PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
STUDI DESKRIPTIF KONSEP DIRI KORBAN GEMPA YANG MENJADI PENDERITA PARAPLEGIA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh: Nama : Cyrillus Harry Setyawan NIM : 029114126
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
á<<<á halaman persembahan
dedicated to: Bp. A.L Supardi Ibu A. Mujiwati Astrida Padma
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO Life is beautiful Hiduplah sekarang untuk masa yang akan datang, bukan untuk masa lalu
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Maret 2008
Penulis
Cyrillus Harry Setyawan
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan konsep diri korban gempa bumi di Yogyakarta, tanggal 27 Mei 2006, yang menjadi penderita paraplegia. Gempa bumi merupakan salah satu bentuk bencana pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi manusia dan lingkungan atau ekologi. Paraplegia adalah kecacatan fisik yang disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang, sehingga penderitanya akan mengalami kelumpuhan pada kaki dan bagian bawah tubuhnya. Konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain yang memiliki arti penting dalam kehidupan orang tersebut. Penelitian ini mengambil 4 (empat) orang responden, yang terdiri dari dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi dan tes grafis (tes BAUM, DAP dan HTP). Teknik wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara. Teknik observasi dilakukan oleh dua orang observer dengan cara anecdotal. Analisis data penelitian bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa korban gempa yang menjadi penderita paraplegia memiliki konsep diri negatif. Subyek belum mampu menerima kondisi kelumpuhannya sehingga sering mengeluhkan akibat fisik yang ditimbulkan. Subyek juga merasa pesimis untuk kembali mampu bekerja. Kondisi paraplegia mengakibatkan gangguan fungsi seksual sehingga para subyek merasa tidak percaya diri dan rendah diri terhadap pasangan mereka. Subyek masih mengalami trauma terhadap gempa sebagai salah satu gejala Acute Stress Disorder (ASD). Kata kunci : konsep diri, gempa, paraplegia .
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The aim of this qualitative research is describing self concept of an earthquake victims at Yogyakarta, on May 27th, 2006. Subjects of this research is focused on an earthquake victims which become a paraplegia sufferer. Earthquake is kind of disasters which cause some detriment and suffers for human and environment or ecology. Paraplegia is physical defect which is caused by spinal cord injure, and the sufferers will have some paralysis on the bottom area of their body or on their legs. Self concept is defined as people’s look frame of their self (how people describe their self), which are gotten from interaction with others who have an important means in their life. Subjects of this research are four respondent, two paraplegia men and two paraplegia women. Method of research used some technical of interview, observation, and graphic test (Draw A Tree, Draw A Person, and House-Tree-Person). Interview technique didn’t structured with some interview guide. Instead, observation technique were done by two observer with anecdotal technique. Data analysis is descriptively. Research’s result showed that an earthquake victims which become a paraplegia sufferers have negative self concepts. Subjects haven’t been accepted their paralysis condition yet, and often complains sickness which are raised. Subjects also felt pesimist to work back. Paraplegia condition caused some sexual function disorder, and they felt unconfident to be with their couple. Subjects still have some earthquake’s trauma as one of Acute Stress Disorder (ASD) symptom. Key words: self concept, eartquake, paraplegia
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan kemuliaan sepanjang masa penulis haturkan kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus atas segenap penyertaannya dalam sepanjang perjalanan hidup ini, teristimewa atas bimbingannya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut serta memiliki andil sehingga terealisasikannya karya tulis ini, yaitu: 1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas bimbingan dan motivasinya. 2. Agustinus Vembrianta, S.Psi., peranmu sungguh besar sahabat. Tak akan kulupa sepanjang hidupku. 3. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., MSi., yang telah membantu dalam analisis tes grafis. 4. Bu Yuni, Pak Supardi, Mas Hari, Bu Haryani. Matur nuwun atas keterbukaan dan waktunya. 5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas segenap transfer ilmu selama masa pendidikan. Secara khusus saya haturkan terima kasih kepada Ibu A. Tanti Arini, M.Si. dan Bpk. YB. Cahyo Widiyanto, S.Psi. sebagai dosen penguji. 6. Eka, mo kasih yo boleh pinjem komputernyo.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Teman-teman di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta : Mbak Tia, Lia Alva, Mbak Lia, Lisna, Bona, Aan, Wawan, Vinsen. Juga yang sudah di tempat lain: Ike dan Pati. 8. Teman-teman yang turut memberi masukan dan motivasi: Sius, Hani, Obeth, Devy, Dody (Wake up friend, everything is not perfect). 9. Seluruh anggota komunitas Lektor Kotabaru, terutama Pijé, Tata, Bertus, Viranty, Herman,dll terima kasih atas segenap perhatian dan motivasinya. Penulis menyadari sepenuhnya atas segala kelemahan dan kekurangan dalam karya tulis ini.Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang embangun dari para pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan informasi yang serupa. Terima kasih.
Yogyakarta,
Maret 2008
Penulis
Cyrillus Harry Setyawan
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………..iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………………...iv HALAMAN MOTTO……………………………………………………………………v LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………………..vii ABSTRAK...…..………………………………………………………………………viii ABSTRACT………………………………………………………………………….....ix KATA PENGANTAR………………………………………………………………..….x DAFTAR ISI………………………………………………………………………...…xii DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...xv DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................xvi BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………1 A. Latar Belakang Permasalahan………………………………………....…..1 B. Rumusan Masalah…………………………………………………………6 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….6 D. Manfaat Penelitian……………………………………………………...…6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...…………………………………………………….8 A. Konsep Diri………………….…………………………………………….8
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Pengertian Konsep Diri……………………………………………….8 2. Terbentuknya Konsep Diri………..…………………………………11 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perkembangan Konsep Diri…………………………………………………………..13 4. Jenis-jenis Konsep Diri……………………………………………....18 5. Aspek-aspek Konsep Diri…………………………………………....21 B. Paraplegia………………………………………………………...………21 1. Definisi Paraplegia…………………………………...……………...21 2. Tingkat atau Level Paraplegia………………………….……………23 3. Jenis-jenis Paraplegia…………………………………….………….24 4. Akibat Paraplegia……………………………………………………25 C. Bencana Gempa………………………………………………………….30 1. Pengertian Bencana………………………………………...………..30 2. Dampak Bencana……………………………………….……………31 D. Konsep Diri Korban Gempa yang Menjadi Penderita Paraplegia…….....34 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………………..39 A. Jenis Penelitian…………………………………………………………...39 B. Identifikasi Variabel……………………………………………………...39 C. Subyek Penelitian………………………………………………………..40 D. Metode Pengumpulan Data………………………………………………41 E. Keabsahan Data Penelitian………………………………………………48 F. Metode Analisis Data……………………………………………………49
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Prosedur Penelitian……………………………………...……………….52 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………………..55 A. HASIL PENELITIAN…………………………………………………...55 B. PEMBAHASAN…………………………………………………….…130 1. Aspek Fisik…………………………………………………………130 2. Aspek Psikis…………………………………………………...…...132 3. Aspek Sosial………………………………………………………..136 4. Aspek Moral………………………...……………………………...139 5. Dinamika Akhir Konsep Diri Korban Gempa yang Menjadi Penderita Paraplegia…………………………………………….….140 BAB V. PENUTUP DAN SARAN……………………….…………………………146 A. PENUTUP……………………………………………………………...146 B. SARAN…………………………………………………………………148 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………150 LAMPIRAN……………………………………………………………………...…...151
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel III.1. Pedoman Wawancara…………………………..………………………….42 Tabel III.2. Pedoman Observasi…….………………………………………………….46 Tabel III.3. Kode dalam Wawancara…………………………………………………..51
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Tes Grafis.......................................................................................................................153 Surat Penelitian..............................................................................................................169
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Permasalahan Bencana alam membawa berbagai dampak atau akibat yang sifatnya merugikan bagi para korban dan lingkungannya. Beberapa organisasi dunia, yaitu UNHCR, WHO dan Badan Koordinasi Nasional PBB, mengungkapkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi manusia dan lingkungan atau ekologi (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Peristiwa gempa pada tanggal 27 Mei 2006 merupakan salah satu bencana yang terjadi di wilayah Indonesia ini, yaitu dengan pusat gempa di daerah Bantul, DI Yogyakarta (Kompas, 28 Mei 2006). Berdasarkan data dari Satuan Koordinasi Pelaksana Bencana DI Yogyakarta pada tanggal 24 Juni 2006 menunjukkan bahwa terdapat korban meninggal 5.778 jiwa serta luka-luka ringan dan berat mencapai 37.903 jiwa yang berada dalam wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, sedangkan bangunan rusak berat dan roboh mencapai lebih dari 134.588 bangunan (Satkorlak Bencana, 2006). Crisis Center Fakultas psikologi UGM (2006) menjelaskan bahwa bencana akan membawa dampak secara fisik, sosial, ekonomi dan psikologis. Selain kematian, kerusakan lingkungan dan infrastruktur, dampak fisik bencana gempa ini juga mengakibatkan bertambahnya penyandang cacat tubuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Pemerintah DI Yogyakarta mencatat bahwa ada lebih dari 500 korban gempa mengalami kelumpuhan di wilayah Bantul (Kedaulatan Rakyat, 19 Juli 2007). Sedangkan Dr. dr. Sunartini, SPA (2007) dari Fakultas Kedokteran UGM mengungkapkan bahwa dari lebih 1500 korban gempa yang mengalami kecacatan terdapat sekitar 300 orang mengalami kecacatan permanen. Para korban mengalami cacat tubuh akibat tertimpa runtuhan bangunan ketika ingin menyelamatkan diri pada saat gempa terjadi. Penyandang cacat tubuh atau fisik yang mengalami kelumpuhan disebut juga penderita paraplegia. Penderita paraplegia akan mengalami kelumpuhan atau kelayuan (plegia) pada kedua belah tungkainya sebagai akibat dari adanya trauma pada medulla spinalis (sumsum tulang belakang) karena berbagai penyebab, seperti jatuh dari pohon, tertimpa benda keras, tabrakan atau karena pengalaman-pengalaman traumatik lainnya (Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1970). Korban gempa yang menjadi penderita paraplegia umumnya mengalami patah tulang belakang akibat tertimpa runtuhan bangunan. Penderita paraplegia akan mengalami kelumpuhan tubuh pada bagian bawah (Noback, 1982 dan Mardjono, 1997). Dampak fisik gempa tersebut juga berpengaruh terhadap timbulnya dampak sosial, ekonomi dan psikologis. Orang yang mengalami bencana atau menjadi korban cenderung akan memiliki masalah penyesuaian perilaku dan emosional (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Para korban bencana akan menghadapi beban yang sangat berat sehingga dapat mengubah pandangan mereka terhadap kehidupan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
mengalami tekanan secara psikis atau pada jiwa mereka. Hal ini terjadi karena para korban berhadapan dengan adanya kematian, perpisahan, pengisoliran, dan kehilangan yang lainnya. Kondisi ini tentu akan lebih berat bagi para korban yang mengalamai kecacatan, apalagi hingga lumpuh. Kondisi fisik atau tubuh yang tidak lagi mampu untuk berdiri tegak dan berjalan dengan kakinya tentu akan membawa beban psikologis yang makin memberatkan. Secara sosial bencana akan membawa para korban pada pola hubungan sosial yang berubah dan juga membawa dampak ekonomi karena banyak individu yang kehilangan status sosial, posisi, dan peran dalam masyarakat. Para penderita paraplegia, seperti para penderita cacat yang lainnya, tentu akan mempunyai masalah ketika berhadapan sebagai bagian suatu masyarakat. Penderita paraplegia tentu akan mengalami masalah-masalah baru dan bahkan lebih kompleks jika dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami kelumpuhan. Secara umum penderita permasalahan yang dihadapi oleh penderita paraplegia meliputi masalah pribadi yang berhubungan dengan jasmani dan rohani, masalah sosial yang menyangkut keluarga, pekerjaan, ekonomi dan kesejahteraan, serta beberapa permasalahan lainnya (Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1970). Dalam kaitannya dengan permasalahan pribadi, para penderita paraplegia tentu mengalami perubahan dalam aktivitas dan rutinitas sehari-hari. Keadaan sebelum mengalami kecacatan dan pada saat mengalami kecacatan tentu sangat berbeda. Keadaan yang berbeda tersebut membawa perubahan yang sangat besar bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
para penderitanya, dan perubahan tersebut berupa permasalahan yang sangat kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Penderita paraplegia akan menjalani kehidupannya dalam suatu rutinitas, dimana ada banyak hal yang harus dilakukan dalam waktu-waktu tertentu seperti waktu buang air besar dan air kecil, yang kemungkinan besar akan membuat bosan dan tertekan. Hal yang jelas adalah menyangkut mobilitas dan akses yang makin terbatas bagi penderita paraplegia. Para penderita paraplegia akan mengalami kesulitan dalam bergerak dan melakukan aktivitas sehari-hari. Secara sosial para penderita juga akan mengalami hambatan-hambatan Mobilitas yang terbatas akan membawa pada keterbatasan penderita paraplegia dalam mencari nafkah. Hal ini mempengaruhi pada produktivitas pada penderita paraplegia, terutama dalam rangka pemenuhan kebutuhan pribadi dan atau bagi yang telah berkeluarga untuk kebutuhan keluarga. Ada kecenderungan penderita paraplegia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap keluarga atau lingkungan sekitarnya karena keterbatasannya tersebut. Fallon (1985) mengungkapkan bahwa akibat rusaknya tulang belakang akan membawa pengaruh terhadap tubuh penderita paraplegia. Selain tidak dapat merasakan tekanan dan tidak dapat menggerakkan bagian tubuh yang lumpuh, tubuh penderita paraplegia juga mengalami kondisi tidak terkontrol lainnya. Penderita tidak dapat merasakan reaksi ketika akan buang air besar dan buang air kecil. Secara seksuallitas juga terjadi perubahan, yaitu wanita akan mengalami gangguan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
menstruasinya sehingga bisa saja datang lebih awal atau terlambat, bahkan kemungkinan besar tidak dapat merasakan sensasi ketika melakukan hubungan seks. Sedangkan pada laki-laki kemungkinan besar juga tidak mampu lagi untuk ereksi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melihat konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia. Konsep diri seseorang terbentuk dari berbagai pengalaman yang dialami sepanjang hidup. Pengalaman menjadi korban gempa dan menjadi penderita paraplegia merupakan suatu pengalaman yang sangat berarti individu yang mengalaminya. Shavelson (dalam Pikunas, 1976) mengungkapkan bahwa konsep diri terbentuk dari pengalaman dengan lingkungan, interaksi dengan orang-orang yang memiliki arti dan atribusi perilaku seseorang. Menurut Hurlock (1992) konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri
Gambaran ini merupakan gabungan
keyakinan yang dimiliki diri sendiri yang mencakup citra fisik dan citra psikologis. Citra fisik berkaitan dengan penampilan seseorang, daya tariknya dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya dan berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri di hadapan orang lain. Sedangkan citra psikologis mencakup pikiran, perasaan dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan mempengaruhi penyesuaian
pada
kehidupan,
seperti
kejujuran,
keberanian,
kemandirian,
kepercayaan diri, dan berbagai jenis aspirasi dan kemampuan. Rogers (dalam Burns, 1999) menambahkan bahwa, selain menunjuk pada bagaimana cara seseorang memandang dan merasakan dirinya, konsep diri juga mengarah pada bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
seseorang mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah lakunya. Maka konsep diri juga menjadi penentu yang paling penting dari respon terhadap lingkungannya Korban gempa yang menjadi penderita paraplegia telah mengalami perubahan secara fisik yang bersifat permanen dan terjadi dalam suatu peristiwa yang tidak terduga. Pada awalnya, sebelum gempa terjadi, seluruh bagian tubuh dapat bekerja secara baik tapi setelah gempa terjadi dan mengalami patah tulang belakang mengakibatkan bagian tubuh bagian bawah tidak dapat digerakkan dan mengalami kelumpuhan sehingga berakibat pula ada perubahan fisik lainnya seperti tersebut di atas. Kondisi ini tentu akan berpengaruh secara psikologis, yang menyangkut pikiran, perasaaan,emosi, harga diri, kepercayaan diri, dan lain-lainnya.
Para penderita
paraplegia korban gempa mengalami perubahan fisik dan sosial ke arah negatif sebab terjadinya kelumpuhan tersebut. Hal tersebut tentu akan berpengaruh pada perkembangan konsep dirinya karena banyaknya hambatan dan keterbatasan yang dialaminya.
B. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran konsep diri para korban gempa yang menjadi penderita paraplegia?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan konsep diri para korban gempa yang menjadi penderita paraplegia
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang psikologi yaitu psikoterapi dan psikologi kepribadian 2. Manfaat praktis a. Untuk Praktisi Psikologi Memberi gambaran tentang diri penderita paraplegia akibat gempa sehingga dapat berperan lebih baik dalam proses pendampingan psikologis bagi mereka b. Untuk Umum Memberi gambaran tentang diri penderita paraplegia, secara khusus akibat gempa, terutama berbagai hal yang memberi hambatan dan gangguan sehingga dapat turut serta memberi peran dalam proses pengembangan diri mereka c. Untuk Korban Gempa yang Menderita Paraplegia Memberi gambaran umum mengenai diri mereka sendiri sehingga dapat membantu dalam upaya memperbaiki tingkah laku menjadi lebih positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Hurlock (1992) mengungkapkan bahwa konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Gambaran tersebut sebagai suatu kesatuan yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri yang mencakup citra fisik diri dan citra psikologi diri. Citra fisik terbentuk berkaitan dengan penampilan
fisik
seseorang,
daya
tariknya,
dan
kesesuaian
atau
ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya dan berbagai bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri seseorang di hadapan orang lain. Sedangkan citra psikologis adalah perasaan, pikiran dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan, seperti kejujuran, keberanian, kemandirian, kepercayaan diri dan berbagai jenis aspirasi serta kemampuan. Burns (Metcalfe dalam Pudjijogyanti, 1985) juga mengungkapkan bahwa konsep diri adalah hubungan sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Pada bagian lain Cawagas (dalam Pudjijogyanti, 1985) berpendapat bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Penjelasan Brooks (dalam Rakhmat, 1999) tentang konsep diri adalah keseluruhan pandangan individu terhadap keadaan fisik, sosial dan psikologis yang diperoleh dari pengalaman interaksi dengan orang lain. Jadi konsep diri merupakan pandangan dan sikap individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri dapat pula didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri (Grinder dalam Rakhmat, 1999). Persepsi tersebut terbentuk melalui penarikan kesimpulan dari pengalamannya dan secara khusus dipengaruhi oleh reward dan punishment yang berarti dalam kehidupan orang yang bersangkutan. Seorang individu akan memandang diri dirinya meliputi fisik, jenis kelamin, kognisi sosial, pekerjaan, motivasi, tujuan atau emosi dalam rangka melakukan persepi tersebut. Scheneider & Furhann (dalam Pikunas, 1976) mengungkapkan bahwa konsep diri digunakan untuk mengevaluasi persepsi pada diri individu yang bersangkutan. Konsep diri juga dapat membantu seseorang dalam melakukan interaksi sosial. Konsep diri pada akhirnya sebagai kualitas organisasi yang merupakan penggambaran seseorang sebagai individu (Kinch dkk, dalam Pikunas, 1976). Keseluruhan persepsi mengenai kualitas, kemampuan, impuls dan sikap-sikap seseorang atau juga ke seluruhan persepsi tentang dirinya dalam berhubungan dengan orang lain akan diterima di dalam konsep kesadaran yang diorganisir oleh individu yang bersangkutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
Konsep diri seseorang terbentuk tidak lepas pengalamannya selama hidup. Menurut Shavelson (dalam Pikunas, 1976) konsep diri terbentuk dari pengalaman dengan lingkungan, interaksi dengan orang-orang yang memiliki arti dan atribusi perilaku seseorang. Konsep diri menurut Grinder dapat digunakan sebagai bukti atau dasar dalam melakukan tindakan oleh orang yang bersangkutan. Menurut Mead (dalam Burns, 1999) konsep diri merupakan hasil perhatian individu yang berupa perkiraan-perkiraan mengenai lingkungan dan bagaimana orang lain bereaksi terhadap yang bersangkutan. Seseorang dapat mengantisipasi agar perilakunya sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan bila memahami lingkungannya. Maka konsep diri juga menjadi penentu yang paling penting dari respon terhadap lingkungannya. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Rogers (dalam Burns, 1999) bahwa konsep diri selain menunjuk pada bagaimana cara seseorang memandang dan merasakan dirinya juga mengarah pada bagaimana seseorang mengendalikan dan mengintegrasikan tingkah lakunya. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain yang memiliki arti penting dalam kehidupan orang tersebut. Konsep diri juga digunakan seseorang untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
melakukan evaluasi persepsi terhadap dirinya sendiri dan sebagai sarana untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain.
2. Terbentuknya Konsep Diri Konsep diri tumbuh melalui proses internalisasi pengalaman psikologis. Individu akan melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya dan refleksi terhadap dirinya sendiri atas reaksi dan perilaku orang lain yang berpengaruh sehingga membentuk pengalaman tersebut. Konsep diri timbul dari interaksi sosial dengan orang-orang lain dan konsep tentang diri pun menuntun bagi individu untuk bertingkah laku. Maka konsep diri merupakan hasil pengalaman belajar dan bukan pembawaan sejak lahir sehingga akan berkembang secara bertahap sebagai hasil pemahaman tentang dirinya dan orang lain yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman (Burns, 1993). Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Raimy (dalam Burns, 1993), dimana konsep diri sebagai sesuatu yang dipelajari. Konsep diri seseorang merupakan keterlibatan yang memiliki pola dan bersifat gestalt, sebagai suatu percampuran-percampuran konsep-konsep tersendiri mengenai individu yang bersangkutan. Konsep diri seseorang ini merupakan dirinya sendiri dari titik pandangnya sendiri. Individu mulai belajar mengenal berbagai perasaan, sikap dan nilai-nilai dalam kontak dengan orang-orang terdekat, seperti dengan orang tua, teman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
sebaya, dan sanak saudara (Hurlock, 1992). Konsep-konsep positif tentang dirinya akan dikembangkan oleh individu jika kebutuhan dasarnya terpenuhi dan pengalaman-pengalaman awal terbebas dari tekanan traumatik. Namun hal yang sebaliknya akan terjadi, yaitu pengembangan konsep-konsep negatif tentang
diri,
apabila
terjadi
penolakan
dan
diremehkan
sehingga
mengakibatkan munculnya perasaaan kurang dihargai, tidak menyenangkan dan tidak berguna. Dengan demikian, konsep diri positif atau negatif tidak terbentuk secara otomatis, melainkan melalui pengalaman-pengalaman belajar. Pembentukan konsep diri menurut Sullivan (dalam Hall dan Linzey, 1993) merupakan hasil hubungan antar manusia dengan ibu yang terjadi sejak individu masih kecil. Anak akan belajar memahami bagaimana harapan orang tua terhadapnya untuk berperilaku tertentu dan untuk menjauhi perilaku yang lain, melalui hukuman dan pujian yang diterimanya. Hal tersebut dilakukan oleh anak untuk menghindari kecemasan dan merupakan usaha untuk memenuhi rasa aman. Sullivan pun mendefinisikan konsep diri (dalam Burns, 1993) sebagai suatu pemahaman diri yang diperoleh individu untuk meminimalkan kesalahan dalam berperilaku yang mungkin dilakukannya sehingga menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perkembangan Konsep Diri Konsep diri individu berkembang dengan dipengaruhi banyak faktor tertentu. Menurut Hurlock (1992) perkembangan konsep diri dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : cacat tubuh, bentuk tubuh, nama, julukan, emosi, status sosial keluarga, emosi, intelegensi, jenis sekolah dan teman bergaul atau tokoh “signifikan” dalam hidup (significant others), dan lainlain. Pengaruh masing-masing faktor tergantung dari perasaan yang dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai dengan faktor yang dimilikinya. Apabila individu yang bersangkutan memiliki perasaan bangga atau senang maka faktor tersebut membawa pengaruh positif bagi individu tersebut. Fitts mengemukakan lima faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut: a. Diri Fisik (Physical Self) Penilaian diri sendiri oleh seorang individu dilihat dari segi fisik akan dipengaruhi oleh kesehatan, penampilan luar dan gerakan motoriknya. Penilaian yang positif terhadap keadaan fisik seseorang, baik oleh diri sendiri maupun dari orang lain, akan mempengaruhi pembentukan perkembangan ke arah positif. Sebaliknya, penilaian negatif terhadap segi fisik akan mengarah pada pembentukan perkembangan yang negatif pula. Pendapat tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Burns (1993) bahwa penilaian terhadap keadaan fisik seseorang secara positif, baik dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
dirinya sendiri maupun dari orang lain, akan sangat membantu perkembangan konsep diri ke
arah positif. Penilaian positif akan
menumbuhkan rasa puas terhadap diri sehingga individu mampu menerima dirinya sendiri dan meningkatkan harga dirinya. Harga diri merupakan nilai yang diberikan oleh individu terhadap dirinya. Sedangkan pandangan negatif terhadap fisik akan mengakibatkan individu sulit untuk menerima dirinya, minder atau rendah diri dan kurang percaya diri. Kepercayaan diri adalah perasaan yakin yang dimiliki individu terhadap kemampuan dan segala sesuatu yang terdapat dalam dirinya, termasuk daya tarik fisik. b. Diri Pribadi Pandangan terhadap diri pribadi akan memberi pengaruh terhadap perkembangan konsep diri individu. Pandangan yang positif terhadap diri sendiri akan membuat individu lebih mudah dalam menerima keberadaan dirinya, dimana individu tersebut tidak merasa malu dan takut untuk mengungkapkan diri pribadinya, baik kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Sebaliknya, individu yang memiliki pandangan rendah terhadap dirinya sendiri akan mengalami kesulitan untuk menerima dirinya sendiri dan orang lain serta memiliki rasa takut. Rogers (dalam Hall dan Linzey, 1993) memperkuat pendapat tersebut, bahwa penilaian yang positif terhadap diri melalui berbagai bentuk sanjungan, senyuman, pujian dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
penghargaan sehingga individu akan menghormati, menerima dan menghargai diri sendiri sehingga akan membantu perkembangan konsep diri ke arah positif. Hal yang sebaliknya akan terjadi, yaitu individu akan merasa tertekan, tidak akan menyenangi, tidak dapat menghargai dan tidak menerima dirinya sendiri apabila memiliki penilaian negatif terhadap dirinya sendiri akibat menerima ejekan, cemoohan, kritikan dan telalu banyak menuntut sehingga perkembangan konsep dirinya akan cenderung negatif. c. Diri Keluarga (Family Self) Keluarga merupakan lingkungan pertama yang menanggapi perilaku individu, baik orang tua, saudara kandung, atau orang lain yang tinggal satu atap dengan individu (Burns, 1993). Stoot (dalam Burns, 1993) menjelaskan bahwa adanya penerimaan, rasa saling percaya dan kecocokan antara orang tua dan anak, pemberian kebebasan untuk berkembang, pemberian batasan perilaku yang tegas, pengajaran tentang kemandirian yang terdapat dalam pola asuh anak dalam keluarga akan membawa anak lebih baik dalam kemampuan penyesuaian diri, kemandirian, dan lebih memiliki pandangan positif mengenai diri mereka. Hal ini akan membawa pada konsep diri yang positif. Sedangkan anak yang terlalu dimanja dan dilindungi akan menjadi pribadi yang tergantung dan kurang memiliki kepercayaan diri sehingga membawa pada konsep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
diri yang negatif. Hasil interaksi antara individu dengan keluarga akan memberi pengalaman kepada anak tentang bagaimana keberadaannya di dalam keluarga, bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga. d. Diri Etika Moral (Moral Ethical Self) Moral ethical self adalah perasaan mengenai hubungan individu dengan Tuhan, tentang bagaimana pandangan hidup dan penilaian terhadap benar dan salah serta baik dan buruk. Hurlock (1992) mengemukakan bahwa individu yang memiliki etika moral yang matang akan mudah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga bila tidak memenuhi harapan sosial maka individu tersebut tidak akan merasa bersalah terhadap perilakunya, mampu memilih dan menentukan perilaku yang diinginkan. Sebaliknya, individu akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya terhadap standar-standar moral yang telah ditetapkan oleh lingkungan dan penerimaan dirinya menjadi rendah apabila tidak memiliki etika moral yang matang e. Lingkungan Sosial (Social Self) Faktor sosial juga mempengaruhi perkembangan konsep diri. Interaksi dengan individu lain di sekitarnya mempengaruhi konsep diri seorang individu. Konsep diri dipengaruhi oleh persepsi individu lain terhadap individu tersebut. Seorang individu dengan status sosial yang tinggi akan memiliki konsep diri yang tinggi. Sedangkan individu dengan status
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
sosial yang rendah akan memiliki konsep diri yang rendah. Konsep diri juga dipengaruh oleh kelompok, ras, atau golongan. Terdapat asumsi bahwa kelompok minoritas akan memiliki konsep diri yang rendah. Prasangka sosial yang terdapat dalam masyarakat yang menganggap bahwa kelompok minoritas sebagai kelompok individu yang memiliki kemampuan yang rendah mempengaruhi asumsi tersebut (Rosenberg dalam Pudjijogyanti, 1985). Faktor lingkungan, yaitu bagaimana reaksi orang lain terhadap diri seorang individu atau terhadap tingkah lakunya, bagaimana pujian-pujian atas prestasi yang dicapai atau pun berbagai hukuman atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan akan membentuk konsep tentang dirinya. Sedangkan Calhoun dan Acocella (dalam Mathilda, 2004) mengemukakan bahwa konsep diri dipengaruhi beberapa faktor berikut: a. Perluasan perasaan diri, yaitu
pengembangan yang dilakukan individu
terhadap seluruh kemampuan yang dimiliki, baik kognitif, afektif, dan perilaku b. Hubungan interpersonal, yaitu interaksi yang dilakukan oleh individu terhadap orang-orang dan lingkungan sekitarnya c. Kestabilan emosi, yaitu ekspresi perasaan yang dapat disalurkan secara proporsional oleh individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
d. Pandangan realistik, penilaian yang dilakukan secara efektif oleh individu terhadap suatu permasalahan e. Keterampilan dan tugas, yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam menyelesaikan pekerjaan atau tanggung jawab yang dibebankan kepada dirinya f. Pemahaman diri, yaitu kesadaran yang dimiliki individu akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dirinya dan mengenal dirinya yang sebenarnya g. Tujuan jangka panjang, yaitu harapan atau cita-cita individu yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu
4. Jenis-jenis Konsep Diri Konsep diri pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan negatif, atau dapat disebut juga sebagai konsep diri tinggi dan rendah. Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama. a. Konsep diri positif Identifikasi individu dengan konsep diri yang positif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rukyat, 1999) sebagai berikut: 1) yakin mampu untuk mengatasi masalah 2) merasa setara dengn orang lain 3) mampu memperbaiki diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
4) menerima pujian tanpa rasa malu 5) menyadari bahwa setiap individu memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat sekitar Adler dan kawan-kawan (dalam Trefina, 1990) juga melakukan identifikasi terhadap kedua jenis konsep diri tersebut. Beberapa elemen yang terdapat dalam konsep diri positif adalah: 1) rasa aman, bentuk kepercayaan yang kuat terhadap suatu kebenaran perbuatan dan nilai-nilai yang dimiliki individu,kepercayaan tersebut berhubungan dengan kepercayaan yang relatif kebal terhadap penilaian orang lain 2) penerimaan diri, yaitu seorang individu yang mampu utuk menerima segala sesuatu yang ada dalam dirinya, pada umumnya dapat mengubah pandangan mereka sehingga menjadi lebih mudah untuk menerima pendapat dan perasaan orang lain serta lebih terbuka 3) harga diri, individu yang memiliki harga diri yang tinggi biasanya mempunyai popularitas, tidak nervous, tidak inferior, dan mempunyai rasa percaya diri yang kuat b. Konsep diri negatif Individu yang memiliki konsep diri negatif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1999) mempunyai tanda-tanda antara lain:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
1) responsif sekali terhadap pujian 2) peka terhadap kritik 3) cenderung merasa tidak disenangi orang lain dan bersikap pesimis terhadap kompetisi, yang terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi Sedangkan elemen yang terdapat dalam konsep diri negatif menurut Adler kawan-kawan (dalam Trefina, 1990) adalah sebagai berikut: 1) adanya perasaan tidak aman karena tidak memiliki kepercayaan diri sehingga selalu khawatir terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya 2) kurangnya penerimaan diri, individu yang harga dirinya rendah biasanya tidak popular, nervous, inferior dan tidak percaya diri Berdasarkan uraian tentang jenis konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif memiliki kepercayaan diri, penerimaan diri yang baik, optimis, harga diri yang tinggi, dan adanya perasaan aman. Sebaliknya sifat khas yang dimiliki individu dengan konsep diri yang negatif adalah tidak percaya diri, penerimaan diri yang kurang, pesimis, harga diri yang rendah, tidak aman dan peka terhadap kritikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
5. Aspek-aspek Konsep Diri Individu dapat melakukan penilaian terhadap “diri”nya untuk mengerti konsep diri yang dimilikinya (Berzonsky, 1983). Penilaian tersebut meliputi beberapa aspek sebagai berikut: a. Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, pakaian,benda miliknya. b. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri, misal: saya merasa yakin dengan kemampuan yang saya miliki. c. Aspek sosial, meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu dan penilaian individu terhadap peranan tersebut, misal: saya sering membantu teman-teman dalam mengerjakan tugas. d. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan individu, misal: menegakkan kebenaran dan keadilan adalah kewajiban setiap manusia.
B. Paraplegia 1. Definisi Paraplegia Paraplegia merupakan salah satu bentuk kecacatan. Istilah paraplegia masih cukup asing bagi sebagian besar dari kita. Namun beberapa tokoh telah menjelaskan mengenai paraplegia. Fallon (1985) mengatakan bahwa seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
paraplegia adalah orang yang kakinya dan bagian batang tubuhnya lumpuh sebagai akibat dari kerusakan atau penyakit sumsum tulang belakang. Fallon (1985) juga menjelaskan bahwa paraplegia berarti bahwa sumsum tulang belakang lumpuh di bawah leher. Hal tersebut mengakibatkan gangguan pada informasi yang dikirimkan melalui syaraf-syaraf, baik untuk gerakan maupun untuk perasaan, bahkan gangguan tersebut mungkin penuh (informasi terhenti). Balai Penelitian dan Penunjauan Sosial (1970) juga memberi pengertian tentang paraplegia, yaitu bahwa panderita paraplegia adalah penderita cacat tubuh yang mengalami kelumpuhan atau kelayuan (plegia) pada kedua belah tungkainya yang disebabkan karena adanya trauma pada medulla spinalis (sumsum tulang belakang) yang dapat terjadi karena bermacam-macam sebab, misalnya jatuh dari pohon, tertimpa benda keras, tabrakan atau karena pengalaman-pengalaman traumatik lainnya. Sedangkan Noback (1982) mengungkapkan bahwa paraplegia adalah keadaan dengan kelumpuhan anggota badan bawah. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mardjono (1987) yang mengatakan paraplegia adalah kelumpuhan yang melanda bagian bawah tubuh. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa paraplegia adalah salah satu jenis kecacatan fisik dengan keadaan lumpuh padabagian tubuh bawah, dari bawah leher sampai ke bawah atau kaki, karena adanya kerusakan pada sumsum tulang belakang yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit. Kerusakan pada tulang belakang tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
mengakibatkan terganggunya pengiriman informasi melalui yaraf, baik gerakan maupun perasaan, bahkan informasi tersebut dapat terhenti sama sekali.
2. Tingkat atau Level Paraplegia Werner (1999) mengatakan bahwa tingkat atau level kerusakan sumsum tulang belakang akan menimbulkan seberapa besar bagian tubuh yang terpengaruh. Kerusakan sumsum tulang belakang dapat menimbulkan berbagai macam kelumpuhan pada bagian-bagian tubuh tertentu, dari tingkat kelumpuhan yang ringan hingga tingkat kelumpuhan yang berat. Tingkat keparahan kelumpuhan tersebut tergantung dari letak kerusakan sumsum tulang belakang yang dialami. Tingkat atau level menunjuk pada letak kerusakan yang terjadi pada sumsum tulang belakang. Menurut Fallon (1985) tingkat atau level menunjuk pada bagian mana dari sumsum tulang belakang yang paling rendah yang masih utuh. Dengan demikian tulang belakang yang berada dibawahnya dipastikan mengalami gangguan atau kerusakan sehingga bagian-bagian tubuh tertentu mengalami kelumpuhan. Gangguan atau kerusakan pada tingkat atau leverl tertentu berarti semua fungsi di bawah tingkat tersebut menjadi terpengaruh. Oleh karena itu, luas atau beratnya kerusakan yang diakibatkan tergantung dari ketinggian tingkat kerusakan sumsum tulang belakang. Semakin tinggi kerusakan sumsum tulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
belakang yang dialami maka gangguan yang dialami makin luas dan berat. Sebaliknya, semakin rendah kerusakan tulang belakang maka gangguan yang diakibatkan juga semakin ringan. Sebagai contoh adalah luka dibawah T12 (thoracic 12) mengakibatkan otot-otot kaki dan usus besar serta kendung kencing akan mengalami kelumpuhan sebagaian atau seluruhnya, sementara otot-otot perut dan otot-otot dada serta lengan dan tangan tidakakan terpengaruh (Fallon, 1985).
3. Jenis-jenis Paraplegia Paraplegia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan keadaan kelumpuhan yang dialami (Werner,1999), yaitu: a. Paraplegia complete, yaitu paraplegia yang terjadi karena kerusakan secara menyeluruh pada tulang belakang, dimana pesan atau informasi tidak dapat dikirimkan melalui syaraf sama sekali sehingga perasaan dan kontrol dari gerakan di bawah tingkat kerusakan sumsum tulang belakang akan hilang secara permanen dan menyeluruh. b. Paraplegia incomplete, yaitu paraplegia yang terjadi karena kerusakan pada sebagian tulang belakang, dimana masih dimungkinan adanya perasaan dan gerakan sebagian atau bahkan perasaan dan gerakan tersebut akan membaik sedikit demi sedikit selama beberapa bulan. Penderita paraplegia incomplete mungkin mempunyai perasaan dan kemampuan gerakan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
sedikit pada beberapa bagian tubuhnya jika dibandingkan bagin lain. Berdasarkan Laporan Penelitian Sosial (1970) diungkapkan bahwa penderita paraplegia incomplete kadang masih mampu berjalan sendiri dengan bantuan kruek, brace atau tongkat. Sensasi tidak hilang, hanya kadang-kadang sensitivitasnya agak berkurang.
4. Akibat Paraplegia a. Akibat Fisik Paraplegia merupakan kecacatan fisik yang terjadi pada anggota tubuh tapi biasanya tidak menyerang pada bagian daerah kepala sehingga kondisi otak penderita paraplegia tetap dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai dengan penjelasan Fallon (1985) bahwa secara biologis fungsi otak penderita paraplegia masih normal dan tidak mengalami gangguan. Penderita paraplegia juga tidak mengalami masalah fungsi motorik. Pusat motorik yang terdapat di otak tidak mengalami gangguan dan anggotaanggota geraknya juga normal (tidak ada kerusakan). Tetapi kerusakan sumsum tulang belakang mengakibatkan terganggunya koordinasi syarafsyaraf bahkan dapat putus sama sekali. Koordinasi syaraf-syaraf yang terputus tersebut menyebabkan terhentinya perintah dari otak dan rangsang-rangsang dari bagian tubuh yang berada di bawah level kerusakan yang pada akhirnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan tersebut. Hal ini tentu berakibat pada penilaian penderita pada dirinya sendiri Fallon (1985) juga menjelaskan bahwa koordinasi syaraf-syaraf yang terputus tersebut juga mengakibatkan bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan menjadi tidak dapat merasakan sensasi dan tekanan. Meskipun penderita paraplegia dapat merasakan tekanan tetapi penderita kemungkinan besar tidak mampu untuk menggerakkan anggota tubuhnya tersebut. Demikian pula aliran darah yang dibutuhkan untuk nutrisi bagi kulit penderita akan sangat kurang atau menurun. Hal tersebut berbahaya untuk kulit sehingga tumpuan tekanan pada kulit harus diubah-ubah dengan membalik penderita paraplegia setiap dua hingga tiga jam. Selain itu penderita paraplegia juga tidak akan dapat merasakan bilamana kandung kemihnya telah penuh dan tidak dapat mengosongkannya. Begitu juga pada usus besar, dimana sensasinya juga tidakdapat dirasakan oleh penderita paraplegia. Werner (1999) mengungkapkan bahwa akibat yang akan ditimbulkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang, yaitu: a. kehilangan kontrol gerak dan perasaan b. kemungkinan kehilangan secara menyeluruh atau sebagian terhadap kontrol buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
c. kemungkinan mempengaruhi pinggul dan beberapa bagian tubuh (level yang lebih tinggi mengakibatkan daerah kelumpuhan juga makin/lebih meluas) d. kemungkinan akan mengalami kejang otot atau kaki yang terkulai Secara seksualitas juga terjadi perubahan yang cukup berarti pada paraplegia. Penderita paraplegia dengan jenis kelamin perempuan akan mengalami berhentinya siklus menstruasi untuk suatu waktu tertentu, tetapi menstruasi tersebut akan datang lagi cepat atau lambat secara normal. Hal yang juga penting adalah bahwa kemungkinan besar perempuan tidak dapat merasakan
sensasi-sensasi
ketika
berhubungan
seks
sehingga
akan
mempengaruhi kenikmatan dari sensasi seks tersebut. Sedangkan pada penderita paraplegia yang laki-laki kemungkinan akan mendapati dirinya tidak dapat ereksi lagi, meskipun pada beberapa kasus kemampuan ini dapat pulih kembali. Berhubungan dengan ereksi ini, Fallon (1985) menjelaskan bahwa pada laki-laki penderita paraplegia akan kesulitan mengalami kesulitan ereksi psychogenic dan reflexogenic. Ereksi psychogenic adalah ereksi yang ditimbulkan oleh pikiran-pikiran yang merangsang melalui penglihatanpenglihatan, bau atau suara, khayalan dan ingatan. Ereksi ini terganggu karena informasi dari otak terhenti pada level kelumpuhan. Sedangkan ereksi reflexogenic adalah ereki yang ditimbulkan oleh rangsangan langsung pada daerah kemaluan (mencakup buah zakar dan kantung kemaluan). Ereksi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
juga terganggu karena daerah tersebut tidak dapat merasakan sensai apapun. Laki-laki penderita paraplegia kemungkinan akan mengalami ereksi spastic secara spontan, dimana ereksi tersebut terjadi begitu saja dan nampaknya tidak disebabkan oleh apa-apa tetapi hal itu tidak dapat dikontrol kapan dan dimana keadaan tersebut mungkin terjadi. Meskipun demikian laki-laki penderita paraplegia kemungkinan besar tidak mampu untuk orgasme atau memancarkan maninya. Hal ini terjadi karena terputusnya atau lumpuhnya jaringan syaraf yang mengaturnya. Keadaan ini mengakibatkan laki-laki penderita paraplegia memiliki kemungkinan kecil untuk mempunyai anak. Oleh karena itu, tidak heran apabila seorang laki-laki penderita paraplegia awalnya akan dipenuhi pikiran akan ketidakmampuan dalam melakukan hubungan seks, sehingga akan menimbulkan perasaan takut dan cemas terhadap kemampuan untuk berhubungan seks tersebut. b. Akibat Sosial Secara sosial penderita paraplegia akan mengalami keterbatasan ruang gerak dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Selain karena keterbatasan karena harus duduk di kursi roda, penderita paraplegia akan berhadapan dengan lingkungan yang kemungkinan juga kurang bahkan tidak akses. Handicap International (2005) menjelaskan bahwa perlunya untuk menciptakan sarana, ruang publik atau bangunan pribadi yang memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
aksesbilitas bagi semua orang, termasuk penyandang cacat, sehingga tercipta lingkungan yang bebas hambatan. Peran keluarga juga sangat diperlukan untuk mendampingi dan merawat penderita paraplegia, terutama penderita awal. Fallon (1985) menjelaskan bahwa
perlunya
penderita
paraplegia
untuk
mampu
kembali
ke
kemandiriannya, namun kemandiriannya ini tidak dapat berlaku cepat karena membutuhkan proses melalui latihan yang biasanya dalam bentuk occupational therapy. Kemandirian panderita paraplegia pun bersifat terbatas karena tergantung dari kondisi aksesbilitas lingkungannya. Penderita juga akan mengalami permasalahan dalam hal upaya untuk mencari nafkah. Dampak sosial yang sering muncul adalah kehilangan kemampuan untuk mencari nafkah (Center Crisis Fakultas Psikologi UGM, 2006). Keterbatasan yang dialami menyebabkan penderita paraplegia kemungkinan besar tidak dapat kembali ke pekerjaan semula dan terbatasnya bidang kerja yang dapat dilakukan. Mobilitas yang terbatas akan membawa pada keterbatasan penderita paraplegia dalam mencari nafkah. Termasuk di dalamnya juga keterbatasan dalam aktivitas keagamaan. Selain itu pandangan sebagian masyarakat bahwa penyandang cacat, termasuk penderita paraplegia, harus dikasihani bahkan atau tidak mampu berbuat apa-apa merupakan dampak sosial lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Permasalahan seksual kemungkinan juga akan membawa dampak sosial menyangkut pandangan penderita paraplegia terhadap hubungan lawan jenis. c. Akibat Psikologis Akibat psikologis yang muncul tidak dapat dilepaskan oleh adanya akibat fisik dan sosial yang timbul. Secara psikologis kemungkinan besar individu penderita paraplegia akan mengalami perasaan sedih, bingung, takut, cemas, tertekan (stress) bahkan depresi (Fallon, 1985). Depresi ini kemungkinan timbul karena kebosanan-kebosanan yang dialaminya sebagai akibat aktivitas sehari-hari yang dilakukannya bersifat rutin dan tidak menyenangkan, misalnya saja tidur telentang untuk beberapa bulan dan penderita akan membutuhkan banyak waktu untuk menyesali diri sendiri. Hal ini menyebabkan perlunya dukungan secara emosional bagi penderita paraplegia oleh lingkungannya.
C. Bencana Gempa 1. Pengertian Bencana Menurut WHO bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian pada kehidupan manusia serta memburuknya kesehtan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak lain (dalam Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
UNHCR (dalam Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006) mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau kejadian berbahaya pada suatu daerah yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan manusia serta kerugian material yang hebat. Pengertian lain menurut Bakornas PBB bahwa bencana adalah suatu kejadian yang terjadi secara alami ataupun disebabkan oleh ulah manusia yang terjadi secara mendadak maupun berangsur-angsur dan menimbulkan akibat yang merugikan sehingga masyarakat dipaksa untuk melakukan tindakan penganggulangan (dalam Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bencana adalah suatu peristiwa atau kejadian pada suatu daerah, baik yang terjadi secara alamiah maupun akibat tindakan manusia, yang mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi manusia dan lingkungan atau ekologi. Oleh karena itu, gempa bumi termasuk salah satu bentuk bencana yang terjadi secara alami.
2. Dampak Bencana a. Dampak Fisik Dampak fisik dari suatu bencana yang jelas terlihat adalah adanya korban, baik korban meninggal, terluka, cedera ataupun selamat. Penderita paraplegia merupakan salah satu contoh korban yang terkena dampak fisik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
tersebut. Dampak fisik lainnya yang timbul adalah terjadinya perpisahan, pengisoliran dan kehilangan lainnya. Bencana juga akan merusak lingkungan atau ekologi sehingga membawa kerugian secara material (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). b. Dampak Sosial Dampak sosial yang ditimbulkan oleh bencana tidak dapat dipisahkan oleh adanya dampak fisik. Secara sosial akan terjadi perubahan pada pola hubungan karena adanya kematian, perpisahan, pengisoliran dan kehilangan lainnya. Hancurnya keluarga dan komunitas, kerusakan pada nilai-nilai moral dan hancurnya fasilitas dan pelayanan sosial merupakan beberapa contoh dampak sosial tersebut, bahkan ada pula yang kehilangan status sosial, posisi dan peran dalam mayarakat. (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). c. Dampak Ekonomi Dampak ekonomi timbul berhubungan erat dengan dampak sosial karena banyak individu yang menjadi korban kehilangan materi. Selain itu banyak juga yang kehilangan kemampuan untuk mencari nafkah akibat cedera atau terluka. (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). d. Dampak Psikologis Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Asssitance and Training Workshop Manual,Emmisburg, MD
(1994) menjelaskan bahwa
bencana akan membawa dampak psikologis yang terbagi dua, yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
1) Dampak jangka pendek, gejalanya muncul pada periode 1 bulan setelah terjadinya bencana atau disebut juga Acute Stress Disorder (ASD). Gejalagejala yang muncul yaitu: a) Reaksi emosional: merasa shock, takut, marah, benci, berduka, merasa bersalah, malu, tidak berdaya, mengalami depresi. b) Reaksi kognitif: kebingungan orientasi, ragu-ragu, sulit membuat keputusan, khawatir, tidak dapat memusatkan perhatian, sulit berkonsentrasi, lupa, mimpi buruk, flashback, memiliki pandangan negatif tentang diri dan dunia. c) Reaksi fisik: tegang, cepat merasa lelah, sulit tidur, nyeri pada tubuh atau kepala, mudah terkejut, jantung berdebar-debar, mula dan pusing, selera makan menurun dan penurunan gairah seksual. d) Reaksi perilaku: menghindari dan menjauhi situasi dan tempat yang mengingatkan pada trauma e) Reaksi interpersonal dalam hubungan dengan keluarga, sulit mempercayai orang lain, mudah terlibat dalam konflik, menarik diri, merasa ditolak atau ditinggalkan dan menjauhi orang lain. 2) Dampak jangka panjang, gejalanya muncul 3 bulan hingga 1 tahun setelah bencana atau disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Gejalagejala yang muncul yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
a) Mengalami diasosiasi (merasa keluar dari diri, seperti hidup dalam mimpi, mengalami kondisi blank dalam hidup sehari-hari dan tidak dapat mengingat apa yang terjadi pada periode sebelum blank tersebut). b) Merasa mengalami kembali peristiwa traumatis tersebut (ingatan mengerikan, mipi buruk, flashback). c) Berusaha keras untuk menghindari ingatan mengenai peristiwa atau pengalaman traumatis. d) Tidak dapat merasakan emosi apapun atau merasa kosong. e) Mengalami serangan panik, kemarahan yang luar biasa, tidak dapat berdiam diri. f) Kecemasan yang berlebihan (merasa amat tidak berdaya, terobsesi pada sesuatu dan melakukan sesuatu hal berulang-ulang). g) Depresi yang parah (kehilangan harapan, merasa tidak berharga, kehilangan motivasi dan tujuan hidup).
D. Konsep Diri Korban Gempa yang menjadi Penderita Paraplegia Bencana, seperti gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta, dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan pada wilayah terjadinya bencana tersebut. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh gempa bumi tersebut dapat menggetarkan mental siapapun. Kerugian tidak saja berupa kerugian materi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
dan fisik tetapi juga berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial dan psikologis pada individu yang mengalami atau tertimpa bencana gempa bumi tersebut. Rasa tertekan, takut, dan duka yang dialami para korban tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka selanjutnya (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Korban yang muncul menjadi perhatian tersendiri. Peneliti memiliki ketertarikan terhadap banyaknya penderita paraplegia akibat bencana gempa bumi tersebut.
Paraplegia adalah kondisi cacat fisik berupa kelumpuhan yang
diakibatkan patahnya tulang belakang (Fallon, 1985). Penderita paraplegia akan mengalami kelumpuhan atau kelayuan (plegia) pada kedua belah tungkainya sebagai akibat dari adanya trauma pada medulla spinalis atau sumsum tulang belakang (Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial, 1970). Penderita paraplegia korban gempa bumi umumnya diakibatkan oleh tertimpa runtuhan bangunan Kondisi paraplegia tersebut membawa akibat bagi para penderitanya. Salah satu akibat fisik yang jelas dialami penderita paraplegia adalah kehilangan kemampuan untuk berjalan lagi akibat mengami kelumpuhan. Penderita paraplegia juga akan kehilangan control gerakan dan perasaan, permasalahan control buang air besar dan air kecil, kemungkinan mempengaruhi pinggul atau bagian tubuh lainnya serta kenungkinan mengalami kejang otot atau kaki yang terkulai (Werner, 1999). Penderita paraplegia pun akan mengalami permasalahan seksualitas, dimana kalau perempuan tidak mampu merasakan sensasi sedangkan pada laki-laki kemungkinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
besar kehilangan kemampuan ereksi (Fallon, 1985). Kondisi ini tentu akan menggangu aktivitas seksual penderita paraplegia. Akibat fisik tersebut tentu akan mempengaruhi secara sosial. Penderita paraplegia cenderung memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap lingkungannya (Fallon, 1985). Hal ini menyangkut aksesbilitas yang terdapat di lingkungannya. Interaksi sosial pun akan semakin terbatas. Kelumpuhan yang dialami juga mempengaruhi kemampuan untuk mencari nafkah (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Termasuk di dalamnya juga keterbatasan dalam aktivitas keagamaan. Selain itu pandangan sebagian masyarakat bahwa penyandang cacat, termasuk penderita paraplegia, harus dikasihani bahkan atau tidak mampu berbuat apa-apa merupakan dampak sosial lainnya. Akibat fisik dan sosial tersebut tentu memberi dampak psikologis bagi penderita paraplegia. Secara psikologis kemungkinan besar individu penderita paraplegia akan mengalami perasaan sedih, bingung, takut, cemas, tertekan (stress) bahkan depresi (Fallon, 1985). Reaksi fisik pasca kelumpuhan seperti spastic (kejang otot), serangan rasa sakit yang akut dapat menambah stress bahkan depresi (Parsons, 1998). Depresi ini kemungkinan timbul karena kebosanan-kebosanan yang dialaminya sebagai akibat aktivitas sehari-hari yang dilakukannya bersifat rutin dan tidak menyenangkan, misalnya saja tidur telentang untuk beberapa bulan dan penderita akan membutuhkan banyak waktu untuk menyesali diri sendiri. Ada kemungkinan para penderita paraplegia akan dipandang sebelah mata karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
dianggap tidak mampu dan tingkat ketergantungan dengan orang lain sangat tinggi. Ketiadaan dukungan secara emosional dan sosial dari lingkungan akan turut mempengaruhi kondisi psikologis penderita paraplegia. Penolakan merupakan hal yang umumnya terjadi pada para penderita paraplegia karena belum mampu untuk menerima kondisi tersebut yang dapat menimbulkan kecemasan, stress bahkan depresi (Fallon, 1985). Setiap individu, termasuk penderita paraplegia tersebut, tentu memiliki keyakinan akan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai diri tersebut yang menjadi prinsip dan mengarahkan setiap individu dalam berperilaku. Nilai dan prinsip tersebut tentu akan kembali dipertanyakan, masihkah mampu bertahan dengan kondisi kelumpuhan dan mengalami berbagai keterbatasan tersebut? Korban gempa bumi yang menjadi penderita paraplegia mengalami berbagai konflik-konflik yang akan mempengaruhi konsep dirinya seperti tersebut dia atas. Apabila melihat konflik yang dialami tersebut maka akan terjadi perubahan perkembangan konsep diri pada penderita paraplegia korban gempa. Kondisi kelumpuhan (plegia) tersebut membawa akibat-akibat secara fisik, sosial dan psikologis, dimana ketiganya saling terkait dan mempengaruhi. Konsep diri adalah gambaran individu tentang dirinya sendiri yang dipengaruhi berbagai pengalaman dengan lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain yang memiliki arti penting bagi individu tersebut. Kondisi kelumpuhan penderita paraplegia dengan berbagai akibat yang ditimbulkan tentu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
berpengaruh terhadap konsep dirinya. Aspek-aspek yang mempengaruhi konsep diri, yaitu fisik, psikis, sosial, dan moral akan dipengaruhi oleh adanya akibat-akibat secara fisik, sosial dan psikologis sebagai penderita paraplegia. Lalu bagaimana dengan gambaran konsep diri menjadi penderita paraplegia korban gempa tersebut?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1989) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati. Penjelasan tersebut sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (dalam Devi, 2003) bahwa metode analisis kualitatif merupakan analisis tentang sesuatu yang hasilnya disajikan dalam bentuk uraian atau paparan yang menggambarkan objek penelitian sehingga data tidak diuraikan dalam bentuk angka-angka tetapi dalam kategori-kategori.
B. Identifikasi Variabel Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif sehingga tidak terdapat variabel kontrol terhadap variabel, dan variabel dilihat sebagaimana adanya. Variabel dalam penelitian ini adalah dinamika konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
Dinamika konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia akan dilihat berdasarkan teori Berzonsky (1983), dimana
konsep diri dipandang
berdasarkan penilaian diri subjek terhadap empat aspek berikut, yaitu: 1. Aspek fisik, merupakan penilaian individu tentang segala seuatu yang dimilikinya seperti, pakaian, dan benda yang dimilikinya 2. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap individu terhadap dirinya sendiri 3. Aspek sosial, berhubungan dengan peranan social yang diperankan individu dan penilaian individu terhadap peranannya tersebut 4. Aspek moral, merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan individu
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan korban gempa bumi yang berpusat di Bantul, D.I Yogyakarta. Korban gempa tersebut mengalami kelumpuhan atau disebut juga penderita paraplegia. Penelitian ini melibatkan partisipasi subjek sebanyak 4 orang. Keempat subjek dipilih dengan menggunakan teknik snowball atau chain sampling untuk menentukan subjek yang akan diikut sertakan dalam penelitian ini. Penentuan subjek dilakukan dengan cara berantai dengan meminta informasi kepada orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
yang dihubungi atau telah diwawancarai sebelumnya. Penentuan subjek juga didasarkan pada kesediaan untuk berpartisipasi dan bekerja sama dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa tidak semua korban gempa yang menjadi penderita paraplegia dapat berpartisipasi secara aktif dan koopertaif dalam penelitian ini, dimana subjek diharapkan untuk bercerita dan mengungkapkan secara terbuka tentang kehidupannya yang bersifat pribadi.
D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi mengenai konsep diri subjek dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan data hasil observasi subjek. 1. Wawancara Nasution (dalam Devi, 2003) menjelaskan bahwa wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal atau semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Seorang interviewer akan menggali informasi yang terdalam mengenai diri subjek, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan, melalui wawancara yang dilakukannya. Wawancara akan dilakukan secara tidak terstuktur. Peneliti akan mempersiapkan atau mencatat pokok-pokok penting sebagai pegangan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
akan dibicarakan sesuai dengan tujuan wawancara (Nasution dalam Devi, 2003). Hal-hal yang akan digali dalam wawancara tersebut meliputi: a.
Pengalaman terhadap diri fisik
b.
Pengalaman terhadap diri psikis
c.
Pengalaman terhadap diri sosial
d.
Pengalaman terhadap diri moral
Tabel III.1 Pedoman Wawancara No 1
Aspek Aspek Fisik
Pertanyaan -
Bagaimana penilaian Anda terhadap perubahan kondisi fisik Anda?
-
Bagaimana Anda menilai tubuh dan penampilan Anda?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap kondisi kaki Anda?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap benda-benda atau harta yang saat ini Anda miliki?
-
Bagaimana
penilaian
Anda
terhadap
ketidakmampuan dan keterbatasan fisik yang Anda alami saat ini / baru-baru ini diperoleh?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
2
Aspek Psikis
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap emosi Anda?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap perasaan Anda?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap berbagai upaya Anda untuk menjadi mandiri?
-
Apakah Anda merasakan kecemasan terhadap masa depan Anda?
-
Apakah Anda merasa trauma?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap kesedihankesedihan dan kecemasan yang dialami?
3
Aspek Sosial
-
Apakah Anda merasa rendah diri dan putus asa?
-
Apakah Anda telah siap kembali berhadapan dengan masyarakat?
-
Bagaimana penilaian Anda terhadap kehidupan bermasyarakat?
-
Bagaimana
penilaian
Anda
terhadap
sikap
masyarakat terhadap Anda? -
Bagaimana pandangan Anda terhadap hubungan lawan jenis?
-
Bagaimana hubungan Anda dengan keluarga?
-
Bagaimana hubungan Anda dengan teman-teman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Anda yang sependeritaan? -
Bagaimana hubungan Anda dengan teman atau tetangga yang tidak menderita paraplegia?
4
Aspek Moral
-
Apakah
Anda
telah
menjalankan
aktivitas
religius/agama dengan baik? -
Bagaimana penilaian Anda terhadap nilai-nilai kehidupan yang Anda anut?
-
Bagaimana
penilaian
Anda
terhadap
Tuhan
sehubungan dengan kondisi Anda saat ini?
2. Observasi Observasi adalah kata lain dari pengamatan yang berarti kegiatan memperhatikan secara akurat, mencacat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena tersebut, dengan tujuan mendapat data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi / keterangan yang diperoleh sebelumnya (Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin; 2004) Menurut Patton (1990, dalam Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin; 2004) mengatalan bahwa data hasil observasi menjadi penting karena alasan berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
a.
Peneliti akan mendapatkn pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti dan atau terjadi.
b.
Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, lebih berorientasi pada penemuan daripada pembuktian, dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.
c.
Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang kurang disadari oleh partisipan atau subjek penelitian karena ada kemungkinan seorang individu mengalami kesulitan dalam merefleksikan pemikiran tentang pengalamannya.
d.
Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data yang tidak diungkapkan secara terbuka oleh partisipan atau subjek penelitian dalam wawancara karena berbagai alasan atau sebab.
e.
Observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauhn dari persepsi selektif yang ditampilkan oleh subjek penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara partisipan, yaitu dengan
memainkan berbagai peran yang dimungkinakan dalam suatu situasi sesuai dengan kondisi subjek yang diamati (Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin; 2004), sehingga peneliti langsung terjun dalam kehidupan sehari-hari subjek. Secara teknis, observasi dilakukan sehari penuh dengan mengikuti kegiatan dan mengamati kehidupan sehari-hari subjek. Pencacatan hasil observasi dilakukan dengan cara anecdotal yaitu mencacat sesegera mungkin hal-hal yang penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
dan istemewa sesuai dengan kejadian yang ingin diungkap dalam penelitian ini (Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin, 2004). Hal-hal yang ingin diamati dalam penelitian ini meliputi : reaksi fisik subjek, reaksi psikis subjek, rekasi subjek terhadap anggota keluarga dan orang disekitarnya, reaksi terhadap kebiasaan/ritual keagamaan. Observasi dilakukan oleh dua orang pengamat untuk mengurangi kelemahan observasi yang dilakukan oleh satu orang yaitu ketidakobyektifan (Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin; 2004).
Tabel III.2 Pedoman Observasi No Aspek
Hal yang harus diamati
1.
Fisik
Reaksi fisik subjek yang sering nampak dalam satu hari
2
Psikis
Reaksi emosi subjek yang tampak dalam satu hari
Sosial
Reaksi subjek terhadap perilaku anggota keluarga atau orang lain di luar keluarga,misalnya tetangga
4
Moral
Reaksi atau perilaku yang ditampakan subjek, terhadap ritual keagamaan atau prinsip hidup
3. Tes Grafis Peneliti akan memberikan tes grafis kepada para subjek yang terdiri dari tes menggambar pohon (tes BAUM), tes menggambar manusia ( tes Draw
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
a Person/DAP) serta tes menggambar rumah,pohon dan manusia (tes House Tree Person/HTP). Tes grafis merupakan salah satu bentuk tes proyektif. a. Tes menggambar pohon (tes BAUM) Menurut Emil Jucher, gambar pohon yang dibuat seseorang sebagai pernyataan “the being of person”. Sejak semula diungkapkan ada hubungan antara bentuk pohon dan bentuk manusia, yaitu menanam kehidupan dalam pohon seperti dalam suatu patung yang berdiri,mencapai kemiripan paling tinggi dengan kemanusiaan (humanity) dan bahwa pertemuan dengan pohon adalah pertemuan dengan diri sendiri (Herman Hiltbrunner). b. Tes menggambar manusia (tes DAP) Menurut
Levy,
melalui
tes
DAP
subjek
memungkinkan
untuk
memproyeksikan beberapa hal, yaitu: 1) gambar orang tersebut merupakan poyeksi dari konsep diri 2) proyeksi dari sikap individu terhadap lingkungan/masyarakat 3) proyeksi yang berhubungan dengan self image 4) DAP sebagai suatu hasil pengamatan individu terhadap lingkungannya 5) sebagai ekspresi terhadap kebiasan dalam hidupnya 6) ekspresi keadaan emosinya (emotion tone) 7) ekspresi sadar dan ketidaksadaran individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
c. Tes menggambar rumah, pohon dan manusia (tes HTP) Menurut Jhon Buck melalui tes ini akan diperoleh gambaran sebagai berikut: 1) rumah menggambarkan kehidupan sosial terutama mengenai hubungan atau asosiasi pada subjek dalam hubungannya dengan orang lain 2) pohon menggambarkan kehidupan vital atau peranan hidup dari subjek yang bersangkutan dalamhubungannya dengan kemampuan yang dimilikinya 3) manusia menggambarkan bagaimana hubungan interpersonal subjek, baik secara umum maupun secara spesifik
E. Keabsahan Data Penelitian Pemeriksaan keabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah suatu teknik untuk menyelidiki validitas dan realibitas pada penelitian kualitatif. Triangulasi adalah menarik kembali rangkaian yang masuk akal dari rancangan program untuk pengerjaan hasil sementara, untuk memperoleh hasil akhir, mencoba untuk bisa mendapatkan lebih dari satu ukuran dari lebih dari satu sumber untuk setiap kaitan dalam rangkaian (Miles & Huberman, 1992). Triangulasi juga diartikan sebagai teknik check and recheck (Bagoes Mantra, 2004). Menurut Denzin (dalam Muhadjir; 1998) menyarankan empat modus triangulasi yaitu menggunakan sumber ganda,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
menggunakan metode ganda, menggunakan peneliti ganda, dan menggunakan teori yang berbeda-beda. Teknik triangulasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode ganda, yaitu wawancara, observasi dan tes grafis (tes BAUM, DAP dan HTP). Penelitian ini juga memanfaatkan pengamat lain dalam melakukan observasi. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Proses interpetasi tes grafis sendiri dilakukan oleh tiga peneliti, yaitu peneliti dan dua interpreter professional. Pada dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analis lainnya, dalam hal ini metode observasi. (Moleong, 2002).
F. Metode Analisis Data Penelitian ini akan memiliki tiga data, yaitu data verbatim dari hasil wawancara, data observasi dan hasil tes grafis. Penelitian ini akan menggunakan metode analisis isi atau content analysis karena data yang diperoleh merupakan data deskriptif. Suryabrata (2002) menjelaskan bahwa data deskriptif dianalisis menurut isinya, sehingga analisis semacam ini disebut juga analisis isi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Langkah-langkah analisis isi adalah sebagai berikut: 1. Organisasi Data Tahap awal dari pengolahan dan analisis data adalah organisasi data. Organisasi dilakukan agar peneliti memperoleh kualitas data yang baik, dapat mendokumentasikan analisis yang dilakukan serta dapat menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian ini. Data yang diorganisir adalah data mentah berupa verbatim hasil wawancara, yang pada awalnya berupa kaset rekaman, dan hasil pencacatan observasi atau pengamatan terhadap subjek, serta data hasil tes grafis yang telah dianalisis tiga interpreter termasuk peneliti. Data yang diorganisir juga termasuk data yang sudah dikoding dan telah dikategorikan. Data-data tersebut
diorganisir sesuai dengan masing-masing
subjek dan disesuaikan dengan urutan pengambilan data. 2. Pengkodean Data Langkah selanjutnya setelah data penelitian diperoleh adalah melakukan pengkodean.
Pengkodean
dilakukan
untuk
mengorganisasikan
dan
mengkategorikan data secara sistematis, sehingga dapat diperoleh gambaran menyeluruh dari data tersebut dan diharapkan ditemukan aspek-aspek yang berkaitan dengan konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia. Pembagian aspek-aspek koding dalam penelitian ini didasarkan pada aspek-aspek konsep diri yang diungkapkan oleh Berzonsky (1983).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Proses koding dan analisis untuk data verbatim ini diawali dengan menyusun data verbatim dalam kolom, dimana di samping kanan data diberi kolong kosong yang akan digunakan untuk pengkodean. Berikutnya masingmasing baris akan diberi nomor untuk memudahkan proses pengkodean. Peneliti selanjutnya akan melakukan analisis tematik, setelah data verbatim siap dalam kolom. Analisis ini digunakan untuk mencari pola dari data yang ada. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi atau data yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator kompleks, kualifikasi yang biasanya terlihat dengan itu atau hal-hal diantara/gabungan dari yang telah disebutkan. Tema diharapkan dapat mendeskripsikan fenomena dari data hasil penelitian ini, maupun digunakan untuk menginterpretasi data hasil penelitian ini (Poerwandari, 2001). Tabel III.3 Kode dalam Wawancara No 1
2
3
Aspek Fisik
Psikis
Sosial
Kode F
E
S
Sub Aspek
Kode
Tubuh dan kesehatan
t
Harta benda
h
Emosi
e
Kecemasan/trauma
c
Keluarga
k
Teman lawan jenis
l
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Lingkungan sekitar dan orang tidak n paraplegia
4
Moral
M
Orang paraplegia
p
Agama
a
Prinsip
i
3. Interpretasi Interpretasi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan tema-tema yang muncul dalam data verbatim hasil wawancara setelah diperkuat dengan data hasil observasi dan data hasil tes grafis. Interpretasi dilakukan supaya diperoleh gambaran data yang lebih mendalam. Klave (dalam Poerwandari, 2001) menjelaskan bahwa interpretasi dilakukan sebagai upaya untuk memahami data dengan lebih ekstensif sekaligus mendalam.
G. Prosedur Penelitian Prosedur atau langkah-langkah peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah sebelum berikut: 1. Persiapan penelitian Tahap awal yang dilakukan peneliti dalam proses penelitian ini adalah menentukan tema dan tujuan penelitian. Peneliti lalu mencari referensi atau dasar teori yang sesuai dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Setelah dasar teori terbentuk, maka peneliti menyiapkan panduan wawancara yang disesuaikan dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian ini dan dengan tujuan penelitian sehingga hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan apa yang ingin diungkap atau sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. 2. Perijinan penelitian Langkah selanjutnya adalah peneliti mengurus perijinan untuk melakukan penelitian. Ijin penelitian diperoleh dari sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang ditandatangani Dekan Fakultas Psikologi yang ditujukan kepada masing-masing subjek. Sebelumnya peneliti juga akan membuat surat bukti kesediaan dari masing-masing
subjek untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. 3. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kediaman masing-masing subjek yang berada di wilayah kabupaten Bantul, Yogyakarta dan kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan setelah peneliti memperoleh kesediaan dan ijin dari subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. 4. Pelaksanaan penelitian Peneliti akan melakukan pendekatan dengan subjek penelitian sebelum pelaksanaan pengambilan data. Pendekatan dilakukan agar subjek merasa lebih nyaman dan aman ketika dilakukan pengambilan data sehingga diperoleh data yang alami sesuai dengan kondisi masing-masing subjek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
Pengambilan data dengan wawancara, observasi dan tes grafis (tes BAUM, DAP/DAM, HTP) dilakukan sealami mungkin, peneliti tidak menciptakan kondisi atau mengkondisikan suasana penelitian sesuai yang diharapkan peneliti, tetapi peneliti membiarkan suasana penelitian itu agar berjalan apa adanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian “ Konsep Diri Korban Gempa yang Menjadi Penderita Paraplegia” ini bertujuan untuk mengambarkan konsep diri para korban gempa yang menjadi penderita paraplegia. Dinamika konsep diri yang akan dipaparkan berdasarkan empat aspek konsep diri menurut Berzonsky (dalam Kusumawati, 2002), yaitu: aspek fisik, aspek psikis, aspek sosial, dan aspek moral. Namun, sebelum lebih jauh membahas keseluruhan subjek, baik jika kita lihat dinamika tiap subjek di bawah ini : A. HASIL PENELITIAN 1. SUBJEK I a. Identitas Subjek Nama
:Y
Usia
: 34 tahun
Alamat
: Segoroyoso, Pleret, Bantul
Jenis Kelamin
: Perempuan
b. Hasil Wawancara Subjek menilai dirinya mengalami perubahan fisik sehingga sekarang mengalami
kesulitan
untuk
bepergian
karenamembutuhkan alat bantu. (Ft : 3-5)
atau
mobilitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Jelas tersiksa ya! Dulu bisa ke mana-mana sendiri sekarang pakai bantuan ga bisa sendiri gitu. Subjek menilai tubuh dan penampilannya semakin menghambat aktivitasnya sehingga merasa terganggu dan risih (Ft : 7-12) penampilan menurut saya mengganggu karena aktivitas ke mana-mana pakai kursi roda ini sedikit terhambat gitulah, untuk mau ke mana-mana kita harus jalannya sudah rata itu udah berani. mungkin agak risih. Penilaian subjek terhadap kondisi kaki, subjek mengalami rasa sakit di bagian kakinya bahkan subjek menangis jika tidak mampu menahan rasa sakitnya. Subjek melakukan terapi sendiri dengan digerak-gerakkan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan (Ft : 15-25) Kaki memang terasa sakit teruskan, panas, gringingen, sakit kalo sudah mulai kumat bisanya cuma nangis. kadang saya gerak-gerakin kaki, model diterapi sendiri. Diem, paling tahu-tahu air mata keluar gitu, paling-paling megangmegang bantal nahan sakit, ngremes gitu. Penilaian subjek terhadap benda dan harta yang dimiliki adalah subjek merasa kebutuhan tidak berubah, hanya mengganti kebutuhan yang paling penting untuk mendukung
kemandiriannya. Subjek
juga
merasa kemandirian penting sehingga dapat membantunya dalam memenuhi kebutuhannya karena apabila tergantung orang lain pemenuhan kebutuhan seringkali tidak sesuai (Fh : 38-54) Sebetule kebutuhan itu ga bisa berubah ya? Dari dulu sampai sekarang juga pengen. Hanya karena mungkin keterbatasan ga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
bisa ke mana-mana sendiri. itu cuma nyuruh orang suka ga pas sama kemauan kita, kadang juga jengkel. kalo motor karena dulu saya juga punya motor, karena emang saya kerja dulu, karena saya begini, saya pikir belum butuh sekali, saya ganti yang saya bener-bener akhire yang saya bisa mandiri, kayak mesin cuci, untuk yang ngliwet, biar bisa akses tanpa butuh bantuan orang seminimal mungkin untuk mempermudahkan saya mobilisasi aktivitas. Penilaian terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya adalah subjek merasa menjadi tidak mampu beraktivitas seperti sebelum mengalami paraplegia. Hal tersebut mempengaruhi secara emosional sehingga subjek memiliki perasaan marah, jengkel, putus asa, ingin bunuh diri, dan merasa tidak berguna (Ft : 57-63) jelas emosi, marah, biasanya, aku itu marketing. marketing itu khan mobilingnya bisa dibilang besar, setelah begini, ya pernah juga trauma, mangkel, pernah putus asa mau bunuh diri, pernah aku punya pikiran kayak gitu, karena merasa ga berguna Penilaian subjek terhadap emosinya adalah adanya perasaan sedih. Subjek akan menangis bila merasa sendiri atau teringat situasi atau aktivitas sebelum mengalami paraplegia, seperti jalan-jalan. Hal ini memicu timbulnya perasaan jengkel atau marah, trauma, bahkan pernah ingin bunuh diri (Ee: 59-61, 64-76) setelah begini, ya pernah juga trauma, mangkel, trus pernah putus asa mau bunuh diri, pernah aku punya pikiran kayak gitu. aku lagi sendiri, ga ada teman, atau apa, itu suka emosi, suka bayangi, makanya sekarang saya jarang nonton tv, kalo liat tv pada jalan, saya males, karena mangkel gitu. umpamanya cerita tentang malioboro. biyen aku kesana-sana trus ke obyek wisata. maka kalo tv ku males, maka kalo tv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
yang tak pilih biasanya berita, apa film-film, tapi emang aku jarang nonton tv semenjak ini. Penilaian subjek terhadap perasaannya dianggap stabil karena memiliki motivator dan kontrol dalam figur seorang anaknya. Subjek merasa kasihan kepada anaknya bila perasaannya labil. Penilaian orang lain juga mengatakan bahwa subjek stabil (Ee : 78-84) kalo saya bisa dibilang stabil soale punya motivasi, anak. Kalo aku susah terus, nanti anakku piye? Kalo aku diliat dari orang-orang yang pada ngomong, stabil. Penilaian subjek untuk menjadi kemandirian bahwa dirinya belum sepenuhnya bisa mandiri untuk hal-hal tertentu, tetapi subjek berusaha untuk mampu mandiri agar tidak membebani orang lain (e : 87-100) Mandiri secara full belumlah, masih perlu bantu bantuan juga kayake, tapi memang aku berusaha mandiri untuk diri aku sebisa mungkin caranya, tidak terlalu membebani orang gitulah, kayak mencuci baju sudah bisa sendiri, mencuci piring sudah bisa sendiri, masak, masak nasi, mandi sudah bisa sendiri tapi untuk transfer saya masih butuh bantuan. Keluar pun karena akses belum bagus, jalanannya masih belum rata, masih perlu bantuan juga Subjek memiliki perasaan merasa cemas terhadap masa depannya karena status subjek yang singel parent sehingga khawatir tidak mempunyai cukup penghasilan untuk membiayai pendidikan anak. Meskipun saat ini subjek telah berusaha untuk memperoleh penghasilan dengan membuat kerajinan, yang pernah diajarkan oleh LSM seperti dompet atau boneka, tetapi subjek memiliki kecemasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
sebab belum memperoleh pasar yang pasti terhadap produk-produk kerajinannya tersebut walaupun sudah menghubungi pihak-pihak tertentu yang memungkinkan. Subjek merasa terkurangi bebannya jika sudah mendapatkan pasar untuk kerajinannya. (Ec : 111-141) karena saya singel parent, nanti kedepannya anak saya membutuhkan lebih banyak lagi biaya. emang saya kerja, tapi hasilnya cuma untuk makan, untuk nanti anakku bagaimana yang tak pikir, apa aku bisa menyekolahkan anakku sampai tinggi, minimal SMA, bisa ga? sampai sekarang ini masih berjuang di pekerjaanku itu PMI memberikan kegiatan kerajinan, aku sudah menggebugebu pengen sekali, tiba-tiba mereka marketnya belum ada gimana ya? Aduh trus mundur lagi aku. jadi masih masih masih maju mundur, pengen maju tapi kalo kayak aku gimana caranya cari market? kemarin aku juga berusaha cari market, jadi aku telpon temenku kantor, sampai sekarang ga ada kabar. Aku di sini juga berusaha gitu untuk kontak. kerajinannya seperti itu boneka-boneka, tas, dompet.
Subjek menilai bahwa dirinya masih merasa sangat trauma terhadap gempa, terutama jika ada kondisi yang mirip dengan gempa seperti truk berat lewat. Subjek biasanya akan merasa detak jantung bertambah kencang dan terdiam. Namun demikian subjek akan berzikir untuk mengurangi rasa takut kemudian akan minum jika sudah tenang (Ee : 143-52) trauma masih aja mas, apalagi ada lindu atau ada gempa, aku dengar suara truk lewat aja masih ketakutan. ini biasanya degdegan, karena aku muslim biasanya zikir, gitu aja trus agak enakkan baru minum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
Penilaian subjek terhadap kesedihan dan kecemasan yang dialami yakni subjek merasa punya kesedihan dan kecemasan akibat kondisi kelumpuhan yang dialaminya. Subjek berusaha mengantisipasi perasaan tersebut dengan menjalin relasi dengan teman-teman melalui handphone agar tidak kesepian dan membaca komik (Ee:154–166) Kesedihan, kecemasan antisipasinya mungkin sekarang jaman modern ada telpon, sms, ngonteks yang lain-lain. ketimbang ininya ga punya omongan gitu lho ga ngomong pake mulut tapi ngomong pake [ketawa] sama aja khan? paling-paling suka baca-baca buku atau komik-komik
Pengalaman subjek terhadap perasaan rendah diri dan putus asa yakni subjek merasa sebelum masuk ke Pusat Rehabilitasi Yakkum memiliki perasaan rendah diri dan putus asa hingga ingin bunuh diri. Tetapi setelah dirawat di Pusat Rehabilitasi Yakkum, subjek merasa tidak sendirian sebagai korban gempa yang mengalami paraplegia dan merasa lebih percaya diri dan pasrah dengan kondisinya. (Ee : 168-188) sebelum masuk Yakkum aku putus asa, gini gini [mengeluh, putus asa]. Setelah masuk Yakkum aku merasa ga ndeweni [merasa sendiri], banyak yang begitu juga. mereka dari keterampilannya biasa gitu, kenapa aku pake gitu...setelah dari Yakkum aku merasa timbul percaya diri... ya pikiran (bunuh diri), tapi waktu itu ngeliat pisau udah mau ngambil udah mau tak gini gitu lho [memperagakan memotong urat nadi], mungkin karena setannya belum dateng aja kali, kemudian anakku dateng “ibu!” kemudian aku denger dia bilang ibu itu ya ampun kok ya aku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
kalo diri yo wis ngene yo ngene [sudah begini ya begini] udah arep piye meneh[mau bagaimana lagi]? Hanya bedanya dulu mlaku [jalan] sekarang nglinding [menggelinding] ngono wae [begitu aja] Kesiapan subjek untuk kembali ke masyarakat, subjek merasa siap karena subjek merasa masyarakat dapat menerima dirinya (Sk:191193) sepertinya saya siap syukur, masyarakat pada nerima Penilaian subjek terhadap masyarakat bahwa masyarakat dianggap dapat menerima diri kondisinya yang sekarang (Sk : 193) soale saya syukur syukur sih masyarakat pada nerima Subjek
menganggap
ligkungannya
kurang
mendukung
untuk
pengguna kursi roda sehingga menghambat aktivitasnya, misal jalan yang kurang rata. (Sn: 8-10) Karena aktivitas kemana-mana pakai kursi roda ini khan sedikit terhambat, kalo jalannya udah ga rata udah ga berani Subjek menilai masyarakat menerima dirinya. Subjek merasa masyarakat
mendukungnya
dan
memberi
semangat
bagi
kesembuhannya, bahkan perhatian yang diberikan dianggap lebih banyak dibanding sebelum subjek mengalami paraplegia (Sk :197218) kayake mereka malah mendukung, men-support, kasihan,” mereka pasti ngomong begitu “mbak yuni semangat ya”,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
memberi semangat “ pokoke mbak pasti sembuh “. ngga ada yang ngomong ngenyek [mengejek] Pokoke mereka mendukung kok. Kalo masalah sosial aku baik-baik aja sebelum kayak gini aku ga seberapa ini, tapi sekarang mereka tambah keliatan sayang Pandangan subjek terhadap lawan jenis yakni subjek merasa masih mempunyai perasaan yang sama (suka) terhadap lawan jenis, walaupun terkadang membuat subjek merasa rendah diri jika lawan jenis sudah mengajak ke jenjang yang lebih serius karena subjek merasa akan menjadi beban bagi pasangannya. Subjek sekarang ingin menjalin relasi dengan lawan jenis sebatas sebagai teman saja,kalau pun ingin hubungan yang lebih serius maka subjek ingin pasangannya bisa menerima kondisinya (Sl: 223-250) Mungkin kalo perasaan hati masih sama. Maksude kalo aku seneng sama si A ya pengennya dia deket ma aku. Tapi di sisi lain, seumpamanya dia yang mau lebih jauh, aku mikir, aku tu perempuan, hak kodratnya ngurus, apa bisa aku kalo diajak serius. Aku setengah mikir apa bisa? seumpama nanti aku hamil kepiye [bagaimana]? Ngurus bayi khan ga gampang kadang bikin down [menyerah]... sebatas friend [teman] gitu aja, tapi mungkin yang tak pingini dia mau menerima keadaanku Subjek merasa memiliki hubungan yang baik dengan keluarga. Meskipun saudara subjek yang kesemuanya laki-laki kurang perhatian tetapi menurut subjek laki-laki memang kurang peduli dan saudaranya sudah punya keluarga sendiri-sendiri. Selain itu sikap saudaranya tersebut sudah sudah terjadi sebelum subjek mengalami kelumpuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
sehingga bagi subjek tidak masalah. Subjek merasa bahwa dirinya yang harus beradaptasi dengan kondisinya. (Sk :258-281) Baik tapi aku khan bertiga bersudara, aku cewek sendiri, tahu sendiri cowok-cowok agak kurang peduli, cuek. apalagi mereka udah berkeluarga, mereka mikirin keluarga sendiri to? Aku sedihnya mereka ga pernah peduli sama aku, kalo aku ga minta tolong. Mbok liat adiknya ga bisa keluar ke mana jalan, mbok pleserannya dibikini? Kalo aku ga nih eh {mengeluh] ga. malah yang sering memperhatikan aku justru orang lain. mungkin aku harus lebih kuat tegar, iki pikirono dewe, lha kuwi piye carane Hubungan dengan teman sependeritaan, menurut subjek baik sehingga dapat saling dukung dan berbagi pengalaman. Subjek merasa senang sekali karena adanya kesempatan untuk bertemu teman sependeritaan yang difasilitasi oleh LSM (Sp : 283-297) Baik, saling dukung. PMI setiap jumat 2 minggu sekali kita kumpul, seneng banget kalo dikumpulkan gitu. kita bisa cerita pengalaman kita , “ piye nek sikile lagi loro, wah aku ngene ngene ngene” gitu “wah aku mesti nangis...wis tak gebuki bojoku” cerita-cerita gitu enake didengerin. Apa yang dirasa paraplegi, dipunya paraplegi to? Jadi ada yang sakit, gringingen, ada yang spastic, ada yang gitu to? ada yang cerita ngompolan, ngisingan. jadi kalo kita ngumpul kayak ada semacam konferensi [tertawa] “piye ngonmu? Piye udah bisa ereksi? Subjek menilai hubungan dengan dengan orang yang tidak menderita paraplegi membuat subjek merasa terdukung dan memberi semangat bagi kesembuhan subjek. Mereka pun menjadi lebih memperhatikan subjek daripada sebelum mengalami kelumpuhan (Sk :197-218)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
kayake mereka malah mendukung, men-support kasihan. “mbak yuni semangat ya? Gini gini” mereka pasti ngomong begitu, memberi semangat “pokoke mbak pasti sembuh. ngga ada yang ngomong ngenyek [mengejek]. Pokoke mereka mendukung Kalo masalah sosial aku baik-baik aja. sebelum aku kayak gini ga seberapa ini, tapi sekarang mereka tambah keliatan saying. Pengalaman menjalankan aktivitas agama masih dilakukan subjek dengan baik. Subjek masih melaksanakan sholat dan membaca Al Quran, walaupun sekarang aktivitas keagamaan banyak dilakukan di rumah dan tidak terlalu dipaksakan sesuai dengan kondisi tubuh. Misal subjek tetap puasa jika merasa mampu melakukannya (Ma : 300-312) aktivitas agama masih sholat, baca quran, puasa. tapi karena lagi sakit ga usah puasa dulu. kalo dulu aku khan pengajian ikut ke mana-mana, sholat di mushola, ngaji di depan guru. kalo sekarang terbatas, sendiri, sholat, ngaji di rumah. pengajian ya denger kalo ada yang lagi di masjid pake pengeras suara Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut yakni bahwa subjek memiliki motto berjiwa besar dan pantang menyerah. Subjek selalu mengingat jika merasa tidak berdaya. Motto tersebut membantu subjek untuk mencari solusi apabila muncul masalah. Jika solusi tidak ditemukan subjek akan berdiam diri dan membaca buku atau mendengarkan radio, bahkan akan menangis (Mi : 319-336) motto dari dulu berfikir berjiwa besar, pantang menyerah. kalo aku nglokro ga harus sampai down, cari solusi. lagi sedih,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
bunek, temenku banyak sms kalo lagi pas ga ketemu nggondok diem, paling baca buku, denger radio Penilaian subjek terhadap Tuhan adalah bahwa subjek pernah menyalahkan Tuhan dengan membandingkan orang lain terhadap dirinya. Akan tetapi subjek merasa yakin bahwa Tuhan mempunyai rencana terhadap dirinya, sehingga subjek mencoba sabar terhadap pengalaman-pengalaman yang tidak enak yang harus dihadapinya. Subjek tidak terlalu menyalahkan Tuhan, buktinya subjek masih meminta kesembuhan padaNya walaupun sampai sekarang belum diberikan (Ma : 341-370) aku juga pernah ngomong sama kyai, apa salahku sampai dihukum seberat ini, suami meninggal, rumahku berantakan, aku kayak begini. Apa boleh aku menilai Tuhan itu tidak adil? mereka berkelakukan ga baik ga papa, rejekinya malah bertambah, gimana to? Trus aku diomongi, “berpikir positif itu ujian dari Tuhan, nanti liat saja selanjutnya akan diganti dua kali lipat”.
c. Hasil Observasi 1) Aspek Fisik Observer 1 : secara fisik subjek terlihat memilliki berat tubuh lebih atau gemuk sehingga subjek sangat berat untuk bergerak, tetapi subjek selalu berusaha untuk duduk. Subjek juga belum lancar untuk melakukan transfer, seperti dari kusi roda ke toilet,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Subjek lebih banyak diatas tempat tidur. Observer 2 : Subjek tampak sedang tiduran di tempat tidur. Ekspresi wajah subjek terlihat cerah. Subjek jarang mengeluhkan kondisi fisiknya. Subjek terlihat jarang keluar dari kamar. Barang yang ada di sekitar tempat tidur: kursi roda, hasil kerajinan, telepon seluler/handphone, Al Quran 2) Aspek Psikis Observer 1 : Subjek tampak senang ketika peneliti datang. Subjek kemudian menanyakan kabar orang yang pernah datang bersama peneliti. Subjek juga bercerita tentang gosip-gosip korban gempa lainnya dan tampak bahagia. Observer 2 : Subjek tampak tenang, cenderung ceria dan sering bercanda.
Subjek
tampak
menceritakan
kondisinya
dan
pengalaman mengalami gempa dengan terbuka. 3) Aspek Sosial Observer 1 : Subjek tampak akrab dengan tetangga yang sesekali membantu di rumahnya, misal menanyakan apakah sudah makan siang, meminta untuk makan dahulu. Kamar mandi cukup akses untuk subjek. Letak rumah berdekatan dengan tetangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Observer 2 : Subjek tinggal berdua bersama ibunya,sedang anaknya tinggal di rumah adiknya. Subjek jarang sekali keluar rumah. Subjek terlihat sering berkomunikasi dengan temantemannya dengan menggunakan handphone dan bahkan berupaya untuk mencari nafkah dengan bantuan handphone tersebut. Lingkungan cenderung kurang akses untuk pengguna kursi roda karena banyak turunan tajam yang membahayakan di depan rumah. 4) Aspek Moral Observer 1: subjek menghentikan perbincangan dengan peneliti dan meminta diri untuk bersholat,walaupun hanya di atas tempat tidur, sambil duduk. Observer 2 : Subjek terlihat taat beribadah (sholat) sesuai waktunya. Bahkan subjek juga terlihat tekun mendalami agama, dimana di samping tempat tidurnya terlihat kitab suci Al Quran yang dibacanya tiap hari.
d. Kesimpulan Tes Grafis 1) Fisik : secara fisik, subjek memiliki dorongan yang kuat dalam motorik akan tetapi subjek memiliki konflik di daerah kaki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
sehingga subjek menjadi tergantung, merasa tidak mampu ingin selalu ditolong atau dibantu. 2) Emosi : subjek memiliki perasaan yang dapat menentramkan diri, ambisi kuat namun demikian subjek masih memiliki trauma, hal ini yang membuat subjek cenderung mudah tersinggung. Subjek secara emosional merasa tidak aman, depresi, tidak stabil. subjek tidak mau mengakui kenyataan, kurang afeksional, butuh perhatian dan butuh tergantung. Ini diwujudkan subjek dalam bentuk erotis oral 3) Relasi Sosial : subjek mudah menyesuaikan diri, optimis dan respek terhadap lingkungan hal ini mungkin disebabkan karena subjek tidak memiliki kecemasan, percaya diri dan cenderung ekstrovet. Pergaulan subjek bagus karena memiliki ketajaman dalam pengamatan, mau bekerja keras, mau berkorban untuk orang lain walaupun terkesan memaksakan diri dan tidak efisien. Subjek tidak ada hambatan dalam hubungan sosial dan memiliki adaptasi cukup baik, akan tetapi subjek menekankan masa lalu dan ke dalam sehingga pikiran kacau suka menyerang. Hal ini yang
menyebabkan
subjek
menutup
diri,
menolak
ketergantungan, menekankan permusuhan , konflik dengan orang lain dan menolak berhubungan sosial subjek memiliki peranan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
yang besar dalam hidupnya, hal ini menyebabkan subjek cenderung dominan, namun demikian subjek kurang berani mengaktualisasikan diri dan tergantung. Akibatnya perhatian subjek lebih pada diluar keluarganya. Dalam keluarga, persepsi terhadap ibu dan pelindung baik, namun subjek kurang diterima oleh ibu. Sedangkan figur ayah menunjukkan figur otoriter, menguasai, galak, kurang memberi kesempatan pada subjek, namun demikian subjek merasa lebih dekat dengan ayah 4) Kognitif :
subjek memiliki keteraturan
proses berpikir dan
kontak sesuai dengan realitas teoritis statis sehingga dorongan berprestasi kurang. Subjek kurang bisa menerima kritik dan pendapat orang lain karena masih kurang matang.
e. Dinamika Tiap Aspek pada Subjek 1) Fisik Secara umum, subjek memiliki gambaran yang negatif terutama tentang
tersiksanya
subjek
karena
perubahan
fisik
yang
dialaminya, terganggu dan risih dengan penampilan yang baru, dan subjek pernah putus asa dengan perubahan fisiknya. Namun demikian, subjek cukup memandang positif barang dan bendabenda yang dimilikinya, walaupun subjek tetap memiliki prioritas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
terhadap kebutuhannya sendiri. Sisi positif, subjek tampak semangat dan berusaha sendiri untuk melayani diri, walaupun subjek juga kurang mampu secara fisik untuk melakukan hal-hal tertentu seperti transfer. 2) Psikis Subjek masih memiliki gambaran negatif tentang dirinya, dimana subjek masih merasa sedih sehingga sering terwujud dalam perilaku menangis dan marah. Subjek pun merasa bahwa dirinya masih belum cukup mandiri. Pengalaman gempa membuat subjekmenjai trauma, terutama dengan suara yang mengagetkan. Subjek juga merasa cemas terhadap masa depannya, dimana subjek cemas tidak mampu membiayai pendidikan anak karena perannya sebagai singel parent. Sedangkan gambaran positif tentang diri subjek yaitu bahwa kondisi emosi dinilai cukup stabil.Hal ini karena subjek memiliki anak yang berperan sebagai motivator dan fungsi kontrol emosi subjek. Subjek juga memandang dirinya tidak lagi merasa rendah diri dan putus asa setelah adanya pengalaman memperoleh perawatan dan bertemu dengan sesama penderita paraplegia akibat gempa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
3) Sosial Subjek memiliki pandangan negatif menyangkut hubungan dengan lawan jenis. Subjek kadang kala memiliki perasaan rendah diri karena adanya ketakutan akan menjadi beban orang yang ingin menjalin hubungan dengannya. Namun secara umum subjek memiliki gambaran positif terhadap keluarga dan masyarakat. Subjek menilai hubungan dengan keluarga tetap terjalin baik, meskipun saudaranya dirasa kurang perhatian tetapi dianggap lumrah karena subjek menilai perilaku tersebut sudah ada sejak subjek belum mengalami paraplegia. Hubungan dengan masyarakat, terutama yang bukan penderita paraplegia juga terjalin baik, bahkan subjek menilai mereka lebih memberi perhatian. Hubungan dengan sesama penderita paraplegia juga dipandang penting karena dapat berperan untuk saling memberi dukungan dan penguatan. 4) Moral Subjek memiliki pandangan positif terhadap nilai dan prinsip hidupnya. Subjek memiliki motto hidup berjiwa besar dan pantang menyerah yang memberinya kekuatan. Subjek juga memandang bahwa musibah yang dialaminya merupakan bagian dari rencana Tuhan sehingga Tuhan tidak perlu disalahkan. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
ini terwujud dalam perilaku subjek yang tetap
menjalankan
aktivitas agama (sholat) walaupun dilakukan di rumah.
2. SUBJEK II a. Identitas Subjek Nama
: SP
Usia
: 41 th
Alamat
: Kotesan, Prambanan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
b. Hasil Wawancara Penilaian subjek terhadap perubahan kondisi fisik bahwa subjek merasa ada perubahan yang jauh sekali pada kondisi fisiknya, antara yang dulu mampu berjalan dengan yang sekarang menjadi tidak bisa jalan. Subjek mengeluhkan tentang rasa sakit yang terus-menerus yang tidak kunjung sembuh atau menghilang sehingga mengganggu aktivitasnya, seperti aktivitas tidur. Hal ini ini diperburuk jika fisik subjek sedang tidak sehat dan terlalu capek, sakitnya tidak berkurang. Solusi yang diambil oleh subjek dengan memakai kipas angin, mendengarkan lagu dan melakukan servis barang elektronik untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
mengurangi dan mengalihkan dari panas yang dirasakan oleh fisiknya (Ft : 8-63, 110-114) kondisi fisik sekarang tidak bisa jalan lagi seperti dulu. kalo dulu bisa jalan, kaki sehat, ke mana-mana atau naik motor bisa, sekarang cuma bisa pasrah di kursi roda, merasakan sakit. Yang saya keluhkan sakit terus ada sampai sekarang, semacam kaki keseleo bengkak atau pegel-pegel sampai sekarang ga hilang. Terkadang tambah kuat, terkadang biasa, biasa tu sebenernya sakit, rasanya kaki berat, panas, kesemutan. Pas dingin keluar terus. Kalo capek terus terang malah muncul terus. Untuk tidur pun susah, untuk aktivitas sedikit juga terganggu, masalahnya badan kaku, jadi misalnya untuk bungkuk atau mengambil agak tinggi sudah sulit. Kalo saya ini lain daripada temen, cara menguranginya mengatasinya ga bisa. Saya imbangi dengan hawa dingin udara. Jadi alih perhatian agak nyaman. Untuk mengalihkan rasa sakit dengan mendengarkan lagu-lagu, yang jelas fikiran harus dihindarkan dari rasa sakit. Berhubungan dengan penilaian terhadap tubuh dan penampilan, subjek mengungkapkan bahwa dirinya tidak terlalu mementingkan penampilan. Subjek lebih mementingkan bagaimana mengatasi dirinya sendiri. Subjek mencontohkan jika mementingkan penampilan akan tetapi tetap mengompol maka dianggap sama saja tidak mempunyai penampilan yang baik. Subjek juga tidak terlalu khawatir menjadi bahan pembicaraan orang lain menyangkut penampilannya yang berubah karena merasa memang dirinya ada perubahan. (Ft : 118-137) Saya sudah tidak memikirkan penampilan, yang penting saya bisa mengatasi keadaan saya sendiri. Saya punya penampilan kalo celananya kena ompol terus kan sama saja ga punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
penampilan, yang penting saya bisa mengatasi air kecil dan air besar. Itu saja udah sulit, tidak setiap penderita seperti saya mampu karena kebetulan ga punya kontrol. Saya jarang keluar mengingat kondisi fisik saya seperti ini. Mau keluar jauh juga tidak mampu, permasalahannya karena ga kuat menahan rasa sakit. Kalo di luar saya cuek-cuek saja, dalam keadaan pakaian apa adanya, misalnya diomongin orang ya biarin karena saya memang seperti ini fisik saya. Saya keluar ga begitu drop, cuma sementara ini untuk menahan sakitnya bingung gimana kalo keluar. Subjek menilai terjadi perubahan yang sangat mencolok pada kondisi kakinya, dimana subjek dulu mampu berjalan tetapi sekarang tidak mapu lagi. Subjek mengeluhkan kakinya yang terus-menerus merasakan sakit yang tidak kunjung sembuh atau menghilang sehingga cukup mengganggu aktivitasnya, misalnya tidur dan aktivitas yang lain. Hal ini ini diperburuk jika fisik sedang tidak sehat dan terlalu capek, sakitnya tidak berkurang. Solusi yang diambil oleh subjek untuk mengurangi rasa sakit berupa panas di kakinya dengan memakai kipas angin, mendengarkan lagu dan melakukan servis barang elektronik sehingga rasa panas tersebut terkurangi atau teralihkan perhatiannya dari rasa sakit tersebut. (Ft : 8-63, 110-114) kondisi fisik sekarang ini terus terang tidak bisa jalan lagi seperti dulu, untuk jalan pun sudah tidak bisa seperti dulu. kalo dulu kan bisa jalan, kaki sehat, ke mana-mana ga ada apa…,naik motor bisa, sekarang cuma bisa pasrah cuma ada di kursi roda merasakan sakit. Keluhan jelas ada ya. Yang saya keluhkan tu, kalo sakit terus ada sampai sekarang… Ya semacam misal kaki keseleo bengkak atau mungkin pegelpegel sampai sekarang ga hilang. Mungkin terkadang tambah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
kuat, terkadang biasa, biasa tu sebenernya sakit, rasanya tu kaki berat, panas, kesemutan, berat sekali ya gitu. Ya liat keadaan, mungkin pas hawa dingin atau gimana itu keluar terus. Kalo capek terus terang malah muncul terus… Iya ga ilang-ilang. Untuk tidurpun susah…untuk aktivitas sedikit juga terganggu masalahnya apa? Badan kaku.. jadi misalnya untuk bungkuk atau, mengambil agak tinggi sudah sulit. Kalo saya terang ini lain daripada temen ya? Kalo saya tu semacam itu cara menguranginya…kalo mengatasinya ga bisa ya? Ya ga ilang, saya tiup pake kipas angin, istilahnya saya pake kipas angin. Saya langsung menghidupkan kipas angin terus didepan kipas angin…jadi rasa sakit…saya imbangi dengan hawa dingin udara. Jadi alih perhatian… Iya he em jadi di depan kipas angina merasakan hawa dingin ya udah, agak nyaman daripada tidak, kalo tidak pake kipas angina kayak sakit, panas, ga kuat. Ya untuk mengalihkan rasa sakit itu tadi…sama seperti memakai kipas…sama dialihkan dengan mendengarkan lagu-lagu, melihat tu… yang jelas fikiran harus dihindarkan dari rasa sakit. Penilaian subjek terhadap benda dan harta yang dimiliki, subjek merasa masih menginginkan barang-barang yang dapat memberi penghiburan bagi dirinya. Selain barang-barang itu subjek tidak terlalu menginginnya. (Fh : 150-163) Ya untuk barang sudah dianggap tidak menginginkan paling menginginkan...yang bisa menghibur saja... kalo pengen punya tempat tidur bagus...lemari bagus... atau mungkin rumah bagus, motor, bagi saya tidak ada artinya... Jelas ada perubahan masalahnya saya punya barang-barang seperti itu saya tidak bisa pakai.. Ya...punya rumah bagus juga tidak bisa menikmati misalnya punya sepeda motor bagus baru tidak bisa mengendarai... Jadi sudah di sini saja sudah cukup Penilaian terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya, subjek mengungkapkan bahwa dirinya hanya bisa pasrah dengan kondisi selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
duduk di kursi roda dan kesulitan untuk bepergian. Subjek juga menilai bahwa aktivitas yang dulu mampu dilakukannya sekarang banyak yang sudah tidak mampu dilakukan lagi sehingga banyak dibantu orang lain atau ada ketergantungan dengan orang lain (Ft: 13-15, 237-241, 248-251) Ya jauh sekali…kalo dulu kan bisa jalan, kaki sehat, ke manamana ga ada apa…,naik motor bisa, sekarang cuma bisa pasrah cuma ada di kursi roda…merasakan sakit. Ada permasalahan dulu, segala sesuatu dulu saya menangani, baik dari listrik, memasang genting yang bocor, bisa masang antena, masang... dulu saya bisa menjalani sendiri tanpa bantuan bisa, lah sekarang saya melihat seperti itu, genting bocor, udah diem aja, Ga bisa ngapa-ngapain, cuman memandang aja... Sebenernya saya masih pengen, bagian membetulkan genteng, saya melihat istri saya, apa itu bocor semua itu, saya ingin mbetulkan tapi ga mampu, Subjek menilai kondisi emosinya masih cukup stabil, terlebih bila ada yang menemaninya setiap saat seperti anak atau istri. Subjek akan terpancing emosinya bila meminta pertolongan tetapi tidak segera mendapat pertolongan. Subjek menilai dirinya menjadi manja setelah mengalami paraplegia.. Wujud emosi yang dikeluarkan oleh subjek yaitu dengan marah-marah. (Ee : 66-98) Kalo menurut saya sekarang stabil-lah… Untuk menghadapi rasa sakit itu ya ini kalo ada temen, anak atau istri mungkin emosi Ya namanya mungkin sakit manja ya? Betul sakit terus…tu terkadang minta tolong sama anak atau istri itu ga buru-buru ditolongi tu marah. Ya bisa, minta pertolongan segera ditolong…ya walaupun mungkin hanya ambil apa, permasalahnya waktu itu, seperti itu pas mengalami rasa sakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
yang tinggi, rasa sakit yang tinggi kok orang yang disuruh apa ga cepet-cepet gitu…terus akhirnya marah… Ya marah mulut aja ga, paling ngomel.. Penilaian subjek untuk menjadi mandiri adalah adanya harapan dari keluarga agar subjek menjadi mandiri tetapi pasien merasa ada beberapa hal yang masih perlu bantuan. (Et: 360-363) jadi ga kayak dulu waktu sehat itu,walaupun ada dukungan tapi ga sepenuhnya, yang dimaksud tidak sepenuhnya mungkin, prinsip keluarga tu apa biar bisa bisa mandiri betul atau dibiarkan saja Perasaan cemas tentang masa depan dialami oleh subjek karena merasa tidak cukup mampu lagi menafkahi keluarga. Akan tetapi, subjek masih berusaha mencoba kembali mencari penghasilan dengan tetap menekuni usaha dulu sebagai tukang servis barang elektronika. Aktivitas tersebut dilakukan juga untuk usaha mengalihkan perhatian dari rasa sakit (panas) yang dialaminya (Ec: 102-114) Sebenarnya untuk masa depan cemas juga permasalahnya untuk mengidupi anak dan istri itu harus dihidupi seperti dulu, tapi kemampuan fisik udah ga mungkin kan? ya…terkadang trus apa adanya sampai di mana ya…sampai di kemampuan segini ya sudah. Usaha saya dari dulu ya…kebetulan juga saya tu seneng elektro yo? Jadi setengah menghibur dapat bekerja santai… Ya untuk mengalihkan rasa sakit itu tadi…sama seperti memakai kipas…sama dialihkan dengan mendengarkan lagulagu, melihat tu… yang jelas fikiran harus dihindarkan dari rasa sakit. Subjek menilai bahwa dirinya masih merasakan trauma sekali terhadap gempa. Subjek merasa jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuh menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
gemetar apabila ada hal yang dianggap oleh subjek mirip dengan gempa. Subjek takut dengan gempa karena subjek masih merasa ingin hidup, tetapi subjek cukup pasrah dengan keadaan jika tidak terkendali,. Subjek merasa terkejut jika sedang tidur mendengar suara yang keras karena teringat suara Subjek berusaha mencari informasi kepada orang terdekat, sumber yang ditakutkan tersebut, agar pikiran yang dirasakan oleh subjek menjadi lebih tenang (Ee : 165-197) Wah trauma, jelas sekali ada..kalo ada apa suara jatuh aja “wah ini gempa lagi” seperti dulu. Di hati itu bergetar berdebar-debarlah perasaan kalo ada gempa lagi gimana? Sebenernya dalam hati kecil itu masih pengen hidup, tapi kalo ada gempa yang betul-betul ga bisa dikendalikan ya pasrah... Ya biasanya malah waktu tidur, permasalahannya waktu saya gempa itu dulu masih tidur. Masih tidur dibangunkan sama istri baru melek trus gempa nyeg [suara gempa] gitu gimana ga trauma? Jadi kalo tidur ada suara keras perasaan ada gempa lagi. Saya teringat kalo ada gempa lagi...takutnya disitu...terus gemetar... kalo udah berdebar-debar gitu ya diam, lalu tarik nafas, dan mempelajari tadi yang ada getaran itu apa? Kalo tadi tahu yang tadi ada bikin gemetar tadi tahu, lama enak, ilang...ho o...kalo belum ketemu masih... Kepikiran terus, tadi apa? Ya itu nyari tahu, ya mungkin yang didekat itu suara apa? Suara barang jatuh apa, nanya, yang paling deket siapa ya ditanya... Penilaian subjek terhadap kesedihan dan kecemasan yang dialami adalah bahwa subjek merasa cemas bahwa kondisinya tidak akan mengalami perubahan. Subjek sebenarnya masih memiliki harapan agar dapat berjalan lagi. (Ec: 199-210)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
permasalahannya, orang sakit, orang merasakan kena dapat musibah, sakit, kok kenapa sampai sekarang, udah hampir... Satu tahun lebih satu setengah tahun, tapi kok perubahan fisik ga ada? Terus apa itu pengen berobat kata orang obatnya tidak ada ya gimana gimana? Putus asa bingung. biasanya orang sakit ketemu obat terus sembuh Iya, mestinya orang sakit itu ada dua mas, orang sakit itu kalo ga sembuh ya mati biasanya orang sakit gitu, yang saya alami ini sakit, sembuh ga mati belum... Subjek memiliki pengalaman terhadap perasaan rendah diri dan putus asa. Subjek menilai dirinya merasa putus asa karena sudah lebih dari satu tahun belum memperoleh perubahan fisik atau kesembuhan. Subjek merasa jengkel karena seperti berada dua posisi, yaitu tidak meninggal dan tidak sembuh. Subjek juga pernah punya niat untuk bunuh diri karena keputusasaannya. Subjek pun merasa rendah diri, terutama ketika tidak lagi mampu melakukan tugasnya yang seperti dulu dan tugas tersebut dikerjakan oleh istri atau anaknya (Ee : 199-262) Ada, rasa putus asa jelas, gimana ya? Ada, permasalahannya, orang sakit, orang merasakan kena dapat musibah, sakit, kog kenapa sampai sekarang, udah hampir... Satu tahun lebih satu setengah tahun, tapi kok perubahan fisik ga ada? Terus apa itu pengen berobat kata orang obatanya tidak ada ya gimana gimana? Putus asa bingung. biasanya orang sakit ketemu obat terus sembuh Iya, mestinya orang sakit itu ada dua mas, orang sakit itu kalo ga sembuh ya mati biasanya orang sakit gitu, yang saya alami ini sakit, sembuh ga mati belum... Terkadang kalo bunuh diri itu ada. Ya karena rasa putus asa, hidup seperti ini, apa ini sembuh ndak, mati ga, jadi rasanya seperti ini pengen mati saja. Dengan adanya mati secara teknik semua ilang, rasa sakit ga punya, sudah tidak melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
lingkungan lagi, saya punya cerita ni, saya punya temen muda, gantung diri.. Kalo rasa rendah diri ada, dulu saya bisa ke mana-mana naik sepeda motor, bisa manjat pohon bisa betulin listrik, ya sekarang dak bisa ngapa-ngapa melihat temen-temen bisa seperti itu bisa dibilang Iya...ada permasalahan dulu, segala sesuatu dulu saya menangani, baik dari listrik, memasang genting yang bocor, bisa masang antena, masang... dulu saya bisa menjalani sendiri tanpa bantuan bisa, lah sekarang saya melihat seperti itu, genting bocor, udah diem aja, Dari ini gimana supaya aku bisa membetulkan, peralatanperalatan yang seperti itu tadi, gimana... nyari alat apa? Sebenernya saya masih pengen, bagian membetulkan genteng, saya melihat istri saya, apa itu bocor semua itu, sebenernya saya nangis, semua bocor anak istri ga bisa mbetulkan, saya ingin mbetulkan tapi ga mampu, pernah juga waktu hujan itu, betul, gentengnya mlorot dua gitu Iya...kadang kalo inget istri dan anak saya itu ketawa, membetulkan genteng bocor aja lama sekali ga rampungrampung, giliran sudah rampung rapet, terang ga hujan, udah ga hujan lagi, kalo hujan lagi ga tahu bocor lagi, Saya juga kadang ketawa, udah satu jam lebih, kog mbetulin ga rampung-rampung, giliran sudah ga bisa bocor, terang ga hujan [tertawa] itu kan lucu, tapi saya walaupun seperti itu batin saya menangis, kasihan...anak istri gitu lho Berhubungan dengan kesiapan untuk kembali ke masyarakat, subjek merasa masih jarang keluar karena belum mampu untuk menahan rasa sakit. sedangkan dari lingkungan yaitu akses yang minim sehingga subjek tidak bisa mengunjungi tetangga. (Sn : 265-268, 274-277) Kalo saya bilang seperti itu, kembali ke masyarakat sepenuhnya belum bisa, yaitu tadi, saya masih mengalami banyak gangguan gangguan, Ngobrol pun di jalan, ga jauh dari rumah, ya permasalahannya itu tadi, dari awal saya bilang, rasa sakit yang masih terus belum hilang sampai sekarang ini...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Subjek menilai lingkungannya kurang mendukung penderita paraplegia untuk bermasyarakat karena kurang akses untuk pengguna kursi roda (Sk: 270-273).
Ya... misalnya saya main ke tempat tetangga, biasa hanya di jalan ga mungkin bisa masuk ke rumah... Na ga di akses masalahnya... Penilaian subjek terhadap masyarakat adalah bahwa tidak ada dukungan dari masyarakat misalnya tetangga tidak menjenguk dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Subjek menilai masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap penyandang cacat karena tidak bisa diandalkan sehingga kurang atau tidak diajak dalam kegiatan kemasyarakatan. Subjek pun menilai dirinya dikucilkan karena merasa tidak ditegur oleh tetangga. (Sk : 280-302) Ya saya pikir, di sini itu memang ga ada dukungan... Dari pandangan sehari-hari saya seperti ini, masyarakat di lingkungan jarang sekali yang menjenguk. Ya saya fikir, sebenarnya juga ga, ya memang mungkin biasa pandangan orang cacat itu. Boleh dikatakan jelek, umpama mau membantu, membantu yang kayak gimana? Dianggep tidak [kaset habis ganti kaset]...Dianggap tidak berguna bagaimana pak? Misalnya lingkungan minta tolong minta tolong yang bagaimana, wong tidak bisa ngapa-ngapain, misal suruh dulu tukang betulin, ga jauh, wong bisa itu, jauh ga, di elektro, misal sekarang disuruh membetulkan listrik di rumah tetangga, lampunya mati, ya ga bisa ngapa-ngapain, jadi pandangan masyarakat itu bagaimana ya? Iya bisa dianggap remeh, trus tidak dianggap, istilahnya malah dikucilkan, wong lewat aja terkadang tidak mau negor,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
makanya dulu kalo lewat banyak negor, tapi sekarang liat aja ga mau, palagi negor...
Penilaian subjek terhadap masyarakat adalah bahwa dirinya harus bisa mengikuti harapan/keinginan masyarakat. Namun subjek menilai belum mampu mengikuti harapan masyarakat karena lingkungan yang kurang akses (Sk : 397-406) He em yang jelas saya tu, yang menyesuaikan saya, bukan orang, istilahnya lingkungan menyesuaikan saya ndak, tapi saya menyesuaikan lingkungan semampu saya... Kalo kemauan lingkungan, terus terang saya belum terjun ke lingkungan ya? Jadi kemauan yang bagaimana itu belum tergambarkan, belum bisa mengikutilah, kemauan saya juga mengikuti, tapi mungkin keterbatasan tempat, itu khan bisa mendukung kurang di akses Pandangan subjek terhadap hubungan dengan lawan jenis atau istri, dianggap telah berkurang tingkat kemesraannya. Subjek sudah tidak dapat merasakan kenikmatan sepenuhnya hubungan suami-istri. Subjek menilai hanya tinggal sepuluh persen rasa nikmat dari bermesraan dan bercumbu karena subjek sudah tidak mampu ereksi lagi. Subjek sudah mencoba berbagai cara berbeda dalam berhubungan seks tetapi tidak berhasil karena tidak dapat menikmatinya. Namun menurut subjek, kondisi ini tidak mempengaruhi istri sehingga ingin meninggalkannya (Sk : 317356) Ini terus terang saja, kalo untuk istri saya, tu tidak ada perubahanlah, masih tetap, cuman yang jelas itu hubungan , keluarga masih baik tidak ada perubahan...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Yang mana maksudnya? Kalo mesra tinggal sepuluh persen lah... kalo dulu hubungan suami istri masih jelas sekali, masih bercanda, bercumbu, mungkin sama-sama menikmati, kalo sekarang tidak bisa sama sekali saya, ya itu...jadi hubungan tinggal jelas sepuluh persen itu, jelas terkadang mau, banyak tidaknya, mau aja juga tidak seberapa, kalo dulu kan sama sampai penuh, sekarang aja disenggol aja tidak mau... Sampai hari ini ga berubah, masih ga berubah, walaupun istri saya, istri saya ga berfikir jauh untuk ke mana istilahnya lari dari rumah, atau meninggalkan anak istri, ya ga... masih biasa, cuman ya itu, hubungannya untuk suami istri sudah... saya pikir tinggal sepuluh persen itu saya pikir, kalo dulu ada apa – apa pengen mesra langsung bisa mesra, sekarang khan ndak... Ya berkurang, istilahnya begini, merasakan begini, walaupun istri saya misalnya pengen seperti dulu, kalo saya khan sudah tidak bisa melayani, sampai apapun tidak bisa memuaskan istri, walaupun istri saya mau seperti kayak sehat siap melayani, tapi yang dilayani tidak bisa bergerak apa-apa ya lama-lama yang melayani ya juga males... Udah, ada yang mengatakan, dengan cara-cara lain, tapi untuk kepuasan tidak ada ya...lebih baik tidak usah sama sekali. Hubungan subjek dengan keluarga, terutama dengan istri dan anak, dinilainya tidak ada perubahan terutama karena perannya sebagai ayah masih diakui walaupun subjek sekarang lumpuh. Namun subjek menilai keluarga besarnya kurang memberi dukungan dengan alasan tidak diketahui secara jelas. Sedangkan dari keluarga besar dari pihak subjek atau istri tidak ada bantuan apapun baik material atau non material (Sk : 359-379) Kalo dengan anak masih biasa saja, tidak ada perubahan, masih mengakui, walau saya lumpuh seperti ini, saya masih dianggap orang tua, sebagai ayah, bukan orang lain, walaupun dulu sehat alfiat bisa ke mana-mana, sekarang seperti itu,dia mengakui bagaimanapun juga ayah, tetep ayah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Ya besar kecil itu ada dukungan...cuman dukungan itu terbatas jadi, jadi ga kayak dulu waktu sehat itu,walaupun ada dukungan tapi ga sepenuhnya, yang dimaksud tidak sepenuhnya mungkin, prinsip keluarga tu apa biar bisa bisa mandiri betul atau dibiarkan saja, saya juga saya kurang tau, yang jelas dukungan ada, kalo meremehkan ya ndak... Kalo menurut sepengetahuan saya ini, hanya keluarga saya sendiri saja, kalo dari keluarga besar dari keluarga orang tua saya atau keluarga dari istri saya tu, saya pikiran dukungan kurang, yang maksud dengan dukungan, ya keluarga dari anak dan istri saja... Mungkin melihat keadaan seperti ini tu mungkin mempunyai perasaan kasihan atau bagaimana, tapi untuk membantu, tu...ndak ada, bantuan apa ndak ada, materipun ndak ada, apalagi bantuan fisik...saya pernah mengalami kesulitan buang air besar atau buang air kecil, cuman dilihatin aja kog ga di bantu ga di bantu lah, kalau keluarga, macam istri atau anak khan mesti ya membantu khan keluarga sendiri.. Hubungan dengan teman sependeritaan masih dilakukan oleh subjek walaupun hanya satu sampai dua orang saja. Relasi dengan sesama penderita paraplegia ini dipandang penting subjek karena bisa saling mendukung, sharing tentang keluhan yang dirasakan dan merasa tidak sendiri (Sp : 408-416) Ya masih ada satu dua ndak semuanya yang bisa saya hubungi saja...yang tidak bisa sebenarnya perlu untuk hubungan sama sesama penderita sama tu perlu, masalahnya apa ya sesama senasib, sesama rasa..bisa saling menguatkan, saling mendukung, saling mengisi walau sama penderita, kalo ndak punya hubungan sama penderita tu... mungkin keluhankeluhan banyak sekali sehubung ada temen sependerita sama yang dirasakan, jadi ga begitu sangat sedih... Ya benar ga merasa sendiri betul...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Subjek menilai hubungan dengan dengan orang yang tidak menderita paraplegi tidak menjadi pilihannya dan lebih memilih berteman dengan sesama penderita praplegia. Hal ini disebabkan karena orang yang tidak menderita paraplegia dinilai bersikap acuh tak acuh (Sn : 419-426) Ya sementara ini saya cenderung memilih bersama penderita... Ya kalo orang yang sehat gitu, saya ini kebanyakan sih acuh tak acuh, cuek, tapi kalo bersama penderita bisa saling tukertukeran pengalaman, bisa saling menanyakan gimana rasanya gimana gimana? Kalo dengan orang umum yang tidak penderita seperti ini, terkadang, apalagi yang merasa ga seneng, ya mungkin malah mensyukurkan... Pengalaman dalam menjalankan aktivitas agama, subjek mengungkapkan bahwa dirinya tetap melakukan aktivitas agama seperti sholat tetapi hanya di rumah dan di kursi roda. Subjek tidak ke masjid karena rasa sakit dapat menyerang tiba-tiba sehingga mengganggu konsentrasi (Ma : 467-478) Ya kalo untuk sholat sehubung tidak bisa ke mana-mana ya sholatnya di rumah... Ho o di kursi roda, kalo mau ke masjid agak jauh, trus kalo sholatpun konsentrasi kurang mas... Lha gimana ga kurang? Orang sholat itu keadaan pikiran tenang, semua pikiran yang tidak-tidak dihilangkan, lha ini waktu sholat itu semua bisa dihilangkan, rasa sakit ini ga hilang-hilang, terkadang malah muncul, muncul kuat, jadi waktu istilahnya waktu menghayati tu si sakit, keluar, ya sulitnya di situ, si sakit keluarnya sewaktu-waktu sih Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut, subjek menilai bahwa bencana gempa yang terjadi merupakan takdir yang harus diterima sehingga tidak bisa diubah (Mi: 493-497)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
kalo takdir memang betul, yang namanya takdir tu, suatu akibat, atau apa ya? Istilahnya sesuatu yang... kalo takdir ga bisa mas...kalo nasib bisa dirubah
Penilaian subjek terhadap Tuhan adalah bahwa bencana dan kondisi yang dialami dinilai sebagai suatu peristiwa yang adil menurut Tuhan atau sebagai suatu takdir yang tidak bisa diubah. Tuhan tidak memberi hukuman karena semua orang menjadi korban gempa dan tidak memilihmilih. (Ma : 483-509) Pikiran banyak mas, bisa mengatakan bahwa Tuhan itu memang tidak adil,tapi dengan pemahaman lain, mungkin Tuhan tu ngasih seperti ini mungkin yang terbaik, di apa tu... terbaik pada Tuhan, permasalah ya mungkin, umpama saya sehat mungkin, saya juga kira-kira kalo waktu ga sakit, banyak perbuat-perbuatan yang kurang berkenan berkenan atau mungkin berdosalah, mungkin, Allah memberi seperti ini, terbaik untuk umatnya... kalo takdir memang betul, yang namanya takdir tu, suatu akibat, atau apa ya? Istilahnya sesuatu yang... kalo takdir ga bisa mas...kalo nasib bisa dirubah, kalo takdir itu sudah merupakan kehendak Allah, kehendak Tuhan, jadi kamu harus begini begini, ya itu Tuhan yang menentukan, kalo nasib bisa dirubah, misalnya nasib saya kehidupan saya ga bagus jelek, bisa dirubah dengan posisi, tapi kalo takdir itu tahunya kalo sudah terjadi, tu menurut saya tu namanya takdir, Ini mungkin saya anggap takdir bisa, kalo hukuman, kogk bukan saya sendiri? Lha waktu gempa kemarin itu khan? Banyak sekali,baik yang masih muda, masih bujang, udah tua, terkadang pak ustad, mubaligh, tapi herannya saya di sini mas, tapi kebanyakan ini, menurut pengertian saya delapan puluh persen ini orang tidak mampu, yang mengalami seperti ini, delapan puluh persen kurang lebih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
c. Hasil Observasi 1) Aspek Fisik Observer 1 : Subjek terlihat sering mendekat dengan kipas angin dan memijat bagian perut karena keluhan subjek di bagian perut. Subjek memiliki peralatan servis elektronik yang lengkap dan masih digunakannya. Subjek juga memiliki televisi, VCD player, handphone. Observer 2 : Subjek hanya duduk di kursi roda. Subjek sering mengeluhkan tentang kondisi fisiknya, yaitu daerah sekitar perut yang terasa sakit. Subjek beberapa kali terlihat memijat-mijat daerah pertu tersebut dan meringis menahan rasa sakit. Subjek masih memakai kateter kondom untuk menyalurkan urine yang tidak terkendali. Beberapa kali subjek mengangkat tubuhnya untuk menghilangkan rasa sakit yang sering muncul di bagian tubuh yang lumpuh. Harta yang dimiliki: televisi, handphone, VCD player. 2) Aspek Psikis Observer 1: sangat antusias ketika peneliti datang, dan bercerita dengan lelucon-leluconnya, kadang nampak memberi petuahpetuah tentang pengalaman hidupnya, namun ketika diajak untuk berbincang serius tentang keadaan subjek tampak menolak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
dengan menunjukkan kesakitan di daerah perut, dengan memijat sekitar perut dan menunjukkan ekspresi kesakitan Observer 2 : Subjek terlihat cukup senang ketika diajak berbincang-bincang tentang topik-topik yang ringan dan tentang kemampuannya memperbaiki barang elektronik, tetapi raut muka akan terlihat lebih serius dan cemas ketika berbicara tentang kondisi fisik yang dialaminya sehingga subjek menjadi sering mengeluhkan merasa sakit pada daerah yang mengalami lumpuh.Subjek juga terlihat sangat sensitif sehingga mudah curiga dan marah terhadap lingkungan apabila memperoleh perlakuan berbeda seperti dulu waktu belum cacat, seperti tidak disapa oleh orang yang lewat di depan rumahnya. 3) Aspek Sosial Observer 1 : subjek, tidak menyapa tetangga yang kebetulan berkali-kali lewat disamping rumahnya, terkesan subjek tidak mau menyapa tetangga. Letak rumah berdekatan dengan tetangga. Observer 2 : Subjek tampak akrab terhadap istri dan anakanaknya. Tetapi subjek tampak mudah marah dan curiga apabila memperoleh perlakuan berbeda, seperti suguhan untuk tamu, subjek tidak diberi. Subjek pun tampak jarang keluar rumah, kalaupun keluar subjek sesekali berada di teras rumahnya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
berkursi roda. Lingkungan terlihat kurang akses untuk subjek karena jalan kurang rata/bergelombang. 4) Aspek Moral Observer 1 : subjek meminta waktu berhenti dan terdiam sejenak saat suara adzan luhur sekitar jam dua belas siang. Dan kemudian melanjutkan kembali percakapan setelah suara adzan luhur selesai. Observer 2 : Subjek cukup menghormati waktu sholat, meskipun tampak tidak melaksanakannya karena merasa terganggu dengan rasa sakitnya. Letak rumah cukup dekat dengan masjid.
d. Kesimpulan Tes Grafis 1) Fisik : Subjek tampak kurang energi (drive lemah), narsis agresif dan ekspansif hal ini mungkin disebabkan adanya penolakan terhadap impuls fisik dan kehilangan kebanggaan fisik, sehingga yang terjadi negativisme pada diri sendiri, dan tak kenal batas, sehingga subjek cenderung memaksakan diri dan tidak efisien. 2) Emosi : Subjek cenderung merasa tidak aman , mudah cemas, mudah marah, tidak stabil, impulsive, mudah frustasi, cemas, depresi dan mudah konflik hal ini mungkin disebabkan karena subjek, masih memiliki trauma, tidak mempunyai ketetapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
pikiran
dan mudah dipengaruhi.
Namun demikian, subjek
berusaha untuk mengontrol emosinya. 3) Sosial :
Subjek enggan memperhatikan sekitar, menyatakan
ketidaksenangan sehingga subjek mudah konflik mungkin disebabkan belum matang secara psikososial, butuh perhatian, daya kritik kurang dan tidak mau terbuka. Namun di sisi lain, subjek menolak untuk tergantung. Dalam relasi sosial, subjek merupakan pribadi yang menekankan masa lalu dan introvet, sehingga tajam dalam pengamatan, mau bekerja keras, mau berkorban untuk orang lain tapi cenderung memaksakan diri sehingga tidak efisien dan kekanak-kanakan. Dalam keluarga, subjek berorientasi ke luar. Hal ini mungkin disebabkan subjek merasa kurang mampu. Dalam hal seksualitas subjek guilty feeling terhadap seksualitas, mungkin ini terjadi karena subjek sudah tidak mampu. Subjek butuh perhatian, maka dari itu subjek kurang suka berperan dalam keluarga, merasa kurang dipercaya, kurang diperhatikan dan kurang berharga dalam relasi sosial. Subjek cenderung tertutup karena memiliki kelemahan dalam peran. Sedangkan di dalam keluarga, subjek merasa peran dari seorang ibu lemah dan kurang ada penerimaan dari ibu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Sedangkan figur ayah menunjukkan sikap yang otoriter, menguasai, galak dan kurang memberi kesempatan 4) Kognitif : Subjek menekan intelektual, norma dan etika. Namun demikian subjek tidak mudah terbuka sehingga belum dewasa. Subjek juga tidak mempunyai ketetapan diri dalam bekerja atau berfikir, mudah dipengaruhi, oposisi, mudah konflik diri. Subjek serba ingin tahu, tidak dapat memutuskan sesuatu, daya cipta kurang, mudah marah. Daya kombinasi kurang, tidak logis, tidak punya pertimbangan, kurang abstrasi, ganti-ganti.
e. Dinamika Tiap Aspek pada Subjek 1) Fisik Subjek memandang kondisi fisiknya terjadi perubahan yang cukup besar dari mampu berjalan menjadi tidak. Subjek juga terlihat sering mengeluhkan tentang adanya rasa sakit di daerah tubuh
yang
mengalami
paraplegia
sehingga
mengganggu
aktivitasnya. Hal ini mempengaruhi pandangan subjek terhadap harta benda yang dimiliki, dimana subjek mementingkan benda yang dapat memberi penghiburan. Namun subjek
cukup
memandang positif menyangkut penampilannya. Subjek juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
tidak terlalu mementingkan penampilan tetapi kontrol terhadap kondisi fisiknya lebih penting. 2) Psikis Subjek menilai bahwa dirinya masih merasa trauma dengan keras seperti gempa. Subjek juga masih merasa sedih dan cemas terhadap kondisi fisik yang dialaminya karena masih adanya harapan untuksembuh. Perasaan cemas subjek juga berhubungan dengan masa depannya, cemas tidak lagi mampu mencari nafkah. Subjek akan terlihat sangat serius dan mengeluhkan sakit apabila diajak berbicara tentang kondisi fisiknya. Subjek pun mengalami rendah diri sebab merasa belum cukup mandiri hingga pernah ingin melakukan bunuh diri. 3) Sosial Subjek
menilai
tidak
mendapat
dukungan
secara
sosial.
Masyarakat sekitarnya dianggap mengucilkan atau acuh tak acuh terhadapnya. Subjek bahkan terlihat tidak berinisiatif menegur ketika ada tetangganya yang lewat di depan rumanya. Subjek pun jarang bersosialisai karena adanya hambatan lingkungan yang kurang akses dan adanya rasa sakit yang dialaminya. Subjek juga menilai keluarga besarnya (saudara) juga kurang mendukungnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Hubungan intim dengan istri juga juga tidak lagi dapat dinikmati oleh subjek. Namun subjek cukup positif menilai keluarganya (istri dan anaknya). Mereka dianggap cukup mendukung dan memberi perhatian. 4) Moral Subjek menilai bahwa paraplegi merupakan takdir yang harus dilaluinya dan hal tersebut dinilai adil bagi Tuhan. Subjek pun masih menjalankan aktivitas keagamaannya, meski hanya di rumah dan tergantung dari kondisi fisiknya. Sedangkan secara negatif subjek beberapa kali pernah ingin melakukan bunuh diri.
3. SUBJEK III a. Identitas Subjek Nama
: HP
Usia
: 28 th
Alamat
: Sawahan, Pundong, Bantul
Jenis Kelamin
: Laki-laki
b. Hasil Wawancara Subjek menilai terjadi perubahan terhadap kondisi fisiknya terutama pada bagian kaki, dimana awalnya tidak mampu berdiri tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
sekarang mampu berdiri
dengan
alat
bantu
kruk.
Subjek
mengeluhkan tentang rasa sakit yang terus-menerus dirasakan pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan sehingga aktivitasnya. Subjek berupaya menekan sakit pada kakinya tersebut dengan mendiamkan atau memijat-mijatnya dan tidak mengkonsumsi obat penekan rasa sakit supaya tidak mengalami ketergantungan terhada obat (Ft : 7 - 40) Ya keadaan sekarang ini sudah cukup lumayan, dibandingkan dengan dulu.. Ya kalo dulu belum bisa apa-apa hingga saat ini, keadaan saya ini sudah memakai kruk. Kalo keluhan saya rasa masih seperti dulu, masih sakit terus gitu. Ya cekut cekut cekut tapi susah untuk berhentinya gitu, Kalo sakitnya stabil gitu terus. Ya sebenernya mengganggu tapi, berhubung untuk merasakan seperti itu, untuk agar merasakan kesembuhan, di samping untuk tidak menggantungkan pada obat, kita harus rasakan seperti itu. Ya kadang-kadang kita pijit-pijit, atau ga kita biarin saja sampai sembuh gitu. Ya kita diemin aja, apa boleh buat [tertawa] Penilaian subjek terhadap tubuh dan penampilan adalah merasa percaya diri. Subjek merasa tidak terganggu dan menjadi rendah diri terhadap kondisi kelumpuhannya saat ini (Ft: 44 - 50). Ya penampilan bagi saya PD saja. Kita biasa aja. Penilaian subjek terhadap kondisi kaki, subjek merasa ada harapan untuk sembuh, tinggal semangat untuk berlatih semaksimal mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Subjek merasa ada perubahan dengan kondisi kakinya, walaupun tergantung dengan kondisi emosi ketika berlatih, dimana jika sedang semangat maka kaki terasa enak untuk diajak berlatih berjalan (Ft : 55-67). Ya harapan untuk sembuh saya rasa ada, tinggal semangat kita. kita berusaha semaksimal mungkin kita harus banyak berlatih, Perubahan sih cukup lumayan, tapi ya terkadang kondisi kita ga tentu, kadang kita ngedrop kadang ya bagus gitu Kalo ngedrop kita berlatih terapi kita susah untuk berjalan, kalo kita kondisi kita tu enak, kita enak jalan Penilaian subjek terhadap benda dan harta yang dimiliki tidak terjadi perubahan. Subjek juga masih merasa yakin kalau akan kembali mampu untuk mengendarai sepeda motor seperti sbelum mengalami kelumpuhan (Fh : 72-78) Kalo saya rasa untuk kepemilikan itu, kita tidak ada banyak perubahan. Pasti masih tetap, dulunya bisa memakai sepeda motor, sekarang juga harus bisa juga. Penilaian terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya, subjek menilai bahwa dirinya harus kembali mampu melakukan aktivitas seperti sebelum mengalami paraplegia, misal mengendarai sepeda motor (Ft: 75-76) Pasti masih tetap, dulunya bisa memakai sepeda motor, sekarang juga harus bisa juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Subjek menilai emosinya menjadi lebih labil, misalnya jika istri membuat masalah yang meyinggung peran subjek sebagai kepala keluarga. Permasalahan yang dihadapi oleh subjek menjadi sensitif, walaupun hanya masalah kecil. (Ee: 82-92) Ya kalo emosi kita kadang memuncak, kadang ndak. Itu tergantung sih, sebagai kepala keluarga gitu, sebagai istri ga bikin masalah, kita ya dah cuek biasa..tapi diluar itu ga masalah, diluar itu ada orang ngomong gini gini ya kita biarin saja, itu cuman angin lalu gitu aja. Ya masalah keluarga sih, terkadang kita sok bertengkar, sok kadang ya baik, gitu, ga mesti. Penilaian terhadap perasaan yang dialaminya subjek menilai bahwa kondisi emosi atau perasaannya menjadi lebih sensitif. Perlakuan atau perhatian keluarga terhadap subjek sangat mempengaruhi kondisi emosi atau perasaannya (Ee: 82-96) Ya kalo emosi kita kadang memuncak, kadang ndak. Ya tergantung sebagai kepala keluarga gitu, sebagai istri ga bikin masalah, kita ya dah cuek biasa tapi diluar itu ga masalah, diluar itu ada orang ngomong gini gini ya kita biarin saja, itu cuman angin lalu gitu aja... sensitif gitu mestinya? Ya. Subjek menilai pentingnya kemandirian. Hal tersebut membuat subjek berupaya untuk lebih kreatif menggunakan tubuh yang masih aktif, terutama dalam upaya untuk kembali mencari nafkah (Et: 194-198) Ya kita harus berjuang untuk...memulihkan kondisi ekonomi...kita yang dulu bekerja hanya pakai apa? Tenaga? Sekarang harus menggunakan pikiran juga tangan...baru kita gali bagaimana caranya untuk menggerakan tangan kita supaya mendapatkan hasil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Subjek memiliki perasaan cemas terhadap masa depannya. Subjek menilai
bahwa
dirinya
perlu
untuk
berjuang membangkitkan
hidup. Subjek juga optimis dalam memandang kegagalan dan keberhasilan, dimana keberhasilan dalam hidup pasti akan dialami meskipun mengalami berbagai kegagalan (Ec : 99-107) Untuk masa depan kita banyak-banyak berjuang untuk menghidupi keluarga, jadi kita harus berjuang untuk membangkitkan hidup kita... Kegagalan soal biasa, ndak ada keberhasilan itu, kegagalan itu pasti ada keberhasilan, itu nanti diatur dibelakang. Subjek menilai bahwa dirinya sudah tidak mengalami trauma terhadap kegempaan lagi. Subjek sudah merasa terbiasa mengalami gempa (Ee : 99-100) Dengan trauma dari pertama sih saya tidak punya harapan untuk trauma, ndak ada sudah biasa gitu aja. Kesedihan dan kecemasan yang dialami oleh subjek dinilainya dalam taraf yang lumrah (biasa) saja. Subjek tidak memiliki kecemasan atau ketakutan sejak awal dan menanggapi kondisinya dengan lapang dada (Ec : 116-121) Kalo pada saya sih saya rasa ga ada ketakutan apa-apa udah biasa gitu aja. saya dari awal tidak punya ketakutan apa-apa ndak. Ndak, biasa saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Subjek menilai bahwa dirinya tidak memiliki perasaan rendah diri dan putus asa. Subjek menilai dirinya merupakan pribadi yang memiliki kepercayaan diri (Ee : 113-115) Ngga ada, dari dulunya sih saya PD aja, .biasa gitu aja. Ngga ngga pernah. Subjek menilai memiliki kesiapan untuk kembali ke masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena subjek merasa sudah terbiasa untuk kembali bermasyarakat sejak mengalami kelumpuhan, seperti berkumpul atau berbincang-bincang dengan, sehingga tidak ada perubahan (Sk : 123-124) Kalo kemasyarakatan saya sudah biasa dari dulu kumpulkumpul, ngobrol-ngobrol dengan tetangga biasa. Penilaian subjek terhadap masyarakat adalah adanya perasaan belum mampu untuk kembali beraktivitas dalam masyarakat karena keterbatasan yang dialami akibat kondisi kelumpuhannya. Kegiatan kemasyarakatan sering kali menjadi tanggung jawab istri untuk menghadirinya,. Hal tersebut menurut subjek, aktivitas kegiatan kemasyarakatannya menjadi cukup berkurang (Sk : 129-137) Kalo untuk aktivitas masih susah ya? Aktivitas di kampung masih susah. Ya banyak berkurang. Kalo arisan gitu yang saya suruh berangkat istri saya gitu, kalo ada apa-apa, kalo istri saya bisa untuk wakil, istri saya untuk wakil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Subjek menilai lingkungan belum terlalu akses untuk pengguna kursi roda (Sn: 52-53) Tapi lingkungan sini masih belum terlalu lancar untuk kursi roda, kurang akses Penerimaan masyarakat terhadap subjek, subjek merasa masyarakat beragam karena ada yang mendukung, dan ada yang mengucilkan. Menurut subjek, masyarakat banyak yang mendukung subjek dengan menyapa subjek, dan bertanya perkembangan kesembuhan subjek (Sk : 140-151) Ya semua orang berbeda-beda, ada yang mengucilkan ada yang mendukung tapi kebanyakan kampung sini tu, banyak mendukung saya untuk kesembuhan. Ya kita kumpul-kumpul, ditanya “bagaimana perkembangan sekarang bagaimana perkembangan sekarang? Kira-kira kesembuhan kamu bagaimana? Bisa sembuh ga? Bisa gini gini, kita harus semangat ya? Jangan sampai menyesal ya? Kesembuhan hanya pada dirimu sendiri” saya bilang “pasti” gitu aja [semangat, tertawa] Subjek menilai pandanganya terhadap lawan jenis, khususnya dengan istri, tidak ada perubahan. Hubungan intim juga tidak ada permasalah, karena istri subjek memahami keadaan suami sehingga bisa menerima keadaan suami. Relasinya dengan anak juga tidak mengalami hambatan karena anak cukup memahami kondisi subjek (Sk : 160189). Biasa biasa saja. Ya ndak masalah ga ada perubahan apa-apa. semua kita berdua itu khan ada kekurangan kelebihan, juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
yang perempuan juga tahu keadaan saya seperti ini, dia menerima apa adanya. Dengan anak ya kita seneng-seneng aja, biasa kita becanda gurau biasa. Saya rasa hingga sampai sekarang ini, anak saya udah tahu, keadaan saya ini. Subjek menilai hubungannya dengan keluarga tidak mengalami permasalahan sebab tidak ada perubahan mencolok dalam memberi perlakuan terhadapnya (Sk : 152-157) Saya rasa hubungan dengan keluarga tidak masalah. Ya sejak dari dulu seperti itu. Ga rubah, masih sama saja. Subjek menilai lebih memilih lebih dekat berhubungan dengan teman sependeritaan. Hal ini
disebabkan karena
adanya
perasaan
sependeritaan sehingga diharapkan mampu saling memberi motivasi atau penguatan (Sp : 237-245) Ya kalo kita bandingkan yang dulu, kita pilihnya yang dulu ya? Berhubung sekarang kondisinya seperti ini banyak tementemen kita yang sependeritaan sama seperti saya, tapi kadang ada orang yang apa ya? Istilahnya pikirannya lemah ngedrop, ya mudah putus asa, ya apa boleh buat, kita harus bergabung dengan orang yang seperti itu yang sependeritaan. Hubungan subjek dengan lingkungan bukan penderita paraplegia dinilainya cukup baik karena banyak yang memberi dukungan bagi kesembuhannya. Namun subjek merasa kesusahan untuk aktif dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga sering diwakilkan oleh istrinya (Sn: 129-149)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
Aktivitas di kampung masih susah. Kalo arisan gitu yang saya suruh berangkat istri saya gitu...kalo ada apa-apa, kalo istri saya bisa untuk wakil, istri saya untuk wakil. Ya semua orang berbeda-beda, ada yang mengucilkan ada yang mendukung tapi kebanyakan kampung sini tu, banyak mendukung saya untuk kesembuhan. Kita kumpul-kumpul, ditanya “bagaimana perkembangan sekarang bagaimana perkembangan sekarang? Kira-kira kesembuhan kamu bagaimana? Bisa sembuh ga? Bisa... gini gini, kita harus semangat ya? Jangan sampai menyesal ya? Kesembuhan hanya pada dirimu sendiri”...saya bilang “pasti” gitu aja [semangat, tertawa] Subjek masih cukup rajin untuk menjalankan aktivitas keagamaan, namun subjek juga memiliki ketergantungan terhadap orang lain untuk pergi ke tempat ibadah (gereja). Apabila tidak pergi beribadah pun maka subjek akan dikunjungi pemimpin agama. (Ma : 247-249) Ya masih kalo orang-orang yang nganterin saya ikut ke gereja, ya kita ikut, kalo ndak ada di sini masih ada kiriman, itu komuni itu. Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut yaitu bahwa kondisi apapun dari Tuhan harus diterimanya karena tidak bisa memilih (Mi : 266-269) Ya memang harus kita terima ya kondisi seperti ini, kalo harus memilih salah satu dari kamu kaya tapi kamu seperti itu, atau kamu miskin tapi sehat, ya kita pilih aja yang kita sehat. Kalo dari Tuhan seperti itu ya harus kita terima. Penilaian
subjek
terhadap
Tuhan
menyangkut
kondisi
yang
dialaminya sekarang adalah subjek bahwa apa yang dialaminya adalah takdir. Hal tersebut membuat subjek haus menerima keadaan tersebut (Ma : 255-259)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
Ya Tuhan sudah menakdirkan saya, harus begini, ya kita harus bisa terima dengan penderitaan seberat apapun, kita harus bisa menerima, kita tidak boleh untuk mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil, Tuhan itu curang, itu memang cobaan hidup saya seperti ini, kita takdirkan seperti ini.
c. Hasil Observasi 1) Aspek Fisik Observer 1 : Subjek tampak ceria duduk di kursi roda, beberapa kali memijit-mijit kaki karena kesakitan, sehingga ketika subjek kesakitan, dia akan berhenti dari aktivitasnya. Akan tetapi subjek berusaha untuk aktif melayani dirinya sendiri. Harta benda yang terlihat: televisi, kursi roda, handphone. Observer 2 : Subjek terlihat penuh senyum dan ceria. Subjek tidak mengeluhkan kondisi fisik yang dialaminya. Subjek beberapa kali mengangkat tubuhnya ketika duduk cukup lama. 2) Aspek Psikis Observer 1 : Subjek tampak tenang, dan cenderung bercanda dengan tamunya (interviewer) dengan melontarkan kata-kata lucu, akan tetapi ketika subjek tidak mendapatkan yang diinginkan,pada saat itu ada orang yang disuruh ambil kelapa akan tetapi tidak segera mengambilkannya, sehingga dia mengumpat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
Observer 2 : Subjek tampak agak tegang ketika wawancara dan tampak kurang terbuka mengenai kondisi psikisnya. Subjek sering kali menanggapi
pertanyaan dengan jawaban yang normatif.
Subjek tampak tidak gelisah dengan kondisinya yang harus menggunakan kursi roda. Kamar mandi terlihat tidak akses untuk subjek sebagai pengguna kursi roda karena tidak ada lantai landai tetapi berundak. 3) Aspek Sosial Observer 1 : subjek menyapa orang yang berjalan di depan rumahnya, dengan mengucapkan ,”ajeng tindak pundi pak? “ (mau pergi ke mana pak?). subjek nampak harmonis dengan istrinya saat bercerita sesuatu, istri ikut menambahkan ceritanya. Sedang subjek masih menggendong anaknya dipangkuan di atas kursi rodanya. Letak rumah berdekatan dengan tetangga. Observer 2 : Subjek tampak akrab dan harmonis terhadap istri dan anaknya. Beberapa kali mereka tampak bersenda gurau, sambil menggendong anaknya. Subjek juga tampak akrab dalam menyapa dan berbicara dengan tetangga serta tidak terlihat canggung. Lingkungan kurang akses karena jalan tanah yang belum terlalu rata atau agak bergelombang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
4) Aspek Moral Observer 1 : Subjek saat akan makan siang, berdoa dengan melakukan tanda salib sesuai dengan keyakinannya Observer 2 : Subjek tampak taat beribadah, seperti berdoa sebelum dan sesudah makan. Letak rumah dengan geraja cukup jauh. d. Kesimpulan Tes Grafis 1) Fisik : subjek lemah kurang energik, kurang sehat, hal ini mungkin disebabkan adanya konflik diri, kurang puas dengan fisik dan merasa tidakpuasan dengan dirinya, hal ini mungkin disebabkan karena adanya konflik didaerah kaki. Hal ini menjadikan subjek narsis dan berfantasi untuk menjadi kuat 2) Emosi : secara emosional subjek memiliki perasaan percaya diri dan cenderung ekstrovert, dan dapat menentramkan diri namun demikian subjek sangat peka, ada trauma, ragu-ragu dan cemas sehingga subjek mudah tersinggung, kasar, kejam, reaksinya cepat tapi tidak hati-hati, mudah marah, pengkritik, hal ini disebabkan subjek memiliki konflik dan banyak hal yang belum diselesaikan. 3) Sosial : subjek tidak mudah menyesuaikan diri, statis, pesimis, dan kurang respek terhadap lingkungan. Subjek merasa takut, depresi sehingga subjek menjadi egois, memandang rendah orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
lain,
tidak
mengakui
kenyataan,
sebenarnya
subjek
mengharapkan bantuan dalam relasi sosial. subjek memiliki relasi sosial yang baik meskipun tertutup. peranan induvidu di dalam keluarga sangat kecil dan kabur. Walaupun demikian perhatian subjek besar di dalam keluarga dan fokus pada kesatuan, perhatian dan pemeliharaan keluarga. Dalam hal seksualitas, subjek merasa kurang jantan,
karena subjek kurang mampu. Subjek dekat
dengan ibu maupun ayah, ibu digambarkan berperan baik dan melindungi dalam keluarga meskipun subjek kurang diterima oleh ibu. Sedangkan figur ayah digambarkan kurang memiliki otoritas sehingga fungsi ayah menjadi kabur, tidak berharga dan tidak dipercaya. 4) Kognitif : Subjek memiliki ide yang praktis atau konkrit dalam menghadapi sesuatu ke arah obyektif sebab mudah mengadaptasi kepada hal-hal yang riil/nyata, tapi teoritis karena banyak mendasarkan secara empiris. Subjek juga memiliki kecenderungan retardasi atau intelegensi kurang sehingga aspirasi intelektualnya dangkal, pandangan yang picik, lambat dalam belajar dan statis. Hal ini mungkin disebabkan subjek kurang berpengalaman. Subjek memiliki keteraturan proses berpikir sehingga memiliki kontak dengan realitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
e. Dinamika Tiap Aspek pada Subjek 1) Fisik Subjek menilai terjadi perubahan ke arah negatif pada fisiknya, dimana subjek menjadi tidak lagi mampu berjalan dan memiliki aktivitas yang terbatas. Subjek juga mengeluhkan adanya rasa sakit di bagian tubuh yang lumpuh dan tampak sering dipijatnya. Namun subjek memiliki gambaran positif tentang harta benda, yang dinilainya penting bagi dirinya. Subjek pun menganggap bahwa dirinya tidak terganggu dari segi penampilan sehingga tampak tida gelisah saat duduk di kursi roda. Kondisi fisik, menurut subjek dipengaruhi juga kondisi emosi atau psikisnya. 2) Psikis Subjek memandang dirinya masih memiliki emosi yang labil dan cenderung sensitif, terutama dalam menanggapi perlakuan keluarga. Subjek juga memiliki kecemasan tentang masa depannya. Namun subjek juga memiliki gambaran psikis yang positif. Subjek menilai dirinya sebagai pribadi yang percaya diri dan sudah tidak mengalami trauma gempa lagi. Subjek juga menilai bahwa kemandirian sangat penting sehingga terus mengupayakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
3) Sosial Secara sosial subjek menilai dirinya belum cukup aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau bersosialisasi. Namun subjek memiliki pandangan positif tentang lingkungan sosialnya. Hubungan dengan keluarga dinilai terjalin baik dan ada dukungan serta pengertian terhadap dirinya. Subjek tampak bersenda gurau dengan anak-istrinya. Subjek juga memandang masyarakat sekitar memberi dukungan dan tampak
bertegur
sapa.
Hubungan
dengan sesama penderita paraplegia cukup penting karena dapat saling memberi dukungan. 4) Moral Subjek memandang bahwa kondisi yang dialaminya sebagai takdir yang harus diterima. Kondisi paraplegia tidak mengurangi keimanan
subjek
sehinga
tetap
keagamaannya meskipun hanya di rumah.
4. SUBJEK IV a. Identitas Subjek Nama
: HY
Usia
: 32 th
Alamat
: Sewon, Bantul
menjalanan
aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Jenis Kelamin
: Perempuan
b. Hasil Wawancara Subjek menilai terjadi perubahan kondisi fisiknya, yaitu timbulnya rasa sakit yang luar biasa akibat dari kelumpuhan yang dialaminya. Namun subjek menganggap rasa sakit dan panas tersebut menjadi hal biasa setelah memahami tentang paraplegia. (Ft : 9-13) Kalo dulu memang sakit luar biasa karena belum pernah mengalaminya ini termasuk hal baru termasuk penyakit yang baru juga yang belum pernah tahu apa artinya paraplegi itu sendiri, tapi sekarang rasa sakit paraplegi kan masih sakit, panas, belum terasa itu udah menjadi kebiasaan. Subjek merasakan perubahan untuk bisa beradaptasi dengan hal-hal yang baru, misalnya mencari jalan yang bisa akses untuk dirinya (Ft : 46-50) saya mencoba untuk menerimanya apa adanya, tapi apa ya mungkin ada sedikit perubahan yang saya rasakan, karena untuk jalannya sendiri saja susah, jadi harus yang longgar jalannya, tapi saya rada santai saja, kalo bisa saya lewat situ, kalo tidak bisa cari jalan lain...gitu aja, tapi tidak dipikir beratberat sama. Penilaian subjek terhadap tubuh dan penampilan memang ada perbedaan dengan orang lain tetapi hal tersebut dianggap cukup wajar karena kondisinya saat ini yang lumpuh. Subjek menganggap kondisinya yang memakai kursi roda sudah cukup membantu dalam hal mobilitas (Ft : 52-68)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
Penampilannya memang apa ya? Mungkin dibikin enak aja, aku pikir orang lain berdiri, atau duduk, sedangkan aku sudah duduk, sudah duduk, istilahnya dikursi umumnya saja, apalagi bisa ke sana kemari, istilahnya kursi itu ga usah diangkatangkat. Itu bisa membantu saya sendiri. Mungkin apa ya? kalo dibilang lumrah, memang sudah kondisinya kayak gini, mungkin memang sudah lumrah mungkin, tapi kalo dilihat dari kondisi masa lalu, yang bisa berjalan dulu, mungkin aneh...tapi kalo sekarang mungkin sudah yang terbaik mungkin. Subjek menilai kondisi kakinya mengakibatkannya menjadi tidak mampu untuk berjalan dan sangat memerlukan bantuan kursi roda. Subjek juga mengeluhkan rasa panas yang tidak hilang di kaki sehingga menggangu aktivitas. Tapi subjek berusaha mencari aktivitas sebagai pengalih rasa sakit, seperti bermain ke tempat tetangga, nonton tv, dan mengobrol dengan orang lain. (Ft : 15-28) Ga, tapi bisa berjalan dengan bantuan kursi roda. mungkin masih merasakan panas terkadang, mengganggu pas ga ada aktivitas, jadi terganggu, tapi kalo pas ada aktivitas sudah terlupa. Sebenernya munculnya itu setiap waktu itu ada dari dulu sampai sekarang itu masih ada, tapi bisa terlupa jadi tidak fokus gitu kalo ada yang dikerjakan. Aktivitas sama main lah, nonton tv atau main itu, ngobrol dengan orang lain, itu bisa mengurangi juga. Subjek menilai benda dan harta yang dimiliki lebih pada peranannya terhadap aktivitasnya. Subjek sangat ingin untuk kembali beraktivitas seperti sebelum lumpuh, seperti menghadiri hajatan. Hal ini menyebabkan subjek ingin mengubah benda dan hartanya sehingga dapat membantu aktivitas dan mobilitasnya. (Fh : 35-42)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
Masih, saya pengen, seperti biasanya, seperti orang pada umumnya, bisa aktivitas, umpamanya ke undangan, aku pengen punya motor yang ada roda tiganya itu yang buat kursi roda. Dulu khan mungkin motornya roda dua kan? Ha a jadi pengen yang modifikasi...ada tempat ruang yang bisa buat orang cacat seperti saya ini. Penilaian subjek terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya adalah subjek merasa makin terhambat karena akses yang banyak tidak mampu dijangkau akibat keterbatasan fisiknya (Ee : 84-86) Juga untuk aktivitas sehari-hari itu, juga apa? Sedikit ada hambatan, karena akses kondisis rumah, belum memadai untuk cuci piring, sama cuci baju itu belum ada tempat yang pas untuk kondisi saya yang seperti saat ini. Subjek menilai emosinya menjadi lebih labil. Emosi yang labil ini dipengaruhi oleh situasi, terlebih apabila sedang sendiri, sehingga memikirkan kondisinya yang mengalami kecacatan. (Ee : 81-96) Dilihat dari sekarang ini beda dari dulu, dari kalo kadang pas sendiri, ada sedihnya, tapi kalo, pas ngobrol dengan orang lain itu ada senengnya. Saya ga [agak tertawa] mikirnya itu, kok saya jadi kayak begini gitu? kenapa kok saya yang dapat musibah ini. Subjek menilai bahwa dirinya merasa sedih karena kondisi kelumpuhan yang dialaminya saat ini. Subjek pun mempertanyakan mengapa dirinya mengalami musibah dan menjadi cacat. (Ee : 81 -96) Dilihat dari sekarang ini beda dari dulu, dari kalo kadang pas sendiri, ada sedihnya, tapi kalo, pas ngobrol dengan orang lain itu ada senengnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
Saya ga..[agak tertawa] mikirnya itu, kog saya jadi kayak begini gitu? kenapa saya yang dapat musibah ini. Penilaian subjek tentang kemandirian, subjek berusaha untuk mandiri, misalnya punya usaha mandiri berupa memulai usaha menjahit. Namun masih belum mampu memberi pemasukan untuk keluarga karena hampir tiadanya konsumen (Ee : 133-146) usaha mandiri menjahit tapi juga belum lancar...masih dikit sekali kalo dibilang untuk apa? Ekonomi masih jauh sekali, tapi ya masih jauhlah, walau sudah berjalan sedikit, tapi masih jauh. Dari konsumennya sendiri. Subjek memiliki perasaan cemas tentang masa depan. Subjek cemas dalam membiayai anaknya walaupun tidak terlalu dipikirkan karena subjek merasa pasti memperoleh jalan keluar atau solusi. Selain itu juga subjek punya usaha mandiri yang diharapkan bisa mambantu perekonomian keluarga (Ec : 125-128;133) Kecemasan untuk masa depan itu, mungkin apa ya? Mungkin membiayai anak saya mungkin, tapi ga begitu cemas, ya dijalani apa adanya lah...pokoknya dijalani mengikuti waktu aja ga dipikir berat-berat, saya yakin pasti ada jalannya. Anak dan punya usaha mandiri. Subjek menilai bahwa dirinya masih merasa trauma dengan gempa. Subjek cukup tenang dan tidak takut berada di rumah sendiri kalau tidak terjadi gempa. Jika subjek merasa takut maka biasanya detak jantungnya meningkat dan berusaha mencari sumber ketakutannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
tersebut. Atau jika memang gempa, subjek berusaha untuk bisa keluar dari rumah (Ee : 148-161) Kalo ada gempa, mungkin ada deg-degan juga, tapi kalo ga ada seperti sekarang ini ya tenang aja. Ga begitu takut, apa lagi saya sudah terbiasa sendiri di rumah siang malam, itu sudah biasa sendirian. Mungkin aku berusaha mendengarkan semaksimal mungkin, apa getaran itu darimana kalo emang itu dari gempa ya berusaha keluar walaupun ga orang yang keluar menolong, hanya berusaha maksimal mungkin gitu.. Penilaian subjek terhadap kesedihan dan kecemasan yang dialami adalah subjek sering menanyakan kepada diri sendiri mengapa dirinya menjadi korban musibah gempa (Ee : 92-95, 184-186) Saya ga..[agak tertawa] mikirnya itu, kok saya jadi kayak begini gitu? kenapa kok saya yang dapat musibah ini. Enggak, sepertinya baik-baik saja Subjek menilai dirinya sekarang menjadi lebih rendah diri apabila dibandingkan
sebelum
mengalami
kelumpuhan
bahkan
mengungkapkan keinginan untuk mati, dan subjek akan semakin rendah diri jika sedang ada konflik dengan suami. Subjek merasa bahwa dirinya menjadi beban bagi orang lain.(Ee : 162-179) Emang berkurang dari keadaan normal dulu, sama dulu emang berkurang. Kalo dulu mungkin percaya diri, kalo sekarang percaya dirinya itu kuranglah. Kalo pas marahan [tertawa] pas rame itu. Kenapa saya tu apa ya? Apa memberatkan orang lain gitu? Kenapa ga mati saja? Ya berguna, tapi pas keadaan itu khan kadang kenapa saya itu menjadi beban orang lain gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
Kesiapan subjek untuk kembali ke masyarakat telah dilakukan dengan berusaha menemui masyarakat sekitar rumahnya. Subjek juga melakukan aktivitas di luar rumah dengan berbincang dengan tetangga, biasanya aktivitas ini dilakukan setiap sore hari. Jadi subjek menilai sudah terbiasa untuk bersosialisasi (Sk : 192-213; 274) Liat kondisi karena kalo panas khan ga mungkin, aku khan kadang keluarnya sore gitu. Ya ngobrol, ikut nggosip. Udah biasa bersosialisasi Penilaian subjek terhadap masyarakat adalah masyarakat atau orang lain dinilai menjadi kasihan pada subjek, misalnya apabila ada hajatan kadang-kadang tidak diundang atau tidak terlalu diharapkan kedatangannya. Selain itu kurang aksesnya lingkungan turut menghambat (Sk : 214-239) Ngga tahu mungkin pandangan orang lain itu kasihan, biasanya khan ada udangan itu, lha aku ga kasih undangan ya udah mungkin apa ya? Mungkin orang lain merasa kasihan, kita ja mungkin gitu, jadi ga dikasih undangan gitu, mungkin kalo datang juga ga papa gitu, tapi biasanya aksesnya yang susah Rumahnya berbeda-beda, kebanyakan hampir susah semuanya.itu aku udah liat-liat dari jauh. Ya dilihat aksesnya itu tapi kalo pas gitu khan...lihat perkembangan, mungkin kalo kumpul-kumpul itu mungkin ada acara-acara apa-apa itu khan tahu gitu khan? Biasanya khan ada informasi tu khan biasanya ada Penerimaan masyarakat terhadap subjek dinilai cukup bervariasi, dimana ada yang menerima dan menolak. Tapi menurut subjek lebih banyak mendukung daripada tidak. Subjek menilai masyarakat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
menolak banyak dilakukan dalam bentuk pembicaraan yang dianggap menyinggung perasaan. Subjek pun merasa tidak perlu menanggapi orang yang tidak mendukung dirinya (Sk : 242-270; 278-280) Ya variasilah, kadang-kadang, ada yang apa? Kasihan melihatnya, trus dia bilang “ya diterima aja kalo gitu” tapi ada juga yang “kog kamu kemarin ga lari” gitu. Padahal aku kemarin tu dah mikirnya tu dah diluar jadi kenapa harus lari? Kalo lari khan masuknya ke dalam ke dalam sini, khan aku udah takut, aku ke dalam rumah itu udah takut, udah takut ke dalam rumah itu udah takut itu, tapi kog masih ada orang yang menyalahkan gitu lho. Ya mungkin ya mungkin udah rejeki saya gitu lho tapi kog masih ada orang yang gitu lho menyalahkan gitu. Khan ga tahu nasib orang kayak apa? Padahal saya tahu sendiri dia larinya ke mana tu aku tahu dia juga di longkangan kayak saya ini, cuman nasibnya dia aja mujur, ga ketimpa rubuhan tembok itu, sedangkan aku kena rubuhan tembok jadi khan nasib orang khan beda-beda. Kelihatannya banyak yang mendukung. Mungkin kasihan gitu. Cuman ada kayaknya tu. Ya beberapa aja, mungkin udah kebiasaan ngomong asal nyeplos gitu mungkin gitu tapi ya udah, aku kalo dia bilang gitu, aku cuman apa? Diem aja biasanya, tapi kalo pas butuh pertolongan ya aku minta aja pertolongan dia udah biarin aja kadang aku sakit hati, tapi dia belum tentu apa? Tahu kalo aku sakit hati gitukan? Jadi kalo dia ga tahu kenapa aku mikir ya? Kalo aku perlu minta tolong, ya aku bilang aja aku minta tolong gitu aja... Ya ada yang tidak suka begitu aja...biarin aja anggap angin lalu ya? Emang emang kadang sakit tapi udah ga usah dipikir emang dunia tu kayak gitu. Ada yang positif ada yang negatif. Subjek menilai hubungan dengan lawan jenis atau suami menjadi kurang mesra karena mereka tidak tidur dalam satu ranjang walaupun tinggal dalam satu rumah. Subjek pisah tempat tidur karena membutuhkan tempat untuk memutar badan, sedangkan suami sering lelah setelah bekerja sehingga subjek tidak ingin mengganggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
istirahat suami. Hubungan intim dengan suami dan dalam keluarga tetap tidak ada masalah. Suami subjek bisa menerima keadaan subjek apa adanya sehingga subjek tidak mempermasalahkan hal tersebut. (Sk : 299-334) Ya masih mesra tapi ya ada bedanya[tertawa] Kalo dulu satu ranjang kalo sekarang beda ranjang ya itu yang membedakan yang mengurangi kemesraan. We repot mas, miringmiringnya khan ganti-ganti kiri kanan kiri kanan.Ya ganggu, ya kalo wong kerja wira apa usaha yang swasta gitu istilahnya, bukan pegawai negeri pegawai negeri ga ga capeknya itu kalo orang capek khan? Harusnya tidur yang enak istilahnya, artinya tidak terganggu. Jadi sempit mungkin, jadi kalo punya tempat tidur besar, ya aku dikasih tempat tidur besar, nantikan khan tidurnya seranjang lagi, ruangannya yang jadi sempit .Engga, sepertinya suami sudah tahu kondisi saya, jadi sepertinya dia sudah menerima apa adanya. Saya sepertinya ini tergantung sama suami kok, suami enak, saya enak aja gitu aja karena kondisiku kayak seperti ini. Hubungan subjek dengan keluarga, subjek merasa didukung, subjek merasa dibantu ketika membangun kamar mandi dan memasak (Sk : 293-296) Selama ini sering juga dibantu, waktu mungkin pas mbangun kamar mandi ini, dulu juga sering dibantu masak-masak gitu. Mungkin mendukung. Subjek menilai hubungan dengan sesama penderita paraplegia dibutuhkan karena timbul perasaan senasib dan sependeritaan. Demikian juga dengan masyarakat juga diperlukan karena subjek merasa
membutuhkannya.
Subjek
memiliki
banyak
teman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
sependeritaan, dimana komunikasi dilakukan dengan menggunakan handphone (Sp : 362-374) Karena kalo sependerita itu senasib lah istilahnya, kalo sama masyarakat itu saya juga masih membutuhkan orang lain juga gitu. Masih berhubungan dengan temen-temen sependeritaan telepon. Subjek menganggap membutuhkan untuk berhubungan dengan bukan penderita paraplegia untuk memperoleh informasi-inormasi. (Sp: 233237, 364-366) Biasanya khan ada informasi tu khan biasanya ada, biasanya cuman ngobrol dengan tetangga-tetangga itu tadi [tertawa]. kalo sama masyarakat itu saya juga masih membutuhkan orang lain juga gitu. Pengalaman menjalankan aktivitas agama adalah subjek sudah memulai untuk menjalankan aktivitas keagamaanya, walaupun hanya di rumah (Ma : 108-111; 120) Untuk aktivitas keagamaan sekarang saya sudah memulai, menjalani seperti biasanya. Saya masih menjalankan di rumah. Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut yaitu subjek tidak terlalu mempersoalkan peraturan yang diwajibkan, tetapi berusaha menjalankan walaupun tidak bisa penuh. Misalnya subjek tidak bisa bersih untuk menjalankan aktivitas agama, tetapi subjek percaya Tuhan bisa memahami hal tersebut (Mi :111-116) Menerima apa adanyalah, kalo dulu khan, harus itu harus bersih total, kalo secara agama islam khan wudhu itu, suci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
dari najis, najis kecil hadas, itu harus bersih. Tapi sekarang, dulu kurang percaya diri, tapi kalo sekarang sudah bisa menerima ya? Mungkin tuhan udah tahu apa adanya saya ini sekarang sakit kayak gini emang ga bisa kayak dulu lagi bersih total. Subjek menilai bahwa Tuhan sudah mempunyai rencana untuk dirinya sehingga tidak perlu menyalahkan Tuhan atas apa yang dialaminya sekarang (Ma : 98-101) Menurut saya, Tuhan itu punya rencana tersendiri pada seseorang. sudah tertulis dari sananya besok kayak apa, sekarang kayak apa, dan matinya pun bagaimana jalannya, saya yakin sudah tertulis dari sananya.
c. Hasil Observasi 1) Aspek Fisik Observer 1 : Subjek nampak sehat, dan banyak melakukan aktivitas di atas kursi roda. Subjek perlu dimotivasi untuk hal-hal tertentu, saat itu subjek nampak tidak berani menuruni turunan di samping rumah, akan tetapi subjek setelah dimotivasi akhirnya mampu melakukan sendiri dan subjek nampak senang setelah berhasil. Observer 2 : Subjek terlihat lemah dengan duduk di kursi roda. Ekspresi wajah terlihat kurang cerah. Subjek tidak terlalu mengeluhkan kondisi fisiknya. Subjek memiliki fasilitas mesin jahit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
2) Aspek Psikis Observer 1 : Subjek senang, ketika diajak berbicang-bincang, kadang-kadang subjek menahan menangis ketika membicarakan tentang dirinya yang terkena gempa, walaupun sesekali, subjek bercanda dalam menanggapi wawancara. Observer 2 : Ekspresi wajah subjek tampak menunjukkan kesedihan. Pasien menangis ketika menceritakan kondisinya dan pengalaman gempa. Kamar mandi terlihat sangat akses. 3) Aspek Sosial Observer 1 : Pada saat peneliti sampai ditempat subjek, subjek sedang bercakap-cakap dengan orang tetangganya, dan kemudian menyambut kedatangan peneliti. Letak rumah berdekatan dengan tetangga. Observer 2 : Subjek sedang sendiri dan suaminya sedang bekerja. Subjek terlihat lebih sering berada di dalam rumah dan tidak ada keinginan untuk keluar rumah atau bermain ke rumah tetangga pada siang hari. Lingkungan cukup akses bagi subjek sebagai pengguna kursi roda karena jalanan telah rata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
4) Aspek Moral Observer 1 : subjek menyediakan air minum, kepada orang yang kebetulan mengganti sarung kasur dan menyuruhnya untuk minum dahulu. Observer 2 : Subjek tampak tidak menjalankan ibadah sholat karena sedang menstruasi. Letak masjid dekat dengan rumah subjek.
d. Kesimpulan Tes Grafis 1) Fisik : Subjek mengalami konflik dengan tubuh terutama kaki, sehingga subjek kurang merasakan kepuasan fisik. Subjek berusaha untuk menunjukkan kekuatan fisiknya, terutama dalam hal dorongan motorik, sehingga subjek nampak memiliki aktivitas yang kuat, akan tetapi subjek juga suka memaksakan diri, sehingga tidak efisien. Emosi : Subjek, memiliki trauma, konflik, kecemasan depresi, sehingga subjek tidak stabil, impulsive, mudah frustasi dan sensitif. subjek kurang matang secara emosional dan kurang ketegasan diri. Namun demikian subjek memiliki sesuatu yang menentramkan dan subjek ingin kemantapan oleh adanya gangguan yang dihasilkan oleh konflik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
2) Sosial : Subjek mudah menyesuaikan diri, optimis, kontak sesuai dengan realitas, dan respek terhadap lingkungan. Subjek juga dipengaruhi masa lalu, sehingga subjek senang menyembunyikan problem dan terlalu menghubungkan segala sesuatu ke dalam dirinya, kurang percaya diri, dan merasa tergantung. Hal ini yang menyebabkan pergaulan subjek bagus tapi masih kekanakkanakan. subjek merasa dirinya kurang berperan dalam keluarga, kurang dipercaya, sehingga perhatian subjek lebih besar di luar keluarga. dalam relasi keluarga, subjek lebih fokus pada figur ibu hal ini disebabkan figur ayah otoriter, menguasai, galak dan kurang memberi kesempatan. Namun demikian subjek juga merasa bahwa peran ibu di rasa kurang dan kurang diterima oleh ibu. 3) Kognitif : Subjek kurang
punya dorongan prestasi hal ini
mungkin disebabkan subjek secara intelegensi kurang dan abstrasi jelek, sehingga tujuan yang dilakukan oleh subjek tidak jelas.
e. Dinamika Tiap Aspek pada Subjek 1) Fisik Subjek memandang terjadi perubahan ke arah negatif pada fisiknya. Subjek memandang bahwa sekarang dirinya menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
tidak
lagi
mampu
berjalan
dan
sering
merasaan
sakit.
Penampilannya juga berubah karena adaya ketergantungan terhadap kursi roda. Subjek pun mementingan fungsi untuk membantu aktivitas dan mobilitas dalam memandang harta benda. Namun subjek memiliki pandangan positif tentang penggunaan kursi roda sebagai hal yang wajar untuk penderita paraplegia 2) Psikis Subjek menilai emosinya masih labil karena adanya perasaan sedih, kecemasan terhadap masa depan dan perasaan rendah diri. Subjek bahkan pernah ingin bunuh diri karena belum bisa menerima kondisi paraplegia. Subye juga masih merasa trauma terhadap suara-suara keras seperti gempa. Kondisi paraplegia membuat subjek merasa kurang mampu dan terbatas aktivitanya karena belum cukup mandiri. 3) Sosial Pandangan negatif subjek adalah tentang terjadinya perubahan dalam hubungannya dengan suami. Subjek tidak lagi tidur seranjang dengan suami tetapi sendiri. Pandangan masyarakat pun dinilai berubah menjadi adanya perasaan kasihan terhadap subjek. Secara umum subjek memiliki pandangan positif terhadap keluarga dan masyarakat karena dianggap memberi dukungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
Hubungannya dengan sesama penderita paraplegia juga dinilai penting untu saling memberi dukungan. 4) Moral Subjek menilai kondisi paraplegia yang dialaminya sebagai rencana Tuhan. Subjek pun masih menjalankan aktivitas keagamaan walaupun di rumah. Subjek juga mengalami perubahan pandangan dalam menjalanan ativitas keagamaan, dimana subjek tidak terlalu memegang teguh aturan. Misal kebersihan untuk menjalankan sholat.
Tabel Ringkasan Data Hasil Penelitian Aspek 1. Aspek Fisik a. Perubahan Fisik
Subyek I
Subyek II
Subyek III
Subyek IV
Subyek menilai dirinya mengalami perubahan fisik sehingga sekarang mengalami kesulitan untuk bepergian atau mobilitas karenamembutuhkan alat bantu. (t : 3-5)
subyek menganggap ada perubahan yang jauh sekali pada kondisi fisiknya, antara yang dulu mampu berjalan dengan yang sekarang menjadi tidak bisa jalan. Subyek mengeluhkan tentang rasa sakit yang terus-menerus yang tidak kunjung sembuh atau menghilang sehingga mengganggu aktivitasnya, seperti aktivitas tidur. Hal ini ini diperburuk jika fisik subyek sedang tidak sehat dan terlalu capek, sakitnya tidak berkurang. (t : 8-63, 110-114)
Subyek menilai terjadi perubahan terhadap kondisi fisiknya terutama pada bagian kaki, dimana awalnya tidak mampu berdiri tetapi sekarang mampu berdiri dengan alat bantu kruk. Subyek mengeluhkan tentang rasa sakit yang terus-menerus dirasakan pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan sehingga aktivitasnya. Subyek berupaya menekan sakit pada kakinya tersebut dengan mendiamkan atau memijat-mijatnya dan tidak mengkonsumsi obat
Subyek menilai terjadi perubahan kondisi fisiknya, yaitu timbulnya rasa sakit yang luar biasa akibat dari kelumpuhan yang dialaminya. Namun subyek menganggap rasa sakit dan panas tersebut menjadi hal biasa setelah memahami tentang paraplegia. (t : 9-13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
b. Tubuh dan Penampilan
subyek merasa terganggu dengan penampilan yang sekarang karena aktivitas menjadi terhambat dan merasa risih
c. Kondisi Kaki
subyek merasa kesakitan terhadap kakinya, dan subyek sampai menangis jika tidak mampu menahan rasa sakitnya dan melakukan terapi sendiri untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan
d. Harta dan Benda
subyek menganggap kebutuhan tidak berubah, hanya mengganti kebutuhan yang paling penting untuk mendukung kemandiriannya. Subyek juga menilai kemandirian penting sehingga dapat membantunya dalam memenuhi kebutuhannya karena apabila tergantung orang lain pemenuhan kebutuhan seringkali
subyek mengungkapkan bahwa dirinya tidak terlalu mementingkan penampilan. Subyek lebih mementingkan bagaimana mengatasi dirinya sendiri . Subyek juga tidak terlalu khawatir menjadi bahan pembicaraan orang lain menyangkut penampilannya yang berubah karena merasa memang dirinya ada perubahan. (s : 118137) subyek dulu mampu berjalan tetapi sekarang tidak mapu lagi. Subyek mengeluhkan kakinya yang terusmenerus merasakan sakit yang tidak kunjung sembuh atau menghilang sehingga cukup mengganggu aktivitasnya, misalnya tidur dan aktivitas yang lain (t : 8-63, 110-114)
subyek merasa masih menginginkan barang-barang yang dapat memberi penghiburan bagi dirinya. Selain barang-barang itu subyek tidak terlalu menginginnya. (h : 150-163)
penekan rasa sakit supaya tidak mengalami ketergantungan terhada obat (t : 7 40) Penilaian subyek terhadap tubuh dan penampilan adalah merasa percaya diri. Subyek merasa tidak terganggu dan menjadi rendah diri terhadap kondisi kelumpuhannya saat ini (s: 44 - 50).
subyek merasa ada harapan untuk sembuh, tinggal semangat untuk berlatih semaksimal mungkin. Subyek merasa ada perubahan dengan kondisi kakinya, walaupun tergantung dengan kondisi emosi ketika berlatih, dimana jika sedang semangat maka kaki terasa enak untuk diajak berlatih berjalan (t : 52-64).
Penilaian subyek terhadap benda dan harta yang dimiliki tidak terjadi perubahan. Subyek juga masih merasa yakin kalau akan kembali mampu untuk mengendarai sepeda motor seperti sbelum mengalami kelumpuhan (h : 6975)
Penilaian subyek terhadap tubuh dan penampilan memang ada perbedaan dengan orang lain tetapi hal tersebut dianggap cukup wajar karena kondisinya saat ini yang lumpuh. Subyek menganggap kondisinya yang memakai kursi roda sudah cukup membantu dalam hal mobilitas (s : 52-68)
Subyek menilai kondisi kakinya mengakibatkannya menjadi tidak mampu untuk berjalan dan sangat memerlukan bantuan kursi roda. Subyek juga mengeluhkan rasa panas yang tidak hilang di kaki sehingga menggangu aktivitas. Tapi subyek berusaha mencari aktivitas sebagai pengalih rasa sakit, seperti bermain ke tempat tetangga, nonton tv, dan mengobrol dengan orang lain. (t : 15-28) Subyek menilai benda dan harta yang dimiliki lebih pada peranannya terhadap aktivitasnya. Subyek sangat ingin untuk kembali beraktivitas seperti sebelum lumpuh, seperti menghadiri hajatan. Hal ini menyebabkan subyek ingin mengubah benda dan hartanya sehingga dapat membantu aktivitas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
tidak sesuai (h : 38-54)
e. Keterbatasan Fisik
2. Psikis a. Emosi/Perasa an
b.Kemandirian
mobilitasnya. (h : 3542) Penilaian subyek terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya adalah subyek merasa makin terhambat karena akses yang banyak tidak mampu dijangkau akibat keterbatasan fisiknya (e : 84-86)
subyek merasa menjadi tidak mampu beraktivitas seperti sebelum mengalami paraplegia. Hal tersebut mempengaruhi secara emosional sehingga subyek memiliki perasaan marah, jengkel, putus asa, ingin bunuh diri, dan merasa tidak berguna (t : 57-63)
subyek mengungkapkan bahwa dirinya hanya bisa pasrah dengan kondisi selalu duduk di kursi roda dan kesulitan untuk bepergian. Subyek juga menilai bahwa aktivitas yang dulu mampu dilakukannya sekarang banyak yang sudah tidak mampu dilakukan lagi sehingga banyak dibantu orang lain atau ada ketergantungan dengan orang lain (t: 13-15, 237-241, 248-251)
Penilaian terhadap ketidakmampuan dan keterbatasan fisiknya, subyek menilai bahwa dirinya harus kembali mampu melakukan aktivitas seperti sebelum mengalami paraplegia, misal mengendarai sepeda motor (t: 72-73)
Penilaian subyek terhadap emosinya adalah adanya perasaan sedih. Subyek akan menangis bila merasa sendiri atau teringat situasi atau aktivitas sebelum mengalami paraplegia, seperti jalan-jalan. Hal ini memicu timbulnya perasaan jengkel atau marah, trauma, bahkan pernah ingin bunuh diri (e: 59-61, 64-76) Penilaian subyek terhadap perasaannya dianggap stabil karena memiliki motivator dan kontrol dalam figur seorang anaknya. Subyek merasa kasihan kepada anaknya bila perasaannya labil. Penilaian orang lain juga mengatakan bahwa subyek stabil (e : 78-84) subyek belum sepenuhnya bisa mandiri untuk hal-hal tertentu, tetapi subyek berusaha untuk mampu mandiri agar tidak membebani orang lain (e : 87-100)
Subyek menilai kondisi emosinya masih cukup stabil, terlebih bila ada yang menemaninya setiap saat seperti anak atau istri. Subyek akan terpancing emosinya bila meminta pertolongan tetapi tidak segera mendapat pertolongan. Subyek menilai dirinya menjadi manja setelah mengalami paraplegia.. Wujud emosi yang dikeluarkan oleh subyek yaitu dengan marah-marah. (e : 66-98)
Subyek menilai emosinya menjadi lebih labil, misalnya jika istri membuat masalah yang meyinggung peran subyek sebagai kepala keluarga. Permasalahan yang dihadapi oleh subyek menjadi sensitif, walaupun hanya masalah kecil. (e: 79-89)
Subyek menilai emosinya menjadi lebih labil. Emosi yang labil ini dipengaruhi oleh situasi, terlebih apabila sedang sendiri, sehingga memikirkan kondisinya yang mengalami kecacatan. (e : 81-96)
adanya harapan dari keluarga agar subyek menjadi mandiri tetapi subyek merasa ada beberapa hal yang masih perlu bantuan. (t: 360363)
Subyek menilai pentingnya kemandirian. Hal tersebut membuat subyek berupaya untuk lebih kreatif menggunakan tubuh yang masih aktif, terutama dalam upaya untuk
subyek berusaha untuk mandiri, misalnya punya usaha mandiri berupa memulai usaha menjahit. Namun masih belum mampu memberi pemasukan untuk keluarga karena hampir tiadanya konsumen (e : 133-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
c. Kecemasan terhadap Masa Depan
d. Trauma
Subyek memiliki perasaan merasa cemas terhadap masa depannya karena status subyek yang singel parent sehingga khawatir tidak mempunyai cukup penghasilan untuk membiayai pendidikan anak. Meskipun saat ini subyek telah berusaha untuk memperoleh penghasilan dengan membuat kerajinan, yang pernah diajarkan oleh LSM seperti dompet atau boneka, tetapi subyek memiliki kecemasan sebab belum memperoleh pasar yang pasti terhadap produkproduk kerajinannya tersebut walaupun sudah menghubungi pihak-pihak tertentu yang memungkinkan. Subyek merasa terkurangi bebannya jika sudah mendapatkan pasar untuk kerajinannya. (c : 111-141) dirinya masih merasa sangat trauma terhadap gempa, terutama jika ada kondisi yang mirip dengan gempa seperti truk berat lewat. Subyek biasanya akan merasa detak jantung bertambah kencang dan terdiam. Namun demikian subyek akan berzikir untuk mengurangi rasa takut kemudian akan minum jika sudah tenang (e : 143-52)
Perasaan cemas tentang masa depan dialami oleh subyek karena merasa tidak cukup mampu lagi menafkahi keluarga. Akan tetapi, subyek masih berusaha mencoba kembali mencari penghasilan dengan tetap menekuni usaha dulu sebagai tukang servis barang elektronika. Aktivitas tersebut dilakukan juga untuk usaha mengalihkan perhatian dari rasa sakit (panas) yang dialaminya (c: 102114)
Subyek masih merasakan trauma sekali terhadap gempa. Subyek merasa jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuh menjadi gemetar apabila ada hal yang dianggap oleh subyek mirip dengan gempa. Subyek takut dengan gempa karena subyek masih merasa ingin hidup, tetapi subyek cukup pasrah dengan keadaan jika tidak terkendali,. Subyek merasa terkejut jika sedang tidur mendengar suara yang keras karena teringat suara (e : 165-197)
kembali mencari nafkah (t: 191-195) Subyek memiliki perasaan cemas terhadap masa depannya. Subyek menilai bahwa dirinya perlu untuk berjuang membangkitkan hidup. Subyek juga optimis dalam memandang kegagalan dan keberhasilan, dimana keberhasilan dalam hidup pasti akan dialami meskipun mengalami berbagai kegagalan (c : 96104)
146)
Subyek menilai bahwa dirinya sudah tidak mengalami trauma terhadap kegempaan lagi. Subyek sudah merasa terbiasa mengalami gempa (e : 96-97)
Subyek menilai bahwa dirinya masih merasa trauma dengan gempa. Jika subyek merasa takut maka biasanya detak jantungnya meningkat dan berusaha mencari sumber ketakutannya tersebut. Atau jika memang gempa, subyek berusaha untuk bisa keluar dari rumah (e : 148-161)
Subyek memiliki perasaan cemas tentang masa depan. Subyek cemas dalam membiayai anaknya walaupun tidak terlalu dipikirkan karena subyek merasa pasti memperoleh jalan keluar atau solusi. Selain itu juga subyek punya usaha mandiri yang diharapkan bisa mambantu perekonomian keluarga (c : 125128;133)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
e. Kesedihan
subyek merasa punya kesedihan dan kecemasan akibat kondisi kelumpuhan yang dialaminya. Subyek berusaha mengantisipasi perasaan tersebut dengan menjalin relasi dengan teman-teman melalui handphone agar tidak kesepian dan membaca komik (e:154–166)
Subyek merasa sedih karena kondisinya tidak akan mengalami perubahan. Subyek sebenarnya masih memiliki harapan agar dapat berjalan lagi. (c: 199-210)
Kesedihan yang dialami oleh subyek dinilainya dalam taraf yang lumrah (biasa) saja. Subyek tidak memiliki kesedihan atau ketakutan sejak awal dan menanggapi kondisinya dengan lapang dada (c : 113-118)
Subyek menilai bahwa dirinya merasa sedih karena kondisi kelumpuhan yang dialaminya saat ini. Subyek pun mempertanyakan mengapa dirinya mengalami musibah dan menjadi cacat. (e : 81 -96)
f. Rendah Diri dan Putus Asa
subyek merasa sebelum masuk ke Pusat Rehabilitasi Yakkum memiliki perasaan rendah diri dan putus asa hingga ingin bunuh diri. Tetapi setelah dirawat di Pusat Rehabilitasi Yakkum, subyek merasa tidak sendirian sebagai korban gempa yang mengalami paraplegia dan merasa lebih percaya diri dan pasrah dengan kondisinya. (e : 168188)
Subyek menilai dirinya merasa putus asa karena sudah lebih dari satu tahun belum memperoleh perubahan fisik atau kesembuhan. Subyek juga pernah punya niat untuk bunuh diri karena keputusasaannya. Subyek pun merasa rendah diri, terutama ketika tidak lagi mampu melakukan tugasnya yang seperti dulu dan tugas tersebut dikerjakan oleh istri atau anaknya (e : 199-262)
Subyek menilai bahwa dirinya tidak memiliki perasaan rendah diri dan putus asa. Subyek menilai dirinya merupakan pribadi yang memiliki kepercayaan diri (e : 110-12)
Subyek menilai dirinya sekarang menjadi lebih rendah diri apabila dibandingkan sebelum mengalami kelumpuhan bahkan mengungkapkan keinginan untuk mati, dan subyek akan semakin rendah diri jika sedang ada konflik dengan suami. Subyek merasa bahwa dirinya menjadi beban bagi orang lain.(e : 162-179)
subyek merasa siap karena subyek merasa masyarakat dapat menerima dirinya (k:191-193)
subyek merasa masih belum siap dan jarang keluar karena adanya hambatan dari diri dan lingkungan. Hambatan dari diri yaitu subyek belum mampu untuk menahan rasa sakit, sedangkan dari lingkungan yaitu akses yang minim sehingga subyek tidak bisa mengunjungi tetangga. (t : 265277)
Subyek menilai memiliki kesiapan untuk kembali ke masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena subyek merasa sudah terbiasa untuk kembali bermasyarakat sejak mengalami kelumpuhan, seperti berkumpul atau berbincangbincang dengan, sehingga tidak ada perubahan (k : 120121)
Kesiapan subyek untuk kembali ke masyarakat telah dilakukan dengan berusaha menemui masyarakat sekitar rumahnya. Subyek juga melakukan aktivitas di luar rumah dengan berbincang dengan tetangga, biasanya aktivitas ini dilakukan setiap sore hari. Jadi subyek menilai sudah terbiasa untuk bersosialisasi (k : 192-213; 274)
Subyek menganggap ligkungannya kurang mendukung untuk pengguna kursi roda sehingga menghambat aktivitasnya, misal
Subyek menilai lingkungannya kurang mendukung penderita paraplegia untuk bermasyarakat
Subyek menilai lingkungan kurang akses untuk pengguna kursi roda (n: 52-53)
Subyek menganggap lingkungan kurang akses untuk pengguna kursi roda dan rumah tetangga agak berjauhan (n: 217-
3. Sosial a. Kesiapan untuk Bermasyaraka t
b. Lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
jalan yang kurang rata. (n: 8-10)
c. Sikap Masyarakat
masyarakat mendukungnya dan memberi semangat bagi kesembuhannya, bahkan perhatian yang diberikan dianggap lebih banyak dibanding sebelum subyek mengalami paraplegia (k :197-218)
d. Hubungan Lawan Jenis
subyek merasa masih mempunyai perasaan yang sama (suka) terhadap lawan jenis, walaupun terkadang membuat subyek merasa rendah diri jika lawan jenis sudah mengajak ke jenjang yang lebih serius karena subyek merasa akan menjadi beban bagi pasangannya. Subyek sekarang ingin menjalin relasi dengan lawan jenis sebatas sebagai teman saja,kalau pun ingin hubungan yang lebih serius maka subyek ingin pasangannya bisa menerima kondisinya (l: 223-250)
e.Hubungan Keluarga
Subyek merasa memiliki hubungan yang baik dengan keluarga. Meskipun saudara subyek, yang
karena kurang akses untuk pengguna kursi roda (k: 270273). tidak ada dukungan dari masyarakat misalnya tetangga tidak menjenguk dan sibuk dengan kegiatan masingmasing. Subyek menilai masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap penyandang cacat karena tidak bisa diandalkan sehingga kurang atau tidak diajak dalam kegiatan kemasyarakatan. Subyek pun menilai dirinya dikucilkan karena merasa tidak ditegur oleh tetangga. (k : 280302) Subyek menganggap hubungan intim dengan istri telah berkurang tingkat kemesraannya. Subyek sudah tidak dapat merasakan kenikmatan sepenuhnya hubungan suamiistri. Subyek menilai hanya tinggal sepuluh persen rasa nikmat dari bermesraan dan bercumbu karena subyek sudah tidak mampu ereksi lagi. Subyek sudah mencoba berbagai cara berbeda dalam berhubungan seks tetapi tidak berhasil karena tidak dapat menikmatinya. Namun menurut subyek, kondisi ini tidak mempengaruhi istri sehingga ingin meninggalkannya ( k : 317-356) Hubungan subyek dengan keluarga, terutama dengan istri dan anak, dinilainya tidak ada
221)
masyarakat banyak yang mendukung subyek dengan menyapa subyek, dan bertanya perkembangan kesembuhan subyek (k : 137148)
Penerimaan masyarakat terhadap subyek dinilai cukup bervariasi, dimana ada yang menerima dan menolak. Tapi menurut subyek lebih banyak mendukung daripada tidak. Subyek menilai masyarakat yang menolak banyak dilakukan dalam bentuk pembicaraan yang dianggap menyinggung perasaan. (k : 242270; 278-280)
Subyek menilai pandanganya terhadap lawan jenis, khususnya dengan istri, tidak ada perubahan. Hubungan intim juga tidak ada permasalah, karena istri subyek memahami keadaan suami sehingga bisa menerima keadaan suami. Relasinya dengan anak juga tidak mengalami hambatan karena anak cukup memahami kondisi subyek (k : 157186).
Subyek menilai hubungan dengan lawan jenis atau suami menjadi kurang mesra karena mereka tidak tidur dalam satu ranjang walaupun tinggal dalam satu rumah. Subyek pisah tempat tidur karena membutuhkan tempat untuk memutar badan, sedangkan suami sering lelah setelah bekerja sehingga subyek tidak ingin mengganggu istirahat suami. Hubungan intim dengan suami dan dalam keluarga tetap tidak ada masalah. Suami subyek bisa menerima keadaan subyek apa adanya sehingga subyek tidak mempermasalahkan hal tersebut. (k : 299334)
Subyek menilai hubungannya dengan keluarga tidak mengalami permasalahan sebab
Hubungan subyek dengan keluarga, subyek merasa didukung, subyek merasa dibantu ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
kesemuanya laki-laki, kurang perhatian tetapi menurut subyek lakilaki memang kurang peduli dan saudaranya sudah punya keluarga sendiri-sendiri. Selain itu sikap saudaranya tersebut sudah sudah terjadi sebelum subyek mengalami kelumpuhan sehingga bagi subyek tidak masalah. Subyek merasa bahwa dirinya yang harus beradaptasi dengan kondisinya. (k :258-281)
perubahan terutama karena perannya sebagai ayah masih diakui walaupun subyek sekarang lumpuh. Namun subyek menilai keluarga besarnya kurang memberi dukungan dengan alasan tidak diketahui secara jelas. Sedangkan dari keluarga besar dari pihak subyek atau istri tidak ada bantuan apapun baik material atau non material (k : 359379)
tidak ada perubahan mencolok dalam memberi perlakuan terhadapnya (e : 149-154)
membangun kamar mandi dan memasak
f. Hubungan dengan Sesama Penderita Paraplegia
Hubungan dengan teman sependeritaan, menurut subyek baik sehingga dapat saling dukung dan berbagi pengalaman. Subyek merasa senang sekali karena adanya kesempatan untuk bertemu teman sependeritaan yang difasilitasi oleh LSM (p : 283-297)
Hubungan dengan teman sependeritaan masih dilakukan oleh subyek walaupun hanya satu sampai dua orang saja. Relasi dengan sesama penderita paraplegia ini dipandang penting subyek karena bisa saling mendukung, sharing tentang keluhan yang dirasakan dan merasa tidak sendiri (p : 408-416)
Subyek menilai lebih memilih lebih dekat berhubungan dengan teman sependeritaan. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan sependeritaan sehingga diharapkan mampu saling memberi motivasi atau penguatan ( p : 234242)
Subyek menilai hubungan dengan sesama penderita paraplegia dibutuhkan karena timbul perasaan senasib dan sependeritaan. Subyek memiliki banyak teman sependeritaan, dimana komunikasi dilakukan dengan menggunakan handphone (k : 362374)
g. Hubungan dengan Bukan Penderita Paraplegia
subyek merasa terdukung dan memberi semangat bagi kesembuhan subyek. Mereka pun menjadi lebih memperhatikan subyek daripada sebelum mengalami kelumpuhan (k :197218)
Subyek menilai orang yang bukan penderita paraplegia bersikap acuh tak acuh terhadapnya (n: 419-426)
Hubungan subyek dengan lingkungan bukan penderita paraplegia dinilainya cukup baik karena banyak yang memberi dukungan bagi kesembuhannya. Namun subyek merasa kesusahan untuk aktif dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga sering diwakilkan oleh istrinya (n: 126146)
Subyek menganggap membutuhkan untuk berhubungan dengan bukan penderita paraplegia untuk memperoleh informasi-inormasi. (n: 233-237, 364366)
aktivitas agama masih dilakukan subyek dengan baik. Subyek masih melaksanakan
Subyek mengungkapkan bahwa dirinya tetap melakukan aktivitas
Subyek masih cukup rajin untuk menjalankan aktivitas
Pengalaman menjalankan aktivitas agama adalah subyek sudah memulai untuk
4. Moral a. Aktivitas Keagamaan
(k : 293-296)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
sholat dan membaca Al Quran, walaupun sekarang aktivitas keagamaan banyak dilakukan di rumah dan tidak terlalu dipaksakan sesuai dengan kondisi tubuh. Misal subyek tetap puasa jika merasa mampu melakukannya (a : 300-312)
agama seperti sholat tetapi hanya di rumah dan di kursi roda. Subyek tidak ke masjid karena rasa sakit dapat menyerang tiba-tiba sehingga mengganggu konsentrasi (a : 467478)
keagamaan, namun subyek juga memiliki ketergantungan terhadap orang lain untuk pergi ke tempat ibadah (gereja). Apabila tidak pergi beribadah pun maka subyek akan dikunjungi pemimpin agama. ( a : 244-246)
menjalankan aktivitas keagamaanya, walaupun hanya di rumah (a : 108-111; 120)
b. Nilai Kehidupan yang Dianut
subyek memiliki motto berjiwa besar dan pantang menyerah. Subyek selalu mengingat jika merasa tidak berdaya. Motto tersebut membantu subyek untuk mencari solusi apabila muncul masalah. (i : 319-336)
subyek menilai bahwa bencana gempa yang terjadi merupakan takdir yang harus diterima sehingga tidak bisa diubah (i: 493-497)
Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut yaitu bahwa kondisi apapun dari Tuhan harus diterimanya karena tidak bisa memilih (i : 263266)
c. Penilaian terhadap Tuhan
subyek pernah menyalahkan Tuhan dengan membandingkan orang lain terhadap dirinya. Akan tetapi subyek merasa yakin bahwa Tuhan mempunyai rencana terhadap dirinya, sehingga subyek mencoba sabar terhadap pengalamanpengalaman yang tidak enak yang harus dihadapinya. Subyek tidak terlalu menyalahkan Tuhan, buktinya subyek masih meminta kesembuhan padaNya walaupun sampai sekarang belum diberikan (a : 341-370)
Penilaian subyek terhadap Tuhan adalah bahwa bencana dan kondisi yang dialami dinilai sebagai suatu peristiwa yang adil menurut Tuhan atau sebagai suatu takdir yang tidak bisa diubah. Tuhan tidak memberi hukuman karena semua orang menjadi korban gempa dan tidak memilih-milih. (a : 483-509)
Penilaian subyek terhadap Tuhan menyangkut kondisi yang dialaminya sekarang adalah subyek bahwa apa yang dialaminya adalah takdir. Hal tersebut membuat subyek harus menerima keadaan tersebut (a : 252256)
Penilaian terhadap nilai-nilai hidup yang dianut yaitu subyek tidak terlalu mempersoalkan peraturan yang diwajibkan, tetapi berusaha menjalankan walaupun tidak bisa penuh. Misalnya subyek tidak bisa bersih untuk menjalankan aktivitas agama, tetapi subyek percaya Tuhan bisa memahami hal tersebut (i :111-116) Subyek menilai bahwa Tuhan sudah mempunyai rencana untuk dirinya sehingga tidak perlu menyalahkan Tuhan atas apa yang dialaminya sekarang (a : 98-101)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Aspek Fisik Wenner (1999) menjelaskan bahwa akibat dari kerusakan sumsum tulang belakang adalah kehilangan kontrol gerak dan perasa serta kemungkinan akan mengalami kejang otot atau kaki yang terkulai. Semua subjek mengungkapkan bahwa paraplegia menyebabkan kaki mereka mengalami perubahan menjadi terkulai dan tidak merasakan sentuhan sehingga mereka tidak bisa pergi ke mana-mana dengan kelumpuhannya sekarang. Hal ini jelas tampak dalam observasi dimana kaki para subjek tidak dapat digerakkan sehingga untuk menggerakkan kaki para subjek akan mengangkatnya dengan bantuan tangan. Para subjek menilai kondisi lumpuh menyebabkan mereka tidaklagi mampu berjalan sehingga hrus menggunakan kursi roda. Fallon (1985) juga mengungkapkan bahwa paraplegia mengakibatkan penderitanya akan mengalami rasa sakit yang berasal dari ujung urat syaraf atau akar syaraf yang lumpuh. Berdasarkan penelitian, semua subyek mengalami rasa sakit atau panas yang terus-menerus pada bagian tubuh yang mengalami kelumpuhan. Namun subjek (subjek I, II dan IV) juga melakukan aktivitas sebagai pengalih dari rasa sakit, seperti
menonton tv, berbincang dengan
tetangga atau aktivitas lain seperti menjahit atau servis elektronika. Subjek I, II dan III dalam observasi juga tampak sering memijit-mijit kaki dan megangkat badan ketika merasakan sakit pada kaki mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
Paraplegia
juga
menyebabkan
para
penderitanya
memiliki
penampilan baru. Semua subjek menggunakan alat bantu berupa kursi roda, kateter untuk membantu buang air kecil dan pempers. Wenner (1999) juga mengungkapkan bahwa akibat paraplegia adalah hilangya kontrol untuk buang air besar dan buang air kecil. Pemakaian kateter dan pempers karena akibat tersebut. Seluruh subjek cenderung tampil apa adanya dan maksimal agar tetap enak di hadapan dan dipandang oleh orang lain. Kondisi paraplegia juga akan membuat penderita mengalami kesulitan dalam pemanfaatan barang atau benda yang dimiliki. Subjek I, II, III, dan IV memandang dan menyadari secara positif bahwa perubahan barang-barang sehingga dapat mempermudah untuk menjadi lebih mandiri. Secara umum barang atau benda yang dimiliki tidak banyak berubah secara fungsi tetapi dilakukan modifikasi untuk barang-barang tertentu, seperti kendaraan motor yang awalnya beroda dua perlu untuk diubah menjadi beroda tiga supaya bisa digunakan oleh subjek (subjek II dan III). Dapat disimpulkan bahwa secara fisik subjek kaki para subjek menjadi terkulai sehingga harus menggunakan kursi roda untuk menunjang mobilitas. Subjek juga menggunakan kateter dan pempers akibat tidak terkontrolnya BAB dan BAK sehingga mengubah penampilan mereka. Namun para subjek mengupayakan tampil apa adanya dan maksimal agar tetap enak dipandang orang lain. Para subjek juga merasa sakit di kaki sehingga mereka sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
mencoba melakukan aktivitas pengalih perhatian dari rasa sakit. Para subjek juga mencoba tetap memfungsikan barang atau benda yang dimilikinya dengan melakukan modifikasi.
2. Aspek Psikis Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Asssitance and Training Workshop Manual,Emmisburg, MD
(1994) menjelaskan bahwa
bencana akan membawa dampak psikologis berupa munculnya gejala pada periode 1 bulan setelah terjadinya bencana atau disebut juga Acute Stress Disorder (ASD). Gejala - gejala reaksi emosional
yang
muncul seperti
merasa shock, takut, marah, benci, berduka, merasa bersalah, malu, tidak berdaya, mengalami depresi. Sedangkan secara kognitif reaksi orang yang mengalami ASD akan kebingungan orientasi, ragu-ragu, sulit membuat keputusan, khawatir, tidak dapat memusatkan perhatian, sulit berkonsentrasi, lupa, mimpi buruk, flashback, memiliki pandangan negatif tentang diri dan dunia. Subjek I, II dan IV juga mengungkapkan bahwa dirinya mengalami semacam “trauma” atau lebih tepatnya disebut sebagai acute stress disorder (ASD). Mereka mengungkapkan bahwa mereka akan berdebar-debar dan takut jika ada hal-hal yang mengingkatkan subjek pada kemiripan peristiwa gempa misalnya suara gemuruh yang terasa walaupun belum tentu suara gempa. Subjek yang mudah cemas, takut, mudah marah, sensitif dan sedih merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
indikasi bahwa subjek masih mengalami trauma. Hal ini masih didukung oleh hasil grafis bahwa subjek masih memiliki trauma dan diperkuat bahwa subjek masih labil dengan kondisi yang
dialaminya sehingga cenderung merasa
tidak aman, mudah cemas, mudah marah, tidak stabil dan impulsif. Para subjek (subjek I, II, dan IV) merasa sedih, tersiksa dan tertekan dengan perubahan fisik yang dialami. Hasil tes grafis juga menunjukkan bahwa para subjek cenderung mengalami mudah frustasi, depresi dan mudah konflik. Berdasarkan observasi, perilaku subjek tampak tidak ada beban namun akan tampak tegang jika diajak untuk berpikir mengenai kondisinya akibat gempa. Secara psikologis kemungkinan besar individu penderita paraplegia akan mengalami perasaan sedih, bingung, takut, cemas, tertekan (stress) bahkan depresi (Fallon, 1985). Seluruh subjek juga cenderung merasa risih atau malu dengan penampilan yang sekarang. Selain menggunakan kursi roda, subjek juga menggunakan kateter (subjek II) dan pempers (subjek I, II, III dan IV). Hal ini untuk mengantisipasi hilangnya kontrol terhadap BAB dan BAK. Keterbatasan fisik yang dialami menyebabkan penderita paraplegia kemungkinan besar tidak dapat kembali ke pekerjaan semula dan terbatasnya bidang kerja yang dapat dilakukan (Center Crisis Fakultas Psikologi UGM, 2006). Hal tersebut juga dialami para subjek sehingga timbul rasa cemas. Rasa cemas karena masa depan lebih diungkapkan oleh subjek I, II, III dan IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
khususnya dalam hal kesempatan untuk bersaing dalam mencari pekerjaan dan kemampuan untuk bekerja, mencari nafkah dan membiayai keluarga yang dahulu menjadi tugasnya. Hasil tes grafis semua subjek juga menunjukkan bahwa mereka memiliki kecemasan. Hal ini bisa saja terjadi karena mitos yang terdapat di dalam masyarakat yang mungkin dahulu juga dipahami oleh subjek sebelum menjadi cacat mengenai penyandang cacat yang tidak mungkin bekerja. Mitos tersebut antara lain disebutkan oleh Papu (2002) bahwa para pekerja
penyandang
cacat membutuhkan waktu yang lama untuk
menyesuaikan diri dengan pekerjaan. Mempekerjakan penyandang cacat berarti juga harus menyediakan fasilitas khusus agar dapat membuat mereka mampu bekerja optimal, pekerja penyandang cacat sulit disupervisi dan sebagainya. Lingkungan fisik rumah dan sekitarnya tampak belum mendukung secara optimal bagi pengguna kursi roda seperti para subjek. Lingkungan yang tidak dapat dilewati kursi roda misalnya tangga berundak. Subjek I, II, dan IV mengeluhkan lingkungan fisik yang tidak mendukung mobilitas dengan kursi roda, baik di rumah atau sekitar rumah, sehingga menghambat subjek untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Hal ini menyebabkan para subjek membutuhkan bantuan orang lain untuk melewati rintangan atau halangan yang ada. Semua subjek pun juga mengungkapkan bahwa perlunya kemandirian bagi mereka supaya tidak terlalu tergantung orang lain. Beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
hal
yang
perlu
dilatih
kembali menurut Fallon (2004) meliputi duduk
tegak, keseimbangan, berpakaian, berdiri, berjalan, transfer dan banyak hal lain, sehingga penderita mampu mandiri. Penderita paraplegia juga akan mengalami gangguan fungsi seksual. Fallon (1985) menjelaskan bahwa seorang laki-laki penderita paraplegia awalnya akan dipenuhi pikiran akan ketidakmampuan dalam melakukan hubungan seks, sehingga akan menimbulkan perasaan takut dan cemas terhadap kemampuan untuk berhubungan seks tersebut. Subjek laki-laki (subjek II) menilai bahwa hubungan seksual merupakan hal terpenting sebagai suami-istri sehingga menyebabkan timbulnya
kecemasan
dan depresi karena tidak
mampu lagi ereksi sehingga merasa tidak mampu memberi kepuasan secara seksual terhadap istri. Sedangkan subjek perempuan (subjek IV) memandang dari segi keintiman, dimana subjek merasa kemesraan sebagai suami istri menjadi berkurang karena tidak lagi tidur seranjang. Subjek (subjek II dan IV) memiliki perasaan rendah diri karena menganggap diri kurang mampu untuk melayani pasangannya, termasuk dalam hubungan seksual. Dapat disimpulkan bahwa secara psikis para subjek masih mengalami trauma terhadap gempa atau memiliki gejala ASD. Subjek memiliki perasaan sedih, tersiksa dan malu dengan kondisi kelumpuhan yang dialaminya dan penampilan sekarang. Subjek juga memiliki kecemasan terhadap masa depan mereka berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mencari nafkah atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
bekerja kembali. Para subjek mengungkapkan pentingnya kemandirian supaya tidak tergantung orang lain. Gangguan fungsi seksual menimbulkan kecemasan rendah diri dan putus asa terutama pada subjek laki-laki, sedangkan pada subjek perempuan merasa keintiman atau kemesraan dengan pasangan menjadi berkurang.
3. Aspek Sosial Berdasarkan pandangan semua subjek, mereka merasa siap untuk bermasyarakat atau bergabung dalam kegiatan masyarakat. Hal ini didukung oleh sikap masyarakat yang dapat menerima diri mereka, seperti dalam bentuk berbincang dengan tetangga atau tidak hilangnya kebiasaan untuk berbincang-bincang dengan masyarakat, secara khusus terkadang subjek I, III, dan IV dimotivasi oleh tetangga untuk proses kesembuhannya. Namun demikian semua subjek masih memiliki kendala yang dihadapi, yaitu kondisi sakit yang menyebabkan rasa tidak nyaman untuk keluar dan beraktivitas penuh di dalam masyarakat. Hal ini diperkuat oleh pandangan masyarakat, bahwa penderita paraplegia harus dikasihani dengan tidak melibatkan subjek pada aktivitas kemasyarakatkan, misalnya yang terjadi pada subjek II dimana subjek tidak diberi undangan untuk datang pada acara tertentu. Center Crisis Fakultas Psikologi
UGM
(2006)
mengungkapkan
bahwa
pandangan
sebagian
masyarakat terhadap penyandang cacat, termasuk penderita paraplegia, harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
dikasihani bahkan atau tidak mampu berbuat apa-apa. Secara umum, subjek menganggap masyarakat cenderung bersikap baik dan memberi dukungan, misalnya dengan mendukung bagi kesembuhan subjek. Namun beberapa individu dalam masyarakat juga memiliki sikap tidak mendukung terhadap subjek, misalnya berbicara sembarangan kepada subjek (subjek IV) atau mengucilkan subjek (subjek II) dengan tidak berkunjung atau menyapa subjek karena menganggap penderita cacat serba tidak mampu. Hubungan dengan lawan jenis digambarkan bahwa semua subjek masih menginginkan berhubungan dengan lawan jenis, seperti apa adanya. Werner (1999) mengungkapkan bahwa akibat yang akan ditimbulkan oleh kerusakan sumsum tulang belakang, secara seksualitas kemungkinan besar perempuan tidak dapat merasakan sensasi-sensasi ketika berhubungan seks sehingga akan mempengaruhi
kenikmatan
dari
sensasi
seks
tersebut.
Sedangkan pada penderita paraplegia yang laki-laki kemungkinan akan mendapati dirinya tidak dapat ereksi lagi, meskipun pada beberapa kasus kemampuan ini dapat pulih kembali. Subjek perempuan (subjek IV) mengatakan bahwa hubungan seksual dianggap tidak ada masalah karena suami dianggap mengerti kondisinya meskipun kemesraan sebagai suami-itri dianggap berkurang sebab subjek tidak tidur seranjang dengan suami. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang menanggapi perilaku individu, baik orang tua, saudara kandung, atau orang lain yang tinggal satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138
atap dengan individu (Burns, 1993). Hubungan dengan keluarga, secara umum tidak ada perubahan kondisi untuk keempat subjek. Pada saat observasi hubungan dengan keluarga, terutama dengan keluarga inti, tampak harmonis dengan saling menyapa, mendukung dalam bentuk ucapan, dan melayani kebutuhan subjek. Hubungan dengan teman sesama penderita paraplegia dianggap keempat subjek lebih nyaman dibanding dengan non paraplegia karena mereka dapat saling berbagi pengalaman dan adanya perasaan senasib sepenanggungan. Semua subjek pun menjalin komunikasi dengan sesama penderita dengan sarana telepon seluler. Namun saat observasi, subjek juga tampak ramah dengan tetangga yang secara kebetulan membantu subjek atau secara kebetulan lewat di depan rumah atau di depan rumah bercakap-cakap dengan tetangga. Dapat disimpulkan bahwa secara sosial subjek memiliki kesiapan untuk hidup dalam komunitas sosialnya. Lingkungan sosial juga cenderung memberi dukungan dan perhatian terhadap kondisi kelumpuhan subjek. Namun kondisi lingkungan yang belum akses dan keluhan fisik menjadi hambatan utama subjek untuk beraktivitas dalam komunitas sosialnya. Subjek juga cenderung memilih berhubungan dengan sesama penderita paraplegia karena memiliki perasaan Hubungan
senasib
dan
dapat
saling
memberi dukungan.
dengan keluarga juga cenderung terjalin baik karena adanya
dukungan dan perhatian. Namun subjek memiliki keluhan dalam peran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139
hubungan suami-istri yaitu karena masih memiliki kebutuhan untuk melakukan hubungan seksual tetapi fisik tidak mampu.
4. Aspek Moral Aktivitas keagamaan masih dilakukan oleh subjek meskipun tidak rutin dan hanya di rumah saja karena adanya hambatan secara fisik. Subjek I, II dan IV tetap menjalankan sholat meskipun dengan duduk, sedangkan subjek III juga berdoa sering dilakukan di rumah karena bila ingin ke gereja sangat tergantung orang lain. Akibat paraplegia yang dialaminya, subjek IV memiliki pandangan
dalam
memaknai
persyaratan
untuk
berdoa
(sholat),
dimana kebersihan yang merupakan salah satu syarat dianggap tidak terlalu penting tetapi lebih menitikberatkan pada niat untuk menjalankan ritus. Hal ini diperkuat keyakinan para subjek bahwa kondisi yang menimpa mereka adalah bagian dari rencana Tuhan atau takdir yang harus dilewati, walaupun pada awalnya keadilan Tuhan dipertanyakan oleh subjek I dan IV. Berdasarkan observasi, subjek I dan II terlihat menjalankan ibadah sholat. Subjek IV cukup dengan berdiam diri saja sebagai bentuk penghormatan akan waktu ibadah sholat. Sedangkan subjek III tetap melakukan ritual keagamaan yang ditunjukkan dengan membuat tanda salib dan berdoa ketika akan makan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
5. Dinamika Akhir Konsep Diri Korban Gempa yang menjadi Penderita Paraplegia Bencana, seperti gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 di Yogyakarta, dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan pada terjadinya bencana tersebut. Kerusakan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh gempa bumi tersebut dapat menggetarkan mental siapapun. Kerugian tidak saja berupa kerugian materi dan fisik tetapi juga berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial dan psikologis pada individu yang mengalami atau tertimpa bencana gempa bumi tersebut. Rasa tertekan, takut, dan duka yang dialami para korban tentu sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka selanjutnya (Crisis Center Fakultas Psikologi UGM, 2006). Salah satu dampak fisik yang ditimbulkan bencana adalah adanya korban yang mengalami kecacatan fisik. Paraplegia merupakan salah satu kecacatan fisik yang dapat ditimbulkan oleh adanya bencana gempa, pada umumnya penderita tertimpa runtuhan bangunan. Paraplegia adalah kondisi cacat fisik berupa kelumpuhan yang diakibatkan patahnya tulang belakang (Fallon, 1985). Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa penilaian terhadap aspek fisiknya, para subjek mengungkapkan kondisi kaki mereka yang tidak dapat digerakkan atau berjalan menggunakan kaki karena kaki dalam kondisi terkulai lagi sehingga aktivitas terhambat. Werner (1999)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141
juga menjelaskan bahwa kerusakan tulang belakang menyebabkan kehilangan kontrol gerak dan perasaan serta kemungkinan akan kejang otot atau kaki terkulai. Subjek juga mengalami kehilangan kontrol terhadap BAB dan BAK sehingga menggunakan menggunakan kateter dan pempers akibat tidak terkontrolnya sehingga mengubah penampilan mereka. Namun para subjek mengupayakan tampil apa adanya dan maksimal agar tetap enak dipandang orang lain. Para subjek juga merasa sakit di kaki sehingga mereka sering mencoba melakukan aktivitas pengalih perhatian dari rasa sakit. Fallon (1985) menjelaskan bahwa penderita paraplegia akan mengalami gangguan suhu badan sehingga akan merasa
panas, menggigil dan tidak dapat berkeringat. Para
subjek juga mencoba tetap memfungsikan barang atau benda yang dimilikinya dengan melakukan modifikasi, seperti sepeda motor roda dua dimodifikasi sehingga dapat digunakan subjek. Secara psikis para subjek masih mengalami trauma terhadap gempa apabila mendengar suara keras yang mengagetkan, dimana mereka akan merasa takut dan tidak berdaya. Center for Mental Health Services, Crisis Counseling Asssitance
and
Training
Workshop
Manual,Emmisburg,
MD
(1994)
menjelaskan bahwa bencana akan membawa dampak psikologis, yaitu Acute Stress Disorder (ASD). Subjek mengungkapkan bahwa kondisi emosi mereka cukup labil dimana mereka memiliki perasaan sedih, tersiksa dan malu dengan kondisi kelumpuhan yang dialaminya dan penampilan sekarang. Fallon (1985)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142
menjelaskan bahwa secara psikologis kemungkinan besar individu penderita paraplegia akan mengalami perasaan sedih, bingung, takut, cemas, tertekan (stress) bahkan depresi. Subjek juga memiliki kecemasan terhadap masa depan mereka berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mencari nafkah atau bekerja kembali. Para subjek mengungkapkan pentingnya kemandirian supaya tidak tergantung orang lain. Subjek juga memiliki keluhan dalam hubungan dengan lawan jenis yang dinilai kurang mesra lagi karena adanya akibat fisik berupa tidak berfungsinya organ seksual mereka. Penderita paralegia lakilaki kemungkinan besar tidak mampu ereksi dan pada wanita tidak merasakan sensasi pada vagina (Fallon, 1985). Hal ini menimbulkan perasaan minder, putus asa dan merasa menjadi beban. Secara sosial subjek mengungkapkan kesiapan untuk kembali berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Calhoun dan Acocella (dalam Mathilda, 2004) menjelaskan bahwa hubungan interpersonal berupa interaksi yang dilakukan individu terhadap lingkungannya akan mempengaruhi konsep dirinya. Hal ini juga didukung adanya perhatian dari keluarga dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan
pertama
yang menanggapi
perilaku
individu, baik orang tua, saudara kandung, atau orang lain yang tinggal satu atap dengan individu (Burns, 1993). Relasi dengan sesama penderita paraplegia juga dianggap penting karena mereka dapat saling berbagi dan memberi motivasi sehingga subjek cenderung merasa lebih nyaman menjalin relasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143
dengan sesama penderita paraplegia. Namun subjek memiliki hambatan untuk kembali bermasyarakat, yaitu hambatan fisik karena adanya keluhan rasa sakit, dan hambatan lingkungan yang kurang akses untuk pengguna kursi roda seperti subjek. Berhubungan dengan penilaian terhadap aspek moral, subjek menilai bahwa peristiwa gempa dan kondisi kelumpuhan yang mereka alami sebagai takdir dari Tuhan yang harus
diterima.
Hal
ini
kemungkinan
yang
mempengaruhi digagalkannya adanya niat untuk bunuh diri. Subjek pun masih menjalankan aktivitas keagamaan mereka meskipun hanya dilakukan di kursi roda atau di rumah saja. Moral ethical self adalah perasaan mengenai hubungan individu dengan Tuhan, tentang bagaimana pandangan hidup dan penilaian terhadap benar dan salah serta baik dan buruk. Hurlock (1992) mengemukakan bahwa individu yang memiliki etika moral yang matang akan mudah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga bila tidak memenuhi harapan sosial maka individu tersebut tidak akan merasa bersalah terhadap perilakunya, mampu memilih dan menentukan perilaku yang diinginkan. Berdasarkan hal di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gambaran konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia ada dua, yaitu negatif dan positif. Sifat khas yang dimiliki individu dengan konsep diri yang negatif adalah tidak percaya diri, penerimaan diri yang kurang, pesimis, harga diri yang rendah, tidak aman dan peka terhadap kritikan. Secara fisik subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144
menilai terjadinya perubahan akan kondisi fisik dan penampilannya sehingga menimbulkan perasaan malu dan rendah diri. Salah satu elemen dalam konsep diri negatif menurut Adler kawan-kawan (dalam Trefina, 1990) yaitu tidakpercaya diri dan harga diri yang rendah. Secara psikis para subjek memiliki emosi yang labil sehingga peka terhadap berbagai perlakuan orang lain terhadap dirinya. Para subjek juga merasa pesimis dan kurang percaya diri untuk kembali mampu dan memperoleh pekerjaan. Salah satu tanda individu dengan konsep diri negatif menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 1999) yaitu keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Subjek juga memiliki perasaan tidak aman karena adanya trauma terhadap gempa. Secara sosial subjek juga kurang percaya diri dalam relasi dengan pasangan atau lawan jenis karena mengalami gangguan fungsi seksual. Namun para subjek juga memiliki gambaran konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif memiliki kepercayaan diri, penerimaan diri yang baik, optimis, harga diri yang tinggi, dan adanya perasaan aman. Para subjek memiliki kepercayaan diri yang baik untuk menunjukkan penampilan fisiknya dengan tampil apa adanya secara maksimal. Subjek menilai penampilan bukan sebagai hal utama yang harus menjadi perhatin mereka. Subjek juga menilai harta benda yang terutama untuk mereka adalah yang dapat membantu mobilitas dan kemandirian serta memberi penghiburan. Kepercayaan diri juga diungkapkan para subjek untuk kembali berpartisispasi dalam aktivitas sosial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145
Subjek menilai ada dukungan dan perhatian yang positif dari keluarga dan lingkungan sosial. Relasi dengan sesama penderita paraplegia juga dianggap penting untuk dapat saling memberi dukungan dan ajang sharing. Subjek mengungkapkan bahwa bencana dan kondisi paraplegia yang dialaminya sebagai takdir dari Tuhan yang harus diterima. Subjek juga masih melaksanakan ritus keagamaan meski terbatas hanya di rumah dan di kursi roda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Gambaran konsep diri korban gempa yang menjadi penderita paraplegia berdasarkan penelitian adalah subjek masih mengharapkan kesembuhan dan sering mengeluhkan akibat fisik yang ditimbulkan. Subjek juga merasa pesimis untuk kembali mampu bekerja. Kondisi paraplegia mengakibatkan gangguan fungsi seksual sehingga para subjek juga merasa tidak percaya diri dan rendah diri terhadap pasangan mereka. Trauma atau gejala Acute Stress Disorder yang dialami para subjek membuat mereka merasa tidak aman apabila mendengar suara yang keras. Namun subjek juga merasa siap untuk kembali bersosialisasi meskipun lingkungan yang kurang akses untuk kursi roda membuat subjek kurang percaya diri untuk bersosialisasi. Subjek menilai memperoleh dukungan sosial dan keluarga. Subjek menganggap kondisi kelumpuhan yang dialaminya sebagai takdir yang harus diterima. 2. Penilaian subjek terhadap aspek fisik adalah terjadi perubahan kondisi menjadi tidak dapat lagi menggunakan kaki dan membutuhkan alat bantu untuk mobilitas. Subjek mengalami rasa sakit atau panas pada daerah tubuh yang mengalami kelumpuhan serta masih mengharapkan kesembuhan. Subjek menilai penampilan bukan hal yang utama untuk menjadi perhatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147
mereka. Subjek juga menilai harta benda yang terutama untuk mereka adalah yang dapat membantu mobilitas dan kemandirian serta memberi penghiburan. 3. Penilaian subjek terhadap aspek psikis adalah kondisi emosi mereka labil. Subjek merasa sedih yang berlarut-larut dan menjadi sensitif terhadap berbagai perlakukan orang lain terhadap mereka. Subjek juga masih mengalami trauma atau gejala Acute Stress Disorder terhadap gempa, terutama suara keras yang mengagetkan. Kecemasan juga dialami oleh subjek, terutama menyangkut masa depan yang berhubungan dengan pekerjaan. Subjek merasa tidak percaya diri untuk mampu kembali bekerja seperti sebelum mengalami kelumpuhan. Kondisi subjek yang mengalami gangguan fungsi seksual
menimbulkan perasaan rendah diri terhadap
pasangan. 4. Penilaian terhadap aspek sosial, subjek mengungkapkan kesiapan untuk kembali berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Subjek menilai ada dukungan dan perhatian yang positif dari keluarga dan lingkungan sosial. Relasi dengan sesama penderita paraplegia juga dianggap penting untuk dapat saling memberi dukungan dan ajang sharing. Namun subjek menilai kondisi fisik lingkungan kurang mendukung karena belum akses untuk pengguna kursi roda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 148
5.
Penilaian terhadap aspek moral, subjek mengungkapkan bahwa bencana dan kondisi paraplegia yang dialaminya sebagai takdir dari Tuhan yang harus diterima. Subjek juga masih melaksanakan ritus keagamaan meski terbatas hanya di rumah dan dikursi roda.
B. SARAN Hasil kesimpulan penelitian menunjukkan konsep diri korban genpa yang menjadi penderita paraplegia termasuk negatif. Berdasar penelitian tersebut, peneliti menyarankan bagi: 1. Penderita paraplegia korban gempa Secara psikologis kemungkinan besar individu penderita paraplegia akan mengalami perasaan sedih, bingung, takut, cemas, tertekan (stress) bahkan depresi (Fallon, 1985) karena kebosanan-kebosanan yang dialaminya sebagai akibat aktivitas sehari-hari yang dilakukannya bersifat rutin dan tidak menyenangkan. Penderita parapelgia disarankan untuk lebih kreatif dan aktif dalam menciptakan aktivitas, terutama sebagai upaya memperoleh pekerjaan. Mereka juga diharapkan lebih aktif untuk bersosialisasi. 2. Masyarakat Umum Masyarakat disarankan untuk mendukung secara aktif bagi penderita paraplegia berpartisipasi, bukan saja sekedar menunjukkan belas kasihan terhadap penderita paraplegia. Masyarakat juga disarankan untuk lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149
memahami tentang paralegia dan akibat yang ditimbulkan sehingga dapat lebih berperan positif untuk mendukung kemandirian penderita paraplegia tetapi bukan mengungkap tentang harapan kesembuhan. 3. Praktisi Psikologi Praktisi psikologi dapat berperan dalam bagi penderita paraplegia untuk semakin menumbuhkan kepercayaan diri dan penerimaan diri. Praktisi psikologi dapat juga membantu dalam pendidikan seksual yang lebih mendalam dan detail kepada penderita paraplegia. 5. Peneliti lain a. sebelum melakukan penelitian sebaiknya peneliti melakukan pendekatan yang lebih mendalam agar subjek dapat lebih terbuka terhadap peneliti b. selama proses wawancara peneliti disarankan perlu memperhatikan menciptakan kondisi yang nyaman sehingga subjek dapat lebih leluasa, tidak tegang, dan sealamiah mungkin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150
DAFTAR PUSTAKA
Ardiardani, Tristiadi & Tri Rahayu Iin. (2004). Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia Publishing. Balai Penelitian dan Peninjauan Sosial. (1970). Laporan Penelitian Sosial, Pemilihan dan penempatan dalam Pekerdjaan Jang Tjotjok Bagi Penderita Paraplegia. Jogjakarta: Departemen Sosial R.I. Berzonsky, M.D (1983). Adolescent Development, New York: Mc Millan Publishing Co, Inc. Burns, R.B (1993). Konsep Diri,Teori Pengukuran dan Perkembangan Perilaku (Terjemahan), Jakarta: Arcan. Calhoun & Acocella, J.F (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, Semarang: IKIP Press. Consortium for Spinal Cord Medicine (1998). Depression Following Spinal Cord Injury. A Clinical Practice Guideline for Primary Care Physicians: Paralyzed Veterans of America. Fallon, Bernadette. (1985). Jadi Anda Lumpuh... Yogyakarta: Pusat Rehabilitasi Bethesda. Miswadi. (2004). Aspek Seksualitas Penderita Paraplegia di Pusat Rehabilitasi Yakkum Yogyakarta. Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Hurlock, E.B. (1992) Perkembangan Anak Jilid II. Jakarta: Erlangga. Hall, C.S & Linzey, G (1993) Psikologi Kepribadian I, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Editor, Dr A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius. http://evakasim.blogspot.com/2004_12_01_archive.html diambil 20 November 2007 pkl. 23.10 http://evakasim.blogspot.com/2007/04/konvensi-hak-hak-penyandang-cacat.html. diambil 20 Novermber 2007 pkl 23.19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=392 November 2007 pkl. 23.54
diambil
20
http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/Menuju_Inklusi_dan_Pengayaan. php diambil 24 November 2007 hhtp:/www.mcsatkorlak.info diambil 4 Februari 2007 Japardi, Iskandar. 2002. Penyakit Degemeratif Pada Medulla Spinalis, Medan: USU Digital Library. Kedaulatan Rakyat, 19 Juli 2007 Kompas, 28 Mei 2006 Kompas cybermedia Kamis, 10 Agustus 2006 - 14:25 wib Koentjaraningrat. (1993). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Press. Moleong, M.A., Lexy, J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit CV Remadja Karya Mardjono, Mahar. (1987). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat Noback, Charles. (1982). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta: CV. E.G.C. Pilkunas, J. (1976). Human Development and Emergent Science, Third Edition. Mc Graw_Hill Kogakusha, Ltd. Poerwandari, Kristi. (2001). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pudjijogyanti,C.R. (1985). Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Studi tentang Pengembangan Pendidikan No. 12. Rakhmat, J. (1999). Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung: PT Rodakarya. Suryabrata, Sumadi .(2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grofindo Persada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152
Werner, David. (1999). Disabled Village Children. Berkeley: The Hesperian Foundation. .............(2006). Bencana dan Kita, Bekal Praktis bagi Relawan, Yogyakarta. Crisis Center Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. ....................... Kumpulan Diktat Tes Grafis, Malang : Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153
LAMPIRAN A. TES GRAFIS 1. Tes Grafis Subjek I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157
2. Tes Grafis Subjek II
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161
3. Tes Grafis Subjek III
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165
4. Tes Grafis Subjek IV
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169
B. SURAT PENELITIAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 170