STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh MISRANTO NIM : 21107011
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp (0298) 323706 Fax 323433 Kode Pos 50721 Salatiga http://www.stainsalatiga.ac.id e-mail:
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Misranto
NIM
: 21107011
Jurusan
: Syari’ah
Program studi
: Ahwal Al-Syakhshiyyah
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi inidikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 1 Apri 2013 Yang menyatakan.
Misranto Nim. 21107011
MOTTO
إِنﱠ ﻣَ ﻊَ اﻟْﻌُ ﺴ ْ ﺮِﻳ ُ ﺴ ْ ﺮً ا “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Al-Insyirah (94): 6)
Musibah terbesar adalah keputusasaan Rekreasi terbaik adalah bekerja Keberanian terbesar adalah kesabaran Guru terbaik adalah pengalaman Misteri terbesar adalah kematian Kehormatan terbesar adalah kesetiaan Karunia terbesar adalah anak saleh Sumbangan terbesar adalah berpartisipasi Modal terbesar adalah kemandirian (Ali Ibn Abi Talib)
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk……. Orang-orang terkasih:
Bapak dan ibu tercinta, yang telah menanamkan keislaman, keimanan, keikhsanan, dalam diri ananda, serta telah berkorban siang dan malam, tanpa mengharapkan imbalan. Terimalah persembahan karya ananda sebagai perwujudan pengabdian ananda, jasa bapak dan ibu tak terukir kata, budi bapak dan ibu tak terbatas masa, kasihmu sepanjang masa dan do’a-do’amu senada nafas, hanya dengan cara ini ananda bisa sedikit membalasnya.
Adik-adikku yang aku banggakan, Fifi Indrayani, Hani Tri Wahyuningsih dan Choirul Musthofa dengan adanya karya ini dapat menjadi motivasi bagi mereka agar selalu semangat dalam menimba ilmu seluas-luasnya.
Untuk adik Ria Sunaevita yang senantiasa memberiku semangat serta menghiburku di kala susah maupun senang, tetap setia menemaniku dalam menggapai sebuah impian.
Bapak dan Ibu Laksono beserta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakanku.
Untuk Mas Marno, Mas Fauzi, Mas Wahyu, Mas Lutfi, Mas Obet, Mas Torik dan Mas Bebeng yang selalu memberikan dukungan dan tiada henti-hentinya memberi motivasi serta tanpa ragu untuk menelurkan ilmunya kepadaku.
Sahabat-sahabatku seperjuangan di HMI yang telah bersama-sama berjuang dalam mencari ridho Allah.
Pembaca yang budiman. Almamaterku.
KATA PENGANTAR
Bissmillaahirrahmaanirraahim Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga bagi penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Strategi Pengembangan Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga)” yang penulis susun dalam rangka memenuhi tugas untuk menempuh gelar kesarjanaan dalam ilmu Hukum Islam pada Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita nabi Muhammad S.A.W., yang telah memberikan penerangan kehidupan melalui ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Quran. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan sebagai balasan yang terhormat: 1. Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku penaggung jawab penuh terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar di lingkungan STAIN Salatiga. 2. Bapak Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si selaku Ketua Jurusan Syari’ah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, yang telah berkenan
menerima judul skripsi yang
penulis ajukan sekaligus memberi izin untuk penulisan skripsi ini. 3. Bapak Munajat, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. 4. Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag beserta stafnya yang telah memberikan izin penelitian dalam penyusunan skripsi ini. 5. Para dosen pengajar di lingkungan STAIN Salatiga, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Kepada seluruh kanda-kanda alumni HMI Cabang Salatiga yang senantiasa memberikan
pendampingan
dan
bimbingannya
hingga
terselesainya
penyusunan skripsi ini. 7. Semua teman-teman yang selalu penulis sayangi, kawan-kawan HMI yang ada di Cabang Salatiga, Komisariat Walisongo, Ganesha dan Komisariat Karnoto Zarkazi yang selalu bersama-sama berjuang dalam pencarian suatu kebenaran. 8. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu, baik moral maupun materi dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebut namanya satu persatu. Kepada mereka, penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga dan permohonan maaf. Semoga Allah SWT menerima dan meridhoi segala macam perbuatan dan selalu memperoleh rahmat, Taufik serta hidayah-Nya. Setelah melalui proses yang sangat panjang, penulis yakin bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan penuh dengan hikmah. Alhamdulillah, dengan segala daya dan upaya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang tentunya masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Walau demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, serta penulis berharap, kajian tentang persoalan yang ada dalam pembahasan skripsi ini dapat dilanjutkan dan ditumbuhkembangkan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan harapan mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya. Salatiga, 01 April 2013 Penyusun
Misranto NIM. 21107011
ABSTRAK Misranto. 2013. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Munajat, Ph.D. Kata kunci: wakaf, pengelolaan wakaf, dan tradisional
Penelitian ini mencoba mengeksplorasi tentang pelaksanaan wakaf untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004, serta bagaimana strategi pengelolaan yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Metode penelitian ini menggunakan metode field research, interview, serta dokumentasi dengan obyek penelitin Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tahun 2013. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga selama ini hanya terfokus pada pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk tempat pendidikan, ibadah, dan sosial. Berdasarkan dengan adanya temuan fakta di lapangan tersebut, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengelolaan wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga masih bersifat sosial tradisional yang konsumtif, sehingga harapannya untuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat menambah bidang ekonomi agar dapat lebih berperan dalam perwakafan. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, meningkatkan kompetensi keilmuan khususnya dibidang perwakafan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai besarnya manfaat wakaf.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... iv HALAMAN MOTTO .................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii ABSTRAK .................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv TRANSLITERASI ....................................................................................... xvi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6 D. Telaah Pustaka .................................................................... 6 E. Metode Penelitian ............................................................... 10 1.
Jenis Penelitian ............................................................ 10
2.
Sumber Data ................................................................ 10
3.
Metode Pengumpulan Data .......................................... 11
F. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 13
BAB II
KONSEP DASAR TENTANG WAKAF A. Konsep Wakaf dalam Fiqh ................................................... 16 1. Pengertian Wakaf ............................................................ 16 2. Dasar Hukum Wakaf ....................................................... 17
3. Penggunaan Wakaf ......................................................... 18 4. Rukun dan Syarat Wakaf ................................................ 20 5. Macam - Macam Wakaf .................................................. 25 6. Tujuan Wakaf ................................................................. 27 B. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan ........................ 29 1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004 ........ 29 2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 ...................................................................... 32 3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004 ................................................................................ 36
BAB III
PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA A. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................................................... 39 1.
Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ................................................................ 39
2.
Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga ........................................................................ 39
3.
Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ................................................................ 40
4.
Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .......... 42
5.
Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga ..... 46
B. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................................................... 47 1.
Penyebaran
tanah
wakaf
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 47 2.
Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 56
3.
Peruntukan
tanah
wakaf
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga ..................................... 58 C. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ...................................................................... 61 D. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 66
BAB IV
1.
Bidang Pendidikan ....................................................... 66
2.
Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim ...................... 68
3.
Bidang Ibadah .............................................................. 70
ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA A. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ....................................................................... 72 B. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ............................................ 78 C. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam Kehidupan Masyarakat ....................................................... 81
BAB V
1.
Fungsi Wakaf ............................................................... 82
2.
Manfaat Wakaf ............................................................ 86
PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 87 B. Saran - Saran ....................................................................... 88 C. Penutup ............................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Lembaga Pendidikan Muhammadiyah Salatiga ................................. 44
2.
Lembaga Amal Sosial Muhammadiyah Salatiga ............................... 45
3.
Tempat Ibadah Muhammadiyah Salatiga .......................................... 45
4.
Penyebaran
Tanah
Wakaf
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah dI Tiap Kecamatan Salatiga .................................... 58 5.
Peruntukan
Tanah
Wakaf
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Salatiga .................................................................. 60 6.
Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga ............................................................................................ 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Halaman
Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga periode 2010-2015 ........................................................................... 46
2.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624 ......... 49
3.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565 ......... 49
4.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191 ........ 50
5.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302 ........ 52
6.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003....... 53
7.
Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980 ........ 54
8.
diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga .............................................. 71
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Sosial. 2. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Pendidikan. 3. Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya dalam Bidang
Ibadah. 4. Data
Sertifikat
Tanah
Wakaf
Milik
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga. 5. Surat Ijin Penelitian di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga. 6. Daftar Riwayat Hidup.
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata bahasa Arab yang dipakai dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Transliterasi Arab-Latin” yang dikeluarkan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI tahun 1987. Pedoman tersebut adalah sebagai berikut: a.
Kata Konsonan Huruf
Nama
Huruf Latin
Nama
Alif
tidak
tidak dilambangkan
Arab ا
dilambangkan ب
Ba
b
Be
ت
Ta
t
Te
ث
Sa
ṡ
es (dengan titik di atas)
ج
jim
j
Je
ح
ha
ḥ
ha (dengan titik di bawah)
خ
kha
kh
ka dan ha
د
dal
d
De
ذ
zal
ż
zet (dengan titik di atas)
ر
ra
r
Er
ز
zai
z
Zet
س
sin
s
Es
ش
syin
sy
es dan ye
ص
sad
ṣ
es (dengan titik di bawah)
ض
dad
ḍ
de (dengan titik di bawah)
ط
ṭ
ta
te (dengan titik di bawah)
ظ
ẓ
za
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
…‘
koma terbalik di atas
غ
gain
g
Ge
ف
fa
f
Ef
ق
qaf
q
Ki
ك
kaf
k
Ka
ل
lam
l
El
م
mim
m
Em
ن
nun
n
En
و
wau
w
We
ه
ha
h
Ha
ء
hamzah
…’
Apostrof
ي
ya
y
Ye
b. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal tunggal dan vokal rangkap. 1.
Vokal Tunggal Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
2.
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ﹷ
Fathah
a
a
ﹻ
Kasrah
i
i
ﹹ
Dhammah
u
u
Vokal Rangkap
Vokal
rangkap
bahasa
Arab
yang
lambangnya
berupa
gabunganantara hharakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ي ﹷ.... ْ ◌
Fathah dan ya
ai
a dan i
ﹷ.... ْ و
Fathah dan
au
a dan u
wau
c.
Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Huruf Arab ﹷ...ا...ﹷ...ى
Nama
Huruf Latin
Nama
Fathah dan alif
ā
a dan garis di
atau ya
atas
ﹻ....ي
Kasrah dan ya
ī
i dan garis di atas
ﹹ....و
Dhammah dan
ū
u dan garis di
wau
Contoh:
َ ﻗ َﺎل
: qāla
َ ﻗ ِﯿْﻞ
: qīla
ُ ﯾ َﻘ ُﻮ ْ ل: yaqūlu d. Ta Marbutah Transliterasinya menggunakan: 1.
Ta Marbutah hidup, transliterasinya adaah /t/ Contohnya: ُ ر َو ْ ﺿ َﺔ: rauḍatu
2.
Ta Marbutah mati, transliterasinya adalah /h/ Contohnya: ْ ر َو ْ ﺿ َﺔ: rauḍah
3. Ta marbutah yang diikuti kata sandang al Contohnya: ُ ر َو ْ ﺿ َﺔ ُ اﻻ ْ َط ْ ﻔ َﺎل: rauḍah al-aṭfāl
atas
e.
Syaddah (tasydid) Syaddah atau tasydid dalam transliterasi dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah. Contohnya:
f.
َ ر َ ﺑﱠﻨﺎ
: rabbanā
Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Kata sandang syamsiyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan huruf bunyinya Contohnya: اﻟﺸﻔﺎء
: asy-syifā’
2. Kata sandang qamariyah, yaitu kata sandang yang ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya huruf /l/. Contohnya: اﻟﻘﻠﻢ g.
: al-qalamu
Penulisan kata Pada dasarnya setiap kata, baik itu fi’il, isim maupun hurf, ditulis terpisah, hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazimnya dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka dalam transliterasi ini penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya. Contohnya: و َ ا ِن ﱠ ﷲ َ ﻟ َﮭُﻮ َ ﺧ َ ﯿْﺮ ُ اﻟﺮ ﱠاز ِ ﻗ ِﯿْﻦ
: wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ajaran Islam tidak hanya mengandung nilai ibadah saja, namun juga mengandung nilai sosial, dan ada pula yang mengandung keduanya. Dari salah satu ajaran Islam yang mengandung keduanya adalah tentang wakaf. Ditinjau dari nilai sosial, wakaf mempunyai tugas yang mempunyai peran penting dalam sebagian masyarakat dalam beberapa kondisi. Kebijaksanaan Allah SWT telah menciptakan manusia dengan sifat dan kemampuan yang berbedabeda menimbulkan adanya kaya dan miskin serta kuat dan lemah dalam masyarakat. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan supaya yang kaya memperhatikan yang miskin serta yang kuat membantu yang lemah. Menurut cendekiawan muslim Sayyid Ameer Ali, hukum wakaf merupakan cabang yang terpenting dalam hukum Islam, karena ia terjalin ke dalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial kaum muslim (Usman, 2009: 119). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf merupakan sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan ekonomi. Artinya, pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun juga dapat digunakan untuk menopang perekonomian masyarakat. Harta tidaklah hanya untuk dinikmati sendiri, melainkan harus dinikmati bersama. Hal ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu melarang orang untuk menjadi kaya raya, melainkan suatu peringatan kepada umat
manusia bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial tentang harta benda, yaitu dapat juga digunakan sebagai alat untuk menuju kemakmuran masyarakat. Untuk
mengembangkan
kesejahteraan
umat,
Al-Quran
telah
meletakkan dasar terutama agar harta yang dimiliki oleh individu-individu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja, yaitu dalam (Q.S. Al-Hasyr (59): 7) berbunyi:
Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah SWT kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah SWT, untuk rasul, kaum kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT amat keras hukumannya (Q.S. Al-Hasyr (59): 7). Dari ayat di atas telah dijelaskan bahwa Islam melarang konsentrasi kekayaan pada individu tertentu. Prinsip ajaran Islam ada pada sistem zakat, shadaqah, hibah dan wakaf yaitu untuk mengeluarkan sebagian rejekinya untuk menyantuni orang-orang fakir, miskin serta orang-orang lemah dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan wakaf sebagai salah satu instrumen
untuk membangun kesejahteraan umat dapat berperan aktif sehingga dapat mengentaskan kemiskinan yang melanda selama ini. Wakaf termasuk salah satu di antara sekian banyak penyerahan harta atau hak milik secara ikhlas dari seorang kepada orang lain atau kepada suatu kelompok misalnya yayasan untuk dimanfaatkan sebagai sarana ubudiyah dalam rangka jihad fi sabillilah. Oleh karena itu, manfaatnya sangat besar untuk perkembangan umat Islam. Di antara ayat-ayat Al-Quran yang mendasari ibadah wakaf adalah Q.S. Ali Imron (03): 92, yang berbunyi:
Artinya: Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah SWT mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92). Berbeda dengan zakat, wakaf menurut Jumhur Ulama hukumnya sunnah, akan tetapi ulama mazhab Hanafi mengatakan bahwa wakaf hukumnya mubah karena wakaf orang kafir pun hukumnya sah. Namun demikian, mereka juga menetapkan bahwa suatu ketika hukum wakaf dapat menjadi wajib, manakala wakaf itu menjadi objek nazar seseorang (Wadjdy, 2007: 36). Ibadah wakaf tidak akan terputus pahalanya sepanjang manfaat harta yang diwakafkan itu masih dapat diambil, meskipun Wakif sudah meninggal dunia. Oleh karena itu, wakaf tergolong kepada kelompok Amal Jariyah (yang
mengalir), sebagaimana Rasulullah SAW. dalam sabdanya di hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah.
َاﻟﻨَﱯ ِ ﱡﺻ َ ﻠّﻰﻋَاﷲﻠَﻴ ْو َﻪِ ﺳ َ ﻠﱠﻢﻗَﺎل ْأَن: َﺿِ ﻲ َ ﻋَواﷲﻠَﻴَْﺳﻪَِ ﻠﱠﻢ َﻗَﺎل ََﰊ ﻳـِ ْرﺮََ ة َ ﻋَﻦ ْأﺮ ُﻫ ٍﻋِﻤ ْ ﻞ ْ ﻗَﺔٍ ﺎرِﻳﱠﺔٍأَو َ ﺪَ ﺟ: َ ﻋَﻤ َ ﻠُﻪ ُ إِﻣِﻻﱠﻦ ْﺛَﻼَث ٍﺻ َ إِذَا ﺎتاﺑَْﻦ ُآدَإِمﻧ َـْﻘَﻄَﻊ َ ﻣ: ( ﻋُﻮﻟَُ ) رواﻩ ﲞﺎرى و ﻣﺴﻠﻢ ﺎﻟِﺢٍﺪْ ﻪ َ َﺪٍ َ ﻳ َو َْ ﻟ ﺻ ﺑِﻪِو ﻳـﻨْ ُﺘـَ ﻊﻔَ ُ أ Artinya: Dari Abu Hurairoh bahwa Rosulullah SAW barsabda : “Bahwa manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak yang saleh yang mendoakan kedua orangnya (Al-Bukhari: 196). Wakaf adakalanya untuk anak cucu atau kerabat dan kemudian sesudah mereka itu untuk orang-orang lain. Wakaf yang demikian ini dinamakan wakaf ahli atau wakaf dzuri. Terkandung pula wakaf itu diperuntukan bagi kebajikan semata-mata. Wakaf yang demikian dinamakan wakaf khairi (kebajikan) (Sabiq, 1997: 389), salah satu bentuk wakaf khairi itu adalah wakaf untuk ibadah yaitu panti asuhan. Orang yang mewakafkan hartanya dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan dapat dilakukan dengan lisan yang merupakan ijab. Sedangkan qabul dari orang yang menerima wakaf tidak diperlukan, karena tindakan mewakafkan sesuatu itu dipandang sebagai perbuatan hukum sepihak, maka dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab, perwakafan telah terjadi. Dalam wakaf, hanya ada ijab tanpa qabul (Ali, 1988: 87).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan (buku III bab I pasal 215): “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lain sesuai dengan ajaran Islam” (Usman, 2009: 259). Sehubungan dengan ini, di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ada beberapa orang yang mewakafkan tanahnya untuk dikelola oleh mereka. Pimpinan Daerah Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi Islam yang besar di Kota ini, pastinya kontribusi yang telah diberikan kepada masyarakat untuk membantu mewujudkan kemakmuran umat yang ada di Kota ini sudah dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui amal usaha yang dilakukannya. Begitu pula dengan tanah wakaf yang dipercayakan kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga diharapkan dapat dikelola dengan baik sehingga dapat menjaga kelestarian harta wakaf (tanah wakaf) untuk diserap aspek manfaatnya secara terus menerus bagi masyarakat sekitar. Kesemuanya itu tergantung bagaimana Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga menjalankan tugasnya dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap tanah wakaf yang dipercayakan kepadanya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud menganalisis strategi Pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Penelitian dalam sebuah skripsi ini penulis beri judul: Strategi
Pengelolaan Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Tahun 2013. B. Perumusan Masalah Untuk lebih mengetahui permasalahan tersebut di atas maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga? 2. Apakah proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah sesuai dengan fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004? 3. Bagaimana
strategi
pengelolaan
wakaf
di
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk Mengetahui proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. 2. Untuk
mengetahuai
proses
perwakafan
di
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga menurut fiqh dan UU No. 41 Tahun 2004. 3. Untuk mengetahui strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga untuk. D. Telaah Pustaka Telaah pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi keilmuwan dalam penulisan skripsi ini dan seberapa banyak orang
lain yang sudah membahas permasalahan yang telah dikaji dalam skripsi ini. Dalam hal ini, penulis sedikit membuat garis besar tentang karya-karya lain yang berkaitan erat tentang wakaf. Dalam artikel yang ditulis oleh Muhyar Fanani, yang berjudul Kelanggengan wujud fisik versus kelanggengan manfaat: kunci sukses manajemen wakaf produktif pondok modern Darussalam Gontor membahas tentang pengelolaan tanah wakaf secara produktif. Wakaf bagi lembaga ini, tidak hanya dipahami sebagai aset yang harus dijaga kelanggengan wujut fisiknya, namun yang penting juga kelanggengan manfaatnya. Kunci sukses dari perwakafan di Gontor adalah manejemen, yaitu pembiayaan dalam bingkai proyek, kesejahteraan nazhir, dan transparansi serta akuntabilitas publik. Sehingga dalam jangka waktu 82 tahun, aset wakaf Gontor tumbuh berlipat-lipat, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh peserta didik dan juga masyarakat sekitar, serta berkembang pada bangsa Inonesia (Fanani, 2008: 22). Dalam artikel yang ditulis oleh Mubasirun, yang berjudul Wakaf Indonesia: Pemberdayaan dengan Paradigma Baru membahas tentang perubahan pemahaman dalam penerapan tanah wakaf
sehingga dapat
digunakan secara maksimal. Pengelolaan tanah wakaf sangat potensial dan strategis dalam pemberdayaan ekonomi umat. Akibat tradisi pemahaman wakaf yang masih tradisional, perwakafan di Indonesia kurang dapat berkembang, sebab kebanyakan harta wakaf berupa tanah digunakan untuk
bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam, dan sangat sedikit bersifat produktif yang secara langsung dapat mensejahterakan ekonomi umat. Berangkat dari realita yang terjadi di lapangan secara langsung tersebut, maka perlu dilakukan reinterpretasi dan pemahaman baru tentang wakaf. Hal ini perlu dilakukan agar ajaran, konsep dan praktek wakaf dapat mengiringi perkembangan persoalan yang semakin komleks. Agar reinterpretasi tentang wakaf tersebut ada relevensinya dengan persoalan yang sedang berkembang, maka teori wakaf harus dilatarbelakangi oleh teori perubahan sosial dan teori pembangunan (Mubasirun, 2008: 200). Dalam skripsi Farid Rahmat Setyawan dengan judul Penggunaan Tanah Wakaf oleh Pihak Ketiga tanpa Ijin Menteri Agama ditinjau dari UU 41 Tahun 2004 (Studi Kasus Tanah Wakaf Badan Kesejahteraan Masjid Kabupaten Demak), yang focus pembahasan tentang penggunaan tanah wakaf oleh pihak ketiga tanpa ijin menteri agama yang telah digunakan selama bertahun-tahun hingga sekarang. Menurut hukum Islam, penggunaan tanah wakaf tanpa ijin adalah tidak sah. Serta menurut golongan Syafi’iyah, Malikiyah, dan juga sebagian Hanafiyah, bahwa penyewaan barang wakaf tanpa batasan waktu mutlak tidak sah. Sedangkan dalam UU No 41 tahun 2004 pasal 49, dalam penyewaan kepada pihak ketiga adalah salah satu tugas BWI yaitu pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, sehingga setiap pihak ketiga yang ingin menggunakan/menyewakan harta nadzir atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia (BWI) (Setyawan, 2009: 71).
Skripsi Siti Hanifah tentang pelaksanaan perwakafan tanah milik di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran tahun 2003 (analisa terhadap PP No 28 tahun 1977 dan hukum Islam), penelitian ini meneliti pelaksanaan perwakafan tanah milik yang belum bersertifikat. Fakor yang melatarbelakangi hal tersebut dikarenakan asas keikhlasan dalam pelaksanaan wakaf tanpa diimbangi administrasi yang baik. Di Desa Sruwen bila terjadi proses perwakafan tanah dilakukan ikrar wakaf tanpa diikuatkan dengan bukti tertulis. Secara umum, pelaksanaan perwakafan tanah milik di Desa Sruwen telah sesuai dengan pandangan hukum Islam, karena rukun dan syarat wakaf yang ditetapkan telah terpenuhi. Namun bila ditinjau dari PP No 28 tahun 1977, pelaksanaan perwakafan tanak milik belum berjalan dengan baik, sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu tertib administrasi (Hanifah, 2004: 79). Dari beberapa kajian yang telah disebutkan di atas, penulis belum menjumpai penelitian yang berjudul: Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Strategi Pengembangan Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga). Dalam penelitian ini akan dibahas setrategi pengembangan wakaf tanah yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak terjadinya krisis multi-dimensi dalam kehidupan bangsa kita yang dipicu oleh krisis ekonomi, peran wakaf menjadi semakin penting sebagai salah satu instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan wakaf tidak statis, namun selalu berkembang sejalan dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat. Apalagi undang-undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf telah mengakomodasi pelaksanaan wakaf benda bergerak seperti uang, saham dan lain-lain dalam pengembangan ekonomi. Sehingga fokus penelitian ini adalah wakaf tanah milik Muhammadiyah
yang
diterapkan
untuk
membantu
mensejahterakan
masyarakat yang berada di Kota Salatiga. E. Metode Penelitian Adapun metode penulisan skripsi yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field reseach).
Field research adalah penelitian lapangan, field research ini untuk memperoleh data yang diperlukan obyek yang sebenarnya untuk mempelajari secara intensif latar belakang, pengelolaan yang digunakan lembaga atau komunitas (Azhar, 1998: 8). 2. Sumber Data Obyek penelitian ini adalah strategi pengembangan tanah wakaf milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terutama yang dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan sumber data yang digunakan yaitu:
a. Sumber primer: yaitu dengan menggunakan informasi yang didapat dari pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga yang meliputi ketua atau pengurus Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, dan Pembina Majlis Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga diatas tanah wakaf yang menjelaskan masalah berkaitan dengan strategi pengembangan tanah wakaf yang ada di Kota Salatiga. Maupun sumber lain seperti, notaries, nadzir, dan wakif yang memperkuat data terkait dengan perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. b. Sumber sekunder: yaitu data yang diambil dari sumber kedua yang berupa buku panduan tentang Muhammadiyah Kota Salatiga dan bukubuku lain yang sesuai/berkaitan dengan pembahasan penelitian tentang strategi
pengembangan
tanah
wakaf
di
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Metode observasi Metode observasi adalah metode dengan pengamatan atas suatu variable yang dilakukan secara sistematis dan objektif dalam kondisi yang didefinisikan secara tepat dan hasil dicatat secara hati-hati (Aritonang, 2007: 147).
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan pengamatan langsung, dimana peran peneliti sebagai pengamat di lapangan. Metode ini digunakan untuk mengetahui pelaksanaan program dan strategi pengembangan
tanah
wakaf
yang
dimiliki
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dan mencari data secara jelas terkait pelaksanaan dan pengelolaan tanah wakaf yang digunakan untuk pemberdayaan umat. b. Metode wawancara (Interview) Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Tanya jawab sepihak berarti pengumpul data aktif bertanya, sementara pihak yang ditanya aktif memberi jawaban (Aritonang, 2007: 163). Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada beberapa nara sumber untuk mendapatkan data yang dibutuhkna, yaitu ketua dan Sekretaris Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah Kota Salatiga, Pembina Majlis Pelayanan Sosial Muhammadiyah Kota Salatiga, pengurus lembaga di atas tanah wakaf, notaris, nadzir, dan wakif. Wawancara yang dilakukan secara bebas tetapi dalam batas-batas tertentu atau tidak menyimpang dari panduan.
c. Metode Analisis Data Sebagai pegangan pengelolaan data penelitian serta keakuratan sebuah data, maka penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat, dan lain-lain). Pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 61). F. Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi ini, seperti tertera pada judulnya yang membahas seputar Prospek Wakaf Sebagai Potensi Pengambangan Ekonomi Umat Setelah Ditetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang titik fokus penulisan ini adalah Strategi Pengembangan Tanah Wakaf di Muhammadiyah Kota Salatiga untuk digunakan sebagai pengembangan ekonomi masyarakat. Memang dari pemerintah Kota Salatiga juga selalu mengupayakan perbaikan ekonomi masyarakat melalui program pengentasan kemiskinan yaitu seperti visi yang diemban dari Walikota Salatiga melalui program Salatiga Sejahtera, Mandiri dan Bermartabat (SMART). Namun hal ini tidaklah cukup untuk dapat mewujudkan citi-cita mulia tersebut tanpa peran serta dari lembaga-lembaga masyarakat, maupun organisasi-organisai yang hidup ditengah masyarakat untuk membantu kelangsungan program tersebut. Muhammadiyah termasuk salah satu organisasi Islam yang besar di Kota Salatiga, pastinya peran serta yang telah diberikan kepada masyarakat
untuk membantu dalam membenahi perekonomian yang ada di Kota ini sudah dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas panjang lebar terkait dengan strategi pengembangan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang dikelola secara sistematis unuk meningkatkan kemaslahatan umat. Dalam hukum Islam, wakaf merupakan cabang yang terpenting, karena terjalin kedalam seluruh kehidupan ibadah dan perekonomian sosial, oleh sebab itu dengan pengelolaan yang baik, maka tanah wakaf dapat membantu dalam mengurangi grafik angka kemiskinan yang semakin meningkat. Namun sebelum kita membahas panjang lebar tentang strategi pengelolaan tanah wakaf, perlu kiranya penulis tekankan untuk mengetahui landasan teori secara hukum Islam maupun hukum Negara yang membahas masalah wakaf. Oleh sebab itu pada bab II diuraikan secara jelas teori tentang wakaf yang diberlakukan agar dapat berjalan sesuai jalur yang telah ditentukan. Dalam bab III, dibahas tentang strategi yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang dimiliki. Dalam hal ini, saya sebagai penulis akan menuturkan hasil penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, apakah dalam pengelolaan tanah wakaf mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat Salatiga sehingga mereka dapat memperbaiki taraf kehidupan yang lebih layak.
Selanjutnya pada bab IV merupakan analisis saya setelah melakukan penelitian secara langsung terhadap pengelolaan tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Dalam hal ini dapat dilihat atas peran serta Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah
Kota
Salatiga
dalam
membantu
mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan tanah wakaf yang telah dimilikinya. Dan yang terakhir pada bab V adalah kesimpulan yang berhubungan dengan tulisan pada bab-bab sebelumnya sehingga penulis dapat memberikan saran yang membangun yang dibutuhkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam pengembangan tanah wakaf untuk kemaslahatan masyarakat.
BAB II KONSEP DASAR TENTANG WAKAF G. Konsep Wakaf dalam Fiqh 1. Pengertian Wakaf Wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, bentuk masdar dari kata وﻗﻒ ﯾﻘﻒ وﻗﺎفyang berarti berhenti atau berdiri. Kata وﻗﻒmempunyai arti yang sama dengan kata ﺣﺒﺲyang berasal dari kata kerja ﺣﺒﺲ ﯾﺤﺒﺲ ﺣﺒﺴﺎyang berarti menahan (Sabiq, 1977: 382). Pengertian menurut istilah, Imam Takiyudin Abi Bakr lebih menekankan dari segi tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT ( Rofiq, 1995: 490). Secara harfiah wakaf bermakna “pembatasan”, sehingga kata waqf digunakan dalam Islam untuk maksud “pemilikan dan pemeliharaan” harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang ditetapkan dengan maksud mencegah penggunaan wakaf tersebut diluar tujuan khusus yang telah ditetapkan tersebut (Wadjdy, 2007: 30). Sebenarnya masih banyak ulama yang memberikan definisi tentang wakaf secara istilah, baik ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabillah ataupun ulama-ulama dari madzhab-madzhab lain. Mereka mendefinisikan wakaf dengan arti yang beragam, sesuai dengan perbedaan mazhab yang dianut baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya.
Dari beberapa definisi tersebut di atas terdapat dua pengertian pokok yang menjadi esensi wakaf yaitu: a. Menahan dan menghentikan harta dan hak kepemilikan. b. Menyerahkan manfaat untuk tujuan-tujuan yang baik menurut ajaran Islam. 2. Dasar Hukum Wakaf Sebagaimana halnya dengan ajaran-ajaran Islam yang lain seperti sholat, zakat, puasa, haji, hibah serta wasiat yang didasari oleh Al-Quran dan Sunnah, wakaf pun demikian halnya, hanya saja dalam wakaf ini AlQuran sebagai sumber pokok hukum Islam tidak menyebutkan ajaran wakaf secara jelas dan tegas. Al-Quran hanya memerintahkan manusia berbuat baik untuk kebaikan masyarakat yang masih berupa ayat-ayat umum. Dari ayat-ayat umum seperti inilah para fuqoha menyandarkan hukum wakaf. Di antara ayat-ayat yang berbuat kebaikan itu antara lain:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku`lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan (Q.S. Al-Hajj (22): 77).
…..
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu… (Q.S. AlBaqarah (02): 267).
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (Q.S. Ali Imran (03): 92).
اﻟﻨَﱯ ِ ﱡﺻ َ ﻠّﻰ ﻋَاﷲﻠَﻴ ْو َﻪِ ﺳ َ ﻠﱠﻢ ْأَن: َاﷲﻠَﻴَْﺳﻪَِ ﻠﱠﻢ َ ﻗَﺎل َﺿِ ﻲ َ ﻋَ و ََﰊ ﻳِـ ْرﺮ َ ة َ ﻫُ ْأﺮ ﻋَﻦ ْ ﻗَﺔٍ ﺎرِﻳﱠﺔٍأَو َ ﺪَ ﺟ: َ ﻋَﻤ َ ﻠُﻪ ُ إِﻣِﻻﱠﻦ ﺛَْﻼَث ٍﺻ َ ﺎتَْﻦ ُآدَإِمﻧ َـْﻘَﻄَﻊ إِذَا اﺑ َ ﻣ: َﻗَﺎل ( ﺎﻟِﺢٍﻋُﻮﻟَﻪ ُ ) رواﻩ ﲞﺎرى و ﻣﺴﻠﻢ َْﺪٍ َ ﻳ َ ﺪ ﺑِﻪَِوو َْ ﻟ ﺻ ﻞٍﻨْ ﺘُـَ ﻊﻔَ ُ أ ﻋِﻤ ْ ﻳـ Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Nabi SAW, bersabda: apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shodaqah jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan untuk orang tuanya (AlBukhori: 196). Nash-nash di atas sebenarnya tidak menyebutkan secara khusus istilah wakaf, tetapi para ulama menjadikannya sebagai sandaran bagi pewakafan. 3. Penggunaan Wakaf Dalam fiqh, tujuan penggunaan wakaf harus jelas, misalnya untuk kepentingan umum, seperti mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dan amal-amal sosial yang lainnya, untuk menolong fakir miskin, orang-orang terlantar, tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah
dan tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah. Yang lebih baik adalah kalau tujuan wakaf itu jelas diperuntukkan bagi kepentingan umum, dan kemaslahatan masyarakat (Ali, 1988: 86). Wakaf hukumnya sunah dan harta yang diwakafkan terlepas dari pemiliknya, lalu menjadi hak Allah semata, tidak boleh dijual, dihibahkan, diwariskan untuk perseorangan dan sebagainya, manfaat wakaf harus digunakan menurut ketentuan akad wakaf pada waktu mewakafkan. Apabila pewakaf mensyaratkan bahwa wakafnya itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang kaya, para ulama berselisih pendapat, yang membolehkan beralasan karena tidak bertentangan dengan syari’at, sedangkan yang tidak membolehkan karena syaratnya batal sebab diberikan kepada yang tidak bermanfaat bagi pewakaf baik urusan dunia maupun agamanya. Dalam hal penggunaan wakaf perlu diperhatikan bahwa amalan wakaf sangat tergantung pada dapat atau tidaknya harta wakaf itu dipergunakan sesuai dengan tujuannya, oleh karena itu tidak ada halangan untuk menjual, asalkan hasil penjualan dipakai kembali untuk pembelian harta yang akan dijadikan wakaf seperti semula, sebab yang menjadi pokok utama dalam wakaf adalah kemanfaatannya (Nasution, 1997: 68). Salah seorang ulama madzhab Hambali yang dikenal dengan nama Ibn Qudamah berpendapat bahwa apabila harta wakaf mengalami rusak hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai tujuan wakif dan benda-benda
yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula (Suhendi, 2010: 246). 4. Rukun dan Syarat Wakaf a. Rukun Wakaf Wakaf mempunyai lima rukun, yaitu: 1) Waqif (orang yang memberikan wakaf). 2) Mauquf (barang atau benda yang diwakafkan). 3) Mauquf’alaih (penerima / tujuan / sasaran wakaf). 4) Sighat (pernyataan wakaf). 5) Nadzir (pengelola wakaf). Untuk lebih jelasnya, kelima rukun wakaf tersebut akan penulis jelaskan sebagai berikut: 1) Waqif (orang yang memberikan wakaf) Menurut pasal 215 ayat (2) KHI, Pasal 1 ayat (2) PP. No. 28 tahun 1977, disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang atau badan hukum yang mewakafkan benda miliknya (Usman, 2009: 259). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi wakif adalah sebagai berikut: a) Cakap bertabarru’ (mendermakan harta benda) Yang dapat dijadikan tolak ukur apakah seseorang dapat dipandang cakap bertabarru’ atau tidak adalah pertimbangan
akal sempurna dan baligh dalam pelaksanaan akad wakaf sehingga wakafnya sah (Al-Kabisi, 2004: 219). Dalam fiqh Islam, ukuran baligh adalah wanita yang sudah haid dan laki-laki yang pernah ihtilam (mimpi keluar mani). Atau kalau patokannya umur adalah 9 tahun bagi wanita dan 15 tahun bagi laki-laki. Hal ini tidak mutlak karena ada anak berumur 16 tahun yang dikarenakan perkembangan akal yang lemah maka belum dapat berfikir jauh ke depan. Oleh karena itu akan lebih tepat kiranya, apabila dalam menentukan kecakapan tabarru’ itu adalah kematangan pertimbangan akal. Berangkat dari ketentuan demikian, tidaklah sah jika wakaf diberikan oleh orang gila dan anak kecil serta orang yang kurang akalnya, sebab dia tidak layak untuk melakukan kesepakatan (akad) dan aturan (Al-Kabisi, 2004: 219). b) Tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa Orang yang mewakafkan hartanya itu dituntut supaya perbuatannya dilakukan bukan secara terpaksa, tetapi haruslah dengan kerelaan berdasarkan tabarru’ (melepaskan hak milik tanpa mengharapkan imbalan). Dalam hal ini, unsur kerelaan atas kemauan sendiri merupakan salah satu syarat penting yang harus dipunyai oleh pihak yang berwakaf. Bila ia melakukan perbuatannya itu karena terancam, maupun keterpaksaan maka wakafnya dinilai tidak sah (Halim, 2005: 17).
c) Merupakan pemilik sah dari harta yang diwakafkannya Dalam hal ini maka tidak boleh mewakafkan harta yang bukan miliknya atau yang belum menjadi miliknya, contoh: tidak boleh mewakafkan tanah hak guna usaha (HGU), meskipun HGU tersebut jangka waktunya 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun lagi, dan juga tidak boleh mewakafkan harta warisan yang belum dibagi. 2) Mauquf (harta atau benda yang diwakafkan) Pasal 215 ayat (4) KHI menyebutkan bahwa benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau benda tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam (Usman, 2009: 259). Lebih lanjut, syarat-syarat dari harta yang diwakafkan adalah sebagai berikut: a) Benda itu mestilah milik sah dari pihak yang berwakaf. b) Benda yang diwakafkan itu mestilah tahan lama dan bisa diambil manfaatnya. Tidak ada artinya mewakafkan sesuatu yang tidak tahan lama atau tidak ada manfaatnya. c) Benda yang diwakafkan itu mestilah sesuatu yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan. Karena itu tidak boleh mewakafkan seekor babi atau benda-benda haram lainnya kepada umat Islam. d) Bisa benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti buku, saham dan surat-surat berharga (Halim, 2005: 19).
Melihat syarat-syarat harta wakaf sebagaimana disebutkan di atas, maka harta yang diwakafkan dapat juga berupa uang yang dimodalkan, berupa saham pada perusahaan dan berupa apa saja yang lainnya, yang penting harta yang berupa modal dikelola dengan
sedemikian
rupa
(semaksimal
mungkin)
sehingga
mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan (Suhendi, 2010: 243). Dalam menjalankan modal yang merupakan harta wakaf itu harus diperhatikan pula ketentuan hukum Islam agar jangan sampai modal itu diperkembangkan dengan jalan yang bertentangan dengan hukum Islam. 3) Mauquf’alaih (penerima wakaf/tujuan/sasaran wakaf) Tujuan wakaf dipahamkan dari hadits Ibnu Umar: “….Ia menyedekahkan hasil hartanya itu kepada orang fakir, kepada kerabat, untuk memerdekakan budak, pada jalan Allah, orang terlantar dan tamu….” (Depak RI, 1986: 216). Berkaitan dengan tujuan wakaf sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu macam ibadah, yaitu salah satu amalan shodaqah, maka tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, seperti maksiat. Tujuan wakaf harus merupakan hal-hal yang termasuk dalam kategori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya merupakan hal-hal yang mubah menurut ajaran Islam yang dapat menjadi sarana ibadah dalam arti lusa, misalnya mewakafkan tanah untuk lapangan olahraga, untuk pasar, dan lainlain.
Lebih lanjut lagi, mauquf’alaih dipahami sebagai sasaran wakaf, maka harta yang diwakafkan harus jelas sasarannya. Dalam hal ini ada dua sasaran wakaf yaitu: a) Wakaf untuk mencari keridhoan Allah SWT. Wakaf jenis ini tujuannya adalah untuk memajukan agama Islam atau karena motivasi agama. Contohnya adalah berwakaf untuk kepentingan rumah ibadah kaum muslimin. b) Wakaf untuk meringankan atau untuk membantu seseorang atau orang-orang tertentu atau masyarakat. Contohnya adalah berwakaf untuk orang fakir miskin, atau berwakaf untuk keluarga. Dalam sasaran wakaf ini yang perlu digaris bawahi adalah
bahwa
wakaf
tidak boleh
untuk
hal-hal
yang
bertentangan dengan kepentingan agama Islam (Karim, 1993: 110). 4) Sighat (pernyataan wakaf) Menurut Abdul Halim, sighat wakaf adalah pernyataan dari wakif sebagai tanda penyerahan barang atas benda yang diwakafkan, baik secara lesan maupun tertulis (Halim, 2005: 20). Lebih jelasnya, sighat adalah ucapan yang memungkinkan adanya wakaf. Sighat yang dipakai adalah kata-kata yang menunjukkan adanya wakaf meskipun tidak harus dengan redaksi “wakaf”. Tentu saja yang paling utama adalah kata “wakaf”, sehingga dengan mudah bisa ditangkap makna dari ikrar wakaf itu
(Karim, 1993: 110), jadi intinya sighat atau pernyataan wakaf harus dinyatakan dengan baik secara lisan maupun tulisan, menggunakan kata “aku wakafkan” atau aku menahan” atau kalimat semakna lainnya (Rofiq, 1995: 497). Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif. Oleh karena itu, Qobul (penerimaan) tidak diperlukan. Hal ini sesuai dengan pendapat golongan Hanafiyah dan Hanabillah sebagaimana disebutkan oleh Abu Ya’la yang menyatakan bahwa Qobul (penerimaan) dari Mauquf’alaih merupakan rukun wakaf dan juga bukan syarat sahnya wakaf, baik itu Mauquf’alaihnya tertentu atau tidak tertentu. Ini dikarenakan ikrar wakaf adalah tindakan yang bersifat deklaratif (sepihak) (Rofiq, 1995: 498). b. Syarat Wakaf Menurut hukum, untuk sahnya amalan wakaf diperlukan syaratsyarat sebagaimana berikut: 1) Wakaf bersifat pribadi. 2) Tujuan harus jelas. 3) Wakaf tidak boleh digantungkan. 4) Wakaf yang sah harus dilaksanakan. 5. Macam-macam Wakaf Untuk macam-macam wakaf harta wakaf bisa ditinjau dari dua segi yang ditinjau dari tujuan wakaf dari ditinjau dari harta wakaf. Bila ditinjau dari tujuan wakaf, wakaf dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Wakaf Ahli Wakaf ahli atau wakaf keluarga atau dapat dinamakan wakaf khusus ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, baik keluarga maupun bukan. Misalnya seseorang menyatakan mewakafkan buku-bukunya untuk anakanaknya yang mampu mempergunakan, kemudian cucu-cucunya dan seterusnya (Depag RI, 1986: 220). Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Dan bila terjadi munqothi’ intiha’ (habisnya mauquf’alaih), maka wakaf dikembalikan kepada adanya syarat bahwa wakaf tidak boleh dibatasi dengan waktu tertentu. Dengan demikian meskipun anak keturunan wakif yang menjadi tujuan wakif itu tidak ada lagi yang mampu mempergunakan atau menjadi punah, maka harta wakaf tetap berkedudukan sebagai harta wakaf yang dipergunakan keluarga wakif yang lebih jauh atau dipergunakan untuk umum (Suhendi, 2010: 244). b. Wakaf Khoiri Adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu. Wakaf khoiri inilah yang sejalan dengan amalan wakaf yang sangat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal. Selama harta wakaf masih dapat diambil manfaatnya. Wakaf khoiri inilah yang
benar-benar dapat dinikmati hasilnya oleh masyarakat luas dan merupakan salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi,
pendidikan,
kebudayaan maupun keagamaan (Suhendi, 2002: 245). 1) Harta atau benda tak bergerak, seperti: tanah, sawah dan bangunan. Benda macam inilah yang sangat dianjurkan untuk diwakafkan, karena mempunyai nilai jariyah yang lebih lama. Ini sejalan dengan praktek wakaf yang dilakukan oleh sahabat Umar Ibn Khattab atas tanah Khaibar atas perintah Rasul SAW. demikian juga yang dilakukan oleh Bani al-Naijir yang mewakafkan bangunan dinding bangunannya untuk kepentingan masjid. 2) Benda bergerak, seperti: mobil, sepeda motor, binatang, ternak, atau benda-benda lainnya. Yang terakhir ini juga dapat diwakafkan. Namun demikian, nilai jariyahnya terbatas hingga nilai bendabenda itu tidak dapat dipertahankan keberadaannya. Maka selesailah wakaf tersebut, kecuali apabila masih memungkinkan diupayakan ditukar atau diganti dengan benda baru yang lain (Rofiq, 1995: 205). 6. Tujuan Wakaf Imam Abu Hanifah, sebagaimana dikutip oleh Juhaya S. Praja menerangkan benda yang diwakafkan itu tetap menjadi milik wakif sepenuhnya, hanya manfaatnya saja yang disodaqohkan.
Abu Hanifah mendasarkan argumennya atas al-ro’yu yang didasarkan atas konsep wakaf yaitu habs al-‘ain ‘ala milk al-waaqif. Hal ini berkaitan dengan pengertian milik dalam teori Hanfiah. Menurut Abu Hanifah, milik adalah milik sepenuhnya. Oleh karena si wakif sebagai pemilik benda wakaf mempunyai hak “menggunakan” (tashorruf) sepenuh-penuhnya (Praja, 1997: 16). Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik menyatakan bahwa wakaf itu mengikat dalam arti lazim, tidak meski dilembagakan secara abadi dalam arti mu’abbad dan boleh saja diwakafkan untuk tenggang waktu tertentu yang disebut mu’aqqod. Beliau juga berpendapat bahwa harta atau benda yang diwakafkan adalah benda yang mempunyai nilai ekonomis dan tahan lama. Harta itu berstatus milik si wakif, akan tetapi si wakif tidak mempunyai hak untuk menggunakan harta tersebut (tashorruf) selama masa wakafnya belum habis. Jika dalam sighat atau ikrar wakaf itu si wakif tidak menyatakan dengan tegas tenggang waktu perwakafan yang ia kehendaki, maka dapat diartikan bahwa ia bermaksud mewakafkan hartanya itu untuk selamanya (mu’abbad). Alasan yang dikemukakan Imam Malik mengapa wakaf itu berstatus milik si wakif berdasarkan kasus Ibnu Umar sebagai pemilih benda
yang
diwakafkan
yang
diperintahkan
Rasulallah
untuk
mengeluarkan miliknya itu. Sementara itu alasan keabsahan wakaf untuk sementara waktu ialah berdasarkan kontekstual apabila wakaf yang diikrarkan itu dalam bentuk mu’abbad sementara manfaat benda itu hanya
untuk waktu sementara saja, maka wakaf itu boleh dijual dengan pertimbangan al-maslahat al-mursalah. Jadi, teknik pengekalan harta wakaf itu ialah dengan menjual harta wakaf yang tidak atau kurang mempunyai nilai manfaat (Praja, 1997: 18). Sedangkan jumhur ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa telah mengeluarkan harta dari kepemilikan wakif dan harta itu akan menjadi milik Allah SWT. Oleh sebab itu si wakif tercegah untuk menggunakannya (tashorruf), hal ini didasarkan pada hadits yang menceritakan wakaf Ibnu Khattab yang menyebutkan bahwa tanah wakaf yang diberikan tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan (Wadjdy, 2007: 34). Perbedaan pendapat di atas, ternyata masih dapat diambil satu persamaan persepsi bahwa wakaf adalah penahanan suatu harta milik pihak yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan hasil yang bisa diambil dari harta tersebut untuk kebijakan dalam rangka mencari keridhoan Allah SWT. H. Konsep Wakaf dalam Perundang-Undangan 1. Pengertian Wakaf Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Dalam undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syari'ah” (Depag RI, 2007: 347).
Di dalam konsideran UU No. 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa lembaga wakaf mempunyai peran sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU No. 41 Tahun 2004 angka 1 yakni sebagai berikut: Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis. Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Kehadiran Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf merupakan saat dinanti-nantikan. Karena itu, hadirnya Undang-Undang tentang Wakaf mendapat sambutan yang hangat, tidak hanya oleh mereka yang terkait langsung dengan pengelolaan wakaf, tetapi juga kalangan lainnya termasuk DPR. Hal ini nampak pada saat RUU tentang wakaf ini dibahas di DPR dengan pemerintah pada tanggal 6 September 2004 yang lalu. Secara kuantitas jumlah tanah wakaf di Indonesia cukup banyak, tetapi saat ini keberadaan wakaf belum berdampak positif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi umat (Halim, 2005: 118).
Mengenai pengertian wakaf, undang-undang No. 41 Tahun 2004, ini membuat suatu pengertian yaitu: a. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau
untuk
jangka
waktu
tertentu
sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syar’iah. b. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. c. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/ atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya. d. Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukkannya. e. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/ atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari'ah yang diwakafkan oleh wakif. f. Pejabat pembuat akta ikrar wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh menteri untuk membuat akta ikrar wakaf. g. Badan
wakaf
Indonesia
adalah
lembaga
independen
untuk
mengembangkan perwakafan di Indonesia. h. Pemerintah adalah perangkat Negara kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
i. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama (Depag. 2007: 3). Dalam penjelasan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ketangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu tidak hanya karena kelalaian ataupun ketidakmampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, tetapi juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan atau fungsi dan peruntukkan wakaf (Anshori, 2005: 176). Oleh karena itu, undang-undang wakaf ini patut didukung oleh semua pihak, baik ulama', kaum profesional, cendekiawan, pengusaha, lembaga perbankan, serta masyarakat umum, khususnya umat Islam diseluruh Indonesia. 2. Dasar Hukum Wakaf dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Menurut undang-undang No. 41 Tahun 2004 dasar-dasar wakaf ada dua bagian: menurut pasal (2) wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syari'ah, sedangkan pasal (3) wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Serta mengingat Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 29
dan pasal 33 undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Halim, 2005: 127). Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, pemerintah dengan persetujuan DPR pada tanggal 27 Oktober 2004, mengeluarkan sebuah peraturan baru yaitu Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang secara khusus mengatur wakaf. Dengan berlakunya undang-undang ini, semua peraturan mengenai perwakafan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/ atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Undang-Undang No. 41/ 2004 ini memuat substansi hukum tentang perwakafan yang terdiri dari II bab dan 71 pasal sebagai berikut: Bab I
Berisi ketentuan umum (pasal 1).
Bab II
Memuat dasar-dasar wakaf (pasal 2 sampai dengan 31).
Bab III
Memuat tentang tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf (pasal 32 sampai dengan 39).
Bab IV
Memuat tentang perubahan status harta benda wakaf (pasal 40 sampai dengan 41).
Bab V
Memuat tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf (pasal 42 sampai dengan 46).
Baba VI
Memuat tentang badan wakaf Indonesia (pasal 47 sampai dengan 61).
Bab VII
Memuat tentang penyelesaian sengketa (pasal 62).
Bab VIII
Memuat tentang pembinaan dan pengawasan (pasal 63 sampai dengan 66).
Bab IX
Memuat tentang ketentuan pidana dan sanksi administratif (pasal 67 sampai dengan 68).
Bab X
Memuat tentang ketentuan peralihan (pasal 69 sampai dengan 70).
Bab XI
Memuat tentang ketentuan penutup (pasal 71).
Secara umum banyak hal baru dan berbeda yang terdapat dalam UU No. 41 Tahun 2004 ini bila dibandingkan dengan PP. No. 28/ 1977 maupun KHI, walaupun banyak pula kesamaannya. Dapat dikatakan bahwa UU No. 41/ 2004 mengatur substansi yang lebih luas dan luwes bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya (Anshori, 2005: 52). Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf yang telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7 Oktober 2004, sudah diatur berbagai hal penting dalam pengembangan wakaf berdasarkan pertimbangan dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional(Halim, 2005: 118). Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syari'ah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam UU ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:
a. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, UU ini menegaskan bahwa untuk sahnya perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan didaftarkan dalam akta ikrar wakaf serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan. Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf ahli yang pada umumnya pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf. b. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut UU ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. c. Peruntukkan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf.
d. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional nadzir. e. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan badan wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan (Halim, 2005: 99-101). 3. Macam-Macam Benda Wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004 Pasal 16 dalam UU No. 41 Tahun 2004 menjelaskan secara enumeratif bahwa harta benda wakaf terdiri dari: a. Benda tidak bergerak. b. Benda bergerak. Untuk lebih jelasnya, kedua benda wakaf tersebut akan penulis jelaskan sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak disini meliputi: 1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar. 2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah. 4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Benda gerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: 1) Uang. 2) Logam mulia. 3) Surat berharga. 4) Kendaraan. 5) Hak atas kekayaan inteletual. 6) Hak sewa. 7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anshori, 2005: 154). Menurut pasal (21) dalam PP. No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, benda bergerak selain uang karena peraturan prundang-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah sebagai berikut: a. Surat berharga yang berupa 1) Saham. 2) Surat utang Negara. 3) Obligasi pada umumnya. 4) Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang. b. Hak atas kekayaan intelekual yang berupa: 1) Hak cipta. 2) Hak merk. 3) Hak paten.
4) Hak desain industry. 5) Hak rahasia dagang. 6) Hak sirkuit terpadu. 7) Hak perlindungan varietas tanaman. 8) Hak lainnya. c. Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: 1) Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak. 2) Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak (Depag, 2007: 77).
BAB III PROSES PERWAKAFAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA I. Sekilas Tentang Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga 1. Tokoh Pendiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Kelahiran sebuah organisasi tidak bisa terlepas dari tiga pilar yakni adanya kelompok manusia, kerja sama, dan tujuan. Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dilahirkan atas dasar tiga pilar tersebut baik dari tingkat pusat maupun ranting. Dalam setiap tingkatan organisasi Muhammadiyah baik ranting, cabang, daerah proses awal berdirinya selalu diikuti oleh tokoh-tokoh pendiri sebagai founding father-nya dari latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan yang beragam dengan komitmen untuk bekerja sama dan mempunyai tujuan yang sama. Proses kelahiran Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga juga tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berkiprah saat itu. Dari merekalah sejarah Muhammadiyah Salatiga terukir dan berkibar hingga saat ini, mereka adalah Tirto Husodo (Pekalongan), H. Asnawi, H. Nur, H. Abdul Mu’in, Kyai Irsyam, Kyai Hasyim, KH. Dachlan (Suruh), KH. Mansyur (Ambarawa), H. Qulyubi, H. Syamsul hadi (Suruh), H. Suwiryo, dan Suryani (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 1). 2. Proses Berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Kurang lebih pada tahun 1930-an para tokoh tersebut berkumpul dan
bekerja
sama
untuk
membentuk
sebuah
organisasi
yakni
Muhammadiyah untuk wilayah Kab. Semarang dan Kota Salatiga yang ditandai dengan adanya sekolah HIS Muhammadiyah, kini berubah menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga. Para tokoh pendiri Muhammadiyah kala itu tidak hanya sebatas berkumpul dan bersepakat mendirikan Muhammadiyah, namun sebagai bentuk kongretnya mereka bersegera melakukan gerakan dakwah amal makruf nahi munkar dengan mendirikan amal usaha sebagai bukti aktifitasnya. Amal usaha pertama didirikan adalah pendidikan formal HIS Muhammadiyah
pada
tahun 1932
yang merupakan
cikal bakal
perkembangan lembaga pendidikan sampai saat ini. Keberadaan HIS Muhammadiyah yang bangunannya didirikan di atas tanah wakaf almarhum bapak Tirto Husodo (sekarang di Jl. Adisucipto 13 Salatiga dan digunakan sebagai TK Aisyiyah Bustanul Atfal Pembina) kala
itu sangat strategis dalam rangka
kaderisasi dan dakwah
Muhammadiyah karena ia berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga yang kental dengan nuansa Kristen. Hal tersebut nampak jelas dari tata kota yang tidak ada masjid disekitar alun-alun dan banyak lembagalembaga Kristen ditempat-tempat strategis, sehingga dengan alasan tersebut didirikan pendidikan HIS Muhammadiyah (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 2). 3. Perkembangan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Sejarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan wilayah administrasi Kota Salatiga
itu sendiri yang kala itu hanya memiliki 1 kecamatan, sedangkan syarat berdirinya Pimpinan Daerah Muhammadiyah minimal harus mempunyai tiga pimpinan cabang. Sedangkan Cabang Muhammadiyah saat itu kebanyakan dari Kabupaten Semarang, meliputi Cabang Muhammadiyah Suruh, Cabang Muhammadiyah Susukan, Cabang Muhammadiyah Tuntang,
Cabang
Muhammadiyah
Ambarawa
Dan
Cabang
Muhammadiyah Salatiga Sebagai Pusatnya, Maka Muhammadiyah Salatiga digabung dengan Kab. Semarang dengan nama Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Semarang dan Kota Salatiga. Periode kepemimpinan ini dimulai dari pasca kemerdekaan sampai dengan orde baru. Setelah memasuki orde baru, tepatnya mulai tahun 1971 berdatangan tokoh-tokoh muda Muhammadiyah berpendidikan. Sejalan dengan semangat pembangunan dan pembaharuan era tersebut, Pimpinan Daerah
Muhammadiyah
Kota
Salatiga
mulai
menggeliat
untuk
mengembangkan amal usahanya. Semangat yang dibangun saat itu dimulai dengan konsolidasi kepemimpinan Muhammadiyah. Tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang datang dari luar Salatiga antara lain: Achmadi (Yogyakarta), Hadits (Batam), Sucipto DS (Klaten), Masykuri (Klaten), M. Syatibi (Solo), Ahmad Muhdi (Klaten), H.M. Bilal (Klaten), H. Sardjito (Boyolali), dll. Mereka bersinergi dengan tokoh-tokoh tua dan muda dari Salatiga seperti Djumadi, Machrus Anwar, Imam Sumarno, M. Bilal, HM. Tohari, Muhadi, Muinun, Suhadi, dan M. Syafi’I bersama-sama mengembangkan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Salatiga. Diantara mereka yang pernah menjabat menjadi PDM adalah H. Djumadi, BA dan H. Achmadi. Setelah tahun 1995 Muhammadiyah Salatiga menjadi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dengan empat cabang yaitu PCM Sidorejo, PCM Sidomukti, PCM Argomulyo, dan PCM Tingkir. Berkat sinergitas seluruh tokoh Muhammadiyah, mulai tahun 70-an Muhammadiyah Salatiga menunjukkan perkembangan yang signifikan ditinjau upaya mengembangkan sarana dan prasarana amal usaha serta pengembangan amal usahanya. Setelah itu disusul generasi muda berikutnya, meliputi H.M. Zulfa, Ali Muhson, H.M. Zuhri, Badwan, H. Usman Haryono, M. Thoha, Imam Sutomo, Sutjipto, dll. Diantara tokoh-tokoh tersebut yang menjadi ketua PDM Salatiga selama orde baru sampai era reformasi yaitu, Achmadi periode 1981-1995 (tiga periode), M. Zulfa periode 1995-2001, Drs. Badwan, M, Ag periode 2001-2010 (dua periode), sedangkan untuk kepengurusan PDM Salatiga periode 2010-2015 adalah Dr. Imam Sutomo,M. Ag (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 11). 4. Organisasi Otonom (ORTOM) dan Amal Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga a. ORTOM di Lingkup Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Organisasi otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang telah ada antara lain:
1) Nasyiyatul ‘Aisyiyah (NA). 2) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). 3) Pemuda Muhammadiyah (PM). 4) Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). 5) Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM). Dilihat aktifitasnya sebagian besar ORTOM yang ada masih belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Yang agak menonjol baru beladiri tapak suci yang telah mempunyai anggota lebih kurang 600 orang. Pimpinan daerah tapak suci putera Muhammadiyah 99 Salatiga masih menjadi satu dengan Kab. Semarang dan mempunyai berbagai cabang latihan yakni cabang latihan SMU Muhammadiyah Plus Salatiga, SMP Muhammadiyah Salatiga, SD Muhammadiyah Plus Salatiga, SMP Negeri 1 Ungaran, SMK Muhammadiyah Ungaran, SMP Muhammadiyah Jambu, Panti Asuhan Amanah Ambarawa, Panti Asuhan Keluarga Sakinah Banyubiru, MTS Sudirman Truko, SMP Muhammadiyah Suruh, SMK Muhammadiyah Suruh, SMP Negeri 1 Suruh, SMP Negeri 2 Suruh, SD Nergeri Plumbon 1 dan 2, SMK Muhammadiyah Susukan, dll (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 35). b. Amal Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah satu alat perjuangan umat Islam Indonesia yang berbentuk organisasi
atau sering disebut dengan Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai maksud dan tujuan yakni ‘‘Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya’’. Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah sebagai bentuk organisasi menggunakan cara dan usaha sebagai berikut: 1) Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melakukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha disegala bidang. 2) Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannnya diatur dalam anggaran rumah tangga. 3) Penentu kebijakan dan tanggung jawab amal usaha, program dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah (Buku Saku PDM Salatiga, 2010: 38). Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai salah satu Struktur pimpinan Muhammadiyah di tingkat Kota telah mewujudkan amal usaha diberbagai bidang guna mencapai tujuan Muhammadiyah. Amal usaha tersebut adalah: 1) Lembaga Pendidikan Tabel 3.1 Lembaga Pendidikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga No 1 2 3
SEKOLAH TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) Pembina TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 4
2) Panti Asuhan
TEMPAT Kalicacing Nanggulan Tegalrejo
Tabel 3.2 Lembaga Amal Sosial Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga No 1 2
PANTI ASUHAN PA Putera Abu Hurairah Muhammadiyah PA Puteri ‘Aisyaiyah
TEMPAT Kauman Sinoman
3) Masjid Tabel 3.3 Tempat Ibadah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga No 1
TEMPAT IBADAH Masjid Ar Rohman
4) LAZIM
(Lembaga
Amal
Zakat
TEMPAT Mangunsari
Infak
dan
Sodaqoh
Muhammadiyah). LAZIM adalah lembaga nirlaba tingkat daerah yang berkidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Amal usaha penyaluran LAZIM Kota Salatiga selama ini meliputi, pemberian Bea Siswa untuk prmbayaran SPP siswa tidak mampu, Usaha ekonomi produktif berupa pinjaman tanpa bunga kepada UKM, Program usaha peternakan kambing, Bantuan bea hidup dhuafa, Bantuan kepada panti asuhan, TPA binaan, dan Pesantren liburan sekolah. 5) Koperasi Surya Utama Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga pada tahun 2006 dalam rangka pengembangan usaha dibidang ekonomi membentuk koperasi serba usaha yang bernama “Koperasi Surya
Utama”. Anggotanya
terdiri dari pimpinan dan simpatisan
Muhammadiyah Kota Salatiga. Bidang usaha yang saat ini dikembangkan adalah simpan pinjam, antar jemput anak sekolah, pelayanan catering dan juga menyediakan seragam dan alat tulis anak sekolah. 5. Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Penasehat Dr. H. M. Zulfa,M. Ag
Ketua Dr. Imam Sutomo, M. Ag
Penasehat Drs. H. Hadits Sekretaris I
Kekretaris II
Dr. Adang Kuswaya, M. Ag
Hammam, M. Pd
Bendahara I
Bendahara II
H. Makachin
Amar Ma’ruf Fakhrudin, S.Pd,M.M
Pembina Lembaga Zakat dan Kewirausahaan
Drs.H. Ali Muchson, M.H Pembina Majlis Tabligh dan Pembina Majlis Wakaf dan Kehartabendaan
Drs. Juz’ann, M.Hum Pembina Majlis Pemberdayaan Masyarakat dan Pembina Majlis Pustaka dan Informasi
Ust. Yahya, S.Ag Pembina Majlis Tarjih dan Tajdid
Pembina Majlis Ekonomi dan Kewirausahaan
Drs. Badwan,M.Ag
Drs. H. Usman Haryono
Pembina Majlis Pelayanan Pembina Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Kesehatan Umum dan Pembina Pengembangan Cabang dan Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan Ranting
Drs. Sir Samsuri, M.Hum Pembina Majlis Dikdasmen
Gambar 3.1 Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga periode 2010-2015 sesuai dengan papan struktur organisasi di kantornya.
Organisasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga telah memiliki struktur kepengurusan yang diharapkan secara kompak bersamasama untuk membangun masyarakat sekitar dalam mengembangkan kehidupan warga Kota Salatiga baik untuk kesejahteraan umat maupun untuk internal di dalam kepengurusan.
Struktur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terdiri dari seorang ketua, dan dibantu oleh bendahara, sekretaris, serta bidangbidang yang lain guna untuk kelancaran kegiatan dalam mewujudkan tujuan organisasi ini yaitu: ”Menegakkan dan Menjunjung Tinggi Agama Islam sehingga Terwujud Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya”, terang Imam Sutomo selaku ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga menjelaskan visi dari Muhammadiyah yang dipimpinnya saat ini periode 2010-2015 saat diwawancarai di kantornya. J. Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga 1. Penyebaran tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga a. Tanah Wakaf di Sidorejo Hasil wawancara dengan Bapak Surono selaku petugas TU Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, bahwa aset tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang berada di daerah Sidorejo, tepatnya beramalat di Jl. Kauman No 32 desa Sidorejo Lor Kota Salatiga adalah salah satu tanah yang diwakafkan oleh Ibu Soelasmi binti Paiman dengan luas tanah ± 450 M². Tanah tersebut bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 624 menurut akta Ikrar Wakaf tanggal 15 Juli 1992 No. W.2/95/K.Tahun 1992 yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F selaku PPAIW
Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk tempat sosial permintaan dari si wakif. Selain itu, tanah wakaf yang lokasinya sama tepat didepannya dengan sertifikat hak milik no 565 dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto selaku wakif dengan luas tanah ± 720 M², diwakafkan untuk asrama yatim piatu berdasarkan akta ikrar wakaf tanggal 3 Juli 1995 No. BA.03.2/5/VIII/1995 yang dibuat oleh Nuhdin kepala Kantor Urusan Agama/PPAIW Kec. Sidorejo. Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam proses penerimaan tanah wakaf, yaitu M. Bilal, H. Tohari, Surono, Mulyoto dan Rahman untuk menjadi nadzir menerima wakaf dari Ibu Sulasmi, serta tanah wakaf dari keluarga Hj. Rahmah Sanyoto diterima dengan nadzir yang ditunjuk meliputi, M. Bilal, H. Tohari, Surono,Imam Sumarno dan Mahrus LA. Letak tanah wakaf di Kauman ini terbilang sangat strategis sebab berada disamping jalan alternative untuk pengguna jalan menuju jantung Kota Salatiga, sehingga bagi orang yang melintas jalan tersebut akan langsung dapat mengetahui kondisi sekitar. Dengan melihat kondisi yang telah sedikit digambarkan diatas, maka prospek tanah wakaf ini sangat bagus untuk dikelola kedepannya, karena memang tata letak tanah yang strategis berada di Salatiga kota dan banyak orang yang dapat memperhatikan kondisi pengelolaan
tanah wakaf tersebut yang tentunya
kedepannya dapat terus
dikembangkan. Slamet Rahardjo Mardjono Sudarwo
Sudarwo
Abdul Jalil
Djadjuli Penjelasan :
Batas tanah ini
Gampar 3.2 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 624 Sudarwo
Sudarwo Marfu’ah Karsodihardjo Jl.Kauman Penjelasan :
Batas tanah ini
Gampar 3.3 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 565
b. Tanah Wakaf di Nanggulan Wawancara dengan Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris Djaelani alm) selaku wakif tentang Sebidang tanah seluas ± 207 m² yang beralamat di Nanggulan No 29 Kelurahan Kutowinangun Kecamatan Tingkir Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Tanah yang telah berdiri sebuah bangunan permanen dengan status sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 2191 menurut
akta Ikrar Wakaf tanggal 20 September 1986 yang dibuat oleh PPAIW Kec Kota Tingkir yang dipergunakan untuk tempat pendidikan TK. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan bahwa lembaga pendidikan TK ini sangat berpotensi untuk rekrutmen anak-anak kecil untuk belajar dikarenakan memang posisinya sangat strategis ditengahtengah perkotaan yang belum berdiri lembaga pendidikan TK di daerah yang berada disamping jalan utama tersebut. Sehingga untuk kedepannya dapat selalu mencerdaskan anak-anak didik sehingga dapat menjadi anak yang berguna. Parto
Wiryo taruno
Penjelasan :
Jln. Tanggulayu
B.Karto dimedjo
Batas tanah ini
Gampar 3.4 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 2191
c. Tanah Wakaf di Sinoman Aset tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang berada di daerah Sidorejo lainnya, yaitu tepatnya berada diamalat Jl. Imam Bonjol No No. 45 A kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga adalah salah satu tanah yang diwakafkan oleh Bapak H. Moh. Ramly Hanafie dan istrinya Ibu Hj. Siti Rohana dengan luas tanah ± 175 M². Tanah yang bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 3302 menurut akta Ikrar Wakaf
tanggal 6 Oktober 1227 No. BA 032/20/X.Tahun 1992 yang dibuat oleh Nuhdin PPAIW Kantor Urusan Agama Kec Sedorejo Kota Salatiga yang dipergunakan untuk tempat Lembaga Pendidikan TK Aisyiah. Namun berdasarkan rapat dari pengurus Muhammadiyah yang mempertimbangkan bahwa saat itu belum ada asrama panti asuhan puteri, maka penggunaan tanah wakaf ini dialih fungsikan sebagai asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah. Sesuai dengan kesepakatan dari si wakif, maka tanah wakaf yang diterima oleh Pengurus Muhammadiyah dengan nadzir yang ditunjuk adalah Bapak Imam Sumarno, H. Moh Toehari, dan Drs. Mu’inun akhirnya pengelolaan tanah wakaf tersebut digunakan sebagai asrama panti asuhan puteri ‘Aisyiah hingga saat ini, hasil wawancara dengan Bapak Sulaiman Ghofar S selaku pengasuh panti asuhan puteri Aisyiah. Dilihat dari letak geografisnya, tanah wakaf yang berada disamping jalan utama, sangat berpotensial untuk digunakan amal sosial dalam menyantuni anak yatim, fakir miskin dan anak yang terlantar. Terbukti dengan adanya setiap tahun jumlah anak yang tinggal diasrama selalu bertambah.
Hm. 71 Sah
Tanah Yason
Jalan
Hm. 74 Sah
Tanah Yason
Penjelasan :
Batas tanah ini
Gampar 3.5 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 3302
d. Tanah Wakaf di Bugel Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga memiliki aset tanah wakaf yang berada di daerah Kecamatan Sidorejo, tepatnya beramalat di Dukuh Krajan, Kelurahan Bugel 01/02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga yakni tanah yang diwakafkan oleh Nusaernie Irsyam dengan sebidang tanah seluas ± 263 M². Tanah yang bersertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 00003 menurut akta Ikrar Wakaf tanggal 19 Desember 2002 No. K.01/BA.00/079/2003 yang dibuat oleh PPAIW Kec Kota Salatiga yang dipergunakan untuk pendidikan agama Islam dari wakif. Sedangkan pihak Muhammadiyah selaku penerima wakaf menunjuk beberapa orang dari pengurus untuk menjadi nadzir dalam proses penerimaan tanah wakaf, yaitu Kamali, BA, Sardi, SPd, M. Thoha. Drs. Mu’inun, dan Mansuri. Namun hingga saat ini satus tanah wakaf di Bugel masih tergolong lahan kosong, sebab dari pihak Muhammadiyah selaku pengelola belum dapat memanfaatkan tanah wakaf tersebut sesuai dengan niatan si wakif dikarenakan kondisi tanah tidak strategis untuk dibangun untuk tempat pendidikan. Sesuai dengan wawancara dengan
pengurus Muhammadiyah terkait dengan status tanah wakaf di Bugel akan dikelola jikalau kondisi sudah memungkinkan untuk didirikan tempat pendidikan. Data diperoleh dari Bapak Badwan dulu menjabat sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dua periode 2001-2010 sekarang sebagai Pembina Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting.
Jalan
Achmad
Bambang
Jalan
Penjelasan :
Batas tanah ini
Gampar 3.6 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 00003
e. Tanah Wakaf di Mangunsari Yang selanjutnya Aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf yang berada di daerah Jl. Dk. Cabean, Mangunsari Kota Salatiga. Tanah ini merupakan tanah wakaf dari Much Suryani Ma’ruf. Tanah dengan nomor sertifikat 1980 dengan luas tanah ± 104 M² yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 19 Februari 1991 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/25/K/1991 Tgl. 20-2-1991 yang dibuat oleh PPAIW Kec. Kota Salatiga diwakafkan untuk pembangunan Mushola dari si wakif, dengan nadzir bapak Muh. Tasrif, Abdul Rohman, dan M. Fatkhurohman.
Tanah yang telah berdiri bangunan tegak sebuah masjid sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar, terbukti dengan adanya berbagai kegiatan yang telah dilangsungkan dimasjid tersebut, seperi tempat ibadah serta digunakan sebagai tempat pendidikan keagamaan TPQ untuk anak-anak. Selin itu juga digunakan sebagai tempat dakwah dengan dilangsungkannya pengajian yang dilakukan setiap minggu di masjid tersebut.
Jalan
Tanah Yasan
Tanah Yasan
Jalan Penjelasan :
Batas tanah ini
Gampar 3.7 Denah Tanah Sesuai Dengan Sertifikat Tanah Wakaf No. 1980
f. Tanah Wakaf di Tegalrejo Selanjutnya Sebidang tanah seluas ± 400 m² dengan status sertifikat tanah wakaf dengan nomor hak milik 238 yang beralamat di Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05 kelurahan Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga adalah salah satu aset tanah yang dimiliki Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang dipergunakan untuk tempat pendidikan TK. Posisi lembaga pendidikan TK ini letaknya sangat strategis sebab berada di samping jalan Kentengraya serta satu-satunya lembaga pendidikan TK yang berada dilokasi tersebut, sehingga setiap tahun
ajaran baru pendaftaran sisiwa baru selalu dibanjiri oleh anak-anak yang akan belajar. Sehingga dengan adanya lembaga pendidikan TK yang berdiri di daerah tersebut sangat membantu bagi masyarakat untuk mencerdaskan anak-anak generasi bangsa mereka. g. Tanah Wakaf di Kalicacing Hasil wawancara dengan bapak Surono selaku petugas TU Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang memegang sertifikat tentang aset tanah wakaf lainnya yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah tanah wakaf yang berada di daerah jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kota Salatiga. Tanah ini merupakan tanah wakaf dari bapak Tirto Husodo (alm) yang letaknya sangat strategis untuk kaderisasi dan dakwah Muhammadiah karena berada ditengah-tengah masyarakat Salatiga yang kental dengan nuansa Kristen. Tanah dengan nomor sertifikat 982 dengan luas tanah ± 661 M² yang telah didaftarkan sebagai tanah wakaf pada tanggal 8 Februari 1993 berdasarkan akta Ikrar wakaf No. W.2/93/K/1992 Tgl. 22-6-1992 yang dibuat oleh Drs. Fu’ad F. PPAIW di Salatiga diwakafkan untuk sekolahan dari si wakif, dengan nadzir bapak M. Bilal, Mahrus BA, dan Drs. Hadis. Dengan melihat posisi tanah yang keberadaannya dekat dengan alun-alun kota Salatiga, hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut
berada dijantung kota, sehingga dengan pengelolaan secara maksimal, maka usaha dakwah dari Muhammadiyah akan dapat berjalan optimal untuk mencetak regenerasi yang berkualitas. 2. Jumlah Aset Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dari sepanjang fakta yang ditemui di lapangan secara langsung terkait dengan aset tanah wakaf yang dipunyai oleh Pengurus Muhammadiah Kota Salatiga selama ini telah mencapai 8 (delapan) tanah yang tersebar disejumlah wilayah daerah di Kota Salatiga dengan jumlah keseluruhan 2980 m², data diperoleh melalui H. Sutjipto selaku ketua Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. Disetiap kecamatan kota Salatiga terdapat tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiah Kota Salatiga yang meliputi, Pertama, Kecamatan Sidorejo terdapat 3 (tiga) aset tanah wakaf yang terletak di Kelurahan Sidorejo Lor dengan luas 450 m² dengan nomor sertifikat hak milik 624 dan tanah luas 720 m² dengan nomor sertifikat hak milik 565, di Kelurahan Bugel dengan luas 263 m² Nomor sertifikat hak milik 00003, serta di Sinoman dengan luas 175 m² dengan nomor sertifikat hak milik 3302. Kedua, Kecamatan Tingkir hanya ada satu tanah wakaf yang terdapat dikecamatan ini, yaitu di kelurahan Nanggulan dengan luas 207 m² Nomor sertifikat hak milik 2191. Ketiga Kecamata Argomulyo juga terdapat satu aset tanah wakaf Muhammadiyah yang terletak di Kelurahan
Tegalrejo dengan luas 400 m² Nomor sertifikat hak milik 238, serta yang terakhir keempat, Kecamatan Sidomukti tersebar dua tanah wakaf yang berdomisili di Kelurahan Kalicacing dengan luas 661 m² Nomor sertifikat hak milik 988, dan Mangunsari dengan luas 104 m² Nomor sertifikat hak milik 1980. Sampai dengan dewasa ini, proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga bersifat pasif, dalam arti bahwa Pengurus Muhammadiyah hanya menunggu dan akan menerima bagi orang yang akan mewakafkan tanahnya untuk digunakan dan dikelola untuk kepentingan kemaslahatan bagi masyarakat. Seperti halnya dengan kasus yang sudah-sudah, bahwa semua aset wakaf yang dimiliki Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga atas kesadaran pewakif yang mempercayakan tanahnya kepada Muhammadiyah untuk dikelola dengan baik. Dari uraian diatas dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut.
Tabel 3.4 Penyebaran Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Tiap Kecamatan Salatiga No 1.
Letak Tanah Kec.Sidorejo
No. Hak Milik
Luas
Sidorejo
624 dan 565
450 m² dan 720 m²
Sinoman
3302
175 m²
Bugel
00003
263 m²
2.
Kec. Tingkir
Nanggulan
2191
207 m²
3.
Kec. Argomulyo
Tegalrejo
238
400 m²
4.
Kec. Sidomukti
Kalicacing
988
661 m²
Mangunsari
1980
104 m²
5.
3. Peruntukan tanah wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah.Wakaf juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat, wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang berada digaris kemiskinan. Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima’iyah (ibadah sosial). Sebagaimana institusi keagamaan Islam lainnya, wakaf tidak kalah pentingnya dalam mengentaskan kemiskinan dan membangun ekonomi umat. Betapa besar potensi wakaf di Indonesia, namun sampai dewasa ini belum maksimal dikelola. Dalam kaitan dengan keterpurukan ekonomi nasional dewasa ini, mencari solusi dengan memberdayakan potensi wakaf, merupakan sebuah tuntunan zaman. Untuk itu, membangun kesamaan persepsi dan selanjutnya dengan payung hukum yang sama pula perlu aksi untuk menjadikan potensi wakaf sebagai sebuah kekuatan ekonomi baru Indonesia kedepan. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam hal ini merupakan salah satu organisasi keagamaan yang berada di Kota Salatiga, sedikit banyaknya telah menerapkan wakaf sebagai amal usaha untuk kemaslahatan masyarakat. Sejauh ini, amal usaha yang dilakukan melalui pengelolaan tanah wakaf dari beberapa masyarakat yang mempercayakan
tanahnya untuk dikelola oleh Muhammadiyah sudah diterapkan untuk kepentingan pendidikan, bidang sosial dengan penyantunan anak yatim dengan mendirikan panti asuhan, serta tempat ibadah berupa masjid. Pertama,
tanah
wakaf
yang
dimiliki
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang pendidikan. Dari adanya tempat pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah, organisasi ini telah ikut andil dalam mencerdaskan generasi-generasi muda penerus bangsa yang berkualitas, dengan harapan kedepannya belenggu kemiskinan dapat terentaskan. Kedua, pengelolaan tanah wakaf yang diperuntukan bidang sosial dalam bingkai mendirikan panti asuhan, dengan harapan bahwa tidak akan ada lagi anak yatim, anak miskin yang terlantar dan tidak ada yang putus sekolah, sehingga kesejahteraan umat dapat terbina. Ketiga,
tanah
wakaf
yang
dimiliki
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga dialokasikan dalam bidang ibadah. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mendirikan masjid di atas tanah wakaf yang diperuntukkan tempat ibadah bagi masyarakat sekitar, serta pemanfaatan untuk kegiatan keagamaan, dengan harapan bahwa dengan adanya sarana tempat ibadah dapat membantu untuk melakukan dakwah melalui sarana tersebut. Dari uraian di atas, tergambar bahwa pengelolaan tanah wakaf secara produktif mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan umat Islam dalam bidang pendidikan maupun di bidang sosial, dan ibadah,
sehingga dapat mencetak ulama intelek, “intelek ulama”, sebuah cita-cita luhur dan mulia yang ingin dihasilkan oleh KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri organisasi Muhammadiyah melalui berbagai macam amal usaha yang dilakukan, khususnya dalam bidang pendidikan dan sosial. Dalam tabel: Tabel 3.5 Peruntukan Tanah Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga No
LETAK TANAH
LUAS
PERUNTUKAN
1.
Sidorejo
450 m² dan 720
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
2.
Nanggulan
207 m²
TK ABA 3
3.
Tegalrejo
400 m²
TK ABA 4
4.
Sinoman
175 m²
Panti Asuhan Puteri Aisyiyah
5.
Kalicacing
661 m²
TK ABA Pembina
6.
Bugel
263 m²
Lahan kosong
7.
Mangunsari
104 m²
Masjid
K. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Fauzan, selaku sekretaris Majelis Wakaf dan Kehartabendaan dan bapak Badwan, selaku Pembina Majlis Pelayanan Sosial dan Pembina Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting menjelaskan mekanisme terjadinya proses wakaf tanah di Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang tersebar di beberapa wilayah dengan memaparkan tata cara sebagai berikut:
Wakif ketika hendak mewakafkan hartanya, ia mendatangi kantor Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga terlebih dahulu kemudian menyampaikan niatnya untuk mewakafkan hartanya kepada pengurus, yang selanjutnya diterima oleh nadzir yang ditunjuk dari beberapa pengurus Muhammadiyah sendiri yaitu pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara serta ditambah pula dengan bidang wakaf untuk menjadi nadzir. “Dengan adanya orang yang ingin mewakafkan tanahnya kepada Muhammadiyah kita terima niat dari si wakif tersebut, begitu pula kami dari pengurus Muhammadiyah akan mengelola tanah wakaf sesuai dengan permintaan
si
wakif,
maupun
dipercayakan
sepenuhnya
kepada
muhammadiyah untuk dikembangkan buat dakwah, memang saat ini masih ada tanah wakaf yang belum kami kelola sebab melihat kondisi tanah wakaf yang berada di daerah Bugel dipandang tidak strategis yang masih diarea perkebunan, sedangkan niat si wakif ingin didirikan sebuah pendidikan agama Islam, tetapi jika kondisi sudah memungkinkan untuk dapat dikelola akan kita laksanakan amanah tersebut”, ungkap Bapak Badwan menjelaskan saat diwawancarai di kantornya. Selanjutnya, dalam pengelolaan tanah wakaf tersebut tidak dibebankan kepada nadzir, namun dibentuk badan otonom tersendiri yang fokus untuk mengurus secara serius disetiap bidang agar pengelolaan dapat berjalan secara maksimal, baik pendidikan, panti asuhan, maupun tempat ibadah.
Akhirnya setelah proses diatas sudah berjalan, maka si wakif dan nadzir mendatangi Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengurusi suratmenyurat tanah wakaf dengan mengajak beberapa saksi serta membawa suratsurat bukti kepemilikan tanah, kemudian Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf (PPAIW) memberikan Salinan Ikrar Wakaf (AIW) nya yang telah dibumbuhi tanda tangan PPAIW, wakif, nadzir, dan para saksi
untuk
selanjutnya Kepala KUA tersebut meneruskan kepada Walikota c.q Departeman Pertanahan untuk mendapatkan sertifikat (legalitas). Proses wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga penulis paparkan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Orang yang berwakaf (Wakif) Dari beberapa orang pewakif untuk mewakafkan tanahnya rata-rata mereka mengharapkan tanah wakafnya bisa digunakan (dikelola) oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai amal usaha yang digunakan untuk berbagi untuk kemaslahatan umat. Ambillah contoh tanah yang diwakafkan oleh Bapak Tirto Husodo bermaksud mewakafkan tanahnya untuk kepentingan pendidikan di Kota Salatiga. Begitu pula dengan Bapak Mayor Hanafi, Soelasmi, Siti Rochiyah, Rochadiono, Dr. Wibowo Hariyanto dan Tutik Safarini, yang mana mereka mewakafkan tanahnya untuk kepentingan sosial dengan dipergunakan sebagai panti asuhan bagi anak yatim piatu, fakir miskin, maupun anak-anak yang terlantar. Serta wakaf dari bapak Much. Suryani Ma’ruf yang diperhunakan sebagai tempat ibadah.
2. Harta yang diwakafkan (benda wakaf) Adapun benda wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga setelah diadakan penelitian, ternyata hanya ada 8 benda wakaf
tetap yang berupa tanah. Kemudian dalam hasil penelitian
keseluruhan itu ada 3093 m² dengan data tabel yaitu: Tabel 3.6 Wakif Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sesuai dengan sertifikat tanah wakaf
No
WAKIF
LETAK TANAH
LUAS
1.
Soelasmi dan Hj. Rahmah Sanyoto
Sidorejo
450 m²
2.
Hj Haiyinah Djaelani (sebagai istri/pewaris Djaelani alm)
Nanggulan
207 m²
3.
Data tidak ditemukan
Tegalrejo
400 m²
4.
Mayor Hanafi
Sinoman
175 m²
5.
Tirto Husodo
Kalicacing
661 m²
6.
Nusaernie Irsyam
Bugel
263 m²
7.
Much. Suryani Ma’ruf
Mangunsari
104 m²
3. Mauquf ‘alaih (Tujuan Wakaf ) Pihak penerima wakaf (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga) yang kantornya beralamat di Jln Kauman No 32 Salatiga dapat dilaporkan disini tidak ada tanah wakaf untuk usaha produktif. Dari semua tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ini seluas 2980 m², yang keseluruhan tempatnya berjauhan. Seperti yang ada di Sidorejo, Nanggulan, Tegalrejo, Sinoman, Kalicacing dan Mangunsari. Untuk tempat pendidikan yaitu di Nanggulan, Tegalrejo, dan Kalicacing, sedangkan tempat ibadah di Mangunsari, serta yang lain
diperuntukkan guna amal sosial dengan didirikan panti asuhan yaitu di Sinoman, dan Sidorejo. Menentukan tujuan mewakafkan harta bendanya harus jelas, sehingga tujuan wakaf tidak dapat digunakan untuk kepentingan maksiat. Dalam hal ini pemanfaatan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dipergunakan untuk kegiatan pendidikan, ibadah dan penyantunan anak yatim. 4. Sighot atau ikrar/pernyataan wakaf Ikrar wakaf adalah bukan hukum yang bersifat deklaratis (sepihak) oleh karena itu tidak dipakai qabul (penerimaan) dari orang yang menerima wakaf tersebut, seperti itulah proses serah terima tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga juga terjadi ikrar yang dilakukan pewakaf sebagaimana “Saya Serahkan Tanah Ini Kepada
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah
Kota
Salatiga
untuk
dimanfaatkan kegunaannya sesuai dengan syari’at Islam”, oleh pewakif dan disaksikan oleh saksi dan diterima oleh nadzir/penerima wakaf. Adapun tata cara wakaf
yang ada di Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga sebagai berikut: Semua pengurus dapat menerima wakaf, akan tetapi pada umumnya pernyataan wakaf
itu
dilaksanakan
di kantor
Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga, dilanjutkan penyerahan secara resmi yaitu pernyataan wakaf, kemudian pihak penerima menyatakan menerimanya, dengan penyerahan surat-surat dari wakif kepada nadzir dan disaksikan
oleh pengurus inti. Cara ini tetap berjalan, namun juga mengikuti tata cara yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan di Indonesia dengan dilakukan Pedaftaran tanah wakaf di Kantor Pertanahan setempat. Hal ini dijelaskan pada Pasal 32 UU No 41 Tahun 2004 jo Pasal 10 PP No 28 Tahun 1977 jo Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf. 5. Nadzir Dengan adanya orang yang mewakafkan tanahnya di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, maka sebagai rukun sahnya proses wakaf, harus ada nadzir untuk menerima tanah wakaf tersebut. Sedangkan sistem yang berjalan ditubuh organisasi Muhammadiyah Salatiga untuk menunjuk sebagai nadzir mereka adalah orang yang menjabat sebagai pengurus di Muhammadiyah. Serta yang dapat menjadi nadzir dalam organisasi tersebut adalah pengurus harian Muhammadiyah yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara serta jika dibutuhkan ditambah dengan bidang wakaf dan petugas kesekretariatan. Sehingga dari uraian di atas dapat ditarik garis besarnya, bahwa nadzir di Muhammadiyah adalah pengurus Muhammadiyah, jadi selama masih menjabat menjadi pengurus Muhammadiyah masih dapat menjadi nadzir dalam menerima wakaf dari orang yang akan mewakafkan tanahnya kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. L. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
Macam-macam Usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam pengelolaan tanah wakaf untuk pemberdayaan umat meliputi: 1. Bidang Pendidikan a. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina Wawancara yang dilakukan dengan Ibu Murtini selaku Kepala sekolah menjelaskan bahwa TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina didirikan sejak tanggal 16 Agustus 1956 yang beralamat di Jl Adi Sucipto No. 13, Kalicacing, Sidomukti Salatiga dengan agreditasi A dan pada tahun ajaran 2012/2013 ada 70 anak didik yang belajar di TK tersebut yang terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 18 perempuan dan kelas B 21 Laki-laki, 19 perempuan. Model pembelajaran di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina yang digunakan sekarang adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan ditambah kegiatan ekstra kurikuler meliputi, melukis, bahasa inggris, seni tari, iqro’, seni baca Al-Qur’an, persholatan, seni music dan juga drum band. Selain itu juga ada kegiatan sosial kemasyarakatan yang diikuti yaitu, manasik haji, pawai ta’aruf, kunjungan kepanti asuhan, pesantren ramadhan dan pengajian wali murid. b. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 didirikan sejak tanggal 17 Agustus 2005 yang beralamat di Jl Tanggulayu 03/03 Nanggulan
kecamatan Tingkir Salatiga dengan status taman pendidikan swasta agreditasi A Tahun 2006. Menurut Ibu Mistinah yang menjabat sebagai kepala sekolah saat ini, dengan adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini, TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03 mempunyai tujuan bahwa anak yang
tumbuh
dan
berkembang
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya, sehingga memiliki kesiapan yang optimal didalam memasuki pendidikan dasar serta mengurangi kehidupan dimasa dewasa. Yaitu melalui program sekolah yang selalu dilakukan dan ditingkatkan bagi anak-anak didik meliputi, manasik haji, penimbangan BB dan TB, pemeriksaan kesehatan, Halal bihala, kunjungan kepanti asuhan, penghijauan, out bond, Drum Band, wisata buku, festifal seni dan pentas seni. c. TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04 TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04 didirikan sejak tanggal 15 Juli 1985 yang beralamat di Jl. Kentengraya RT 04/ RW 05 kelurahan Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Salatiga dengan status taman pendidikan swasta agreditasi B tahun 2007 dan pada tahun ajaran 2012/2013 ada 40 anak didik yang belajar di TK tersebut yang terdiri dari kelas A 12 Laki-laki, 10 perempuan dan kelas B 12 Lakilaki, 6 anak perempuan, yang diampu oleh 3 tenaga pengajar meliputi ibu Taryati, Ibu Novita Astuti Jadi Kusumo, dan Nur Ida Royani.
Dibawah kepemimpinan Ibu Taryati sebagai kepala TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04, Ia mempunyai tujuan agar dapat menjadikan anak-anak yang mandiri, berkarakter, dan berakhlak mulia sesuai nilai-nilai Islami. 2. Bidang Sosial/Penyantunan Anak Yatim a. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Panti Asuhan Puteri Aisyiyah Kota Salatiga didirikan sejak 6 Januari 2002. Panti ini didirikan di bawah naungan Organisasi Aisyiyah (yaitu
Organisasi Otonom Muhammadiyah)
kesejahteraan
bagian pembinaan
sosial dengan nama “Panti Asuhan Puteri Aisyiyah”
Kota Salatiga dengan pengasuh Ibu Pursini ditemani dengan suaminya Bapak Sulaiman G.S. Panti Asuhan Puteri Aisyiyah tersebut beralamat di Jl. Imam Bonjol No. 45 A Salatiga dengan gedung Lantai II untuk Asrama tempat tinggal, dan hingga Sampai sekarang telah mempunyai 21 orang anak asuh. Kegiatan yang diberikan kepada anak-anak panti tidak hanya pendidikan formal saja, namun mereka juga dibekali dengan kegiatan penunjang ketrampilan ataupun keagamaan, seperti kultum, qiraah, hafalan juz ‘ama, les bahasa inggris, dan ketrampilan menjahit dengan harapan nantinya setelah pulang kerumahnya masing-masing dapat menjadi anak yang mandiri dan mensejahterakan keluarganya.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan di asrama panti bersama Ibu Pursini dan bapak Sulaiman G.S mengungkapkan bahwa keinginan mereka adalah: 1) Memberikan pelayanan yang optimal pada anak-anak yatim, fakir miskin, serta anak-anak terlantar, agar ke depan dapat hidup dengan layak. 2) Menanamkan nilai-nilai keislaman antar sesama, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga anak memiliki rasa syukur dan budi perkerti yang luhur. 3) Menumbuhkembangkan rasa percaya diri anak supaya terpacu berprestasi, baik di bidang akademis, seni, olah raga dan ketrampilan. b. Panti Asuhan Putera Abu Hurairah Panti Asuhan Putera Abu Hurairah adalah panti asuhan yang langsung dibawah naungan Muhammadiyah kota Salatiga yang beralamat di Jl. Kauman No. 32, Sidorejo Lor Salatiga dengan Pengasuh Bapak Buhtari dan istrinya Ibu Ike. Panti Asuhan Putera Abu Hurairah berdiri sejak tahun 1988 telah bergerak dalam pelayanan sosial berupa menyantuni, mendidik, dan menyekolahkan anak-anak yatim piatu, miskin dan terlantar dari SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Kemudian didalamnya mereka dibekali dengan ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang dapat menunjang kemandirian mereka kelak bila sudah dewasa.
Sesuai dengan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Ike selaku pengasuh panti putera Abu Hurairah, sampai saat sekarang ini telah mempunyai 16 orang anak asuh yang ditempatkan di dua kamar dari enam kamar asrama yang telah dibangun, namun tidak menuntut kemungkinan dapat selalu bertambah seiring dengan adanya anak asuh yang ingin tinggal di asrama panti. Dengan didirikannya amal usaha dalam bidang sosial dengan menyantuni anak yatim, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mempunyai tujuan untuk menciptakan generasi intelek ulama sehingga keterbelakangan dan kebodohan umat Islam dapat hilang dan juga membebaskan umat dari kesengsaraan yang menimpanya. 3. Bidang Ibadah Amal usaha Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga melalui pengelolaan tanah wakaf dalam bidang ibadah yaitu dengan menyediakan sarana peribadatan berupa masjid yang berdiri di daerah Mangunsari. Diatas tanah yang hanya seluas 104 m² berdiri sebuah Masjid yang bernama masjid Ar Rohman yang dipergunakan untuk beribadah dan kegiatan keagamaan bagi masyarakat yang berdomisili disekitar. Dibawah kepemimpinan ketua ta’mir masjid Bapak Samadi, kegiatan yang dilakukan di masjid Ar Rohman meliputi TPA setiap sore, kegiatan pengajian setiap satu minggu sekali untuk memberikan siraman rohani bagi warga sekitar, serta even – even tertentu sesuai dengan kondisi dalam kegiatan keagamaan yang lainnya seperti halnya kegiatan dalam
mendekati hari raya idhul fitri dengan mengadakan takbir keliling. Hal ini dilakukan untuk usaha dakwah agar masyarakat Mangunsari dapat menjalankan kehidupannya dengan jalan Islam. Dari semua penjelasan yang telah diuraikan di atas, strategi pengelolaan
tanah
wakaf
yang
dimiliki
oleh
Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga baik yang dikelola dalam bidang pendidikan, amal sosial, dan bidang ibadah, dapat penulis gambarkan pengelolaan ini melalui diagram sebagai berikut: Ibadah 14%
Pendidikan 57%
Sosial 29%
Gambar 3.8 diagram Prosentase Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga
BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA
Dalam bab ini penulis mencoba membuat suatu analisa data berdasarkan kenyataan yang telah penulis temui di lapangan dan telah dipaparkan pada babbab sebelumnya. Yakni tentang pengelolaan tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diperbandingan antara landasan teori dengan kenyataan-kenyataan saat ini, apakah sudah sesuai atau belum dengan undang-undang maupun dengan syari’at Islam yang diperuntukkan guna membantu mensejahterakan masyarakat yang berada di Kota Salatiga. M. Proses Perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Wakaf adalah menahan harta baik secara abadi maupun sementara untuk dapat dimanfaatkan langsung atau tidak langsung dan diambil manfaat hasilnya secara berulang-ulang di jalan kebaikan, umum atau khusus (Qohaf, 2000: 45). Prosedur Perwakafan Tanah Menurut UU No. 41 Tahun 2004 sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan: “Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’at”. Sedangkan yang menjadi tujuannya menurut Pasal 4 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan:
“Wakaf adalah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya”. Dan fungsinya menurut Pasal 5 UU No, 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan: “Mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum”. Sebelum
wakaf dilaksanakan maka harus memenuhi beberapa
persyaratan dimana hak atas tanah yang diwakafkan wajib dimiliki atau dikuasai oleh wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, bebas dari perkara, bebas dari sengketa, dan tidak dijaminkan. Dari pengertian tentang wakaf baik yang diutarakan dalam kitab-kitab fiqh, UU No. 41 Tahun 2004, maupun dalam pasal 218 Kompilasi Hukum Islam (KHI) jo. Pasal 1 (1) PP No. 28/1977, maka dapat ditarik cakupan wakaf meliputi: 1. Harta bendanya milik seseorang atau sekelompok orang. 2. Harta benda tersebut bersifat kekal dzatnya, tidak habis pakai. 3. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya. 4. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak dapat diperjual-belikan, dihibahkan atau diwariskan. 5. Harta benda tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat. Wakif atau orang yang mewakafkan harta bendanya pada praktek perwakafan yang terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, mereka adalah orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum mereka tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas
kehendak sendiri dan tidak ada paksaan dari orang lain. Ketentuan mengenai wakif dalam praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sejalan dengan ketentuan pasal 215 KHI jo. Pasal 1 PP No.28/1977. Maukuf atau benda yang diwakafkan pada praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga semuanya berupa bendabenda yang dapat diambil manfaatnya dalam waktu yang lama dan tidak habis sekali pakai. Tercatat dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf, bahwa hampir semua benda wakaf yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ini berupa tanah pekarangan yang diperuntukkan manfaatnya untuk kepentingan peribadatan, pendidikan dan sosial seperti masjid, musholla, panti asuhan, dan kepentingan umum lainnya untuk kepentingan pendidikan seperti TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina, TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 03, dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 04. Dengan demikian maukuf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga berupa a’yaan (benda-benda) bukan hanya manfaatnya saja tanpa melepaskan unsur kepemilikannya. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 22 bab II bagian keenam tentang tujuan dan fungsi wakaf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004. Maukuf Alaih atau tujuan daripada diwakafkannya benda-benda wakaf yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga adalah semata-mata hanya untuk mencari pahala jariyah dan ridho Allah SWT, untuk membangun kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha dan tidak ada unsur kemaksiatan di dalamnya. Jadi jelaslah maukuf ‘alaih dalam
praktek perwakafan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang perwakafan yang berlaku, secara kenyataan proses wakaf tanah di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ini pada prinsipnya telah baik dan sesuai dengan mestinya, begitu pula jika ditinjau dari segi rukun wakaf yaitu dengan adanya wakif, wakaf, muakkaf ilai, dan sighot wakaf. Adapun persyaratan bagi wakif yaitu haruslah mempunyai kecakapan melakukan Tabbaru yaitu melepaskan hak milik tanpa adanya imbalan material, oleh sebab itu perbuatan wakif ini hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang telah dewasa (baligh), memiliki akal sehat, serta tidak adanya unsur paksaan dalam berbuat. Kecakapan bertabbaru ini didasarkan oleh pertimbangan akal yang sempurna pada orang yang telah mencapai umur baligh. Syarat-syarat harta wakaf atau maukuf adalah milik penuh si wakif, oleh sebab itu wakif yang mewakafkan benda yang bukan miliknya wakaf itu menjadi batal. Sedang milik dalam pengertian secara istilah dapat diartikan sebagai berikut “memberikan bagi yang dibolehkan oleh syara yang membolehkan pemiliknya untuk mentasyarufkan kecuali ada penghalang”. Wakaf sebagai perbuatan tabbaru yang tidak mengharap imbalan materi, maka benda wakaf harus milik sah pewakaf sebab bila barang tersebut masih berkaitan dengan sesuatu
yang bukan miliknya, maka
akan
menyebabkan kerugian bagi orang lain. Dalam Impres No 1 Tahun1991 Kompilasi Hukum Islam pasal 215 (4) menyebutkan:
“Benda wakaf adalah segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang tidak hanya sekali pakai yang bernilai menurut ajaran Islam” (Anshori, 2005: 129). Begitu pula dalam Pasal 15 Bab II bagian keenam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang harta benda yang berbunyi: “Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah”. Mengenai syarat maukuf alaih adalah orang yang mampu memenuhi ketentuan dari wakif dengan demikian badan hukum yang tidak mampu memenuhi ketentuan dari wakif, dengan sendirinya menerima wakaf tersebut dianggap
batal.
Sedangkan
penerima
wakaf
(Pimpinan
Daerah
Muhammadiyah Kota Salatiga) bentuknya adalah badan hukum, namun boleh dikatakan badan hukum ini sudah cukup baik, terbukti di tanah wakaf tersebut sudah diperuntukan untuk kemaslahatan umat, digunakan demi kepentingan umat, seperti untuk
sebab
peruntukannya
kepentingan pendidikan,
peribadatan dan panti asuhan, maka Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga telah menggunakan tanah wakaf tersebut sesuai dengan nilai-nilai ibadah. Namun di sisi lain juga ternyata tanah wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga ini ada yang belum di melestarikan tanah wakaf secara maksimal untuk memenuhi ketentuan dari wakif. Terbukti dengan adanya tanah yang tidak didayagunakan untuk sebagaimana mestinya baik itu ibadah, pendidikan, ataupun sarana sosial lainnya masih dibiarkan tanpa memberi manfaat. Padahal tanah tersebut bisa dijadikan lahan produktif misalnya untuk koperasi maupun lembaga lain yang membantu untuk mensejahterakan masyarakat kota Salatiga.
Adapun pernyataan wakaf atau sighot wakaf pada dasarnya adalah suatu pernyataan yang menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan tujuan mewakafkan suatu harta benda. Dari kenyataan yang ada, dapatlah penulis menarik suatu kesimpulan bahwa sighot wakaf yang dilaksanakan oleh para wakif pada waktu mewakafkan tanahnya di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga pada dasarnya telah sesuai dengan hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam artian pernyataan menunjukkan kepada pelepasan suatu hak dengan tujuan mewakafkan suatu harta benda. Tata cara wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dapat penulis simpulkan sudah sesuai dengan kitab fiqh maupun perundang-undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, dalam arti bahwa, dikatakan sudah sesuai dengan kitab fiqh karena si wakif yang mewakafkan tanahnya sudah memberikan kata sighot kepada maukuf Muhammadiah (sebagai nadzir) dan disertai penyerahan barang yang akan di wakafkan (dalam bentuk blanko surat-surat pernyataan), dan barang tersebut bisa diambil manfaatnya secara terus menerus, dan menetapkan penggunaannya pada jalan yang benar. Dari fenomena di atas dapat penulis simpulkan bahwa proses perwakafan yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah sesuai dengan undang-undang perwakafan yaitu telah memenuhi unsurunsur wakaf yaitu (Tunggal, 2005: 4):
a. Wakif. b. Nadzir. c. Benda wakaf. d. Ikrar wakaf. e. Peruntukan harta wakaf. Kelima unsur tersebut nampak kita dapatkan dalam proses perwakafan yang terjadi di Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Dengan demikian proses perwakafan yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur cakupan wakaf tersebut baik secara syari’at agama Islam maupun PerundangUndang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004. N. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam ilmu fiqh tidak disebutkan secara intrinsik/secara detail tentang pengelolaan tanah wakaf, namun sebagaimana telah dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu mendayagunakan tanah wakaf untuk amal usaha tempat pendidikan, peribadatan dan panti asuhan. Sehingga didalamnya terdapat pengelolaan yang sudah dilakukan sebagaimana telah diuraikan dalam sub bab terdahulu, dari sinilah penulis akan mengkaji pengelolaan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. Dalam prakteknya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga menggunakan sistem pengelolaan, yang diberi tanggung jawab sepenuhnya kepada pengurus harian yang mengelola langsung baik itu sekolah, masjid
maupun panti asuhan. Sedang yang dimaksud nadzir selaku pengelola, mempunyai tanggung jawab hanya menerima tanah wakaf yang diberikan wakif kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, sebab nadzir yang ditunjuk juga salah satu pengurus Muhammadiyah, sehingga setelah tidak menjadi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tidak dapat menjadi nadzir. Dari situlah praktek pengelolaan tanah wakaf yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang nantinya dikelola oleh pengurus harian lembaga yang berdiri diatas tanah wakaf tersebut. Berdasarkan telaah diatas, karena makin besarnya harapan umat Islam agar pengelolaan tanah wakaf dapat dilakukan sebaik-baiknya dan dikelola semaksimal mungkin. Hal ini agar tanah wakaf yang sudah terkumpul dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagaimana keinginan pewakif, dan ini adalah tanggung jawab yang mengelola baik itu perorangan maupun berbadan hukum biasa di Indonesia. Setiap tanah wakaf hendaklah diusahakan hasil dan pemanfaatannya
secara
maksimal
sehingga
disini
diperlukan
adanya
pengawasan, pemeliharaan, penjagaan, serta pengelolaan tanah wakaf yang baik (Depag RI, 1986). Hal tersebut menurut penulis telah dilakukan oleh Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yakni dibentuk penanggung jawab dalam wujud organisasi otonom dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga yang diberikan kewenangan secara penuh untuk mengelola sesuai dengan dapur rumah tangga lembaga masing-masing, baik pengurus sekolah, panti asuhan maupun pengurus yang mengelola masjid.
Sehingga tugas nadzir yang ada di organisasi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga hanya mempunyai tugas serah terima dan pembuatan akta tanah wakaf di PPAIW, sedangkan dalam pengelolan diserahkan kepada lembaga yang menaungi sesuai dengan peruntukan tanah wakaf yang dikelola. Hal ini dimaksudkan agar dalam proses pengelolaan tanah wakaf tersebut dapat berjalan secara maksimal karena tugas lembaga otonom Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tersebut nantinya dapat serius untuk mengembangkan lembaga yang dikelola. Agar pengelolaan wakaf dapat lebih bisa dipertanggungjawabkan oleh lembaga yang ada kepada pemerintah dan masyarakat umum, diperlukan upaya perwujudan sebuah kondisi sebagai berikut: Pertama, gerakan untuk mempelopori transparansi dalam semua aspek kelembagaan, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Adanya transparansi kelembagaan ini merupakan jihad yang bersifat sistemik untuk menutup tindakan ketidak-jujuran, korupsi, manipulasi dan sebagainya yang hanya mempunyai prinsip melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Kedua,
lembaga
yang
menaungi
harus
mempelopori
system
akuntabilitas publik (public accountability) yaitu mendorong terjadinya iklim akuntabilitas publik dalam pengelolaan harta wakaf. Ketiga, setiap lembaga mempelopori gerakan yang aspiratif. Orang yang terlibat dalam kelembagaan harus mendorong terjadinya system sosial yang melibatkan partisipasi seluruh masyarakat.
Melihat fenomena di lapangan dan sistem yang digunakan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sebagaimana telah penulis laporkan disub bab awal ternyata pendayagunaannya baik yang berbentuk tempat pendidikan, peribadatan serta tempat penampungan anak yatim piatu itu sudah baik dan sesuai dengan kemestian, dalam artian telah sesuai dengan prinsip hukum Islam serta Undang-undang yang ada di Indonesia. Pada dasarnya pemeliharaan dan pengurusan tanah wakaf adalah hak nadzir akan tetapi nadhir dapat menyerahkan kepercayaan pemeliharaan dan pengurusan tanah wakaf itu pada orang lain, baik berseorangan maupun merupakan suatu badan hukum, karena tanah wakaf memerlukan pengawasan, pemeliharaan, pengurusan, khususnya dalam hal pengelolaan agar hasil dari tanah wakaf tersebut dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan sebagaimana disebutkan oleh Muhammad Daud Ali yang memberikan pengertian nadzir atau mutawalli wakaf adalah orang ataupun badan hukum yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan hukum Islam. O. Fungsi dan Manfaat Pengelolaan Tanah Wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga Dalam Kehidupan Masyarakat Wakaf adalah salah satu konsep pemberian harta yang terdapat di dalam Islam. Konsep ini juga adalah berlandaskan konsep sedekah. Wakaf juga merupakan salah satu sarana untuk membangun ekonomi masyarakat. Wakaf sangat dibutuhkan untuk membantu saudara-saudara kita yang berada digaris kemiskinan.
Dari berbagai amal usaha yang dilakukan oleh Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dalam mengelola tanah wakaf yang dimiliki mempunyai fungsi dan manfaat yang strategis bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Salatiga saat ini maupun untuk keberlangsungan hidup dimasa mendatang. Dari penulis dapat memberikan gambaran bahwa maksud yang ingin dicapai dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dari pengelolaan tanah wakaf bagi kesejahteraan umat bersifat jangka panjang dan dapat dipertahankan keberlangsungannya dengan waktu yang relative lama melalui amal usaha yang telah dilakukan terutama melalui jalur pendidikan. a. Fungsi Wakaf 1. Fungsi Sosial Dari segi sosial wakaf mempunyai fungsi yang penting sekali. Apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan lebih mudah teratasi. Setiap orang miskin dan melarat, akan mendapatkan jaminan dan pelayanan yang cukup. Fungsi sosial dari wakaf jauh lebih kuat dan pasti dari jaminan yang diberikan oleh sistem-sistem buatan manusia yang sepenuhnya bergantung pada situasi dan kondisi temporer dan kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya. Hal ini telah dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga dengan mendirikan panti asuhan diatas tanah wakaf untuk mengelola anak-anak kurang mampu, maupun anak terlantar
sehingga dapat diasuh dan dibekali dengan pendidikan yang layak untuk bekal masa depannya. 2. Fungsi Ibadah Pertama-tama melangkah wakaf itu satu bagian ibadah dalam pelaksanaan perintah Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan dengan-Nya. Demikian tinggi fungsi ibadahnya ini, sehingga ia dijadikan salah satu rukun Islam. Dengan demikian pengakuan terhadapnya, turut menentukan terhitung tidaknya seseorang sebagai seorang muslim. Apabila shalat adalah satu manifestasi ibadah badaniyah yang paling utama, maka wakaf sebagaimana zakat adalah suatu ibadah maliyah, ibadah dengan pengorbanan harta benda. Apabila dalam pelaksanaan ibadah shalat terasa lebih tertonjol hablum minallah (hubungan antara manusia dengan Tuhan), maka dalam pelaksanaan wakaf terasa lebih tertonjol
hablum minannas
(hubungan sesama manusia). Dengan adanya masjid yang berada di Mangunsari meningkatkan jamaah yang meramaikan rumah Allah SWT dengan berbagai kegiatan TPA dan Kelompok Pengajian warga sekitarnya. 3. Fungsi Pendidikan Pendidikan adalah sarana terpenting untuk dapat mengubah manset seseorang untuk dapat mengembangkan sel neuron yang ada didalam otak setiap manusia. Dengan semakin banyaknya sel neuron yang selalu dikembangkan melalui sarana pendidikan sehingga
banyaknya cabang yang berkembang dalam otak manusia, maka semakin berkembang pula pemikiran seseorang tersebut. Kita semua pasti telah mengenal sosok Enstain orang yang paling cerdas ternyata baru menggunakan otaknya 10% dari yang telah digunaknannya, berarti masih banyak lagi yang belum digunakakan namun dapat menemukan penemuan-penemuan yang sangat berguna bagi umat manusia dan masih berguna sampai saat ini. Fakta menjelaskan bahwa presentase status kemakmuran tingkat kehidupan seseorang yang menduduki rengking pertama didominasi oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, pasalnya dengan pendidikan yang telah ditempuh selama beberapa tahun dalam pendidikan formal, pola fikirnya telah mengalami tronformasi dari pemikiran yang tradisional menjadi pemikiran yang lebih maju. Mereka – orang yang telah mengembangkan pemikirannya – selalu memikirkan sesuatu hal yang besar sehingga menjadi orang yang besar pula, namun berbeda dengan orang yang selalu berfikiran sempit maka tidak akan bisa untuk menjadi orang yang besar. Dengan adanya pendidikan yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga baik mulai dari bangku pendidikan TK, SD, maupun SMA dapat mencetak generasi bangsa yang bermanfaat bagi bangsa, masyarakat, keluarga dan diri sendiri.
4. Fungsi Akhlak Fungsi lain dari perwakafan juga dapat terarah kepada pembangunan sifat manusia yang seutuhnya, yaitu terbinanya sikap mental dan akhlak yang mulia, dimana setiap orang rela mengorbankan apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih tinggi dari pada kepentingan pribadinya. Dalam hal ini wakaf merupakan salah satu contoh yang terbaik, kearah pendidikan akhlak semacam itu. Karena wakaf secara kongkret merupakan tindakan mengorbankan sebagian harta kekayaan untuk kepentingan umum. Padahal kekayaan adalah satu dari yang paling dicintai oleh setiap manusia. Apabila banyak orang telah lupa daratan dan diperhamba oleh harta benda, ajaran Islam sejak lama memperingatkan dan melarang hal itu dengan berbagai cara. Sistem wakaf misalnya justru berusaha meningkatkan harkat dan martabat manusia agar benar-benar dapat menjadi tuan atas hartanya itu, dan bukan sebagai budak yang malahan dikendalikan oleh harta. Dengan demikian jiwa mereka sedikit demi sedikit akan tertempat kearah sikap mental yang kuat dan kepribadian yang matang, tidak mudah dipengaruhi oleh hawa nafsu. Bila
ini telah tercapai,
lapanglah jalan menuju masyarakat yang adil dan makmur di bawah lindungan Allah SWT.
b. Manfaat Wakaf Dari yang telah dikemukakan diatas bahwa pemanfaatan tanah wakaf tidak lagi bertujuan satu target saja tetapi juga dapat multi target atau sekurang-kurangnya tiga target yang dilakukan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, yaitu (1) amal sosial (2) amal ibadah, dan (3) pendidikan. Dari tiga aspek diatas Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga mempunyai tujuan dan cita-cita yang mulia untuk membangun kesejahteraan umat dengan melakukan berbagai amal usaha yaitu: 1. Menciptakan intelek ulama sehingga keterbelakangan dan kebodohan umat islam disegala bidang dapat terentaskan. 2. Memperbaiki sumber daya manusia sehingga membebaskan dan meringankan umat dari kesengsaraan yang menimpanya. 3. Keseimbangan hidup yang dilakukan antara iman, ilmu dan dilanjutkan dengan amal.
BAB V PENUTUP
P. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan peneliti terhadap strategi pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga tahun 2013, maka secara umum penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah dikelola dengan baik. Namun secara khusus masih ada beberapa koreksi dari penulis yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengenai pelaksanaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah berjalan dengan baik sebab hingga saat ini manfaatnya dapat dinikmati secara terus menerus oleh umat, terbukti dengan adanya pengelolaan tanah wakaf yang digunkan sebagai tempat pendidikan, tempat peribadatan dan panti asuhan yang selama ini telah dikelola oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga. 2. Proses pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, pada prinsipnya telah sesuai dengan fiqh dan UU No 41 Tahun 2004 jika ditinjau dari segi adanya rukun-rukun wakaf, akan tetapi jika ditinjau dari segi adanya persyaratan wakaf, dapat dinyatakan belum sesuai, dikarenakan masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi. 3. Kemudian tentang strategi pengelolaan wakaf yang
dilakukan oleh
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga sudah berjalan cukup
baik, namun sayangnya masih bersifat tradisional sebab hingga saat ini pengelolaan wakaf di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga masih dilakukan berupa tanah yang digunakan untuk bangunan sekolah, masjid, dan panti asuhan yang terfokus pada aspek pendidikan, ibadah dan sosial saja, sedangkan yang bersifat produktif dalam bidang ekonomi untuk menyentuh secara langsung kepada masyarakat belum dilakukan. Q. Saran-saran Adapun saran-saran penulis untuk kemajuan dalam mengelola harta wakaf yang ada agar berdaya guna dan efektif, adalah sebagai berikut: 1. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga, melihat belum adanya unit khusus yang menangani wakaf selayaknya LAZIM (Lembaga Amil Zakat Infak dan Sodaqoh Muhammadiyah), maka penulis sarankan untuk diberikan unit khusus yang menangani perwakafan secara khusus sehingga dapat lebih fokus dalam mengurus masalah wakaf baik wakaf bergerak maupun wakaf tidak bergerak. 2. Kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Salatiga melihat kenyataan yang semakin berkembang di era modern ini, perwakafan di Indonesia kurang dapat berkembang sebab kebanyakan wakaf berupa tanah yang digunakan untuk bangunan madrasah, pesantren, masjid, makam dan sangat
sedikit
yang
bersifat
produktif
secara
langsung
dapat
mensejahterakan ekonomi umat. Sedangkan proses perwakafan yang terjadi di Pimpinan Daerah Muhammadiya Salatiga seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa muatan nilainya pada aspek pendidikan, ibadah
dan sosial saja, sehingga dapat pula ditambah satu aspek lagi yang belum disentuh yaitu dalam bidang ekonomi. Menurut hemat penulis bahwa salah satu tanah wakaf yang dimiliki oleh Pimpinan Daerah Muhammadiya Kota Salatiga yang saat ini masih kosong sambil menunggu untuk dipergunakan sebagai tempat pendidikan nantinya, maka untuk saat ini dipergunakan sebagai tanah produktif sehingga dapat membantu mensejahterakan masyarakat dalam aspek ekonomi, seperti contoh untuk pengelolaan lahan pertanian maupun penyewaan lahan yang nanti hasilnya dapat digunakan untuk mensejahterakan umat, 3. Berdasarkan dilayangkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pada bagian keenam pasal 16 yang mengupas masalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, yang mana fokus dari undang-undang tersebut adalah pemanfaatan wakaf benda bergerak. Sedangkan selama ini, pengelolaan wakaf yang berada di Pimpinan Daerah Muhammadiya Kota Salatiga hanya mengelola benda yang tidak bergerak, sehingga untuk lebih dapat berperan secara maksimal dalam perwakafan, dapat pula dilakukan pengelolaan wakaf produktif yang berupa benda bergerak seperti uang, logam mulia maupun surat berharga. R. Penutup Kepada Tuhan, Allah yang merajai semesta alam dimana telah memberikan segala kenikmatan kepada kita semua, baik saat ingkar maupun diwaktu kita ingat kepada Dia, namun dengan keadilan-Nya tidak pernah
memilih-milih, seyugyanya kita patut sekiranya mesti merundukkan diri serendah-rendahnya hanya kepada-Nya. Kepada Nabi Muhammad SAW, ucapan terima kasih kepada beliau yang telah menyelamatan umat manusia dari masa kebodohan, sehingga sekarang kita dapat melihat titik cahaya kebenaran untuk menaungi luas samudera kehidupan. Trima kasih ya pemimpinku… Dengan selesainya bab V sebagai penutup, selesai sudah kiranya proses penulisan
skripsi
ini.
Penulis
menyadari
akan
kekurangan
dan
ketidaksempurnaan dari penyusunan skripsi ini, maka saya sebagai penulis kiranya dimaklumi. Oleh karena itu koreksi, saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca, penulis terima dengan hati terbuka demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga penulis dapat mengambil hikmah dari ini semua, sehingga harapan kedepannya dapat lebih ditingkatkan demi mencapai sebuah kebenaran dan mendapat ridho-Nya. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumber inspirasi dan bermanfaat khususnya pada diri penulis sendiri dan umumnya pada agama, nusa dan bangsa. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis dapat berserah diri dengan harapan mudah-mudahan mendapatkan taufiq, hidayah serta ridho-Nya.
DAFTAR PUSTAKA Abddullah, Abdul Ghani. 1994. Pengantar Kompilasi HUkum Islam dalam Tata Hukum Insonesia. Jakarta : Gema Insani Press. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr, tt). Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press. Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. 2004. Hukum Wakaf, kajian Kontemporer Pertama dan terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaiaan atas Sengketa Wakaf. Depok: IIMaN Press. Anshori, Abdhul Ghofur. 2005. Hukum dan Pratek Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta : Pilar Media. Aritonang R, Lerbin R. 2007. Riset Pemasaran, Teori dan Praktek. Bogor : Ghalia Indonesia. Azhar, Saifudin. 1998. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Buku saku PDM Salatiga periode 2005-2010. Sejarah Dan Perkembangan Muhammadiyah Kota Salatiga. Departemen Agama RI. 2004. Undang-undang Wakaf no 41 tahun 2004, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. ----------------------------. 2006. StrategiPengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf , Dirjen Bimas Islam. ----------------------------. 1986. Ilmu Fiqh 3. Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. ----------------------------. 2006 . Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, dalam Rahmad Djatnika. Tanah Wakaf 1977. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam,.
----------------------------. 2006. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam. ----------------------------. 2007. Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Direktorat Jenderal Bimas Islam. Depag Kantor Wilayah Provinsi Jawa Timur. 2007. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan PP. No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaannya. Dirjer Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag. 1986. Ilmu Fiqh Jilid 3. Jakarta. Fanani, Muhyar. 2001. “Kelanggengan Wujud Fisik versus Kelanggengan Manfaat: Kunci Sukses Manajemen Wakaf Produktif PMDG”, STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 1, Juni 2008 (1-24). Halim, Abdul. 2005. Hukum Perwakafan di Indonesia. Ciputat: Ciputat Press. Karim, Helmi. 1993. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Khummaini, Yusuf, dkk., Potensi Wakaf Produktif di Salatiga, Laporan Penelitian Kelompok STAIN Salatiga tahun 2009. Mubasirun. 2001. “Wakaf Indonesia: Pemberdayaan Wakaf dengan Paradigma Baru”. STAIN Salatiga : Jurnal Ijtihad vol. 8, no. 2, Desember 2008 (191-206). Nasution, Bahder Johan. 1997. Hukum Perdata IslamKompetensi Peradilan Agama Tentang Perkawinan. Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan Shodakoh. Bandung: Mandar Maju. Nawawi, Hamdani. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Praja, Juhaya S. 1997. Perwakafan di Indonesia, Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembanannya. Bandung: Yayasan Piara. Qohaf, Mudzir. 2000. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: Khalifah
Rofiq, Ahmad. 1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sabiq, As. Syadi. 1997. Fiqih Sunah Jilid III. Beirut: Darul Fikr. Suhadi, Imam. 2002. Wakaf untuk Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Suhendi, Hendi. 2010. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tunggal, Hadi Setia. 2005. Undang- Undang Wakaf. Jakarta: Harvarindo. Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: sinar grafika. Wadjdy, Farid dan Mursyid. 2007. Wakaf dan Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN-LAMPIRAN Foto-foto Lokasi Tanah Wakaf dan Penggunaannya A. Bidang Sosial
Panti Asuhan Putera Abu Hurairah dan kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Salatiga yang berada di Jl. Kauman No 32 Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Panti Asuhan Puteri ‘Aisyiyah beralamat di Jl. Imam Bonjol No 45 A kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
B. Bidang Pendidikan
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) Pembina yang berada dialamat Jl. Adi Sucipto No 13 Kalicacing Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 3 yang berada di Jl. Tanggulayu 03/03 Nanggulan Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
TK ‘aisyiyah Bustanul Atfal (ABA) 4 yang berada di Jl. Kentengraya 04/05 Tegalrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.
C. Bidang Ibadah
Masjid Ar Rohman yang berada di Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: Misranto
NIM
: 21107011
Jurusan
: Syari’ah
Program Studi
: Ahwal Al-Syahshiyyah
0 No
Nama Kegiatan
Pelaksanaan
Keterangan
nilai
1.
OPSPEK 2007 STAIN Salatiga
28-31 Agustus 2007
Peserta
3
2.
Diskusi Ramadhan yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha Periode 2006-2007 di Masjid Polres Salatiga.
21 September 2007
peserta
2
3.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2007-2008, di Tuntang.
28 Syawal 1428 H
Peserta
3
4.
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008 di Candirejo Salatiga
09-12 November 2007
Peserta
3
5.
Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2007-2008, di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga.
15 Maret 2008
Peserta
4
6.
Pelatihan Advokasi yang diselenggarakan oleh BEM STAIN Salatiga
7-8 April 2008
Peserta
3
7.
Pelatihan Legal drafting yang diselenggarakan oleh DPM STAIN Salatiga
9-10 April 2008
Peserta
3
8.
Pelatihan Jurnalistik dan Temu Insan Pers Se-Nusantara yang diselenggarakan oleh BAKORNAS LAPMI PB HMI di Depok.
25-30 Mei 2008
Peserta
6
9.
Bedah buku pendidikan multikultural yang diadakan HMJ Tarbiah STAIN Salatiga
Senin, 30 Juni 2008
Peserta
2
Acara Bimbingan Masuk STAIN yang diselenggarakan oleh HMI 10. Cabang Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2082009 di Gedung YDIC Blotongan.
14-15 Juli 2008
Panitia
2
Seresehan Jurnalistik Ramadhan 11. 2008 oleh Suara Merdeka di Ponpes Suara Hati.
12 September 2008
Panitia
2
Kegiatan Ramadhan 1429 acara Buka yang diselenggarakan oleh HMI 12. Cabang Salatiga Komisariat Walishongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Masjid Polres Salatiga
13 September 2008
Panitia
2
Tutor pesantren ramadhan 1429/2008 13. di SMP Islam Sudirman Sumowono
18-20 September 2008
Tutor
3
6-9 November 2008
Panitia
3
10-12 November 2008
Panitia
3
Periode 2009-2010
Sekretaris Umum
5
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 14. Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di Tingkir Salatiga
Workshop Leadership yang 15. diselenggarakan oleh SEMA, DEMA, HMJ Syari’ah STAIN Salatiga
Surat Keputusan Pengurus 16. Komisariat HMI Cabang Salatiga
Intermediate Training II (LK 2) tingkat Nasional yang 17. diselenggarakan oleh HMI Cabang Semarang di Gelanggang Manunggalsati Semarang,
01-07 Maret 2009
Peserta
6
Seminar kemahasiswaan Basic yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 18. Salatiga Komisariat Walisongo periode 2008-2009,
Rabu, 15 April 2009
Panitia
3
Nonton Film pendidikan “Taare Zameen Par (Every Child Is Special)” 19. yang diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)
Sabtu, 9 Mei 2009
Peserta
2
Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI 20. Cabang Salatiga periode 2010-2011, di Dinas Perkebunan Salatiga.
Senin, 25 Mei 2009
panitia
3
Diskusi dan kajian kepemudaan yang 21. diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga.
Rabu, 28 Oktober 2009
Panitia
3
Surat Keputusan Pengurus LAPMI 22. (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) HMI Cabang Salatiga
Periode 2010-2011
Direktur Utama
5
22 Maret 2010
Peserta
6
Kamis, 25 Maret 2010
Panitia
6
Jum’at, 16 April 2010
Ketua
3
Seminar Nasional Bakornas LAPMI PB HMI di Pontianak Kalimantan 23. Barat.
Seminar Nasional dengan tema “Reformasi Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Bangsa” yang 24. diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga
Pelatihan Partisipasi Opini Surat 25. Kabar yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga
periode 2010-2011. Bedah film “Freedom Writers” yang 26. diselenggarakan oleh Forum Cendikia Muda (FCM)
Senin, 3 Mei 2010
Peserta
2
Seminar Regional kemahasiswaan 27. yang diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2009-2010.
Selasa, 18 Mei 2010
Panitia
4
Seminar Imam Khomaini dan Palestina yang diselenggarakan oleh 28. VOP Semarang di IAIN Walisongo Semarang
Jum’at, 4 Juni 2010
Peserta
3
Seminar Nasional yang 29. diselenggarakan oleh HMI Cabang Salatiga periode 2010-2011.
Senin, 14 Juni 2010
Panitia
6
Basic Training 1 (LK1) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 30. Salatiga Komisariat Walisongo dan Ganesha periode 2008-2009, di desa Manggis Bawen.
Jum’at-minggu, 22-24 Oktober 2010
Panitia
3
Seminar Jurnalistik pena walisongo 31. center yang diselenggarakan oleh IAIN Walisongo Semarang
28 Desember 2010
Peserta
3
Surat Keputusan Pengurus Cabang 32. HMI Cabang Salatiga
Periode 2011-2012
Sekretaris Umum
5
26 Februari 2011
Panitia
3
Seminar Regional yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 34. Salatiga periode 2010-2011 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga.
Kamis, 26 Mei 2011
Panitia
4
Worksop Karikatur Tingkat Nasional 35. yang diselenggarakan oleh LAPMI HMI Cabang Salatiga periode 2010-
Rabu, 21 September 2011
Panitia
6
Debat Kandidat Calon Walikota Dan Wakil Walikota Salatiga yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 33. Salatiga Periode 2011-2012 di Auditorium Korpri Salatiga
2011. Training Senior Course (SC) yang diselenggarakan oleh HMI Cabang 36. Salatiga periode 2011-2012 di gedung Diklat Salatiga.
37.
Acara Seminar Nasional dalam rangka Pelantikan Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam
Rabu-senin, 15-20 Februari 2012
peserta
3
23 Februari 2013
Peserta
6
Cabang Salatiga Periode 2013 – 2014 di Ruang Sidang 2 Pemkot Salatiga. 38. JUMLAH
134
Salatiga, 3 April 2013 Mengetahui Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan
H. Agus Waluyo, M.Ag NIP. 1975211 200003 1 001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Misranto
Tempat Tanggal Lahir: Kab. Semarang, 18 Desember 1986 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Desa Pringsari kec. Pringapus kab.Semarang
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Riwayat Pendidikan : a. Pendidikan Formal: 1) S1
: STAIN Salatiga
2) SMA : MA Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang 3) SMP : SLTP Pondok Pesantren Kalibeber Wonosobo. 4) SD
: SDN Pringsari 02
5) TK
: Bakti Putra Pringsari
b. Pendidikan Informal: 1) Pondok Pesantren Pabelan Muntilan-Magelang th 2003-2007