STRES PADA LANSIA Oleh : Margaretha Maria Shinta Pratiwi*) Agung Santoso Pribadi**) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres yang dialami oleh lansia. Subjek penelitian ini berjumlah 98 orang lansia di Paguyuban Lansia RS. Elisabeth. Teknik sampling menggunakan teknik incidental sampling. Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala psikologis yaitu skala stres. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan prosentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran umum tingkat stres pada lansia berada pada kategori rendah. Hal ini berarti lansia tidak mengalami stres sehingga diharapkan mampu menikmati kehidupan lansia dan mampu menyesuaikan segala perubahan yang terjadi pada diri lansia. Tingkat stres lansia pada gejala kognitif, gejala psikologis, dan gejala perilaku tergolong rendah pula Kata kunci : stres, lansia ABSTRACT This study aims to identify the stress experienced by the elderly. The subject of this study amounted to 98 elderly people in hospital Elderly Association Elisabeth. Sampling techniques using incidental sampling technique. Data collection tool used in this research that the stress scale. The data analysis technique used is quantitative descriptive with percentage. The results of this study indicate that the general description the level of stress in the elderly are at a low category. This means that the elderly do not stress so that the elderly should be able to enjoy life and be able to adjust all the changes that happen to the elderly. Elderly people stress levels on cognitive symptoms, psychological symptoms, and behavioral symptoms is low anyway Keywords: stress, Elderly people
PENDAHULUAN Memahami akan pentingnya menghadapi sebuah kehidupan adalah sebuah kewajiban seluruh umat manusia. Proses merupakan sesuatu hal yang tak banyak *) **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang
79
PSYCHO IDEA, Tahun 11 No.1, Februari 2013 ISSN 1693-1076
orang melihat, hanya hasil yang kebanyakan orang lihat. Sudah menjadi sebuah ketetapan bahwa manusia senantiasa melewati sebuah proses perkembangan. Berawal saat berada didalam kandungan ibu, dilahirkan sebagai seorang bayi, dirawat menjadi anak yang berbakti lalu menginjak masa remaja diteruskan menjadi dewasa dan menginjak pada masa lanjut usia (menua). Menua menurut Davidoff (1991) adalah salah satu proses alamiah yang tidak bisa dihindarkan. Tubuh mengalami perubahan secara bertahap seiring dengan perjalanan waktu. Kulit dan pembuluh darah kehilangan kelenturannya, sel-sel lemak semakin menumpuk, kekuatan otot menurun dan produksi hormon seks juga menurun. Perubahan-perubahan rumit yang terjadi di dalam saraf, termasuk perubahan kimiawi, kekurangan oksigen, dan kematian sel (sel saraf sekali rusak tidak akan tumbuh lagi), menurunkan kecekatan dan efisiensi sistem saraf pusat. Berbagai proses fisik ini dan masih banyak yang lainnya mulai pada usia yang berbeda-beda secara kronologis, tergantung pada hereditas dan lingkungan seseorang.Keadaan kehidupan seseorang juga turut berubah ketika dia menjadi tua. Terdapat sejumlah peran dari problem baru yang harus dihadapi, terlebih pada peran dan problem yang sudah lama dijalankan dan dihadapinya. Tingginya tingkat harapan hidup manusia ternyata tak selalu ditafsirkan positif. Buktinya, dengan tingkat harapan hidup Indonesia yang membaik, pada tahun 2010-2020 mendatang diperkirakan akan terjadi lonjakan kaum lanjut usia (selanjutnya disebut lansia). Jumlah lansia diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia (dalam Azhar, 2011). Di dunia, saat ini terdapat sekitar 737 juta jiwa penduduk usia lanjut, yaitu usia 60 tahun lebih (data UNFPA). Dari jumlah tersebut, sekitar dua pertiga tinggal di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Data BPS tahun 2010 mencatat jumlah penduduk Indonesia yaitu sebesar 237 juta jiwa dan sekitar 20 juta orang adalah penduduk usia lanjut.Jumlah populasi lansia Indonesia menjadi yang terbesar di dunia (414 persen) pada tahun 2025 (dalam Nurlaila, 2011). Manusia di usia pertengahan di seluruh dunia pasti mengalami serangkaian perubahan fisik yang disebut climacteric. Sejalan dengan perubahan tersebut pada fase lanjut usia ini akan lebih mudah menimbulkan rasa cemas, depresi, mudah tersinggung dan kebingungan. Pada usia ini seringkali lansia melaporkan bahwa tubuhnya tidak sehat, perasaannya tidak tenang terus menerus, penampilan diri menjadi tua, dan merasa kehilangan peran dan status. Reaksi mereka terhadap gejala ini bermacam-macam. Ada yang sama sekali tidak memperhatikannya sedangkan yang lainnya terlalu memperhatikan dan dianggap sebagai krisis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prawitasari (1994) tentang aspek sosio-psikologis lansia di Indonesia menjelaskan bahwa 80
MARGARETHA MARIA SHINTA PRATIWI & AGUNG SANTOSO P Stres Pada Lansia ....................... perkembangan terakhir manusia ini ditandai oleh berhasil tidaknya tugas perkembangan sebelumnya. Apabila tugas-tugas tersebut dapat dipenuhi dengan baik, maka dapat diharapkan bahwa di masa lansia individu dapat selalu melakukan penyesuaian terhadap apa yang dihadapinya. Ketakutan serta gambaran akan keadaan yang semakin parah ditambah dengan menurunnya fungsi yang terdapat dalam tubuh memicu timbulnya pemikiran-pemikiran yang semakin berujung pada keadaan stres. Atkinson (1992) menyatakan bahwa stres terjadi jika orang dihadapkan dengan persoalan yang dianggap sebagai suatu ancaman terhadap kesehatan fisik atau psikologisnya. Persoalan tersebut dinamakan stresor, dan reaksi orang terhadap persoalan tersebut dinamakan respon stres. Mengetahui adanya keadaan yang seakan-akan atau bahkan mengancam kesehatan fisiknya atau psikologisnya maka stres tidak akan dapat dihindari. Wilkinson (2002) menyebutkan bahwa stres disebabkan oleh hal apapun yang membuat anda tegang, marah, frustasi, atau tidak bahagia. Stres pada seseorang bisa menjadi kesenangan bagi orang lain. Terlalu banyak stres akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Stres tentu saja akan berkaitan erat dengan terbatasnya ruang gerak untuk melakukan aktivitas, ditambah persoalan stres tersebut dialami oleh seseorang yang menginjak pada fase lanjut usia. Beberapa efek yang sering muncul atau dapat dikatakan beberapa gejala yang mencirikan seseorang mengalami stres menurut Weiss (2009) diantaranya adalah keletihan, kebimbangan, perasaan tertekan oleh tuntutan orang lain terhadap diri anda, keinginan untuk melarikan diri dari segalanya dan semua orang, merasa takut. Permasalahan yang dialami lansia ini bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilaluinya, permasalahan tersebut menjadi sebuah dilema tersendiri bagi lansia. Hal itu dapat terbukti dengan adanya perilaku yang semestinya tidak dilakukan tetapi tetap saja dilakukan pada fase ini, misalnya saja di usia yang tidak muda ini lansia tetap mencoba untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Peristiwa seperti itu dilakukan semata-mata hanya untuk mempersiapkan diri ketika sudah tidak mendapatkan perhatian yang lebih dari keluarganya pada diri lansia tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada lansia yang tergabung dalam perkumpulan lansia megaputih yang hingga saat ini berjumlah 30 orang. Awalnya berjumlah 92 orang tetapi dengan bertambahnya tahun jumlah tersebut berkurang dikarenakan beberapa hal, diantaranya meninggal dunia, pindah dari kediaman dan sudah tidak tergabung kembali dengan perkumpulan lansia ini (menarik diri). Perasaan tertekan serta kecemasan yang berlebih yang timbul pada diri lansia tersebut sering dialami oleh lansia.Perasaan-perasaan tersebut berakhir dengan keadaan stres yang sangat mengganggu dalam kehidupan lansia. Hal 81
PSYCHO IDEA, Tahun 11 No.1, Februari 2013 ISSN 1693-1076
tersebut terbukti dengan adanya wawancara awal yang dilakukan kepada salah satu anggota lansia yang tergabung dalam perkumpulan lansia Megaputih, Semarang yang mengatakan bahwa kondisi-kondisi yang tertekan serta keadaan yang serba salah dalam bertindak memang dirasakan oleh para lansia saat ini. Hasil dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu lansia diperkuat kembali dengan observasi dan wawancara sehingga dapat diketahui bahwa muncul beberepa gejala stres yaitu gejala kognitif yang ditandai dengan kemampuan berpikir menurun secara drastis, tidak mampu untuk mengambil sebuah keputusan, menghindari adanya sebuah permasalahan serta kemampuan untuk mengingat sudah menurun secara drastis, pada gejala psikologis yang ditandai dengan adanya gelisah, sedih yang teramat, cemas yang berlebihan, serta perasaan serba salah dalam setiap melakukan tindakan, sedangkan pada gejala perilaku muncul beberapa tanda-tanda yaitu tidak adanya kemampuan serta kemauan untuk berbagi guna bertukar pikiran dengan anggota keluarga atau dengan kata lain para lansia memilih jalan untuk memendam segala permasalahan yang dialami oleh lansia tersebut. Pada fase ini, lansia sangat membutuhkan pertolongan orang lain akan tetapi disisi lain lansia juga ingin menunjukkan keadaan dirinya yang masihmampu untuk melakukan aktivitas dan lansia masih mempunyai kekuatan dan wewenang di dalam keluarganya atau dengan kata lain mereka berada di puncak kekuasaan (Desmita, 2006). Perasaan tertekan serta kecemasan yang berlebih yang timbul pada diri lansia tersebut sering dialami oleh lansia.Perasaanperasaan tersebut berakhir dengan keadaan stres yang sangat mengganggu dalam kehidupan lansia. Berbagai perubahan membuat para lansia tidak akanmenikmati usia-usia nya tersebut dengan penuh canda serta kegembiraan dengan keluarga besarnya. Pada fase lanjut usia ini memang ditandai dengan adanya kemunduran fisik dan merasa bahwa hidup sudah dekat dengan akhir hayat, oleh sebab itu penting kiranya mendapatkan kasih sayang dari lingkup keluarga terdekat, kerabat dan bahkan lingkungan terdekat merupakan sumber kenimatan tersendiri. Pada fase ini seorang yang merasa bahwa dirinya diterima dan dihargai oleh sekelilingnya merupakan anugerah yang tidak mungkin dapat dinilai dengan materi (Hardywinoto dan Tony, 2005).Keadan-keadaan yang tidak sesuai dengan harapan itulah yang tentunya mengerucut kepada keadaan-keadaan yang memicu timbulnya stres. Nur (2008) berdasarkan penelitiannya menjelaskan bahwa keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri, keterlantaran lansia yang miskin merupakan beberapa faktor yang memunculkan adanya stres yang akan dialami oleh lansia. Halim menambahkan (2008) permasalahan yang sering 82
MARGARETHA MARIA SHINTA PRATIWI & AGUNG SANTOSO P Stres Pada Lansia ....................... muncul ketika fase lansia itu datang dan mempunyai pengaruh besar adalah merasa terbuang dan penerimaan yang kurang dari keluarga dan lingkungan. Berdasarkan urian tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi stres pada Lansia di Paguyuban Lansia RS Elizabert Semarang. METODE PENELITIAN Subyek penelitian lansia yang tergabung dalam Paguyuban Lansia RS Elisabeth Semarang yang berjumlah 98 orang. Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian ini yaitu skala psikologis yaitu skala stres. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pengukuran deskriptif kuantitatif dengan menggunakan prosentase.. HASIL PENELITIAN Rentang skor untuk penentuan kategori, frekuensi, serta prosentase dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Kategorisasi Stres pada Lansia Interval Skor X ≥ 47,5 36,75 < X< 47,5 26,25 < X< 36,75 15,75 < X< 26,25 X ≤ 15,75
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Sekali
Frekuensi 0 0 19 52 27
Prosentase 0 0 19,38 53,06 27,55
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat stress dalam kategori rendah, yaitu sebesar 53,06. Kategorisasi tersebut memberikan gambaran mengenai tingkat stress pada lansia. Data dari skala stress selanjutnya ditabulasi dan dianalisis, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2. Deskripsi Data Penelitian
Stres Lansia 83
Jumlah Skor Skor Mean Mean SDh subyek Minimal Maksimal Empirik Hipotetik 98 0 63 19,28 31,5 10,5
PSYCHO IDEA, Tahun 11 No.1, Februari 2013 ISSN 1693-1076
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa tingkat stress pada lansia di Paguyuban RS. Elisabeth Semarang secara umum tergolong rendah. Tingkat stress pada lansia dapat dilihat dari tiga gejala yaitu gejala kognitif, psikologis dan perilaku. Hasilnya dapat dilihat berikut ini :
Tabel 3 Hasil Deskripsi Masing-masing Gejala Stres
Gejala Kognitif Gejala Psikologis Gejala Perilaku
Jumlah Skor Skor Mean Mean SDh subyek Minimalh Maksimalh Empirik Hipotetik 98 0 21 6,55 10,5 3,5 98
0
18
4,53
9
3
98
0
24
4,69
12
4
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa gejala stress pada lansia di Paguyuban RS. Elisabeth yang terdiri dari gejala kognitif, gejala psikologis, dan gejala perilaku tergolong rendah. Idetifikasi stres setiap gejala dapat dilihat berikut ini : 1. Gejala Kognitif Gejala kognitif stres diantaranya susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan, dan pikiran kacau. Untuk mengukur gejala kognitif digunakan sebanyak tujuh item dari skala stres pada lansia, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
84
MARGARETHA MARIA SHINTA PRATIWI & AGUNG SANTOSO P Stres Pada Lansia ....................... Tabel 4 Kategorisasi Gejala Kognitif Interval Skor X ≥ 15,75 12,25 < X< 15,75 8,75 < X< 12,25 5,25 < X< 8,75 X ≤ 5,25 Jumlah
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Sekali
Frekuensi 0 1 23 54 20 98
Prosentase (%) 0 1,02 23,47 55,10 20,41 100
Berdasarkan perhitungan kategorisasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar yaitu 54 orang subyek (55,10 %) subyek memiliki gejala kognitif yang rendah. Namun demikian, masih ada sekitar 23,47 % atau 23 orang yang gejala kognitifnya sedang dan 1,02 % atau 1 orang memiliki gejala kognitif tinggi. 2. Gejala Psikologis Gejala psikologis ditunjukkan dengan adanya kecemasan, ketegangan, mudah marah, kebosanan, gelisah, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, dan sedih. Untuk mengukur gejala psikologis digunakan sebanyak enam item dari skala stres pada lansia, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 6. Kategorisasi Gejala Psikologis Interval Skor X ≥ 13,5 10,5 < X< 13,5 7,5 < X< 10,5 4,5 < X< 7,5 X ≤ 4,5 Jumlah
Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Sekali
Frekuensi 0 1 12 35 50 98
Prosentase (%) 0 1,02 12,24 35,71 51,02 100
Berdasarkan perhitungan kategorisasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyek memiliki gejala psikologis rendah sekali yaitu 51,02% atau 50 orang. Namun masih ada 12 orang (12,24%) yang memiliki gejala sedang dan 1 orang (1,02%) yang tergolong tinggi. 3. Gejala Perilaku 85
PSYCHO IDEA, Tahun 11 No.1, Februari 2013 ISSN 1693-1076
Gejala perilaku pada stress ditunjukkan dengan meningkatnya kebiasaan makan, merokok, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur. Hasilnya dapat dilihat berikut ini : Tabel 7. Kategorisasi Gejala Perilaku Interval Skor X ≥ 18 14 < X< 18 10 < X< 14 6 < X< 10 X ≤6 Jumlah
Kategori
Frekuensi
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rendah Sekali
0 0 0 27 71 98
Prosentase (%) 0 0 0 27,55 72,45 100
Berdasarkan perhitungan kategorisasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subyek memiliki gejala psikologis rendah sekali yaitu 71 orang (72,45%). PEMBAHASAN Berdasarkan analisis deskripsi yang telah dipaparkan pada tabel diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum tingkat stres pada lansia tergolong rendah. Hasil penelitian ini, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Antonucci, Tamir & Dubnoff (dalam Rini, 2004) yang menyebutkan bahwa pada usia tua atau lanjut usia dimana empty nest tiba, justru stress malah berkurang. Pada umumnya justru terjadi peningkatan marital satisfaction. Responden pada penelitian ini, menyampaikan bahwa kepergian anak (untuk menjadi mandiri), justru merupakan masa transisi yang positif daripada negatif. Responden memiliki kesempatan dan peluang untuk kembali bekerja, kembali menekuni hobi, kembali aktif dalam organisasi dan memiliki waktu untuk beribadah. Hasil penelitian Fingerman (dalam Rini, 2004) menyebutkan bahwa ternyata apa yang dikhawatirkan para orangtua dalam masa transisi tidak terbukti. Lansia tidak merasakan stress karena kesepian dan kehampaan yang intens atau pun kehilangan makna dan gairah hidup. Para responden merasa lebih menikmati kebebasan, memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan membangun kembali hubungan yang lebih berkualitas dengan pasangan, memiliki waktu dan peluang lebih besar untuk melakukan hal-hal yang disukai dan dicita-citakan-namun selama ini tidak dapat diwujudkan karena terbatasnya kesempatan. Para orang tua bahkan merasa bangga dan bahagia, ketika melihat anak-anak sanggup melangkahkan kaki, menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa. Hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya semakin berkualitas. Alasannya karena 86
MARGARETHA MARIA SHINTA PRATIWI & AGUNG SANTOSO P Stres Pada Lansia ....................... berkurangnya stressor atau tekanan yang biasanya muncul ketika keduanya (orang tua dan anak) tinggal satu rumah. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Hurlock (1980) yang menyatakan bahwa bagi lansia yang berhasil dalam penyesuaian diri terhadap perubahan dan kemunduran yang dialaminya akan memunculkan perasaan dan sikap-sikap yang positif bagi dirinya maupun lingkungannya. Lansia akan terhindar dari stress karena memiliki perasaan masih tetap berguna, bijaksana, bahagia, mampu memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien, melibatkan diri dengan aktivitas sosial, perasaan optimis, mengembangkan hobi, lebih religious. Ketidakberhasilan lansia dalam melakukan penyesuaian diri terhadap semua perubahan yang dialami kaan memunculkan sifat-sifat negative secara emosional, seperti mudah marah, mudah tersinggung, sering ngambek, suka bertengkar, ketakutan berlebihan, kecemasan yang berlebihan, serta perasaan tersiksa. Lansia yang mengalami kesepian, tidak berguna, keinginan untuk cepat mati, membutuhkan perhatian lebih, muncul rasa tersisih, merasa tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh merupakan beberapa masalah yang tidak enak dan potensial memunculkan stress. Kondisi tersebut dialami oleh sekitar 19,98 % dari 98 subyek penelitian ini yang mengalami stress dengan kategori sedang. 19 subyek yang mengalami stress juga menunjukkan gejala kognitif dan gejala psikologis yang tergolong sedang pula bahkan ada satu subyek yang menujukkan gejala kognitif dan gejala psikologis tergolong tinggi. Berdasarkan analisis deskripsi juga diperoleh keterangan bahwa ada sekitar 10 orang (10,20%) yang secara umum tidak tergolong stres, namun setelah diteliti kembali, sepuluh orang tersebut memiliki gejala stres yang tergolong sedang yaitu pada gejala kognitif maupun gejala psikologis. Kondisi ini akan berdampak tidak baik bagi lansia apabila tidak diatasi, karena dapat menyebabkan lansia tidak akan mencapai successful aging atau kebahagiaan hidup. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa gambaran umum tingkat stres pada lansia berada pada kategori rendah. Hal ini berarti lansia tidak mengalami stres sehingga diharapkan mampu menikmati kehidupan lansia dan mampu menyesuaikan segala perubahan yang terjadi pada diri lansia.Tingkat stres lansia pada gejala kognitif, gejala psikologis, dan gejala perilaku tergolong rendah pula.
87
PSYCHO IDEA, Tahun 11 No.1, Februari 2013 ISSN 1693-1076
SARAN Saran yang dapat diberikan setelah melihat hasil penelitian, pembahasan dan simpulan yang telah dituliskan di atas adalah sebagai berikut : 1. Bagi Lansia Bagi lansia yang tidak mengalami stres diharapkan tetap dapat menjaga kondisi dirinya baik dalam berpikir menghadapi masalah, merasakan perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.Bagi lansia yang mengalami stres diharapkan lebih dapat membuka diri dan lebih menerima perubahan, lebih bersemangat, berpikir positif, dan adaptif. Tetap menjalin hubungan dengan keluarga, teman sebaya dalam paguyuban, maupun dengan organisasi lain. 2. Bagi Pengelola Paguyuban Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi pengelola untuk memberikan dukungan pada lansia agar tetap membuka diri dan menerima dirinya.Pengelola dapat memberikan perlakuan khusus bagi lansia yang mengalami stres serta melakukan pendampingan agar stesnya menurun.Perlakuan tersebut misalnya dengan wisata rohani, relaksasi, meditasi maupun penyuluhan yang berkaitan dengan stress. 3. Bagi Peneliti Lain Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian lain berdasarkan hasil dari penelitian ini. Peneliti lain dapat mengkaitkan variabel yang mampu mempengaruhi stress serta memberikan perlakuan pada lansia yang mengalami stres. Peneliti lain dapat mengembangkan dengan metode penelitian eksperimen khusus bagi lansia yang mengalami stres. DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Rita L., Richard C.A, Ernest R.H. 1999. Pengantar Psikologi. Jilid 1. Terjemahan oleh Nurdjanah Taufiq dan Rukmini Barhana. Jakarta: Erlangga. Azhar, M.A. (tanpa tahun). Antisipasi Ledakan Lansia. http://lansiasehat.com/antisipasi-ledakan-lansia.html diunduh pada tanggal 8 September 2011. Davidoff, L. F. 1991. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Halim, D.K. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Bumi Aksara. 88
MARGARETHA MARIA SHINTA PRATIWI & AGUNG SANTOSO P Stres Pada Lansia ....................... Hardywinoto dan Tony, S. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta : Erlangga Nur, M. K. 2008. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stress pada Lansia di Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta”. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: UMS. Nurlaila, A. 2011. Agar manula terhindar dari malnutri. http://kosmo.vivanews.com/news/read/222528-agar-lansia-terhindar-darimalnutrisi. Diunduh pada tanggal 10 September 2011 Prawitasari, J. E. 1994. “Aspek Sosio – Psikologis Lansia di Indonesia”. Buletin Psikologi. Vol. 1. No. 27-34. Rini, F.J. 2004. Empty Nest. http:/www.e.psikologi.com/epsi/lanjutusiadetail.asp? =176 Weiss, D. H. 2009. Manajemen Stres. Batam: Binarupa Aksara. Wilkinson, E. G. 2002. Bimbingan Dokter pada Stres. Jakarta: Dian Rakyat.
89