STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI KABUPATEN BANGGAI
FIRDAYENI FIRDAUS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
Firdayeni Firdaus NRP. F252060015
ABSTRACT
FIRDAYENI FIRDAUS. Dietary Intake Study of Micro and Pesticide Exposure from Vegetable Consumption at Banggai District. Supervised by Nuri Andarwulan and Lilis Nuraida. Vegetables are the source of vitamins, minerals and natural fiber. Consuming vegetable without the assurance of food security can lead to dangerous risk such as the possibility of pesticide toxic accumulation in human body in a long term. This study objective was to evaluate the adequacy of nutrition intake (vitamin and mineral) from vegetable consumption and the exposure of pestiside from vegetable consumption at Banggai District. The initial step of this research was conducting survey on vegetable consumption on household level at Luwuk, Toili, Pagimana and Batui Sub-districts. The nutrition intake ( vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron) of vegetable consumption, reckoned from vitamin and mineral rate at each kind of vegetable based on vitamin and mineral secondary data from Food Ingredient Composition List, released by Director of Nutrition, Indonesian Health Department (1981). The next phase was identifying the types of pesticide used in the practices of plant agitator organism (OPT: in bahasa) management on vegetable at Banggai District. Based the first two steps, the selected pestiside residue in selected vegetables was analysed. The survey data were used to calculate the nutrition intake (vitamin and mineral). The exposure of pesticide was calculated based on consumption level of vegetable and pesticide content in respective vegetables. Continued with the inspection of pesticide residue on dominat vegetable which consumed by respondents and using pesticide in cultivation. Then calculating the pestiside exposure and nutrition intake (vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor and Iron). The result showed that the average value of vegetable consumption by all respondent is 226 g/person/day (recommendation by FDA 225 - 375 g/person/day). The results of the vitamins intake are 43% RDI of vitamin A, 11.91% RDI of vitamin B1 and 66.69% RDI of vitamin C. While the minerals intake are Calcium 23.98% RDI, Phosphor 30.43% RDI, and Iron 28.39% RDI. The level of intake from vitamin A, vitamin B1, vitamin C, Calcium, Phosphor, and iron are below Recommended Dietary Intake (RDI). According to the estimation of pesticide exposure value per respondent body mass, the result of estimation is below Acceptable Daily Intake (ADI). The exposure of methidathion from string bean consumption is 0.011 µg/kg BW (1.078% ADI), chlorpyrifos exposure of tomato consumption is 0.02 µg/kg BW (0.170% ADI), cyhalotrin exposure of chickpea consumption is 0.003 µg/kg BW (0.139% ADI), profenofos exposure of cabbage consumption is 0.02 µg/kg BW (0.243% ADI), chlorpyrifos exposure of celery consumption is 0.00004 µg/kg BW (0.0004% ADI), and cypermethrin exposure of consumption green mustard 0.069 µg/kg BW (0.138% ADI).
RINGKASAN FIRDAYENI FIRDAUS. Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai. Dibimbing oleh Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan bisa menjadi sumber bahaya seperti kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tingkat asupan zat gizi mikro dan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, pada Agustus sampai dengan September 2007. Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan estimasi paparan pestisida dengan metode mengingatingat konsumsi pangan (Dietary recall method). Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan. Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida akan digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai. Profil kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan didominasi oleh tingkat SLTA 35%, SD 29%, SLTP 26%, S1 5%, Diploma 4% dan sisanya 1% tidak tamat SD. Berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden, persentase terbesar adalah wiraswata 33%, petani 28%, pegawai swasta 22%, pegawai negeri 15% dan pensiunan 2%. Profil anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur, dari 736 anggota keluarga responden diketahui 68% berusia > 19 tahun yakni mereka yang masuk dalam kelompok dewasa. Sedangkan sebesar 19% masuk dalam kelompok anak-anak (5 - 12 tahun) dan sisanya adalah kelompok remaja (13-18 tahun) sebesar 13%. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin, didominasi oleh jenis kelamin perempuan 53% sedangkan laki-laki 47%. Rata-rata berat badan anggota keluarga responden pada kelompok usia 13-18 tahun adalah 43,09 kg, yang berarti masih berada dibawah standar berat badan remaja di Indonesia yang menurut AKG 2004 seharusnya berada pada rentang 48-55 kg. Sedangkan rata-rata berat badan kelompok anak-anak dan dewasa secara berurut adalah 22,20 kg dan 57,27 kg, yang sudah masuk dalam rentang berat badan standar AKG 2004 pada masing-masing kelompoknya.
Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui ada 47 jenis sayuran yang dikonsumsi rumah tangga responden. Dari jumlah tersebut, ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dan anggota keluarga, dari 47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12%, kangkung 11,20%, terong 10,55%, kacang panjang 10,50%, bayam 6,61%, daun singkong 4,59%, waluh 4,23%, kelor 4,11%, pepaya muda 3,47%, dan urutan ke10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58%. Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden dan anggota keluarga setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada seluruh responden dan anggota keluarga menunjukkan nilai persentil ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Anjuran untuk konsumsi sayuran yaitu 225 375 g per orang per hari (US-FDA dalam Astawan dan Andreas 2008). Hasil yang ditunjukkan Tabel 1, tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 responden dan anggota keluarga masih jauh di bawah AKG yaitu baru memenuhi 43% AKG dan 11,91% AKG. Sedangkan asupan vitamin C sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi responden dan anggota keluarga dengan rata-rata berat badan mayoritas anggota keluarga responden 57,27 kg masih jauh dari angka kecukupan mineral yang dianjurkan per hari. Hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT, hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih mengandung residu pestisida dengan nilai di bawah BMR. Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg sayuran maka hasil deteksi tersebut masih di bawah BMR. Demikian pula dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg maka residu lamda sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg pada buncis masih di bawah BMR. Hasil ini menunjukkan bahwa petani sayuran pemasok sayuran di Kabupaten Banggai sudah menerapkan tata kerja yang baik dan benar dalam memproduksi sayuran dengan mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh. Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan responden yang ditunjukkan Tabel 5, residu pestisida pada sayuran yang dikonsumsi responden, semuanya memberi nilai paparan pestisida per kg berat badan responden tidak melebihi ADI baik per individu maupun per pengkonsumsi
saja. Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden, dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat, untuk memenuhi ADI, responden dapat mengkonsumsi maksimum tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100% ADI sihalotrin jika responden mengkonsumsi buncis sebanyak 2,29 kg per hari. Residu profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100% ADI profenofos jika responden mengkonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu klorpirifos sebesar 0.009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100% ADI klorpirifos jika responden mengkonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari. Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan 100% ADI sipermetrin jika responden mengkonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18 kg per hari. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa knsumsi sayuran responden dan anggota keluarga sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari, utuk dapat memenuhi angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan tidak bisa didapat dari konsumsi sayuran saja, mrk pestisida yang digunakan pada usahatani sayuran di Kabupaten Banggai adalah merk yang sudah terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian dan sesuai dengan peruntukan jenis tanaman, hsil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran yang menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT hanya tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol yang masih menyimpan residu pestisida dan residu masih di bawah BMR, hsil perhitungan paparan pestisida dengan bahan aktif klorpirifos, sihalotrin, metidation, profenofos, sipermetrin menunjukkan sayuran yang beredar di Kabupaten Banggai aman dikonsumsi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STUDI ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN PAPARAN PESTISIDA DARI KONSUMSI SAYURAN DI KABUPATEN BANGGAI
FIRDAYENI FIRDAUS
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi
Judul Tugas Akhir Nama NRP Program Studi
: Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai : Firdayeni Firdaus : F252060015 : Teknologi Pangan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
(Ketua)
(Anggota)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal ujian: 14 Mei 2008
Tanggal lulus:
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Yang Maha Kuasa, Pengasih lagi Maha Penyayang.
Atas rahmat dan
hidayahNyalah karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Agustus 2007 ini adalah Studi Asupan Zat Gizi Mikro dan Paparan Pestisida dari Konsumsi Sayuran di Kabupaten Banggai. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah banyak berperan dalam membantu penulisan tesis ini. Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Ibu Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku pembimbing yang telah sabar dan banyak meluangkan waktu, mengarahkan,
dan
membimbing
penulis
dari
awal
penulisan
sampai
terselesaikannya tesis ini. Terima kasih yang mendalam juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi selaku penguji yang telah banyak memberikan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bupati Banggai, Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banggai dan Kepala Bagian Ketahanan Pangan Sekda Kabupaten Banggai serta rekan-rekan di Bagian Ketahanan Pangan Sekda Kabupaten Banggai yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana.
Terima kasih juga
kepada ibu-ibu PKK Kecamatan Luwuk, Batui, Toili dan Pagimana atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengambilan data survei. Akhirnya ungkapan terima kasih tak terhingga untuk keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta dorongan semangat untuk menyelesaikan studi. Semoga segala bantuan, dukungan semangat, perhatian dan doa yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis akan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amiin. Akhir kata penulis sampaikan dengan rasa syukur,
semoga
tesis
ini
dapat
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
memerlukannya. Bogor, Juli 2008 Firdayeni Firdaus
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 14 Juni 1970 sebagai anak sulung dari Bapak Hi. Buyung Firdaus dan Ibu Hj. Djasni. Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tanjung Karang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Lampung pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian dan lulus pada Desember 1994. Penulis bekerja di PT. Banggai Sentral Shrimp, Batui Sulawesi Tengah sebagai Quality Control Head pada Processing Departement sejak Mei 1996 sampai September 2000. Selanjutnya sejak Desember 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pada Bagian Ketahanan Pangan Sekretariat Daerah Kabupaten Banggai.
Untuk mendalami ilmu dan teknologi pangan, penulis
melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Teknologi Pangan pada Desember 2006 melalui beasiswa yang diperoleh dari Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Banggai.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
xi xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR ISTILAH
xv
DAFTAR SINGKATAN
xvii
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Tujuan
3
Kegunaan
4
Ruang Lingkup
4
TINJAUAN PUSTAKA Sayuran
5
Asupan Vitamin dan Mineral
6
Kajian Paparan
13
Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia
18
Survei Konsumsi Pangan untuk Kajian Paparan Bahan Kimia
22
Pestisida
24
Gambaran Umum Kabupaten Banggai
31
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
37
Metode Penelitian
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden
52
Pola Konsumsi Sayuran
55
Asupan Vitamin dan Mineral melalui Konsumsi Sayuran
62
Tingkat Paparan Pestisida
71
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
79
Saran
81
DAFTAR PUSTAKA
82
LAMPIRAN
86
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Angka Kecukupan Vitamin A untuk dibandingkansumber lain (µg RE/hari)
Orang
Indonesia
9
2.
Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
10
3.
Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
11
4.
Angka kecukupan mineral: Kalsium, Fosfor, dan Besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari)
12
5.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu
23
6.
Deteksi level maksimum residu pestisida pada beberapa sayuran di Indonesia, 1986-1993
26
7.
Residu pestisida pada tomat dan kubis setelah dicuci; dikuliti; direbus
31
8.
Jumlah dan kepadatan penduduk per desa, per km² dan RT menurut kecamatan di Kabupaten Banggai Tahun 2005
32
9.
Banyaknya pasar menurut kecamatan di Kabupaten Banggai
35 36
10. Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai dalam
45
12. Ukuran contoh tanaman/bagian tanaman untuk analisis residu pestisida
45
13. Batas waktu penyimpanan (termasuk lama pengiriman) beberapa bahan dan tipe analisis residu pestisida
48
14. Berat badan anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
54
15. Konsumsi sayuran per individu per hari hasil konversi dari ukuran rumah tangga (URT) ke g
56
11. Jumlah minimum bentuk curah
contoh
tanaman/bagian
tanaman
16. Persentase bagian sayuran yang dapat dimakan
58
17. Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari
59
18. Konsumsi sayuran (bdd) responden pengonsumsi saja per individu per hari
61
19. Konsumsi sayuran bagian dapat dimakan (bdd) per kg BB per hari
64
20. Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per kg BB per hari
65
21. Komposisi vitamin dan mineral sayuran per 100 g
66
22. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran segar
68
23. Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang dimasak
69
24. Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai
73
25. Bahan aktif dalam pestisida
77
26. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran
78
27. Nilai paparan pestisida dari konsumsi sayuran (mentah)
76
28. Konsumsi maksimum sayuran per orang dengan berat badan 57.27 kg untuk mencapai paparan pestisida setara nilai ADI
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Kerangka analisis risiko
14
2.
Kerangka kerja kajian risiko
15
3.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan
19
4.
Peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai 2005
33
5.
Tahapan utama penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
38
6.
Lokasi penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
39
7.
Cara pengambilan contoh laboratorium
46
8.
Proses pengambilan contoh
47
9.
Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan
52
10. Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan jenis pekerjaan
53
11. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
53
12. Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin
54
13. Jumlah konsumsi sayuran (bdd) per orang per hari
60
14. Persentase konsumsi berbagai jenis sayuran per orang per hari y 62 dikonsumsi responden pengonsumsi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Daftar isian pemantauan konsumsi sayuran
86
2.
Konversi ukuran rumah tangga
89
3.
Daftar isian penggunaan pestisida
91
4.
Contoh komposisi makanan untuk memenuhi angka kecukupan gizi per hari berdasarkan kelompok umur
92
5.
Rata-rata berat badan (kg) di Indonesia dibandingkan dengan Baku WHO-NCHS (1983)
93
6.
Batas maksimum residu pestisida hasil pertanian
94
7.
Acceptable Daily Intake (ADI) dan toksisitas akut untuk pestisida
100
DAFTAR ISTILAH
Acceptable Daily Intake adalah merupakan jumlah suatu bahan yang dinyatakan dalam mg bahan per kg bobot badan, yang meskipun dicerna/dimakan setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko. Angka Kecukupan Gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisik yang terdapat dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan. Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida adalah konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan atau bahan pakan ternak.
Konsentrasi tersebut dinyatakan
dalam mg residu pestisida per kg hasil pertanian. Deviasi standar adalah seberapa jauh nilai pengamatan tersebar di sekitar nilai rata-rata. Kajian paparan adalah pengujian terhadap asupan bahan-bahan berbahaya baik melalui makanan, minuman atau sumber lain, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (recall method) adalah metode survei konsumsi pangan dengan mencatat jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang tidak acak dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan penelitian, memilih sub-grup dari populasi sedemikian rupa sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat sesuai dengan sifat populasi. Nilai maksimum adalah nilai yang paling besar atau nilai terakhir dari segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar.
Nilai minimum adalah nilai yang paling kecil atau nilai pertama dari segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar. Nilai persentil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 100 bagian yang sama. Nilai tersebut dilambangkan dengan P1, P2, …, P99, bersifat bahwa dari 1% dari seluruh data terletak di bawah P1, 2% dari seluruh data terletak di bawah P2, …, 99% dari seluruh data terletak di bawah P99. Nilai rata-rata (avg) adalah nilai rata-rata hitung. No-Observed-Adverse-Effect Level adalah konsentrasi atau jumlah tertinggi suatu bahan, yang ditemukan melalui studi atau observasi, tidak menyebabkan perubahan buruk yang terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional, pertumbuhan, perkembangan atau umur hidup target. Prima I adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik serta cara produksinya ramah terhadap lingkangan. Prima II adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik. Prima III adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota rumah tangga lainnya yang dianggap paling mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi makan keluarga Responden untuk hasil perhitungan konsumsi sayuran, asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida adalah responden ditambah dengan anggota keluarga responden . Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia melalui analisis kontaminan, bahan berbahaya dan atau zat gizi dalam sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada suatu populasi. Tolerable Upper Intake Level (UL) adalah suatu angka paling tinggi dari suatu anjuran kecukupan gizi yang bila dikonsumsi dalam jumlah tersebut setiap hari tidak menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
DAFTAR SINGKATAN
ADI
Acceptale Daily Intake
AKG
Angka Kecukupan Gizi
BB
Berat Badan
bdd
bagian dapat dimakan
BMR
Batas Maksimum Residu
BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan
CAC
Codex Alimentarius Commission
CCFAC
Codex Committee on Food Additive and Contaminants
FAO
Food and Agriculture Organization of United Nations
FDA
Food and Drug Administration
GAP
Good Agriculture Practices
HACCP
Hazard Analysis Critical Control Points
JECFA
Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives
KLB
Kejadian Luar Biasa
NOAEL
No-Observed-Adverse-Effect Level
OPT
Organisme Pengganggu Tumbuhan
PANAP
Pesticide Action Network Asia and the Pacific
PHT
Pengendalian Hama Terpadu
PTDI
Provisional Tolerable Daily Intake
PTWI
Provisional Tolerable Weekly Intake
RDI
Recommended Dietary Intake
SiSakti
Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia
SNI
Standar Nasional Indonesia
SPS
Sanitary Phyto Sanitary
TDS
Total Diet Study
UL
Tolerable Upper Intake Level
UNEP
United Nations Environment Programme
URT
Ukuran Rumah Tangga
WCED
World Commission on Environment and Development
WHO
World Health Organization
WNPG
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
WTO
World Trade Organization
PENDAHULUAN Latar Belakang Kepedulian dan kesadaran konsumen akan produk pertanian bermutu dan pangan yang aman dikonsumsi, khususnya produk sayur-sayuran semakin meningkat. Kesadaran dan keinginan yang kuat untuk menjaga kesehatan diri pada sebagian masyarakat Kabupaten Banggai akan pentingnya mengonsumsi sayuran, dilatarbelakangi adanya bukti-bukti ilmiah manfaat sayuran dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif karena sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat alami. Selama dua dekade yang lalu, Dr. Denis Burkitt, seorang ahli bedah Inggris, menegaskan bahwa orang dengan diet tinggi serat hampir tidak pernah menderita kanker usus besar, divertikulosis, diabetes, penyakit jantung koroner, atau radang usus buntu (Jensen 2000). Serat (baik yang larut maupun yang tidak) dari buah, sayuran, gandum, kacang, dan biji diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi tubuh terhadap mal fungsi, terutama ketika buang air besar karena berfungsi normalnya tubuh kita dilihat pada proses buang air besar. Disamping itu serat pangan yang tidak larut seperti selulosa juga bersifat mengikat terhadap logam berat dan lemak, serta membuangnya melalui feses.
Hal ini membantu mengurangi jumlah
trigliserida darah dan kolesterol serta melindungi terhadap logam beracun seperti timah hitam dan kadmium. Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk serat pangan bagi orang dewasa 25 gram per hari (Jensen 2000).
Selain serat, konsumsi
sayuran juga bertujuan untuk mendapatkan asupan zat gizi yang penting bagi tubuh. Beberapa zat gizi penting yang dapat diperoleh dari konsumsi sayuran antara lain kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Studi asupan zat gizi diperlukan untuk mengetahui kebutuhan gizi dan kecukupan gizi suatu populasi.
Hasil studi asupan gizi suatu populasi
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi yang direkomendasikan sebagai nilai rujukan yang berguna untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun kelebihan asupan zat gizi (WNPG 2004).
2
Buah segar dan sayuran mentah dianjurkan untuk dikonsumsi karena lebih efektif untuk mendapatkan vitamin dan mineral serta serat pangan yang dibutuhkan tubuh.
Mengonsumsi sayuran tanpa jaminan keamanan pangan
sebaliknya bisa menjadi sumber bahaya.
Berbagai penyakit salmonellosis,
demam tifus, diare, dan kemungkinan keracunan pestisida dalam jangka panjang menjadi isu keamanan produk segar. Isu keamanan produk segar perlu menjadi perhatian serius oleh produsen sayuran. GAP (Good Agriculture Practices) yang relevan dengan kondisi Indonesia sudah saatnya menjadi acuan bagi para produsen agar menghasilkan produk pertanian yang aman dan sehat. GAP (Good Agriculture Practices) mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan OPT, dan prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asalusulnya, dari pasar sampai kebun) sehingga sayur yang diproduksi memiliki mutu yang baik dan aman dikonsumsi (Dirjen Hortikultura 2006a) Sistem pengawasan dalam penggunaan pestisida
oleh petani dan
pentingnya kewaspadaan dalam menangani keamanan produk sayuran sangat diperlukan. Penggunaan pestisida yang salah atau pengelolaannya yang tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan BangsaBangsa (UNEP), 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Tidak dipungkiri bahwa pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern dan mempunyai peranan penting dalam peningkatan hasil pertanian. Oleh karena itu penggunaannya dengan cara yang tepat dan aman adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat pestisida adalah bahan yang beracun. Potensi keracunan pestisida bisa terjadi dalam beberapa kasus berikut : (1) meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak; (2) ketika seseorang makan atau minum air yang telah tercemar; atau (3) ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida. Dalam kasus seperti itu, gejala yang timbul akibat keracunan bisa langsung terlihat. Sementara risiko pestisida bagi kesehatan karena konsumsi sayuran yang mengandung residu
3
pestisida, gejala-gejalanya tidak langsung terlihat karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, sehingga orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka mungkin disebabkan oleh residu pestisida pada makanan (PANAP 1999). Bahaya potensial tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk muncul, karena pada dasarnya walaupun pestisida berpotensi meracuni tetapi tubuh kita bereaksi berbeda-beda terhadap bahan kimia. Ada orang yang mungkin lebih peka dibanding orang lain (PANAP 1999). Oleh karena itu perlu dilakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran sebagai dasar pengawasan dan pencegahan dini terhadap sayuran yang berpotensi menyimpan residu pestisida. Kajian paparan adalah bagian kajian risiko yang merupakan bagian dari kerangka analisis risiko. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu (1) manajemen risiko, (2) kajian risiko dan (3) komunikasi risiko. Kajian risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang terjadi untuk dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah penentuan kebijakankebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan.
Komunikasi risiko adalah komunikasi
instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkah-langkah analisis risiko (BPOM 2001a). Untuk melakukan kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran, diperlukan data yang relevan tentang spesifikasi, toksikologi, jumlah dalam pangan dan perkiraan asupannya. Kajian paparan bahan kimia dari konsumsi pangan biasanya merupakan hasil pilihan manajemen risiko untuk menjamin bahwa asupan bahan kimia dari semua sumber tidak akan melebihi ADI (Acceptable Daily Intake).
Tujuan Tujuan umum penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah mengevaluasi kecukupan asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran dan mengevaluasi keamanan kimiawi sayuran.
4
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Mendapatkan pola konsumsi sayuran masyarakat Kabupaten Banggai. 2. Menghitung asupan zat gizi vitamin dan mineral masyarakat di Kabupaten Banggai dari pola konsumsi sayuran. 3. Menentukan jenis pestisida yang biasa digunakan dan menganalisa kadar residu pestisida pada sayuran yang biasa dikonsumsi di Kabupaten Banggai. 4. Menentukan tingkat paparan terhadap pestisida yang berasal dari sayuran yang dikonsumsi di Kabupaten Banggai.
Kegunaan Kegunaan penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah menyediakan data dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat pusat, propinsi
maupun
kabupaten untuk keperluan penyusunan perencanaan dan evaluasi pembangunan pangan daerah serta pembinaan dan pengawasan sistem keamanan pangan segar.
Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai adalah: 1. Survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui berupa pengisian kuesioner konsumsi sayuran. 2. Identifikasi jenis pestisida yang digunakan pada praktek pengendalian OPT sayuran di Kabupaten Banggai dengan menggunakan data primer yang didapat dari pelaksanakan survei kepada para petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk. 3. Uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida pada sayuran yang disampling. 4. Analisis data primer yang diperoleh dari survei konsumsi sayuran secara kuantitatif. Analisis kuntitatif disajikan dalam bentuk tabulasi yang bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca.
TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Sayur-sayuran didefinisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Tanaman sayuran adalah tanaman budidaya yang terdiri dari tanaman sayuran buah, tanaman sayuran daun dan tanaman sayuran umbi (Dirjen Hortikultura 2006b). Sayur-sayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi, bayam, selada air, dll), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol, dll), buah (terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat, dll), biji muda (kapri muda, jagung muda, kacang panjang, buncis, semi/baby corn, dll), batang muda (asparagus, rebung, jamur, dll), akar (bit, lobak, wortel, rhadis, dll), serta sayuran umbi (kentang, bawang bombay, bawang merah, dll). Berdasarkan warnanya, sayur-sayuran dapat dibedakan atas: hijau tua (bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun pepaya, dll), hijau muda (selada, seledri, lettuce, dll), dan yang hampir tidak berwarna (kol, sawi putih, dll).
Warna hijau tersebut disebabkan oleh pigmen hijau yang
disebut
klorofil. Klorofil, yang terdiri dari klorofil a dan klorofil b ini, tersimpan di dalam kloroplas. Sayur-sayuran daun yang berwarna hijau tua, lebih banyak mengandung klorofil a, sebaliknya yang berwarna hijau muda lebih banyak mengandung klorofil b. Di dalam kloroplas juga terdapat pigmen lain, yaitu karoten. Semakin hijau warna daun, maka kandungan karotennya akan semakin tinggi. Karoten dan vitamin C yang terdapat dalam sayur berperan penting sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang dapat menyebabkan terjadinya kanker. Sayur juga mengandung serat pangan yang tinggi untuk mencegah sembelit, diabetes mellitus, kanker kolon, tekanan darah tinggi, dan lain-lain (Astawan 2007). Sayuran mempunyai kadar air, vitamin, mineral dan serat yang tinggi, tetapi rendah dalam hal energi, lemak, dan karbohidrat. Komposisi gizi tersebut menyebabkan sayur sangat baik digunakan sebagai makanan penurun berat badan.
6
Komposisi sayuran •
Kadar air tinggi (70-90%), kontribusi terhadap energi rendah
•
Rendah lemak dan protein
•
Karbohidrat : utama selulosa, pati dan gula (penyedia dietary fiber)
•
Vitamin dan mineral
•
Pigmen
•
Komponen Lain Untuk mengetahui kadar zat gizi sayuran, lebih dahulu ditentukan
bagian yang dapat dimakan (bdd). Bagian yang dapat dimakan untuk sayuran adalah bagian sayuran setelah dibuang bagian-bagian yang lazim tidak dimakan seperti akar, tangkai, kulit atau biji. Rekomendasi FAO untuk konsumsi sayuran sebesar 65 kg per kapita per tahun atau sama dengan 178 g per kapita per hari (Dirjen Hortikultura 2006b) sedangkan anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari (US-FDA yang dikutip oleh Astawan dan Andreas 2008). . Asupan Vitamin dan Mineral Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reverence values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi, agar tercegah dari defisiensi (kekurangan) ataupun kelebihan asupan zat gizi. Kekurangan asupan suatu zat gizi akan menyebabkan terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan akan menyebabkan terjadinya efek samping (adverse effect). Pada keadaan ekstrim kekurangan atau kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian (IOM 2002). Kebutuhan vitamin dan mineral dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan menggunakan indikator adanya defisiensi maupun indikator terjadinya toksisitas. Yang paling ekstrim ialah indikator mencegah terjadinya kematian. Indikator biokimiawi, fisiologi dan patologi subklinis biasanya digunakan untuk
7
mengetahui adanya dampak negatif yang berupa kekurangan (defisiensi) ataupun ekses sampai terjadinya keracunan. Deplete-replete. Pada metode ini subyek diberi asupan zat gizi yang sangat rendah sehingga terjadi tanda-tanda defisiensi. Kemudian diberi asupan zat gizi sehingga tanda-tanda defisiensi hilang dan status zat gizi tersebut kembali normal (baik). Dose-response. Sejumlah subyek diberi dosis zat gizi yang berbedabeda kemudian diteliti statusnya dengan indikator biokimiawi ataupun subklinik, ataupun cara lain misalnya rangsangan terhadap imunitas. Asupan zat gizi dari makanan sehari-hari dibanding dengan status. Pengumpulan data asupan zat gizi dapat dikumpulkan di tingkat masyarakat. Asupan zat gizi akan bervariasi mulai yang rendah, sedang dan tinggi. Kemudian diteliti pula status zat gizi pada mereka yang sudah diketahui asupannya. Dengan membandingkan asupan serta status terhadap zat gizi tersebut dapat diketahui kebutuhan zat gizi tersebut. Indikator yang digunakan biasanya indikator biokimia. Faktorial. Metode ini mengukur kehilangan zat gizi yang dimaksud pada berbagai tingkat asupan zat gizi yang bersangkutan.
Dengan
memperhitungkan banyaknya zat gizi yang keluar dari tubuh (obligatory losses) dapat diketahui pada tingkat asupan berapa yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Faktor bioavaibilitas sangat mempengaruhi besar kecilnya zat gizi yang dianjurkan. Mineral biasanya bioavaibilitasnya dipengaruhi oleh adanya zat yang membentuk komplete misalnya asam fitat, oksalat dan tanin. Beberapa mineral lebih mudah diabsorpsi bila valensinya lebih rendah. Misalnya zat besi akan lebih mudah diserap
berupa fero (Fe2+) daripada berupa feri (Fe3+)
sehingga diperlukan pereduksi sewaktu masih dalam pencernaan. Karena itu vitamin C, sistein, dan lain-lain yang bersifat pereduksi akan membantu penyerapan zat besi (WNPG 2004).
Vitamin Vitamin diperlukan untuk reaksi yang berkenaan dengan metabolisme dasar di tubuh. Meskipun vitamin tidak menghasilkan energi seperti protein,
8
karbohidrat dan lemak, mereka penyokong utama banyak reaksi yang menghasilkan energi dalam tubuh untuk pemacu pertumbuhan, pengembangan dan peliharaan jaringan tubuh. Vitamin zat organik esensial diperlukan dalam jumlah kecil di diet untuk fungsi normal, pertumbuhan, dan pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin larut air terdiri dari vitamin B dan vitamin C. Dengan pengecualian vitamin B6 dan B12, mereka siap dikeluarkan lewat urin tanpa penyimpanan cukup besar, sehingga perlu sering dikonsumsi. Mereka umumnya tidak beracun bila dikonsumsi lebih dari yang diperlukan, meskipun gejala mungkin dilaporkan orang yang mengonsumsi megadose
niacin, vitamin C,
atau pyridoxine
(vitamin B6). Semua vitamin B berfungsi sebagai koenzim atau ko-faktor, membantu aktivitas enzim-enzim penting sehingga reaksi untuk menghasilkan energi berjalan normal.
Sebaliknya,
ketiadaan beberapa vitamin larut air
sebagian besar mempengaruhi pertumbuhan atau kecepatan metabolisme jaringan seperti kulit, darah, saluran pencernaan, dan sistem syaraf. Vitamin larut air mudah hilang dengan pemasakan terlalu lama (Insel et al. 2002).
Mineral Secara umum, ada tiga fungsi mineral dalam tubuh yaitu: (1) sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi metabolik, (2) sebagai bagian dari senyawa yang mengandung zat organik seperti enzim, hormon dan unsur tertentu dalam darah, dan (3) sebagai ion yang menungkinkan pergerakan zat melintasi membran sel dan pergerakan otot. Walaupun mineral mempunyai fungsi sangat penting tetapi secara keseluruhan beratnya hanya sekitar 4 persen berat badan.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rekomendasi angka kecukupan vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C untuk orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Sedangkan rekomendasi angka kecukupan mineral kalsium, fosfor dan zat besi untuk orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
9
Tabel 1 Angka kecukupan vitamin A untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (µg RE/hari) Kelompok
Umur
Anak
Laki-laki
Perempuan
0-6 bl
AKG 1998a) 350
IOM 2002b) 400
FAO/WHO 2001c) 375
FNRI 2002d) 375
AKG 2004e) 375
7-11 bl
350
500
400
400
400
1-3 th
350
300
400
400
400
4-6 th
400
400
450
450
450
7-9 th
400
400
500
400
500
10-12 th
500
600
600
400
600
13-15 th
600
900
600
550
600
16-18 th
700
900
600
600
600
19-29 th
700
900
600
550
600
30-49 th
700
900
600
550
600
50-64 th
700
900
600
550
600
65 th+
600
900
600
550
600
10-12 th
500
600
600
400
600
13-15 th
500
700
600
450
600
16-18 th
500
700
600
450
600
19-29 th
500
700
500
500
500
30-49 th
500
700
500
500
500
50-64 th
500
700
500
500
500
65 th+
500
700
500
500
500
+200
+50-70
+300
+300
+300
1-6 bl
+350
+500-600
+350
+400
+350
7-12 bl
+350
+500-600
+350
+400
+350
Ibu hamil Menyusui
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2002 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research Institute, Philippines, 2002 e) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004 Sumber: WNPG VIII (2004)
10
Tabel 2
Angka kecukupan vitamin B1 untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
Kelompok
Umur
Anak
Laki-laki
Perempuan
Hamil
Menyusui
0-6 bl
AKG 1998a) 0.3
IOM 2000b) 0.2
FAO/WHO 2001c) 0.2
FNRI 2002d) 0.2
AKG 2004 0.2
7-11 bl
0.4
0.3
0.3
0.4
0.4
1-3 th
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
4-6 th
0.8
0.6
0.6
0.6
0.8
7-9 th
1.0
0.7
0.9
0.7
0.9
10-12 th
1.0
0.9
1.2
0.9
1.1
13-15 th
1.0
1.1
1.2
1.2
1.2
16-18 th
1.0
1.2
1.2
1.4
1.3
19-29 th
1.2
1.2
1.2
1.2
1.3
30-49 th
1.2
1.2
1.2
1.2
1.2
50-64 th
1.2
1.2
1.2
1.2
1.2
65 th+
1.0
1.2
1.2
1.2
1.0
10-12 th
1.0
0.9
1.1
0.9
1.1
13-15 th
1.0
1.0
1.1
1.0
1.2
16-18 th
1.0
1.0
1.1
1.1
1.1
19-29 th
1.0
1.1
1.1
1.1
1.0
30-49 th
1.0
1.1
1.1
1.1
0.9
50-64 th
1.0
1.1
1.1
1.1
0.9
65 th+
1.0
1.1
1.1
1.1
0.8
Trimester 1
+0.2
+0.3
+0.3
+0.3
+0.3
Trimester 2
+0.2
+0.3
+0.3
+0.3
+0.3
Trimester 3
+0.2
+0.3
+0.3
+0.3
+0.3
6 bl pertama
+0.3
+0.3
+0.4
+0.4
+0.3
6 bl kedua
+0.3
+0.3
+0.4
+0.4
+0.3
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research Institute, Philippines, 2002 Sumber: WNPG VIII (2004)
11
Tabel 3
Angka kecukupan vitamin C untuk orang Indonesia dibandingkan sumber lain (mg/hari)
Kelompok
Umur
Anak
Laki-laki
Perempuan
Hamil
Menyusui
0-6 bl
AKG 1998a) 30
IOM 2000b) 40
FAO/WHO 2001c) 25
FNRI 2002d) 30
AKG 2004 40
7-11 bl
35
50
30
30
50
1-3 th
40
15
30
30
40
4-6 th
45
25
30
30
45
7-9 th
45
35
35
30
45
10-12 th
50
45
40
45
50
13-15 th
60
75
40
65
75
16-18 th
60
90
40
75
90
19-29 th
60
90
45
75
90
30-49 th
60
90
45
75
90
50-64 th
60
90
45
75
90
65 th+
60
90
45
75
90
10-12 th
50
45
40
45
50
13-15 th
60
65
40
65
65
16-18 th
60
75
40
70
75
19-29 th
60
75
45
70
75
30-49 th
60
75
45
70
75
50-64 th
60
75
45
70
75
65 th+
60
75
45
70
75
Trimester 1
+10
+10
+10
+10
+10
Trimester 2
+10
+10
+10
+10
+10
Trimester 3
+10
+10
+10
+10
+10
6 bl pertama
+25
+45
+25
+35
+25
6 bl kedua
+10
+45
+25
+35
+25
Keterangan: a) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 b) Dietary Reference Intakes, Institute of Medicine, 2000 c) Recommended Nutrient Intakes, FAO/WHO, 2001 d) Recommended Energy and Nutrient Intakes, Food and Nutrition Research Institute, Philippines, 2002 Sumber: WNPG VIII (2004)
12
Tabel 4 Angka kecukupan mineral: kalsium, fosfor, dan zat besi yang dianjurkan untuk Indonesia (mg per orang per hari) Kelompok
Umur
BB1) (kg)
Kalsium
Fosfor
Besi3)
Bayi
0-6 bl
6.0
200
100
0.30 (40)
7-11 bl
8.0
400
225
10 (40)
1-3 th
12.0
500 (2500)
400 (3000)
7 (48)
4-6 th
17.0
500 (2500)
400 (3000)
8 (48)
7-9 th
25.0
600 (2500)
400 (3000)
10 (48)
10-12 th
35.0
1000 (2500)
1000 (4000)
13 (48)
13-15 th
46.0
1000 (2500)
1000 (4000)
19 (54)
16-18 th
55.0
1000 (2500)
1000 (4000)
13 (54)
19-29 th
56.0
800 (2500)
600 (4000)
13 (54)
30-49 th
62.0
800 (2500)
600 (4000)
13 (54)
50-64 th
62.0
800 (2500)
600 (3000)
13 (54)
65 th+
62.0
800 (2500)
600 (3000)
13 (54)
10-12 th
37.0
1000 (2500)
1000 (4000)
14 (48)
13-15 th
48.0
1000 (2500)
1000 (4000)
26 (54)
16-18 th
50.0
1000 (2500)
1000 (4000)
26 (54)
19-29 th
52.0
800 (2500)
600 (4000)
26 (54)
30-49 th
55.0
800 (2500)
600 (4000)
26 (54)
50-64 th
55.0
800 (2500)
600 (3000)
12 (54)
65 th+
55.0
800 (2500)
600 (3000)
12 (54)
Trimester 1
+150 (2500)
+0 (3500)
+0 (54)
Trimester 2
+150 (2500)
+0 (3500)
+9 (55)
Trimester 3
+150 (2500)
+0 (3500)
+13 (54)
6 bl pertama
+150 (2500)
+0 (4000)
+6 (54)
6 bl kedua
+150 (2500)
+0 (4000)
+6 (54)
Anak
Laki-laki
Perempuan
Hamil
Menyusui
Keterangan: 1) BB = Berat Badan 2) Angka di dalam kurung adalah UL (upper limit) yaitu batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 3) UL besi dari menu makanan dihitung 1.2 kali dari UL IOM 2001 karena tingkat penyerapan besi dari pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia rendah Sumber: WNPG VIII (2004)
13
Kajian Paparan Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai produk yang siap dimakan atau siap saji, atau dari produsen sampai ke konsumen, sehingga risiko akibat terpapar bahaya dapat diminimumkan. Bahaya dalam hal ini meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis risiko (BPOM 2001b). Parker dan Tompkin (2000) mendefinisikan risiko (risk) sebagai kemungkinan terkena penyakit-penyakit yang disebabkan oleh cemaran biologis, kimia, dan fisika yang terdapat dalam makanan. Analisis risiko (Risk Analysis) merupakan penetapan tata cara memperkirakan risiko yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan mengendalikan risiko tersebut seefektif mungkin. Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (Gambar 1). Kajian risiko merupakan kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang terjadi untuk dilaporkan kepada manajer risiko. Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan.
Komunikasi risiko
adalah komunikasi instansi dan pihak terkait yang terlibat pada setiap langkahlangkah analisis risiko (BPOM 2001a). Kajian risiko adalah evaluasi ilmiah terhadap peluang dan tingkat keparahan gangguan kesehatan akibat terpapar bahaya yang terdapat dalam makanan. Tujuan kajian risiko adalah mendokumentasikan dan menganalisis bukti-bukti ilmiah untuk mengukur risiko serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat digunakan dalam manajemen risiko. Pada dasarnya kajian risiko dilakukan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan: (1) hal-hal negatif atau bahaya apa saja yang mungkin terjadi, (2) bagaimana peluang terjadinya hal-hal negatif tersebut, (3) jika hal tersebut terjadi, apa konsekuensi yang harus dihadapi. Pertanyaan ini harus dijawab
14
secara sistematis melalui empat
prosedur yang berkaitan yaitu identifikasi
bahaya (hazard identification), karakterisasi bahaya (hazard characterization), kajian
paparan
(exposure
assessment)
dan
karakterisasi
risiko
(risk
a
characterization) (BPOM 2001 ). Bagan alir prosedur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan Pendapat secara interaktif
Kajian risiko • Identifikasi bahaya • Karakterisasi bahaya • Kajian paparan • Karakterisasi risiko
Manajemen risiko • • • •
Evaluasi risiko Kajian pilihan Palaksanaan keputusan Monitoring dan evaluasi
Gambar 1 Kerangka analisis risiko (BPOM, 2001a)
Kajian risiko dapat dilakukan dalam bentuk kualitatif maupun kuntitatif.
Kajian risiko kuantitatif lebih disukai, tetapi jika data lengkap
untuk kajian kuantitatif tidak tersedia maka dapat dilakukan kajian kualitatif. Kecukupan data yang tersedia akan memudahkan pengkonversian data kualitatif ke bentuk kuantitatif (BPOM 2001b). Kajian risiko terutama dilakukan dalam kondisi (a) tidak tersedianya standar internasional yang dapat menjamin keamanan pangan lokal dan perdagangan internasional, (b) terdapat populasi yang rentan atau populasi yang terpapar suatu bahaya dan (c) standar keamanan lebih ketat daripada standar perdagangan internasional (BPOM 2001b).
15
Penetapan Tujuan
Identifikasi Bahaya
Karakterisasi Bahaya
KAJIAN PAPARAN
Kajian dosis-respon
Perkiraan risiko: • Peluang dan keparahan
Karakterisasi Risiko
• Ketidakpastian • Keragaman
Gambar 2 Kerangka kerja kajian risiko (BPOM 2001c)
Identifikasi bahaya (hazard identification) Identifikasi
bahaya
(hazard
identification)
adalah
identifikasi
berbagai macam bahaya yang terdapat di dalam makanan yang mampu menyebabkan dampat buruk terhadap kesehatan.
Bahaya (hazard) dapat
diartikan sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam pangan dan berpotensi menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan. Identifikasi bahaya merupakan hasil dari kegiatan studi/survei/surveilan keamanan pangan, diantaranya survei terhadap faktor-faktor risiko pada rantai pangan, mikroba penyebab kejadian luar biasa (KLB) akibat pangan, survei epidemiologi, dan studi/survei/surveilan lainnya (Parker dan Tompkin 2000). Beberapa
hal
yang
menentukan
kegiatan
identifikasi
bahaya
diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode, pustaka, dan sumber informasi dalam melaksanakan studi/survei/surveilan.
Sumber informasi yang biasa
digunakan adalah informasi epidemiologi dari petugas kesehatan dan pelaporan dari KLB atau kasus penyakit akibat pangan.
Tetapi, jumlah
pelaporan KLB dan kasus penyakit akibat pangan yang belum mencerminkan
16
kejadian yang sebenarnya dapat menghambat kegiatan identifikasi bahaya sehingga perlu sumber informasi lain misalnya informasi dari rantai pangan (Parker dan Tompkin 2000).
Karakterisasi bahaya (hazard characterization) Karakterisasi bahaya (hazard characterization) adalah pengujian terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh agen-agen biologi, kimia, maupun fisika, yang terdapat pada makanan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Parker dan Tompkin 2000). Tujuan dari kegiatan ini adalah memperkirakan tingkat keparahan dan lamanya sakit akibat pengaruh mikroorganisme atau racun dalam jumlah atau konsentrasi tertentu. Dalam kegiatan karakterisasi bahaya perlu dilakukan kajian dosisrespon (dose response assessment).
Kajian dosis respon adalah penentuan
hubungan antara banyaknya paparan agen-agen kimia, biologi, dan fisika (dosis) terhadap frekuensi penyakit yang terjadi (respon). Kajian dosis respon biasanya menggunakan manusia (sukarelawan) atau binatang sebagai model percobaan untuk menentukan frekuensi, tingkat keparahan, dan lama sakit yang ditimbulkan (BPOM 2001b). Parker dan Tompkin (2000) menambahkan metode lain dalam kajian dosis-respon yaitu pengumpulan informasi mengenai jumlah mikroorganisme atau racun dalam makanan ketika KLB akibat pangan atau kasus keracunan terjadi. Dari dua metode di atas, dapat dibuat model matematis untuk memperkirakan risiko infeksi oleh mikroorganisme pada konsentrasi yang berbeda.
Parker dan Tompkin (2000) menyebutkan, model matematis yang
sering digunakan adalah model beta-Poisson. Model ini memberikan hasil paling mirip dengan percobaan pada manusia, sehingga lebih efisien.
Kajian paparan (exposure assessment) Kajian paparan (exposure assessment) adalah pengujian terhadap asupan bahan-bahan berbahaya melalui makanan, minuman atau sumber lain, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (BPOM 2001a). Parker dan Tompkin
17
(2000) menyebutkan tujuan dari kajian ini adalah mengetahui banyaknya mikroba atau racun yang termakan oleh manusia dari konsumsi bahan pangan. Parker dan Tompkin (2000) menambahkan, untuk memperkirakan banyaknya cemaran mikroba dan bahan berbahaya lainnya dalam makanan cukup sulit karena beragamnya jenis cemaran tersebut. Jenis makanan dan faktor-faktor sepanjang rantai pangan yang kompleks, seperti budidaya, pengolahan, distribusi, serta pola konsumsi, turut menentukan beragamnya cemaran di dalam makanan. Faktor-faktor lain yang membatasi keakuratan kajian paparan ini adalah perubahan pola makan yang ditentukan oleh latar belakang sosial suatu populasi, preferensi konsumen dalam menentukan makanan, karakteristik demografi suatu populasi, dan munculnya jenis pangan baru. Walaupun sulit untuk memperoleh informasi yang diperlukan, kajian paparan perlu dilakukan dalam surveilan keamanan pangan secara total dan terpadu. Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada risiko terkena bahaya paparan bahan kimia, maka diperlukan suatu perkiraan konsumsi suatu pangan yang kemudian dibandingkan dengan tingkat konsumsi bahan kimia yang aman atau nilai ADI (Acceptable Daily Intakes) untuk bahan kimia tersebut. Perkiraan konsumsi pangan dengan cemaran bahan kimia yang sebenarnya sebagai ukuran tingkat paparan bahan kimia sangat diperlukan dalam kajian risiko (WHO 1985).
Karakterisasi risiko (risk characterization) Karakterisasi risiko (risk characterization) adalah output dari kajian risiko. Parker dan Tompkin (2000) mendefinisikan karakterisasi risiko sebagai perkiraan bahaya yang berdampak buruk terhadap kesehatan yang terjadi pada populasi tertentu, baik secara kualitatif maupun kuntitatif, berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan.
Informasi dari kajian risiko ini dapat digunakan sebagai
landasan ilmiah (evidence based) untuk menentukan strategi dalam mencegah atau mengurangi risiko pada kegiatan manajemen risiko.
18
Keluaran kajian risiko adalah perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan oleh makanan yang mengandung bahaya. Perkiraan risiko dapat berupa perkiraan kuantitatif misalnya jumlah outbreak atau kejadian luar biasa (KLB) per tahun, jumlah yang sakit per tahun atau per 100.000 populasi, jumlah yang sakit per 100.000 porsi makanan atau perkiraan kualitatif misalnya risiko dapat diabaikan, risiko rendah, sedang dan tinggi (BPOM 2001b).
Model Umum Kajian Paparan Bahan Kimia Paparan didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Untuk memperkirakan tingkat paparan bahan kimia JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives) menggunakan tiga tipe pendekatan yaitu perkiraan per kapita, perkiraan dari survei konsumsi pangan dan analisis bahan kimia menggunakan metode TDS (Total Diet Study) (WHO 1987). Dalam kajian paparan terdapat beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan ketepatan dari tujuan kajian paparan, seperti terlihat pada Gambar 3. Penggunaan komponen tersebut masing-masing harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan kajian paparan sehingga interpretasi hasil kajian sesuai dengan tujuan. Kajian paparan mengkombinasikan data konsumsi pangan atau model diet dari data yang sesuai, dengan data tingkat cemaran bahan kimia dalam makanan untuk memperkirakan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia yang menjadi fokus kajian. Hasil dari perkiraan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia kemudian dibandingkan dengan suatu nilai tingkat konsumsi bahan kimia yang aman, misalnya ADI (Acceptable Daily Intakes), dan RDI (Recommended Dietary Intakes) untuk tiap-tiap bahan kimia yang menjadi fokus kajian (WHO 1977). Secara umum persamaan yang digunakan dalam kajian paparan baik kajian paparan kronis maupun akut adalah sebagai berikut:
konsentrasi bahan kimia X konsumsi Paparan =
berat badan
19
Data konsentrasi bahan kimia (Pestisida, kontaminan): •
Tingkat maksimum yang diijinkan
•
Konsentrasi tertinggi yang dilaporkan
•
Nilai rata-rata atau median
•
Data konsentrasi cemaran
Target studi
risiko:
bahan kimia yang diuji
kajian paparan:
• Dosis respon akut
Faktor koreksi
• Fetus
• ADI
• Bayi
• PTWI/PTDI
• Anak-anak
• AKG
•
Karakterisasi
KAJIAN PAPARAN
Data konsumsi pangan
Faktor lain:
Waktu paparan:
(termasuk air minum)
• Status gizi
• Seumur hidup
• Konsumsi tertinggi
• Pekerjaan
• Tahunan
• Rata-rata
• Status kesehatan
• Bulanan
• Umur
• Mingguan
• Jenis kelamin
• Harian
(pengkonsumsian) • Rata-rata (seluruh populasi)
• Satu kali konsumsi
Gambar 3 Komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (WHO 1997)
20
Dari persamaan tersebut terlihat dua pendekatan utama dalam kajian paparan yaitu data konsentrasi bahan kimia dan data konsumsi pangan. Data konsumsi pangan yang digunakan sebelumnya banyak berhubungan dengan kajian nutrisi saja sehingga data ini kurang sesuai digunakan dalam kajian paparan bahan-bahan kimia lainnya. Data konsumsi pangan dapat dikumpulkan di tingkat nasional, rumah tangga atau individu. Data yang dikumpulkan pada tingkat individu merupakan data yang paling sesuai untuk digunakan dalam kajian paparan. Data konsumsi pangan di tingkat rumah tangga dan nasional dapat membantu dalam kajian paparan terutama menyediakan informasi awal pola konsumsi di tingkat nasional. Dalam kajian paparan sangat penting untuk menentukan keakuratan konsentrasi bahan kimia dalam bahan pangan sehingga teknik sampling dan prosedur analisis merupakan tahap yang kritis untuk mendapatkan keakuratan data-data yang diperoleh. Selain melalui analisis bahan kimia, data konsentrasi bahan kimia dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya data konsentrasi secara coba-coba (estimasi), data pengawasan pemerintah atau data surveilan dan data survei industri (WHO 1997). Konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam kajian paparan di tingkat internasional harus relevan dengan peraturan Codex. Salah satu fungsi standar Codex adalah sebagai acuan perdagangan pangan yang aman, oleh karena itu tingkat penggunaan bahan kimia tertinggi yang diijinkan, merupakan indikator keamanan bahan tersebut. Penggunaan metode konsentrasi tertinggi diperbolehkan dalam kajian paparan, namun harus dipahami tidak semua orang mengonsumsi makanan dengan konsentrasi cemaran bahan kimia tertinggi. Codex menyarankan penggunaan data konsentrasi bahan kimia hasil analisis untuk menentukan konsentrsi bahan kimia dalam produk yang sebenarnya (WHO 1997). Pada kajian paparan bahan kimia tingkat risiko akibat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia dilihat dari nilai paparannya.
Nilai
paparan adalah tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia setiap hari per kg berat badan (mg/kg BB), yang dibandingkan dengan tingkat konsumsi bahan kimia yang aman setiap harinya (JECFA ADI). Semakin besar
21
paparan maka semakin besar pula risiko terkena bahaya akibat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia (JECFA 2001). Pada kajian risiko residu pestisida dengan metode TDS (Total Diet Study), penentuan data konsentrasi residu pestisida pada sayuran dilakukan dengan menganalisis residu pestisida pada sayuran, sedangkan untuk kajian paparan residu pestisida maka konsentrasi bahan aktif pestisida pada sayuran ditentukan dengan menggunakan standar batas maksimum residu (BMR) pestisida pada hasil pertanian berdasarkan SNI dan Codex Maksimum Residue Limits untuk hasil pertanian. Menurut petunjuk JECFA (2001), beberapa pertimbangan yang digunakan dalam kajian paparan dan harus selalu dicantumkan dalam laporan sebagai berikut: •
Perkiraan paparan kronis (jangka panjang) sebaiknya didasarkan pada data konsumsi populasi umum.
•
Kajian paparan pada suatu kelompok populasi tertentu diperlukan apabila kelompok tersebut dicurigai terkena suatu risiko bahaya yang didasarkan pada evaluasi toksikologis.
•
Paparan kronis dihitung dengan membandingkan tingkat konsumsi makanan dengan cemaran bahan kimia setiap hari per kg berat badan dan tingkat konsumsi amannya (ADI).
•
Ketika konsumsi cemaran bahan kimia pada kelompok bahan pangan tertentu diperkirakan melebihi nilai ADI, maka sebaiknya dilakukan kajian pada kelompok bahan pangan tersebut.
•
Kajian yang didasarkan pada data konsumsi pangan nasional dan tingkat cemaran bahan kimia yang diijinkan pada peraturan nasional, harus dicantumkan apakah
estimasi cemaran bahan kimia dilakukan pada
keseluruhan kategori pangan atau hanya pada kategori pangan tertentu yang diijinkan berdasarkan peraturan nasional. •
Data bahan pangan seharusnya dikelompokkan pada sistem klasifikasi pangan.
22
Survei Konsumsi Pangan Untuk Kajian Paparan Bahan Kimia Menurut Sahardjo dan Riyadi (1990), survei konsumsi pangan merupakan suatu kegiatan survei yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan konsumsi pangan baik dilihat dari jenis maupun jumlah yang dikonsumsi, termasuk bagaimana kebiasaan makannya.
Survei konsumsi pangan dapat
digunakan untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi mupun nongizi yang dikonsumsi.
Oleh karena itu, survei konsumsi pangan dapat menghasilkan
informasi yang bersifat kualitatif , kuantitatif atau kedua-duanya. CCFAC (Codex Committee on Food Additive and Contaminants) telah mengembangkan metode-metode yang digunakan dalam survei konsumsi pangan untuk kajian paparan cemaran.
Tidak ada satu pun metode survei
konsumsi pangan yang dapat digunakan secara umum karena adanya variasi konsumsi pangan secara individu (perorangan) atau kelompok individu (populasi). Adanya variasi ini tidak boleh dilupakan dalam pemilihan metode survei konsumsi pangan dan interpretasi data yang diperoleh (WHO 1985). Terdapat dua pendekatan yang umum digunakan untuk mendapatkan informasi pola konsumsi pangan baik secara individu maupun populasi yaitu (1) berdasarkan dugaan perpindahan dan kehilangan bahan pangan di suatu daerah atau rumah tangga, dan (2) berdasarkan data jumlah pangan yang benarbenar dikonsumsi secara langsung oleh individu atau rumah tangga. Secara ringkas metode yang biasa digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Pemilihan metode survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya usia, tingkat pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta biaya dan sumber daya manusia yang diperlukan (WHO 1985). Program-program survei konsumsi pangan nasional lebih banyak dikembangkan berdasarkan data konsumsi pangan di tingkat rumah tangga daripada individu. Pada kajian paparan pestisida ini digunakan metode survei konsumsi pangan dengan pendekatan konsumsi pangan individu. Penggunaan data konsumsi pangan individu akan menghasilkan perkiraan paparan yang lebih akurat karena menghitung jumlah bahan pangan yang benar-benar dikonsumsi (WHO 1997).
23
Tabel 5 Metode yang digunakan dalam pengumpulan data konsumsi pangan dari kelompok populasi dan individu. Kajian Individu
Metode Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method) Metode penimbangan pangan (Food weighting method) Metode porsi pangan duplikat (Duplicate portion method) Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method) Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method)
Populasi
Metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method) Metode penimbangan pangan (Food weighting method) Metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method) Metode perulangan konsumsi pangan (Food frequency method) Metode pangan tak terlihat (Food disappearance method): a). Rumah tangga b). Nasional
Sumber: WHO (1985)
Metode Mengingat-ingat Konsumsi Pangan (Dietary recall method) Pada metode ini individu ditanya mengenai jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya pada waktu yang lalu (biasanya 24 jam yang lalu). Suatu jumlah bahan pangan yang dikonsumsi menggunakan URT (Ukuran Rumah Tangga) yang biasa digunakan dalam rumah tangga misalnya potong, sendok, gelas dan lain-lain. Dalam metode ini digunakan petugas pencacah yang telah dilatih untuk mewawancarai responden.
Untuk melakukan pencacahan
konsumsi pangan selama 24 jam yang lalu, biasanya dapat dilakukan dengan wawancara yang berlangsung kurang lebih 20 menit. Pencacah harus membatu responden untuk kembali mengingat komsumsi pangannya dan mencatatnya pada sebuah kuesioner konsumsi pangan. Wawancara dapat pula dilakukan melalui telepon. Untuk responden dibawah lima tahun maka yang diwawancara adalah orang tua atau pengasuhnya. Metode ini dapat dilakukan sampai dengan 7 hari. Metode ini merupakan metode terbaik yang dapat diterapkan pada survei yang berskala besar karena memberikan beban yang sedikit dan tingkat kesanggupan yang tinggi bagi responden.
24
Metode ini tidak secara nyata mencerminkan pola konsumsi pangan individu selama periode waktu survei karena adanya variasi konsumsi pangan individu, oleh karena itu perlu diambil beberapa pola pangan individu di dalam suatu populasi sebab rata-rata konsumsi pangan individu di dalam populasi tidak terlalu bervariasi.
Untuk meningkatkan validitas metode ini maka dapat
digabungkan dengan metode lain yang cocok untuk survei berskala besar misalnya metode buku harian konsumsi pangan (Food diary method). Kualitas sumber daya manusia (petugas pencacah) yang digunakan dalam metode ini harus cukup tinggi karena karakteristik dan tingkat pendidikan responden yang diambil bervariasi dalam suatu populasi dan responden-responden tersebut juga harus mencerminkan keadaan demografi populasi tersebut yang meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, dan lain lain.
Pestisida Dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, senantiasa ditemui beberapa hambatan utama.
Salah satu permasalahan yang juga merupakan
hambatan yang perlu diperhatikan adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Sebegitu jauh penggunaan pestisida sintetis merupakan pilihan utama bagi para petani untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman mereka, meskipun disadari atau pun tidak disadari, penggunaaan pestisida sintetis berpengaruh negatif terhadap ekosistem pertanian, kesehatan dan lingkngan serta akumulasi residu pestisida pada produk pertanian (WCED 1988; Wilkinson 1987; UNEP 1992). Keamanan produk pertanian segar merupakan tuntutan globalisasi. Dalam putaran Uruguay 1994/WTO dengan perjanjian SPS, menginginkan adanya jaminan kualitas dan keamanan produk segar dan hak untuk menerapkan aturan untuk melindungi manusia, hewan, tanaman dan lingkungan. Negaranegara eksportir dan importir produk pertanian juga menempatkan keamanan sebagai syarat utama seperti Uni Eropa dengan persyaratan ketatnya dalam HACCP mandatory dan EurepGAP. Demikian juga negara-negara importir lainnya yang mengharuskan pengendalian mutu produk pertanian segar
25
berdasarkan deteksi residu pestisida untuk memberikan jaminan kualitas produk segar terutama jaminan terhadap keamanan konsumen. Good Agricultural Practices (GAP) mencakup praktek-praktek budidaya yang harus diikuti pada produksi primer, untuk memastikan produk yang aman dan utuh sambil juga meminimalkan dampak negatif dari praktekpraktek budidaya tersebut terhadap lingkungan dan kesehatan pekerja (Sulaiman 2007). Penerapan GAP di Indonesia merupakan komponen penting dari Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia (SiSakti) yang merupakan sistem sertifikasi jaminan mutu dan keamanan produk pertanian/pangan yang diberlakukan bertahap dalam bentuk sertifikat Prima III, Prima II, dan Prima I sesuai dengan tingkat pencapaian sistem jaminan mutunya (tingkat pencapaian terhadap GAP) (Sulaiman 2007).
Residu Pestisida Penggunaan pestisida pada beberapa jenis tanaman sayuran di dataran rendah di Jawa Barat dan di Jawa Tengah yaitu kangkung, bayam, terung, kacang panjang, bawang merah, cabai, dan bawang putih ternyata perlu mendapat perhatian yang serius. Hasil pemantauan residu yang dilakukan bulan Juli 1988 menunjukkan bahwa 16 sampel dari 26 sampel diperiksa mengandung residu pestisida (profenofos, klorpirifos, monokrotofos) melampaui batas maksimum yang diijinkan (Rustaman dan Anna 1988). Hasil pemantauan residu pada tanaman kubis dan tomat di Bandung dan Garut menunjukkan, bahwa penggunaan insektisida deltametrin dan permetrin pada tanaman tomat, serta sipermetrin, permetrin, deltametrin dan profenofos pada tanaman kubis (konsentrasi formulasi 0.2% dengan interval penyemprotan tiga hari sekali, ternyata meninggalkan residu yang dapat membahayakan konsumen (Soeriatmadja dan Sastrosiswojo 1988). Dari hasil rangkuman deteksi residu pestisida pada tanaman sayuran dapat disimpulkan adanya beberapa indikasi bahwa sebagian petani masih menggunakan pestisida berlebih yang dibuktikan dengan ditemukannya residu pestisida yang cukup tinggi. Hasil deteksi ini bila dikaitkan dengan masalah
26
mutu produk pertanian segar yang merupakan syarat utama dalam perdagangan ekonomi bebas, akan menjadi masalah berat. Hal ini berarti kesiapan produk sayuran dalam menghadapi persaingan ekonomi bebas akan menjadi tanda tanya. Untuk memperbaiki kualitas produk pertanian segar, dapat dilakukan dengan menekan serendah mungkin kadar residu pestisida. Hasil penelitian residu pestisida pada produk pertanian (sayuran) di Indonesia dari tahun 1986 – 1993 dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil penelitian menemukan adanya residu pestisida dalam gabah, beras, kedelai dan sayuran di berbagai daerah di Jawa, Bali, Sumatra, dan Sulawesi. Pada umumnya residu pestisida tersebut masih di bawah Batas Maksimum Residu (BMR), namun sebagian ada yang diatas BMR. Berbagai program penanganan dan pengelolaan residu pestisida sedang dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah tentang BMR (Soejitno 2002).
Tabel 6
Deteksi level maksimum residu pestisida pada beberapa sayuran di Indonesia, 1986-1993
Pestisida
Level maksimum residu pestisida (ppm) Kubis Tamot Kentang Cabai Wortel 0.160 0.145 0.570 Dithiocarbamates 1.663 4.913
Buncis -
Anggur 0.090
Carbaryl
-
-
0.017
-
-
-
0.040
Diazinon
0.105
0.105
0.062
0.348
0.029
0.036
0.009
Chlorpyrifos
0.003
-
0.013
0.046
0.015
0.015
-
MIPC
0.006
0.020
-
-
-
-
-
DDT
0.085
0.447
0.687
-
0.634
0.007
-
Carbofuran
0.085
0.212
0.550
-
-
-
-
Fenitrothion
0.051
0.003
0.004
0.002
0.007
-
-
Cypermetrin
1.261
0.234
0.030
-
-
0.013
-
Permetrin
0.010
0.015
-
-
-
-
-
Fenhoate
0.061
0.003
-
-
-
-
0.003
Cyhalothrin
0.001
0.039
0.001
-
-
-
-
- : Tidak terdeteksi Sumber: Untung (1998), Laksanawati et al. (1994) yang dikutip oleh (2002)
Soejitno
27
Pengaruh keracunan pestisida tidak terbatas pada daerah pemakaian pestisida, tetapi bisa meluas melalui rantai makanan, seperti air susu ibu (ASI), air, sayuran, buah-buahan, dan produk lainnya (Rengam 1990; Sumatra 1991; Sutamihardja et al. 1982).
Sebagian besar (90%) pestisida terserap oleh
manusia melalui rantai makanan (Susilo 1986). Di alam, residu pestisida dapat hilang atau terurai, melalui penguapan, pencucian oleh air hujan, pengaruh sinar matahari, dan pelapukan.
Residu
permukaan dapat pula hilang karena perlakuan pencucian (pembilasan), penggosokkan, dan hidrolisis (Matsumura 1985; Tarumingkeng 1992 ). Tetapi kandungan residu pestisida di dalam sayuran masih bisa tertinggal lama karena dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan aktif pestisida. Oleh sebab itu dalam pemakaiannya untuk mencegah dan mengendalikan hama serta penyakit tanaman, dosisnya harus sesuai dengan anjuran, dengan demikian residu pestisida yang tertinggal dalam sayuran masih di bawah ambang batas yang diperkenankan untuk dikonsumsi, baik ditinjau dari ADI maupun BMR yang ditetapkan FAO/WHO. Beberapa
laporan
BALITHORT
Lembang
menyatakan
bahwa
insektisida golongan fosfat organik dan klor organik yang daya tinggalnya (persistensi) di jaringan tanaman sayuran cukup lama, hingga jenis insektisida tersebut seringkali selalu hadir pada analisis residu pestisida (Dibiyantoro dan Rustaman 1993) Selain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, penggunaan pestisida secara intensif juga mengakibatkan meningkatnya biaya produksi. Dengan demikian, kesempatan bagi petani untuk memperoleh peluang imbalan ekonomi yang tinggi akan hilang (Adiyoga et al. 1999). Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi dan teknologi PHT. Disarankan penggunaan biopestisida yang ramah lingkungan dan juga efektif mengendalikan hama dan penyakit tanaman perlu digalakkan sebagai salah satu metode alternatif. Dengan diberlakukan perdagangan bebas, membawa konsekuensi berupa tekanan untuk menghasilkan produk yang bermutu, bergizi, aman dikonsumsi, menyehatkan, dan diproses dengan teknologi ramah lingkungan.
28
Hal ini karena semakin tingginya kesadaran konsumen akan produk pangan yang bergizi dan sehat, bebas cemaran residu pestisida atau bahan kimia lain, tidak sekedar lezat dimakan.
Tipe Pestisida yang Berbahaya Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu jenis organofosfat dan metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena mereka menyerang cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh sistem syaraf kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan gejala-gejala keracunan. Pestisida gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain. Beberapa jenis pestisida gas syaraf yang paling berbahaya adalah: azinophosmethyl, demeton methyl, dichlorvos/DDVP, disulfoton, ethion, ethyl parathion/parathion, fenamiphos, fensulfothion, methamidophos, methidathion, methyl parathion, mevinphos, phorate, sulfotepp, terbufos, aldicarb, carbofuran, fomentanate,
methomyl,
oxamyl,
propoxur,
organofosfat
metilcarbamat
(PANAP 1999).
Dampak Kesehatan Akut Pestisida Pangan yang tidak aman dapat disebabkan karena pangan yang sudah tercemar patogen akibat rendahnya kualitas sanitasi dan higiene atau pangan yang tercemar bahan kimia seperti tingginya residu pestisida yang dapat menyebabkan foodborne diseases. Kerugian pangan tercemar adalah dapat menggangu kesehatan penduduk sehingga menyebakan kesakitan bahkan kematian, menurunnya produktivitas, membebani negara dan merugikan perekonomian. Sering terjadinya kasus keracunan membawa pengaruh dan dampak bagi citra negara dalam perdagangan internasional. Semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan. Ada dua tipe keracunan, yaitu keracunan langsung (akut) dan jangka panjang (kronis). Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu. Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan
29
membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena pestisida. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, sakit dada, kudis, mual, muntah-muntah, sakit otot keringat berlebihan, kram, diare, sulit bernafas, kematian, pandangan kabur. Menurut Fanany (1996), rendahnya kadar residu pestisida dalam makanan, jelas tidak akan menimbulkan keracunan kronis maupun akut, tetapi dapat menimbulkan efek subtil (subte effect) yaitu efek lanjut jangka panjang yang terjadi pada dosis rendah yang berkali-kali.
Efek subtil dapat berupa
perubahan histologis dan patologis, efek karsinogenik, tumorigenik, metagenik, dan tetratogenik pada manusia.
Batas Maksimum Residu Pestisida (BMRP) Pada dimaksudkan
prinsipnya untuk:
penetapan
(1)
batas
mengurangi
maksimum penggunaan
residu pestisida
pestisida dalam
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) melalui penerapan teknik budidaya yang baik sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT); (2) menjamin kualitas dan keamananan produk pertanian dari kandungan residu pestisida yang membahayakan terhadap kesehatan manusia (Direktorat Perlindungan Tanaman 2000). Dalam Keputusan Menteri Pertanian No 881 Tahun 1996, telah dimuat: 1) Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian meliputi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan baik yang dapat langsung dikonsumsi maupun tidak langsung dikonsumsi. 2) Hasil pertanian yang beredar di Indonesia baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh mengandung residu pestisida melebihi batas maksimum. 3) Hasil pertanian yang dimasukkan dari luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi batas BMRP harus ditolak. 4) Analisis residu pestisida pada hasil pertanian dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atau Menteri Pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
30
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pencemar yang dapat memberikan pengaruh toksikologis. Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida didefinisikan sebagai konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima dalam atau pada hasil pertanian, bahan pangan atau bahan pakan ternak.
Konsentrasi tersebut
dinyatakan dalam mg residu pestisida per kg hasil pertanian. BMR untuk berbagai jenis pestisida dan produk pertanian tertentu secara internasional ditetapkan oleh JMPR (Joint FAO/WHO Meeting on Pesticide Residues). Banyak data yang diperlukan untuk menetapkan BMRP termasuk hasil pemeriksaan tingkat residu pada percobaan lapangan terawasi berdasarkan pada GAP (Good Agriculture Practices), perkiraan pemasukan harian residu pestisida melalui makanan (predicted daily intake of pesticide residues), toksikologi dan ekotoksikologi pestisida, dan lain lain. Tujuan pengawasan pestisida adalah melindungi kesehatan manusia, melindungi kelestarian alam dan lingkungan hidup, menjamin mutu efektifitas pestisida, dan memberikan perlindungan kepada produsen, pengedar dan pengguna pestisida. Suatu negara dalam menetapkan BMRP dapat melakukannya dengan mengadopsi seluruh ketetapan BMRP menurut Codex, mengharmonisasikan BMRP dengan negara-negara se-regional (ASEAN), atau menetapkan sendiri berdasarkan percobaan terawasi di lapangan dan perkiraan pemasukan harian residu pestisida berdasarkan pola makan khas nasional/daerah.
Batas
Maksimum Residu (BMR) Pestisida pada hasil pertanian dapat di lihat pada Lampiran 6.
Nilai ADI (Acceptable Daily Intake) Pestisida Pengembangan ADI untuk suatu bahan kimia harus didasarkan pada informasi ilmiah yang tersedia dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan pada
31
hewan percobaan dan manusia dengan menggabungkan faktor keamanan (safety factor). ADI merupakan tingkat asupan bahan kimia yang tidak memberikan risiko (no appreciable risk). Dengan majunya pengetahuan, dapat diperoleh lebih banyak profil toksikologi yang lengkap untuk setiap bahan kimia. Ini berarti bahwa kajian risiko cemaran bahan-bahan kimia akan dievaluasi kembali jika tersedia data toksikologi yang baru atau penggunaan baru (BPOM 2004). Nilai ADI (Acceptable Daily Intake) Pestisida pada hasil pertanian dapat di lihat pada Lampiran 7.
Pengaruh Pengolahan terhadap Residu Pestisida Tabel 7 menunjukkan hasil analisis residu pestisida pada tomat dan kubis setelah mengalami beberapa perlakuan. Perlakuan pencucian belum dapat menekan kandungan residu pestisida sampai di bawah ambang batas, tetapi melalui pncucian yang diikuti oleh pemasakan dapat menekan residu pestisida sampai di bawah ambang batas (Ameriana et al. 2000).
Tabel 7 Residu pestisida pada tomat dan kubis setelah dicuci; dikuliti; direbus Perlakuan
Inhibisi residu pestisida Insektisida (%)
Fungisida (%)
Tomat tanpa dicuci
61,17*
70,64*
Tomat dicuci
60,18*
50,28*
Tomat dicuci + direbus
6,62
18,41
Kubis tanpa dicuci
32,28*
12,41
Kubis dikuliti + dicuci
26,71*
10,68
Kubis dikuliti + dicuci + direbus
11,06
4,78
Angka yang diakhiri dengan tanda *, menunjukkan kandungan residu melebihi ambang batas toleransi Sumber: Ameriana et al. (2000) Gambaran Umum Kabupaten Banggai Kabupaten Banggai terletak pada posisi astronomi 0°30’-2°20’ LS dan 122°23’- 124°20’ BT, dengan luas wilayah 9.672,70 Km² yang terdiri dari 13 Kecamatan dan 218 Desa dan 22 Kelurahan. Topografi wilayah 85,97% dengan
32
ketinggian < 500 m; 7,80% dengan ketinggian 500 – 700 m dan 6,23% dengan ketinggian > 700 m di atas permukaan laut (dpl). Batas -batas wilayah: •
Sebelah Utara
: Teluk Tomini
•
Sebelah Timur
: Laut Maluku dan Kabupaten Banggai Kepulauan
•
Sebelah Selatan
: Teluk Tolo
•
Sebelah Barat
: Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Morowali
Suhu udara maksimum 31,9°C dan minimum 23,1°C dengan kelembaban rata-rata per bulan antara 75,8%. Tinggi curah hujan per bulan 87,6 mm. Hari hujan per bulan 14 hari. Curah hujan tertinggi antara Maret sampai Juli. Kecepatan angin rata-rata antara 5,7 Knot, tertinggi pada Juli – September (BPS Kabupaten Banggai 2005).
Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk per desa, per km² dan RT menurut kecamatan di Kabupaten Banggai
Desa 20
Jumlah Luas (Km2) 982,96
RT 12.101
Toili Barat
15
994,66
5.160
19.614
1.308
20
4
Batui
19
1.390,33
6.244
24.825
1.307
18
4
Bunta
24
822,69
7.302
30.425
1.268
37
4
Nuhon
15
1.106,00
4.041
16.120
1.075
15
4
Kintom
14
518,72
3.909
12.478
891
24
3
Luwuk
21
518,4
15.839
62.185
3.109
120
4
Luwuk Timur
9
216,3
3.019
10.674
1.186
49
4
Pagimana
35
1.102,78
5.850
23.457
670
21
4
Bualemo
16
855
4.638
16.268
1.017
19
4
Lamala
18
446,66
3.440
12.165
676
27
4
Masama
9
231,64
3.152
10.385
1.154
45
3
Balantak
26
485,5
4.051
13.446
517
28
3
Jumlah
240
9.670,65
78.746
296.654
1.236
31
4
Kecamatan Toili
Sumber: BPS Kabupaten Banggai ( 2005)
Kepadatan Penduduk Penduduk Per Desa Per Km2 Per RT 44.612 2.231 45 4
33
Kecamatan Berdasarkan Akses terhadap Pangan dan Pendapatan Mengartikan keterjangkauan pangan bergantung pada kesinambungan pendapatan (sumber nafkah). Kelompok yang tidak mempunyai akses secara berkesinambungan terhadap sumber nafkah masuk dalam kategori orang miskin. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap pangan dan semakin tinggi angka kerawanan pangan di wilayah tersebut. Indikator akses terhadap pangan dan pendapatan yang dipakai adalah: (1) persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, (2) persentase kepala rumah tangga yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu, (3) persentase kepala rumah tangga yang tidak tamat pendidikan dasar, (4) persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik, dan (5) desa tanpa akses jalan yang memadai (panjang jalan per kuadrat kilometer).
U
BUALEMO
BUNTA
BALANTAK
PAGIMANA
NUHON LUWUK TIMURR LUWUK
MASAMA
LAMALA
KINTOM
TOILI BARAT
BATUI TOILI Nilai akses terhadap pangan dan pendapatan 0,8 0,64 0,48 0,32 0,16 0
to 100 Sangat Rawan to 0,8 Rawan to 0,64 Cukup Rawan to 0,48 Cukup Tahan to 0,32 Tahan to 0,16 Sangat Tahan
(0 kecamatan) (1 kecamatan) (6 kecamatan) (3 kecamatan) (2 kecamatan) (1 kecamatan)
Gambar 4 Peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai 2005 (FIA 2005)
34
Dari Gambar 4, dapat dilihat kecamatan-kecamatan di Kabupaten Banggai berdasarkan akses terhadap pangan dan pendapatan sebagai berikut: •
Rawan
: Bunta
•
Cukup rawan
: Batui, Toili Barat, Nuhon, Pagimana, Bualemo, Lamala
•
Cukup tahan
: Toili, Luwuk Timur, Masama
•
Tahan
: Kintom, Balantak
•
Sangat tahan
: Luwuk
Sentra Produksi Sayuran Sayuran di pasar tradisional di Kabupaten Banggai umumnya dipasok dari daerah
sentra produksi sayuran di Kecamatan Luwuk. Dalam upaya
peningkatan produksi dan mutu hasil pertaniannya, petani-petani di daerah sentra produksi ini masih menggunakan pestisida untuk pengendalian serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit oleh petani di sentra produksi sayuran di Kecamatan Luwuk
masih mengandalkan pestisida seperti Panzer (bahan
aktif: bisultap), Capture (bahan aktif: sipermetrin), Marzal (bahan aktif: karbosulfan), Diazinon (bahan aktif: diazinon) dan Kiltop (bahan aktif: butyl phenyl methyl carbamate /fenobucarb).
Dari pemantauan di lapangan,
penggunaan pestisida oleh petani sering berlebihan sehingga kemungkinan terdapatnya residu pestisida pada hasil panen dapat melebihi batas maksimum yang dapat diterima.
Distribusi Sayuran di Kabupaten Banggai Jumlah pasar tradisional di Kabupaten Banggai sebanyak 13 pasar seperti terlihat pada Tabel 9. Pasar Simpong yang terletak di Kecamatan Luwuk merupakan pasar induk terbesar di Kabupaten Banggai. Ini bisa dimaklumi karena kepadatan penduduk per km² di wilayah ini terbesar di Kabupaten Banggai. Dari hasil pemantauan, sayuran di pasar ini dipasok dari daerah sentra produksi sayuran di Kabupaten Banggai dan dari daerah di luar Kabupaten Banggai seperti Biromaru dan Gorontalo. Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai dapat dilihat pada Tabel 10.
35
Tabel 9
Banyaknya Pasar Menurut Kecamatan di Kabupaten Banggai (BPS Kabupaten Banggai 2005)
Kecamatan
Pasar
Nama Pasar
Toili
4
Tirta Kencana, Cendana Pura, Mulyoharjo, Slamet Harjo
Toili Barat
1
Sindang Sari
Batui
1
Balantang
Bunta
1
Bunta
Nuhon
-
Kintom
-
Luwuk
2
Simpong, Luwuk
Luwuk Timur
1
Kayutanyo
Pagimana
1
Pagimana
Bualemo
1
Malik
Lamala
-
Masama
1
Balantak
-
Jumlah
13
Tangeban
Tabel 10 Produksi sayuran menurut jenisnya per kecamatan di Kabupaten Banggai Jenis Sayuran
Toili
Batui
Bunta
Kintom
Luwuk
Luwuk Timur
Pagimana
Bualemo
Lamala
Masama
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
Bawang Merah
-
-
-
0,12
96
-
13
12
-
-
Bawang Putih
-
-
-
-
-
-
7
-
-
-
Daun Bawang
-
-
-
-
34
-
12
5
-
-
Kentang
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kubis/Kol
-
-
15
-
58
-
-
6
-
4
Petsai/Sawi
192
7,2
-
-
149
3
36
31
-
9
Wortel
-
-
-
-
30
1
-
3
-
-
Lobak
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kacang Merah
16
2,4
83
-
-
4,3
-
-
-
-
Kacang Panjang
24
14,4
40
2,14
-
5,2
65
32
6
12
Cabe
10
16,4
128
3,20
466
6,5
17
21
4
6
Tomat
6
18,6
149
4,24
452
12
106
64
8
6
Terung
9
7,7
154
3,04
199
15,5
160
63
15
6
Buncis
-
3,5
12
-
19
-
-
-
-
-
Ketimun
20
21,7
38
-
151
3,8
67
52
4
4
Labi Siam
-
10,3
3
-
41
-
-
-
2
-
Kangkung
65
24,5
62
-
50
6,9
38
19
4
6
Bayam
17
6,3
81
2,45
189
9,4
84
42
5
2
Sumber: BPS Kabupaten Banggai (2005)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran dilaksanakan di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, selama 1 bulan 20 Agustus – 20 September 2007. Lokasi penelitian tersebar di beberapa kecamatan berdasarkan kegiatan, yaitu: •
Pelaksanaan survei penggunaan pestisida di petani sayuran di sentra produksi sayur desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai.
•
Pelaksanaan survei konsumsi sayuran dilakukan di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui berupa pengisian kuesioner Konsumsi Sayuran.
•
Pengambilan contoh sayuran untuk uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida dilaksanakan di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui dan di sentra produksi sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk.
•
Uji laboratorium untuk mengetahui kadar residu pestisida pada sayuran dilakukan di laboratorium BPTPH Maros Makasar.
Metode Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk estimasi asupan zat gizi vitamin dan mineral dan estimasi paparan pestisida.
Tahap berikutnya adalah melaksanakan survei
penggunaan pestisida di petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk untuk identifikasi jenis pestisida dan metode uji residu pestisida yang digunakan. Selanjutnya adalah pengambilan contoh sayuran di kebun petani sayuran di desa Salodik dan di pedagang sayuran di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, pasar Balantang Kecamatan Batui.
Hasil pemeriksaan residu
pestisida pada contoh sayuran mentah yang dibudidaya dengan aplikasi pestisida
38
digunakan untuk perhitungan tingkat paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai.
Tahapan penelitian dan lokasi penelitian ditunjukkan
Gambar 5 dan Gambar 6. Survei konsumsi sayuran (dietary recall method) di tingkat rumah tangga di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui untuk mendapatkan pola konsumsi sayuran
Wawancara dilakukan tiga kali pada rumah tangga yang sama untuk mendapatkan data konsumsi sayuran 6 hari
Data konsumsi sayuran
Kadar vitamin dan mineral sayuran (data sekunder kadar vitamin dan mineral, Depkes RI 1981)
Survei penggunaan pestisida pada 25 petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk
• Jenis sayuran yang akan disampling • Metode uji residu pestisida
Pengambilan contoh sayuran untuk masing-masing jenis sayuran di 5 petani di desa Salodik dan 3 pedagang sayuran di pasar Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, dan pasar Balantang Kecamatan Batui
Analisis residu pestisida pada contoh komposit untuk
masing-masing jenis sayuran untuk mendapatkan data kadar residu pestisida pada sayuran
Estimasi asupan vitamin dan mineral per orang per hari
Asupan vitamin dan mineral dibandingkan AKG vitamin dan mineral
Gambar 5
Estimasi paparan pestisida dari konsumsi sayuran yang mengandung residu pestisida
Paparan pestisida dibandingkan ADI pestisida
Tahapan utama penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai
39
U
BUALEMO
BUNTA
BALANTAK
PAGIMANA
NUHON LUWUK TIMURR LUWUK KINTOM
TOILI BARAT
MASAMA
LAMALA
Desa Salodik
BATUI TOILI Nilai akses terhadap pangan dan pendapatan 0,8 0,64 0,48 0,32 0,16 0
to 100 Sangat Rawan to 0,8 Rawan to 0,64 Cukup Rawan to 0,48 Cukup Tahan to 0,32 Tahan to 0,16 Sangat Tahan
(0 kecamatan) (1 kecamatan) (6 kecamatan) (3 kecamatan) (2 kecamatan) (1 kecamatan)
Keterangan: Lokasi survei konsumsi sayuran Lokasi pengambilan contoh sayuran Lokasi survei penggunaan pestisida
Gambar 6 Lokasi penelitian studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai Pola Konsumsi Sayuran Estimasi konsumsi sayuran dilakukan dengan cara survei konsumsi sayuran per rumah tangga untuk mendapatkan data konsumsi sayuran per orang per hari. Survei dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada ibu rumah tangga yang disampling di Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method). Dengan metode ini ibu rumah tangga bertindak mewakili keluarga untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh petugas pencacah yang telah dilatih untuk mewawancarai ibu-ibu rumah tangga untuk kembali mengingat komsumsi sayurannya. Pada penelitian ini wawancara dilakukan tiga kali. Hari
40
pertama dilakukan untuk mengetahui konsumsi sayuran pada saat wawancara dan konsumsi sayuran pada satu hari sebelumnya kemudian mendatangi rumah tangga yang sama pada dua hari berikutnya (hari ke-3) untuk konsumsi sayuran
mengetahui
pada saat wawancara dan konsumsi pada satu hari
sebelumnya selanjutnya mendatangi rumah tangga yang sama pada dua hari berikutnya (hari ke-5) untuk
mengetahui konsumsi sayuran
pada saat
wawancara dan konsumsi pada satu hari sebelumnya sehingga data konsumsi sayuran yang didapat menjadi 6 hari. Hasil wawancara dicatat pada sebuah kuesioner
konsumsi
sayuran
yang
meliputi:
(a)
identitas
responden,
(b) keterangan anggota rumah tangga, (c) kebiasaan makan dan (d) jenis dan jumlah konsumsi sayuran mulai hari ke-1 sampai hari ke-6 (Lampiran 1). Responden ibu rumah tangga sengaja dipilih dari Kecamatan Luwuk, Toili, Pagimana, dan Batui karena berdasarkan peta akses terhadap pangan dan pendapatan Kabupaten Banggai tahun 2005 kecamatan-kecamatan ini dianggap dapat mewakili Kabupaten Banggai untuk mendapatkan pola konsumsi sayuran masyarakat Kabupaten Banggai (Gambar 6). Jumlah responden rumah tangga yang didata untuk survei konsumsi sayuran ada 190 rumah tangga (purposive sampling). Berdasarkan rasio kepadatan penduduknya (Tabel 8) maka jumlah tersebut dibagi menjadi 100 rumah tangga dari Kecamatan Luwuk, 30 rumah tangga dari Kecamatan Toili, 30 rumah tangga dari Kecamatan Pagimana dan 30 rumah tangga dari Kecamatan Batui.
Responden 30 rumah tangga per
kecamatan merupakan jumlah minimal sampel untuk survei masyarakat yang tergolong sampel besar yang didistribusikan normal (Mantra dan Kasto 1978 yang dikutip Masri dan Sofian 1989). Pemilihan responden rumah tangga di tiap kelurahan/desa ditentukan secara sistematic sampling dengan memperhatikan: (1) tingkat sosial ekonomi masyarakat (tinggi, sedang dan rendah), dan (2) akses pangan (mudah, sedang, sulit).
Data yang dikumpulkan dalam survei konsumsi sayuran: •
Identitas responden: nama responden, nama kepala keluarga (KK), dusun, RT/RW, desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi.
41
•
Keterangan anggota rumah tangga: nama, umur, jenis kelamin, berat badan, hubungan dengan kepala keluarga, pendidikan dan pekerjaan KK (kegiatan utama).
•
Kebiasaan makan: konsumsi sayuran dan cara pengolahan sayuran.
•
Konsumsi sayuran selama 6 hari. Penetapan petugas pencacah survei konsumsi sayuran didasarkan pada
pemahaman terhadap pengertian dan pengetahuan tentang konsumsi pangan dan gizi. Pada penelitian ini dipilih kader-kader PKK sebanyak 19 orang sebagai petugas pencacah dan setiap orang ditugaskan untuk mendata 10 rumah tangga. Sebelum melakukan survei, petugas pencacah diberi pelatihan mengenai tata cara pelaksanaan survei konsumsi sayuran agar bisa mewawancarai ibu-ibu rumah tangga seobjektif mungkin (apa adanya). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka yang dilakukan di rumah responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan oleh petugas pencacah. Responden yang diwawancarai adalah ibu rumah tangga dan atau anggota rumah tangga lainnya yang dianggap paling mengetahui keadaan rumah tangga serta konsumsi makan keluarga. Karakteristik anggota keluarga responden untuk data survei konsumsi sayuran diambil anggota keluarga dengan usia di atas 5 tahun dengan asumsi anak-anak usia di bawah 5 tahun kurang mengonsumsi sayuran. Analisis data survei konsumsi sayuran di tingkat kabupaten berdasarkan hasil rekapitulasi dari tingkat kecamatan. Rekapitulasi di tingkat kecamatan diperoleh dari data yang telah terkumpul di tingkat kelurahan atau desa. Data jumlah konsumsi per individu per hari yang didapat dari data survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT) yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan gram setelah itu dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan (bdd). Hasil survei konsumsi sayuran yang dilakukan pada 190 responden rumah tangga di Kabuaten Banggai digunakan untuk mengetahui jumlah asupan vitamin dan mineral responden.
Jumlah asupan vitamin dan mineral ini
dibandingkan dengan angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan
42
untuk orang Indonesia. Nilai asupan digunakan untuk penilaian konsumsi pangan dan gizi responden.
Estimasi Asupan Vitamin dan Mineral Nilai asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran masyarakat Kabupaten Banggai dihitung berdasarkan data survei konsumsi sayuran di tingkat rumah tangga di Kabupaten Banggai berupa jumlah konsumsi sayuran per individu per hari. Data jumlah konsumsi per individu per hari yang didapat dari data survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT) yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan gram setelah itu dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan (bdd). Data konsumsi sayuran per individu per hari yang sudah dikonversikan tersebut akan dihitung kadar vitamin dan mineral setiap jenis sayuran berdasarkan data sekunder kadar vitamin dan mineral dari Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI dengan tujuan untuk mengetahui total asupan vitamin dan mineral dari total sayuran yang dikonsumsi individu per hari. Kadar zat gizi dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI ini adalah untuk bahan makanan mentah.
Oleh
karena itu saran FAO untuk mendapatkan angka-angka yang menunjukkan asupan
vitamin dan mineral untuk sayuran yang dikonsumsi masak, untuk
vitamin B1 kadarnya direduksi 25 % dari kadar vitamin B1 yang terkandung pada sayuran mentah dan untuk vitamin C kadarnya direduksi 50 % dari kadar vitamin C yang terkandung pada sayuran mentah karena kadar kedua vitamin ini akan mengalami penurunan selama pemasakan sedangkan kadar vitamin A sama untuk sayuran mentah dan sayuran masak (Depkes 1981). Nilai asupan vitamin dan mineral yang didapat akan dibandingkan dengan angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk orang Indonesia yang disebarluaskan melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) yang dibuat setiap 5 tahun sejak tahun 1978.
43
Persaman yang digunakan dalam perhitungan asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran adalah sebagai berikut: Asupan vitamin (mineral) = kadar vitamin (mineral) X konsumsi /orang/hari
Identifikasi Jenis Pestisida yang Digunakan Identifikasi jenis pestisida yang digunakan pada praktek pengendalian OPT sayuran di Kabupaten Banggai dilakukan dengan menggunakan data primer yang didapat dari pelaksanaan survei pada 25 petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk yang merupakan sentra produksi sayuran di Kabupaten Banggai. Kriteria petani yang dipilih untuk survei adalah petani sayuran dengan luas lahan minimal 500 m² dan pengendalian OPT menggunakan pestisida. Kuesioner yang digunakan (Lampiran 3) berisi berbagai pertanyaan mengenai aplikasi pestisida pada usahatani di wilayah tersebut. Berdasarkan data ini akan ditentukan jenis sayuran yang akan disampling dan metode uji residu pestisida.
Analisis Residu Pestisida pada Contoh Sayuran Jenis sayuran yang akan dianalisis residu pestisida Penentuan jenis sayuran yang akan dianalisis residu pestisida ditentukan dari data survei penggunaan pestisida di petani sayuran di sentra produksi sayur desa Salodik dan dari data survei konsumsi sayuran sehingga diketahui jenis sayuran yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Banggai dengan aplikasi intensif pestisida.
Lokasi pengambilan contoh sayuran Lokasi pengambilan contoh sayuran dilakukan di petani desa Salodik Kecamatan Luwuk dan di pedagang sayur di pasar tradisional Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Pagimana Kecamatan Pagimana, dan pasar Balantang Kecamatan Batui (Gambar 6). Pengambilan contoh sayuran di petani di sentra produksi sayuran di Kecamatan Luwuk dilakukan secara
acak
terpilih dengan kriteria:
(1) mengusahakan sayuran minimal 500 m², (2) kebun yang diduga penggunaan
44
pestisida cukup intensif, dan (3) berdasarkan data luas tanam sayuran di Kabupaten Banggai. Contoh komposit satu jenis sayur diambil dari 5 petani dan 3 pedagang sayuran di setiap pasar. Pengambilan contoh sayuran dari pedagang di pasar-pasar tradisional di Kabupaten Banggai juga dilakukan secara acak dengan kriteria berat per jenis sayuran yang dijual di atas 25 kg.
Metode pengambilan contoh Validitas dan reliabilitas hasil pengujian kandungan residu pestisida dalam hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh metode pengambilan contoh bahan yang akan dianalisa.
Oleh sebab itu dalam pengambilan contoh di
lapangan harus benar-benar dapat mewakili: (1) wilayah atau daerah yang diduga penggunaan pestisida cukup intensif; (2)
hamparan dan petak
pertanaman pada saat itu; (3) komoditas yang akan dianalisis; (4) jenis pestisida yang dipakai dan; (5) waktu pengambilan contoh (Direktorat Perlindungan Tanaman 2000). Sebelum
pengambilan
contoh
sayuran
untuk
analisis,
perlu
diperhatikan alat dan bahan yang digunakan, cara pengambilan contoh, besar dan banyaknya contoh, pemberian label, pengiriman, dan penyimpanan contoh (Direktorat Perlindungan Tanaman 2000). •
Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam keadaan kering, bersih, tidak bocor, tidak bereaksi dengan contoh bahan dan tidak terkontaminasi dengan pestisida atau bahan lainnya serta dapat ditutup atau diikat rapat serta kuat.
•
Cara pengambilan contoh -
Tanaman/bagian tanaman di lapangan Contoh
tanaman pada lokasi yang dipilih diambil secara acak pada
beberapa titik sesuai dengan keadaan lapangan sehingga contoh yang diperoleh dapat mewakili keadaan tersebut -
Tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah Contoh diambil dari tiap tumpukan secara acak di beberapa tempat pada tingkat ketinggian tumpukan yang berbeda, sehingga dapat mewakili keadaan tersebut.
45
Tabel 11 Jumlah minimum contoh tanaman/bagian tanaman dalam bentuk curah Berat bahan (kg) dalam tumpukan < 50 50 – 500 500 – 2000 > 2000
Berat minimum contoh (kg) 3 5 10 15
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000) Tabel 12 Ukuran contoh tanaman/bagian tanaman untuk analisis residu pestisida Tanaman Sayuran
Bagian tanaman Umbi besar
Komoditas Kentang,ubi jalar,beet gula
Ukuran 5 kg
Umbi kecil
Wortel,lobak,bawang
2 kg
Sayuran berdaun atau
Kubis,kubis bunga, sawi
5 kg
Sayuran berdaun atau
asparagus, seledri, selada,
2 kg
berbatang kecil
bayam
Buah besar
terong, ketimun, sukini
5 kg
Buah kecil
lombok, tomat
2 kg
Leguminosa
kapri,buncis,kacang panjang
2 kg
Buah-buahan ukuran besar
jeruk, kelapa, apel, pisang,
5 kg
berbatang besar
Buah-buahan
nenas, pepaya Buah-buahan ukuran kecil
anggur, duku
2 kg
Rumput-
Berbiji besar
Jagung dengan tongkol
2 kg
rumputan
Berbiji kecil
Padi, jawawut, gandum
1 kg
Kacang-
Jerami berdaun lebar
2 kg
Jerami berdaun kecil
1 kg
Makanan ternak
1-2 kg
Kedelai, kacang hijau,
1 kg
kacangan dan kacang tanah, wijen biji-bijian
Kopi, coklat
2 kg
Lain-lain
Rempah-rempah, bumbu,
1 kg
teh Tebu
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000)
5 kg
46
•
Besar dan banyaknya contoh yang diambil, antara lain tergantung pada: (1) jenis, ukuran, dan banyaknya bahan; (2) wadah dan banyaknya wadah yang digunakan; (3) metoda analisis dan hasil yang diinginkan; dan 4). kemampuan laboratorium untuk menganalisis (Tabel 11 dan Tabel 12).
Pada penelitian ini pengambilan contoh sayuran dilakukan pada saat petani panen dan sayur diambil pada keadaan lingkungan yang homogen dan dilakukan recara acak sehingga setiap contoh dalam populasi harus mempunyai peluang yang sama untuk dipilih. Contoh primer sayuran yang diambil di kebun petani dan di pedagang sayur di pasar diambil dari 5 titik diagonal pada lot curah dan 3 titik pada lot wadah yaitu di bagian bawah, tengah dan atas sebanyak seperlima bagian kemudian dicampur.
Setelah itu dilakukan lagi
pengambilan contoh pada 5 titik diagonal sampai didapatkan contoh sekunder sebanyak 2 sampai 5 kg. Cara pengambilan contoh laboratorium dapat dilihat pada Gambar 7 dan proses pengambilannya dapat dilihat pada Gambar 8. contoh sayur A
5 petani di Salodik
4 pasar @ 3 pedagang
contoh campuran/komposit sayur A
contoh sekunder (2-5 kg)
contoh laboratorium (0.5 kg)
Gambar 7 Cara pengambilan contoh laboratorium
47
Penyiapan sampel Sebelum dibawa ke Laboratorium BPTPH Maros Makasar, contoh sayuran dari petani dan pedagang dikomposit terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 2 kg untuk sayuran berukuran kecil dan 5 kg untuk sayuran berukuran besar. Setiap contoh sayuran dipotong kecil-kecil kemudian diambil 500 gram dan langsung dibekukan untuk menghindari penguraian pestisida selama perjalanan dari Kabupaten Banggai ke Laboratorium BPTPH Maros Makasar.
Tanding/lot
Contoh primer
Contoh campuran
Contoh sekunder
Contoh laboratorium
Gambar 8 Proses pengambilan contoh (BSN 1998)
48
Waktu pengambilan dan pengiriman contoh Rentang waktu antara pengambilan contoh dengan lama pengiriman dan penyimpanan, serta waktu pelaksanaan analisis laboratorium harus diperhatikan. Pada setiap proses tersebut harus dipertimbangkan dengan cermat untuk menghindari terjadinya bias antara hasil analisis dengan keadaaan yang sebenarnya karena setiap jenis pestisida mempunyai batas waktu persistensi yang berbeda dalam tanaman.
Lamanya proses penguraian pestisida dalam
tanaman tergantung pada jenis dan sifat pestisida yang digunakan. Waktu pengambilan contoh di kebun adalah pada saat panen. Rentang waktu dari pengambilan contoh dan penyimpanan contoh di freezer sekitar 10 jam. Pengirimanan contoh dari freezer ke laboratorium adalah sampai semua contoh jenis sayuran yang akan dianalisis terkumpul. Contoh dikirim dalam coolbox. Masa simpan contoh dalam bentuk beku dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Batas waktu penyimpanan (termasuk lama pengiriman) beberapa bahan dan tipe analisis residu pestisida Bahan Tanaman/bagian
Tipe analisis Organokhlor
Penyimpanan Didinginkan
Batas waktu 14 hari
Tanaman basah
Organofosfat
Didinginkan
7 hari
Garam khloropenoksi
Didinginkan
14 hari
Ester khloropenoksi
Didinginkan
Secepatnya
Karbamat dan urea
Didinginkan
Secepatnya
Triazin
Didinginkan
Secepatnya
Organokhlor
Dibekukan
30 hari
Organofosfat
Dibekukan
7 hari
Garam khloropenoksi
Dibekukan
30 hari
Ester khloropenoksi
Dibekukan
Secepatnya
Karbamat dan urea
Dibekukan
Secepatnya
Triazin
Dibekukan
Secepatnya
(Direktorat Perlindungan Tanaman 2000)
Penghitungan kadar pestisida Metode Analisis Multiresidu Pestisida Organofosfat dalam Matriks Nonlemak (Diadopsi dari Analytical Methods for Residues of Pesticides in Foodstuffs
49
Ministry of Welfare, Health, and Cultural Affairs, Nederland; Multiresidues Method 5, Submethod 1 dalam Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997) Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida: asefat, azinfosetil,
azinfosmetil,
bromofosos,
bromofosetil,
karbofenotion,
klorfenvinfos, klorpirifos, klorpirifosmetil, klortiofos, koumafos, sianofenfos, dimetonsmetil, sulfon, dialifos, diazinon, diklofention, diklorfos, dimetoate, dioksation, disulfoton, ditalimfos, etion, etoprofos, etrimfos, fenomifos, fenklorfos, fenitrotion, fensulfotion, fention, fenofos, formotion, heptenofos, isofenfos,
malation,
menazon,
metamidofos,
metidation,
mevinfos,
monokrotofos, naled, ometoat, oksidemetonmetil, parathion, parationmetil, forate, fosalon, fosfamidon, fosfet, foksin, pirimifos metal, protoat, pirazofos, sulfotep, temefos, TEPP, tetraklorfinfos, tiometan, tolklofosmetil, triamifos, triazofos, triklorfon, triklornat dan varmidotion dalam buah-buahan dan sayuran. Nilai perolehan kembali metode ini adalah lebih besar dari 80%, dengan batas penetapan 0,01-0,05 mg/Kg. Prinsip: Pestisida diekstraksi dengan etil asetat dengan adanya natrium sulfat anhidrat, disaring dan langsung ditetapkan secara kromatogafi gas menggunakan detektor fotometri nyala yang selektif terhadap P, tanpa pembersihan.
Metode Analisis Multiresidu Pestisida N-Metilkarbamat dan Metabolitnya (Diadobsi dari the AOAC Official Method 985.23 dalam Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997) Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida aldikar, bufenkarb, karbaril, karbofuran, metiocarb, metomil, oksamil dan metabolit aldicarbsulfon dan 3-hidroksikarbofuran dalam anggur dan kentang Prinsip: Cuplikan diekstraksi dengan metanol dan dibersihkan dengan partisi cair-cair dan kolom kromatografi Nuchar Celite. Residu dipisahkan secara kromatografi cair fase terbalik, dan dideteksi dengan teknik fluorometri setelah derifatisasi pasca kolom on-line dengan o-ftalaldehida (OPA).
50
Motode Analisis Multiresidu Pestisida Piretroid (Diadapsi dari Analitycal Methods for Residues of Pesticides in Foodstuffs Ministry of Welfare, Health, and Cultural Affairs, Nederland; Multiresidues Method 11, Submethod 1 dalam Komisi Pestisida Departemen Pertanian 1997) Metode ini digunakan untuk penetapan residu pestisida bioaletrin, bioresmetrin, sipermetrin, deltametrin, fenpropatrin, fenvalerat, fenotrin dan permetrin dalam biji-bijian, apel, dan daun-daunan. Nilai perolehan kembali 90-110% dengan batas penetapan 0,3 mg/Kg untuk bioresmetrin dan 0,02 mg/Kg untuk piretroid lain. Prinsip: Contoh diektraksi dengan aseton/n-heksana.
Sejumlah ekstrak dibersihkan
secara kromatografi dengan kolom silikagel dan residu piretroid ditetapkan dengan kromatografi gas yang dilengkapi ECD.
Estimasi Paparan terhadap Pestisida Pada kajian paparan pestisida, tingkat risiko terhadap bahaya pestisida dilihat dari nilai paparannya yaitu tingkat intake pestisida dari konsumsi sayuran setiap hari per kilogram berat badan dibandingkan dengan tingkat intake pestisida yang aman setiap harinya (JECFA ADI).
Langkah awal sebelum
melakukan kajian paparan pestisida adalah melakukan survei konsumsi sayuran untuk mendapatkan data konsumsi sayuran (bagian dapat dimakan) dengan cemaran residu pestisida setiap hari per kilogram berat badan. Selanjutnya adalah mengidentifikasi jenis pestisida yang digunakan oleh petani-petani sayuran di Kabupaten Banggai untuk mengetahui bahan aktif yang mungkin terakumulasi dalam produk sayuran yang dikonsumsi masyarakat Kabupaten Banggai serta analisis laboratorium untuk mendapatkan data kadar residu pestisida pada sayuran.
Langkah berikutnya adalah menggabungkan data
konsumsi sayuran dengan data kadar residu pestisida untuk memperkirakan tingkat paparan pestisida, yang kemudian akan dibandingkan dengan ADI (Acceptable Daily Intake) pestisida (Lampiran 7).
51
Pada penelitian ini, tingkat paparan pestisida yang didapat adalah paparan pestisida dari konsumsi sayuran segar karena sayuran yang diuji residu pestisidanya adalah sayuran segar. Persaman yang digunakan dalam kajian paparan pestisida dari konsumsi sayuran adalah sebagai berikut:
Paparan (mg/kg BB) = konsentrasi bahan kimia (mg/kg) X konsumsi (g/kg BB/hari) 1000
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Profil responden survei konsumsi sayuran yang dilakukan di Kabupaten Banggai untuk studi asupan zat gizi mikro dan paparan pestisida dari konsumsi sayuran meliputi informasi: (1) tingkat pendidikan kepala rumah tangga responden berdasarkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki kepala rumah tangga, (2) pekerjaan utama kepala rumah tangga responden, (3) jenis kelamin anggota keluarga responden, (4) kelompok umur
anggota keluarga responden, dan
(5) berat badan anggota keluarga responden.
Berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga Profil kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti terlihat pada Gambar 9, ternyata didominasi oleh tingkat SLTA yakni sebesar 35 %. Selanjutnya secara berturut-turut, persentase kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan adalah 29 % tingkat SD, 26 % SLTP, 5 % Strata 1, 4 % Diploma dan sisanya 1 % tidak tamat SD.
Diploma S1 5% 4%
Tidak tamat SD 1%
SD 29%
SLTA 35% SLTP 26%
n = 190 rumah tangga
Gambar 9 Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan tingkat pendidikan
53
Berdasarkan jenis pekerjaan Berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga responden, persentase terbesar adalah berprofesi di bidang wiraswata yaitu 33 %. Selanjutnya, sebesar 28 % responden berprofesi sebagai petani, 22 % pegawai swasta, 15 % pegawai negeri dan 2 % pensiunan (Gambar 10).
Pegawai Negeri 15%
Pensiunan 2%
Wiraswasta 33%
Pegawai Swasta 22% Petani 28%
n = 190 rumah tangga Gambar 10 Komposisi kepala rumah tangga responden berdasarkan jenis pekerjaan Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Dari 736 anggota keluarga responden diketahui 68 % berusia > 19 tahun yakni mereka yang masuk dalam kelompok dewasa. Sedangkan sebesar 19 % anggota keluarga responden masuk dalam kelompok anak-anak dan sisanya adalah kelompok remaja yaitu sebesar 13 % seperti terlihat pada Gambar 11.
Anak-anak (5-12 tahun) 19%
Remaja (13-18 tahun) 13% Dewasa (>19 tahun) 68%
n = 736 anggota keluarga Gambar 11 Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur
54
Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin, didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 53 %, sedangkan anggota keluarga responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 47 % (Gambar 12).
Laki-laki 47% Perempuan 53%
n = 736 anggota keluarga Gambar 12 Komposisi anggota keluarga responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan berat badan Berdasarkan hasil pada Tabel 14, diketahui rata-rata berat badan anggota keluarga responden pada kelompok usia 13-18 tahun adalah 43,09 kg, yang berarti masih berada dibawah standar berat badan remaja di Indonesia yang menurut AKG 2004 seharusnya berada pada rentang 48-55 kg. Sedangkan rata-rata berat badan kelompok anak-anak dan dewasa secara berurut adalah 22,20 kg dan 57,27 kg, yang sudah masuk dalam rentang berat badan standar AKG 2004 pada masing-masing kelompoknya.
Tabel 14 Berat badan anggota keluarga responden berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur
Avg ± SD
95%tile
Min-Max
Anak-anak (5 - 12 tahun)
22.20 ± 7.33
35.05
10 - 50
Standar BB (kg) orang Indonesia* 18 - 38
Remaja (13 - 18 tahun)
43.09 ± 10.04
57.5
17 - 75
48 - 55
Dewasa (> 19 tahun)
57.27 ± 9.85
72
30 - 83
52 - 62
Berat Badan (kg)
Sumber: * WNPG (2004)
55
Pola Konsumsi Sayuran
Jenis sayuran yang dikonsumsi Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran (Tabel 15), diketahui ada 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden rumah tangga. Dari jumlah tersebut, ada 10 jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden. Persentase konsumsi responden dari 47 jenis sayuran tersebut didominasi oleh jenis tomat 16,12 % yang dikonsumsi oleh 97,90 % responden rumah tangga, kangkung 11,20 % yang dikonsumsi oleh 80 % responden rumah tangga, terong 10,55 % yang dikonsumsi oleh 67,40 % responden rumah tangga, kacang panjang 10,50 % yang dikonsumsi oleh 66,8 % responden rumah tangga, bayam 6,61 % yang dikonsumsi oleh 65,80 % responden rumah tangga, daun singkong 4,59 % yang dikonsumsi oleh 44,70 % responden rumah tangga, waluh (sambiki) 4,23 % yang dikonsumsi oleh 33,70 % responden rumah tangga, kelor 4,11 % yang dikonsumsi oleh 45,80 % responden rumah tangga, pepaya muda 3,47 % yang dikonsumsi oleh 33,70 % responden rumah tangga, dan urutan ke-10 persentase konsumsinya adalah labu siam 2,58 % yang dikonsumsi oleh 16,30 % responden rumah tangga. Cara mengolah sayuran sebelum dikonsumsi Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran, diketahui bahwa responden melakukan proses pengolahan sayuran sebelum dikonsumsi. Semua responden melakukan proses pencucian sayuran sebelum dimasak atau dikonsumsi. Adapun cara mengolah sayuran yang biasa dilakukan responden adalah disayur bening 37 %, ditumis 31 %, dimasak dengan santan 25 %, dimakan mentah (dilalab) 5 %, dan diurab 2 %. Pengolahan sayuran sebelum dikonsumsi akan berpengaruh pada kadar vitamin C dan vitamin B1 dalam sayuran. Kedua vitamin ini larut dalam air dan tidak tahan panas. Pencucian yang berlebihan, suhu pemasakan tinggi dan waktu pemasakan yang terlalu lama akan menurunkan kadar vitamin C dan vitamin B1 (Depkes RI 1981). Proses pencucian dan pemasakan juga berpengaruh terhadap residu pestisida dalam sayuran (Ameriana et al. 2000 serta Suwantapura 1983).
56
Tabel 15 Konsumsi sayuran per individu per hari hasil konversi dari ukuran rumah tangga (URT) ke g (n = 190 rumah tangga) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sayur Tomat Kangkung Terong Kacang panjang Bayam Daun singkong Waluh/Sambiki Kelor Pepaya muda Labu siam Kol Wortel Kentang Daun pakis Ketimun Sawi Sayur lilin Gambas Nangka muda Toge Buncis Kacang merah Pare Bunga pepaya Daun pepaya Gedi Jantung pisang Daun ketela rambat Selada air Sawi putih Katuk Daun Bawang Genjer Daun melinjo Kecipir Rebung Kacang kapri Kacang hijau Seledri Jamur Pisang muda Daun kacang panjang Jagung muda Daun labu waluh Daun labu siam Melinjo Kacang tanah Konsumsi total sayuran
Konsumsi (gr/orang/hari) Avg 95%tile Min-Max 44.16 116.67 0-150 30.69 75.00 0-200 28.90 83.33 0-216.67 28.77 99.48 0-250 18.11 53.23 0-83.33 12.57 50.00 0-75 11.59 60.67 0-66.67 11.27 45.50 0-100 9.51 44.44 0-133.33 7.06 0.00 0-16.67 6.76 37.92 0-83.33 5.31 27.28 0-75 4.75 27.78 0-66.67 4.73 29.58 0-87.5 4.62 29.58 0-44.44 4.03 25.00 0-50 3.64 30.33 0-50 3.63 27.78 0-61.11 3.59 33.33 0-80 3.44 16.67 0-33.33 3.10 20.83 0-41.67 2.92 20.83 0-55.56 2.56 23.75 0-66.67 2.14 16.67 0-26.67 1.52 12.50 0-66.67 1.50 0.00 0-75 1.50 0.00 0-125 1.50 12.50 0-50 1.48 15.42 0-31.25 1.09 0.00 0-44.44 1.08 0.00 0-44.44 1.04 8.33 0-18.75 0.92 0.00 0-50 0.71 0.00 0-44.44 0.68 0.00 0-37.5 0.50 0.00 0-25 0.48 0.00 0-18.75 0.38 0.00 0-31.25 0.37 3.29 0-8.33 0.32 0.00 0-16.67 0.30 0.00 0-27.78 0.26 0.00 0-25 0.18 0.00 0-11.11 0.12 0.00 0-22.22 0.09 0.00 0-16.67 0.09 0.00 0-16.67 0.04 0.00 0-8.33 274.014 525.417 70.83-870.83
Konsumsi sayuran (%) 16.12 11.20 10.55 10.50 6.61 4.59 4.23 4.11 3.47 2.58 2.47 1.94 1.73 1.73 1.69 1.47 1.33 1.32 1.31 1.26 1.13 1.07 0.93 0.78 0.56 0.55 0.55 0.55 0.54 0.40 0.39 0.38 0.34 0.26 0.25 0.18 0.18 0.14 0.13 0.12 0.11 0.10 0.07 0.04 0.03 0.03 0.02 100.00
Rumah tangga yg mengonsumsi (%) 97.90 80.00 67.40 66.80 65.80 44.70 33.70 45.80 33.70 16.30 29.50 25.80 18.90 16.30 29.50 15.80 13.70 13.20 8.95 27.40 17.90 14.70 7.89 16.30 7.37 3.68 2.11 7.37 6.84 3.16 3.68 14.20 4.21 4.74 2.11 2.63 3.16 1.58 8.95 2.11 1.58 1.58 2.11 0.53 0.53 0.53 0.53
57
Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari Data jumlah konsumsi sayuran per individu per hari yang didapat dari data survei konsumsi sayuran masih berupa ukuran rumah tangga (URT) untuk sayuran segar utuh yang biasa dijual di pasar tradisional. Sayuran segar yang dijual di pasar tradisional umumnya masih dengan akar, tangkai, biji, atau kulit. Untuk mengetahui kadar vitamin dan mineral serta paparan pestisida dari konsumsi sayuran, maka dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan (bdd) yaitu bagian sayuran setelah dibuang bagian yang lazim tidak dimakan seperti akar, tangkai, biji atau kulit. Bagian dapat dimakan (bdd) untuk 47 jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 16. Konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden setelah dihitung bagian yang dapat dimakan adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari (Tabel 17). Pada seluruh responden menunjukkan nilai persentil ke-95 konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Nilai persentil ke-95 mempunyai arti bahwa 95 % dari seluruh data terletak di bawah nilai tersebut. Nilai tersebut dapat digunakan untuk mengetahui responden dengan tingkat konsumsi tinggi (high level consumer). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumsi sayuran responden sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3-5 porsi sehari atau sebanyak 225 – 375 g per orang per hari (US-FDA yang dikutip oleh Astawan dan Andreas 2008). Berdasarkan data yang ditunjukkan Tabel 17, konsumsi sayuran per individu per hari setelah dihitung bagian sayuran yang dapat dimakan untuk sepuluh jenis sayuran dominan, diketahui tomat dikonsumsi sebanyak 41,95 g per orang per hari, terong dikonsumsi sebanyak 25,14 g per orang per hari, kacang panjang dikonsumsi sebanyak 21,58 g per orang per hari, kangkung dikonsumsi sebanyak 21,48 g per orang per hari, bayam dikonsumsi sebanyak 12,86 g per orang per hari, kelor dikonsumsi sebanyak 11,27 g per orang per hari, daun singkong dikonsumsi sebanyak 10,94 g per orang per hari, waluh (sambiki) dikonsumsi sebanyak 8,92 g per orang per hari, pepaya muda dikonsumsi sebanyak 7,23 g per orang per hari, dan labu siam dikonsumsi sebanyak 5,86 g per orang per hari (Gambar 14).
58
Tabel 16 Persentase bagian sayuran yang dapat dimakan No. 1
Sayuran Bayam
b.d.d. (%) 71
No. Sayuran 25 Katuk (daun)
b.d.d. (%) (40)
2
Buncis
90
26
Kecipir
3
Bunga pepaya*
100
27
Kelor
4
Daun Bawang
67
28
Kentang
85
5
Dn kac. panjang
(65)
29
Ketimun
70
6
Dn ketela rambat
73
30
Kol
75
7
Daun labu siam
100
31
Labu siam
83
8
Daun labu waluh
(70)
32
Melinjo
60
9
Daun melinjo
88
33
Nangka muda
80
10
Daun pakis
(70)
34
Pare
77
11
Daun pepaya
(71)
35
Pepaya muda
76
12
Daun singkong
87
36
Pisang muda
70
13
Gedi*
(100)
37
Rebung
65
14
Gambas
85
38
Sawi hijau
(87)
15
Genjer
70
39
Sawi putih*
30
16
Jagung muda
100
40
Sayur lilin*
(100)
17
Jamur
100
41
Selada air
69
18
Jantung pisang
(25)
42
Seledri
63
19
Kacang hijau
100
43
Terong
87
20
Kapri
(100)
44
Toge
100
21
Kacang merah
(95)
45
Tomat
95
22
Kacang panjang
75
46
Waluh (sambiki)
77
23
Kacang tanah
100
47
Wortel
88
24
Kangkung
70
96 (65)
Angka diantara dua kurung berarti angka taksiran dan hanya diberikan jika belum terdapat angka yang pasti berdasarkan penentuan sendiri Sumber: Depkes RI (1981) * Depkes RI (1990)
59
Tabel 17 Konsumsi sayuran (bdd) per individu per hari (n = 736 anggota keluarga) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sayur Tomat Terong Kacang panjang Kangkung Bayam Kelor Daun singkong Waluh/Sambiki Pepaya muda Labu siam Kol Wortel Kentang Sawi Sayur lilin Toge Daun pakis Ketimun Gambas Nangka muda Buncis Kacang merah Bunga pepaya Pare Gedi Daun ketela rambat Daun pepaya Sawi putih Selada air Daun Bawang Kecipir Genjer Daun melinjo Rebung Kacang kapri Katuk Kacang hijau Jantung pisang Jamur Seledri Pisang muda Jagung muda Daun kacang panjang Daun labu siam Daun labu waluh Melinjo Kacang tanah Total konsumsi sayuran
Konsumsi (gr/orang/hari) Avg 95%tile Min-Max 41.95 110.83 0-143 25.14 72.50 0-189 21.58 74.61 0-188 21.48 52.50 0-140 12.86 37.79 0-59 11.27 45.50 0-100 10.94 43.50 0-65 8.92 46.71 0-51 7.23 33.78 0-101 5.86 41.50 0-111 5.07 28.44 0-63 4.67 24.00 0-66 4.04 23.61 0-57 3.91 24.25 0-49 3.64 30.33 0-50 3.44 16.67 0-33 3.31 20.71 0-61 3.23 20.71 0-31 3.08 23.61 0-52 2.87 26.67 0-64 2.79 18.75 0-38 2.78 19.79 0-53 2.14 16.67 0-27 1.97 18.29 0-51 1.50 0.00 0-75 1.10 9.13 0-37 1.08 8.88 0-47 1.06 0.00 0-43 1.02 10.64 0-22 0.70 5.58 0-13 0.65 0.00 0-36 0.65 0.00 0-35 0.63 0.00 0-39 0.50 0.00 0-25 0.48 0.00 0-19 0.43 0.00 0-18 0.38 0.00 0-31 0.38 0.00 0-31 0.32 0.00 0-17 0.23 2.07 0-5 0.21 0.00 0-19 0.18 0.00 0-11 0.17 0.00 0-16 0.09 0.00 0-17 0.08 0.00 0-16 0.05 0.00 0-10 0.04 0.00 0-8 226.11 426.89 54-724
Konsumsi sayuran (%) 18.55 11.12 9.54 9.50 5.69 4.98 4.84 3.95 3.20 2.59 2.24 2.06 1.79 1.73 1.61 1.52 1.47 1.43 1.36 1.27 1.24 1.23 0.95 0.87 0.67 0.48 0.48 0.47 0.45 0.31 0.29 0.29 0.28 0.22 0.21 0.19 0.17 0.17 0.14 0.10 0.09 0.08 0.08 0.04 0.04 0.02 0.02 100.00
Rumah tangga yg mengonsumsi (%) 97.9 67.4 66.8 80 65.8 45.8 44.7 33.7 33.7 16.3 29.5 25.8 18.9 15.8 13.7 27.4 16.3 29.5 13.2 8.95 17.9 14.7 16.3 7.89 3.68 7.37 7.37 3.16 6.84 14.2 2.11 4.21 4.74 2.63 3.16 3.68 1.58 2.11 2.11 8.95 1.58 2.11 1.58 0.53 0.53 0.53 0.53
60
Lain-lain, 58.89 g/org/hr
Tomat, 41.95 g/org/hr
Labu siam, 5.86 g/org/hr
Terong, 25.14 g/org/hr
Pepay a muda, 7.23 g/org/hr
Kacang panjang, 21.58 g/org/hr
Waluh/Sambiki, 8.92 g/org/hr
Kangkung, 21.48 g/org/hr
Daun singkong, 10.94 g/org/hr
Bay am, 12.86 g/org/hr
Kelor, 11.27 g/org/hr
n = 736 anggota keluarga Total konsumsi = 226 g/orang/hari
Gambar 13 Jumlah konsumsi sayuran (bdd) per orang per hari Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per individu per hari Komposisi konsumsi dari 10 jenis sayuran dominan berdasarkan konsumsi rata-rata sayuran untuk responden pengonsumsi saja per responden per hari seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18, ternyata paling banyak adalah tomat sebesar 43 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi sebanyak 186 rumah tangga dari 190 responden rumah tangga. Urutan kedua adalah gedi sebesar 41 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi sebanyak 7 rumah tangga, selanjutnya terong 36 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 128 rumah tangga, labu siam 36 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 31 rumah tangga, sawi putih 34 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 6 rumah tangga, nangka muda 32 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 17 rumah tangga, kacang panjang 32 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 127 rumah tangga, kecipir 31 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 4 rumah tangga, sayur lilin 27 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 26 rumah tangga dan kangkung dengan jumlah konsumsi 27 g per orang per hari dengan jumlah responden pengonsumsi 152 rumah tangga (Gambar 15).
61
Tabel 18 Konsumsi sayuran (bdd) responden pengonsumsi saja per individu per hari (n = 736 responden) No.
Sayur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Tomat Gedi Labu siam Terong Sawi putih Kacang panjang Nangka muda Kecipir Kangkung Sayur lilin Waluh/Sambiki Kelor Pare Sawi hijau Daun singkong Kacang hijau Gambas Kentang Pepaya muda Bayam Daun pakis Kacang merah Rebung Jantung pisang Wortel Daun labu siam Kol Buncis Daun labu waluh Daun ketela rambat Genjer Jamur Kacang kapri Selada air Daun pepaya Bunga pepaya Daun melinjo Pisang muda Toge Katuk Daun kacang panjang Ketimun Melinjo Jagung muda Kacang tanah Daun Bawang Seledri
Konsumsi (gr/orang/hari) Avg 95%tile Min-Max 43 110.83 4-143 41 75 11-75 36 71.47 7-111 36 87.6 6-189 34 43.11 18-43 32 85.16 5-188 32 55.47 16-64 31 36 16-36 27 57.05 6-140 27 44.44 11-50 26 51.33 7-51 25 61.67 6-100 25 42.35 10-51 25 48.5 12-49 24 43.5 6-65 24 30.21 21-31 23 46.63 6-52 21 38.96 5-57 21 37.37 6-101 20 43.39 6-59 20 49.58 9-61 19 34.97 7-53 19 24 13-25 18 28.91 9-31 18 40.48 2-66 17 16.67 17-17 17 31.25 5-63 16 33.44 6-38 16 15.56 16-16 15 28.59 5-37 15 31.94 4-35 15 16.67 11-17 15 18.23 10-19 15 21.56 7-22 14 26.63 5-47 13 23.61 6-27 13 30.51 4-39 13 18.67 9-19 13 25 5-33 12 16.44 5-18 11 15.71 5-16 11 23.33 3-31 10 10 10-10 9 10.69 7-11 8 8.33 8-8 5 12.14 1-13 3 5.25 1-5
Konsumsi sayuran (%) 4.56 4.35 3.82 3.82 3.61 3.39 3.39 3.29 2.86 2.86 2.76 2.65 2.65 2.65 2.55 2.55 2.44 2.23 2.23 2.12 2.12 2.01 2.01 1.91 1.91 1.80 1.80 1.70 1.70 1.59 1.59 1.59 1.59 1.59 1.48 1.38 1.38 1.38 1.38 1.27 1.17 1.17 1.06 0.95 0.85 0.53 0.32
Jumlah Rumah Tangga 186 7 31 128 6 127 17 4 152 26 64 87 15 30 85 3 25 36 64 125 31 28 5 4 49 1 56 34 1 14 8 4 6 13 14 31 9 3 52 7 3 56 1 4 1 27 17
62
Sawi putih; 0,6%
Gedi; 0,7%
Nangka muda; 1,8% Sayur lilin; 2,8%
Kecipir; 0,4%
Labu siam; 3,3%
Lain-lain; 27,5%
Kacang panjang; 13,5% Terong; 13,6% Tomat; 19,7% Kangkung; 16,1%
Gambar 14 Persentase konsumsi berbagai jenis sayuran per orang per hari yang dikonsumsi responden pengonsumsi Konsumsi sayuran dari bagian dapat dimakan (bdd) per kg berat badan per hari Data konsumsi sayuran dari bagian dapat dimakan (bdd) per kg berat badan per hari yang ditunjukkan Tabel 19 untuk semua responden dan Tabel 20 untuk responden pengonsumsi saja, akan digunakan untuk perhitungan estimasi paparan pestisida.
Asupan Vitamin dan Mineral melalui Konsumsi Sayuran
Komposisi vitamin dan mineral sayuran yang dikonsumsi responden Sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang proporsional. Jumlah vitamin dan mineral yang terdapat dalam sayuran yang sering dikonsumsi responden seperti terlihat pada Tabel 21.
Jumlah vitamin A paling banyak
terdapat dalam daun pepaya, wortel, kelor, daun singkong, katuk, daun melinjo, sawi hijau, kangkung, dan bayam.
Vitamin B1 paling banyak terdapat pada
kacang hijau, kacang merah, gedi, sayur lilin, kacang tanah, daun kacang panjang, kecipir, kelor, dan kapri. Sedangkan vitamin C paling banyak terdapat pada daun singkong, katuk, kelor, daun melinjo, daun pepaya, sawi hijau, melinjo, bayam, genjer, waluh (sambiki), dan pare (Depkes RI 1981).
63
Kandungan kalsium yang paling banyak terdapat pada kelor, gedi, daun pepaya, bunga pepaya, bayam, sawi hijau, daun melinjo, katuk, sawi putih, selada air, dan daun singkong.
Fosfor paling banyak terdapat pada kacang merah,
kacang panjang, kacang tanah, kacang hijau, daun pakis, daun kacang panjang, bunga pepaya, jagung muda, daun labu waluh, dan jamur. Zat besi paling banyak terdapat pada daun ketela rambat, daun bawang, kelor, kacang hijau, daun kacang panjang, kacang merah, daun melinjo, bunga pepaya, bayam, dan daun labu waluh (Depkes RI 1981). Berdasarkan semua data pada Tabel 21, sepuluh jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden yaitu tomat, terong, kacang panjang, kangkung, bayam, kelor, daun singkong, waluh (sambiki), pepaya muda dan labu siam termasuk sayuran dengan kandungan vitamin dan mineral yang cukup tinggi.
Asupan vitamin A Tingkat asupan vitamin A dari hasil survei konsumsi sayuran responden didapat nilai rata-rata 6708,38 SI vitamin A atau setara dengan 258 µg RE (Tabel 23). Angka kecukupan vitamin A untuk orang dewasa Indonesia menurut AKG 2004 adalah 600 µg RE per hari.
Berdasarkan komposisi anggota keluarga
responden dengan kelompok usia mayoritas dewasa maka nilai asupan vitamin A responden masih di bawah angka kecukupan vitamin A yang dianjurkan untuk orang Indonesia yang sehat. Vitamin A dalam diet manusia sebagian tersusun oleh vitamin A yang sudah terbentuk atau sudah jadi (preformed vitamin A) yang berasal dari sumber hewani dan sebagian lagi dari karoten provitamin A yang berasal dari bahan nabati. Bioavailabilitas dari vitamin A yang sudah terbentuk (preformed) sangat tinggi sedangkan bioavailabilitas dari karotenoid dalam sayuran berdaun hijau sangat rendah karena beberapa hal berikut: (i) karotenoid terperangkap dalam matriks makanan, (ii) terbatasnya senyawa-senyawa yang mempengaruhi penyerapan seperti lemak, (iii) nilai gizi dari individu, (iv) keberadaan parasit seperti cacing gelang dan giardia. 1 µg retinol ekuivalen dengan 26 µg karoten dari sayuran berdaun hijau (WNPG 2004).
64
Tabel 19 Konsumsi sayuran bagian dapat dimakan (bdd) per kg BB per hari (n = 736 responden) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sayur Tomat Terong Kacang panjang Kangkung Bayam Kelor Daun singkong Waluh/Sambiki Pepaya muda Labu siam Kol Wortel Kentang Sawi hijau Sayur lilin Toge Daun pakis Ketimun Gambas Nangka muda Buncis Kacang merah Bunga pepaya Pare Gedi Daun ketela rambat Daun pepaya Sawi putih Selada air Daun Bawang Kecipir Genjer Daun melinjo Rebung Kapri Katuk Kacang hijau Jantung pisang Jamur Seledri Pisang muda Jagung muda Daun kacang panjang Daun labu siam Daun labu waluh Melinjo Kacang tanah
Avg 0.851 0.506 0.431 0.450 0.266 0.232 0.224 0.186 0.149 0.127 0.101 0.094 0.081 0.076 0.070 0.072 0.064 0.065 0.063 0.057 0.056 0.060 0.044 0.037 0.033 0.023 0.021 0.023 0.023 0.014 0.013 0.012 0.012 0.013 0.009 0.008 0.008 0.007 0.006 0.005 0.006 0.004 0.003 0.001 0.001 0.001 0.001
Konsumsi (gr/kg BB/hari) 95%tile Min - Max 2.081 0 - 2.759 1.503 0 - 3.053 1.537 0 - 3.178 1.141 0 - 3.858 0.731 0 - 1.398 0.900 0 - 1.860 0.807 0 - 1.554 0.856 0 - 1.222 0.642 0 - 1.859 0.961 0 - 2.459 0.485 0 - 1.255 0.466 0 - 1.389 0.567 0 - 0.892 0.519 0 - 1.000 0.519 0 - 0.877 0.380 0 - 0.866 0.371 0 - 1.361 0.374 0 - 0.712 0.479 0 - 1.060 0.481 0 - 1.147 0.331 0 - 0.727 0.460 0 - 1.049 0.285 0 - 0.694 0.341 0 - 0.798 0 0 - 1.829 0.198 0 - 0.905 0.179 0 - 0.736 0 0 - 0.991 0.193 0 - 0.707 0.103 0 - 0.301 0 0 - 0.766 0 0 - 0.519 0 0 - 0.638 0 0 - 0.758 0 0 - 0.383 0 0 - 0.376 0 0 - 0.661 0 0 - 0.488 0 0 - 0.351 0.046 0 - 0.111 0 0 - 0.530 0 0 - 0.254 0 0 - 0.230 0 0 - 0.280 0 0 - 0.254 0 0 - 0.224 0 0 - 0.187
65
Tabel 20 Konsumsi sayuran (bdd) untuk responden pengonsumsi saja per kg BB per hari (n = 736 responden) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sayur Tomat Gedi Sawi putih Terong Labu siam Kacang panjang Nangka muda Kecipir Kangkung Waluh/Sambiki Rebung Sayur lilin Kelor Kacang hijau Daun singkong Sawi hijau Pare Gambas Pepaya muda Kentang Kacang merah Bayam Daun pakis Wortel Pisang muda Kol Selada air Daun ketela rambat Jantung pisang Buncis Daun labu siam Genjer Kapri Bunga pepaya Daun pepaya Jamur Toge Daun melinjo Daun labu waluh Melinjo Ketimun Katuk Kacang tanah Daun kacang panjang Jagung muda Daun Bawang Seledri
Avg 0.869 0.909 0.736 0.729 0.703 0.645 0.641 0.596 0.562 0.551 0.510 0.509 0.508 0.504 0.501 0.483 0.472 0.461 0.443 0.426 0.408 0.405 0.392 0.364 0.351 0.343 0.335 0.318 0.314 0.311 0.280 0.280 0.277 0.271 0.269 0.267 0.264 0.256 0.254 0.224 0.221 0.215 0.187 0.179 0.166 0.099 0.051
Konsumsi (gr/kg BB/hari) 95%tile Min-Max 2.092 0.068-2.760 1.816 0.258-1.829 0.990 0.358-0.991 2.032 0.122-3.053 1.409 0.158-0.158 1.750 0.097-3.178 1.066 0.343-1.147 0.749 0.308-0.766 1.156 0.114-3.858 1.062 0.158-1.222 0.722 0.301-0.758 0.859 0.210-0.877 1.329 0.144-1.860 0.645 0.350-0.661 1.018 0.136-1.554 0.863 0.213-1.000 0.718 0.176-0.798 0.859 0.120-1.060 0.900 0.111-1.859 0.712 0.082-0.892 0.864 0.151-1.049 0.815 0.120-1.400 0.880 0.154-1.361 0.800 0.049-1.389 0.504 0.253-0.530 0.756 0.104-1.255 0.602 0.144-0.707 0.709 0.084-0.905 0.458 0.215-0.488 0.577 0.108-0.727 0.280 0.280-0.280 0.493 0.090-0.519 0.365 0.163-0.383 0.491 0.103-0.694 0.510 0.111-0.736 0.339 0.214-0.351 0.564 0.092-0.866 0.540 0.086-0.638 0.254 0.254-0.254 0.224 0.224-0.224 0.485 0.062-0.712 0.341 0.114-0.376 0.187 0.187-0.187 0.228 0.105-0.230 0.199 0.149-0.149 0.223 0.014-0.301 0.093 0.009-0.111
66
Tabel 21 Komposisi vitamin dan mineral sayuran per 100 g No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sayuran Bayam Buncis Bunga pepaya* Daun Bawang Dn kac. panjang Dn ketela rambat Daun labu siam Daun labu waluh Daun melinjo Daun pakis Daun pepaya Daun singkong Gedi* Gambas Genjer Jagung muda Jamur Jantung pisang Kacang hijau Kapri Kacang merah Kacang panjang Kacang tanah Kangkung Katuk (daun) Kecipir Kelor Kentang Ketimun Kol Labu siam Melinjo Nangka muda Pare Pepaya muda Pisang muda Rebung Sawi hijau Sawi putih* Sayur lilin* Selada air Seledri Terong Toge Tomat Waluh (sambiki) Wortel
Kalsium mg 267 65 290 55 134 79 58 138 219 42 353 165 420 19 62 7 3 30 125 51 80 49 58 73 204 63 440 11 10 46 14 163 45 45 50 10 13 220 200 10 182 50 15 29 5 45 39
Sumber: Depkes RI (1981) * Depkes RI (1990)
Fosfor mg 67 44 113 39 145 66 (70) 99 82 172 63 54 70 33 33 100 94 50 (320) (85) 400 347 335 50 83 37 70 56 21 31 25 75 29 64 (16) 22 59 38 92 90 (27) 40 37 69 27 64 37
Besi mg 3.9 1.1 4.2 7.2 6.2 10.0 2.5 3.7 4.2 1.3 0.8 2.0 1.7 0.9 2.1 0.5 1.7 0.1 6.7 1.0 5.0 0.7 1.3 2.5 2.7 0.3 7.1 0.7 0.3 0.5 0.5 2.8 0.5 1.4 0.4 0.8 0.5 2.9 3.2 0.1 2.5 1.0 0.4 0.8 0.5 1.4 0.8
Nilai Vit.A S.I. 6090 630 371.7 1365 5240 6015 2025 2750 10000 2881 18250 11000 380 3800 200 0 (170) 157 440 0 33.5 0 6300 10370 595 11300 Ø 0 80 20 (1000) 25 180 (50) 950 20 6460 2177 0 2420 130 30 10 1500 180 12000
Vit.B1 mg 0.08 0.08 0.01 0.09 0.28 0.12 0.08 0.14 0.09 Ø 0.15 0.12 0.4 0.03 0.07 0.08 0.10 (0.05) 0.64 0.20 0.60 0.13 0.30 0.07 0.10 0.24 0.21 0.11 0.03 0.06 0.02 (0.10) 0.07 0.08 0.02 0.06 0.15 0.09 0.03 0.3 0.08 0.03 0.04 0.07 0.06 0.08 0.06
Vit.C mg 80 19 23.3 37 29 22 16 36 182 (30) 140 275 11 8 54 8 5 (10) 6 49 0 21 3 32 239 19 220 17 8 50 18 (100) 9 52 19 10 4 102 3.0 18 50 11 5 15 40 52 6
67
Asupan vitamin B1 Vitamin B1 atau tiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut dalam air dan tidak tahan panas.
Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan
karbohidrat, dan berat badan.
Aktifitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan
energi, sehingga aktifitas fisik rata-rata per hari perlu diperhatikan untuk penetapan jumlah asupan yang dianjurkan.
Food and Nutrition Board USA
memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi, jumlah 0,5 mg per 1000 Kal, dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000 Kal (WNPG 2004). Berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran diketahui bahwa nilai asupan rata-rata vitamin B1 responden adalah 0,1548 mg per orang per hari (Tabel 23). Nilai ini menunjukkan bahwa asupan vitamin B1 responden masih di bawah angka yang dianjurkan AKG 2004. Angka kecukupan yang dianjurkan untuk vitamin B1 adalah 1,3 mg per orang per hari. Kekurangan asupan vitamin B1 responden dapat dilengkapi dari konsumsi serealia, berbagai jenis kacang, hati, jantung, dan ginjal karena bahan makanan ini kaya akan tiamin atau vitamin B1.
Asupan vitamin C Vitamin C bekerja sebagai pereduksi komponen metal yang diperlukan untuk aktivitas katalitik enzim terkait. Kemampuan mereduksi ini juga diduga berperan dalam membantu absorpsi zat besi, menghambat pembentukan nitrosamin, membantu metabolisme obat, respons imun, sintesis steroid anti inflamasi, penyembuhan luka dan antioksidan. Vitamin C merupakan vitamin yang paling labil dan mudah rusak. Pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95 persen, transportasi dalam bentuk bebas di plasma dan mudah diambil oleh jaringan yang membutuhkan. Absorpsi akan meningkat sampai dosis 150 mg per hari. Ekskresi melalui urin dalam bentuk metabolitnya yaitu asam oksalat(2).
Asupan lebih dari 60 mg akan
meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional (WNPG 2004).
68
Nilai rata-rata asupan vitamin C responden adalah 60,02 mg per hari (Tabel 23). Angka ini sudah masuk dalam nilai asupan vitamin C yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Dalam penetapan AKG perlu diketahui jumlah cadangan dalam tubuh yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju turn over yang terjadi. Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat dimetabolisir di jaringan tubuh, dan dapat mencerminkan aktifvitas fisiologis yang optimal. Dengan jumlah cadangan yang demikian, maka perkiraan turn over vitamin C adalah 60 mg per hari. Dengan memperhitungan kemampuan absorpsi maka jumlah yang dianjurkan adalah 70-75 mg, yang mungkin bisa meningkat untuk beberapa individu sampai 100 mg. AKG 2004 untuk vitamin C dibuat lebih tinggi dari AKG 1998, mengingat pentingnya vitamin C untuk menjaga kesehatan yang optimum disamping untuk meningkatkan penyerapan zat besi kaitannya dengan anemia (WNPG 2004).
Tabel 22 Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran segar No.
Zat gizi
Avg±SD
Asupan zat gizi per hari 95%tile Min-Max
1.
Nilai Vit.A (SI)
6708.4 ± 3878
14731
811 - 19493
2.
Vit.B1 (mg)
0.206 ± 0.1249
0.478
0.032 - 0.604
3.
Vit.C (mg)
120.05 ± 69.49
256.83
16.28 - 341.47
4.
Kalsium (mg)
191.83 ± 110.81
411.32
23.27 - 625.41
5.
Fosfor (mg)
182.55 ± 133.89
453.51
26.79 - 851.63
6.
Besi (mg)
3.69 ± 2.17
7.92
0.64 - 12.85
Asupan kalsium Tingkat asupan rata-rata kalsium responden adalah 191,83 mg per hari (Tabel 23). AKG mineral kalsium untuk berat badan 56 kg adalah 800 mg per orang per hari dengan batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 2500 mg per orang per hari. Hasil perbandingan dengan AKG menunjukkan bahwa asupan kalsium responden dengan berat badan rata-rata 57,27 kg adalah sangat kurang.
69
Tabel 23 Asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang dimasak (n =736 anggota keluarga) No.
Asupan zat gizi per hari 95%tile Min-Max Avg±SD
Zat gizi
AKG **
%AKG
1.
Vit.A (µg RE)
258±149
566.56
31-750
600
43
2.
Vit.B1 (mg)*
0.1548±0.0937
0.3588
0.0244-0.4532
1.3
11.91
3.
Vit.C (mg)*
60.02±34.74
128.42
8.14-170.74
90
66.69
4.
Kalsium (mg)
191.83±110.81
411.32
23.27-625.41
800
23.98
5.
Fosfor (mg)
182.55±133.89
453.51
26.79-851.63
600
30.43
6.
Besi (mg)
3.69±2.17
7.92
0.64-12.85
13
28.39
* Saran FAO untuk makanan yang telah diolah atau dimasak: Vit.B1 reduksi 25%, Vit.C reduksi 50% (Depkes 1981) ** AKG untuk orang dewasa per hari (WNPG 2004).
Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis pada orang dewasa yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap jumlah dan kekuatan jaringan tulang.
Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya
demineralisasi yaitu tubuh yang kekurangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium yang ada pada tulang dan gigi. Pada masa pertumbuhan, kekurangan kalsium dapat menyebabkan pengurangan pada masa dan kekerasan tulang yang sedang dibentuk (WNPG 2004). Penyerapan
kalsium
kurang
baik
pada
bahan
makanan
yang
mengandung tinggi asam oksalat (bayam, ubi jalar) atau asam fitat (biji, kacangkacangan). Untuk memenuhi asupan kalsium sesuai AKG, responden dianjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan lain sumber kalsium seperti susu dan hasil olahannya, roti, biji-bijian, kacang-kacangan dan ikan.
Asupan fosfor Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh. Fosfor berfungsi memelihara pH, menyimpan dan mengirim energi dan sintesa nukleotida.
Selain itu fosfor adalah bagian utama tulang dan gigi, fosfor
mempunyai fungsi: (i) mengatur pelepasan energi selama pembakaran atau oksidasi hidrat arang, lemak dan protein, (ii) fosforilasi monosakarida dan lemak
70
untuk memfasilitasi jalan ke sel membran, (iii) memfasilitasi penyerapan dan transportasi zat gizi, (iv) mengatur keseimbangan asam basa, (v) merupakan bagian dari DNA dan RNA (Whitney 1999) Asupan rata-rata responden untuk fosfor seperti yang ditunjukkan Tabel 23 adalah 182,55 mg per hari. Nilai ini sangat kurang jika dibandingkan dengan AKG 2004 untuk fosfor yaitu 600 mg per hari dengan batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 4000 mg per hari. Angka kecukupan ini untuk orang dengan berat badan 56 kg. Keadaan kekurangan fosfor, hipofosfatemia, jarang terjadi karena fosfor ada di hampir semua sel sehingga hampir semua bahan makanan mengandung fosfor baik nabati maupun hewani. Daging, ikan, unggas dan serealia merupakan sumber utama fosfor dalam makanan sehari-hari. Hiperfosfatemia jarang terjadi karena kelebihan fosfor dikeluarkan melalui urine secara efisien (WNPG 2004).
Asupan zat besi Nilai asupan rata-rata untuk zat besi adalah 3,69 mg per responden per hari dengan nilai asupan minimum 0,64 mg per responden per hari dan nilai asupan maksimum 12,85 mg per responden per hari dengan nilai asupan 95 persen responden di bawah 7,92 mg per responden per hari (Tabel 23).
Hasil ini
menunjukkan asupan zat besi responden masih jauh dari angka kecukupan zat besi yang dianjurkan untuk orang Indonesia dengan berat badan 56 kg yaitu 13 mg per orang per hari dengan batas atas yang dianggap aman untuk dikonsumsi 54 mg per orang per hari. Kekurangan zat besi menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah (letih), dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen.
Namun demikian, tidak semua anemia bereaksi terhadap tambahan
asupan zat besi baik dalam bentuk tablet maupun dari makanan.
Anemia
menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunkan kognitif. Selain itu juga dapat menurunkan daya tahan tubuh (IOM 2001). Responden dianjurkan untuk mengonsumsi bahan makanan lain sumber zat besi seperti daging, jeroan, ikan dan unggas yang mengandung tinggi besi heme.
Sumber besi non-heme adalah dari nabati kedele, kacang-kacangan,
71
sayuran daun hijau dan rumput laut. Zat besi dari sumber nabati (non-heme) bioavaibilitasnya lebih rendah dibanding heme yang terdapat dalam zat besi dari sumber hewani (WNPG 2004).
Tingkat Paparan Pestisida Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai Berdasarkan hasil survei penggunaan pestisida pada budidaya sayuran di Desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat, menunjukkan bahwa dari 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden hanya ada 14 jenis sayuran yang dibudidaya menggunakan aplikasi pestisida yaitu bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih, seledri, terong, tomat, wortel dan kentang (Tabel 24). Dari 14 jenis sayuran ini hanya kentang yang tidak dilakukan analisa residu pestisida karena beberapa pertimbangan bahwa kentang adalah umbi dan umumnya dikonsumsi masak sehingga diasumsikan responden sangat kecil kemungkinan terpapar pestisida dari konsumsi kentang. Tabel 24 Jenis pestisida pada budidaya sayuran di Kabupaten Banggai No. 1.
Sayuran Bayam
Merk Pestisida Capture, Decis, Matador, Regent, Sidamethrin, Spontan
2.
Buncis
Capture, Decis, Dharmabas, Dursban, Regent, Sevin
3.
Daun bawang
Capture, Curacron, Dursben, Gesaprim
4.
Kacang panjang
Buldok, Capture, Decis, Dursban, Mipcindo, Regent
5.
Kangkung
Decis, Gesaprim, Matador, Regent
6.
Ketimun
Buldok, Curacron, Decis, Dursban, Matador, Regent
7.
Kol
Antracol, Curacron, Lannate, Padan, Regent, Supracide
8.
Sawi hijau
Curacron, Decis, Regent, Supracide
9.
Sawi putih/petsai
Curacron, Decis, Regent, Supracide
10.
Seledri
Curacron, Dursban
11.
Terong
Buldok, Decis, Dursban
12.
Tomat
Antracol, Buldok, Decis, Capture, Curacron
13.
Wortel
Supracide
14.
Kentang
Buldok, Curacron, Matador, Regent, Supracide
72
Adapun merk pestisida yang digunakan adalah merk yang sudah terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Selain itu pestisida yang digunakan sudah sesuai dengan peruntukkan jenis tanaman.
Setiap merk pestisida mengandung bahan aktif yang spesifik
dengan konsentrasi yang berbeda. Dari hasil survei dengan petani, bahan aktif yang mungkin terakumulasi dalam suyuran yang dikonsumsi responden dapat dilihat pada Tabel 25.
Penggunaan pestisida dalam implementasi PHT Hasil survei penggunaan pestisida pada 25 petani sayuran di desa Salodik Kecamatan Luwuk dalam implementasi PHT pada tanaman sayuran diketahui bahwa petani sudah melakukan cara-cara pemeliharaan tanaman sayuran yang sehat dengan menerapkan memproduksi sayuran dengan
tata
kerja
yang baik dan benar dalam
mengikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan
pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh. Petani sayuran di desa Salodik menggunakan 17 merk pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman sayuran. Penyemprotan dilakukan dengan interval 3 – 10 hari sekali. Penyemprotan terakhir pada tanaman yaitu 5 - 20 hari sebelum panen.
Dengan demikian, sayuran yang diproduksi
berpeluang kecil mengandung residu pestisida di atas batas maksimum residu pestisida.
Hasil pemeriksaan residu pestisida Hasil pemeriksaan residu pestisida pada 13 contoh komposit untuk masing-masing jenis sayuran yaitu buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih (petsai), seledri, terong, tomat dan wortel dapat di lihat pada Tabel 26. Setiap contoh komposit sayuran terdiri dari sayuran yang diperoleh dari petani sayuran di desa Salodik, pedagang sayur di pasar Simpong Kecamatan Luwuk, pasar Cendana Pura Kecamatan Toili, pasar Balantang Kecamatan Batui dan pasar Pagimana Kecamatan Pagimana. Data hasil pemeriksaan laboratorium residu pestisida akan digunakan untuk mengetahui paparan pestisida dari sayuran yang dikonsumsi responden.
Tabel 25 Bahan aktif dalam pestisida (Deptan 2007) No. 1.
Merk Pestisida Antracol 70WP
Bahan Aktif Propineb: 70%
2.
Buldok 25EC
Betasiflutrin: 25g/l
3. 4. 5. 6.
Capture 50EC Curacron 500EC Dharmabas 500EC Decis 2.5 EC
Sipermetrin: 50g/l Profenofos: 500g/l BPMC: 500g/l Deltametrin: 25g/l
7.
Dursban 200EC
Klorpirifos: 200g/l
8. 9. 10.
Gesaprim 80WP Lannate 25WP Lannate 40SP
Atrazin: 75% Metomil: 25% Metomil: 40%
11. 12.
Matador 1WP Matador 25EC
Lamda sihalotrin: 1% Lamda sihalotrin: 25g/l
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Mipcindo 50WP Padan 50SP Regent 50SC Sevin 85S Sidamethrin 50EC Spontan 400SL Supracide 25WP
MIPC: 50% Kartaphidroklorida: 50% Fipronil: 50g/l Karbaril: 85% Sipermetrin: 50g/l Dimehipo: 400g/l Metidation: 25%
Tanaman Anggur, bawang merah, bawang putih, cabai merah, petsai, kentang, tomat, kacang tanah, jeruk, padi sawah, kina, lada, cengkeh, teh, tembakau, rosela Anggur, bawang merah, cabai, kentang, kubis, tomat, kacang panjang, jagung, jeruk, kedelai, kapas, kelapa sawit, padi, kakao, teh, tembakau, lada Daun bawang, bayam, anggur, jeruk, jagung, kakao Bawang merah, cabai, jeruk, kacang hijau, kentang, kubis, semangka, tomat, tebu, tembakau, kapas Bawang merah, cabai, kakao, padi, tebu, teh Bawang merah, cabai, tomat, semangka, kentang, kubis, jagung, kacang hijau, padi, lada, teh, tembakau, kapas, kedelai, kelapa sawit, kakao Bawang merah, cabai, tomat, wortel, petsai, kubis, jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, kelapa, kelapa sawit, lada, kakao, tembakau Jagung, tebu Bawang merah, kubis, tomat, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, tebu, teh, tembakau, kakao, kapas Bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, kubis, kacang panjang, kacang hijau, kedelai, jeruk, teh, tembakau kubis Bawang merah, bawang putih, cabai, tomat, kubis, kacang panjang, kentang, jagung, kedelai, jeruk, kakao, kapas, kelapa sawit, lada, lamtoro, tembakau, teh Cabai, jagung, kedelai, padi, kakao Bawang merah, cabai merah, kubis, kentang, kedelai, lada, tebu Cabai, kubis, kentang, kacang panjang, semangka, jeruk, jagung, tebu, kakao, kelapa sawit Jagung, kacang tanah, kapas, kedelai, kelapa, kelapa sawit, kopi, lada, tebu, teh, tembakau Kubis, sawi, kakao, kapas, kedelai, teh, tembakau Jagung, kedelai, kentang, padi, kelapa Apel, jeruk, bawang merah, kacang panjang, tomat, semangka, kentang, kedelai, teh, kopi, kakao
74
Berdasarkan hasil pemeriksaan residu pestisida pada tomat, seledri, kacang panjang, buncis, sawi hijau, dan kol dapat disimpulkan bahwa petani menggunakan pestisida sesuai aturan yang ditunjukkan dengan ditemukannya residu pestisida pada sayuran tersebut dengan residu pestisida masih di bawah Batas Maksimum Residu (BMR). Residu sipermetrin pada sawi hijau meskipun belum ditetapkan batas maksimumnya, namun jika sawi hijau dikelompokkan dalam golongan sayuran kubis-kubisan dengan BMR sipermetrin 1 mg per kg sayuran maka hasil deteksi tersebut
masih di bawah BMR.
Demikian pula
dengan residu lamda sihalotrin pada buncis yang belum ditetapkan batas maksimum residunya, jika buncis dikelompokkan golongan sayuran kubiskubisan dengan BMR lamda sihalotrin 0,2 mg per kg sayuran maka residu lamda sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg
pada buncis masih di bawah BMR
(Lampiran 6). Tabel 26 Hasil pemeriksaan residu pestisida pada sayuran (* BSN 2007) No.
Jenis Sayuran
Jenis Pestisida(Bahan Aktif)
Kadar (mg/kg)
1.
Bayam
Dursban 20 EC/klorpirifos
-
2.
Buncis
Matador/lamda sihalotrin
0.05
3.
Daun bawang
Dursban 20 EC/klorpirifos
-
4.
Kacang panjang
Supracide 25WP/metidation
0.025
5.
Kangkung
Matador/lamda sihalotrin
-
6.
Ketimun
Dursban 20 EC/klorpirifos
-
7. 8.
Kol/kubis Sawi hijau
Curacron/profenofos Sipermetrin
0.24 0.90
9.
Sawi putih
Supracide 25WP/metidation
-
10.
Seledri
Dursban 20 EC/klorpirifos
0.009
11.
Terong
Supracide 25WP/metidation
-
12.
Tomat
0.02
13.
Wortel
Dursban 20 EC/klorpirifos Dursban 20 EC/klorpirifos Supracide 25WP/metidation
-
Keterangan Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan *BMR belum ditetapkan Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan *BMR = 0.1 mg/kg Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan *BMR = 0.5 mg/kg *BMR belum ditetapkan Tidak terdeteksi, * BMR belum ditetapkan *BMR = 0.05 mg/kg Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan *BMR = 0.5 mg/kg Tidak terdeteksi, *BMR belum ditetapkan
75
Residu bahan aktif pestisida tidak terdeteksi pada bayam, daun bawang, kangkung, ketimun, sawi putih (petsai), terong dan wortel. Hal ini disebabkan banyaknya bahan aktif yang diduga terkandung dalam contoh komposit sayuran tersebut sehingga menyulitkan untuk menetapkan bahan aktif yang akan dianalisa dengan gas kromatografi. Namun terdapat beberapa jenis sayuran yang dominan dikonsumsi responden tetapi tidak menggunakan aplikasi pestisida seperti pepaya muda, waluh (sambiki), daun singkong, kelor, dan labu siam. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada beberapa sayuran yang dikonsumsi responden, diketahui kacang panjang, tomat, kol, buncis, sawi hijau dan seledri yang terdeteksi masih mengandung residu pestisida pada kondisi segarnya. Dari data yang ditunjukkan Tabel 19 dan Tabel 20, diketahui hanya tomat dan kacang panjang yang masuk dalam sepuluh sayuran yang dominan dikonsumsi responden.
Paparan pestisida Informasi tingkat konsumsi sayuran per kg berat badan responden per hari dan tingkat residu pestisida yang ada pada beberapa sayuran akan digunakan untuk mengetahui nilai paparan pestisida.
Nilai paparan yang didapat akan
dibandingkan dengan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) pestisida. Beberapa bahan aktif pestisida sudah mempunyai nilai ADI yaitu nilai aman konsumsi bahan kimia dalam mg bahan per kg bobot badan, yang meskipun dicerna (dimakan) setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko (BPOM. 2004). Nilai ADI diperoleh dari data-data toksikologi pada hewan percobaan, yaitu dari dosis tanpa efek NOAEL (No-Observed-Adverse-Effect-Level) diekstrapolasikan kepada manusia dengan menggunakan suatu faktor keamanan (safety factor). Safety factor biasanya 100, sehingga ADI adalah dosis tanpa efek dibagi 100. Nilai ADI yang telah ditetapkan bukan merupakan hal yang mutlak, sehingga nilainya bisa diubah atau diperbaiki apabila diperoleh informasi yang baru.
76
Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan responden yang ditunjukkan Tabel 27, residu pestisida pada sayuran yang dikonsumsi responden, semuanya memberi nilai paparan pestisida per kg berat badan responden tidak melebihi ADI baik per individu maupun per pengonsumsi saja. Untuk residu metidation sebesar 0,025 mg per kg kacang panjang dengan konsumsi rata-rata kacang panjang sebanyak 21,58 g per hari tidak memberikan paparan metidation melebihi ADI metidation kecuali dengan residu sebesar tersebut responden mengonsumsi kacang panjang sebanyak 2,29 kg per hari. Meskipun demikian nilai residu metidation pada kacang panjang tidak bisa diabaikan karena ada kemungkinan responden terpapar bahan aktif yang lain karena dari data survei penggunaan pestisida, petani tidak hanya menggunakan satu merk pestisida. Demikian halnya tomat yang merupakan sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden.
Dengan residu klorpirifos sebesar 0,02 mg per kg tomat dengan
konsumsi rata-rata tomat sebanyak 41,95 g per hari tidak memberikan paparan klorpirifos melebihi ADI klorpirifos kecuali dengan residu sebesar tersebut responden mengonsumsi tomat sebanyak 28,63 kg per hari. Residu sihalotrin sebesar 0,05 mg per kg buncis akan memberikan paparan 100 % ADI sihalotrin jika responden mengonsumsi buncis sebanyak
2,29 kg per hari.
Residu
profenofos sebesar 0,24 mg per kg kol akan memberikan paparan 100 % ADI profenofos jika responden mengonsumsi kol sebanyak 2,38 kg per hari. Residu klorpirifos sebesar 0,009 mg per kg seledri akan memberikan paparan 100 % ADI klorpirifos jika responden mengonsumsi seledri sebanyak 63,63 kg per hari. Residu sipermetrin sebesar 0,9 mg per kg sawi hijau akan memberikan paparan 100 % ADI sipermetrin jika responden mengonsumsi sawi hijau sebanyak 3,18 kg per hari (Tabel 28). Nilai paparan yang sebenarnya akan lebih rendah dari angka yang tertera pada Tabel 27 karena responden melakukan pencucian dan pemasakan sebelum mengonsumsi sayuran.
Penelitian Ameriana et al. (2000) serta
Suwantapura (1983) menyebutkan proses pencucian dan pemasakan sayuran mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan kadar residu pestisida meskipun nilainya berbeda-beda untuk setiap bahan aktif pestisida.
Tabel 27 Nilai paparan pestisida dari konsumsi sayuran (mentah)
No. 1.
2.
Jenis Sayuran
Bahan aktif pestisida (kadar=mg/kg sayuran)
Kacang
Metidation
panjang
(0.025)
Tomat
Klorpirifos
Paparan pestisida (µg/kg BB/hari) Per individu (n =736) 95%tile Min-Max Avg ± SD
Nilai ADI*
% ADI
Paparan pestisida (µg/kg BB/hari) Pengonsumsi saja 95%tile Min-Max Avg ± SD
% ADI
0.011 ± 0.014
0.038
0 - 0.08
0.001
1.078
0.016 ± 0.014
0.044
0.002 - 0.079
1.61
0.02 ± 0.01
0.04
0 - 0.06
0.01
0.170
0.02 ± 0.01
0.04
0.01 - 0.06
0.19
0.003 ± 0.007
0.017
0 - 0.04
0.002
0.139
0.02 ± 0.01
0.03
0.01 - 0.04
0.78
0.02 ± 0.05
0.12
0 - 0.3
0.01
0.243
0.08 ± 0.05
0.18
0.03 - 0.30
0.82
0.00004 ± 0.0002
0.00042
0 - 0.001
0.01
0.0004
0.0005 ± 0.0003
0.0008
0.0001 - 0.001
0.005
0.069 ± 0.176
0.467
0 - 0.9
0.05
0.138
0.43503 ± 0.19
0.78
0.19 - 0.9
0.87
(0.02) 3.
Buncis
Sihalotrin (0.05)
4.
Kol
Profenofos (0.24)
5.
Seledri
Klorpirifos (0.009)
6.
Sawi hijau
Sipermetrin (0.90)
Sumber: * BPOM (2007)
78
Penelitian Suwantapura mengenai pengaruh pengolahan lepas panen terhadap residu pestisida diazinon pada sayuran petsai mendapatkan bahwa pencucian dan atau perebusan sayuran petsai yang biasa dilakukan masyarakat sebelum disiapkan di meja makan mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan kadar residu diazinon, yang asalnya 0,125 mg per kg menjadi 0,045 mg per kg. Jadi terjadi penurunan residu diazinon sekitar 64 %. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperlihatkan pada Tabel 27, meskipun nilai paparan pestisida masih sangat jauh dari nilai maksimum paparan yang masih diperbolehkan namun petani tetap harus melakukan praktek-praktek budidaya yang baik karena semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan. Tabel 28 Konsumsi maksimum sayuran per orang dengan berat badan 57.27 kg untuk mencapai paparan pestisida setara nilai ADI
No.
Sayuran
Bahan aktif pestisida
Kadar residu
( ADI*=mg/kg BB)
pestisida (mg/kg)
Konsumsi maksimum sayuran untuk memenuhi ADI (g)
1.
Kacang panjang
Metidation (0.001)
0.025
2291
2.
Tomat
Klorpirifos (0.01)
0.02
28635
3.
Buncis
Sihalotrin (0.002)
0.05
2291
4.
Kol
Profenofos (0.01)
0.24
2386
5.
Seledri
Klorpirifos (0.01)
0.009
63633
6.
Sawi hijau
Sipermetrin (0.05)
0.9
3182
Sumber: * BPOM (2007)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil survei konsumsi sayuran yang dilakukan di Kabupaten Banggai dengan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (Dietary recall method) menunjukkan nilai konsumsi rata-rata total sayuran pada seluruh responden adalah 226 g per orang per hari dengan konsumsi minimum 54 g per orang per hari dan maksimum 724 g per orang per hari. Pada 95 % responden menunjukkan konsumsi sayuran tertinggi per individu dengan konsumsi total sayuran 427 g per orang per hari. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumsi sayuran responden sudah sesuai anjuran FDA dalam piramida makanan untuk konsumsi sayuran yaitu 3 – 5 porsi atau sebanyak 225 - 375 g per orang per hari. Selain itu, berdasarkan hasil survei konsumsi sayuran juga diketahui ada 47 jenis sayuran yang dikonsumsi responden. Sepuluh jenis sayuran yang paling sering ditemukan dalam komposisi menu makanan di setiap rumah tangga responden adalah tomat (41,95 g per orang per hari), terong (25,14 g per orang per hari), kacang panjang (21,58 g per orang per hari), kangkung (21,48 g per orang per hari), bayam (12,86 g per orang per hari), kelor (11,27 g per orang per hari), daun singkong (10,94 g per orang per hari), waluh (8,92 g per orang per hari), pepaya muda (7,23 g per orang per hari), dan labu siam (5,86 g per orang per hari). Nilai asupan vitamin dan mineral responden yang didapat dari data survei menunjukkan bahwa untuk dapat memenuhi angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan tidak bisa didapat dari konsumsi sayuran saja. Tingkat asupan vitamin A dan vitamin B1 masih jauh di bawah AKG yaitu baru memenuhi 43 % AKG dan 11,91 % AKG. Sedangkan asupan vitamin C responden sudah mendekati AKG yang dianjurkan untuk orang Indonesia yaitu 50 – 90 mg per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium, fosfor dan zat besi responden dengan rata-rata berat badan mayoritas responden 57,27 kg masih jauh dari angka kecukupan kalsium, fosfor dan zat besi yang dianjurkan per hari. Tingkat asupan rata-rata kalsium responden adalah 191,83 mg per hari (23.98 % AKG), asupan rata-rata fosfor responden adalah 182,55 mg per hari (30.43 %
80
AKG) dan asupan rata-rata zat besi adalah 3,69 mg per responden per hari (28.39 % AKG). Terdapat beberapa jenis sayuran seperti bayam, buncis, daun bawang, kacang panjang, kangkung, ketimun, kol, sawi hijau, sawi putih (petsai), seledri, terong, tomat, wortel, dan kentang yang menggunakan pestisida dalam proses budidaya di desa Salodik Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai selaku sentra produksi sayuran daerah setempat. Adapun merk pestisida yang digunakan adalah merk yang sudah terdaftar di Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian dan sesuai dengan peruntukkan jenis tanaman. Hasil pemeriksaan residu pestisida pada beberapa sayuran yang dikonsumsi responden, diketahui kacang panjang, tomat, kol, buncis, sawi hijau dan seledri mengandung residu pestisida pada kondisi segarnya. Lamda sihalotrin pada buncis sebesar 0,05 mg/kg, metidation pada kacang panjang sebesar 0,025 mg/kg, profenofos pada kol sebesar 0,24 mg/kg, sipermetrin pada sawi hijau sebesar 0,90 mg/kg, klorpirifos pada seledri sebesar 0,009 mg/kg, dan klorpirifos pada tomat sebesar 0,02 mg/kg.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ini dapat
disimpulkan bahwa petani menggunakan pestisida sesuai aturan yang dianjurkan petugas penyuluh dan perusahaan pestisida. Hal ini ditunjukkan dengan residu pestisida
dalam sayuran masih di bawah Batas Maksimum Residu (BMR)
pestisida. Dari sayuran yang terdeteksi mengandung residu pestisida, hanya tomat dan kacang panjang yang masuk dalam sepuluh sayuran yang dominan dikonsumsi responden. Berdasarkan perhitungan nilai paparan pestisida per kg berat badan responden dari data residu pestisida pada sayuran mentah, didapat semua nilai paparan di bawah ADI (Acceptable Daily Intakes). Paparan metidation dari konsumsi kacang panjang 0,011 µg per kg berat badan (1,078 % ADI), paparan klorpirifos dari konsumsi tomat 0,02 µg per kg berat badan (0,170 % ADI), paparan sihalotrin dari konsumsi buncis 0,003 µg per kg berat badan (0,139 % ADI), paparan profenofos dari konsumsi kol 0,02 µg per kg berat badan (0,243 % ADI), paparan klorpirifos dari konsumsi seledri 0,00004 µg per kg berat badan (0,0004 % ADI), dan paparan sipermetrin dari konsumsi sawi hijau 0,069 µg per kg berat badan (0,138 % ADI). Hasil ini menunjukkan sayuran yang
81
beredar di Kabupaten Banggai yang menggunakan pestisida dengan bahan aktif sihalotrin, metidation, profenofos, sipermetrin, dan klorpirifos aman dari paparan pestisida.
Saran Perlu dilakukan penelitian untuk estimasi asupan vitamin dan mineral dari konsumsi sayuran yang sebenarnya dengan menggunakan data primer untuk vitamin dan mineral sedangkan untuk mengetahui paparan terhadap pestisida dari konsumsi sayuran di Kabupaten Banggai, perlu dilakukan pengujian untuk residu bahan aktif pestisida lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W., R. Sinung-Basuki, Y. Hilman, dan B.K. Udiarto. 1999. Studi Lini Dasar Pengembangan Teknologi PHT pada Tanaman Cabai di Jawa Barat. J. Horti. 9(1): 67-83 Ameriana, M., R.S. Basuki, E. Suryaningsih dan W. Adiyoga. 2000. Kepedulian Konsumen terhadap Sayuran Bebas Residu Pestisida (Kasus pada Sayuran Tomat dan Kubis). Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Astawan, M. 2007. Sehat Optimal dengan Sayur dan Buah. www.kompas.com. Astawan, M. dan Andreas LK. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004 . Aplikasi Kajian Risiko Bahan Tambahan Pangan: Studi Kasus Penggunaan Pemanis Aspartam. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001a . Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001b . Analisis Risiko Keamanan Mikrobiologis: Kajian Risiko Mikrobiologis. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001c . Aplikasi: Kajian Risiko Mikrobiologis. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007 . Mekanisme dan Prosedur Tetap (PROTAP) Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di Indonesia. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Banggai dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banggai. Banggai. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2007. RSNI3 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian. Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Komisi Pestisida Departemen Pertanian. Jakarta. [Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Pestisida Pertanian dan Kehutanan, Pusat Perizinan dan Investasi Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia Edisi 1990. Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi.
83
Dibiyantoro, A.L.H. dan Rustaman, E.S. 1993. Residu Insektisida pada Tanaman Sayuran di Sentra Produksi Sayuran Dataran Rendah Jawa Propinsi Jawa Tengah dan DI Jogyakarta. Bull. Penelitian Hortikultura XXV (3): 72-78 Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006a. Panduan Budidaya Buah yang Benar (Good Agricultura Practices) Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2006b. Pedoman Budidaya Sayuran yang Benar (Good Agricultura Practices). Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 2000. Metode Pemantauan Pestisida. Direktorat Perlindungan Tanaman Departemen Pertanian. Jakarta. Fanany, F. 1996. Bahaya Residu Pestsida dalam Sayuran di dalam Sinar Tani No. 2598. Tahun XXVII: 7. Ketahanan Pangan Kabupaten Banggai. 2006. FIA (Food Insecurity Atlas) Kabupaten Banggai Tahun 2005. Banggai. [IOM] Institute of Medicine. 2002. Dietary Reference Intake: Application in Dietary Assessment. Washington DC. Insel, Paul; Turner, Elaine R. dan Ross, Don (2002). Nutrition. Sudbury, MA: Jones and Bartlett. [JECFA] Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of Food Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. Geneva. Switzerland. Jensen, B. 2000. Juicing Therapy Nature’s Way to Better Health and a Longer Life. New York. Laksanawati, H. Dibyantoro, O.S. Gunawan, R.E. Suriaatmadja, L. Sulastri, dan M. Suparman. 1994. Detection of Pesticide Residues in Carrot and Celery in some Production Centres in West Java and Central Java. Buletin Penelian Hortikultura 27(1): 89-97. Matsumura, F. 1985. Toxicology of insecticides. 2nd Edition. Plenum Press. London. Masri, S. Dan Sofian, E. 1989. Metode Penelitian Survey. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. [PANAP] Pesticide Action Network Asia and the Pacific. 1999. Pestisida Berbahaya bagi Kesehatan. www.panap.net/uploads/media/Health_ module_ BIndonesia.pdf Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di dalam Lund, Barbara M. dkk (eds) The Microbiological Safety and Auality of Food: Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland.
84
Rustaman dan Anna L.H.D. 1988. Residues of Pesticides on Farm Level and Effects on the environment. Semi Annual Report July-December 1988. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI – 19 – 0428 – 1998. Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan. Soejitno, J. 2002. Pesticide Residues on Food Crops and Vegetables in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21 (4). Bogor. Suhardjo dan Riyadi, H. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Pusat antar Universitas -IPB. Bogor. Soeriatmadja, R.E. dan S. Sastrosiswojo. 1988. Pemeriksaan Residu Insektisida dalam Buah Tomat dan Tanaman Kubis di Kecamatan Lembang, Pangalengan dan Cisurupan. Media Penelitian Sukamandi No. 6: 13-21. Sulaeman, A. 2007. GAP dan Aplikasinya di Indonesia. Bahan Presentasi pada Kuliah Good Practices dalam Rantai Pangan 21 April 2007. Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB. Bogor. Sumatra, M. 1991. Analisis Residu Pestisida. LIPI. Pusat Penelitian da Pengembangan Oseanologi. Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Air Tawar Jakarta. Jakarta. Susilo, H. 1986. Introduction to Pesticide Residue Problems with Special Reference to Foodstuffs. FAO/Biotrop Training Course on Integrated Pest Management of Legumes and Coarse grains. Sutamihardja, R.T.M., D. Nandika, A. Indriawan, Syahbuddin. 1982. Tinjauan tentang Penggunaan Pestisida di Indonesia. Fakultas Pascasarjana. Juruan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Bogor. Suwantapura, D. 1983. Pengaruh Pengolahan Lepas Panen terhadap Residu Pestisida Diasinon pada Sayuran Petsai (Brassica pekinensis). Universitas Padjadjaran. Bandung. Tarumingkeng, R.C. 1992. Insektisida. Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaannya. Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. [UNEP] United Nations Environment Programme. 1992. 1-5 juta Kasus Keracunan Pestisida Terjadi pada Pekerja di dalam Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP). http://www.alumni-ipb.or.id/index.php?option=com_content&task= view&id=487&Itemid=37-34k-www.kompas.com/kompas-cetak/0308 /17/ iptek/498254.htm Untung, K. 1998. Achievements in Pesticide Application for Agricultural use and its Residues Control in Indonesia in I.R. Kennedy, J.H. Skerritt and E. Highley (eds). Seeking Agricultural Produce Free of Pesticide Residue. ACIAR Proceeding (85): 11-16. [WHO] World Health Organisation. 1985. Guidelines for the Studi of Dietary Intakes of Chemical Contaminants. Geneva.
85
[WHO] World Health Organisation. 1987. Principles for the Safety Assesment of Food Additives and Contaminant in Food. Geneva. [WHO] World Health Organisation. 1997. Food Consumption and Exposure Assesment of Chemicals. Report of a FAO/WHO Consultations. Geneva. Switzerland. Whitney, EN. Dan SR. Rolfes. 1999. Understanding Nutrition. Edisi ke-8. Wadsworth Publishing Company. Belmont, CA. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta.
86
Lampiran 1 Daftar isian pemantauan konsumsi sayuran
A. IDENTITAS RESPONDEN 1 2 3 4 5 6
Propinsi Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/Kelurahan RT/RW/Dusun Nama Responden
B. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA No.
Nama
Umur (th)
Berat Badan
Jenis kelamin
Hubungan dg Responden
Pendidikan
Pekerjaan utama
1 1
2
3
4
5
6
7
8
2 3 4 5 6 7 8 9 10
87
C. KEBIASAAN MAKAN
x
Silang jawaban yang sesuai
1. Apakah keluarga ibu biasa mengkonsumsi sayuran? tidak
2. Bila ya, sebutkan jenis sayurannya? ……………………………………………………………………………
3. Bagaimana biasanya ibu mengolah sayur? (jawaban bisa lebih dari satu) Ditumis
Diurap
Disayur bening
Lainnya (lalab,dsb)
Dimasak dengan santan
88
D. JENIS DAN JUMLAH KONSUMSI SAYURAN HARI KE : …… Waktu
Nama
Jenis
makan
masakan
bahan
URT
Gram
1
2
3
4
5
Makan pagi
Makan siang
Makan malam
Banyaknya
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
…………………….
…………………….
………..
……..
89
Lampiran 2 Konversi ukuran rumah tangga
Bahan makanan
Satuan Padanan URT
Berat
1 ikat kecil
250 g
1 ikat besar
400 g
1 ikat
300 g
1 ikat kecil
250 g
1 ikat besar
500 g
1 buah kecil
25 g
1 buah sedang
50 g
1 buah besar
100 g
Daun kacang panjang
1 ikat
200 g
Daun ketela rambat
1 ikat
300 g
Daun labu siam
1 ikat
200 g
Daun labu wuluh
1 ikat
200 g
Katuk
1 ikat
400 g
Kelor
1 gelas
100 g
Buah melinjo
1mok
250 g
Daun melinjo
1 ikat
200 g
Daun pakis
1 ikat
300 g
Kacang merah
1 mok
500 g
Kacang tanah
1 mok
500 g
Kacang hijau
1 mok
500g
Kacang kapri
1 mok
300 g
Genjer
1 ikat
200 g
Jamur
1 mok
200 g
Bayam
Kangkung Kacang panjang
Tomat
90
Bahan makanan
Satuan Padanan URT
Berat
Rebung
1 mok
300g
Toge
1 mok
200 g
Pepaya muda
1 mok
200 g
Bunga papaya
1 mok
200 g
Daun pepaya
1 ikat
200 g
Terong
1 buah
100 g
1 buah sedang
50 g
10 tangkai
100 g
Buncis
1 ikat
250 g
Wortel
1 buah sedang
100 g
1 mok/ ¼ buah sdg
250 g
Kentang
1 buah
100 g
Seledri
5 rumpun
100 g
5 batang / 1 ikat
150 g
5 bh sdg tanpa kulit
100 g
¼ buah
400 g
Sawi putih
1 buah sedang
800 g
Sawi hijau
1 ikat
300 g
Ketimun
1 buah
100 g
Daun singkong
1 ikat
300 g
Kecipir
1 ikat
450 g
Gambas (oyong)
1 buah
100 g
Galundung
1 ikat
450 g
Selada air
1 ikat
250 g
Jagung muda
1 ikat
200 g
Labu siam
1 buah
400 g
Nangka muda
1/8 ptg/ 1 mok
200 g
Jantung pisang
1 buah sedang
1500 g
Pare
1 buah sedang
100 g
1 buah
100g
Terong lalap Kemangi
Kol
Daun bawang Sayur lilin Waluh/sambiki
Pisang muda
Sumber: Petunjuk Teknis Diversifikasi Konsumsi Pangan dan hasil survei di pasar tradisional di Kabupaten Banggai
Lampiran 3 Daftar isian penggunaan pestisida Nama Petani : Desa/Kecamatan : Jenis Sayuran Bawang Merah Bawang Putih Daun Bawang Kentang Kubis/Kol Petsai/Sawi Wortel Kacang Merah Kacang Panjang Cabe Tomat Terung Buncis Ketimun Labi Siam Kangkung Bayam
Nama Pestisida
Konsentrasi ml(gr) per lt
Dosis lt(kg) per ha
Interval aplikasi
Jumlah aplikasi
Aplikasi pestisida terakhir (hari sblm panen)
Pestisida dibeli dari mana
Lampiran 4 Contoh komposisi makanan untuk memenuhi angka kecukupan gizi per hari berdasarkan kelompok umur Kelompok umur Anak-anak 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 9 tahun Laki-laki remaja 10- 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 18 tahun Wanita remaja 10-12 tahun 13 -15 tahun 16 – 18 tahun Laki-laki dewasa 19 - 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65 tahun ke atas Wanita dewasa 19 - 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65 tahun ke atas Hamil Menyusui
Nasi 100g nasi atau padanannya
Lauk 50g daging atau 50g tempe atau padanannya padanannya
Sayur
Buah
Susu
100g sayuran
50g buah
200g sususegar
Minyak 5g minyak kelapa
3x 4x 4.5x
1x 2x 3x
1x 2x 3x
1.5x 2x 3x
3x 3x 3x
1x 1x 1x
3x 4x 5x
5x 6.5x 8x
2.5x 3x 3x
3x 3x 3x
3x 3x 3x
4x 4x 4x
1x 1x -
5x 6x 6x
4x 4.5x 5x
2x 3x 3x
3x 3x 3x
3x 3x 3x
4x 4x 4x
1x 1x -
5x 5x 5x
8x 7x 6x 5x
3x 3x 3x 3x
3x 3x 3x 3x
3x 3x 4x 4x
5x 5x 5x 4x
1x 1x
7x 6x 6x 4x
4.5x 4.5x 4.5x 4x 6x 6x
3x 3x 3x 3x 3x 3x
3x 3x 3x 3x 3x 4x
3x 3x 4x 4x 3x 4x
5x 5x 5x 4x 4x 4x
1x 1x 1x 1x
5x 6x 4x 4x 5x 6x
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
93
Lampiran 5 Rata-rata Berat Badan (kg) di Indonesia dibandingkan dengan baku WHO-NCHS (1983) Kelompok
Umur
AKG
Hasil
AKG
WHO
WHO
WHO
1998
Hitung
2004
1983
1983
1983
(-2 SD)
(Median)
(+2 SD)
2003 Anak
Laki-laki
Perempuan
Catatan:
0-6 bl
5.5
5.9
6.0
4.0
5.6
7.1
7-12 bl
8.5
8.1
8.5
6.9
8.8
10.9
1-3 th
12.0
11.5
12.0
10.4
13.2
16.2
4-6 th
18.0
16.2
18.0
14.8
19.1
24.9
7-9 th
24.0
20.7
25.0
19.3
26.7
38.0
10-12 th
30.0
32.7
35.0
25.5
37.5
56.1
13-15 th
45.0
48.7
48.0
37.2
53.5
77.7
16-18 th
56.0
55.0
55.0
48.3
66.0
92.9
19-29 th
62.0
56.3
60.0
48.3
66.0
92.9
30-49 th
62.0
57.4
62.0
48.3
66.0
92.9
50-64 th
62.0
56.0
62.0
48.3
66.0
92.9
65 th+
62.0
55.2
62.0
48.3
66.0
92.9
10-12 th
35.0
38.4
38.0
25.9
39.1
59.5
13-15 th
46.0
44.6
49.0
35.6
51.6
75.9
16-18 th
50.0
46.3
50.0
41.2
56.5
81.3
19-29 th
54.0
47.8
52.0
41.2
56.5
81.3
30-49 th
54.0
48.7
55.0
41.2
56.5
81.3
50-64 th
54.0
49.4
55.0
41.2
56.5
81.3
65 th+
54.0
47.4
55.0
41.2
56.5
81.3
Angka berat badan yang dicetak miring dan bergaris bawah disamakan dengan angka pada kelompok mur sebelumnya, kerena tidak ada pada baku WHO-NCHS (1983)
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004
94
Lampiran 6 Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian Jenis Pestisida
BMR (mg/kg)
Komoditas
Ket
KLORPIRIFOS CHLORPYRIFOS Alfalfa kering (pakan ternak) Alfalfa segar (pakan ternak) Almond Anggur Apel Bawang bombay, umbi Beras Biji Kapas Biji Kopi Bit gula Brokoli Buah persik Bunga Kubis/ Kembang Kol Daging ayam Daging ayam belanda Daging babi Daging domba Daging sapi Daging unggas Daun atau pucuk gula bit (pakan ternak) Gandum Ginjal sapi Hati sapi Jagung Jagung manis bertongkol Jamur merang Jerami dan pakan ternak gandum, kering Jerami jagung kering (pakan ternak) Jerami jagung segar (pakan ternak) Jerami kacang tanah kering (pakan ternak) Jerami kacang tanah segar (pakan ternak) Jerami kapas kering (pakan ternak) Jerami sorgum segar dan kering (pakan ternak) Jeroan babi Jeroan kambing Jeroan unggas Jeruk Kacang kedelai (kering) Kacang polong (Polong dan polong muda Jenis Pestisida
Komoditas
5 20 0,05 0,5 1 0,2 0,5 0,3 0,05 0,05 2 0,5 0,05 0,1 0,2 0,02 1 1 0,01 40 0,5 0,01 0,01 0,05 0,01 0,05 5 10 20 2 10 30
(*)
(*) (*)
(*) (fat) (fat) V
(*)
T T
2 0,01 0,01 0,01 1 0,1 0,01 BMR
Ket
95
(mg/kg) KLORPIRIFOS CHLORPYRIFOS Kacang-kacangan (polong dan atau biji muda) Kaelan Kemiri Kenari Kentang Kismis Kiwi Kubis Minyak biji kapas dapat dimakan Minyak biji kapas, mentah Minyak Jagung Minyak kacang kedelai, sulingan Pakan biji kapas (pakan ternak) Paprika Paprika, Manis Pea vines (green) Petsai Pir Pisang Plum(termasuk prun) Pome Selada bokor Seledri Sorgum Strawberi Susu Susu sapi, kambing dan domba Teh, hijau, hitam
0,01
Telur Tepung Terigu Terung Tomat Wortel
0,01 0,1 0,2 0,5 0,1
Alfalfa segar (pakan ternak) Almond Alpokat Anggur Apel Artichoke Bawang bombay, umbi
10 0,05 0,2 1 0,5 0,05 0,1
1 0,05 0,05 2 0,1 2 1 0,05 0,05 0,2 0,03 0,05
(*)
(*) (*)
0,5 2 1 1 1 2 0,5 1 0,1 0,05 0,5 0,3 0,2
(*)
T
0,02 2 (*)
METIDATION METHIDATHION
Jenis Pestisida
Komoditas
(*)
(*) BMR
Ket
96
(mg/kg) METIDATION METHIDATHION
Jenis Pestisida
Biji Bunga Matahari Biji kanola Biji Kapas Biji kopi Bit gula Buah Anggur Buah persik Ceri Ceri Daging Daging kambing Daging sapi, babi dan domba Daging unggas Gandum Hops, Kering Jagung Jeroan kambing Jeroan sapi, babi dan domba
0,5 0,1 1 0,1 0,05 2 0,2 0,2 0,2 0,02 0,02 0,02 0,02 0,1 5 0,1 0,02 0,02
Jeroan unggas Jeruk Jeruk lemon atau limau Jeruk, Manis, Asam Kacang Macadamia Kacang polong (Kering) Kacang polong (polong dan biji muda) Kacang-kacangan Kacang-kacangan kering Kemiri Kenari Kentang Ketimun Kubis Kubis Bunga/kembang kol Lemak babi Lemak domba Lemak kambing Lemak sapi Lemak unggas Lobak Mandarin Minyak biji kapas, mentah Minyak zaitun
0,02 2 2
Komoditas
(*)
(*) (*) (*)
(*) (*) (*)
2 0,01 0,1 0,1 0,1 0,1 0,05 0,05 0,02 0,05 0,1 0,2 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,05 3 2 1
(*)
(*) (*) (*)
(*) (*) (*) (*) (*) (*)
BMR
Ket
97
(mg/kg) METIDATION METHIDATHION Minyak zaitun, Virgin Nectarine Nenas Pir Plum (termasuk prun) Sayuran Daun Sorgum Susu Teh, hijau, hitam Telur Tembakau Tomat
2 0,2 0,05 1 0,2 0,2 0,2 0,001 0,5 0,02 0,1 0,1
Biji Kapas Bit gula Daging mamalia (selain hewan laut) Jeruk, Manis, Asam Kacang kedelai (kering) Kentang Kubis Kubis Bunga/ kembang kol Minyak biji kapas dapat dimakan Minyak kacang kedelai, Sulingan Paprika, cabe Paprika, Chili Paprika, Manis Susu Telur Tomat Tunas kecambah/touge
2 0,05 0,05 1 0,05 0,05 1 0,5 0,05 0,05 5 5 0,5 0,01 0,02 2 0,5
Akar dan Sayuran umbi Alfalfa segar (pakan ternak) Anggur Batang bawang putih Bawang bombay, umbi Bawang daun Bayam Berries and other small buah Biji Kopi Buah persik
0,05 5 1 0,5 0,1 0,5 2 0,5 0,05 2
PROFENOFOS PROFENOFOS (*) (*) (*) (*)
(*) (*)
SIPERMETRIN CYPERMETHRIN Dry wt
(*)
98
Jenis Pestisida
BMR (mg/kg)
Komoditas
Ket
SIPERMETRIN CYPERMETHRIN Ceri Crucifer Daging mamalia (selain hewan laut) Daging unggas Gandum Gandum Jagung Jagung manis bertongkol Jamur merang Jamur merang Jerami gandum segar dan kering (pakan ternak) Jerami jagung kering (pakan ternak) Jerami sorgum segar dan kering (pakan ternak) Jeroan mamalia Jeruk Kacang kedelai (kering) Kacang polong (polong-polong dan biji muda) Kacang tanah Kacang tanah Kacang-kacangan (polong dan atau biji muda) Kacang-kacangan dengan kulit Kacang-kacangan dengan kulit, polong Kaelan Ketimun Kubis Minyak biji, kecuali Kacang tanah Minyak kacang-kacangan Minyak sayuran yang dapat dimakan Nectarine Paprika Plum (termasuk prun) Pome Sayuran kubis-kubisan Selada Susu Teh, hijau, hitam Telur Terong Tomat
1 1 0,2 0,05 0,5 0,2 0,05 0,05 0,05 0,05
(fat) V
(*) (*) (*)
5 5
Dry wt
5 0,05 2 0,05 0,05 0,05 0,05
(*) V (*) (*) (*)
0,5 0,05 0,05 1 0,2 1 0,2 0,2 0,5 2 0,5 1 2 1 2 0,05 20 0,05 0,2 0,5
(*)
99
Jenis Pestisida
BMR (mg/kg)
Komoditas
Ket
SIHALOTRIN CYHALOTHRIN Biji Kapas Daging mamalia Daging unggas Jerami kanola kering (pakan ternak) Jerami legum kering (pakan ternak) Jerami sereal segar (pakan ternak) Jeroan mamalia Jeroan unggas Kentang Kubis/kol Legum pakan ternak segar Limbah biji kapas (pakan ternak) Limbah kubis-kubisan segar (pakan ternak) Minyak biji kapas dapat dimakan Minyak biji kapas, mentah Pome Susu Telur
Catatan : (*) E (pada MRLs=EMRLs)
: :
F (untuk susu)
:
(fat) (untuk daging) Po
: :
PoP (untuk makanan olahan)
:
T
:
V
:
0,02 0,5 0,02 2 2 1 0,02 0,02
(*)
(*) (*)
0,02 0,2 1 1 1 0,02 0,02 0,2 0,5 0,02
(*)
BMR pada atau mendekati batas penetapan BMR yang ditetapkan berdasarkan paparan pestisida di lingkungan BMR residu pestisida yang larut dalam lemak pada produk susu yang diturunkan seperti dinyatakan dalam “Codex Maksimum Residue Limits/Extraneous Maximum Residue Limits untuk susu dan produk susu” BMR berlaku untuk lemak yang berasal dari daging BMR yang ditetapkan berdasarkan perlakuan pasca panen terhadap komoditi tersebut BMR yang ditetapkan berdasarkan perlakuan pasca panen terhadap komoditi primer pangan tersebut. BMR yang hanya berlaku sementara tanpa memperhatikan status ADI sampai informasi yang diperlukan telah tersedia dan dievaluasi. untuk produk yang berasal dari BMR yang ditetapkan berdasarkan penggunaan veteriner hewan
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2007)