Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, Vol.1, No.2, 2014, pp. 39-47
ISSN : 2356-3303
Studi Biodistribusi dan Farmakokinetik Nanokarier PLGA-Poloxamer Bertanda Radioisotop Iodium-131 Pada Mencit Egy Chandraa, Diky Mudhakira, *, Aang Hanafiah Ws.b a
Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung b Badan Tenaga Nuklir Nasional, Bandung email*:
[email protected] Received : 9 January 2014 Accepted : 14 February 2014
ABSTRAK Pengembangan sistem nanokarier berbasis polimerik nanopartikel dengan tujuan penghantaran senyawa hidrofob ke dalam darah dalam waktu yang lama menjadi suatu tantangan tersendiri. Adanya sistem retikuloendotelial yang dapat mengenali sistem nanokarier tersebut membuat keberadaannya di dalam darah cepat menghilang sehingga penghantaran menjadi tidak efektif. Nanopartikel PLGA dapat dikenali oleh opsonin yang kemudian dapat berakibat pada fagositosis oleh sel-sel makrofag. Untuk menghindari hal tersebut, digunakan poloxamer yang merupakan polimer hidrofil ampifilik dari blok ko-polimer PEO-PPO-PEO yang dapat digunakan untuk melindungi permukaan nanopartikel PLGA tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji biodistribusi dan farmakokinetik dari formula nanopartikel PLGA-poloxamer yang telah dikembangkan sebelumnya untuk melihat profil distribusinya di dalam tubuh terutama dalam darah dan organ retikuloendotelial, seperti hati dan limpa. Sebelum pengujian, dilakukan penandaan terhadap poloxamer termodifikasi dengan iodium-131 menggunakan metode kloramin T. Pembuatan nanopartikel PLGA dilakukan dengan metode emulsifikasi-difusi menggunakan poloxamer yang berhasil ditandai dan memenuhi syarat kemurnian radiokimia. Kemudian nanopartikel PLGA-poloxamer dikarakterisasi dengan menggunakan Photon Correlation Spectroscopy untuk ukuran partikel dan indeks polidispersitas dan Electrophoretic Light Scattering untuk potensial zeta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa poloxamer berhasil ditandai dengan iodium-131 menggunakan metode kloramin T dengan persen penandaan berkisar 45% dan kemurnian radiokimia diatas 90%. Nanopartikel PLGA yang dibentuk dengan kandungan poloxamer 2% (NP 2%) mempunyai rentang ukuran partikel berkisar antara 100-150 nm dengan indeks
39 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
polidispersitas ± 0,3 dan potensial zeta kurang dari -20 mV. Untuk nanopartikel PLGA yang dibentuk dengan kandungan poloxamer 3% (NP 3%) memiliki indeks polidispersitas dan potensial zeta yang relatif sama dengan NP 2%, namun rentang ukuran partikel berkisar antara 180-250 nm. Dalam studi farmakokinetik, NP 2% dan 3% tidak menunjukkan profil long circulating. NP 3% memiliki perbedaan parameter farmakokinetik relatif dibandingkan dengan NP 2% dan polimer poloxamer. Dalam studi biodistribusi, baik pada NP 2% dan 3%, terdistribusi rendah di dalam hati dan limpa. Akumulasi nanopartikel PLGA di dalam organ otot skelet dalam waktu hingga 48 jam, berpotensi sebagai kandidat nanokarier dalam terapi bertarget otot skelet (targeted drug delivery in skeletal muscle). Kata kunci: Nanopartikel, sistem retikuloendotelial, metode emulsifikasidifusi, metode kloramin T, biodistribusi
PENDAHULUAN Perkembangan sistem nanoteknologi menjadi suatu strategi baru dalam penghantaran obat khususnya untuk penghantaran obat secara intraselular. Sistem penghantaran obat berbasis nanoteknologi memiliki kemampuan untuk mengenkapsulasi berbagai obat, seperti molekul-molekul kecil (baik hidrofil maupun hidrofob), protein dan peptida, dan asam nukleat (DNA maupun RNA). Dengan mengenkapsulasi molekul-molekul tersebut dalam sistem nanokarier, kelarutan dan stabilitas dapat diperbaiki, serta memperbaiki profil farmakokinetik molekul tersebut [1]. Penggunaan polimer makromolekul bersifat biodegradabel dalam sistem nanoteknologi (nanopartikel berbasis polimer) sudah banyak dikembangkan dalam penghantaran obat, salah satu contohnya adalah polimer PLGA (poly(lactide-co-glycolide) [2]. Namun di dalam tubuh, dengan adanya selsel fagosit membuat pengobatan melalui sistem nanopartikel menjadi tidak efektif dikarenakan nanopartikel akan segera diopsonisasi dan difagositosis. Untuk menghindari opsonisasi dan fagositosis dari nanopartikel PLGA, maka pada permukaan nanopartikel PLGA dapat dimodifikasi dengan molekul polimer hidrofilik, seperti poloxamer. Dalam pembentukan nanopartikel PLGA, poloxamer (diatas KMK) akan membentuk sistem misel yang dapat menyelimuti permukaan PLGA dimana gugus hidrofil PEO akan terorientasi pada lingkungan luar sedangkan gugus hidrofob PPO akan berinteraksi dengan molekul PLGA. Dengan adanya poloxamer diharapkan nanopartikel PLGA akan terdistribusi lama di dalam darah [3]. Distribusi nanopartikel dalam tubuh dapat dipelajari dengan menggunakan teknik penandaan radionuklida dimana nanopartikel ditandai dengan
40 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
senyawa radioaktif. Untuk tujuan studi biodistribusi dan farmakokinetik nanopartikel yang diharapkan terdistribusi lama di darah, radionuklida seperti 99mTc tidaklah cocok digunakan, hal ini dikarenakan kelemahan dari radionuklida 99mTc tersebut, yakni waktu paruhnya yang hanya ± 6 jam dan terjadinya pembentukan kompleks dengan senyawa yang ditandai. Salah satu contoh radionuklida lainnya adalah 131I (pemancar β (± 600 keV) dan γ (± 364 keV)) dimana radionuklida ini cocok digunakan untuk studi biodistribusi dan farmakokinetik dari nanopartikel yang diharapkan terdistribusi lama di dalam tubuh. Hal ini dikarenakan waktu paruh dari 131I yang relatif lebih lama dibandingkan 99mTc, yakni 8 hari [4]. Penelitian ini difokuskan untuk menguji biodistribusi dan farmakokinetik nanokarier PLGA-poloxamer. Uji biodistribusi dilakukan untuk melihat distribusi nanokarier tersebut di dalam organ tubuh dalam periode tertentu sedangkan uji farmakokinetik digunakan untuk melihat profil keberadaan nanokarier dalam darah pada periode tertentu. Sebelum dilakukan uji biodistribusi dan farmakokinetik nanopartikel PLGA-poloxamer, dilakukan.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan meliputi aktivasi polimer poloxamer, kemudian dilanjutkan dengan penandaan poloxamer yang telah diaktivasi dengan Na131I. Tahap selanjutnya adalah pembuatan sediaan nanopartikel PLGApoloxamer dengan metode emulsifikasi-difusi dan nanopartikel tersebut dikarakterisasi secara fisik. Pada tahap akhir dilakukan uji biodistribusi dan farmakokinetik terhadap nanopartikel yang telah dibuat dan memenuhi syarat kemurnian radiokimia. Pada tahap awal, dilakukan aktivasi polimer poloxamer dengan menggunakan reagen 4-NPC (4-Nitrophenyl Chloroformate) dan dilanjutkan dengan reagen hidrazin hidrat 80%. Polimer poloxamer yang teraktivasi kemudian ditandai oleh Na131I dengan menggunakan metode kloramin T di dalam fase kloroform. Efisiensi penandaan diukur dengan membandingkan aktivitas radioaktif dalam fase kloroform terhadap fase total (air+kloroform). Kemurnian radiokimia ditentukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (silika gel). Poloxamer bertanda yang telah dibuat dan memenuhi syarat kemurnian radiokimia kemudian digunakan dalam pembuatan nanopartikel PLGApoloxamer dengan menggunakan metode emulsifikasi-difusi. Karakterisasi fisik nanopartikel yang meliputi pengukuran ukuran partikel dan indeks polidispersitas dilakukan dengan menggunakan nanopartikel PLGA dengan poloxamer yang ditandai oleh 127I (iodium stabil). Karakter fisik nanopartikel ditentukan dengan menggunakan Photon Correlation
41 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
Spectroscopy (ukuran partikel dan indeks Electrophoretic Light Scattering (potensial zeta).
polidispersitas)
dan
Pada tahap akhir, dilakukan studi biodistribusi dan farmakokinetik terhadap nanopartikel PLGA-poloxamer selama rentang waktu 48 jam. Studi biodistribusi dilakukan dengan menginjeksikan sediaan nanopartikel bertanda ke dalam tubuh hewan mencit. Distribusi nanopartikel di dalam tubuh mencit (organ otot, tulang, lambung, hati, limpa, ginjal, jantung, paruparu, tiroid, otak, dan kandung kemih) kemudian diamati selama 48 jam. Persen penimbunan nanopartikel setiap organ ditentukan untuk melihat biodistribusi nanopartikel. Kemudian untuk studi farmakokinetik nanopartikel, dilakukan dengan mengambil sampel darah dari mencit yang sebelumnya telah diinjeksikan sediaan nanopartikel dari waktu ke waktu hingga 48 jam. Kinetika nanopartikel di dalam darah ditentukan dengan mengukur aktivitas radioaktif di dalam darah mencit secara langsung. Dalam studi bioditribusi dan farmakokinetik, aktivitas radioaktif pada berbagai organ dan sampel darah ditentukan dengan menggunakan alat pengukur cacahan radioaktif SCA (Single Channel Analyzer).
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penandaan poloxamer dilakukan melalui 2 tahap reaksi sebelum pada akhirnya dapat ditandai dengan 131I [5]. Pada tahap pertama dilakukan penggantian gugus hidroksil (-OH) pada ujung rantai blok PEO dengan menggunakan reagen 4-NPC. Dari reaksi ini didapat rendemen hasil reaksi sebesar 84,54 ± 2,58% (n=3). Kemudian tahap reaksi dilanjutkan dengan mengganti gugus nitrofenil dengan gugus hidrazin pada rantai blok PEO dengan menggunakan reagen hidrazin hidrat 80%. Rendemen hasil reaksi yang didapat sebesar 36,6 ± 2,6% (n=3). Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap penandaan produk reaksi tahap 2 dengan Na131I. Penandaan dilakukan dengan menggunakan metode kloramin T. Nilai persen penandaan dan kemurnian radiokimia dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai persen penandaan dan kemurnian radiokimia Karakteristik 131INilai POLOX Persen Penandaan 48,75 ± 8,24% Kemurnian Radiokimia 92,34 ± 1,53% *Nilai = rata-rata ± SD; n=9 Poloxamer yang telah ditandai dengan 131I selanjutnya digunakan untuk membuat nanopartikel PLGA-poloxamer. Dalam membuat nanopartikel,
42 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
digunakan teknik emulsifikasi-difusi yang telah diorientasi pada penelitian sebelumnya [4]. Karakter fisik dari nanopartikel PLGA-poloxamer dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Karakter fisik nanopartikel PLGA Ukuran Indeks Partikel (nm) Polidispersitas 128,98 ± 0,35 ± 0,02** 14,77** 213,27 ± 0,33 ± 0,02*** 30,53*** *Nilai = rata-rata ± SD, n=6 ** Karakteristik NP 2% *** Karakteristik NP 3%
Potensial Zeta (mV) -24,64 ± 9,67** -27,68 ± 2,56***
Dalam studi farmakokinetik, terdapat beberapa perbedaan parameter farmakokinetik diantara nanopartikel dengan polimer poloxamer 0,5%. Nilai parameter AUC dari NP 2% dan NP 3% berbeda signifikan dengan polimer poloxamer (p<0,05). Kemudian untuk parameter klirens (Cl) dan volume distribusi saat eliminasi (Vd(β)) terdapat perbedaan diantara kedua nanopartikel dan juga dengan polimer poloxamer (p<0,05). Nanopartikel memiliki waktu paruh eliminasi (t½(β)) lebih panjang dibandingkan dengan polimer poloxamer dan nanopartikel memiliki volume distribusi (Vp) yang lebih kecil dibandingkan dengan polimer poloxamer walaupun perbedaannya tidak signifikan (p>0,05). Data perbandingan parameter farmakokinetik diantara nanopartikel dan polimer poloxamer tersaji pada tabel 3. Dalam studi biodistribusi, ingin dilihat penyebaran nanopartikel PLGA-131IPOLOX di dalam organ tubuh dari waktu ke waktu selama 48 jam. Dalam studi ini dilakukan metode perfusi jantung, dimana organ jantung sesaat mencit dikorbankan, diperfusi dengan cairan NaCl fisiologis. Hal ini ditujukan untuk meminimalisasi kontaminan darah yang masih terkandung pada pembuluh darah perifer yang berada pada setiap organ. Darah sebagai cairan tubuh pembawa berbagai materi untuk disebarkan ke organ tubuh melalui pembuluh perifer, memungkinkan masih mengandung nanopartikel sehingga pada saat pencacahan aktivitas organ, tidak dibersihkannya organ dari sisa darah yang berada dalam pembuluh perifer akan membuat hasil cacahan menjadi tidak presisi.
43 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
Tabel 3. Perbandingan parameter farmakokinetik nanopartikel dengan polimer poloxamer dalam mencit. Parameter Farmakokinetik* β(t1/2) (jam) α(t1/2) (jam) k (/jam) k12 (/jam) k21 (/jam) AUC (%.jam/mL)** Vd(β) (mL/kg)*** Vp (mL/kg) Cl (mL/jam/kg)***
Polimer Poloxamer 12,66 ± 2,60 1.09 ± 0,37 0,29 ± 0,14 0,44 ± 0,16 0,17 ± 0,01 63,64 ± 4,91 943,00 ± 109,36 206,14 ± 82,97 52,38 ± 5,60
NP 2%
NP 3%
19,70 ± 2,04 0,92 ± 0,71 0,14 ± 0,05 0,78 ± 0,69 0,27 ± 0,14 133,04 ± 5,04 698,01 ± 68,77 186,33 ± 63,56 24,56 ± 0,20
22,66 ± 6,37 1,99 ± 0,82 0,07 ± 0,03 0,18 ± 0,11 0,17 ± 0,02 181,91 ± 56,76 451,79 ± 126,67 197,05 ± 6,10 14,62 ± 6,39
*) Nilai = rata-rata ± SD, n=3 **) Nilai berbeda signifikan (p<0,05) antara NP 2 & 3% dengan polimer poloxamer ***) Nilai berbeda signifikan (p<0,05) diantara NP 2 & 3% dan dengan polimer poloxamer.
25 Radioaktifitas (% ID/bobot organ)
20 15 10 5 0
Organ tubuh
44 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
20 15 10
Otak
Tiroid
Paru-paru
Jantung
Ginjal
Limpa
Hati
Tulang
Lambung
0
Kandung…
5 Otot
Radioaktifitas (% ID/bobot organ)
25
25 20 15 10 5 0
Otot Tulang Lambung Hati Limpa Ginjal Jantung Paru-paru Tiroid Otak Kandung…
Radioaktifitas (% ID/bobot organ)
Organ tubuh
Organ tubuh
Gambar 1. Profil biodistribusi polimer poloxamer (A), NP 2% (B), dan NP 3% (C) dalam mencit. Biodistribusi 5 menit ( ), 30 menit ( ), 1 jam ( ), 3 jam ( ), 24 jam ( ), 48 jam ( ). Secara umum, NP 2%, NP 3%, dan polimer poloxamer memiliki profil biodistribusi yang mirip, dimana nanopartikel ikel dan polimer poloxamer terdistribusi pada organ otot, tulang, lambung, ginjal, dan hati dibandingkan pada organ limpa, jantung, paru-paru, paru, otak, dan kandung kemih (gambar 1). Pengamatan biodistribusi nanopartikel di dalam hati dan limpa digunakan untuk melihat efektifitas sistem nanopartikel dalam mengelabuhi organ retikuloendotelial tersebut. Secara umum, baik NP 2% dan 3% terdistribusi rendah di dalam hati (<5% ID) dan limpa (<1% ID) (gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya polimer hidrofil poloxamer yang
45 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
Radioaktivitas otot (% ID/bobot organ)
teradsorpsi pada permukaan nanopartikel PLGA membuat nanopartikel PLGA relatif tidak terakumulasi banyak di dalam organ retikuloendotelial di dalam tubuh. Secara keseluruhan, profil distribusi NP 2% dan 3% di dalam hati dan limpa tidak berbeda secara signifikan (p>0,05). 25 20 15 10 5 0 0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Waktu (jam)
Gambar 2. Profil biodistribusi polimer poloxamer ( NP 3% ( ) dalam jaringan otot skelet pada mencit.
), NP 2% (
),
Kemudian pada gambar 2, terlihat bahwa akumulasi polimer poloxamer berlangsung cepat pada jam-jam awal, berbeda halnya dengan nanopartikel baik NP 2% maupun NP 3% yang terakumulasi secara lambat pada jaringan otot skelet. Terbukti bahwa akumulasi nanopartikel (NP 2% dan 3%) relatif lebih banyak pada jam ke-24 dan jam ke-48, khususnya untuk NP 3% yang akumulasinya relatif lebih besar dibandingkan dengan NP 2% dan polimer poloxamer. Mekanisme pasti dari uptake oleh jaringan otot skelet masih belum diketahui dengan benar. Pendekatan yang dapat dijelaskan adalah ketika nanopartikel yang meninggalkan peredaran darah telah berada di dalam organ limpa dan hati, nanopartikel yang masih berada di dalam darah kemudian dapat masuk ke dalam rongga ekstravaskular dari otot melalui celah sel-sel endoteliumnya [6].
46 | CAS – Center for Advanced Sciences
Chandra et al., RDNI, Vol. 1, No.2, 2014, pp. 39-47
KESIMPULAN Dalam studi farmakokinetik, NP 2% dan 3% tidak menunjukkan profil long circulating. NP 3% memiliki nilai AUC lebih besar dibandingkan NP 2% (p>0,05) dan polimer poloxamer (p<0,05). NP 3% memiliki nilai klirens lebih kecil dibandingkan dengan NP 2% dan polimer poloxamer (p<0,05). Dalam studi biodistribusi, polimer poloxamer, NP 2%, dan NP 3% memiliki profil biodistribusi yang mirip, dimana nanopartikel dan polimer poloxamer terdistribusi pada organ otot, tulang, lambung, ginjal, dan hati dibandingkan dalam organ limpa, jantung, paru-paru, otak, dan kandung kemih. Secara umum, baik untuk NP 2% dan 3% terdistribusi rendah di dalam hati (<5% ID) dan limpa (<1% ID) relatif dibandingkan dengan polimer poloxamer (p<0,05). Akumulasi nanopartikel PLGA di dalam organ otot skelet dalam waktu hingga 48 jam, berpotensi sebagai kandidat nanokarier dalam terapi bertarget otot skelet (targeted drug delivery in skeletal muscle).
DAFTAR PUSTAKA [1] Langer, R., Drug Delivery and Targeting, Nature, 1998; 392(6679): 5–10. [2] Lammers, T., Subr, V., Ulbrich, K., Hennink, W. E., Storm, G., Kiessling, F., Polymeric Nanomedicines for Image-guided Drug Delivery and Tumor Targeted Combination Therapy, Nano Today, 2010; 5:197–212. [3] Owens, D.E., Peppas, N.A., Opsonization, Biodistribution, and Pharmacokinetics of Polymeric Nanoparticles, Intenational Journal of Pharmaceutics, 2006; 307: 93-102. [3] Saha, G.B., Fundamentals of Nuclear Pharmacy, 5th Edition, SpringerVerlag, New York, Inc., 2004: 92-96. [4] Chandra, E., Formulasi dan Karakterisasi Sediaan Nanokarier Artemisinin Menggunakan Kombinasi Polimer PLGA dan Poloxamer, Skripsi Program Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 2012: 27-31. [5] Li, J.T., Carlsson, J., Lin, J.N., dan Caldwell, K.D., Chemical Modification of Surface Active Poly(ethylene oxide)-Poly(propylene oxide) Triblock Copolymer. Bioconjugate Chem., 1996; 7: 592-599. [6] Park, Y.J., Nah, S.H., Lee, J.Y., Jeong, J.M., Chung, J.K., Lee, M.C., Yang, V.C., dan Lee, S.J., Surface-modified Poly(lactide-co-glycolide) Nanospheres for Targeted Bone Imaging with Enhanced Labeling and Delivery of Radioisotope, J. Biomed Mater Res., 2003; 67A: 751-760
47 | CAS – Center for Advanced Sciences