STRATEGI KEBIJAKAN NICOLAS MADURO DALAM MEMPERTAHANKAN STABILITAS POLITIK DI VENEZUELA PASCA CHAVEZ PERIODE 2013-2016 Wahyu Candra Dewi[1] Randhi Satria S.I.P, MA [2] Abstract After the death of Chavez, Venezuela is facing the worst economic crises and political turbulence which ever occurred in this country. This research is aimed to examine how the implementation of policy which were taken by Nicolas Maduro as the successor of Hugo Chavez in order to maintain the political stability in Venezuela.. This study used qualitative approach by using library research as the data collecting technique. Data analysis draws on qualitative analysis consisted of multiple steps such as data collection, data reduction, data displays, and conclusion drawing. Data validation uses the triangulation and peer-debriefing. The conceptual framework of this research departs from politic legitimacy concept, civil-state relations, public policy making model, implementation of public policy by Grindle, and foreign policy making model II by Graham T. Allison. The result of the research shows that public policies which were taken by the government of Nicolas Maduro was not effective in maintaining political stability in Venezuela. This condition was proved by the level of inflation which is still high, the fast development of balck market, and hunger and scarcity of basing good which still cannot be undone. These entire situations made the politic legitimacy of Nicolas Maduro Government started to be questioned and the civilstate relations worsened. Eventually, until 2017, the movement in order to demand referendum was soaring. Besides, the research showed that in the foreign policy making, Maduro’s Government tend to using policy which is typical with what had been made in the Chavez era.. Key Words: Political Stability, Public Policy, Foreign Policy.
1 2
Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS Sebagai penulis pertama Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP UNS Sebagai penulis kedua
PENDAHULUAN Sejarah Venezuela diwarnai dengan banyak pemimpin yang ditaktor, gerakan massa, upaya kudeta, hingga kekacauan ekonomi dan sosial. Setelah memperoleh kemerdekaannya pada awal abad ke 19 dari pendudukan Spanyol, Venezuela sama sekali tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik. Bahkan negara ini memerlukan waktu lebih dari satu abad untuk menerapkan pemerintahan modern yang demokratis dengan runtuhnya rezim Marcos Perez Jimenez pada tahun 1958. 1 Melalui penandatanganan Punto Fiji Pact oleh dua partai besar – Accion Democratica (AD) dan Christian-democratic Comite de Organisacion Politica Electoral Independientie (COPEI) – demokrasi ditumbuhkan dengan pembagian kekuasaan yang dapat menjamin adanya kestabilan politik. 2 Meskipun demikian, Venezuela mengalami masa-masa sulit dalam upayanya bertransisi menjadi negara republik yang berfungsi baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya 18 konstitusi yang belum memiliki kejelasan implementasi hingga tahun 1968. 3 Usaha Venezuela untuk menjadi sebuah negara demokratis sekaligus menjadi upaya untuk memanajemen sektor minyak agar mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Penemuan minyak pada awal abad ke 20 menjadi titik balik sistem ekonomi yang berlangsung di Venezuela. Pergeseran fokus agraris menjadi fokus industri minyak telah menyebabkan hilangnya elit-elit tradisional yang mulanya memegang kendali ekonomi. Pemerintah pun muncul sebagai satu-satunya elit yang mengontrol perekonomian. Ketidakmampuan pemerintahan Marcos Perez Jimenez untuk melakukan perbaikan sektor ekonomi dan menciptakan distribusi pendapatan yang merata, menjadi faktor pendorong adanya perubahan sistem politik negara pada masa itu. Demokrasi menjadi pintu gerbang bagi terhapusnya kemiskinan secara masif. Penandatanganan Punto Fiji Pact menandai penerapan korporatisme dan klientalis yang menyebabkan income dari sektor minyak dapat dikelola sedemikian rupa sehingga distribusi pendapatan mengalami peningkatan, kemiskinan mengalami penurunan, dan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan angka harapan hidup mengalami kemajuan secara terus menerus. 4 Akan tetapi, penerapan sistem korporatisme dan klientalis yang telah berdampak positif bagi Venezuela ini tidak berlangsung lama. Perekonomian mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran pada tahun 1979 dan berakhir dengan adanya krisis yang berkepanjangan. Ketika pada tahun 1989 Carlos 1
Rafael Duarte Villa, “Venezuela: Political Changes in the Chavez Era,” Estudos Avancados (2005): 153-173. 2 M.G.E. van der Velden, “Chavez’ North is the South: An Analysis of the Internal and External Policy of Bolivarian Venezuela in the Hugo Chavez Era,” (Tesis, 2009, Radbound University Nijmegen, Maastricht, Belanda). 3 Ibid. 4 Ibid.
Andres Perez kembali terpilih sebagai presiden, Venezuela mulai menempuh paket kebijakan neoliberal yang dicanangkan oleh International Monetary Fund (IMF).5 Kebijakan ini menuntut adanya privatisasi industri milik negara, penghapusan subsidi, dan devaluasi mata uang. Reformasi ekonomi yang diharapkan dapat mengatasi krisis berkepanjangan tersebut, terbukti malah memperburuk situasi di Venezuela. Tingkat kemiskinan yang telah mencapai angka 33 persen di tahun 1975, meningkat menjadi 70 persen di akhir 1995. 6 Kemakmuran hanya dirasakan oleh kaum borjuis dan Venezuela menempati peringkat pertama dalam kesenjangan distribusi kekayaan, dengan tingkat kesenjangan yang mencapai 19 kali lipat dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.7 Penurunan sektor ekonomi menyebabkan tumbuhnya aksi protes secara meluas, dari kalangan pekerja hingga mahasiswa. Berbagai aksi pemogokan dan demo yang disertai dengan tindakan anarki mewarnai tuntutan terhadap kesejahteraan. Puncak aksi protes terjadi pada tanggal 27 Februari setelah adanya kenaikan harga gas dan menyebabkan timbulnya korban hingga 2000 jiwa. 8 Pada Februari 1992 inilah, nama Hugo Rafael Chavez Frias pun muncul ke permukaan dan mulai dikenal oleh masyarakat Venezuela setelah kegagalannya melakukan kudeta terhadap pemerintah. Pasca peristiwa tersebut Hugo Chavez dipenjarakan dan baru dibebaskan ketika Rafael Caldera menempati kursi kepresidenan menggantikan Carlos Andres Perez. Setelah mendapatkan amnesti dari Caldera, Chavez memutuskan untuk berusaha memperoleh kekuasaan melalui proses pemilihan. 9 Bersama dengan rekan-rekan seperjuangannya, Hugo Chavez mendirikan sebuah organisasi politik resmi yang dinamakan Movimiento de la Quinta Republica (MVR). Beberapa bulan sebelum pemilihan umum tahun 1998, popularitas Chaves meningkat secara tajam melalui kampanye yang mengusung tiga poin penting, yaitu; (a) Mengakhiri puntofifisme, yang merupakan kesepakatan antara partai AD dan COPEI yang menjamin bahwa hanya kandidat dari mereka yang dapat mengontrol arah kebijakan pemerintah; (b) Mengakhiri korupsi dalam tubuh pemerintahan; dan (c) Mengakhiri kemiskinan di Venezuela. 10 Akhirnya Chavez berhasil memenangkan 56,2 persen suara publik, mengalahkan kandidat-kandidat dari partai oposisi, yaitu AD dan COPEI. 5
Afeb Andrianto, “Kebijakan-Kebijakan Pemerintahan Hugo Chavez di Venezuela (19992011), (Skripsi, 2012, Universitas Negeri Yogyakarta). 6 Rino Razali, “Analisis Penerapan Kebijakan Ekonomi Sosialis di Venezuela pada Masa Pemerintahan Hugo Chavez Menghadapi Imperialisme Ekonomi Amerika Serikat Tahun 19932013,” JOM FISIP (2014):1-9. 7 Hidayat Mukmin, Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa ini, 1981, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 62. 8 Nurani Soyomukti, Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal, 2007, Yogyakarta: Resist Book, hal. 80. 9 M.G.E. van der Velden, loc. cit. 10 Afeb Andrianto, loc. cit.
Sejak resmi dilantik pada 4 Februari 1999, Hugo Chavez mulai melakukan perubahan terhadap struktur ekonomi dan politik secara menyeluruh. Kebijakan antara tahun 1999 hingga 2002, diarahkan pada pencarian sistem yang dapat berdiri diantara liberalisme dan sosialisme. 11 Sebelum proses pemilihan umum, tepatnya pada April 1998 Hugo Chavez mendeklarasikan sebuah agenda umum yang akan diimplementasikan di Venezuela yaitu “Una Revolucion Democratica” yang menggarisbawahi beberapa poin penting terkait kebutuhan untuk menciptakan partisipasi publik dan perubahan struktural, termasuk agenda penggeseran konstitusi. Akhirnya pada pidato pengukuhannya sebagai presiden, Chavez mengeluarkan beberapa agenda spesifik, termasuk upaya penghapusan kesenjangan sosial, penyelesaian utang luar negeri, dan penciptaan berbagai layanan publik yang lebih memadai. 12 Chavez juga mengungkapkan adanya Reformasi Agraria untuk meningkatkan sektor pertanian. Berbagai kebijakan yang diterapkan semenjak Chavez menjabat terbukti mampu membawa perubahan yang signifikan di berbagai bidang. Pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Venezuela mencapai angka lebih dari 9 persen. 13 Revolusi Chavez juga telah sukses mengurangi tingkat kemiskinan di negara tersebut, yang awalnya telah mencapai angka 70 persen. 14 Perbaikan di bidang ekonomi disertai pula dengan peningkatan layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan. Keberhasilan Hugo Chavez telah mengantarkan sosoknya sebagai pemimpin yang paling disegani dengan tingkat popularitas yang tinggi, sehingga pada pemilihan umum tahun 2012, Chavez kembali mampu memenangkan suara rakyat untuk memimpin Venezuela. Kemenangan Chavez ini merupakan kemenangannya yang keempat, sejak tahun 1999. Akan tetapi, setahun pasca pemilihan tersebut, Hugo Chaves meninggal akibat penyakit kanker yang dideritanya. Kematian Hugo Chavez memaksa Venezuela untuk masuk dalam fase transisi pemerintahan. Sebagai gantinya, Nicolas Maduro memiliki tanggung jawab besar untuk menggantikan posisi Chavez yang telah menjadi wajah politik Venezuela sejak tahun 1999. Transisi pemerintahan sedikit banyak memberikan dampak yang cukup signifikan dalam sektor ekonomi dengan adanya pertumbuhan yang hanya mencapai 1,4 persen dari proyeksi pemerintah 6,6 persen. 15 Tingkat inflasi yang mengalami kenaikan secara drastis juga menjadi problematika yang membutuhkan penyelesaian secara cepat. Kemunduran dalam sektor ekonomi ini akhirnya memicu maraknya aksi kekerasan di Venezuela. 11
Ibid. Anil Hira dan Adam Morden, “Hugo Chavez in Venezuela: What Revolution,” Center for Global Political Economy Working Paper, 2004, Burnaby, Canada: Simon Fraser University. 13 Ibid. 14 Ibid. 15 Brian Ellsworth, “Venezuela Central Bank Denies Transaction with Wall Street,” Reuters, dilihat pada 21 Mei 2016, http://www.reuters.com/article/2013/11/ 28/us-venezuela-economyidUSBRE9AR0JG20131128. 12
Sejak awal menjabat, Maduro telah mendapatkan berbagai tekanan politik. Walaupun berhasil memenangkan pemilihan darurat yang diadakan setelah Hugo Chavez meninggal, peristiwa tersebut nyatanya menimbulkan berbagai pertanyaan dari lawan politiknya karena selisih kemenangan hanyalah 1,49 persen. 16 Pada tanggal 14 April, kandidat presiden dari partai Democratic Unity Roundtable (MUD) meragukan validitas pemilihan tersebut. Tekanan juga tidak hanya berasal dari pihak oposisi pemerintahan, berbagai aksi protes dan demo yang dilakukan oleh masyarakat pun semakin memburuk dari hari ke hari. Bahkan setelah setahun Hugo Chavez meninggal, situasi yang demikian ini belum menunjukkan perubahan yang berarti hingga sekarang. Hal ini sedikit banyak menunjukkan ketidakmampuan Maduro sebagai suksesor Hugo Chavez untuk mempertahankan dukungan politik yang telah dibangun Chavez sejak akhir tahun 1990-an. Strategi kebijakan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan stabilitas politik yang menurun setelah wafatnya Chavez mulai diterapkan. TRANSISI PEMERINTAHAN: CHAVEZ KE MASA NICOLAS MADURO Chavez memperoleh banyak dukungan dari publik karena keberhasilannya membangun sektor-sektor penting di Venezuela dari produksi minyak, sehingga kesejahteraan dapat terdistribusi dengan lebih merata. Meskipun demikian, Chavez masih seringkali mendapatkan kritik akibat ketidakmampuannya mengontrol tingkat kejahatan di Venezuela dan inflasi. 17 Hal ini menyebabkan penurunan harga minyak dunia menjadi fokus perhatian pemerintah pada akhir tahun 2008 karena dianggap dapat mengganggu stabilitas yang telah dibangun dan menurunkan popularitas pemerintahan Chavez. Jadi, walaupun dalam beberapa survei yang dilakukan menunjukkan bahwa, partai Chavez, yang telah berubah nama menjadi United Socialist Party of Venezuela (PSUV), menempati berbagai posisi penting di pemerintahan, akan tetapi banyak ahli dan politikus yang memprediksi bahwa PSUV dan aliansinya akan lebih sulit mempertahankan dominasi sebagai akibat dari semakin tumbuhnya kecemasan masyarakat terkait dengan kondisi ekonomi dan sosial. 18 Pada tahun yang sama pula, Chavez mengajukan referendum untuk mengganti kembali konstitusi Venezuela sehingga dapat memberi ruang lebih luas bagi Chavez untuk memegang kursi eksekutif. Meskipun mendapat penolakan dari pihak oposisi, referendum yang akhirnya dilaksanakan pada bulan Februari 2009 tersebut kembali menunjukkan besarnya dukungan masyarakat terhadap Chavez. Sebesar 54 persen dari total pemilih,
16
Margarita Lopez Maya, “Venezuela: The Political Crisis of Post Chavismo,” Social Justice (2014): 68-88. 17 Country Watch. “Venezuela: 2016 Country Review,” dilihat pada 15 November 2016, http://www.countrywatch.com/Content/pdfs/reviews/B48353L5.01c.pdf 18 Ibid.
menyetujui adanya perubahan konstitusi, sehingga di tahun 2012, Chavez dimungkinkan dapat mencalonkan diri sebagai presiden. 19 Akhir bulan Juni 2011 menjadi awal tumbuhnya kecemasan secara meluas di Venezuela atas kesehatan presiden Hugo Chavez yang mulai menurun. Pada bulan tersebut, Chavez sudah tidak terlihat di publik selama dua minggu dan diisukan sedang berada di Kuba menjalani operasi pelvic abscess.20 Terdapat banyak spekulasi bahwa Presiden Chavez tengah mengalami sakit yang serius setelah dua petinggi dari pemerintah memberikan dua pernyataan yang sangat berbeda. Di satu sisi, Menteri Luar Negeri Venezuela, Nicolas Maduro, memberikan pernyataan bahwa Chavez tengah “berjuang” melawan penyakitnya, sementara di sisi lain, Wakil Presiden Venezuela, Elias Jaua, menegaskan, “We will have Chavez for a long time!” dan menyalahkan media atas tersebarnya rumor terkait absennya Chavez dari aktivitas suprapolitik. 21 Tersebarnya beberapa foto yang menggambarkan kunjungan mantan presiden Kuba, Fidel Castro, beserta presiden yang menjabat, Raul Castro, ke rumah sakit yang tengah merawat Hugo Chavez, menguatkan spekulasi publik tentang kondisi kesehatan Chavez, hingga pada akhirnya Chavez memberikan pernyataan langsung lewat televisi nasional Venezuela. Melalui pidatonya pada tanggal 30 Juni 2011, Chavez mengatakan dirinya tengah melawan penyakit kanker, sudah dua kali menjalani operasi, dan sedang menuju tahap penyembuhan. 22 Awal bulan Juli 2011, Chavez kembali dari Kuba untuk merayakan hari kemerdekaan Venezuela yang ke-200. Kembalinya Hugo Chavez ke tengahtengah publik mendapatkan antusiasme dan sambutan yang hangat dari para pendukungnya. Chavez berpidato di Istana Kepresidenan dengan memberikan pernyataan sebagai berikut: “Here I am – in recovery but still recovering.” Namun demikian, kembalinya Chavez ke Venezuela tepat pada saat perayaan kemerdekaan Venezuela tersebut, terlihat seakan-akan ditujukan untuk memadamkan adanya kemungkinan munculnya ketidakstabilan dalam tubuh pemerintahan akibat rumor tentang kesehatannya. Chavez dihadapkan pada perawatan kanker jangka panjang menjelang pemilihan umum tahun 2012. Setelah menyatakan dirinya dalam masa penyembuhan pasca operasi, kanker Chavez dikabarkan kembali berkembang pada bulan Maret 2012. Namun, dokter yang menangani Chavez di Havana menyatakan optimismenya terkait dengan kesehatan Chavez dan kemampuannya untuk ikut serta dalam pemilihan presiden pada bulan Oktober. Perlu diketahui, pada Februari 2012, pihak oposisi telah menetapkan Henrique Capriles Radonski sebagai kandidat presiden yang akan melawan Chavez dalam Pemilu 2012. 23 Ditengah kondisi kesehatannya yang 19
Ibid. Ibid. 21 Country Watch, loc.cit. 22 Country Watch, op. cit 23 Ibid. 20
tengah menurun, Chavez berhasil memenangkan kembali pemilihan presiden untuk yang keempat kalinya dengan memperoleh suara sebesar 54,5 persen berbading Capriles yang hanya memperoleh 45 persen dari total keseluruhan suara.24 Isu kesehatan presiden Hugo Chavez menimbulkan beberapa permasalahan politik di tubuh pemerintahan Venezuela. Pada akhir tahun 2012, Chavez dikabarkan telah kembali ke Kuba untuk menjalani perawatan, padahal Chavez diharuskan untuk menghadiri inagurasi dan sumpah jabatan yang dijadwalkan pada tanggal 10 Januari 2013. Dua hari sebelum inagurasi, pemerintah mengumumkan bahwa upacara sumpah jabatan akan ditunda. Hal ini tentu saja memicu respon negatif dari pihak oposisi yang tetap meminta Chavez menjalani sumpah jabatan pada tanggal 10 Januari atau mundur dari kursi kepemimpinannya. 25 Pihak oposisi meminta informasi yang menyeluruh terkait dengan kondisi kesehatan Hugo Chavez, hingga akhirnya pada awal Februari 2013, Menteri Komunikasi dan Informasi Venezuela, Ernesto Villegas, memberikan pernyataan melalui saluran radio dan televisi nasional. Presiden Hugo Chavez akhirnya kembali ke Venezuela pada tanggal 18 Februari 2013. Meskipun tidak diberitakan melalui media, kabar kepulangannya tersebut diumumkan melalui akun twitter-nya. Namun demikian, Chavez masih harus tetap menjalani perawatan pasca operasi. Pada awal Maret, Wakil Presiden Venezuela, Nicolas Maduro memberikan pernyataan bahwa Chavez masih terus berjuang melawan kanker yang dideritanya, yang kemudian diikuti oleh pemberitaan media yang menyatakan bahwa kondisi pernapasan presiden Hugo Chavez semakin memburuk. Akhirnya, pada tanggal 5 Maret 2013, Chavez dikabarkan meninggal di kediamannya. 26 Pasca kematian Hugo Chavez, Nicolas Maduro yang ditunjuk sebagai pendamping Chavez saat pemilihan umum tahun 2012, bertindak sebagai presiden sementara hingga pemilihan selanjutnya digelar, dengan melaksanakan sumpah jabatan pada 8 Maret 2013. Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 233 Konstitusi Bolivarian, pemilihan umum pun kemudian dilaksanakan pada tanggal 14 April 2013, yang mana dalam pemilihan ini, Nicolas Maduro sebagai kandidat dari partai PSUV berhasil mempertahankan jabatannya namun dengan margin kemenangan yang sangat kecil yaitu 1,49 persen. 27 Pada masa kampanye, polling suara menunjukkan adanya peningkatan dukungan yang signifikan terhadap Maduro, sehingga hasil pemilihan umum dengan margin yang sangat dekat, cukup mengejutkan bagi para pengamat politik. Sebelum kampanye dimulai, banyak 24
Ibid. Ibid. 26 Vaughne Miller dan Gavin Thompson, “Venezuela: The Chavez Legacy,” (2013, International Affairs and Defence Section, House of Common Library), hal 1. 27 Mark P. Sullivan, “Venezuela: Issues of the Congress, 2013-2016,” Congressional Research Service, 2017, hal. 10. 25
politikus menekankan keharusan adanya permainan politik yang adil, akan tetapi pada persaingan pemilihan presiden antara Maduro dan Capriles di tahun 2013, lebih banyak dicirikan dengan penggunaan kekuatan negara dan kontrol yang kuat terhadap media oleh partai PSUV.28 Hasil pemilihan umum tersebut nyatanya tidak memuaskan banyak pihak, utamanya dari pihak oposisi yang didominasi oleh partai Mesa de la Unidad Democratica (MUD) atau Democratic Unity Roundtable. Polarisasi dan tindak kekerasan mengalami peningkatan setelah pemilihan, yang disertai dengan tuntutan untuk melakukan audit terhadap hasil pemilu. The National Electoral Council (CNE) kemudian mengumumkan bahwa electoral branch akan melakukah audit terhadap 46 persen surat suara yang belum sempat diperiksa pada hari pemilihan, meskipun pihak oposisi telah meminta pengadaan penghitungan ulang dan peninjauan terhadap registrasi pemilihan presiden. 29 Pada bulan Juni, CNE memberikan laporan terhadap hasil audit, bahwa tidak ditemukan bukti adanya kecurangan terhadap proses pemilihan umum. Meskipun banyak kritik bermunculan, utamanya dari pengamat politik dalam negeri seperti Venezuelan Electoral Observatory (OVE), pemilu yang menempatkan kembali Nicolas Maduro sebagai presiden masih tetap dinyatakan valid. KONDISI EKONOMI DAN POLITIK VENEZUELA PASCA CHAVEZ Hilangnya Hugo Chavez dari pusat struktur pemerintahan Venezuela menumbuhkan berbagai spekulasi akan keberlangsungan politik “chavismo” yang selama ini mendominasi negara tersebut. Chavez tumbuh sebagai seorang tokoh populis yang berhasil memperoleh jabatannya selama 14 tahun dengan kemampuannya menciptakan kesejahteraan melalui pintu “sosialisme modern.” Pemerintahan Chavez memiliki pesimisme terhadap liberal kapitalisme, akibat kegagalan pemerintah sebelumnya untuk memperbaiki situasi ekonomi dengan menerapkan prinsip-prinsip liberalisasi. Ketika Chavez mulai memegang kendali suprapolitik setelah memenangkan Pemilu tahun 1999, kepopulerannya mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan usahanya untuk melakukan pemerataan terhadap distribusi pendapatan melalui industri pertambangan minyak. Dengan sistem pengelolaan yang baru, sektor ini terbukti mampu meningkatkan standar hidup rakyat Venezuela yang telah sekian lama terjerat kemiskinan. Namun, ketika harga minyak dunia mulai menunjukkan kecenderungan untuk turun di tahun 2008, pemerintahan Chavez mulai dihadapkan pada problematika atas stabilitas yang telah diupayakan selama kurang lebih satu dekade tersebut. Pada tahun itu pula, diketahui defisit anggaran pemerintah telah meningkat hingga tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, dan sampai tahun 2012, menjelang pemilihan umum, kondisi yang demikian itu tidak 28 29
Ibid. Ibid.
kunjung membaik. 30 Defisit anggaran telah mencapai angka tujuh persen dari Gross Domestic Product (GDP), pinjaman luar negeri naik dari 14 persen menjadi 49 persen, dan rata-rata kenaikan inflasi mencapai 27 persen. 31 Tumbuhnya kecemasan akan turunnya perekonomian menjadi sorotan utama ketika Nicolas Maduro menempati kursi presiden pasca meninggalnya Hugo Chavez di tahun 2013. Dalam hal ini, pada dasarnya, Maduro menjabat dengan diwarisi permasalahan politik dan sosioekonomi dari pemerintahan sebelumnya, yang terus memburuk sejak tahun 2013. Meskipun dominasi partai PSUV masih terlihat dengan jelas, akan tetapi tanda-tanda goyahnya situasi politik mulai muncul ke permukaan. Penghitungan suara dalam pemilu yang hanya bermargin 1,49 persen antara kandidat yang diusung oleh pihak koalisi dan pihak opisisi menimbulkan berbagai pertanyaan atas validitas pemilihan. Namun, hasil audit yang dilaksanakan oleh CNE menunjukkan tidak adanya kecurangan atas pemilu yang digelar pada tanggal 14 April 2013 tersebut, sehingga Maduro dan partai koalisi masih mampu bertahan di area elit politik. Memasuki tahun 2014, harga minyak kembali jatuh yang menyebabkan perekonomian Venezuela mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Kebijakan nilai tukar yang kaku dan kegagalan pemerintah untuk menaikkan cadangan devisa, berhasil memperburuk situasi ekonomi. Peningkatan konsumsi minyak dalam negeri yang disertai dengan banyaknya tindakan penyelundupan atas hasil industri minyak, membuat surplus produksi minyak Venezuela mengalami penurunan yang cukup signifikan sehingga menurunkan tingkat ekspor dan mengurangi pendapatan nasional. Situasi yang demikian tersebut diperparah dengan tindakan Chavez yang menaikkan konsumsi pemerintah dan menambah pinjaman luar negeri pada masanya menjabat, sehingga ketika Nicolas Maduro menduduki kursi presiden, Venezuela menanggung hutang yang diestimasikan mencapai 142 milyar dolar AS.32 Untuk melunasi hutangnya tersebut, pemerintahan Maduro terpaksa memotong pengeluaran impor sebesar 30 persen yang berakibat pada munculnya kelangkaan makanan dan persediaan obatobatan.33 Memburuknya sektor makroekonomi, berdampak pula pada perekonomian dalam tingkatan mikro. Hasil survei menunjukkan, bahwa semenjak Venezuela memasuki masa krisis, 59,6 persen penduduk Venezuela menyatakan finansial keluarga mereka berada dalam posisi negatif. 34 Pemilu legislatif yang dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2015 menjadi ajang yang menentukan keberlangsungan dominasi partai PSUV sebagai pemerintahan yang telah menjabat selama lebih dari satu dekade. Pemilihan legislatif tersebut sangat berhubungan erat dengan komposisi anggota dalam 30
Samuel George, “Post-Chavez Venezuela: A Country on the Edge,” (2012, Bertelsmann Foundation), hal. 2. 31 Ibid. 32 Ibid. 33 Ibid. 34 Ibid.
National Assembly atau yang lebih dikenal di Venezuela dengan nama Asemblea Nacional. Ketidakmampuan Nicolas Maduro untuk kembali menstabilkan situasi ekonomi di Venezuela, memberikan prospek yang lebih besar bagi pihak oposisi. MUD dan aliansinya juga terbantu oleh adanya fakta bahwa, pada pertengahan tahun 2015 popularitas Maduro telah turun sebesar 25 persen. Dari survei yang dilakukan oleh salah satu lembaga analisis bernama “Datanalisis”, mengindikasikan bahwa 20 persen dari responden yang disurvei menyatakan akan memilih kandidat dari PSUV, sementara 40 persen dari jumlah tersebut cenderung memiliki ketertarikan untuk memilih kandidat dari pihak oposisi. 35
MUD sebagai pihak oposisi Venezuela akhirnya berhasil memenangkan pemilihan legislatif yang dilaksanakan pada awal bulan Desember tersebut. Kekalahannya dalam pemilihan legislatif, telah menyebabkan munculnya perubahan status quo, yang mana PSUV kehilangan keseimbangan dalam pemerintahan tanpa adanya kontrol di semua lembaga. Situasi yang demikian tersebut, berakibat pada jatuhnya Venezuela dalam kondisi turbulensi politik, setelah sekian lama berupaya untuk menciptakan stabilitas. Kematian Hugo Chavez yang diikuti dengan memburuknya situasi ekonomi serta turunnya popularitas pendukung chavista dapat dikatakan berhasil menekan pemerintahan “sosialis modern” yang telah bertahan selama 14 tahun tersebut dan memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada pihak oposisi untuk mengambil alih kursi kepemimpinan. Menjatuhkan Nicolas Maduro melalui referendum pun mulai diupayakan oleh National Assembly. Setelah amandemen undang-undang terhalagi oleh Pengadilan Tinggi, pihak oposisi kemudian berusaha melakukan referendum yang direncanakan akan dilangsungkan sebelum bulan Januari 2017 untuk mengubah masa jabatan presiden. Apabila referendum berhasil dilaksanakan, maka pemilihan umum untuk memilih presiden baru akan digelar satu bulan setelah konsesi yang bersifat nasional tersebut, sehingga MUD tidak perlu menunggu hingga akhir tahun 2018 untuk bersaing memenangkan kursi presiden. Tingkat popularitas pemerintah yang terus menurun akibat ketidakmampuannya untuk memperbaiki situasi politik dan ekonomi di Venezuela pasca kematian Hugo Chavez, menjadi momentum yang tepat bagi oposisi untuk memperoleh dukungan rakyat. Penundaan sebagai bukti lambannya kinerja CNE, menyebabkan tumbuhnya protes dari pihak oposisi dan pendukungnya. Pada bulan Mei 2016, Presiden Maduro mengeluarkan dekrit yang berisi tentang penetapan status keadaan darurat nasional selama 60 hari. 36 Namun, pengeluaran dekrit tersebut 35 36
Country Watch, op. cit. Ibid, hal. 19.
sama sekali tidak mengurangi jumlah massa yang melakukan protes. Hingga bulan Oktober 2016, aksi yang terus menuntut pemerintah untuk segera melakukan referendum masih berlangsung dengan komposisi yang lebih masif dan bersifat lebih nasional. Kondisi yang demikian tersebut, harus diakui, menunjukkan tanda-tanda mulai runtuhnya politik chavismo di Venezuela. Kematian Hugo Chavez, mau tak mau membawa Venezuela ke dalam bencana politik yang sudah lama ingin dihindari sejak restorasi demokrasi di tahun 1958.
KEBIJAKAN DOMESTIK NICOLAS MADURO DALAM MEMPERTAHANKAN STABILITAS POLITIK DI VENEZUELA Kekacauan yang terjadi di Venezuela berawal dari ketidakmampuan pemerintah untuk mengembalikan status ekonomi dari kemungkinan resesi. Dengan turunnya pendapatan negara yang dikarenakan oleh jatuhnya harga minyak, pemerintah diharuskan untuk mengurangi belanja sosial yang selama ini menyangga hampir semua sektor kesejahteraan bagi masyarakat Venezuela. Tanpa adanya diferensiasi terhadap produksi domestik, sejak pemerintahan Chavez, Venezuela banyak menggantungkan pemenuhan berbagai kebutuhan dalam negeri melalui impor. Akan tetapi, pendapatan pemerintah yang menurun membuat kegiatan impor mengalami hambatan yang cukup signifikan. Alhasil, kelangkaan komoditas kebutuhan primer maupun sekunder menjadi fenomena yang sangat mudah ditemui di Venezuela sejak akhir tahun 2014. Sektor yang terkena dampak terburuk dari kelangkaan ini adalah sektor kesehatan. Tingkat kematian anak meningkat hingga 100 persen, dari 0,02 persen pada tahun 2012 menjadi 2 persen, ditahun 2015. 37 Rumah sakit yang ada, hanya beroperasi dengan menggunakan fasilitas seadanya karena kekurangan antibiotik, sarung tangan, dan antiseptik. Akibat status negara yang hampir menjadi bangkrut, pemutusan aliran listrik menjadi hal yang biasa dalam setahun belakangan. Situasi yang demikian ini pula-lah yang membuat rumah sakit seringkali tidak dapat mengoperasikan alat-alat medis yang dibutuhkan. Meskipun demikian, Presiden Maduro masih menyangkal adanya status darurat kesehatan publik dengan memberikan pernyataan, “I doubt that anywhere in the world, except in Cuba, there exist a better health system than this one."38 Hal ini menunjukkan masih belum seriusnya pemerintah dalam melakukan penanganan terhadap sektor kesehatan yang terus mengalami degradasi dengan cepat. 37
Nicolas Casey, “Dying Infants and No Medicine: Inside Venezuela’s Failing Hospitals,” New York Times (15 Mei 2016), dilihat pada 24 Februari 2017, https://www.nytimes.com/2016/05/16/world/americas/dying-infants-and-no-medicine-insidevenezuelas-failing-hospitals.html?_r=0 38 Marta Luzes, “Hanging by a Thread: A Look Into Venezuelan Crisis.” Human Security Centre. (15 Agustus 2016), dilihat pada 24 Februaru 2017, http://www.hscentre.org/policyunit/hanging-thread-look-venezuelan-crisis/
Menurunnya anggaran impor juga memberikan dampak serius terhadap kelangkaan makanan yang merupakan fenomena terburuk yang pernah dihadapi oleh negara ini. Lebih dari 80 persen barang kebutuhan sehari-hari menghilang dari pasaran domestik, sehingga malnutrisi merajalela tidak hanya di kalangan anak-anak akan tetapi juga penduduk dewasa.39 Batas negara dengan Kolombia yang sempat ditutup pada tahun 2015, kini dibuka kembali untuk memudahkan masyarakat memperoleh makanan dan kebutuhan primer lainnya. Kurang lebih 100.000 warga kelaparan telah melewati batas negara hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan makan mereka. 40 Nilai tukar menjadi permasalahan selanjutnya yang menuntut perhatian pemerintah sesegera mungkin. Sejak tahun 2003, Venezuela telah menerapkan tiga sistem nilai tukar tetap yang masing-masing diterapkan untuk barang impor primer seperti obat-obatan dan makanan; beberapa industri swasta tertentu, dan semua sektor yang berada di bawah kontrol pemerintah. 41 Kurangnya cadangan devisa akhirnya menyebabkan penggunaan nilai tukar tetap ini malah memicu tumbuhnya pasar gelap. Semenjak Venezuela mengalami krisis, pemerintah mereduksi sistem nilai tukar menjadi dua. Permasalahannya adalah, mulai tahun 2016, nilai tukar di pasar gelap menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tukar resmi pemerintah, yang mana hal ini merefleksikan harga sebenarnya dari barang dan jasa di Venezuela. Sampai akhir tahun 2016, terdapat tiga permasalahan ekonomi utama yang sudah ditanggapi oleh pemerintah, yaitu kelaparan dan menurunnya kesejahteraan; inflasi yang tak terkendali dan nilai tukar; serta praktik pasar gelap yang semakin merebak. Pada dasarnya hingga saat ini, pemerintahan Maduro tidak melakukan perubahan kebijakan secara fundamental, dan hanya meneruskan apa yang telah diputuskan oleh Chavez pada masanya menjabat. Kematian Chavez memberikan sebuah warisan institusional yang hingga masa Maduro menjabat, keputusan di masa lalu ini masih menjadi pedoman utama bagi pemerintahan dalam mengambil kebijakan. Chavez, harus diakui meninggalkan Venezuela sebagai sebuah negara ekspasionis yang sangat “memanjakan” penduduknya melalui public spending yang melimpah. Sejak tahun 2003, pembelanjaan publik meningkat menjadi 47 persen, 42 yang mana hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah menghabiskan hampir setengah dari jumlah penerimaannya untuk membiayai sektor sosial. Meskipun hal ini berdampak positif terhadap kapasitas pembangunan koalisi, akan 39
Ibid. Patrick Gillespie, “Hungry Venezuelan Crt at The Sight of Food as Economic Crises Deepens, CNN (20 Juli 2016), dilihat pada 25 Februari 2017, http://money.cnn.com/2016/07/20/news/economy/venezuela-world-worst-economy/ 41 Peter Wilson, “Venezuela’s Season of Starvation.” Foreign Policy, dilihat pada 23 Februari 2017, http://foreignpolicy.com/2016/06/19/venezuela-maduro-food-shortages-pricecontrols-political-unrest/ 42 Javier Corrales, “Un Maduro Mas Duro? Venezuela After Chavez,” Barkeley Review of Latin America Studies, dilihat pada 24 Februari 2017, http://clas.berkeley.edu/research/venezuela%C2%BFun-maduro-m%C3%A1s-duro-venezuela-after-ch%C3%A1vez 40
tetapi kondisi yang demikian tersebut akhirnya mengarah pada defisit anggaran yang terlalu besar, inflasi yang tinggi, permasalahan produktivitas yang tak terselesaikan, dan melemahnya sektor swasta yang hampir tidak pernah melakukan investasi karena kekhawatiran akan adanya pengambil-alihan aset, audit pajak, dan penerapan sistem kontrol baru. 43 Gejala seperti ini memberikan efek negatif terhadap perkembangan ekonomi, sehingga dapat dikatakan bahwa sejak tahun 2003, Venezuela dihadapkan pada kondisi stagnansi. Pemerintahan Maduro sendiri menyalahkan “economic war” atas munculnya berbagai kekacauan publik yang terjadi di Venezuela. Bagi Maduro dan para pendukung Chavez, perekonomian Venezuela yang tak kunjung, membaik hingga menyebabkan situasi politik yang semakin kacau, merupakan strategi dari pihak sayap kanan baik di tingkat domestik maupun internasional untuk menjatuhkan kepemimpinan bolivar yang selama lebih dari satu dekade mendominasi Venezuela. Ketika alasan perang ekonomi menjadi dalih, maka pemerintahan Maduro tetap dapat melanjutkan kebijakan ekonomi ketat yang telah menjadi karakteristik kepemimpinan Chavez, ketimbang melihat perekonomian secara utuh, merestrukturisasi budaya ekonomi, atau memilih kebijakan yang dapat memberikan dampak lebih positif. Pada kenyataannya, hingga awal tahun 2017, strategi kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintahan Maduro ini belum mampu mengatasi kekacauan sosial dan politik yang disebabkan oleh mundurnya sektor ekonomi. Pemerintahan Maduro menangani masalah inflasi dengan tetap berpegang teguh pada tradisi Chavez yaitu mengadopsi nilai tukar tetap. Penerapan nilai tukar yang demikian ini memang memberikan manfaat bagi pemerintah antara lain yaitu, menciptakan atmosfer yang mendukung adanya investasi dan secara bersamaan menurunkan tingkat inflasi. 44 Akan tetapi, implementasi kebijakan ini malah semakin memperburuk perekonomian dalam negeri. Sistem nilai tukar tetap memang memiliki dampak yang baik untuk mengembangkan industri dalam negeri dan mencegah flight capital. Akan tetapi tanpa disertai dengan kepemilikian cadangan devisa yang kuat, penerapan kebijakan yang demikian ini akan memicu tumbuhnya pasar gelap. Ketika harga minyak mengalami penurunan dalam jumlah signifikan, Venezuela yang mengandalkan komoditas ekspornya hanya pada pertambangan minyak, kehilangan sebagain besar jumlah pendapatan yang berpengaruh pula pada keadaan cadangan devisa. Karena tetap mempertahankan sistem yang demikian ini di tengah krisis ekonomi, kini pasar gelap menjadi fenomena yang juga sulit dikendalikan oleh pemerintah. Lebih jauh lagi, seperti yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, bahwa untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan dalam 43
Ibid. Daniel Sehlhorst, “Donning the Golden Straitjacket: Why Economic Growth for Venezuela will not be a “Mexican Miracle” and The Impact that Venezuelan Decision on Geopolitical Landscape,” Naval Academy Foreign Affairs Conference (2015, University of Notre Dame), hal. 6. 44
negeri, Venezuela lebih memilih untuk melakukan impor, dengan menghabiskan 30 hingga 40 milyar dolar As dari keseluruhan pendapatan untuk menutupi biaya impor. Di tengah kondisi krisis seperti ini, situasi yang demikian tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi pemerintah. Selanjutnya, dalam rangka memenuhi kesejahteraan di tengah krisis ekonomi yang belum terselesaikan, pemerintahan Maduro kembali menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh Chavez pada periode sebelumnya. Hugo Chavez, selama 14 tahun masa kepemimpinannya, berupaya untuk melakukan pemerataan terhadap distribusi pendapatan dengan menetapkan anggaran yang relatif besar dalam sektor belanja sosial. Hal yang hampir serupa pun diterapkan pula dalam pemerintahan Maduro. Terhitung mulai 1 Mei 2016, Maduro menaikkan upah minimum sebesar 30 persen atau setara dengan 1.500 dolar. Melalui kebijakan penaikan upah minimum ini, diharapkan dapat mengurangi kecemasan masyarakat terkait dengan kemunduran ekonomi yang tengah terjadi. Hal ini juga ditujukan untuk menjaga dukungan masyarakat terhadap pemerintahan Maduro. Jumlah kenaikan upah minimum sebesar 30 persen memang terlihat besar, akan tetapi dengan tingkat inflasi yang terus mengalami kenaikan, maka nilai uang yang sedemikian ini pun juga turun. Akhirnya kenaikan tingkat upah minimum tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, karena publik masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Permasalahan inflasi telah memunculkan fenomena pasar gelap yang berkembang dengan sangat cepat. Dengan kelangkaan berbagai barang kebutuhan sehari-hari, masyarakat lebih sering memanfaatkan keberadaan pasar gelap ini untuk menghindarkan mereka dari kelaparan. Akan tetapi, semakin sering masyarakat melakukan transaksi di ranah ilegal, laju inflasi juga akan semakin tinggi dan lebih sulit dikendalikan. Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah membentuk Local Commitees for Supply and Production (CLAPs), yang bertugas untuk mengumpulkan makanan dari pemerintah dan membagikannya kepada masyarakat dengan harga yang telah disubsidi. 45 Pembentukan CLAPs ini pada dasarnya bukanlah kebijakan resmi pemerintah, akan tetapi merupakan inisiatif dari partai PSUV dan pendukung chavista yang ditujukan untuk mempertahankan dukungan publik terhadap keberlangsungan pemerintahan yang berlangsung. Pembentukan CLAPs dapat dilihat pula sebagai salah satu kebijakan yang diwariskan oleh Chavez. Pada masanya memerintah, Chavez membangun sebuah sistem negara yang loyal terhadap warga negaranya, sehingga rakyat memiliki sikap yang positif terhadap pemerintah. Hal ini mendorong adanya hubungan vertikal diantara kedua belah pihak yang dapat terjalin dengan baik dan pada akhirnya kelangsungan rezim dapat dipertahankan. Melihat bagaimana, dukungan 45
Ibid.
terhadap pemerintahan Maduro mengalami penurunan yang sangat signifikan semenjak kemunculan krisis ekonomi berkepanjangan, pendukung chavismo tetap berusaha loyal kepada warga negara untuk kembali menciptakan relasi yang harmonis antara negara dengan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan CLAPs yang bersedia mendistribusikan makanan bersubsidi dari pemerintah kepada rakyat yang mengalami kelaparan akibat kelangkaan barang kebutuhan primer di pasaran. Selain itu, pembentukan CLAPs ini pula diharapkan dapat mengurangi praktik pasar gelap. Dengan menyediakan makanan yang lebih murah, maka masyarakat diharapkan lebih memilih membeli komoditas yang disediakan oleh CLAPs dibandingkan membeli dengan transaksi ilegal. Akan tetapi, meskipun mendapatkan sambutan cukup baik dari masyarakat, namun distribusi makanan dari CLAPs yang terkadang terlambat, membuat pasar gelap masih menjadi opsi bagi masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan mereka. ARAH KEBIJAKAN LUAR NEGERI PASCA CHAVEZ Arah kebijakan luar negeri yang dicanangkan oleh Chavez pada masa pemerintahannya, hingga kini masih pula menjadi arah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Maduro. Meskipun dengan situasi politik dan ekonomi yang mengalami degradasi cukup signifikan, pemerintahan Maduro masih tetap berusaha untuk menciptakan sentimen negatif terhadap Amerika Serikat, berupaya untuk meneruskan upaya Chavez dalam menciptakan sistem dunia multi-polar, serta menjalin hubungan baik dengan beberapa negara termasuk, Tiongkok dan Kuba. Amerika Serikat masih ditempatkan sebagai musuh bersama yang dianggap pula sebagai salah satu pihak yang mencanangkan economic war terhadap Venezuela hingga perekonomian negara ini mengalami resesi. Hal yang demikian ini dinyatakan sendiri oleh Nicolas Maduro dalam wawancaranya dengan Le Monde Diplomatique sebagai berikut: The United States is preparing itself for a new stage which is to grow in military and economic domination. Its project to Latin America is to reserve the progresif of change in order to turn us back into its backyard... to economically dominate us and re-employ the same method of the past... they think that they can mislead us with “soft diplomacy”... Berdasarkan pernyataannya tersebut, dapat dilihat bagaimana hubungan Amerika Serikat dan Venezuela masih saling bersitegang meskipun keduanya sudah mengalami pergantian pemimpin. Amerika Serikat sendiri melihat adanya kesempatan untuk melunakkan Venezuela pasca kematian Chavez. Akan tetapi, sikap Maduro yang mengadopsi dari sikap Chavez, nyatanya juga menunjukkan keengganan untuk menjalin relasi lebih jauh dan melihat Amerika Serikat sebagai musuh bagi politik leftist yang berkembang di Venezuela sejak akhir tahun 1990an.
Dukungan untuk menciptakan sebuah sistem dunia yang multi-polar pun juga menjadi salah satu agenda politik di Venezuela pada pemerintahan Maduro. Pendukung Chavez yang mayoritas berada di arena supra politik, sampai saat ini masih tetap menjalin hubungan yang baik dengan Tiongkok yang ditandai dengan kesediaan Tiongkok untuk memberikan pinjaman luar negeri yang dibutuhkan oleh Venezuela dalam masa krisis akibat jatuhnya harga minyak dunia.46 Hubungan kedua negara semakin membaik ke arah ekonomi sehingga hampir menghilangkan ketergantungan Venezuela terhadap Amerika Serikat yang telah manjdi trading-partner sejak masa Hugo Chavez. Selain itu pemerintahan Maduro juga masih melaksanakan upaya joint agreement untuk mengintegrasikan kawasan Amerika Latin dalam usahanya meneruskan cita-cita Chavez untuk menciptakan sebuah dunia multi-polar. Maduro menganggap bahwa Amerika Latin berpotensi kuat untuk menjadi counter-hegemon bagi Amerika Serikat. Hal ini dinyatakan olehnya dalam wawancara dengan Le Monde Diplomatique sebagai berikut: ...sees Latin America as a great opportunity to re-establish welfare state... we could develop alliance for joint development... we understand western culture perfectly; we are part of it... Keinginan Maduro untuk meneruskan warisan Chavez dalam upaya pembentukan politik multi polar juga terlihat dalam pernyataannya sebagai berikut: 47 The alternative is to cross your arms an wait for the empire to re-conquer the world: to dominate it and again sooner rather than later. We’re not going to let that happen. Selanjutnya, terkait dengan hubungan antara Venezuela dan Kuba, pemerintahan Maduro juga nyatanya masih memberikan sikap dan kepentingan yang sama seperti pada masa Chavez. Meskipun Kuba, dibawah Raul Castro, kini terlihat lebih lunak terhadap Amerika Serikat yang merupakan common enemy, akan tetapi hubungan Maduro dengan Kuba masih terlihat sangat baik. Kuba sangat menggantungkan subsidi minyak yang diberikan oleh Caracas dengan harga yang lebih murah, sementara keduanya juga terlibat dalam kegiatan pelatihan untuk menghadapi berbagai tindak represif yang dilakukan terhadap pemerintahan Maduro.48 Berdasarkan pada pemaparan yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat bagaimana kebijakan luar negeri pada masa pemerintahan Maduro ini dibentuk. Pemerintahan Maduro beserta pendukung chavismo sangat mendasarkan keputusan luar negeri mereka berdasarkan pada keputusan Chavez yang telah 46
Loc. cit., hal. 57. Transkrip Wawancara 2, Le Mode Diplomatique dengan Presiden Nicolas Maduro, Venezuela Analysis, dilihat pada 27 Februari 2017, https://venezuelanalysis.com/analysis/10007 48 Keith Johnson, “The Link Between Venezuela and Cuba,” The Tico Times, dilihat pada 29 Februari 2017, http://www.ticotimes.net/2014/02/27/the-link-between-venezuela-and-cuba 47
dibuat di masa lalu. Hal ini bersesuaian dengan model kedua pembuatan keputusan luar negeri oleh Graham T. Alison, yaitu proses organisasi. Berdasarkan model ini pembuatan keputusan luar negeri digantungkan pada tiga asumsi, yaitu: a. Suatu pemerintahan terdiri dari sekumpulan organisasi-organisasi yang secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan yang mirip dengan struktur feodal; b. Keputusan dan perilaku pemerintah bukan hasil dari proses penetapan pilihan secara rasional, akan tetapi merupakan hasil kerja organisasi-organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola perilaku baku; c. Setiap organisasi memiliki prosedur kerja baku dan program, serta bekerja secara rutin, umumnya akan berperilaku sama seperti perilakunya di masa lalu. Pemerintahan Venezuela mayoritas berisikan pendukung chavista yang berasal dari partai PSUV. Berdasarkan pemaparan data pada bab dua diketahui bagaimana partai PSUV ini saling bersekutu dan memegang kendali pemerintahan hampir di semua badan, dari eksekutif, legislatif, hingga ranah yudisal. Selanjutnya, kebijakan luar negeri yang dicanangkan oleh pemerintahan Maduro bukanlan sebuah pilihan rasional ataupun keputusan rasional yang didasarkan pada kepribadian pemimpin Venezuela. Keputusan luar negeri negara ini lebih didasarkan hasil kerja partai PSUV yang telah memiliki standar baku. Karena Chavez merupakan seeorang pemimpin populis dan chavismo sendiri sudah dianggap sebagai sebuah agama oleh para pendukungnya, 49 maka keputusan Chavez di masa lalu dianggap sebagai sebuah warisan dan prosedur baku yang mempengaruhi keputusan pemerintahan saat ini. Karena setiap organisasi yang ada dalam lingkungan supra politik hampir merupakan pendukung Chavez, tidak mengherankan apabila reaksi organisasi ini sama dengan perilaku yang telah mereka putuskan dan laksanakan di masa lalu. Situasi yang demikian tersebut berhasil menunjukkan bagaimana pengambilan keputusan pada masa Maduro sangat dihubungkan dengan keputusan pada masa Chavez, yang mana hal ini sangat berkaitan dengan proses pengambilan keputusan berdasarkan proses organisasi. Pemerintahan Maduro tidak mempertimbangkan kondisi Venezuela yang tengah menghadapi krisis ekonomi serta turbulensi politik, dan tetap menjalankan kebijakan luar negeri yang pernah diambil oleh Chavez pada masanya menjabat. Di tengah polemik akan munculnya tuntutan untuk referendum dan pergantian pemimpin, Venezuela
49
Transkrip Wawancara 1, The Atlantic dan Fransisco Toro pada 29 Oktober 2016
masih dengan gencar mengupayakan sebuah sistem multi-polar, mempertahankan sentimen dengan Amerika Serikat, serta menjaga relasi yang hangat dengan Kuba. KESIMPULAN Sejarah Venezuela diwarnai dengan banyak pemimpin yang ditaktor, gerakan massa, upaya kudeta, hingga kekacauan ekonomi dan sosial. Hugo Chavez menjadi seorang pemimpin yang cukup berhasil meletakkan pondasi kestabilan di Venezuela. Berbagai kebijakan yang diterapkan semenjak Chavez menjabat terbukti mampu membawa perubahan yang signifikan di berbagai bidang. Pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi Venezuela mencapai angka lebih dari 9 persen. Revolusi Chavez juga telah sukses mengurangi tingkat kemiskinan di negara tersebut, yang awalnya telah mencapai angka 70 persen. Perbaikan di bidang ekonomi disertai pula dengan peningkatan layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan. Keberhasilan Hugo Chavez telah mengantarkan sosoknya sebagai pemimpin yang paling disegani dengan tingkat popularitas yang tinggi, sehingga pada pemilihan umum tahun 2012, Chavez kembali mampu memenangkan suara rakyat untuk memimpin Venezuela. Kemenangan Chavez ini merupakan kemenangannya yang keempat, sejak tahun 1999. Akan tetapi, setahun pasca pemilihan tersebut, Hugo Chaves meninggal akibat penyakit kanker yang dideritanya. Kematian Hugo Chavez ini kemudian mengawali tumbuhnya berbagai gerakan massa yang menyebabkan stabilitas politik yang telah dibangun Chavez sedikit demi sedikit mulai memudar. Di bawah pemerintahan Maduro, kini Venezuela mengalami situasi krisis ekonomi dan turbulensi politik terburuk yang pernah dialami oleh negara ini. Tidak sampai setahun setelah penempatannya sebagai presiden, gerakan anti-pemerintah mulai bermunculan. Pada awalnya, protes hanya ditujukan untuk menuntut adanya upaya pengurangan tingkat kejahatan yang terus mengalami kenaikan secara signifikan. Perlu diketahui bahwa Venezuela merupakan negara ketiga tertinggi di dunia berkaitan dengan tingkat pembunuhan terhadap anak-anak dan remaja. Namun gerakan protes tersebut meluas hingga menyinggung isu inflasi yang tak terkendali dan kelangkaan makanan serta barang-barang kebutuhan dasar. Situasi yang demikian tersebut semakin memburuk, dengan menurunnya harga komoditas minyak mentah di pasar dunia. Sebagai negara yang memiliki tingkat ketergantungan sangat tinggi terhadap produksi minyak, kondisi ini sukses mengurangi tingkat pendapatan pemerintah. Terdapat beberapa strategi kebijakan yang telah diambil oleh pemerintahan Maduro untuk menjaga stabilitas negara. Ketiga kebijakan tersebut masingmasing ditujukan untuk menurunkan laju inflasi, mempertahankan kesejahteraan di tengah status resesi, dan untuk mengurangi praktik pasar gelap. Pemerintahan Maduro menangani masalah inflasi dengan tetap berpegang teguh pada tradisi Chavez yaitu mengadopsi nilai tukar tetap. Selanjutnya, dalam rangka memenuhi
kesejahteraan di tengah krisis ekonomi yang belum terselesaikan, pemerintahan Maduro kembali menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh Chavez pada periode sebelumnya, yaitu menaikkan upah minimum. Sedangkan mengatasi permasalahan pasar gelap, pemerintah membentuk Local Commitees for Supply and Production (CLAPs), yang bertugas untuk mengumpulkan makanan dari pemerintah dan membagikannya kepada masyarakat dengan harga yang telah disubsidi. Berdasarkan analisis implementasi kebijakan dengan model Grindle, dapat dilihat bahwa tiga kebijakan yang dibentuk oleh Maduro beserta pendukungnya masih terlihat belum efektif untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, perekonomian Venezuela tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda bangkit di akhir tahun 2016. Kesejahteraan yang masih belum bisa dikembalikan melalui platform kebijakan yang telah diambil membuat tumbuhnya ketidakpercayaan masyarakat yang semakin meluas terhadap pemerintah. Legitimasi kepemimpinan Bolivar yang diusung oleh Maduro pun kini dipertanyakan, yang pada akhirnya mendorong adanya pergerakan massa yang semakin gencar untuk menuntut dilaksanakannya referendum sesegara mungkin di tahun 2017. Venezuela masih menggantungkan kebijakan luar negerinya pada keputusan yang telah dibuat oleh Chavez di masa lalu, sehingga dalam hal ini, pembuatan keputusan luar negeri Venezuela dapat dianalisis dengan menggunakan model proses organisasi. Pemerintahan Maduro tidak mempertimbangkan kondisi Venezuela yang tengah menghadapi krisis ekonomi serta turbulensi politik, dan tetap menjalankan kebijakan luar negeri yang pernah diambil oleh Chavez pada masanya menjabat. Di tengah polemik akan munculnya tuntutan untuk referendum dan pergantian pemimpin, Venezuela masih dengan gencar mengupayakan sebuah sistem multi-polar, mempertahankan sentimen dengan Amerika Serikat, serta menjaga relasi yang hangat dengan Kuba. DAFTAR PUSTAKA Artikel Jurnal George, Samuel. 2012. “Post-Chavez Venezuela: A Country on the Edge.” Bertelsmann Foundation.. Hira, Anil dan Adam Morden. 2004. “Hugo Chavez in Venezuela: What Revolution.” Center for Global Political Economy Working Paper. Burnaby, Canada: Simon Fraser University. Maya, Margarita Lopez. “Venezuela: The Political Crisis of Post Chavismo.” Social Justice (2014): 68-88. Razali, Rino. “Analisis Penerapan Kebijakan Ekonomi Sosialis di Venezuela pada Masa Pemerintahan Hugo Chavez Menghadapi Imperialisme Ekonomi Amerika Serikat Tahun 1993-2013,. JOM FISIP (2014):1-9.
Sehlhorst, Daniel. 2015. “Donning the Golden Straitjacket: Why Economic Growth for Venezuela will not be a “Mexican Miracle” and The Impact that Venezuelan Decision on Geopolitical Landscape.” Naval Academy Foreign Affairs Conference. University of Notre Dame. Sullivan,Mark P. 2017. “Venezuela: Issues of the Congress, 2013-2016.” Congressional Research Service Villa, Rafael Duarte. “Venezuela: Political Changes in the Chavez Era.” Estudos Avancados (2005): 153-173. Buku Miller, Vaughne dan Gavin Thompson. 2013. “Venezuela: The Chavez Legacy.” International Affairs and Defence Section, House of Common Library. Mukmin, Hidayat. 1981. Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa ini. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soyomukti, Nurani. 2007. Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal. Yogyakarta: Resist Book. Skripsi dan Tesis Andrianto, Afeb. “Kebijakan-Kebijakan Pemerintahan Hugo Chavez di Venezuela (1999-2011). (Skripsi, 2012, Universitas Negeri Yogyakarta). van der Velden, M.G.E. “Chavez’ North is the South: An Analysis of the Internal and External Policy of Bolivarian Venezuela in the Hugo Chavez Era.” (Tesis, 2009, Radbound University Nijmegen, Maastricht, Belanda). Website Casey, Nicolas. “Dying Infants and No Medicine: Inside Venezuela’s Failing Hospitals,” New York Times (15 Mei 2016). Dilihat pada 24 Februari 2017, https://www.nytimes.com/2016/05/16/world/americas/dying-infants-and-nomedicine-inside-venezuelas-failing-hospitals.html?_r=0 Corrales, Javier. “Un Maduro Mas Duro? Venezuela After Chavez.” Barkeley Review of Latin America Studies. Dilihat pada 24 Februari 2017, http://clas.berkeley.edu/research/venezuela-%C2%BFun-madurom%C3%A1s-duro-venezuela-after-ch%C3%A1vez Country Watch. “Venezuela: 2016 Country Review,” dilihat pada 15 November 2016, http://www.countrywatch.com/Content/pdfs/reviews/B48353L5.01c.pdf Ellsworth, Brian. “Venezuela Central Bank Denies Transaction with Wall Street,” Reuters. Dilihat pada 21 Mei 2016, http://www.reuters.com/article/2013/11/ 28/us-venezuela-economy-idUSBRE9AR0JG20131128. Gillespie, Patrick. “Hungry Venezuelan Crt at The Sight of Food as Economic Crises Deepens.” CNN (20 Juli 2016). Dilihat pada 25 Februari 2017, http://money.cnn.com/2016/07/20/news/economy/venezuela-world-worsteconomy/.
Johnson, Keith. “The Link Between Venezuela and Cuba.” The Tico Times. Dilihat pada 29 Februari 2017, http://www.ticotimes.net/2014/02/27/thelink-between-venezuela-and-cuba Luzes, Marta. “Hanging by a Thread: A Look Into Venezuelan Crisis.” Human Security Centre. (15 Agustus 2016), dilihat pada 24 Februaru 2017, http://www.hscentre.org/policy-unit/hanging-thread-look-venezuelan-crisis/ Wilson, Peter. “Venezuela’s Season of Starvation.” Foreign Policy, dilihat pada 23 Februari 2017, http://foreignpolicy.com/2016/06/19/venezuela-madurofood-shortages-price-controls-political-unrest/ Transkrip Wawancara Transkrip Wawancara 1, The Atlantic dan Fransisco Toro pada 29 Oktober 2016 Transkrip Wawancara 2, Le Mode Diplomatique dengan Presiden Nicolas Maduro, Venezuela Analysis, dilihat pada 27 Februari 2017, https://venezuelanalysis.com/analysis/10007