STRUKTUR PREDIKAT-SUBJEK DENGAN PREDIKAT BERPREFIKS TERDALAM BAHASA INDONESIA Wagiati dan Sugeng Riyanto Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
[email protected];
[email protected] Abstrak Penelitian ini berjudul “Struktur Predikat-Subjek dengan Predikat Berupa Verba Berprefiks Ter- dalam Bahasa Indonesia”. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji (1) faktor penyebab munculnya struktur predikat-subjek (P-S) secara sintaktis, (2) perilaku sintaktis verba, dan (3) perubahan struktur dari P-S menjadi S-P. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Sumber data penelitian berupa bahasa ragam fiksi dan ragam jurnalisitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya struktur P-S secara sintaktis terdapat pada, atau dipicu oleh (1) predikat berada pada awal kalimat tunggal secara langsung, (2) subjek berkonstruksi kompleks, (3) konstruksi diawali konjungsi antar kalimat dan subjek berkonstruksi kompleks, (4) konstruksi diawali keterangan, dan (5) konstruksi diawali keterangan dan subjek berkonstruksi kompleks. Perilaku sintaktis verba pada konstruksi ini adalah tak transitif; kecuali untuk verba terdapat dan terbetik, yang memerlukan keterangan (K) jika konstruksinya berstruktur S-P. Adapun perubahan struktur dari P-S menjadi S-P menghasilkan konstruksi yang (a) berterima, (b) diragukan keberterimaannya, dan (3) berterima, tetapi memerlukan persyaratan sintaktis tertentu. Kata Kunci: struktur predikat-subjek, verba berprefiks ter-, bahasa ragam fiksi dan jurnalistik Abstract This study entitled “The Structure of the Predicate-Subject with Verbal Predicate Prefixed by Ter- in Indonesian”. The purpose of this study is to assess (1) the factors causing the emergence of a predicate-subject structure (P-S) syntactically, (2) syntactic behavior of verbs, and (3) changes in the structure of P-S to S-P. The method used is descriptive analysis method. Sources of research data are varieties of fiction texts and jurnalism texts. The results showed that the appearance of P-S syntactic structure contained in, or be triggered by (1) the predicate at the beginning of a simple sentence directly, (2) the subject of a complex constructed subject, (3) constructions begins with conjunction between clauses and a structurally complex subject, (4) affirmation preceded construction, and affirmation preceded construction complex subject. Syntactic behavior of verbs in this contruction is intransitive; except for verbs terdapat and terbetik, which require affirmation if the construction is structured S-P. The changes is the structure of P-S to S-P produces construction (a) acceptable, (b) questionable acceptability, and (3) acceptable, but require certain syntactic requirements. Keywords: predicate-subject structure, verbs with prefix ter-, fiction and journalistic language style
PENDAHULUAN Struktur kalimat dasar bahasa Indonesia memiliki ciri (1) terdiri atas satu klausa, (2) unsur-unsurnya lengkap, (3) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (4) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Dengan demikian, kalimat dasar identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang urutan unsur-unsurnya paling lazim (Alwi, dkk. 2003: 319). Berkaitan dengan ciri ketiga, yakni susunan unsurunsurnya menurut urutan yang paling umum, dalam kalimat bahasa Indonesia, subjek mendahului predikat. Dengan demikian, struktur kalimat dasar bahasa Indonesia dimulai 93
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
dengan subjek, kemudian predikat, lalu objek, pelengkap, dan keterangan jika ada. Pada pihak lain, berdasarkan data kebahasaan yang ada, dalam bahasa Indonesia banyak pula ditemukan subjek yang menempati posisi kanan predikat. Dengan demikian, konstruksi tersebut berstruktur predikat-subjek (P-S). Perhatikan data berikut. (1) Di bagian bawah poster itu/ terdapat/ dua baris kalimat yang tak kupahami. (LP: 20) (2) Tak terlihat/ kebengisan/ di wajah wanita empat puluhan itu. (S: 74) (3) Di papan tulis itu/ terpampang/ gambar matahari dengan garis-garis sinar berwarna putih. (LP: 18-19) Pada data (1)-(3) di atas, konstituen terdapat, tak terlihat, dan terpampang berfungsi sebagai predikat, sedangkan yang mengikutinya adalah subjek. Ketiga predikat tersebut secara kategorial berupa verba dengan prefiks ter-. Dengan demikian, ketiga konstruksi di atas berstruktur P-S. Berkaitan dengan konstruksi di atas, menarik untuk dikaji kemungkinan perubahan struktur dari P-S menjadi S-P. Persyaratan sintaktis apa yang harus dipenuhi sehingga ketiga konstruksi tersebut dapat berstruktur S-P. Perhatikan perubahan dari P-S menjadi S-P ketiga konstruksi pada (1a)-(3a) yang tidak gramatikal, dan pada (1b)-(3b) yang gramatikal di bawah ini. (1a) *Di bagian bawah poster itu / dua baris kalimat yang tak kupahami/ terdapat. (2a) *Kebengisan / di wajah wanita empat puluhan itu/ tak terlihat. (3a) *Di papan tulis itu / gambar matahari dengan garis-garis sinar berwarna putih/ terpampang. (1b) Dua baris kalimat yang tak kupahami/ terdapat/ di bagian bawah poster itu. (2b) Kebengisan/ tak terlihat/ di wajah wanita empat puluhan itu. (3b) Gambar matahari dengan garis-garis sinar berwarna putih/ terpampang/ di papan tulis itu. Konstruksi (1b)-(3b) merupakan konstruksi yang gramatikal karena predikat diikuti peran lokatif yang sifatnya inti. Hal ini tidak terjadi pada (1a)-(3a) sehingga ketiga konstruksi tersebut tidak gramatikal. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana jika konstruksi tersebut tidak memungkinkan melibatkan peran lokatif. Sudaryanto (1994: 98) memberikan contoh berikut. (4) Terbetik/ berita bahwa Pak Hakin kena suap. Konstruksi (4) tidak dapat diubah menjadi konstruksi berikut. (4a) *Berita bahwa Pak Hakim kena suap/ terbetik. Karena tidak diikuti oleh peran lokatif, konstruksi (4) tidak dapat diubah strukturnya menjadi S-P. Dengan demikian, konstruksi pada contoh (4) harus berstruktur P-S. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi berstruktur P-S dengan predikat berupa verba ter- dalam bahasa Indonesia merupakan konstruksi yang cukup kompleks. Karena merupakan konstruksi yang cukup kompleks, konstruksi ini memberikan peluang untuk dikaji lebih lanjut secara lebih mendalam. Faktor sintaktis apa yang memicu munculnya konstruksi P-S dengan predikat berupa verba ter-, bagaimana perilaku sintaktis konstruksi dengan predikat berupa verba ter-, serta bagaimana perubahan dari P-S menjadi S-P pada konstruksi dengan predikat berupa verba ter-, merupakan masalah yang penting untuk diteliti. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji faktor sintaktis apa yang memicu munculnya struktur P-S pada konstruksi dengan predikat berupa verba 94
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
ter-; (2) mengkaji perilaku sintaktis konstruksi berstruktur P-S dengan predikat berupa verba ter-; dan (3) mengkaji pilihan-pilihan antara struktur P-S dan S-P secara sintaktis pada konstruksi berstruktur P-S dengan predikat berupa verba ter-. Hasil penelitian ini, secara teoretis, diharapkan dapat menambah khasanah teori linguistik Indonesia dan lingistik dunia pada umumnya, khususnya dalam bidang sintaksis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para penutur bahasa Indonesia, khususnya berkaitan dengan peluang pilihan-pilihan struktur P-S atau S-P sesuai dengan sistem bahasa yang berlaku. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jangkauan waktu bersifat sinkronis. Metode deskriptif bertujuan membuat deskripsi; membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat, serta fenomena-fenomena yang diteliti (Djajasudarma, 1993: 8). Metode ini menyarankan agar penelitian dilakukan semata-mata berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang memang empiris hidup dalam penutur-penuturnya sehingga hasil yang diharapkan berupa perian bahasa yang berupa potret/paparan seperti apa adanya (Sudaryanto, 1992: 62). Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah (1) studi pustaka, (2) penyediaan data, (3) pengklasifikasian data, (4) penganalisisan data, dan (5) penyimpulan hasil analisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian terhadap data, struktur predikat-subjek dengan predikat berupa verba berprefiks ter- terjadi pada, atau dipicu oleh beberapa faktor sintaktis tertentu. Faktor-faktor sintaktis tersebut antara lain adalah: (1) Predikat berada pada awal kalimat tunggal secara langsung (2) Subjek berkonstruksi kompleks (3) Konstruksi diawali konjungsi antar kalimat dan subjek berkonstruksi kompleks (4) Konstruksi diawali keterangan (5) Konstruksi diawali keterangan dan subjek berkonstruksi kompleks Predikat Berada pada Awal Kalimat Tunggal secara Langsung Verba/frasa verba berawalan ter- dapat berada pada awal kalimat tunggal. Verba/frasa verbal tersebut berfungsi sebagai predikat, dan konstituen yang mengikutinya berfungsi sebagai subjek. Jadi, konstruksi ini berstruktur P-S. Konstruksi ini banyak dijumpai pada bahasa Indonesia ragam jurnalistik. Konstruksi ini sering muncul sebagai judul berita. Sebagai judul berita, konstruksi ini biasanya muncul sebagai kalimat tunggal yang pendek. (1) a. Masih terbuka / kesempatan untuk bergabung dalam koalisi. (KO, 3/3/13) b. Terpecah/ sikap fraksi PKS soal angket BBM. (KO, 24/6/08) c. Terungkap, / Prosesor Tablet Masa Depan Intel (KO, 21/11/12) d. Terdapat/ Penyimpangan Transaksi RTGS (TO, 15/12/03) Pada contoh (1) terlihat bahwa verba/frasa verbal masih terbuka, terpecah, terungkap, dan terdapat mengawali kalimat tunggal secara langsung. Verba/frasa verbal tersebut berfungsi sebagai predikat. Predikat tersebut diikuti oleh nomina/frasa nominal, dan nomina/frasa nominal tersebut berfungsi sebagai subjek. Dengan demikian, konstruksi pada contoh (1) berstruktur P-S. 95
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
Berdasarkan perilaku sintaktisnya, kecuali verba terdapat, verba-verba pada contoh (1) tergolong verba tak transitif karena verba-verba tersebut hanya memerlukan satu konstituen pendamping, yaitu nomia/frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek. Dengan demikian, konstruksi tersebut dapat hanya terdiri atas predikat dan subjek. Hal ini berlaku pula pada verba terdapat, yaitu dapat hanya diikuti oleh satu konstituen pendamping yang berfungsi sebagai subjek, sebagaimana terlihat pada contoh (1) d jika konstruksinya berstruktur P-S. Telah dikemukakan bahwa kecuali verba terdapat, verba-verba pada contoh (1) di atas tergolong verba tak transitif. Hal ini dapat dibuktikan melalui contoh (2) berikut. (2) a. Peluang Bisnis Baju Pantai/ Masih Terbuka (KO, 30/4/13) b. Uni Eropa/Kian Terpecah (KO, 18/3/13) c. Asal Usul Kemampuan Bernafas Manusia/Terungkap (KO, 17/10/12) d. Semua keterangan tersebut/terdapat/dalam bahasa Indonesia. (SKF: 58) Pada contoh (2) a-d terlihat bahwa verba/frasa verbal masih terbuka, kian terpecah, dan terungkap yang berfungsi sebagai predikat, hanya didampingi oleh satu konstituen, yaitu subjek. Sementara itu, pada contoh (2) d, verba terdapat, selain didampingi oleh konstituen yang berfungsi sebagai subjek, juga didampingi oleh konstituen yang berfungsi sebagai keterangan. Tanpa kehadiran keterangan, konstruksi pada contoh (2) d bukanlah konstruksi yang berterima, sebagaimana terlihat pada contoh (2) e berikut. (2) e. *Semua keterangan tersebut / terdapat Berdasarkan contoh (2) e di atas, dapat disimpulkan bahwa verba terdapat tidak dapat menempati posisi akhir sebuah konstruksi. Bila ditempatkan pada posisi akhir sebuah konstruksi, verba tersebut memerlukan persyaratan sintaktis tertentu, yaitu harus diikuti konstituen lain, yaitu keterangan tempat. Terlepas dari persyaratan sintaktis yang harus dipenuhi untuk verba terdapat tersebut, pada contoh-contoh (2) terlihat bahwa subjek berada di depan predikat. Dengan demikian, konstruksi-konstruksi pada contoh (2) berstruktur S-P. Struktur S-P pada contoh (2) terjadi karena subjek terdiri atas unsur yang pendek, yaitu berupa nomina/frasa nominal yang pendek. Dengan mempertimbangkan konstruksi pada contoh (2), contoh (1) di muka pun dapat diubah atau dikembalikan strukturnya menjadi S-P karena pengisi subjek pada contoh (1) sama dengan pengisi subjek pada contoh (2), yaitu berupa nomina/frasa nominal yang pendek. Perhatikan contoh (1a) berikut. (1a) a. Kesempatan untuk bergabung dalam koalisi / masih terbuka b. Sikap fraksi PKS soal angket BBM/terpecah c. Prosesor Tablet Masa Depan Intel/terungkap d. *Penyimpangan Transaksi RTGS/terdapat Semua konstruksi pada contoh (1a) berstruktur S-P. Terlihat bahwa konstruksi pada contoh (1a) a-c merupakan konstruksi yang berterima, sedangkan (1a) d tidak. Tanpa kehadiran konstituen yang berfungsi sebagai keterangan, struktur P-S dengan predikat berupa verba terdapat tidak dapat diubah menjadi S-P. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perubahan dari struktur P-S menjadi S-P untuk verba terdapat memerlukan lokatif (dengan makna leksikalnya sebagai penentu). Subjek Berkonstruksi Kompleks Berdasarkan penelitian terhadap data, subjek kompleks cenderung menempati posisi di belakang predikat. Dengan demikian, konstruksi dengan subjek kompleks pada 96
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
umumnya berstruktur P-S. Subjek kompleks yang terdapat pada konstruksi ini dapat bermacam-macam, yaitu dapat berupa (1) konstruksi bahwa, (2) FN + konstruksi bahwa, (3) konstruksi mengapa dan bagaimana, (4) FN + konstruksi mengapa dan bagaimana, (5) FN + konstruksi yang, dan (6) FN yang panjang. Subjek kompleks yang berupa konstruksi bahwa terdapat pada contoh (3)a; yang berupa FN + konstruksi bahwa terdapat pada contoh (3) b; yang berupa konstruksi mengapa dan bagaimana terdapat pada contoh (3) c-d; yang berupa FN + konstruksi mengapa dan bagaimana terdapat pada contoh (3) e; yang berupa FN + konstruksi yang terdapat pada contoh (3) f; dan yang berupa FN yang panjang terdapat pada contoh (3) g. (3) a. Mungkin tidak pernah terpikir / di benak Anda // bahwa pria bisa saja terkena kanker payudara meski hal ini jarang terjadi. (KO, 3/10/09) b. Terbetik//kabar bahwa pemicu Ariel menggugat cerai karena Sarah menjalin hubungan dengan Sonny. (KO, 14/1/11) c. Pernah terpikir//mengapa ngobrol di kafe atau restoran terasa lebih akrab dan nyaman, daripada di rumah? (KO, 14/1/11) d. Tidak terbayang //bagaimana reaksi masyarakat kalau sampai PLN nekat bersikap konyol seperti ini. (politik.kompasiana.com, 22/1/13) e. Terjawab Sudah //Teka Teki / Mengapa News Corp Berani Berspekulasi Kerjasama Dengan PSSI (olahraga.kompasiana.com, 22/1/13) f. Terbayang/ketidakpuasan pasien yang tidak dapat menggunakan anggota tubuhnya secara maksimal, meski telah menjalani pengobatan dan perawatan. (www.tempo.co.id/ medika) g. Terdengar/berita mengejutkan mengenai dibukanya kemungkinan penjualan perusahaan game Activision Blizzard. (KO, 13/7/12) Pada contoh (3) terlihat bahwa konstruksi diawali oleh verba/frasa verbal berawalan ter-. Verba/frasa verbal tersebut berfungsi sebagai predikat. Predikat tersebut diikuti oleh subjek kompleks. Berdasarkan perilaku sintaktisnya, kecuali verba terbetik pada contoh (3) b, verbaverba di atas tergolong verba tak transitif karena verba-verba tersebut hanya memerlukan satu konstituen pendamping, yaitu subjek. Dengan demikian, konstruksi tersebut dapat hanya terdiri atas predikat dan subjek. Hal ini berlaku pula untuk verba terbetik, yaitu dapat hanya diikuti oleh satu konstituen pendamping, yaitu subjek, sebagaimana terlihat pada (3) b, jika konstruksinya berstruktur P-S. Di atas dikemukakan bahwa kecuali verba terbetik, verba-verba pada contoh (3) tergolong verba tak transitif. Bahwa verba-verba tersebut tergolong verba tak transitif, dapat dibuktikan melalui contoh (4) berikut. (4) a. Alternatif untuk mendapatkan induksi atau memasukkan cairan seperti infus yang berfungsi merangsang kontraksi pun/ mulai terpikir. (www. parentsindonesia.com) b. Babeh: Hukuman Mati Itu/Sudah Terbayang (KO, 28/9/10) c. Jangkrik dan tokek yang biasa terdengar, /malam itu/tak terdengar (TO, 27/3/13) d. Akhirnya beberapa waktu yang lalu/beberapa pertanyaan tersebut/ terjawab sudah (dewo.wordpress.com) e. Maka dari itulah, setahun lalu, / ide untuk membuat peringatan dini banjir/ terbetik/di benak ibu dua anak perempuan ini (KO, 29/7/08). 97
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
Pada contoh (4) a-d, terlihat bahwa verba/frasa verbal yang berfungsi sebagai predikat tersebut hanya didampingi oleh satu konstituen wajib, yaitu berupa frasa nominal yang berfungsi sebagai subjek. Pada contoh tersebut pun terlihat bahwa subjek berada di depan predikat. Dengan demikian, konstruksi-konstruksi pada contoh (4) berstruktur S-P. Struktur S-P pada contoh (4) di atas terjadi karena S --pada umumnya, walaupun tidak semua-- terdiri atas unsur yang pendek, yaitu berupa frasa nominal yang pendek. Faktor lain yang mendukung struktur S-P pada contoh (4) adalah karena verba-verba yang menjadi predikat pada umumnya didampingi adverbia. Dengan demikian, unsur predikat menjadi agak panjang karena dibentuk oleh verba + adverbia. Hal ini terbukti melalui konstruksi pada contoh (4) a, yaitu walaupun memiliki subjek kompleks, konstruksi tersebut tetap lazim karena predikat diisi oleh verba + adverbia. Telah dikemukakan bahwa semua konstruksi pada contoh (4) berstruktur S-P. Pada contoh (4) pun terlihat bahwa, kecuali konstruksi yang terakhir, yaitu predikat dengan verba terbetik, verba-verba pada contoh (3) a-d hanya memerlukan satu konstituen pendamping yaitu subjek. Sementara itu, verba terbetik pada contoh (4) e, selain memerlukan konstituen pendamping yang berfungsi sebagai subjek, juga memerlukan konstituen pendamping yang berupa keterangan tempat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada kelompok ini, jika sebuah konstruksi berstruktur S-P, predikat dengan verba terbetik tidak dapat menempati posisi akhir, tetapi harus diikuti dengan konstituen lain yang berfungsi sebagai keterangan. Hal ini berarti pula bahwa perubahan struktur dari P-S menjadi S-P untuk predikat yang berupa verba terbetik, memerlukan persyaratan sintaktis tertentu.Hal ini berarti bahwa perilaku sintaktis verba terbetik sama dengan verba terdapat yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Perhatikan contoh (4a) a berikut yang tidak gramatikal. (4a) e. *ide untuk membuat peringatan dini banjir/terbetik Kembali pada contoh (3) di muka, perubahan struktur dari P-S menjadi S-P perlu dibedakan antara predikat yang hanya terdiri atas satu kata, yaitu verba saja, dan predikat yang terdiri atas minimal dua kata, yaitu verba dan adverbia. Perubahan struktur P-S menjadi S-P untuk konstruksi-konstruksi yang predikatnya hanya terdiri atas satu kata akan menghasilkan konstruksi yang diragukan keberterimaannya. Lambang (?) pada awal konstruksi menandakan bahwa konstruksi tersebut diragukan keberterimaannya, sedangkan lambang (*) menandakan bahwa konstruksi tersebut tidak berterima. Sementara itu, perubahan struktur dari P-S menjadi S-P untuk konstruksi-konstruksi yang predikatnya terdiri atas minimal dua kata, yaitu verba dan adverbia, masih dimungkinkan karena unsur predikat menjadi agak panjang. Perhatikan contoh (3a), yang telah mengalami perubahan struktur dari P-S menjadi S-P. (3a) a. Di benak Anda // bahwa pria bisa saja terkena kanker payudara meski hal ini jarang terjadi/mungkin tidak pernah terpikir b. * Kabar bahwa pemicu Ariel menggugat cerai karena Sarah menjalin hubungan dengan Sonny/terbetik c. Mengapa ngobrol di kafe atau restoran terasa lebih akrab dan nyaman, daripada di rumah/pernah terpikir d. Bagaimana reaksi masyarakat kalau sampai PLN nekat bersikap konyol seperti ini/tidak terbayang e. Teka Teki/Mengapa News Corp Berani Berspekulasi Kerjasama Dengan PSSI/Terjawab Sudah f.? Ketidakpuasan pasien yang tidak dapat menggunakan anggota tubuhnya 98
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
secara maksimal, meski telah menjalani pengobatan dan perawatan/ terbayang g.? Berita mengejutkan mengenai dibukanya kemungkinan penjualan perusahaan game Activision Blizzard / terdengar Dari contoh (3a) terlihat bahwa konstruksi-konstruksi yang predikatnya agak panjang karena terdiri atas verba dan adverbia, perubahan struktur dari P-S menjadi S-P masih berterima. Walaupun masih berterima, konstruksi dengan struktur P-S lebih lazim untuk konstruksi ini. Sementara itu, konstruksi-konstruksi yang predikatnya hanya terdiri atas satu kata, yaitu verba saja, struktur S-P diragukan keberterimaannya. Adapun konstruksi yang predikatnya berupa verba terbetik, struktur S-P tidak berterima, kecuali jika ditambahkan keterangan sehingga menjadi S-P-K. Konstruksi Diawali Konjungsi Antar Kalimat dan Subjek Berkonstruksi Kompleks Struktur P-S yang ditandai oleh dua ciri yaitu (1) konstruksi diawali konjungsi antar kalimat dan (2) subjek berkonstruksi kompleks dapat terjadi pada konstruksi dengan predikat berupa verba berawalan ter-. Dengan demikian, urutan pada konstruksi ini adalah konjungsi antar kalimat – predikat – subjek komples. Perhatikan contoh (5) berikut. (5) a. Dengan demikian/tersimpul /di situ // bahwa gerak seni etnis Tionghoa pada kurun-kurun sebelumnya sungguh berbeda dan “lebih mulia”. (pelukisbatam. wordpress.com, 9/10/08) b. Akhirnya/terbukti//bahwa Fathanah adalah Kader PKS. (forum.detik. com, 18/5/13) c. Jadi/setidaknya sudah terbayang/bagaimana isi buku ini (stillskywalker, 12/5/12) Pada contoh (5) terlihat bahwa semua konstruksi diawali oleh konjungsi antar kalimat. Konjungsi-konjungsi tersebut secara langsung diikuti oleh predikat. Selanjutnya, kecuali pada contoh (5) a, yang diselang dulu oleh keterangan di situ, predikat tersebut baru diikuti oleh subjek. Subjek pada contoh di atas berupa konstruksi bahwa, yaitu pada contoh (5) a-b, dan berupa konstruksi bagaimana pada contoh (5) c. Berdasarkan perilaku sintaktisnya, semua verba/frasa verbal tersebut termasuk verba tak transitif karena hanya memerlukan satu konstituen pendamping yaitu subjek. Bahwa verba/frasa verbal yang menjadi predikat pada contoh di atas hanya memerlukan satu konstituen pendamping yaitu subjek, dapat dibuktikan melalui contoh (6) berikut. (6) a. Baca kompas pagi2, senyum kecil / tersimpul. (forum.detik.com, 2/6/09) b. Keluhuran Akhlaq Rasulullah / Terbukti. (majalah-alkisah.com, 11/1/13) c. Nikita Mirzani: Penjara / SudahTerbayang(KO, 3/4/13) Pada contoh (6) terlihat bahwa verba/frasa verbal tersimpul, terbukti, dan sudah terbayang hanya didampingi satu konstituen, yaitu subjek. Pada contoh tersebut pun terlihat bahwa subjek tersebut terletak di depan predikat. Dengan demikian, struktur konstruksi di atas adalah S-P. Struktur S-P pada contoh di atas terjadi karena subjek diisi oleh nomia/frasa nomial yang pendek. Kembali pada contoh (5), pada konstruksi yang memiliki dua ciri yaitu (1) konstruksi diawali oleh konjungsi antarkalimat dan (2) subjek berkonstruksi kompleks, dapat disimpulkan bahwa munculnya struktur P-S pada konstruksi ini lebih dipicu oleh subjek berkonstruksi kompleks. Dikatakan demikian karena pelesapan konjungsi antar kalimat pada konstruksi ini tidak mengubah keberterimaan konstruksi yang bersangkutan. Sebaliknya, pemindahan subjek kompleks ke posisi depan predikat pada umumnya akan 99
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
menghasilkan konstruksi yang diragukan keberterimaannya. Perhatikan contoh (5a) dan (5b) berikut. Contoh (5a) adalah contoh yang telah mengalami pelesapan konjungsi antar kalimat, sedangkan contoh (5b) adalah contoh yang telah mengalami perpindahan subjek kompleks ke depan predikat. (5a) a. Tersimpul / di situ // bahwa gerak seni etnis Tionghoa pada kurun-kurun sebelumnya sungguh berbeda dan “lebih mulia”. b. Terbukti // bahwa Fathanah adalah Kader PKS. c. Setidaknya sudah terbayang// bagaimana isi buku ini. (5b) ?a. Dengan demikian/di situ/bahwa gerak seni etnis Tionghoa pada kurunkurun sebelumnya sungguh berbeda dan “lebih mulia”/tersimpul ?b. Akhirnya/bahwa Fathanah adalah Kader PKS/terbukti c. Jadi/bagaimana isi buku ini /setidaknya sudah terbayang Terlihat bahwa penghilangan konjungsi antarkalimat pada contoh (5a) tidak mengubah keberterimaan konstruksi yang bersangkutan. Sebaliknya, pemindahan subjek kompleks ke depan predikat menghasilkan konstruksi yang diragukan keberterimaannya pada (5b) a-b, tetapi berterima pada (5) c. Perbedaan antara (5b) a-b yang diragukan keberterimaannya dan (5b) c yang berterima dipengaruhi oleh hadir atau tidaknya adverbia menyertai verba yang menjadi predikat. Pada contoh (5b) c, predikat terdiri atas adverbia + verba; dengan demikian, predikat menjadi agak panjang. Sementara itu, pengisi predikat pada contoh (5b) a-b hanya terdiri atas verba saja. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk kostruksi yang memiliki dua ciri yaitu (1) konstruksi diawali oleh konjungsi antarkalimat dan (2) konstruksi memiliki subjek kompleks, munculnya struktur P-S pada konstruksi ini lebih dipicu oleh subjek kompleks. Selain itu, dapat disimpulkan pula bahwa perubahan struktur dari P-S menjadi S-P pada konstruksi dengan subjek kompleks, masih memungkinkan dilakukan dan pada umumnya akan menghasilkan konstruksi yang berterima jika predikat dibentuk oleh verba + adverbia. Konstruksi Diawali Keterangan Konstruksi berstruktur P-S dengan predikat berupa verba berawalan ter- berikut ini diawali dengan keterangan. Jadi, urutan konstruksi ini adalah keterangan + predikat + subjek. Perhatikan contoh (7) berikut. (7) a. Di mulut pintu kamar ini / tergolek / sepasang sandal selip warna abu. (TO, 25/4/13) b. Pada peta tersebut, / tergambar / peta Indonesia beserta potensi bahaya gempanya. (KO, 16/7/10) c. Di negeri-negeri itu / terjadi / perkembangan yang berbeda-beda. (T, 1218, 9/11) Terlihat bahwa semua konstruksi diawali oleh keterangan. Keterangan-keterangan tersebut masing-masing diikuti langsung oleh predikat. Selanjutnya, predikat tersebut baru diikuti oleh subjek. Subjek pada contoh di atas semuanya berupa frasa nominal. Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, konstruksi seperti ini dinamakan sebagai konstruksi presentatif. Konstruksi presentatif di antaranya memiliki ciri: konstruksi cenderung muncul sebagai klausa sederhana yang tidak diawali konjungsi dan konstruksi diawali oleh adverbial (atau keterangan) tempat atau waktu (Kaswanti Purwo, 1885: 11). Verba-verba yang menjadi predikat pada contoh di atas, berdasarkan perilaku 100
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
sintaktisnya, termasuk verba tak transitif. Bahwa semua verba tersebut tergolong verba tak transitif, dapat dibuktikan melalui contoh (8) berikut. (8) a. Gadis Perkasa Itu/Masih Tergolek (KO, 30/5/11) b. Di bagian lain mobil, /cerita kecelakaan maut ini pun/tergambar. (KO, 22/1/12) c. Pembakaran gereja, masjid, dan kitab suci/terjadi (T, 12-18, 9/11) Pada contoh (8) terlihat bahwa verba tergolek, tergambar, dan terjadi hanya memerlukan satu konstituen pendamping, yaitu subjek. Pada contoh di atas pun terlihat bahwa subjek terletak di depan predikat. Dengan demikian, struktur konstruksi di atas adalah S-P. Struktur ini sesuai dengan pola urutan kalimat dasar bahasa Indonesia. Struktur S-P pada contoh di atas terjadi karena subjek pada semua konstruksi di atas diisi oleh nomina/frasa nominal yang pendek. Kembali pada contoh (7) di atas, jika konstruksi ini diubah atau dikembalikan strukturnya menjadi S-P, akan terdapat konstruksi sebagaimana terlihat pada contoh (7a) berikut. (7a) a. Di mulut pintu kamar ini / sepasang sandal selip warna abu / tergolek b. Pada peta tersebut, / peta Indonesia beserta potensi bahaya gempanya / tergambar c. Di negeri-negeri itu / perkembangan yang berbeda-beda / terjadi Semua konstruksi pada contoh (7a) berstruktur S-P. Dengan demikian, urutan unsur fungsional pada konstruksi-konstruksi di atas adalah keterangan – subjek – predikat. Tampak bahwa struktur S-P pada konstruksi ini masih berterima. Hal ini disebabkan subjek pada konstruksi di atas berupa frasa nominal yang pendek. Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan konstruksi yang berstruktur P-S, sebagaimana terlihat pada contoh (7), konstruksi dengan struktur P-S dirasakan lebih lazim. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Kaswanti Purwo (1985: 11) bahwa konstruksi yang diawali oleh keterangan tempat dan waktu merupakan ciri khas inversi subjek dan predikat. Konstruksi Diawali Keterangan dan Subjek Berkonstruksi Kompleks Berdasarkan urutan unsur-unsurnya, konstruksi ini sama dengan subbab 3.4 di atas, yaitu keterangan – predikat – subjek. Perbedaannya adalah pada konstruksi subbab 3.4 subjek diisi oleh nomina/frasa nominal yang pendek sehingga konstruksi yang bersangkutan berupa klausa/kalimat tunggal yang pendek. Sementara itu, pada konstruksi ini subjek diisi atau berupa konstruksi yang kompleks. Berdasarkan penelitian terhadap data, dijumpai sejumlah verba berawalan teryang dapat menjadi predikat pada konstruksi ini. Predikat tersebut diikuti oleh subjek kompleks. Dengan demikian, urutan konstruksi ini adalah keterangan – predikat – subjek kompleks. Subjek kompleks ini dapat berupa konstruksi bahwa dan FN + konstruksi bahwa. Perhatikan contoh (9) berikut. (9) a. Dari Dewa Maut inilah / tercium// bahwa Upasara Wulung kini sampai ke tingkat yang menentukan. (ml.scribd.com) b. Pada alat penunjuk arah itu / tertulis // bahwa untuk Jakarta dan sebagian besar kota di Indonesia, arah utara jarum kompas harus menunjuk angka 9 sebagai arah kiblat. (KO, 28/10/09) c. Baru-baru ini /terdengar // kabar bahwa komponen-komponen yang diperlukan untuk membuat tablet yang menurut informasi akan memiliki ukuran layar 7,85 inci ini sedang dipersiapkan. (tekno.kompas.com, 101
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
21/5/12) d. Dalam pertemuan tersebut/ tercapai // kesepakatan bahwa petani mendapat hal kelola tanah Perhutani sebanyak lima hektar. (caping.lsdpqt.org, 6/3/13) Pada contoh (9) terlihat bahwa semua konstruksi diawali oleh keterangan. Keteranganketerangan tersebut langsung diikuti oleh predikat, dan setelah predikat, baru muncul subjek. Berdasarkan perilaku sintaktisnya, semua verba tersebut termasuk verba tak transitif karena hanya memerlukan satu konstituen pendamping, yaitu subjek. Bahwa verba-verba yang mejadi predikat pada contoh di atas hanya memerlukan satu konstituen pendamping yaitu subjek, dapat dibuktikan melalui contoh (10) berikut. (10) a. Bau pesawat baru yang khas/ masih tercium. (TO, 20/4/13) b. Pontius Polatus/berkata, // “yang tertulis/tetap tertulis.” (Yohanes, 19: 22) c. Jangkrik dan tokek yang biasa terdengar, //malam itu/tak terdengar. (TO, 27/3/13) d. 89 Persen Proyek MP3EI 2011/Tercapai. (TO, 9/8/12) Pada contoh (10) terlihat bahwa predikat yang berupa verba tercium, tertulis, terdengar, dan tercapai hanya memerlukan satu konstituen wajib sebagai pendamping, yaitu subjek. Terlihat pula pada contoh di atas bahwa subjek berada di depan predikat. Dengan demikian, struktur konstruksi-konstruksi tersebut adalah S-P. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian-bagian terdahulu, struktur S-P pada konstruksi seperti ini dapat muncul karena subjek diisi oleh konstuen yang berupa frasa nominal yang pendek. Faktor lain yang mendukung munculnya struktur S-P pada contoh di atas adalah hadirnya adverbia mendampingi verba sebagai predikat. Berkaitan dengan contoh (9), konstruksi-konstruksi pada contoh tersebut memiliki perbedaan dengan konstruksi pada contoh (10). Perbedaan itu berkaitan dengan (1) pengisi subjek dan hadirnya keterangan pada awal konstruksi. Pada contoh (9), subjek berupa unsur yang kompleks, yaitu berupa konstruksi bahwa danFN + konstruksi bahwa. Selain memiliki subjek kompleks, konstruksi-konstruksi pada contoh (9) pun didahului oleh keterangan. Konstruksi dengan dua ciri tersebut, yakni subjek kompleks dan konstruksi didahului oleh keterangan, akan menghasilkan konstruksi yang kurang lazim bila strukturnya diubah dari P-S menjadi S-P. Perhatikan contoh (9a) berikut yang telah mengalami perubahan struktur dari P-S menjadi S-P. (9a) ?a. Dari Dewa Maut inilah/bahwa Upasara Wulung kini sampai ke tingkat yang menentukan//tercium ?b. Pada alat penunjuk arah itu/bahwa untuk Jakarta dan sebagian besar kota di Indonesia, arah utara jarum kompas harus menunjuk angka 9 sebagai arah kiblat//tertulis ?c. Baru-baru ini/kabar bahwa komponen-komponen yang diperlukanuntuk membuat tablet yang menurut informasi akan memiliki ukuran layar 7,85 inci ini sedang dipersiapkan//terdengar ?d. Dalam pertemuan tersebut /kesepakatan bahwa petani mendapat hal kelola tanah Perhutani sebanyak lima hektar//tercapai Konstruksi-konstruksi pada contoh (9a) memiliki urutan keterangan – subjek kompleks – predikat. Konstruksi dengan urutan seperti ini diragukan keberterimaannya karena batas antara subjek dan predikat menjadi kurang jelas. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa struktur P-S pada konstruksi dengan dua ciri di atas akan menghasilkan konstruksi 102
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
yang diragukan keberterimaannya bila konstruksi tersebut diubah menjadi S-P. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Struktur predikat-subjek dengan predikat berupa verba berprefiks ter- terjadi pada, atau dipicu oleh beberapa faktor secara sintaktis. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: (1) predikat berada pada awal kalimat tunggal secara langsung; (2) subjek berkonstruksi kompleks; (3) konstruksi diawali konjungsi antar kalimat dan subjek berkonstruksi kompleks; (4) konstruksi diawali keterangan; (5) konstruksi diawali keterangan dan subjek berkonstruksi kompleks 2. Berdasarkan perilaku sintaktisnya, kecuali verba terdapat dan terbetik, verba dengan prefiks ter-tergolong verba tak transitif karena verba-verba tersebut hanya memerlukan satu konstituen pendamping, yaitu subjek. Hal ini berlaku pula untuk verba terdapat dan terbetik, yaitu dapat hanya diikuti oleh satu konstituen pendamping, yaitu subjek, jika konstruksinya berstruktur P-S. Namun, jika berstruktur S-P, predikat dengan verba terdapat dan terbetik memerlukan kehadiran keterangan secara wajib. Predikat dengan verba terdapat dan terbetik tidak dapat menempati posisi akhir, tetapi harus diikuti dengan konstituen lain yang berfungsi sebagai keterangan. Hal ini berarti pula bahwa perubahan struktur dari P-S menjadi S-P untuk predikat yang berupa verba terdapat dan terbetik, memerlukan persyaratan sintaktis tertentu. 3. Perubahan struktur dari P-S menjadi S-P untuk predikat dengan predikat berprefiks termenghasilkan hal-hal sebagai berikut: (1) berterima, jika subjek berupa nomina/frasa nominal yang pendek; (2) diragukan keberterimaannya, jika subjek berupa subjek kompleks dan predikat hanya terdiri atas satu kata, yaitu verba saja; (3) berterima, walaupun subjek berupa subjek kompleks, asalkan predikat paling sedikit terdiri atas dua kata, yaitu verba dan adverbia. Walaupun berterima, konstruksi dengan struktur P-S lebih lazim untuk konstruksi ini. (4) diragukan keberterimaannya jika konstruksi diawali oleh keterangan dan subjek berupa subjek kompleks; (5) tidak berterima,untuk predikat verba terdapat dan terbetik. Predikat dengan verba ini tidak dapat menempati posisi akhir konstruksi. Supaya dapat diubah menjadi S-P, kedua verba ini harus diikuti oleh keterangan (K). Dengan demikian, perubahan struktur dari P-S menjadi S-P untuk verba terdapat dan terbetik memerlukan persyaratan sintaktis tertentu. PUSTAKA ACUAN Alwi, Hasan, dkk.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Halim, Amran. Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia. 1984. Jakarta: Djambatan. 103
Vol.2, No.2 Agustus 2016
JURNAL TUTUR
ISSN 2442-3475
Kaswanti Purwo, Bambang dan Anton M. Moeliono. 1985. “Analisis Fungsi Subjek dan Objek: Sebuah Tinjauan”, dalam Kaswanti Purwo (Ed.). Untaian Teori Sintaksis 1970-1980-an.Jakarta: Arcan. Kaswanti Purwo, Bambang. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. ----------. 1985. “Inversion in Indonesian Narratives: Syntax and Discourse”, for the Fourth Conference on Austronesian Language, University of Michigan, Ann Arbor, August 1-3, 1985. ----------. 1987. “Subjek-Predikat dan Topik-Komen: Liku-Liku Perkembangannya”, Konferensi Nasional Kelima Masyarakat Linguistik Indonesia. Ujung Pandang, 22-27 Juli, 1987. Keenan, Edward L. 1976. “Towards a Definition of Subject”, dalam Li (eds.): 303--333. Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. ----------. 2002. Struktur, Kategori, dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Lapoliwa, Hans. 1990. Klausa Pemerlengkapan dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Parera, Jos Daniel. 1994. Sintaksis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sudaryanto. 1992. Metode Lingustik. Yogyakarta: Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. ----------. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. ----------. 1994. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia: Keselarasan Pola Urutan. Jakarta: Djambatan. Sugono, Dendy. 1995. Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
104