STRATEGI KAMPANYE CALON INDEPENDEN PASANGAN MUMUNG MARTHASASMITA DAN TAUFIK FATUROHMAN “MUFAKAT” PADA PEMILUKADA KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2012 Oleh : Erni Yulita NPM : 093507004 Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi no.24 Tasikmalaya 46115 ABSTRAK Penelitian ini berjudul “STRATEGI KAMPANYE CALON INDEPENDEN PASANGAN MUMUNG MARTHASASMITA DAN TAUFIK FATUROHMAN “MUFAKAT” PADA PEMILUKADA KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2012”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemunculan calon independen pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012, yakni munculnya pasangan Mumung Marthasasmita dan Taufik Faturochman (MUFAKAT). Namun, pasangan calon independen ini harus puas berada diposisi ke-3 dengan meraih 8,20% atau 28.656 suara dari total suara 365.212 atau sekitar 81,40% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 448.729 pemilih. Metode penelitian yang digunakan metode Deskriptif Kualitatif, dengan teknik pemilihan informan menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Model analisis yang digunakan adalah analisis interaktif dengan pengujian keabsahan data dengan trianggulasi sumber. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa MUFAKAT dimunculkan oleh salah satu pasangan calon dengan tujuan untuk memecah belah suara. Strategi kampanye calon independen MUFAKAT yakni pertama, dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Kedua, penyampaian visi-misi kepada masyarakat. Ketiga, strategi SOS (satu orang satu) artinya tindakan langsung mendatangi tokoh-tokoh masyarakat di setiap daerah dengan memastikan bahwa dia mendukung MUFAKAT. Banyak faktor yang menyebabkan MUFAKAT kalah dalam Pemilukada Kota Tasikmalaya. Diantaranya: Kurangnya popularitas MUFAKAT, tidak ada dukungan dari Partai Politik, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, kampanye yang dilakukan MUFAKAT kurang gencar, belum pernah berkiprah di Kota Tasikmalaya, tidak memiliki daya tarik di masyarakat, anti politik uang, ketidaksiapan MUFAKAT karena terlambat start, tidak membangun basis dan jaringan social di masyarakat, kurangnya dana kampanye, mesin politik yang lemah, tidak ada kekompakan antara Pak Mumung Marthasasmita dengan Pak Taufik Faturohman itu sendiri. Kata Kunci : Strategi Kampanye, Calon Independen, Pemecah Suara ABSTRACT The study is titled "INDEPENDENT CANDIDATES CAMPAIGN STRATEGY PARTNERS AND TAUFIK FATUROHMAN MUMUNG MARTHASASMITA “MUFAKAT” THE YEAR Tasikmalaya General Election 2012". The research was motivated by the emergence of an independent candidate in the General Election of City Tasikmalaya In 2012, the emergence of a couple Mumung Marthasasmita and Taufik Faturochman (MUFAKAT). However, independent candidates must be satisfied is positioned to-3 to reach 8.20% or 28,656 votes of a total vote 365,212 or approximately 81.40% of the total voters list (DPT) as many as 448,729 voters. The research method used is descriptive qualitative method, the informant selection techniques using purposive sampling. Techniques of data collection by interview, observation and documentation study. The analysis model used is interactive analysis to test the validity of the triangulation of data sources.
These results indicate that MUFAKAT is raised by one of the candidates in order to split the vote. Strategy of the campaign of independent candidate MUFAKAT, the first, with outreach to the community. Second, the delivery of the vision and mission to the community. Third, the strategy SOS (one person one) means direct action went public figures in each area by ensuring that he supported the agreement. Many factors cause less MUFAKAT in the General Election Tasikmalaya city. Among them: the lack of popularity of MUFAKAT, there is no support from the political parties, lack of socialization, less MUFAKAT campaign waged incessant, never acting in Tasikmalaya city, has no traction in the community, anti-money politics, unpreparedness MUFAKAT due to late start, no base building and social networking in the community, lack of campaign funds, political machinery is weak, there is no cohesiveness between Mr. Mumung Marthasasmita with Mr. Taufik Faturohman it self. Keywords: Campaign Strategy, Independent Candidate, Breaking Voice
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Roda pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berjalan selama lebih dari 67 tahun, sejalan dengan itu konsep otonomi daerah telah diamanatkan dalam beberapa rumusan undang-undang, diantaranya UU No.1 Tahun 1945, UU No.22 Tahun 1948, UU No.1 Tahun 1957, UU No.18 Tahun 1965, UU No.5 Tahun 1974, UU No.22 Tahun 1999, UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.12 Tahun 2008. Otonomi daerah merupakan suatu wujud demokrasi yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri rumah tangganya dengan tetap berpegang kepada peraturan perundangan yang berlaku. Dalam konsep otonomi daerah ini, pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Salah satu implementasi dari keleluasaan tersebut adalah pemerintah daerah dapat melangsungkan pemilihan umum kepala daerah secara langsung (Pemilukada Langsung) untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah. Indonesia sendiri baru memberlakuan Pemilukada secara langsung ketika dikeluarkannya Undang – Undang No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 6/2005 mengenai Tata cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah, merupakan tonggak baru penegakan kedaulatan rakyat daerah di Indonesia. Kedua produk perundangan tersebut memuat ketentuan mengenai Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung. (Joko J, 2005:33) Pemilukada langsung merupakan pesta demokrasi bagi masyarakat di tingkat lokal. Pemilukada langsung telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses mewujudkan demokrasi di Indonesia. Konsolidasi demokrasi di tingkat lokal diyakini menjadi bagian yang krusial dalam mewujudkan konsolidasi tingkat nasional secara lebih kokoh dan demokratis. Pasca dimasukannya pemilukada sebagai bagian dari rezim pemilu, kembali menguatkan peran dan fungsinya sebagai bagian pokok proses demokratisasi di Indonesia. (Tim Peneliti Perludem, 2011:v) Mekanisme pemilukada langsung dilihat dari perubahan konsepsi konstitusi melalui amandemen ke-4 UUD 1945 diantaranya: Pertama, dengan melakukan perubahan penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004. Kedua, konsekuensi logis atas perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden langsung pada Pemilu 2004 lalu. Ketiga, mekanisme pemilihan langsung tersebut menurun kepada pemilukada sebagai amanat demokratisasi secara komprehensif. (Syam dalam Ramadan, 2008:2) Rumalutur (2012) menyebutkan bahwa, sejak Mahkamah Konstitusi menyetujui judicial review terhadap pasal 59 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan mekanisme pemilukada dengan
mengeluarkan Putusan Nomor 5/PUU-V/2007. Hal ini mengisyaratkan bahwa dibukanya calon perseorangan (independen) dalam pemilukada, tidak hanya bagi unsur partai atau kandidat calon yang di usung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat serta ketentuan pencalonan saja yang boleh ikut dalam pemilukada. Namun, kandidat calon independen pun dapat ikut berpartisipasi dalam pertarungan electoral di tingkat lokal ini dengan memenuhi syarat minimum pencalonan yang telah ditentukan. Pasangan calon independen muncul akibat krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dalam melaksanakan fungsinya untuk mengartikulasi kepentingan masyarakat. Sudah tak terhitung banyaknya pembahasan mengenai buruknya kinerja partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi. Bahkan sudah menjadi opini publik bila partai politik hanya mendukung calon yang berani membayar lebih besar dari pada yang lainnya. Hasilnya pasangan calon yang memiliki integritas, independen, pandai, cerdas, dan memiliki visi pembangunan yang jelas malah tersingkir dalam ranah politik semacam ini. Dengan demikian kecil kemungkinan calon dari jalur independen untuk menang. Kalaupun ada calon independen yang menang, kecil kemungkinan mereka akan sanggup untuk menghadapi rongrongan partai politik sepanjang 5 tahun. (Adoe, 2012) (Karim, 2012) Hal ini bisa berkaca pada Pemilukada Kabupaten Garut tahun 2008. Pasangan calon dari jalur independen, yakni Aceng Fikri-Dicky Candra berhasil menjadi pemenang yang terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Garut untuk periode 2009-2014. Meskipun pada akhir tahun 2011 Dicky Candra akhirnya mengundurkan diri sebagai Wakil Bupati Garut sebelum masa periodenya berakhir. Kemenangan calon independen pada pemilukada tidak hanya terjadi di Kabupaten Garut saja, melainkan terjadi dibeberapa daerah lain di Indonesia. Diantaranya, pertama, terjadi pada pemilihan Bupati Rote Oktober 2008 yang dimenangkan oleh pasangan non partai yaitu Christian N Dillak-Zacharias P Manafe. Kedua, Pemilukada di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara pada 10 Oktober 2008, yang dimenangkan oleh pasangan O.K. Arya Zulkarnain-Gong Martua Siregar mengalahkan pesaingnya yang diusung partai politik. Ketiga, Pemilukada di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat pada 19 Desember 2009. Pasangan Muda Mahendrawan-Andreas Muhrotien mengalahkan pesaingnya dari partai politik. Keempat, calon independen yang berjaya adalah Irwandi Yusuf yang sukses merebut kursi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam. Harapan akan lahirnya demokrasi yang baik tetap ada dan menjadi bagian dari fenomena calon independen dalam pemilukada. Ketidakpercayaan akan calon yang berasal dari partai, kini sedikit menemui secercah harapan yang melahirkan alternatif pilihan lain yang lebih netral, dan diharapkan sesuai dengan harapan rakyat. Ini sebuah nuansa baru dalam kehidupan berdemokrasi, kini semua pemuka agama dan tokoh masyarakat yang dianggap kharismatik dan memiliki pengaruh dapat maju menjadi calon kepala daerah (Rahmani, 2011). Hadirnya calon independen dalam sebuah pemilukada tentu memilki implikasi politik positif maupun negatif bagi partai politik. Tampilnya calon
independen memang membuat kompetisi semakin kompleks dan ketat. Kompetisi tidak saja terjadi antar partai politik yang mengusung calonnya masing-masing, tetapi juga terjadi antara partai politik dengan calon independen. Sudah tentu persaingan yang semakin ketat tersebut "memaksa" partai politik untuk membenahi dirinya dengan melakukan konsolidasi wawasan, konsolidasi organisasi dan konsolidasi Kader. Selain itu, ada anggapan bahwa kemunculan calon independen juga akan membawa pada pertarungan yang minim konflik, hal ini dimungkinkan jika pendidikan politik masyarakatnya sudah baik, sebab dalam pilkada tersebut akan lahir pilihan-pilihan yang rasional dari alternatif pilihan yang beragam (Rahmani, 2011). Fenomena calon independen terjadi pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012. Pemilukada tersebut dimaksudkan untuk memilih calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya periode 2012-2017 mendatang. Pada pemilukada kali ini diikuti oleh 3 pasang calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya. Salah satu pasangan calon tersebut merupakan calon dari jalur perseorangan atau yang lebih dikenal dengan jalur independen, yakni pasangan Mumung Marthasasmita dan Taufik Faturochman (MUFAKAT). MUFAKAT menyerahkan dokumen dukungan sebagai salah satu syarat mengikuti pemilukada. Bukti dukungan tersebut sebanyak 26.568 foto copy KTP dari jumlah yang ditentukan KPU kota Tasikmalaya yakni sebanyak 24.311 foto copy KTP. Pasangan calon independen berasal dari latar belakang yang berbeda. Mumung Marthasasmita merupakan seorang birokrat pendidikan, yakni dosen Kopertis Wilayah 3 DPK (Diperbantukan) pada Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA). Beliau juga pernah mendapatkan penghargaan (tanda jasa) yakni Satya Lencana 15 Tahun Depdiknas. Sedangkan, pasangannya yakni Taufik Faturohman merupakan seorang budayawan. Lulusan Jurusan Bahasa dan Sastra Sunda Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (FPBS IKIP) Bandung. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Harian Persib (2002-2004), Manajer Persib Yunior dan Selection (2000-2001). Sampai sekarang masih aktif sebagai seorang penyiar, presenter dan juga seorang penulis. Tercatat, menerbitkan lebih 50 judul buku baik karya sendiri maupun bersama. Selain itu, pernah mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Barat sebagai Pengusaha Peduli Pendidikan pada tahun 2009. Berbeda dengan kemenangan pasangan calon independen yang terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia, kali ini pasangan calon independen MUFAKAT harus menerima kekalahannya dalam pertarungan pemilukada Kota Tasikmalaya. Pasangan calon independen ini harus puas berada diposisi ke-3 dengan meraih 8,20% atau 28.656 suara dari total suara 365.212 atau sekitar 81,40% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 448.729 pemilih (media center KPU Kota Tasikmalaya). Melihat hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai strategi kampanye calon independen MUFAKAT pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012. Penelitian ini menarik untuk diteliti karena jika dilihat dari perolehan suara yang diraih yakni sebesar 28.565 suara,
memiliki selisih angka sebesar 1997 suara dari total bukti dukungan sebanyak 26.568 foto copy KTP. Itu artinya mereka memperoleh tambahan dukungan sebesar 1997 suara. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sebuah gambaran tentang suatu kelompok tertentu atau suatu gejala atau hubungan dua gejala atau lebih. Penelitian kualitatif menghasilkan data berupa ucapan, tulisan dan perilaku serta penekanan pada aspek subjektif yang dapat diamati dari orangorang (subjek) itu sendiri. Teknik pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling mengetahui tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai orang yang paling menguasai sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti, dampaknya adalah data yang dihasilkan sangat berkualitas. Dalam proses analisis data interaktif penelitian ini kegiatan yang pertama adalah proses pengumpulan data. Kebanyakan data kualitatif adalah data yang berupa kata-kata, fenomena, foto, sikap dan perilaku keseharian yang diperoleh peneliti dari hasil observasi dengan menggunakan beberapa teknik seperti observasi, wawancara, dokumentasi dan dengan menggunakan alat bantu berupa kamera, perekam suara, video tape. (Soehartono, 2008:35-36) (Sugiyono, 2011:219) (Idrus, 2009:148) Ada beberapa teknik pengambilan data dalam penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Metode analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan model analisa interaktif (interactive of model analysis). Proses analisis ini dilakukan selama proses penelitian dan berlangsung secara terus menerus hingga tuntas. Dalam teknik ini ada tiga langkah analisis, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang kesemuanya itu difokuskan pada tujuan penelitian. Cara yang digunakan untuk menguji validitas data dalam penelitian ini adalah teknik trianggulasi sumber. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. (Sugiyono, 2011:246) (Milles dan Huberman, 1992:20) (Moleong, 2001:178) B. PEMBAHASAN 1. Pemilukada dan Latar Belakang Kemunculan Calon Independen Pasangan Mumung Marthasasmita dan Taufik Faturohman “MUFAKAT” pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Pada tanggal 9 Juli 2012 yang lalu, masyarakat Kota Tasikmalaya telah menggelar Pemilukada untuk yang kedua kalinya. Pada pemilukada kali ini, diikuti oleh tiga kandidat pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota. Ketiga kandidat tersebut yakni, pertama pasangan Drs.H.Budi Budiman dan Ir.H.Dede Sudrajat, MP. Kedua, pasangan Ir.H.Mumung Marthasasmita, MM dan
Drs.H.Taufik Faturohman serta yang ketiga merupakan calon incumbent yakni pasangan Drs.H.Syarif Hidayat,M.Si dan H.Cecep Bagja Gunawan, S.Sos., MH.,M.Si. Pemilukada kali ini menunjukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Kota Tasikmalaya pada event lima tahunan ini cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari total suara yang diperoleh yakni sebanyak 365.212 atau sekitar 81,40% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 448.729 pemilih (media center KPU Kota Tasikmalaya). Selain itu, pemilukada kali ini berjalan cukup baik dari segi keamanan dan ketertiban. Dibuktikan dengan tidak adanya gugatan-gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi) dan tidak ada hal-hal yang dapat memperkeruh keadaan, semua cukup terkendali. Kondisi yang seperti ini, menunjukan bahwa terdapat sisi positif pada penyelenggaraan pemilukada langsung yang diselenggarakan di Kota Tasikmalaya. Sisi positif penyelenggaraan pemilukada langsung dalam amanat demokratisasi lokal sesuai pemikiran Schumpeter ialah memungkinkan terciptanya tiga situasi : political equality (kesetaraan politik), local accountability (tanggung jawab khusus), dan local response (tanggapan khusus). Point pertama, political equality (kesetaraan politik), pada Pemilukada Kota Tasikmalaya tahun 2012 dapat dilihat bahwa adanya kondisi kesetaraan politik antara eksekutif dan legislative. Artinya, baik legislative maupun eksekutif samasama dipilih secara langsung oleh rakyat. Sehingga kedudukan keduanya sama dimata rakyat, tidak ada yang lebih tinggi maupun yang lebih rendah. (Amirudin dan Bisri, 2006:26) Point kedua, yakni local accountability (tanggung jawab khusus), sebagai hasil pemilihan langsung dari rakyat dimana kepala daerah harus mempertanggungjawabkan visi, misi dan program kerjanya kepada rakyat yang memilihnya. Disini menunjukan kondisi pasca pemilukada, bahwa calon kepala daerah yang terpilih yakni pasangan Budi-Dede dituntut untuk mempertanggungjawabkan janji-janjinya kepada masyarakat Kota Tasikmalaya. Program kerja yang telah direncanakan dan dijanjikan pada saat kampanye harus benar-benar dilaksanakan. Pasangan yang terpilih harus menjaga amanat dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat Kota Tasikmalaya. Point ketiga, local response (tanggapan khusus), mampu menciptakan figur pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada Pemilukada Kota Tasikmalaya ini, figur pasangan yang terpilih sebagian besar memenuhi figur pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kota Tasikmalaya. Masyarakat Kota Tasikmalaya menginginkan figur pemimpin yang muda, hal ini dapat dilihat dari pasangan Budi-Dede jika dibandingkan dengan dua kandidat lainnya. Isu yang dimunculkan oleh pasangan Budi-Dede yakni “yang muda yang memimpin” nampaknya sangat berpengaruh pada pilihan masyarakat Kota Tasikmalaya. Pemilukada yang digelar untuk kedua kalinya ini, diikuti oleh salah satu pasangan calon dari jalur perseorangan atau yang lebih dikenal dengan jalur independen, yakni pasangan Mumung Marthasasmita dan Taufik Faturochman (MUFAKAT). MUFAKAT menyerahkan dokumen dukungan sebagai salah satu
syarat mengikuti pemilukada. Bukti dukungan tersebut sebanyak 26.568 foto copy KTP dari jumlah yang ditentukan KPU kota Tasikmalaya yakni sebanyak 24.311 foto copy KTP. Pasangan calon independen berasal dari latar belakang yang berbeda. Mumung Marthasasmita merupakan seorang birokrat pendidikan, yakni dosen Kopertis Wilayah 3 DPK (Diperbantukan) pada Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA). Beliau juga pernah mendapatkan penghargaan (tanda jasa) yakni Satya Lencana 15 Tahun Depdiknas. Sedangkan, pasangannya yakni Taufik Faturohman merupakan seorang budayawan. Lulusan Jurusan Bahasa dan Sastra Sunda Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (FPBS IKIP) Bandung. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Harian Persib (2002-2004), Manajer Persib Yunior dan Selection (2000-2001). Sampai sekarang masih aktif sebagai seorang penyiar, presenter dan juga seorang penulis. Tercatat, menerbitkan lebih 50 judul buku baik karya sendiri maupun bersama. Selain itu, pernah mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Barat sebagai Pengusaha Peduli Pendidikan pada tahun 2009. Kemunculan MUFAKAT ini cukup menarik perhatian masyarakat Kota Tasikmalaya. Hal ini dibuktikan dengan hasil perolehan suara yang mencapai 8,20% atau 28.656 suara dari total suara 365.212 atau sekitar 81,40% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 448.729 pemilih (media center KPU Kota Tasikmalaya). Pada akhirnya, pasangan MUFAKAT ini harus berbesar hati menerima kekalahan mereka dengan berada diposisi ke-3 pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun2012. Berbicara mengenai MUFAKAT ini, hal yang mendasari dan menguatkan MUFAKAT untuk maju pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012, yakni pertama, karena adanya perubahan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 yang membuka kesempatan bagi calon dari jalur perseorangan untuk maju pada pemilukada. Hal ini tentu saja dengan memenuhi syarat minimum pencalonan yang telah ditentukan. Kedua, MUFAKAT sebagai salah satu putra daerah, merasa terpanggil untuk membangun dan memajukan Kota Tasikmalaya. Melihat keadaan Kota Tasikmalaya yang dikenal dengan kota santri, kota yang Islami, namun keadaan yang terjadi sekarang ini sangat bertolak belakang dengan julukan tersebut. Misalnya, penyebaran aids No 2 di Jawa Barat, kasus narkoba No 2 di Jawa Barat, kemiskinan dan juga maraknya praktek-praktek prostitusi membuat MUFAKAT merasa miris dan ingin membenahi Kota Tasikmalaya menjadi lebih baik. MUFAKAT beranggapan bahwa, jika ingin membangun Kota Tasikmalaya maka kita harus terlibat langsung dalam pusat pemerintahan Kota Tasikmalaya. Eksistensi calon independen dalam pemilihan kepala daerah adalah hal baru dalam sistem pemilihan umum, khususnya dalam pemilukada. Akses perseorangan untuk dapat dipilih sebagai kepala daerah tanpa melalui jalur partai politik merupakan titik balik dari keadaan selama ini, di mana masyarakat hanya dinilai memilih partai bukan individu beserta program-program yang ditawarkan. Sebelum amandemen UU No 32 Tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi, memang mengharuskan pasangan calon kepala daerah hanya bisa diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik. Ketika itu monopoli pintu masuk calon kepala daerah inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh pengurus partai politik. Sistem baru calon independen ini akan membuka ruang demokrasi arus lokal yang melahirkan persaingan sehat sebagai upaya mencari figur pemimpin berkualitas, guna menjawab tantangan daerah di tengah arus global. Persaingan melalui calon independen berimplikasi positif sebagai solusi atas pembangunan lokal di saat dukungan sumber daya alam kita yang saat ini semakin terbatas. Perbedaan yang kontras antara calon independen dengan calon dari partai politik adalah masalah pengorganisasian infrastruktur dengan suprastruktur politiknya. 2. MUFAKAT Sebagai Boneka Pemecah Suara Pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012, beredar isu yang menyebutkan bahwa pasangan MUFAKAT ini dimunculkan oleh salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota. Isu yang beredar ini mewarnai suasana pada pertarungan politik Pemilukada Kota Tasikmalaya. Terkait isu tersebut, penulis mencoba untuk menanyakan pendapat para informan terkait isu tersebut. Dari 7 informan yang penulis wawancarai, hanya ada dua orang yang mengiakan kebenaran isu tersebut. Sementara ke-5 informan yang lain mempercayai bahwa calon independen tersebut murni atas dasar keinginan mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan ditemukan fakta bahwa MUFAKAT dimunculkan oleh salah satu pasangan calon, dengan tujuan untuk memecah belah suara. Hal tersebut ternyata didasarkan pada hasil survey sebuah lembaga survey yang merekomendasikan agar memunculkan calon independen sebagai boneka pemecah suara. Menariknya bahwa hal tersebut pun diakui oleh Bapak Taufik Faturohman selaku calon independen itu sendiri. Namun, beliau tidak memberikan informasi terkait siapa yang melakukan hal tersebut, dengan alasan tidak tahu. Beliau mengetahui hal tersebut didasarkan pada kecurigaankecurigaannya karena setiap tindakan dan pembicaraannya selalu ditiru, dengan kata lain konsep-konsep MUFAKAT bocor. Fakta tersebut jelas menunjukan bahwa sebenarnya calon independen MUFAKAT ini tidak murni lahir dari rahim masyarakat. Kemunculannya justru sengaja dimanfaatkan oleh salah satu pasangan untuk kepentingan pribadi mereka. Terlepas dari hal tersebut, kemunculan calon independen tetap menjadi perhatian masyarakat Kota Tasikmalaya. Sambutan masyarakat Kota Tasikmalaya terhadap kemunculan calon independen ini cukup baik. Dapat dilihat dari perolehan suara yang mencapai 8,20% atau 28.656 suara dari total suara 365.212 atau sekitar 81,40% dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 448.729 pemilih. Hasil tersebut terbilang cukup baik, artinya masyarakat itu menginginkan adanya calon non partai, sebagai bukti real-nya itu saja walaupun tergolong masih kecil untuk Kota Tasikmalaya ini. Sejatinya kemunculan calon independen itu lahir dari rahim masyarakat, sebagai akibat dari fluktuasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik. Namun, kondisi masyarakat Kota Tasikmalaya sendiri masih cenderung mempercayai partai politik. Mayoritas masyarakat Kota Tasikmalaya merupakan
masyarakat partai politik, sehingga akan cukup sulit untuk memperoleh dukungan masyarakat yang lebih besar terhadap calon dari jalur perseorangan. Apalagi ditambah dengan kurangnya popularitas dimata masyarakat dan terlambatnya sosialisasi kepada masyarakat. Dukungan dari masyarakat merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan politik para kandidat. Jika dukungan dari masyarakat kurang, maka bisa jadi kekuatan politik pun akan menjadi lemah. Tidak terkecuali dengan kekuatan politik MUFAKAT pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012, masih tidak terlalu kuat atau dengan kata lain masih lemah. Lemah akibat sedikitnya mesin politik. Lemah karena sosialisasi yang tidak memanfaatkan berbagai media dan tidak menyentuh berbagai kalangan. Lemah karena MUFAKAT tidak membangun jaringan sosial di masyarakat, tidak membangun basis-basis pemenangan dan terlambat start. Perolehan 8,20% atau 28.656 suara dari modal awal pendaftaran 4% atau sekitar 26.568 foto copy KTP menunjukan adanya peningkatan dukungan. Perolehan suara untuk MUFAKAT tersebut memang relative masih kecil. Namun, setidaknya menunjukan bahwa kehadiran independen menjadi sebuah alternative pilihan bagi masyarakat, ditengah kondisi masyarakat yang mayoritas masih percaya akan partai politik. 3. Analisis Strategi Kampanye Calon Independen “MUFAKAT” pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Proses suatu pemilukada pastinya melalui tahapan-tahapan tertentu yang harus dilalui oleh para kandidat atau kontestan pemilukada. Salah satu tahapan yang sangat dianggap paling penting oleh kandidat yang lolos perivikasi pemilukada adalah tahapan kampanye politik. Pada tahapan ini setiap kandidat berlomba-lomba untuk mendapatkan dukungan yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Pada tahap ini, berbagai cara yang dilakukan para kandidat untuk memperoleh dukungan dari masyarakat. Dari cara-cara yang bersih sampai caracara yang kotor pun rela dilakukan oleh para kandidat pemilukada tersebut. Hal tersebut dilakukan pula pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012. Pada Pemilukada Kota Tasikmalaya tersebut, para kandidat diberikan waktu untuk melakukan kampanye politiknya. Waktu yang diberikan oleh KPU ini yakni selama 2 minggu masa kampanye politik. Para kandidat pemilukada diperbolehkan untuk menyampaikan visi-misi maupun program kerjanya sesuai dengan konsep dan strategi masing-masing. Hasil akhir dari suatu pemilukada pun sangat dipengaruhi oleh cara kampanye politik yang dilakukan oleh para kandidat pemilukada. Kampanye politik yang dilakukan oleh para kandidat di Kota Tasikmalaya ini, menguatkan teori kampanye politik Lilleker dan Negrine. Menurut mereka, kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilihan umum kepada semua kontestan, baik partai politik atau perorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan. (Firmanzah, 2008:271)
Proses kampanye politik yang dilakukan oleh para kandidat ini bertujuan untuk meraih dukungan yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat Kota Tasikmalaya. Cara yang dilakukan oleh para kandidat pun berbeda-beda, bahkan cara yang melanggar aturan pun kadang sengaja dilakukan. Dari aksi kampanye yang santun sampai dengan kampanye transaksional pun dilakukan. Namun, untuk MUFAKAT sendiri, mereka cenderung melakukan kampanye politik yang santun. MUFAKAT ini anti dengan kampanye transaksional atau money politics. Waktu kampanye yang dilakukan oleh MUFAKAT sesuai dengan aturan yang ditentukan KPU adalah 2 minggu. Sementara itu waktu sosialisasi yang dilakukan MUFAKAT diluar waktu yang ditentukan oleh KPU adalah 6 bulan. Selama 6 bulan pasangan MUFAKAT tinggal dan mengontrak rumah di Kota Tasikmalaya. Waktu 6 bulan tersebut sangat singkat jika dibandingkan dengan kedua kandidat lain yang memang sudah jauh-jauh hari melakukan sosialisasi. MUFAKAT dianggap terlambat start dalam memulai kegiatan kampanyenya. Dana yang dikeluarkan oleh pasangan MUFAKAT adalah sekitar 1,5 Milyar. Dana tersebut bersumber dari dana pribadi yang dikeluarkan oleh MUKAKAT sendiri. Jika dibandingkan dengan kedua kandidat lain, dana tersebut merupakan paling sedikit. Sementara itu dana kampanye yang keluarkan oleh pasangan Syarif-Cecep ± 4 Milyar. Sedangkan dana yang dikeluarkan oleh pasangan Budi-Dede berdasarkan data yang diperoleh dari surat kabar harian kabar priangan adalah sekitar 3,4 Milyar. Kampanye politik merupakan salah satu cara dalam melakukan marketing politik. Marketing politik merupakan sebuah metode yang mengembangkan beberapa pendekatan yang berujung pada pemahaman kognitif pemilih agar mau memilih calon-calon yang „dipasarkan‟. Menurut Mursal setidaknya ada tujuh domain kognitif dalam pendekatan marketing politik, yakni: 1. Issu dan kebijakan, yang merepresentasikan issu-issu dan kebijakankebijakan yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh kandidat atau partai ketika berkampanye dan ketika kelak menjadi kandidat terpilih. 2. Citra sosial, upaya membangun „kedekatan sosial‟ atau „keberadaan diri‟ kandidat atau partai dengan masyarakat atau para pemilih yang heterogen. 3. Perasaan emosional, upaya membangun kedekatan atau kelekatan emosional antara kandidat atau partai dengan warga masyarakat. 4. Citra kandidat, membangun „gambaran-gambaran positif‟ tentang diri kandidat (karakter, wibawa,dll) atau partai (kapabilitas, transparansi, dll) dimata pemilih. 5. Peristiwa-peristiwa mutakhir yang berkembang menjelang dan selama kampanye. 6. Peristiwa-peristiwa personal, mengacu pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang pernah dialami oleh seorang kandidat atau partai. 7. Issu-issu epistemic adalah issu-issu khusus yang memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru. (Agustino, 2009:212)
Pada point pertama isu dan kebijakan, pada kampanye politik yang dilakukan MUFAKAT isu yang diusungnya adalah terutama masalah korupsi. Beberapa di antaranya berbeda dengan pasangan lainnya, di antaranya program menghadirkan lingkungan budaya dan pariwisata. Kemudian masalah kemiskinan, MUFAKAT mengangkat kondisi SDA yang terbatas di Kota Tasikmalaya ini dengan tidak adanya tambang, laut maka akan sulit untuk membangun perekonomian. Salah satu solusinya adalah dengan membangun industry kreatif, bagaimana caranya membangkitkan semangat kreatifitas. Selain itu MUFAKAT memiliki slogan kampanye yaitu “Tasik kota nyaman 2017”. Namun, pada point 2,3, dan 4 MUFAKAT sangat jauh tertinggal dari kandidat lainnya. Uapaya dalam membangun citra social, perasaan emosional dan juga citra kandidat MUFAKAT dianggap terlambat start. Apalagi MUFAKAT belum pernah berkiprah di Kota Tasikmalaya sebelumnya, sehingga kurang dikenal oleh masyarakat. Hal tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan dua kandidat lainnya yang notabebe telah lama berkiprah di Kota Tasikmalaya, terutama kiprahnya dalam dunia politik lokal di Tasikmalaya. Sulit rasanya bagi MUFAKAT untuk menjalin kedekatan dengan masyarakat dalam waktu sosialisasi yang cukup singkat, ditambah dengan kondisi masyarakat yang sebelumnya tidak tahu siapa MUFAKAT tersebut. Pada point 5 dan 6, pada saat masa kampanye berlangsung, MUFAKAT mengalami musibah, yakni istri dari Mumung Marthasasmita meninggal dunia akibat kecelakaan. Sementara pada point 7, isu yang beredar yakni jika MUFAKAT ini sengaja dimunculkan oleh salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya. Hal ini secara tidak langsung mengundang rasa keingintahuan masyarakat akan figur MUFAKAT ini. Dari ke-7 point diatas, hanya point pertama yang dilakukan oleh MUFAKAT. Jika MUFAKAT benarbenar ingin bertarung pada Pemilukada Kota Tasikmalaya, seharusnya mereka mempersiapkan segalanya dengan matang dan penuh perhitungan. Tahapan kampanye yang dilakukan MUFAKAT yakni pertama, dengan melakukan pembentukan tim kampanye MUFAKAT. Kedua, melakukan koordinasi dengan semua tim sampai dengan tingkat RT/RW. Ketiga, terjun kelapangan tidak hanya untuk sosialisasi pasangan MUFAKAT tetapi juga untuk menyerap dan menampung aspirasi dari masyarakat. Selain itu juga, dalam setiap tahapan kampanye MUFAKAT selalu melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan secara terus menerus oleh tim MUFAKAT. Mengatur strategi kampanye merupakan suatu tahapan dalam proses kampanye politik. Strategi kampanye merupakan hal yang penting dalam setiap pertarungan politik, baik itu dalam pemilukada, pemilu legislatif dan pemilu presiden. Strategi yang matang sangat dibutuhkan untuk hasil akhir yang memuaskan. Figur yang kuat dibarengi dengan konsep yang kuat pula maka kesempatan untuk memperoleh kemenangan sangat besar. Strategi kampanye MUFAKAT yakni pertama, dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Kedua, penyampaian visi-misi kepada masyarakat. Ketiga, strategi SOS (satu orang satu) artinya tindakan langsung mendatangi tokoh-tokoh masyarakat di setiap daerah dengan memastikan bahwa dia
mendukung MUFAKAT. Kampanye yang dilakukan oleh MUFAKAT dilakukan melalui media massa lokal yang ada di Kota Tasikmalaya. Selain itu bentuk sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk pemasangan baligo, meskipun dalam jumlah yang terbatas. Kampanye yang dilakukan MUFAKAT berupa kampanye terbuka maupun kampanye tertutup. Selain itu MUFAKAT tidak mengadakan live musik, tidak ada iming-iming dalam bentuk apapun. Tujuan dari kampanye MUFAKAT adalah untuk menyentuh hati masyarakat Kota Tasikmalaya agar masyarakat mengerti. Strategi kampanye yang dilakukan MUFAKAT ini tujuannya untuk „memasarkan‟ MUFAKAT agar memperoleh dukungan sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Cara marketing politik yang sering kali digunakan untuk „memasarkan‟ kandidat dan partai politk. Pertama, pull marketing (cara menarik pasar) yaitu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan produk politik kepada para pemilih melalui saluran media masa. Kedua, push marketing (cara mendorong pasar) yakni upaya yang dilakukan upaya menyampaikan produk politik kepada para pemilih melalui saluran-saluran non-media masa. Ketiga, pass marketing, yaitu penyampaian produk politik kepada para pemilih ataupun aktoraktor politik yang mempunyai pengaruh besar di dalam masyarakat dengan tujuan agar masyarakat megikuti perilaku politik para pemilih ataupun aktor-aktor politik yang mempunyai pengaruh besar tersebut. (Agustino, 2009:214) Cara pertama, pull marketing (menarik pasar), cara pertama ini nampaknya tidak dilakukan secara maksimal oleh MUFAKAT. Dukungan atau peran dari media agaknya kurang bagi pasangan MUFAKAT ini. Media massa lokal sendiri cenderung focus pada pemberitaan mengenai 2 pasangan kandidat lain. Selain itu juga, ada kecenderungan yang lebih memperlihatkan unsur-unsur bisnis ketimbang unsur edukatifnya. Bahkan pasangan MUFAKAT pernah merasa mendapat perlakuan tidak adil dari salah satu media lokal di Kota Tasikmalaya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pasangan Syarif-Cecep dan Budi-Dede, kedua kandidat ini mendapatkan dukungan media yang lebih jika dibandingkan dengan pasangan MUFAKAT. Karena memang sejak awal media massa lebih focus pada pemberitaan-pemberitaan mengenai kedua pasang kandidat tersebut. Apalagi Syarif Hidayat merupakan calon incumbent, tentunya sorotan media pun akan lebih intens. Cara yang kedua, push marketing (cara mendorong pasar), cara kedua ini dilakukan MUFAKAT dengan sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk pemasangan baligo, meskipun dalam jumlah yang terbatas. Kampanye yang dilakukan berupa kampanye terbuka maupun kampanye tertutup. MUFAKAT tidak mengadakan kampanye yang menyertakan live musik, tidak ada imingiming dalam bentuk apapun. Selain itu, MUFAKAT juga melakukan sosialisasi dengan masyarakat lewat jejaring social facebook. Ada juga pernak-pernik yang dibagikan kepada masyarakat berupa kaos. Kondisi ini berbeda dengan dua kandidat lain, seperti banyaknya baligo-baligo yang dipasang. Kampanye dengan mengadakan live music. Adanya politik transaksional, misalnya berupa pembagian uang, sarung, beras, dan ikan.
Cara yang ketiga, pass marketing, cara ketiga ini dilakukan MUFAKAT dengan melakukan strategi SOS (satu orang satu). Artinya tindakan langsung mendatangi tokoh-tokoh masyarakat di setiap daerah dengan memastikan bahwa dia mendukung MUFAKAT. Tujuan dari strategi SOS ini adalah agar masyarakat megikuti perilaku politik tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh tersebut untuk mendukung MUFAKAT. Dalam hal ini, MUFAKAT sebenarnya mempunyai nilai lebih, karena hanya MUFAKAT yang diundang oleh masyarakat non muslim di Kota Tasikmalaya untuk menyampaikan visi-misi beserta programnya. Namun, dua kandidat lain memiliki jaringan dan basis masa yang kuat karena memang mereka didukung oleh partai politik. Sedangkan MUFAKAT tidak memiliki basis masa dan jaringan social yang kuat di masyarakat. Pada proses kampanye politik, pasangan MUFAKAT juga melakukan segmentasi pemilih terhadap masyarakat Kota Tasikmalaya. Segmentasi ini dilakukan agar memudahkan tim sukses pasangan MUFAKAT melakukan sosialisasi kepada masyarakat sesuai dengan segmentasinya masing-masing. Tahapan segmentasi yang dilakukan MUFAKAT ini menguatkan teori yang dikemukakan Francisco, bahwa dalam marketing politik diperlukan segmentasi, yang merupakan aktivitas seperti deteksi, evaluasi dan pemilihan kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik sehingga memungkinkan untuk mendesain suatu strategi yang sesuai dengan karakteristik tersebut. Segmentasi perlu dilakukan untuk memudahkan partai politik atau kandidat dalam menganalisis perilaku masyarakat, mengingat masyarakat terdiri dari berbagai kelompok yang memiliki latar belakang dan karakteristik berbeda. Masing-masing kelompok membutuhkan pendekatan dan komunikasi politik yang berbeda satu dengan yang lain. (Firmanzah, 2008:182) Segmentasi yang dilakukan pasangan MUFAKAT tujuannya untuk melakukan klasifikasi terhadap target-target sasaran kampanye mereka. Targettarget yang menjadi sasaran kampanye MUFAKAT yakni masa basis independen itu sendiri, masyarakat umum, kalangan birokrat, guru-guru, pemilih pemula, komunitas China, supporter PERSIB atau yang lebih dikenal dengan sebutan “bobotoh” PERSIB dan juga massa mengambang. Massa mengambang merupakan kelompok massa yang belum terlihat arah pilihannya atau bahkan belum menentukan arah pilihannya. Dalam hal ini MUFAKAT melakukan beberapa tindakan untuk memperoleh dukungan dari kelompok massa mengambang. MUFAKAT melakukan analisis dan pemahaman kondisi massa mengambang itu sendiri. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan arah tindakan yang akan dilakukan terhadap massa mengambang. MUFAKAT sendiri melakukan pendekatan-pendekatan terhadap massa mengambang, misalnya dengan melakukan diskusi baik secara langsung maupun melalui media jejaring social seperti facebook. Selain itu juga mereka meyakinkan kepada massa mengambang bahwa independen betul-betul untuk rakyat. Hasilnya, diantara massa mengambang tersebut bahkan ada yang sampai menjadi tim sukses MUFAKAT.
Apa yang dilakukan oleh MUFAKAT ini menguatkan bahwa antara segmentasi dengan positioning adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Segmentasi sangat dibutuhkan untuk dapat mengidentifikasi karakteristik yang muncul disetiap kelompok masyarakat. Sementara positioning adalah upaya untuk menempatkan image dan produk politik yang sesuai dengan masing-masing kelompok masyarakat. Positioning tidak akan dapat dilakukan tanpa adanya segmentasi politik. Pasar politik adalah suatu komunitas yang tersusun oleh komponen-komponen yang sangat beragam, dimana satu komponen saling berinteraksi dengan yang lain. (Firmanzah, 2008:211) Segmentasi yang dilakukan oleh MUFAKAT dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan positioning. Artinya untuk menentukan cara kampanye yang akan dilakukan terhadap masing-masing target sasaran kampanye MUFAKAT. Tujuannya adalah agar cara kampanye yang dilakukan tepat sehingga dapat menarik dukungan suara dari target-target kampanye MUFAKAT. Misalnya, cara kampanye yang mereka lakukan terhadap massa mengambang, bahkan diantara massa mengambang tersebut ada yang sampai menjadi tim sukses MUFAKAT. Sementara itu, banyak cara yang dilakukan MUFAKAT agar kampanye yang dilakukannya berbeda dengan kandidat yang lainnya. Salah satunya adalah dengan menggelar pertunjukan wayang, kemudian juga dengan menegelar pertandingan PERSIB vs PERSIKOTAS. Selain itu, dalam penyampaian visi-misi biasanya selalu melakukan atraksi sulap, sebagai salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Bapak Taufik Faturohman. Tulisan-tulisan yang tertera di baligo MUFAKAT pun tidak memuji-muji diri sendiri, berbeda dengan kandidat yang lain. Selain itu juga, dari segi penampilan pun berbeda, MUFAKAT menggunakan “iket” kepala sebagai cirri khas mereka. Strategi dan konsep yang dilakukan MUFAKAT nyatanya tidak bisa mengantarkan MUFAKAT menuju kemenangan. Dua kandidat lain nyatanya lebih kuat dibandingkan MUFAKAT. Sedangkan menurut Cangara keberhasilan sebuah kampanye politik sekurang-kurangnya ditentukan oleh empat faktor, yakni: Partai politik, Media massa, Kapabilitas individu, dan Kebijakan dan program. (Cangara, 2009:412-424) Point pertama, yakni partai politik. Sudah jelas bahwa MUFAKAT merupakan calon independen artinya MUFAKAT tidak mempunyai dukungan partai politik. Peranan partai politik sangat besar pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan seseorang dalam menentukan pilihannya. Partai besar dengan modal anggota dan simpatisan yang banyak, memiliki pengaruh yang besar dibanding partai kecil. Jika dibandingkan dengan dua kandidat lain jelas kalah, bahwa MUFAKAT tidak memiliki basis massa dan jaringan social di masyarakat. Point kedua, Media Massa. Dari uraian sebelumnya pun sudah dijelaskan bahwa dukungan media terhadap MUFAKAT sangat kurang. Media massa lokal sendiri cenderung focus pada pemberitaan mengenai 2 pasangan kandidat lain. Selain itu juga, ada kecenderungan yang lebih memperlihatkan unsur-unsur bisnis ketimbang unsur edukatifnya. Bahkan pasangan MUFAKAT pernah merasa
mendapat perlakuan tidak adil dari salah satu media lokal di Kota Tasikmalaya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pasangan Syarif-Cecep dan Budi-Dede, kedua kandidat ini mendapatkan dukungan media yang lebih jika dibandingkan dengan pasangan MUFAKAT. Karena memang sejak awal media massa lebih focus pada pemberitaan-pemberitaan mengenai kedua pasang kandidat tersebut. Apalagi Syarif Hidayat merupakan calon incumbent, tentunya sorotan media pun akan lebih intens. Point ketiga, Kapabilitas individu. Meskipun MUFAKAT berasal dari jalur perseorangan atau independen, namun dari segi kapasitas dan kapabilitas individu calon independen nyaris sama dengan calon yang berasal dari partai politik. Bahkan kapasitas Pak Mumung dan Pak Taufik khususnya, dibanding dua kandidat lainnya mereka lebih baik. Pak Mumung seorang intelektual dan Pak Taufik itu seorang budayawan. Dilihat dari aspek budaya, Pak Taufik itu memiliki pandangan budaya yang cukup bagus. Dari cara menyampaikan visimisi pun MUFAKAT lebih logis, bagaimana dia mendeskripsikan visi-misi nya dihadapan public itu cukup meyakinkan. Nilai tambahnya adalah inspirasi untuk kembali mencintai budaya lokal Sunda, berpolitik dengan santun dan juga menjauhi money politics. Berbicara pemilukada, bukan hanya kapabilitas individu saja, tapi kembali lagi pada persoalan basis massa dan jaringan social di masyarakat. Point keempat, Kebijakan dan program. Kampanye politik yang dilakukan MUFAKAT isu yang diusungnya adalah terutama masalah korupsi. Beberapa di antaranya berbeda dengan pasangan lainnya, di antaranya program menghadirkan lingkungan budaya dan pariwisata. Kemudian masalah kemiskinan, MUFAKAT mengangkat kondisi SDA yang terbatas di Kota Tasikmalaya ini dengan tidak adanya tambang, laut maka akan sulit untuk membangun perekonomian. Salah satu solusinya adalah dengan membangun industry kreatif, bagaimana caranya membangkitkan semangat kreatifitas. Selain itu MUFAKAT memiliki slogan kampanye yaitu “Tasik kota nyaman 2017”. Strategi kampanye tersebut ternyata tidak bisa mengantarkan MUFAKAT pada kemenangan. Strategi kampanye MUFAKAT ini, dirasa kurang matang jika dibandingkan dengan kandidat lainnya. Pada awalnya kemunculan MUFAKAT ini diharapkan dapat menjadi alternative pilihan bagi masyarakat, tapi pada kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Kemunculan MUFAKAT dari awal memang tidak murni lahir dari rahim masyarakat, melainkan lahir karena suatu kepentingan politik tertentu. Berbicara mengenai fakta kemunculan MUFAKAT tersebut, tentu saja strategi yang dilakukannya pun menjadi tidak berarti. 4. Faktor-faktor Penyebab Calon Independen MUFAKAT Kalah pada Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012 Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, faktor-faktor penyebab MUFAKAT kalah dalam Pemilukada Kota Tasikmalaya Tahun 2012, yakni : 1. Kurangnya popularitas MUFAKAT, sehingga kurang dikenal oleh masyarakat
2. Tidak ada dukungan dari Partai Politik 3. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat 4. Kampanye yang dilakukan MUFAKAT kurang gencar 5. Belum pernah berkiprah di Kota Tasikmalaya 6. Tidak memiliki daya tarik di masyarakat 7. Anti politik uang 8. Ketidaksiapan MUFAKAT, karena terlambat start 9. Tidak membangun basis dan jaringan social di masyarakat 10. Kurangnya dana kampanye 11. Mesin politik yang lemah 12. Tidak ada kekompakan antara Pak Mumung Marthasasmita dengan Pak Taufik Faturohman itu sendiri 13. Tidak murni lahir dari rahim masyarakat, dari awal pun kemunculan calon independen MUFAKAT ini memang dijadikan sebagai boneka pemecah suara.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Amirudin dan Bisri, Zainal. A. 2005. Pilkada Langsung, Problem dan Prospek: Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: Rajawali Pers. Firmanzah. 2008. Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Idrus, Muhamad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Joko J, Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lexy J, Moleong. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Milles, Mathew dan A Michael Hubberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tim Peneliti Perludem. 2011. Menata Kembali Pengaturan Pemilukada. Jakarta. Sumber Lain: Firdaus, Syam. 2005. Pilkada Sebagai Sarana Pemberdayaan Politik yang Bermartabat dan Demokratis, dalam Swara Politika Vol 10 No 1 Tahun 2007. Purwokerto: Lab Ilmu Politik FiSIP Unsoed.
Ramadan, Yusup. 2008. Persepsi Elit Partai Politik di Banyumas Terhadap Keikutsertaan Calon Independen Dalam Pilkada Langsung. Purwokerto: FISIP Universitas Jendral Soedirman. Adoe,
Yotam.
2012.
Fenomena
Parpol
Vs
Independen.
http://www.suryainside.com/index.php/plugin/securimage/?mod=3&idb=3117. Diakses pada [6 Oktober 2012]. Karim, Abdul Gaffar. 2012. Calon Independen. http://agkarim.staff.ugm.ac.id/2012/03/27/calon-independen/. Diakses pada [6 Oktober 2012].
Kartika, Syilvi Ade. 2010. Calon Independen dan Pilkada (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008). http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20950. Diakses pada [6 Oktober 2012]. Media Center KPU Kota Tasikmalaya. http://kpu.tasikmalayakota.go.id/wpkpu/2012/07/10/hitungan-akhir-di-kpu-bude-menang-telak/. Diakses pada [6 Oktober 2012]. Rahmani, Hudzaifah. 2011. Kajian Fenomena Calon Independen Dalam Pilkada: Studi Kasus Kemenangan Calon Independen di Pilkada Kabupaten Garut 2008. http://paturahman.blogspot.com/2011/09/kajian-fenomena-calon-independendalam.html. Diakses pada [6 Oktober 2012]. Rumalutur, Fajrin. 2012. Menimbang Calon Independen Dalam Pemilukada. Kompasiana http://politik.kompasiana.com/2012/09/03/%E2%80%9Cmenimbang-calonindependen-dalam-pemilukada%E2%80%9D/. Diakses pada [6 Oktober 2012].