STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU
KOMADIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
Komadin A.153054185
ABSTRACT KOMADIN. Investments Increasing Strategy of Indramayu Regency. Guidance by SRI HARTOYO and DEDI BUDIMAN HAKIM Indramayu is regency that produce Oil and Earth Gas in Indonesian and as main paddy granary for West Java Province. So that the investment in this sectors is a strategic effort. However the investment at both sectors have problem itself. Based from that thing this Region Development Study have intention to know investment developing, analyzing investment competitiveness and make Indramayu Regency investment increasing strategy. Methods that is used in this study is competitiveness analysis by using Porter’s diamond model and AWOT’s model as merging as Strength, Weakness, Opportunity and Threats (SWOT) with Analytical Hierarchy Process (AHP). Data that is used in this study is secondary data which is; economic potency, financially region and Gross Regional Domestic Product. Primary data is perception of investor and expertise about investment competitiveness and priority alternative of increasing investment strategy. The Analysis showing result: First, Indramayu Regency up to year 2000-2005 experience investment decreases. Second, analysis result about investment competitiveness show the priorities factor that most regard Indramayu Regency investment competitiveness alternately which ares strengt factor (0,458), weakness (0,280), opportunity (0,162), and threat (0,100). The most influence priority element of Indramayu Regency investment competitiveness strengths factor alternately which are economy potency (0,351), zona and industrial cluster (0,246), bureaucracy support (0,164), quantity of labour (0,104), strategic position and landmass (0,076), and region culture (0,060). The most influence priority element of Indramayu Regency investment competitiveness weaknesses factor alternately which are low infrastructure quality (0,378), low quality of human capital (0,252), less in promotion (0,160), Indramayu Regency unfoldment (0,115), and regional regulation troublesome (0,115). The most influence priority element of Indramayu Regency investment competitiveness opportunities factor alternately which are development of Jakarta – Cirebon land transportation (0,498), Cirebon’s Samudera Port development (0,367), and Sumedang's Jatigede Weir development (0,135). The most influence priority element of Indramayu Regency investment competitiveness threats factor alternately which are competition with other region (0,443), low banking support (0,387), and slowing publication of minimum standards of service (0,169). Third, from the competitiveness analysis, priority alternative strategy in increasing Indramayu Regency investment alternately which are developing zone and industrial cluster (0,551), developing agroindustry upstream until downstream (0,237), developing institution (0,138), and increasing human capital quality (0,074).
Keywords; Indramayu, Investment, Investment Increasing Strategy.
RINGKASAN KOMADIN. Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan DEDI BUDIMAN HAKIM Pemerintah dan masyarakat berpandangan bahwa investasi berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Untuk memenuhi harapan tersebut sangatlah penting perbaikan daya saing investasi dan perencanaan strategi peningkatan investasi. Bertolak dari hal tersebut maka Kajian Pembangunan Daerah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan investasi, menganalisa daya saing investasi dan membuat strategi peningkatan investasi Kabupaten Indramayu. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah Pertama, Analisis daya saing Kedua, metode SWOT ( Strength, Weekness, Oportunity dan Threath) dan AHP ( Analitycal Hierarchi Proces ). Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yaitu; potensi ekonomi, keuangan daerah dan PDRB dan data Primer merupakan persepsi investor dan informan ahli/Expert tentang daya saing investasi dan alternatif prioritas strategi peningkatan investasi. Hasil Analisis menunjukan bahwa Pertama, Kabupaten Indramayu mengalami penurunan investasi. Data perkembangan realisasi investasi swasta selama periode tahun 2000-2005 sebanyak 14 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 301.170.354.401, meliputi PMDN sebanyak 4 proyek dengan nilai investasi Rp 125.457.596.901, PMA sebanyak 9 proyek dengan nilai investasi USD 20.491.000 dan Non PMA/PMDN 1 proyek dengan nilai investasi Rp 50.000.000.000. Penurunan ini terlihat dari grafik turun naiknya jumlah investasi setiap tahun dan nilai proyek yang menurun. Selanjutnya investor lebih fokus pada industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian dan belum pada sektorsektor lainnya. Kedua, hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan bahwa. Prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu potensi ekonomi (0,351), zona dan kluster industri (0,246), dukungan birokrasi (0,164), jumlah tenaga kerja (0,104), letak strategis dan luas wilayah (0,076), dan budaya daerah (0,060). Prioritas elemen faktor kelemahan yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu kualitas infrastruktur rendah (0,378), kualitas SDM yang rendah (0,252), kurangnya promosi (0,160), pemekaran Kabupaten Indramayu (0,115), dan perda yang bermasalah (0,115). Prioritas elemen faktor peluang yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu pengembangan transportasi darat Jakarta – Cirebon (0,498), pembangunan Pelabuhan Samudera Cirebon (0,367), dan pembangunan Bendungan Jatigede Sumedang (0,135). Prioritas elemen faktor ancaman yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu adanya Persaingan dengan daerah lain (0,443), rendahnya dukungan perbankan (0,387), dan lambatnya penerbitan SPM (0,169). Ketiga, dari analisis daya saing tersebut Prioritas alternatif strategi dalam peningkatan investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu mengembangkan zona dan kluster industri (0,551), mengembangkan agroindustri
hulu sampai hilir (0,237), mengembangkan kelembagaan pelayanan perizinan dan investasi (0,138), dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (0,074). Kata kunci: Indramayu, Investasi, Strategi Peningkatan
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU
KOMADIN
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tugas Akhir : Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu Nama
:
Komadin
NRP
: A 153054185
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc. Anggota
Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S. Ketua
Diketahui,
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr.Ir.Yusman Syaukat M.Ec.
Tanggal Ujian : 9 Juli 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Kajian Pembangunan Daerah yang berjudul Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu dapat diselesaikan. Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Profesional Managemen Pembangunan Daerah di Sekolah Pascasarjanan Institur Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini pula, kami haturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, MS. sebagai Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di program studi Manajemen Pembangunan Daerah. 2 Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS. dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc. sebagai dosen pembimbing yang banyak membimbing dengan memberikan saran, kritik dan masukan terhadap tulisan ini sehingga kajian ini selesai. Sentuhan nilai-nilai akademiknya sangat berarti untuk kemajuan penulis 3 DR. Ir. Yusman Syaukat,M.Ec. sebagai penguji luar komisi dalam ujian akhir 4 Ibunda Warsem, Bapak Tasuni beserta keluarga di Karangbaru dan Mertua Bapak Wardono dan Ibu Maslichah beserta keluarga besar Karangampel yang namanya tertulis dalam hati sanubari penulis, karena berkat doa dan pengabdiannya semoga Allah SWT memberkati mereka 5 Direksi, Komisaris dan Rekan- rekan di PT Bangun Bumi Bersatu, Khususnya Rakanda Sujana Sulaeman yang telah menancapkan akar-akar tradisi berpikir dan strategi bisnis melalui pengembangan kompetensi 6 Kepada guru-guru di Magister Pembangunan Daerah yang telah memberikan teladan dan meletakan dasar-dasar akademik serta mengajarkan untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kerakyatan . Serta rekan - rekan MPD angkatan 2 Bogor yaitu; Ali Alatas, Abdul Naafi, Dadang, Edi Wibowo, Hastuti, Kisman Pangeran, Nana, Yusuf Siregar, Yulia, Yuditia dan Sumaya, semuanya teman belajar, bertoleransi atas perbedaan pikiran dan jaringan sosial. 7 Kepada rakanda Amri Zaman, Pra. Arief Natadiningrat dan Ibu Triyuni Sumartono atas bantuan finansialnya dan responden kami dari Dinas Perizinan dan Penanaman Modal, Bapeda dan responden lainnya yang telah banyak membantu berdiskusi dan memberikan data untuk kepentingan penyusunan kajian ini dan tak bisa dilupakan mas Roby dan Andi yang membantu pengolahan data sehingga data itu menjadi penuh makna Meskipun dalam proses penyusunan Kajian Pembangunan Daerah ini sarat dengan sentuhan-sentuhan nilai akademik dari dosen Pembimbing, namun penulis percaya bahwa kajian ini masih mengandung banyak kekurangan. Semua kekurangan tersebut karena keterbatasan penulis untuk mengelaborasikan dan menterjemahkan arahan dari pembimbing, oleh karena itu segala kekurangan dalam kajian ini merupakan tanggungjawab penulis sepenuhnya. Atas kritik dan saran, sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan kajian ini.
Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada istri dan anak – anak yang telah dengan sabar dan selalu mendorong untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Patimah, Istriku selalu menanyakan kapan diwisuda nich ? Harus diakui, tidak mudah menyelesaikan tugas akhir ini ditengah kesibukan kerja dan membagi waktu dengan keluarga. Untuk kedua pangeran; Fauzan Azhari dan Rachmatullah Sya’bani Sastrapraja. Ayah berterimaksih atas pengertiannya; canda tawa dan keseriusannya merupakan hiburan dan inspirasi yang tiada terkira. Tanpa pengertian semuannya barangkali tugas akhir ini tidak akan selesai. Sebagaimana pesan Sunan Syarief Hidayatullah ”titip masjid lan pakir miskin”. Strategi peningkatan investasi merupakan peta jalan kearah peningkatan pendapatan rakyat, pengurangan kemiskinan dan akhirnya peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan. Dan inilah dzikir para ilmuwan.
Jakarta, Juli 2008
Komadin
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan Jawa Barat pada tanggal 5 Juni 1971, Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Karangbaru 1984. Sekolah menengah di MTsN Luragung tahun 1987. Pada tahun 1987-1990 penulis melanjutkan spendidikan di PGAN Talaga Majalengka. Pada tahun 1991 penulis kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara Unswagati Cirebon hingga mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2003 dan Pada Tahun 2006 penulis memulai pendidikan pasca sarjana di Program Magister Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak Mahasiswa penulis mengikuti kegiatan intra dan ekstrakurikuler di Himpunan Mahasiswa Islam sampai Ketua Umum Cabang Cirebon 1993-1994. Penulis bekerja di PT Bangun Bumi Bersatu sebuah perusahaan infrastruktur yaitu Pembangkit listrik Tenaga Air selain itu penulis aktif sebagai Sekretaris 1 Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Minihudro (APMHI) Penulis menikah dengan Patimah MAg dan mememperoleh dua orang anak, yaitu Fauzan Azhari Lahir 5 Juni 1999 dan Rachmatullah Syabani Sastrapradja lahir 11 Oktober 2004
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
I.
i ii iv v vi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian ............................................................
1 4 9
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Investasi Dalam Pembangunan ........................................ 2.2. Hubungan Investasi dengan Perekonomian Daerah ...................... 2.3. Faktor-Faktor Daya Saing Daerah ................................................ 2.4. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 2.5. Kerangka Pemikiran ......................................................................
10 19 23 32 34
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................... 3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 3.3.1. Analisis Daya Saing ............................................................ 3.3.2. Analisis SWOT dan AHP ................................................... 3.3.3. Metode Perancangan Program ...........................................
38 39 39 40 41 48
II.
IV.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Daerah .................................................................. 4.1.1 Keadaan Penduduk .............................................................. 4.1.2. Ketenagakerjaan .................................................................. 4.1.3. Pendidikan ........................................................................... 4.2. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 4.3. Ekonomi Sektor Unggulan dan Sektor Potensial ............................ 4.4. Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu .................................
49 50 51 54 57 63 68
V.
PERKEMBANGAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 5.1. Perkembangan Investasi Swasta Kabupaten Indramayu ................ 5.2. Perkembangan Investasi Pemerintah Kabupaten Indramayu ........
73 76
VI. ........................................................................................................ A NALISIS DAYA SAING INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 6.1. Analisis Faktor-faktor Internal dan Eksternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu ..................................................................... 6.2. Prioritas Faktor Komponen ............................................................. 6.2.1. Faktor Kekuatan .................................................................. 6.2.2. Faktor Kelemahan ............................................................... 6.2.3. Faktor Peluang .................................................................... 6.2.4. Faktor Ancaman ..................................................................
VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 7.1. Visi dan Misi Kabupaten Indramayu .............................................. 7.2. Alternatif Prioritas Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ....................................................................................... 7.2.1. Mengembangkan Zona dan Kluster Industri ....................... 7.2.2. Mengembangkan Agroindustri Hulu sampai Hilir .............. 7.2.3. Mengembangkan Kelembagaan Pelayanan dan Perizinan Investasi.............. ................................................................. 7.2.4. Mengembangkan Sumber Daya Manusia ...........................
80 86 86 91 98 99
104 106 107 111 118 120
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ..................................................................................... 124 7.2. Saran ............................................................................................. 125 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 127 LAMPIRAN .............................................................................................. 131
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Indikator Ekonomi Kabupaten Indramayu 2000 -2006 ...............................................
12
2.
PDRB Kabupaten Indramayu 2000 – 2006 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Dalam Trilyun Rupiah) ………………… ...................................................................
12
3.
Analisis Kajian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis ..................................
40
4.
Nilai Skala Banding Berpasangan ................................................................................
44
5.
Penduduk Indramayu Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin tahun 2005
51
6.
Penduduk 10 tahun Keatas di Kabupaten Indramayu Menurut Angkatan Kerja dan bukan Angkatan Kerja tahun 2005 ...............................................................................
52
Perusahaan dan Tenaga Kerja yang Dibina Dinas Tenaga Kerja Menurut Jenis Perusahaan di Kabupaten Indramayu ...........................................................................
53
8.
Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas dan Lapangan Pekerjaan Utama ....................
54
9.
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Indramayu tahun 2003 .................................................
55
10. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Kabupaten Indramayu tahun 2005 .................................................
56
11. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenis Pendidikan dan Jenis Kelamin Kabupaten Indramayu tahun 2005 ..............................
56
12. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Menurut Kelompok Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun 2002 -2005 ............................................ ..........................................
58
13. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 tahun 2002 – 2005 tanpa Minyak dan Gas Bumi ............................................
59
14. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Indramayu Tahun 2002 -2005 ……………………………………………………………..... .....................................
63
15. Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor-sektor di Kabupaten Indramayu ...................
64
16. Indeks Derajat Kepekaan (IDK) Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Indramayu .......
65
17. Sektor Unggulan dan Sektor Potensial Berdasarkan IDP dan IDK di Kabupaten Indramayu .....................................................................................................................
67
18. Deskripsi Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu 2001 -2005 ............................................................................................. ..........................................
69
19. Perkembangan Realisasi Investasi Swasta di Kabupaten Indramayu 2001-2006 .......
74
20. Perkembangan Sektor Investasi di Kabupaten Indramayu Tahun 2005........................
75
21. Banyaknya Industri Besar dan Sedang Menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 ................................................................
76
22. Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto Terhadap PDRB Kabupaten Indramayu Tahun 2000 – 20006 ..................................................................................
78
23. Alokasi Pengeluaran APBD Kabupaten Indramayu 2000 – 2006 ..............................
79
7.
24. Analisis Kondisi Internal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu ………………………...................................................................................................
82
25. Analisis Kondisi Ekternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu …………………….......................................................................................................
83
26. Matrik SWOT Strategi Peningkatan Investasi Di Indramayu ………… ......................
85
27. Potensi dan Produksi Minyak Bumi dan Gas di Kabupaten Indramayu ...................
87
28. Sentra Padi di Pulau Jawa Tahun 2004 ........................................................................
88
29. Scope Pengembangan Agricentre Kabupaten Indramayu ………….… ............................
117
30. Matrik Rencana Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu Tahun Anggaran 2008 – 2010.................................................................................................... .. 122
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Indikator Utama Penentu Daya Saing Daerah ..................................................................
26
2.
Kerangka Tahapan Penelitian ..........................................................................................
37
3.
Struktur Hierarki Pembuatan Rencana Strategi Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ........................................................................................................................
47
4.
Prioritas Faktor Komponen Kekuatan Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ......
86
5.
Prioritas Faktor Komponen Kelemahan Peningkatan Investasi Kabupeten Indramayu ...
90
6.
Prioritas Faktor Komponen Peluang Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ........
97
7.
Prioritas Faktor Komponen Ancaman Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ......
99
8.
Prioritas Alternatif Strategis dalam Peningkatan Investasi Kabupaten Indramayu ..........
107
9.
Zona dan Kluster Industri Kabupaten Indramayu ............................................................
111
10. Kawasan Andalan Padi Kabupaten Indramayu ................................................................
113
11. Kawasan Agroindustri Konsentrasi Utara Kabupaten Indramayu ..................................
114
12. Kawasan Agroindustri Konsentrasi Selatan Kabupaten Indramayu .................................
115
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi
masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ekonomi selalu diikuti oleh perubahan dalam struktur, corak kegiatan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk antar daerah dan antar sektor (Kuncoro, 2004). Investasi bertujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi tingginya serta bertujuan menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk
suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut
(Arsyad, 1999). Salah satu indikator yang dijadikan acuan dalam perubahan kinerja perekonomian adalah pertumbuhan ekonomi (economic growth) melalui data
PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto). Selaras dengan perkembangan ekonomi daerah, ruang yang berfungsi sebagai wadah untuk melakukan berbagai kegiatan pembangunan menjadi sangat penting dan perlu diperhatikan. Dalam kaitannya dengan kebijakan pengembangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Indramayu dalam wilayah timur merupakan wilayah utama yang berfungsi sebagai motor penggerak utama kegiatan perekonomian Jawa Barat bagian Timur (Badan Perencanaan Daerah Kab. Indramayu, 1995). Kegiatan utama wilayah ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan sistem perekonomian interregional dan intraregional yaitu kegiatan ekonomi industri, perdagangan dan jasa, pemukiman dan pertanian lahan basah. Oleh karena itu perencanaan tata ruang harus memperhatikan berbagai aspek yang saling berkaitan, di antaranya ialah aspek keruangan, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek lingkungan hidup serta aspek prasarana dasar dan fasilitas umum.
Tujuan ekonomi menurut aspek kewilayahan yaitu mewujudkan sistem dan sektor kegiatan
berdasarkan keunggulan kompetitif
yang terdapat di wilayah
tersebut ( Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional, 2001). Sektor kegiatan tertentu dikatakan unggul dan kompetitif apabila memiliki tingkat produktivitas dan kemampuan bersaing yang signifikan dalam menentukan basis perekonomian wilayah tersebut. Pemikiran tersebut merupakan prinsip dasar aspek ekonomi yang diterapkan dalam konteks kewilayahan dan dalam dimensi waktu jangka panjang. Prinsip dasar tersebut diikuti oleh pertimbangan besar-kecilnya peluang/kemungkinan untuk membangkitkan sebesar-besarnya efek penggandaan lokal (local multipliers effect) dari suatu kegiatan apabila kegiatan tersebut direalisasikan. Efek penggandaan lokal menjelaskan bahwa sebagai sebuah wilayah dapat mengelola sumberdaya miliknya sedemikian rupa agar memberikan keuntungan dan kemanfaatan sebesar-besarnya terhadap kesejahteraan penduduk setempat maupun oleh penduduk sekitarnya. Salah satu upaya dapat untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui peningkatan investasi pada sektor perekonomian unggulan. Investasi adalah salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembangunan ekonomi. Keberadaan investasi merupakan modal dasar bagi perwujudan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Apabila dalam jangka panjang dibarengi dengan peningkatan daya saing, investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan sektor produksi untuk menghasilkan output atau melakukan kegiatan-kegiatan produksi (Bappenas , 2007). Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan proses tersebut pada akhirnya meningkatkan kualitas pembangunan ekonomi . Peningkatan nilai tambah perekonomian di daerah tersebut akan memberikan dampak positif pada besaran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi, misalnya dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan akan meningkat karena adanya aktivitas penanaman modal. Selain itu, meningkatnya intensitas perekonomian akan membuka peluang kerja penduduk di daerah sekitar penanaman modal. Dengan demikian, secara langsung dan tidak langsung akan terwujud multiplier effect terhadap kegiatan ekonomi dan pendapatan penduduk di kawasan-kawasan sekitar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan daerah secara keseluruhan. Lingkaran ekonomi ini akan semakin besar dengan munculnya investasi pada potensi-potensi baru dalam membangun sektor industri lainnya.
Dalam konteks pembangunan Indramayu, kepentingan peningkatan investasi sesungguhnya memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya sekedar penciptaan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. misi peningkatan investasi pada dasarnya mencakup tiga tujuan yang saling berkaitan, yaitu: (1) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan lapangan kerja, (2) berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan
(3) terwujudnya kesejahteraan masyarakat
yang berkelanjutan. ( Pemerintah Kabupaten Indramayu, 2006)
1.2 Perumusan Masalah Dalam pembangunan ekonomi daerah, pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi dan eksport – import (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Faktor investasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta merupakan kunci utama dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dari kemampuannya meningkatkan laju pertumbuhan
dan tingkat pendapatan. Dengan demikian kegiatan investasi mempunyai
peranan yang sangat strategis karena merupakan tahapan mutlak dan merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi. Dampak multiplier effect dari investasi sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat. Implikasi kebijakan dari adanya hubungan timbal balik antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan tersebut adalah pada pembuatan proyeksi perkembangan investasi tahunan dan target pertumbuhan ekonomi. Investasi adalah roda pembangunan yang digerakkan oleh teknologi, pertumbuhan penduduk, dan faktor-faktor dinamis lainnya yang mempengaruhi profitabilitas dari investasi. Jika investasi berkembang dengan cepat dan berkesinambungan maka porsi investasi terhadap pendapatan regional tinggi. Hal ini berarti investasi memainkan peranan aktif terhadap pendapatan regional. Menurut Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (DPPMD) Kab. Indramayu (2007)
dan Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Jawa Barat (2006),
perkembangan realisasi investasi selama periode tahun 2000-2005 sebanyak 14 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 301.170.354.401, meliputi PMDN sebanyak 4 proyek dengan nilai investasi Rp 125.457.596.901, PMA sebanyak 9 proyek dengan nilai investasi USD 20.491.000
dan Non PMA/PMDN 1 proyek dengan nilai investasi Rp 50.000.000.000. Bidang usaha yang banyak diminati adalah industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian secara luas . Bidang usaha yang diminati investor tersebut berdampak terhadap perkembangan perekonomian Kabupaten Indramayu. PDRB Kabupaten Indramayu didominasi oleh sektor industri pengolahan minyak dan gas dan sektor pertanian secara luas. Sektor industri pengolahan kontribusinya sebesar 56 persen dan sektor pertanian sebesar 16 persen. Peranan sektor industri pengolahan minyak dan gas
dan pertanian menjadi sangat penting bahkan sektor-sektor ini sebagai lokomotif dan
penggerak roda perekonomian Kabupaten Indramayu (BPS Kabupaten Indramayu, 2005). Relatif kecilnya kontribusi investasi sektor lainnya dalam pertumbuhan ekonomi mencerminkan iklim investasi di Indramayu. Kondisi tersebut menjadi pertanyaan spesifik pertama dalam kajian ini yaitu bagaimana perkembangan investasi di Kabupaten Indramayu ? Seiring dengan meningkatnya persaingan global, semua negara dan daerah berlombalomba menarik investor-domestik maupun asing-untuk menanamkan modal di wilayahnya. Pelaku usaha atau investor akan memilih lokasi yang paling memberikan kemudahan dan keuntungan bagi usahanya. Penciptaan iklim usaha yang kondusif merupakan elemen utama di dalam peningkatan investasi. Keberhasilan suatu negara/daerah menarik investor menggambarkan daya tarik dan daya saing negara/daerah yang bersangkutan. Dalam pemerintahan yang telah terdesentralisasi, peningkatan investasi merupakan hasil dari sebuah kemitraan yang sinergis antara para pemeran (stakeholders) ekonomi, baik yang ada di tingkat nasional maupun daerah. Kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab antara berbagai tingkatan pemerintahan menjadi sangat penting di dalam mewujudkan pola pengelolaan secara efisien berbagai sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kesempatan lapangan kerja dan menggiatkan (stimulasi) ekonomi baik nasional maupun daerah. Secara ekonomi Indramayu mempunyai peranan strategis di Jawa Barat. selain letak wilayah sebagai jalur antara Jakarta – Surabaya dan
geografis wilayah Indramayu terdiri dari
perairan dan daratan, di dalamnya terkandung berbagai potensi sumber daya alam (SDA) yaitu minyak dan gas bumi, pertanian dan perikanan . Keragaman potensi Ekonomi ini merupakan modal potensial sebagai daya tarik investasi. Namun daya tarik investasi suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta, dan yang lebih penting lagi, tidak selalu tergantung dari ketersediaan
SDA dan tenaga kerja yang murah tetapi juga adanya infrastruktur yang memadai, insentif, dan kondisi kelembagaan yang menyediakan kemudahan iklim usaha. Kombinasi ketersediaan faktorfaktor tersebut akan menciptakan kekuatan yang solid untuk meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing daerah. Dinamika kemampuan daerah-daerah dalam mengembangkan potensi unggulannya, baik secara agregat maupun sinergi antardaerah selanjutnya akan meningkatkan daya saing nasional. Secara lebih spesifik, investasi atau penanaman modal membutuhkan iklim usaha yang sehat, kemudahan serta kejelasan prosedur. Iklim investasi meliputi kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Tiga faktor utama dalam iklim investasi yang sehat tersebut mencakup: (1) kondisi ekonomi makro termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik, (2) pengelolaan kepemerintahan dan berbagai aturan main seperti perpajakan dan kebijakan fiskal, kompetensi lembaga fasilitasi kegiatan usaha, fleksibilitas pasar tenaga kerja serta keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan terampil, dan (3) infrastruktur yang mencakup antara lain sarana ekonomi seperti lembaga keuangan sampai dengan sarana fisik seperti jaringan transportasi, serta kapasitas telekomunikasi, listrik, dan air (Boediono, 2004). Pembentukan daya tarik investasi berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak aspek. Faktor ekonomi, politik dan kelembagaan, sosial dan budaya, diyakini merupakan beberapa faktor kunci pembentuk daya tarik investasi suatu
daerah.
Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari komitmen dan kemampuan daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan secara konsisten kebijakan yang berkaitan dengan investasi. Dalam kaitan inilah pertanyaan spesifik kedua yaitu faktor-faktor apakah yang mempengaruhi investasi di Kabupaten Indramayu ? Dilihat dari perkembangan investasi di Indramayu, baik PMA, PMDN dan Non PMA /PMDN selalu mengalami turun naik dalam setiap tahunnya, berdasarkan pemeringkatan investasi Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Propinsi Jawa Barat, selama tahun 2000 - 2005. Investasi di Indramayu menempati urutan 15 dari 25 Kabupaten dan Kota dengan 13
jumlah proyek, PMA dengan 9 proyek dan PMDN dengan 4 proyek (BPPMD, 2006). hal ini mengindikasikan daya tarik investasi Kabupaten Indramayu tidak baik dibandingkan dengan daerah lainnya. Untuk mencapai target Indramayu sebagai daerah tujuan investsi dan masuk kelompok pertama di Jawa Barat maka diperlukan identifikasi mengenai sektor-sektor ekonomi dan sektor unggulan daerahnya sehingga calon investor dapat mengetahui spesialisasi dan prioritas investasi di daerah tersebut. Hal ini menjadi penting karena percepatan investasi melalui sektor unggulan akan memberikan dampak berganda (multiplier effect) yang lebih besar bagi upaya perbaikan perekonomian daerah, oleh karena itu, ketersediaan data dan informasi yang lengkap seputar jenis-jenis usaha dan sektor unggulan daerah merupakan ujung tombak percepatan investasi, selain indentifikasi potensi ekonomi,
upaya peningkatan investasi sangat terkait erat
dengan upaya peningkatan daya saing investasi daerah. Dalam kaitan inilah, diperlukan strategi untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan upaya memobilisasi para pelaku, organisasi, dan sumberdaya. Dengan demikian, pertanyaan utama kajian ini adalah bagaimana kebijakan strategi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan umum kajian ini adalah untuk merumuskan kebijakan strategi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu. Untuk memenuhi tujuan umum tersebut, maka tujuan spesifik dari kajian ini adalah :
1.
Menganalisis perkembangan investasi di Kabupaten Indramayu.
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
investasi di
Kabupaten Indramayu. 3.
Merumuskan kebijakan strategi dan program peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu.
Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat dalam peningkatan investasi yaitu : 1.
Untuk mengembangkan strategi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu
2.
Hasil kajian ini dapat menjadi masukan bagi pendekatan yang berbeda
studi peningkatan investasi
dari strategi
3.
Untuk memberikan masukan kepada pembuat kebijakan dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap strategi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Peranan Investasi Dalam Pembangunan Kesejahteraan
masyarakat
tidak
terlepas
Aktivitas ekonomi akan menghasilkan nilai
dari
kegiatan
ekonomi.
tambah ekonomi maupun nilai
tambah masyarakat. Nilai tambah tersebut antara lain berupa timbulnya barang dan jasa, kesempatan kerja, dan pemanfaatan aset/faktor produksi yang menganggur. Kesejahteraan masyarakat suatu bangsa secara umum tergambar oleh Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan oleh negara tersebut. Semakin tinggi PDB, semakin sejahtera masyarakatnya. Dengan demikian, maka tingkat kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan perkembangan investasi, yaitu berupa penciptaan nilai tambah (value added) oleh kegiatan investasi tersebut Oleh karena itu, maka tingginya aktivitas ekonomi suatu daerah, makin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya dan sebaliknya. Setiap aktivitas ekonomi diawali dengan aktivitas investasi, oleh karena itu pemerintah perlu proaktif untuk memanfaatkan setiap peluang investasi menjadi kenyataan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Investasi mengandung arti setiap kegiatan yang meningkatkan kemampuan ekonomi untuk memproduksi output dimasa yang akan datang. Dalam hal ini investasi tidak hanya berupa penambahan persediaan fisik modal tetapi juga menyangkut investasi sumberdaya manusia (Dornbusch. 1996). Menurut Levina dan Renelt investasi merupakan faktor yang esensial dalam proses pertumbuhan ekonomi, adanya investasi akan mendorong peningkatan modal pertenaga kerja (per kapita ). Pentingnya investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi,
khuasusnya pertumbuhan dalam jangka panjang banyak dibahas dalam studi – studi yang dilakukan oleh Paul Romer pada dekade 80–an. Dengan adanya peningkatan investasi akan mendorong inovasi yang akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Ini dibuktikan dalam studi – studi empirik tentang hubungan investasi dengan percepatan pertumbuhan ekonomi (Levina dan Renalt, 1992). Dari teori diatas terlihat bahwa investasi penting bagi upaya keberlanjutan pembangunan ekonomi. Indramayu sebagai Kabupaten yang sedang membangun memerlukan investasi. Baik investasi dari luar negeri (PMA) maupun dalam negeri (PMDN). Adanya arus investasi akan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui transfer modal , teknologi, manajemen dan kewirausahaan. Untuk dapat secara terus menarik minat investor berinvestasi, maka upaya – upaya perbaikan daya saing investasi harus ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indramayu menurut PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun 2000 menunjukan terjadinya kenaikan dan penurunan yang relatif tajam bahkan terjadi laju pertumbuhan negatif. Kenaikan PDRB harga berlaku terus naik karena besarnya kontribusi sektor Migas sedangkan
menurunnya pertumbuhan
PDRB Harga konstan adalah karena
kontribusi sektor lainnya tidak berkembang sekaligus dibarengi dengan koreksi oleh inflasi yang tinggi. naik turun nya laju pertumbuhan PDRB harga
tahun
2001, 2003 dan 2005 sebagaimana dalam Tabel 1 . Tabel 1. Indikator Ekonomi Kabupaten Indramayu 2000-2006 Indikator PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Trilyun)
2000
2001
2002
2003
2004
2005* 2006** ) )
12.94 3
14.15 9
16.71 3
17.57 5
19.89 8
23.59 0
31.896
PDRB Atas Dasar Harga Konstan 12.94 12.91 13.81 (Trilyun) 3 3 2 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 9.40 18.03 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan -0.23 6.96 Inflasi PDRB Penggunaan 9.65 10.35 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2007 Ket. : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
12.77 5
13.36 9
12.32 3
12.621
5.16
13.22
18.56
35.20
-7.51
4.65
-7.82
2.42
13.69
8.19
28.62
32.01
Selanjutnya table 2 menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Indramayu saat ini sebagian besar bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan ekonomi daerah yang didorong oleh konsumsi sulit dijaga keberlangsungan dan kestabilannya. Pertumbuhan ekonomi daerah seperti itu tidak menunjukkan struktur perekonomian daerah yang kuat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi tidak akan mempunyai dampak kedepan pada pertumbuhan ekonomi malah memicu peningkatan inflasi.
Tabel 2. PDRB Kabupaten Indramayu 2000-2006 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Dalam Triliun Rupiah) 2000
2001
2002
2003
2004
2005* 2006** ) )
5.491
5.629
5.647
5.493
5.828
6.734
6.870
0.017
0.017
0.020
0.020
0.021
0.021
0.023
0.086
0.208
0.233
0.229
0.362
0.255
0.371
3.631 3.508 3.590 0.538 0.470 0.550 3.180 3.082 3.774 12.94 12.91 13.81 PDRB 3 3 2 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2007 Ket. : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
3.593 0.493 2.948 12.77 5
3.638 0.563 2.958 13.36 9
3.696 0.502 1.115 12.32 3
3.702 0.511 1.144
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Netto
12.621
Investasi swasta dirasakan semakin penting mengingat kapasitas fiskal pemerintah (pusat, propinsi, dan kabupaten/kota) yang terbatas sehingga sulit untuk selalu dijadikan sebagai sumber utama pertumbuhan. Dampak pengganda yang diciptakan dari peningkatan investasi adalah meningkatnya pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam kegiatan produksi, berkembangnya kegiatan perdagangan antar daerah, dan terciptanya nilai tambah yang lebih besar. Investasi juga mendorong percepatan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi. Percepatan ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mobilitas sumberdaya (bahan mentah, barang modal, dan tenaga kerja) secara lebih mudah dan murah. Percepatan ini juga bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah.
Investasi dapat menjadi pendorong roda perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan ketika semua pihak mendapat manfaat maksimal dari aktivitas tersebut (Bappenas, 2007). Dalam situasi ini, pengusaha mendapat keuntungan yang memadai untuk melakukan penambahan modal, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan melakukan ekspansi usaha. Bagi tenaga kerja dorongan kegiatan ekonomi melalui investasi dan perdagangan dapat mengurangi pengangguran dan memperbaiki upah yang mereka terima. Kenaikan upah diharapkan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tetapi juga meningkatkan kemampuan menabung dan/atau berinvestasi. Bagi pemerintah, meningkatnya aktivitas produksi dan perdagangan, upah dan daya beli berarti meningkatnya penerimaan pajak, yang memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Noor (2005). Mengelompokan investasi menjadi dua yaitu : (1) Investasi Langsung (Direct Investment ) dan (2)
Investasi Tidak Langsung (Indirect
Investment). Investasi langsung pada dasarnya investasi pada aset atau faktor produksi untuk melakukan usaha (bisnis), investasi jenis ini lebih terkenal sebagai investasi sektor riil, misalnya perkebunan, peternakan, pabrik, toko dan jenis usaha lainnya. Investasi langsung ini menghasilkan dampak berganda (multiplier effect) yang besar terhadap masyarakat luas. Investasi langsung ini akan melahirkan dampak ke belakang (backward) berupa input usaha maupun kedepan (forward) berupa output usaha yang merupakan input bagi usaha lain. Investasi tidak langsung adalah investasi pada asset keuangan (financial asset) seperti deposito, surat berharga
seperti pada saham dan obligasi,
commercial paper, reksadana dan sebagainya. Investasi pada aset keuangan ini
juga bertujuan untuk mendapatkan manfaat masa depan melalui balas jasa investasi berupa bunga atau keuntungan. Pada hakekatnya investasi tidak langsung merupakan turunan atau derivative dari investasi langsung sehingga laba atau jasa dari investasi finansial ini berasal dari kemampuan atau produktivitas investasi langsung. Bila investasi langsung (sektor riil) gagal mendapat laba, maka pada gilirannya investasi tidak langsung Dengan demikian
(sektor finansial) juga akan gagal.
untuk kepentingan makro, investasi sektor riil merupakan
lokomotif pada perekonomian nasional, sementara investasi sektor keuangan atau pasar finansial adalah bahan bakarnya. Noor (2005) juga mengelompokkan investasi sesuai dengan karakeristik pelaku dan sifatnya menjadi dua kelompok yaitu : (1) Investasi Publik (Public Investment), dan (2) Investasi Swasta (Private Investment). Investasi publik adalah investasi yang dilakukan oleh negara atau pemerintah untuk membangun prasarana dan sarana atau infrastruktur guna memenuhi kebutuhan masyarakat (publik). Investasi dengan karakteristik seperti ini bersifat nirlaba atau non profit motive, seperti pembangunan jalan dan jembatan, sekolah, taman, pasar rumah sakit dan sarana dan prasarana publik lainnya. Karena investasi ini dilaksanakan oleh negara, maka dana atau pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN ) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Investasi publik ini menghasilkan nilai tambah (value added) berupa barang dan jasa, lapangan pekerjaan, sewa dan bunga tanpa surplus usaha. Manfaat lain dari investasi publik ini adalah mendorong mobilitas perekonomian dan meningkatkan peradaban masyarakat suatu negara. Dengan demikian resiko
dari investasi publik ini adalah bila investasi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan publik. Investasi swasta adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta dengan tujuan mendapat manfaat berupa laba. Investasi jenis ini dilaksanakan oleh perusahaan pribadi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Penanaman Modal Asing (PMA). Jenis usahanya bergerak dalam bidang industri, dagang, jasa Investasi dengan motif profit ini bisa berupa investasi langsung (direct investment) seperti membangun berbagai usaha bisnis yang menghasilkan barang dan jasa guna mendapat laba, maupun investasi tidak langsung (indirect investment) seperti mendirikan lembaga keuangan untuk menghimpun dana guna disalurkan kepada sektor riil. Manfaat dari investasi jenis ini adalah menghasilkan nilai tambah (value added) berupa barang dan jasa. Adapun lapangan pekerjaannya berupa sewa, bunga serta surplus usaha sehingga berdampak pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya menurut BKPM (1994) Ada tiga aspek peranan investasi dalam pembangunan daerah yaitu
(1) aspek ekonomi makro, (2) aspek
penyediaan lapangan kerja dan (3) aspek bisnis. (1). Aspek Ekonomi Makro Dalam teori ekonomi makro, menurut Samuelson dan Nordhaus (1997), pembentukan keseimbangan pendapatan nasional dari sudut penggunaan (expenditure approach) akan terjadi karena pembentukan pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah dan keseimbangan neraca perdagangan melalui kegiatan ekspor dan impor. Secara matematis
keseimbangan pendapatan nasional/daerah dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = C + I + G + (X-M). Jadi pembentukan pendapatan nasional atau daerah (PDB atau PDRB) sangat dipengaruhi oleh pembentukan variabel, C, I ,G dan (X-M). Makin tinggi tingkat investasi akan berpengaruh terhadap naiknya pendapatan nasional atau daerah. Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi sangat menentukan pendapatan ekonomi (PDB/PDRB) atau sebaliknya. Untuk itu masalah investasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun yang lebih penting kelancaran investasi sangat ditentukan oleh dukungan yang diberikan masyarakat. Tanpa adanya dukungan yang kuat dari masyarakat proses investasi akan tersendat. Peran serta masyarakat dalam menjamin aset investor sangat penting sehingga investor merasakan kenyamanan tanpa harus dibebani dengan rasa ketakutan. (2). Aspek Penyediaan Lapangan Kerja Di samping perencanaan makro di atas, Partowidagdo (1999) mengemukaan bahwa investasi dengan sendirinya berkaitan secara langsung dengan penciptaan lapangan kerja. Dengan terbukanya lapangan kerja yang luas bagi masyarakat sehingga mengurangi angka pengangguran. (3). Aspek Bisnis Bisnis adalah suatu aktivitas usaha yang akan dikerjakan dengan menggunakan sumberdaya–sumberdaya yang ada untuk mendapatkan keuntungan. Sumberdaya-sumberdaya yang tersedia bagi pembangunan sangat terbatas, maka perlu sekali diadakan pemilihan antara berbagai
macam usaha yang paling menguntungkan (Oemar, 2003). Ditinjau dari sisi bisnis, investasi berkaitan dengan pendirian dan pengembangan usaha dari suatu perusahaan. Sumber investasi adalah dari laba yang tercipta atau pinjaman dari pihak lain. Efisiensi investasi menjadi sangat penting bagi perusahaan sehingga sebelum investasi dilakukan studi kelayakan bisnis terlebih dahulu. Noor (2005) menganalisis beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi antara lain : 1. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan datang. Ini merupakan hakikat hidup yang senantiasa berupaya untuk meningkatkan taraf hidupnya
dari
waktu
ke
waktu
atau
setidaknya
berusaha
untuk
mempertahankan tingkat pendapatan yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang. 2. Mengurangi tekanan inflasi dengan melakukan investasi dalam pemilihan perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena inflasi. 3. Dorongan untuk menghemat pajak, untuk menghemat pajak beberapa negara di dunia banyak melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi dimasyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang usaha tertentu. Hasil keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi
disebut return,
return dapat berupa hasil keuntungan dari realisasi investasi dan ekspektasi (expected return) yaitu keuntungan yang diharapkan dimasa datang. Tingkat return merupakan tolak ukur pertumbuhan investasi yang dilakukan sehingga para
investor selalu memperhatikan nilai dari tingkat return investor akan memegang aset yang dapat memberikan tingkat return yang tinggi. Berdasarkan sumber modalnya,
pelaku
investasi terdiri dari
(BKPM, 2007): 1.
Penanaman Modal Asing (PMA), adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanam modal asing adalah perorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing.
2.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), adalah kegaiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
2.2
Hubungan Investasi dengan Perekonomian Daerah Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena
disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan juga secara otomatis akan meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat (Levina dan Renelt, 1992).
Menurut Soekirno (1994) investasi yang diinginkan adalah investasi yang besarnya dipengaruhi oleh pendapatan nasional atau pertambahan permintaan efektif. Dengan demikian dilihat dari penggolongan jenis investasi diatas untuk investasi yang diinginkan (induced investment) di tinjau dari sektor pemerintahan, besarnya investasi tersebut dipengaruhi oleh besarnya jumlah GNP/GDP atau perubahannya dalam skala nasional, atau besarnya GDP atau GDP/kapita pada tingkat daerah. Dalam Djoyohadikusumo (1994), Harrod-Domar menganalisa hubungan antara tingkat investasi dan tingkat pertumbuhan. Kedua ekonom ini menyimpulkan adanya hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok modal keseluruhan (K), dengan Gross National Product (Y), yang diformulasikan sebagai rasio modal/output (capital/output Ratio). Tingkat pertumbuhan PDRB ditentukan bersama-sama oleh rasio tabungan nasional dan rasio modal/output nasional. Lebih khusus lagi dapat dikatakan tingkat pertumbuhan pendapatan regional akan secara langsung atau secara positif berhubungan erat dengan rasio tabungan. Logikanya, agar bisa tumbuh maka perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebagian dari PDRBnya. Lebih banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka akan lebih cepat lagi perekonomian itu tumbuh. Kesimpulandari teori
Harrod-Domar diatas adalah bahwa terdapat
hubungan yang saling mempengaruhi antara pertumbuhan ekonomi dan investasi. pengaruh keduanya
disederhanakan dari fungsi pengeluaran agregat yang
dikembangkan oleh Keynes yaitu Y = C + I + G + (X-M). Menurut Keynes tinggi rendahnya
komponen
pengeluaran
tertentu
dengan
asumsi
komponen
pengeluaran lainnya tetap, akan menentukan tinggi rendahnya pengeluaran/ pendapatan agregat dan sebaliknya (Djoyohadikusumo, 1994). Secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), atau pendapatan atau output per kapita. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and service) yang dihasilkan di dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Disini proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Para teoritikus ilmu ekonomi pembangunan masa kini masih terus menyempurnakan makna, hakikat, dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritikus tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan PDB atau PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat imaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan, dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas. Dari definisi dapat dilihat bahwa selain pertumbuhan ekonomi diukur dengan laju pertumbuhan
GDP
maupun
GDP/kapita,
juga
dapat
diukur
dengan
membandingkan pendapatan nasional (GNP) dari tahun ketahun. Produk nasional dalam ekonomi masyarakat meliputi sejumlah jenis barang dan jasa yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun. Dengan demikian produk nasional merupakan konsep yang mencakup arus barang dan jasa (flow concept ). Biasanya tiap jenis barang dan jasa
diukur dalam arti
nilainya, yaitu memudahkan penjumlahan begitu banyak barang dan jasa yang beraneka rupa dan beraneka ragam. Untuk memperoleh besaran (magnitude) tentang produk nasional, hasil produksi setiap industri dilipatgandakan dengan harga tertentu, yaitu dengan harga pasar yang berjalan (harga riil) yaitu dengan menggunakan indeks harga konstan yang didasarkan pada harga-harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang diambil sebagai tahun dasar. Nilai produksi total (Produk Nasional) yang diperoleh dengan cara demikian pada hakikatnya ekuivalen dengan jumlah pendapatan yang diterima dalam masyarakat (penerimaan pemerintah, dunia usaha, rumah tangga) maupun dengan pengeluaran yang bersangkutan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikaor makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara. Sedangkan untuk tingkat wilayah, propinsi maupun kabupaten/kota PDRB. Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB sehingga perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing propinsi sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah tersebut. Adanya keterbatasan
dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Didalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor tergantung pada sektor yang lain. Satu sektor dengan yang lainnya saling memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah, maupun hasil akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah
dari hasil pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri
dibutuhkan oleh sektor pertanian dan jasa-jasa. Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa diperlukan barang lain yang disebut faktor produksi. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi. Total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam
waktu
tertentu (satu tahun) dihitung sebagai PDRB. 2.3.
Faktor Faktor Daya Saing Daerah Daya tarik suatu wilayah untuk menjadi pilihan investor telah cukup lama
dikaji oleh para ilmuwan. Pada dasarnya pilihan lokasi investor ditentukan oleh profitabilitas relatif. Dunning (1981) telah mengekplorasi tiga elemen yang menjadi daya tarik orang untuk berinvestasi yaitu : Pertama adalah ownership advantage. Elemen ini ditentukan oleh seberapa besar akses terhadap pemanpaatan sumberdaya dan keunggulan manajemen secara relatif terhadap negara lain. Kedua adalah location advantage, elemen ini dikaitkan dengan posisi relatif terhadap pasar dibandingkan dengan negara lain, termasuk dukungan kebijakan dan besarnya resiko dalam kegiatan investasi tersebut. Dua elemn ini selanjutnya harus dikelola secara internal oleh investor tidak hanya oleh mekanisme pasar atau yang dikenal elem ketiga yaitu internality. Paradigma ini dikenal dengan sebagai OLI Dunning.
Studi empirik yang sudah dilakukan dalam kaitan dengan kajian ini dilakukan oleh Krugman dan Obsteld. peneliti ini menyatakan teori lokasi bagi perusahaan multinasional berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya dan biaya transportasi. Pergerakan modal internasional cenderung meningkat namun menghadapi kendala politis dibandingkan dengan perdagangan internasional. Investasi luar negeri yang berbasis perusahaan internasional menginginkan kemudahan birokrasi dan pengurangan hambatan-hambatan lainnya. Ciri utama investor asing atau direct foreign (FDI) adalah dalam memperluas usahanya di negara lain (Krugmen dan Obsteld, 2000) Literatur yang secara eksplisit dan spesifik melakukan studi tentang daya saing daerah, yaitu daya saing suatu wilayah di dalam suatu negara (regions atau sub-nations) lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan publikasi mengenai daya saing negara. Dua di antaranya dilakukan oleh Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) yang menerbitkan "Regional Competitiveness Indicators", serta Centre for Urban and Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasinya "The Competitiveness Project: 1998 Regional Benchmarking Report". Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.
Secara umum ketika membandingkan kedua definisi daya saing daerah di atas dengan definisi daya saing nasional terdapat kesamaan yang esensial. Dapat dikatakan bahwa perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan wilayah, di mana yang pertama adalah daerah (bagian suatu negara), sementara yang kedua adalah negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit terangkum relevansi pengadopsian konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah. Bank Dunia misalnya, secara eksplisit menyebutkan betapa aspek penentu daya saing dapat bersifat region-specific. Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan definisi tentang daya saing suatu negara atau daerah di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu perekonomian daripada kemampuan sektor swasta atau perusahaan. b. Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
c. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. d. Kata kunci dari konsep daya saing adalah kompetisi. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata daya saing menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup. Mempertimbangkan hal-hal di atas, akhirnya daya saing daerah yang menjadi acuan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai: Kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Menurut Boediono et al. (2004), indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah menurut hasil kajian Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia adalah (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber daya manusia, (7) Kelembagaan (8) Governance dan Kebijakan pemerintah, dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro. Indikator dan sub-indikator dari daya saing daerah tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1. Sistem Finansial Perbankan dan Non Perbankan
I.
PEREKONOMIAN DAERAH
Sumber: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, 2004 Gambar 1. Indikator Utama Penentu Daya Saing Daerah
1. Perekonomian Daerah Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.
b. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang. c. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu. d. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik. 2. Keterbukaan Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional. Indikator ini menentukan daya saing melalui prinisip-prinsip sebagai berikut : a. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut. b. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya. c. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia. d. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah. e. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.
3. Sistem Keuangan Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah. b. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah. 4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah. b. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. c. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.
5.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini : a. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif. b. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju. c. Investasi jangka panjang berupa Research & Development akan meningkatkan daya saing sektor bisnis. 6. Sumber Daya Manusia Indikator sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut : a. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah. b. Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan tenaga kerja yang berkualitas. c. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah. d. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.
7. Kelembagaan Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, politik, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut : a. Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing. b. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen. c. Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.
8. Governance dan Kebijakan Pemerintah Indikator Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pernerintahan daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah dapat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan. b. Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.
c. Efektivitas
administrasi
pemerintahan
daerah
dalam
menyediakan
infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daerah. d. Efektivitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah. e. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung peningkatan daya saing daerah. 9. Manajemen dan Ekonomi Mikro Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh
perusahaan di daerah
dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung-jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah : a. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk menceminkan kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah. b. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya saing daerah di mana perusahaan tersebut berada. c. Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif. d. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi masa-masa awal.
2.4.
Penelitian Terdahulu Kajian mengenai strategi pengembangan investasi
(Marwinto, 2006)
dengan studi kasus subsektor perkebunan Kabupaten Siak Propinsi Riau, menyimpulkan bahwa pengembangan investasi khususnya subsektor perkebunan masih
bisa ditingkatkan
dengan cara pendekatan integratif
yaitu (1)
pengembangan usaha subsektor perkebunan berdasarkan potensi daerah, (2) menjalin kerjasama yang menguntungkan
dalam penanaman modal, (3)
pelayanan satu atap perizinan investasi, (4) perluasan pangsa pasar, (5) pengembangan sektor usaha yang yang terkait dengan subsektor perkebunan, (6) kebijakan yang kondusif dalam pengembangan investasi, (7) optimalisasi peran lembaga terkait dan masyarakat, (8) peningkatan sarana dan prasarana, dan (9) kerjasama dibidang penelitian dan pengembangan. Boediono et al. (2004) melakukan kajian daya saing daerah konsep dan pengukurannya di Indonesia, menyimpulkan bahwa terdapat 9 indikator daya saing daerah yaitu (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber daya manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro. Penelitian tersebut membuat peringkat daya saing seluruh propinsi di Indonesia dan dari penelitian tersebut diketahui bahwa peringkat Propinsi Jawa Barat dalam daya saing nasional menempati urutan ke-7 dari 34 Propinsi dengan keseluruhan indikator-indikator peringkat diatas rata-rata nasional yaitu indikator perekonomian daerah, keterbukaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, manajemen
dan mikro ekonomi, sementara indikator indikator sistem keuangan, pemerintahan dan kebijakan pemerintah dan kelembagaan berada dibawah rata-rata nasional. Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah 2001–2005
bekerjasama dengan
(KPPOD ) sejak tahun
Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Asia
Foundation, Universitas Indonesia, dan Prasetyamulya telah 5 kali penelitian dengan melakukan pemeringkatan daya tarik investasi di 134 kabupaten dan 22 kota dari 24 Propinsi dengan 7 indikator yaitu: (1) Keamanan, (2) Potensi Ekonomi, (3) Sumberdaya manusia, (4) Budaya daerah, (5) Infrastruktur, ( 6) Peraturan daerah, dan (7) keuangan daerah. Gambaran indikator Peringkat daya saing Indramayu yaitu tahun 2001 ke 8 tahun 2002 73 dari 134 kabupaten/kota, tahun 2003 ke 11 dari 156 kabupaten, tahun 2004 peringkat ke 4 dari 161 kabupaten, tahun 2005 peringkat ke 149 dari 169 kabupaten. Dari setiap pemeringkatan Indramayu mempunyai peringkat daya tarik investasi bidang keamanan, budaya daerah dan potensi ekonomi tetapi mempunyai peringkat rendah daya saingnya dalam indikator peraturan daerah (perda), Sumber daya manusia, infrastruktur dan keuangan daerah. Namun demikian Kabupaten Indramayu mempunyai peluang untuk meningkatkan daya saing daerahnya.
2.5
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari strategi peningkatan investasi Kabupaten
Indramayu, didasari
dengan visi dan misi Kabupaten Indramayu 2006 yang
bertujuan terciptanya pertumbuhan ekonomi yang optimal dengan memanfaatkan potenai ekonomi yang tersedia. Adapun langkah-langkah kerangka dasar strategi peningkatan investasi yaitu :
Pertama, dengan menggunakan konsep pengukuran daya saing daerah oleh Bank Indonesia (Boediono, et.al, 2004). konsep daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional (Boediono, 2004). Dengan mengacu pada pengertian tersebut, pengukuran daya saing daerah menggunakan sembilan indikator utama, yaitu 1) perekonomian daerah, 2) keterbukaan, 3) sistem keuangan, 4) infrastruktur dan sumberdaya alam, 5) ilmu pengetahuan dan teknologi, 6) sumberdaya manusia, 7) kelembagaan, 8) governance dan kebijakan pemerintah, dan 9) manajemen dan ekonomi mikro. Sejalan
dengan semangat otonomi daerah dan
desentralisasi di
Indonesia, daerah mempunyai kewenangan mengatur perekonomian dan roda pembangunan sehingga pembuatan kebijakan pembangunan daerah tidak hanya
sekedar
mengejar
pertumbuhan
ekonomi
dengan
mengandalkan
keunggulan komparatif. Namun, harus mulai dilakukan melalui peningkatan daya saing daerah. Daerah akan mengembangkan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan kemampuan inovasi, dan vitalis ekonomi merupakan hasil langsung dari persaingan industri lokal. Analisa faktor-faktor daya saing daerah Kabupaten Indramayu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menjadi dasar keunggulan dan kelemahan dalam lingkungan internal berupa faktor kekuatan dan kelemahan dan lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman investasi di Indramayu. Adapun faktor –faktor yang berkorelasi dengan daya saing daerah adalah sebagai berikut :
1. Kondisi Faktor seperti tenaga kerja terampil yang dibutuhkan, sumberdaya alam, infrastruktur khusus yang tersedia, dan hambatan-hambatan tertentu 2. Kondisi Permintaan seperti permintaan sector rumah tangga atau pelangganpelanggan lokal akan produk berkualitas yang mendorong perusahaanperusahaan untuk berinovasi 3. Dukungan Industri Terkait: industri-industri pemasok lokal yang kompetitif yang
menciptakan
infrastruktur
bisnis
dan
memacu
inovasi
dan
memungkinkan industri-industri untuk spin off 4. Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan (Iklim Usaha): tingkat persaingan antar industri local yang lebih memberikan motivasi disbanding persaingan dengan pihak luar negeri, dan “budaya” lokal yang mempengaruhi perilaku masing-masing industri dalam melakukan persaingan dan inovasi 5. Peranan Pemerintah: peristiwa histories dan campur tangan pemerintah cenderung berperan secara signifikan dalam peningkatan daya saing daerah, dan 6. Kemampuan dan sinergi dari para pelaku usaha, yaitu usahawan/pengusaha, professional, dan pekerja/buruh. Kedua, penelitian ini menggunakan analisis AWOT yang merupakan gabungan dari metode SWOT (Rangkuti, 2004) dengan AHP (Saaty, 1993). Penentuan setiap komponen SWOT diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan
penentuan alternatif strategi pengembangan ekonomi sektor
unggulan dan sektor potensial merupakan data sekunder hasil kajian Location Quotation (LQ) dan Input Output (I-O). Analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan menghasilkan faktor –faktor internal dan ekternal yang mempengaruhi
kondisi maka
investasi di Kabupaten Indramayu. Setelah data-data SWOT didapatkan dilakukan
analisis AHP untuk
membuat prioritas strategi alternatif
peningkatan investasi di Indramayu. Dengan demikian agar terjadinya peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu
diperlukan
perencanaan daya saing investasi
yang didalamnya
mencakup visi, misi, strategi dasar, pelaku-pelaku investasi baik swasta maupun pemerintah dan
analisis faktor-faktor peningkatan daya saing investasi dan
prioritas strategi alternatif untuk itu maka diperlukan tahapan penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pembangunan Kabupaten Indramayu
Investasi Pemerintah
Investasi Swasta
Identifikasi
SWOT
SWOT - AHP
FGD
Daya Saing
− − −
Strategi: Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Rancangan Program
Strategi Peningkatan Investasi
Gambar 2. Tahapan Penelitian
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Kajian Penelitian Kajian dilakukan di Kabupaten
Indramayu. Dasar pemikiran dipilihnya
daerah ini karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah penghasil minyak bumi dan gas (migas) dengan kurang lebih 20 persen dari total produksi migas nasional, selain itu merupakan daerah andalan pertanian penghasil padi di Jawa Barat. Kedua potensi ini memiliki kontribusi ekonomi yang relatif tinggi terhadap pembentukan PDRB Propinsi Jawa Barat sebesar 6,93 persen (2002), 6,58 persen (2003), 6,59 persen (2004) 6,46 persen (2005) dan 7,35 persen (2006) (Badan Pusat Statistik Jawa Barat, 2007). Namun pengaruh industri pengolahan Migas Balongan dan ekplorasi Karangampel terhadap Indramayu kontribusinya secara langsung relatif kecil terhadap perekonomian daerah, mengingat industri Balongan bukan termasuk andalan pendapatan daerah meskipun demikian dampak yang dirasakan adalah adanya aktivitas perekonomian daerah dari industri hilir lainnya yang berkaitan dengan industri hulu terus tumbuh dan berkembang. Untuk itu karena ketersediaan sumber daya migas akan habis dan Indramayu hanya sebagai industri pengolahan maka dibutuhkan perencanaan strategi transisi dari sektor migas ke sektor unggulan lainnya. Sehingga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi tetap berjalan. Maka kajian strategi peningkatan investasi di Indramayu menarik dijadikan sebagai objek kajian.
sangat
Waktu kajian ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai bulan September 2007 hingga Januari 2008. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pembuatan proposal, pengumpulan data, survey dan wawancara serta pembuatan laporan akhir.
3.2
Jenis Dan Sumber Data Kajian Pembangunan Daerah ini berdasarkan
data primer dan data
sekunder. 1. Data primer : Data mengenai daya saing investasi serta penentuan prioritas strategi peningkatan investasi di Indramayu diperoleh melalui mekanisme survey, wawancara dan Focus Grouf Discution yang melibatkan beberapa informan/expert dibidangnya masing-masing. Para informan terdiri dari Asisten Daerah Bidang Pemerintahan, Kasubid pengembangan dunia usaha Badan Perencanaan Daerah, Kepala Dinas dan Seksi Perizinan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal, Kepala Seksi neraca dan analisis statistik BPS, Direktur Teknik
PT Greenworld Energy Nusantara, dan Direktur
Pengembangan PT Bakti Mingas Utama. 2. Data sekunder : berupa data kualitatif terdiri atas perkembangan investasi, potensi ekonomi, keuangan daerah, dan sumber daya manusia dan peraturan daerah. Data ini diperoleh dari Kantor Perijinan dan Penanaman Modal, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, BPS dan instansi lainnya.
3.3
Metode Pengolahan dan Analisis Data Setelah data yang terkait dengan kajian diperoleh maka data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan strategi
peningkatan investasi Kabupaten Indramayu. Alat analisa yang digunakan pada kajian ini dengan menggunakan analisa daya saing dan analisa SWOT dan AHP sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Kajian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis. Tujuan Menganalisis investasi di Kabupaten Indramayu Identifikasi dan analisa faktor daya saing investasi Indramayu
Jenis Data
Sumber Data
Jumlah proyek, nilai investasi, bidang usaha dan pelaku PMDN dan PMA Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Hasil analisis SWOT – AHP
Kantor Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu Wawancara Expertis
Menentukan strategi dan program peningkatan investasi Sumber: Hasil Analisis, 2007
Responden
Metode Analisis - Deskriptif
- SWOT - AHP
- Focus Group Discussion
3.3.1 Analisis Daya Saing Dalam era desentralisasi dan globalisasi, peningkatan daya saing yang berbasis pada pengetahuan, teknologi, dan inovasi menjadi kian penting dalam pengembangan ekonomi daerah. Dalam globalisasi, tatanan sistem ekonomi baru yang dihadapi memiliki ciri yang cukup berbeda dengan tatanan ekonomi lama. Perbedaan tersebut terlihat baik dari karakteristiknya maupun peranan dari para pelakunya. Dalam tatanan ekonomi baru, persaingan yang terjadi adalah persaingan global, persaingan antar daerah tinggi, dan sumber keunggulan daya saing berasal dari inovasi, kualitas, waktu penyampaian ke pasar dan biaya. Daya saing daerah menurut definisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan
tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu CURDS mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya. Berdasarkan kedua definisi diatas Menurut Boediono, et.al ( 2004). konsep daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional (Boediono, 2004). Dengan mengacu pada pengertian tersebut, pengukuran daya saing daerah menggunakan sembilan indikator utama, yaitu 1) perekonomian daerah, 2) keterbukaan, 3) sistem keuangan, 4) infrastruktur dan sumberdaya alam, 5) ilmu pengetahuan dan teknologi, 6) sumberdaya manusia, 7) kelembagaan, 8) governance dan kebijakan pemerintah, dan 9) manajemen dan ekonomi mikro.
3.3.2 Analisis SWOT dan AHP Dalam kajian ini, pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis daya saing adalah dengan menggunakan analisis SWOT (strength – weakness- opportunity- threat). Penentuan
komponen SWOT dieliminir dari
faktor faktor daya saing daerah menurut Boediono dan hasil wawancara dengan responden. Analisis SWOT terdiri atas analisis kondisi internal dilakukan dengan melakukan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan (strengths) dan kelemahankelemahan
(weaknesses)
sedangkan
analisis
kondisi
eksternal
adalah
mengidentifikasi peluang-peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terkait daya saing investasi di Kabupaten Indramayu.
Dari analisis kondisi lingkungan internal dan ekternal dihasilkan empat jenis strategi, yakni strategi S-O merupakan gabungan antara kekuatan dan peluang, dikenal juga sebagai strategi agresif, strategi S-T merupakan gabungan kekuatan dan ancaman dinamakan juga dengan strategi diversifikasi , strategi W-T merupakan gabungan antara kelemahan dan ancaman disebut ebagai strategi defensif serta strategi W-O merupakan gabungan antara kelemahan dan peluang dinamakan stratagei orientasi putar balik (Soesilo,2002). Karena SWOT juga menyediakan frame dasar yang menghasilkan rekomendasi keputusan investasi di Indramayu untuk selanjutnya dibuat prioritas keputusan strategi alternatif peningkatan investasi dilakukan melalui AHP (Analitycal Hierarchi Process). Data yang diperoleh kemudian diproses dengan menggunakan program computer “Expert Choice version 2000” yang merupakan program yang disusun oleh Asian Institute of Technology and Microsoft Co. Hasil pengolahan ini kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara kualitatif berdasarkan keterangan yang diperoleh dari responden. Langkah-langkah kerja utama AHP (Saaty, 1993), adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Sistem. Identifikasi sistem diakukan dengan mendefinisikan persoalan penurunan investasi dan merinci persolan masalah secara mendalam, perhatian ditujukan pada pemilihan tujuan, kriteria, dan elemen-elemen yang menyusun struktur hirarki. Tidak terdapat prosedur pasti dalam mengidentifikasi komponenkomponen sistem (tujuan, kriteria, aktifitas)
yang akan dilibatkan dalam
sistem hirarki. Komponen sistem dapat diidentifikasikan berdasarkan
kemampuan pada analisis untuk menentukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem. 2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang Stakeholders secara menyeluruh. Struktur hirarki ini mempunyai bentuk yang saling terkait, tersusun dari sasaran utama, sub-sub tujuan, faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi sub-sub sistem tujuan tersebut, pelaku-pelaku yang memberi dorongan, tujuan-tujuan pelaku dan akhirnya kealternatif strategi, pilihan, dan skenario. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut dengan fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat di bawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkat sebelumnya. 3. Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan untuk kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh dan berada setingkat di atasnya. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan antar elemen yang terkait dan ada dibawahnya. Perbandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua (F1, F2, F3, .........., Fn) terhadap fokus G yang ada di puncak hirarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada kiri diperiksa perihal dominasi atau suatu elemen di puncak matriks. 4. Menghitung matrik pendapat individu
di sebelah
Pada langkah ini dilakukan perbandingan berpasangan antara setiap pada variabel pada kolom ke-j dengan setiap variabel pada baris ke-i yang berhububungan dengan fokus G. Perbandingan berpasangan antar variabel tersebut dapat dilakukan dengan pertanyaan “Seberapa kuat variabel baris ke-i didominasi oleh fokus G, dibandingkan dengan kolom ke-j ” Untuk mengisi matriks berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Nilai Skala Banding Berpasangan Intensitas Pentingnya
Definisi
Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat itu
3
Elemen satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya
5
Elemen yang satu sangat penting daripada elemen yang lainya
Pengalaman dan pertimbangan dengat kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlibat dalam praktek
9
Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atau lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan
-Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan
2,4,6,8
-Jika untuk aktivitas ke-I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitas ke-j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i Kebalikan
Jika untuk aktifitasi mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Sumber : Saaty, 1993. 5. Menghitung matrik pendapat gabungan Pada langkah ini adalah memasukan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama, penentuan prioritas dan pengujian konsistensi. Sedangkan bila Fi kurang mendominasi atau kurang mempengaruhi sifat G dibandingkan dengan Fj, maka digunakan angka kebalikannya, Matriks dibawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Untuk tahap 6-8, dapat diolah menggunakan komputer dengan program komputer Expert Choice Version 2000. 6. Pengolahan horizontal Pada langkah ini adalah melaksanakan langkah 3, 4, 5 untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat pada hiererki, berkenaan dengan kriteria elemen diatas. 7
Revisi Pendapat Revisi pendapat dilakukan apabila nilai CR cukup tinggi, yaitu lebih dari
0,1 dengan mencari Root Mean Square (RMS) dan merevisi pendapat pada baris yang memiliki nilai terbesar. Pengumpulan pendapat responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Expert Choice 2000.
8.
Sintesis yang memperhatikan konsistensi Menurut Saaty (1993) penentuan perangkat komponen sistem hierarki
AHP tidak memiliki prosedur yang pasti, sehingga sistem tidak harus terbentuk secara mutlak dari komponen-komponen seperti yang telah disebutkan diatas. Fokus dalam tahap ini adalah komponen –komponen sistem yang dipilih dan dipergunakan dalam membentuk sistem hierarki yang ada. Hal ini diidentifikasikan berdarkan kemampuan analisis dalam menemukan unsur-unsur yang dimaksud, sehingga penentuan unsur-unsusr tersebut tergantung dari penguasaan para analisis terhadap persoalan atau masalah yang akan dipecahkan Data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait dalam penelitian ini diolah secara tabulasi. Selanjutnya dianalisis dengan dua alat analisis yaitu analisis kualitatif dan kuantitataif. Dalam menjawab permasalahan pada penelitian maka akan dilakukan pengolahan data dengan metode AHP. Untuk melakukan data dengan metode AHP dibutuhkan sistem-sistem hierarki keputusan yang berkaitan dengan masalah penelitian dengan abstraksi. Abstraksi sistem hierarki keputusan memiliki bentuk yang saling terkait, dengan ketentuan sebagai berikut : -
Level 1 yaitu suatu struktur hirarki keputusan yang merupakan strategi yang akan dicapai. Masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah mengenai peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu. -
Level 2 merupakan level prioritas aspek komponen faktor SWOT
sebagai acuan dalam penentuan prioritas strategi peningkatan investasi di
Kabupaten
Indramayu. Komponen SWOT ini terdiri atas aspek kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman. - Level 3 menunjukkan elemen tiap-tiap komponen SWOT yang diperoleh melalui wawancara terlebih dahulu dengan stakeholders sebelum kuesioner AHP disebarkan. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang aktual dan sesuai dengan yang terjadi di lapangan. -
Level 4 menunjukkan prioritas strategi peningkatan investasi untuk memberikan solusi permasalahan penelitian yang dilakukan. Level keempat diperoleh dengan penekanan pada prioritas komponen SWOT yang diperoleh pada level kedua dan memperhatikan setiap elemen tiap-tiap komponen SWOT pada level tiga. Untuk lebih jelasnya sebagaimana terlihat dalam
Level 1
Level 2 Komponen SWOT
Level 3 Faktor
Level 4 Strategi
PEMBUATAN RENCANA STRATEGIS Peningkatan Investasi Kabupaten
Strengths S
Weaknesses W
Opportunities O
Threats T
A
D
G
J
B
E
H
K
C
F
I
L
Strategi 1
Strategi 2
Gambar 3. Struktur Hirarki Pembuatan Kabupaten Indramayu
Strategi 3
Strategi 4
Strategis Peningkatan Investasi
Gambar 4.
3.4
Metode Perancangan Program Tahapan rancangan program penentuan strategi Peningkatan Investasi
secara garis besar melakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Melakukan pendekatan dan komunikasi kepada instansi/lembaga terkait selanjutnya dilakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa stakeholder lainya untuk menentukan prioritas alternatif strategi peningkatan investasi Kabupaten Indramayu (Tonny, 2003). Adapun stakeholdernya adalah dari unsur pemerintah
dan investor.
2. Menganalisis informasi yang didapat dari stakholder tersebut, kemudian disusun suatu draf rancangan program yang bisa didukung oleh pemerintah Kabupaten Indramayu 3. Mensosialisasikan melalui forum rapat koordinasi pembangunan Kabupaten Indramayu agar rancangan program dapat dilaksanakan.
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Keadaan Umum Daerah Kabupaten Indramayu secara geografis terletak pada posisi 107º51’ –
108º 36’ BT dan 6º15’ LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan topografinya, Kabupaten Indramayu
sebagian besar merupakan daerah dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0-2 persen dan mempunyai ketinggian 0-100 meter diatas permukaan laut, dimana 98,7 persen berada pada ketinggian 0-3 meter diatas permukaan laut. Kondisi geografis Indramayu yang strategis, berada pada jalur Pantura yang merupakan jalur utama/urat nadi perekonomian nasional. Selain itu juga karena berbatasan langsung dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai 114 km yang membentang sepanjang pantai ptara antara Cirebon, Subang, merupakan suatu keuntungan bagi Kabupaten Indramayu terutama dari segi daya tarik investasi karena memiliki tingkat aksesbilitas yang tinggi. Letak Indramayu yang berada di pesisir pantai utara menyebabkan suhu udara yang cukup tinggi, berkisar antara 18º C – 28º C. Sementara rata-rata curah hujan sepanjang tahun adalah sebesar 1.502 mm. Adapun curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Kertasemaya dan Sukagumiwang yaitu sebesar 2.504 mm dengan jumlah hari hujan tercatat 90 hari. Sedangkan curah hujan terendah terjadi di Kecamatan Terisi yaitu kurang lebih
sebesar 888 mm dengan jumlah hari hujan tercatat 63 hari. Luas wilayah Kabupaten Indramayu 2.040,11 km2, terdiri dari 31 Kecamatan, 302 desa, 8 kelurahan, 1.508 RW dan 5.991 RT (BPS, 2005) 4.1.1 Keadaan Kependudukan Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumber daya manusia paling besar di Jawa Barat. Menurut data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional BPS (2005), laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi mencapai 1,69 juta jiwa. Hal itu terjadi dikarenakan Indramayu mulai mengarah menjadi daerah industri yang menyebabkan munculnya arus pendatang yang mencari pekerjaan. Implikasinya menimbulkan permasalahan sosial berupa tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Oleh sebab itu masalah kependudukan merupakan salah satu masalah yang harus mendapatkan perhatian yang cukup serius dalam proses pembangunan. Penduduk Kabupaten Indramayu tahun 2000 sebanyak 1.590.030 jiwa dan tahun 2004 meningkat menjadi 1.631.180 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,06 persen per tahun. Angka kepadatan penduduk adalah 8,00 orang per km2. Hasil registrasi penduduk menunjukkan, sampai pertengahan tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Indramayu sebanyak 1.686.582 jiwa, naik 0,04 persen yang terdiri dari 860.588 laki-laki dan 837.609 perempuan. Sedangkan jumlah penduduk Kabupaten Indramayu pada akhir tahun 2005 terdapat sebanyak 1.697. 986 jiwa yang terdiri dari 865.682 laki-laki dan 832.304 perempuan sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Penduduk Indramayu Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 0– 4 78.697 77.237 155.939 5– 9 85.588 81.981 165.569
10 – 14 82.644 15 – 19 83.510 20 – 24 68.271 25 – 29 68.445 30 – 34 74.018 35 – 39 60.869 40 – 44 61.043 45 – 49 53.380 50 – 54 49.374 55 – 59 31.784 60 – 64 22.118 65 – 69 19.160 70 – 74 16.205 75 + 12.576 Jumlah 865.682 Sumber: BPS Kabupaten Indramayu, 2005
80.483 80.069 64.005 64.421 60.926 61.324 59.761 52.935 46.360 30.713 23.555 17.559 16.477 14.480 832.304
163.127 163.579 132.276 132.866 134.944 122.211 120.804 106.315 95.734 62.497 45.673 36.719 32.682 27.056 1.697. 986
4.1.2 Ketenagakerjaan Kepala keluarga tahun 2004 sebanyak 475.636 KK dengan kondisi Keluarga Pra Sejahtera sebanyak 162.401 KK, Keluarga Sejahtera I sebanyak 157.129 KK, Keluarga Sejahtera II sebanyak 90.715 KK, Keluarga Sejahtera III sebanyak 48.863 KK dan Keluarga Sejahtera III plus sebanyak 16.528 KK. Apabila dilihat dari jenis lapangan usaha sebagian besar (37,17 persen) penduduk bekerja disektor tersier, sebanyak 54,12 persen bekerja disektor primer dan 8,71 persen di sektor sekunder. Jumlah penduduk 10 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja terdapat 800.380 orang dengan perbandingan 86,31 persen sudah bekerja dan 13,69 persen mencari kerja. Sedangkan yang bukan angkatan kerja terdapat 576.103 orang dengan jumlah berturut-turut dari yang terbanyak adalah mengurus rumah tangga sebesar 47,46 persen, bersekolah 39,83 persen, dan lainnya sebanyak 12,72 persen. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Penduduk 10 Tahun Keatas di Kabupaten Indramayu Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2005 No 1
2
Kegiatan Utama Angkatan Kerja - Bekerja - Mencari Kerja Bukan Angkatan Kerja - Sekolah - Mengurus Rumah Tangga - Lainnya Jumlah
Jenis Kelamin Laki – Laki Perempuan 484.493 52.695
206.312 56.879
116.437 5.389 44.382
113.000 268.018 28.877
703.397
673.086
Persentase Lk/Pr 100,00 86,31 13,69 100,00
Jumlah 690.806 109.574
39,83 47,46 12,72
229.437 273.407 73.259 1.376.483
Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2005
Jumlah perusahaan dan tenaga kerja yang dibina Dinas Tenaga Kerja pada Tahun 2005 terdapat sebanyak 334 perusahaan yang terdiri dari 11 jenis perusahaan. Jumlah tenaga kerja yang dibina Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Indramayu Tahun 2005 mencapai 7.180 orang dengan jumlah tenaga kerja yang dibina paling banyak adalah pada jenis perusahaan bangunan dan pekerjaan umum sebanyak 2.927 tenaga kerja dengan 208 perusahaan dan jenis perusahaan minyak dan gas bumi sebanyak 2.227 tenaga kerja dengan hanya 4 perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perusahaan dan Tenaga Kerja yang Dibina Dinas Tenaga Kerja Menurut Jenis Perusahaan di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Perusahaan Niaga, Bank dan Asuransi Makanan dan Minuman Farmasi dan Kimia Bangunan dan Pekerjaan Umum Logam dan Keramik Minyak dan Gas Bumi Logam dan Keramik Asembling Mobil dan Perbengkelan Percetakan dan Penerbitan Pertanian dan Perkebunan
Jumlah Perusahaan 15 63 2 208
Tenaga Kerja Laki-Laki Perempuan
Jumlah
200 312 302 2.605
57 179 35 322
357 491 337 2.927
1 4 4 24
195 2.173 191 271
4 54 90 16
199 2.227 281 287
3
15
-
15
11
Pariwisata 10 Jumlah 334 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2006
118 6.383
41 798
159 7.180
Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas berdasarkan 9 lapangan pekerjaan utama terdapat sebanyak 730.646 orang. Jumlah tenaga kerja terbanyak yaitu pada sektor pertanian dengan jumlah 317.044 orang, kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebanyak 194.500 orang, sektor angkutan transportasi sebanyak 76.108 orang, dan diikuti oleh sektor jasa, industri, bangunan/konstruksi, bank dan lembaga keuangan lainnya, pertambangan dan penggalian, dan sektor listrik, gas dan air minum sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Listrik ,Gas dan Air minum Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan Transportasi Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Jasa-jasa Jumlah Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat, 2006
Jumlah 317.044 460 44.988 346 23.952 194.500 76.108 2.872 70.376 730.646
4.1.3 Pendidikan Kelemahan mendasar yang membuat posisi pembangunan manusia di wilayah Indramayu menempati urutan bawah terletak pada komponen pendidikan. Dalam hal pendidikan, sudah banyak disinyalir bahwa tingkat pendidikan masyarakat di wilayah kabupaten ini tergolong rendah. Data Susenas tahun 2003 memperlihatkan bahwa penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum tamat SD mencapai 50,34 persen. Sementara mereka yang telah tamat SD jumlahnya mencapai 28,88 persen. Persentase penduduk yang tamat SLTP/sederajat pada tahun 2003 yang lalu baru mencapai 11,19 persen, sedangkan mereka yang tamat SLTA/sederajat
sebesar
7,73
persen.
Pada
jenjang
pendidikan
diatas
SLTA/sederajat yakni mereka yang menamatkan pendidikannya di Perguruan Tinggi/sederajat ini telah mencapai 1,87 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Indramayu Tahun 2003 Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Laki-laki
Tidak/Belum Tamat SD 44,9 Tamat SD 30,18 SLTP/sederajat 12,89 SLTA/sederajat 9,12 PT / sederajat 2,9 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2005.
Perempuan 55,99 27,52 9,41 6,28 0,8
Jumlah 50,34 28,88 11,19 7,73 1,87
Dewasa ini pembangunan pendidikan di kabupaten Indramayu mengalami perbaikan dengan meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan ratarata lama sekolah. Menurut data susenas, persentasa penduduk dewasa (10 tahun ke atas) yang melek huruf mencapai sekitar 75,53 persen pada tahun 2001 kemudian meningkat menjadi 76,41 persen di tahun 2003 dan di tahun 2005 menjadi 80,43 persen. Begitu pula pada rata-rata lama sekolah pada tahun 2001 rata-rata lama sekolah penduduk baru sekitar 4,55 tahun menjadi 5,21 tahun pada tahun 2003 dan 6,01 tahun pada tahun 2005. Akan tetapi kemajuan tersebut belum diimbangi dengan pemerataan pendidikan khususnya penduduk perempuan. Pada jenjang pendidikan yang ditamatkan menurut data suseda 2005 penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang mampu melanjutkan pendidikan SLTA ke atas baru sekitar 7,57 persen jauh tertinggal bila dibandingkan penduduk laki-laki yang mencapai 12,40 persen. Jika dilihat pada setiap jenjang pendidikan yang ditamatkannya, kesenjangan pendidikan antara penduduk laki-laki dengan perempuan relatif sama pada tingkat SLTP ke bawah. Menurut data Susenas tahun 2005 persentase penduduk perempuan yang tamat SD mencapai 29,65 persen relatif masih lebih rendah dibandingkan laki-laki yang hanya mencapai 32,03 persen. Pola yang sama
terjadi pula pada tingkat pendidikan SLTP, persentase penduduk perempuan yang tamat SLTP mencapai 16,03 persen di bawah penduduk laki-laki yang mecapal 18,18 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa pola pendidikan anak pada sebagian besar masyarakat sudah tidak lagi mengedepankan pendidikan anak-lakilaki dibandingkan dengan anak perempuan. Tabel 10. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Pendidikan yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Tidak pernah sekolah TidakTamat SD Tamat SD SLTP/sederajat SLTA/sederajat PT/ sederajat Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2005
Laki-laki
Perempuan
9,67 25,46 32,03 18,18 12,40 2,26
18,15 26,57 29,65 16,03 8,29 1,32
Jumlah 13,82 26,00 30,87 17,13 10,39 1,80
Indikator pendidikan lain yang dapat menjelaskan sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi (APM) dari semua jenjang pendidikan di Kabupaten Indramayu yang ditunjukkan pada Tabel 11 .
Tabel 11. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenis Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 Tingkat Pendidikan
Angka Partisipasi Kasar (APK) Laki-laki
Perempuan
SD 104,90 105,35 SLTP/sederajat 82,43 77,55 SLTA/sederajat 50,07 42,85 PT/sederajat 9,10 5,25 Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2005
Angka Partisipasi Murni (APM)
Jumlah 105,11 80,51 47,06 8,63
Lakilaki 95,30 70,48 31,42 21,42
Perempuan 95,43 69,07 30,36 5,53
Jumlah 95,42 70,43 30,59 6,30
4.2
Pertumbuhan Ekonomi Salah satu indikator yang dijadikan acuan dalam menggerakan kinerja
perekonomian adalah pertumbuhan ekonomi (economic growth). Data PDRB yang digunakan dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi adalah data PDRB atas dasar harga konstan 2000. Penggunaan harga konstan tidak lain adalah untuk memberikan gambaran yang lebih riil dari perkembangan kuantitas produk yang dihasilkan di wilayah tersebut. Perhitungan dilakukan per satu tahun yaitu dengan membandingkan data tahun sekarang dengan data tahun sebelumnya. Untuk melihat pola, penghitungan bisa dilakukan dengan melihat pergerakan nilai PDRB pada periode 2000 – 2006 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 terdahulu. Di samping perkembangan ekonomi wilayah, mengingat bahwa PDRB lapangan usaha menyajikan aktivitas sektoral, maka perkembangan tiap sektor juga dapat diamati setiap tahunnya termasuk juga dominasi salah satu sektor didalam perekonomian di wilayah tersebut. Perpaduan antara dominasi sektor dan tingkat perkembangan dari sektor tersebut, pada akhirnya dapat menjadi informasi untuk menentukan sektor mana yang dapat dijadikan sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth) bagi perekonomian wilayah tersebut. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2002 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu mencapai 4,37 persen sementara pada tahun 2003 mencapai 4,76 persen dan pada tahun 2004 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu mengalami penurunan menjadi 4,18 persen. Sedangkan pada tahun 2005 laju pertumbuhannya meningkat kembali menjadi 4,27 persen.
Para ekonom mengelompokkan laju pertumbuhan PDRB menurut aktivitas sektor. Pada tahun 2004 sektor tersier tumbuh paling tinggi yakni 5,49 persen, diikuti sektor primer yang tumbuh sebesar 3,20 persen. Sektor sekunder merupakan laju pertumbuhan PDRB paling rendah dengan pertumbuhan sebesar 1,95 persen, hal berbeda dengan tahun 2003 dimana sektor primer merupakan laju pertumbuhan PDRB terendah yang mencapai -0,29 persen dan sektor Sekunder tumbuh sebesar 4,02 persen. Jika dilihat selama periode tahun 2002-2005 Sektor tersier merupakan sektor yang relatif stabil dibandingkan dengan dua kelompok sektor lainnya sebagaimana dalam Tabel 12. Tabel 12. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Menurut Kelompok Sektor di Kabupaten Indramayu Tahun 2002-2005 Sektor / Tahun 2002 Sektor Primer 2.54 Sektor Sekunder 8.97 Sektor Tersier 5.68 Sumber: BPS Kabupaten Indramayu, 2006
2003 -0.29 4.02 10.38
2004 3.20 1.95 5.49
2005 2.62 2.17 6.17
Untuk dapat melihat lebih jauh bagaimana situasi ekonomi selama tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 di Kabupaten Indramayu, kita amati dan analisis masing-masing sektor maupun sub sektornya. Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam sumbangannya terhadap PDRB secara keseluruhan. Jadi persentase ini dapat dianggap sebagai penimbang untuk melihat perkembangan sektoral dengan teliti seperti ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2002 – 2005 Tanpa Minyak Dan Gas Bumi Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Pehutanan dan Perikanan 2. Pertambangn dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas danAir Bersih 5. Ba n g u n a n 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PDRB
2002
2003
2004*)
2005**)
Juta Rupiah
Persen
Juta Rupiah
Persen
Juta Rupiah
Persen
Juta Rupiah
Persen
2.443.591,62
0,48
2.436.417,37
0,45
2.514.794,75
0,45
2.581.133,76
0,44
16.884,56
0,003
16.897,60
0,003
16.911,25
0,003
16.929,21
0,002
207.052,06
0,04
210.590,97
0,007
211.627,13
0,038
212.994,43
0,036
40.124,17
0,007
41.672,12
0,006
43.648,14
0,007
45.773,87
0,007
127.569,08
0,025
137.554,98
0,02
142.162,05
0,025
147.286,65
0,02
1.285.586,69
0,25
1.436.348,52
0,33
1.548,752,67
0,27
1.673,589,19
0,28
335.073,35
0,065
375.091,77
0,07
381.467,27
0,068
396.027,21 0,069
149.710,73
0,029
161.856,96
0,03
164.470,26
0,029
167.648,31
0,028
494.371,67 5.099.963,83
0,096 100
526.432,48 5.342.862,77
0,098 100
542.267,65 5.566.101,17
0,097 100
562.308,62 5.803.691,25
0,096 100
Sumber : BPS Kabupaten Indramayu, 2006 Ket.: *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara
Pada tahun 2005, kelompok yang masuk kelompok pertama sebagai sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas rata-rata.terdiri dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor listrik gas dan air bersih. Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2005 tumbuh sebesar 8,06 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2004 namun angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2002 dan 2003 yang tumbuh masing-masing sebesar 7,20 persen dan 11,73 persen. Hal ini membuktikan di sektor ini terlihat selama tiga tahun terakhir relatif stabil dan bergerak kearah yang menaik. Kontribusi terbesar sektor ini disumbang oleh subsektor perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 8,80 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 4,87 persen, jika dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 4,74 persen ini
cukup meningkat walaupun relatif rendah. Kenaikan pada subsektor air bersih pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan sebesar 5,64 persen kemudian subsektor listrik mengalami pertumbuhan sebesar 4,78 persen. Untuk kelompok kedua adalah sebagai sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah LPE rata-rata. Kelompok ini adalah sektor yang tumbuh di bawah rata-rata namun pertumbuhannya masih positif yaitu mencakup sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor angkutan, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa. Sektor pertanian pada tahun 2005 tumbuh sebesar 2,64 persen. Hal ini telah mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2004 yang mencapai pertumbuhan 3,22 persen. Setelah pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -0,29 persen. Tidak ada subsektor sektor pertanian pada tahun 2004 dan 2005 yang mengalami pertumbuhan negatif, berbeda dengan tahun 2003 ada 2 (dua) subsektor yang mengalami pertumbuhan negatif yakni subsektor tanaman bahan makanan dan perkebunan masing-masing sebesar –0,56 dan –0,09 persen. Subsektor perikanan (khususnya perikanan laut) pada tahun 2005 memberikan andil terbesar yaitu 1,85 persen atau mengalami kenaikan dibanding pada tahun 2004 yang mengalami pertumbuhan sebesar 1,08 persen. Andil terbesar pada sektor pertanian pada tahun 2005 adalah subsektor tanaman bahan makanan yakni sebesar 3,35 persen. Hal tersebut diakibatkan adanya panen yang cukup berhasil serta harga gabah yang cukup terkendali. Sektor industri pengolahan pada tahun 2005 mengalamai pertumbuhan yang positif akan tetapi masih di bawah rata-rata yaitu memberikan andil terhadap
LPE Kabupaten Indramayu sebesar 0,65 persen. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dapat dilihat jika subsektor industri minyak dan gas bumi (migas) kita abaikan. Namun jika subsektor industri migas kita masukkan maka LPE maka pertumbuhannya justru negatif yakni mencapai –11,08 persen, hal ini diduga adanya penurunan produksi Migas khususnya di Unit Produksi (UP) VI Balongan. Sektor bangunan mengalami pertumbuhan sebesar 3,60 persen setelah pada empat tahun terakhir tumbuh cukup mengesankan. Sektor ini tumbuh di atas rata-rata LPE yaitu sebesar 3,35 persen pada tahun 2004, dimana pada tahun 2002 tumbuh 25,41 persen dan 7,83 persen pada tahun 2003. Sektor angkutan dan komunikasi pada tahun 2005 ini tumbuh di bawah rata-rata, namun masih positif dan stabil. Dalam sektor ini subsektor angkutan mengalami pertumbuhan sebesar 3,82 persen, dan komunikasi memberi sumbangan sebesar 5,26 persen. Subsektor angkutan terdiri dari subsektor angkutan jalan raya mengalami pertumbuhan sebesar 3,58 persen, subsektor angkutan rel sebesar 0,63 persen serta subsektor angkutan laut yang tumbuh sebesar 0,00 persen atau meningkat dibandingkan tahun 2004 yang tumbuh negatif sebesar -4,44 persen. Sedangkan subsektor jasa penunjang angkutan mengalami penurunan yaitu tumbuh sebesar 4,92 persen. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tumbuh pada angka 1,93 persen pada tahun 2005. Hal ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2004 yang mencapai 1,61 persen. Sedikit menaiknya pertumbuhan sektor keuangan ini disebabkan kembali mulai stabilnya nilai rupiah terhadap USD yang diakibatkan kinerja kegiatan ekonomi yang agak membaik. Subsektor yang menyumbang terbesar terhadap sektor ini adalah bank sebesar 5,72 persen, subsektor lembaga keuangan lainnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,15 persen, sedangkan
subsektor jasa perusahaan sebesar 0,92 persen, dan diikuti oleh sewa bangunan yang mengalami pertumbuhan sebesar 0,09 persen. Sektor ketiga sebagai sektor yang mengalami pertumbuhan negatif (tidak ada)
yang tumbuh di bawah rata-rata namun pertumbuhannya masih positif
adalah sektor jasa-jasa, walupun pertumbuhan ekonomi sektor ini pada tahun 2005 tumbuh sebesar 3,70 persen atau mengalami kenaikan dibanding tahun 2004 yang mencapai 3,01 persen namun secara umum LPE sektor jasa-jasa tumbuh dengan stabil setiap tahunnya.
Andil dari sektor ini yang cukup nyata adalah dari
subsektor pemerintahan umum, ini
menandakan adanya peningkatan dan
stabilnya kinerja jasa pemerintahan umum, Dari hal ini terlihat semakin meningkatnya subsektor jasa pemerintahan umum dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 LPE subsektor ini mencapai 0,81 persen kemudian pada tahun 2003 mencapai 12,17 persen dan pada tahun 2004 mencapai 1,43 persen serta pada tahun 2005 tumbuh cukup mantap yakni sebesar 2.30 persen. Demikian pula subsektor jasa swasta juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada tahun 2005 tidak ada
subsektor yang mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2004 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 14 . Tabel 14. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Indramayu Tahun 2002-2005 Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 Pertanian 2.48 -0.29 3.22 2.64 Pertambangan 12.11 0.08 0.08 0.11 Industri 1.79 1.71 0.49 0.65 Listrik Gas & Air 3.44 3.86 4.74 4.87 Bangunan 25.41 7.83 3.35 3.60 Perdagangan 7.2 11.73 7.83 8.06 Angkutan & Komunikasi 6.87 11.94 1.70 3.82 Keuangan 2.66 8.11 1.61 1.93 Jasa-jasa 2.08 6.49 3.01 3.70 PDRB 4.37 4.76 4.18 4.27 Sumber: BPS Kabupaten Indramayu, 2006
4.3. Ekonomi Sektor Unggulan dan Sektor Potensial
Penentuan ekonomi sektor unggulan dan sektor potensial di Kabupaten Indramayu adalah berdasarkan hasil analisis input –output (I-O) . Menurut Siregar (2006) diantara kegunaan Tabel I-O ialah untuk mengetahui sektor sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian nasional/propinsi dan daerah. Dari hasil Analisis keterkaitan antar sektor ekonomi melalui pendekatan Input Output (I-O) di Kabupaten Indramayu (Bapeda, 2005) melalui pembuatan matriks pengganda untuk 27X27 sektor telah menghasilkan
nilai IDP (Indeks Daya
Penyebaran) dan IDK (Indeks Daya Kepekaan) yang
menunjukan adanya
gambaran keterkaitan kebelakang, keterkaitam kedepan. Penentuan sektor unggulan dan sektor potensial sebagaimana gambaran berikut ini :
4.3.1. Keterkaitan Ke Belakang
Berdasarkan hasil perhitungan Input-Output Kabupaten Indramayu terdapat 13 sektor yang memiliki indeks daya penyebaran lebih dari satu adalah sebagaimana pada tabel 15.
Tabel 15. Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor-sektor di Kabupaten Indramayu No Lapangan Usaha IDP Ranking 1 Tanaman Bahan Makanan 2,037 5 2 Tanaman Perkebunan 0.019 19 3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.032 16 4 Kehutanan 0.016 21 5 Perikanan 2.029 6 6 Minyak dan Gas Bumi 2.023 7 7 Penggalian 2.017 8 8 Industri Migas 2.050 3
9 Industri Tanpa Migas 10 Listrik 11 Air Bersih 12 Bangunan 13 Perdagangan Besar dan Eceran 14 Hotel 15 Restoran 16 Angkutan rel 17 Angkutan Jalan Raya 18 Angkutan Laut 19 Jasa Penunjang Angkutan 20 Komunikasi 21 Bank dan Lembaga Keuangan 22 Sewa Bangunan 23 Jasa Perusahaan 24 Pemerintahan Umum 25 Sosial Kemasyarakatan 26 Hiburan dan Rekreasi 27 Perorangan dan Rumah Tangga Sumber : Bapeda Kabupaten Indramayu. 2005
4.938 0.149 0.016 3.066 1.017 0.033 1.032 0.016 3.017 0.032 1.016 0.016 0.016 1.016 0.018 0.016 0.025 0.016 1.028
1 14 22 2 11 15 9 23 4 17 12 24 25 13 20 26 18 27 10
Ketigabelas sektor yang memiliki indeks daya penyebaran lebih besar dari 1 adalah : (1) industri tanpa migas, (2) Bangunan, (3) Industri migas, (4) angkutan, (5) Jalan raya, (6) Tanaman bahan makanan, (7) Perikanan, (8) Minyak dan gas bumi, (9) Penggalian, (10) Restoran, (11) Perorangan dan rumah tangga, (12) Pedagang besar dan eceran, (13) Jasa penunjang angkutan, dan (14) sewa bangunan. Sektor sektor inilah yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang berada diatas rata-rata penyebaran sektor lainnya. Dengan kata lain perkembangan output sektor ini akan menarik sektor- sektor yang memasok sektor ini lebih cepat daripada sektor-sektor lainnya. Keempat belas sektor lainnya diluar sektor tersebut memiliki indeks daya penyebaran lebih kecil dari 1. Artinya walaupun ada keterkaitan kebelakangnya, pertumbuhan output keempat belas sektor tersebut akan menyebabkan peningkatan output sektor pemasoknya lebih rendah dari rata-rata. 4.3.2. Keterkaitan Ke Depan
Perhitungan selanjutnya adalah indeks derajat kepekaan yang merupakan indikator dari keterkaitan suatu sektor dengan sektor lainnya yang dipasok oleh sektor tersebut. Indeks daya kepekaan yang bernilai lebih dari 1 menandakan bahwa sektor tersebut dapat memacu sektor lain yang dipasoknya, lebih besar datripada rata-rata sektor lainnya. Terdapat 13 sektor di Kabupaten Indramayu yang memiliki indeks derajat kepekaan yang lebih besar dari 1 sebagaimana tampak pada Tabel 16. Tabel 16. Indeks Derajat Kepekaan (IDK) Sektor-sektor di Kabupaten Indramayu No Lapangan Usaha IDK Ranking 1 Tanaman Bahan Makanan 2.200 4 2 Tanaman Perkebunan 0.076 21 3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.032 12 4 Kehutanan 1.020 13 5 Perikanan 2.017 8 6 Minyak dan Gas Bumi 2.020 7 7 Penggalian 1.137 10 8 Industri Migas 2.028 6 9 Industri Tanpa Migas 3.017 2 10 Listrik 0.072 22 11 Air Bersih 0.485 15 12 Bangunan 3.024 1 13 Perdagangan Besar dan Eceran 0.032 25 14 Hotel 0.368 16 15 Restoran 0.021 26 16 Angkutan rel 0.669 14 17 Angkutan Jalan Raya 2.145 5 18 Angkutan Laut 0.284 17 19 Jasa Penunjang Angkutan 0.145 20 20 Komunikasi 0.016 27 21 Bank dan Lembaga Keuangan 1.270 9 22 Sewa Bangunan 0.198 19 23 Jasa Perusahaan 0.234 18 24 Pemerintahan Umum 0.198 11 25 Sosial Kemasyarakatan 0.038 24 26 Hiburan dan Rekreasi 2.342 3 27 Perorangan dan Rumah Tangga 0.071 23 Sumber : Bapeda Kabupaten Indramayu, 2005
Berdasarkan urutannya ketiga belas sektor yang emiliki indeks derajat kepekaan lebih besar dari 1 adalah : (1) Industri tanpa migas, (2) Bangunan, (3) Industri migas, (4) angkutan jalan raya, (5) Kehutanan, (6) Tanaman bahan
makanan, (7) Perikanan, (8) Industri Minyak dan gas bumi, (9) Penggalian, (10) Minyak dan Gas Bumi, (11) Bank dan Lembaga Keuangan, (12) Peternakan dan hasil-hasilnya
dan
(13) Pemerintahan umum. Sektor –sektor inilah yang
memiliki keterkaitan edepan (Forward linkage) yang berada diatas rata-rata derajat kepekaan sektor lainnya Artinya perkembangan output sektor ini akan mendorong sektor –sektor yang dipasok sektor ini lebih cepat daripada sektor lainnya. Keempat belas sektor lainnya diluar sektor tersebut memiliki indeks derajat kepekaan yang lebih kecil dari 1. Artinya walaupun ada keterkaitan kedepannya, pertumbuhan output keempat belas sektor tersebut akan menyebabkan peningkatan output sektor yang dipasoknya lebih rendah dari rata-rata. 4.3.3. Sektor Unggulan dan Sektor Potensial Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sektor unggulan dalam kajian ini adalah sektior yang memilki keterkaitan kedeoan (forward linkage) dan keterkaitan kebelakang (forward linkage) yang lebih besar dari rata-rata semua sektor yanga ada. Dalam bahasa yang lebih teknis sektor unggulan adalah sektor yang memiliki IDP dan IDK lebih besar dari 1. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki IDP atau IDK saja yang lebih dari 1 adalah sektor – sektor potensial yang dapat dikembangkan. Sebagaimana pada Tabel 17. Tabel 17. Sektor Unggulan dan Sektor Potensial Berdasarkan IDP dan IDK di Kabupaten Indramayu No Lapangan Usaha Indek Daya Indek Derajat Penyebaran Kepekaan (Backward Linkage) (Forward Linkage) 1 Tanaman Bahan Makanan 2,037 2.200 2 Tanaman Perkebunan 0.019 0.076 3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.032 1.032 4 Kehutanan 0.016 1.020 5 Perikanan 2.029 2.017 6 Minyak dan Gas Bumi 2.023 2.020 7 Penggalian 2.017 1.137
8 Industri Migas 9 Industri Tanpa Migas 10 Listrik 11 Air Bersih 12 Bangunan 13 Perdagangan Besar dan Eceran 14 Hotel 15 Restoran 16 Angkutan Rel 17 Angkutan Jalan Raya 18 Angkutan Laut 19 Jasa Penunjang Angkutan 20 Komunikasi 21 Bank & Lembaga Keuangan 22 Sewa Bangunan 23 Jasa Perusahaan 24 Pemerintahan Umum 25 Sosial Kemasyarakatan 26 Hiburan dan Rekreasi 27 Perorangan dan Rumah Tangga Sumber : Bapeda Kabupaten Indramayu, 2005
2.050 4.938 0.149 0.016 3.066 1.017 0.033 1.032 0.016 3.017 0.032 1.016 0.016 0.016 1.016 0.018 0.016 0.025 0.016 1.028
2.028 3.017 0.072 0.485 3.024 0.032 0.368 0.021 0.669 2.145 0.284 0.145 0.016 1.270 0.198 0.234 0.198 0.038 2.342 0.071
Dari data diatas menunjukan bahwa sesuai dengan potensi ekonomi dan kondisi alam di Kabupaten Indramayu maka kegiatasn sektor –sektor usaha yang berkembang di wilayah ini ebih banyak di dominasi oleh sektor primer yaitu sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian. Namun demikian hasil analisis dengan menggunakan metode input output. Tabel 17 memperlihatkan terdapat 8 sektor yang digolongkan sebagai sektor unggulan agar dapat memberikan multiplier effect bagi perekonomian Indramayu yaitu (1) Tanaman bahan makanan (2) perikanan (3) Minyak dan gas bumi (4) Penggalian (5) Industri migas (6) Industri tanpa migas (7) Bangunan dan (8) Angkutan jalan raya. Selain itu terdapat 10 sektor yang digolongkan sebagai sektor potensial perlu mendapat perhatian agar dimasa depan dapat meningkat perannya yaitu : (1) Peternakan dan hasil-hasilnya (2) Kehutanan (3) Perdagangan besar dan eceran (4) Restoran (5) Jasa penunjang dan angkutan, (6) Bank dan lembaga keuangan (7) Sewa bangunan (8) Pemerintahan umum (9) Hiburan dan rekreasi dan (10) Perorangan dan rumah tangga.
4.4.
Deskripsi Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) sejak tahun
2001 secara berkala melakukan kajian daya tarik investasi daerah kabupaten/kota. Kajian ini dilakukan terhadap 134 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Kajian daya tarik investasi tersebut didasarkan pada persepsi para pengusaha yang mempunyai usaha di daerah baik pengusaha lokal, pengusaha nasional, maupun pengusaha multinasional. Fokus kajian KPPOD adalah persepsi pengusaha tehadap 5 (lima) faktor utama, yaitu (1) kelembagaan, (2) sosial politik, (3) ekonomi daerah, (4) tenaga kerja dan produktivitas, dan (5) infrastruktur fisik.
Hasil kajian
menjelaskan posisi peringkat masing-masing kabupaten dan kota berdasarkan variabel, kelompok indikator, dan peringkat secara keseluruhan. Peringkatperingkat tersebut sangat berguna dalam melakukan perbandingan keadaan masing-masing kabupaten
terhadap kabupaten lainnya. dan penelaahan lebih
lanjut tentang faktor-faktor yang menjadi sumber keunggulan dan kelemahan setiap kabupaten sangat penting khususnya untuk perencanaan pembangunan. KPPOD mengidentifikasi dan menganalisa neraca daya saing setiap kabupaten berdasarkan tiga jenis analisis. Pertama, analisis
dilakukan secara
bersamaan terhadap 134 kabupaten, dengan memetakan kekuatan dan kelemahan semua kabupaten dalam satu diagram berdasarkan jenis data primer dan sekunder. Kedua, pemetaan faktor kekuatan dan faktor kelemahan dari 134 kabupaten dilakukan berdasarkan pengelompokan indikator ke dalam empat kuadran. Ketiga, analisis faktor kekuatan dan faktor kelemahan dilakukan terhadap masing-masing kabupaten
secara
deskriptif.
Berdasarkan
pemeringkatan
itu
terlihat
perkembangan daya saing investasi Kabupaten Indramayu selama 5 tahun sebagaimana dalam Tabel 18. Tabel 18. Ringkasan Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu 2001 -2005 Tahun Indikator Kelembagaan
2001
2002
2003
2004
2005
45
88
47
12
105
Sosial Politik
26
89
28
14
138
Ekonomi Daerah
6
42
7
35
119
Tenaga Kerja dan Produktivitas
20
14
32
54
157
Infrastruktur Fisik
10
31
12
2
98
Peringkat Umum
8
73
11
4
149
Sumber : KPPOD, 2001-2005 (diolah)
Selama periode 2001 -2005 peringkat daya saing Kabupaten Indramayu mengalami
turun naik. Pada tahun 2001, 2003 dan 2004 termasuk dalam
peringkat teratas tetapi pada tahun 2002 dan 2005 termasuk posisi terendah
Dua
daerah yang selalu dalam peringkat sepuluh terbaik yaitu Bekasi dan Purwakarta. Akan tetapi peringkat Kabupaten Indramayu lebih baik dari Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Adapun indikator-indikator Kabupaten Indramayu yang mendapat peringkat di atas rata-rata nasional adalah indikator-indikator keamanan, budaya daerah, perekonomian daerah, dan potensi ekonomi. Sementara indikator-indikator lain seperti sistem keuangan, kepemerintahan dan kebijakan pemerintah, dan kelembagaan berada di bawah rata-rata nasional. Keunggulan diatas merupakan faktor kekuatan Kabupaten Indramayu, yaitu jaminan faktor keamanan, perekonomian daerah dan potensi ekonomi. Faktor kekuatan potensi ekonomi Kabupaten Indramayu dalam hal keberadaan produksi sektor industri juga didukung oleh kenyataan jumlah perusahaan migas
dan pengolahan industri terkaitnya berada di kabupaten ini dan merupakan yang terbanyak se-Jawa Barat. Sedangkan variabel-variabel yang merupakan faktor kelemahan Kabupaten Indramayu ini lebih banyak lagi terdiri dari infrastruktur, aspek kualitas dan produktivitas ketenagakerjaan dari SDM, Peraturan Daerah tentang pajak, retribusi daerah. Beberapa variabel lain yang merupakan faktor kelemahan daerah lebih merupakan potret sesaat, karena kinerja perekonomian Kabupaten Indramayu periode 2001-2004 belum sepenuhnya mengalami pemulihan dampak krisis ekonomi misalnya hal-hal yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan PDRB per kapita, laju pertumbuhan produktivitas sektor jasa, kinerja ekspor, laju pertumbuhan aliran barang dan jasa dari dan ke daerah lain. Variabel faktor kelemahan yang lebih mencerminkan keterbatasan daya dukung daerah Kabupaten Indramayu adalah fasilitas pelabuhan laut dan ketersediaan sumber daya air. Sedangkan tingkat pengangguran yang tinggi dan kondisi kesenjangan pendapatan yang tinggi dapat menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya saing kabupaten Indramayu, karena berimplikasi luas ke aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat di daerah ini. Dari
variabel-variabel
yang
merupakan
faktor
faktor
kelemahan
Kabupaten Indramayu dapat ditarik suatu kesimpulan tentang masih rendahnya kualitas infrastruktur transportasi khususnya jalan Pantura yang kualitasnya rusak dan sering macet. Hal ini disebabkan karena angkutan barang dan penumpang dari dan ke Jakarta –Jawa Timur didominasi oleh angkutan darat, dan penggunaan angkutan penumpang dan barang melalui laut belum berkembang di daerah ini. Hal ini mungkin disebabkan penggunaan fasilitas angkutan laut dari dan ke
propinsi lainnya dilakukan melalui Jakarta, Semarang dan Surabaya. Faktor infrastruktur lain yang perlu mendapat perhatian adalah ketersediaan elektrifikasi, saat ini
listrik terpasang 296.148.241 Watt sedangkan yang dibutuhkan
593.296.480 Watt (Bapeda Kab. Indramayu, 2006). Sedangkan masalah pengangguran merupakan masalah sangat mendesak yang perlu segera ditanggulangi. Dan masalah Perda yang terkait dengan regulasi
pajak dan
retribusi daerah contohnya Perda Nomor 25 tahun 2003 tentang Retribusi Usaha Perikanan, Pembudidayaan dan Pengolahan Hasil Ikan Laut dan Perda Nomor 25 tahun 2003 tentang Pajak Pengolahan Minyak dan Gas Bumi masih dianggap belum kondusif bagi kegiatan usaha oleh kalangan dunia usaha. Secara spesifik, beberapa faktor yang dapat menjadi fokus perbaikan kinerja kepemerintahan dan kebijakan pemerintah kabupaten Indramayu menyangkut aspek-aspek yang terkait dengan pemberantasan Kolusi Korupsi dan Nepotisme, berbagai pungutan tidak resmi, keberpihakan aparat pemerintah daerah, kompetensi aparat pemerintah daerah pada umumnya.
V. PERKEMBANGAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU
5.1 Perkembangan Investasi Swasta di Kabupaten Indramayu Kegiatan investasi di Kabupaten Indramayu diharapkan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui kegiatan investasi akan terjadi penyerapan tenaga kerja, alih teknologi dan terjadinya
peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan berimplikasi pula pada dinamika perekonomian daerah. Menurut Husodo (2004), pertumbuhan ekonomi suatu negara yang baik biasanya ditunjang dengan masuknya investasi secara reguler di negara tersebut. Pertumbuhan ini akan lebih baik lagi jika negara tersebut dapat bersaing dengan negara lain dalam memasarkan hasil produksinya dari investasi yang masuk tersebut. Kabupaten Indramayu secara geografis merupakan daerah pantai namun letaknya sangat strategis dan merupakan jalur yang menghubungkan daerah Jawa-Bali dengan Ibu Kota Jakarta serta potensi sumber daya alam yang cukup potensial khususnya sektor migas, sektor pertanian, industri, perdagangan dan jasa-jasa serta kondisi stabilitas keamanan yang membaik dan kondusif juga didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang mudah sehingga hal tersebut menyebabkan Kabupaten Indramayu diminati oleh para investor baik asing maupun dalam negeri sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 19.
Tabel 19. Perkembangan Realisasi Investasi Swasta Di Indramayu Tahun 2000– 2005
2000 2001 2002 2003 2004 2005
PMA Jumlah Proyek 6 1 2
Total
9
Tahun
Investasi (USD ) 13.758.79 0 5.500.005 1.232.205
PMDN Jumlah Proyek 1 1 1 1
Non PMA/PMDN Investasi Investasi Jumlah Proyek (Rp juta) (Rp Ribu) 2.409.072 101.225.119 10.667.000 1 50.000.00 11.156.405 0.
20.491.00 4 125.457.596 1 50.000.00 0 0 Sumber: Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu 2007 dan Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat 2006 Data perkembangan investasi sampai dengan periode September 2007 menurut Kantor Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu meliputi (1) PMDN sebanyak 4 perusahaan dengan investasi Rp 125.457.596.901, (2) PMA sebanyak 9 perusahaan dengan nilai investasi sebesar USD 20.491.000, dan (3) Non PMA/PMDN 1 perusahaan dengan nilai investasi Rp. 50.000.000.000. Bidang usaha yang banyak diminati adalah industri yang mengolah minyak dan gas serta pertanian secara luas dan pengolahannya. Bidang usaha yang diminati investor tersebut sangat signifikan dengan perkembangan perekonomian Kabupaten Indramayu yang PDRB-nya didominasi oleh sektor industri pengolahan minyak dan gas dan sektor pertanian. Sektor industri pengolahan kontribusinya sebesar 56 persen dan sektor pertanian sebesar 16 persen. (BPS Indramayu, 2005). Peranan sektor industri pengolahan minyak dan gas
dan
pertanian menjadi sangat penting bahkan sektor-sektor ini sebagai lokomotif dan
penggerak roda perekonomian Kabupaten Indramayu yang ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20. Perkembangan Sektor Investasi di Kabupaten Indramayu Tahun 2005
Nama Perusahaan PT Politama Propindo PT Chang Jui Fang PT Katalis Indopratama PT Batavindo Kridanusa PT Tirta Benini Mulia PT Tirta Perdana PT Sumber Daya Kelola PT Indohanzul Perkasa PT Bakti Mingas Utama PT Elpindo Reksa PT Ratu Serda
Lokasi Desa. Majakerta Kec.Balongan Desa Pangkalan Kec.Balongan Desa Majakerta Kec.Balongan Desa Majakerta Kec.Balongan Desa Pangkalan Kec.Lohbener Desa Pilangsari Kec.Jatibarang Desa Amis Kec.Cikedung Desa Amis Kec.Cikedung Desa Sukahaji Kec. Patrol Desa Santing Kec.Losarang Desa Amis Kec.Cikedung
Status
PMA PMA PMA PMDN PMDN
Unit Usaha Industri Propyline Industri keramik Industri Zeolit Industri Efok Resin Industri Water Glass
Nilai Investasi (RP Juta/ USD Ribu)
Jumlah Tenaga Kerja
$ 44.500
324
$ 8.000
600
$ 40.000
315
206.920
155
750.000
54
PMDN
Industri Es
400
35
PMDN
Industri Gas
14.124
39
PMDN
Industri Gas
38.110
82
PMDN
Industri Gas LPG
$500.000
394
PMDN
Industri Gas
10.667
203
PMDN
Industri Gas
12.000
250
PT Usaha Ridha Semesta
Kecamatan Haurgeulis
PMDN
Perkebunan dan Industri Gula
1.830.00
351
PT LBL Network Ltd
Kecamatan Haurgeulis
PMA
Bioetanol
$ 50.000
1505
PT PLN
Desa Sumur Adem Kec. Sukra
Energi Listrik PLTU
$ 9.222+ 1.272.900
175
PT Cibadak Sari Farm
Desa/Kec. Gantar
Peternakan Ayam
8.250
150
PT Pertamina EP
Desa /Kec Sukra
Non PMA/PM DN Non PMA/PM DN Non PMA/PM DN
Pengeboran Kilang Minyak
$ 4.000
325
Sumber : Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu 2006 Jumlah industri besar dan sedang di Indramayu hingga Tahun 2005 mencapai 35 unit usaha dengan 10 jenis industri. Jumlah tenaga kerja paling banyak pada jenis industri kimia organik dengan jumlah sebanyak 785 tenaga kerja, kemudian industri kerupuk ikan dan udang sebanyak 300 tenaga kerja, dan
diikuti berturut-turut oleh industri waterglass, rajungan, es batu, keramik lantai, teri nasi, logam, kimia CO2, dan kayu putih yang ditunjukkan pada Tabel 21. Tabel 21. Banyaknya Industri Besar Sedang Menurut Jenis Industri dan Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Indramayu tahun 2005 Jumlah Unit Usaha
Jenis Industri Waterglass Keramik Lantai Kimia Organik Es Batu Kimia CO2 Kerupuk Ikan dan Udang Logam Rajungan Teri Nasi Kayu Putih JUMLAH
1 1 8 6 2 6 3 1 5 2 35
Jumlah Tenaga Kerja 271 191 785 214 59 300 90 247 187 40 2.384
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu, 2006
Sedangkan minat investor berdasarkan negara asal , terdapat 3 negara kelompok besar yang melakukan investasi di Indramayu yaitu : 1. Jepang 2 proyek bidang Minyak dan gas 2. Cina 2 proyek bidang industri keramik dan Listrik 3.
Gabungan negara 2 proyek bidang ekplorasi migas dan pertanian
5.2. Perkembangan Investasi Pemerintah di Kabupaten Indramayu Berdasarkan visi dan misinya, pembangunan di Kabupaten Indramayu diprioritaskan pada tiga bidang pembangunan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian alokasi pengeluaran pembangunan pada APBD Kabupaten Indramayu yang terbesar adalah pada bidang infrastruktur seperti pembangunan jalan, jembatan, pembangunan gedung sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
Untuk
mengukur
dampak
dari
alokasi
pembangunan
terhadap
pertumbuhan ekonomi, dapat dikaji dengan menghubungkan antara pendapatan regional (PDRB) dan investasi pemerintah dimana dalam teori pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa di tabung sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Hal ini berarti investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak semakin besar investasi suatu negara akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian pertumbuhan merupakan fungsi investasi Dalam Sukirno (1994) dikatakan bahwa dalam perhitungan pendapatan nasional dengan cara pengeluaran membedakan pengeluaran dari barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian kepada 4 (empat) komponen, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta dan ekspor netto (ekspor dikurangi impor). Komponen pengeluaran pemerintah atas pembelian barang dan jasa dibedakan menjadi 2 (golongan ) yaitu pengeluran penggunaan pemerintah atau konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah. Termasuk dalam konsumsi pemerintah adalah pembelian dari barang dan jasa yang akan dikonsumsikan, seperti membayar gaji guru, pembelian alat kantor. Sementara investasi pemerintah meliputi pengeluaran untuk membangun prasarana seperti jalan, sekolah, rumah sakit dan irigasi. Dengan demikian perkembangan investasi pemerintah Kabupaten Indramayu dapat terlihat sebagaimana dalam Tabel 20.
Tabel 22. Persentase Pembentukan Modal Tetap Bruto Terhadap PDRB Kabupaten Indramayu Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000-2006 Pembentukan Modal Tetap Bruto Terhadap PDRB Kab. Indramayu Tahun
Pembentukan Persentase
PMTB
Modal Tetap Bruto PDRB Terhadap PDRB (PMTB) 2000
3.631.453
12.943.577
28.06
2001
3.507.560
12.913.620
27.16
2002
3.589.599
13.812.367
25.99
2003
3.592.639
12.775.269
28.12
2004
3.637.627
13.369.131
27.21
2005
3.696.418
12.323.269
30.00
2006
3.702.184
12.621.074
29.33
Sumber: BPS Kabupaten Indramayu, 2007
Jika dilihat dari tabel diatas nampak struktur investasi pemerintah dalam bentuk Pembentukan Modal Tetap Bruto dalam 7 tahun terakhir belum menggambarkan adanya aspek efektivitas dan efisiensi dalam mengalokasikan dana. Dana untuk infrastruktur listrik, irigasi, perbaikan jalan raya, pendidikan dan kesehatan selalu turun naik antara 26 persen sampai 30 persen. Berbeda dengan belanja administrasi umum mendapatkan proporsi yang besar diatas 60 persen dan belanja langsung sekitar 20 persen. Ini berarti sebagian besar dana dialokasikan untuk belanja rutin yang tidak terkait dengan kinerja dan lebih pada
berhubungan keperluan birokrasi. Akibat dari belanja langsung yang terkait dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan publik serta pembangunan mendapatkan alokasi yang relatif kecil maka terjadinya kerusakan infrastruktur berupa prasarana infrastruktur jalan, irigasi, sekolah dan lain lain sebagaimana pada Tabel 23. Tabel 23. Alokasi Pengeluaran APBD Kabupaten Indramayu Tahun 2006-2007 No. Alokasi Bidang 2006 1 Pendidikan 12.110.000.000,00 2 Kesehatan 6.250.000.000,00 3 Pengairan 5.890.000.000,00 4 Transportasi 5.210.000.000,00 5 Perikanan 3.980.000.000,00 6 Pertanian 3.430.000.000,00 7 Air Bersih 1.510.000.000,00 8 Lingkungan Hidup 300.000.000,00 Sumber. Sekretariat Daerah Kabupaten Indramayu, 2007
2007 2.834.000.000,00 7.112.000.000,00 6.771..000.000,00 30.950.000.000,00 713.000.000,00 1.188.000.000,00 673.000.000,00 56.000.000,00
Tabel 23 diatas menggambarkan terdapat orientasi pemihakan terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan, pemihakan ini bertujuan memperbaiki kekeliruan terdahulu yang mengakibatkan Kabupaten Indramayu selalu menjadi daerah tertinggal dalam pemerataan pendidikan. meskipun demikian kecilnya alokasi anggaran terhadap pengairan, transportasi, pertanian , air bersih dan lingkungan hidup berdampak terhadap kurangnya perbaikan infrastruktur yang berdampak terhadap pengurangan pendapatan masyarakat .
VI. ANALISIS FAKTOR -FAKTOR DAYA SAING INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 6.1. Analisis Faktor-faktor Internal dan Eksternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu
Pada bab IV telah diuraikan tentang Deskripsi Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu hasil pemeringkatan daya saing oleh KPPOD. Peringkat tersebut sangat berguna dalam melakukan perbandingan keadaan masing-masing daerah terhadap daerah lainnya. Namun demikian, penelaahan lebih lanjut tentang faktor faktor yang menjadi sumber kekuatan dan kelemahan
setiap daerah
sehingga mereka menempati posisi peringkat tersebut sangat penting untuk perencanaan pembangunan khususnya peningkatan investasi. Konsep pemeringkatan daya saing mengacu pada kekuatan dan kelemahan suatu daerah dalam mencapai daya saing nasional atau mengacu kepada inventarisasi faktor-faktor atau variabel-variabel yang secara relatif menjadi sumber kekuatan dan kelemahan suatu daerah dalam pencapaian daya saing nasional. Pengertian relatif disini diartikan bahwa yang muncul sebagai faktor kekuatan dan kelemahan dari suatu daerah adalah relatif terhadap variabel– variabel lain di daerah tersebut. Hal ini tidak berarti lepas dari perbandingan terhadap daerah lain karena untuk mengukur faktor kekuatan dan kelemahan tersebut ukurannya adalah nilai rata-rata peringkat daerah secara nasional. Investasi diperlukan dalam rangka untuk mencapai pertumbuhan dan pembangunan yang baik di suatu daerah. Agar investasi dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada maka diperlukan penyusunan strategi
dengan mempertimbangkan faktor-faktor strategis internal maupun eksternal. Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka diperlukan penyusunan strategi yang komprehensif melalui rumusan prioritas strategi peningkatan investasi. Komponen SWOT (internal dan eksternal) yang terdiri atas kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman akan memiliki urutan prioritas sesuai dengan pendapat
para
responden.
mengidentifikasi
Analisis
kekuatan-kekuatan
kondisi
internal
(strengths)
dan
dilakukan
dengan
kelemahan-kelemahan
(weaknesses) daya saing investasi di Kabupaten Indramayu. Faktor kekuatan yang teridentifikasi meliputi: 1) memiliki potensi ekonomi sektor pertanian dan migas, 2) memiliki budaya daerah yang kondusif dalam mengembangkan perekonomian, 3) jumlah tenaga kerja, 4) memiliki letak yang strategis dan wilayah yang luas, 5) memiliki dukungan birokrasi yang baik untuk mengembangkan perekonomian, 6) memiliki zona industri yang beragam. Selain itu faktor kelemahan yang teridentifikasi meliputi: 1) adanya perda yang bermasalah, 2) kualitas infrastruktur yang masih rendah, 3) kualitas SDM masih rendah, 4) kurangnya promosi terhadap sektor-sektor unggulan dan potensial, 5) rencana pemekaran Kabupaten Indramayu. Hal ini sebagaimana pada Tabel 24. Tabel 24. Analisis Kondisi Internal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu Strengths (Kekuatan)
1. 2. 3. 4. 5.
Weaknesess (Kelemahan)
6. 1. 2. 3. 4.
Memiliki potensi ekonomi sektor pertanian dan Migas Memiliki budaya daerah yang kondusif dalam mengembangkan perekonomian Jumlah tenaga kerja Memiliki letak yang strategis dan wilayah yang luas Memiliki dukungan birokrasi yang baik untuk mengembangkan perekonomian Memiliki zona industri yang beragam Adanya perda yang bermasalah Kualitas infrastruktur yang masih rendah Kualitas SDM masih rendah Kurangnya promosi terhadap sektor-sektor potensial
5.
Rencana pemekaran Kabupaten Indramayu
Sumber : Hasil olahan, 2008
Setelah melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap faktor-faktor internal selanjutnya
dilakukan
juga
identifikasi
faktor-faktor
eksternal
yang
mengidentifikasikan peluang-peluang (opportunities) dan ancaman-ancaman (threats) yang terkait dengan peningkatan investasi Kabupaten Indramayu. Faktor peluang yang teridentifikasi meliputi: 1) rencana pembangunan bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang, 2) proses pengembangan jalur transportasi darat antara Jakarta - Cirebon melalui Indramayu yang meliputi jalur kereta api dan jalan tol, 3) rencana pengembangan
pelabuhan Cirebon menjadi Pelabuhan
Samudera. Selain itu faktor ancaman yang teridentifikasi meliputi: 1) lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimum (SPM) oleh pemerintah pusat, 2) dukungan alokasi kredit dan jaminan kredit perbankan dan non perbankan yang masih rendah, 3) persaingan dengan daerah lain. Kondisi peluang dan ancaman sebagaimana dalam Tabel 25. Tabel 25. Analisis Kondisi Eksternal Daya Saing Investasi Kabupaten Indramayu
Opportunities (Peluang)
Threats (Ancaman)
Sumber : Hasil olahan, 2008
1. Rencana pembangunan bendungan Jatigede di Kabupaten Sumedang 2. Proses pengembangan jalur transportasi darat antara Jakarta - Cirebon melalui Indramayu yang meliputi jalur kereta api dan jalan tol 3. Rencana pengembangan pelabuhan Cirebon menjadi Pelabuhan Samudera 1. Lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimum (SPM) oleh pemerintah pusat 2. Dukungan alokasi kredit dan jaminan kredit perbankan dan non perbankan yang masih rendah 3. Persaingan dengan daerah lain
Setelah melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor internal yakni faktor kekuatan dan kelemahan serta identifikasi faktor ekternal yaitu peluang dan ancaman selanjutnya menganalisis dampak silang antar faktor-faktor; internal (kekuatan
dan kelemahan) dan ekternal (peluang dan ancaman ) sehingga
menentukan alternatif pilihan strategi peningkatan investasi di Indramayu sebagaimana dalam Tabel 26. Hasil penentuan alternatif (pilihan) strategi bagi peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu sebagaimana hasil analisis dari dampak silang antar faktorfaktor internal dan eksternal pada tabel 26 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mengembangkan agroindustri hulu – hilir dengan memanfaatkan banyaknya jumlah SDM dan luas lahan untuk meningkatkan nilai tambah pertanian 2. Meningkatkan kerjasama yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam suatu kebijakan Pro Investasi 3. Meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan formal dan mengembangkan lembaga pendidikan kejuruan 4. Mengembangkan zona dan kluster industri sektor migas, manufaktur, pertanian, dan perikanan 5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan dengan daerah lain 6. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi SDA untuk menciptakan lapangan kerja 7. Mengembangkan kelembagaan melalui lembaga pelayanan satu atap 8. Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan
Dari kedelapan alternatif strategi peningkatan investasi yang dihasilkan berdasarkan analisis SWOT selanjutnya melalui Focus Grouf Discution dengan berbagai stakholder dipilih
empat alternatif prioritas strategi peningkatan
investasi. Selanjutnya untuk menentukan urutan prioritas strategi apa yang mempunyai nilai strategis dan akan lebih bermanfaat meningkatkan pendapatan rakyat dan penyerapan tenaga kerja ditentukan melalui AHP yang akan dibahas pa da bab selanjutnya.
Tabel 26. Matrik SWOT Strategi Peningkatan Investasi di Indramayu
INTERNAL
EKSTERNAL PELUANG (O) 1. Pembangunan bendungan Jatigede Sumedang 2. Pengembangan jalur transportasi darat Jakarta- Cirebon 3. Pengembangan Pelabuhan Samudera Cirebon
1. 2. 3.
ANCAMAN (T) Lambatnya SPM pemerintah pusat Alokasi kredit dan suku bunga perbankan Persaingan dengan daerah lain
KEKUATAN (S) 1. Potensi ekonomi 2. Budaya daerah 3. Jumlah tenaga kerja 4. Letak strategis dan Luas wilayah 5. Zona industri
STRATEGI S-O. 1.Mengembangkan agroindustri hulu – hilir dengan memanfaatkan banyaknya jumlah SDM dan luas lahan untuk meningkatkan nilai tambah pertanian 2.Meningkatkan kerjasama yang baik antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten yang dituangkan dalam suatu kebijakan Pro Investasi STRATEGI S-T 1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam menghadapi persaingan dengan daerah lain 2. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi SDA untuk menciptakan lapangan kerja
KELEMAHAN (W) 1. Perda bermasalah 2. Rendahnya kualitas infrastruktur 3. Rendahnya kualitas SDM 4. Kurangnya promosi 5. Pemekaran Kab. Indramayu STRATEGIS W-O 1.Meningkatkan kualitas SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan formal dan mengembangkan lembaga pendidikan kejuruan 2.Mengembangkan zona dan kluster industri khususnya sektor migas, manufaktur, pertanian, dan perikanan
STRATEGI W-T 1.Mengembangkan kelembagaan melalui lembaga pelayanan satu atap 2.Memperbaiki sarana prasarana dengan meningkatkan ketersediaan dana pembangunan serta mempercepat pembangunan
Sumber: Hasil olahan, 2008
6.2. Prioritas Faktor Komponen 6.2.1 Faktor Kekuatan Dalam faktor kekuatan terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu potensi ekonomi, luas wilayah, Jumlah tenaga kerja, letak yang strategis, dukungan birokrasi, dan zona industri. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor kekuatan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prioritas Faktor Komponen Kekuatan Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah potensi ekonomi (0.351) kemudian diikuti oleh zonasi industri (0.246), dukungan birokrasi (0.164), jumlah tenaga kerja (0.104), luas dan letak yang strategis (0.076), dan terakhir yaitu budaya daerah (0.060). Hal ini menunjukkan bahwa hal yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah potensi ekonomi. Hal ini dikarenakan potensi ekonomi yang meliputi potensi sumberdaya alam migas dan nonmigas merupakan modal terbesar meningkatkan daya tarik investasi di Kabupaten Indramayu. Potensi ekonomi dari sektor pertambangan, migas, dan penggalian yang ada di Indramayu secara sektoral diklasifikasikan dalam 3 sub sektor yaitu minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Sektor ini mencakup kegiatan penggalian, pengeboran dan pengambilan benda non biologis barang tambang berupa benda padat, cair dan gas. Jumlah produksi pertahun yang dihasilkan dari migas Indramayu sebesar 3.396.210 barel minyak mentah dan 28.767 MSCF, jumlah produksi diatas bisa bertambah jika mampu mengekplorasi dari sumur cadangan migas yang telah proven yaitu Potensi Minyak bumi 9 lapangan dengan potensi 1.978.580 (MSTB) dengan produksi tahunan 1330.926 (MSTB) dan potensi Gas bumi 7 lapangan dengan potensi 38 170 (BSCF) dengan produksi tahunan 16.293 (BSCF). (Bapeda. 2006) sebagaimana dalam Tabel 27.
Tabel 27. Potensi dan Produksi Minyak Bumi dan Gas di Kabupaten Indramayu Potensi Minyak Jumlah Potensi Gas Jumlah Sumur Bumi Sumur Bor (BSCF) Bor (MSTB) 1 Sindang 42.931 2 1297 4 2 Cemara Grup 693.584 58 10,345 3 3 Tugu Barat A 125,046 4 0,577 2 4 Gantar 77,516 1 10,950 6 5 Pasircatang 124,486 1 0,438 0 6 Melandong 103,391 1 0 0 7 Kandanghaur 21,241 1 0 0 8 Waled Utara 22.970 1 3,285 1 9 Jatibarang 767,415 49 0 0 Jumlah 1.978,58 75 38,170 40 Sumber: Pertamina DOH Jawa Bagian Barat-Cirebon diolah oleh Bapeda, 2006 .
No
Lapangan
Peluang investasi yang menjadi unggulan lainnya di Kabupaten Indramayu yaitu sektor pertanian. Sebagai sentra beras terbesar di pulau Jawa, Indramayu menjadi andalan khususnya untuk Jakarta sebagaimana ditunjukkan Tabel 28.
Tabel 28. Sentra Padi di Pulau Jawa Tahun 2004 Kabupaten Luas Lahan/ ha Pandeglang 116.521 Karawang 178.614 Subang 171.541 Indramayu 196.514 Cilacap 121.870 Demak 92.148 Grobogan 95.875 Sleman 44.749 Bojonegoro 106.623 Lamongan 120.268 Jember 135.373 Banyuwangi 108.980 Sumber : Kompas, Sabtu 24 Pebruari 2007
Produksi Ton 570.464 962.424 891.572 1.080.306 628.001 512.839 552.034 253.872 552.034 663.587 692.933 679.079
Sektor pertanian selain beras Indramayu juga penghasil mangga sebagai komoditi unggulan, potensi hutan dengan total luas lahan mencapai 41.456,62 Ha dengan komoditi yang dihasilkan adalah minyak kayu putin, dan kayu jati. Selain itu pengembangan industri bahari terdiri dari areal tambak, areal kolam, perairan umum, dan areal budidaya laut serta pengembangan industri pariwisata seperti
Pulau Biawak, Situ Bojongsari, Situ Bolang, Pantai Tirtamaya, dan Pantai Eretan (Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu, 2005). Faktor kekuatan kedua daya saing investasi di Indramayu yaitu adanya zona industri terbatas Balongan. Zona industri pengilangan minyak Exor-1 seluas 1000 Ha telah merangsang perkembangan industri hilir lainnya (petrokimia) Anglomerasi ini terjadi karena kedekatan dengan bahan baku dan memberikan efek ganda terhadap sektor perdagangan dan jasa. Untuk lebih memberikan rangsangan peningkatan investasi. Pemerintah Indramayu membuat kebijakan pembuatan zona-zona industri yang akan memudahkan para pelaku usaha untuk menempatkan industrinya pada tempat yang sesuai yaitu dengan menyiapkan dan mengembangkan industri manufaktur di zona industri Losarang, Kandanghaur dan Sukra seluas 5.000 Ha. Faktor ketiga kekuatan daya saing investasi adalah adanya dukungan birokrasi melalui pelayanan perizinan satu atap. Kantor Perizinan dan Penanaman Modal didukung oleh kantor dinas terkait lainnya melalui Peraturan Bupati
Nomor 3 tahun 2007 tentang dukungan
penyelenggaraan pelayanan perizinan pada Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu oleh 9 Dinas. Faktor keempat daya dukung investasi lainnya adalah jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan satu faktor penting dalam suatu kegiatan usaha. Banyaknya jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi kualitas perekonomian, sosial dan budaya. Sebagai alat ukur pentingnya jumlah tenaga kerja tidak hanya dilihat dari tingkatan pendidikan formal . hal tersebut terutama didasarkan pada alasan bahwa untuk bekerja, terutama disektor non formal pertanian, sering tidak hanya membutuhkan pendidikan formal melainkan pendidikan non formal. Dengan demikian idealnya harus dilihat juga pendidikan non formal dari angkatan kerja. Hal ini sejalan dengan data dari BPS (2007) bahwa jumlah tenaga kerja di Indramayu sebanyak 9.242 orang. Jumlah tenaga kerja yang banyak berkorelasi juga dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah lainnya. Berdasarkan Keputuan Gubenur Jawa Barat Nomor 561/Kep.569-Bangsos/2007 bahwa UMK Indramayu sebesar Rp 696.000 lebih kecil dibanding Kabupaten Karawang sebesar Rp 912.265, Bekasi sebesar Rp 1.100.000, dan lebih besar dari Kabupaten Cirebon sebesar Rp 682.000 dan Subang Rp. 630.000 (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat, 2007).
Faktor kelima kekuatan daya saing investasi Kabupaten Indramayu memiliki letak yang strategis yaitu dilalui jalan nasional pantura yang menghubungkan Jakarta sebagai pusat Ibukota Indonesia dengan arah Jawa Tengah dan Jawa Timur dan
dilalui jalan regional
sehingga
diharapkan dapat menampung investasi khususnya yang memiliki orientasi ekspor. Sedangkan luasnya wilayah daratan dan lautan mempermudah investor untuk menetukan daerah yang sesuai dengan karakteristik investasinya dan hal ini
menjadi salah satu komponen yang semakin
mengembangkan faktor kekuatan Faktor Kelima kekuatan daya saing investasi Indramayu adalah budaya masyarakat. Karena posisi wilayahnya merupakan perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah . Budaya Indramayu merupakan akulturasidari budaya
sunda dan jawa sehingga memiliki
keunikan –keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya selain itu masyarakat Indramayu sebagai perpaduan antara masyarakat petani dan nelayan menjadikan masyarakat Indramayu lebih pragmatis terbuka dan adaptif terhadap investor. Dari informasi investor tentang keterbukaan masyarakat
atas kegiatan investasi, diketahui bahwa secara umum masyarakat
terbuka terhadap kegiatan investasi didaerahnya dan sebagian kecil yang tertutup dengan alasan investornya dari luar daerahnya. Dilihat dari para pelaku usahanya yaitu BUMN, BUMD, PMA, PMDN. Masyarakat lebih suka kehadiran investor dalam BUMN, BUMD , PMDN tetapi kurang mendukung dengan PMA. Hal ini menjukan bahwa masyarakat cenderung kurang terbuka dengan investor yang berasal ddari luar daerahnya. Masyarakat lebih suka jika kegiatan usaha dilakukan oleh para pelaku usaha yang berasal dari daerahnya sendiri. Jika ada orang dari daerah yang mampu melakukan kegiatan usaha, mengelola potensi daerahnya, mereka akan lebih terbuka/ lebih suka dibandingkan jika dilakukan oleh orang dari daerah lain. Tetapi yang harus dicatat bahwa hal ini merupakan penilaian dari sisi pelaku usaha terhadap keterbukaan masyarakat atas investasi yang mereka lakukan . Bukan merupakan pendapat dari masyarakatnya atas kehadiran investasi di daerahnya. Jadi tidak dapat secara langsung diartikan sebagai preferensi masyarakat terhadap asal pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di Indramayu.
6.2.2 Faktor Kelemahan Dalam faktor kelemahan terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam menghambat peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu kualitas infrastruktur, kualitas SDM, Peraturan Daerah (perda), promosi dan pemekaran Kabupaten Indramayu Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor kelemahan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Prioritas Faktor Komponen Kelemahan Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah kualitas infrastruktur yang masih rendah (0.378) kemudian diikuti oleh kualitas SDM yang rendah (0.252), kurangnya promosi (0.160), pemekaran Kabupaten Indramayu (0.115), dan adanya perda yang bermasalah (0.095). Hal ini menunjukkan bahwa kelemahan yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah kualitas infrastruktur yang rendah. Keberadaan infrastruktur yang memadai merupakan prasyarat dalam menggerakan perekonomian masyarakat. Infrastruktur tersebut meliputi seluruh sarana dan prasarana seperti infrastruktur trassportasi, pendidikan, kesehatan, sumberdaya air (PAM, layanan sanitasi, irigasi) dan listrik. Cakupan dan mutu
pelayanan infrastruktur rendah menurut Bapeda (2006) ditandai dengan (1) listrik yang dibutuhkan sebesar 593.296.480 Watt sedangkan yang sudah terpasang 296.148.241 Watt dengan kekurangan ini menyebabkan akses ke jaringan listrik masih rendah, biaya sambungan lebih mahal dibanding daerah perkotaan dan ini meliputi sekitar 30 persen rumah tidak mendapatkan sambungan listrik, (2) akses terhadap air masih rendah dan layanan sanitasi masih kurang yaitu
hanya 30
persen penduduk dilayani oleh PDAM dan hanya 50 persen mempunyai akses terhadap jaringan sanitasi manusia, (3) akses jaringan telepon sangat rendah sehingga kepadatan telepon sambungan tetap Indramayu sebesar 4 persen dan cakupan layanan melalui telepon seluler ke pedesaan yang lebih rendah sehingga memperlebar ketimpangan pembangunan, (4) Kualitas dan kuantitas jalan yang rendah. Sampai dengan tahun 2005. panjang jalan di Kabupaten Indramayu mencapai 1.003.956 Km. Menurut status kewenangan jalan, panjang Jalan Nasional 104,571 KM, Jalan Propinsi 110,452 KM dan Jalan Kabupaten 788,942 KM. Dengan prosentase kondisi jalan yang baik adalah 64,32 persen, kondisi sedang 12.01 persen kondisi rusak adalah 4,9 persen dan kondisi rusak parah adalah 17, 48 persen. Akibatnya adalah terjadinya kemacetan dijalan nasional, penambahan kapasitas jalan yang besar diperlukan namun baru sedikit yang ditambah dan dipenuhi, sehingga kemacetan telah meningkat di jaringan jalan propinsi dan nasional.selain itu pemeliharaan infrastruktur jalan raya yang ada ditelantarkan, terutama jaringan jalan Kabupaten dan Propinsi, dimana hampir 50 persen jalan digolongkan sebagai dalam keadaan buruk atau parah. Kualitas infrastruktur yang rendah ini diikuti dengan persentase pengeluaran untuk infrastruktur melalui investasi pusat dan daerah yang semakin rendah. Oleh karena
itu untuk memperbaiki Infrastruktur tersebut , Tahun 2007 Kabupaten Indramayu mendapatkan
Dana Alokasi Khusus sebesar Rp. 12.397.000.000. adapun untuk
Infrastruktur jalan Rp.1.950.000.000 Infrastruktur irigasi Rp. 2.771.000.000 dan Infrastruktur air bersih Rp. 673.000.000 Faktor kedua rendahnya daya saing investasi yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Dari penilaian pelaku usaha, diperoleh gambaran bawa tenaga kerja asli Indramayu secara rata –rata dikatakan kurang memiliki kualitas baik untuk memasuki lapangan kerja yang tersedia. Ada perbedaan persepsi pelaku usaha padat modal yaitu industri hulu dan hilir Migas dengan tenaga kerja sedikit cenderung mempunyai penilaian kurang baik terhadap kualitas tenaga kerja yang ada, sehingga lebih banyak diambil dari daerah lain. Tetapi usaha
padat karya sektor pertanian, jasa dan lainnya dengan
menggunakan tenaga kerja banyak memandang bahwa kebutuhan kualitas tenaga kerja tercukupi. Namun tidak dapat dipungkiri, selama ini terjadinya brain drain dan penumpukan jumlah sumberdaya manusia berkualitas terbaik di daerah perkotaan atau kota-kota besar. Secara agregat kondisi daerah tidak menjanjikan pengembangan dan ekspresi diri bagi tenaga-tenaga terampil dan terdidik. Akhirnya sumberdaya manusia yang ada di daerah adalah sisa-sisa kelompok kota besar dan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki idealisme kedaerahan yang kuat. Indikator rendahnya sumberdaya manusia terampil sebagaimana data Susenas Tahun 2003 memperlihatkan bahwa penduduk usia 10 tahun keatas yang tidak/belum tamat SD mencapai 50,34 persen. Sementara mereka yang telah tamat SD jumlahnya mencapai 28,88 persen. Persentase penduduk yang tamat SLTP/sederajat pada tahun 2003
yang lalu baru mencapai 11,19 persen, sedangkan mereka yang tamat SLTA/sederajat sebesar 7,73 persen. Pada jenjang pendidikan diatas SLTA/sederajat yakni mereka yang menamatkan pendidikannya di Perguruan Tinggi/sederajat ini telah mencapai 1,87 persen (BPS Kabupaten Indramayu, 2005). Selain itu, kebutuhan dunia usaha terhadap tenaga kerja tidak hanya dilihat dari kualitas yang tercermin dari keterampilan dan pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja, melainkan juga dilihat dari sisi produktifitas tenaga kerja. Produktifitas ini bisa diukur dari kemampuan seseorang dalam menghasilkan suatu output tertentu dalam satu satuan waktu tertentu. Secara rata rata produktifitas tenaga kerja di Indramayu lebih banyak dengan kategori rendah /kurang baik dan yang menilai produktifitas tenaga kerja dengan kategori tinggi cukup sedikit.. Kelemahan ketiga daya saing investasi adalah kurangnya promosi yang bersifat strategis. Selama ini DPPMD selalu mengikuti pameran peluang investasi melalui pameran produk jadi hasil olahan namun tidak mempromosikan sektor ekonomi yang memberikan nilai keuntungan bagi investor. Meskipun terdapat data tentang potensi minyak dan gas bumi di Indramayu namun kajian dari hasil studi kelayakan Migas tersebut tertutup dan sulit didapatkan investor padahal seharusnya menjadi milik umum selain itu data potensi unggulan pertanian dan perikanan belum sepenuhnya dioptimalkan oleh Inestor swasta dan BUMD juga masyarakat karena kekurangan teknologi pengolahan dan belum ada pasar yang menyerap dengan harga tinggi.
Faktor keempat dalam kelemahan daya saing investasi adalah adanya kemungkinan
pemekaran
Kabupaten
Indramayu.
Rencana
pemekaran
Kabupaten Indramayu menjadi dua wilayah kabupaten akan mengakibatkan kepastian berusaha maupun berinvestasi menjadi rendah. Pemekaran daerah meskipun menambahkan keyakinan dan harapan baru akan perbaikan pelayanan (Public Service), ternyata memperpanjang pelayanan birokrasi di lapisan
terbawah.
Padahal
salah
satu
substansi
pemekaran
adalah
memperpendek jarak birokrasi dengan pelayanan rakyat dalam surat-surat kependudukan, administrasi pertanahan, administrasi kegiatan usaha dan ketertiban dan keamanan kecuali terhadap aspek pembangunan fisik fasilitas umum pemerintahan. Beberapa pelayanan lainnya tidak mengalami perubahan berarti dari sebelumnya. Bahkan kondisi perekonomian ekonomi semakin menurun akibat biaya tinggi dan kelembagaan investasi baru yang mengatur perizinan dan keberlanjutan investasi akan berubah sehingga
menambah
ketidakpastian berusaha dan hukum bagi investor oleh karena itu tingkat keyakinan investor terbelah pada keraguan atas pemekaran wilayah sehinggaberalasan jika pemekaran wilayah menjadi kelemahan bagi investor Hambatan kelima dalam kelemahan daya saing investasi dan sering menjadi sorotan dan sumber keluhan masyarakat daerah serta para investor yaitu perda yang bermasalah. Penerbitan peraturan daerah diarahkan pada penerbitan peraturan daerah yang tidak menghambat kegiatan bisnis serta sejalan dengan peraturan pemerintah pusat. Kenyataannya selama 5 (lima) tahun pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa masih banyak pemerintah daerah yang kurang memahami misi dan visi otonomi daerah sehingga cenderung
menerbitkan dan memberlakukan peraturan daerah yang berseberangan dengan peraturan pusat dengan alasan limpahan kewenangan yang diberikan kepada pihak pemda diartikan sebagai peluang kebebebasan bagi pemda untuk mengeluarkan kebijakannya sendiri. Padahal peraturan daerah merupakan pegangan bagi investor sehingga memberikan rasa aman dan kepastian akan keberlanjutan usahanya. Kondisi di daerah saat ini menunjukkan cukup banyak peraturan daerah yang tidak kondusif seperti peraturan iuran, retribusi, dan pungutan-pungutan yang memberatkan investor karena ketidakefisienan dan ekonomi biaya tinggi sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing rendah. Dalam Himpunan Lembaran Daerah Kabupaten Indramayu tentang Pajak Retribusi (2002) menurut beberapa investor menyatakan di era desentralisasi ini beban pajak dan retribusi cenderung meningkat dan menjadi beban berat terutama bagi pengusaha kecil. Selain beban pajak, beberapa pungutan liar banyak bermunculan terutama di lingkungan aparat desa dan kecamatan. Disamping itu, limpahan wewenang kepada daerah untuk memberikan izin usaha belum berjalan secara transparan dan memicu tumbuhnya praktek-praktek kolusi dan nepotisme, ditambah lagi dengan biaya pengurusan yang cukup mahal. Contoh Perda bermasalah bagi investor yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 20 Tahun 2002 tentang Retribusi Usaha Perikanan, Pembudidayaan dan Pengolahan Hasil Ikan laut yaitu Pasal 2 Ayat 3 bahwa subjek retribusi adalah setiap orang pribadi atau Badan hukum yang mendapatkan ijin usaha perikanan dan surat keterangan penangkapan, pembudidayaan dan pengolahan ikan. Perda ini menurut nelayan dan pengusaha ikan bukan mendorong dan memberikan insentif terhadap usaha perikanan rakyat
malah menghambat dan mengurangi keuntungan usaha ini dan Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pajak Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi yaitu Pasal 2 Ayat 3 menyatakan besarnya tarif pajak untuk setiap kegiatan pengolahan Minyak dan Gas Bumi adalah a) Untuk setiap kegiatan pengoalahan bahan bakar Minyak ditetapkan sebesar Rp. 10 perliter dan b) Untuk setiap kegiatan pengolahan Non Bahan Bakar Minyak ditetapkan Rp. 5 per kg. . Tujuan kedua perda ini bagi pemerintah Indramayu adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) , tetapi kenyataannya menjadikan terpuruknya daya saing sektor perikanan dengan daerah lainnya dan Stagnannya investasi sektor pengolahan Migas yang dilakukan oleh swasta
dan
Pertamina Exor
Balongan untuk memperluas kilang pengolahan migas.
6.2.3 Faktor Peluang Dalam faktor peluang terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu pembangunan
bendungan,
pengembangan
jalur
transportasi
darat,
dan
pembangunan Pelabuhan Samudera. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor peluang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Prioritas Faktor Komponen Peluang Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008)
Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah pengembangan jalur transportasi darat (0.498) kemudian diikuti oleh pembangunan Pelabuhan Samudera (0.367), dan terakhir yaitu pembangunan Bendungan Jatigede (0.135). Hal ini menunjukkan bahwa peluang yang paling utama dalam peningkatan investasi adalah pengembangan jalur transportasi darat yang menghubungkan Jakarta dengan Cirebon melalui Indramayu. Jalur transportasi yang akan dikembangkan antara lain: (a) pembangunan double track (rel ganda) kereta api utama lintas propinsi, (b) rencana pembangunan Jalan Tol Cikampek-Cirebon yang melalui Haurgeulis bagian selatan beserta interchange-nya, (c) pembukaan jalan propinsi Subang-Cikamurang yang menghubungkan Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten Subang. Pelaksana dari pembuatan jalan ini adalah BUMN , Pemerintah pusat dan Propinsi dan Sektor Swata. Pembangunan Pelabuhan Samudera di Cirebon akan membuka akses terhadap perdagangan antar pulau maupun ke luar negeri. Rencana pembangunan Pelabuhan Samudera ini memiliki jarak sekitar 45 km dari pusat zona industri Migas Balongan dan 67 km dari Zona Industri Losarang sehingga memudahkan aksesibilitas industri berorientasi ekspor maupun untuk perdagangan antar pulau. Pembangunan Bendungan Jatigede di Sumedang merupakan rencana pengembangan prasarana pengairan Propinsi Jawa Barat. Rencana pembangunan ini akan berpengaruh positif bagi peningkatan areal persawahan beririgasi teknis di Kabupaten Indramayu dari yang semula sawah tadah hujan seluas 41.861 Ha. Selain itu adanya bendungan ini diharapkan
memenuhi kebutuhan irigasi
Rentang, memenuhi kebutuhan industri Exor I Balongan, serta mengantisipasi
kebutuhan perkotaan yang akan berkembang, maupun untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). 6.2.4 Faktor Ancaman Dalam faktor ancaman terdapat beberapa komponen yang penting untuk diperhatikan dalam peningkatan investasi. Komponen-komponen tersebut yaitu lambatnya penerbitan Standar Pelayanan Minimal (SPM) oleh pusat, rendahnya dukungan perbankan, dan Persaingan dengan Daerah Lain. Hasil analisis mengenai prioritas komponen faktor ancaman dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Prioritas Faktor Komponen Ancaman Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu (Hasil Olahan 2008) Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa komponen yang memiliki bobot relatif atau memiliki faktor paling dominan adalah persaingan dengan daerah lain (0.443) kemudian diikuti oleh rendahnya dukungan perbankan (0.387), dan terakhir yaitu lambatnya penerbitan SPM (0.169). Hal ini menunjukan bahwa ancaman yang paling utama dalam peningkatan investasi Kabupaten Indramayu adalah persaingan dengan daerah lain. Daerah lain yang menjadi ancaman yaitu Purwakarta dan Karawang yang mempunyai Zona Industri dan mempunyai akses lebih dekat ke Jakarta dan Kabupaten Cirebon lebih dekat ke Pelabuhan Samudra Cirebon. Selain itu persaingan dengan daerah lain karena daerah lain mengusahakan investasi dalam kegiatan yang sejenis, hal ini karena setiap daerah
akan melakukan upaya untuk mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki dengan cara menarik investor lokal dan asing dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adapun sektor yang sejenis yaitu sektor jasa dan pertanian. Selanjutnya ancaman perbankan dan non perbankan dalam bentuk alokasi kredit, jaminan kredit dan tingkat suku bunga kredit yang tinggi. Sampai saat ini menurut PDRB penggunaan harga konstan tahun 2000 rendahnya pertumbuhan ekonomi Indramayu disebabkan oleh rendahnya investasi dan kegiatan ekspor (BPS Kab. Indramayu, 2007). Kedua masalah itu berkaitan erat dengan peran perbankan dalam menggerakan investasi dan eksport. Sebagaimana ditetapkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) bahwa visi API kedepan adalah mewujudkan suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka pertumbuhan ekonomi nasional (Retnadi dan Wijaya, 2006) Sampai saat ini
perbankan dan non
perbankan masih lebih dipersepsikan hanya sebagai intermediasi atau penyalur kredit kepada sektor riil, Namun demikian, untuk mengatasi masalah investasi peran perbankan perlu dilibatkan melalui menaikan alokasi kredit pembiayaan infrastruktur dan memberikan pembiayaan jangka panjang dengan dana sumber dana jangka panjang pula. Hal ini
karena dengan sumber dana perbankan
berjangka pendek yaitu deposito, tabungan dan simpanan giro akan berpotensi menimbulkan maturity risk
apabila dialokasikan untuk pembiayaan jangka
panjang. Selain itu dari sisi perkreditan pada tahun 2005 posisi dana simpanan dan kredit dalam bentuk rupiah tercatat sebanyak 1.256.531.000.000 rupiah dan valas tercatat sebesar 127.418.000.000 rupiah. Rasio pinjaman terhadap simpanan
pihak ketiga adalah 1:1,45. jika dilihat penggunaannya maka kredit bank umum 50,53 persen untuk modal kerja, 12,14 persen untuk investasi dan sisanya 37,33 persen dipergunakan untuk konsumsi. (BPS. 2005). Data tersebut menunjukan bahwa
telah terjadi pergeseran komposisi
kredit perbankan sejak terjadinya krisis di tahun 1998. dimana porsi Kredit Modal Kerja
dan Kredit Investasi
semakin menurun
dan yang menarik adalah
komposisi Kredit Konsumsi justru semakin meningkat. Pergeseran komposisi kredit diatas menunjukan bahwa perbankan tidak berani atau kurang perhatian terhadap kredit modal kerja dan kredit investasi dan tidak mendukung perbaikan investasi dan ekonomi daerah.
Selain itu bunga kredit yang masih tinggi dan
tidak stabil mengakibatkan biaya investasi semakin tinggi sehingga nilai investasi semakin tinggi dan berakibat keuntungan rendah dan tingkat pengembalian modal (payback period) yang panjang waktunya. Ancaman selanjutnya adalah
lambatnya penerbitan standar pelayanan
minimal (SPM) oleh pemerintah pusat menjadikan perbedaan standar pelayanan di setiap daerah sehingga memungkinkan setiap daerah memiliki daya saing pelayanan yang berbeda. SPM yang dibuat melalui Perda masih kurang memberikan daya saing daerah karena kurang transparan dan akuntabel dalam waktu, biaya khususnya izin lokasi, Surat Ijin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perusahaan, Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Pengusahaan Pertambangan dan lain–lain.. Identifikasi dan analisis faktor–faktor daya saing Investasi Kabupaten Indramayu
diatas menunjukan bahwa Pertama kekuatan daya saing investasi
berasal dari potensi ekonomi khususnya pertanian dan pengolahan migas padahal
dalam era otonomi daerah dan globalisasi dimana persaingan dengan daerah lain dan negara lain cukup tinggi sehingga diperlukan perbaikan atas kelemahan yang ada khususnya infrastruktur dan regulasi kebijakan melalui dihapuskannya perda yang tidak pro investasi. Hasil analisis mengenai gambaran diatas merupakan hasil olahan gabungan analisi SWOT dan AHP sebagaimana terangkum dalam Lampiran
Hasil
Olahan
AHP
Strategi
Peningkatan
Invesatasi
di
Indramayu......Adapun alternatif strategi yang harus dilakukan dalam peningkatan investasi di Indramayu dibahas dalam Bab selanjutnya
VII. STRATEGI PENINGKATAN INVESTASI KABUPATEN INDRAMAYU 7.1
Visi dan Misi Kabupaten Indramayu Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Pemerintah Kabupaten
Indramayu mempunyai rumusan visi, misi dan program kerja Sapta Karya Mulih Harja. Visi dan misi tersebut mencerminkan platform politik Bupati/Wakil Bupati terpilih hasil pemilihan umum langsung tahun 2006. Visi pembangunan Kabupaten Indramayu yaitu Terwujudnya masyarakat Indramayu yang religius, maju, mandiri dan sejahtera (Bapeda, 2008). Religius berarti bahwa masyarakat Indramayu diharapkan memiliki tingkat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama secara baik dan benar, sehingga dapat tercermin dalam pola berfikir dan bertingkahlaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianutnya. Maju berarti bahwa masyarakat Indramayu cerdas, terampil, bergerak dinamis, kreatif, inovatisi serta tangguh menghadapi tantangan. Mandiri berarti bahwa segala sumber daya yang dimiliki sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Indramayu. Sehingga sesuai dengan nafas dan tujuan hakiki penyelenggaraan otonomi. Sejahtera berarti bahwa masyarakat Indramayu memiliki rata-rata tingkat pendapatan yang memadai, tingkat pendidikan yang cukup dan derajat kesehatan yang baik, sehingga dapat hidup layak, baik secara fisik maupun non fisik Berdasarkan visi tersebut maka Pemerintah Kabupaten Indramayu (2008) menjabarkannya kedalam 7 misi (Sapta Karya Mulih Harja) sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia berbasis nilai agama dan budaya 2. Meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah yang mandiri dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme 3. Pemantapan struktur perekonomian masyarakat dan pengembangan potensi daerah 4. Pemerataan dalam peningkatan sarana dan prasarana wilayah serta prasarana dasar pemukiman 5. Meningkatkan pendapatan asli daerah 6. Menciptakan kelestarian lingkungan hidup 7. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban Salah satu upaya mencapai misi diatas adalah dengan adanya peningkatan investasi (Retnadi dan Wijaya, 2005). Beberapa ahli ekonomi termasuk Gidenson dan Leibenstein, Chenery dan Kahn (Jhingan, 2000), menyebutkan kriteria investasi yang tepat sebagai asas penentuan kebijaksanaan yaitu : 1. Investasi harus diarahkan pada penggunaan yang paling produktif sehingga rasio output uang (current output) terhdap investasi menjadi maksimum atau sebaliknya rasio modal-output menjadi minimum 2. Investasi harus dilakukan terhadap proyek yang akan memanfaatkan buruh secara maksimum, dalam hal ini rasio buruh-investasi maksimum. 3. Proyek investasi ini harus diseleksi sehingga menghasilkan barang yang memenuhi kebutuhan dasdar masyarakat dan meningkatkan ekonomi eksternal lebih luas.
4. Proyek
investasi
adalah
proyek
yang
dirancang
paling
banyak
menggunakan bahan baku dalam negeri dan berbagai suplai lain. 5. Proyek investasi tersebut harus diseleksi sehingga dapat memperbaiki distribusi pendapatan nyata. 6. Investasi harus diarahkan pada industri yang menghemat devisa, mengurangi beban neraca pembayaran dan memaksimumkan rasio barang ekspor terhadap investasi.
7.2.
Alternatif Prioritas Strategi Peningkatan Investasi di Indramayu Sebagaimana dalam Bab terdahulu setelah diketahui identifikasi faktor –
faktor daya saing investasi melalui identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan (SWOT). Selanjutnya adalah penentuan alternatif prioritas strategis melalui Analitical Hierarchi Process (AHP). Strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi melalui misi (Mulyadi, 2001). Proses perencanaan strategis dapat dilakukan melalui tiga tahap analisis yaitu : (1) tahap pengumpulan data, (2) tahap analisis dan (3) tahap pengambilan keputusan (Rangkuti, 2004). Teori ekonomi mengatakan bahwa individu ataupun unit ekonomi (Pemerintah dan Swasta) karena keterbatasan sumberdaya harus menentukan pilihan berdasarkan prioritas untuk mencapai objek tertentu. Dengan kata lain diperlukan pemilihan prioritas sasaran sesuai dengan kendala yang dihadapi, terutama menyangkut keterbatasan dana
dan rentang waktu pelaksanaan
investasi, untuk itu diperlukan suatu alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu sebagaimana hasil identifikasi
AHP diantaranya yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM), mengembangkan agroindustri hulu sampai hilir, mengembangkan zona dan kluster industri , dan mengembangkan kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis dari pendapat responden ahli maka untuk mencapai tujuan peningkatan investasi maka prioritas alternatif strategi dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Prioritas Alternatif Strategi dalam Peningkatan Investasi di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Gambar 8, maka prioritas alternatif strategi dalam peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu sebagai berikut :
7.2.1 Mengembangkan Zona dan Kluster Industri Dengan berkembangnya berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk teknologi informasi yang maju begitu pesatnya, berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, kompetisi dewasa ini menjadi begitu ketat dan dinamis. Menurut Porter (1998), peta ekonomi dunia saat ini didominasi oleh kluster (cluster), yaitu konsentrasi geografis dari perusahaan dan institusi yang saling berkaitan dalam suatu bidang tertentu. Kluster mencakup susunan dari industri yang berkaitan dan entitas lainnya yang penting dalam kompetisi. Industri merupakan suatu aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari kondisi konsentrasi geografis. Konsentrasi aktivitas ekonomi dalam suatu negara
menunjukan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses selektif dipandang dari dimensi geografis. Kluster merupakan cerminan konsentrasi geografis suatu kelompok industri yang sama (Kuncoro, 2002) Kluster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan umumnya berspesialisasi hanya pada satu atau dua industri. Alternatif ini menduduki peringkat tertinggi sebagai strategi dalam peningkatan investasi di Kabupaten Indramayu. Adanya kawasan industri dan zona industri yang ada perlu dikembangkan agar lebih siap dan menarik investor untuk mendirikan industri di Kabupaten Indramayu. Pembangunan zona dan kluster industri perlu mempertimbangkan keseimbangan sumberdaya air. Zona dan kluster industri perlu dikembangkan dengan sarana prasarana yang memadai serta memperhatikan jalur transportasi dan sumber utama bahan baku. Jalur transportasi perlu disesuaikan baik jalur transportasi darat maupun jalur transportasi laut. Kemudahan akses jalur transportasi dan sumber utama bahan baku akan mengurangi biaya sehingga minat investor menjadi semakin tinggi lagi. Peningkatan
daya
saing
suatu
daerah
dapat
ditempuh
dengan
mengembangkan sektor unggulan dan sektor potensial. Menurut Hasil Analisis keterkaitan antar sektor ekonomi melalui pendekatan
Input Output (I-O) di
Kabupaten Indramayu (Bapeda, 2005) terdapat delapan sektor yang digolongkan sebagai sektor unggulan yang memberikan multiplier effect bagi perekonomian Indramayu yaitu 1, tanaman bahan makanan .2, perikanan 3, minyak dan gas bumi.4, Penggalian.5, Industri migas 6, industri tanpa migas 7,bangunan dan 8, angkutan jalan raya. Selain itu terdapat 10 sektor yang digolongkan sebagai sektor potensial perlu mendapat perhatian agar dimasa depan dapat meningkat perannya
yaitu 1. Peternakan dan hasil-hasilnya, 2. Kehutanan, 3. Perdagangan besar dan eceran, 4. Restoran, 5. Jasa penunjang angkutan, 6. Bank dan lembaga keuangan, 7. Sewa bangunan, 8. Pemerintahan umum, 9. Hiburan dan rekreasi dan 10 Perorangan dan rumah tangga. Pengembangan
sektor
perencanaan yang terfokus
unggulan
tersebut
dilakukan
melalui
suatu
pada suatu wilayah khusus yang dikenal sebagai
kluster bisnis. Pengembangan suatu kluster ditujukan untuk memusatkan berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bersaing dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan atau industri yang dikembangkan dalam suatu kluster bisnis umumnya berskala kecil dan menengah meliputi industri berbasis pertanian (agroindustri), industri kerajinan, industri pengolahan, industri teknologi dan informasi, dan lain-lain. Perusahaan atau industri yang berusaha dalam wilayah khusus tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi, dan infrastruktur. Pengembangan kluster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan (Kuncoro 2005). Kluster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terlibat di dalam kluster tersebut. Dalam konteks peningkatan daya saing, pengembangan zona dan kluster industri memberikan beberapa keuntungan. Pertama, zona dan kluster industri akan meningkatkan produktivitas melalui efisiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal. Kedua, zona dan kluster industri akan mendorong
lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antar perusahaan dalam suatu zona dan kluster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual. Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah. Ketiga, zona dan kluster akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru dalam rumpun industri terkait. Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam kluster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha. Keberhasilan suatu kluster didukung melalui faktor penentu kekuatan kluster yaitu: (1) spesialisasi, (2) kapasitas penelitian dan pengembangan, (3) pengetahuan dan keterampilan, (4) pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal sosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7) ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, dan (9) kepemimpinan dan visi bersama. Adapun zona dan kluster industri yang diperlukan Indramayu adalah zona industri terbatas migas yang bersifat enclave hal ini sesuai dengan cadangan migas Indramayu yang tersebar. Dengan adanya zona industri migas
Balongan
diharapkan tumbuhnya industri hilirnya (petrokomia) lainnya selain PT Polytama Propindo dengan produksi polypropelene, PT Batavindo dengan produksi epoxy resim dan PT Bakti Mingas Utama yang memproduksi gas LPG dan kedua zona dan Kluster industri khusus bidang manufaktur dan pengolahan ekonomi pertanian dan perikanan atau sektor lainnya khususnya perikanan darat bandeng. Sehingga dengan kluster ini produk olahannya mempunyai nilai tambah. adapun zona dan kluster industri sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9.
Sumber: Badan Perencanaan Daerah, 1995 (diolah) Gambar 9. Zona dan Kluster Industri Migas dan Manufaktur Kabupaten Indramayu
7.2.2 Mengembangkan Agroindustri Hulu Sampai Hilir Sektor pertanian memiliki prospek yang sangat baik terutama didukung oleh subsektor perkebunan. Hal tersebut ditandai dengan perkembangnya berbagai fasilitas pendukung sentra-sentra produksi yang berbasis pada agrobisnis dan agroindustri. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Indramayu adalah tetap memberdayakan dan meningkatkan sektor-sektor ekonomi yang menjadi economic base yaitu antara lain sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian. Keberhasilan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi swasta yang masuk kedaerah tersebut akan berdampak multiplier effect dengan timbulnya kegiatan–kegiatan lain yang mengikutinya. Sehingga hal ini akan dapat mempengaruhi kinerja perekonomian daerah tersebut.
Tingginya hasil pertanian di Kabupaten Indramayu sebagian hanya dijual dalam bentuk mentah dan dipasarkan secara tradisional. Pengembangan agroindustri hulu diperlukan agar tersedia bahan baku seperti bibit, pupuk, maupun pestisida untuk keperluan dalam daerah Kabupaten Indramayu sendiri maupun untuk dipasarkan ke daerah lainnya. Pengembangan agroindustri hilir diperlukan
untuk
meningkatkan
nilai
tambah
produk-produk
pertanian.
Pengembangan agroindustri hulu maupun hilir diharapkan mampu meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran dapat semakin ditekan. Selain itu pengembangan agroindustri hilir berbasis kerakyatan akan meningkatkan jumlah pendapatan masyarakat dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhitungkan kondisi yang ada seperti, luas kepemilikan lahan (umumnya kurang dari 1 Ha), status petani (pemilik, penggarap, buruh tani) dan lahan-lahan bermasalah (banjir, kekeringan, OPT), maka Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu melakukan pendekatan dan strategi pembangunan pertanian tanaman pangan adalah dengan membagi 3 kawasan pembangunan pertanian yaitu kawasan andalan padi, kawasan konsentrasi utara Indramayu, dan kawasan konsentrasi selatan Indramayu. (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, 2007)
a. Kawasan Andalan Padi (69.016 Ha) 1. Komoditas unggulan
: padi sawah
2. Intensitas tanam
: 2 x padi; 1 x palawija atau sayuran
2. Fungsonal fasilitas jaringan irigasi untuk jaminan padi 2x per tahun : DI. Perum Jasa Tirta II (d/h Jatiluhur) Gol. I + Gol II + Gol. Ill + 90persen sedangkan padi di DI. Rentang Gol. I + Gol II90persen + 10persen Gol. III. 3. Kegiatan utama : upaya khusus swasembada padi 4. Sasaran : kesejahteraan petani dan stok pangan nasional / regional Jabar 5. Lokasi : bagian tengah wilayah Indramayu, meliputi Kecamatan Kertasemaya, Sliyeg, Jatibarang, Bangodua, Widasari, Lelea, Cikedung Utara, Gabuswetan, Anjatan dan Bongas. 6. Pusat pertumbuhan : Kertasemaya, Gabuswetan, Anjatan 7. Sub sektor pendukung : perikanan, peternakan dan sayuran nilai ekonomi tinggi.
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Indramayu, 2007 (diolah) Gambar 10. Kawasan Andalan Padi Kabupaten Indramayu
b. Kawasan Konsentrasi Utara Indramayu (23.137 Ha) 1. Komoditi unggulan : berbagai komoditas sayuran (bawang merah, lombok, kedele/kacang-kacangan) 2. Intensitas tanam: 1 - 2 x sayuran/palawija (jagung/kedelai) dan 1 x padi. 3. Kelengkapan : pompa air permukaan, perbaikan jaringan irigasi dan kali pembuang. 4. Kegiatan utama : pengembangan diversifikasi dan kemitraan usaha 5. Lokasi : meliputi Kecamatan Krangkeng, Sindang, Karangampel, Juntinyuat, Arahan, Cantigi, Balongan,Indramayu,Lohbener, Losarang,Sukra. 6. Pusat Pertumbuhan : Patrol (Sukra),. Jatibarang, Karangampel. 7. Keadaan/kondisi : merupakan daerah penampung air di musim hujan (daerah banjir) karena kondisi geografisnya landai dan rendah, serta kekeringan di musim kemarau. 8. Sub sektor pendukung : perikanan, perkebunan dan kehutanan (mangrove).
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Indramayu, 2007 (diolah) Gambar 11. Kawasan Konsentrasi Utara Kabupaten Indramayu
c. Kawasan Konsentrasi Selatan Indramayu (18.724 Ha) 1. Komoditi unggulan: cabe merah, mangga, kedelai dan jagung 2. Intensitas tanam: 1 - 2 x sayuran/kedele/jagung + 1 x padi 3. Kelengkapan :
pompa air tanah, jaringan irigasi air tanah (JIAT), danau,
sumur dangkal air tanah. 4. Kegiatan utama : pengembangan diversifikasi dan kemitraan usaha. 5. Lokasi : meliputi Kecamatan Bangodua Selatan, Lelea Selatan, Cikedung Selatan, Kroya, sebagian Gabuswetan, Haurgeulis. 6. Pusat pertumbuhan : Kroya dan Haurgeulis 7. Keadaan/kondisi : merupakan daerah tadah hujan murnii 8. Sub sektor pendukung : perkebunan dan pehutanan
Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Indramayu, 2007 (diolah) Gambar 12. Kawasan Konsentrasi Selatan Kabupaten Indramayu
Salah satu konsep dan strateginya
adalah dengan mengaitkan
pembangunan pertanian dengan pembangunan ekonomi dan pembangunan sektoral kedalam suatu konsep pembangunan sistem agribisnis yaitu Agricentre (Bapeda, 2007). Keterkaitan dan sinergi antar sektor, sub-sistem dan antara fungsi pembangunan inilah yang menjadi konfigurasi dasar sekaligus keunggulan utama dari Agri Centre Proyek pengembangan Agri Centre bertujuan untuk membangun suatu daerah dimana semua sub sistem yang terlibat didalam kegiatan pertanian (agribisnis hulu, budidaya pertanian (on – farm), agribisnis hilir dan sarana penunjang) dilaksanakan secara efektif dan optimal. Maksud pengembangan Agri Centrer antara lain adalah memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan daerah berupa : 1) Meningkatkan taraf hidup petani dan memotivasi petani untuk melakukan kegiatan pertanian, 2) Meningkatkan kualitas hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, 3) Meningkatkan eksport hasil pertanian dalam bentuk produk jadi, 4) Mengurangi jumlah area lahan pertanian yang tidak termanfaatkan, 5) Mengatasi permasalahan pengeringan dan penyimpanan hasilhasil pertanian, 6) Memanfaatkan surplus hasil pertanian didaerah –daerah tertentu per tahunnya, 7) Menyajikan dta mengenai agribisnis tanaman pangan dan hortikultura secara komprehensif dan aktual yang dapat diakses secara on-line oleh seluruh masyarakat, 8) Mewujudkan sentra perwilayahan komoditas pertanian tanaman pangan berdasarkan potensi komoditas unggulan di masingmasing daerah, dan 9) Penggunaan sepenuhnya limbah pertanian berupa Jerami dan Sekam sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik secara terpisah oleh
karena sekam dapat menghasilkan produk yang lebih berguna. (Bapeda Kab. Indramayu, 2007). Scope pengembangan Agricentre ditunjukkan dalam Tabel 28 Tabel 29. Scope Pengembangan Agricentre Kabupaten Indramayu No Komponen 1 Sarana Produksi Pertanian (Saprodi) 2 Sarana alat dan mesin pertanian
Fungsi - Menyediakan pupuk berimbang - Menyediakan obat pembasmi hama - Menyediakan traktor tangan - Menyediakan traktor besar - Menyediakan alat penanam benih - Menyediakan alat pemanen 3 Sarana pembibitan Menyediakan benih yang berkualitas 4 Rice Processing Melakukan proses pengolahangabah menjadi beras dengan meminimalkan kehilangan hasil Complex dan memproduksi beras berkualitas tinggi 5 Melakukan proses pengeringan (padi) pada saat Dryling Centre musim panen dan komoditi yang lain pada saat bukan musim panen 6 Dryling and Storage Melakukan proses pengeringan (padi) pada saat musim panen dan komoditi yang lain pada saat Centre bukan musim panen kemudian disimpan didalam silo penyimpan untuk selanjutnya diolah didalam Rice Procesing Complex 7 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada Training Centre tenaga – tenaga pertanian 8 Menyajikan data-data yang diperlukan dalam IT Centre penyususnan dokumen-dokumen 9 Mengoptimalkan target penjualan sesuai dengan Trade Centre kapasitas produksi 10 Laboratorium Melaksnakan kegiatan penelitian didalam penyediaan bibit berkualitas dan unggul dan pupuk yang berimbang. Sumber: Bapeda Kab. Indramayu, (2007)
7.2.3 Mengembangkan Kelembagaan Pelayanan Perizinan dan Investasi Kelembagaan sering menjadi sorotan dan sumber keluhan masyarakat daerah serta para investor. Pada dasarnya Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu mempunyai
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007
tugas pokok melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah di
bidang perizinan dan penanaman modal sebagai berikut : 1. Pengembangan sistem informasi manajemen pelayanan perizinan dan investasi 2. Melakukan terobosan-terobosan penanganan investasi 3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam pelayanan, pengendalian dan pengawasan perizinan dan penanaman modal 4. meningkatkan daya saing daerah dalam menarik investasi 5.
Mengembalikan citra dan usaha kepercayaan investor melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif
6. Peningkatan investasi yang tinggi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi 7. Pembuatan kebijakan pro-bisnis dan langkah strategis dalam kegiatan promosi dan informasi produk unggulan daerah. Kelembagaan prizinan dan penanaman modal
dibangun oleh tiga pilar
meliputi birokrasi, aparatur dan pengawasan serta peraturan daerah. untuk itu agenda mengembangkan kelembagaan yaitu dengan cara : A. Restruktrurisasi Kelembagaan Bentuk restrukturisasi kelembagaan
adalah melalui pembenahan birokrasi
yang ramping dan berkualitas, dimana dengan sedikit tenaga kerja tetapi
mempercepat dan menghasilkan perizinan yang akurat melalui proses yang tidak bertele-tele dan pengurusan perizinan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat. B. Regulasi Kebijakan Pembenahan peraturan daerah diarahkan pada penerbitan peraturan daerah yang tidak menghambat kegiatan bisnis serta sejalan dengan peraturan pemerintah pusat. Kemudahan dalam berinvestasi akan ditentukan oleh seberapa mudahnya mengurus perizinan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh investor. Dengan kecepatan dan kemudahan mengurus perizinan maka investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya. Regulasi kebijakan dapat dilakukan dengan memberikan persyaratan dan kondisi yang baku dalam pemberian perizinan berupa standar pelayana minimal (SPM) yaitu
izin lokasi, izin prinsip, izin lingkungan, izin
mendirikan bangunan, izin gangguan, dan izin keselamatan kerja. Semua perizinan ini akan dapat dipermudah dengan adanya satu atap untuk menampung lembaga yang memberikan perizinan tersebut. Selain itu untuk memperkecil konplik dengan lembaga atau dinas terkait lainnya maka diperlukan dukungan dinas dan lembaga
terkait melalui pengalihan kewenangan kepada Dinas
Perizinan dan investasi. Sedangkan kerjasama dengan DPRD adalah merevisi dan menghapus Perda yang tidak pro bisnis atau menghambat investasi. Bentuk Kelembagaan yang dilakukan adalah melalui konsep perizinan terpadu satu pintu, konsep ini bertujuan yaitu : 1) Meningkatkan kualitas layanan publik, dan 2) Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik. Sasaran yang diharapkan dicapai melalu perizinan satu pintu yaitu :1) Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah,
transparan, pasti dan terjangkau dan 2) Meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik adapun programnya adalah : 1. Pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh penyelenggaraan pelayanan terpadu satu atap 2. Percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam perda 3. Kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam perda 4. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai prosedur 5. Mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan 6. Pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan.
7.3.4 Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah SDM yang tinggi dengan kualitas yang rendah perlu diperbaiki dengan meningkatkan akses peningkatan kualitas masyarakat tersebut. Selain itu kualitas SDM perlu ditingkatkan sehingga siap untuk diserap sesuai dengan keperluan. Adapun agenda peningkatan SDM yaitu : 1. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan pembinaan aparatur dilingkungan Dinas perizinan dan Penanaman Modal. Yaitu dengan peningkatan pendidikan formal melalui beasiswa, ijin belajar atau tugas belajar, lokakarya, seminar dan diklat teknis lainnya selanjutnya melakukan
studi banding dan
magang didaerah yang kondisi kelembagaan investasinya
bagus seperti di Daerah Otorita Batam dan Kabupaten Sragen. 2. Konsep Keterkaitan dunia pendidikan dengan dunia kerja, Dalam jangka panjang pengembangan lembaga-lembaga pendidikan perlu disesuaikan sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja terdidik maupun terlatih untuk memasuki lapangan kerja yang akan diciptakan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan lembaga pendidikan kejuruan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja mampu dipenuhi secara lokal oleh Kabupaten Indramayu itu sendiri. Keempat alternatif strategi dan program kerja diatas akan lebih cepat terlaksananya jika pelaku kebijakan, investor dan masyarakat terlibat sehingga peningkatan investasi cepat terealisir. Adapun strategi dan program kerja sebagaimana terlihat pada Tabel 30.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1. Perkembangan investasi
Kabupaten Indramayu dalam tahun 2000 -2005
menunjukan kecenderungan penurunan, hal ini disebabkan menurunnya daya saing investasi khususnya kerusakan infrastruktur, perda yang tidak pro investasi dan adanya persaingan dengan daerah lain. Meskipun demikian investor tertarik untuk mengolah potensi ekonomi sektor unggulan khususnya sektor pertanian, minyak dan gas bumi serta perikanan . 2.
Berdasarkan identifikasi dan analisis faktor daya saing investasi Kabupaten Indramayu dengan menggunakan gabungan SWOT dan AHP menunjukkan bahwa: a. Prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu potensi ekonomi, zona dan kluster industri, dukungan birokrasi, jumlah tenaga kerja, letak strategis dan luas wilayah, dan budaya daerah. b. Prioritas elemen faktor kelemahan yang paling mempengaruhi daya saing investasi
Kabupaten
Indramayu
secara
berurutan
yaitu
kualitas
infrastruktur rendah, kualitas SDM yang rendah, kurangnya promosi, pemekaran Kabupaten Indramayu, dan perda yang bermasalah. c. Prioritas elemen faktor peluang yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu pengembangan transportasi darat Jakarta -Cirebon, pembangunan Pelabuhan Samudera Cirebon, dan pembangunan Bendungan Jatigede Sumedang.
d. Prioritas elemen faktor ancaman yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu adanya Persaingan dengan daerah lain, rendahnya dukungan perbankan, dan lambatnya penerbitan SPM. 3. Prioritas alternatif strategi dalam peningkatan investasi Kabupaten Indramayu secara
berurutan
mengembangkan
yaitu
mengembangkan
agroindustri
hulu
zona
sampai
dan hilir,
kluster
industri,
mengembangkan
kelembagaan, dan meningkatkan kualitas SDM.
8.2 Saran Hasil kajian dan pembahasan terhadap permasalahan yang telah dikemukakan terdahulu, dapat dirumuskan beberapa kebijakan penting untuk dilakukan sebagai upaya strategi
dan rancangan program peningkatan investasi di Kabupaten
Indramayu, sebagai berikut : 1. Dalam rangka peningkatan investasi maka harus dilakukan sinergi aktor investasi antara pemerintah, investor swasta dan masyarakat. Dalam sinergi tersebut fungsi pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator identifikasi potensi ekonomi unggulan, investor swasta melakukan investasi dengan memanfaatkan potensi ekonomi daerah, dan masyarakat melakukan dukungan terhadap investasi PMA, PMDN dan Non PMA dan PMDN. 2. Untuk dapat merangsang datangnya
investasi di Indramayu diperlukan
peningkatan daya saing investasi daerah melalui optimalisasi zona industri Migas Balongan dan pembuatan zona dan kluster industri Losarang dan Sukra
serta peningkatan alokasi anggaran pemerintah daerah dalam perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur 3. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan jumlah tenaga kerja dan
potensi ekonomi sektor pertanian dan perikanan
maka strategi alternatif investasi kerjasama pemerintah (BUMD Bumi Wiralodra), swasta dan masyarakat yaitu fokus merealisasikan agricentre. Adapun investasi sektor migas didorong kepada BUMN dan investor swasta.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1991. Ekonomi Pembangunan.Yogyakarta: STIE YKPN. ---------.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE. [Bapeda] Badan Perencanaan Daerah. 2005. Selayang Pandang Indramayu. Bapeda Kabupaten Indramayu. ---------. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Indramayu. Bapeda Kabupaten Indramayu.
Kabupaten
--------- . 2007. Feasibility Study (Studi Kelayakan) Rice Centre Kecamatan Losarang. Bapeda Kabupaten Indramayu. --------- . Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Melalui Pendekatan Input Output (I-O0 di Kabupaten Indramayu . Bapeda Kabupaten Indramayu [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat – Daerah. Bappenas Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Indramayu Dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu. ----------. 2007. PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota 2000-2006. BPS. Jakarta ---------. 2007. Jawa Barat Dalam Angka 2007. BPS. Provinsi Jawa Barat [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2007. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. BKPM. Jakarta ----------. 1994. Informasi Invesasi di Indonesia. Pekanbaru. BKPMD Provinsi Riau [BPPM] Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat. 2006. Perkembangan Investasi PMDN dan PMA di Jawa Barat. Bandung: Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. 2001. Panduan Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional Jakarta Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Boediono, Piter A, Alisyahbana A. & Effendi N. 2004, Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE Dinas Perindustrian dan Perdagangan. 2006. Profil Perusahaan Industri Besar, Sedang dan Kecil di Indramayu. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu [DPPMD] Dinas Perizinan dan Penanaman Modal. 2005. Profil Potensi Peluang Invesasi di Kabupaten Indramayu. Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu ----------.2007. Laporan Evaluasi Pelaksanaan Perizinan dan Penanaman Modal Bulan September. Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu ----------.2007. Pedoman Umum Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Dinas Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Indramayu. [Deptan] Dinas Pertanian dan Peternakan. 2007. Laporan Tahunan 2006. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu [Disnakertrans] Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2008. Upah Minimum Kab./Kota di Jawa Barat. Bandung: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Djoyohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES. Dong-Sung Cho dan Hwy-Chang Moon. 2003. From Adam Smith To Michael Porter, Evolusi Teori Daya Saing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Dunning, 1981. International Production and Multinational Enterprises. London Genge Allen and Unwin. London Falatehan, A. Faroby. 2007. Teknik Pengambilan Keputusan Aplikasi Analytic Hierarchy Process (AHP) Menggunakan Program Expertchoice 2000. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hill, H. 1990. Indonesia’s Industrial Transformation Part I Bulletin Of Indonesia Economic Studies 26 (2) 79 -120 Husodo, Sy. 2004. Pertanian Mandiri; Pandangan Strategis Para Pakar Untuk Kemajuan Pertanian di Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya. . Jhingan 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan Penerjemah D.Guritno. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Kasto, IB Mantra. 1995. Penentuan Sampel. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Kuncoro, Mudradjat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah Reformasi, Perenncanaan Strategi dan Peluang. Jakarta: PT Erlangga. ----------. 2002. Analisis Spasial dan Regional, Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta UPP AMP YKPN. ----------. 2005. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: PT Erlangga. ----------. 2007. Ekonomika Industri Indonesia. Menuju Negara Industri Baru 2030? . Yogyakarta: Penerbit Andi Opset. [KPPOD] Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2001. Pemeringkatan Daya saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jkarta: KPPOD. ------------. 2002. Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: KPPOD. -------------. 2003. Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: KPPOD. -------------. 2004. Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: KPPOD. -------------.2005. Pemeringkatan Daya Saing Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: KPPOD. Krugman, P.R. and M. Obstfeld. 2000. International Economic : Theory and Policy. Fifth Edition. Addison-Wesley Publisher Company. Massachusetts Levine,R,and D. Renelt. 1992. A Sensitivity Analysis of Cross-Country Growth Regretion. The American Economic Review 82(4) : 942-963. Mankiw, G. 2000. Macroeconomics. Fourth Edition. Worth Publishers, Harvard University, New York. Markusen,A. 1996. Sticky Places in Slippery Space A Typology of Industrial District. Economic Geograpy. 72 (3) Marwinto, Bambang Dwi. 2006. Strategi Pengembangan Investasi Subsektor Perkebunan Kab. Siak Propinsi Riau. [tesis]. Bogor: Program, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mulyadi. 2001. Balance Scored Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelippatgandaan Kinerja Keuangan Pemerintah. Jakarta: Salemba Empat.
Noor, Henry Faizal.2005. Manajemen Investasi dan Keuangan. Jakarta: STIA – LAN Press. Partowidagdo, W. 1999. Memahami Analisis Kebijakan Kasus Reformasi Indonesia. [tesis]. Bandung: Institut Teknologi Bandung. [Pemda] Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu.1995. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten DATI II Indramayu 1994/1995. Bapeda Kabupaten Indramayu. ---------. 2008. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu. Bapeda Kabupaten Indramayu. ---------. 2006. Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD) Kabupaten Indramayu 2006 -2010. Bapeda Kabupaten Indramayu. Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nation. Harvard Bussines Review Book ----------. 1990. Cluster and The New Economic of Competition. Harvard Bussines Review. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. 2004. Daya Saing Daerah Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT .Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk menghadapi Abad 21. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Retnadi, Djoko dan Wijaya, Krisna. 2005. Konsolidasi Perbankan Nasional Dari Rekapitulasi Menuju Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Jakarta: Masyarakat Profesional Indonesia. Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Sekretaris Daerah. 2002. Himpunan Lembaran Daerah Tentang Pajak dan Retribusi. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Indramayu Siregar, Hermanto. 2006. Metode Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah, Bogor. Bahan Kuliah SEP 568 Manajemen Pembangunan Daerah Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soesilo, Nining I.2002. Manajemen Strategik di Sektor Publik : Pendekatan Praktis (Buku II). Magister Perencanaan Kebijakan Publik, Jakarta, Universitas Indonesia. Sukirno.1994. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LPFE UI.
Tonny. NF dan Daryanto A. 2004. Metodologi Kajian Pembangunan Daerah. Bogor. Bahan Kuliah Magister Manajemen Pembangunan Daerah. Program Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.