juga dikenal sebagai -tokoferol merupakan vitamin penting yang ditemukan secara luas dalam
bahan-bahan biologi dan sediaan farmasi. Prosedur analisis umum vitamin E
mencakup tahap ekstraksi, safonifikasi, pemekatan dan eliminasi bahan pengganggu. Pada tahapan ini sangat beresiko terhadap hilangnya analit akibat oksidasi dan destruksi vitamin E terutama jika kadar vitamin E dalam sediaan/contoh cukup kecil. Kendala lain adalah keberadaan non-tokoferol, karotenoid dan bahan-bahan ekstra lain yang mempunyai daya reduksi harus dikoreksi atau dihilangkan sebelum analisis vitamin E dilakukan
(Lodge, et al., 2000).
Metode baku analisis vitamin E yang memanfaatkan senyawa Fe(III)-dipiridil ternyata tidak praktis dan kurang selektif dan keberadaan zat pereduksi dalam contoh yang dianalisis ikut mereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+ yang kemudian bereaksi dengan dipiridil membentuk
kompleks berwarna merah, juga terukur sebagai -tokoferol. Keberadaan metode analisis kuantitatif dengan memanfaatkan kemampuan zat-zat pengoksidasi terhadap cincin
6-hidroksikroman -tokoferol yang membentuk produk berwarna telah
banyak mendapat perhatian para peneliti (Leonard, et al., 2005). Tutem et al. (1991) berhasil mensintesis dan memanfaatkan zat pengompleks neocuproin untuk penentuan renik Cu(I) dan zat-zat pereduksi lain dalam larutan bufer asetat. Suwari (2006) berhasil memanfaatkan senyawa Fe(III)-1,10-penantrolin untuk mengoksidasi vitamin E dengan hasil yang lebih baik dibanding metode Fe(III)-dipiridil. Pilipenko (2007) juga berhasil memanfaatkan beberapa kompleks logam tipe 2,2’-bipiridil untuk keperluan analisis kimia, teknologi kimia dan biokimia berdasarkan sifat kompleks. Hasil penelitian Suwari (2006) dan Kadang (2008), menyimpulkan bahwa zat pengompleks turunan
1,10-penantrolin yaitu Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan Fe(III)-4,7-difenil-1,10-penantrolin dan Fe(III)-1,10penantrolin untuk keperluan analisis vitamin E. Zat pengompleks Cu(II)-2,9-dimetil-1,10penantrolin lebih sederhana dalam preparasi dan peralatan spektroniknya, memiliki presisi dan akurasi yang tidak berbeda nyata dengan metode sebelumnya, daya oksidasinya lebih besar, membentuk kompleks yang stabil dan mampu membedakan α-tokoferol dan α-tokoferil asetat yang umum terdapat dalam sediaan farmasi. Namun kajian tentang efek-efek matriks dari metode tersebut belum ada. Padahal kajian tersebut sangat penting untuk mengetahui selektivitas metode dan batas toleransi bahan pengganggu.
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji efek matriks dari senyawaan yang umum terdapat dalam sediaan farmasi yaitu glukosa, asam askorbat, ion Fe(II) dan Zn(II).
MATERI DAN METODE Alat dan Bahan yang Digunakan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis Cecil 2000, pH meter, neraca analitik, corong pisah, alat reflux, labu ukur, tabung reaksi, pipet eppendorf, dan sejumlah peralatan gelas lainnya. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi: α-tokoperil asetat, petrolium ringan (td 60-71 oC), 4,7-dipenil-1,10-penantrolin, alkohol teknis, gas nitrogen, α-tokoferol, dietil eter, etanol absolut, 2,9-dimetil-1,10 penantrolin, CuCl22H2O, FeCl36H2O , KOH , asam askorbat, glukosa, campuran petrolium ringan-etanol absolut (3 : 5), H3PO4, FeSO4, ZnCl2, buffer CH3COONH4 pH 7, akuades, natrium sulfat anhidrat, dan bahan untuk contoh uji yaitu larutan standar vitamin E dan sediaan farmasi Supradin dragee.
Prosedur Kerja a. Penyiapan sediaan farmasi untuk analisis Preparasi sediaan farmasi Supradyn Dragee, dilakukan dengan metode Tutem et al. (1997) termodifikasi, yaitu dengan mengubah jumlah asam askorbat dan larutan KOH sebagai penghidrolisis, dengan prosedur sebagai berikut: Tiga Supradin dragee yang masing-masing mempunyai kandungan vitamin E setara 10 mg digerus sampai halus. Kemudian dicuci dengan 60 mL akuades dan dikeringkan dalam pemanas pada suhu 50oC. Residu diekstrak dengan 30 mL dietil eter, diuapkan dan residu dilarutkan dalam 10 mL etanol absolut. Residu yang terlarut dalam etanol dihidrolisis menggunakan prosedur standar (Tutem, 1997), namun jumlah asam askorbat dipilih 0,033 g dan larutan KOH 0,03 mL. Larutan eter dari produk hidrolisis diencerkan sampai 10 mL dan berikutnya diencerkan 20 kali dengan etanol absolut sehingga larutan akhir mengandung 5 % (v/v) eter. αtokoferol dari produk hidrolisis selanjutnya dianalisis dengan prosedur spektrofotometri. *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
b. Hidolisis α-tokoperil asetat (α-TAc) Sebanyak 1,10 g α-Tac dilarutkan dalam 4,5 mL etanol absolut ditambah 0,33 g asam askorbat, kemudian dididihkan di bawah tekanan gas nitrogen dalam suatu labu. Tambahkan 1,1 mL konsentrat KOH (160 g/100 mL), refluks selama 15 menit. Labu didinginkan, kemudian ditambah dengan 25 mL air. Campuran diekstrak berturut-turut dengan 3 bagian dari 30 mL dietil eter. Fasa eter dicuci dengan air sampai fasa air netral, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat, disaring dan dipekatkan sampai volume 5 mL, akhirnya diencerkan sampai 10 mL dengan dietil eter. Hidrolisat selanjutnya dianalisis dengan metode Cu(II)-2,9-dimetil-1,10penantrolin.
Hidrolisis diulang menggunakan pereaksi blanko yang tidak mengandung α-
tokoferol asetat. c. Pembentukkan senyawa Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin Dalam labu erlenmeyer dimasukkan 10 mL larutan CuCl2 0,01 molar dan 10 mL etanol kemudian ditambahkan 25 mL larutan 2,9-dimetil-1,10-penantrolin 0,003 molar (dalam etanol) terbentuknya kompleks Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin ditandai dengan perubahan warna larutan dari jernih menjadi biru kehijauan. d. Pembuatan Kurva Kalibrasi Dalam tabung uji dimasukkan 1,0 mL larutan CuCl2 0,01 M, 2,5 mL 2,9-dimetil-1,10penantrolin 3,0 x 10-3 M, 2,6 mL etanol, 1,0 mL buffer CH3COONH4 pH 7 dan 0,4 mL larutan αtokoferol 10 ppm. Serapan (A) diukur dengan spektrofotometer. Pengukuran ini diulang dengan memvariasikan 6 nilai konsentrasi larutan standar α-tokoferol yang memberikan harga serapan (A) antara 0,2 – 0,8 pada λmaks. Kemudian dibuat grafik hubungan antara konsentrasi α-tokoferol (α-T) dengan serapan. e. Analisis α-tokoferol dengan metode Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin Dalam tabung uji dimasukkan 1,0 mL CuCl2 0,01 M, 2,5 mL larutan
2,9-dimetil-1,10-
penantrolin 3,0x10-3 M, (3,0 – x) mL etanol, 1,0 mL larutan buffer pH 7 dan x mL larutan αtokoferol dalam etanol (x = Volume larutan α-tokoferol 100 ppm dicoba 0,3 ; 0,4; 0,5; 0,6; 0,8 dan 1,0 mL). Campuran digoncang-goncang, 3 menit kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum terhadap blanko. Prosedur ini diterapkan pada analisis produk hidrolisis dari Supradin dragee. *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
f. Penentuan Efek Matriks Tunggal Dalam tabung uji dimasukkan 1,0 mL CuCl2 0,01 M, 2,5 mL larutan 2,9-dimetil-1,10penantrolin 3,0x10-3 M, 2 mL etanol, 1,0 mL larutan buffer pH 7 dan 1 mL larutan α-tokoferol 10 ppm dalam etanol dan 10 ppm Fe2+. Campuran digoncang-goncang, 3 menit kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum terhadap blanko. Prosedur ini diulang dengan mempertahankan jumlah dan konsentrasi zat selain Fe2+, sedangkan konsentrasi Fe2+ divariasi pada konsentrasi mulai 0,5 mg/l hingga batas konsentrasi yang memberikan deviasi relatif < 15%. Prosedur yang sama diterapkan dengan mengganti ion Fe2+ dengan bahan pengganggu lainnya yaitu: asam askorbat, glukosa dan ion-ion Zn2+ sebagai representatif zat pengganggu.
g. Penentuan efek matriks Campuran Prosedur uji mirip dengan point f, namun ion Fe2+ diganti dengan campuran antara zat pengganggu dengan berbagai variasi konsentrasi. Campuran yang berisi analit, pereaksi dan zat pengganggu masing-masing kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum terhadap blanko. h. Uji Recovery Tingkat akurasi metode yang dikembangkan sebagai kriteria pertama yang dipilih sesuai dengan kritera prosedur analisis yang diperbandingkan, juga dievaluasi melalui percobaan recovery vitamin E (perolehan kembali, %R), yaitu dengan menambahkan larutan standar
α-
tokoferol yang konsentrasinya diketahui ke dalam 6 sampel larutan sediaan farmasi (adisi standar) dan kemudian diukur kembali dengan spektrofotometer Cecil 2000 dan HPLC, kemudian masing-masing metode ditentukan persen recoverynya menggunakan persamaan berikut: % R = 100 (CF – CU) / CA
dengan :
CF : konsentrasi standar dan analit sampel, CU
: konsentrasi analit,
CA : konsentrasi standar yang ditambahkan (konsentrasi spike).
HASIL DAN PEMBAHASAN *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
Pembuatan kurva kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi selain bertujuan untuk menentukan konsentrasi analit dalam sampel, juga untuk mengetahui beberapa parameter kinerja prosedur analisis dari suatu metode tertentu seperti batas deteksi, linieritas, dan sensitivitas. Pada penelitian ini, kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur 6 nilai konsentrasi larutan standar α-tokoferol, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm yang telah dikomplekskan dengan Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin. Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang 450 nm. Secara grafik hasil pengukuran larutan standar α-tokoferol ditunjukkan pada Gambar 1. Persamaan regresi y = bx + a, yang diperoleh dari kurva kalibrasi larutan standar α-tokoferol adalah
A = 0,036C + 0,044. Nilai absorptivitas molar yang menunjukkan tingkat
sensitivitas metode adalah 1,55 x 104 L mol-1 cm-1, dengan standar deviasi slop (sm) 0,12%, deviasi standar regresi (sr) 1,004%, dan koefesien regresi 0,998. Hukum Lambert-beer terpenuhi pada rentang konsentrasi α-tokoferol antara 1,03 mg/l sampai 38,76 mg/l.
Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar α-tokoferol
Uji Efek Matriks Tunggal Uji efek matriks atau interferensi digunakan untuk menentukan selektivitas metode dan batas toleransi bahan pengganggu yang mampu dieliminasi oleh metode yang digunakan. Melalui uji efek matriks dapat diperoleh gambaran tentang ketangguhan suatu metode. Perbandingan selektivitas dibuat dengan membandingkan batas konsentrasi maksimum yang dapat dicapai metode pada kondisi optimumnya dalam mengeliminasi gangguan. Pada uji ini digunakan asam *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
askorbat, glukosa dan ion-ion Fe2+ dan Zn2+ sebagai representatif zat-zat pengganggu yang umum terdapat dalam sediaan farmasi.
Efek Matriks Fe(II) Hasil uji efek matriks ion Fe2+ dengan variasi konsentrasi antara 0 – 500 mg/L pada analisis tokoferol (-T) 10 mg/L ditunjukkan pada Gambar 2. 14
Deviasi Relatif (%)
12
11,79
10
9,06 9,24
8 6 4
5,85 4,52 3,58
2,26 2 1,69 1,88 1,691,88 1,69 1,41 1,22 1,03 0,84 1,12 0,75 0 0,27 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 Fe(II) added (mg/L)
Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi Fe2+ yang ditambahkan (added) dengan deviasi relatif (%E) analisis vitamin E dengan metode Cu(II)-2,9-dimetil1,10-penantrolin (metode A)
Berdasarkan hasil uji efek matriks Fe(II) ini tampak bahwa adanya bahan pengganggu Fe(II) tunggal dalam sampel hingga 15 kali kadar -tokoferol masih memberikan hasil pengukuran yang akurat dengan tingkat kesalahan ± 5%. Namun, adanya bahan pengganggu Fe(II) diatas 150 mg/L dapat menimbulkan kesalahan relatif sekitar 10%. Hal lain yang teramati dalam studi efek matriks ini adalah prilaku matriks Fe(II) bersifat interferensi positip, artinya adanya matriks Fe(II) dalam sampel mengakibatkan hasil pengukuran kadar -tokoferol menjadi lebih besar dari kadar yang seharusnya. *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
Efek Matriks Zn(II) Senyawaan Zn(II) bersama Fe(II) dan Cu(II) merupakan kelompok senyawa oligo yang umum terdapat dalam sediaan farmasi. Oleh karena itu, uji efek matriks Zn(II) sangat penting dilakukan dalam rangka mendapatkan hasil analisis yang valid dan reliabel untuk mendapatkan jaminan mutu terhadap suatu produk dan perlindungan konsumen. Pada analisis vitamin E dengan metode Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin (metode A) ini dilakukan uji efek matriks Zn(II) pada kisaran konsentrasi 0,5 – 550 mg/L. Hasil uji efek matriks Zn(II) diperlihatkan pada Gambar 3. 12,00 10,15
Deviasi Relatif (%)
10,00 9,29 8,00 7,18 6,00 4,00
5,94
3,45
2,78 2,00 1,631,72 1,34 1,25 1,15 0,770,48 0,57 0,38 0,38 0,00 0,29 0 100
3,83
200
4,41
300
400
500
600
Konsentrasi Zn(II) added (mg/L)
Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi Zn2+ added dengan %E analisis vit E dengan metode A
Berdasarkan hasil uji efek matriks Zn(II) (Gambar 3), tampak bahwa penambahan Zn(II) tunggal hingga 30 kali kadar vitamin E (-tokoferol) masih memberikan hasil akurat atau tingkat kesalahan (%E) ≤ 5%. Sementara keberadaan Zn(II) tunggal dalam contoh sebesar ≥ 40 kali kadar -tokoferol menyebabkan peningkatan deviasi relatif hingga ± 10%. Dengan demikian, pada medium netral (sesuai prosedur metode A) keberadaan Zn(II) dalam matriks contoh relatif tidak mengganggu analisis Vitamin E secara spektrofotometri.
Efek Matriks Asam Askorbat Senyawa asam askorbat merupakan kelompok senyawa pereduksi yang juga umum terdapat dalam sediaan farmasi sebagai bahan penstabil/pengisi. Sifat pereduksi senyawa tersebut sering *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
memberikan efek interferensi hasil analisis vitamin E jika metode yang digunakan tidak mampu mengeliminasi efek senyawa tersebut, terlebih jika metode yang diterapkan bekerja dalam suasana asam atau basa. Pada studi ini, uji efek matriks asam askorbat dilakukan dengan adisi asam askorbat dalam rentang 0,5 – 500 mg/L, hasil uji ini dapat dilihat pada Gambar 4. 14,00
Deviasi Relatif (%)
12,00
11,79
10,00
9,06 9,24
8,00 6,00 4,00
5,85 4,52 3,58
2,26 2,00 1,69 1,88 1,88 1,69 1,69 1,41 1,22 1,12 1,03 0,84 0,75 0,00 0 100
200
300
400
500
600
Konsentrasi As. Askorbat added (mg/L)
Gambar 4. Hubungan antara [As. Askorbat] added dengan %E analisis vitamin E dengan metode A
Gambar 4 memperlihatkan bahwa penambahan asam askorbat tunggal sebanyak 15 kali kadar tokoferol tidak memberikan efek penyimpangan yang signifikan terhadap hasil analisis, seperti ditunjukkan besaran nilai %E < 5%. Selain itu, keberadaan asam askorbat dalam contoh sebesar 20-50 kali kadar -tokoferol dapat menurunkan tingkat akurasi hasil analisis 5 % hingga 10%. Sedangkan peningkatan kandungan asam askorbat dalam matriks contoh sebesar lebih dari 50 kali kadar -tokoferol menyebabkan penyimpangan hasil analisis secara signifikan (pengkuran tidak akurat). Fakta lain yang teramati, bahwa asam askorbat memberikan efek matriks positif (interferensi positif), artinya kadar hasil analisis menjadi lebih tinggi dari nilai kadar yang sesungguhnya.
Efek Matriks Glukosa Glukosa merupakan salah satu kelompok gula pereduksi. Sifat zat pereduksi ini diduga dapat menyebabkan penyimpangan hasil analisis karena keberadaan glukosa dalam contoh ikut terukur *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
sebagai -tokoferol, terlebih jika metode yang digunakan kurang selektif. Uji efek matriks glukosa dilakukan pada rentang konsentrasi 0,5 – 200 mg/l, dengan konsentrasi vitamin E tetap 10 mg/l. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 5. Penambahan senyawa glukosa secara tunggal sebesar 3 kali kadar -tokoferol (Gambar 5) belum memberikan efek signifikan terhadap penyimpangan hasil analisis (%E < 5%). Sisi lain yang teramati, bahwa keberadaan senyawa glukosa dalam contoh ≥ 5 kali kadar -tokoferol dapat mengakibatkan penyimpangan hasil analisis lebih dari 10%. Selain itu, jika kadar glukosa dalam matriks sampel meningkat hingga lebih dari 15 kali kadar -tokoferol menyebabkan hasil analisis -tokoferol menyimpang secara signifikan. Matriks glukosa juga bersifat sebagai interferensi positif. 25,00
Deviasi Relatif (%)
20,00
19,58
15,00 13,21 10,87
10,00 6,47
5,00
4,69 4,22 3,94 3,85 2,44 2,07 1,41 1,13 1,04 0,95 0,66
0,00 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi Glukosa added (mg/L)
Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi glukosa (mg/L) added dengan %E analisis vitamin E menggunakan metode A
Uji Efek Matriks Campuran Evaluasi terhadap efek matriks campuran sangat penting untuk melihat selektivitas dan batas toleransi bahan pengganggu karena dalam matriks contoh umumnya tersusun atas beberapa komponen matriks yang cukup kompleks. Oleh karena itu, berbagai variasi komponen matriks perlu diuji untuk menilai selektivitas metode melalui perbandingan batas konsentrasi maksimum yang dapat dicapai metode pada kondisi optimumnya dalam mengeliminasi gangguan. Hasil uji efek matriks campuran asam askorbat (AA), glukosa (G), Fe(II) dan Zn(II) dengan konsentrasi sama pada rentang 2 – 30 mg/L diperlihatkan pada Gambar 6. *. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
18
17
Deviasi Relatif (%)
16 14 12 10 8 6 4,9
4
5,7
5,1
4,1
2 0 0
5
10
15
20
25
30
35
Konsentrasi tiap matriks (mg/L)
Gambar 6. Hubungan antara konsentrasi campuran matriks AA, G, Fe(II) dan Zn(II) added dengan %E analisis vit E menggunakan metode A
Berdasarkan hasil uji matriks campuran tampak bahwa campuran senyawa Glukosa, Asam Askorbat, Fe(II), dan Zn(II) masing-masing dalam rentang 2 -30 mg/liter memberi efek sinergik dibanding efek tunggal. Hal lain yang teramati adalah campuran G, AA, Fe(II), Zn(II) dalam rentang konsentrasi 2 – 20 mg/L belum memberi pengaruh signifikan terhadap penyimpangan hasil analisis (%E ± 5%), namun campuran ke empat matriks dengan konsentrasi ≥ 3 kali kadar -tokoferol mengakibatkan hasil analisis vitamin E menyimpang secara signifikan (tidak akurat, %E > 17%). Fakta lain yang teramati, bahwa kombinasi matriks AA, Fe(II), dan Zn(II) berkonsentrasi 5 - 20 mg/L dengan mempertahankan konsentrasi glukosa tetap 10 mg/L memberi efek sinergik kuat terutama jika konsentrasi Fe(II) meningkat (Gambar 7). Selain itu, kombinasi zat interferensi dengan konsentrasi sama dengan konsentrasi -tokoferol menyebabkan penyimpangan hasil analisis mendekati 10% (kurang akurat).
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
18 16,4
Deviasi Relatif (%)
16 14
15,9
13,5
12 10
10,2
9,7
8 6
5,7
5,1
4,6
4 2 A
B
C
D
E
F
G
H
Konsentrasi matriks campuran
(a)
11,00 10,24 10,24
Deviasi Relatif (%)
10,00
9,70
9,00
9,97
9,70
9,44
8,09
8,00 7,28
7,00 6,00 5,40
5,00
5,40
4,00 3,00 2,00 A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Konsentrasi matriks campuran added
b)
Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi campuran matriks AA, G, Fe(II) dan Zn(II) added dengan %E analisis vit E menggunakan metode A, (a) konsentrasi G tetap 10 mg/L, (b) konsentrasi G tetap 20 mg/L Kombinasi komponen matriks pada Gambar 7a dan 7b masingmasing ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Kombinasi matriks AA, Fe(II) dan Zn(II), konsentrasi G tetap 10 mg/L (konsentrasi
Matriks
[Askorbat]
[Fe(II)]
[Zn(II)]
Serapan (A)
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
-T 10 mg/L)
[-T] terukur
Deviasi
(%) A
5
5
5
0,418
10,46
4,6
B
5
10
5
0,422
10,57
5,7
C
5
5
10
0,420
10,51
5,1
D
10
5
5
0,437
10,97
9,7
E
20
5
5
0,451
11,35
13,5
F
20
10
5
0,462
11,64
16,4
G
20
5
10
0,439
11,02
10,2
H
20
10
10
0,460
11,59
15,9
-T 10 mg/L) Matriks
[Askorbat]
[Fe(II)]
[Zn(II)]
Deviasi Serapan (A)
[-T] terukur
(%)
A
5
5
5
0,421
10,54
5,4
B
5
10
5
0,428
10,73
7,3
C
5
5
10
0,421
10,54
5,4
D
10
5
5
0,431
10,81
8,1
E
20
5
5
0,437
10,97
9,7
F
20
10
5
0,436
10,94
9,4
G
20
5
10
0,437
10,97
9,7
H
20
10
10
0,439
11,02
10,2
I
20
20
10
0,439
11,02
10,2
J
20
20
20
0,438
10,99
9,97
Fakta lain yang dapat dikemukakan bahwa peningkatan jumlah glukosa yang ditambahkan (added) ke dalam matriks contoh hingga 3 kali konsentrasi -tokoferol, sementara konsentrasi ketiga matriks lainnya dikombinasikan antara
5-10 mg/L menyebabkan penyimpangan hasil
signifikan (Gambar 8 dan Tabel 3). 11,00
Deviasi Relatif (%)
10,80
10,78
10,60 10,51 10,40 10,24
10,20 10,00
9,97
9,80 9,60 9,40 A
B
C
D
Campuran matriks
Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi campuran matriks AA, G, Fe(II) dan Zn(II) added dengan %E (konsentrasi G tetap 30 mg/L, [-T] 10 mg/L)
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
Tabel 3.Kombinasi matriks AA, Fe(II) dan Zn(II), konsentrasi G tetap 30 mg/L (konsentrasi
Matriks
[Askorbat]
[Fe(II)]
-T 10 mg/L)
[Zn(II)]
Deviasi Serapan (A)
[-T] terukur
(%)
A
5
5
5
0,421
10,54
9,97
B
5
10
5
0,428
10,73
10,78
C
5
5
10
0,421
10,54
10,51
D
10
5
5
0,431
10,81
10,24
Dengan demikian, keberadaan glukosa dalam matriks contoh memberikan efek lebih dominan terhadap penyimpangan hasil analisis dan jika jumlah konsentrasi glukosa dalam matriks contoh sebanyak tiga kali atau lebih kadar analit vitamin E, maka meskipun keberadaan komponen ketiga matriks lainnya dalam jumlah kecil hasil analisis menjadi tidak akurat. Uji Recovery Pengujian persen perolehan kembali (recovery, %R) dilakukan untuk membandingkan kinerja metode spektrofotometri menggunakan zat pengompleks Cu(II)-2,9-dimetil-1,10-penantrolin dan metode pembanding (HPLC) dalam mengeliminasi efek matriks. Pengujian perolehan kembali dilakukan dengan mengukur serapan larutan contoh sediaan farmasi yang telah ditambahkan larutan standar -tokoferol sebelum dilakukan analisis. Dengan membandingkan nilai serapan sebelum dan sesudah ditambahkan larutan standar -tokoferol dapat diketahui persen perolehan kembali. Hasil perhitungan persen perolehan kembali (% R) ditunjukkan dalam tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan persen perolehan kembali (n=6)
Metode
Standar -T added
%R
Simpangan baku (s)
Spektrofotometri
5 μg
98 ± 3
HPLC
5 μg
95 ± 6
3 5
Berdasarkan hasil uji-t pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa, (2,78),
tuji (1,53) <
t0,95(4)
berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara recovery metode
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
spektrofotometri dengan metode HPLC. Dengan kata lain kedua metode memiliki tingkat akurasi yang tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian, metode yang dikembangkan mampu menghasilkan galat sistematis kecil, artinya pengaruh sistem seperti matriks contoh dan sistem analisis relatif tidak mempengaruhi hasil analisis kadar
-tokoferol.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Analisis vitamin E menggunakan metode spektrofotometri dengan zat pengompleks Cu(II)2,9-dimetil-1,10-penantrolin lebih menguntungkan karena metode ini sederhana, bekerja dalam medium netral dan memiliki tingkat akurasi dan tingkat presisi tinggi; 2. Keberadaan matriks tunggal Fe(II), Zn(II), Asam Askorbat dan Glukosa berturut-turut pada tingkat 15x, 30x, 15x dan 3x relatif tidak memberi efek interferensi pada hasil analisis vitamin E, deviasi relatif (%E) ≤ 5%; 3. Efek interferensi matriks Fe(II), Asam Askorbat, dan glukosa terhadap hasil analisis vitamin E secara spektrofotometri bersifat positip. Efek interferensi terkuat ditunjukkan oleh senyawa glukosa, sedangkan terlemah ditunjukkan oleh ion Zn(II); 4. Kombinasi matriks glukosa, asam Askorbat, Fe(II) dan Zn(II) bersifat sinergik, namun pada rentang 1/2 - 2 kali konsentrasi vitamin E belum memberi pengaruh signifikan pada penyimpangan hasil analisis (%E ≤ 5%). 5. Analisis vitamin E menggunakan metode spektrofotometri dengan zat pengompleks Cu(II)2,9-dimetil-1,10-penantrolin memiliki batas tolerasi dan tingkat selektivitas tinggi karena bekerja pada medium netral sehingga keberadaan zat interferen dalam matriks contoh relatif tidak mengganggu dalam analisis (% R 98 ± 3 %).
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250
DAFTAR PUSTAKA Kadang,
L.
Suwari.
1,10-Penantrolin
2008.“Pemanfaatan
untuk
Pengembangan
Zat
Pengompleks
Metode
Analisis
Turunan Vitamin
Senyawa E
Secara
Spektrofotometri”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Nusa Cendana, Kupang. Leonard, S.W., E. Gumpricht, M.W. Devereaux, R.J. Sokol and M.G. Traber. 2005. “Quantitation of Rat Liver Vitamin E Metabolites by LC-MS During High-Dose Vitamin E Administration”. Journal of Lipid Research. 46, 1068-1075. Lodge, J.K., M.G. Traber, A. Elsner and R.B. Flohe. 2000.”A Rapid Method for the Extraction and determination of Vitamin E Metabolites in Human Urine”. Journal of Lipid Research. 41, 148-154. Pilipenko, A.T. and E. R. Falendysh. 2007.”Analytical Chemistry of Metal Complexes with Nitrogen-containing Ligans of the 2,2’-bipyridyl Type”. Russian Chemical Reviews. 41. 11, 991-1008. Suwari. 2006.”Penggunaan Pengompleks Fe(III)-1,10-penantrolin pada Analisis Vitamin E dalam Sediaan farmasi Secara Spektrofotometri”. Jurnal MIPA. 3, 1, 256-266. Tutem, E. R. Apak and F. Baykut. 1991.”Spectrophotometric Determination of Trace Amounts of Copper (I) and Reducing Agents with Neocuproine in the Presence of Copper (II). Analys”t. 116, 89-94. Tutem, E. R. Apak, E. Gunaydi and K. Sozgen. 1997. “Spectrophotometric Determination of Vitamin E Using Neocuproine Reagent. Talanta. 44.
*. Staf Pengajar Pada Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknik Undana
1250