Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN AIR BERSIH DI KOTA KUPANG DENGAN PENGELOLAAN BERSAMA PDAM Dedy Ch. Rumiyanto dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Email :
[email protected] ABSTRAK Kota Kupang saat ini dilayani oleh 2 unit pengelola Air Bersih yaitu ; PDAM Kabupaten Kupang dan UPTD Pengelolaan Air Bersih Kota Kupang namun pelayanan baru mencapai 46,62% oleh karena itu koordinasi antara pemerintah dalam pengelolaan air bersih di Kota Kupang perlu ditingkatkan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif, yang dirancang untuk dapat menguraikan, menjawab, dan menjabarkan kondisi pelayanan air bersih yang ada. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan metode FGD (focus group discussion) dengan para pengambil keputusan atau unit-unit kerja pemerintahan yang berwenang di bidang pelayanan Air Bersih. Dari hasil analisa disimpulkan pemilihan bentuk kerjasama antar Pemda Kota Kupang dengan Pemda Kabupaten Kupang dalam pengelolaan PDAM adalah joint service agreement dengan bentuk perjanjian dengan sistem Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis (MOU) yang mengatur pembagian asset, maupun pembagian kerja. Dalam pembangian asset PDAM Kota Kupang mendapatkan porsi sebesar 53,45% dengan pertimbangan sumber air baku sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kota Kupang dan sejumlah pelanggan terbesar adalah masyarakat Kota Kupang. Dengan adanya kerja sama antar Pemda Kota Kupang dengan Pemda Kabupaten Kupang tentunya akan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat meliputi : Investasi, jumlah pelanggan, kapasitas produksi, kelembagaan. Kata kunci: pengelolaan air bersih, kerjasama, peningkatkan pelayanan PENDAHULUAN Prasarana untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Kupang saat ini dilayani oleh 2 unit pengelola yaitu ; PDAM Kabupaten Kupang dengan debit air sebesar 286,45 l/dtk sampai dengan akhir tahun 2006 memiliki pelanggan sebanyak 20.864 sambungan rumah (SR) dengan cakupan pelayanan ± 45,51 % atau sebesar 125.184 jiwa dengan asumsi setiap sambungan melayani 6 orang dan UPTD Pengelolaan Air Bersih Kota Kupang dengan debit air sebesar 217,01 l/dtk dengan cakupan baru mencapai ± 1,01 % atau mencakup pelayanan sekitar 2.784 jiwa jadi jika digabungkan antara keduanya maka tingkat pelayanan air bersih di Kota Kupang baru mencakup 46,62% sedangkan jumlah penduduk Kota Kupang tahun 2006 sebanyak 275.066 jiwa. Dengan demikian pelayanan air bersih oleh PDAM Kabupaten Kupang maupun UPTD Pengelolaan Ar Bersih Kota Kupang belum cukup optimal. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya kegiatan masyarakat akan berdampak pada penyediaan kebutuhan masyarakat seperti air bersih. Konsekuensi dari hal itu adalah meningkatnya kebutuhan air, baik untuk memenuhi kebutuhan pokok maupun untuk kegiatan lainnya. Di satu sisi meningkatnya kebutuhan
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
air dihadapkan pada kendala makin terbatasnya sumber air yang ada, di sisi lain akan dapat mengganggu pemenuhan kualitas pelayanan akan kebutuhan terhadap air. Namun disisi lain tanpa melihat pelayanan yang diberikan PDAM Kepada masyarakat, pemerintah Kabupaten Kupang dan pemeritah Kota Kupang mempersoalkan kepemilikan PDAM yang berada diwilayah Administrasi Kota Kupang. Berdasarkan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 maka, kebijakan yang diterapkan sekarang dalam lingkungan PDAM yang menangani pengelolaan air bersih semestinya diberikan hak kepada Pemerintah Kota yang baru dibentuk untuk pemisahan aset dan operasi dari induknya yaitu PDAM Kabupaten. Namun pada kenyataannya pembagian aset PDAM oleh Pemerintah Kabupaten Kupang kepada Pemerintah Kota Kupang tidak dilakukan hal ini tejadi karena sikap birokrat oleh karena itu Pemerintah Kota Kupang membentuk organisasi pegelolaan air sendiri (UPTD Pengelolaan Air Bersih) yang berada dibawah Dinas Kimpraswil Kota Kupang. Koordinasi antara pemerintah dalam pengelolaan air bersih di Kota Kupang perlu ditingkatkan. Sistem batas administrasi (daerah kota misalnya) dan batas teknis (daerah pelayanan) perlu dikaji untuk pencapaian efisiensi dan efektifitas antar program yang dikembangkan oleh masing-masing. Salah satu kendala koordinasi adalah sikap birokrat yang masih melekat pada aparat pemerintahan Kota maupun Kabupaten Kupang. Permasalahannya adalah seberapa besar pengaruh kerjasama pengelolaan Air Bersih terhadap tingkat pelayanan air bersih diKota Kupang. Studi ini perlu dilakukan dalam rangka dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran kepada instansi pemerintah penyedia layanan publik dalam upaya peningkatan pelayanan kepada pelanggan, memberikan pertimbangan bagi pihak manajemen dalam pengambilan keputusan tentang hubungan perbaikan kinerja pelayanan baik pada PDAM Kabupaten Kupang maupun UPTD Pengelolaan Air Bersih Kota Kupang (UPTD PAB). Lukman (1999:11) mengatakan pelayanan adalah kegiatan-kegiatan yang tidak jelas, namun menyediakan kepuasan konsumen dan atau pemakai industri serta tidak terikat pada penjualan suatu produk atau pelayanan lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelayanan adalah suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan orang-orang atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen. Aparat pemerintah sebagai pelayan hendaknya memahami variabel-variabel pelayanan seperti yang terdapat dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik Sespanas LAN yang dikutip Lukman (1999 :140). Variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Pemerintah yang bertugas melayani. b. Masyarakat yang dilayani pemerintah. c. Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik. d. Peralatan atau sasaran pelayanan yang canggih. e. Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan. f. Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asasasas pelayanan masyarakat. g. Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat. h. Perilaku yang terlibat dalam pelayanan dan masyarakat, apakah masing-masing menjelaskan fungsi. Kedelapan variabel tersebut di atas mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini sehingga tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya disesuaikan dengan tuntutan globalisasi. Kerjasama telah dikenal sebagai cara yang untuk mengambil manfaat dari
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ekonomi skala pembelanjaan atau pembelian bersama, misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut, dimana pembelian dalam skala besar atau melebihi “threshold points”, akan lebih menguntungkan dari pada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya overhead cost akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Kerjasama juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan, misalnya dalam pengadaan fasilitas, dimana masing-masing pihak tidak dapat membelinya sendiri. Dengan kerjasama, fasilitas pelayanan yang mahal harganya dapat dibeli dan dinikmati bersama, seperti pusat rekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi, dsb. Kerjasama antar Pemerintah Daerah adalah suatu bentuk pengaturan kerjasama yang dilakukan antar pemerintahan daerah dalam bidang-bidang yang disepakati untuk mencapai nilai efisiensi dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Alasan utama diperlukan kerjasama antara pemerintah daerah adalah agar berbagai masalah lintas wilayah administratif dapat diselesaikan bersama dan sebaliknya agar banyak potensi yang mereka miliki dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Konsekuensinya adalah harus dilakukan pembenahan pemerintahan ditingkat bawah di daerah – suatu bentuk reformasi manajemen publik yang harus diperhatikan pemerintah saat ini, dan tidak semata membenahi macroorganizational capacities di tingkat pusat (Pollit & Bouckaert, 2000:10). Dengan kata lain, pembenahan kemampuan institusi pemerintahanan di bawah pusat sangat diperlukan. Adapun pertimbangan atau alasan-alasan perlunya memperkuat kerjasama dapat dilihat sebagai berikut: Alasan politis: menciptakan pemerintah yang demokratis (egalitarian governance) serta untuk mendorong perwujudann good governance and good society. Alasan administratif: adanya keterbatasan sumber daya pemerintah (government resources), baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen. Alasan ekonomis: mengurangi kesenjangan (disparity) atau ketimpangan (inequity), memacu pertumbuhan (growth) dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas (quality and continuity), serta mengurangi resiko. Bentuk dan metode kerjasama antar Pemerintah Daerah meliputi (1) intergovernmental service contract; (2) joint service agreement, dan (3) intergovernmental service transfer (Henry, 1995). Sementara itu, ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa suatu kerjasama antar Pemerintah Daerah, dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu bentuk perjanjian dan bentuk pengaturan (Rosen, 1993). Bentuk-bentuk perjanjian (forms of agreement) dibedakan atas a. Handshake Agreements, yaitu pengaturan kerja yang tidak didasarkan atas perjanjian tertulis b. Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis. Bentuk “handshake agreements” merupakan bentuk yang banyak menimbulkan konflik dan kesalahpahaman (misunderstanding), sementara bentuk yang tertulis dibutuhkan untuk melakukan program kontrak, kepemilikan bersama, atau usaha membangun unit pelayanan bersama. Hal-hal yang harus diucapkan dalam perjanjian tertulis ini meliputi kondisi untuk melakukan kerjasama dan penarikan diri, sharing biaya, pemeliharaan, skedul, operasi dan aturan kepemilikan sumberdaya bersama, kondisi sewa, dan cara pemecahan konflik. Agar suatu kerjasama dapat berhasil, dibutuhkan prinsip-prinsip umum sebagaimana terdapat dalam prinsip “good governance” (Edralin, 1997). Beberapa prinsip diantara prinsip good governance yang ada dapat dijadikan pedoman dalam melakukan kerjasama antar Pemda yaitu:
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
1. Transparansi. Pemerintahan Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka kerjasama tersebut, tanpa ditutup-tutup. 2. Akuntabilitas. Pemerintah Daerah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan kerjasama, termasuk kepada DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepada para pengguna pelayanan publik. 3. Partisipatif. Dalam lingkup kerjasama antar Pemerintah Daerah, prinsip partisipasi harus digunakan dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan tujuan yang harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, termasuk cara membagi kompensasi dan risiko. 4. Efisiensi. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus dipertimbangkan nilai efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu hasil tertentu, atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang lebih tinggi. 5. Efektivitas. Dalam melaksanakan kerjasama antar Pemerintah Daerah ini harus dipertimbangkan nilai efektivitas yaitu selalu mengukur keberhasilan dengan membandingkan target atau tujuan yang telah ditetapkan dalam kerjasama dengan hasil yang nyata diperoleh. 6. Konsensus. Dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus dicari titik temu agar masing-masing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut dapat menyetujui suatu keputusan. Atau dengan kata lain, keputusan yang sepihak tidak dapat diterima dalam kerjasama tersebut. 7. Saling menguntungkan dan memajukan. Dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah harus dipegang teguh prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai. Prinsip ini harus menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme kerjasama. METODOLOGI Metode studi yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif eksploratif, yang dirancang untuk dapat menguraikan, menjawab, dan menjabarkan kondisi pelayanan air bersih yang ada, berdasarkan pokok-pokok permasalahan penelitian sebagaimana tersebut di atas. Teknik pengumpulan data yang digunakan terutama adalah dengan metode FGD (focus group discussion) dengan para pengambil keputusan atau unit-unit kerja pemerintahan yang berwenang di bidang pelayanan Air Bersih. Disamping itu, digunakan pula beberapa data sekunder untuk menunjang analisis, serta wawancara langsung kepada pihak-pihak yang dipandang perlu. Dari hasil data yang diperoleh akan dilakukan pengkajian terhadap aspek teknis dan aspek pembiayaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam upaya meningkatkan kualitas dan memudahkan pelayanan kepada masyarakat, layanan air bersih dilakukan baik secara pola swastanisasi maupun pola kemitraan antara swasta dengan pemerintah ataupun antar pemerintah. Hal tersebut diperlukan mengingat adanya keterbatasan sebagai berikut: Adanya keterbatasan sumber daya (manusia, dana, sarana /prasarana); Sulitnya mencari sumber air baku baru; Sistem pendistribusian air belum kontinyu selama 24 jam; Tekanan Air yang rendah; Tingginya angka kebocoran dalam sistem perpipaan (unaccounted for water) Pendapatan retribusi/tarif air belum menutupi biaya operasional; Kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam menjaga infrastruktur air bersih masih kurang.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Perkiraan kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk menurut trend pertumbuhan tahun 2006 sekitar 11.410,480 m3/hari dan naik sekitar 4,3 kali lipat atau sebesar 49.078,34 m3/hari pada tahun 2016. Kebutuhan air yang besar tersebut pastinya membutuhkan produksi air yang besar pula. Dari hasil penelitian kebutuhan produksi air bersih untuk Kota Kupang pada Tahun 2016 adalah sebesar 785 l/dtk. Sedangkan produksi PDAM Kabupaten Kupang yang ada saat ini sebesar 286,25 ltr/dtk dan produksi UPTD PAB sebesar 217,01 ltr/dtk berarti terdapat surplus sebesar 281,74 ltr/dtk dengan membutuhkan investasi sebesar Rp. 7.294.259.627,- untuk peningkatan produksi serta mencari sumber air baku baru. Kerjasama pengelolaan air bersih di Kota Kupang sangat diperlukan mengingat keterbatasan sumber air baku yang sampai saat ini sebagian besar merupakan aset dari Pemerintah Kabupaten Kupang. Pemilihan bentuk kerjasama antar Pemda Kota Kupang dengan Pemda Kabupaten Kupang dalam pengelolaan PDAM adalah joint service agreement menurut Henry, 1995 (Joint Management) dengan bentuk perjanjian mengacu pada (Rosen, 1993) yaitu perjanjian kerjasama dengan sistem Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis (MOU) yang mengatur pembagian asset, maupun pembagian kerja. Namun perlu adanya kejelasan perjanjian untuk mengantisipasi munculnya konflik yang makin beragam dan makin kompleks. Dalam membuat nota kesepahaman beberapa item yang dianggap penting adalah: 1. Kedua belah pihak memahami bahwa PDAM bukan semata sebagai sumber PAD namun PDAM hadir untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat. 2. Kedua belah pihak setuju untuk bekerjasama dalam pengelolaan PDAM. 3. Perjanjian kerjasama tersebut diketahui dan disejutui oleh DPRD. 4. Pembagian asset melalui berbagai pertimbangan yang difasilitasi oleh pihak propinsi sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Sedangkan isi daripada perjanjian kerjasama (MOU) lebih menekankan kepada aspek teknis pengelolaan yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Air Bersih
No 1.
Item Maksud Tujuan
2.
Pengelolaan
dan
3.
Kewenangan
Uraian Mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat Meningkatkan kerjasama antar pemerintahan secara harmonis,berkesinambungan, dan menguntungkan Pengelolaan secara bersama dilakukan agar efektif dan efisien Hal-hal yang berkaitan dengan Investasi dan kerjasama dengan pihak ketiga, PDAM diharuskan berkonsultasi dengan kedua Pemerintahan Pihak pengelola PDAM memberikan Laporan secara berkala kepada kedua Pemerintahan Kedua pemerintahan berwenang untuk mengetahui permasalahan pengelolaan pelayanan air bersih Kedua pemerintahan berwenang untuk mempertanyakan penyelesaian masalah pengelolaan pelayanan Kedua pemerintahan dapat membantu masalah terutama yang berkaitan dengan investasi,pengantian pipa,pengembangan jaringan, penambanhan kapasitas pengolaha air, perijinan, pembebasan tanah dan lain-lain. Memberikan fasilitasi yang berkaitan dengan hubungan masyarakat, hukum dan akses kepada instansi pemerintah dari daerah hingga tingkat pusat.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Lanjutan Tabel 1. 4. Pengembangan Rencana pengembangan pelayanan air bersih dari masingPelayanan masing pemerintahan harus diintegrasikan dengan sistem pelayanan yang ada setelah itu hasil pekerjaan di serahkan kepada PDAM Kedua pemerintahan mengalokasi dana untuk peningkatan pelayanan air bersih baik dari APBD, Dana pendamping pemerintah pusat, bantuan luar negeri dan lainnya. Kegiatan studi disiapkan oleh masing-masing pemerintahan dan hasil studi dikoordnasi dengan PDAM. 5. Pemberlakuan Perberlakuan tarif air bersih diusulkan oleh Direksi PDAM Tarif kepada kedua kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dewan pengawas. Dengan adanya perjanjian kerja sama tentunya diikutipula dengan perhitungan pembagian asset PDAM dapat dilihat pada Tabel 2, yang menjadi dasar dalam perhitungan adalah sebagai berikut : Asset Bergerak Asset Tidak Bergerak Sumber Air Jumlah Pelanggan Tabel 2. Perhitungan Pembagian Asset PDAM No
I
Uraian
Jumlah Jumlah
Satuan
%
Porsi 40-30-30
Nilai Asset PDAM Kabupaten Kupang 1. Aktiva Tetap
78,045,625,541.00
Rp.
2. Aktiva Tetap SR
11,381,520,625.00
Rp.
89,427,146,166.00
Rp.
Jumlah Asset Kabupaten Kupang
92.82
40%
37.13
40%
2.87
Kota Kupang 1. Aktiva Tetap Total Asset II
6,917,987,190.00
Rp.
7.18
96,345,133,356.00
Rp.
100.00
67.00
M3
23.59
30%
7.08
217.00
M3
76.41
30%
22.92
Sumber Air (Rata-rata) Kabupaten Kupang Kota Kupang
III
Pelanggan Kabupaten Kupang Kota Kupang Jumlah Total Pelanggan
1,926
Smb
7.80
30%
2.34
22,765
Smb
92.20
30%
27.66
24,691
Smb
100.00
100.00
Porsi Kabupaten Kupang
46.55
Porsi Kota Kupang
53.45
Saran Pembobotan 1. Nilai Asset
40 - 50 %
2. Sumber Air
25 - 35 %
3. Pelangan
20 - 30 %
Kota Kupang mendapatkan bagian sebesar 53,45% dengan pertimbangan sumber air baku sebagian besar berada dalam wilayah administrasi Kota Kupang dan sejumlah pelanggan terbesar adalah masyarakat Kota Kupang . Pembagian asset ini tentunya harus dibicarakan antara kedua belah pihak sehingga tidak terjadi konflik. Dengan adanya kerja sama antara Pemda Kota Kupang dengan Pemda Kabupaten Kupang dalam hal pengelolaan PDAM tentunya akan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat seperti yang terlihat dalam gambar 1 yang menunjukkan
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
kerjasama kedua belah pihak akan berimplikasi terhadap : a. Peningkatan Jumlah Investasi b. Peningkatan Jumlah Pelanggan c. Penambahan Kapasitas Produksi Air d. Kapasitas Kelembagaan Pem Kab. Kupang
Investasi Pelanggan PDAM Produksi Kelembagaan
Pem Kota. Kupang
Gambar 1. Implikasi Kerjasama Pengelolaan PDAM
KESIMPULAN Perkiraan kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk tahun 2006 sekitar 11.410,480 m3/hari dan naik sekitar 4,3 kali lipat atau sebesar 49.078,34 m3/hari pada tahun 2016. Pada tahun 2016 Kota Kupang membutuhkan produksi air bersih sebesar 785 l/dtk. Sedangkan produksi PDAM Kabupaten Kupang yang ada saat ini sebesar 286,25 ltr/dtk dan produksi UPTD PAB sebesar 217,01 ltr/dtk, terdapat surplus sebesar 281,74 ltr/dtk yang membutuhkan investasi sebesar Rp. 7.294.259.627,- untuk peningkatan produksi serta mencari sumber air baku baru. Pemilihan bentuk kerjasama antar Pemda Kota Kupang dengan Pemda Kabupaten Kupang dalam pengelolaan PDAM adalah joint service agreement atau Joint Management dengan bentuk perjanjian dengan sistem Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis (MOU) yang mengatur pembagian asset, maupun pembagian kerja. DAFTAR PUSTAKA Edralin, J.S. 1997. The new local governance and capacity building: A strategic approach. Dalam Regional Development Studies, Vol. 3. Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice –Hall. Kuncoro, Sudirman dan Sampara Lukman. 1999. "Visi, Misi, dan Manajemen Pelayanan Prima". Makalah dalam Lokakarya Strategi Pengembangan Pelayanan Umum di Lingkungan Pemerintah Daerah, Cisarua, Bogor. Mayer, B. 2000. The Dynamics of Conflict Resolution: A practitioner’s guide. San Fransisco: Jossey-Bass.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Utomo, Tri Widodo W., 2004, Regional Development Management In Indonesia Within The Framework of Decentralized Governance (Case Study of The Sumatran Development Forum and The Greater Bandung Regional Development), Ph.D. Pollit, C. & G.Bouckaert. 2000. Public Management Reform: A Comparative Analysis. New York: Oxford University Press. Robbins, S.P. 1990. Organization Theory: Structure, Desain and Applications (Third Edition). Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall, Inc. Rosen, E.D. 1993. Improving Public Sector Productivity: Concept and Practice. London: Sage Publications, International Educational and Professional Publisher.
ISBN : 978-979-99735-4-2 D-7-8