STUDI ANALISA TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ PADA ANAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AKHZAB 21 DAN SURAT LUQMAN 17
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu S. 1 Dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh :
M. MUSHOLLI NIM. 210 353
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015 i
ABSTRAK M. MUSHOLLI. NIM: 210 353. STUDI ANALISA TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ PADA ANAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AKHZAB 21, LUQMAN 17 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21 ? (2) Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17 ? dan (3) Bagaimana relevansi konsepsi Al-Qur’an (surat Al-Ahzab ayat 21 dan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada anak ? Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah : (1) Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21, (2) Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anakanak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17 dan (3) Untuk mengetahui relevansi konsepsi Al-Qur’an (QS Ahzab: 21, dan QS Luqman ayat 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada anak. Penulis menggunakan metode library research, yaitu suatu riset kepustakaan. sosial (social change and social development) yang mengedepankan bahan kepustakaan. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan judul skripsi sebagai landasan teori. Dengan metode ini, penulis memilih buku-buku tentang pendidikan Islam, ayat-ayat Al-Qur’an, berikut tafsirnya, buku-buku Akhlak, dan buku lainnya yang berkaitan dengan permasalahan. Dari pembahasan teori dan hasil penelitian serta analisis data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : (1) Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21 adalah bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan Rasulullah yang menjadi teladan bagi ummat manusia. Keteladanan ini mencakup seluruh aspek, baik segi fi’liyah (perbuatan), segi qauliyah (ucapannya) segi taqririyyah (ketetapannya), maupun keadaan yang mengelilinginya, (2) Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak berdasarkan surat Luqman ayat 17 menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah dan (3) Relevansi konsepsi Al-Qur’an QS Al-Ahzab ayat 21 dengan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada masa anak adalah sangat erat. Ini berarti bahwa anak merupakan penerus bagi segenap keluarga sehingga perlu adanya pembinaan dan bimbingan yang efektif dalam rangka membentuk anak menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang berpengetahuan, beriman dan bertaqwa. Oleh sebab itu wajib hukumnya orangtua memberikan keteladanan dan pendidikan agama kepada anak-anaknya sehingga mempunyai kemampuan untuk menjalankan ibadah shalat, mengerjakan yang baik (ma’ruf) dan tidak melakukan perbuatan yang mungkar dan serta memiliki kesabaran jika memperoleh musibah.
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 7 Tujuh Eksemplar Hal : Naskah Skripsi a.n. Sdra : M. MUSHOLLI
Jepara, 9 Juni 2014 Kepada : Yth. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara
Assalaamu’alaikum Wr.Wb. Setelah saya
mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini
saya kirimkan Naskah Skripsi Saudara : N a m a
: M. MUSHOLLI
NIM
: 210 353
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : STUDI ANALISA TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ PADA ANAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AKHZAB 21 DAN SURAT LUQMAN 17
Dengan ini saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat dimunaqasahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Pembimbing.,
Drs. Abdul Rozaq Alkam, M. Ag
iii
MOTTO
(١٧: )ﻟﻘﻤﻦ
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (QS. Luqman: 17).*)
*) Soenarjo, SH, dkk., Al Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2000), hlm. 655.
v
KATA PENGANTAR
Terhadap nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, segala puji bagi Allah seru terlimpahkan kepada
baginda
sekalian Nabi
Alam. Shalawat Muhammad
dan salam semoga
SAW, Rasul mulia
yang
diharapkan syafa’atnya di hari akhir. Terhadap berbekal ketekunan dan kemampuan serta bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu diucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhtarom HM, sebagai Rektor UNISNU Jepara, 2. Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M. Ag., sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan ijin penelitian. 3. Bapak Drs. Abdul Rozaq Alkam, M. Ag., selaku pembimbing yang telah mencurahkan segenap pikiran dan tenaganya dalam membimbing penulisan skripsi ini. 4. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu peneliti. Untuk semuanya, peneliti tidak dapat membalas atas segala bantuannya, hanya dapat berdo’a kepada Allah semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah terhadap balasan yang lebih baik. Akhirnya peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan mudah-mudahan bermanfaat bagi peneliti khususnya dan bagi semua pihak.
Jepara, 26 Mei 2014
Peneliti,
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada : Istriku “Siti Safaro” yang sangat kucintai Anakku yang kusayangi “Muhammad Agus Sulaiman” Adik-adikku tercinta yang senantiasa mendampingiku disaat susah dan senang Seluruh Mahasiswa UNISNU Jepara, semoga selalu dalam lindunganNya dan tetap terjalin silaturrahim yang baik.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………......………………… i ABSTRAK .................………………………………………......………………… ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING …………. .…… .....………………… iii HALAMAN PENGESAHAN ……………………..….....……………………… iv HALAMAN MOTTO …………………………… ..... ….……………………… v HALAMAN KATA PENGANTAR ………….....……………………………. vi HALAMAN PERSEMBAHAN…………….....……………………………….. vii HALAMAN DAFTAR ISI…………….....………….………………………… viii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ….....…….………………………………. 1 B. Penegasan Istilah…………….....….……………………………… 4 C. Perumusan Masalah…………………………….............................. 7 D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian………………............... 7 E. Kajian Pustaka.................................................................................. 9 F. Metode Penelitian ........................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan Skripsi………………….....……………... 11 BAB II : PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT KONSEPSI AL-QUR’AN A. Pendidikan Akhlak Pada Anak ...................................................... 14 B. Metode Pendidikan Akhlaq Pada Anak ......................................... 18 C. Tujuan Pendidikan Akhlaq Pada Anak .......................................... 30 BAB III :
DATA PENELITIAN TENTANG KONSEPSI AL-QUR’AN QS AHZAB: 21, DAN QS LUQMAN AYAT 17 DENGAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA MASA ANAK MASA ANAK A. Asbabun Nuzul Surat QS Ahzab ayat 21, dan Asbabun Nuzul Surat QS Luqman ayat 17 .............................................................. 36 B. Materi Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Luqman : 17.......................................... 45
viii
BAB IV : ANALISIS KONSEPSI AL-QUR’AN QS. AL-AHZAB 21 DAN QS. LUQMAN : 17, TENTANG NILAI - NILAI PENDIDIKAN AKHLAK A. Analisis Materi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Qs. Al-Ahzab: 21 ........................................................................... 49 B. Analisis Materi nilai-nilai pendidikan Akhlak QS. Luqman 17............................................................................... 53 C. Relevansi Konsepsi Al-Qur’an QS. Al-Ahzab ayat 21 dengan QS Luqman: 17 Pada Anak .................................................................
57
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………...……………………………………………. 62 B. Saran-saran…………....…………………………………………. 63 C. Kata Penutup ................................................................................. 64 KEPUSTAKAAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
ABSTRAK M. MUSHOLLI. NIM: 210 353. STUDI ANALISA TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAQ PADA ANAK DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AKHZAB 21, LUQMAN 17 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21 ? (2) Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17 ? dan (3) Bagaimana relevansi konsepsi Al-Qur’an (surat Al-Ahzab ayat 21 dan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada anak ? Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah : (1) Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21, (2) Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anakanak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17 dan (3) Untuk mengetahui relevansi konsepsi Al-Qur’an (QS Ahzab: 21, dan QS Luqman ayat 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada anak. Penulis menggunakan metode library research, yaitu suatu riset kepustakaan. sosial (social change and social development) yang mengedepankan bahan kepustakaan. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan judul skripsi sebagai landasan teori. Dengan metode ini, penulis memilih buku-buku tentang pendidikan Islam, ayat-ayat Al-Qur’an, berikut tafsirnya, buku-buku Akhlak, dan buku lainnya yang berkaitan dengan permasalahan. Dari pembahasan teori dan hasil penelitian serta analisis data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : (1) Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak-anak berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 21 adalah bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan Rasulullah yang menjadi teladan bagi ummat manusia. Keteladanan ini mencakup seluruh aspek, baik segi fi’liyah (perbuatan), segi qauliyah (ucapannya) segi taqririyyah (ketetapannya), maupun keadaan yang mengelilinginya, (2) Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak berdasarkan surat Luqman ayat 17 menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah dan (3) Relevansi konsepsi Al-Qur’an QS Al-Ahzab ayat 21 dengan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada masa anak adalah sangat erat. Ini berarti bahwa anak merupakan penerus bagi segenap keluarga sehingga perlu adanya pembinaan dan bimbingan yang efektif dalam rangka membentuk anak menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia yang berpengetahuan, beriman dan bertaqwa. Oleh sebab itu wajib hukumnya orangtua memberikan keteladanan dan pendidikan agama kepada anak-anaknya sehingga mempunyai kemampuan untuk menjalankan ibadah shalat, mengerjakan yang baik (ma’ruf) dan tidak melakukan perbuatan yang mungkar dan serta memiliki kesabaran jika memperoleh musibah.
ii
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya, dan tata santunnya didasari atau tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut. 1 Kehadiran Islam, di samping sebagai agama dengan perangkatperangkat ritualistiknya, juga memberikan semangat akan kesadaran berkebudayaan yang muncul dari kemauan bebas dan kepatuhan yang fitri dari manusia. Konsepsi ajaran Islam tidak sekadar memberikan wacana mengenai hubungan manusia terhadap khaliknya, bahkan meliputi aspek sarana menghadap kepada-Nya. Relevansi dengan konteks pendidikan, Islam menyiratkan sebuah titik pijakan pada suatu yang ada pada diri manusia yang dinamakan fitrah beragam (religiusitas) yang dibekalkan Allah ketika seseorang itu dilahirkan. Wacana di atas dalam sudut pandang realitas belum dapat diandalkan dan menjamin kebaikan seseorang. Hal ini disebabkan potensi itu pada dasarnya bagaikan mutiara yang masih terpendam, di mana akan dapat berfungsi dan didayagunakan sesudah dimunculkan, dijaga, dikembangkan, dan dikelola secara profesional, dalam arti bekal yang dibawa sejak lahir
1
Abdullah Bashih Ulwan, (Penerjemah Saifullah Kamalie), Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Al-Husna, 2003), hlm 2
2 dapat berkembang dan diarahkan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya melalui aktivitas pendidikan. Potensi yang tidak ditangani secara profesional,
tidak
berpegang
pada
prinsip-prinsip
pendidikan
dan
pengetahuan yang cukup pada proses perkembangan, maka boleh jadi seseorang anak berkembang berlawanan dengan potensi fitrahnya, yakni menjadi anak yang kurang beradab, sulit diarahkan, dan sebagainya. Dengan demikian, institusi yang berbentuk pendidikan sangat diperlukan di dalamnya mengembangkan dan mengarahkan anak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Terminologi pendidikan sebagaimana diketahui adalah sebagai medium bagi terjadinya transformasi nilai dan nilai pengetahuan yang berfungsi mencetuskan corak kebudayaan dan peradaban manusia. Secara imperatif, pendidikan bersinggungan dengan upaya pengembangan dan pembinaan seluruh potensi manusia tanpa terkecuali dan tanpa prioritas dari sejumlah
potensi
yang
ada.
Pendidikan
merupakan
suatu
upaya
memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sebagai pribadi yang memiliki huriyatul iradah maupun sebagai makhluk Tuhan yang terikat oleh hukum-hukum normatif. Menurut kodratya manusia adalah hanief, yaitu cinta kepada kesucian dan selalu cenderung pada kebenaran.
2
Dalam hal ini
hakekat pendidikan mengarahkan manusia kepada hal-hal yang baik dan benar, artinya pendidikan merupakan wacana menghantarkan manusia pada nilai-nilai ideal yang membentuk pribadi yang utuh dan kamil. Dengan 2
Nasarudin Razaq, Dienul Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 2003), hlm 24
3 demikian, hal-hal yang baik dan benar dijadikan standardisasi kepribadian muslim yang telah dituangkan dalam dasar-dasar hukum Islam. Dalam perspektif yang khusus, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju pada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. 3 Pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam sejarah perjalanan hudupnya menjalani beberapa fase (tahapan) mulai sejak dalam kandungan sampai masa akhir hayatnya. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan, fase yang sering mendapat intensitas dari para ahli pendidikan dan para pendidik, adalah masa kecil. Hal ini dapat dilihat dari salah satu pernyataan Al Ghazali: ”Ukuran berupa pembinasaan berbuat baik akan tumbuh subur sehingga ia akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika sang anak dibiasakan dengan hal-hal yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, aia akan tumbuh dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kemudian pahala yang dipetiknya turut dinikmati oleh kedua orangtunya, dan oleh semua muslim yang mengajarinya dan semua pendidik yang mendidiknya. Dan apabila dibiasakan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan begitu saja bagaikan memperlakukan hewan ternak, maka ia niscaya akan tumbuh menjadi orang yang celaka dan binasa. Dan dosa yang ditanggung akan menjadi beban bagi setiap orang yang pernah mengajarinya dan walinya.” 4 Pada tahap ini, Islam memandang bahwa pendidikan Akhlak dan Akhlaq mulai ditanamkan pada anak. Orang tua sebagai peletak dasar utama yang harus mempunyai kemampuan dalam membimbing dengan nilai-nilai pendidikan yang sesuai dengan dasar Islam. Peran ini sangat penting karena
3
hlm 23. 4
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 2009), Al Ghazali, Ihya’ Ululumuddin, (Jakarta: (Terj), Cv Fauzan, 2006), hlm 19.
4 proses awal nilai-nilai pada pembentukan kepribadian anak dimulai dan sebagai tumpuan pada fase-fase berikutnya. Rasulullah, SAW, menegaskan:
ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ: ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل ﻛ ّﻞ ﻣﻮﻟﻮد ﯾﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮة ﻓﺄﺑــــﻮاه ﯾﮭﻮّد اﻧــــﮫ أو ﯾﻨﺼّﺮاﻧـــــﮫ: وﺳﻠﻢ ٥)
Artinya :
(أو ﯾﻤﺠّﺴــــــﺎﻧﮫ …) رواه اﻟﺒﺨﺎرى
Diriwayatkan oleh sahabat Abi Hurairah r.a. berkata. Rasulullah SAW bersabda : “Setiap anak /bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orangtuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani maupun Majusi...”.(H.R. Bukhari).
B. Penegasan Istilah Kerangka
pemikiran
yang
dituangkan dalam
judul
“Studi
Analisis Terhadap Nilai-Nilai Pendidikan Akhlaq Pada Masa Anak Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat Al-Akhzab 21, Luqman 17”. Ini masih bersifat umum. Oleh karena itu, penulis mencoba mengabstraksikan dalam bentuk penegasan judul agar tidak terjadi misinterpretasi dalam memahami skripsi ini. Adapun hal-hal yang perlu ditegaskan sebagai berikut: 1. Konsepsi Al-Qur’an Konsepsi berarti pengertian, pendapat. 6. Khadijatus Shalihah dalam buku yang berjudul “Perkembangan Seni Baca al-Qur'an dan Qira'at Tujuh di Indonesia”, adalah sebagai berikut :
5)
Abi Zakaria, Riyadhus Shalikhin, (Semarang : Thoha Putra, 2000), hlm. .210.
6
Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2009),
hlm 456.
5
اﻟﻘﺮأن ھﻮ اﻟﻜﻼم اﻟﻤﻌﺠـﺰ اﻟﻤﻨـﺰل ﻋﻠﻲ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠّﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اﻟﻤﻜﺘــﻮب ﻓﻲ اﻟﻤﺼــﺎﺣﻒ اﻟﻤـﻨـﻘﻮل ﻋــﻨـﮫ ﺑﺎ ﻟﺘــ ّﻮاﺗــﺮ اﻟﻤﺘـﻌــﺒّـــﺪ ٧)
ﺑﺘﻼوﺗﮫ
Artinya : "Al-Qur’an adalah Kalam mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis dalam mushaf yang dinukil secara mutawatir, yang dihukumi ibadah bagi yang membacanya". 2. Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Strategi adalah rencana yang cermat mengenai suatu kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 8 Pendidikan yang dimaksud pada tulisan ini adalah pendidikan Islam, sebagaimana dijelaskan Ahmad D Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut: “Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam, menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.” 9 Sedangkan akhlak adalah suatu istilah tertanam
dalam
jiwa
seseorang
bentuk batin yang
yang mendorong ia
berbuat
(bertingkahlaku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan karena pertimbangan10 ) . Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pendidikan Akhlak Akhlak
adalah
suatu
proses
7
atau
usaha
secara
sadar
untuk
Khadijatus Shalikhahal., Perkembangan Seni Baca al Qur'an dan Qira'at Tujuh di Indonesia, (Jakarta: Al Husna, 2000), hal. 13. 8 Departemen P & K, Op.Cit., hlm 879 9
Ahmad D. Marimba, Op.cit, hlm 23
10
Ibid., hlm. 53
6 mengembangkan potensi anak didik dalam keimanan maupun batin seseorang yang akan diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempunyai dasar dan tujuan yang hendak dicapai baik dalam lembaga sekolah, keluarga maupun masyarakat. 3. Masa Anak Prof. Dr. H. Hadari Nawawi mengatakan masa anak berlangsung dari usia 3 sampai 12 tahun. 11 Berdasarkan penegasan istilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mengkaji tentang strategi atau rencana yang cermat mengenai suatu kegiatan untuk mencapai sasaran khusus berdasarkan konsepsi atau pengertian tentang nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Akhzab 21 dan Luqman ayat 17. C. Perumusan Masalah Berpijak dari penulisan dan abstraksi dari istilah yang merupakan kerangka dari judul skripsi ini, maka penulis merumukannya menjadi beberapa pokok permasalahan, yaitu: 1. Apa nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Akhzab 21 ? 2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17 ?
7 3. Sejauhmana relevansi konsepsi Al-Qur’an (Al-Akhzab 21 dengan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak ? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penulisan skripsi ini untuk menganalisis konsepsi
Al-Qur’an
tentang nilai-nilai Pendidikan Akhlaq pada masa anak pada tinjauan materi pendidikan keduanya. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah: a. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Akhzab 21. b. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17. c. Untuk mengetahui relevansi konsepsi Al-Qur’an (QS Al-Akhzab: 21, dan QS Luqman ayat 17) dengan nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak. 2. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis dan manfaat praktis. a. Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Dapat menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Al-Akhzab 21. 11
Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, (Surabaya: Al Ihlas, 2003), hlm 154
8 2) Dapat menjelaskan tentang nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak-anak usia 3 – 12 tahun berdasarkan surat Luqman ayat 17. 3) Dapat mengetahui sejauhmana Sejauhmana relevansi konsepsi AlQur’an (Al-Akhzab dengan QS Luqman: 17) dengan
nilai-nilai
pendidikan Akhlak pada masa anak. b. Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Guru 1) Menambah wawasan bagi guru dalam pembelajaran Akhlak pada anak. 2) Membantu guru dalam memberi motivasi belajar kepada siswa supaya memiliki akhlakul karimah. 2) Siswa 1) Memberikan pengertian terhadap anak didik, bahwa Pendidikan Akhlaq sangat penting dalam mebentuk sikap dan watak siswa. 2) Supaya para siswa dapat lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan cara belajar bersama (kelompok) dapat membantu meningkatkan prestasi belajar Aqidah Akhlak. 3) Sekolah 1) Membantu sekolah dalam mengatur kegiatan pembelajaran Akhlak sehingga dapat membantu meningkatkan siswa
9 2) Membantu sekolah dalam menyusun program pembelajaran dengan tujuan mampu menciptakan manusia yang memiliki Akhlakul Karimah. 4) Peneliti 1) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terhadap peneliti, tentang pentingnya pembelajaran Akhlak siswa. 2) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terhadap peneliti, serta dapat memenuhi dan melengkapi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan dalam jurusan Pendidikan Agama Islam. E. Kajian Pustaka Adapun teori-teori atau kajian yang berhubungan dengan judul adalah sebagai berikut: 1. Khoiriyah, INISNU 2009, dengan judul skripsi: “Aplikasi Al-Qur’an Surat At-Tahriim ayat 6 tentang Pendidikan Keluarga”. 2. Maesaroh, INISNU 2008, dengan judul skripsi: Konsep Al-Qur’an Surat Yusuf tentang Pendidikan Agama dalam Keluarga Pada Anak”. 3. Fakhrurrozi, INISNU 2009, dengan judul skripsi: Konsep Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 123, Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak”. 4. Kajian Islam tentang “Konsepsi Al-Qur’an Surat Al-Akhzab dan Surat Luqman: 17, kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa
10 anak”,
Jurnal oleh Miftahul Huda, http//www,paksalam.wordpresss.
com. Dari skripsi saudara Khoiriyah, Maesaroh sama–sama membahas tentang pendidikan dalam keluarga. Sedangkan skripsi Fahrurrozi memiliki kesamaan dalam pembahasan nilai-nilai pendidikan Akhlak. Sedangkan Jurnal oleh Miftahul Huda mempunyai kesamaan dalam membahas Konsepsi Al-Qur’an Surat Luqman: 17, kaitannya dengan nilai-nilai
pendidikan
Akhlak pada masa anak. Sedangkan yang membedakan hanya kajian pada surat Al-Qur’an saja. Dari ketiga skripsi dan satu jurnal di atas, penulis dapat mengambil beberapa landasan teori yang berkaitan dengan penulisan skripsi yang akan penulis susun. Namun demikian dari beberapa kajian teori tersebut, peneliti menampilkan landasan teori, teknik penulisan dan metode
yang berbeda
sehingga hasil penelitian ini merupakan asli dari pemikiran penulis sendiri. F. Metode Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode library research, yaitu suatu riset kepustakaan. sosial (social change and social development) yang mengedepankan bahan kepustakaan. 12
12
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm 9
11 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan judul skripsi sebagai landasan teori. Dengan metode ini, penulis memilih buku-buku tentang pendidikan Islam, ayat-ayat AlQur’an, berikut tafsirnya, buku-buku Akhlak, dan buku lainnya yang berkaitan dengan permasalahan. 2. Metode Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini menggunakan tafsir maudhu’i/ tematik. Langkah yang ditempuh garis besarnya adalah merumuskan tema yang akan dibahas, menyusun, menelaah ayat-ayat
Al-Qur’an, dan
melengkapinya dengan hadis yang relevan, serta menyusun kesimpulan sebagai jawab Al-Qur’an atas permasalahan yang dibahas. 13 G. Sistematika Penulisan Skripsi Di dalam penulisan skripsi ini peneliti membagi ke dalam tiga bagian Adapun bagian – bagian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagian Muka Pada bagian ini akan dimuat beberapa halaman, diantaranya adalah halaman judul, halaman persembahan, halaman motto, halaman pengesahan, halaman nota pembimbing, kata pengantar, daftar isi dan daftar tabel.
13
hlm 191
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2009),
12 2. Bagian Isi Pada bagian ini memuat lima bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan.
yang terdiri atas enam sub bab, yaitu
Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metode
Penelitian dan
Sistematika Penulisan Skripsi. Bab II :
Pendidikan Akhlaq menurut Konsepsi Al-Qur’an.
Membahas tentang Pengertian Pendidikan Akhlak, Metode Pendidikan Akhlak dan Tujuan Pendidikan Akhlak. Bab III : Data Penelitian Tentang Konsepsi Al-Qur’an QS Ahzab: 21, dan QS Luqman ayat 17 dengan nilai-nilai pendidikan Akhlak pada masa anak, terdiri dari: Asbabun Nuzul Surat QS Ahzab ayat 21, dan Asbabun Nuzul Surat QS Luqman ayat 17. Materi Nilainilai pendidikan Akhlak pada masa anak QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Luqman : 17. Bab IV : Analisis Konsepsi Al-Qur’an QS. Al-Ahzab: 21 dan QS. Luqman : 17, Tentang nilai-nilai pendidikan Akhlak-Akhlak yang menjadi dua sub bab. Sub bab pertama Analisis Materi nilai-nilai pendidikan Akhlak QS. Al-Ahzab: 21 dan sub bab kedua Materi nilainilai pendidikan Akhlak QS. Luqman: 17. Bab Penutup.
V :
Penutup terdiri dari; Kesimpulan, Saran dan Kata
13 3. Bagian Akhir Pada bagian ini akan memuat halaman daftar pustaka, lampiranlampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
13 123456789101112131415
1
Abdullah Abdullah 3 Abdullah 4 Abdullah 5 Abdullah 6 Abdullah 7 Abdullah 8 Abdullah 9 Abdullah 10 Abdullah 11 Abdullah 12 Abdullah 13 Abdullah 14 Abdullah 15 Abdullah 2
14 BAB II PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT KONSEPSI AL-QUR’AN
A. Pengertian Pendidikan Akhlak Pada Masa Anak Pendidikan dari segi bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata “Paedagogia, yang terdiri dari dua
kata
yaitu
kata
paedos
(= anak) dan agoge (= saya membimbing, memimpin)”.16 M.J. Langeveld dalam bukunya “Beknote Theoritische Paedagogiek” dengan uraiannya panjang lebar
merumuskan pendidikan “sebagai suatu
pemberian bimbingan dan pertolongan oleh orang yang sudah dewasa kepada anak yang masih memerlukan bantuan dalam usahanya mencapai kedewasaan dalam arti senada
mampu menunaikan tugas hidupnya
dengan
definisi
yang diajukan
oleh
sendiri”.17 Theodore
Hal tersebut Meyer
yang
mengartikan “pendidikan sebagai usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna”.18 Setelah diketahui pengertian pendidikan secara
bahasa dan secara
istilah, maka selanjutnya akan penulis kemukakan pengertian tentang Akhlak dari berbagai ahli ilmu pendidikan. Pendapat-pendapat tersebut adalah antara lain sebagai berikut :
16 )
hlm. l.
17 )
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakaraya, 200l),
Langeveld MJ dalam bukunya “Beknote Theoritische Paedagogiek” (Edit) Drs. Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Semarang: Cv. Saudara, 2004), hlm. l4. 18 ) Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT Rosda Karya, 2002), hlm. 6.
15 Pendidikan adalah usaha orang dewasa
secara
sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal19). Pendidikan sebagai suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik kepada siterdidik menuju kepada kepribadaian yang utama20). Pengertian aqidah menurut bahasa berarti keyakinan. Prof. Dr. Hasbi memberikan definisi aqidah ialah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhunjam kuat ke dalam lubuk hati dan tidak akan dapat digoncangkan oleh badai subhat. 21 Aqidah adalah pikiran yang harus diimani oleh manusia dan dari situlah segala tindakan dan tingkah lakunya bersumber. Aqidah Islam biasa dikonotasikan dengan rukun iman beserta cabang-cabangnya, seperti pengesaan Tuhan dan penghindaran dari segala kesyirikan. Dengan demikian, berkaitan dengan iman, aqidah merupakan totalitas dari keimanan seseorang yang diaktualisasikan dalam sikap perbuatan dan tingkah laku. Jadi, iman adalah asas aqidah. Beriman menurut bahasa berarti mengendapnya sesuatu di dalam benak seseorang, lalu membenarkan dan meyakininya. Apabila sudah terjadi pengendapan, pembenaran, dan keyakinan, ia tidak kuatir akan diresapi hal-hal yang bertentangan dengannya. Apabila iman telah kuat, maka perilaku
19)
Arifin, Hubungan Timal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga. (Jakarta, Bulan Bintang, 2006), hlm 7. 20) Marimba, Pengantar Filasafat Pendidikan Islam, (Bandung, Al-Ma’Arif, 2007), hlm 19. 21 Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm 187.
16 orang itu akan berlangsung berdasarkan pikiran pikiran yang telah dibenarkan dan diyakini kalbunya. Pendidikan Aqidah akan bermakna sebagai penumbuh pandangan dunia aqidah yang sebenarnya jika pendidikan itu memiliki 5 syarat itu ke dalam jiwa peserta didik. Dengan demikian, sistem aqidah beserta seluruh sistem pendukung (syariah) menjadi pegangan peserta didik dalam menetapkan kritria-kriteria hidupnya, memutuskan suatu tindakan, memberikan arah bagi kegiatan-kegiatan sosialnya, menyakini ideal-ideal, menyucikan maksudmaksud dengan berpijak pada penafian kecuali Allah, menghayati keadilan ilahi untuk menyemangati setiap langkah dalam menempuh kehidupan dan menumbuhkan kesediaan untuk berkurban karena kecintaan pada Allah. 22 Memperhatikan sejarah perjalanan kehidupan manusia, akan ditemukan pola yang tidak pernah berubah dalam hal metode pembentukan manusia sempurna ini, walaupun sebagian manusia lainnya berusaha mengubahnya dengan segala cara. Menurut Muhammad Nur Abdul Khafidz, pola yang diterapkan oleh umat yang beriman sejak nabi Adam hingga akhir zaman adalah kekuatan yang dibentuk melalui pembinaan yang didapat melalui sistem pendidikan. Strategi yang dilakukan dalam pembinaan Aqidah, adalah masa kanak-kanak yang merupakan masa terpanjang dalam kehidupan manusia. Usia anak ini memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki pada sesudahnya. Saat itu jiwanya yang masih bersih sesuai dengan fitrah Allah, lahir dalam keadaan suci, dan pada masa itulah seorang pendidik memilki peluang besar 22
Mohammad Fauzil Adzim, Mendidik Anak Menuju Taklif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm 84.
17 dalam membentuknya menjadi apa saja sesuai dengan apa yang diinginkan pendidik tersebut. 23 Aqidah berarti adalah ilmu yang berhubungan dengan kepercayaan, keimanan kepada
wujud dan ke-Esaan Allah yang merupakan
prinsip
pokok ajaran agama24) . Sedangkan akhlak adalah suatu istilah
bentuk
batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkahlaku), bukan
karena
suatu pemikiran
dan bukan
karena
pertimbangan25) . Pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan agama karena
itu patokan penilaian
dalam mengamati
akhlak adalah
agama26) Adapun yang menjadi sasaran pendidikan bentuk batin, sikap dan tingkah laku
ajaran
akhlak ini adalah
atau perbuatan
seorang dalam
hubunganya dengan sesama manusia lainya (berinteraksi sosial). Pendidikan akhlak membentuk sikap batin seseorang. Pembentukan inidapat dilakukan dengan memberikan pengertian tentang baik buruk serta melatih dan membiasakan berbuat yang baik dan memberi sugesti agar mau berbuat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian
dapat ditegaskan
bahwa
pendidikan
Aqidah
Akhlak adalah suatu proses atau usaha secara sadar untuk mengembangkan potensi anak didik dalam keimanan maupun batin seseorang yang akan
23
Muhammad Nur Abdul Khafidz, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: al Bayan, 2007), hlm 108 24) Murni Djamal, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Depag RI, 2006), hlm 50. 25 ) Ibid., hlm 53. 26) Murni Djamal., Metodologi Pengajaran Agama, (Jakarta: Depag RI, 2005 ), hlm 55.
18 diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempunyai dasar dan tujuan yang hendak dicapai
baik dalam lembaga sekolah, keluarga
Sedangkan secara
operasional
pendidikan
maupun masyarakat.
Akhlak
berarti
nama mata
pelajaran atau bidang studi yang menjadi kurikulum pada setiap jenjang pendidikan agama mulai Madrasah Ibtidaiyah sampai Perguruan Tinggi agama. B. Metode Pendidikan Akhlaq Pada Masa Anak Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai, maka kegiatan belajar mengajar diupayakan berjalan secara efektif, yaitu murid-murid harus dijadikan pedoman setiap kali membuat persiapan dalam mengajar. Muridmurid diabaikan keinginan dan kemampuannya sendiri untuk menciptakan, menemukan, dan belajar untuk dirinya sendiri. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi untuk dengan sengaja diciptakan, gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Akibatnya, banyak orang terdidik masa kini yang tidak mampu berdiri pada kemampuannya sendiri.27 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru dalam mengajar tanpa mengetahui adanya strategi pembelajaran. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Turney sebagaimana dikutip oleh Arifin, mengungkapan 8 keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas 27
Suyanto dan Jihad Hayim, Pendidikan di Indonesia, Memasuki Milenium 3 (Refleksi dan Respon), Yogyakarta: Adi Cipta Karya Nusa, 2000, h. 160.
19 pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas
serta mengajar kelompok kecil dan
perorangan. Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya melalui pembelajaran mikro (mikro teaching). 28) Keterampilan mengajar atau teaching skill adalah suatu kemampuan guru dalam menggunakan daya kreativitas dan seluruh kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan atau dalam proses interaksi belajar-mengajar yang ditujukan
untuk meningkatkan prestasi belajar-mengajar. Keterampilan
mengajar adalah suatu kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar atau dalam kegiatan belajar-mengajar
yang bertujuan untuk
meningkatkan prestasi belajar-mengajar. Keterampilan mengajar (teaching skill) adalah suatu kemampuan yang harus dikuasai oleh guru sebelum melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) di lembaga pendidikan dasar, yaitu di TK dan SD. 29 ) Mengajar
merupakan
suatu perbuatan
yang memerlukan
tanggungjawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan siswa
sangat bergantung pada
pertanggungjawaban
guru
pada dalam
melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan
28
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 67. 29 Muh Uzer Ustman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, l997), hlm 66.
20 yang bersifat unik tetapi sederhana30). Dikatakan unik karena ia berkenaan dengan manusia yang belajar yakni siswa dan yang mengajar yakni guru dan bertalian erat dengan manusia didalam masyarakat yang kesemuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. Mengajar pada
prinsipnya
adalah
membimbing siswa
dalam
kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pendidikan
yang menimbulkan terjadinya
proses belajar.31) Pengertian
ini mengandung makna
bahwa
guru
berperan sebagai organisator kegiatan belajar siswa dan
dituntut
dapat
juga hendaknya
mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada dikelas maupun yang ada diluar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar. Pemahaman akan pengertian dan pandangan mengajar akan banyak mempengaruhi peranan
dan
aktifitas
guru dalam mengajar. Sebaliknya
aktifitas guru dalam mengajar serta aktifitas siswa dalkam mengajar sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung
30)
Muh Uzaer Ustman., Menjadi Guru Profesional , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 3. 31) Ibid., hlm 4
21 makna
yang lebih luas, yakni terjadainya
interaksi manusiawi
dengan
berbagai aspeknya yang cukup kompleks. Peristiwa belajar mengajar banyak berakar pada berbagai pandangan sebagaimana
telah diungkapakan diatas. Perkembangan pandangan tentang
belajar mengajar tersebut banyak mengalami perubahan sejalan
dengan
perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini terbukti dengan adanya pembaharuan-pembaharuan dalam bidang pendidikan. Semua ini menimbulkan tantangan bagi para guru untuk senantiasa
meningkatkan
tugas, peranan dan kompetensinya. 32) Dengan adanya guru yang profesional akan mendorong seseorang atau siswa berusaha memacu dirinya untuk lebih maju dan berprestasi. Komponen yang paling lumrah dari kerjaan guru adalah mengajar dan pekerjaan
murid ialah belajar . Namun demikian
guru
juga
ikut
bertanggungjawab dalam belajar murid-muridnya dengan cara memberi petunjuk cara-cara belajar yang efektif dan efisien. Guru yang baik adalah guru yang akan menunaikan tugasnya dengan baik atau dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif, jika padanya terdapat berbagai kompetensi keguruan dan melaksanakan fungsinya sebagai guru. 33) Dengan adanya guru yang memiliki kompetensi keguruan akan lebih meningkatkan semangat siswa
32)
dalam tugas belajarnya sehingga
Ibid., hlm 5 Murni Djamal., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Depag RI, 2006), hlm 206. 33
)
22 mendapatkan prestasi belajar yang
baik, dalam hal ini prestasi belajar
pendidikan agama Islam. Sebagai guru terutama guru pendidikan
akhlak, guru hendaknya
mengenal satu persatu murid yang diajarnya, karena hal ini berhubungan dengan perilaku (sikap) antara siswa dengan siswa lainnya, siswa dengan gurunya, dengan keluarga dan masyarakatnya serta perilaku siswa sebagai makhluk yang berhubungan dengan penciptanya. 34) Guru harus mengenal setiap murid yang dipercayakan kepadanya, bukan mengenal sifat-sifat dan kebutuhan murid-murid itu secara umum sebagai sebuah kategori, bukan saja mengetahui jenis minat dan kemampuan yang
dimiliki
oleh murid-muridnya. Bukan hanya
mengenal cara-cara
manusia pada umumnya belajar, tetapi juga mengenal secara khusus sifat, kebutuhan, minat, pribadi serta aspirasi setiap murid. Dalam kaitannya dengan usaha guru untuk membina hubungan yang baik dengan anak didik, disamping pengetahuan dan kecekatan guru, pribadi guru memegang peranan penting dalam menentukan hubungannya dengan murid. Tidak sedikit guru yang tidak disenangi muridnya hanya karena kekurangan serta kelemahan dalam pribadinya. Akan tercipta hubungan yang baik antara guru dan murid selama proses belajar mengajar guru hendaknya selalu meningkatkan minat dan motivasi anak yang akhirnya dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik
34)
Ibid., hlm 207.
23 dapat berhasil dengan baik sementara murid dalam belajarnya mendapatkan prestasi yang baik dan memuaskan. 35) Dalam
pendidikan
di antara
para
guru hendaknya
selalu
menimbulkan atau memberikan teladan yang baik terhadap murid-muridnya, yaitu hidup saling tolong menolong, tenggang rasa, hormat menghormati saling berkerja sama dan sebagainya. Sehingga apa yang dilihat oleh murid menjadikan contoh atau tauladan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh para gurunya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi para guru yang tidak memiliki sikap tersebut tidaklah layak jika disebut sebagai seorang guru. Guru yang baik adalah guru yang mengajarkan kepada anak didik kepada amar ma’ruf nahi mungkar, yakni mengajak melakukan hal yang baik dan mengajak melarang / mencegah melakukan yang mungkar. Seperti melatih anak menolong orang yang membutuhkan pertolongan, bersodaqoh dan mengajak membiasakan beramal saleh sehingga menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dari amal perbuatannya sehari-hari. Didalam kaitannya pendidikan
akhlak, guru agama atau guru
akhlak hendaknya selalu menjelaskan dan menceritakan kisah-kisah atau perbuatan-perbuatan Nabi
yang bersifat
akhlak, aqidah, syrai’ah
ubudiyah
didik
anak didik dapat meniru atau
kepada
anak
agar
dan
meneladani perilaku Nabi yang menjadi sumber hukum Islam kedua tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21 yang berbunyi : 35 )
Murni Djamal., Op.Cit., hlm 205.
24
(٢١ : )اﻻﺣﺰاب
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (Q.S. Al Ahzab ayat 21)36) Pendidikan
Akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan
untuk
mengembangkan potensi anak didik yang dilakukan secara sistematis dan pragmatis berdasarkan hukum Islam agar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan serta sebagai pandangan hidupnya untuk menuju kebahagiaan hidup didunia dan kebahagiaan hidup di akhirat dengan menggunakan dasardasar hukum menuju terbentuknya kehidupan yang utama menurut ajaran agama Islam. Pendidikan Akhlak sebagai pendidikan agama juga merupakan usaha yang lebih khusus yang diterapkan untuk mengembangkan fitrah keagamaan dan sumber daya insani agar supaya lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam sumber pokok ajaran Islam. 37) Pendidikan Akhlak sangat penting untuk dilaksanakan oleh para pelaksana
pendidikan
Islam,karena
ia
merupakan
salah satu cara
mengarahkan perkembangan jiwa dan perilaku anak. Setelah anak memiliki 36) 37)
Soenarjo SH, dkk,. Op.Cit., hlm 670. Murni Djamal., Op.Cit., hlm 238
25 ajaran Islam dengan memahami makna yang terkandung dari ajaran Islam tersebut, maka akan lebih mudah didalam mengamalkannya. Hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara
sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitra (kemampuan dasar) anak didik
melalui ajaran Islam
kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.38) Jadi esensi daripada potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan/ keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak
(moralitas)
dan pengalamannnya39) . Didalam kaitannya pendidikan
Akhlak, guru akhlak hendaknya
selalu menjelaskan dan menceritakan kisah-kisah atau perbuatan-perbuatan Nabi yang bersifat akhlak, aqidah, syari’ah dan ubudiyyah kepada anak didik agar anak didik dapat meniru prilaku Nabi yang menjadi sumber hukum Islam kedua tersebut. Hal tersebut meruapakan upaya pendidikan dan pembiasaan yang kita maksudkan yaitu “membangun anak mempersiapkan dan mendidiknya, mempersiapkan untuk menjadi
manusia
beraqidah, beramal saleh dan
berakhlak40) Ada
beberapa sifat
mendasar
yang
diupayakan untuk dimiliki
seorang pendidik. Semakin banyak dimiliki sifat-sifat ini, maka semakin baik dan semakin besar pula kemungkinan bisa mendidik anak sesuai dengan
38)
Arifin., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hlm 32. Ibid., 40) Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Pustaka Al Husna, 2000), hlm 62-63. 39)
26 metode yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki para pendidik / guru tersebut di antaranya adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Memiliki sifat lemah lembut dan berbudi luhur. Ramah dan menjauhi sikap bengis Hati yang penuh kasih sayang Mengambil yang termudah dari dua urusan selamat tidak mengandung dosa. 5. Bersifat fleksibel 6. Menjauhkan diri dari amarah 7. Membatasi diri dalam memberikan nasihat yang baik41) . Apabila seorang pendidik mampu memiliki sifat-sifat tersebut, maka akan terjalin hubungan yang baik dan harmonis, yaitu hubungan sebagai pendidik dan si terdidik dengan megetahui batas-batas hak dan kewajibannya masing-masing. Metode yang digunakan dalam mengajar pendidikan
agama Islam
sama halnya dengan pendidikan umum di sekolah-sekolah formal lainnya. Metode-metode yang menunjang keberhasilan pendidikan
Akhlak di
antaranya adalah sebagai berikut : 1.
Metode Ceramah Yang dimaksud dengan ceramah adalah "penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas".42) Dalam menyampaikan materinya seorang guru memberikan secara bertatap muka lewat lisan yang didengarkan siswa. Contohnya tentang sejarah Nabi Musa A.S.melawan raja Fir’aun, Cerita Kisah Akhlak Nabi Muhammad SAW, Nabi Yususf 41)
Muhammad Nur Abdullah Khafidz Mendidik Anak Bersama Rasulullah (Bandung: Al Bayan, 200l), hlm 52 - 58. 42) Soelaiman Joesoef, dkk., Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm 124.
27 A.S. Atau menerangkan tata cara menolong orang yang membutuhkan bantuan dengan baik dan benar (sopan). 2. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah.43) Hal ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan. Anak didik yang biasanya kurang mencurahkan perhatiannya terhadap pelajaran yang diajarkan melalui metode ceramah akan berhati-hati terhadap pelajaran yang diajarkan karena anak didik tersebut sewaktu-waktu akan mendapat giliran untuk menjawab suatu pertanyaan yang diajukan kepadanya. 3. Metode Tugas Belajar Metode Tugas Belajar sering disebut metode pekerjaan rumah. Metode ini adalah dengan cara "murid diberi tugas khusus diluar jam pelaran.44) Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengerjakan tugasnya dirumah atau dimana saja, bisa dilaborat bahasa, bisa di perpustakaan dan bisa di ruang-ruang praktikum. Dalam metode ini dipergunakan apabila pelajaran telah selesai dan guru memberi tugas untuk mendalami materi Akhlak atau latihan
43)
Murni Djamal ., Op.Cit, hlm 240. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Offset Printing, 2005), hlm 96 44)
28 menterjemahkan bahasa Arab yang ada dalam
kitab Akhlaq di rumah
dan setelah itu dites secara lisan pada waktu pelajaran minggu yang akan datang. 4. Metode Demonstrasi dan Eksperimen Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru atau orang lain yang sengaja dimintai atau murid sendiri memperlihatkan kepada seluruh murid (kelas) tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu, sedangkan metode eksperimen adalah metode pendidikan
dimana seorang guru dan murid bersama-sama
mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui.45) Metode ini biasanya digunakan setelah guru menerangkan kemudian untuk lebih jelasnya, maka seorang guru memerintahkan kepada salah seorang murid untuk mempraktekkan membaca
Kitab
Akhlaq,
sementara yang lainnya memperhatikan bacaan/ cara membaca yang benar dari temannya tersebut. 5. Metode Latihan Metode latihan adalah suatu metode
dalam pendidikan dan
pendidikan dengan jalan melatih anak-anak terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan .46) Metode latihan ini digunakan setelah guru ceramah, kemudian ada waktu yang tersisa maka si anak didik diperintahkan untuk latihan dari pelajaran membaca atau mengartikan terjemahan Kitab Akhlaq 45) 46)
Zuhairini., Op.Cit., hlm 94. Zuhairini, dkk., Op. Cit., hlm 106.
yang
29 berbahasa Arab kedalam bahasa Indonesia / bahasa Jawa. Karena dengan latihan diharapkan siswa mampu membaca / menterjemahkan Kitab Akhlaq secara trampil dan benar. 6. Metode Diskusi Metode diskusi adalah suatu metode didalam mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan tingkah laku murid.47) Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapat sendiri dan ikut menyumbangkan pikiran dalam satu masalah bersama yang terkandung banyak kemungkinan-kemungkinan jawaban. Masalah yang baik untuk didiskusikan adalah sebagai berikut : a. Menarik minat anak-anak yang sesuai dengan taraf usianya dan merupakan masalah yang penting. b. Mempunyai kemungkinan yang lebih dari satu jawaban yang masingmasing dapat dipertanggung jawabkan kemudian berusaha menemukan yang setepat-tepatnya dengan jalan musyawarah. Dalam ajaran Islam banyak menunjukkan metode diskusi diperlukan / dipergunakan dalam pendidikan
Kitab Akhlaq. Tuhan
menganjurkan atas segala sesuatu dipecahkan atas dasar musyawarah sesuai dengan firman Alah dalam surat As Syura' ayat : 38.
47)
Zuhairini, dkk., Op.Cit., hlm 89
30
(٣٨ : )اﻟﺸﻮرى Artinya : "Dan bagi orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan Shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka"48) Dari kedua ayat di atas menjelaskan bahwa kita dianjurkan untuk musyawarah guna memecahkan masalah bersama. Didalam metode ini dimaksudkan agar para siswa mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya terutama didalam masalah membaca Kitab Akhlaq tentang Nahwu Sharafnya. Hal ini bisa dilakukan dengan para temannya atau kepada guru yang ahli dibidang Akhlaq. Pada dasarnya suatu pendidikan akan terjadi apabila ada guru, murid dan materi pelajaran. Guru mengajarkan materi pelajaran sedangkan murid mendengarkan dan mempelajarinya. C. Tujuan Pendidikan Akhlaq Pada Masa Anak Hakikat keyakinan kepada Allah dimanifestasikan ke dalam ruang gerak penghambaan secara totalitas kepadaNya, dengan semangat penyerahan diri dari seluruh hidupnya dengan mengharap keridhaanNya. Berkait dari kenyataan itu, nilai-nilai I’tiqadiyah ditindaklanjuti dengan mengIslamkan diri baik secara lahir maupun batin, yang kemudian disempurnakan dengan nilai-
48)
Ibid., hlm 789
31 nilai kebaikan baik dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia, maupun lingkungan. Aqidah harus membingkai pada tiga dimensi yang saling komplementer, yakni iman, Islam, yang disempurnakan dengan ihsan. Aneka
perbuatan
manusia
yang
dalam
perspektif
humanitis
dikategorikan baik dan diterima masyarakat tanpa berlandaskan nilai-nilai yang bersumberkan dari Tuhan, hanya akan bertahan dalam ruang dan waktu tertentu. Sehingga kidah yang berlaku kebenaran relativitas yang akan melaju dalam dataran yang hampa dan tak bermuara. Perspektif Islam dalam menegakkan
substansi
aqidah
Islamiyah
didasarkan
pada
semangat
mengamalkan ajaran Al-Qur’an. 49) Keimanan kepada Allah merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia dengan Zat yang Maha mencipta. Penyebab dari hal itu karena manusia adalah semulia-mulia makhluk Tuhan yang menetap di bumi, sedangkan semulia-mulia yang ada di dalam tubuh ialah hatinya. Keimanan bukan semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah ataupun semacam keyakinan dalam hati belaka, tetapi keimanan yang sebesarbesarnya merupakan suatu aqidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani dari situ akanmemancarkan cahaya yang ditebarkan sang mentari dan juga bagaimana semerbaknya bau harus yang disemarakkan oleh setangkai bunga mawar.
49)
A. Choirun Marzuki, Anak Saleh Dalam Asuhan Ibu Muslimah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm 127
32 Salah satu indikasi dari keimanan yang merupakan konsekuensi logis dari keyakinan yang mendalam akan pengakuannya separuh hati mengenai Tuhan berimbas pada bekas dan tapak kesan mengalirkan suasana kecintaan terhadap Allah dan rasulNya, melebihi dari segala sesuatu yang ada. Komitmen hati ini wajib ditampakkan baik dalam ucapan, perbuatan, dan segala geraknya dalam pergaulan dan waktu berada dalam kesendirian. Apabila dalam kalbunya itu dirasakan masih ada sesuatu yang lebih dicintai olehnya daripada allah dan rasulNya, maka dalam kondisi semacam ini masih dapat disimpulkan bahwa keimanannya memang sudah masuk, tetapi akidahnya masih mengambang. Keimanan itu tidak mungkin dapt sempurna melainkan dengan rasa cinta yang hakiki, yang senyata-nyatanya. Cinta itu ditujukan kepada Allah, rasul, dan kepada syariat yang diwahyukan oleh allah. Sebagaimana keimanan ini dapat membentuk buah yang berupa kecintaan, maka ia harus pula melahirkan buah lain yang berupa sikap Qur’ani.
30 1)2)3)4)5)6)7)8)9)10)11)12)13)14)15)16)17)18)19)20)21)22)23)24)25)26)27)28)29)30)31)32)33)34)35)36)37)38)39)40) 41)42)43)44)45)46)47)48)49)50)51)
1)
Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 3) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 4) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 5) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 6) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 7) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 8) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 9) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 10) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 11) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 12) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 13) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 14) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 15) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 16) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 17) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 18) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 19) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 20) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 21) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 22) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 23) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 24) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 25) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 26) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 27) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 28) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 29) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 30) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 31) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 32) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 33) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 34) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 35) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 36) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 37) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 38) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 39) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 40) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 41) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 42) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 43) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 44) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 45) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 46) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 47) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 48) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 49) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 50) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 2)
51)
Soenarjo., Op.Cit., hlm 49.
31
32 BAB III DATA PENELITIAN TENTANG KONSEPSI AL-QUR’AN QS AHZAB: 21, DAN QS LUQMAN AYAT 17 DENGAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA MASA ANAK
dengan
dengan
sepadan
yang
kata fathara
dari
berasal
Fitrah
katakhalaqa dan ansyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupaka pola dasar (blue prit) yang perlu penyempurnaan. ihsan,
dan
iman,
Islam,
tentang
menjelaskan
SAW
Rasulullah
sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Umar ra :
َﻋنْ ُﻋﻣَرَ رَ ﺿِ ﻲَ ﷲُ َﻋ ْﻧ ُﮫ أَﯾْﺿﺎ ً ﻗَﺎ َل َ :ﺑ ْﯾ َﻧﻣَﺎ ﻧَﺣْ نُ ُﺟﻠ ُْوسٌ ﻋِ ْﻧ َد رَ ﺳ ُْولِ ﷲِ ب َﺎض اﻟ ﱢﺛﯾَﺎ ِ ﺻﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َم ذَاتَ ﯾ َْو ٍم إِذْ َطﻠَﻊَ َﻋﻠَ ْﯾﻧَﺎ رَ ُﺟ ٌل َﺷ ِد ْﯾ ُد َﺑﯾ ِ َ َﺷ ِد ْﯾ ُد َﺳ َوا ِد اﻟﺷﱠﻌْ رِ ،ﻻَ ﯾُرَ ى َﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ أَ َﺛ ُر اﻟ ﱠﺳﻔَرِ َ ،وﻻَ ﯾَﻌْ رِ ﻓُ ُﮫ ِﻣﻧﱠﺎ أَﺣَ دٌ ،ﺣَ ﺗﱠﻰ ﺟَ ﻠَسَ إِﻟَﻰ اﻟ ﱠﻧﺑِﻲﱢ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم َﻓﺄ َﺳْ َﻧ َد ُر ْﻛ َﺑ َﺗ ْﯾ ِﮫ إِﻟَﻰ ُر ْﻛ َﺑ َﺗ ْﯾ ِﮫ َو َوﺿَﻊَ َﻛ ﱠﻔ ْﯾ ِﮫ َﻋﻠَﻰ َﻓ ِﺧ َذ ْﯾ ِﮫ َوﻗَﺎ َل :ﯾَﺎ ﻣُﺣَ ﻣﱠد أَﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋ ِن ْاﻹِﺳْ ﻼَمِ َ ،ﻓﻘَﺎ َل رَ ﺳ ُْو ُل ﷲِ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم ْ :اﻹِﺳِ ﻼَ ُم أَنْ َﺗ ْﺷ َﮭ َد أَنْ ﻻَ إِﻟَ َﮫ إِﻻﱠ ﷲُ َوأَنﱠ ُﻣﺣَ ﱠﻣدًا ﺻﻼَ َة َوﺗ ُْؤﺗِﻲَ اﻟزﱠ ﻛﺎ َ َة َو َﺗﺻ ُْو َم رَ َﻣﺿَﺎنَ ﷲ َو ُﺗ ِﻘ ْﯾ َم اﻟ ﱠ رَ ﺳ ُْو ُل ِ
َو َﺗ ُﺣ ﱠﺞ ا ْﻟ َﺑﯾْتَ
ﺻ ﱢدﻗُﮫُ ،ﻗَﺎ َل: ﺻ َدﻗْتَ َ ،ﻓ َﻌ ِﺟ ْﺑﻧَﺎ ﻟَ ُﮫ ﯾَﺳْ ﺄَﻟُ ُﮫ وَ ُﯾ َ إِ ِن اﺳْ َﺗطَﻌْ تَ إِﻟَ ْﯾ ِﮫ َﺳﺑِ ْﯾﻼً ﻗَﺎ َل َ : َﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋ ِن ْاﻹِ ْﯾﻣَﺎ ِن ﻗَﺎ َل : ﺻ َدﻗْتَ ،ﻗَﺎ َل َﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋ ِن اﻵﺧِرِ َوﺗ ُْؤﻣِنَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘدَرِ ﺧَ ﯾْرِ ِه َوﺷَرﱢ ِه .ﻗَﺎ َل َ ك .ﻗَﺎ َل: ك ﺗَرَ اهُ َﻓﺈِنْ ﻟَ ْم َﺗﻛُنْ ﺗَرَ اهُ َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﮫ ﯾَرَ ا َ ْاﻹِﺣْ ﺳَﺎنِ ،ﻗَﺎ َل :أَنْ ﺗَﻌْ ُﺑ َد ﷲَ َﻛﺄ َ ﱠﻧ َ
33
ﻗَﺎ َل. ِ ﻣَﺎ ا ْﻟﻣَﺳْ ؤُ ْو ُل َﻋ ْﻧﮭَﺎ ِﺑﺄ َﻋْ ﻠَ َم ﻣِنَ اﻟﺳﱠﺎﺋِل: ﻗَﺎ َل،َِﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋ ِن اﻟﺳﱠﺎ َﻋﺔ ﻗَﺎ َل أَنْ َﺗﻠِ َد ْاﻷَ َﻣ ُﺔ رَ ﱠﺑ َﺗﮭَﺎ َوأَنْ ﺗَرَ ى ا ْﻟ ُﺣﻔَﺎ َة ا ْﻟﻌُرَ ا َة،َﻓﺄ َﺧْ ﺑِرْ ﻧِﻲ َﻋنْ أَﻣَﺎرَ ا ِﺗﮭَﺎ : ُﺛ ﱠم ﻗَﺎ َل، ُﺛ ﱠم ا ْﻧ َطﻠَقَ َﻓﻠَﺑِﺛْتُ َﻣﻠِ ّﯾًﺎ،َِﺎوﻟ ُْونَ ﻓِﻲ ا ْﻟ ُﺑ ْﻧﯾَﺎن َ ا ْﻟﻌَﺎﻟَ َﺔ رِ ﻋَﺎ َء اﻟﺷﱠﺎ ِء َﯾ َﺗط ﻗَﺎ َل َﻓﺈِ ﱠﻧ ُﮫ ِﺟﺑْرِ ْﯾ ُل. ﷲ ُ َورَ ﺳ ُْوﻟُ ُﮫ أَﻋْ ﻠَ َم: ُﯾَﺎ ُﻋﻣَرَ أَﺗَدْ رِ ي َﻣ ِن اﻟﺳﱠﺎﺋِلِ ؟ ﻗُﻠْت . أَﺗـَﺎ ُﻛ ْم ُﯾ َﻌﻠﱢ ُﻣ ُﻛ ْم ِد ْﯾ َﻧ ُﻛ ْم Artinya: Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan RasulNya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “.
34 Hubungan antar kesimpulan di atas mengenai Islam,Iman dan Ikhsan kami berpendapat bahwa fitrah ini muncul dari dorongan iman dan dan kita mengetahui iman berkat islam dan islam yang di tempuh dengan terus menerus dengan istiqi\omah maka dan muculah fitrah dalam diri manusia dan sebagaian manusia kata Allah tidak mengetahuinya dan rasulullah mengatakan bapak,ibu merekalah yang membuat mereka kafir. Fitrah manusia terdiri dari dua macam, yaitu fitrah
munazzalah dan
majbullah. 1. Fitrah Munazzalah. Fitrah yang diturunkan oleh Allah sebagai acuan hidup bagi manusia kebutuhan
dan
sebagai
Fitrah
bimbingan
Mukhallaqah-nya
hidupnya, (Fitrah
sejalan
dengan
Munazzalah
ini
yang kemudian populer dengan istilah agama). Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiyyah dalam bentuk watak kejadian manusia. Dalam firman Allah surat Ar-Rum ayat 30
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Ar Rum: 30). 52)
52)
Soenarjo., Al-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 2009), hlm 189.
35 2. Fitrah Majbullah Fitrah majbullah adalah fitrah yang diciptakan oleh Allah pada manusia, sejak awal kejadiannya, berupa naluri, kecenderungan positif, dan potensi-potensi dasar (qalbiyyah,
aqliyah, dan jismiyah), yang selanjutnya
dapat dikembangkan menjadi potensi yang efektif dalam hidupnya.. Potensipotensi dasar tersebut dilatih melalui jihad (pelatihan fisik), ijtihad (pelatihan rasio) dan mujahadah (pelatihan jiwa). Fitrah majbullah merupakan fitrah yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dan dengan siapa manusia itu berada. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits sebagai berikut:
ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ: ﻋﻦ أﺑﻲ ھﺮﯾﺮة رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ﻗﺎل ﻛ ّﻞ ﻣﻮﻟﻮد ﯾﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮة ﻓﺄﺑــــﻮاه ﯾﮭﻮّد اﻧــــﮫ أو ﯾﻨﺼّﺮاﻧـــــﮫ: وﺳﻠﻢ ٥٣)
(أو ﯾﻤﺠّﺴــــــﺎﻧﮫ …) رواه اﻟﺒﺨﺎرى
Artinya : Diriwayatkan oleh sahabat Abi Hurairah r.a. berkata. Rasulullah SAW bersabda : “Setiap anak /bayi dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orangtuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani maupun Majusi...”.(H.R. Bukhari). Makna hadits di atas adalah manusia difitrahkan (memiliki sifat pembawaan sejak lahir) dengan kuat di atas Islam. Akan tetapi, tentu harus ada pembelajaran Islam dengan perbuatan/tindakan. Siapa yang Allah takdirkan termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, niscaya Allah akan menyiapkan untuknya orang yang akan mengajarinya jalan petunjuk sehingga jadilah dia dipersiapkan untuk berbuat (kebaikan).
53)
Abi Zakaria, Riyadhus Shalikhin, (Semarang : Thoha Putra, 2000), hlm. .210.
36 A. Asbabun Nuzul Surat QS Ahzab ayat 21, dan Asbabun Nuzul Surat QS Luqman ayat 17. 1. Asbabun Nuzul Surat QS Ahzab ayat 21
(٢١ : )اﻻﺣﺰاب Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. 54) Ayat yang agung di atas, di setiap bulan Rabi’ul Awwal, biasanya menjadi ayat yang paling sering terdengar dari corong-corong masjid. Tentu saja melalui mimbar-mimbar ceramah maulid. Para penceramah maulid juga tidak pernah lupa mengingatkan makna inti yang terkandung dalam ayat tersebut, bahwa kita sebagai ummat Muhammad wajib untuk menjadikan beliau sebagai panutan dan ikutan dalam mengamalkan agama. Belakangan, mencuat sebuah pertanyaan, sudahkah makna inti ayat tersebut terealisasi pada diri dan masyarakat muslim kita? Dan apakah kita telah memahami hakikat “uswatun hasanah” yang diinginkan oleh ayat tersebut ? Ulama tafsir mengaitkan turunnya ayat di atas secara khusus dengan peristiwa perang Khandaq yang sangat memberatkan kaum muslimin saat itu. Nabi dan para Sahabat benar-benar dalam keadaan susah dan lapar, sampai-sampai para Sahabat mengganjal perut dengan batu demi
54)
Soenarjo., Al-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 2009), hlm 189.
37 menahan perihnya rasa lapar. Mereka pun berkeluh kesah kepada Nabi. Adapun Nabi, benar-benar beliau adalah suri teladan dalam hal kesabaran ketika itu. Nabi bahkan mengganjal perutnya dengan dua buah batu, namun justru paling gigih dan sabar. Kesabaran Nabi dan perjuangan beliau tanpa sedikitpun berkeluh kesah dalam kisah Khandaq, diabadikan oleh ayat di atas sebagai bentuk suri teladan yang sepatutnya diikuti oleh ummatnya. Sekali lagi ini adalah penafsiran yang bersifat khusus dari ayat tersebut, jika ditilik dari peristiwa yang melatar belakanginya. 55 Adapun pada sunnah tarkiyyah, kita dituntut untuk meninggalkan suatu bentuk ritual dikarenakan ritual tersebut ditinggalkan atau tidak dikerjakan oleh Nabi di masanya, padahal sangat memungkinkan untuk dikerjakan di masa beliau. Contohnya adalah kumandang adzan saat solat ‘Ied, adzan solat istisqo’ (minta hujan), dan adzan untuk jenazah. Ini semua ditinggalkan atau tidak dikerjakan oleh Nabi, maka bagi kita ummatnya, meninggalkan ritual-ritual (seperti adzan yang tidak pada tempatnya) tersebut juga termasuk sunnah –yang sifatnya wajib-, yang disebut sebagai sunnah tarkiyyah. Rasulullah SAW adalah Uswatun Khasanah, yaitu teladan bagi setiap manusia yang hidup di dunia. Sebagai umatnya kita disunahkan untuk mengambil dan mencontoh keteladanan beliau. Namun dalam kebanyakan kajian sering orang mengartikan dan memaknainya secara sempit. Mereka menganjurkan kita untuk mengamalkan sunah-sunah Rasulullah SAW,
55)
Imam Al-Qurtuby, Tafsir al-Qurthubi, (Jakarta: Al-Husna, 2009), hlm 138-139
38 tanpa menekankan bahwa Rasulullah itu adalah suri tauladan dan apabila kita ingin mengambil atau melaksanakan keteladanan beliau maka kita pun semestinya harus menjadi teladan bagi orang lain, sesuai dengan kemamuan dan kapasitas kita masing-masing. 56) Sebagian ahli tafsir, banyak yang menterjemahkan ayat tersebut dengan iftiro atau menambah-nambahkan ayat tersebut dengan kata “mengharapkan rahmat Allah”, padahal bunyi sebenarnya adalah “
(٢١ : )اﻻﺣﺰاب Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. 57) Dalam ayat tersebut terdapat kata “yarjulloha” yang berarti mengharap
Allah.
Jadi
bukan
mengharapkan
rahmat
Allah
atau
mengharapkan ridha Allah, atau mengharapkan pahala Allah, atau mengharapkan rezeki Allah, tetapi yang benar adalah mengharapkan Allah semata. Bahkan kalau boleh dipertegas lagi ayat tersebut bermakna : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang paling baik bai kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah”. Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik bagi umat
56) 57)
Ibid., hlm 87. Soenarjo., Al-Qur’an dan Terjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 2009), hlm 189.
39 manusia yang ingin mengharapkan bertemu dengan Allah di dunia ini, dan juga bertemu dengan hari akhir, agar kita dapat mengingat Allah sebanyakbanyaknya. Sebab mustahil kita dapat mengingat Allah apabila kita belum pernah bertemu dan melihat Allah. Muhammad secara batiniah adalah suatu anasir Yang Bersifat Terpuji, yang telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak semua umat manusia yang menyadari keberadaan anasir tersebut, apalagi menumbuhkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak orang yang mengaku umat Muhammad atau umat yang sangat terpuji, justru banyak melakukan perbuatan tercela. Hal ini diakibatkan karena mereka belum dapat menyerap Muhammad dalam arti nilai-nilai keterpujian, di setiap aktivitas hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap harinya mereka selalu mengatakan : “Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang pesaksi yang menyaksikan kepada siapa dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh anasir Terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an dan juga sabda Nabi Muhammad SAW.
40 2. Asbabun Nuzul Surat QS Luqman ayat 17. a. Makna Ayat
(١٧ : )ﻟﻘﻤﻦ
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) (QS. Luqman : 17) Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakan salat, Karena shalat merupakan tiang agama dan sebagai penolak keburukan dan kemungkaran. Kemudian menyuruh pula agar anaknya selalu menyeru dan mengajak kepada kebaikan, juga menolak semua bentuk kemungkaran. Karena mengajak pada kebaikan dan menolak keburukan itu adalah jalan yang ditempuh para Nabi dan selayaknya orang-orang pun melakukan hal demikian karena hal itu adalah bentuk perilaku sangat mulia dan terhormat. 58) Redaksi meneruskan kisah Luqman kepada anaknya. Ia menelusuri
bersama
anaknya
langkah-langkah
akidah
setelah
kestabilannya dalam nurani. Setelah beriman kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, yakin terhadap kehidupan akhirat yang tiada keraguan di dalamnya, dan percaya kepada keadilan balasan dari Allah yang tidak akan luput walaupun seberat satu biji sawi pun, maka langkah 58)
.
Sayyid Quthub, Op. Cit., hlm. 176
41 selanjutnya adalah menghadap Allah dengan mendirikan shalat dan mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah kepada Allah, juga bersabar atas beban-beban dakwah dan konsekuensi yang pasti ditemui. Pada ayat ini ada suatu pesan bahwa salah satu tugas orang tua kepada anaknya ialah mendidiknya untuk menegakkan salat Karena shalat merupakan langkah kedua setelah keimanan sehingga Rasulullah SAW menyebutkan dalam hadisnya bahwa shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah ikrar keimanan dilakukan (syahadatain) dan Rasulullah memerintahkan agar orang tua menyuruh anaknya shalat semenjak usia dini, yakni usia tujuh tahun., sebagaimana sabdanya: Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun., dan pukullah mereka jika meninggalkannya bila mereka telah berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka. (H.R. Ahmad dan Abu Daud)59) Dengan menegakkan shalat berarti kita melakukan perbaikan spiritual. Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azharnya disebutkan bahwa : iaUntuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah salat Dengan shalat
59)
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terj), (Bandung : al-Ma’arif, 2000), Cet 10, j. 1, h. 205
42 kita melatih lidah, hati dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Tuhanla. Selain itu, jika kita bahas salah satu rahasia shalat, misalkan ketika melakukan sujud, anggota badan yang terletak di posisi paling tinggi yaitu kepala,kita rendahkan hingga kening kita menyentuh tanah, sedikitnya sebanyak 34 kali dalam 17 rakaat shalat wajib, karena itu shalat senantiasa mengajari manusia untuk tidak takabbur, sebaliknya mendidik kita untuk tawadhu di hadapan Allah SWT. 60) Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya,. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain
60)
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terj), (Bandung : al-Ma’arif, 2000), Cet 10, j. 1, h. 205
43 membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian social. 61) Menurut Mohsen Qaraati, Kita berkewajiban untuk membina anak-anak kita menjadi individu-individu yang bertanggungjawab dan memiliki
kepekaan
social
melalui
pendidikan
keberimanan,
kebertuhanan, menegakkan shalat dan melalui pendidikan amar makruf nahi mungkar. Karena amar makruf adalah bukti cinta seseorang kepada ajaran yang diyakininya, bukti kecintaan seseorang kepada umat, bukti dari keinginan yang kuat untuk menuju keselamatan secara massal. Amar makruf adalah semangat keagamaan dan jalinan persahabatan antar umat.(14) Inilah jalan akidah yang telah dirumuskan Allah. Yaitu, mengesakan Allah, merasakan pengawasan-Nya, mengharapkan apa yang ada di sisi-Nya, yakin kepada keadilan-Nya, dan takut terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian melalui ayat 17 ini beralih kepada dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan mereka, serta menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari yang mungkar. Juga bersiap-siap sebelum itu untuk menghadapi peperangan melawan kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama
61)
Hamka, Op. Cit., h. 132
44 yaitu bekal ibadah dan menghadap kepada-Nya serta bersabar atas segala yang menimpa da’i di jalan Allah. . 62) Lanjutan ayat 17 mengatakan:
(١٧ : )ﻟﻘﻤﻦ
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). “Sesungguhnya
yang
demikian
termasuk
hal-hal
yang
diwajibkan (oleh Allah).” Karena dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an makna Azmil Umur adalah melewati rintangan dan meyakinkan diri untuk menempuh jalan setelah membulatkan tekad dan keinginan. Dalam Tafsir al-Maraghi disebutkan makna Azmil umur ialah yang telah diwajibkan oleh Allah SWT atas hamba-hamba-Nya, tanpa ada pilihan lain. Karena di dalam hal tersebut (shalat, amar makruf dan sabar) terkandung faedah yang besar dan manfaat yang banyak, di dunia dan di akhirat.
62)
Quraish Shihab, Op. Cit., h. 137
45 B. Materi Nilai-nilai pendidikan Aqidah Akhlak pada masa anak QS. AlAhzab: 21 dan QS. Luqman : 17. Dalam kaitannya dengan pokok-pokok pendidikan aqidah yang harus diberikan kepada anak. Dengan berpijak pada Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan aqidah, materi pendidikan aqidah yang harus ditanamkan pada anak meliputi hal-hal sebagai berikut: Aqidah berarti adalah ilmu yang berhubungan dengan kepercayaan, keimanan kepada wujud dan ke-Esaan Allah yang merupakan prinsip pokok ajaran agama63 ) . Sedangkan akhlak adalah suatu istilah bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkahlaku), bukan
karena
suatu pemikiran
dan bukan
karena
pertimbangan64 ) . Pembelajaran akhlak adalah salah satu bagian dari pembelajaran agama karena itu patokan penilaian dalam mengamati akhlak adalah ajaran agama65
)
Adapun yang menjadi sasaran pembelajaran akhlak ini adalah
bentuk batin, sikap dan tingkah laku
atau perbuatan
seorang dalam
hubunganya dengan sesama manusia lainya (berinteraksi sosial). Pembelajaran akhlak
membentuk sikap
batin seseorang.
Pembentukan inidapat dilakukan dengan memberikan pengertian tentang baik buruk serta melatih dan membiasakan berbuat yang baik dan memberi
63
Murni Djamal, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Depag RI, 2009), hlm 50. 64 Ibid., hlm 53. 65 Ibid., hlm 54.
46 sugesti agar mau berbuat
sesuai dengan
yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa Pembelajaran Aqidah Akhlak adalah suatu proses atau usaha secara sadar untuk mengembangkan potensi anak didik dalam keimanan maupun batin seseorang yang akan diwujudkan dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mempunyai dasar dan tujuan yang hendak dicapai
baik dalam lembaga sekolah, keluarga
maupu masyarakat.
Sedangkan secara operasional Pembelajaran Aqidah Akhlak berarti nama Mata Pelajaran. Didalam kaitannya pendidikan akhlak, guru agama atau guru akhlak hendaknya selalu menjelaskan dan menceritakan perbuatan-perbuatan Nabi
yang bersifat
kisah-kisah atau
akhlak, aqidah, syrai’ah
dan
ubudiyah kepada anak didik agar anak didik dapat meniru atau meneladani perilaku Nabi yang menjadi sumber hukum Islam kedua tersebut sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21. Pendidikan Akhlak adalah suatu usaha yang dilakukan
untuk
mengembangkan potensi anak didik yang dilakukan secara sistematis dan pragmatis berdasarkan hukum Islam agar dapat dipahami, dihayati dan diamalkan serta sebagai pandangan hidupnya untuk menuju kebahagiaan hidup didunia dan kebahagiaan hidup diakhirat dengan menggunakan dasardasar hukum menuju terbentuknya kehidupan yang utama menurut ajaran agama Islam.
47 Pendidikan
Akhlak sebagai pendidikan agama juga merupakan
usaha yang lebih khusus yang diterapkan
untuk mengembangkan
fitrah
keagamaan dan sumber daya insani agar supaya lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam yang didasarkan pada nilai-nilai Islam yang terkandung dalam
pokok
ajaran Al-Qur’an dan
Al Hadits. Pendidikan Akhlak sangat penting untuk dilaksanakan oleh para pelaksana
pendidikan Islam, karena
ia
merupakan
salah satu cara
mengarahkan perkembangan jiwa dan perilaku anak. Setelah anak memiliki ajaran Islam dengan memahami makna yang terkandung dari ajaran Islam tersebut,maka akan lebih mudah didalam mengamalkannya. Hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.66 Jadi esensi daripada potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan/ keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengalamannnya.67 Didalam kaitannya pendidikan Akhlak, guru akhlak hendaknya selalu menjelaskan dan menceritakan kisah-kisah atau perbuatan-perbuatan
66 )
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm 32.
67)
Ibid. hlm 34
48 Nabi yang bersifat akhlak, aqidah, syari’ah dan ubudiyyah kepada anak didik agar anak didik dapat meniru prilaku Nabi yang menjadi sumber hukum Islam kedua tersebut. Hal tersebut meruapakan upaya pembelajaran dan pembiasaan yang kita
maksudkan yaitu “membangun
anak
mempersiapkan
dan
mendidiknya, mempersiapkan untuk menjadi manusia memiliki keyakinan, beramal saleh dan berakhlak. 68 Ada beberapa sifat mendasar yang diupayakan untuk dimiliki seorang pendidik. Semakin banyak dimiliki sifat-sifat ini, maka semakin baik dan semakin besar pula
kemungkinan
bisa
mendidik anak sesuai
dengan metode yang dijalankan oleh Rasulullah SAW. Apabila
seorang
pendidik mampu memiliki sifat-sifat tersebut, maka akan terjalin hubungan yang baik dan harmonis, yaitu hubunganb sebagai pendidik dan si terdidik dengan megetahui batas - batas hak dan kewajibannya masing-masing. Sifat-sifat yang dapat diambil dari Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21 dan Luqman ayat 17 adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan 2. Mengharap (rahmat) hanya kepada Allah 3. Mendirikan shalat 4. Mengerjakan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang mungkar 5. Bersabar jika mendapat cobaan.
68)
Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Bandung: Pustaka, Al Husna, 2008), hlm 62-63.
49
1)2)3)4)5)6)7)8)9)10)11)12)13)14)15)16)17)18)19)20)21)22)23)24)25)26)27)28)29)30)31)32)33)34)35)36)37)38)39)40) 41)42)43)44)45)46)47)48)49)50))51)52)53)54)55)56)57)58)59)60))61)62)63)64)65)66)67)68)
1)
Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 3) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 4) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 5) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 6) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 7) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 8) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 9) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 10) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 11) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 12) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 13) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 14) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 15) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 16) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 17) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 18) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 19) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 20) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 21) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 22) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 23) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 24) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 25) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 26) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 27) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 28) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 29) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 30) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 31) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 32) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 33) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 34) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 35) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 36) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 37) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 38) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 39) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 40) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 41) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 42) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 43) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 44) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 45) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 46) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 47) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 48) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 49) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 50) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 51) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 52) Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. 2)
46
53) 54) 55) 56) 57) 58) 59) 60) 61) 62) 63) 64) 65) 66) 67)
Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49. Soenarjo., Op.Cit., hlm 49.
47
68)
Soenarjo., Op.Cit., hlm 49.
48
BAB IV ANALISIS KONSEPSI AL-QUR’AN QS. AL-AHZAB: 21 DAN QS. LUQMAN : 17, TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN -AKHLAK
A. Analisis Materi nilai-nilai pendidikan Akhlak QS. Al-Ahzab: 21 berarti adalah ilmu yang berhubungan dengan kepercayaan, keimanan kepada wujud dan ke-Esaan Allah yang merupakan prinsip pokok ajaran agama . Sedangkan akhlak adalah suatu istilah tertanam
dalam
jiwa
(bertingkahlaku), bukan
seseorang karena
yang
bentuk batin yang
mendorong ia
suatu pemikiran
dan bukan
berbuat karena
pertimbangan. 69). Pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan agama karena
itu patokan penilaian
dalam mengamati
akhlak adalah
agama70) Adapun yang menjadi sasaran pendidikan bentuk batin, sikap dan tingkah laku
ajaran
akhlak ini adalah
atau perbuatan
seorang dalam
hubunganya dengan sesama manusia lainya (berinteraksi sosial). Pendidikan akhlak membentuk sikap batin seseorang. Pembentukan inidapat dilakukan dengan memberikan pengertian tentang baik buruk serta melatih dan membiasakan berbuat yang baik dan memberi sugesti agar mau
69)
Murni Djamal, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Depag RI, 2006), hlm 50. 70) Ibid., hlm 55.
49
berbuat
sesuai dengan
yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW,
sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21:
(٢١ : )اﻻﺣﺰاب Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (Q.S. Al Ahzab ayat 21)71) Imam Jalaluddin As-Syuyuti menjelaskan bahwa ayat berhujjah (berargumen)
menggunakan
perbuatan-perbuatan Nabi.
Karena
pada
asalnya, ummat beliau wajib menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam perkara hukum, kecuali ada dalil syar’i yang mengkhususkan (bahwa suatu perbuatan Nabi hanya khusus untuk beliau saja secara hukum, tidak untuk ummatnya).” 72) Nabi Muhammad adalah manusia yang terbaik, yang paling mulia serta memiliki sifat Ma’sum (terjaga dari perbuatan salah dan dosa). Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dari segala sisi dan segi. Di setiap lini kehidupan, beliau selalu nomor satu dan paling pantas dijadikan profil percontohan untuk urusan agama dan kebaikan. Sehingga tidak heran jika Allah mewajibkan kita untuk taat mengikuti beliau serta melarang kita untuk durhaka kepadanya dalam banyak ayat al-Qur-an, di antaranya firman Allah
71) 72)
Soenarjo SH, dkk,. Op.Cit., hlm 670. Jalaluddin Asyuyuti,. Tafsir Al-Jalalain, Beirut: Nahban, t .th)., hlm 340.
50
(artinya): “…Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.” 73) Muhammad SAW adalah Uswatun Khasanah, yaitu teladan/figur bagi setiap manusia yang hidup di dunia. Sebagai umatnya kita disunahkan untuk mengambil dan mencontoh keteladanan beliau. Namun dalam kebanyakan kajian sering orang mengartikan dan memaknainya secara sempit. Mereka menganjurkan kita untuk mengamalkan sunah-sunah Rasulullah SAW, tanpa menekankan bahwa Rasulullah itu adalah suri tauladan dan apabila kita ingin mengambil atau melaksanakan keteladanan beliau maka kita pun semestinya harus menjadi teladan bagi orang lain, sesuai dengan kemamuan dan kapasitas kita masing-masing. 74) Sebagai ummatnya, sudah seharusnyalah bisa meneladani atau menjadi teladan satu sarna lain dalam arti kebaikan dan menjadi kesatuan masyarakat kecil yang bisa menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat. Mudah-mudahan apa yang kita cita-citakan dapat kita raih dan diridloi oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an telah diterangkan bahwa Muhammad SAW adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang menghendaki perjumpaan dengan Allah ketika kita masih hidup di atas dunia.
73) 74)
Ibid., hlm 298. Ibid., hlm 87.
51
Sebagian ahli tafsir, banyak yang menterjemahkan ayat tersebut dengan iftiro atau menambah-nambahkan ayat tersebut dengan kata “mengharapkan rahmat Allah”, padahal bunyi sebenarnya adalah “Laqod kaana lakum fii Rasulillahi uswatu hasanatun liman kaana yaarjullohu walyaumil akhirawadzakarooloha kasyiron”. 75) Dalam ayat tersebut terdapat kata “yarjullaha” yang berarti mengharap Allah. Jadi bukan mengharapkan rahmat Allah atau mengharapkan ridha Allah, atau mengharapkan pahala Allah, atau mengharapkan rezeki Allah, tetapi yang benar adalah mengharapkan Allah semata. Bahkan kalau boleh dipertegas lagi ayat tersebut bermakna : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang paling baik bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah”. Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang ingin mengharapkan bertemu dengan Allah di dunia ini, dan juga bertemu dengan hari akhir, agar kita dapat mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Sebab mustahil kita dapat mengingat Allah apabila kita belum pernah bertemu dan melihat Allah. Muhammad secara batiniah adalah suatu anasir Yang Bersifat Terpuji, yang telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak semua umat manusia yang menyadari keberadaan anasir tersebut, apalagi menumbuhkannya dalam kehidupan sehariharinya. Sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak orang yang mengaku
75)
Ibid., hlm 298.
52
umat Muhammad atau umat yang sangat terpuji, justru banyak melakukan perbuatan tercela. Hal ini diakibatkan karena mereka belum dapat menyerap Muhammad dalam arti nilai-nilai keterpujian, di setiap aktivitas hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap harinya mereka selalu mengatakan : “Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah “Rasulullah/Utusan Allah”. Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang pesaksi yang menyaksikan kepada siapa dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh anasir Terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an dan juga sabda Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian Muhammad SAW merupakan Rasulullah yang menjadi teladan bagi ummat manusia. Keteladanan ini mencakup seluruh aspek, baik segi fi’liyah (perbuatan), segi qauliyah (ucapannya) segi taqririyyah (ketetapannya), maupun keadaan yang mengelilinginya. B. Analisis Materi nilai-nilai pendidikan Akhlak QS. Luqman: 17.
Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 53
Hakikat keyakinan kepada Allah dimanifestasikan ke dalam ruang gerak penghambaan secara totalitas kepadaNya, dengan semangat penyerahan diri dari seluruh hidupnya dengan mengharap keridhaanNya. Berkait dari kenyataan itu, nilai-nilai I’tiqadiyah ditindaklanjuti dengan mengIslamkan diri baik secara lahir maupun batin, yang kemudian disempurnakan dengan nilainilai kebaikan baik dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia, maupun lingkungan. harus membingkai pada tiga dimensi yang saling komplementer, yakni iman, Islam, yang disempurnakan dengan ihsan. 76) Aneka
perbuatan
manusia
yang
dalam
perspektif
humanitis
dikategorikan baik dan diterima masyarakat tanpa berlandaskan nilai-nilai yang bersumberkan dari Tuhan, hanya akan bertahan dalam ruang dan waktu tertentu. Sehingga kidah yang berlaku kebenaran relativitas yang akan melaju dalam dataran yang hampa dan tak bermuara. Perspektif Islam dalam menegakkan substansi
islamiyah didasarkan pada semangat mengamalkan
ajaran Al-Qur’an. 77) Keimanan kepada Allah merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia dengan Zat yang Maha mencipta. Penyebab dari hal itu karena manusia adalah semulia-mulia makhluk Tuhan yang menetap di bumi, sedangkan semulia-mulia yang ada di dalam tubuh ialah hatinya.
76)
Hamka,. Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Bulan Bintang, 2009)., hlm 81. A. Choirun Marzuki, Anak Saleh Dalam Asuhan Ibu Muslimah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm 127 77)
54
Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya untuk menegakan salat, Karena shalat merupakan tiang agama dan sebagai penolak keburukan dan kemungkaran. Kemudian menyuruh pula agar anaknya selalu menyeru dan mengajak kepada kebaikan, juga menolak semua bentuk kemungkaran. Karena mengajak pada kebaikan dan menolak keburukan itu adalah jalan yang ditempuh para Nabi dan selayaknya orang-orang pun melakukan hal demikian karena hal itu adalah bentuk perilaku sangat mulia dan terhormat. 78) Redaksi meneruskan kisah Luqman kepada anaknya. Ia menelusuri bersama anaknya langkah-langkah akidah setelah kestabilannya dalam nurani. Setelah beriman kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya, yakin terhadap kehidupan akhirat yang tiada keraguan di dalamnya, dan percaya kepada keadilan balasan dari Allah yang tidak akan luput walaupun seberat satu biji sawi pun, maka langkah selanjutnya adalah menghadap Allah dengan mendirikan shalat dan mengarahkan kepada manusia untuk berdakwah kepada Allah, juga bersabar atas beban-beban dakwah dan konsekuensi yang pasti ditemui. Pada ayat ini ada suatu pesan bahwa salah satu tugas orang tua kepada anaknya ialah mendidiknya untuk menegakkan salat Karena shalat merupakan langkah kedua setelah keimanan sehingga Rasulullah SAW menyebutkan dalam hadisnya bahwa shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah ikrar keimanan dilakukan (syahadatain) dan Rasulullah memerintahkan agar orang
78)
.
Sayyid Quthub, Op. Cit., hlm. 176
55
tua menyuruh anaknya shalat semenjak usia dini, yakni usia tujuh tahun., sebagaimana sabdanya: Dengan menegakkan shalat berarti kita melakukan perbaikan spiritual. Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azharnya disebutkan bahwa : iaUntuk memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah, untuk memperdalam rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan perlindungan-Nya yang selalu kita terima, dirikanlah salat Dengan shalat kita melatih lidah, hati dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Tuhanla. Selain itu, jika kita bahas salah satu rahasia shalat, misalkan ketika melakukan sujud, anggota badan yang terletak di posisi paling tinggi yaitu kepala,kita rendahkan hingga kening kita menyentuh tanah, sedikitnya sebanyak 34 kali dalam 17 rakaat shalat wajib, karena itu shalat senantiasa mengajari manusia untuk tidak takabbur, sebaliknya mendidik kita untuk tawadhu di hadapan Allah SWT.(12) 79) Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Menyuruh
mengerjakan
makruf,
mengandung
pesan
untuk
mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran, menuntut agar yang
79)
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (terj), (Bandung : al-Ma’arif, 1990), Cet 10, j. 1, h. 205
56
melarang terlebih dahulu mencegah dirinya,. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial. 80) C. Relevansi Konsepsi
Al-Qur’an QS. Al-Ahzab ayat
21 dengan QS
Luqman: 17 Pada Anak Pendidikan merupakan
tanggungjawab bersama antara orang tua
(keluarga), sekolah maupun masyarakat. Dengan demikian perlu adanya kerjasama antara guru dan orang tua dalam peningkatan pendidikan anak dalam belajar. Keluarga merupakan faktor utama pendorong atau motivasi utama dalam menentukan dan membentuk pola kepribadian masing-masing anak. Orang tua merupakan motivator pertama dalam
kegiatan belajar
anaknya. Walaupun demikian kerjasama antara orang tua, masyarakat, serta sekolah
sangat penting sehingga
terciptalah hubungan
kerjasama
yang
harmonis antara ketiga tri pusat pendidikan tersebut.81. Orang tua sebagai figur utama atau sebagai orang pertama yang dijadikan
anak
sebagai teladan, maka
hendaknya
selalu memberikan
bimbingan dan contoh-contoh yang baik dalam rangka menanamkan watak
80
Hamka, Op. Cit., h. 132
81
Tim Dosen IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 2000), hlm. 16.
57
dan perilaku yang baik dan menciptakan
anak-anak menjadi anak yang
pandai, berguna bagi bangsa, negara dan agamanya. Tanggung jawab orang tua antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya berbeda-beda, hal ini dikarenakan waktu yang tersedia didalam memberikan bimbingan, arahan maupun didikan, waktunya sangat jauh berbeda antara orang tua satu dengan orang tua lainnya. Bahkan perbedaan intelektual
masing-masing orang tua
juga
ikut
mempengaruhi
pola
perhatian orang tua terhadap tugas belajar anak-anaknya. Dengan demikian akan terciptalah suatu bentuk minat dan semangat yang bervariasi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini bagaikan sebuah mutiara yang belum diukir dan belum berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanya tampaklah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara
yang berkualitas tinggi
dan disenangi
semua
orang. Maka
ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua orang tua tampak sekali. Maka ketergantungan ini hendaknya diarahkan oleh kedua orang tuanya dan pendidiknya kejalan yang benar yaitu dengan pemberian Akhlak. Peran orangtua diartikan sebagai bentuk tanggung jawab orangtua. Sedangkan tanggungjawab diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatu kalau terjadi apa-apa boleh dituntut.82 Hal tersebut sesuai
82
hlm. l006.
Anton Moeliono, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000),
58
dengan pengertian tanggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang mengartikan segala
tanggung jawab sebagai
sesuatunya kalau ada
sesuatu hal
keadaan
wajib menanggung
boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya.83 Orang tua secara bahasa diartikan sebagai orang yang sudah tua, ibu dan bapak.84 Sedangkan orang tua dapat diartikan pula sebagai orang yang umurnya sudah tua, namun yang dimaksud pegertian judul penelitian ini adalah bapak dan ibu. 85 Dengan demikian yang dimaksud dengan peran orang tua adalah bapak dan ibu yang wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya atas segala sesuatu yang berkenaan dengan kebutuhan baik fisik maupun psikis anakanaknya. Keluarga
adalah
sebagai persekutuan
hidup
terkecil dari
masyarakat negara yang luas. Sedangkan orangtua dalam keluarga adalah orang yang menjadi kepala keluarga. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup adalah terletak dalam keluarga. Nabi Muhammad sendiri diutus oleh Allah
SWT pertama-tama diperintah
dahulu kepada keluarga
untuk
mengajarkan Islam terlebih
sebelum masyarakat
luas. Keluarga
harus
diselamatkan terlebih dahulu sebelum keselamatan masyarakat.
83
hlm. 1014. 84
Poerwadarminta., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2000), Ibid., hlm. 688.
85
Arifin., Hubungan Timal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga. (Jakarta : Bulan Bintang, 2006), hlm. 7.
59
Firman Allah dalam surat QS. Al-Ahzab ayat 21 tentang keteladanan yang berbunyi :
(٢١ : )اﻻﺣﺰاب
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (Q.S. Al Ahzab ayat 21)86) Orangtua menurut Islam memiliki dua fungsi yaitu : sebagai pendidik keluarga dan sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.87 Orang tua sebagai wali wajib menjaga anak dari perbuatan dosa dan
mendidiknya dengan
mendidik dan mengajar
berakhlak
bagus,
menjaganya dari teman- temannya yang jahat dan tak boleh membiasakan anak dengan bernikmat-nikmat. Orang tua disamping memiliki kekuasaan mendidik anak
juga
mempunyai tugas melindungi keluarga yaitu memelihara keselamatan kehidupan keluarganya baik moril maupun materiilnya. Sebagai orang tua yang bijaksana hendaknya selalu meluangkan waktunya untuk memperhatikan perkembangan belajar para putra-putrinya di rumah maupun tugas belajarnya di sekolah. Dengan adanya perhatian dari 86)
Soenarjo SH, dkk,. Op.Cit., hlm 670.
87
Arifin., Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 2008), hlm. 80.
60
orang tua yang penuh dengan kasih sayang, maka akan berakibat positif dalam membentuk dan menggairahkan semangat dan minat untuk belajar lebih giat. Lain halnya dengan anak-anak yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang maupun perhatian orang tuanya, mereka akan cenderung lebih bebas atau urakan dibanding dengan anak yang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya. Anak merupakan penerus bagi segenap keluarga sehingga perlu adanya pembinaan dan bimbingan
efektif dalam
rangka
membentuk anak menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang
berpengetahuan,
yang
beriman dan bertaqwa. Oleh sebab itu wajib hukumnya
orangtua memberikan keteladanan dan pendidikan agama kepada anakanaknya sehingga mempunyai kemampuan untuk menjalankan ibadah shalat, mengerjakan yang baik (ma’ruf) dan tidak melakukan perbuatan yang mungkar dan serta memiliki kesabaran jika memperoleh musibah.
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai
pendidikan Akhlak pada anak-anak berdasarkan surat
Al-Ahzab ayat 21 adalah
bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan
Rasulullah yang menjadi teladan bagi ummat manusia. Keteladanan ini mencakup seluruh aspek, baik segi fi’liyah (perbuatan), segi qauliyah (ucapannya) segi taqririyyah (ketetapannya), maupun keadaan yang mengelilinginya. 2. Nilai-nilai pendidikan Akhlak pada anak berdasarkan surat Luqman ayat 17 menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah. 3. Relevansi konsepsi Al-Qur’an QS Al-Ahzab ayat 21 dengan QS Luqman: 17) dengan nilai-nilai pendidikan pada masa anak adalah sangat erat. Ini berarti bahwa anak merupakan penerus bagi segenap keluarga sehingga perlu adanya pembinaan dan bimbingan yang efektif
dalam rangka
membentuk anak menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang
berpengetahuan, beriman dan bertaqwa. Oleh sebab itu wajib hukumnya orangtua memberikan keteladanan dan pendidikan
62
agama kepada anak-anaknya sehingga mempunyai kemampuan untuk menjalankan ibadah shalat, mengerjakan yang baik (ma’ruf) dan tidak melakukan perbuatan yang mungkar dan serta memiliki kesabaran jika memperoleh musibah. B. Saran-Saran 1. Untuk menciptakan generasi Muslim yang sesungguhnya hendaknya kita memanfaatkan kondisi psikologi anak yang terus bergerak dinamis dengan bimbingan dan penanaman nilai-nilai moral yang berdasarkan Al-Qur’an agar anak terhindar dari pengaruh-pengaruh yang salah dan terlepas dari perilaku yang menyimpang. 2. Kita harus mencoba menggali semua nilai-nilai Al-Qur’an yang bersifat universal, meskipun untuk kita harus meggunakan teori-teori penemuan para ahli di kemudian hari yang dapat membantu kita dalam membuka rahasia yang terkandung dalam Al-Qur’an. 3. Kepada orang tua dan para pendidik hendaknya selalu membimbing untuk memahami yang harus diyakini dan mengarahkan perilaku anak dengan akhlak yang mulia, karena tanpa bantuan, bimbingan, dan pengarahan orang tua, dan para pendidik, anak belum mampu dengan sendirinya mewujudkan suatu kepribadian utama yang menjadi tujuan dalam pendidikan Islam.
63
C. Penutup Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangannya meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin. Maka penulis berharap saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak demi sempurnanya skripsi ini.
64
DAFTAR PUSTAKA
A. Choirun Marzuki, Anak Saleh Dalam Asuhan Ibu Muslimah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2008 A. Choirun Marzuki, Anak Saleh Dalam Asuhan Ibu Muslimah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2008 Aba Firdaus Al Halwani, Melahirkan Anak Shaleh, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2005 Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Asy Syifa, Semarang, 195 Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, jilid I, As-Syifa, Semarang, 2005, hal. 222 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal. 91 Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya Media, Yogyakarta, 2002, Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al Ma’arif, bandung, 2009, hal. 23. Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maragfi Juz 21, Toha Putra, Semarang, 2009 Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, jilid 3, Toha Putra, Semarang, 2006. Al Ghazali, Ihya’ Ululumuddin, (Terj), Cv Fauzan, jakarta, 2006. Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz 3, Dar Ihyail Kutubil Arabiah, tth Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, LKiS, Yogyakarta, 2003 Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, 2007 Budi Munawar Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Paramadina, Jakarta, 2006, Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2009 H. Ahmad Toha Putra, Al-Qur’an dan Tarjamahnya, Yayasan Penyelenggara AlQur’an, Semarang, 2002 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, Al Ihlas, Surabaya, 2003 Hadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 2003 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973 65
Hasbi Ash-Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid / Kalam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973 Hasbi Ash-Shidiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, Kalam, Bulan Bintang, jakarta, 1973 Imam Abi Husain Muslim bin al Hujjaj al Qusairi an Naisaburi, Shohih Muslim, Juz 4, maktabah Dahlan, tth Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Toha Putra, 2005, tth M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, bandung, 2004, hal. 142 Mohammad Fauzil Adzim, Mendidik Anak Menuju Taklif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008 Mudhofir, Teknologi Instruksional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006, hal.1 Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda karya, Bandung, 2003, hal. 296 Muhammad Al Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, Wicaksana, semarang, 2003 Muhammad Nur Abdul Khafidz, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, al Bayan, Bandung, 2007 Mujamma’ Al Malik Fahdli Thiba’at al Mush-haf Asy Syarief Madinah Munawarah Saudi Arabia 1422 H Nasarudin Razaq, Dienul Islam, Al Ma’arif, Bandung, 2003, hal. 24 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake sarasin, Yogyakarta, 2009, hal.191 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2000, hal. 42-43 Ri Suhartin Citribroto, Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 2000, hal. 257 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 2009 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Rajawali, Jakarta, 2009, hal. 194 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta, 2001 Syamsul Arifin, dkk., Spiritualisasi Islam dan Peradaban Masa Depan, Sipress, Yogyakarta, 2007, hal. 158 Syeikh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar Assuyuti, Al Jamius Saghir, juz 1, Dar Ihyail Kutub Al Arabiyah, tth, 124 Taufik Adnan Amal, Fazlurrahman dan Usaha-Usaha Neomodernisme Islam Dewasa Ini, Mizan, Bandung, 2007 Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak Dalam Islam, Bina Ilmu Surabaya 66
Zakiah daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 2003, hal. 58 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, Ruhama, Jakarta, 2004,
67