Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Struktur komunitas fitoplankton dan kaitannya dengan ketersediaan zat hara dan parameter kualitas air lainnya di perairan Timur Surabaya
Community structure of phytoplankton and its relationship to nutrient availability and other water quality parameters in Eastern of Surabaya coastal waters Setya Indra Padma Putri1, Syarifah Hikmah Julinda Sari2* 1Mahasiswa
Program Pascasarjana Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya DarmagaKampus IPB Darmaga Bogor, Bogor 16680 2Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145. *Email Korespondensi :
[email protected]
Abstract.The objetives of the present research were to determine relationship of phytoplankton abundance and community structure
with environmental factors.The research was conducted in twelve stations along East Surabaya’s Coastal Waters. The samplings were represented early dry season (May-July 2013). Regression Correlation Analisis and Principle Component Analysis were involved to determine the relationship between community structure of phytoplankton and nutrient availability as well as other environmental parameters. The results showed that the concentration of Nitrate (NO3-N) was ranged from 1.80mg/L to 7.31 mg/L while Phosphate (PO4-P) was 0.20 – 4.75 mg/L. The phytoplankton abundance was varied between 3300 cell/L to 47000 cell/L. The highest phytoplankton abundance was found in the estuary and deacreased toward the sea areas. The dDiversity and evennes indices were low category, while dominance index was found to be relatively high, where Skeletonema sp. was predominant. Diversity index was not correlated significantly with nutrient availability, while there were a significant correlation between phytoplankton abundance and environment parameters namely salinity, DO and brighness Keywords : phytoplankton abundance; oseanography factor; spatial analysis; coastal waters Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara kelimpahann dan struktur komunitas fitoplankton dengan faktor lingkungan di perairan pesisir. Penelitian dilakukan pada 12 stasiun berbeda di Perairan Timur Surabaya. Sampling plankton dan kualitas air mewakili awal musim kemarau (Mei – Juli 2013). Analisis regresi korelasi dan analisis komponen utama dilakukan untuk melihat keterkaitan struktur komunitas dan ketersedian zat hara dan parameter lingkungan lainnya di lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan kandungan zat hara yang relatif tinggi: Nitrat (NO3-N) antara 1,80 – 7,31 mg/L dan Fosfat (PO4-P) antara 0,20 – 4,75 mg/L. Distribusi fitoplankton bervariasi antara 3,3 – 4,7.103sel/L. Kelimpahan plankton paling tinggi didapat pada stasiun muara sungai dengan indikasi penurunan ke arah laut. Indeks keragaman jenis (H’) dan indeks keseragaman jenis (E) relatif rendah; sebaliknya indeks dominasi tinggi (D>0,5) dengan didominasi oleh Skeletonema sp.. Indeks diversitas menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan zat hara. Namun, kelimpahan fitoplankton berkorelasi secara signifikan dengan parameter salinitas, DO dan kecerahan. Kata kunci :kelimpahan fitoplankton; faktor oseanografi; analisis spasial; perairan pesisir
Pendahuluan
Eutrofikasi masih menjadi masalah lingkungan utama di perairan pesisir. Karakteristik eutrofikasi ditandai adanya peningkatan senyawa nitrogen dan fosfor (Effendi, 2003). Kandungan senyawa tersebut berasal dari daratan masuk ke perairan pesisir sehingga menyebabkan perubahan karakteristik perairan. Fitoplankton merupakan salah satu biota yang sensitif akan perubahan karakteristik perairan. Karena sensifitasnya, fitoplankton sering dijadikan indikator terhadap kondisi ekologis suatu perairan (Wijaya dan Hariyati, 2013). Komposisi dan kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan sangat bergantung kepada ketersediaan unsur hara (Radiarta, 2013). Selain itu intensitas cahaya, suhu, kecerahan, pH, dan gas-gas terlarut juga mempengaruhi keberadaan fitoplankton (Wijaya, 2009). Oleh karena itu, ketersediaan zat hara dan faktor lingkungan diduga berkorelasi dengan kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton. Hal ini senada dengan Radiarta (2013) melaporkan bahwa kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Selat Alas, Sumbawa, NTT berkorelasi erat dengan suhu, kecerahan, salinitas, nitrat dan fosfat perairan. 79
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Sebagai perairan pesisir yang terletak di bagian Timur Surabaya, kota kedua terbesar di Indonesia, perairan ini menerima buangan akibat aktivitas urban. Perairan timur Surabaya juga berfungsi sebagai aliran akhir dari limpasan air yang berasal dari hulu Sungai Brantas yang mengalir menuju laut yang terbagi menjadi tiga anak sungai yaitu Sungai Wonokromo, Sungai Wonorejo dan Sungai Gunung Ayar. Hal ini menjadikan perairan pesisir tersebut menerima buangan material dan zat hara sehingga dapat memicu terjadinya eutrofikasi dan atau perubahan karakteristik perairan. Oleh karena itu, kajian tentang kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di Perairan Timur Surabaya sangat penting dilakukan mengingat perairan ini masih berada di zona pesisir yang memiliki kekhasan karakteristik lingkungan dinamis sehingga menciptakan kondisi yang heterogenditambah dengan muatan antropogenik yang tinggi, kajian ini diharapkan mampu memberikan data kuantitatif dengan melihat kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton dan kaitannya dengan faktor lingkungan sebagai upaya monitoring kondisi lingkungan perairan.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada 14 Mei hingga 17 Juni 2013 di PerairanTimur Surabaya yang terdiri dari 12 stasiun pengambilan sampel. Stasiun 1,2 dan 3 mewakili wilayah muara Sungai Wonokromo, Sungai Wonorejo dan Sungai Gunung Ayar. Stasiun 4,5,6,7,8,9, dan 10 merupakan wilayah peralihan antara muara sungai dan laut lepas, sedangkan stasiun 11 dan 12 mewakili perairan yang paling dekat dengan laut lepas. Letak stasiun beserta koordinatnya disajikan pada peta pengambilan sampel pada Gambar 1. Pengambilan sampel air dan fitoplankton dilakukan di sekitar 0-20 cm dari permukaan perairan. Sampel air diambil dengan botol Nansen dan ditempatkan ke dalam botol poliethilen sebanyak 1 L. Sampel fitoplankton diambil dengan menggunakan plankton net no.25 dengan menyaring 50 L air kedalamnya. Sebanyak 4-5 tetes larutan formalin 4% ditambahkan ke dalam sampel air tersebut. Parameter kualitas air yang diukur terdiri dari : suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan TSS. Keberadaan zat hara di perairan diwakili dengan mengukur parameter NO3-N dan PO4-P (Hutagalung et al., 1997). Identifikasi fitoplankton berdasarkan Davis (1955) dan Akihiko (1966). Kelimpahan fitoplankton dihitung menggunakan metode Lucky Drop Microtransect Counting dari APHA (1998). Data fitoplankton kemudian dianalisis dengan menghitung diversitas yang terdiri dari indeks keanekaragaman jenis (Shannon-Wiener Index), indeks keseragaman, dan indeks dominansi (Odum, 1971). Untuk melihat keterkaitan antara keberadaan zat hara dan kelimpahan fitoplankton dilakukan analisis regresi-korelasi dan analisis komponen utama dengan menggunakan program SPSS 16.0.
80
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Pantai Surabaya Timur
Hasil dan Pembahasan Hasil
Kelimpahan fitoplankton di Perairan Surabaya Timur jatuh pada kisaran 3384-4680 sel/L dengan ratarata 4012,21 ± 461,09 sel/L yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae (9 marga), Coscinodiscophyceae (4 marga)dan Dinophyceae (4 marga). Hasil penelitian menunjukkan Skeletonema sp. ditemukan pada semua stasiun. Kelimpahan fitoplankton di setiap stasiunnya tidak menunjukkan perbedaan yang besar, dimana kelimpahan tertinggi ditemukan pada stasiun 4 (wilayah estuari Gunung Ayar) dan kelimpahan terendah terdapat di stasiun 12 (laut lepas). Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di 12 stasiun di Perairan Timur Surabaya disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Timur Surabaya 81
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Indeks Diversitas
Indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,00-0,26. Indeks keseragaman tertinggi dijumpai di stasiun 10 dan terendah di stasiun 1 dan 2. Indeks dominansi (D) tergolong tinggi dengan kisaran 0,85-1,00. Secara umum, indeks ini membentuk garis yang tidak berbeda jauh pada setiap stasiun. Indeks keanekaragaman (H’) di Perairan Timur Surabaya berkisar antara 0,00 – 0,75.Indeks keanekaragaman mengalami peningkatan tertinggi sebesar 0,75 pada stasiun 3, dan kemudian terjadi kecenderungan penurunan indeks dari stasiun 3 hingga stasiun 12. Indeks diversitas fitoplankton di Perairan Timur Surabaya dapat dilihat pada Gambar 3. 1,50 1,00
H' E
0,50
D 0,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Stasiun
Gambar 3. Indeks diversitas fitoplankton di Perairan Timur Surabaya Konsentrasi rata-rata NO3-N (nitrat) terlarut yang ditemukan di Perairan Timur Surabaya adalah 4,48±2,48 mg/L yang jatuh dari kisaran 1,80-7,85 mg/L (Gambar 4a). Stasiun 4, 5, 6, 7 dan 8 memiliki kandungan nitrat yang cenderung lebih rendah dibandingstasiun lainnya. Kandungan nitrat ini berada jauh di atas ambang batas yang diperbolehkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada PO4P (fosfat) terlarut di Perairan Timur Surabaya yang berada pada kisaran 0,20-4,75 mg/L (Gambar 4b). Stasiun 2 memiliki kandungan fosfat yang paling tinggi dibandingkan stasiun lain.
(a)
(b)
Gambar 4. Konsentrasi (a) NO3-N terlarut dan (b) PO4-P terlarut di Perairan Timur Surabaya Gambaran nilai parameter kualitas air lainnya di Perairan Timur Surabaya pada awal musim kering yaitu suhu permukaan berkisar antara 28,9-34 0C dengan rata-rata 31,15±1,31 0C, nilai salinitas berada di kisaran 19,028,4 ‰ dengan rata-rata sebesar 23,42±3,40 ‰, nilai pH jatuh pada kisaran 8,15-9,35 dengan rata-rata sebesar 8,77±0,45. Selanjutnya, DO di permukaan perairan berada di kisaran 4,6-6,7 mg/L, kecerahan berkisar antara 0,15-0,25 m dan TSS berkisar antara 42,3-229,5 dengan rata-rata 134,44±60,34 mg/L. Seluruh parameter kualitas air selama penelitian menunjukan hubungan positif dan negatif yang tidak bermakna dengan indeks diversitas, kecuali salinitas, DO dan kecerahan menunjukkan hubungan negatif yang bermakna dengan kelimpahan fitoplankton (S). Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan nilai kelimpahan fitoplankton menyebabkan terjadinya penurunan nilai salinitas, DO dan kecerahan. Hal ini didukung oleh hasil analisis komponen utama yang menyatakan salinitas dan DO yang berhubungan secara bermakna terhadap ordinasi stasiun pada sumbu utama (PC 1) serta TSS pada sumbu PC 2.Hasil korelasi untuk setiap indeks diversitas 82
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
(H’, E dan D) dan kelimpahan fitoplankton (S) dengan zat hara serta parameter kualitas air lainnya disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan analisis regresi, variabel tunggal salinitas berkorelasi negatif dengan kelimpahan fitoplankton dengan nilai r = 0,843. Selanjutnya, variabel ganda salinitas (X1)dan DO (X2) yang memiliki nilai kolerasi paling tinggi dengan kelimpahan fitoplankton dengan y = 6522,44 - 138,81X1+123,45X2 (r=0,854). Tabel 1. Kolerasi indeks diversitas dengan parameter lingkungan Kualitas Air Nitrat Fosfat Suhu Salinitas Ph DO Kecerahan TSS
S
H’
-0,231 0,389 -0,449 -0,818a -0,395 -0,638a -0,718a 0,193
-0,312 -0,284 0,250 -0,219 0,176 0,039 -0,291 0,221
E -0,221 -0,221 0,320 0,065 0,169 0,053 0,040 0,109
D 0,333 0,256 -0,373 -0,212 -0,292 -0,159 -0,262 -0,235
a: berpengaruh secara signifikan pada selang kepercayaan 95 % Pembahasan Hasil kelimpahan fitoplankton di Perairan Timur Surabaya pada bulan Mei 2013 dengan kisaran 33844680 sel/L (Gambar 2) menunjukkan nilai yang rendah jika dibandingkan dengan kelimpahan fitoplankton di tempat yang berbeda. Kelimpahan fitoplankton di estuari Sungai Porong pada bulan Maret 2008 ditemukan sebesar 42.744 sel/L – 335.034 sel/L (Wulandari, 2009). Nilai tersebut juga lebih rendah dari pengamatan yang dilakukan oleh Aunurohim et al. (2008) di Perairan Pesisir Sidoarjo pada Mei 2008 dengan rata-rata sebesar 11565 sel/L. Namun, kelimpahan fitoplankton di Perairan Timur Surabaya lebih tinggi dari kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di Perairan Pulau Bauluang, Sulawesi Selatan tahun 2007 sebesar 470-2680 sel/L. Kelimpahan fitoplankton erat kaitannya dengan perubahan kualitas perairan dimana perairan dengan kualitas air yang tidak begitu baik cenderung hidup marga-marga fitoplankton yang toleran terhadap kondisi tersebut (Rashidy et al., 2013). Kelimpahan fitoplankton di Pantai Timur Surabaya cenderung menurun seiring menuju laut lepas. Secara umum, terjadinya perbedaan kelimpahan disebabkan karena perbedaan konsentrasi zat hara, intensitas cahaya di badan air serta grazing oleh biota lainnya (Abida, 2010). Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun 4 yang terletak di wilayah peralihan antara muara sungai dan laut lepas sebesar 4680 sel/L diduga karena pada lokasi tersebut mendapatkan pasokan zat hara dari daratan. Selain itu, fitoplankton diduga terbawa arus dari laut karena pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang. Kondisi pasang dapat meningkatkan kelimpahan fitoplankton di suatu perairan pesisir (Purwanti et al., 2012). Kelimpahan terendah fitoplankton di Pantai Timur Surabaya sebesar 3384 sel/L ditemukan di stasiun 12. Hal ini dimungkinkan karena letaknya yang jauh dari daratan sebagai sumber masukan zat hara. Indeks keseragaman yang berkisar antara 0,00-0,26 tergolong rendah. Nilai ini menggambar pemerataan antar spesies yang rendah pada setiap stasiun. Hal ini juga dapat diinterpretasikan bahwa komunitas fitoplankton di Pantai Timur Surabaya dalam kondisi tertekan. Hanya spesies tertentu saja yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga pemerataan spesies menjadi rendah.Rata-rata di setiap stasiun hanya dijumpai 2-6 jenis marga fitoplankton di antaranya Ceratium sp., Alexandrium sp. dan Protoperidium sp. Aunurohim et al. (2008) menjelaskan bahwa di Perairan Sidoarjo terdapat beberapa jenis fitoplankton yang berpotensi menyebabkan HABs antara lain dari kelas Bacillariophyceae (Nitzschia sp., Chaetoceros sp., Chaetoceros diversus danChaetoceros pseudocarvisetum), kelas Dinophyceae (Ceratium sp1., Ceratuim sp2., Ceratium sp3., Ceratium sp4., Prorocentrum sp. dan Dinophysis homunculus) dan kelas Cyanophyceae (Anabaena sp.). Marga tersebut tergolong sebagai bioindikator terhadap perairan yang mengalami Harmful Alga Bloom (HAB). Eutrofikasi berkontribusi dalam memicu terjadinya HAB melalui dominansi ketersediaan zat hara baik dalam bentuk organik maupun anorganik (Anderson et al., 2008). Rendahnya indeks keseragaman berbanding terbalik dengan indeks dominasi dimana berkisar antara 0,851. Terdapat spesies yang mendominasi hampir di seluruh stasiun penelitian. Dominasi fitoplankton dengan marga 83
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Skeletonema sp. di Pantai Timur Surabaya disebabkan selain karena jenis ini lebih toleran terhadap perubahan lingkungan, juga disebabkan karena sifatnya yang mudah menyerap zat hara serta ukurannya yang lebih besar sehingga mampu berkompetisi dengan baik dibandingkan fitoplankton jenis lainnya (Sutomo, 2013). Rata-rata indeks keanekaragaman fitoplankton di Pantai Timur Surabaya adalah 0,24 ± 0,23. Nilai ini tergolong kecil yang menunjukkan keanekaragaman dan penyebaran jumlah individu setiap jenis fitoplankton rendah sehingga mengakibatkan kestabilan fitoplankton yang rendah. Indeks keanekaragaman ini juga menggambarkan kualitas air yang tercemar berat di Pantai Timur Surabaya. Hal ini dapat dilihat dari tidak hanya dari kandungan zat hara (NO3-N dan PO4-P) tetapi parameter kualitas air lainnya seperti TSS dan DO yang melewati ambang batas yang diperbolehkan untuk biota dalam KepMenLH No. 51 Tahun 2004. Kualitas air yang tidak menguntungkan di Perairan Timur Surabaya diduga akibat buangan antropogenik yang melewati ketiga sungai (Sungai Wonokromo, Wonorejo dan Gunung Ayar) dan terakumulasi di Perairan Pesisir Timur Surabaya. Konsentrasi nitrat dijumpai lebih tinggi di stasiun-stasiun yang berdekatan dengan muara sungai dan aliran setelah nya (Stasiun 1, 2, 3, 9, dan 10) serta menunjukkan penurunan di stasiun yang letaknya menjauhi daratan (4,5,6,7,8, 11 dan 12). Hal yang serupa terjadi dengan fosfat yang ditemui di Perairan Timur Surabaya dimana stasiun 2 yang terletak di bagian depan muara Sungai Wonorejo memiliki kandungan fosfat paling tinggi diantara stasiun lainnya (4,75 mg/L). Distribusi horisontal nitrat dan fosfat di permukaan perairan menunjukkan nilai yang tinggi pada perairan yang dekat dengan pantai dan mengalami penurunan seiring menuju ke arah laut. Pola yang sama ditemukan pada distribusi horisontal nitrat dan fosfat permukaan di perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan pada November 2010 (Risamasu et al., 2011) Kandungan nitrat rata-rata yang diukur pada Perairan Timur Surabaya sebesar 4,48 mg/L tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan terjadi pengkayan nitrat di perairan tersebut. Konsentrasi nitrat yang tinggi disebabkan oleh buangan limbah pertanian, proses dekomposisi oleh mikroorganisme dan pembuangan industri yang masuk melalui aliran sungai (Hermawan et al., 2007). Kandungan fosfat rata-rata di lokasi yang sama adalah 0,94 mg/L. Nilai tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kandungan fosfat di permukaan perairan Teluk Harun pada musim Timur Juli 2003 sebesar 4,17±1,11 ì g/L (Santoso, 2007). Selain bersumber dari buangan antropogenik, kandungan fosfat yang tinggi di Perairan Timur Surabaya dapat berasal dari sedimen yang mengalami pengadukan akibat kedalaman yang dangkal oleh gelombang dan pasang surut. Menurut Supriyadi (2002), dinamika estuari sangat dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut, aliran sungai dari daratan dan gradien salinitas yang khas akibat percampuran massa air sehingga sangat mempengaruhi keberadaan zat hara pada perairan pesisir. Pengadukan yang terjadi mengakibatkan senyawa fosfat yang ada di sedimen akan berdifusi kembali ke kolom air (Jensen et al., 1995). Tingginya konsentrasi zat hara baik nitrat maupun fosfat di Perairan Timur Surabaya masih tergolong optimal untuk pertumbuhan fitoplankton yaitu sebesar 3,9 mg/L – 15,5 mg/L untuk nitrat dan 0,27 mg/L – 5,51 mg/L untuk fosfat (Yaswar, 2008). Berdasarkan analisis korelasi disimpulkan bahwa ketersediaan zat hara memberikan pengaruh yang lemah terhadap indeks diversitas. Selain itu, indeks diversitas juga menunjukkan korelasi yang tidak bermakna dengan parameter kualitas air lainnya kecuali salinitas, DO dan kecerahan dengan kelimpahan fitoplankton. Hal ini diduga karena adanya spesies tertentu yang mendominasi di Pantai Timur Surabaya. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Soedibjo (2007) dimana tidak ditemukannya kolerasi antara indeks diversitas dan zat hara (nitrat, silikat, ammonia) serta parameter lingkungan lainnya. Pola sebaran parameter tersebut yang cenderung tidak menunjukkan perbedaan di setiap stasiunnya diduga menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna diantaranya. Pada Perairan Timur Surabaya, pengelompokkan stasiunnya hanya dapat dijelaskan melalui parameter salinitas, DO dan kecerahan. Terdapat kolerasi negatif diantara kelimpahan fitoplankton (S) dengan parameter salinitas, DO dan kecerahan. Salinitas merupakan faktor pembatas bagi fitoplankton yang hidup di perairan pesisir karena mereka hidup melalui adaptasi terhadap tekanan osmotik yang diakibatkan oleh adanya salinitas. Perubahan salinitas akan mempengaruhi secara signifikan terhadap laju pertumbuhan fitoplankton (Ganguly et al., 2013). Kelimpahan fitoplankton yang meningkat karena adanya suplai unsur hara dari daratan mengakibatkan warna perairan menjadi keruh sehingga kecerahan perairan tersebut akan menurun. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap keberadaan oksigen terlarut yang ada di perairan. Selanjutnya, suhu yang semakin tinggi mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut di perairan (Irawan et al., 2015; Astuti et al., 2012). Ketersediaan DO di perairan sangat mendukung pertumbuhan fitoplankton. Nilai negatif mengindikasikan penggunaan oksigen melalui respirasi fitoplankton untuk metabolismenya. 84
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Kesimpulan Struktur komunitas fitoplankton di Perairan Timur Surabaya didominasi oleh marga Skeletonema sp. Kualitas air yang tergolong tercemar berat menyebabkan hanya spesies Skeletonema sp. yang mampu beradaptasi. Hal ini menjadikan indeks keanekaragaman dan keseragaman yang rendah yaitu 0,00 – 0,75 dan 0,00-0,26, namun indeks dominansi yang tinggi di Perairan tersebut sebesar 0,85-1,00. Terdapat adanya korelasi yang tidak bermakna antara indeks diversitas dan ketersediaan zat hara serta parameter lingkungan lainnya. Kelimpahan fitoplankton ditemukan berhubungan secara bermakna dengan parameter salinitas,DO dan kecerahan dengan salinitas berkisar antara 19 – 28,4 o/oo, DO berkisar antara 4,60 – 6,70 mg/L dan kecerahan antara 0,15-0,25 m. Korelasi tertinggi dijumpai antara kelimpahan fitoplankton adengan variabel tunggal salinitas (r= 0,843) serta variabel ganda salinitas dan DO (r= 0,854).
Ucapan Terimakasih Ucapan terimakasih dihaturkan kepada Fakultas Perikanan dan Ilmu Perikanan Universitas Brawijaya atas sarana dan prasarana yang digunakan dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka Abida, I.W. 2010. Struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di perairan muara Sungai Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan, 3(1):36-41. Akihiko, S. 1966. The Plankton of Aouth Vietnam. APHA (American Public Health Association). 1998. Standard methods for the examination of water and wastewater. Anderson, D.M., J.M. Burkholder, W.P. Cochlan, P.M. Glibert, C.J. Gobler, C.A. Heil, R.M. Kudela, M.L. Parsons, J.E.J. Rensel, D.W. Townsend, V.L. Trainer, G.A. Vargo. 2008. Harmful algal blooms and eutrophication: Examining Linkages From Selected Coastal Regions of the United States. Harmful Algae. Astuti, R.P, P.T. Imanto, G.S. Sumiarsa. 2012. Kelimpahan beberapa jenis mikroalga Diatom di perarian Pulau Gumilamo-Magaliho, Halmahera Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(1):97-106. Aunurohim, D. Saptarini, D. Yanthie. 2008. Fitoplankton penyebab harmful algae blooms (Habs) di perairan Sidoarjo. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Davis, C.C. 1955. The marine and water plankton. Michigan State University. 562 p. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ganguly, D., R.S. Robin, K.V. Vardhan, P.R. Muduli, K.R. Abhilash, S. Patra, B.R. Subramanian. 2013. Variable response of two tropical phytoplankton species at different salinity and nutrient condition. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 440:244-249. Hermawan, H. Diana, Widyatmoko, E. Anggi. 2007. Penguraian sampah organik di muara Kali Kresek untuk parameter total nitrogen, phospat, minyak dan lemak. Jurnal Teknologi Lingkungan, 4(2):36-43. Hutagalung, H.P., D. Setiapermana, S.H. Riyono. 1997. Metode analisis air laut, sedimen dan biota buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Irawan, A., Q. Hasani, H. Yulianto. 2015. Fenomena harmful algal blooms (HABs) di pantai Ringgung Teluk Lampung, pengaruhnya dengan tingkat kematian ikan yang dibudidayakan pada karamba jaring apung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 15(1):48-53. Jensen, H.S., P.B. Mortensen, F.O. Andersen, Rasmussen, A.E. Jensen. 1995. Phosphorus cycling in a coastal marine sediment, Aarhus Bay, Denmark. Limnology Oceanography, 40(5):908-917. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut. Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Third Ed. W.B. Sounders Company. Philadelphia and London. Purwanti, S., R. Hariyati, E. Wiryani. 2012. Komunitas plankton pada saat pasang dan surut di perairan muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Anatomi Fisiologi, XIX(2):65-73. Radiarta, I.N. 2013. Hubungan antara distribusi fitoplankton dengan kualitas perairan di Selat Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Bumi Lestari, 13(2):234-243. Risamasu, J.L. Fonny, B.P. Hanif. 2011. Kajian zat hara phospat, nitrit, nitrat dan silikat di Kepulauan Matasari, Kalimantas Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan, 16(3):135-142. 85
Depik, 4(2): 79-86 Agustus 2015 ISSN 2089-7790 DOI: http://dx.doi.org/10.13170/depik.4.2.2455
Rashidy, E.A., M. Litaay, M.A. Salam, M.R. Umar. 2013. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton di Perairan Pantai Kelurahan Tekolabbua, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Alam dan Lingkungan, 4(7):12-16. Santoso, A.D. 2007. Kandungan zat hara fosfat pada musim barat dan musim timur di Teluk Hurun, Lampung. Jurnal Teknik Lingkungan, 8(3):207-210. Soedibjo, B.S. 2007. Pengaruh faktor lingkungan terhadap distribusi spasial komunitas zooplankton di Teluk Klabat, Perairan Bangka Belitung. Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 33:47-63. Supriyadi, D.S. 2002. Kondisi perairan muara berdasarkan parameter fisika dan kimia di muara Bengawan Solo Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, JawaTimur. Institut Pertanian Bogor. Sutomo. 2013. Struktur komunitas fitoplankton di perairan teluk Sekotong dan teluk Kodek kabupaten Lombok. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 5(1):131-144. Wijaya, H.K. 2009. Komunitas perifiton dan fitoplankton serta parameter fisika-kimia perairan sebagai penentu kualitas air di bagianhulu Sungai Cisadane, Jawa Barat. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wijaya, T.S., R. Hariyati. 2013. Struktur komunitas fitoplankton sebagai bio indicator kualitas perairan Danau Rawapening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. SELLULA, 55-61. Wulandari, D. 2009. Keterkaitan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisika kimia di Estuari Sungai Brantas (Porong), Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor. Yazwar. 2008. Keanekaragaman plankton dan keterkaitannya dengan kualitas air di parapat Danau Toba. Departemen Biologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
86