STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAM PERM
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2008
STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAM PERAH
Penyusun
: Ismeth Inounu Kusuma Diwyanto Subandriyo Atien Priyanti Ratna Ayu Saptati
Diterbitkan oleh
: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan JI . Raya Pajajaran Kav .E-59 Bogor, 16151 Telp . (0251) 8322185 Fax (0251) 8328382 ; 8380588 Email : criansci@indo .net .i d
ISBN 978-979-8308-98-7
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor, 2008
STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAPI PERAH
Hak Cipta @2008 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 31 . Raya Pajajaran Kav .E-59 Bogor, 16151 Telp . : (0251) 8322185 Fax : (0251) 8328382 ; 8380588 Email :
[email protected] .id Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya . Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah / Ismeth Inounu dkk . Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2008 : vi -+ 40 hlm ; ilus . ; 16 cm ISBN 978-979-8308-98-7 1 . Sapi Perah I . Judul ; II . Peternakan ; Ill . Inounu, I
2. Calon Bibit Pusat Penelitian
dan
3 . Penjaringan Pengembangan 636 .230 .082
KATA PENGANTAR Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi perah adalah melalui penyediaan bibit ternak unggul . Dalam hal pengadaan bibit, para peternak merasakan sulitnya memperoleh bibit sapi perah yang bermutu, terlebih akhir-akhir ini akibat kenaikan harga susu yang cukup tinggi, sehingga harga sapi perah bibit meningkat cukup tajam . Terbatasnya dana pemerintah tidak memungkinkan untuk melakukan impor bibit sapi perah dalam jumlah banyak . Salah satu sarana untuk memperoleh calon bibit sapi perah balk jantan maupun betina adalah melalui kontes atau pameran ternak . Pelaksanaan kontes ternak dilakukan dalam upaya mencegah penurunan mutu genetik dan meningkatkan mutu genetik ternak secara bertahap, sehingga diperoleh ternak sapi yang memiliki keunggulan sebagai calon bibit . Kegiatan ini juga dapat digunakan sebagai ajang penyuluhan dan penjaringan ternak-ternak berkualitas bibit sesuai dengan bangsa sapi . Pelaksanaan kontes ternak tingkat propinsi dan nasional secara reguler dilakukan dalam rangka menseleksi dan mengamankan calon bibit ternak terbaik yang ada di masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal strategi penjaringan calon bibit sapi perah di Indonesia . Hal ini dilaksanakan dalam suatu workshop bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, tanggal 18 Oktober 2008 . Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti pengambil kebijakan, akademisi, peneliti, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi usaha sapi perah . Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi
ill
perah di 'Indonesia, utamanya dalam mewujudkan peningkatan konsumsi susu nasional . Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya dokumen ini . Buku ini merupakan dokumen dinamis yang dirasakan masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dan saran yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas sangat diharapkan . Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembaca untuk implementasi program usaha sapi perah di masa-masa yang akan datang .
Bogor, Desember 2008 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Dr. Abdullah M . Bamualim
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi
v
Pendahuluan
1
Tahapan Kegiatan
3
Konsep Model Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah Di Masyarakat
6
Sasaran Program Rearing Sapi Perah Kelembagaan clan Dukungan Kebijakan Pada Usaha Sapi Perah Upaya Tindak Lanjut
6 13 15 18
Matriks Rencana Tindak Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah
22
Daftar Bacaan
25
Tim Perumus
27
Lampiran
29
1 . Konsep Model Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah Di Masyarakat
31
V
2. Program Pemerintah Dalam Mengatasi Kekurangan Bibit Sapi Perah
33
3. Program Rearing Sapi Perah Rakyat : Harapan dan Kendala
35
4 . Profil KPSBU dan Model Industri Peternakan Sapi Perah Rakyat Pola 100-100-1000-10000 36 5 . Dukungan Kebijakan Publik Dalam Pengembangan Usaha Sapi Perah
vi
38
PENDAHULUAN Populasi sapi perah di Indonesia berjumlah 377,8 ribu ekor, meningkat sebesar 2,4% dari tahun sebelumnya, dimana hampir 97% terdapat di Pulau Jawa . Sapi perah yang umum dijumpai adalah sapi FH (Bos taurus) dengan penyebaran terutama di dataran tinggi Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) . Provinsi Jawa Timur mempunyai jumlah populasi sapi perah terbesar yaitu 139 ribu ekor, diikuti masing-masing oleh Jawa Tengah sebesar 115,4 ribu ekor, Jawa Barat sebesar 102,7 ribu ekor, dan D .I . Yogyakarta sebesar 7,3 ribu ekor (Ditjen Peternakan, 2007) . Usaha sapi perah didominasi oleh peternakan rakyat dengan skala usaha relatif kecil dan masih bersifat usaha sampingan . Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak, sehingga secara nasional produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 30% dari kebutuhan konsumsi . Upaya meningkatkan produktivitas ternak sapi perah telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalah melalui impor bibit dalam rangka meningkatkan mutu genetik sehingga mampu memproduksi susu lebih tinggi . Dalam hal pengadaan bibit, para peternak merasakan sulitnya memperoleh bibit sapi FH yang bermutu, terlebih akhir-akhir ini akibat kenaikan harga susu yang cukup tinggi . Percontohan pembibitan sapi (pembesaran pedet) dalam jumlah kecil telah dilakukan di beberapa peternak skala menengah dengan dukungan dana sebagian oleh pemerintah (Setiawati, 2008) . Penyediaan ternak bibit yang terkoordinasi dengan balk dan melibatkan berbagai pihak (koperasi, swasta, masyarakat) dapat mempercepat peningkatan populasi sapi perah lokal . Terbatasnya dana pemerintah tidak memungkinkan untuk melakukan impor bibit sapi perah dalam jumlah banyak .
1
Saat ini impor bibit sapi perah membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena harga bibit dari New Zealand dan Australia sangat mahal . Salah satu sarana untuk memperoleh calon bibit sapi perah balk jantan maupun betina adalah melalui kontes/pameran ternak (Inounu et at.., 2006) . Pelaksanaan kontes ternak tingkat propinsi dan nasional secara reguler dilakukan dalam rangka menseleksi dan mengamankan calon bibit ternak terbaik yang ada di masyarakat . Pemilihan calon bibit dapat dilakukan oleh pusat pembibitan dengan cara menyeleksi individu ternak terbaik dengan indikator meliputi : performans produksi susu, reproduksi dan sistem recording yang balk . Pelaksanaan kontes ternak dilakukan dalam upaya mencegah penurunan mutu genetik dan meningkatkan mutu genetik ternak secara bertahap, sehingga diperoleh ternak sapi yang memiliki keunggulan sebagai calon bibit . Kegiatan ini juga dapat digunakan sebagai ajang penyuluhan dan penjaringan ternak-ternak berkualitas bibit sesuai dengan bangsa sapi . Ternak juara dari kegiatan ini dapat dilelang untuk meningkatkan harga jual, dan dapat dibeli oleh pemerintah untuk dikembangkan di pusat-pusat perbibitan (BPTU dan UPTD) yang kemudian disebarkan ke masyarakat . Alokasi bibit ini tidak dilakukan kepada peternak langsung, namun dikelola oleh koperasi dan atau peternak skala menengah yang memiliki kemampuan teknis maupun finansial sehingga produktivitas ternak tersebut dapat dipertahankan .
2
TAHAPAN KEGIATAN Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslithang) Peternakan melalui tim Analisis Kebijakan bekerjasama dengan Fakultas Peternakan UGM dan Ditjen Peternakan telah melaksanakan Lokakarya 'Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah di Indonesia' pada tanggal 18 Oktober 2008 di Kaliurang, Yogyakarta . Lokakarya ini diselenggarakan seiring dengan pelaksanaan Kontes Ternak Sapi Perah oleh Koperasi Persusuan DIY. Lokakarya ini bertujuan untuk : (i) Mendiskusikan dan mengelaborasi berbagai masukan bagi strategi penjaringan calon bibit sapi perah di masyarakat yang diperlukan, khususnya dalam aspek perbibitan yang terkait dengan upaya menjaring calon bibit sapi perah, dan (ii) Memperoleh masukan-masukan sebagai bahan rekomendasi bagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan manajemen koperasi yang sangat besar perannya dalam peningkatan kinerja industri persusuan di Indonesia . Halhal yang masih menjadi permasalahan atau kendala dalam menghasilkan /memperoleh calon bibit sapi perah sebagai replacement adalah : (i) Model penjaringan yang aplikatif bagi usaha perbibitan dan produksi sapi perah ; (ii) Pelaksanaan program pembesaran (rearing) dalam suatu us-aha perbibitan sapi perah oleh peternak/swasta/BUMN, dan (iii) Model manajemen koperasi sapi perah menuju kemandirian usaha yang tangguh . Acara ini dihadiri oleh sekitar 100 peserta terdiri dari penentu kebijakan di tingkat pusat maupun daerah seperti : pejabat terkait lingkup Ditjen Peternakan (Sekretaris Dit)enNak, Direktur Perbibitan, dan Direktur Kesehatan Hewan) dan UPT-nya (BBIB Singosari, BBPTU Sapi Perah Baturraden, BIB Lembang, BET Cipelang, BB Veteriner Wates), pejabat daerah dari Dinas Peternakan Propinsi DIY, Dinas Peternakan Kabupaten Sleman,
Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah, Bengkulu, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kabupaten Kerinci ; akademisi dan peneliti lingkup Badan Litbang Pertanian (Puslitbang Peternakan, BPTP Jawa Tengah, BPTP DIY), Fakultas Peternakan UGM, Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Fakultas Peternakan UNDIP, BATAN, serta pelaku usaha yang tergabung dalam koperasi UPP Kaliurang, koperasi Sarana Makmur, koperasi Warga Mulya, GKSI, ASOHI, ISPI, PPSKI, PDHI, PERIPI, Bank Pembangunan Daerah Sleman, PT . Pertamina cabang DIY, PT. Jamsostek cabang DIY, Eka Poultry Shop, dan media massa (Agrina, Trobos, dan Galusia) . Lokakarya ini dibuka oleh Dr . Ismeth Inounu selaku penanggung jawab kegiatan Analisis Kebijakan Komoditas Peternakan Puslitbang Peternakan, sekaligus mewakili Kepala Puslitbang Peternakan, dan dipandu oleh Prof . (R) . Dr. Kusuma Diwyanto . Nara sumber dalam lokakarya ini meliputi : 1. Dr. Adiarto, MSc, Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada dengan topik bahasan : Konsep model penjaringan calon bibit sapi perah di masyarakat. 2. Prof. Dr. Syamsul Bahri, Sekretaris Ditjen Peternakan - dengan topik bahasan : Program Pemerintah dalam mengatasi kekurangan bibit sapi perah . 3 . Ir. Suharto, MS, Presiden Direktur PT. Lembah Hijau Multifarm, Solo dengan topik bahasan : Program rearing sapi perah rakyat : harapan dan kendala . 4. Drs. Dedi Setiadi, SP, Ketua KPSBU, Jawa Barat dan Ketua GKSI dengan topik bahasan : Profil KPSBU, dan Model Industri Peternakan Sapi Perah Rakyat Pola 100-100-1000-10 .000 1. 4
5. Dr. Ismeth Inounu, Puslitbang Peternakan dengan topik bahasan : Dukungan kebijakan publik dalam pengembangan usaha sapi perah . Beberapa butir hasil diskusi dan rekomendasi diharapkan dapat dipergunakan secara Iangsung oleh para pemangku kepentingan mulai dari academy, busines, dan government (ABG), seperti : (i) peneliti di Lembaga Penelitian, LPND, Perguruan Tinggi dan swasta, (ii) peternak atau pengusaha sapi perah dan koperasi, serta (iii) pengambil kebijakan di tingkat pusat, Direktorat Jenderal Peternakan, Dinas Propinsi maupun Kabupaten, dalam rangka mempertajam program-program kerjanya serta kebijakan terkait dengan upaya untuk meningkatkan kinerja usaha sapi perah di Indonesia .
5
STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAPI PERAH SASARAN 1. Mengupayakan peningkatan mutu genetik sapi perah berdasarkan proses seleksi yang benar melalui pemanfaatan calon bibit ternak terbaik yang ada di masyarakat . Penjaringan calon bibit sapi perah dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dan koperasi untuk memperoleh ternak sapi yang mampu memproduksi susu lebih tinggi . 2 . Penyediaan ternak bibit yang terkoordinasi dengan balk dan melibatkan berbagai pihak (koperasi, swasta, masyarakat) dapat mempercepat peningkatan populasi dan kualitas sapi perah lokal . Hal ini dapat mengurangi ketergatungan terhadap impor sapi perah, yang saat ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi karena harga bibit dari New Zealand dan Australia sangat mahal . KONSEP MODEL PENJARINGAN CALON BIBIT SAPI PERAH DI MASYARAKAT Kebutuhan bibit sapi perah betina diproyeksikan terus meningkat sampai tahun 2010, seiring dengan peningkatan permintaan atau konsumsi susu . Ironisnya, hal ini tidak mampu diimbangi dengan peningkatan penyediaan bibit dari dalam negeri, sehingga dikhawatirkan akan terjadi kekurangan bibit sapi perah betina sejumlah 3451 ekor pada tahun 2010. Dengan jumlah sapi perah betina produktif sebesar 64% dari populasi,
6
maka kekurangan bibit sapi perah betina mencapai 3,4%, dari populasi sapi perah yang ada . Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangkan . Pemuliaan ternak adalah serangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai tujuan tertentu . Seleksi yaitu kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunan melalui pemeriksaan dan atau pengujian berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu dengan metode atau teknologi tertentu . Pengertian atau definisi bibit dan pemuliaan ini perlu dilihat atau dipertajam kembali karena ada kerancuan dengan pemahaman masyarakat selama ini .
07/PD.410/F/01/2008 SK Dirjen Peternakan No: menyatakan bahwa penjaringan bibit ternak merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bibit ternak yang terbaik dari ternak yang telah memenuhi persyaratan teknis minimal atau standar mutu yang telah ditetapkan melalui seleksi atau pengujian . Hal ini harus selaras dengan peraturan yang telah mengatur program Pertanian No : yaitu Peraturan Menteri perbibitan, Sistem Perbibitan tentang 36/Permentan/OT . 140/8/2006 No: dan Peraturan Dirjen Peternakan Nasional
05/Kpts/PD .420/F/01/07 tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Sapi Perah . Pola penjaringan bibit ternak dapat dilakukan melalui : (i) seleksi di tingkat peternak atau kelompok peternak dalam suatu kawasan pembibitan ternak rakyat di kawasan village breeding centre (VBC), (ii) penjaringan bibit ternak terhadap pemenang kontes ternak, dan (iii) penjaringan bibit ternak di pasar hewan, rumah potong hewan (RPH) atau di tempat pengumpulan ternak . Pola yang berjalan di masyarakat ini dengan demikian tidak sepenuhnya selaras dengan definisi dan ketetapan pemerintah seperti yang tertuang dalam Permentan atau SK Dirjen
7
Peternakan . Penjaringan bibit ternak di tingkat peternak . atau kelompok peternak dalam suatu kawasan harus melalui berbagai tahapan, di antaranya : (i) pendataan peternak atau kelompok peternak yang telah melakukan prinsip-prinsip pembibitan ternak yang balk (good breeding practices), (ii) pendataan ternak yang telah melalui kriteria bibit, (iii) pemeriksaan status reproduksi yang apabila ditemukan betina bunting perlu diinformasikan pejantannya, (iv) pemeriksaan kesehatan hewan, dan (v) urutan/ranking bibit ternak terjaring . Tahapan yang harus ditempuh untuk penjaringan bibit ternak terhadap pemenang kontes adalah : (i) pendataan ternak yang telah memenuhi kriteria bibit, (ii) penelusuran asal usul ternak, dan (iii) urutan/ranking bibit ternak terjaring . Cara hi dengan demikian belum mampu secara tepat untuk menentukan nilai pemuliaan sapi (estimated breeding value = EBV), tetapi masih lebih baik dibandingkan bila dilakukan tanpa tahapantahapan tersebut . Penjaringan bibit ternak di pasar hewan, RPH atau tempat pengumpul ternak harus melalui tahapan-tahapan seperti : (i) pendataan ternak yang memenuhi kriteria bibit ternak di pasar hewan, untuk ternak betina produktif di RPH dan bibit pejantan di tempat pengumpul ternak, (ii) pemeriksaan status reproduksi, dan (iii) pemeriksaan kesehatan hewan . Dalam pola ini perhatian utama adalah jaminan kesehatan hewan, terutama harus bebas penyakit-penyakit yang sangat berbahaya seperti Brucellosis, IBR, SE, TBC, dan lain sebagainya . Model penjaringan calon bibit sapi perah di masyarakat harus memenuhi syarat, di antaranya : (i) memiliki recording yang menunjukkan mempunyai silsilah sampai dua generasi di atasnya untuk bibit dasar dan bibit induk, serta satu generasi untuk bibit sebar, (ii) bebas dari penyakit menular, (iii) tidak memiliki cacat fisik, alat reproduksi normal, bentuk tubuh ideal, struktur kaki dan kuku kuat, dan (iv) sebaiknya tanduk didehorning. Kriteria 8
yang digunakan untuk produksi susu bibit dasar adalah > 6000 kg, bibit induk yaitu 5000 - 6000 kg, dan bibit sebar yakni 4000 - 5000 kg dengan kadar lemak sebesar 3,5% . Standar ini perlu ditinjau kembali, karena kenyataan di lapang menunjukkan ratarata produksi susu hanya sekitar 3000-4000 kg/Iaktasi, dengan standar deviasi sekitar 500-600 kg .
Saat ini proses seleksi sapi dara untuk tujuan replacement masih berdasarkan pada performans, walaupun peternak telah memperhatikan produksi, silsilah atau kualitas tetuanya . Biasanya intensitas seleksi pada sapi betina sangat rendah, dan culling hanya dilakukan pada sapi betina yang cacat, sakit, majir atau tidak mempunyai performans yang balk . Peningkatan mutu genetik dilakukan melalui perkawinan . dengan pejantan berkualitas, yaitu dengan memanfaatkan semen produksi B/BIB yang berasal dari hasil seleksi di dalam negeri . Adanya mutasi sapi yang sangat dinamis, kegiatan penjaringan bibit memerlukan dukungan sistem identifikasi dan rekording yang balk dan konsisten, misalnya dengan menggunakan sistem identifikasi sapi perah Indonesia (SISI) . Penjaringan bibit melalui kontes peternak untuk Iangkah awal mendorong merupakan memperhatikan kegiatan pembibitan atau usaha rearing, walaupun dalam pelaksanaannya secara terus menerus memerlukan perbaikan dan penyempurnaan .
Perbaikan mutu genetik dan peningkatan jumlah bibit betina sapi perah diprogramkan oleh Pemerintah melalui (i) percepatan peningkatan populasi bibit sapi perah di UPT/UPTD melalui seleksi, inseminasi buatan dan embryo transfer, dan (ii) pengembangan sentra pembibitan sapi perah di luar Pulau Jawa, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali dan Gorontalo . Oleh karena itu perlu ada keterkaitan atau sinkronisasi program pembibitan antara UPT Perbibitan pusat dan daerah 9
seperti BBPTU Baturraden, BET Cipelang serta B/BIB Singosari dan Lembang, yang kemudian dibarengi dengan kerjasama dengan peternak, swasta dan koperasi . Pemerintah Pada tahun anggaran 2006, telah mengalokasikan dana dekonsentrasi bantuan bibit sapi perah sebagai program aksi perbibitan sejumlah Rp . 2,05 Milyar untuk lima kelompok/paket peternak di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan . Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan skala usaha peternakan sapi perah yang ekonomis dengan skala 7 - 10 ekor sapi induk laktasi per peternak . Pada TA 2008, Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan usaha pembibitan sapi perah di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa dengan total anggaran sebesar 1,2 Milyar untuk empat kelompok/paket peternak di Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung dan Jawa Timur . Pelaksanaan program ini harus dimonitor dengan balk kemudian dievaluasi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja di masa yang akan datang . Program Pemerintah yang dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan bibit sapi perah, di antaranya adalah : (i) peningkatan mutu genetik ternak melalui perbaikan kinerja pelayanan IB, meliputi penyediaan semen berkualitas, penyediaan sarana peralatan dan pelatihan inseminator mandiri ; (ii) pengembangan sexing semen untuk meningkatkan kelahiran pedet betina, (iii) percepatan produksi bibit melalui uji Zuriat sapi perah nasional guna menghasilkan bibit pejantan unggul yang sesuai dengan kondisi dan agroklimat di Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan impor, (iv) optimalisasi BBPTU Sapi Perah Baturraden dan BET Cipelang untuk menghasilkan bibit unggul, (v) peningkatan aplikasi embryo transfer dan IB dengan menggunakan semen beku impor di BBPTU Sapi Perah Baturraden dan stakeho/ders, (vi) peningkatan populasi sapi perah melalui impor bibit sapi dara bunting, (vii) mendorong 10
swasta dan masyarakat untuk melakukan kegiatan pembibitan sapi perah, (viii) memfasilitasi dan mempersiapkan kegiatan rearing unit dan terus mendorong program SISI sebagaimana yang telah berjalan di beberapa KUD di Jawa Barat, (ix) melaksanakan program penjaringan sapi perah betina produktif, (x) sosialisasi penerapan good breeding dan good health practices terutama pada peternakan rakyat, (xi) mengintensifkan kerjasama dengan luar negeri seperti Jepang (JICA), New Zealand dan Australia, serta (xii) merealisasikan program kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) sebanyak 200 ribu ekor selama lima tahun (2009-2013) . Untuk menjamin penyediaan pejantan unggul (elite bull) yang berasal dari dalam negeri, kegiatan progeny testing atau uji zuriat perlu dilakukan secara berkesinambungan . Program uji zuriat ini dapat diperkaya dengan informasi tambahan dari sapi betina dari saudara tiri calon pejantan, agar EBV dapat diketahui lebih cepat . Aplikasi MAS atau teknologi genetika molekuler secara terbatas dapat dilakukan, untuk menambah informasi tentang kualitas bull yang dimanfaatkan B/BIB . Dalam pelaksanaan progeny testing diperlukan kerjasama yang balk diantara seluruh pengemban kepentingan, balk UPT Pemerintah (BBPTU Sapi Perah, BET, B/BIB, UPTD, dan lain sebagainya), Koperasi, Swasta, Peternak, dan para pakar . Perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan ini harus terus menerus dilakukan, serta dipertajam dengan menggunakan metode, sistem, parameter dan pisau analisa yang lebih balk dan tepat . Nilai EBV calon pejantan dapat memanfaatkan informasi dari saudara tiri atau tetuanya, selain dengan menggunakan data produksi anakanaknya . Untuk Iebih memantapkan kualitas pejantan terseleksi, penggunaan marker assisted selection (MAS), quantitative traits locy (QTL) atau teknologi molekuler lainnya dapat dilakukan sesuai rekomendasi hasil penelitian yang telah ada . I1
IB dan embryo transfer (ET) adalah sebagai alat (too/) untuk mempercepat peningkatan mutu genetik . Hasil seleksi atau response to selection (R) merupakan hasil perkalian antara intensitas seleksi (i) , nilai heritabilitas (h 2), keragaman genetik dari populasi (S); dibagi dengan interval generasi (L) . Oleh karena itu pemanfaatan teknologi ini harus dilakukan secara hatihati dan selektif, untuk menghindari terjadinya inbreeding atau pelandaian peningkatan mutu genetik (plateau) . Teknik IB dan ET ini secara cepat dapat menurunkan keragaman sapi dalam suatu populasi, sehingga penggunaan pejantan di B/BIB harus lebih variatif atau kekerabatannya cukup jauh . Aplikasi teknologi sexing sperma, IVM/IVF, serta teknik-teknik Iainnya harus tetap memperhatikan efisiensi, akurasi, dan efektifitas dengan sasaran akhir adalah keuntungan peternak yang maksimal .
12
PROGRAM REARINGSAPI PERAH Pemeliharaan pedet sampai menjadi dara slap kawin atau bunting harus sesuai kebutuhan gizinya, terutama kebutuhan akan protein, energi dan vitamin . Penggunaan bahan pakan lokal dengan aplikasi teknologi inovatif merupakan keharusan agar diperoleh efisiensi yang tinggi dalam menghasilkan sapi dara yang berkualitas . Oleh karena itu usaha rearing harus benarbenar memahami dasar-dasar ilmu nutrisi dan pemeliharaan ternak yang baik (good farming/breeding practices). Pakan dalam usaha sapi perah merupakan hal yang sangat krusial selain masalah bibit, karena biaya pakan mencapai sekitar 70% dari biaya produksi . Oleh karena itu pemanfaatan sumber pakan lokal sebagai sumber serat, energi dan protein adalah suatu keharusan yang didukung dengan aplikasi teknologi inovatif dalam hal feed management, feeding strategy, feed enrichment, dan pengembangan feed bank. Penyediaan energi merupakan masalah yang paling dominan, karena rumput sebagai sumber hijauan yang utama pada sapi perah memiliki kandungan energi yang rendah . Terdapat empat masa kritis dalam pemeliharaan sapi perah, yaitu : (i) masa kritis pertama saat pedet masih menyusui, (ii) masa kritis kedua adalah saat lepas sapih, (iii) masa kritis ketiga yaitu scat pembuntingan, dan (iv) masa kritis keempat adalah saat produksi . Pada masa kritis pertama, pedet cukup diberi susu sebanyak 4 I/hari, konsentrasi dengan TDN 80 dan protein 21% . Pada saat lepas sapih, harus diberi leguminosa sebanyak 60% dari hijauan yang diberikan . Kekurangan TDN dapat dipenuhi dari konsentrat, yang idealnya adalah 60% dari total ransum . Konsentrat harus mengandung protein sebesar 13,5% dan energi sebanyak 75% . Penggunaan jerami fermentasi dapat
13
menggantikan penggunaan rumput mempengaruhi kinerja produksi .
sebesar
100%
tanpa
Penanaman hijauan pakan ternak dapat dilakukan secara terintegrasi (tumpang sari) dengan kehutanan, perkebunan atau tanaman lainnya . Sistem ini juga dapat membantu dalam mengatasi soil and water conservation. Pola integrasi food feed system atau crop livestock system dengan pendekatan zero waste dan zero cost seperti yang direkomendasikan Puslitbang Peternakan dan diaplikasikan PT . LHM-Solo dapat dijadikan acuan . Pengembangan tanaman leguminosa, termasuk legume tree, maupun pemanfaatan limbah dari tanaman kacangkacangan sangat dianjurkan untuk mengurangi biaya pakan . Feed enrichment dapat dilakukan secara fisik (pencacahan), kimiawi (amoniasi), biologis (fermentasi) maupun kombinasi ketiganya . Dalam hal ini yang terpenting adalah efektif dan efisien . Dalam kawasan atau kondisi tertentu penanaman hijauan pakan ternak secara terintegrasi dengan tanaman kehutanan dan perkebunan sangat dianjurkan, karena akan menjamin pasokan sumber serat bagi sapi . Pola tumpang sari ini diharapkan akan menjadi alternatif dalam mengatasi run off dan soil and water conservation, mengurangi penjarahan hutan, pembukaan lapangan kerja, serta menjaga kelestarian Iingkungan . Konsep tiga strata yang diintroduksikan oleh Prof. Nitis masih sangat relevan untuk dikembangkan, khususnya di daerah dataran tinggi .
14
KELEMBAGAAN DAN DUKUNGAN KEBIJAKAN PADA USAHA SAPI PERAH
Kelembagaan koperasi menjadi sangat penting dalam usaha sapi perah . Penerapan good cooperative governance dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya menjadi koperasi yang berdayasaing . Hal ini menuntut adanya perubahan AD/ART sesuai kebutuhan anggota, pelaksanaan rapat anggota tahunan yang disiplin, pemilihan pengurus dan pengawas one member one vote, jabatan pengurus dan pengawas dibatasi selama tiga periode, penerapan prinsip-prinsip dan pendidikan perkoperasian yang benar, penerapan sistem tenaga kerja sesuai UU ketenagakerjaan, serta penerapan job description dan prosedur operasional yang standar . Mensejahterakan anggota melalui pelayanan prima dalam industri persusuan dengan manajemen yang berkomitmen serta meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan, pemberdayaan sumberdaya manusia serta kemitraan yang strategis merupakan misi koperasi susu yang mandiri dan tangguh . Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU), Lembang telah mengubah namanya menjadi Koperasi Peternak Sapi Perah Jawa Barat dengan berbagai prestasi yang telah diperolehnya. Salah satu program yang sangat membantu terhadap evaluasi kinerja KPSBU adalah SISI dengan menggunakan ear tag berdasarkan kode wilayah . Memanfaatkan teknologi informasi, saat ini telah berkembang program SISI ver 2 .0 yang mampu mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan hewan, reproduksi, mutasi dan vaksinasi dari masing-masing individu sapi yang dimiliki peternak . Informasi ini menjadi dasar 15
evaluasi keberhasilan kinerja kerja dari sapi tersebut selama periode laktasi . Hasil evaluasi akan dipergunakan sebagai kriteria dalam menentukan insentif kerja, bahan penyempurnaan/perbaikan dan mengantisipasi langkah ke depan yang harus dilakukan . Akan tetapi perlu dilengkapi dengan catatan produksi susu setiap individu sapi laktasi yang diambil contohnya setiap bulan . Koperasi ini jugs sedang merintis program dengan pendekatan kawasan yang disebut Pola Kawasan Peternakan 100-100-1000-10 .000 di Petak 3 Blok Batu Koneng, desa Puserjaya, kecamatan Teluk Jambe, kabupaten Karawang . Pola ini didasari atas permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah, yaitu terbatasnya lahan untuk penanaman rumput sebagai sumber pakan utama . Pola ini merupakan konsep peternakan masa depan dengan 100 orang peternak pada kawasan seluas 100 Ha dengan 1000 ekor sapi yang mampu menghasilkan susu sebanyak 10.000 liter dalam suatu kawasan . Kerjasama dengan Perum PT . Perhutani diharapkan dapat memperoleh sumberdaya lahan sebagai modal dasar pola kawasan ini . Terkait dengan strategi penjaringan calon bibit sapi perah, pola ini mampu menghasilkan bibit sapi perah unggul dan teridentifikasi silsilah keturunannya, sehingga dapat menghasilkan produk susu sesuai dengan harapan . Keuntungan lain dari penerapan pola ini adalah : (i) rumput tersedia dengan jarak yang dekat sehingga biaya pengadman rumput relatif murah, (ii) kepemilikan jumlah ternak sapi dapat ditingkatkan, (iii) peternak mempunyai lebih banyak waktu untuk mengamati usaha sapinya, (iv) biaya operasional menjadi relative rendah, (v) kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman rumput, (vi) kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi melalui pemanfaatan biogas, dan (vii) mampu melakukan unit pemasaran sendiri sehingga terbebas dari kolektor susu . 16
Untuk meningkatkan pendapatan atau nilai tambah petani, koperasi peternakan sapi perah harus mampu mengembangkan kegiatan atau usaha yang Iebih ke hilir, misalnya pengolahan susu . Pemasaran susu secara langsung kepada konsumen juga sangat membantu dalam meningkatkan nilai tambah dan pendapatan peternak . Selain itu peternak juga harus mengolah hasil samping yang saat ini mungkin masih dianggap Iimbah, yaitu mengolah kotoran dan urine sapi menjadi kompos atau memanfaatkannya sebagai biogas . Langkah ini diharapkan akan memberi tambahan pendapatan yang dapat dipergunakan untuk menutup sebagian (besar) biaya produksi . Di PT LHM-Solo misalnya, pengolahan kotoran dan urine ini telah mampu menutup seluruh atau sebagian besar biaya pakan sapi . Dukungan permodalan berupa kredit berjangka panjang dengan bunga rendah untuk meningkatkan skala usaha adalah sangat penting . Namun hal ini jangan sampai kontra produktif, karena tidak diimbangi dengan penyediaan sapi dara berkualitas . Permintaan bibit yang tinggi menyebabkan harga sapi meningkat tajam, sehingga kredit dengan bunga rendah hampir tidak bermanfaat, karena jumlah pinjaman untuk membeli bibit sapi semakin besar.
17
UPAYA TINDAK LANJUT Berdasarkan uraian dan hasil diskusi tersebut di atas, maka untuk menjawab tantangan dan merebut peluang usaha pengembangan sapi perah nasional dan memperkuat kemandirian pangan (susu) di dalam negeri, beberapa tindak lanjut sebagai program aksi sangat diperlukan . Hal tersebut di antaranya adalah : 1 . Ketersediaan bibit pejantan unggul (elite bulb untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas sapi perah di Indonesia menjadi hal yang mutlak harus diperhatikan . Pejantan unggul yang ada di B/BIB sebagian berasal dari impor, sehingga diperlukan upaya untuk dapat mengurangi ketergantungan pada impor tersebut . Guna menjamin penyediaan pejantan unggul (proven bulb yang berasal dari dalam negeri antara lain : (a) pelaksanaan kegiatan progeny testing atau uji zuriat dilakukan secara berkesinambungan, (b) perbaikan pelaksanaan progeny testing dengan mengaplikasikan atau menggunakan beberapa metode dan sistem yang tepat seperti estimated breeding value (EBV), marker assisted selection (MAS), quantitative traits locy (QTL), BULP dan sebagainya, serta (3) kerjasama dan sinergisme program yang baik antara BBPTU Sapi Perah Baturraden, BET, dan B/BIB, serta Koperasi dan Swasta . 2 . Guna menjamin ketersediaan bibit sapi perah betina yang berkualitas sebagai replacement atau untuk menambah populasi sapi betina produktif dapat dilakukan dengan penjaringan melalui kontes ternak, yang merupakan langkah awal dalam upaya memasyarakatkan sistem rearing, pencatatan dan identifikasi ternak . Sosialisasi
18
Sistem Identifikasi Sapi perah Indonesia (SISI) kepada peternak perlu dilakukan secara luas, sehingga kegiatan penjaringan tidak hanya berdasarkan phenotipik sapi tetapi dibarengi dengan informasi nilai pemuliaan sapi . 3 . Program pembesaran pedet sampai menjadi sapi dara slap kawin (rearing) harus menerapkan good farming/breeding practices. Aspek kesehatan hewan dan pakan harus menjadi aspek yang benar-benar diperhatikan, sehingga sapi dapat mengekspresikan potensi genetiknya secara optimal . Untuk meningkatkan jumlah sapi betina yang dihasilkan dalam program rearing dapat dilakukan penelitian dan pengembangan dengan teknologi modern seperti multiple ovulation and embryo transfer (MOET), twinning dengan menggunakan teknik splitting, duplet, serta sinergisme antara teknik IB dan ET, disamping pemantapan teknologi semen sexing yang harus terus disempurnakan . 4 . Peningkatan penyediaan pakan sumber serat yang mengandung protein tinggi seperti 'rendeng' (jerami kacang tanah) perlu dilakukan sehingga kadar protein kasar dalam konsentrat tidak terlalu tinggi . Hal lain yang dapat dilakukan antara lain dengan pemanfaatan sumber bahan pakan lokal melalui : (a) penanaman tanaman pakan (legume) secara tumpang sari/aplikasi tiga strata, (b) pemanfaatan penyimpanan limbah tanaman pangan (pembuatan silage dan hay), serta (c) feed enrichment. Pengalaman PT LHM-Surakarta dapat dijadikan perah berbasis percontohan dalam industri sapi sumberdaya lokal dengan menerapkan prinsip zero waste dan zero cost. 5 . Penyediaan pakan sumber energi seperti dedak dan singkong juga diperlukan dalam upaya meningkatkan 19
jumlah mikroorganisme rumen sehingga ternak dapat mencerna serat kasar dengan efisien . Penelitian untuk mencari sumber-sumber bahan baku pakan di lapang perlu ditingkatkan dan diiringi dengan introduksi dan penanaman tanaman pakan ternak di areal kehutanan dan perkebunan . 6. Kelembagaan koperasi menjadi sangat penting dalam usaha sapi perah sehingga upaya perbaikan kelembagaan koperasi juga perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing . Penerapan good cooperative governance (transparansi manajemen) dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan . Koperasi di Lembang (KPSBU-Jawa Barat) dapat dijadikan benchmark untuk mengembangkan kelembagaan usaha sapi perah di Indonesia . 7 . Sosialisasi gerakan intensifikasi minum susu merupakan upaya untuk mendorong peningkatan konsumsi susu masyarakat yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan produksi susu dalam negeri . Gerakan Intesinfikasi Minum Susu Bagi Usia Sekolah (Gerimis Bagus) yang telah dilaksanakan oleh Pemda Sukabumi perlu dicontoh dan diperluas di daerah lain . Gerakan ini dapat dikaitkan dengan bertambahnya anggaran pendidikan yang telah mencapai 20% dari total APBN . 8 . Industri pengolahan susu skala kecil yang didukung oleh gabungan beberapa koperasi juga perlu terus didorong, agar dapat menampung seluruh produksi susu peternak sapi perah dan mengurangi ketergantungan kepada industri pengolahan susu (IPS) . Berbagai produk olahan harus terus dikembangkan, sekaligus dibarengi dengan strategi pemasaran yang lebih balk .
20
9. Ketersediaan kredit murah yang berlimpah tanpa dibarengi dengan ketersediaan bibit sapi perah berkualitas justru akan merugikan peternak, karena harga sapi dara bunting meningkat sangat tajam, dapat mencapai 150-200% dari harga normal . Hal ini menyebabkan kredit murah menjadi tidak bermakna, karena nomimal kredit menjadi hampir dua kali dari yang semestinya . Oleh karenanya pengadaan sapi betina produktif harus menjadi prioritas, seiring dengan penyediaan kredit murah jangka panjang .
21
MATRIKS RENCANA TINDAK STRATEGI PENJARINGAN CALON BIBIT SAPI PERAH
Rencana Tindak
Keluaran
Sasaran Waktu
Penanggung 3awab
I. UPAYA PENINGKATAN KETERSEDIAAN BIBIT SAPI PERAH 1 . Pelaksanaan penjaringan calon bibit sapi perah melalui kontes ternak
Terjaminnya 2009-2012 Perguruan ketersediaan bibit Tinggi, sapi perah Puslitbangnak, berkualitas yang DitjenNak ada di Koperasi masyarakat
2 . Pelaksanaan kegiatan progeny testing atau uji zuriat secara berkesinambungan dan perbaikannya melalui metode EBV, MAS dan QTL
Peningkatan produktivitas sapi perch guna meningkatkan produksi susu
2009-2012 Perguruan Tinggi, Puslitbangnak, DitjenNak
3 . Fasilitasi dan dukungan sistem identifikasi dan recording sapi perah yang baik dan konsisten
Tercatatnya silsilah atau kualitas sapi perah untuk menentukan performans produksi
2009-2012 Ditjenak, Koperasi
4 . Kerjasama dan sinergisme program yang baik antara UPT/UPTD Perbibitan
Mengurangi ketergantungan pada impor bibit sapi perah
2009-2015 Pemprov, Pemkab, DitjenNak
22
II . PROGRAM REARING SAPI PERAH 1 . Penerapan good farming/breeding practices m e I a I u i peningkatan penyediaan pakan sumber serat 2 . Penelitian dan introduksi sumbersumber bahan baku pakan
Meningkatnya 2009-2012 BUMN/swasta jumlah populasi Kelompok pedet sampai peternak menjadi sapi dara Koperasi slap kawin Ditjenak
3 . Peningkatan kerjasama dengan PT. Perhutani dan instansi lain dalam upaya perluasan tanaman pakan ternak
Terjamin 2009-2012 Pemprov, kontinuitas pakan Pemkab, sepanjang tahun Ditjenak, Departemen Kehutanan Koperasi
Alternatif bahan baku pakan yang prospektus
2009-2012 Puslitbangnak, Perguruan Tinggi
III . KELEMBAGAAN DAN DUKUNGAN KEBIJAKAN 1 . Perbaikan kelembagaan koperasi berasaskan good cooperative governance
Kesesuaian struktur organisasi koperasi sesuai kebutuhan
2009-2010 Ditjenak, Koperasi
2 . Sosialisasi gerakan intensifikasi minum susu bagi usia pertumbuhan
Meningkatnya konsumsi susu nasional yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa
2009-2015 Deptan, Depkes, Depdiknas, Pemkab, Pemprov
23
3 . Dukungan kebijakan subsidi bunga kredit komersial (6%)
24
Swasta/BUMN yang tertarik untuk mengembangkan usaha sapi perah
2009-2015 Swasta/BUMN Perbankan, Pemprov, Pemkab,
DAFTAR BACAAN Adiarto . 2008 . Konsep model penjaringan calon bibit sapi perah di masyarakat . Makalah dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah . Yogyakarta, 18 Oktober . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada . Bahri,
S. 2008 . Program Pemerintah dalam mengatasi kekurangan bibit sapi perah . Makalah dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah . Yogyakarta, 18 Oktober . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada .
Direktorat Jenderal Peternakan . 2007 Buku Statistik Peternakan . Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta . Inonu, I . 2006 . Rencana Tindak Program Menuju Kecukupan Daging Sapi Tahun 2010 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor . Inounu,
I. 2008 . Dukungan kebijakan publik dalam pengembangan usaha sapi perah . Makalah dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah . Yogyakarta, 18 Oktober . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada .
25
Setiadi, D. 2008 . Profil KPSBU dan model industri peternakan sapi Makalah perah rakyat pola 100-100-1000-10000 . dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah . Yogyakarta, 18 Oktober. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada . Setiawati, T . Revitalisasi agribisnis sapi perah yang berdayasaing dan ramah Iingkungan . Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020 . Jakarta, 21 April 2008 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia . Soeharto . 2008 . Program rearing sapi perah rakyat : harapan dan kendala . Makalah dipresentasikan pada Lokakarya Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah . Yogyakarta, 18 Oktober . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada .
26
TIM PERUMUS
1 . Prof. (R) . Dr. Kusuma Diwyanto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 2. Prof. (R) Dr . Sjamsul Bahri, Sekretaris Direktorat Jenderal, Jakarta 3 . Prof. (R) Dr . Subandriyo, Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor 4. Dr . Adiarto, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 5. Dr. Ismeth Inounu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 6. Dr . Atien Priyanti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 7. Ratna A . Saptati, SPt ., MS ., Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor
27
LAM PIRAN
KONSEP MODEL PENJARINGAN BIBIT SAPI PERAH DI MASYARAKAT Adiarto Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta RINGKASAN
Penyediaan bibit sapi perah menjadi bagian yang sangat dalam kegiatan usaha sapi perah secara berkesinambungan . Penyediaan calon induk sebagai replacement dengan kualitas genetik yang lebih balk dari ternak sebelumnya, dapat dilakukan sesuai dengan kaidah peternakan yang progresif . Penjaringan bibit ternak merupakan kegiatan unuk memperoleh bibit ternak yang terbaik dari ternak yang telah memenuhi persyaratan teknis minimal atau standar mutu yang telah ditetapkan melalui seleksi atau pengujian . Bibit dapat diperoleh dari peternak/kelompok ternak, pemenang kontes ternak, pasar hewan/RPH atau tempat pengumpulan ternak . penting
Pada kenyataannya hal diatas sulit dilakukan oleh peternak rakyat, akibat adanya persyaratan yang ketat, sehingga sebagian besar pedetnya belum dapat dikatakan mempunyai kualifikasi sebagai bibit . Model penjaringan calon bibit sapi perah di masyarakat harus memenuhi syarat diantaranya : (i) memiliki recording yang menunjukkan mempunyai silsilah sampai dua generasi di atasnya untuk bibit dasar dan bibit induk, serta satu generasi untuk bibit sebar, (ii) bebas dari penyakit menular, (iii) tidak memiliki cacat fisik, alat reproduksi normal, bentuk tubuh ideal, struktur kaki dan kuku kuat, dan (iv) sebaiknya tanduk didehorning. Kriteria yang digunakan untuk produksi susu bibit dasar adalah > 6000 kg, bibit induk yaitu 5000 - 6000 kg, dan 31
bibit sebar yakni 4000 - 5000 kg dengan kadar lemak sebesar 3,5% . Standar ini perlu ditinjau kembali, karena kenyataan di lapang menunjukkan rata-rata produksi susu hanya sekitar 30004000 kg/laktasi, dengan standar deviasi sekitar 500-600 kg . Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha pembibitan melalui koperasi antara lain : (1) Sosialisasi terhadap konsep perbibitan sesuai dengan peraturan yang ada dan persyaratan yang harus dipenuhi, (2) Penyiapan calon foundation stock yang akan dikelola sebagai penghasil bibit dengan memperhatikan tersedianya rekording dan silsilah, (3) Melakukan surveilans secara terprogram terhadap beberapa penyakit strategis, dan (4) Menyiapkan tenaga pengawas bibit ternak dari dinas peternakan dan melakukan fungsi pengawasan di lokasi pembibitan . Untuk mempercepat dan meningkatkan produksi bibit nasional melalui program yang terstruktur, maka optimalisasi fungsi dari beberapa institusi perbibitan yang terkait seperti BBPTU-SP Baturraden, BET Cipelang, BBIB/BIB Singosari/Lembang perlu ditingkatkan peran dan kapasitas produksinya .
32
PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEKURANGAN BIBIT SAPI PERAH Sjamsul Bahri Sekretaris Ditjen Peternakan, Jakarta RINGKASAN
Populasi sapi perah di Indonesia berjumlah 377 ribu ekor (tahun 2007), dengan jumlah peternak sekitar 120 ribu orang . Potensi pengembangan ternak perah di luar Jawa cukup besar, apalagi saat ini barn 30% kebutuhan susu dalam negeri yang mampu dipenuhi dari produksi domestik sedangkan sisanya dipenuhi dari impor . Saat ini telah tumbuh sentra baru produksi susu, antara lain Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Sulawesi Selatan dan Bali . Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah antara lain : (i) keterbatasan lahan hijauan pakan, (ii) skala usaha yang belum ekonomis (3-4 ekor/KK), (iii) terbatasnya bibit ternak, (iv) tingginya kasus penyakit reproduksi terutama mastitis, brucellosis, IBR, BVD, (v) penyediaan modal dari pemerintah belum dapat dimanfaatkan oleh peternak/koperasi, serta (vi) harga susu segar DN sering tidak stabil dan cenderung tidak berpihak pada peternak . Strategi pembibitan sapi perah yang dilakukan oleh pemerintah meliputi peningkatan mutu bibit, peningkatan jumlah bibit dan optimalisasi kelembagaan dan SDM perbibitan . Program Pemerintah yang dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan bibit sapi perah, di antaranya adalah : (i) peningkatan mutu genetik ternak melalui perbaikan kinerja pelayanan IB, meliputi penyediaan semen berkualitas, penyediaan sarana peralatan dan 33
pelatihan inseminator mandiri ; (ii) pengembangan sexing semen untuk meningkatkan kelahiran pedet betina, (iii) percepatan produksi bibit melalui uji Zuriat sapi perah nasional guna menghasilkan bibit pejantan unggul yang sesuai dengan kondisi dan agrokiimat di Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan impor, (iv) optimalisasi BBPTU Sapi Perah Baturraden dan BET Cipelang untuk menghasilkan bibit unggul, (v) peningkatan aplikasi embryo transfer dan IB dengan menggunakan semen beku impor di BBPTU Sapi Perah Baturraden dan stakeho/ders, (vi) peningkatan populasi sapi perah melalui impor bibit sapi dara bunting, (vii) mendorong swasta dan masyarakat untuk melakukan kegiatan pembibitan sapi perah, (viii) memfasilitasi dan mempersiapkan kegiatan rearing unit dan terus mendorong sistem identifikasi sapi perah Indonesia (SISI) sebagaimana yang telah berjalan di beberapa KUD di Jawa Barat, (ix) melaksanakan program penjaringan sapi perah betina produktif, (x) sosialisasi penerapan good breeding dan good health practices terutama pada peternakan rakyat, (xi) mengintensifkan kerjasama dengan luar negeri seperti Jepang (JICA), New Zealand dan Australia, serta (xii) merealisasikan program kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) sebanyak 200 ribu ekor selama lima tahun (2009-2013) .
34
PROGRAM REARINGSAPI PERAH RAKYAT : HARAPAN DAN KENDALA Suharto Presiden Direktur PT Lembah Hyau Farm, Solo RINGKASAN
Problem nutrisi menjadi kendala utama dalam usaha sapi perah . Critical nutrients pada sapi perah pada umumnya adalah penyediaan energi, protein, vitamin A, kalsium dan fosfor . Penyediaan energi merupakan masalah yang paling dominan, karena rumput sebagai sumber hijauan yang utama pada sapi perah memiliki kandungan energi yang rendah . Terdapat empat masa kritis dalam pemeliharaan sapi perah, yaitu : (i) masa kritis pertama saat pedet masih menyusu, (ii) masa kritis kedua adalah saat lepas sapih, (iii) masa kritis ketiga yaitu saat pembuntingan, dan (iv) masa kritis keempat adalah saat produksi . Pada masa kritis pertama, penyakit pneumonia dan scour (berak putih) banyak menyerang pedet yang masih menyusu . Pada masa- ini, pedet cukup diberi susu sebanyak 4 1/hari, serta konsentrat dengan kandungan TDN 80 dan protein 21% . Pada saat lepas sapih (BB ± 70 kg), harus diberi leguminosa sebanyak 60% dari hijauan yang diberikan . Kekurangan TDN dapat dipenuhi dari konsentrat, yang idealnya adalah 60% dari total ransum . Konsentrat harus mengandung protein sebesar 13,5% dan energi sebanyak 75% . Penggunaan jerami fermentasi dapat menggantikan penggunaan rumput sebesar 100% tanpa mempengaruhi kinerja produksi .
35
PROFIL KPSBU LEMBANG DAN MODEL INDUSTRI_ PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT POLA 100-100-100010000 Dedi Setiadi Ketua KPSBU Lembang, Jawa Barat RINGKASAN
KPSBU Lembang berdiri pada tahun 1971 dengan jumlah anggota awal 35 orang yang menghasilkan susu sebanyak 650 liter/hari . Koperasi didirikan karena pada saat itu peternak tidak dapat menjual susunya tiap hari dan harga susu dikendalikan oleh kolektor . Saat ini anggota KPSBU berjumlah 6500 orang dengan produksi susu sebanyak 125 ribu kg/hari . KPSBU Lembang berupaya untuk dapat menjadi koperasi yang berdaya saing . Penerapan good cooperative governance dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan merupakan Iangkah-langkah yang telah dilakukan oleh KPSBU . Hal ini menuntut adanya perubahan AD/ART sesuai kebutuhan anggota, pelaksanaan rapat anggota tahunan yang disiplin, pemilihan pengurus dan pengawas one member one vote, jabatan pengurus dan pengawas dibatasi selama tiga periode, penerapan prinsip-prinsip dan pendidikan perkoperasian yang benar, penerapan sistem tenaga kerja sesuai UU ketenagakerjaan, serta penerapan job description dan prosedur operasional yang standar. Disamping itu kerjasama dengan pihak lain juga dijalin seperti dengan Perum Perhutani, PT . Perkebunan, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, pemerintah dan lembaga keuangan .
36
Bidang usaha KPSBU meliputi pemasaran susu segar (IPS, agen dan ritel), pemasaran yogurt dan susu pasteurisasi serta waserda . KPSBU juga selalu berusaha mensejahterakan anggota melalui pelayanan prima dalam industri persusuan dengan manajemen yang berkomitmen serta meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan, pemberdayaan sumberdaya manusia serta kemitraan yang strategis . KPSBU juga sedang merintis program pengembangan usaha peternakan sapi perah dengan pendekatan kawasan yang disebut Pola Kawasan Peternakan 100-100-1000-10 .000 di Petak 3 Blok Batu Koneng, desa Puserjaya, kecamatan Teluk Jambe, kabupaten Karawang . Pola ini didasari atas permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah, yaitu terbatasnya lahan untuk penanaman rumput sebagai sumber pakan utama . Pola ini merupakan konsep peternakan masa depan dengan 100 orang peternak pada kawasan seluas 100 Ha dengan 1000 ekor sapi yang mampu menghasilkan susu sebanyak 10 .000 liter dalam suatu kawasan . Pada kawasan tersebut terdapat rumah peternak, kandang sapi, cooling unit, kebun rumput, pabrik konsentrat mini, mobil operasional dan pengolahan limbah . Keuntungan dari penerapan peternakan sapi perah pola kawasan ini adalah : (i) rumput tersedia dengan jarak yang dekat sehingga biaya pengadaan rumput relatif murah, (ii) kepemilikan jumlah ternak sapi dapat ditingkatkan, (iii) peternak mempunyai Iebih banyak waktu untuk mengamati usaha sapinya, (iv) biaya operasional menjadi relative rendah, (v) kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman rumput, (vi) kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi melalui pemanfaatan biogas, dan (vii) mampu melakukan unit pemasaran sendiri sehingga terbebas dari kolektor susu .
37
DUKUNGAN KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PENGEMBANGAN USAHA SAM PERAH Ismeth Inounu Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor RINGKASAN Upaya pengembangan usaha sapi perah memerlukan dukungan kebijakan dari berbagai pihak, balk pemerintah maupun swasta . Beberapa kebijakan yang diperlukan meliputi kebijakan teknis perbibitan, pakan, kesehatan hewan, kebijakan regulasi, kebijakan sosial ekonomi dan pembiayaan serta kebijakan promosi . Dari aspek perbibitan, kebijakan teknis yang diperlukan antara lain (1) Optimalisasi aplikasi IB dengan menggunakan pejantan unggul, atau proven bull, semen sexing dan hasil progeny testing, (2) Pelaksanaan kontes ternak tingkat propinsi dan nasional secara reguler untuk menseleksi dan mengamankan calon bibit terbaik, (3) Pemanfaatan inovasi MAS dan QTL serta aplikasi transfer embrio (TE), (4) Optimalisasi program rearing guna menghasilkan sapi-sapi dara bunting, serta (5) Penerapan recording menggunakan Sistem Informasi Sapi Indonesia (SISI) . Dengan kebijakan ini diharapkan kebutuhan bibit berkualitas maupun pejantan unggul dapat terpenuhi, penurunan mutu genetik dapat dicegah, akurasi seleksi pejantan untuk memperoleh bibit unggul dapat dipercepat dan ditingkatkan, tersedianya sapi dara bunting untuk ternak pengganti serta terciptanya informasi sapi perah untuk manajemen terkait status reproduksi, penyakit dan mutasi ternak .
38
Aspek penyediaan pakan diperlukan : (1) Penyediaan kawasan tanaman pakan ternak di areal kehutanan/perkebunan (kelapa sawit), (2) Optimalisasi penanaman tanaman pakan ternak, (3) Pemanfaatan limbah pertanian/ perkebunan sebagai sumber bahan pakan, (4) Penerapan standar baku mutu pakan konsentrat serta (5) Pengembangan feeding strategy, feed enrichment dan feed bank. Keluaran yang diharapkan adalah terbentuknya kawasan baru untuk penyediaan pakan, tersedianya hijauan pakan berkualitas dan kontinyu, tersedianya pakan ternak berkualitas melalui inovasi tehnologi, tersedianya pakan konsentrat yang berkualitas serta terwujudnya good farming practices. Kebijakan teknis yang diperlukan terkait dengan aspek kesehatan hewan antara lain : (1) Optimalisasi program vaksinasi dan screening test serta penerapan good farming practices sesuai konsep HACCP dan (2) Optimalisasi pos kesehatan hewan untuk memantau penyakit dan mutasi ternak . Sehingga diharapkan pencegahan dan pengendalian penyakit dapat dilakukan secara tepat dan cepat serta mencegah penyebaran penyakit menular sehingga kualitas susu yang dihasilkan dapat terjaga . Selain kebijakan teknis, diperlukan juga kebijakan regulasi yang meliputi : (1) Pelaksanaan kebijakan tarif impor melalui tarif reduction, tarif harmonisasi (2005-2010) dan tarif simplification (2010-2020), (2) Penerapan verifikasi atau penelusuran teknis
kesehatan dan unsur teknis produksi susu, (3) keringanan tarif impor untuk produk susu sebesar 5% selama 4 tahun dan menambah kapasitas produksi sebesar 30%, serta (4) Koordinasi sinergis lintas sektoral . Diharapkan terciptanya keberlangsungan usaha persusuan dalam negeri sesuai kesepakatan GATT-WTO, pengaturan tata niaga impor dan ekspor produk susu dan daya saing produk susu dalam negeri 39
serta ada persamaan persepsi dalam agribisnis sapi perah antar
stakeholders.
Kebijakan sosial ekonomi dan pembiayaan yang diperlukan meliputi : (1) Pemberdayaan peternak melalui pengembangan kawasan agribisnis, pengembangan model cluster dengan pendekatan kelembagaan, (2) Aksesibilitas peternak terhadap lembaga keuangan/perbankan, (3) Pelatihan dan pendidikan manajemen, (4) Pengembangan industri pengolahan susu pada koperasi serta (5) Pengembangan industri sapi perah melalui program BPLM . Sehingga diharapkan dapat tercipta lapangan kerja, peningkatan kemampuan peternak, pengurangan ketergantungan terhadap IPS, terjaminnya aspek pembiayaan sehingga peningkatan populasi, produksi dan produktivitas sapi perah dapat tercapai . Selain itu jugs masih diperlukan kebijakan promosi berupa sosialisasi minum susu bagi masyarakat, utamanya anak usia sekolah .
40
ISBN : 978-979-8308-98-7
Pusat Penelitian clan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151 Telp . (0251) 8322185, 8322138 Fax . (0251) 8328382, 8380588 E-mail :
[email protected] .id