UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS HASIL REAKSI ETERIFIKASI SENYAWA L-ASAM ASKORBAT YANG BERASAL DARI BUAH BELIMBING WULUH
SKRIPSI
DWI ROMADHANAYANTI 0906601361
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI DEPOK JANUARI 2012
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS HASIL REAKSI ETERIFIKASI SENYAWA L-ASAM ASKORBAT YANG BERASAL DARI BUAH BELIMBING WULUH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
DWI ROMADHANAYANTI 0906601361
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI DEPOK JANUARI 2012 ii
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
iii
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Dwi Romadhanayanti 0906601361 Ekstensi Farmasi Analisis Hasil Reaksi Eterifikasi Senyawa LAsam Askorbat yang Berasal dari Buah Belimbing Wuluh
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Ekstensi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
Ditetapkan
: di Depok
Tanggal
: 17 Januari 2012
iv
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang mustahil dapat terhitung sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat waktu. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2.
Dra. Azizahwati, MS, selaku Ketua Program Sarjana Ekstensi yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3.
Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing I atas kesabarannya dalam membimbing penulis, memberikan petunjuk dan memberikan banyak sekali masukan selama penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
4.
Dra. Rosmaladewi, Apt., selaku pembimbing II atas berbagai masukannya yang membantu penulis mampu menyelesaian skripsi ini dengan baik.
5.
Nadia Farhanah Syafhan S.Farm., M. , selaku pembimbing akademik atas berbagai masukan dan saran selama menempuh pendidikan di departemen Farmasi UI.
6.
Drs. Hayun M.Si., selaku selaku kepala Laboratorium Kimia Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah mengizinkan penulis menggunakan ruang dan fasilitas laboratorium selama penelitian.
7.
Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas segala ilmu pengetahuan dan didikannya selama ini.
8.
Keluarga yang telah membesarkan penulis, khususnya Ayahanda Suparmo dan Ibunda Atminatun atas segenap kasih sayang serta motivasi yang tak ternilai harganya.
9.
Rekan-rekan mahasiswa farmasi ekstensi UI 2009 atas ukhuwah yang terbina indah selama ini, terutama kepada seluruh teman-teman Laboratorium Kimia Kuanti lantai 3. v
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
10. Seluruh laboran dan karyawan Dept. Farmasi FMIPA UI terutama kepada bpk. Rustam, bpk. Suroto, bpk. Ma’ruf atas seluruh waktu dan bantuannya, terutama selama proses penelitian. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis akan senang hati menerima segala kritik dan saran demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis 2011
vi
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: : : : : :
Dwi Romadhanayanti 0906601361 Ekstensi Farmasi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Hasil Reaksi Eterifikasi Senyawa L-Asam Askorbat yang Berasal dari Buah Belimbing Wuluh. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vii
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: Dwi Romadhanayanti : Ekstensi Farmasi : Analisis Hasil Reaksi Eterifikasi Senyawa L-Asam Askorbat yang Berasal dari Buah Belimbing Wuluh
L-asam askorbat adalah antioksidan alami dan penangkap radikal yang melindungi komponen seluler terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dan oksigen aktif. Namun, L-asam askorbat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan oksigen di udara menyebabkan hilangnya aktivitas dan juga tidak larut dalam minyak, sehingga memiliki penggunaan terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa etil askorbil eter dari L-asam askorbat yang berasal dari buah belimbing wuluh hasil reaksi eterifikasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar L-asam askorbat baik dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. Dari hasil analisis didapat kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan hasil pengeringannya masingmasing sebesar (33,29 ± 0,513) % b/v dan (27,31 ± 0,124) % b/b. Kondisi analisis ini dilakukan dengan menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit, panjang gelombang 248 nm dengan kolom C-18. Dari hasil analisis kualitatif didapat waktu retensi dari senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah 2,706 menit dan dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah 2,505 menit dan 2,719 menit. Lalu secara kuantitatif didapat bahwa kadar dari senyawa etil askorbil eter dari standar asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b.
Kata kunci xiv + 74 halaman Bibiliografi
: L-Asam Askorbat, Etil Askorbil Eter, KCKT ; 26 gambar; 11 tabel; 9 lampiran : 31 (1973-2011)
viii
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT Name Study program Title
: Dwi Romadhanayanti : Pharmacy Extension : Analysis The Result of Etherification of L-Ascorbic Acid from the Carambola Wuluh Fruit
L-Ascorbic acid is a natural antioxidant and radical scavenger that protects cellular components of oxidative damage by free radicals and active oxygen. However, L-ascorbic acid is easily oxidized by heat, light and oxygen in the air led to the loss of activity and also does not dissolve in the oil, so it has a limited use. The aim of study was to obtain ethyl ascorbyl ether of L-ascorbic acid compound from carambola wuluh fruit that was result of etherification and then analyzed qualitative and quantitative with chromatography liquid high performance. The research was initiated with determination of the levels of Lascorbic acid in filtrate and the result of dried from carambola wuluh fruit filtrate. From the analysis of L-ascorbic acid levels in the filtrate and dried result were obtained, respectively (33.29 ± 0.513)% w/v and (27.31 ± 0.124)% w/w. The condition analysis was performed using mobile phase acetonitrile-water (4:6 v /v), flow rate 1.0 ml/min, wavelength 248 nm with the C-18 column. The results of qualitative analysis were obtained the retention time of ethyl ascorbyl ether compounds of etherification from the L-ascorbic acid standard was 2.706 minutes and from L-ascorbic acid in the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was 2.505 minutes and 2.719 minutes. Then quantitatively obtained that the levels of ethyl ascorbyl ether from standard L-ascorbic acid was (21.36 ± 0.555)% w/w and the powder from dried result of carambola wuluh fruit filtrate was (10.29 ± 0.082)% w/w.
Keyword xiv + 74 pages Bibiliography
: L-Ascorbic Acid, Ethyl Ascorbyl Ether, HPLC ; 26 figures; 11 tables; 9 appendixs : 31 (1973-2011)
ix
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... KATA PENGANTAR...................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..................... ABSTRAK........................................................................................................ ABSTRACT...................................................................................................... DAFTAR ISI..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR........................................................................................ DAFTAR TABEL............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ii iii iv v vii viii ix x xi xiii xiv
BAB 1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1.2. Tujuan.............................................................................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2.1. Asam Askorbat............................................................................... 2.2. Belimbing Wuluh........................................................................... 2.3. Etil Askorbil Eter........................................................................... 2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.................................................. 2.5. Metode Analisis Untuk Asam Askorbat dan Senyawa Turunannya.....................................................................................
3 3 7 10 11
BAB 3. METODE PENELITIAN.................................................................. 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 3.2. Alat................................................................................................. 3.3. Bahan.............................................................................................. 3.4. Cara Kerja.......................................................................................
18 18 18 18 20
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 26 4.1. Hasil................................................................................................ 26 4.2. Pembahasan..................................................................................... 29 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 5.1. Kesimpulan..................................................................................... 5.2. Saran...............................................................................................
34 34 34
DAFTAR ACUAN.......................................................................................... . 35
x
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7.
Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5.
Gambar 4.6 Gambar 4.7.
Gambar 4.8.
Gambar 4.9.
Rumus bangun L-asam askorbat........................................... Degradasi vitamin C pada kondisi aerob.............................. Degradasi vitamin C pada kondisi anaerob.......................... Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)....................... Rumus bangun etil askorbil eter........................................... Alat kromatografi cair kinerja tinggi (Shimadzu)................. Alat spektrofotometer UV-1601 (Shimadzu)....................... Alat TLC-Scanner (CAMAG-3)........................................... Alat frezze dryer.................................................................... Alat moisture analyzer.......................................................... Buah belimbing wuluh yang diambil dari Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik), Bogor.................. Filtrat buah belimbing wuluh (a), hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh (b), hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat (c), hasil reaksi eterifikasi dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh (d) ............................................................................................... Hasil fluroresensi.................................................................. Spektrum serapan L-asam askorbat 12,09 ppm dalam pelarut aquabidestilata........................................................... Spektrum serapan etil askorbil eter 12,05 ppm dalam pelarut aquabidestilata........................................................... Spektrum serapan gabungan (overlay).................................. Kromatogram KLT-Densitometri larutan standar L-asam askorbat, dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada panjang gelombang 266 nm dengan fase gerak butanol-asam asetat glasial-air (5:1:1)................. Spektrum serapan (a) L-asam askorbat, dan (b) serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada lempeng KLT pada kondisi analisis...................................... Kromatogram filtrat buah belimbing wuluh 10,01 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitrilair (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm.................................................. Kromatogram serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh 6,03 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm.......................................................................................... Kromatogram standar L-asam askorbat 12,09 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air xi
3 5 6 7 10 38 39 39 40 40 41
42 43 44 45 46
47 48
49
50
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.10.
Gambar 4.11.
Gambar 4.12.
Gambar 4.13. Gambar 4.14.
(4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm................................................................ Kromatogram standar etil askorbil eter 12,05 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm................................................................ Kromatogram senyawa hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat 10,30 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm.......................................................................................... Kromatogram senyawa hasil reaksi eterifikasi dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh 10,30 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm................................................................ Kurva kalibrasi L-asam askorbat.......................................... Kurva kalibrasi etil askorbil eter...........................................
xii
51
52
53
54 55 56
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4.
Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10.
Kandungan gizi pada buah belimbing wuluh tiap 100 gram....................................................................................... Data kurva kalibrasi L-asam askorbat................................... Data kurva kalibrasi etil askorbil eter................................... Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis dan ukuran efisiensi kolom standar L-asam askorbat dan etil askorbil eter pada berbagai kondisi....................................... Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis, ukuran efisiensi kolom, dan resolusi L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih.................................. Hasil penetapan kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh..................................................................................... Harga Rf standar L-asam askorbat dan L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dari berbagai fase gerak............................................. Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis, ukuran efisiensi kolom dan resolusi senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat dan Lasam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih...................................................................... ........... Hasil penetapan kadar senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi............................................................................... Kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh diukur secara termogravimetri.................................................................... Kadar air dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh diukur menggunakan moisture analyzer.................................................................................
xiii
9 57 58 59
60 61 62
63 64 65 65
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Cara memperoleh persamaan regresi linier .......................... Cara perhitungan simpangan baku, standar deviasi dan koefisien variasi.................................................................... Cara perhitungan kadar dalam sampel................................. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi.................................................................................... Skema reaksi eterifikasi L-asam askorbat............................. Sertifikat analisis L-asam askorbat ...................................... Sertifikat analisis etil askorbil eter........................................ Sertifikat analisis natrium borohidrat.................................... Sertifikat determinasi............................................................
xiv
66 67 68 69 70 71 72 73 74
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Radikal bebas merupakan molekul yang kehilangan elektron, sewajarnya,
setiap molekul memiliki elektron yang berpasangan. Akan tetapi, pada radikal bebas, molekul hanya memiliki satu elektron yang menyebabkannya berusaha “mencuri” elektron dari molekul lain. Hal inilah yang menjadikan molekul tersebut tidak stabil yang pada akhirnya mampu menyerang dan merusak molekul pada sel-sel yang sehat (Kumalaningsih, 2006). Faktor lingkungan seperti halnya udara yang dipenuhi asap rokok, asap kendaraan bermotor dan asap dari industri, radiasi sinar ultraviolet dan selain itu bahan-bahan makanan yang terkontaminasi oleh pupuk anorganik atau pestisida, semuanya merupakan faktor yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas (Winasari, 2005). Dalam kondisi normal, radikal bebas dapat dieliminasi oleh sistem pertahanan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Kumalaningsih, 2006). L-asam askorbat adalah antioksidan alami dan penangkap radikal yang melindungi komponen seluler terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dan oksigen aktif. Hal ini ditandai dengan 1-oxo-2-ena-2,3-diol (aci-reductone) elemen struktur yang bertanggung jawab atas efek antioksidan L-asam askorbat (Horst et al., 2011). L-asam askorbat merupakan bahan bioaktif yang memiliki antioksidatif dengan aktivitas yang kuat, yang telah digunakan sebagai obat dan dapat juga diterapkan untuk kosmetik, karena kegiatan fisiologis yang luas L-asam askorbat juga dapat menghambat akumulasi pigmen melanik, yang dikenal sebagai kloasma atau menyebabkan bintik-bintik. Selain itu, L-asam askorbat juga telah digunakan untuk mencegah pencoklatan makanan (Andarwulan dan Sutrisno, 1992). 1
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
2 Terlepas dari pentingnya fisiologis dan biokimia, L-asam askorbat telah banyak digunakan sebagai antioksidan. Namun, L-asam askorbat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya dan oksigen di udara menyebabkan hilangnya aktivitas dan juga tidak larut dalam minyak, sehingga memiliki penggunaan terbatas. Secara khusus, L-asam askorbat lebih mudah teroksidasi dalam fase air (Andarwulan dan Sutrisno, 1992). Sifat lipofilik yang rendah dari L-asam askorbat dan kerentanan terhadap degradasi termal dan mudah untuk teroksidasi membatasi ruang lingkup dan telah meningkatkan ketertarikan yang cukup besar untuk membuat turunan L-asam askorbat dengan stabilitas dan lipofilisitas meningkat (Horst et al., 2011). Beberapa turunan L-asam askorbat yang sering digunakan yaitu natrium askorbil fosfat, askorbil glukosida dan etil askorbil eter. Ketiga senyawa turunan L-asam askorbat merupakan senyawa yang lebih stabil bila dibandingkan dengan L-asam askorbat sendiri. Belimbing wuluh termasuk jenis tanaman yang diperoleh dengan mudah di halaman rumah, tetapi sampai saat ini masih terbatas penggunaannya. Belimbing wuluh banyak mengandung vitamin C yang sangat baik sebagai zat antioksidan. Vitamin C pada buah belimbing wuluh terkonsentrasi pada kulit dan daging buah bagian luar yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C mencapai puncaknya menjelang buah matang (Prahasta, 2009). Tiap 100 gram buah belimbing wuluh mengandung 52 mg asam askorbat (Lingga, 1985). Karena senyawa ini tidak stabil maka dapat diubah menjadi turunannya yaitu etil askorbil eter yang lebih stabil dengan menggunakan reaksi eterifikasi.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Menetapkan kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. 1.2.2. Identifikasi dan menetapkan kadar senyawa etil askorbil eter hasil reaksi eterifikasi L-asam askorbat yang berasal dari buah belimbing wuluh.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asam Askorbat 2.1.1. Monografi (Farmakope Indonesia, 1995)
HO O
O
HO HO
OH
[sumber : Farmakope Indonesia, 1995, telah diolah kembali]
Gambar 2.1. Rumus bangun L-asam askorbat Vitamin C mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O6 Rumus Molekul
: C6H8O6
Bobot Molekul
: 176,13
Sinonim
: Vitamin C; L-asam askorbat
Pemerian
: Hablur atau serbuk putih atau agak kuning,
tidak berbau, rasa asam. Oleh
pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap Kelarutan
: Larut dalam 3,5 bagian air, dalam 25 bagian alkohol, dan dalam 10 bagian metil alkohol, tidak larut dalam eter, kloroform dan benzen.
Keasaman
: Larutan 5% memiliki pH antara 2,2 – 2,5
Suhu lebur
: Lebih kurang 190°C
3
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
4 Asam askorbat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi kuat. Sifat-sifat tersebut disebabkan adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk asam askorbat yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memiliki 10% aktivitas asam askorbat. Biasanya D-asam askorbat ditambah ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber asam askorbat (Andarwulan dan Sutrisno, 1992). L-asam askorbat merupakan bentuk vitamin C yang berasal dari sumber alami. Ini adalah bentuk paling umum tersedia dari vitamin, dan dapat ditemukan dalam sumber makanan alami seperti jeruk, paprika manis dan melon. D-asam askorbat adalah bentuk sintetis dari vitamin C. Jenis vitamin C ini disintesis di laboratorium dan tidak ada dalam sumber makanan alami (L-ascorbic acid, 2012). 2.1.2. Fungsi Vitamin C dalam sediaan kosmetik dapat melindungi kulit terhadap UV akibat radikal bebas yang menyebabkan penuaan kulit. Selain itu, vitamin C juga dapat menghambat oksidasi DOPA sehingga menghambat pembentukan eumelanin yang menyebabkan kulit menjadi gelap (Hashmi, 1973). Vitamin C juga berperan sebagai kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dengan memindahkan elektron ke ion logam dari suatu enzim yang harus berada dalam keadaan tereduksi. Salah satu contohnya adalah vitamin C mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin pada sintesis kolagen, yaitu protein bahan penunjang utama dalam tulang rawan dan jaringan ikat. Bila sintesis kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding pembuluh yang berakibat perdarahan (Walker dan Edwards, 2003).
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
5 2.1.3. Stabilitas dalam Larutan Vitamin C sangat tidak stabil dalam bentuk larutan. Larutan vitamin C mudah teroksidasi oleh udara. Oksidasi dapat dipercepat dengan adanya cahaya, panas, basa dan ion logam terutama Cu 2+ dan Fe3+. Degradasi vitamin C dapat terjadi pada kondisi aerob dan anaerob. Pada kondisi aerob, vitamin C akan teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan reaksi ini bersifat reversibel. Asam dehidroaskorbat ini dapat mengalami hidrolisis yang bersifat irreversibel menjadi asam 2,3-diketogulonat dan kemudian teroksidasi menjadi asam oksalat yang sudah tidak memiliki aktivitas antiskorbut (Connors et al., 1992).
OH
HO
oksidasi
OH HC CH2OH
O
O
HO
O
L-asam askorbat
hidrolisis
OH HC CH2OH
CH3
O
O
C
O
C
O
HC OH HC
asam dehidroaskorbat
OH
CH2OH
Asam 2,3 diketogulonat
[sumber : Connors et al., 1992, telah diolah kembali]
Gambar 2.2. Degradasi vitamin C pada kondisi aerob
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
6
Sedangkan pada kondisi anaerob, vitamin C akan mengalami dehidrasi dan hidrolisis menghasilkan furfural dan karbondioksida. Pada keadaan anaerob, kecepatan oksidasi vitamin C mencapai maksimum pada pH 4 dan menurun sampai mencapai minimum pH 2 (Connors et al., 1992). OH
HO OH HC CH2OH
O
O
HO
oksidasi
HC
O
CH2OH
L-asam askorbat
O
O
OH O
+ H2O
O
O
O
asam dehidroaskorbat
O H2O
+
CO2
O
+
C COOH
CH O
OH
furfural
[sumber : Connors et al., 1992, telah diolah kembali]
Gambar 2.3. Degradasi vitamin C pada kondisi anaerob
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
7
2.2. Belimbing Wuluh
[sumber : Bogor, 2011]
Gambar 2.4. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L)
2.2.1. Taksonomi (Prahasta, 2009) Belimbing wuluh dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Oxalidales
Famili
: Oxalidaceae
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi L.
2.2.2. Deskripsi Tanaman (Prahasta, 2009) Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar, mempunyai garis tengah sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang
tumbuh liar di daratan rendah sampai 500 m dari permukaan laut. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tumbuh yang tidak ternaungi namun cukup lembab. Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjolbenjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun yang Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
8
bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong, ujung runcing, pangkal memundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar. Bunga kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong persegi, panjang 4-6 cm, warnanya hijau kekuningan. Biji bentuknya bulat telur, gepeng dan rasa buahnya asam. 2.2.3. Nama Lokal (Prahasta, 2009) Limeng, selimeng, thlimeng (Aceh); selemeng (Gayo); asom, belimbing, balimbing (Batak); malimbi (Nias); balimbieng (Minangkabau); belimbing asam (Melayu); balimbing (Lampung), calincing, balingbing (Sunda); balimbing wuluh (Jawa); blingbing buluh (Bali). 2.2.4. Kandungan Zat Aktif (Prahasta, 2009) Batang
: saponin, tanin, glukoside, kalsium oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase.
Daun
: tanin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, asam oksalat, dan kalium.
Buah
: protein, lemak, sukrose, asam oksalat, asam sitrat, mineral (kalsium, fosfor, besi), serta vitamin (A, B, dan C). Dalam 100 gr buah belimbing wuluh mengandung 52 mg asam askorbat (Lingga, 1985).
2.2.5. Kandungan Gizi Buah Belimbing Wuluh (Lingga, 1985) Kandungan zat gizi yang ada pada buah belimbing wuluh cukup banyak sehingga bila tidak dimanfaatkan dengan baik akan sia-sia serta dibuang dengan percuma. Adapun kandungan zat gizi yang terdapat dalam buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
9
Tabel 2.1. Kandungan gizi pada buah belimbing wuluh tiap 100 gram Komponen
Jumlah
Energi (kal)
32
Karbohidrat (gr)
7
Protein (gr)
0,4
Vitamin C (mg)
52
Kalsium (mg)
10
Phospor (mg)
10
Zat Besi (mg)
1,0
[sumber : Lingga, 1985]
2.2.6. Manfaat (Prahasta, 2009) Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berasal dari Amerika tropis. Buah ini memiliki banyak khasiat bagi kesehatan, di antaranya mengobati diabetes melitus, kolesterol, dan hipertensi. Dalam farmakologi Cina tumbuhan belimbing wuluh dapat menghilangkan rasa sakit, anti radang, peluruh kencing, dan astringent. Orang yang bermasalah pada ginjalnya harus menghindari mengkonsumsi buah ini karena mengandung asam oksalat. Jus belimbing wuluh lebih berbahaya karena konsentrasi asam yang tinggi. Orang yang memiliki kolesterol tinggi atau penderita diabetes harus menghindari buah ini, karena kandungan gulanya tinggi. Bagi yang tahan terhadap asam dan tidak mengidap sakit mag, jus belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah tinggi bila diminum setiap hari satu sendok makan. Belimbing wuluh mengandung vitamin C paling tinggi. Viamin C sangat baik sebagai zat antioksidan. Vitamin C pada belimbing wuluh terkonsentrasi pada kulit dan daging buah bagian luar yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C mencapai puncaknya menjelang buah matang. Selain sumber vitamin C, belimbing wuluh kaya akan serat, khususnya pektin.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
10
2.3. Etil Askorbil Eter (www.cosmetics.basf.de/pdf, 2011) 2.3.1. Etil Askorbil Eter OH O
O
HO O
OH
H3C [sumber : www.cosmetics.basf.de/pdf, 2011, telah diolah kembali]
Gambar 2.5. Rumus bangun etil askorbil eter Sinonim
: 3-O-Ethyl-L-ascorbic acid; 3-O-Ethyl ascorbyl ether
Rumus Molekul
: C8H12O6
Berat Molekul
: 204,18
Pemerian
: serbuk kristal atau kristal yang berwarna putih dan tidak berbau
Kelarutan
: sangat larut dalam air ( 10 %), larut dalam etanol
Titik leleh
: 111-116°C
2.3.2. Efektifitas Senyawa Etil Askorbil Eter ( Spec-Chem Ind, 2011) Etil askorbil eter merupakan senyawa turunan eter dari asam askorbat, yang merupakan bentuk turunan dari asam askorbat yang paling sempurna. Senyawa ini sangat stabil dalam struktur kimianya, turunan asam askorbat yang stabil dan tidak mudah teroksidasi, selain itu senyawa ini dapat masuk melalui kulit dan dapat dimetabolisme dalam tubuh sebagai asam askorbat. Sehingga menghasilkan efek yang lebih baik dibandingkan asam askorbat murni. Etil askorbil eter merupakan bentuk senyawa yang memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik, dan lebih banyak digunakan dalam formulasi kosmetik. Sifat dari etil Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
11
askorbil eter yang paling penting dapat mudah masuk ke dalam dermis dan menghasilkan efek biologi, sedangkan bentuk murni dari senyawa asam askorbat tidak dapat masuk dan melalui dermis. Sehingga hal ini menyebabkan etil askorbil eter menjadi pilihan sebagai senyawa kimia dalam pembuatan formulasi kosmetik. Hal di bawah ini merupakan sifat yang dimiliki oleh etil askorbil eter : a.
Memiliki efek sebagai bahan pemutih, dapat menghambat aktivitas tyrosinase.
b.
Memiliki efek antioksidan yang tinggi.
c.
Bentuk turunan asam askorbat yang stabil.
d.
Memiliki struktur yang dapat menghasilkan sifat lipofilik dan hidrofilik.
e.
Dapat memperbaiki sel-sel kulit, dengan cara mempercepat sintesis kolagen.
2.4. Kromatogafi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri-industri makanan (Ganjar dan Rohman, 2007). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu dalam cairan biologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintesis atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi, memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan senyawa dalam suatu campuran, memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran, kontrol kualitas dan mengikuti jalannya reaksi sintesis (Ganjar dan Rohman, 2007). Adapun kelebihan metode ini dibandingkan metode lain yaitu (Harmita, 2006): 1. Waktu analisis cepat 2. Daya pisahnya baik 3. Peka Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
12
4. Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi 5. Kolom dapat dipakai kembali 6. Dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil 7. Mudah untuk memperoleh kembali cuplikan 8. Dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Ganjar dan Rohman, 2007). Alat KCKT terdiri dari beberapa bagian, yaitu pompa, injektor, kolom, dan detektor (Harmita, 2006). 1.
Pompa Pompa digunakan untuk analisis kuantitatif yang harus terbuat dari bahan
inert terhadap komponen fase gerak dan mampu memberikan fase gerak dengan laju yang konstan dengan fluktuasi yang minimal selama periode yang lama. 2.
Injektor Injektor berfungsi untuk memasukkan cuplikan ke dalam kolom.
3.
Kolom Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kolom
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kolom analitik (diameter dalam 2-6 mm) dan kolom preparatif (diameter dalam 6 mm atau lebih). 4.
Detektor Detektor berfungsi untuk mendeteksi atau mengidentifikasi komponen
yang ada dalam eluat dan mengukur jumlahnya. Idealnya, suatu detektor yang baik mempunyai sifat respon universal (dapat diaplikasikan pada semua analit), sensitivitas tinggi, respon tidak dipengaruhi variasi parameter (suhu, tekanan, kecepatan alir), tidak merusak analit, tidak mahal (harga, biaya operasi, dan perawatan), dan mudah digunakan serta dapat dipercaya.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
13
5.
Integrator Integrator berfungsi untuk menghitung luas puncak. Integrator terbagi dua,
yaitu integrator piringan yang bekerja secara mekanik dan integrator digital yang dapat memberikan ketelitian yang tinggi dan waktu integrasi yang singkat. Hampir semua jenis campuran dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. (Ganjar dan Rohman, 2007) 1). Fase gerak pada KCKT (Ganjar dan Rohman, 2007) Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik. Secara umum fase gerak yang baik harus mempunyai sifat murni, tidak bereaksi dengan kolom, dapat melarutkan cuplikan, selektif terhadap komponen, Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
14
viskositasnya rendah, harganya wajar dan dapat memisahkan zat dengan baik. (Harmita, 2006) 2). Fase diam pada KCKT (Ganjar dan Rohman, 2007) Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-Si). Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. 2.5. Metode Analisis untuk Asam Askorbat dan Senyawa Turunannya 2.5.1. Kromatografi Kertas (Andarwulan dan Sutrisno, 1992) Vitamin C dipisahkan dari zat pereduksi lain menggunakan kromatografi kertas. Bercak yang dihasilkan dipotong dan warna dari bercak dielusi dengan aqua
destillata.
Larutan
kemudian
ditetapkan
kadarnya dengan metode
kolorimetri. Fase Gerak
:
butanol-asam asetat-air = (4:1:5)
Deteksi
: 1. 2,2’-bipiridil 0,2% dalam kloroform 2. Seri klorida 0,1% dalam HCl 0,5%.
2.5.2. Teknik Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis a.
Penetapan Kadar Askorbil Fosfat dan Asam Askorbat dalam Larutan Topikal Vitamin C secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri (Dian, 2006) Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
15
b.
Fase Diam
: Lempeng silika gel 60 F 254
Fase Gerak
: metanol-air = (85:17)
Deteksi
: KLT densitometri 244 nm
Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Vitamin C dalam Minuman Suplemen (Fachrisa, 2006)
c.
Fase Diam
: Lempeng silika gel 60F 254
Fase Gerak
: etanol – asam asetat 10 % = (90:10)
Deteksi
: KLT densitometri pada 273 nm
Penetapan Kadar Vitamin C dan Turunannya dalam Larutan Topikal secara KLT-Densitometri (Rafika, 2006). Fase Diam
: Lempeng KLT Silika gel 60 F 254 ukuran 20 x 20 cm
d.
Fase Gerak
: butanol-asam asetat-air = (5:1:1)
Deteksi
: UV pada 254 nm
Menurut Stahl (1969) Fase Diam
: Silika gel G atau GF 254
Fase Gerak
:
1. asam asetat-aseton-metanol-benzen = (5:5:20:70) 2. etanol-asam asetat 10% = (90:10) Deteksi e.
: UV pada 365 nm
Menurut Hashmi (1973) Fase Diam
: Kiesel gel G
Fase Gerak
:
1. asam asetat-aseton-metanol-benzen=(1,5:1,5:5:12) 2. etanol Deteksi
: Larutan o-phenyldiamin 1% dalam asam asetat atau Etanol Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
16
2.5.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) a.
Penetapan Kadar Sediaan Tablet Vitamin C secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Spektrofluorometri (Widihasmining, 2000)
b.
Metode
: Fase Terbalik
Fase Diam
: Bondclone 10µ CHO
Fase Gerak
: metanol-air = (3:7)
Detektor
: UV Vis pada 240 nm
Penetapan Kadar Tujuh Vitamin Larut Air dalam “Tarhana”, Makanan Sereal Tradisional Turki, secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ekinci dan Kadakal, 2002)
c.
Metode
: Fase Terbalik
Fase Diam
: Sep-Pak C18
Fase Gerak
: KH2PO4 (pH 7)- metanol = (90:10)
Detektor
: UV Vis pada 265 nm.
Penetapan Kadar Vitamin B dan Vitamin C Dalam Sediaan Multivitamin Menggunakan HPLC fase terbalik (Siong dan Khor, 1996) Metode
: Fase Terbalik
Fase Diam
: C18 Bondapak
Fase Gerak
: metanol-asam
asetat
glasial-air
=
(26,5:0,5:73) Detektor
: UV Vis pada 265 nm, 290 nm, dan 340 nm
d.
Penetapan Kadar Vitamin C, -Karoten, Riboflavin dalam Lima Jenis Sayur Organik (Cheah Sook Fun, 2003) Metode
: Fase Terbalik
Fase Diam
: Hipersil C18 (ODS)
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
17
Fase Gerak
:
1. 0,1 M potasium asetat, pH 4,9 2. Asetonitril-air = (50:50) Detektor e.
: UV Vis 254 nm
Analisis Asam Organik dalam Lima Jus Jeruk Berbeda secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik (Nour dan Trandafir, 2010) Metode
: Fase Terbalik
Fase Diam
: Hypersil Gold aQ
Fase Gerak
: KH2PO4 (pH 2,8) 50 mM
Detektor
: UV Vis 254 nm
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas MIPA Universitas Indonesia, dan dilaksanakan dari bulan September hingga Desember 2011. 3.2. Alat Seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu, LC-6A) yang terdiri dari kolom KromasilTM C-18 dengan dimensi kolom 250 x 4,6 mm dan ukuran partikel 5 m, detektor UV SPD-6A serta pemroses data Class-GC, Syringe 20
l (Hamilton Co.Nevada), Spektrofotometer UV-1601 (Shimadzu),
Bejana kromatografi lapis tipis (Camag), mikrokapiler 2 µL (Camag), KLTDensitometri (Camag), komputer, printer, UV kabinet (Camag), neraca analitik (Acculab ALC-210.4), freeze dryer, pipet volume, termometer, juicer, pengaduk magnetik (Barnstead Thermolyne Cimarec), labu destilasi, kain flanel, oven, cawan (crusible) porselin dengan penutup, alat pengukur kadar air moisture analyzer (Amb 50, adam USA) dan alat-alat gelas. 3.3.
Bahan Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dari Balitro (Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik), Bogor, L-asam askorbat, etil askorbil eter, aquabidest (Brataco), asetonitril p.a (Merck), metanol p.a (Merck), etanol p.a (Merck), butanol p.a (Merck), asam asetat glasial p.a (Merck), etil asetat p.a (Merck), NaOH (Merck), NaBH4 (Merck), Na2CO3 (Merck), HCl (p) 37% (Merck), lempeng KLT Silika gel 60 F 254 ukuran 20 x 20 cm (Merck). 3.3.1. Persiapan Filtrat Buah Belimbing Wuluh Belimbing wuluh yang akan digunakan diperoleh dari daerah Bogor. Belimbing wuluh yang dipilih adalah belimbing yang panjangnya rata-rata berukuran 6 cm dan diameternya rata-rata 2 cm, memiliki berat yang seragam 18
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
19 sekitar 18-20 gram, kondisi baik tidak cacat, dan hampir matang. Setelah itu buah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam alat juicer, dan hasilnya diperas dengan menggunakan kain flanel sehingga didapatkan filtrat dari buah belimbing wuluh. 3.3.2. Pengeringan Filtrat Buah Belimbing Wuluh Secara Frezze Dry Filtrat yang telah didapat dilakukan pengeringan secara frezze dry pada temperatur -99°C, di mana filtrat dimasukkan ke dalam botol penampung yang menggunakan penutup yang dihubungkan dengan alatnya. Proses pengeringan ini dilakukan selama 5 hari. 3.3.3. Penyiapan Larutan 3.3.3.1. Pembuatan Larutan Induk L-Asam Askorbat Ditimbang secara seksama ± 50,0 mg standar L-asam askorbat, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan dilarutkan dengan aquabidest, lalu tambahkan kembali sampai tanda batas labu ukur. Diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 µg/ml. Labu ukur ditutup dengan aluminium foil, lalu disimpan pada tempat yang gelap. Dilakukan pengenceran untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi tertentu. 3.3.3.2. Pembuatan Larutan Induk Etil Askorbil Eter Ditimbang secara seksama ± 50,0 mg standar etil askorbil eter, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml dan dilarutkan dengan aquabidest, lalu tambahkan kembali sampai batas labu ukur. Diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 µg/ml. Dilakukan pengenceran untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi tertentu. 3.3.3.3. Pembuatan Larutan NaOH 6% Di timbang secara seksama ± 3,5 gram NaOH dan dimasukkan ke dalam beaker gelas 100,0 ml, kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 58,0 ml. Diperoleh larutan NaOH 6%. Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
20 3.3.3.4. Pembuatan Larutan Na2CO3 10 % Di timbang secara seksama ± 5 gram Na2CO3 dan dimasukkan ke dalam beaker gelas 50,0 ml, kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 50,0 ml. Diperoleh larutan Na2CO3 10%. 3.4. Cara Kerja 3.4.1. Penetapan Kadar Air dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh 3.4.1.1. Penetapan Kadar Air dalam Filtrat Buah Belimbing Wuluh secara Termogravimetri (Milyasari, 2010) Penetapan kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh dilakukan dengan metode termogravimetri. Penetapan kadar ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Cawan porselin dengan penutup (crusible) yang digunakan dipanaskan dahulu dalam oven pada temperatur 100-105°C kurang lebih 15 menit untuk menghilangkan kadar airnya, kemudian cawan disimpan dalam desikator kurang lebih 10 menit. Cawan tersebut selanjutnya ditimbang dan dilakukan perlakuan yang sama sampai diperoleh berat cawan yang konstan. Filtrat buah belimbing wuluh yang telah disediakan kurang lebih 5,0 ml dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan yang berisi sampel ditimbang kembali. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperatur 100105°C selama 5 jam. Sampel yang kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel tersebut dipanaskan kembali dalam oven kurang lebih 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan. Kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan : a = berat konstan cawan kosong (cawan + tutup) b = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (cawan + tutup) c = berat konstan cawan + sampel setelah dikeringkan (cawan + tutup) Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
21 3.4.1.2. Penetapan Kadar Air dalam Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Kadar air ditentukan dengan menggunakan alat moisture analyzer. Alat dipanaskan terlebih dulu selama kurang lebih 3 menit. Parameter pada alat diatur dan temperatur diatur menjadi 105°C. Serbuk hasil pengeringan filtrat buah belimbing wuluh ditimbang kurang lebih 1 g dan diletakkan di atas aluminium dalam alat. Alat kemudian dinyalakan dan akan menunjukkan nilai kadar air setelah mencapai nilai kadar air yang konstan. 3.4.2. Pemilihan Panjang Gelombang Optimum L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Larutan standar L-asam askorbat dan etil askorbil eter dalam aquabidest dibuat dengan konsentrasi 12 ppm. Lalu dibuat kurva serapannya dengan mengukur serapan larutan standar pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Dari kurva serapan akan didapat panjang gelombang maksimum dari L-asam askorbat dan etil askorbil eter. 3.4.3. Optimasi Kondisi Analisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 3.4.3.1. Pemilihan Fase Gerak Larutan standar dari L-asam askorbat dan etil askorbil eter dengan konsentrasi masing-masing 12 ppm disuntikkan ke alat KCKT sebanyak 20 µl dengan kecepatan alir 0,8 dan 1,0 ml/menit dan fase gerak berikut: 1.
metanol-air
= (7:3 v/v)
2.
metanol-asam asetat glasial-air
= (26,5 :0,5:73 v/v/v )
3.
asetonitril-air
= (4:6 v/v)
Kemudian ditentukan komposisi fase gerak yang memberikan hasil pemisahan terbaik sebagai kondisi terpilih. 3.4.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan induk dari L-asam askorbat dan etil askorbil eter 1000 ppm yang telah disiapkan, kemudian dipipet 10,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml kemudian dilarutkan dan ditambahkan sampai batas dengan aquabidest untuk Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
22 mendapatkan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan standar 100 ppm, dibuat kurva kalibrasi dengan konsentrasi 1;2; 4; 6; 8; 10; 12 ppm dalam labu ukur 50,0 ml. Masing-masing larutan lalu disuntikkan sebanyak 20 l ke alat KCKT dengan kondisi terpilih. Lakukan analisis hubungan antara konsentrasi dan luas puncak (area) sehingga didapat persamaan garis linear y=a+bx. Hitung koefisien korelasi (r) dari persamaan garis linier. 3.4.3.3. Penetapan Kadar L-Asam Askorbat dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 3.4.3.3.1. Penetapan Kadar L-Asam Askorbat dalam Filtrat Buah Belimbing Wuluh Filtrat yang didapat disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kemudian supernatannya diambil dan ditimbang dengan seksama ± 500,0 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu dilarutkan dan ditambahkan sampai batas dengan aquabidest. Setelah itu, disaring terlebih dahulu dengan penyaring millipore Whatman 41. Setelah disaring dipipet 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu ditambahkan aquabidest sampai batas labu ukur untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya dipipet 1,0 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan ditambahkan aquabidest untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm, kemudian disuntikkan sebanyak 20 µl ke alat KCKT dalam kondisi yang terpilih yang memberikan pemisahan yang terbaik. Waktu retensi yang didapat dibandingkan dengan standar L-asam askorbat. Penetapan kadar dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). 3.4.3.3.2. Penetapan Kadar L-Asam Askorbat dalam Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Filtrat yang dikeringkan dengan menggunakan frezze dryer, kemudian di oven vakum pada temperatur 40°C, kemudian serbuk yang didapat ditimbang seksama ± 50,0 mg dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml, kemudian dilarutkan Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
23 dan ditambahkan sampai batas dengan aquabidest. Lalu larutan disaring dengan penyaring millipore Whatman 41, dan dipipet sebanyak 10,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml untuk mendapatkan larutan 100 ppm. Kemudian larutan 100 ppm dipipet kembali 3,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml untuk mendapatkan larutan 6 ppm. Larutan 6 ppm disuntikkan sebanyak 20 µl ke alat KCKT dalam kondisi yang terpilih yang memberikan pemisahan yang terbaik. Waktu retensi yang didapat dibandingkan dengan standar L-asam askorbat. Penetapan kadar dilakukan sebanyak tiga kali (triplo). 3.4.4. Analisis
Kualitatif
L-Asam
Askorbat
dalam
Serbuk
Hasil
Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh secara Kromatografi Lapis Tipis Standar L-asam askorbat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh masing-masing ditimbang 50,0 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml, kemudian dilarutkan dengan metanol dan ditambahkan metanol kembali sampai batas untuk mendapatkan larutan induk 1000 ppm. Kemudian larutan induk 1000 ppm, dipipet 5,0 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml lalu ditambahkan kembali metanol sampai batas untuk mendapatkan larutan standar 500 ppm. Kemudian ditotolkan pada lempeng KLT yang telah diaktivasi dengan pemanasan pada temperatur 100°C selama 30 menit dengan volume penotolan 2µl dengan jarak penotolan 1 cm dengan fase gerak butanol-asam asetat glasial-air = ( 5:1:1) dan metanol-air = (8,5:1,5). Kemudian di elusi dengan variasi fase gerak. Setelah elusi selesai, kemudian bercak yang didapat di deteksi pada UV dengan panjang gelombang 200-400 nm dengan menggunakan TLC-Scanner Camag 3. Lalu bandingkan harga Rf dari standar L-asam askorbat dan sampel serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
24 3.4.5. Pembentukan Etil Askorbil Eter Hasil Reaksi Eterifikasi 3.4.5.1. Eterifikasi L-Asam Askorbat Metode eterifikasi L-asam askorbat ini diambil dari jurnal mengenai perubahan senyawa vanilin menjadi vanilil etil eter hasil karya Akira dan Toshio pada tahun 1980. Sebanyak 0,76 (0,005 mol) g L-asam askorbat dan 6 g (0,1 mol) etanol ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi 250,0 ml yang telah berisi stirrer. Kemudian ditambahkan larutan NaOH 6% ke dalam labu destilasi dan dilarutkan dengan alat pengaduk magnetik dengan pengaturan temperatur 35°C. Setelah itu dilakukan pengadukan selama lebih kurang 1 jam. Kemudian ditambahkan lebih kurang 0,095 g (0,0025 mol) NaBH4 ke dalam labu destilasi, lalu dilakukan pengadukan dan dijaga pada temperatur 35°C selama 4 jam. Setelah 4 jam pada temperatur ruang ditambahkan HCl
(p)
37% sebanyak lebih
kurang 9,0 ml sampai pH Asam (2-0). Kemudian dilakukan pengadukan pada temperatur 70°C selama 1 jam. Pada temperatur ruang lalu ditambahkan larutan natrium karbonat 10% sebanyak 5,0 ml sampai pH netral. Lalu larutan dimasukkan ke dalam corong pisah 250,0 ml, dan kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan larutan etil asetat. Diambil lapisan atas, kemudian larutan dievaporasi untuk menguapkan pelarutnya dan didapat serbuk kering. 3.4.5.2. Eterifikasi L-Asam Askorbat yang Terkandung dalam Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Metode eterifikasi L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh ini diambil dari jurnal mengenai perubahan senyawa vanilin menjadi vanilil etil eter hasil karya Akira dan Toshio pada tahun 1980. Sebanyak 0,76 (0,005 mol) g serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dan 6 g (0,1 mol) etanol ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi 250,0 ml yang telah berisi stirrer. Kemudian ditambahkan larutan NaOH 6% ke dalam labu destilasi dan dilarutkan dengan alat pengaduk magnetik dengan pengaturan temperatur 35°C. Setelah itu dilakukan pengadukan selama lebih kurang 1 jam. Kemudian ditambahkan lebih kurang 0,095 g (0,0025 mol) Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
25 NaBH4 ke dalam labu destilasi, lalu dilakukan pengadukan dan dijaga pada temperatur 35°C selama 4 jam. Setelah 4 jam pada temperatur ruang ditambahkan HCl
(p)
37% sebanyak lebih kurang 9,0 ml sampai pH Asam (2-0). Kemudian
dilakukan pengadukan pada temperatur 70°C selama 1 jam. Pada temperatur ruang lalu ditambahkan larutan natrium karbonat 10% sebanyak 5,0 ml sampai pH netral. Lalu larutan dimasukkan ke dalam corong pisah 250,0 ml, dan kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan larutan etil asetat. Diambil lapisan atas, kemudian larutan dievaporasi untuk menguapkan pelarutnya dan didapat serbuk kering. 3.4.6. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Etil Askorbil Eter dalam Senyawa Hasil Reaksi Eterifikasi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Senyawa hasil reaksi eterifikasi yang didapat ditimbang ± 10,0 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan dilarutkan dengan aquabidest lalu ditambahkan sampai batas untuk mendapatkan larutan 1000 ppm. Setelah itu disaring terlebih dahulu dengan penyaring millipore Whatman 41. Larutan yang telah disaring dipipet 1,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan ditambahkan aquabidest sampai batas. Kemudian dipipet larutan 100 ppm sebanyak 1,0 ml, masukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan ditambahkan aquabidest untuk mendapatkan larutan 10 ppm. Larutan 10 ppm disuntikkan sebanyak 20 µl ke alat KCKT dalam kondisi yang terpilih yang memberikan pemisahan yang terbaik. Waktu retensi yang didapat dibandingkan dengan larutan standar etil askorbil eter.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penetapan Kadar Air dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Penetapan kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh dilakukan secara termogravimetri, penetapan kadar air ini dilakukan sebanyak tiga kali terhadap sampel filtrat buah belimbing wuluh. Hasil analisis dari masing-masing sampel didapat kadar air sebesar 97,27 ; 95,84; dan 96,30%. Setelah dilakukan pengeringan terhadap filtrat buah belimbing wuluh dilakukan penetapan kadar air dengan menggunakan moisture analyzer, dari hasil pengukuran dengan alat tersebut didapat kadar air dalam sampel serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh yaitu sebesar 10,78%. Data selengkapnya mengenai kadar air dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan 4.10. 4.1.2. Panjang Gelombang Optimum L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Panjang
gelombang
maksimum
L-asam
askorbat
dalam
pelarut
aquabidestilata adalah 265 nm. Spektrum serapan L-asam askorbat 12,09 ppm dalam pelarut aquabidestilata dapat dilihat pada Gambar 4.2. Panjang gelombang maksimum etil askorbil eter dalam aquabidestilata adalah 245 nm. Spektrum serapan etil askorbil eter 12,05 ppm dalam pelarut aquabidestilata dapat dilihat pada Gambar 4.3. Spektrum serapan gabungan (overlay) larutan standar L-asam askorbat 12,09 ppm dan larutan standar etil askorbil eter 12,05 ppm dalam pelarut aquabidestilata dapat dilihat pada Gambar 4.4. Panjang gelombang optimum untuk analisis L-asam askorbat dan etil askorbil eter dipilih pada 248 nm. 4.1.3. Kondisi Analisis L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Kondisi analisis yang dipilih menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Pada kondisi analisis ini L-asam askorbat memiliki waktu retensi masing-masing 2,129 menit dan etil askorbil eter memiliki 26
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
27 waktu retensi 2,706 menit. Kromatogram larutan standar L-asam askorbat pada kondisi terpilih dapat dlihat pada Gambar 4.9. Kromatogram larutan standar etil askorbil eter pada kondisi terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.10. Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah plat teoritis, ukuran efisiensi kolom dengan berbagai fase gerak dan kecepatan alir dapat dilihat pada Tabel 4.3. 4.1.4. Kurva Kalibrasi L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Persamaan regresi linier L-asam askorbat adalah y = - 22843 + 38856x dengan r = 0,9919. Kurva kalibrasi L-asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 4.13. Data kurva kalibrasi L-asam askorbat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Persamaan regresi linier etil askorbil eter adalah y = -190,06 + 11482 x dengan r = 0,9998. Kurva kalibrasi etil askorbil eter dapat dilihat pada Gambar 4.14. Data kurva kalibrasi etil askorbil eter selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. 4.1.5. Penetapan Kadar L-Asam Askorbat dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Kadar rata-rata L-asam askorbat dalam filtrat buah belimbing wuluh adalah (33,29 ± 0,513) % b/v. Kadar rata-rata L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (27,31 ± 0,124) % b/b. Data hasil penetapan kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5. 4.1.6. Analisis
Kualitatif
L-Asam
Askorbat
dalam
Serbuk
Hasil
Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh secara Kromatografi Lapis Tipis Kondisi analisis standar L-asam askorbat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dipilih dengan menggunakan fase gerak butanolasam asetat glasial-air (5:1:1 v/v/v) dengan deteksi sinar UV pada panjang gelombang 266 nm. Kromatogram masing-masing larutan standar L-asam askorbat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.5. Spektrum serapan masing-masing Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
28 larutan pada kondisi terpilih dapat dilihat pada Gambar 4.6. Dari hasil analisis didapat harga Rf L-asam askorbat sebesar 0,67 dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh sebesar 0,66. Data mengenai harga Rf standar Lasam askorbat dan L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dari berbagai fase gerak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.6. 4.1.7. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Etil Askorbil Eter dalam Senyawa Hasil Reaksi Eterifikasi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dari kondisi analisis dilakukan identifikasi terhadap senyawa hasil reaksi eterifikasi baik berasal dari standar L-asam askorbat maupun serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dibandingkan terhadap standar etil askorbil eter untuk mengidentifikasi terbentuknya senyawa etil askorbil eter dalam senyawa hasil reaksi eterifikasi. Dari senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat didapat waktu retensi 2,706 menit dan dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh didapat waktu retensi 2,505 menit dan 2,719 menit. Dibandingkan dengan standar etil askorbil eter didapat waktu retensi 2,730 menit. Kromatogram senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 4.11. Kromatogram senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 4.12. Data mengenai waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis, ukuran efisiensi kolom dan resolusi senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat dan L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih dapat dilihat pada Tabel 4.7. Setelah dilakukan analisis kualitatif lalu dilakukan analisis kuantitatif, dimana kadar yang didapat untuk senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b. Data mengenai hasil penetapan kadar senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
29 4.2. Pembahasan Dalam penelitian ini dilakukan pembentukan turunan senyawa L-asam askorbat yaitu etil askorbil eter hasil reaksi eterifikasi. L-asam askorbat yang digunakan untuk bahan dasar sintesis bukan merupakan produk sintetik tetapi berasal dari tanaman yaitu buah belimbing wuluh. Buah belimbing wuluh yang digunakan harus terlebih dahulu dideterminasi. Buah belimbing wuluh yang digunakan memiliki karakteristik panjang rata-rata berukuran 6 cm dan diameternya rata-rata 2 cm, memiliki berat yang seragam sekitar 18-20 gram, kondisi baik tidak cacat, dan kondisinya hampir atau menjelang matang. Diambil buah yang hampir atau menjelang matang karena pada kondisi tersebut terdapat kandungan asam askorbat terbesar (Prahasta, 2009). Filtrat yang didapat dari buah belimbing wuluh dikeringkan dengan menggunakan frezze dryer pada temperatur -99°C, cara ini dipilih dan dilakukan untuk mengurangi terjadinya penurunan kadar L-asam askorbat dalam filtrat buah belimbing wuluh selama proses pengeringan karena proses pengeringan dilakukan dengan cara pendinginan, walaupun tidak menutup kemungkinan masih adanya L-asam askorbat yang teroksidasi karena tidak stabilnya senyawa ini dalam larutan dan sangat mudah untuk teroksidasi. Perlakuan terhadap filtrat yang mengandung L-asam askorbat yaitu dengan menutup tabung yang berisi filtrat dengan aluminium foil yang dapat mengurangi teroksidasinya L-asam askorbat dengan adanya cahaya. Proses pengeringan dilakukan selama 5 hari yang kemudian dilanjutkan pengeringan dengan menggunakan oven vakum pada kondisi temperatur 40°C. Filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar air dalam masing-masing sampel kemudian dilakukan analisis secara kuantitatif dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis kuantitatif ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar L-asam askorbat baik dalam filtrat maupun dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringannya diketahui dengan adanya persamaan nilai waktu retensi yang dibandingkan dengan standar murni L-asam askorbatnya.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
30 Selain analisis secara kuantitatif dilakukan analisis kualitatif dengan menggunakan kromatografi lapis tipis terhadap L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. 4.2.1. Penetapan Kadar Air dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Penetapan kadar air dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar air baik dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. Penetapan kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh dilakukan secara termogravimetri, analisis dilakukan sebanyak tiga kali terhadap filtrat buah belimbing wuluh. Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan pengeringan bahan dalam oven pada temperatur 105-110°C selama 3 jam atau sampai diperoleh berat konstan (Milyasari, 2010). Sebagaimana dalam penelitian ini untuk mendapatkan berat konstan dilakukan dengan cara pengeringan sampel dalam oven pada temperatur 105-110oC selama 8 jam. Pengovenan dilakukan setiap 30 menit dilanjutkan dengan pendinginan di dalam desikator selama 10 menit sampai diperoleh berat konstan yang menunjukkan kandungan air dalam filtrat buah sudah teruapkan secara maksimal. Dari hasil analisa didapat dari masing-masing sampel didapat kadar air sebesar 97,27 ; 95,84; dan 96,30%. Setelah dilakukan pengeringan terhadap filtrat buah belimbing wuluh dilakukan penetapan kadar air dengan menggunakan moisture analyzer, dari hasil pengukuran dengan alat tersebut didapat kadar air dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh yaitu sebesar 10,78 %. 4.2.2. Panjang Gelombang Optimum L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan penentuan panjang gelombang optimum L-asam askorbat dan etil askorbil eter dengan menggunakan spektrofotometer UV Vis. Untuk mencari panjang gelombang optimum tersebut dibuat spektrum serapan masing-masing zat, baik L-asam askorbat dan etil askorbil eter. Penentuan panjang gelombang optimum dilakukan dengan melihat Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
31 perpotongan spektrum serapan L-asam askorbat dan etil askorbil eter. Panjang gelombang optimum dipilih dari perpotongan panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari kedua zat tersebut. Dalam hal ini, panjang gelombang yang dipilih adalah 248 nm. 4.2.3. Optimasi Kondisi Analisis L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Setelah mendapatkan panjang gelombang optimum, kemudian penelitian ini dilanjutkan dengan mencari kondisi analisis optimum dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kondisi analisis optimum untuk L-asam askorbat dan etil askorbil eter adalah dengan menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Kondisi analisis optimum ini didapat dari optimasi terhadap fase gerak yang bervariasi yaitu metanol-air (3:7 v/v), metanolasam asetat glasial-air (26,5 :0,5:73 v/v/v ) dan asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 0,8 dan 1,0 ml/menit. Optimasi kondisi analisis dilakukan dengan menggunakan larutan standar L-asam askorbat dan etil askorbil eter masingmasing dengan konsentrasi 12 ppm. Dari hasil percobaan, dipilih fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Hal ini dilihat dari nilai efisiensi kolom (HETP) yang terkecil dengan jumlah pelat teoritis (N) yang terbesar. Di mana hal ini menunjukkan hasil pemisahan yang terbaik. 4.2.4. Kurva Kalibrasi L-Asam Askorbat dan Etil Askorbil Eter Setelah diperoleh metode terpilih untuk analisis L-asam askorbat, maka selanjutnya dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari L-asam askorbat. Pada pembuatan kurva kalibrasi dibuat larutan standar L-asam askorbat dengan berbagai konsentrasi yaitu, 1; 2 ; 4 ; 6 ; 7 ; 8; 10 dan 12 ppm. Masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat KCKT dengan volume penyuntikan 20 l pada kondisi analisis optimum. Dari data yang diperoleh didapatkan persamaan regresi linier untuk L-asam askorbat yaitu, y = - 22843 + 38856x dengan koefisien korelasi (r) = 0,9919. Dan persamaan regresi linier etil askorbil eter adalah y = 190,06 + 11482 x dengan koefisien korelasi (r) = 0,9998. Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
32 4.2.5. Penetapan Kadar L-Asam Askorbat dalam Filtrat dan Serbuk Hasil Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh Penetapan kadar asam askorbat yang dilakukan dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dilakukan pada kondisi analisis optimum menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/ menit. Dari hasil analisis didapat bahwa kadar rata-rata Lasam askorbat dalam filtrat sebesar (33,29 ± 0,513) % b/v dan dalam serbuk hasil pengeringannya sebesar (27,31 ± 0,124) % b/b. Terjadi penurunan kadar L-asam askorbat dalam sampel dikarenakan waktu yang cukup lama yang dibutuhkan selama proses pengeringan filtrat menjadi serbuk sehingga menyebabkan adanya L-asam askorbat yang rusak dalam filtrat karena tidak stabilnya senyawa ini dalam larutan dan mudah untuk teroksidasi. Walaupun analisis kuantitatif belum memenuhi persyaratan di mana pemisahan puncak-puncak kromatogram belum terpenuhi dengan nilai resolusi seharusnya lebih besar dari 1,5. Hal ini dikarenakan adanya gangguan dari senyawa-senyawa yang tidak diketahui karena sebelumnya tidak dilakukan pemurnian terlebih dahulu pada filtrat buah belimbing wuluh dan mengakibatkan gangguan pada analisisnya. 4.2.6. Analisis
Kualitatif
L-Asam
Askorbat
dalam
Serbuk
Hasil
Pengeringan dari Filtrat Buah Belimbing Wuluh secara Kromatografi Lapis Tipis Analisis kualitatif L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dilakukan pada kondisi analisis optimum menggunakan fase gerak butanol-asam asetat glasial-air (5:1:1 v/v/v) dari variasi fase gerak yang digunakan. Hasil analisis didapat bahwa senyawa yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing memiliki nilai Rf adalah 0,66 dan standar L-asam askorbat sendiri memiliki nilai Rf sebesar 0,67. Di mana selisih nilai Rf dari keduanya adalah sebesar 0,01dan hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang dimaksud kemungkinan besar adalah L-asam askorbat secara kualitatif dilihat dari nilai Rfnya. Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
33 4.2.7. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Etil Askorbil Eter dalam Senyawa Hasil Reaksi Eterifikasi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Senyawa etil askorbil eter hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat dan L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dilakukan analisis secara kualitatif dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi pada kondisi analisis optimum, dimana menggunakan fase gerak asetonitril-air (4: 6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit. Senyawa yang didapat hasil dari reaksi eterifikasi dianalisis secara kualitatif dengan membandingkan waktu retensi yang didapat dengan waktu retensi yang dimiliki oleh standar etil askorbil eter. Dari hasil analisis didapat bahwa waktu retensi senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah 2,706 menit dan dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah 2,505 dan 2,719 menit dibandingkan dengan standar etil askorbil eter sendiri memiliki waktu retensi 2,730 menit. Dilihat dari waktu retensi yang didapat memiliki kemiripan dengan standar, maka senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi merupakan senyawa etil askorbil eter secara kualitatif. Walaupun senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh memiliki dua waktu retensi dimana salah satu menunjukkan terbentuknya senyawa lain yang tidak diketahui. Hal ini disebabkan tidak murninya kandungan yang terdapat di dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh. Setelah dilakukan analisis kualitatif lalu dilakukan analisis kuantitatif, dimana kadar dari senyawa etil askorbil eter yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari Lasam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b. Diduga berkurangnya kadar etil askorbil eter hasil reaksi eterifikasi L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dikarenakan adanya Lasam askorbat yang rusak selama proses pengeringan filtrat.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan 1.
Kadar rata-rata L-asam askorbat yang terkandung dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh yang ditetapkan kadarnya secara kromatografi cair kinerja tinggi masingmasing sebesar (33,29 ± 0,513) % b/v dan (27,31 ± 0,124) % b/b. Dari masing-masing kadar rata-rata yang didapat terjadi penurunan. Kondisi analisis ini dilakukan dengan menggunakan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v), kecepatan alir 1,0 ml/menit, panjang gelombang 248 nm dengan kolom C-18.
2.
Dari
hasil
analisis
secara
kualitatif
dan
kuantitatif
dengan
menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi didapat bahwa : a.
Waktu retensi senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah 2,706 menit dan dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah 2,505 dan 2,719 menit dibandingkan dengan standar etil askorbil eter
dengan waktu
retensi 2,730 menit. b.
Kadar dari senyawa yang didapat dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat adalah (21,36 ± 0,555) % b/b dan dari Lasam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh adalah (10,29 ± 0,082) % b/b.
5.2.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan L-asam askobat
yang murni yang terkandung dalam buah belimbing wuluh dengan cara mengisolasi senyawa tersebut sehingga yang didapat berupa senyawa etil askorbil eter yang lebih murni.
34
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Andarwulan, N., dan Sutrisno. (1992). Kimia Vitamin. Jakarta : CV. Rajawali, 32-39. Anonim. Ethyl Askorbyl Ether. (http://www.cosmetics.basf.de/pdf/Statement). 5 September 2011 pkl 21:40. Anonim.
L-Ascorbic Acid. (http://vitamins.lovetoknow.com/pdf/ L_Ascorbic_Acid). 5 Januari 2012 pkl 07: 58.
Cheah Fun Sook. (2008). Determination of Vitamin C, -Carotene, and Riboflavin Contents in Five Green Vegetable Organically. Mal J Nutr, 9 (1), 31-39. Connors et al. (1992). Stabilias Kimia Sediaan Farmasi edisi satu diterjemahkan dari Chemical Stability of Pharmaceutical oleh Didik G. IKIP Semarang Press, 181-182. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Depkes, 39. Dian A.L. (2006). Penetapan Kadar Askorbil Fosfat dan Asam Askorbat dalam Larutan Topikal Vitamin C Secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Depok : Skripsi Departemen Farmasi FMIPA UI, 2427. Ekinci, R., dan Kadakal. (2002). Determination of Seven Water-Soluble Vitamins in Tarhana, A Traditional Turkish Cereal Food, By HighPerformance Liquid Chromatography. Acta Chromatographica, No 15. Fachrisa, A. ( 2 0 0 8 ) . Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Vitamin C dalam Minuman Supplemen. Depok : Skripsi Departemen Farmasi FMIPA UI, 27-28. Furniss et al. (1978). Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry Fourth Edition. Longman Group Ltd. England, 100-230, 795. Ganjar, I.G., dan Abdul R. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 353-362. Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok : Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia: Jakarta.
35
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
36 Hashmi, M. (1973). Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations. Interscience Publishers, 293-321. Horst et al. (2011). Method For Preparing Derivative of Ascorbic Acid. United Stated Patent, United Stated, 5,210,220. Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas. Cetakan pertama. Surabaya : Trubus Agrisarana, 2- 4. Lingga, P. (1985). Agrobisnis Buah Belimbing Wuluh. Jakarta : Gramedia, 4-5, 79. Milyasari, C. (2010). Isolasi Senyawa Antibakteri Staphylococcus aureus dan E. Coli dari Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbi. L). UIN, Malang. Prahasta, A. (2009). Agrobisnis Belimbing. Bandung: Pustaka Grafika, 2-11, 2022. Rafika. (2006). Penetapan Kadar Vitamin C dan Turunannya dalam Larutan Topikal Secara KLT-Densitometri. Depok : Skripsi Departemen Farmasi FMIPA UI, 2006. Siong, T.E., dan Khor. (1996). Simultaneous Determination of B-vitamins and Ascorbic Acid in Multi-vitamin Preparations by Reversed-phase HPLC. Mal J Nutr, 2, 176-194. Skoog, D.A., dan Leary J. (1992). Principles of Instrumental Analysis. Fourth Edition. Saunders College Publishing : USA, 252-288, 629-623. Spec-Chem Ind. (2011). Ethyl Ascorbyl Ether. (http: //www. Chem-Spec. Ind. com). 28 November 2011 pkl 20.56. Stahl, E. Thin layer Chromathography, A Laboratory Handbook. New York : Springer Verlag, 1969 :305-306. Tranggono, R.I., dan Fatma L. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia, 119. Violeta, N., dan Ion Trandafir. (2010). HPLC Organic Acid Analysis in Different Citrus Juices under Reserved Phase Conditions. Hort. Agrobot. Cluj, 38 (1), 44-48. Walker, R., dan Edwards. (2003). Clinical Pharmacy and Therapeutics, Third edition, London : Churchill Livingstone, 777. Walter, W. (1996). Handbook of Organic Chemistry. New York : Prentice Hall Europe, 448-449. Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
37 Winasari, H. (2005). Antioksidan alami dan Radikal Bebas, Cetakan pertama, Kanisius: Yogyakarta, Hal 12-211. Widihasmaning, N.A. (2000). Penetapan Kadar Tablet Vitamin C secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Spektrofluorometri. Depok : Skripsi Departemen Farmasi FMIPA UI, 34-36. Woo Jung, S., Byung –Yong K., dan Wong-Gi B. (2007). Optimization of Ascorbic Acid 2-Phosphate Production from Ascorbic Acid Using Resting Cell Of Brevundimonas diminuta. J.Microbiol.Biotechnol, 17(5), 769-77. Yoshida Toshio, dan Amano Akira. (1980). Vanillyl Alcohol Derivative, 57009729.
Universitas Indonesia
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
38
Keterangan : 1. Pompa LC-6A Shimadzu 2.
Detektor UV SPD-6A Shimadzu
3.
Injektor
4.
Kolom (kromasil) C18 fase terbalik (25 x 0,64 cm)
5.
Monitor
6.
Integrator CBM-102 (Shimadzu)
Gambar 3.1. Alat kromatografi cair kinerja tinggi (Shimadzu)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
39
Gambar 3.2. Alat spektrofotometer UV-1601 (Shimadzu)
Gambar 3.3. Alat TLC-scanner (CAMAG-3)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
40
Gambar 3.4. Alat freeze dryer
Gambar 3.5. Alat moisture analyzer
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
41
Gambar 3.6. Buah belimbing wuluh yang diambil dari Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik), Bogor Bogor
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
42
a
b
c
d
Gambar 3.7. Filtrat buah belimbing wuluh (a), hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh (b), hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat (c), hasil reaksi eterifikasi dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh (d)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
43
1 2
b
a
Keterangan : a.
b.
Sampel serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
1.
Unknown
2.
L-asam askorbat
Standar L-asam askorbat
Gambar 4.1. Hasil fluoresensi
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Serapan (Abs)
44
Panjang gelombang (nm)
Keterangan : Panjang gelombang maksimum
: 265 nm
Serapan
: 0,6886
Gambar 4.2. Spektrum serapan L-asam askorbat 12,09 ppm dalam pelarut aquabidestilata
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Serapan (Abs)
45
Panjang gelombang (nm)
Keterangan : Panjang gelombang maksimum
: 245 nm
Serapan
: 0,5734
Gambar 4.3. Spektrum serapan etil askorbil eter 12,05 ppm dalam pelarut aquabidestilata
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Serapan (A)
46
b
a
Panjang gelombang (nm)
Keterangan : a. Spektrum serapan larutan standar L-asam askorbat 12,09 ppm dalam pelarut aquabidestilata b. Spektrum serapan larutan standar etil askorbil eter 12,05 ppm dalam pelarut aquabidestilata
Gambar 4.4. Spektrum serapan gabungan (overlay)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
47
Keterangan : a. Standar L-asam askorbat (Rf = 0,67) b. Serbuk hasil pengeringan filtrat buah belimbing wuluh (Rf = 0,66)
Gambar 4.5. Kromatogram KLT-Densitometri larutan standar L-asam askorbat, dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada panjang gelombang 266 nm dengan fase gerak butanol-asam asetat glasial-air (5:1:1)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Serapan (AU)
48
Panjang gelombang (nm)
Kondisi analisa : Fase diam Silika gel 60 F254, fase gerak butanol-asam asetat glasial-air (5:1:1) pada deteksi 266 nm untuk L-asam askorbat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh.
Gambar 4.6. Spektrum serapan (a) L-asam askorbat, dan (b) serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada lempeng KLT pada kondisi analisis
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
49
Waktu retensi
:
2,166 menit
Area
:
104558 µV/s
Gambar 4.7. Kromatogram filtrat buah belimbing wuluh 10,01 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
50
5.0
uV(x1,000)
Respon detektor (µV/s)
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan (asam askorbat) : Waktu retensi
:
2,156 menit
Area
:
41831 µV/s
Gambar 4.8. Kromatogram serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh 6,03 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
51
3.5
uV(x10,000)
Respon detektor (µV/s)
3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 0.0
2.5
5.0
7.5
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan
:
Waktu retensi
:
2,129 menit
Area
:
450185 µV/s
Gambar 4.9. Kromatogram standar L-asam askorbat 12,09 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
52
Respon detektor (µV/s)
10.0
uV(x1,000)
7.5
5.0
2.5
0.0
2.5
5.0
7.5
min
Waktu retensi (menit)
Keterangan : Waktu retensi
:
2,730 menit
Area
:
137277 µV/s
Gambar 4.10. Kromatogram standar etil askorbil eter 12,05 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
53
Keterangan
:
Waktu retensi
:
2,706 menit
Area
:
24329 µV/s
Gambar 4.11. Kromatogram senyawa hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat 10,30 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
54
Keterangan
:
Waktu retensi
:
2,719 menit
Area
:
11896 µV/s
Gambar 4.12. Kromatogram senyawa hasil reaksi eterifikasi dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh 10,30 ppm pada pelarut aquabidestilata dengan fase gerak asetonitril-air (4:6 v/v) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit pada panjang gelombang 248 nm
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
55
Kondisi analisis : Volume penyuntikan
:
20 l
Fase gerak
:
asetonitril-air (4:6 v/v %)
Kecepatan alir
:
1,0 ml/menit
Detektor UV
:
248 nm
Gambar 4.13. Kurva kalibrasi L-asam askorbat
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
56
Kondisi analisis : Volume penyuntikan
:
20 l
Fase gerak
:
asetonitril-air (4:6 v/v %)
Kecepatan alir
:
1,0 ml/menit
Detektor UV
:
248 nm
Gambar 4.14. Kurva kalibrasi etil askorbil eter
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
TABEL
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
57 Tabel 4.1. Data kurva kalibrasi L-asam askorbat Konsentrasi (ppm)
A (µV/s)
1,01
40032
2,02
64231
4,03
105563
6,05
184560
8,06
292856
10,08
386708
12,09
450185
Persamaan garis
:
y = -22843 + 38856 x
Koefisien korelasi
:
r = 0,9919
Sxo
:
4,5612
Vxo
:
0,7367
y/ x 23959,40 20563,18 39107,43 53878,61 46461,38 63474,99
Keterangan : Kondisi yang digunakan adalah volume penyuntikan 20 l, fase gerak asetonitril-air = 4:6 v/v, kecepatan alir 1,0 ml/menit, dan detektor UV pada 248 nm.
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
58 Tabel 4.2. Data kurva kalibrasi etil askorbil eter Konsentrasi (ppm)
A (µV/s)
1,00
11400
2,01
21999
4,02
46890
6,03
68990
8,03
91567
10,04
116378
12,05
137277
Persamaan garis
:
y = -190,06 + 11482 x
Koefisien korelasi
:
r = 0,9998
Sxo
:
4,1191
Vxo
:
0,6678
y/ x 10494,05 12383,58 10995,03 11288,50 12343,78 10244,61
Keterangan : Kondisi yang digunakan adalah volume penyuntikan 20 l, fase gerak asetonitril-air = 4:6 v/v, kecepatan alir 1,0 ml/menit, dan detektor UV pada 248 nm.
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
59 Tabel 4.3. Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis dan ukuran efisiensi kolom standar L-asam askorbat dan etil askorbil eter pada berbagai kondisi Fase Gerak
Metanol-air (3:7 v/v)
Metanol-asam asetat glasial-air (26,5 : 0,5 : 73 v/v/v)
Asetonitril- air (4:6 v/v)
Tr
Tf
N
HETP
Zat
Kecepatan Alir (ml/menit)
Asam askorbat
0,8 1,0
1,849 1,823
1,000 0,996
83,36 121,65
0,2998 0,2055
Etil askorbil eter
0,8 1,0
2,479 2,453
1,500 1,225
137,22 139,40
0,1821 1,1793
Asam askorbat
0,8 1,0
2,070 2,078
1,500 1,254
89,52 100,23
0,2792 0,2494
Etil askorbil eter
0,8 1,0
2,510 2,560
1,083 0,987
171,90 189,89
0,1454 0,1316
Asam askorbat
0,8 1,0
2,153 2,129
0,875 0,675
106,77 254,67
0,2341 0,0981
Etil askorbil eter
0,8 1,0
2,772 2,730
1,000 0.893
202,27 304,21
0,1235 0,0821
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
(menit)
(Pelat)
60
Tabel 4.4. Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis, ukuran efisiensi kolom, dan resolusi L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih Komposisi Fase Gerak Asetonitril-air (4:6 v/v)
Zat
tR (menit)
Tf
N (pelat)
HETP
R
Filtrat buah belimbing wuluh
Unknown L-asam askorbat Unknown
1,859 2,166 2,883
0,925 1,063 1,000
784 153,76 222,28
0,0318 0,1626 0,1125
0,851 0,952
Serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Unknown L-asam askorbat
1,857 2,156
0,818 3,154
1201,78 189,82
0,0208 0,1317
0,722
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
61 Tabel 4.5. Hasil penetapan kadar L-asam askorbat dalam filtrat dan serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Sampel
Filtrat buah belimbing wuluh
Serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Berat ditimbang (g)
Area (µV/s)
Konsentrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (ppm)
Kadar L-asam askorbat (%)
Kadar ratarata (%)
0,5002
105007,5 105788,7
3,29 3,31
32,89 33,08
32,99
0,5003
104558,2 105897,4
3,27 3,31
32,68 33,08
32,88
0,5005
109123,2 110293,4
3,39 3,42
33,87 34,17
34,02
0,0502
41831,3 41645,7
1,66 1,65
27,56 27,39
27,48
0,0504
41760,2 40854,6
1,66 1,64
27,45 27,12
27,29
0,0506
41749,1 40987,4
1,66 1,64
27,34 27,01
27,18
Kadar rata-rata Filtrat buah belimbing wuluh Serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh Keterangan : Kondisi yang digunakan adalah volume penyuntikan 20
SD
KV (%)
0,513
1,54
0,124
0,45
= (33,29 ± 0,513) % b/v = (27,31 ± 0,124) % b/b l, fase gerak asetonitril-air 4:6 v/v, laju alir 1,0 ml/menit, dan detektor UV pada 248 nm.
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
62 Tabel 4.6. Harga Rf standar L-asam askorbat dan L-asam askorbat dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh dari berbagai fase gerak
Harga Rf
Fase gerak
Standar L-asam askorbat
Serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Butanol-asam asetat glasial-air 5:1:1(v/v/v)
0,67
0,66
Metanol-air 8,5:2,5 (v/v)
0,89
0,87
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
63
Tabel 4.7.
Data waktu retensi, faktor ikutan, jumlah pelat teoritis, ukuran efisiensi kolom dan resolusi senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat dan L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh pada kondisi terpilih Komposisi Fase Gerak Asetonitril-air (4:6 v/v)
Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat
Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi dari Lasam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Etil askorbil eter
tR (menit) 2,706
HETP
R
0,150
N (pelat) 380
0,0658
-
II
Etil askorbil eter
2,748
1,024
243,36
0,1027
-
I
Unknown Etil askorbil eter
2,505 2,719
1,500 1,000
1296 496
0,0192 0,0504
0,545
Unknown Etil askorbil eter
2,525 2,722
1,500 1,125
1296 496,65
0,0192 0,0503
0,545
Sampel
Senyawa
I
II
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Tf
64 Tabel 4.8. Hasil penetapan kadar senyawa yang didapat dari reaksi eterifikasi
Komposisi Fase Gerak Asetonitril-air (4:6 v/v) Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi dari L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Sampel
Berat ditimbang (g)
Etil Askorbil Eter
0,0103
Etil Askorbil Eter
0,0103
Area
Kosentrasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi (ppm)
Kadar (b/b%)
24329
2,13
20,68
25817
2,27
22,04
11896 12150
1,05 1,07
10,19 10,39
Kadar rata-rata Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi dari standar L-asam askorbat Senyawa dari hasil reaksi eterifikasi L-asam askorbat yang terkandung dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
KV (%)
0,555
2,59
0,082
0,79
= (21,36 ± 0,555) % b/b = (10,29 ± 0,082) % b/b
Keterangan : Kondisi yang digunakan adalah volume penyuntikan 20 l, fase gerak asetonitril-air 4:6 v/v, laju alir 1,0 ml/menit, dan detektor UV pada 248 nm.
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
SD
65 Tabel 4.9. Kadar air dalam filtrat buah belimbing wuluh diukur secara termogravimetri Sampel Filtrat buah belimbing wuluh
Berat cawan + tutup (cawan kosong) (a) (g)
Berat cawan + tutup+ sampel yang belum dikeringkan (b) (g)
Berat cawan + tutup + sampel yang telah dikeringkan (c) (g)
Berat sampel (b-a)
I
30,24
35,36
30,38
5,12
97,27
II
31,35
36,65
31,57
5,30
95,84
III
30,56
35,70
30,75
5,14
96,30
Kadar air (%)
Tabel 4.10. Kadar air dalam serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh diukur menggunakan moisture analyzer Sampel Serbuk hasil pengeringan dari filtrat buah belimbing wuluh
Berat sampel (g)
Kadar air (%)
1,020 gr
10,78
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
56
LAMPIRAN
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 1. Cara memperoleh persamaan regresi linier
Persamaan garis y = a + bx Untuk memperoleh nilai a dan b digunakan metode kuadrat terkecil (least square).
Linearitas ditentukan berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Cara perhitungan simpangan baku, standar deviasi dan koefisien variasi
Simpangan baku residual :
Standar deviasi dari fungsi :
Koefisien variasi dari fungsi :
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Cara perhitungan kadar dalam sampel
Kadar sampel dalam filtrat : !!"
# ! $% !!" ! # (
Kadar sampel dalam serbuk hasil pengeringan filtrat !!"
&' %
&'
$
$
)**
+
! # ( "! $ #
' $&" ! #
Keterangan : % kadar = gr/ 100 gr (b/b)
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
(
%
Lampiran 4. Cara perhitungan simpangan baku dan koefisien variasi
Rata- rata ( x )
Simpangan Baku ,
./0
1
)
Keterangan : n = jumlah data *n-1 untuk data > 3 *n untuk data
3
Baku relatif atau koefisien variasi (KV) : , 2
)**
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 5. Skema reaksi eterifikasi L-asam askorbat
OH HO O
O HO
O
+ HO
OH
C2H5OH
NaOH
O
HO
NaHBO
HCl (p) 4 HCl (p) NaBH4
O
H3C
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
OH
Lampiran 6. Sertifikat analisis L-asam askorbat
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 7. Sertifikat analisis etil askorbil eter
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 8. Sertifikat analisis natrium borohidrat
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012
Lampiran 9. Sertifikat determinasi
Analisis hasil..., Dwi Romadhanayanti, FMIPA UI, 2012