STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Devi Paramitha NIM B351120031
RINGKASAN DEVI PARAMITHA. Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh DENI NOVIANA dan SRI ESTUNINGSIH. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh melalui pengamatan klinis dan histologis. Informasi ini didapat melalui pemeriksaan respon profil darah perifer, kadar ion besi dan magnesium dalam plasma darah, penilaian radiodensitas pada pencitraan radiografi dan respon jaringan secara histopatologis. Sebanyak 48 ekor ekor mencit strain ddy jantan, dewasa, berusia 8 minggu dibagi ke dalam 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah kelompok kontrol, kelompok implan kawat besi, kelompok implan magnesium batang dan kelompok implan kawat medis. Kelompok kontrol diberi perlakuan sham dan kelompok implan diberikan implan yang disisipkan di antara tulang femur dengan otot biceps femoris. Pemeriksaan respon darah dilakukan dengan pemeriksaan darah rutin, sementara kadar ion besi dan magnesium plasma diperiksa dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) yang dilakukan pada hari pengamatan ke-0 sebelum implantasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi. Pencitraan radiografi dilakukan pada hari ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi. Radiodensitas implan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan piranti lunak ImageJ®. Studi histopatologi dilakukan pada jaringan otot dan tulang lokasi implan yang dipanen pada hari ke-1 dan 30 setelah impantasi. Hasil analisa pada pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel darah putih total dan diferensiasi sel darah putih menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Kadar ion besi pada kelompok implan besi menunjukkan peningkatan yang signifikan di dalam plasma darah. Radiodensitas implan dan daerah sekitarnya mengalami perubahan sesuai dengan respon tubuh yang terjadi. Studi histopatologi menunjukkan adanya reaksi inflamasi akut pada hari pengamatan ke-1 untuk semua kelompok, baik kontrol maupun yang diberikan implan. Sedangkan pada hari ke-30 setelah implantasi, reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa ditemukan mengelilingi lokasi implan pada kelompok implan kawat besi dan kawat medis. Sebagai kesimpulan, implan besi menyebabkan peningkatan kadar ion besi di dalam darah dan reaksi inflamasi yang terbatas, dan tidak ditemukan adanya efek toksik dari produk degradasi maupun dari implan besi itu sendiri. Kata kunci:
besi, implan terserap tubuh, biokompatibilitas, in vivo, reaksi benda asing.
SUMMARY DEVI PARAMITHA. Biocompatibility Study of Iron (Fe) as Biodegradable Metal Implant Material on Mice (Mus musculus). Supervised by DENI NOVIANA and SRI ESTUNINGSIH. This study aimed to obtain information regarding the biocompatibility of iron as biodegradable metal implant material through clinical and histopathological observations. The information were obtained through examination of peripheral blood profile responses, blood plasma iron and magnesium ion level, radiodensity assessment on radiography imaging and histopathological tissue response. Forty eight adult male mice, aged approximately 8 weeks were divided into 4 groups. The group were control group, iron wire group, magnesium rod and surgical wire group. The control group were treated with sham and the implant groups were given implants by inserted it between femoral bone and biceps femoris muscle. Examination of the blood response was done with Complete Blood Count (CBC), while blood plasma iron and magnesium ion level was examined with Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The examination were performed at day-0 prior to implantation, day-1, 10 and 30 after implantation. Radiography imaging was performed at day-1, 7, 14 and 30 after implantation. The implant and its peri-implant area were then analyzed by using ImageJ ® software. The analysis of red blood cells amount, hemoglobin level, hematocrite value, total white blood cell and its diferentiation did not show significant differences. The iron wire group showed a significant increase of iron blood plasma ion level. Radiodensity of implant and peri-implant area have changed along with body response that occured. Histopathological studies showed an acute inflammatory reaction at day-1 observations for all groups, both control and implant groups. While at day-30, foreign body reaction in the form of a fibrous capsule surrounding the implant site were found in the iron and surgical wire group. In conclusion, metal implants cause increased levels of iron ions in the blood and limited inflammatory reactions, and local toxic effects from its metal product or the material itself was not found. Keywords: iron, biodegradable implant, biocompatibility, in vivo, foreign body reaction
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI BIOKOMPATIBILITAS BESI (Fe) SEBAGAI MATERIAL PENYUSUN IMPLAN LOGAM TERSERAP TUBUH PADA MENCIT (Mus musculus)
DEVI PARAMITHA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Biomedis Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Drh Anita Esfandiari, MSi
PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga penulis telah dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan dan suri tauladan Rasulullah Muhammad SAW. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar magister sains dari Program Studi Ilmu Biomedis Hewan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Studi Biokompatibilitas Besi (Fe) Sebagai Material Penyusun Implan Logam Terserap Tubuh pada Mencit (Mus musculus)”. Ucapan terimakasih yang tidak pernah habis kepada Bapak Prof Drh Deni Noviana, PhD selaku ketua komisi pembimbing, baik pada tingkat master maupun sarjana, atas segala ilmu, motivasi, nasehat, bantuan, kesabaran, kesempatan belajar dan nilai-nilai hidup yang selalu diberikan. Terimakasih untuk Ibu Dr Drh Sri Estuningsih, MSi, APVet selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, saran, masukan, pelajaran hidup dan motivasi yang juga selalu diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Drh M. Fakhrul Ulum, MSi atas bantuan, motivasi untuk belajar dan terus menulis, ide-ide kreatif, kesempatan dan kesabaran yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Terimakasih juga kepada teman-teman dan adik-adik kelas yang selalu membantu jalannya penelitian sehingga dapat terselesaikan. Terimakasih kepada kedua orang tua, adik-adik serta sahabat-sahabat yang setia memberikan dorongan dan bantuan moril selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan pada DIKTI karena penelitian ini dapat dilakukan dengan dana penelitian skim Hibah Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional a.n Deni Noviana No. 10/IT3.11/LT/2014.
Bogor, Maret 2015 Devi Paramitha
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN
ii ii iii 1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
4
Implan Medis
4
Magnesium
4
Besi
5
Baja Tahan Karat – SS316L
5
3 METODE PENELITIAN
6
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Bahan
6
Hewan Percobaan
6
Kelompok Perlakuan
7
Prosedur Implantasi
7
Pengambilan Data
8
Analisis Data
8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Sel Darah Merah
9 9
Gambaran Sel Darah Putih
10
Kadar Ion Fe dan Mg Plasma
13
Pencitraan Radiografi
15
Studi Histopatologi
18
5 SIMPULAN DAN SARAN
26
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
26 26 26 31 46
DAFTAR TABEL 1 Jumlah sel darah merah (juta/mm3) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L) 2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L) 3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L) 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L) 5 Kadar ion plasma Fe dan Mg pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L)
9 9 10 12 15
DAFTAR GAMBAR 1 Pembagian kelompok perlakuan 2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe pada hari pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi 3 Analisis radiodensitas implan 4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit yang diberi implan Fe, Mg dan SS316L pada hari pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b) dengan perbesaran 40x 6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis dengan perbesaran 40x, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30 7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke1 dengan perbesaran 40x, c) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x 8 Respon jaringan pada kelompok implan SS316L secara histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1 dengan perbesaran 10x, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30 dengan perbesaran 40x, c),
7 16 16
18
19
20
21
kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke30 dengan perbesaran 40x 9 Respon jaringan secara histopatologis mencit kelompok perlakuan implan besi (Fe) (a, d), magnesium batang (Mg) (b, e) dan kawat implan medis komersial (SS316L) (c, f) pada hari ke-1 dan 30 setelah implantasi
23
24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba 2 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L 3 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L 4 Data analisis kadar ion plasma darah kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
31 32 36 43
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit dan masalah yang disebabkan oleh jaringan tulang yang rusak dapat berkaitan dengan gangguan ortopedik, oral dan maksilofasial (Bosco et al. 2012). Contoh penyakit dan masalah tersebut adalah trauma (fraktura dan dislokasio), osteoarthritis, osteoporosis, kanker dan infeksi (British Orthopaedic Foundation 2010). Gangguan tulang tersebut dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia dalam setiap tahun dan untuk itu membutuhkan pengobatan jangka panjang. Hal tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar hingga mencapai 40 milyar Euro di seluruh dunia per tahun (Bosco et al. 2012). Tercatat pada Rumah Sakit Pendidikan Royal Infirmary of Edinburgh, Inggris, dari 7.449 kasus yang dirujuk ke unit ortopedik dalam satu tahun, 75% bagiannya merupakan kasus fraktura (Aitken et al. 2012). Oleh karena itu, penggunaan implan medis sebagai alat fiksasi kasus fraktura semakin meningkat. Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut (Bosco et al. 2012). Logam telah digunakan sebagai alat fiksasi internal untuk membantu persembuhan tulang dan jaringan yang mengalami fraktura lebih dari 100 tahun. Saat ini logam yang umum digunakan sebagai penyusun jenis implan tersebut antara lain baja tahan karat (stainless steel), titanium (Ti) dan campuran kobalt-kromium (Co-Cr alloys) (Hermawan 2011; Kuhlmann et al. 2013). Implan yang terbuat dari bahan-bahan tadi secara umum memiliki kecocokan dengan tubuh, sehingga hal tersebut dianggap sangat berharga. Meskipun begitu, material tersebut dapat menyebabkan stress shielding yaitu terjadinya osteopenia akibat pemasangan implan. Selain itu, efek lainnya adalah dilepasnya ion-ion logam yang bersifat toksik ke jaringan melalui proses korosi logam seiring dengan waktu (Kuhlmann et al. 2013). Selain itu penggunaan logam tidak terserap tersebut menyebabkan hasil pencitraan tubuh dengan sinar-X dan magnetic resonance imaging (MRI) yang kurang baik. Hal lain yang juga tidak diinginkan adalah diperlukan prosedur bedah kedua untuk pengangkatan implan (Windhagen et al. 2013). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini berfokus pada keamanan dari implan logam. Penelitian dilakukan terhadap resiko terjadinya korosi, reaksi alergi dan karsinogenesis. Berdasarkan alasan tersebut, implan secara rutin diangkat selama ini. Seiring dengan diperkenalkannya implan berbahan titanium dan campurannya, kebutuhan untuk pengangkatan implan menjadi semakin diperdebatkan. Hal ini disebabkan karena implan berbahan titanium lebih sulit untuk diangkat (Vos & Verhofstad 2013). Menurut Krettek et al. (2012), pengangkatan implan dapat menyebabkan komplikasi yang nyata seperti kerusakan jaringan lunak, fraktur kembali, infeksi dan masalah lainnya. Pengangkatan implan harus ditentukan setelah pemeriksaan yang menyeluruh berdasarkan sisi medis maupun ekonomi. Infeksi akibat pemasangan implan, kegagalan penyatuan organ setelah pemasangan implan atau masalah mekanis yang sangat nyata merupakan indikasi dari pengangkatan implan. Pengangkatan implan pada anak-anak di dunia kedokteran umum perlu
2
diperhatikan, karena implan logam dapat mengganggu pola pertumbuhan normal (Unno et al. 2009). Peningkatan harapan akan kualitas hidup yang lebih baik di masyarakat dunia telah mendorong para ahli biomaterial untuk mengembangkan teknologi baru yang menyediakan implan yang lebih baik dengan kinerja klinis yang tinggi. Paradigma yang menyatakan bahwa implan harus bersifat tidak reaktif secara kimia (inert) dan tahan terhadap korosi telah dipatahkan sejak ditemukannya jenis baru logam biomaterial. Paradigma mengenai bioinert tersebut juga mengalami pergeseran dimana material sekarang ini diinginkan untuk memiliki biokompatibilitas dengan tubuh. Biokompatibilitas didefinisikan sebagai kemampuan material untuk dapat bekerja sesuai dengan respon jaringan penerima pada situasi tertentu (Bosco et al. 2012). Konsep biomaterial terserap tubuh telah digunakan sejak tahun 1988, namun penggunaan logam sebagai biomaterial terserap tubuh masih tergolong baru. Dua jenis logam yang telah diajukan untuk digunakan sebagai bahan dasar implan adalah magnesium (Mg) dan besi (Fe) (Purnama et al. 2010). Implan logam tahan korosi telah terbukti bersifat inert dan tidak menunjukkan efek yang buruk terhadap jaringan yang terganggu. Hal ini disadari bahwa keberadaan logam terserap tubuh yang non-inert menambah masalah baru dari yang telah ada dan juga apakah produk degradasinya tidak mengganggu proses persembuhan (Hermawan & Mantovani 2009). Penggunaan Mg di bidang medis telah dilakukan sejak tahun 1878, dimana logam Mg digunakan sebagai kawat untuk ligasi pembuluh darah. Penelitian mengenai Mg kemudian dilakukan hingga kini, baik dalam bentuk logam murni maupun campuran sebagai bahan dasar aplikasi medis. Penelitian mengenai implan medis berbahan dasar Mg tidak hanya pada bahan penyusunnya saja, tapi juga terhadap berbagai bentuk implan dan lokasi penggunaannya dalam tubuh seperti kawat yang digunakan pada pembuluh darah, tabung pada usus, pembuluh darah dan saraf, bentuk batang, pipih dan skrup untuk fiksasi tulang dan lain sebagainya. Meski telah banyak studi yang melaporkan mengenai Mg ini, masih banyak hal yang belum tergali dan dapat merevolusi berbagai implan biomedis yang telah digunakan secara klinis saat ini (Witte 2010). Besi dianggap sebagai kandidat logam alternatif yang dapat digunakan sebagai material logam terserap tubuh (Schinhammer et al. 2010). Penelitianpenelitian mengenai Fe telah dilakukan sejak tahun 2002 (Ikarashi et al. 2002), namun konsep penggunaan Fe sebagai logam terserap tubuh baru dikemukakan sejak lima tahun silam oleh Hermawan & Mantovani (2009). Setelah itu, studi mengenai potensi Fe terus dilakukan. Penelitian mengenai Fe sebagai material logam terserap tubuh di Indonesia, telah dilaporkan oleh Noviana et al. (2012, 2013a, 2013b), Ulum et al. (2013, 2014) dan Paramitha et al. (2013). Oleh karena minimnya informasi mengenai logam tersebut, potensi Fe sebagai bahan dasar penyusun implan medis masih terus dipelajari hingga sekarang. Perumusan Masalah Semakin tingginya angka kecelakaan pada manusia maupun hewan yang berakibat pada kejadian fraktura menyebabkan implan sebagai alat fiksasi tulang semakin dibutuhkan. Permintaan yang tinggi akan implan tersebut juga diiringi dengan kebutuhan akan implan yang lebih baik. Perbaikan ini meliputi stabilitas implan, efek samping yang ditimbulkan terhadap tubuh, rasa sakit dan
3
ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien. Kekurangan lainnya adalah operasi pengangkatan implan yang sebisa mungkin ingin dihindari oleh pasien maupun pemilik hewan. Selama ini, implan terbuat dari bahan yang tidak reaktif terhadap kondisi biokimia tubuh dan setelah terjadi persembuhan total pada jaringan tulang, implan tersebut harus diangkat. Pengangkatan implan tentu membutuhkan prosedur pembedahan ulang. Hal ini yang paling menjadi masalah secara ekonomi. Implan logam terserap tubuh merupakan jawaban dari permintaan akan implan yang lebih baik. Implan yang terbuat dari logam ini nantinya akan terserap oleh tubuh seiring dengan terjadinya proses persembuhan pada jaringan tulang. Saat persembuhan yang terjadi telah selesai, implan tersebut diharapkan telah hilang digantikan oleh jaringan yang baru sehingga tidak dibutuhkan prosedur pengangkatan. Logam yang memiliki potensi sebagai bahan penyusun implan jenis baru ini adalah magnesium dan besi, yang merupakan mineral penting dalam proses biokimia tubuh manusia maupun hewan. Magnesium telah digunakan dan studi yang dilakukan mengenai logam tersebut dalam penggunaannya sebagai implan medis telah dilaporkan sejak tahun 2000-an. Magnesium terserap oleh tubuh disertai dengan adanya efek yang tidak diinginkan untuk terjadi, yaitu terbentuknya gas hidrogen dan kecepatan degradasi logam ini terbilang tinggi. Hal ini menyebabkan lebih banyak lagi penelitian mengenai pencampuran Mg dengan berbagai jenis material lain baik logam maupun nonlogam. Penggunaan besi, di lain sisi, dalam penyusunan implan terserap tubuh belum banyak dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan lebih banyak mengenai desain dan proses pembuatan implan. Belum banyak informasi mengenai biokompatibilitas, stabilitas mekanis dan keamanan implan, padahal untuk dapat digunakan secara klinis hal-hal ini sangatlah penting. Informasi tersebut dapat diketahui berdasarkan hasil pengujian secara in vitro dan in vivo, dimana pengujian Fe secara in vitro telah banyak dilaporkan. Namun hasil uji in vitro belum dapat mewakili kondisi sebenarnya dari tubuh manusia dan hewan, sehingga dibutuhkan pengujian in vivo terhadap Fe terutama dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh melalui pengamatan klinis dan histologis. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biokompatibilitas besi sebagai material penyusun implan logam terserap tubuh.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Implan Medis Alat medis merupakan produk-produk (termasuk obat-obatan) yang digunakan untuk diagnosa, pencegahan, pemantauan atau pengobatan suatu penyakit atau cacat tubuh. Istilah tersebut mencakup berbagai produk dan instrumen, seperti lensa kontak, tempat tidur rumah sakit, resusitator dan siring. Sedangkan implan medis secara umum adalah alat medis yang dimasukkan ke dalam tubuh. Implan medis dapat berupa alat yang dimasukkan sebagian atau seluruhnya ke dalam tubuh melalui pembedahan dan berada di dalam tubuh selama minimal 30 hari. Implan dapat bersifat aktif, yaitu membutuhkan sumber tenaga seperti alat pacu jantung atau bersifat non-aktif seperti implan tulang (House of Common Science and Committee 2012). Penggunaan implan medis telah berkembang secara dramatis selama beberapa dekade terakhir karena dapat meningkatkan harapan hidup, adanya perubahan gaya hidup dan perbaikan dalam teknologi implan medis tersebut (Bosco et al. 2012). Tidak hanya bagi manusia, saat ini penggunaan implan medis pada hewan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kepedulian para pemilik terhadap hewan peliharaannya, terutama hewan kecil. Bahan penyusun implan tulang yang ideal menurut Schmidt et al. (2001) adalah memiliki komposisi kimia yang biokompatibel untuk mencegah reaksi jaringan yang merugikan, ketahanan terhadap korosi di dalam lingkungan fisiologis yang baik, kuat dan ketahanan terhadap pemakaian serta nilai modulus elastisitas yang mendekati nilai yang dimiliki tulang untuk meminimalisir penyerapan tulang di sekitar implan. Namun, pada implan logam terserap tubuh, paradigma mengenai implan yang harus tahan terhadap korosi ini dipatahkan. Biomaterial terserap tubuh yang telah diajukan berasal dari polimer dan logam. Polimer telah sering dijumpai dalam dunia kedokteran dan kedokteran hewan sebagai bahan penyusun benang jahit terserap tubuh seperti polyglycolic acid/polylactic acid dan polycaprolactone yang telah diteliti sejak tahun 1988. Sedangkan, ide untuk menggunakan logam sebagai material terserap tubuh masih terbilang baru. Logam jika dipandang dari sifat mekanisnya, lebih sesuai untuk beberapa aplikasi medis tertentu yang membutuhkan kekuatan tinggi jika dibandingkan dengan polimer, termasuk sebagai penyusun implan untuk fiksasi tulang internal (Hermawan & Mantovani 2009). Dua kelas logam telah diajukan, yaitu magnesium dan besi serta campurannya. Magnesium dan campurannya telah banyak diteliti, contohnya adalah Mg-Al, Mg-RE (rare earth) dan Mg-Ca (Hermawan & Mantovani 2009). Sedangkan, potensi besi dan campurannya sebagai implan logam terserap tubuh masih dipelajari. Magnesium Magnesium merupakan unsur penting bagi tubuh manusia dan hewan, ditemukan dalam jumlah yang besar pada jaringan tulang sebagai unsur yang berfungsi dalam kekuatan dan pertumbuhan tulang. Ion Mg merupakan ion urutan keempat paling banyak yang terdapat di dalam tubuh (Swaminathan 2003). Orang
5
dewasa membutuhkan asupan Mg per hari sebesar 300-400 mg (Purnama et al. 2010), kuda dewasa 19-30 mg/kgBB/hari, sapi dan kambing/domba membutuhkan hingga 0.4% Mg per hari dari total pakan (Kahn 2010), anjing sebesar 0.03-0.04 mg/kgBB-0.75/hari (NRC 2006) dan Mg merupakan kofaktor bagi beberapa enzim metabolik dan berfungsi untuk menstabilkan struktur DNA dan RNA (Purnama et al. 2010). Tingginya kebutuhan asupan Mg per hari, menandakan bahwa Mg dapat digunakan sebagai bahan penyusun implan. Mg dan campurannya telah dimanfaatkan sebagai implan ortopedik karena sifat fisiknya yang dapat menunjang tulang. Mg memiliki kerapatan yang sama dengan tulang (1.8-2 g/cm3) dan telah dilaporkan dapat membantu aktivasi dari sel-sel tulang. Keterbatasan Mg dan campurannya dalam penggunaannya sebagai implan ortopedik adalah ketahanan terhadap korosinya yang rendah (10-200 mm/tahun) (Purnama et al. 2010) sehingga implan yang dipasang akan mudah terserap dan habis sebelum waktu persembuhan jaringan selesai. Besi Besi (Fe) merupakan unsur penting bagi sebagian besar makhluk hidup karena keterlibatannya dalam jumlah besar pada enzim dan protein yang berisi Fe. Zat Fe memainkan peran yang signifikan di dalam tubuh, termasuk transportasi, penyimpanan dan aktivasi oksigen secara molekular. Zat Fe juga terlibat dalam dekomposisi lipid, protein dan DNA melalui reaktifitasnya dengan molekul oksigen (Purnama et al. 2010). Anjing membutuhkan zat ini sebanyak 27 µg/kgBB/hari (NRC 2006). Sama halnya dengan Mg, Fe juga dibutuhkan untuk membantu berjalannya proses biokimia di dalam tubuh. Hal ini juga menandakan bahwa Fe memiliki potensi sebagai bahan penyusun implan. Fe murni memiliki kecepatan degradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan Mg, yaitu sebesar 0.16 mm/tahun. Rendahnya kecepatan degradasi Fe pada media fisiologis, menyebabkan implan yang terbuat dari Fe murni dikhawatirkan memiliki reaksi yang sama seperti pada implan permanen yang tidak terserap tubuh (Purnama et al. 2010). Reaksi tersebut dapat berupa perubahan secara histologis akibat efek toksik langsung atau reaksi hipersensitifitas lokal (Reclaru et al. 2001), keracunan, karsinogenisitas, genotoksisitas dan alergi terhadap metal (Sargeant & Goswani 2005). Baja Tahan Karat – SS316L Stainless steel 316L merupakan jenis campuran logam yang paling banyak digunakan dalam aplikasi medis terutama implan. Implan berbahan dasar SS316L bisa ditemukan sebagai bahan penyusun implan tulang (bone plate, screw dan pin), katup jantung buatan, pengisi tambalan gigi hingga gendang telinga buatan. Logam ini dipilih karena sifatnya yang inert dan fungsi strukturalnya, logam ini tidak memiliki biofungsionalitas seperti kompatibilitas dengan darah, konduktifitas terhadap tulang dan sifat bioaktifitas. Sifat-sifat tersebut terkait dengan biokompatibilitas sebuah implan, terutama yang digunakan dalam jangka yang panjang, dimana implan tersebut inaktif secara biologis dan nonreaktif secara kimiawi sehingga tidak menyebabkan efek berbahaya bagi jaringan tubuh. SS316L tersusun atas sebagian besar Besi (Fe), 16-19% Kromium (Cr), 10-14%
6
Nikel (Ni), 2-3% Molibdenum (Mo), < 2% Mangan (Mn), < 1% Silikon (Si) dan < 0.03% Karbon (C) (Hermawan et al. 2011; Balaji et al. 2012).
3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Divisi Bedah dan Radiologi untuk proses implantasi dan pemeliharaan hewan coba, pemrosesan, pemeriksaan dan pengambilan gambar histopatologi dilakukan di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan serta pemeriksaan kadar ion darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan radiografi dilakukan di MyVets Animal Clinic, Kemang, Jakarta. Penelitian berlangsung selama 6 bulan, sejak Februari hingga Juli 2014 dimulai dari persiapan penelitian hingga pengolahan data. Alat dan Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 48 ekor mencit jantan strain ddy (Mus musculus) dengan berat ± 35-40 g dan berumur 8 minggu, anthelmintika Praziquantel (Univerm®, VMD, Hungary), antiprotozoa Metronidazole (Flagyl®, Oubari Pharma, Syria), antibiotika Amoksisilin-Asam Klavulanat (Claneksi®, PT. Sanbe Farma, Indonesia), anestetika Ketamine 10% injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), Xylazine 10% injeksi (Ilium®, Troy Laboratories, Australia), antibiotika Gentamisin, kawat besi, magnesium batang (Goodfellow Inc, UK), kawat medis komersial (baja tahan karat SS316L, FHK Fujihira Industry, Japan), Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) 10%, benang poliglaktin sintetis terserap (Hinglact®, HiCare, India) ukuran 5/0 dan plester Hypafix® (BSN Medical UK). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sterilisator UV, timbangan halus, satu set alat bedah, CR7 Vet Digital Dental X-ray (iM3®, Australia), software SPSS® versi 16 for Microsoft® Windows®, dan software ImageJ® versi 1.47 for Microsoft® Windows® (Waine Rasband, National Institutes of Health, USA). Hewan Percobaan Empat puluh delapan ekor mencit strain ddy jantan dewasa dengan umur ± 8 minggu, berat badan ± 35-40 gram digunakan dalam penelitian ini. Hewan dipelihara secara berkelompok berdasarkan kelompok perlakuan di kandang pemeliharaan hewan. Adaptasi hewan dilakukan selama 2 minggu sebelum perlakuan untuk mengondisikan hewan dalam keadaan sehat. Aklimatisasi dilakukan dengan memberikan antibiotika dengan dosis 10 mg/kg BB per hari selama 5 hari, anthelmentika dengan dosis 10 mg/kg BB dua kali pemberian saat sebelum dan setelah pemberian antibiotika, pemberian antiprotozoa dengan dosis 20 mg/kg BB per hari selama 5 hari. Semua obat diberikan secara per oral. Pakan
7
komersial diberikan dua kali sehari pada pagi dan sore hari dan air minum diberikan secara ad libitum. Kelompok Perlakuan Mencit dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu : 48 ekor mencit strain ddy Jantan, dewasa, usia 8 minggu, BB ± 35-40 g
a. Kelompok Kontrol 1. Kontrol Positif (SS316L) 12 ekor 2. Kontrol Negatif (Sham) 12 ekor
b. Kelompok Perlakuan 1. Implan Kawat Besi (Fe) 12 ekor 2. Implan Magnesium Batang (Mg) 12 ekor
Gambar 1 Pembagian kelompok perlakuan. a. Kelompok Kontrol Kelompok kontrol positif menerima implan SS316L yang disisipkan antara otot dan tulang femur mencit. Sementara itu, pada kelompok kontrol negatif sham dilakukan tanpa ada implan yang diberikan. b. Kelompok Perlakuan Kelompok implan Fe menerima implan kawat besi dan kelompok implan Mg menerima implan magnesium batang yang disisipkan antara otot dan tulang femur mencit. Prosedur Implantasi Mencit yang telah diaklimatisasi kemudian akan menjalani prosedur implantasi. Pertama, mencit diberi induksi anestesi menggunakan kombinasi Ketamine-Xylazine dengan dosis masing-masing 30 mg/kgBB dan 5 ml/kgBB. Setelah mencit teranestesi, pencukuran dilakukan pada bagian sebelah kanan dan pada daerah tersebut dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol 70% dan iodine 10%, kemudian mencit diletakkan di atas meja operasi. Prosedur tersebut dilakukan dengan menyayat kulit daerah paha tepat di atas m. biceps femoris, kemudian otot tersebut dipreparir dan dikuakkan hingga mencapai tulang femur. Setelah itu, implan yang sebelumnya telah ditimbang dan disterilisasi dengan dipapar panas kering dan sinar UV disisipkan di antara tulang femur dan m. biceps femoris. Kedua bagian m. biceps femoris yang terpisah digabungkan kembali dengan jahitan sederhana menggunakan benang poliglaktin ukuran 5/0, begitu
8
juga dengan kulit yang terbuka akibat sayatan. Luka jahitan ditutup dengan menggunakan plester. Doxycycline 10 mg/kg digunakan sebagai antibiotik postoperasi dan diberikan untuk 3 hari. Pengambilan Data Data yang diambil meliputi pemeriksaan klinis yaitu pengambilan darah melalui vena retroorbitalis di daerah mata dengan menggunakan mikrohematokrit pipet. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-0 sebelum operasi, hari ke-1, 10 dan 30 setelah operasi. Darah dikoleksi di dalam tabung vakum yang berisi antikoagulan EDTA dan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel darah merah (SDM), kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Penghitungan jumlah dan diferensiasi sel darah putih dilakukan dengan parameter diferensiasi yaitu persentase neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Sebagian darah kemudian digunakan untuk pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg. Sebelumnya, darah disentrifus terlebih dahulu, kemudian bagian plasma dikoleksi ke dalam tabung Eppendorf. Selanjutnya plasma darah akan diproses untuk dilakukan pemeriksaan kadar ion Fe dan Mg darah. Pengambilan gambar radiografi dilakukan pada hari ke-0, 7, 14 dan 30 setelah prosedur implantasi untuk melihat radiodensitas implan dan jaringan sekitarnya. Pengukuran radiodensitas dilakukan dengan menggunakan piranti lunak ImageJ® for Windows. Pemeriksaan histopatologis dilakukan dengan mengambil sampel otot dan tulang femur mencit di daerah lokasi implan pada hari ke- 1 dan 30 setelah implantasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi pada jaringan secara mikroskopis. Analisis Data Semua data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik untuk membedakan respon tiap kelompok perlakuan menggunakan uji lanjut Analisis Varian satu arah (one way ANOVA) pada post-hoc Duncan test menggunakan software SPSS 18 pada taraf nyata 95% (p<0.05). Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi, serta disampaikan secara deskriptif naratif.
9
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Sel Darah Merah (SDM)
Gambaran jumlah SDM disajikan pada Tabel 1. Gambaran sel darah tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L ataupun kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 (p>0.05). Tabel 1 Jumlah sel darah merah (juta/mm 3) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). Hari ke0 1 10 30
Kontrol
Fe
Kelompok Perlakuan Mg
SS316L
a
9.18 ± 1.53 8.71 ± 1.76a 9.11 ± 1.16a 9.29 ± 1.75a 10.50 ± 1.71a 9.63 ± 1.87a 7.46 ± 0.35a 10.24 ± 2.58a 8.09 ± 0.58a a a a 10.30 ± 1.52 10.16 ± 2.22 8.30 ± 0.48 9.66 ± 1.50a Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Kadar hemoglobin (Hb) mencit disajikan pada Tabel 2. Hasil menunjukkan bahwa kadar Hb darah mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10 dan 30 setelah implantasi tidak ada perbedaan yang nyata. Nilai hematokrit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan pada hari ke-1, 10 dan 30 disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil yang didapat, nilai hematokrit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang didapat berdasar pemeriksaan pada ketiga parameter tersebut masih termasuk ke dalam kisaran nilai normal kelompok kontrol dan literatur yang ada (Fox et al. 2002; Schnell et al. 2002). Tabel 2 Kadar hemoglobin (g/dL) pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan Fe Mg
SS316L
0 13.48 ± 0.56ab 1 12.49 ± 0.41ab 15.05 ± 0.66b 14.21 ± 1.09ab 14.16 ± 0.92ab 10 13.76 ± 1.63ab 12.94 ± 1.13ab 14.57 ± 2.76ab 11.75 ± 1.17a 30 15.13 ± 1.80b 14.13±0.29ab 12.31 ± 4.17ab 14.49 ± 1.45ab Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Darah selalu merupakan jaringan pertama yang selalu berkontak dengan implan setelah ditanamkan ke dalam tubuh. Kontak tersebut kemudian akan diikuti oleh serangkaian proses biologis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hemolisis, pembentukan bekuan darah dan hadirnya sel-sel inflamasi (Anderson 2001; Diaz-Rodriguez et al. 2014).
10
Salah satu uji dalam rangkaian pengujian biokompatibilitas sebuah material implan adalah penilaian hemokompatibilitas. Uji yang dilakukan adalah uji perlekatan trombosit pada implan dan uji hemolisis. Uji hemolisis secara umum dilakukan untuk mengevaluasi hemokompatibilitas darah yang berkontak dengan biomaterial. Hemolisis merupakan pengukuran terhadap sitotoksisitas biomaterial terhadap SDM. Sitotoksisitas menyebabkan rupturnya membran SDM dan keluarnya hemoglobin. Hemolisis dapat diinduksi oleh desain implan dan sifat mekanis material seperti komposisi kimia dan sifat fisika permukaan implan tersebut (Van Oeveren et al. 1999; Purnama et al. 2010). Hemolisis akibat zat toksik dapat menyebabkan anemia, hemoglobinemia dan meningkatnya bilirubin tak terkonjugasi pada pemeriksaan darah (Kaneko et al. 1997), dimana nilai SDM menjadi rendah dan nilai hemoglobin meningkat dari nilai normalnya. Hal ini berarti, pada pengujian hemokompatibilitas biomaterial, anemia dan hemoglobinemia dapat mengindikasikan bahwa biomaterial tersebut memiliki efek toksik dan dianggap tidak hemokompatibel. Jumlah SDM yang beredar dalam darah, tentu saja mempengaruhi nilai hematokrit. Hematokrit mencerminkan persentase SDM di dalam darah, sehingga nilai hematokrit akan berbanding lurus dengan nilai SDM (Vadgama 2005). Sel darah merah atau eritrosit memiliki fungsi utama untuk membawa hemoglobin yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Hall 2010). Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam persembuhan luka, begitu juga dengan hemoglobin yang mengikat oksigen. Kadar hemoglobin darah yang rendah dan/atau kurangnya asupan oksigen pada jaringan dapat menyebabkan kematian pada jaringan. Hal tersebut menyebabkan proses persembuhan luka terganggu dan diperpanjang (Carson et al. 2003; Kuriyan & Carson 2005). Menurut Vadgama (2005), nilai hematokrit harus dioptimalisasi pada penggunaan biomaterial. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa semua organ tubuh mendapatkan oksigen yang cukup. Tabel 3 Persentase hematokrit pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). Hari ke-
Kontrol
Kelompok Perlakuan Fe Mg
SS316L
35.23 ± 3.76ab 0 33.57 ± 3.79ab 41.03 ± 3.15b 37.55 ± 3.18ab 38.07 ± 3.40ab 1 a ab ab 30.67 ± 4.06 34.22 ± 3.03 34.52 ± 3.36 30.40 ± 0.70a 10 41.75 ± 5.05b 36.47 ± 4.45ab 36.48 ± 9.42ab 40.75 ± 2.48b 30 Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Gambaran Sel Darah Putih (SDP) Gambaran SDP disajikan pada Tabel 4. Jumlah SDP pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan 30 tidak ada perbedaan yang nyata. Persentase limfosit pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan menunjukkan perbedaan yang nyata di hari ke-1
11
pengamatan dan di hari ke-30 perbedaan nyata hanya terlihat pada kelompok implan Mg. Hal yang sama teramati pada persentase neutrofil, dimana pada kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L di hari pengamatan ke-1 terlihat mengalami penurunan yang nyata jika dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan yang nyata kemudian ditemukan pada kelompok implan Mg di hari pengamatan ke-30. Pada perhitungan persentase monosit tidak terdapat perbedaan yang nyata dari setiap kelompok perlakuan implan maupun kelompok kontrol di hari ke-1, 10 dan 30. Perbedaan nyata terlihat hanya pada kelompok implan Fe hari ke-30. Persentase eosinofil dan basofil pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di hari ke-1, 10 dan 30 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Berdasarkan hasil yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 4 tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah SDP, persentase limfosit, neutrofil, monosit, eosinofil dan basofil yang ditunjukkan masih berada dalam kisaran nilai normal pada mencit (Fox et al. 2002). Hal ini berarti, pemberian implan Fe, Mg dan SS316L tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang nyata pada gambaran sel darah putih secara sistemik. Sel darah putih merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Sel ini dibentuk di sumsum tulang dan jaringan limfoid, kemudian ditranspor ke bagian tubuh yang membutuhkan. Sel darah putih secara spesifik ditranspor ke daerah yang mengalami infeksi dan inflamasi (Hall 2010). Hal ini menjelaskan mengapa jumlah SDP berada di bawah nilai normal, karena selama masa pengamatan berlangsung SDP dikirim ke jaringan sehingga jumlahnya di sirkulasi menurun. Jenis sel dominan yang hadir pada respon inflamasi bervariasi sesuai dengan usia luka. Neutrofil mendominasi selama beberapa hari pertama, kemudian digantikan oleh monosit. Monosit selanjutnya berdiferensiasi menjadi makrofag (Anderson 2001). Reaksi yang terjadi dalam tubuh setelah mengalami implantasi biomaterial adalah termasuk luka, interaksi darah-material, pembentukan matriks jaringan sementara, inflamasi akut dan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan pembentukan kapsul fibrosa atau fibrosis (Anderson et al. 2008). Prosedur implantasi melalui operasi mayor tentunya menyebabkan luka dan kerusakan pada jaringan kulit dan otot akibat penyayatan dan pada tulang akibat pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan tersebut menimbulkan reaksi persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut. Secara umum, neutrofil merupakan sel yang dominan selama beberapa hari pertama setelah terjadi perlukaan. Neutrofil adalah sel yang datang pertama ke lokasi perlukaan dengan jumlah tertingginya pada jam ke-24 hingga jam ke-48. Monosit kemudian mendominasi sel radang yang hadir, menggantikan neutrofil. Monosit secara cepat bertransformasi menjadi makrofag yang selanjutnya memfagosit produk-produk korosi dari implan terserap tubuh, yaitu partikel logam (Paramitha et al. 2013). Emigrasi monosit dapat bertahan hingga beberapa hari sampai beberapa minggu. Jenis biomaterial yang ditanam ke dalam tubuh dan tingkat keparahan luka memengaruhi emigrasi monosit (Anderson 2001). Hal ini menjelaskan mengapa jumlah monosit meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-30 setelah implantasi. Limfosit memiliki peran dalam mengatur perilaku monosit dan makrofag pada reaksi benda asing. Tingkat proliferasi limfosit meningkat dengan
12
Neutrofil (% SDP)
Limfosit (% SDP)
SDP (103x sel/ml)
0 1 10 30
0 1 10 30
0 1 10 30
1.00 ± 0.7a 1.00 ± 1.00a 1.33 ± 0.58a 2.33 ± 0.58a
36.6 ± 8.47abc 57.67 ± 6.03c 34.67 ± 10.12ab 24.67 ± 4.04a
62.00 ± 8.09bcd 40.67 ± 6.66a 60.67 ± 8.62bcd 72.33 ± 5.03cd
12.8 ± 3.54c 5.37 ± 1.94ab 9.45 ± 4.32b 10.20 ± 1.70 bc
1.00 ± 1.00ab 1.00 ± 0.00ab 2.00 ± 1.73ab
1.67 ± 0.58a 1.33 ± 0.58a 3.33 ± 2.08b
28.00 ± 4.58ab 33.33 ± 6.66ab 31.67 ± 5.13ab
69.33 ± 5.03bcd 64.33 ± 7.09bcd 63.00 ± 3.00bcd
6.85 ± 1.49 ab 6.30 ± 1.74 ab 8.75 ± 3.18 ab
0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00
0.33 ± 0.58a 1.00 ± 0.00ab 1.00 ± 1.00ab
2.00 ± 1.00ab 1.67 ± 0.58a 1.33 ± 0.58a
30.00 ± 16.82ab 38.33 ± 16.80ab 43.33 ± 0.58bc
67.67 ± 17.47bcd 59.00 ± 16.70bc 54.33 ± 1.53ab
6.47 ± 2.65 ab 9.52 ± 2.30b 6.62 ± 0.96 ab
Mg
0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00
0.00 ± 0.00a 4.67 ± 2.31c 0.33 ± 0.58a
1.67 ± 0.58a 2.33 ± 1.53ab 2.00 ± 0.00ab
22.00 ± 3.61a 33.33 ± 17.21ab 24.33 ± 10.79a
76.33 ± 3.21d 59.67 ± 15.70bcd 73.33 ± 11.15cd
4.40 ± 1.00a 8.33 ± 3.43 ab 9.83 ± 3.11b
SS316L
Kelompok
Monosit (% SDP)
0 1 10 30
0.40 ± 0.55a 0.67 ± 1.15a 3.33 ± 2.89bc 0.67 ± 0.58a
0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00
0.29 ± 0.06a 0.65 ± 0.53ab 0.35 ± 0.19ab
Fe
Eosinofil (% SDP)
0 1 10 30
0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00
0.50 ± 0.35ab 0.74 ± 0.47ab 0.80 ± 0.03b
Kontrol
Basofil (% SDP)
0 1 10 30
0.41 ± 0.09ab 0.53 ± 0.16ab 0.51 ± 0.10ab
Hari
Rasio Neutrofil/Limfosit (% SDP)
0.65 ± 0.02ab 1.46 ± 0.37c 0.59 ± 0.23ab 0.34 ± 0.08ab
Parameter
Tabel 4 Gambaran sel darah putih (SDP) dan persentase diferensial SDP pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). No 1
2
3
4
5
6
7
0 1 10 30
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
13
keberadaan makrofag (Chang et al. 2013). Hal ini mungkin merupakan alasan mengapa jumlah limfosit meningkat pada hari ke-1 pada semua kelompok implan namun tidak pada kelompok kontrol yang tidak terdapat benda asing. Eosinofil mampu mengatur respon inflamasi lokal dan akumulasinya baik di dalam aliran darah maupun di jaringan berkaitan dengan beberapa respon inflamasi dan penyakit infeksius (Fulkerson & Rothenberg 2013). Basofil merupakan sel yang memiliki peranan penting dalam reaksi alergi, hasil yang didapat dari pemeriksaan darah putih dapat mengindikasikan bahwa tidak terdapat reaksi alergi terhadap logam terserap tubuh yang ditanam. Perhitungan SDP merupakan salah satu biomarker inflamasi yang sangat berguna dalam praktik klinis, terutama jika ditemukan fluktuasi yang abnormal pada jumlah SDP. Meskipun nilai SDP dalam kisaran nilai normal, indeks SDP seperti rasio neutrofil/limfosit (rasio N/L) dapat digunakan untuk mengevaluasi inflamasi sistemik (Balta et al. 2013; Kaya 2013). Rasio N/L mengintegrasikan informasi pada lingkungan inflamasi dan stres fisiologis (Alkhouri et al. 2012). Rasio N/L merupakan parameter yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat stres seluler (Ambore et al. 2009). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai rasio N/L pada semua kelompok implan di hari pengamatan ke-1 mengalami penurunan yang nyata. Sementara perubahan yang terjadi pada hari pengamatan lain tidak nyata. Pengukuran rasio N/L dipengaruhi oleh adanya infeksi lokal atau sistemik, sejarah infeksi yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, penyakit inflamasi, dan berbagai obat-obatan yang berkaitan dengan kondisi inflamasi pasien (Balta et al. 2013). Limfopenia berkaitan dengan pelepasan kortisol yang disebabkan oleh stres. Beberapa tahun terakhir, rasio N/L mulai digunakan sebagai indeks yang menggambarkan baik peningkatan level neutrofil yang mengindikasikan inflamasi akut, maupun limfopenia yang teramati setelah kondisi stres fisiologis akut (Kaya 2013). Pada hari ke-1 setelah pemasangan implan, terjadi inflamasi yang bersifat akut dan berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari (Kumar et al. 2014). Selain itu, pemasangan implan atau benda asing ke dalam tubuh tentu akan menyebabkan terjadinya stres fisiologis. Menurut Milisav (2011), sel menghadapi stimulus baik internal maupun eksternal, beberapa di antaranya dapat menyebabkan stres, baik sel tersebut merupakan bagian dari jaringan normal maupun yang tumbuh pada kultur. Stres tersebut memicu respon yang dapat mengubah respon seluler terhadap sinyal jaringan sekitarnya atau bahkan mengalami kematian. Namun pada hari pengamatan selanjutnya, yaitu hari ke-10 dan 30, nilai rasio N/L tidak mengalami perubahan yang nyata jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh telah dapat beradaptasi dengan adanya implan yang ditanam. Dengan hal tersebut, implan yang ditanam berarti tidak menyebabkan stres seluler yang dikhawatirkan menyebabkan kematian sel bahkan jaringan. Kadar Ion Fe dan Mg Plasma Kadar ion plasma Fe dan Mg dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 10 dan 30 disajikan pada Tabel 5. Kadar ion Fe plasma semua kelompok pada hari ke-1, 10 dan 30 tidak memiliki perbedaan yang nyata. Kadar ion Fe pada semua kelompok kecuali
14
kelompok implan Fe mengalami penurunan di hari pengamatan ke-1. Hal ini terjadi karena di hari ke-1 setelah implantasi, tubuh mencit kehilangan darah akibat perdarahan selama prosedur implantasi yang menyebabkan besi yang terdapat di dalam darah ikut keluar dan menyebabkan nilainya menurun. Pada kelompok implan Fe, kadar ion Fe darah terus meningkat sejak hari ke-1 dan ke10, namun kemudian nilainya menurun di hari pengamatan ke-30. Besi merupakan unsur esensial, namun disadari sebagai salah satu yang dapat menyebabkan toksisitas. Besi merupakan unsur penting bagi tubuh, yaitu sebagai komponen kunci bagi hemoglobin dalam mentranspor oksigen. Oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan besi pada hemoglobin dalam sel darah merah (Arora & Kapoor 2012). Besi di dalam tubuh disimpan terutama di hati, limpa dan sumsum tulang (Brown et al. 1977). Hal ini berarti, produk degradasi implan Fe memberikan pengaruh terhadap kadar ion Fe dalam darah. Kadar ion yang meningkat dan kemudian kembali menurun menandakan bahwa produk Fe dari implan tersebut dapat dieliminasi dari darah. Kadar ion Mg pada setiap kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan yang nyata. Peningkatan dan penurunan terlihat pada setiap kelompok di setiap hari pengamatan. Kelompok implan Mg sendiri tidak mengalami adanya perubahan signifikan pada kadar ion Mg darah. Hal ini mengindikasikan bahwa produk degradasi implan Mg tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadarnya dalam darah. Hal ini juga dinyatakan oleh Waizy et al. (2014), pada studi in vivo menggunakan implan Mg selama 12 bulan, tidak ditemukan adanya perubahan yang signifikan pada hasil pemeriksaan kadar Mg dalam darah. Besi dan magnesium merupakan dua nutrien esensial bagi tubuh, sehingga membuat keduanya dianggap sebagai logam esensial yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan dasar penyusun implan. Elemen toksik hanya dapat ditolerir pada konsentrasi rendah di bawah nilai ambang batas toleransi tubuh. Sementara itu, zat nutrien dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan pada konsentrasi yang berlebihan bagi tubuh. Pada manusia, Fe di dalam tubuh terdapat sebesar 4-5 g, sementara di dalam serum darah sebesar 5.0-17.6 g/L dan asupan perhari maksimal sebesar 10-20 mg (Purnama et al. 2010; Zheng & Witte 2014). Zat besi didapatkan tubuh dari makanan dan didistribusikan ke dalam 6 kompartemen di dalam tubuh, yaitu hemoglobin, ferritin dan hemosiderin, mioglobin, transferrin, labile iron pool (LIP) serta heme dan flavoprotein. Besi paling banyak ditemukan pada hemoglobin, sekitar 65-70% dari total besi tubuh. Dalam hal ini, besi merupakan zat penting dalam transpor oksigen. Ferritin merupakan protein utama yang terlibat dalam penyimpanan zat besi. Penyimpanan zat besi di dalam tubuh ada pada hepatosit, sel retikuloendotelial dan otot rangka. Mioglobin merupakan protein yang berikatan dengan besi dan oksigen dan ditemukan pada jaringan otot hampir semua mamalia. Transferrin adalah protein yang berperan dalam transpor zat besi. Besi di dalam sel digunakan untuk sintesis heme dalam mitokondria atau disimpan sebagai ferritin. Sitoplasma sebuah sel, merupakan tempat utama LIP yang berfungsi menjaga keseimbangan perpindahan besi intra dan ekstrasel (Arora & Kapoor 2012). Besi yang ditanam sebagai implan, akan mengalami korosi atau reaksi oksidasi dengan cairan tubuh yang bersifat biokimiawi. Hasil dari reaksi ini adalah produk degradasi yang dapat ditemukan pada jaringan sekitar implan. Distribusi produk degradasi ini terjadi dengan dua cara, yaitu secara aktif dengan
15
difagosit dan dibawa oleh makrofag dan secara pasif, yaitu terlarut di dalam cairan ekstraseluler. Kedua cara ini yang menyebabkan ion besi terdistribusi di dalam tubuh (Paramitha et al. 2013). Magnesium telah diketahui keamanannya, penelitian mengenai Mg pun telah banyak dilakukan. Mg di dalam tubuh manusia terdapat sekitar 25 g, di dalam serum darah sebesar 0.73-1.06 mM dan asupan hariannya sebesar 0.7 g. Mg banyak terdapat di dalam tulang dan sel tubuh, namun jumlahnya hanya sedikit di dalam darah (Zheng & Witte 2014). Magnesium di dalam tubuh terbagi dengan persentase 67% di dalam tulang dan jaringan keras lain, 31% di intraselular dan 2% di ekstraselular (Seo et al. 2008). Lebih lanjut, distribusi Mg dalam tubuh adalah 60% pada tulang, dimana 30% berfungsi sebagai reservoir untuk menstabilkan konsentrasi Mg pada serum. Kemudian 20% ditemukan pada otot rangka, 19% pada jaringan lunak dan kurang dari 1% ditemukan pada cairan ekstraseluler (Swaminathan 2003, Seo & Park 2008). Kadarnya dalam darah diatur terutama oleh influks dan efluks Mg antara usus, tulang dan ginjal. Kadar Mg di dalam plasma dan sel dijaga dalam batasan yang sempit, namun faktorfaktor yang mempengaruhi absorpsi dan regulasi Mg masih belum diketahui dengan jelas (Swaminathan 2003). Hal ini kemungkinan merupakan penyebab mengapa kadar Mg di dalam plasma darah yang diukur pada setiap hari pengamatan nilainya tidak berbeda secara nyata dengan nilai normalnya. Kadar Mg diatur di dalam ginjal oleh mekanisme reabsorpsi pada tubulus ginjal. Meningkatnya Mg dalam tubuh biasanya disebabkan oleh kelebihan asupan Mg, baik dari makanan ataupun suplemen. Hipermagnesemia atau kelebihan Mg sangat jarang terjadi terutama tanpa disertai adanya gangguan ginjal, karena dalam keadaan normal ginjal dapat mengekskresikan Mg dalam jumlah yang sangat besar yaitu hingga 25 mMol (Seo & Park 2008). Tabel 5 Kadar ion Fe dan Mg plasma pada kelompok mencit kontrol, kelompok mencit dengan implan besi (Fe), magnesium (Mg) dan kawat implan medis komersial (SS316L). No
Parameter
Hari
1
Kadar ion Fe (ppm)
0 1 10 30 0 1 10 30
2
Kadar ion Mg (ppm)
Kelompok
Kontrol
Fe
Mg
SS316L
113.51 ± 35.40abc 30.31 ± 6.01a 143.23 ± 37.48bc
172.98 ± 63.48abc 195.55 ± 126.27c
91.10 ± 27.64ab 133.70 ± 7.49abc
106.89 ± 34.59abc
150.87 ± 37.23abc
79.02 ± 5.38abc
55.33 ± 23.27a 111.55 ± 2.21abc 46.54 ± 10.39abc
66.84 ± 14.28ab 39.05 ± 19.25a 87.52 ± 4.44ab
59.71 ± 10.04ab 48.01 ±28.42ab 77.60 ± 30.56ab
65.53 ± 7.02ab 56.78 ± 30.63ab 83.14 ± 1.92ab
ab
51.60 ± 6.19 83.39 ± 6.16ab 69.00 ± 9.12b 128.26 ± 16.38ab
Data disajikan dalam bentuk rataan dengan standar deviasi (x̄ ± SD). Huruf yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (p >0.05).
Pencitraan Radiografi Gambar 2 menyajikan hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe di hari pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30. Sementara, contoh cara pengukuran radiodensitas implan ditunjukkan oleh Gambar 3. Tingkat densitas ketiga jenis implan Fe, Mg dan SS316L pada hari ke-1, 7, 14 dan 30 disajikan pada Gambar 4. Gambar a, c, e dan g menunjukkan lokasi pengukuran yang diamati pada line plot
16
profile, sedangkan Gambar b, d, f dan h menunjukkan tingkat densitas masingmasing implan. Tingkat densitas implan Fe dan SS316L memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Implan Mg memiliki tingkat densitas yang berada di bawah implan Fe dan SS316L. Berdasarkan waktu pengamatan mulai hari ke-1, 7, 14 dan 30, pada implan Fe, Mg dan SS316L tidak terlihat adanya perbedaan.
Gambar 2 Hasil pencitraan radiografi pada kelompok implan Fe di hari pengamatan ke-1, 7, 14 dan 30 setelah implantasi; bar = 2 mm.
Gambar 3 Analisis radiodensitas implan. Pengukuran dilakukan pada setiap titik (a, b, c dan d) dari implan (kiri) dan hasil analisa line plot profile (kanan). Perubahan pada radiogram tidak dapat dinilai dengan mata telanjang, sehingga analisa lanjut diperlukan; bar = 2 mm. Perbedaan densitas antara implan disebabkan oleh perbedaan kerapatan masing-masing implan. Logam dengan kerapatan dan nomor atom (NA) yang tinggi menyerap hampir semua foton sinar-X, sehingga terbentuk warna putih pada radiogram (Burk & Feeney 1996). Pada tabel periodik magnesium memiliki nomor atom 12 sementara besi memiliki nomor atom 26 (Chambers & Holliday 1975), sehingga densitas implan magnesium pun berada jauh di bawah implan Fe. Implan SS316L merupakan logam campuran, sehingga nomor atomnya tidak jauh berbeda dengan penyusunnya dengan sebagian besar besi (NA 26), kromium (NA 24) dan nikel (NA 28) (Rahman et al. 2011). Pengukuran densitas menggunakan metode line plot profile ini sangat bergantung pada kualitas citra radiografi yang didapatkan. Citra radiografi yang dihasilkan dari alat radiografi digital memiliki kualitas yang sama pada setiap gambarnya, sehingga hasil pengukuran pun menjadi lebih mudah. Pengukuran densitas akan menjadi lebih sulit jika alat radiografi yang digunakan adalah radiografi konvensional. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pencitraan
17
sebuah radiografi pada alat ini adalah pengaturan tabung sinar-X (kVp dan mAs), objek/pasien, reseptor dan proses pencucian. Proses pencucian ini dipengaruhi lagi oleh kualitas bahan kimia yang digunakan saat pencucian, suhu, dan kebersihan saat pembilasan (Gray et al. 1983). Sebelum pengukuran densitas dapat dilakukan, citra dari radiografi konvensional harus didigitalisasi terlebih dahulu dengan cara difoto menggunakan kamera digital. Proses pemotretan ini terutama dipengaruhi oleh cahaya ruangan, sehingga pada proses ini sangat diperlukan kestabilan baik dalam pencahayaan maupun pengambilan gambar itu sendiri. Implan medis terserap tubuh berbahan dasar besi, memiliki kecepatan degradasi yang sangat rendah pada media fisiologis yaitu 0.16 mm/tahun (Purnama et al. 2010). Hal ini yang menyebabkan densitas semua implan dari hari ke-1, 7, 14 dan 30 tidak menunjukkan perbedaan. Implan berbahan magnesium memiliki kecepatan degradasi yang tinggi yaitu 10-200 mm/tahun (Purnama et al. 2010), namun korosi atau degradasi dari sebuah material di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor geometri implan, proses pembuatan mekanis, faktor metalurgis dan juga sifat kimia cairan tubuh yang berinteraksi dengan material implan (Jacobs et al. 1998). Sementara itu, implan SS316L bukan merupakan implan terserap tubuh, sehingga tidak ditemukan perbedaan densitas dari setiap hari pengamatan. Proses degradasi yang terjadi pada implan terserap tubuh teramati melalui perubahan radiodensitas. Perubahan yang terjadi selama waktu pengamatan mencerminkan respon tubuh pada jaringan (Park et al. 2011). Peningkatan radiodensitas pada hari ke-7 berkaitan dengan respon jaringan (Gambar 4d). Perlukaan yang disebabkan oleh implantasi material mengganggu homeostasis tubuh yang kemudian diikuti oleh proses persembuhan luka. Beberapa hari pertama setelah perlukaan, terdapat interaksi antara darah dengan material dan pembentukan matriks jaringan sementara di sekitar implan. Hal tersebut menginisiasi pembentukan trombus atau bekuan darah pada daerah kontak implan-jaringan. Inflamasi akut dan kronis kemudian akan mengikuti kejadian tersebut dan pada tahap ini sel-sel radang akan menginvasi lokasi implan (Anderson 2001). Hal ini menyebabkan meningkatnya densitas pada radiogram. Kelompok implan besi dan magnesium mengalami peningkatan radiodensitas juga disebabkan oleh partikel logam di jaringan sekitar implan. Partikel ini mengundang sel-sel radang datang lebih banyak lagi, terutama makrofag yang berfungsi untuk memakan partikel logam. Sementara itu, SS316L tidak mengalami degradasi. Proses inflamasi berlangsung paling lama 2 minggu, jika terjadi lebih dari 3 minggu maka dapat diindikasikan terjadinya infeksi (Anderson et al. 2008). Hal ini menyebabkan densitas radiogram mengalami penurunan di hari ke-14 (Gambar 4f). Proses yang terjadi setelah inflamasi selesai adalah pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan perkembangan kapsul fibrosa (Anderson et al. 2008). Sejak awal terjadinya inflamasi, tepat setelah implan ditanam, sel fibrosit telah dibentuk di jaringan sekitar implan. Pada ketiga proses tersebut, fibrosit semakin bertambah banyak dan lama kelamaan membentuk lapisan yang pada akhirnya berupa kapsul membungkus implan (Anderson 2001). Jaringan ikat memiliki densitas yang lebih tinggi yang menjadikannya berwarna lebih putih (Ursin & Qureshi 2009), hal ini yang menyebabkan meningkatnya radiodensitas di sekitar implan pada hari ke-30 (Gambar 4h).
18
Gambar 4 Line plot profile rata-rata densitas implan pada kelompok mencit yang diberi implan Fe ( ), Mg ( ) dan SS316L ( ) pada hari pengamatan ke-1 (a, e), 7 (b, f), 14 (c, g) dan 30 (d, h). Tingkat densitas dinyatakan dalam gray value (sumbu y) dan panjang daerah yang diukur dinyatakan dalam distance (mm) (sumbu x). Kotak berwarna merah pada gambar a, c, e dan g merupakan Region of Interest (ROI). Studi Histopatologi Respon jaringan diamati pada hari ke-1 dan 30 setelah implantasi dilakukan. Pengamatan dilakukan pada jaringan di sekitar implan dengan melihat respon jaringan secara mikroskopis. Secara umum, perubahan menonjol yang terjadi pada jaringan adalah ditemukannya edema, akumulasi fibrin dan sel-sel radang di jaringan otot sekitar lokasi implantasi, serta terbentuknya kapsul fibrosa di sekitar implan yang ditanam. Perubahan tersebut berbeda-beda bergantung waktu
19
pengamatan. Respon jaringan dari masing-masing perlakuan dan jenis implan disajikan pada gambar-gambar di bawah ini. Respon jaringan pada kelompok kontrol (Gambar 5), kelompok implan Fe (Gambar 6), implan Mg (Gambar 7) dan implan SS316L (Gambar 8). Pada hari ke-1, ditemukan pada semua kelompok respon yang sama, yaitu terjadinya edema, akumulasi fibrin dan sel-sel radang di jaringan otot yang berkontak langsung dengan implan maupun yang berada jauh dari implan. Hal ini mengindikasikan terjadinya respon inflamasi yang bersifat akut. Sel-sel neutrofil paling banyak ditemukan pada daerah yang berkontak langsung dengan implan. Edema ditunjukkan dengan merenggangnya jarak antara bundel-bundel otot akibat eksudasi cairan yang mengalir dari pembuluh darah ke jaringan yang mengalami perlukaan. Edema terjadi bersama dengan akumulasi fibrin, berupa serabut-serabut halus yang memenuhi jaringan dan sel-sel radang, terutama neutrofil. Respon yang terjadi ini adalah akibat prosedur implantasi yang menyebabkan perlukaan dan kerusakan jaringan, serta adanya benda asing yaitu implan yang ditanam. Respon tubuh ketika terjadi perlukaan akan meningkatkan aliran sel darah putih atau dikenal sebagai sel radang ke jaringan yang mengalami perlukaan tersebut. Sel-sel radang ini tentu membutuhkan media sebagai pengantarnya, yaitu cairan, sehingga kemudian terjadilah edema. Sesuai dengan pernyataan Anderson (2001) dan Kuzyk dan Schemitsch (2011), benda asing yang masuk atau ditanam ke dalam tubuh akan menginduksi terjadinya serangkaian proses sebagai respon dari terganggunya homeostasis tubuh.
Gambar 5 Jaringan otot sekitar perlukaan pada kelompok kontrol (K) pada hari pengamatan ke-1 (a) dan hari pengamatan ke-30 (b). Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; bar= 100 µm. Rangkaian proses tersebut antara lain adalah luka, interaksi darah-material, pembentukan matriks jaringan sementara, inflamasi akut dan kronis, pembentukan jaringan granulasi, reaksi benda asing dan pembentukan kapsul fibrosa atau fibrosis (Anderson et al. 2008). Tahap pertama setelah terjadinya perlukaan, dalam hal ini prosedur implantasi, adalah kontak antara darah dengan material yang termasuk dalam respon inflamasi awal. Implan yang ditanam kemudian akan berkontak pertamakali dengan trombosit dan setelah itu protein darah akan melapisi permukaan implan. Aktivasi sel-sel trombosit menyebabkannya berkumpul dan membentuk trombus atau bekuan darah. Bekuan fibrin dalam trombus yang stabil memberikan komponen mekanis dan biomekanis yang
20
dibutuhkan untuk osteokonduksi pada implan yang ditanam pada tulang. Selain itu, bekuan ini juga penting sebagai mediator untuk inflamasi. Tahap pertama ini terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Tahap kedua adalah pembentukan matriks
Gambar 6 Respon jaringan pada kelompok implan Fe secara histopatologis, a) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c) dan d) kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. Kepala panah menunjukkan giant cell foreign body. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; KF, kapsul fibrosa; bar= 100 µm. jaringan sementara di lokasi implan. Matriks jaringan ini merupakan bekuan fibrin yang bergabung dengan plasma protein. Matriks yang terbentuk menyebabkan terjadinya migrasi dan perlekatan sel dari kapiler terhadap implan (Anderson 2001; Kuzyk et al. 2011). Inflamasi sebagai tahap selanjutnya, merupakan respon jaringan yang bervaskularisasi terhadap infeksi dan kerusakan jaringan. Inflamasi berperan untuk membatasi, menetralisir, melemahkan atau membentuk dinding pembatas yang mengelilingi agen penyebab perlukaan. Inflamasi menyebabkan molekulmolekul pertahanan tubuh dari sirkulasi bergerak menuju lokasi luka atau infeksi, dimana molekul tersebut dibutuhkan. Respon awal dan cepat terhadap infeksi atau kerusakan jaringan disebut inflamasi akut. Respon ini terbentuk dalam hitungan menit hingga beberapa jam dan durasinya pendek, berlangsung selama beberapa jam atau hari. Karakteristik utama dari inflamasi akut adalah eksudasi cairan dan plasma protein atau edema dan emigrasi leukosit yang didominasi oleh neutrofil (Anderson 2001; Kuzyk et al. 2011; Kumar et al. 2014).
21
Respon yang ditemukan pada kelompok Fe di hari pengamatan ke-1 ini ditemukan juga pada kelompok kontrol, kelompok implan Mg dan SS316L (Gambar 5a, 6a, 7a dan 8a). Ini berarti respon yang terjadi di hari ke-1 terjadi terutama karena perlukaan yang terjadi akibat prosedur implantasi. Inflamasi yang terjadi pada kelompok kontrol (Gambar 5a) dan daerah yang tidak berkontak dengan implan dapat disebabkan oleh proses implantasi itu sendiri. Prosedur pemasangan implan dengan bedah tentu menyebabkan terjadinya perlukaan dan kerusakan jaringan kulit, otot dan juga tulang akibat pengikisan periosteum. Kerusakan jaringan menyebabkan respon persembuhan luka yang diawali dengan inflamasi akut (Anderson 2001; Kuzyk et al. 2011). Inflamasi akut memiliki 3 komponen utama, yaitu (1) dilatasi pembuluh darah kapiler yang menyebabkan peningkatan aliran darah, (2) meningkatnya permeabilitas mikrovaskulatur yang memungkinkan plasma protein dan leukosit meninggalkan sirkulasi dan (3) emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi leukosit pada fokus radang di sekitar luka, dan aktifasi leukosit untuk mengeliminasi agen yang mengganggu (Kumar et al. 2014).
Gambar 7 Respon jaringan pada kelompok implan Mg secara histopatologis, a) dan b) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, c) jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; SS, sumsum tulang, P, periosteum; bar= 100 µm. Reaksi pembuluh darah pada inflamasi akut mengakibatkan terjadinya vasodilatasi yang diinduksi oleh mediator kimia seperti histamin. Vasodilatasi ini merupakan penyebab dari terjadinya eritema dan stasisnya aliran darah. Fase
22
inflamasi akut juga merupakan waktu saat terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang diinduksi oleh histamin, kinin dan mediator radang lainnya. Mediator-mediator tersebut ditambah juga dengan meningkatnya cairan yang mengalir antara sel endotel, menyebabkan terbentuknya jarak antara sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan plasma protein dan leukosit keluar dari sirkulasi menuju ke lokasi inflamasi. Kebocoran cairan dari pembuluh darah menyebabkan terjadinya edema. Edema dapat terlihat berupa ruang-ruang kosong yang menyebabkan bundel otot berjauhan (Kumar et al. 2014) (Gambar 5-8). Emigrasi leukosit pada tahap ini didominasi oleh neutrofil yang akan hilang setelah 24-48 jam. Emigrasi neutrofil berlangsung singkat karena faktor kemotaksisnya diaktivasi pada saat awal respon inflamasi terjadi. Peran utama neutrofil dalam inflamasi akut adalah untuk memfagosit mikroorganisme dan benda asing. Berikutnya, monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berfungsi juga sebagai fagosit dan dapat bertahan di jaringan hingga hitungan bulan. Emigrasi monosit dapat berlanjut dari beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung keparahan luka dan faktor biomaterial yang ditanam. Fagositosis terdiri dari pengenalan benda asing, perlekatan dan ditelannya benda asing oleh neutrofil/makrofag, dan degradasi untuk menghancurkan benda asing. Proses ditelan dan degradasi benda asing tidak selalu terjadi, akibat bervariasinya ukuran partikel benda asing (Anderson 2001). Menurut Purnama et al. (2010), ukuran partikel yang dapat difagosit pada mencit adalah 1-2 µm. Implan yang telah dilapisi oleh jaringan matriks kemudian akan berusaha difagosit oleh neutrofil dan makrofag. Namun, karena perbedaan ukuran antara implan dengan sel-sel fagosit, fagositosis tidak terjadi. Kejadian ini menyebabkan leukosit melepaskan produknya ke ekstraseluler sebagai usaha untuk mendegradasi benda asing (Anderson 2001). Hal tersebut menyebabkan partikelpartikel implan yang bersifat non-bioinert terlepas lebih lanjut ke jaringan sekitar. Pada hari ke-1 tidak ditemukan adanya partikel implan Fe dan Mg pada jaringansecara mikroskopis. Menurut Paramitha et al. (2013), partikel Fe dari implan tidak ditemukan pada hari pengamatan ke-1, namun di hari ke-4 dan 14 ditemukan. Mueller et al. (2012) melaporkan dalam studi yang menggunakan implan Fe, implan tersebut terdegradasi secara lambat dan menyebabkan akumulasi lokal dari produk degradasi yang disertai dengan reaksi radang yang terbatas tanpa adanya indikasi efek toksik. Stimulus inflamasi yang persisten, dalam hal ini implan, akan menyebabkan terjadinya inflamasi kronis. Inflamasi kronis secara histologis terlihat kurang seragam jika dibandingkan dengan inflamasi akut. Secara umum, karakter dari tahap ini dicirikan dengan keberadaan makrofag, monosit dan limfosit, dengan proliferasi pembuluh darah dan jaringan ikat. Respon inflamasi kronis terbatas pada daerah lokasi implan, ditandai juga dengan keberadaan sel-sel mononuklear, termasuk limfosit dan sel plasma yang berperan terutama dalam reaksi imun dan merupakan mediator kunci untuk produksi antibodi. Makrofag kemungkinan adalah sel yang paling penting dalam inflamasi kronis karena menghasilkan produk biologis aktif dalam jumlah besar. Beberapa produk yang penting tersebut antara lain, protease netral, faktor kemotaksis, metabolit asam arakidonat, metabolit oksigen reaktif, komponen komplemen, faktor koagulasi, growth-promoting factor dan sitokin (Anderson 2001; Kumar et al. 2014). Inflamasi kronis berlangsung tidak lebih dari 2 minggu. Respon inflamasi yang
23
berlangsung lebih dari 3 minggu biasanya mengindikasikan adanya infeksi (Anderson et al. 2008). Tahapan berikutnya dari reaksi benda asing adalah pembentukan jaringan granulasi, yang merupakan ciri khas proses persembuhan. Jaringan ini terbentuk dengan diawali oleh proliferasi fibroblas dan sel endotel pembuluh darah. Jaringan granulasi merupakan jaringan granular halus berwarna merah muda pada permukaan luka yang mengalami persembuhan. Secara histologis karakteristik jaringan ini adalah proliferasi pembuluh-pembuluh darah baru dan fibroblast. Jaringan ini, tergantung pada keparahan lukanya, dapat terlihat paling cepat di hari ke-3 sampai ke-5 setelah prosedur implantasi. Jaringan granulasi merupakan prekursor pembentukan kapsul fibrosa yang memisahkan implan atau biomaterial dari jaringan sekitarnya (Anderson 2001; Anderson et al. 2008).
Gambar 8 Respon jaringan pada kelompok implan SS316L secara histopatologis, a) peradangan akut pada jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-1, b) respon perbaikan telah terjadi pada jaringan otot sekitar implan pada hari pengamatan ke-30, c), kapsul fibrosa yang mengelilingi implan pada hari pengamatan ke-30. Tanda panah menunjukkan akumulasi fibrin dan sel-sel radang. E, edema; O, otot rangka; TL, tulang femur; KF, kapsul fibrosa; bar= 100 µm. Pengamatan pada hari ke-30 setelah implantasi menunjukkan telah terjadinya perbaikan jaringan yang dilakukan oleh tubuh. Hal ini terlihat dari jarak antara bundel-bundel otot yang tadinya terpisah tidak beraturan akibat edema, menjadi rapi dan teratur. Respon perbaikan ini disajikan pada Gambar 5b, 6b, 7c dan 8b. Akumulasi fibrin dan sel radang tidak ditemukan lagi pada jaringan sekitar implan baik yang berkontak langsung maupun tidak berkontak langsung di
24
hari pengamatan ke-30. Hal menonjol yang ditemukan pada jaringan di hari pengamatan ini adalah terbentuknya kapsul fibrosa pada daerah di sekeliling implan, terutama implan Fe dan SS316L yang ditunjukkan oleh Gambar 6c-d dan 8c. Pada kelompok implan Mg, kapsul ini tidak ditemukan (Gambar 7c).
Gambar 9 Respon jaringan secara histopatologis mencit kelompok perlakuan implan besi (Fe) (a, b), magnesium batang (Mg) (c, d) dan kawat implan medis komersial (SS316L) (e, f) pada hari ke-1 dan 30 setelah implantasi. Terjadi reaksi edema pada hari ke-1 yang menyebabkan susunan serabut otot menjadi longgar. Pengamatan hari ke-30 menunjukkan susunan otot sudah kembali normal. Tanda bintang menunjukkan lokasi implan (a, c, e), tanda segitiga menunjukkan kapsul fibrosa (b, f). TL, tulang femur; SS, sumsum tulang; O, otot rangka; bar= 200 µm.
25
Kapsul fibrosa menunjukkan respon benda asing yang sudah lebih lanjut. Kapsul fibrosa terlihat mengelilingi implan dengan akumulasi makrofag dan ditemukan juga sel raksasa di dalamnya. Sel raksasa hasil pengamatan disajikan pada Gambar 6c-d. Menurut Mueller et al. (2012) dan Zheng dan Witte (2014), implan Fe menunjukkan kecepatan degradasi yang rendah pada pengujian in vivo. Hal ini menyebabkan implan yang ditanam masih relatif intak meski telah berada di dalam tubuh selama 12 bulan. Keadaan ini menyebabkan reaksi yang terjadi sama dengan reaksi yang ditemukan pada implan-implan permanen. Hal ini menjelaskan kesamaan respon yang ditemukan pada kelompok implan Fe dan SS316L. Gambar 9 merupakan resume dari respon jaringan pada lokasi implantasi yang terjadi pada hari pengamatan ke-1 dan 30 dari kelompok implan Fe, Mg dan SS316L. Magnesium tidak menyebabkan respon imun yang signifikan, bahkan partikel Mg tidak ditemukan di sekitar implan (Witte et al. 2007). Magnesium sebagai biomaterial memiliki biokompatibilitas yang baik pada tulang. Semua hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada pembentukan tulang baru di sekitar implan Mg dan jaringan sekitarnya, termasuk pembentukan periosteum dan endosteum lokal (Witte et al. 2007a; Zheng & Witte 2014). Namun, menurut Zhang et al. (2009), pada implan Mg murni yang ditanam pada tulang ditemukan adanya lapisan produk degradasi Mg yang dibatasi oleh banyak lapisan fibroblast dengan tulang di sekitarnya. Lapisan ini masih ditemukan setelah 6 bulan implantasi. Pada penelitian-penelitian lain, ditemukan bahwa semua implan Mg baik yang murni maupun campuran dengan diberikan modifikasi pada permukaan implannya, menunjukkan adanya kontak antara tulang dengan implan Mg tanpa adanya lapisan fibroblast (Waizy et al. 2014; Zheng & Witte 2014). Reaksi benda asing berupa kapsul fibrosa terdiri dari sel raksasa benda asing (foreign body giant cells) dan komponen jaringan granulasi : makrofag, fibroblast dan kapiler, yang jumlahnya bergantung bentuk dan topografi biomaterial yang ditanam. Kapsul ini bertahan pada daerah kontak jaringan-implan selama implan berada di dalam tubuh. Secara umum, enkapsulasi fibrosa mengelilingi biomaterial atau implan, mengisolasi implan dan reaksi benda asing yang terjadi dari jaringan lokal di sekitarnya. Reaksi benda asing sangat dipengaruhi oleh bentuk dan topografi biomaterial. Pada biomaterial yang kompatibel dengan tubuh, reaksi benda asing atau kapsul fibrosa akan ditentukan oleh sifat-sifat permukaan biomaterial, bentuk implan dan hubungan antara area permukaan biomaterial dengan volume implan (Anderson 2001; Anderson et al. 2008). Makrofag jaringan dapat bergabung untuk membentuk sel raksasa benda asing yang multinukleus. Sel raksasa benda asng yang sangat besar dan berisi nukleus dengan jumlah yang besar biasanya hadir pada permukaan biomaterial. Meskipun sel ini bertahan selama implan berada di jaringan, belum diketahui apakah sel tersebut tetap aktif, melepaskan komponen lisosomnya ataukah menjadi tidak aktif (Anderson 2001).
26
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang didapat, implan logam berbahan dasar besi (Fe) tidak memiliki efek terhadap gambaran sel darah baik merah maupun putih, hemoglobin dan persentase hematokrit, yang berarti tidak toksik dan implan dapat diterima tubuh. Implan Fe memiliki pengaruh terhadap kadar ion Fe plasma, dan pada pengamatan radiografi implan Fe memiliki respon peri-implan dan kerapatan yang menyerupai implan permanen SS316L. Berdasarkan hasil pengamatan pada studi histopatologi reaksi yang terjadi adalah reaksi normal terhadap benda asing dan jaringan tubuh mengalami perbaikan kembali seperti sebelum penanaman implan. Implan Fe terserap menyebabkan respon peradangan yang terbatas dan tidak memberikan pengaruh yang merugikan pada tubuh hingga pengamatan 30 hari. Saran Pengujian pada implan berbahan dasar besi (Fe) secara in vivo perlu dilakukan lebih lanjut pada jenis hewan yang berbeda dan jangka waktu yang lebih lama untuk melihat degradasi dan perubahan implan serta respon tubuh jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA Abidin NIZ, Atrens AD, Martin D, Atrens A. 2011. Corrosion of high purity Mg, Mg2Zn0.2Mn, ZE41 and AZ91 in Hank’s solution at 37 oC. Corros Sci. 53(11): 3542-56. DOI: 10.1016/j.corsci.2011.06.030 Aitken SA, Rodrigues MA, Duckworth AD, Clement ND, McQueen MM, CourtBrown CM. 2012. Determining the Incidence of Adult Fractures: How Accurate Are Emergency Department Data? Epidemiology Research International. Pp. 1-7. DOI:10.1155/2012/837928 Alkhouri N, Morris-Stiff G, Campbell C, Lopez R, Tamimi TA, Yerian L, Zein NN, Feldstein AE. 2012. Neutrophil to lymphocyte ratio : a new marker for predicting steatohepatitis and fibrosis in patients with nonalcoholic fatty liver disease. Liver Int. 32(2): 297-302. Ambore B, Ravikanth K, Maini S, Rekhe DS. 2009. Haematological profile and growth performance of goats under transportation stress. Vet World. 2 : 195198. Anderson JM. 2001. Biological responses to materials. Annu. Rev. Mater. Res. 31 : 81-110. Anderson JM., Rodriguez, A. and Chang DT. 2008. Foreign body reaction to biomaterials. Semin Immunol, 20(2): 86-100. Arora S, Kapoor RK. 2012. Iron Metabolism : An Overview. InTech : Rijeka.
27
Balaji C, Kumar SVA, Kumar SA, Sathish R. 2012. Evaluation of mechanical properties of SS316L weldments using tungsten inert gas welding. IJEST. 4(5):2053-57. Balta S, Demirkol S, Unlu M, Arslan Z, Celik T. 2013. Neutrophil to lymphocyte ratio may be predict of mortality in all conditions. British Journal of Cancer. 109 : 3125-3126. Bosco R, Van Den Beucken J, Leeuwenburgh S, Jansen J. 2012. Surface engineering for bone implants: a trend from passive to active surfaces. Coatings. 2(2012): 95-119. British Orthopaedic Foundation. 2010. Research Agenda [internet]. [diacu 2014 Februari 26]. Tersedia dari: http://www.borsoc.org.uk/BJD_BOF_research Brown EB, Aisen P, Fielding J, Crichton RC. 1977. Proteins of Iron Metabolism. Grune & Stratton : New York. Burk RI, Feeney DA. 1996. Small Animal Radiology and Ultrasonography : A Diagnostic Atlas and Text. Saunders Elsevier : USA. Carson JL, Terrin ML, Jay M. 2003. Anemia and postoperative rehabilitation. Can. J. Anaesth. 50(Suppl. 6): 60-64. Chambers C, Holliday AK. 1975. Modern Inorganic Chemistry : An Intermediate Text. Butterworth & Co : Sussex. Chang DT, Colton E, Anderson JM. 2013. Paracrine and juxtacrine lymphocyte enhancement of adherent macrophage and foreign body giant cell activation. J Biomed Mater Res A 89 (2): 490-498. Diaz-Rodriguez P, Gonzalez P, Serra J, Landin M. 2014. Key parameters in blood surface interactions of 3D bioinspired ceramic materials. Mater Sci Eng C Mater Biol Appl. 41:232-9. Fox JG, Anderson LC, Loew FM, Quimby FW. 2002. Laboratory Animal Medicine. Edisi ke-2. Academic Press Elsevier : UK. Fulkerson PC, Rothenberg ME. 2013. Targeting eosinophils in allergy, inflammation and beyond. Nature Reviews Drug Discovery. 12 : 117-129 Gray JE, Winkler NT, Stears JG, Frank ED. 1983. Technical Aspect of ScreenFilm Radiography, Film Processing and Quality Control. Aspen System Inc : Maryland. Hall JE. 2010. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Edisi ke-12. Saunders Elsevier : USA. Hermawan H, Mantovani D. 2009. Degradable metallic biomaterials: the concept, current developments and future directions. Minerva Biotec. 21(2009): 20716. Hermawan H, Ramdan D, Djuansjah RP. 2011. Metals for Biomedical Applications. Di dalam : Biomedical Engineering – From Theory to Applications. InTech Publishers.
28
House of Commons Science and Technology Committee. 2012. Regulation of medical implants in the EU and UK [internet]. [diacu 2014 Februari 18]. Tersedia dari: http://www.parliament.uk/science Ikarashi Y, Tsuchiya T, Toyoda K, Kobayashi E, Doi H, Yoneyama T, Hamanamaka H. 2002. Tissue reactions and sensitivity to iron-chromium alloys. Materials Transactions. 43(12): 3065-71. Jacobs JJ, Gilbert JL, Urban RM. 1998. Corrosion of orthopaedic implants. J Bone Joint Surg Am. 80(2): 268-282. Kahn CM. Editor. 2010. The Merck Veterinary Manual 10th Edition. Merck Co & Inc. : USA. Kaya MG. 2013. Inflammation and coronary artery disease : as a new biomarker neutrophil/lymphocyte ratio. Arch Turk Soc Cardiol. 41: 191-192. Krettek C, Mueller C, Meller R, Jaqodzonski M, Hildebrand F, Gaulke R. 2012. Is routine implant removal after trauma surgery sensible?. Unfallchirurg. 115(4):315-22. Kuhlmann J, Bartsch I, Willbond E, Schuchardt S, Holz O, Hort N, Hoeche D, Heineman WR, Witte F. 2013. Fast escape of hydrogen from gas cavities around corroding magnesium implants. Acta Biomater. 9(2013): 8714-21. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. 2014. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelphia : Saunders Elsevier. Hal. 69-111. Kuriyan M, Carson JL. 2005. Anemia and clinical outcomes. Anesthesiol. Clin. North America. 23(2): 315-325. Kuzyk PRT, Schemitsch EH. 2011. The basic science of peri-implant bone healing. Indian J. Orthop. 45(2): 108-115. Milisav I. Cellular stress response. Di dalam : Wislet-Gedebien S (editor). 2011. Advances in Regenerative Medicine. InTech : Rijeka. Mueller PP, Arnold S, Badar M, Bormann D, Bach F-W, Drynda A, MeyerLindenberg A, Hauser H, Peuster M. 2012. Histological and molecular evaluation of iron as degradable medical implant material in a murine animal model. Journal of Biomedical Materials Research Part A. 100A(11): 2881-9. National Research Council. 2006. Nutrient Requirements of Dogs and Cats. National Academic Press : USA. Noviana D, Estuningsih S, Ulum MF, Paramitha D, Utami NF, Utami ND, Hermawan H. 2012. In vivo study of iron based material foreign bodies in mice (Mus musculus albinus). Prosiding The 7th International Conference On Biomedical Egineering and Medical Application (ICBEMA). Hal. 91-4. Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013a. Degradation of Febioceramic composites at two different implantation sites in sheep animal model observed by X-ray radiography. European Cells and Materials. 26(Suppl.5) : 56.
29
Noviana D, Nasution AK, Ulum MF, Hermawan H. 2013b. Monitoring of early
biodegradation of Fe-bioceramic composites by B-mode ultrasonography imaging in sheep animal model. European Cells and Materials. 26(Suppl.5) : 57. Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Ulum MF, Hermawan H. 2013. Distribution of Fe-based degradable materials in mice skeletal muscle. European Cells and Materials. 26(Suppl.5) : 56. Park JH, Choi CG, Jeon SR, Rim SC, Kim CJ, Roh SW. Radiographic analysis of instrumented postelolateral fusion mass using mixture of local autologous bone and b-TCP (PolyBone®) in a lumbar spinal fusion surgery. J Korean Neurosurg Soc. 49 : 267-272. Purnama A, Hermawan H, Couet J, Mantovani D. 2010. Assessing the biocompatibility of degradable metallic materials: state-of-the-art and focus on the potential of genetic regulation. Acta Biomater. 6(2010): 1800-07. Rahman MFA, Saripan MI, Hasan NPM, Mustapha I. 2011. Mass attenuation coefficients, effective atomic and electron numbers of stainless steel and carbon steels with different energies. Jurnal Sains Nuklear Malaysia. 23(2): 19-25. Reclaru L, Lerf R, Eschler PY, Meyer JM. 2001. Corrosion behavior of a welded stainless-steel orthopedic implant. Biomaterials. 22(2001): 269-79. Sargeant A, Goswani T. 2005. Hip implants-paper vi-ion concentrations. Materials and Design. 28(2007): 155-171. Schinhammer M, Haenzi AC, Loeffler JF, Uggowitzer PJ. 2010. Design strategy for biodegradable Fe-based alloy for medical application. Acta Biomater. 6(2010): 1705-13. Schmidt C, Ignatius AA, Claes LE. 2001. Proliferation and differentiation parameters of human osteoblasts on titanium and steel surfaces. J Biomed Mater Res. 54(2): 209-15. Schnell MA, Hardy C, Hawley M, Propert KJ, Wilson JM. 2002. Effect of blood collection technique in mice on clinical pathology parameters. Human Gene Therapy. 13 (2002) : 155-162. Seo JW, Park TJ. 2008. Magnesium metabolism. Electrolyte & Blood Pressure. 6: 86-95. Swaminathan M. 2003. Magnesium metabolism and its disorder. Clin Biochem Rev. 24(2): 47-66. Ulum MF, Paramitha D, Estuningsih S, Noviana D, Hermawan H. 2013. Metal ion level and polymorphonuclear leukocyte cells number as determination factors for early in vivo rejection of biodegradable metals. European Cells and Materials. 26(Suppl.5) : 59. Ulum MF, Arafat A, Noviana D, Yusop AH, Nasution AK, Abdul Kadir MR, Hermawan H. 2014. In vitro and in vivo degradation evaluation of novel iron bioceramic composites for bone implant applications. Materials Science and Engineering C. 26(2014): 336-344.
30
Unno VF, Laedermann A, Hoffmeyer P. 2009. Is hardware removal a necessity?. Rev Med Suisse. 5(201): 977-80. Ursin G, Qureshi SA. 2009. Mammographic density-a useful biomarker for breast cancer risk in epidemiologic studies. Norsk Epidemiologi. 19(1): 59-68. Vadgama P. 2005. Surfaces and Interfaces for Biomaterials. Florida : CRC Press. Van Oeveren W, Schoen P, Maijers CA, Monnik SH, Van Boven AJ. 1999. Hemocompatibility of stents. Progress in Biomedical Research. Vos DI, Verhofstad MHJ. 2013. Indications for implant removal after fracture healing: a review of the literature. Eur J Trauma. 39(2013): 327-37. Waizy H, Diekmann J, Weizbauer A, Reifenrath J, Bartsch I, Neubert V, Schavan R, Windhagen H. 2014. In vivo study of a biodegradable orthopedic screw (MgYREZr-alloy) in a rabbit model for up to 12 months. J Biomater Appl. 28(5) : 667-675. DOI: 10.1177/0885328212472215 Windhagen H, Radtke K, Weizbauer A, Diekmann J, Noli Y, Kreimeyer U, Schavan R, Stukenborg-Colsman C, Waizy H. 2013. Biodegradable magnesium-based screw clinically equivalent to titanium screw in hallux valgus surgery: short term results of the first prospective, randomized, controlled clinical pilot study. Biomedical Engineering Online. 12(62): 110. Witte F, Ulrich H, Rudert M, Willbold E. 2007. Biodegradable magnesium scaffolds: Part I: appropriate inflammatory response. J Biomed Mater Res. 81A: 748–756. DOI: 10.1002/jbm.a.31170 Witte F, Ulrich H, Palm C, Willbold E. 2007a. Biodegradable magnesium scaffolds: Part II: peri-implant bone remodelling. J Biomed Mater Res. 81A: 757–765. DOI: 10.1002/jbm.a.31293 Witte F. 2010. The history of biodegradable magnesium implants : a review. Acta Biomater. 6(2010):1680-92. Zhang E, Xu L, Yu G, Pan F, Yang K. 2009. In vivo corrosion behavior of MgMn-Zn alloy for bone implant application. J Biomed Mater Res A. 90A: 882-893. Zheng YF, Witte F. 2014. Biodegradable metals. Mater Sci Eng R. 77: 1-34.
31
Lampiran 1 Persetujuan perlakuan etik hewan coba
32
Lampiran 2 Data analisis jumlah sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
33
34
35
36
Lampiran 3 Data analisis jumlah sel darah putih dan diferensial sel darah putih kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
37
38
39
40
41
42
43
Lampiran 4 Data analisis kadar ion plasma darah kelompok kontrol, kelompok mencit dengan implan Fe, Mg dan SS316L
44
45
46
RIWAYAT HIDUP Devi Paramitha, dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juni 1987, merupakan putri sulung dari tiga bersaudara dengan orang tua Najmudin dan Yuyu Sriwachyuni. Pendidikan yang telah ditempuh yaitu TK dan SD Pertiwi Bogor, kemudian melanjutkan ke SMP dan SMA Negeri 1 Bogor. Penulis diterima di Program Sarjana Institut Pertanian Bogor di tahun 2005 dengan Program Mayor Minor, dan kemudian diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tahun 2006 dan lulus pada bulan Januari 2010. Penulis menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Hewan di tahun 2011 dengan gelar dokter hewan. Pada tahun 2012, penulis meraih juara ke-3 Poster terbaik pada Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh FKH Universitas Airlangga. Di tahun yang sama penulis berkesempatan melanjutkan studi Master di Program Ilmu Biomedis Hewan (IBH) di Sekolah Pascasarjana IPB dengan program Beasiswa Unggulan DIKTI. Selama menjadi mahasiswa pascasarjana, penulis bersama dengan tim penelitian telah melakukan presentasi pada seminar internasional yaitu The 5th International Symposium on Biodegradable Metals 2013, The 1st Meeting of Materials Research Society of Indonesia 2014 dan The 5th International Conference in Mathematics and Natural Sciences 2014. Penulis dan tim juga mempublikasikan 5 artikel di jurnal internasional antara lain di European Cells and Materials (2013, Vol. 26. Suppl. 5, Hal. 55 dan 59) dan Advanced Material Research (2015, in press).