1
STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK HILIR KELAPA SAWIT
MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Muhammad Rian Wisnuantara NIM H24100101
4
ABSTRAK MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA. Strategi Pengembangan Produk hilir kelapa sawit Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh JONO MINTARTO MUNANDAR dan SRI NURYANTI. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti daya saing produk hilir kelapa sawit Indonesia. Produk yang diteliti difokuskan kepada minyak kelapa sawit mentah (HS 15110) dan minyak kelapa sawit olahan (HS 151190). Data ekspor minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia terhadap empat negara importir, yaitu: Cina, Pakistan, India, serta Belanda digunakan sebagai sampel untuk menghitung daya saing dengan menggunakan metode CMSA. Rekomendasi strategi menggunakan Matriks IE, SWOT, dan AHP. Hasil dari perhitungan CMSA minyak kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan daya saing hanya di pertumbuhan standar, sedangkan Malaysia memiliki keunggulan daya saing pada efek distribusi, efek komposisi, dan efek daya saing. Berdasarkan Matriks IE diperoleh matriks IFE (2.56) dan EFE (3.20) menunjukkan bahwa bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada tahap “tumbuh dan membangun”. Berdasarkan hasil analisis SWOT diperoleh strategi untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit yaitu: i) mengembangkan industri spesialisasi oleokimia, ii) klaster industri, iii) pengawasan serta penerapan ISPO, iv) mengembangkan industri spesialisasi biofuel. Berdasarkan hasil analisis vertikal AHP alternatif strategi yang paling direkomendasikan adalah strategi mengembangkan industri oleokimia. Kata Kunci : AHP, Daya saing, Kelapa sawit, Produk hilir. ABSTRACT MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA. Development Strategy for Downstream Products of Palm Oil in International Market. Supervised by JONO MINTARTO MUNANDAR and SRI NURYANTI. This research aimed to study the competitiveness of downstream products of palm oil in Indonesia. The study is focused on two main products i.e. crude palm oil (HS code 151110) and refined palm oil (HS 151190). Export data of palm oil Indonesia and Malaysia to four main exporting countries namely: China, Pakistan, India, and Netherland were used to estimate competitiveness using CMSA method. The recommended strategy was built from IE matrix, SWOT analysis and AHP. The result of CMSA show that Indonesian palm oil was competitive in export growth, while Malaysia was more competitive in distribution, composition, and competitiveness. Based on IE matrix it was found 2.56 of IFE and 3.20 of EFE those values shows that palm oil of Indonesia was in “grow and build” stage. SWOT analysis result shows that developing strategy for downstream industry of palm oil in Indonesia are i) developing specialization in oleochemical industry, ii) developing industry cluster, iii) monitoring the implementation of ISPO, and iv) developing specialization in biofuel industry. AHP vertical analysis result show that the most recomended strategy is developing specialization in oleochemical industry. Keywords: AHP, Competitiveness, Downstream product, Palm oil.
5
STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK HILIR KELAPA SAWIT
MUHAMMAD RIAN WISNUANTARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
6
7
Judul Skripsi Nama NIM
: Strategi Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit : Muhammad Rian Wisnuantara : H24100101
Disetujui oleh
Dr Ir Jono Mintarto Munandar, MSc
Sri Nuryanti, STP, MP
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai bulan Desember ini ialah Pemasaran, dengan judul Strategi Pengembangan Produk Hilir Kelapa Sawit. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Jono Mintarto Munandar serta Ibu Sri Nuryanti selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, sahabat, BEM FEM IPB atas doa serta kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014 Muhammad Rian Wisnuantara
9
DAFTAR ISI Daftar Tabel
vi
Daftar Gambar
vi
Daftar Lampiran
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Penelitian
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Pemasaran
3
Kelapa Sawit
3
Produk
4
Persaingan
4
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengolahan data PEMBAHASAN
5 5 6 6 7 7
Produk Hilir Kelapa Sawit Indonesia
9
Produk Hilir Kelapa Sawit Malaysia
10
Metode CMSA
11
Analisis IFE EFE
16
Hasil SWOT
19
Hasil AHP
20
Implikasi Manajerial
26
SIMPULAN dan SARAN
28
Simpulan
28
Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
32
Formatted: TOC 1
10
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5.
Faktor-faktor Strategi Internal Faktor Strategi Eksternal Hubungan antara Faktor dengan Aktor Hubungan antara Tujuan dengan Aktor Hubungan antara Tujuan dengan Alternatif
17 18 24 25 25
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kerangka Pemikiran Produk Hilir Kelapa Sawit Perkembangan CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah Perkembangan CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan Matriks IE Matriks SWOT Hasil Pengolahan Vertikal AHP
6 11 14 15 18 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5.
Rencana Pembiayaan Jadwal Kegiatan Hasil CMSA Hasil IFE EFE Hasil Pengolahan vertikal AHP
32 32 33 37 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar setelah Malaysia di dunia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan manfaat serta dampak penting dalam membangun perekonomian Indonesia terutama dalam penghasil devisa negara dari sektor non migas. Perkembangan tahun 2002 hingga 2011 industri kelapa sawit saat ini sangat berkembang pesat. Perkembangan tahun 2002 hingga 2011 ini ditandai dengan adanya peningkatan permintaan terhadap kebutuhan kelapa sawit baik dalam kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan luar negeri. Permintaan kelapa sawit dunia yang meningkat pada tahun 2002 dan 2011 ekspor CPO Indonesia kepada dunia tahun 2002 mencapai 4,9 juta ton dan pada tahun 2011 mencapai 16,4 juta ton (United Nation Comtrade 2013). Perbandingan ekspor CPO Indonesia dengan turunannya masih dalam perbandingan 60:40. Sebanyak 60 persen dari total keseluruhan produksi minyak kelapa sawit hanya diekspor dalam bentuk CPO dan PKO, sedangkan 40 persen sisanya merupakan produk hilir kelapa sawit seperti oleokimia, oleopangan. Hal ini berbeda dengan ekspor CPO Malaysia mencapai perbandingan 20:80 dengan produk turunannya. Sebanyak 80 persen dari total produksi minyak kelapa sawit Malaysia telah diolah menjadi produk hilir seperti oleokimia, oleopangan, biodiesel (Kemenperind 2010). Pada tahun 2010 ekspor produk hilir minyak kelapa sawit Indonesia hanya mencapai 6,8 juta ton, sedangkan Malaysia mencapai 11,3 juta ton (United Nation Comtrade 2013). Pernyataan di atas menjelaskan bahwa Malaysia mendominasi ekspor produk turunan CPO yang memiliki nilai tambah dan lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Hal ini karena perusahaan dalam negeri sangat sedikit sekali yang memiliki industri hilir pengolah kelapa sawit dan sebagian besar mengekspor produknya berupa CPO ke negara lain, salah satunya Malaysia. CPO yang berasal dari Indonesia diolah oleh Malaysia menjadi produk-produk turunan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang digunakan untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit Indonesia. Dengan adanya strategi pengembangan produk hilir kelapa sawit Indonesia akan meningkatkan pemasukan negara dan kesejahteraan petani kelapa sawit Indonesia. Pengembangan produk hilir juga berguna untuk memperluas jangkauan pasar kelapa sawit Indonesia ke negara-negara yang potensial seperti pasar industri biodiesel sangat diminati di Arab, dan industri oleokimia sangat diminati oleh pasar Eropa dan Amerika (TAMSI 2010).
2
Rumusan Masalah Produk kelapa sawit Indonesia (CPO dan produk turunannya) yang ada saat ini mencapai 27 jenis produk perlu diperhatikan, bahkan ditingkatkan. Apalagi dengan kendala berbagai macam pesaing dari negara tetangga, misalkan Malaysia yang bergerak dalam industri kelapa sawit dan bauran produk Malaysia lebih tinggi, yaitu 33 jenis produk (Kemenperin 2010). Ekspor produk hilir kelapa sawit Indonesia pada tahun 2009-2011 hanya mencapai 6 juta ton per tahun, sedangkan negara Malaysia mencpai 11 juta ton per tahun (United Nation Comtrade 2013). Berdasarkan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi daya saing produk hilir kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan Malaysia? 2. Strategi apakah yang harus digunakan untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit yang ada di Indonesia?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis daya saing produk hilir kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan negara pesaing. 2. Identifikasi dan pemilihan strategi pengembangan produk hilir kelapa sawit Indonesia.
Manfaat Penelitian 1. Bagi pengusaha hilir kelapa sawit sebagai bahan rujukan untuk membuka bisnis di sektor kelapa sawit. 2. Sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut mengenai produk kelapa sawit.
Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian difokuskan kepada aspek daya saing produk dari produk hulu dan hilir kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan negara Malaysia secara agregat. Produk yang diteliti difokuskan kepada minyak kelapa sawit mentah (HS 15110) dan minyak kelapa sawit olahan (HS 151190). Data diambil dari data ekspor Indonesia dan Malaysia terhadap empat negara importir sebagai sampel, yaitu: Cina, Pakistan, India, serta Belanda.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pemasaran Menurut Kotler (2008) pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Konsep pemasaran yang membentuk teori di atas didasarkan kepada kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan. Kebutuhan dan keinginan dapat mempengaruhi jumlah permintaan terhadap produk yang diminta oleh pelanggan.. Sehingga perusahaan berlomba lomba menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan agar pelanggan tersebut loyal terhadap produk dari perusahaan. Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil termasuk jenis palma yang berasal dari Afrika Barat, mulai dari kawasan Angola hingga Liberia (Dewan Minyak Sawit Indonesia 2010). Tanaman kelapa sawit mengalami pertumbuhan dengan pertambahan tinggi berkisar 25-75cm per tahun. Sehingga pada umur 25 tahun ketinggian tanaman mencapai 12-18 m (TAMSI 2010). Bibit sawit pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor pada tahun 1848 sebagai induk dari semua kelapa sawit yang berada di Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit mulai ditanam secara masal dan komersial di Sungai Liput (Aceh) dan Pulau Radja (Asahan,Sumatera Utara) pada tahun 1911. Pantai Timur Sumatera utara terutama Deli dijadikan sentra produksi kelapa sawit oleh pemerintah kolonial Belanda. Kelapa sawit memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya seperti: minyak kedelai, dan minyak bunga matahari. Produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 3,74 hingga 6 ton/ha/tahun sedangkan minyak kedelai hanya 0,38 ton/ha/tahun, dan minyak bunga matahari 0,67 ton/ha/tahun. Terlebih lagi hasil pada tahun 2009 produksi minyak kelapa sawit dunia mencapai 43 juta ton, dengan luas lahan 12,8 Juta ha,dimana Indonesia sebagai produsen terbesar (Direktorat Jenderal Perkebunan 2010).
4
Produk Menurut Kotler (2008) produk merupakan semua hal yang ditawarkan kepada pasar untuk menarik perhatian, akuisisi, penggunaan atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk menjadi elemen kunci dalam keseluruhan penawaran pasar. Sehingga perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk yang dapat memaksimalkan kepuasaan konsumen agar konsumen tetap loyal terhadap perusahaan. Menurut kotler terdapat tiga tingkat produk, yaitu: a) manfaat inti, manfaat inti merupakan manfaat yang terkandung di dalam suatu produk dapat dirasakan oleh konsumen. b) produk aktual, produk aktual merupakan nama, komponen dan atribut lain yang telah digabungkan untuk menghantarkan manfaat inti agar tetap terhubung. c) produk tambahan, produk tambahan merupakan pelayanan dan manfaat tambahan yang diberikan kepada konsumen Ketika mengembangkan produk, awalnya pemasar harus mengenali kebutuhan inti pelanggan yang akan dipuaskan oleh produk perusahaan. Kemudian pemasar merancang produk aktual yang ditambahkan added value dari produknya dengan produk tambahan yang dapat berupa layanan pasca penjualan produk. Tiga tingkatan produk ini berguna untuk memberikan kepuasan maksimalkan bagi konsumen serta meningkatkan loyalitas konsumen dan menghasilkan profit bagi perusahaan. Persaingan Pengertian Daya Saing Menurut Porter (2001) persaingan bisnis atau daya saing suatu negara dianalisa dalam lima aspek utama yaitu: persaingan dalam perusahaan sejenis, ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli, dan ancaman produk pengganti. Teori porter ini dikenal juga dengan sebutan model diamond of national competitiveness. Persaingan dalam perusahaan sejenis akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Ancaman masuk pendatang baru akan memunculkan sejumlah implikasi bagi perusahaan misalnya terjadinya perebutan pangsa pasar, serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kekuatan tawar menawar pemasok akan menimbulkan naik turunnya harga yang mempengaruhi biaya produksi produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Kekuatan tawar menawar pembeli atau konsumen dalam produk yang dijual oleh perusahaan, mereka menginginkan barang semurah mungkin dan memiliki kualitas sebaik mungkin. Ancaman produk pengganti dapat terjadi apabila barang substitusi mempunyai harga yang sama atau bahkan lebih murah dan memiliki kualitas yang lebih baik apabila dibandingkan dengan produk perusahaan. Menurut Munandar (2008) model sembilan faktor atau yang lebih dikenal dengan merupakan pengembangan dari model diamond of national competitiveness yang dirancang oleh porter. Model sembilan faktor terdiri dari sumber daya alam, lingkungan bisnis, industri terkait dan pendukung, permintaan domestik, pekerja, politisi dan birokrat, wirausahawan, manajer, insinyur professional.
5
Industri yang masih tertinggal terjadi karena masih awal atau perintisan, sumber persaingan masih terbatas kepada sumber daya alam dan teknologi yang terbatas. Industri yang sudah mulai tumbuh memerlukan politisi dan birokrat untuk mendukung bisnis secara sistematis agar sukses dalam ekspor melalui investasi aktif, seleksi industri berpotensi, dukungan administrasi dan pajak, asuransi, informasi, dan jaminan untuk wirausahawan pemula. Biasanya pasar diorganisir pada lini monopolistik atau oligopolistik. Adapun industri yang telah mapan dalam kondisi kedewasaan inovasi muncul dalam proses manufaktur, pengembangan produk dan organisasi bisnis. Industri mulai hulu hingga hilir tetap kompetitif dalam pasar internasional, karena wirausahawan berperan dalam memimpin atas sistem bisnis dengan memanfaatkan investasi aktif. Sedangkan industri yang dalam masa penurunan terjadi karena pasar mulai jenuh dan kualitas yang tinggi masih belum terpenuhi. Sehingga biaya produksi meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan manajer dan insinyur profesional untuk membuat terobosan atau inovasi. Metode Constant Market Share Analysis Menurut Hadi (2004), metode competitive market share analysis (CMSA) merupakan metode yang banyak dikembangkan untuk mengukur daya saing produk pertanian secara relatif dibandingkan negara pesaingnya. Latar belakang adanya perhitungan CMSA adalah adanya kemungkinan bahwa suatu negara selama suatu periode mengalami pertumbuhan ekspor lebih rendah dibanding dunia. Asumsi dasar CMSA adalah bahwa pangsa pasar suatu negara pengekspor ke dunia dalam suatu waktu bersifat konstan. Jika terjadi perbedaan pertumbuhan ekspor hal itu dikarenakan oleh efek komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing. Perubahan pangsa ekspor merupakan indikator yang menunjukkan daya saing suatu negara. Adapun beberapa elemen yang termasuk ke dalam CMSA yaitu: pertumbuhan standar, efek komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing. Pertumbuhan standar merupakan parameter standar umum pertumbuhan suatu negara. Pertumbuhan standar mencerminkan kinerja ekspor dari suatu negara ke negara lain. Dalam perhitungan CMSA pertumbuhan standar menjadi tolak ukur dalam perhitungan efek komposisi, efek sitribusi, dan efek daya saing. Efek komposisi mengindikasikan bahwa negara pengekspor yang menjadi perhatian mengekspor produk ke negara yang memiliki pertumbuhan impor produk tersebut lebih tinggi dibandingkan impor kelompok produk tersebut. Efek distribusi akan bernilai positif jika negara pengekspor telah mendistribusikan pasarnya ke pusat permintaan. Efek daya saing adalah mengindikasikan kenaikan atau penurunan bersih dalam pangsa pasar ekspor secara relatif setelah memperhitungkan efek komposisi dan efek distribusi. Efek daya saing bernilai positif maka negara pengekpsor memiliki posisi pesaing kuat dibawah potongan harga pesaingnya.
6
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Tujuan utama penelitian ini merupakan bagian dari implementasi MP3EI, yaitu menjadikan negara Indonesia menjadi sepuluh negara terbesar melalui delapan program utama. Pengembangan industri kelapa sawit merupakan salah satu dari delapan program utama MP3EI. Pakar yang terlibat dalam penelitian ini yaitu peneliti, akademisi, asosiasi, pengusaha hilir, dan eksportir. Pengembangan industri kelapa dapat dilihat dari keadaan daya saing negara Indonesia dan keadaan negara Malaysia sebagai pesaing utama melalui menggunakan metode CMSA. Daya saing produk kelapa sawit olahan (HS151190) yang dilihat yaitu pengolahan data nilai ekspor menggunakan metode CMSA. Analisis IFE EFE untuk mengetahui keadaan internal dan eksternal produk kelapa sawit. Hasil analisis IFE EFE dan CMSA digunakan sebagai informasi untuk mengetahui kelapa sawit olahan Indonesia. Informasi ini digunakan sebagai langkah awal dalam penentuan strategi pengembangan produk hilir menggunakan analisis SWOT. Analisis selanjutnya yaitu menentukan priotitas alternatif strategi pengembangan produk hilir dengan memakai alat bantu AHP berdasarkan informasi yang diperoleh dari analisis IFE, EFE, dan SWOT. Ringkasan pemikiran penelitian akan ditunjukkan dalam Gambar 1 (kerangka pemikiran). MP3EI Kelapa Sawit
Keadaan negara pesaing Malaysia
Keadaan Indonesia
Analisis Daya Saing Analisis Metode CMSA Daya saing produk hulu dan hilir SWOT
Matriks IFE, EFE Alternatif Strategi
AHP
Rekomendasi Strategi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Keterangan: ----------- = metode analisa
7
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di daerah Bogor dan Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) sesuai dengan mempertimbangkan data yang digunakan bersifat primer dan sekunder. Adapun waktu yang direncanakan untuk penelitian, yaitu bulan Juli 2013 hingga Desember 2013.
Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa perbandingan ekpor kelapa sawit dari segi nilai negara Indonesia dan Malaysia ke empat negara importir, yaitu China, India, Pakistan, dan Belanda. Data primer didapatkan dari hasil focus group disecusion, wawancara, dan pengisian quisioner oleh para pakar. Pakar yang terlibat dari penelitian ini adalah lembaga riset yaitu Riset Penelitian Nusantara, asosiasi yaitu MAKSI, pengusaha hilir yaitu Giant, serta akademisi yang ada di lingkugan kampus Institut Pertanian Bogor.
Pengolahan Data Analisis data berdasarkan data kualititatif dilakukan secara deskriptif dan memakai analisis SWOT dan AHP, sedangkan untuk data kuantitatif dilakukan dengan memakai CMSA (Constant market share analysis), serta matriks IFE dan EFE.
Analisis SWOT Menurut Kotler (2008) analisis SWOT merupakan penilaian menyeluruh terhadap Strenght (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Threads (ancaman), dan Opportunities (peluang). Perusahaan harus menganalisis pasar dan lingkungan secara menyeluruh agar mampu menerapkan strategi lebih lanjut untuk melakukan kegiatan pemasaran selanjutnya dan mencapai tingkat kepuasan tertinggi dari konsumen. Strategi SWOT dibagi menjadi empat strategi, yaitu: strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT. Strategi SO merupakan strategi dimana perusahaan memanfaatkan peluang dengan memakai kekuatan yang dimilikinya. Strategi WO yaitu perusahaan memanfaatkan peluang dengan mengatasi kelemahannya. Strategi ST yaitu perusahaan mengatasi ancamannya dengan menggunakan kekuatan internal yang dimilikinya. Strategi WT yaitu perusahaan meminimalisir kelemahan dengan mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal.
8
Analisis IFE dan EFE Menurut Rangkuti (1998) matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Tahapan kerja matriks IFE adalah (1) membuat daftar kata kunci kekuatan dan kelemahan (2) membuat bobot masing-masing dari kata kunci terrsebut (3) memberikan rating (4) mengalikan bobot dengan rating untuk menentukan skor dan (5) menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total nilai. Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang ada di luar perusahaan dan bersifat mempengaruhi perusahaan. Cara membuat matriks EFE hampir sama dengan matriks IFE
AHP Menurut Saaty (1993) AHP adalah suatu model pendekatan yang memberikan kesempatam bagi setiap individu untuk membangun gagasangagasan atau ide dan mendefiisikan persoalan- persoalan yang ada dengan membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan yang diinginkan. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan kompleks. Langkah-langkahnya pemecahan masalah dengan pendekatan AHP adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci permasalahan yang diinginkan ; 2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh ; 3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan ; 4. Mendapatkan semua pertimbangan yang diperlukan untuk mengembangkan perangkat matriks pada langkah 3 ; 5. Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama ; 6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 ; 7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas, dan 8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki.
Competitive Market Share Analysis Menurut UN Comtrade (2013) Constant Market Share Analysis merupakan metode dalam perdagangan antar negara yang digunakan untuk menganalisis efek efek yang terjadi dalam perdagangan, yaitu efek pertumbuhan standar, efek komposisi produk, efek distribusi, dan efek daya saing.
9
E( t ) E( t 1) E( t 1)
(r
i
pertumbuhan standar……………(1)
r )E( t 1)
i
E( t 1)
(r r )E
ij ( t 1)
i
i
i
E( t 1)
( E
ij ( t )
i
efek komposisi produk……….....(2)
efek distribusi pasar……………..(3)
Eij ( t 1) rij Eij ( t 1)
i
E( t 1)
efek daya saing………………….(4)
CMSA =efek komposisi produk + efek distribusi pasar+efek daya saing dimana: E = nilai ekspor negara tertentu semua produk ke suatu kawasan/pasar dunia r = nilai pertumbuhan standar ri = nilai pertumbuhan standar produk i Ei = nilai ekspor negara tertentu produk i ke suatu kawasan/pasar dunia Ej = nilai ekspor negara tertentu semua produk ke negara j Eij = nilai ekspor negara tertentu semua produk ke negara j t = tahun t t-1 = tahun t-1
HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Hilir Kelapa Sawit Indonesia Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2012) pohon industri kelapa sawit bermula dari pohon kelapa sawit yang menghasilkan tandan buah segar, buah sawit dan pelepah sawit. Buah sawit kemudian diproses lebih lanjut untuk menghasilkan inti sawit dan mesocarp. Inti sawit diproses lebih lanjut menghasilkan cangkang sawit, ampas serat dan PKO. Mesocarp diolah lebih lanjut menghasilkan CPO dan serat. CPO dan PKO merupakan produk awal yang dapat dijual secara ekspor ke pasar internasional. CPO dan PKO kemudian diolah menjadi produk hilir yang terdiri dari tiga kategori yaitu oleo pangan, oleo kimia, dan biodiesel. Secara terstruktur pohon industri kelapa sawit akan ditunjukkan pada Gambar 2 (Pohon Industri kelapa sawit). Sebagian besar industri kelapa sawit
di dunia menghasilkan produk hilir kelapa sawit yang digunakan untuk produk pangan sebesar 95 persen sedangkan sisanya sebesar lima persen untuk produk non pangan. Oleo pangan merupakan jenis produk hilir kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku makanan yang biasanya
10
dikonsumsi oleh masyarakat. Oleo kimia merupakan produk turunan kelapa sawit yang biasa digunakan untuk keperluan industri. Biofuel merupakan bahan bakar alternatif yang terbuat dari CPO sebagai bahan utama (PPKS 2012). Oleo Pangan Oleo pangan merupakan produk hilir kelapa sawit yang paling dominan. Oleo pangan merupakan industri yang paling berkembang pesat di negara Indonesia apabila dibandingkan dengan negara Malaysia (Indonesian Commercial Newsletter 2009). Sebanyak 95 persen industri kelapa sawit dunia menghasilkan produk oleo pangan. Produk-produk yang termasuk oleo pangan antara lain: emulsifier, vanaspati, shortening, minyak goreng, dan margarin. Minyak goreng merupakan oleo pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri sebesar 37 persen dari total produk hilir dihasilkan. Minyak goreng juga memiliki nilai tambah 60 persen dari produk awalnya. Shortening merupakan pengembang yang biasanya digunakan untuk membuat kue dan roti. Shortening memiliki nilai tambah 60 persen dari produk awalnya. Sedangkan Margarine dan emulsifier memiliki nilai tambah 100 persen Vanaspati merupakan lemak yang biasa digunakan untuk berbagai tujuan dan biasanya permintaan paling banyak produk ini ada di negara negara Timur Tengah sebagai pengganti ghee. Oleo Kimia Industri oleo kimia Indonesia memiliki backup yang sangat besar dari segi bahan baku karena Indonesia menghasilkan CPO terbesar di dunia, tetapi perkembangan industri oleo kimia masih belum maju apabila dibandingkan dengan negara Malaysia (ICN 2009). Industri oleo kimia Malaysia dapat berkembang dengan pesat karena adanya dukungan dari pemerintah dan organisasi khusus yang tergabung dalam Malaysian Palm Oil Board (MPOB) yang membuat kebijakan pengembangan industri kelapa sawit. Indonesia menguasai sekitar 12 persen dari seluruh dunia sedangkan Malaysia memenuhi 18 persen dari pemerintaan seluruh dunia (ICN 2009). Industri oleo kimia menghasilkan keunggulan dengan nilai tambah yang cukup tinggi rata-rata sebesar 40 persen dari nilai bahan bakunya CPO dan PKO. Produk hilir seperti kosmetik dan farmasi sangat potensial apabila dikembangkan dalam industri ini karena memiliki nilai tambah hingga 1000 persen dibandingkan dengan produk awalnya. Deterjen merupakan oleo kimia yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai alat pembersih. Deterjen yang dibuat dari kelapa sawit memiliki sifat mudah terdegradasi oleh alam. Deterjen memiliki nilai tambah 400 persen dari produk awalnya (ICN 2009). Biofuel Biofuel merupakan bahan bakar alami yang terbuat dari prosesproses biologi dan bersifat terbarukan. Biofuel memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan bakar lainnya, yaitu mengurangi kadar emisi gas berbahaya yang biasanya dihasilkan oleh minyak bumi. Adapun produk hilir
11
yang termasuk biofuel adalah biodiesel dan biogas. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang bahan baku utamanya berasal dari CPO (Suirta 2009). Permintaan biodiesel di pasar-pasar Eropa, Amerika Serikat, dan Asia cenderung meningkat dari tahun ke tahun meskipun masih dalam pasar yang spesifik. Beberapa perusahaan yang menghasilkan biodiesel yaitu: PTP Nusantara, Sinar Mas Group, Genting Biofuel, Wilmar Group, Tolaran Group, BP Petrolium, Indomal Group, dan Munting Group. Biogas dari proses biologis tumbuhan sawit melalui sistem pengolahan secara anaerob dan menghasilkan methana (Loh 2013). Biogas merupakan produk yang sejalan dengan konsep “zero waste”. Industri biogas memanfaatkan sisa sisa dari limbah kelapa sawit secara komprehensif dan strategis dengan harapan dapat meminimalisir dampak dari limbah kelapa sawit. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik untuk mesin-mesin pabrik (Loh 2013). Produk Hilir Kelapa Sawit Malaysia Menurut Malaysian Palm Oil Board (2014) produk hilir kelapa sawit yang diekspor oleh negara Malaysia ke seluruh dunia dikategorikan menjadi Palm Oil Products, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Cake, Finished Products, dan Oleo Cemicals. Palm Oil products terdiri dari: Crude Palm Olein, Crude Palm Stearin, Fatty Acid Distilate, Palm Acid Oil, RBD palm oil, RBD palm olein, RBD palm stearin, Palm Mid Fraction. Palm Kernel Oil terdiri dari: RBD Palm Kernel Oil, RBD Palm Kernel , Palm kernel Stearin, Palm Kernel Fatty Acid Distilate. Palm Kernel Cake terdiri dari: Palm Kernel Expeller. Finished Products terdiri dari: Cooking Oil, Dough Fats, Margarine, Red Palm Oil, Shortening, Soap, Speciality Fats, Vanaspati. Oleochmicals teridiri dari: Fatty Acid, Fatty Alkohol, Methyl Ester, Glyserine, Soap Noodle.
12 KELAPA SAWIT
PELEPAH dan BATANG SAWIT
Tandan Buah Segar
BUAH SAWIT
Tandan Kosong
PULP and PAPER, ANIMAL FEED
PULP and PAPER
COMPOST
CARBON
FURNITURE
RAYON
INTI SAWIT
CANGKANG
MESOCARP
AMPAS SAWIT
SERAT Palm Kernel Oil
Crude Palm Oil
PAKAN TERNAK
BAHAN BAKAR, KARBON
Fibre Board
Bahan Bakar
OLEO PANGAN OLEO KIMIA
EMULSIFIER
v
VANASPATI
SENYAWA HIDROKSI
SHORTENING
SENYAWA EPOKSI
MINYAK GORENG
FATTY AMINA
MARGARIN
FATTY ALKOHOL
SUSU KENTAL MANIS
ASAM LEMAK
BIODIESEL
CONFECTIONERIES,ES KRIM, YOGHURT
ESTER
FARMASI
Minyak Makan Merah
PELUMAS
Gambar 2 Pohon industri Kelapa Sawit Indonesia (PPKS 2012)
KOSMETIK
LILIN
13
Hasil Pengolahan CMSA Analisis daya saing dengan menggunakan metode CMSA dilakukan pada data ekspor-impor basis kelapa sawit (HS 1511). Karena keterbatasan data yang ada di laman jaringan International Trade Centre dengan periode tahun analisis 2002-2012, maka produk kelapa sawit (HS 1511) dua kelompok produk, yaitu minyak kelapa sawit mentah (HS 15110), dan minyak kelapa sawit olahan (151190). Metode CMSA digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif produk negara Indonesia dibandingkan dengan produk negara Malaysia. Metode CMSA dilakukan dalam empat negara yang merupakan tujuan utama ekspor produk kelapa sawit, yaitu Cina, Pakistan, India, dan Belanda. Faktor yang dilihat dari analisis ini yaitu dari segi nilai ekspor (values). Metode CMSA dibagi menjadi beberapa bagian, efek komposisi produk, efek distribusi standar, dan efek daya saing. Efek komposisi memperlihatkan ekspor terkonsentrasi pada komoditaskomoditas tertentu. Efek distribusi memperlihatkan ekspor terarah kepada pasar-pasar yang berkembang pesat. Efek daya saing memperlihatkan bahwa ekspor komoditi tertentu dapat bersaing di pasar dunia. Penjumlahan dari efek komposisi, efek distribusi, dan efek daya saing menjadi efek total CMSA yang menandakan tingkat daya saing negara. Metode CMSA Nilai Minyak Kelapa Sawit Mentah Perkembangan efek komposisi Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 cenderung turun dengan rata-rata per tahun sebesar 2,90 persen, sedangkan Malaysia cenderung naik dengan rata-rata sebesar 8,36 persen per tahun. Keunggulan efek komposisi negara Malaysia memperlihatkan ekspor terkonsentrasi pada komoditi kelapa sawit mentah Malaysia lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Perkembangan efek daya saing nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia dan Malaysia pada tahun 2002 hingga 2012 memiliki rata-rata yang sama yaitu sebesar 0,03 persen. Efek daya saing ini menunjukkan bahwa kelapa sawit mentah Indonesia dan Malaysia mampu bersaing di pasar dunia dengan keunggulan yang sama besar. Nilai positif negara Indonesia dan Malaysia menunjukkan kedua negara memiliki pesaing yang kuat dan memiliki potongan harga dibawah pesaingnya. Perkembangan efek distribusi nilai minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 rata-rata sebesar 0,88 persen per tahun, sedangkan Malaysia sebesar 3,05 persen per tahun. Keunggulan efek distribusi nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia dibanding Indonesia memperlihatkan ekspor nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia lebih terarah kepada pasar-pasar yang berkembang pesat. Analisis CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah memperlihatkan Indonesia memiliki keunggulan daya saing hanya di efek daya saing, sedangkan Malaysia memiliki keunggulan daya saing pada efek komposisi dan efek distribusi. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih rendah dalam konsentrasi produk komoditi kelapa sawit mentah dan belum terarah kepada pasar-pasar yang potensial. Secara lebih terperinci dalam efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia yang diperoleh pada
14
tahun 2002-2012 rata-rata 3,82 persen per tahun, sedangkan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah Malaysia memiliki efek total CMSA rata-rata 11,4 persen per tahun. Keunggulan nillai minyak kelapa sawit mentah Malaysia lebih unggul dibandingkan nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia menurut metode analisis CMSA.
Efek Komposisi
Presentase
60.000% 40.000% 20.000% 0.000% -20.000% -40.000%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 25.90 1.771 -4.23 1.169 -3.12 24.19 18.22 3.130 4.246 -13.4 -25.9 Malaysia
-10.2 -3.50 2.438 14.75 42.01 -22.2 -5.32 16.48 4.091 23.50 30.15
Persentase
Efek Distribusi
15.000% 10.000% 5.000% 0.000% -5.000% -10.000% -15.000%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
indonesia 9.740 0.755 -1.83 0.491 -1.32 10.01 8.658 1.660 2.335 -7.62 -13.1 malaysia
-2.64 -1.00 0.702 4.025 11.19 -6.25 -1.71 6.378 1.595 9.887 11.45
Persentase
Efek Daya Saing
0.03 0.02 0.01 0 -0.01 -0.02 -0.03
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indonesia 0.0034 -2E-18
0
1E-18 -4E-18
0
-7E-18
0
-1E-18
0
0
Malaysia -0.004 0.0057 -0.005 -0.002 -8E-04 0.0083 0.0147 -0.015 -0.004 0.0265 -0.022
Gambar 3 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah tahun 2002 hingga 2012
15
Efek Total CMSA 60.00%
Persentase
40.00% 20.00% 0.00% -20.00% -40.00% -60.00%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
indonesia 35.99 2.53% -6.07 1.66% -4.45 34.21 26.88 4.79% 6.58% -21.0 -39.0 malaysia
-13.3 -3.95 2.66% 18.58 53.13 -27.6 -5.57 21.40 5.29% 36.04 39.47
Gambar 3 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit mentah tahun 2002 hingga 2012 (lanjutan) Metode CMSA Nilai Minyak Kelapa Sawit Olahan Perkembangan efek komposisi Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 cenderung turun dengan rata-rata per tahun sebesar -0,9 persen, sedangkan Malaysia cenderung naik dengan rata-rata sebesar 1,59 persen per tahun. Keunggulan efek komposisi negara Malaysia memperlihatkan ekspor terkonsentrasi pada komoditi kelapa sawit olahan Malaysia lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Perkembangan efek daya saing nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 memiliki rata-rata yang sama yaitu sebesar 0 persen. Keunggulan efek daya saing menunjukkan bahwa kelapa sawit olahan Malaysia dan Indonesia memiliki tingkatan daya saing yang sama dalam bersaing di pasar dunia. Nilai 0 dalam efek daya saing menunjukkan bahwa posisi Indonesia dan Malaysia yaitu sama-sama memiliki kedudukan di harga pesaing. Perkembangan efek distribusi nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia pada tahun 2002 hingga 2012 rata-rata sebesar -0,8 persen per tahun, sedangkan Malaysia sebesar -1,1 persen per tahun. Keunggulan efek distribusi nilai minyak kelapa sawit mentah Indonesia dibanding Malaysia memperlihatkan ekspor nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia lebih terarah kepada pasar-pasar yang berkembang pesat. Analisis CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan memperlihatkan Indonesia memiliki keunggulan daya saing hanya di efek distribusi, sedangkan Malaysia memiliki keunggulan daya saing pada efek komposisi. Efek daya saing Indonesia 1,867E-18 sedangkan Malaysia memiliki daya saing 9,898E-19. Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Malaysia daya saingnya dalam konsentrasi ekspor komoditi minyak kelapa sawit olahan. Nilai daya saing Indonesia positif menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pesaing kuat yang memiliki potongan harga dibawah pesaing-pesaingnya. Secara terperinci dapat dilihat pada efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia yang diperoleh pada tahun 2002-2012 rata-rata sebesar -2 persen per tahun sedangkan efek total CMSA nilai
16
minyak kelapa sawit olahan Malaysia sebesar 1 persen per tahun. Artinya, nilai minyak kelapa sawit olahan Malaysia lebih unggul dibandingkan nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia menurut metode analisis CMSA. Efek Komposisi Persentase
100.00% 50.00% 0.00% -50.00% -100.00%
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Indonesia -15.61 -1.32% 3.23% -0.85% 2.30% -17.08 -16.50 -3.53% -5.19% 17.65%26.80% Malaysia 14.65%31.72%12.45% -32.83 -43.74 8.83% 82.77% -64.09 -7.62% 35.25% -19.89
Persentase
Efek distribusi 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% -10.00% -15.00%
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Indonesia -9.74% -0.76% 1.83% -0.49% 1.33% -10.01 -8.66% -1.66% -2.34% 7.62% 13.17% Malaysia 6.64% -1.16% -3.17% -2.63% -3.08% 6.64% 0.19% -8.24% 5.46% -3.52% -9.93%
Persentase
Efek Daya Saing
-2E-17
2002
indonesia -7E-18 malaysia
0
2003
2004
2005
2006
2007
0
1E-17
0
0
0
-1E-17 -3E-18
0
1E-19
2009
2010
2011
2012
-1E-17 9E-18
2008
4E-19
2E-17
0
-6E-18 1E-19
0
4E-17 -1E-17
0
Gambar 4 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan tahun 2002 hingga 2012
17
Persentase
Efek Total CMSA 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% -20.00% -40.00% -60.00% -80.00% -100.00%
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Indonesia -25.35 -2.07% 5.06% -1.34% 3.63% -27.10 -25.15 -5.19% -7.52% 25.27%39.97% Malaysia 21.29%30.56% 9.28% -35.46 -46.83 15.47%82.97% -72.33 -2.15% 31.73% -29.82
Gambar 4 Perkembangan efek total CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan tahun 2002 hingga 2012 (lanjutan)
HASIL ANALISIS IFE EFE Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kelapa sawit Indonesia berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) diperoleh beberapa kekuatan, peluang, dan ancaman. Kekuatannya yaitu biaya produksi kelapa sawit Indonesia rendah, ketersediaan alam dan sumber daya alam mendukung, produksi CPO Indonesia tinggi, produk kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Kelemahannya yaitu: bea keluar ekspor sawit Indonesia tinggi, rendahnya Implementasi riset terkait dengan kelapan sawit, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung, dan ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih hulu. Peluangnya yaitu permintaan produk hilir kelapa sawit tinggi nilai tambah produk kelapa sawit tinggi, dan pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit cenderung meningkat. Ancamannya yaitu harga produk hilir dan turunan kelapa sawit rentan terhadap isu internasional, dan penentuan harga berdsarkan Rotterdam sehingga harga menjadi fluktuatif . Matriks IFE Matriks IFE digunakan untuk mengetahui seberapa pentingnya faktor-faktor internal yang terdapat pada negara Indonesia. Matriks IFE disusun berdasarkan hasil identifikasi dari kondisi dan lingkungan internal yang berupa kekuatan dan kelemahan yang di miliki kelapa sawit Indonesia.
18
Tabel 1 Faktor-faktor strategi internal Faktor-faktor strategi internal Bobot (a) Kekuatan 1. Biaya produksi kelapa sawit Indonesia 0,12 rendah 2. Ketersediaan alam dan sumber daya 0,13 alam mendukung 3. Produksi CPO Indonesia tinggi 0,14 4. Produk kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi Kelemahan 1. infrastruktur yang kurang mendukung 2. Bea keluar ekspor sawit Indonesia tinggi 3. Rendahnya Implementasi riset terkait dengan kelapa sawit 4. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung 5. Ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih hulu Total Sumber: Data diolah (2014)
Rating (b)
Skor (axb)
3,40
0,42
3,40
0,45
3,80
0,52
0,10
3,20
0,31
0,10 0.09 0,10
1,60 1,80 1,60
0,15 0,16 0,16
0,09
1,80
0,16
0.12
1,60
0.20 2,56
Matriks EFE Matriks EFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktorfaktor eksternal yang dihadapi perusahaan. Matriks EFE disusun berdasarkan hasil identifikasi dari kondisi lingkungan eksternal perusahaan diperoleh beberapa peluang dan ancaman yang dihadapi kelapa sawit Indonesia. Tabel 2 Faktor strategi eksternal Faktor-faktor strategi eksternal Bobot (a) Peluang 1. Permintaan produk hilir kelapa sawit 0.25 tinggi 2. Nilai tambah produk kelapa sawit tinggi 0.22 3. Pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit 0.25 cenderung meningkat Ancaman 1. Harga produk hilir dan turunan 0.14 kelapa sawit rentan terhadap isu internasional 2. Penentuan harga berdasarkan Rotterdam 0.14 sehingga harga menjadi fluktuatif Total Sumber: Data diolah (2014)
Rating (b)
Skor (axb)
3.8
0.94
3.4 3.2
0.76 0.79
2.6
0.38
2.4
0.33 3.20
19
Berdasarkan Tabel 1 faktor strategi internal (IFE) didapatkan total nilai skor total nilai terbobot sebesar 2,56. Dari total nilai skor terbobot tersebut dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia berada pada posisi kuat. Hal ini ditunjukan nilai IFE lebih dari rata-rata sebesar 2,50. Kekuatan internal utama yaitu produksi CPO Indonesia yang tinggi dengan skor 0,52 sedangkan kelemahan utama yaitu ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih hulu dengan skor 0,20. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor internal kelapa sawit Indonesia kuat dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan dapat mengatasi kelemahan. Nilai EFE yang diperoleh Indonesia sebesar 3,20. Hal ini menunjukan bahwa kelapa sawit Indonesia mampu merespon kondisi eksternal negara yaitu dengan cara memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Peluang utama yang dimiliki kelapa sawit Indonesia adalah permintaan produk hilir kelapa sawit yang tinggi dengan skor 0.94. Ancaman utama yang dimiliki kelapa sawit Indonesia adalah harga produk hilir yang rentan terhadap isu internasional sebesar 0.38. Matriks IE Berdasarkan hasil yang didapat dari matriks IFE (2.56) dan EFE (3.20), maka matriks IE dapat dilihat pada Gambar 5. 2.56 3
4 3.20
2
1
I
II
III
IV
V
VI
VIII
IX
3
2
VII 1
Gambar 5 Matriks IE Nilai skor bobot IFE dan EFE sesuai dengan matriks IE, terlihat posisi kelapa sawit Indonesia berada di sel II. Sel pertama, kedua, dan keempat menggambarkan bahwa kelapa sawit Indonesia berada pada tahap “tumbuh dan membangun”. Pada tahap ini Indonesia harus menjalankan strategi yang intensif atau integratif. Strategi intensif yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Strategi integratif yaitu strategi integrasi ke depan, integrasi ke belakang dan strategi horizontal. Sesuai dengan matriks IE maka analisis SWOT yang harus dilakukan dan menjadi dasar strategi yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk.
20
Hasil Analisis SWOT
Matriks SWOT disusun berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan yang menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, serta peluang dan ancaman yang dihadapi. Kekuatan yang dimiliki oleh negara Indonesia terdiri dari: biaya produksi kelapa sawit Indonesia yang rendah, ketersediaan alam dan sumber daya yang mendukung, produksi CPO Indonesia yang tinggi, produk kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Kelemahan Indonesia terdiri dari: Infrastruktur yang kurang mendukung, bea keluar ekspor Indonesia yang tinggi, rendahnya implementasi riset terkait dengan kelapa sawit, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung, ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih terlalu hulu. Peluang Indonesia terdiri dari: permintaan produk hilir kelapa sawit yang tinggi, nilai tambah produk kelapa sawit yang tinggi, dan pertumbuhan harga ekspor yang cenderung meningkat. Ancaman terdiri dari: Harga produk hilir yang rentan terhadap isu internasional, penentuan harga berdasarkan Rotterdam sehingga harga bersifat fluktuatif. Tahap selanjutnya setelah diidentifikasi adalah perumusan strategi. Melalui matriks SWOT dapat dirumuskan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional adalah strategi S-O (mengembangkan industri oleokimia), strategi W-O (penerapan serta pengawasan ispo), strategi S-T (mengembangkan industri klaster), strategi W-T (mengembangkan industri biofuel). Strategi S-O mengembangkan industri kelapa sawit diperoleh dengan menggunakan kekuatan biaya produksi kelapa sawit indonesia yang rendah, serta produksi CPO yang tinggi untuk memanfaatkan peluang permintaan produk hilir kelapa sawit yang tinggi dan nilai tambah produk hilir kelapa sawit yang tinggi. Industri oleokimia memiliki nilai tambah yang tinggi serta permintaan pasar yang tinggi di dunia khususnya pasar Eropa. Strategi W-O penerapan serta pengawasan ISPO diperoleh dengan cara memanfaatkan peluang pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit yang cenderung meningkat untuk meminimalisir kelemahan bea keluar ekspor Indonesia yang tinggi akibat tidak adanya sertfikasi, rendahnya implementasi riset terkait kelapa sawit, dan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung dapat diminimalisir dengan adanya penerapan serta pengawasan ISPO. Strategi S-T pengembangan klaster diperoleh dengan menggunakan kekuatan ketersediaan alam yang mendukung, dan keunggulan produk komparatif Indonesia yang tinggi untuk mengantisipasi ancaman harga yang bersifat fluktuatif berdasarkan Rotterdam. Pengembangan klaster digunakan untuk menjaga kestabilan peningkatan harga mulai dari on farm sampai off farm. Strategi W-T mengembangkan industri spesialisasi biofuel diperoleh dengan meminimalisir kelemahan infrastruktur yang kurang mendukung, ekspor produk kelapa sawit yang masih hulu dan mengantisipasi ancaman harga produk hilir yang rentan terhadap isu lingkungan. Industri biofuel merupakan industri yang ramah lingkungan, dan efisien dalam penghasilan produknya.
21
Faktor Internal
Faktor Eskternal
Kekuatan (Strength)
Kelemahan (Weakness)
1. Biaya produksi kelapa sawit Indonesia rendah. 2. Ketersediaan alam dan sumberdaya alam yang mendukung. 3. Produksi CPO Indonesia tinggi. 4. Produk kelapa sawit indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi.
1. Infrastruktur yang kurang mendukung. 2. Bea keluar ekspor Indonesia yang tinggi. 3. Rendahnya implementasi riset terkait dengan kelapa sawit. 4. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. 5. Ekspor produk kelapa sawit Indonesia masih terlalu hulu.
Strategi S-O
Strategi W-O
Peluang (Opportunities) 1. Permintaan produk hilir kelapa sawit yang tinggi 2. Nilai tambah produk kelapa sawit yang tinggi. 3. Pertumbuhan harga ekspor kelapa sawit yang cenderung meningkat Ancaman (Threads)
1.
1. Harga produk hilir dan turunan kelapa sawit rentan terhadap isu lingkungan. 2. Penentuan harga berdasarkan Rotterdam sehingga harga menjadi fluktuatif.
1.
Mengembangkan industri Spesialisasi Oleokimia (S1, S3, O2, O1)
1.
Strategi S-T Pengembangan klaster industri kelapa sawit (T2, S2, S4)
Penerapan serta pengawasan ISPO (O3, W2, W4,W3)
Strategi W-T 1.
Mengembangkan industri spesialisasi biofuel (W1,W5, T1)
Gambar 6 Matriks SWOT Hasil Analisis AHP
Hasil Analis AHP Pengolahan Vertikal Seluruh elemen yang teridentifikasi disusun menjadi susunan AHP yang akan dinilai oleh pakar. Pakar yang terlibat dalam penilaian struktur ini yaitu peneliti kelapa sawit, akademisi, asosiasi, eksportir, dan pengusaha kelapa sawit. Pakar yang menilai struktur AHP ini memiliki pandangan yang berbeda, sehingga penggabungan dari hasil penilaian seluruh mendapatkan hasil yang bersifat objektif. Penggabungan elemen-elemen penyusunnya tergabung dalam hirarki seperti Gambar 7.
22
G O A
Strategi pengembangan produk hilir
L
a 1
A 0,089
a 2
a 3
a 4
B 0,091
C 0,103
D 0,104
A1 0,149
B1
C1
0,223
0,109
E 0,131
F 0,101
D1 0,121
G 0,11 3
E1
0,164
A11 0,260
B11 0,314
C11 0,257
D11 0,170
A111 0,337
B111 0,191
C111 0,159
D111 0,314
F1 0,117
H
I
0,124
0,144
G1 0,117
Gambar 7 Hasil pengolahan vertikal AHP Keterangan : Faktor (a1) A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Faktor produksi (biaya produksi yang rendah dan produktivitas kelapa sawit yang tinggi) Sumber Daya (sumber daya alam Indonesia dan sumber daya manusia) Infrastruktur (keadaan infrastruktur industri kelapa sawit Indonesia) Kebijakan pemerintah (kebijakan penetapan pajak produk hilir,serta kebijakan investasi untuk industri kelapa sawit,penetapan harga) Riset (implementasi riset mengenai kelapa sawit) Ekspor (spesifikasi ekspor produk kelapa sawit lebih ke arah hulu, Pertumbuhan harga ekspor) Permintaan pasar (permintaan pasar produk hilir tinggi) Isu Internasional (isu negatif dari produk kelapa sawit, penetapan harga rotterdam) Nilai tambah produk hilir
23
Aktor (a2) A1 : B1 : C1 : D1 : E1 : F1 : G1 :
Pengusaha hilir Pemerintah Peneliti dan akademisi Pesaing Eksportir Importir Asosiasi
Tujuan (a3) A11 : Meningkatkan ekspor B11: Meningkatkan daya saing C11: Perluasan pasar D11: Spesialisasi produk Alternatif (a4) A111: Mengembangkan industri spesialisasi oleochemical B111: Mengembangkan industri spesialisasi biodiesel dan biogas C111: Penerapan serta pengawasan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dalam mengatasi isu- isu negatif kelapa sawit D111: Pengembangan klaster industri kelapa sawit Pengolahan Faktor Berdasarakan analisis AHP maka diperoleh hasil pengolahan faktor terhadap aktor yang ada yaitu: Nilai tambah produk hilir merupakan faktor yang terpenting dengan bobot 0,144, peringkat 2 adalah riset dengan bobot 0,131, peringkat 3 adalah isu internasional dengan bobot 0,124, dan selanjutnya diikuti oleh faktor faktor lainnya. Strategi pengembangan produk hilir memiliki faktor terpenting yaitu nilai tambah produk hilir sebagai prioritas yang paling utama. Dengan adanya nilai tambah produk hilir profit yang dihasilkan akan menjadi lebih tinggi dan menarik banyak investor dalam negeri untuk ikut serta dalam mengembangkan produk hilir. Faktor yang memiliki bobot tertinggi kedua yaitu riset. Riset mendorong inovasi dan pengolahan lebih lanjut menjadi produk produk hilir selanjutnya. Prioritas ketiga yaitu isu internasional. Kelapa sawit Indonesia sangat rentan terhadap isu internasional yang terjadi di global. Sehingga pengembangan produk hilir diperngaruhi oleh isu internasional yang terjadi di dunia.
24
Pengolahan Aktor Pemerintah merupakan aktor terpenting dengan bobot 0,223. Peringkat penting kedua yaitu eksportir dengan bobot 0,164. Peringkat penting ketiga yaitu pengusaha dengan bobot sebesar 0,149. Kemudian diikuti oleh aktor-aktor lainnya. Aktor yang paling penting dalam pengembangan produk hilir yaitu pemerintah. Pemerintah memegang peran dalam pembuatan kebijakan yang pro terhadap pengembangan produk hilir. Dengan adanya kebijakan yang pro terhadap pengembangan produk hilir maka pengembangan produk hilir dapat terlaksana. Eksportir memegang peranan dalam memperluas jangkauan pasar dari produk hilir kelapa sawit Indonesia. Dengan adanya jangkauan pasar yang luas akan berdampak kepada tingginya permintaan terhadap produk hilir. Hal ini dapat memacu industri-industri lokal yang ada di Indonesia untuk mengembangkan produk hilir. Peringkat ketiga dalam aktor yaitu pengusaha karena pengusaha berperan penting dalam menanamkan modalnya di Indonesia untuk membantu mengembangkan produk hilir. Pengolahan Tujuan Meningkatkan daya saing dan perluasan pasar adalah tujuan terpenting dengan bobot 0,314, peringkat kedua yaitu meningkatkan ekspor dengan bobot 0,260, peringkat ketiga yaitu perluasan pasar dengan bobot 0,257 dan selanjutnya posisi paling akhir yaitu spesialisasi produk dengan bobot 0,156. Prioritas yang paling utama dalam elemen tujuan yaitu meningkatkan daya saing. Meningkatkan daya saing menjadi prioritas utama dalam menjadi market leader di industri hilir kelapa sawit dunia dan memperluas jangkauan pasar produk hilir kelapa sawit Indonesia. Meningkatkan daya saing juga dapat meningkatkan citra kualitas yang baik bagi kelapa sawit Indonesia di mata dunia yang nantinya akan berdampak kepada tingginya permintaan dunia terhadap produk hilir kelapa sawit Indonesia. Meningkatkan ekspor menjadi prioritas kedua dalam elemen tujuan, semakin tingginya ekspor produk hilir kelapa sawit Indonesia maka akan menjadikan semakin dikenalnya produk hilir kelapa sawit Indonesia di mata dunia. Pengolahan Alternatif Industri spesialisasi oleokimia merupakan alternatif yang terpenting yaitu dengan bobot 0,337, selanjutnya diikuti oleh pengembangan klaster dengan bobot 0,314, dan industri spesialisasi biofuel dan penerapan serta pengawasan ISPO memiliki bobot masing-masing yaitu: 0,191, dan 0,159. Industri spesialisasi oleokimia menempati bobot terpenting dalam meningkatkan pengembangan produk hilir kelapa sawit Indonesia. Industri oleokimia memiliki berbagai macam keunggulan dibandingkan industri lainnya seperti memiliki nilai tambah yang tinggi, banyaknya pasar potensial yang masih sedikit sekali pemainnya dalam industri kelapa sawit, dan memiliki jumlah permintaan tertinggi setiap tahunnya di negara Eropa, dan Amerika Serikat dengan permintaan lebih dari 6 juta ton per tahun (ICN 2010). Pengembangan klaster menempati urutan kedua dalam alternatif strategi yang dipilih. Pengembangan klaster sangat berguna untuk membuat suatu wilayah yang berfokus terhadap pengembangan industri hilir kelapa sawit. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas produk hilir dan mempermudah akses untuk menuju pasar internasional bagi para pengusaha kelapa sawit hilir. Industri biofuel menempati urutan ketiga sebagai alternatif
25
strategi. Industri ini merupakan trend bagi industri kelapa sawit untuk menerapkan zero waste dan zero deffect. Limbah hasil pengolahan produk hilir dapat dikonversikan menjadi biodiesel dan biogas yang menghasilkan profit tambahan bagi perusahaan. Hasil Analisis AHP Pengolahan Horizontal Pengolahan secara horizontal memperlihatkan hubungan antara elemenelemen dalam satu tingkat hirarki dengan elemen-elemen lainnya di tingkat hirarki yang berbeda. Dari pengolahan data secara horizontal, akan terlihat pengaruh antar suatu elemen atau faktor pada satu tingkat terhadap sejumlah faktor lainnya pada tingkat hirarki di bawahnya. Hubungan antara Faktor dengan Aktor Tabel 3 Tabel hubungan antara faktor dengan aktor Elemen Elemen faktor Aktor A B C D E F G A1 0,162 0,216 0,171 0,087 0,102 0,133 0,167 B1 0,172 0,165 0,379 0,400 0,304 0,181 0,130 C1 0,111 0,090 0,087 0,104 0,147 0,130 0,113 D1 0,132 0,113 0,097 0,102 0,133 0,106 0,106 E1 0,176 0,157 0,114 0,127 0,106 0,195 0,233 F1 0,129 0,120 0,076 0,105 0,101 0,132 0,116 G1 0,119 0,138 0,076 0,075 0,106 0,124 0,135 Sumber: Data diolah (2014)
H 0,150 0,138 0,113 0,114 0,215 0,131 0,139
I 0,165 0,151 0,084 0,167 0,159 0,141 0,132
Dari hasil pengolahan horizontal Tabel 3 dapat dilihat bahwa Aktor E1 (Eksportir) merupakan aktor yang paling mempengaruhi faktor A (Faktor Produksi), F ( Ekspor), G (Permintaan Pasar), H (isu internasional). Aktor B1 (pemerintah) merupakan aktor yang paling mempengaruhi C (Infrastruktur) , D (Kebijakan Pemerintah), E (Riset). Sedangkan untuk aktor D1 ( Pesaing ) paling mempengaruhi faktor I (Nilai tambah produk hilir) . Untuk A1 (pengusaha hilir) merupakan aktor yang paling mempengaruhi faktor B (Sumber daya). Aktor pengusaha hilir merupakan aktor yang paling berpengaruh dalam pemanfaatan sumber daya secara maksimal dibandingkan aktor yang lain. Aktor pemerintah sangat berpengaruh terhadap faktor infrastruktur karena pemerintah dapat menerapkan kebijakan untuk memperbaiki infrastruktur untuk industri kelapa sawit. Selain itu pemerintah juga dapat mendorong riset dengan menyisihkan sebgaian devisa negara untuk meningkatkan riset produk hilir kelapa sawit agar memunculkan produk-produk baru yang dapat meningkatkan devisa negara. Eksportir merupakan aktor yang memiliki fungsi sebagai ujung tombak dari kegiatan ekspor kelapa sawit Indonesia ke dunia. Eksportir dapat memberikan informasi yang sangat berguna untuk produksi produk hilir yang harus dicapai dalam memenuhi kebutuhan pasar.
26
Hubungan tujuan dengan aktor Tabel 4 Hubungan antara tujuan dengan aktor Elemen Elemen aktor Tujuan A1 B1 C1 D1 E1 A11 0,233 0,131 0,259 0,403 0,415 B11 0,156 0,140 0,357 0,494 0,366 C11 0,210 0,244 0,179 0,219 0,332 D11 0,231 0,166 0,197 0,155 0,113 Sumber: Data diolah (2014)
F1 0,125 0,362 0,372 0,141
G1 0,165 0,404 0,235 0,196
Dari hasil pengolahan horizontal Tabel 4 dapat dilihat bahwa Tujuan A11 (Meningkatkan Ekspor) merupakan tujuan yang paling mempengaruhi A1 (pengusaha Hilir), dan E1 ( Eksportir). Sedangkan Tujuan B11 (meningkatkan daya saing) merupakan tujuan yang paling memperngaruhi Aktor B1 (Pemerintah), C1 ( Peneliti dan akademisi), D1 ( Pesaing), F1 ( Importir), dan G1 (asosiasi). Dalam meningkatkan ekspor terdapat aktor yang sangat berperan penting dalam pencapaiannya yaitu pengusaha hilir,dan ekportir. Pengusaha hilir dan eksportir dapat memberikan infomrasi banyaknya permintaan pasar terhadap produk hilir kelapa sawit Indonesia. Tujuan peningkatan daya saing dapat dicapai dengan bantuan aktor pemerintah melalui kebijakannya, peneliti dan akademisi melalui pendidikan formal dan informal kepada para pengusaha sawit Indonesia, asosiasi dalam mewadahi aspirasi dari pengusaha kelapa sawit Indonesia. Hubungan antara tujuan dengan alternatif dengan tujuan Elemen Alternatif
Tabel 5 Hubungan antara tujuan dengan alternatif Elemen tujuan A11
B11
C11
D11
A111 0,387 B111 0,196 C111 0,166 D111 0,250 Sumber: Data diolah (2014)
0,255 0,192 0,156 0,398
0,297 0,201 0,149 0,353
0,468 0,168 0,167 0,196
Berdasarkan Tabel 5 perhitungan horizontal antara tujuan dan alternatif dapat disimpulkan bahwa A111 (mengembangkan industri spesialisasi oleochemical) merupakan alternatif yang paling mempengaruhi tujuan A11 (meningkatkan ekspor) , C11 (perluasan pasar) , dan D11 (spesialisasi produk). Sedangkan D111 (pengembangan klaster) merupakan alternatif yang mempengaruhi tujuan B11 (peningkatan daya saing). Industri spesialisasi oleokimia dapat mencapai tujuan meningkatkan ekspor, perluasan pasar, dan spesialisasi produk. Industri oleokimia merupakan industri yang masih sangat jarang pemainnya di dunia internasional, sehingga merupakan industri yang sangat potensial apabila dikembangkan. Selain itu produk hilir dari industri oleokimia sangat digemari oleh negara Eropa, dan Amerika Serikat sehingga dapat dijadikan untuk memperluas pasar Indonesia. Pengembangan klaster
27
menunjang tujuan untuk terjadinya peningkatan daya saing. Dalam pengembangan klaster industri hilir kelapa sawit dapat berfokus untuk perbaikan kualitas produk hilir serta mempermudah produk lokal untuk masuk ke pasar internasional.
IMPLIKASI MANAJERIAL
Berdasarkan hasil penelitian strategi pengembangan produk hilir dengan menggunakan Metode CMSA diperoleh hasil bahwa daya saing produk mentah (HS151110) dan produk olahan kelapa sawit Indonesia (HS 151190) masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan Malaysia. Analisa CMSA pada minyak kelapa sawit Indonesia baik mentah maupun olahan menunjukkan kedua komoditi tersebut memiliki daya saing yang rendah pada efek komposisi dan efek distribusi. Hal ini memperlihatkan bahwa negara Indonesia masih sangat rendah dalam konsentrasi produk kelapa sawit, serta rendah dalam mengarah pasar-pasar yang potensial dibandingkan negara Malaysia. Berdasarkan analisis lingkungan eksternal serta lingkungan internal kelapa sawit Indonesia diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan produk hilir kelapa sawit Indonesia. Seluruh faktor tersebut dimasukkan kedalam Matriks Internal Eksternal yang hasilnya menunjukkan hasil dari matriks IFE (2.56) dan EFE (3.20). Berdasarkan matriks IE kelapa sawit Indonesia berada dalam kondisi “Growth and build”. Kemudian identifikasi strategi menggunakan analisis SWOT yang memperoleh strategi untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit yaitu: strategi S-O dengan mengembangkan industri spesialisasi oleokimia, strategi S-T mengembangkan klaster industri, strategi W-O pengawasan serta penerapan ISPO, dan strategi W-T mengembangkan industri spesialiasasi biomassa dan biogas. Alternatif strategi kemudian diolah menggunakan AHP untuk mengetahui alternatif strategi yang memiliki bobot yang terbesar. Analisis AHP secara vertikal memperlihatkan untuk pengembangan produk hilir kelapa sawit faktor yang paling berperan adalah nilai tambah, aktor yang paling berperan adalah pemerintah, tujuan yang paling berperan adalah meningkatkan daya saing, dan alternatif yang paling berperan adalah mengembangkan industri oleokimia menempati posisi pertama dan pengembangan klaster menempati posisi kedua. Berdasarkan hasil riset diatas diperoleh bahwa untuk mengembangkan produk hilir oleokimia kelapa sawit diperlukan perencanaan yang menyeluruh bagi perusahaan yang ingin turut serta untuk mengembangkannya. Pemerintah (birokrat dan politisi) sebagai aktor yang paling berperan dalam pengembangan produk hilir harus melakukan perencanaan secara mendetil. Perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahapan perencanaan pemerintah telah tercantum dalam MP3EI untuk mengembangkan industri hilir kelapa sawit yaitu mencapai atau bahkan melebihi kelapa sawit Malaysia yang memiliki perbandingan produk turunan kelapa sawit hulu dan hilir sebesar 20: 80 persen pada di tahun 2025. Selain itu menjadi market leader industri hilir kelapa sawit pada tahun 2025. Tahapan selanjutnya adalah pengorganisasian dengan kerjasama antar lembaga pemerintah,
28
asosiasi, riset, dan akademisi dalam mencapai pengembangan produk hilir kelapa sawit. Tahapan pelaksanaan meliputi pemilihan daerah strategis untuk menjadi pusat pengembangan industri oleokimia, penerapan regulasi terhadap pengurangan bea ekspor untuk industri oleokimia. Tahapan evaluasi terdiri dari evaluasi peningkatan investasi baru dalam industri oleokimia., evaluasi terhadap standar produk oleokimia, meningkatnya kapasitas produksi oleokimia, dan penguasaan pasar internasional berbasis oleokimia pada tahun 2025. Untuk pengusaha (pekerja, wirausahawan, manajer, dan insinyur professional) sebagai aktor yang juga berperan dalam pengembangan industri oleokimia. Tahapan perencanaan perusahaan dengan menentukan komoditi produk hilir yang akan difokuskan, faktor yang terlibat, waktu pelaksanaan, serta tujuan utama perusahaan dalam mengembangkan produk hilir. Pelaksanaan pengembangan produk oleokimia berjangka waktu 10 tahun mulai dari tahun 2015 hingga 2025 dengan target utama laba bersih sebesar 30 persen dari seluruh total biaya yang dikeluarkan oleh perusahan. Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengorganisasian yaitu pembentukan komite-komite khusus dalam pengembangan produk hilir, kerjasama dengan kementrian perindustrian serta kementrian perdagangan untuk membantu perusahaan dalam memaksimalkan kinerjanya. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan, perusahaan melaksanakan sesuai dengan tujuan dan tenggat waktu yang ditentukan. Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengendalian yang terdiri dari penguasaan pasar domestik dan internasional, kualitas produk berdasarkan standar yang telah ditetapkan perusahaan, serta evaluasi terhadap profit yang didapatkan oleh perusahaan. Perencanaan dan pengembangan klaster dapat dilakukan oleh aktor yang paling berperan dalam riset ini yaitu: pemerintah dan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan MP3EI yang dirancang oleh pemerintah dalam meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia diberlakukanlah klaster industri di beberapa tempat yang potensial. Perencanaan yang dilakukan pemerintah (birokrasi dan politisi) adalah penetapan kebijakan penerapan dan pengembangan klaster di beberapa koridor yang potensial seperti koridor Sumatera, dan Kalimantan. Tahap pengorganisasian meliputi kerjasama penelitian dan pengembangan antara pemerintah, pengusaha, dan akademisi. Tahap pelaksanaan meliputi melaksanakan aksi pusat dan daerah klaster secara terkoordinasi. Tahap pengawasan yaitu monitoring evaluasi pusat dan daerah oleh kementrian perindustrian dan kementrian perdagangan. Untuk pengusaha (pekerja, wirausahawan, manajer, dan insinyur professional) perencanaan yang dapat dilakukan adalah pendirian pabrik/investasi-investasi di daerah klaster, pemilihan produk yang akan difokuskan untuk dikembangkan, perizinan teknis untuk membuka usaha di daerah klaster. Tahap pengorganisasian pengusaha adalah kerjasama dengan pemerintah daerah terkait klaster, kerjasama dengan peneliti untuk riset dan inovasi, kerjasama langsung dengan petani kelapa sawit di daerah klaster. Tahap pelaksanaan yaitu menyusun strategi pemasaran dan pengembangan produk hilir kelapa sawit, penerapan ISPO di seluruh produk perusahaan. Tahap pengawasan yaitu evaluasi standar produk yang dihasilkan, evaluasi strategi pemasaran yang telah dilakukan oleh perushaan dan pelaksanaan audit mutu.
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Minyak kelapa sawit mentah Indonesia memiliki keunggulan daya saing hanya di efek daya saing, sedangkan Malaysia memiliki keunggulan daya saing pada efek komposisi, dan efek distribusi. Hal ini menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit mentah Indonesia rendah dalam mengarah pasar yang potensial, serta belum terkonsentrasi kepada komiditi minyak kelapa sawit mentah dibandingkan dengan Malaysia. Berdasarkan analisis CMSA nilai minyak kelapa sawit olahan Indonesia memiliki tidak keunggulan daya saing terhadap Malaysia dan hanya menyamai Malaysia dalam efek daya saing. Malaysia memiliki kenggulan di efek komposisi, efek distribusi. Hal ini menunjukkan bahwa Minyak kelapa sawit olahan Indonesia masih rendah dalam mengarah pasar potensial bagi produk olahan, serta belum terkonsentrasi kepada produk olahan kelapa sawit. 2. Indonesia berada pada tahap “tumbuh dan membangun”. Identifikasi strategi dilakukan oleh analisis SWOT dengan memperoleh strategi untuk mengembangkan produk hilir kelapa sawit yaitu: strategi S-O dengan mengembangkan industri spesialisasi oleokimia, strategi S-T mengembangkan klaster industri, strategi W-O pengawasan serta penerapan ISPO, strategi W-T mengembangkan industri spesialiasasi biomassa dan biogas. 3. Strategi untuk pengembangan produk hilir kelapa sawit memiliki faktor yang paling berperan yaitu nilai tambah, aktor yang paling berperan adalah pemerintah, tujuan yang paling berperan adalah meningkatkan daya saing, dan alternatif strategi yang paling berperan adalah mengembangkan industri oleokimia dan pengembangan klaster.
Saran 1. Untuk melebihi daya saing produk turunan malaysia pada tahun 2025 yang sudah mencapai 20:80 diperlukan pengembangan klaster. Perencanaan dan pengembangan klaster dapat dilakukan oleh aktor yang paling berperan dalam riset ini yaitu: pemerintah dan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan MP3EI yang dirancang oleh pemerintah dalam meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia diberlakukanlah klaster industri di beberapa tempat yang potensial. 2. Perencanaan yang dilakukan pemerintah (birokrat dan politisi) adalah penetapan kebijakan penerapan dan pengembangan klaster di beberapa koridor yang potensial seperti koridor Sumatera, dan Kalimantan. Tahap pengorganisasian meliputi kerjasama penelitian dan pengembangan antara pemerintah, pengusaha, dan akademisi. Tahap pelaksanaan meliputi melaksanakan aksi pusat dan daerah klaster secara terkoordinasi. Tahap pengawasan yaitu monitoring evaluasi pusat dan daerah oleh kementrian perindustrian dan kementrian perdagangan.
30
3. Untuk pengusaha perencanaan yang dapat dilakukan adalah pendirian pabrik/investasi-investasi di daerah klaster, pemilihan produk yang akan difokuskan untuk dikembangkan, perizinan teknis untuk membuka usaha di daerah klaster. Tahap pengorganisasian pengusaha adalah kerjasama dengan pemerintah daerah terkait klaster, kerjasama dengan peneliti untuk riset dan inovasi, kerjasama langsung dengan petani kelapa sawit di daerah klaster. Tahap pelaksanaan yaitu menyusun strategi pemasaran dan pengembangan produk hilir kelapa sawit, penerapan ISPO di seluruh produk perusahaan. Tahap pengawasan yaitu pelaksanaan audit mutu.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arif
H. 2010. Pasca Panen dan Standar Produksi Kelapa Sawit, http//:www.habibiezone.wordpress.com/pasca-panen-dan-standar-produksikelapa-sawit.html, diakses 10 November 2013. [DMSI] Dewan Minyak Sawit Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta(ID). [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Penetapan rencana produksi dan harga kecambah kelapa sawit tahun 2010. http://ditjenbun.deptan.go.id/ penetapan rencana produksi dan harga kecambah kelapa sawit tahun 2010, diakses 22 Agustus 2010. Fardaniah R. 2013. Industri Minyak Sawit Menjanjikan Di Tengah Himpitan. http//www.antara news. Com/berita/362482, diakses 10 Januari 2013. Hadi P. 2004. Analisa Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Vol 22 (1) p46-71. [ICN] Indonesian Commercial Newsletter. 2009. Laporan Marketing Intellegence Indonesian Palm Oil tahun 2009. http://www.datacon.co.id/CPO12009Sawit.html, diakses 10 januari 2013. [Kemerindag] Kementrian Perdagangan. 2012 Data Ekpor Crude Palm Oil Indonesia. Jakarta (ID). [Kemenperind] Kementrian Perindustrian. 2010 Data Konsumsi Minyak Nabati Dunia. Jakarta (ID). [Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2013. Peraturan Kebijakan Industri Nasional. Jakarta (ID). [Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2013. Rumusan rapat kerja Kemenperin dengan Pemda 2013. http://rocana.kemenperin.go.id/, diakses 10 November 2013. Loh K. 2013. Zero Discharge Treatment Technology Of Palm Oil Mill Effluent. Vol 25 p273-281. [MPOB] Malaysian Palm Oil Board. 2014. Malaysian Palm Oil Exporters. Kuala Lumpur (MY). Malaysian Palm Oil Board. Munandar JM. 2008. Mengejar Ketertinggalan Manajemen Pemasaran: Marketing Sharpener melalui Syariah Marketing, Global Competitive, dan Innovation Marketing. http://jonomunandar.wordpress.com/, diakses 12 April 2014. Kotler P. 2008. Manajemen Pemasaran. Airlangga. Jakarta (ID). PT Indeks Kelompok Gramedia. Pahan I. 2006. Paduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir Cetakan ke I. Jakarta (ID). PT Penebar Swadaya Pasaribu N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-nurhaida.pdf, diakses 10 November 2013.
32
Porter E. 2001. The Competitive Advantage of Nations. Harvard Bussiness Review p73-93. [PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2012. Pohon Industri Kelapa Sawit Indonesia. Medan (ID). Rangkuti F. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia. Jakarta (ID). Saaty T. 1993. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (Terjemahan). Jakarta (ID). PT Pustaka Binaman Pressindo. Said EG. 2013. Analisis SWOT Pengembangan industri Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta (ID). MAKSI Indonesia. Suirta I. 2009. Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit. Vol 3 (2) p1-6. [TAMSI] Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia. 2010. Fakta Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta (ID). TAMSI Indonesia [UN Comtrade] United Nation Comtrade. 2013. Palm Oil and its Fraction Data 2002-2012. http://Comtrade.un.org/db/mr/daCommodities.aspx, diakses 10 Oktober 2013.
33
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil CMSA CMSA Volume Minyak kelapa sawit mentah Indonesia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
51,68%
22,51%
8,49%
0,24%
0,31
2003
3,11%
2,28%
1,01%
0,00%
0,03
2004
32,08%
-3,55%
-1,61%
0,00%
-0,05
2005
19,52%
-0,27%
-0,12%
0,00%
0,00
2006
13,88%
-2,74%
-1,21%
0,00%
-0,04
2007
9,66%
11,52%
4,95%
0,00%
0,16
2008
38,64%
18,30%
8,79%
0,00%
0,27
2009
21,03%
3,27%
1,81%
0,00%
0,05
2010
-1,28%
1,91%
1,09%
0,00%
0,03
2011
-10,80%
-11,69%
-6,78%
0,00%
-0,18
2012
-13,91%
-28,56%
-14,64%
0,00%
-0,43
CMSA Volume Minyak kelapa sawit Olahan Indonesia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
15,55%
-13,63%
-8,49%
0,00%
-0,22
2003
-0,98%
-1,81%
-1,01%
0,00%
-0,03
2004
38,56%
2,94%
1,61%
0,00%
0,05
2005
20,01%
0,22%
0,12%
0,00%
0,00
2006
18,78%
2,16%
1,21%
0,00%
0,03
2007
-10,54%
-8,68%
-4,95%
0,00%
-0,14
2008
3,44%
-16,90%
-8,79%
0,00%
-0,26
2009
13,72%
-4,05%
-1,81%
0,00%
-0,06
2010
-5,71%
-2,52%
-1,09%
0,00%
-0,04
2011
17,01%
16,12%
6,78%
0,00%
0,23
2012
44,69%
30,03%
14,64%
0,00%
0,45
34
Lampiran 1 Hasil CMSA (lanjutan) CMSA Volume Minyak kelapa sawit Mentah Malaysia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Efek Daya Saing
Total CMSA
-8,92%
-11,53%
-11,00%
-0,17%
-0,23
10,79%
-2,69%
-2,80%
0,47%
-0,05
0,05%
4,52%
4,75%
-0,18%
0,09
20,49%
14,47%
16,76%
0,18%
0,31
50,25%
30,23%
41,55%
0,09%
0,72
-13,97%
-4,92%
-7,37%
-3,00%
-0,15
19,50%
4,88%
8,58%
1,18%
0,15
7,83%
3,36%
5,37%
1,45%
0,10
11,31%
5,51%
8,65%
0,50%
0,15
28,34%
21,20%
35,25%
0,95%
0,57
31,06%
31,92%
57,49%
-1,84%
0,88
CMSA Volume Minyak kelapa sawit Olahan Malaysia Tahun Pertumbuhan Efek Efek standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
4,51%
1,90%
6,60%
9,76%
0,18
2003
13,87%
0,39%
1,33%
19,06%
0,21
2004
-5,10%
-0,63%
-2,16%
1,30%
-0,01
2005
3,89%
-2,13%
-7,15%
11,15%
0,02
2006
14,62%
-5,40%
-16,81%
5,82%
-0,16
2007
-7,76%
1,29%
3,66%
-8,10%
-0,03
2008
13,60%
-1,02%
-2,57%
16,17%
0,13
2009
3,73%
-0,74%
-1,95%
-6,42%
-0,09
2010
4,55%
-1,26%
-3,37%
12,76%
0,08
2011
1,98%
-5,16%
-13,74%
4,40%
-0,14
2012
-10,64%
-9,78%
-23,10%
-8,40%
-0,41
35
Lampiran 1 Hasil CMSA (lanjutan) CMSA Nilai Minyak kelapa sawit Mentah Indonesia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
119,48%
25,90%
9,74%
0,34%
0,36
2003
19,08%
1,77%
0,76%
0,00%
0,03
2004
35,98%
-4,23%
-1,83%
0,00%
-0,06
2005
10,31%
1,17%
0,49%
0,00%
0,02
2006
25,13%
-3,13%
-1,33%
0,00%
-0,04
2007
87,53%
24,20%
10,01%
0,00%
0,34
2008
75,50%
18,22%
8,66%
0,00%
0,27
2009
-13,09%
3,13%
1,66%
0,00%
0,05
2010
34,16%
4,25%
2,34%
0,00%
0,07
2011
14,73%
-13,42%
-7,62%
0,00%
-0,21
2012
-23,93%
-25,91%
-13,17%
0,00%
-0,39
CMSA Nilai Minyak kelapa sawit Olahan Indonesia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
77,97%
-15,61%
-9,74%
0,00%
-0,25
2003
16,00%
-1,32%
-0,76%
0,00%
-0,02
2004
43,45%
3,23%
1,83%
0,00%
0,05
2005
8,29%
-0,85%
-0,49%
0,00%
-0,01
2006
30,56%
2,30%
1,33%
0,00%
0,04
2007
46,25%
-17,08%
-10,01%
0,00%
-0,27
2008
40,78%
-16,50%
-8,66%
0,00%
-0,25
2009
-19,76%
-3,53%
-1,66%
0,00%
-0,05
2010
24,72%
-5,19%
-2,34%
0,00%
-0,08
2011
45,80%
17,65%
7,62%
0,00%
0,25
2012
28,78%
26,80%
13,17%
0,00%
0,40
36
Lampiran 1 Hasil CMSA CMSA Nilai Minyak kelapa sawit Mentah Malaysia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
37,18%
-10,29%
-2,65%
-0,44%
-0,13
2003
30,74%
-3,51%
-1,01%
0,57%
-0,04
2004
5,42%
2,44%
0,70%
-0,48%
0,03
2005
4,97%
14,75%
4,02%
-0,20%
0,19
2006
63,17%
42,01%
11,20%
-0,08%
0,53
2007
36,25%
-22,26%
-6,26%
0,83%
-0,28
2008
49,18%
-5,33%
-1,71%
1,47%
-0,06
2009
-10,83%
16,48%
6,38%
-1,46%
0,21
2010
38,02%
4,09%
1,60%
-0,40%
0,05
2011
64,14%
23,50%
9,89%
4,32%
0,38
2012
18,65%
30,16%
11,46%
-2,15%
0,39
CMSA Nilai Minyak kelapa sawit Olahan Malaysia Tahun Pertumbuhan Efek Efek Standar Komposisi Distribusi
Efek Daya Saing
Total CMSA
2002
48,90%
14,65%
6,64%
0,00%
0,21
2003
34,70%
31,72%
-1,16%
0,00%
0,31
2004
2,67%
12,45%
-3,17%
0,00%
0,09
2005
-11,67%
-32,83%
-2,63%
0,00%
-0,35
2006
14,77%
-43,74%
-3,08%
0,00%
-0,47
2007
63,33%
8,83%
6,64%
0,00%
0,15
2008
55,46%
82,77%
0,19%
0,00%
0,83
2009
-30,16%
-64,09%
-8,24%
0,00%
-0,72
2010
33,02%
-7,62%
5,46%
0,00%
-0,02
2011
35,25%
46,76%
-3,52%
0,00%
0,43
2012
-19,89%
-19,89%
-9,93%
0,00%
-0,30
37
Lampiran 2 Pengolahan IFE dan EFE Pemberian rating untuk matriks IFE Kelapa Sawit Indonesia
Faktor A
R1 3
R2 4
R3 3,00
R4 4
R5 3,00
Rata-rata 3,4
Skor 0,42
B
3
3
3,00
4
4,00
3,4
0,46
C
4
4
3,00
4
4,00
3,8
0,53
D
4
3
2,00
4
3,00
3,2
0,31
E
1
1
2,00
2
2,00
1,6
0,16
F
1
2
2,00
2
2,00
1,8
0,16
G
1
2
2,00
2
1,00
1,6
0,16
H
2
2
2,00
2
1,00
1,8
0,16
I
1
2
2,00
2
1,00
1,6
0,20
TOTAL
2,56
Pemberian rating untuk matriks EFE Kelapa Sawit Indonesia Faktor A
R1 4
R2 3
R3 4,00
R4 4
R5 4,00
Rata-rata 3,8
Skor 0,94
B
4
3
3,00
4
3,00
3,4
0,76
C
4
3
1,00
4
4,00
3,2
0,79
D
2
2
3,00
4
2,00
2,6
0,38
E
2
2
2,00
4
2,00
2,4
0,33
TOTAL
3,20
38
Lampiran 3 Pengolahan AHP Pengolahan vertikal terhadap aktor Faktor A B C D E F G H I Bobot VP 0,089 0,091 0,103 0,104 0,101 0,113 0,124 0,144 0,131 faktor A1 B1 C1 D1 E1 F1 G1
0,162 0,172 0,111 0,132 0,176 0,129 0,119
0,216 0,165 0,09 0,113 0,157 0,12 0,138
0,171 0,379 0,087 0,097 0,114 0,076 0,076
0,087 0,4 0,104 0,102 0,127 0,105 0,075
0,102 0,304 0,147 0,133 0,106 0,101 0,106
0,133 0,181 0,13 0,106 0,195 0,132 0,124
0,167 0,13 0,113 0,106 0,233 0,116 0,135
0,15 0,138 0,113 0,114 0,215 0,131 0,139
0,165 0,151 0,084 0,167 0,159 0,141 0,132
0,149 0,223 0,109 0,121 0,164 0,117 0,117
Pengolahan vertikal terhadap tujuan Aktor VP Aktor A11 B11 C11 D11
A1
B1
C1
D1
E1
F1
G1
0,149
0,223
0,109
0,121
0,164
0,117
0,117
0,403 0,156 0,21 0,231
0,233 0,357 0,244 0,166
0,131 0,494 0,179 0,197
0,259 0,366 0,219 0,155
0,415 0,14 0,332 0,113
0,125 0,362 0,372 0,141
0,165 0,404 0,235 0,196
Bobot 0,260 0,314 0,257 0,170
Pengolahan vertikal terhadap alternatif Tujuan
A11
B11
C11
D11
VP Tujuan A111 B111 C111 D111
0,260 0,387 0,196 0,166 0,25
0,314 0,255 0,192 0,156 0,398
0,257 0,297 0,201 0,149 0,353
0,170 0,468 0,168 0,167 0,196
Bobot 0,337 0,191 0,159 0,314
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1993 dari ayah Eri Wismantara dan ibu Hetty Suherti. Penulis memiliki satu orang adik kandung yang bernama Sony Sastra Antara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan penulis sempat tergabung dalam berbagai organisasi seperti :Divisi Inventaris UKM Karate IPB 2011-2012, Staff Departemen Hubungan Eksternal BEM FEM IPB Kabinet Progresif 2012-2013, Kepala Departemen Hubungan Eksternal BEM FEM IPB Kabinet Prioritas. Penulis melaksanakan penelitian dengan judul strategi pengembangan produk hilir kelapa sawit pada bulan November-Desember.