BAB I1
STRUKTUR KOMUNITAS LABA-LABA PADA BENTAIYG ALAM PERTANTAN DI DAS CIANJCTR Abstrak Kornpleksitas struktur bentang dam pertanian mernpengaruhl sbuktur komunitas laba-laba yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk memahami struktur komunitas Ma-laba pada tiga bentang alam pertanian di DAS Cianjur. Penelitian dilakukan d~ bagan hulu, tengah, dan hilir DAS Cianjur. Penelitian berlangsung selama dua musim tanarn pad^ (Januari sampai September 2003). Pengamatan laba-laba dilakukan dengan perangkap jebak, nampan kuning, jaring ayun, paangkap kuning berperekat dan pengsap f h c o p . H a i l pelitim menunjukkan bahwa keanekaragaman, kekayaan dan kerneratam spesies laba-laba pada bentang dam pertanian di bagian hulu DAS Cianjur (strukturnya kompleks) lebih tinggi daripada di bagian tengah dm hilir (sbuktutnya lebih sedahaua). Tipe habitat, umur tanaman dan m u s h juga mernpengaruhi keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan spesies laba-laba Kata-kata kunci : struktur bentang alam pertanian, komunitas laba-laba, DAS Cianjur
Pendahuluan
Pada ekosistem sawah terdapat berbagai komunitas saling berinteraksi meslupun kornpleksitasnya tidak seperti yang terdapat pada ekosistem alami.
Komunitas arthropods (terutama serangga dan laba-Iaba) umumnya mendorninasi ekosi tern sawah (Tul ung 1999). Menurut Heong el al. ( 199 1 ) laba-laba merupakan
kelompok predator terbesar kedua setelah Heteroptera. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dari seluruh kelompok predator yang terdapat pada ekosistem sawah, sekiiar 16% sampai 35% adalah laba-laba. Laba-laba merupakan predator polifag
(terutama memangsa serangga) sehingga berperan dal am mengontrol populasi
serangga (Riechert & Lockley 1984). Komunitas l aba-Iaba umumnya berhubungan erat dengan karakteri sti k
komunitas tumbuhan (Foelix 1996, Suana 1998). Laba-laba pembuat jaring berhubungan langsung dengan arsite ktur vegetasi karena merupakan prasyarat untuk dapat menernpatkan jaringnya. Bagi laba-Iaba yang hidup di serasah, daun-
daun yang gugur di lantai hutm merupakan habitat yang sesuai baginya.
Jumlahnya secara dramatis rneningkat ketika lapisan serasah semakin tebal karena lebih banyak tempat tersedia untuk bersembunyi dan terhindar dan suhu yang
ekstrem (Suana 1998, Rypstra et ul. 1999). Pada ekosistem sawah struktur
kornunitas laba-laba mungkin berbeda karena perbedaan lingkungan, varietas yang digunakan, pola tanam serta cara bercocok tanam. Sawah di DAS Cianjur umumnya ditanami padi dua sampai tiga kdi dalam setahun. Pada saat tanaman padi ada di pertanian laba-laba mengkolonisasi pertanaman, keanekaragamannya meningkat dan terjadi pergantian spesies laba-
laba sejalan dengan bertambahnya umur tanaman (Tulung 1999). Perubahan temporal pada kelimpahan, keanekaragaman, kekayaan spesies dan struktur komunitas laba-laba merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam rangka
mendisain strategi pengelolaan hama (Heong el ul. 1991 ). Penel itian ini bertujuan untuk mernpelajari struktur komunitas laba-laba
pada bentang alam pertanian di DAS Cianjur. Secara lebih rinci &pat diuraikan t uj uan penelitian ini adalah: 1) menggarnbarkan keanekaragaman spesies laba-
laba pa& masing-masing bentang alam pertanian, 2) menduga pengaruh struktur bentang dam pertanian dan umur padi terhadap kekayaan, kemerataan dm
keanekaragaman spesies laba-Iaba, dan 3) membuat dendrogram kesamaan komunitas laba-laba pada masing-masing bentang alam pertanian.
Baban dan Metode
Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga bentang aIam pertanian di DAS Cianjur yaitu di bagian hulu (Desa Nydindung), bagian tengah (Desa Gasol) dan bagian
hilir (Desa Selajarnbe). Penelitian berlangsung selarna dua musim tanam padi
(Januari sarnpai September 2003). Peta lokasi penelitian lihat BAB I Gambar 1.4, 1.5 dan 1.6.
Pelaksanaan penelitian
Pada setiap lokasi yang terpilih ditentukan dua jalur transek dengan panjang masing-masing 1000 meter. Jalur transek dibuat sejajar satu sama lain dengan jarak antar jalur transek adalah 200 - 500 meter. Sepanjang jalur transek
ditentukan titik-titik pengambilan sampel yang berjarak 1 00 meter sehingga pada
masing-masing lokasi terdapat 20 titik pengambilan sampel. Laba-laba dikoleksi dengan lima alat yaitu: perangkap jebak, narnpan kuni ng, pengisap furmcop, perangkap kuning berperekat dm j aring ayun (Barrion & Litsinger 1995, Levi & Levi 1990, Marc st aL 1999) (Gambar 2.1 .a-e).
Perangkap jebak (Gambar 2.1 .e) terbuat dari gelas plastik bekas air mineral volume 220 ml, diameter mulut gelas 7 cm dan tinggi 10 cm.Gelas diisi 25 ml air
dm detergen secukupnya untuk mengurangi tegangan permukaan. Nampan
kuning (Garnbar 2.1 .d) yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 15 x 24
cm, kedalaman 5 cm. Nampan diisi air setinggi 4 cm dari dasar nampan dan detergen secukupnya untuk rnengurang tegangan pemukaan. Pengi sap farmcop (Gambar 2.1.a) dimodifikasi dari alat pngisap debu (vacuum cleaner) yang
menggunakan aki sebagai tenaga penggerak motornya. Mulut penyedot diperpanjang dengan selang dan hasil sedotan ditarnpung pada tabung film yang diisi larutan alkohol70%yang berfimgsi sebagai larutan pembunuh dan pengawet. Jaring ayun (Gambar 2. l .b) yang digunakan dalam peneli tian ini mempunyai diameter mulut jaring 30 cm, panjang tangkai 1 m dan ukuran mata jala 0,5 mm. Perangkap kuning berperekat (Gambar 2.1.c) terbuat dari plasti k berwarna kuning dengan ukuran 18 x 28 cm2 dan tiang bambu setinggr 3 meter. Setiap pemasangan
perangkap plastik kuning tersebut dilapisi dengan plastik bening dan diolesi oli pada kedua permukaan.
Perangkap jebak digunakan untuk menangkap laba-Iaba yang bergerak aktif di permukaan tanah. Perangkap jebak dipasang dengan cara menanam & tanah sedernikian rupa sehingga mulut gelas rata dengan permukaan tanah. Untuk
menghinch air hujan maka perangkap diberi atap (Gambar 2.1.e). Laba-Iaba
serta hewan fain yang lewat pada perangkap diharapkan terjebak mas& ke dalam gelas yang berisi air dan detergen serta rnati disana. Sebanyak 3 buah perangkap jebak dipasang secara sistematis pada setiap titik pengambilan sampel dengan
jarak 50 sampai 100 meter. Perangkap hpertahankan tetap terpasang selarna I x 24 jam.
Nampan kuning dipasang di tempat terbuka agar mudah terlihat oleh laba-Iaba (Gambar 2.1 .d). Diharapkan laba-laba yang tertarik warna kuning
datang pada nampan serta mati dalam larutan detergen dan air yang terdapat di
dalarn nampan. Pada setiap titik pengarnbilan sarnpel dipasang sebuah narnpan serta dibiarkan tetap terpasang seIama 1 x 24 jam.
Laba-laba yang hidup di tanaman pa& atau vegetasi lain diamati dengan pengisap farmcop. Rumpun padi atau vegetasi lain yang akan diisap terlebih
dahulu dikurung dengan kumgan dari kain dengan kerangka kayu berukuran 0,5
x 0,5 x 0,9 meter, kemudian diisap memakai pengisap farmcop (Gambar 2.1.a). Laba-laba serta hewan lain yang terisap kemudian disimpan dalam botol yang
berisi alkohol 70%. Pada setiap titik pengambilan sampel dilakukan sekali pengisapan selarna 5 menit. Jaring ayun juga dipakai untuk mengoleksi laba-laba yang hidup di
tanaman padi atau vegetasi taznnya. Pada setiap titik pengarnbilan sampel dilakukan 20 kali a y m n jaring secara kontinyu (Gambar 2.1.b). Laba-laba serta
serangga lain yang tertangkap kemudian diambil dengan kuas haIus dan disimpn pada botol film yang berisi larutan alkohol70%.
Perangkap kuning berperekat digunakan untuk mengoleksi laba-laba yang menyebar melalui udara (Gambar 2.l.c). Pada setiap lokasi dlpasang 10
buah perangkap dengan jarak 200 meter, dengan rincian masing-masing 5 buah perangkap pada setiap jalur transek. Perangkap dibiarkan tetap terpasang selama 1 x 24 jam. Laba-laba yang rnelekat pada perangkap diarnbil dengan hati-hati
menggunakan kuas halus lalu disimpan dalam botol film dan diawetkan dengan
alkohol70%.
Pengambilan sarnpel dilakukan selama 2 musim tanam dirnulai pada awal musim tanam sampai padi dipanen dengan interval dua minggu sekaii. Selma pengambilan sarnpel dicatat j uga perlakukan petani terhadap pertanaman padi ,
seperti penggunaan pestisida serta bahan-bahan kimia lainnya.
b. Keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan spesies laba-la ba
Kekayaan spesies (S) ditentukan berdasarkan jurnlah spesies laba-laba y ang diperoleh dalam suatu bentang alam pertmian, habitat, rnusim, atau periode
pengambilan sarnpel. Keane karagarnan dm kemerataan spesies laba-laba Ihtung
rnenggunakan program Ecological Methodoloa 2nd edirion (Krebs 2000). Keanekaragaman spesies laba-laba ditentukan dengan rnenggunakan indeks keanekaragaman Shannon & Wiener (R)sedangkan kememtaan spesies laba-laba rnenggunakan indeks kemerataan Simpson (E) (Krebs 1999, Ludwig & Reynolds 1988 dan Magurran 1988). Analisis statistik rnenggunakan program S'PSS for
Windows II.0 (SPSS 2001). ANOVA satu-arah (one-way ANOVA) dan uji
Scheffe pada taraf kepercayaan 95% dipakai untuk mengetahui perbedam
keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies laba-laba pada ketiga bentang alam pertaman.
c. Analisis kessmaan komunitas laba-laba Derajat kesamaan komunitas laha-laba antar habitat dan urnur tanaman ditentukan dengan analisis kelompok (cluster amlysrs) (Krebs 1999, Ludwig & Reynold 1988). Dalam analisis kelompok setiap komunitas laba-laba disusun
secara hirarki dalam bentuk dendrogram. Dendrogam dibuat menggunakan program Stutisticu for
Windows 5.0 (Statsoft
1995). Pengelompokkan
menggunakan unweigktd puir-group average (UPGMA) clan jarak Euclidean.
Hasil dan Pembahasan Total jumlah individu, spesim, genera, dan famili la ba-laba
Sebanyak 10639 individu Iaba-laba dari 83 spesies, 52 genera dan I6 famili telah dikoleksi dengan perangkap jebak, nampan kuning, jaring ayun, pengisapfarmcop dan perangkap kuning berperekat (Tabel 2.1 dan Lampiran 2.1).
Jurnlah tersebut baru mencapai 62% untuk famili dan 24% untuk spesies dari seluruh famili dan spesies laba-laba yang pernah dilaporkan di Asia Selatan dm Tenggara (Barrion & Litsinger (1995). Ji ka dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Tulung (1999), maka hasil yang dicapai dalam
Peralatan yang dipakai untuk pengumpulan sampel mungkin menjadi sdah
satu sebab Iebi h banyak spesies laba-Iaba yang didapatkan dalam penelitian ini. Tulung (1999) memakai tiga d a t (pengisap D-vuc, perangkap jebak dm perangkap kuning berperekat), sedangkan dalarn penelitian ini dipakai lima alat
(pengisap farmcop, perangkap jebak, perangkap kuning berperekat, nampan
kuning dan jaring ayun).
Tabel 2.1. Jurnlah famili genera, spesies dan individu laba-laba yang diamati dmi t i p bentang alam pertanian di DAS Cianjur, 3awa Barat (Januari - September 2003).
No I
Famili Araneidae 2 Metidae 3 Tetragnathidae 4 Pholcidae 5
Theridiidae
6 Linyphiidae 7 Oxyopidae 8 SaIticidae 9 Pisauridae 10 Thomisidae 1 1 Clubionidae 12 Euspmssidae 13 Lycosidae 14 Oonopidae 15 Gnaphosidae I6 Zodariidae Total
Genera 9 3
2 1 8 3 I 8 1
4 3 1
3 2
2 1 52
Total spesies 13 4 8 1
19
5 1
9 1 5 4 2
5 2 2
Jumlah spesies Iaba-Iaba pada bentang alam pertanian di bqian Hulu Tengah Hilir I 2 (646) 10 (319) 10 (271) 4 (284) 8 (1098) 1 (3) 13 (260)
4 (321) 8 (1613)
4 (455)
5 (321) 1 (Ma
l(187) 7 (1 16) 0 (0) 3 (3 1) 3 (100) 2 (2)
5 (562)
1 (3) 15 (248)
9 (104)
3 (36) 8 (782) 0 (0)
15 (115) 4 (510) 1 (232) 8 (99)
0 (0)
3 (14) 2 (125)
3 (8) 4 (68)
2 (10) 4 (472)
2 (2) 4 (431) 2 (9) 2 (50)
2 (51
2 (3)
2
1 (4) 2 (45)
83
68 (3798)
1 (11) 2 (13) 69 (42 19)
1 (8)
68 (2622)
Keterangan : Angka dalam kurung menyatakan total individu yang diamati
Kebanyakan fami11laba-Iaba yang ditemukan dalarn penelitian ini memiliki penyebaran yang luas, tetapi ada juga famili yang hanya dijumpai pada satu bagan DAS Cianjur. Pholcidae hanya dijurnpai pada bentang alam pertanian di
bagan hulu dm tengah, sedangkan Pisauridae hanya dijumpai pada bagian hilir DAS Cianjur. Walaupun kedua fmili tersebut hanya dijumpai pada satu kntang
alam, tidak berarti bahwa keduanya merupakan famili yang jarang. Pholcidae
umumnya ditemukan membuat jaring di bawah daun-daun padi yang rimbun atau pada tempt-tempat yang gelap, sedangkan Pisauridae m e r u m laba-laba
pemburu di pangkal tanaman dekat permukaan air (Barrion & Litsinger 1995, Levi & Levi 1990). Hal ini menyebabkan keduanya agak tersamar sehingga tidak tersampel secara sernpurna dalam penelltian ini.
Penelltian ini juga mendapatkan bahwa kedua famili tersebut mempunyai kekayaan spesies dan kelimpahan yang rendah. Barrion & Litsinger (1995) menyatakan bahwa pada pertanaman padi di Asia Tenggara dan Selatan, Pholcidae hanya terdiri atas dua genus, yaitu: Artema dm Pholcus, sedangkan
Pisauridae terdiri atas tiga genus, yaitu: Pisaura, Perenethis, dan Thalassius. Tulung ( 1999)juga mendapatkan bahwa kekayaan spesies dan kelimpahan relatif
kedua famili tersebut rendah. Farnili-famili lain yang diternukan dalam penelitian ini, seperti : Zodariidae, Gnaphosidae, Thomisidae, Oonopidae, dm Eusparassidae juga mempunyai kekayaan spesies dan kelimpahan yang rendah. Tulung (1999) juga mendapatkan ha1 yang sama, bahkan Zodanidae clan Oonopidae tidak
ditemukan pada penelitiannya. Theridiiclae mempunyai kekayaan spesies terkinm, yaitu 19 spesies atau sekitar 23% dari total spesies yang ditemukan dalam penelitian ini. Tulung (1 999) hanya menemukan 4 spesies, padahal pada pertanaman padi di Asia Tenggara dan Selatan, seperti dilaporkan oleh Barrion &
t itsinger (1 995) bahwa Theridiidae
terdiri atas 40 spesies.
Tetragnathidae mempunyai kelimpahan tertinggi yaitu 3493 individu atau sekitar 32% dan total individu yang ditemukan dalam penelitian ini. Araneidae
selain rnempunyai kekayaan spesies tinggi (sekitar 15% dan total spesies yang ditemukan dalarn penelitian ini) juga mernpunyai kelimpahan yang tinggi (sekitar 1 2% dari total individu yang diternukan dalarn penelitian ini). Tetragnathidae
umumnya ditemukan melimpah pada awal perkembangan tanaman padi (rnasa perturnbuhan
vegetatif),
sebaliknya
Araneidae
melimpah
pada
akhir
perkembangan tanaman (masa pertumbuhan generatif) (lebih lanjut baca BAB
IV). Salticidae mempunyai 9 spesies (1 1% dari total spesies yang ditemukan
dalam penelitian hi),atau 25% dan total spesies anggota famili Salticidae di Asia
Tenggarrr dm SekW @amon & Lisinger 195). Lyoosidae, L i m d a e
Oxy~pichelnempu& ke-
s p i e s m & h m - W6% 6% dstl1%
dari total spsies ymg ditemukan dalam penelifisn ini), tetapi keliznphmp .titleyaitu: Mmt-tunrt 14%,12%, dan 1PA dari ro$ld b i d u yang diternukm dalm peneljtian ini (GEunW 2.2). T u I q (1999)juga meogtlawkan bahw h I i m p d m relatif Ly&& (tenrtama Parrdo~ PIC-bg.1 dan Lhyphiidae ( f e r n & Amem &]he) saag# tin@ hailc pada wed* m q m w pertaaamm pacti.
masih menunjukkan adanya peningkatan, waiaupun kenai kannya tidak terlalu tajam. Hal ini berarti ketiga bentang alarn pertanian di DAS Cianjur belurn
sepenuhnya diambil sampelnya. Perlu dicatat bahwa dalam penelitian ini pengarnbilan sampel hanya dilakukan pada siang hari dm tidak dilakukan pengambiIan sampel pada malarn han.
Jumlah spesies di bagian hulu, tengah, clan hilir DAS Cianjur yang
didapatkan dalam penelitian ini berturut-turut adalah 68, 69 dan 68 (Tabel 2.1). Pendugaan jumlah spesies dengan Juck I mendapatkan 77, 79 d m 83 berturut-
turut untuk bagan hulu, tengah, clan hilir DAS Cianjur. h n g a n dernikian komunitas laba-laba pada bentang alarn pertanian dr bagian hulu sudah tersarnpel sekitar 88%, tengah 87% dan hilir 82%. Pendugaan jurnlah spesies laba-laba di pertanaman padi dengan Juck I mendapatkan 63, 73 dan 78 berturut-turut untuk bagian hulu, tengah dan hilir. Penelitian ini berhsil mendapatkan 56 spesies &
bajyan hulu (89%), 62 di bagian tengah (85%) dan 63 di bagian hilir (8 1%) dari seluruh spesies laba-laba yang diduga terdapat di pertanaman padl pada masingmasing bentang darn pertanian tersebut. Sisa spesies laba-Iaba yang belwn tersampel (sekitar 10% sarnpai 20%) kernungkinan adalah spesies laba-laba yang aktif pa& malarn hari. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pmgambilan sampel pada malam han padahal terdapat beberapa spesies laba-laba yang aktif pada malam hari ( n o k W ) . Labalaba noktmal pada siang hari bersembunyi dalam lubang di tanah atau di &lam
kantong sutera yang dibuat di bawah permukaan daun, sehingga peluangnya untuk dikoleksi pada saat pengambilan sampel pada siang hari sangat kecil. Perangkap jebak, nampan kuning dan perangkap kuning berperekat sesungguhnya berpeluang untuk mendapatkan laba-laba nokturnal karena dibiarkan tetap terpasang selama
24 jam. Namun sangat sediht laba-Iaba noktumal yang dapat di koleksi dengan ketiga alat tersebut diantamya adalah: Cheirachntium liplikeurn dan Phrurolithm uloputulisus (Clubionidae), Langhiuna panchoi
(Zodanidae),
&ik&iz
sjiaii&ng
@&&@fb,.~-bo~
Fiiloc~zrmsp (G@hos&)
@d.(2002)memakai metode &if
serfs H&&r~p&d @
yaitu p e n m b i h
dam tallga @d dwt@$) mengami m g @@ga @t+f tersebut untuk mewkG spesies-spesies nolDlrmal dan spesiks-~.perriesyarrg .
.
tersembunyi (cryptic species).
G d &. 2 3.. AhmuIasi spesies Iriba-Wm pada ketiga bedam partadan di DAS C i 4 m $&dmmkm Jack I t"Mmor, a} akumdasi @esies Iaba-laba pda M i ph-tmmhan pa& &yiix%q rdm hhn Wp, bb) MI sp&% laba-laba,@ habitat pertmmm pa6
Pengaruh kompieksitas struktur beatang alam pertsnian terhadap keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan apesits Isba-la ba Studi yang pernah dilakukan untuk melihat hubungan antara kompleksitas struktur habitat dengan keanekaragaman spesies antara lain dilaporkan oleh Marc el
al. (19991, Rosenzweig (1995), Suana (1998), dan Topping (1999).
Keanekaragaman spesies umumnya meningkat sejalan dengan rneningkatnya
keragaman stmktur habitat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara
keanekaragaman (F2,57 = 34,932 ; p < 0,051, kekayaan (F2,57 = 12,466 ; p < 0,05)
clan kemerataan spesies Iaba-laba
(F2,57 =
9,291 ; p < 0,051 pada ketiga bentang
alam pertanian di DAS Cianjur (Cambar 2.4.a, b dan c). Bentang aIam pertanian di bagian hulu memiliki keanekaragaman spesies laba-laba tertinggi dan berbeda
nyata dengan di bagian ten& dan hilir. Kemerataan spesies Iaba-laba di bagan hulu juga berbeda nyata dengan di bagian tengah dm hilir. Kekayaan spesies labaIaba tertinggi terdapat pada bentang alarn pertaman di bagan hulu, tetapi tidak berbeda nyata dengan kekayaan spesies yang terdapat di bagian tengah. Bagian
hilir memiliki kekayaan spesies terendah serta berkda nyata dengan di bagian hulu dm tengah.
Perbedaan keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies laba-laba
pada ketiga bentang alam pertanian tersebut disebabkan karena ketiganya memiliki kompleksitas berbeda (baca BAB I). Hasil yang sama juga ddapatkan oleh Marc et aL (1999), Rosenzweig (1995), Suana (19981, dan Topping (1999). Hal ini disebabkan karena struktur kntang alam yang kompleks menyediakan
beragam tipe habitat sehingga semakin banyak spesies laba-Iaba dapat berkoeksitensi di dalamnya.
Perbedaan arsitektur vegetasi yang rnenyusun masing-masing tipe habitat juga turut mempengaruhi keanekaragaman, kernerataan dan kekayaan spesies
laba-Iaba (Raizer & Amaral 2001). Padi yang ditanam pada bentang alam pertanian di bagian hulu adalah varietas berumur panjang yang memiliki habitus tinggi clan rumpunnya tidak terlalu rapat. Di bagian hilir DAS Cianjur varietas yang ditarnan adalah padi berumur pendek yang memiliki habitus pendek serta
pertumbuhan rurnpunnya sangat rapat. Laba-laba pembuat jaring lebih menyukai
rurnpun padi yang tidak terlalu r a p t karena tersedia cukup r u g untuk menernpatkan jaring perangkapnya (Rypstra 1983). Dari ha1 tersebut terlihat bahwa struktur fisik habitat mempunyai peranan penting dalam pemilihan habitat oleh spesies laba-Iaba khususnya bagi laba-laba pernbuat jaring. Hal senada j uga
diungkapkam oleh Janetos (1986), Riechert & Gillespie (19861, Uetz (1991) serta Hurd & Fagon (1992) bahwa struktur fisik habitat rnenjadi pertimbangan pertama bagi laba-laba pernbuat jaring untuk menginvasi suatu habitat disamping faktor
lain seperti ketersediaan mangsa pa& habitat tersebut. Pengirub t i p habitat terhadap keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan s p i e laba-Iaba
Berdasarkan pada tipe habitat yang terdapt pada ketiga bentang alam
pertanian di DAS Cianjur yaitu: padi, rumput, sayur dan kebun carnpur, terlihat perbedaan nyata antara keanekaragaman
(F3,59 =
29,462 ; p < 0,051, kekayaan
(F3,59= 1 1 5,945 ; p < 0,051 dan kemerataan spesies laba-laba (F3,59 = 12,543 ;p < 0,05) (Garnbar 2.5.a, b dan c). Keanekaragamm dan kekayaan spesies lab-laba
tertinggi dijumpai pada habitat pertanaman padi serta berbeda nyata dengan habitat-habitat lainnya. Habitat pertanaman sayuran memiliki keanekaragarnan dan kekayaan spesies laba-laba terendah tetapi tidak berbeda nyata dengan
keanekaragarnan dan kekaydlan spesies pda kebun catmpur. Kemerataan spesies laba-laba CII padi, sayur dan rumput berbeda nyata satu sama lain, tetapi masing-
masing tidak berbeda nyata dengan kemerataan spesies laba-laba di kebun
campur. Tingginya keanekaragaman dm kekayaan spesies laba-laba pada habitat
pertanaman p d i dibandingkan dengan tiga tipe habitat lainnya, karena
pertanaman padl tumbuh berumpun sehngga secara keseluruhan arsitektumya lebih kompleks dibandingkan dengan t i p habitat yang lain. Pertanaman sayuran selain rnemiliki arsitektur lebih sederhana dibandingkan dengan pertaman padi, j uga menerima tingkat gangguan lebih tinggi akibat perlakuan petani.
Penyemprotan lebih intensif dilakukan pa& sayuran dibandingkan dengan @.
Laba-Iaba sangat sensitif terhadap perubafian-perubahan atau gangguan yang tejadi dalam stnrktur habitat (bwnie
el
ul. 1999, New 1999). Lebih Ianjut
dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ganggum yang terjadi maka kekayaan spesies laba-laba akan semakin rendah.
Hulu
Tengah
Hllir
Bentang darn pertanian
Gambar 2.4. Keanekaragarnan spesies (a), kemerataan spesies (b), dan kekayaan spesies laba-laba (c) pada bentang alam pertmian di DAS Cianjw yang dinyatakan dalam rata-rata (m), i galat baku ( 3 )dank 95% simpangan baku (T). Jurnlab -pel pada tiap-tiap bentang alam pertanian adalah duapuluh. Wmf berbeda pada garnbar yang sarna menyatakan perbedaan yang nyata (om-wqy ANOVA dan Scheffe tesfs pada t a d kepercayaan 95%).
r
Padi
Rumput
Sayur
Kebun campur
T i p habitat
Gambar 2.5. Keanekaragaman spesies (a), kemerataan spesies (b), clan kekayaan spaies laba-laba (c) berdasarkan pada tipe habitat yang dinyatakan dalam rata-rata (m), i galat baku (2) dan 5 95% simpangan baku (T). Jumlah sampel pada padi 20, rumput 20, sayur 17, dan kebun wrnpur 6. Huruf M d a pada gambar yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (one-wq ANOVA dan Scheffe resls pada t a d kepercayaan 95%).
hdeks kemerataan spesies (E) secara mum sangat sensitif terhadap j umlah spesies ddam sampel. lndeks kememtaan spesies akan cenderung semakin
rendah apabila dalam sampel terdapat satu atau beberapa spesies yang dominan, sedangkan kebanyakm spesies yang lain jurnlahnya sedikit. Hal ini terlihat pada
habitat pertanaman padi, kemerataan spesiesny a paling rendah dibandingkan dengan tiga tipe habitat yang lain. Ini terjadi karena pada pertanaman p d i terdapat spesies-spesies laba-laba yang dominan, seperti kberapa spesies dari
farnili Araneidae, Tetragnathick, Theridiidae, Oxyopes jwanus dan Pardosu psetdoamulutu. Kesimpulan ini didukung oleh hasil yang didapatkan oleh Heong er al. ( 199 1). Di ungkapkan
bahwa kemerataan spesies arthpoda sangat rendah
pada saat terjadinya peledakan harna tertentu pada ekosistem sawah. Kemerataan spesies rendah terjadi karena spesies harna tertentu sangat dominan pada ekosistem sawah tersebut. Pengaruh umur tanaman padi terbadap keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan spesies la ba-la ba
Perkernbangan umur tanaman padi menyebabkan berubahnya arsitektur tanarnan tersebut. Berdasarkan pada umur tanarnan terlihat perbedaan nyata anbra
keanekaragaman (F7,152
= 23,454
; p < 0,051, kekayaan (F7,152
= 41,166
;p < 0,05)
dan kememtaan spesies iaba-laba ( F 7 , 1 ~= 4,911 ;p < 0,051 (Gambar 2.6.a, b clan
c). Keanekaragaman dm kekayaan spesies laba-laba terlihat sangat tinm pada p a l umur 4 mst sampai 12 mst serta berbeda nyata dengan masa bera yang rnempunyai keanekaragaman dan kekayaan spesies terendah. Pada tanaman yang
masih muda arsitekturnya sangat ssderhana. Sejalan dengan bertarnbahnya umur
tanaman arsitekturnya menjadi semalun kompleks, sehingga keanekaragaman dan kekayaan spesies laba-laba terus meningkat. Puncaknya terjadi pads tanaman berumur 8 mst kemudian menurun saat menjelang panen sampai terendah pada masa bera. Kemerataan spesies laba-Iaba p d a padi umur 8 rnst dan 10 mst sangat
rendah. Ji ka dibandingkan dengan masa bera yang memiliki kemerataan spesies tertinggi menunjulckan perbedaan nyata.
)fal
ini terjadi hrena pa& p r i d e
tersebut komuniks laba-laba didominasi oleh beberapa spesies dari famili
Tetragnathidae, Armeidae dan Oxyopidae (Oxyupesjavanus).
4 2 rnst
4 rnst
t3 mst
S mat
10 mat
7 2 mat
14 mat
B-r-
Umur tanaman
Gambar 2.6. Keanekaragarnan spesies (a), kerneraspesies (b), clan kekayaan spesies Iabalaba (c) bedasarkan umur tanaman yang dinyatakan ddam nta-rata (a), galat baku (L) dan 95% simpangan b h (T). Pengambilan sampel mengikuti u r n tmarnan padi, sedangkan umur tanaman lainnya pada periode tersebut be1um tentu sarna. Jumlah sarnpel pada tiap-tiap periode pengmbilan sampel adalah duapuluh. Huruf berbeda pada gambar y ang sama menyatakan perbedaan yang nyata (one-way ANOVA dan Scheffe tesls pada taraf kepercayaan 95%)
*
*
4
Kemarau
Hujan
Musim
h b a r 2.7. Keanekaragaman spesies (a), kerneratam spesies (b), dan kekayaan spesies laba-laba (c) bedasarkan musim yadg dinyatakan dalarn rata-rata (a), galat baku (0) dan 95% simpangan b a h (+. Pengambilan smpel pada padi bemmur 2 mst, 8 mst dan 14 mst, sedangkan umur tanaman lainnya pada periode tersebut behm tentu sama. Judah sarnpel pada tiap-tiap periode
*
pengambilan sampel adalah duapuluh. Huruf berbeda pada gambar yang sama menyatakan perbedaan yang nyata (one-wuy ANOVA dan Scheffe tests pada taraf kepercayaan 95%).
Pengarub musim terbadap keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan s pesies Ia ba-la ba
Keanekaragaman (F1,119 = 4,35 ; p < 0,051 dan kekayaan spesies laba-laba ( F ] , J [ ~= 15,52 ; p < 0,05) s m a nyata iebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan dengan musim kemarau. Sebaliknya, kemerataan spesies laba-laba lebih tinggi pada musirn kemarau walaupun perbedaan tersebut tidak berbeda
nyata (F1,,19 = 2,70 ;p > 0,05) (Garnbar 2.7.a, b dm c). Musim kemarau yang tejadi pada musim tanam kedua (Juni - September 2003) cukup ekstrem. Sawah-sawah banyak yang mengalami kekurangan air terutama pad. bentang alam pertanian di m a n hilir DAS Cianjur sehingga
tanaman padi menjadi puso. Kualitas habitat yang demikian tentunya kurang mendukung kehidupan laba-Iaba sehingga keanekaragaman maupun kekayaan spesies menjadi rendah. Hal yang m a juga dinyatakan oleh Shochat et al. (2004)
bahwa pada Mei 1998 (tahun El-Nino) kelimpahan laba-laba lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2000 (tahun kering). Produktivitas lingkungan yang
lebih tinggi pada tahun El-Nino (1998) daripada tahun kering (2000) diduga sebagai penyebab kelim-
laba-laba lebih tinggi pa& musim hujan
dibanhngkm dengan musim kemarau.
Analisis kesamaan komunitas la ba-laba Berdasarkan hasil d i s i s kelompok terlihat bahwa kompsisi spesies
lah-laba sangat erat hubungannya dengan tipe habitat dan umur tanaman. Hubungan ini terlihat jelas pada habitat pertanaman padi, tetapi pada tipe habitat
yang lain polanya tidak kelihatan.
Gambar 2.8. menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompk utama, yaitu: kelornpok A, B, dan C . Kelompok A terdiri atas komunitas lab-laba pada pertanaman sayuran, rumput dm kebun carnpur. Ketompk B terdiri atas
komunitas laba-laba pada pertanaman padi menjelang panen (umur 1 2 mst sampai 14 mst) dan komunitas laba-laba di rerumputan pada masa kra. Kelompok C terdiri atas komunitas laba-laba pada pertanaman padi dari a d pertumbuhan vegetatif sampi pertumbuhan generatif (urnur 2 mst sampai 10 mst). Fenomena ini mengindikasikan bahwa pa& pertanaman pa&, spesies laba-laba yang sama
akan muncul pada waktu yang sama sepmjang musim tanam. Atau pada peride tertentu sepanjang musim tanam akan teqadi pergantian spesies lab-laba yang mendominasi pertanaman padi tersebut (lebih lanjut baca BAB III). Whitmore et al. (2002) juga menerndm bahwa terjadi perbedaan spesies laba-laba yang
mendominasi padang rumput pada periode waktu terkntu sepanjang tahun.
Gambar 2.8. Pengelompokan komunitas laba-laba pada tipe habitat dm umur tanaman yang berbeda menggunakan UPGMA dan jarak Euclidean. Terdapat tiga kelompok utarna (A-C). Umur tanarnan mengikuti periode pengambiian sampel pada tanarnan padi, mulai dari tanaman berumur 2 rnst sampai 16 mst (panenhera). Tipe habitat: P = padi, R = rumput, S = sayur, dm K = kebun campur.
Kesimpulan Sekitar 24% dari seluruh spesies laba-laba di Asia Selatan dan Tenggara
terdapat pada bentang aIam pertanian di DAS Cianjur. Peluang untuk rnendapatkan jumlah spesies Iebih banyak m i h ada dilihat dari kurva akurnulasi spesies yang masih menunjukkan peningkatan. Keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan spesies laba-laba dipengaruhi oleh kompleksitas stmktur bentang alam, tipe habitat, urnur tanaman padi, dm musim. Kcimposisi spesies laba-Iaba
berhtan erat dengan tipe habitat clan umur tanaman, arhnya sepanjang musim tanarn pa& akan tejadi pergantian spesies Iaba-laba yang mendominasi.
Bamion AT, Litsinger JA. 1995. Riceland Spiders of South and Southeast Asia. Manila: IRRI. CABI. Collwell RK, Codhngton JA. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation- Philosophical Transactions of the Royal Society London B 345:102 - 118. Colwell RK. 2000. Estimates: Statistical estimation of species richness and shared species from samples. Version 6.0bl [Serial online]. h~://www.viceroy.eeb.uconn.edulestimates 116 Desember 20031. Downie IS st al. 1999. The impact of different agricultural land-use on epigeal spider diversity in Scotland. J. Insect Conser. 3: 273 - 286.
Foelix RF. 1996. Biology of Spider. Second Edition. New York: Oxford Univ Pr and Gmrg Theme Verlag, p. 1 1O - 149. Heong KL, Aquino GB, Banion AT. 1991. Arthropod community structure of rice ecosystem in the Philippines. Bull. Entomol. Res. 81: 407 - 416.
Hurd LE, Fagon WF. 1992. Cursorial spiders and succession: Age or habitat structure? OecoIogia 92: 215 - 221. Janetos AC. 1986. Web site selection: are we asking the right questions? Di &lam: Shear WA, editor. Spiders: Webs, Behaviour, and Evolution. California: Stanford Univ Pr. p. 9 - 22.
Krebs CJ. 1999. E~ologicdMethodology. Second Edition. Menlo Park: AddisonWesley. Krebs CJ. 2000. Programs for ecological methodology. Second Edition. Menlo Park: Addison-Wesley. Levi I-IW, Levi LR. 1990. Spider and Their Kin. New York: Golden Pr
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: a Primer on Methods and Computing. New York: J Wiley.
Magurran AE. 1988. EcologicaI Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton Univ Pr.
Marc P,Canard A, Ysnel F. 1999. Spiders (Araneae) useful for pest limitation and bioindication. Agric.Ecosyst.Environ.74: 229-273. New TR. 1999. Untangling the web: spiders and the challenges of invertebrate conservation. J. Insect Conser. 3: 25 1 - 256.
Raizer J, Amaral MEC. 2001. Does the structural complexity of aquatic macrophytes explain the diversity of assaciated spider assembIages? J. Arachnol. 29: 227 - 237. Riechert SE, Gillespie RG. 1986. Habitat choice and utilization in webbuilding spiders. Di dalarn: Shear WA, editor. Spiders: Webs, Behaviour, and Evolution. California: Stanford Univ Pr. p. 23 - 48.
Riechert SE, Lockley T. 1984. Spiders as biological control agents. Ann.Rev.Entomol.29: 229 - 320. Rosenzweig ML. 1995. Species Diversity in Space and Time. New York: Camridge Univ Pr. Rypstra AL, Carter PE, Balfour RA, Marshall SD. 1999. Architectural features of agncdtural habitats and their impact on the spider inhabitants. J. Arachnol. 27: 371 - 377. Rypstra AL. 1983. The importance of food and space in limiting web-spider densities: a test wing field enclosures. Oecologia 59: 3 12 - 3 16.
Shochat E, Stefanov WL, Whitehouse MEA, Faeth SH. 2004. Urbanization and spider diversity: influences of human modification of habitat structure and productivity. Ecol. Appl. 14 (1 ): 268 - 280.
SPSS.200 1. SPSS for Windows 11.O. USA: Lead Tech. Statsoft. 1995. Statistics for Windows 5.0. Tulsa: Statsoft. Suana IW 1998. Stud] komparatif keanekaragarnan lab-laba (Araneae) pada empat komunitas tumbuhan di Gunung Tangkubanpamhu, Jawa Barat. [Tesis]. Bandung: ITB. Topping CJ. 1999. An individual-based model for dispersive spiders in agroecosystems: simulations of the effects of landscape structure. J. Arachnol. 27: 378 - 386. Tulung M. 1999. Ekologi laba-laba & p-hmman padi dengan perhatian utama pada Purdosa pseudoannulata (Boes. & Str.) [Disertasi]. Bogor: IPB.
Uetz GW. 1991. Habitat m c t u r e and spider foraging. Di dalarn: Bell SS, McCoy ED, Mushinsky HR, editors. Habitat Structure: the Physical Arrangement of Objects in Space. London: Chapman & Hall.
Whitmore C, SIotow R, Crouch TE,Dippenaar-Schaeman AS. 2002. Divesity of spiders (Araneae) in a savana reserve, Northern Province, South Africa. J. Arachnol. 30: 344 - 356.
Lampiran 2.1. Keanekaragaman laba-laba pada bentang alam pertanian di DAS Cianjur
No. I
Famili/spesies Araneidae Araneus inusrrrs (C.L. Koch) Aranais sp
5 6 8
9
*1 l2 11
Aranrella sp Argrope a e d a (Walckenaer) Argiape catenulata (Doleschall) Argiope l m n a (Walckenaw) ryciosa h$da (Doleschall) C.yci0.~~ sp Cyriarochne tuladepilachnc~ Larinia phthisica (L.Koch) i.eucauge sp N e o s ~ n asp Nephila macuha (Fabricius) Clubiwidae
14
C'astianeira tiranglupa C:heirackantiumliplihuln
l6
Cheherrahantium sp Phrurolr fhlls ulopatulisus Eusparassidae H e t e e cyperurina Heteropda sp Gnaphosidae M~cariasinrloana Poecilochroa sp Linyphiidae A t y p m adeijnae Barr.& Lit.
17
III 18 19
IV 20 21
v 22
23 24 25
26
VI 27 28 29
30 31 VII
Awns SP i)ipoena sp Erigone bifircu Locket Erigone sp Lymidac Hippasa parrita (Cambridge) Pardosa hirmanica Simon Pardosa psmhannulata (k.& Str.) Purdosa sumairana (Thmll) Pirara biabakensis
Metidae 32 33
Leucmge decorala (Blackwal t )
38
Leucmge sp Me.~iicksp Phonognaha sp Oonopidae Ischnotkyretrs narutomtt ( N a k a t s d ) Qopaea batanpena Oxyopidae O q w p r s jwunus Thorcll
X
Pholcidae
34
3s VIII
36 37
IX
39
Artema sp
Hulu
Tengah
Hilir
***
*
**** * v***
*** * ****
** * **** *
e
e
*
* ** *
* ** * *
* * *
* *** *
**
tt*
u***
** * **
*
* ***
*m
Lampiran 2.1. Lanjutan
XI
Pisaurik Pererrethis sp Salticidae 42 43 44 45 46 47 48 49
Wonar hostingchiehi Schenkel Cosmophasis sp H m o c h i m s sp Murpissa sp Myrmarachne sp Myrmarachne vulgarisa Phrntrlla sp Plexippus sp Simaetha sp Tetragnathrdae
51
52 53 54
55 56 5'
xlv 58 s9
62 63 h5 66 67 68 69
70 71
72
73 74
75 76
XV 77 78 79 80 81
XVI
i3ysch1nugnuthahawigenera Bur.& Lit. Tetragnathajuvana (ThorelI) Tetragnatha manlhhulata Walckenaer Terragnatha maxtlklsa Thorell Tetragnathanilens (Audouin) Tetragnathasp Tetragnatha wrmijbrmis Emerton Tetragnatha virescens Okurna
TIaeridildae Achaearanea sp Anelmintus nigrobariclls
C'htysso argyrd$mis (Yaginuma) Chtysso iwmho Chrysso sp Cbleosomabhndtrm Cambridge C:oleosoma caliothripwm Colwsoma matinikum Coleusornu ocromamlatum (Boes.& St,.) Uoleosomapahilogum Coleosomasoispoturn CoIec,sama sp Uipaena sp Dipoena tuldokphitane~~ Fnoplognarha hloykapna EnopIugnatha sp Phoroncida sp mendion otsospotutn 7lrendinn sp Thornisidae ~ysileless p Misumem sp Runcinia aibostriata Boesk Str. 7h3rumi.su.r rfalongxi i%mims ohaweplsis Strand
* *
* **
* **
**
* **
*
t
*
*
mariidae
** ** 82 Imngbiana panchoi h.& Lit. * * X3 Imgbiana sp Keterangan : ( - ): 0, (*): < 10, (**): 10 - 50, (***): 5 1 - 100, (****): > 100 bdvidu
e